Anda di halaman 1dari 25

I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat
yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki
efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk
mencegah serangan jantung.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terapi antiplatelet (terutama dengan
aspirin) efektif dalam mengurangi risiko infark miokard non -fatal , stroke non -fatal
atau kematian vaskular pada pasien dengan arterial disease. Ketika digunakan untuk
pencegahan sekunder, manfaat dari aspirin secara substansial melebihi kemungkinan
bahaya terapi . Uji coba terkontrol terbaru juga menunjukkan rasio risiko-manfaat yang
menguntungkan bagi penggunaan aspirin dalam pencegahan primer pada orang-orang
yang memiliki risiko yang lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner (PJK) dan yang
tidak mengalami peningkatan risiko komplikasi perdarahan. Sebuah pengkajian akurat
tentang risiko kardiovaskular setiap individu diperlukan ketika mempertimbangkan
penggunaan aspirin untuk pencegahan primer.
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah ; Adakah efektifitas
penggunaan aspirin sebagai pencegahan penyakit kardiovaskuler?
1.3 Tujuan penulisan
Mengetahui Efektifitas Penggunaan Aspirin Sebagai Pencegahan Penyakit
Kardiovaskuler
1.4 Manfaat penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan

informasi

dan

menambah

referensi

mengenai

penggunaan aspirin sebagai pencegahan penyakit kardiovaskuler


2. Manfaat bagi perkembangan ilmu

efektifitas

Memberikan informasi tambahan di bidang farmasi kedokteran.


3. Bagi Peneliti
Sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang berkaitan
dengan pencegahan penyakit kardiovaskuler.

II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmasi dan Farmakologi Aspirin


2.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Aspirin
Sifat Fisiko-Kimia dan Rumus Kimia Obat

Gambar 1. Rumus bangun aspirin


Rumus Molekul

: C9H8O4

Berat molekul

: 180,16

Nama kimia

: Asam asetil salisilat

Pemerian

: Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan

tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak barbau atau barbau lemah. Stabil
diudara kering, didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam
salisilat dan asam asetat.
Kelarutan

: Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut

dalam kloroform, dan dalam eter,agak sukar larut dalam eter mutlak. [8]
2.1.2

Farmasi Umum Aspirin


Dosis aspirin secara oral untuk mendapatkan efek analgetik dan antipiretik

adalah 300-900 mg, diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis maksimum 4 g sehari
dan konsentrasi dalam plasma 150-300 mcg/ml. Untuk mendapatkan efek
antiinflamasi, doss yang digunakan adalah 4-6 g secara oral per hari. Untuk
mendapatkan efek antiagregasi platelet, dosis yang digunakan adalah 60-80 mg
secara oral per hari. [12]
Aspirin Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari.
Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga

menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga mengahmbat


pembentukan prostasiklin.[7]
Sekarang tersedia aspirin tablet salut enterik 100 mg untuk pencegahan
trombosis pada pasien dengan risiko trombosis yang tinggi. [7]
Aspirin merupakan satu-satunya obat antiplatelet yang diberikan pada stroke
iskemik akut dan direkomendasikan untuk diberikan segera dengan dosis 160325 mg per hari. [3] Sedangkan Food and Drug Administration (FDA) menyetujui
pemberian aspirin 325 mg per hari untuk profilaksis primer infark miokard.

[12]

Dosis yang digunakan pada beberapa percobaan klinis bervariasi, dimulai dari
dosis kurang dari 50 mg sampai >1200 mg per hari. [3]
2.1.3 Farmakologi Umum Aspirin
Khasiat
Pada infark miokard akut tampaknya aspirin bermanfaat untuk mencegah
kambuhnya miokard infark yang fatal maupun nonfatal. Pada pasien TIA
penggunaan aspirin jangka panjang juga bermanfaat mengurangi kekambuhan
TIA, stroke karena penyumbatan dan kemataian akibat gangguan pembuluh

darah. Berkurangnya kematian terutama jelas pada pria. [7]


Kegunaan Terapi atau Indikasi dan Kontra Indikasi
1. Indikasi
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
merupakan salah satu senyawa yang secara luas digunakan, aspirin
digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang
sangat luas digunakan. [20]
2. Kontra Indikasi
Obat ini dapat menggangu hemostasis pada tindakan operasi dan bila
diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan
risiko perdarahan.[7]
Kontraindikasi pemberian aspirin dibagi menjadi dua yaitu absolut pada
kondisi

ulkus

gastrointestinal

yang

aktif,

hipersensitivitas

dan

trombositopenia. Sedangkan yang relatif yaitu adanya riwayat ulkus atau


dispepsia, penyakit dengan perdarahan dan pemberian warfarin [3]
2.2 Farmakodinamik Aspirin

Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) didalam trombosit dan


prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara irreversible enzim
siklooksigenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel
endotel). Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi
enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2,
sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit.[7]
2.3 Farmakokinetik Aspirin
a. Pola ADME
Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian pertama
duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap pula di lambung.
Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama
dalam hati. [18]
Absorpsi : secara umum, pembebasan segera baik dan benar-benar diserap oleh
saluran gastrointestinal (GI). Setelah penyerapan, aspirin dihidrolisis menjadi
asam salisilat dengan tingkat puncak plasma asam salisilat 1-2 jam dosis. tingkat
penyerapan dari saluran GI tergantung pada bentuk sediaan, ada atau tidak
adanya makanan, pH lambung (ada atau tidak adanya antasida GI atau agen
penyangga), dan faktor fisiologis lainnya. Enterik produk aspirin yang dilapisi
tak menentu diserap dari saluran pencernaan.
Distribusi : asam salisilat secara luas didistribusikan ke seluruh jaringan dan
cairan dalam tubuh termasuk sistem saraf pusat (SSP), ASI dan jaringan janin.
Konsentrasi tertinggi ditemukan dalam plasma, hati, korteks ginjal, jantung, dan
paru-paru. Protein pengikatan salisilat adalah konsentrasi - tergantung, non linear. Pada konsentrasi rendah (< 100 mikrogram / mililiter), sekitar 90 %
salisilat plasma terikat dengan albumin sementara pada konsentrasi yang lebih
tinggi (> 400 mcg / ml), hanya sekitar 75 % terikat. Tanda-tanda awal dari
overdosis salisilat (salicylism), termasuk tinnitus (telinga berdenging), terjadi
pada konsentrasi plasma mendekati 200 mcg /ml. Efek toksik yang parah yang
berhubungan dengan tingkat > 400 mcg /ml.
Metabolisme : aspirin dengan cepat dihidrolisis dalam plasma menjadi asam
salisilat sehingga kadar plasma dari aspirin pada dasarnya tidak terdeteksi 1-2

jam setelah pemberian dosis. Asam salisilat terutama terkonjugasi dalam hati
untuk membentuk asam salicyluric, glucuronide fenolik, glucuronide asil, dan
sejumlah metabolit minor. Asam salisilat memiliki paruh plasma sekitar 6 jam.
Metabolisme salisilat adalah saturable dan jumlah clearence tubuh menurun pada
konsentrasi serum yang lebih tinggi karena keterbatasan kemampuan hati untuk
membentuk kedua asam fenolik glukuronida dan salicyluric. Setelah dosis toksik
(10-20 gram), plasma paruh dapat ditingkatkan menjadi lebih dari 20 jam.
Eliminasi : penghapusan asam salisilat mengikuti orde nol farmakokinetik;
(yaitu, tingkat eliminasi obat adalah konstan dalam kaitannya dengan konsentrasi
plasma). Ekskresi ginjal obat berubah tergantung pada pH urin. Sebagai PH urin
naik di atas 6,5, pembersihan ginjal salisilat bebas meningkat dari <5% sampai>
80%. Alkalinisasi urin adalah konsep kunci dalam pengelolaan overdosis
salisilat.

Setelah

dosis

terapi,

masing-masing

sekitar

10%

ditemukan

diekskresikan dalam urin sebagai asam salisilat, 75% asam sebagai salicyluric,
10% dan 5% sebagai fenolik dan asil glucuronides.[2]
b. Waktu Paruh, Ikatan Protein, dan Bioavaibilitas Aspirin
Aspirin diabsorbsi sebanyak 100 % dengan bioavailabilitasnya 68 %. Waktu
paruh aspirin selama 15 menit dan dieliminasi di ginjal bergantung pada pH.
Ikatan protein plasma 50-80 %, makin tinggi dosis, makin rendah ikatan protein
plasma.[17]

2.4 Toksisitas Aspirin


a. Efek Samping dan Toksisitas
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan
perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis perhari tidak
lebih dari 325 mg. Penggunaan dengan antasid atau antagonis H2 dapat
mengurangi efek tersebut.[7]
Pada dosis biasa, efek samping utama aspirin adalah gangguan pada
lambung. Aspirin adalah suatu asam dengan harga pKa 3,5 sehingga pada pH
lambung tidak terlarut sempurna dan partikel aspirin dapat berkontak langsung
dengan mukosa lambung. Akibatnya mudah merusak sel mukosa lambung

bahkan sampai timbul perdarahan pada lambung. Gejala yang timbul akibat
perusakan sel mukosa lambung oleh pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum,
rasa seperti terbakar, mual dan muntah. Oleh karena itu sangat dianjurkan aspirin
diberi bersama makanan dan cairan volume besar untuk mengurangi gangguan
saluran cerna [12]
Efek samping dari aspirin adalah: [19]
1.

Gastrointestinal
Endoskopi mengidentifikasi lesi mukosa lambung terjadi pada kebanyakan pasien
yang menerima dosis tunggal aspirin. Anorektal ulserasi dan stenosis rektum telah
dilaporkan pada pasien yang menyalahgunakan supositoria rektal yang
mengandung aspirin.

Efek samping gastrointestinal juga termasuk

distress

epigastrium (sebanyak 83 % dari pasien yang diobati dengan aspirin biasa), perut
tidak nyaman atau sakit, lesi mukosa lambung, mual, dan muntah. Efek
gastrointestinal yang lebih serius termasuk perdarahan, tukak lambung , perforasi,
enteropati usus kecil, dan ulserasi esofagus.
Efek samping Aspirin yang paling umum adalah nyeri perut bagian atas
(dyspepsia) yang dihasilkan dari iritasi lambung. Efek samping ini dapat dihindari
dengan meminum aspirin saat makan. Risiko iritasi lambung dan perdarahan
dapat dikurangi dengan penggunaan inhibitor pompa proton (misalnya omeprazol)
2.

dikombinasi dengan aspirin.


Ginjal
Mekanisme aspirin diinduksi dalam fungsi ginjal terkait dengan penghambatan
sintesis prostaglandin ginjal dengan penurunan aliran darah ginjal. Vasodilatasi
prostaglandin ginjal sangat penting pada pasien yang menunjukkan underfilling
arteri (yaitu gagal jantung, sirosis). Pemberian dosis tinggi NSAID untuk pasien
tersebut telah menghasilkan gagal ginjal akut dalam kasus-kasus langka. Efek
samping ginjal termasuk penurunan laju filtrasi glomerulus (terutama pada pasien
yang dibatasi natrium atau kekurangan volume darah arteri efektif, seperti pasien
dengan gagal jantung stadium lanjut atau sirosis), nefritis interstisial, nekrosis
papiler, peningkatan dalam serum kreatinin, peningkatan dalam nitrogen urea

3.

darah, proteinuria, hematuria, dan gagal ginjal.


Hematologi
Efek samping hematologi termasuk peningkatan aktivitas fibrinolitik darah. Selain

itu,
4.

hypoprothrombinemia,

trombositopenia,

thrombocyturia,

anemia

megaloblastik, pansitopenia telah jarang dilaporkan.


Hipersensitivitas
Efek samping hipersensitivitas termasuk bronkospasme, rhinitis, konjungtivitis,
urtikaria, angioedema, dan anafilaksis. Sekitar 10% sampai 30% dari penderita
asma adalah aspirin-sensitif (dengan triad klinis sensitivitas aspirin, asma
bronkial, dan polip hidung).
Satu sampai dua persen pasien memiliki alergi terhadap aspirin yang dapat
mengakibatkan asma atau alergi (anafilaksis) tapi sangat jarang. Pasien alergi
dapat menjalani prosedur desensitisasi. Setelah menjalani desensitisasi, pasien
tidak boleh melewatkan setiap dosis aspirin karena hal ini dapat menyebabkan

5.

kambuhnya alergi.
Dermatologic
Efek samping dermatologic termasuk sindrom Stevens-Johnson dan lichenoid

6.

eruption.
Hati

7.

Efek samping hati termasuk hepatotoksisitas dan hepatitis kolestatik.


Oncologic
Efek samping oncologic termasuk kanker pankreas. Beberapa studi epidemiologi
telah menunjukkan bahwa penggunaan aspirin kronis dapat menurunkan risiko
neoplasma usus besar. Namun, penelitian lain belum menemukan efek yang

8.

menguntungkan.
Metabolik
Efek samping metabolik termasuk dehidrasi dan hiperkalemia. Alkalosis
pernapasan dan asidosis metabolik, terutama selama toksisitas salisilat. Salisilat
juga telah dilaporkan untuk menggantikan triiodothyronine ( T3 ) dan thyroxine
( T4 ) dari situs pengikat protein. Efek awal adalah peningkatan konsentrasi serum

9.

T4 bebas .
Kardiovaskular
Efek samping kardiovaskular termasuk salisilat -induced angina varian , ektopi
ventrikel , kelainan konduksi, dan hipotensi, terutama selama toksisitas salisilat .
Selain itu, setidaknya satu kasus retensi cairan simulasi gagal jantung kongestif
akut telah dilaporkan selama terapi aspirin. Terapi antiplatelet juga telah dikaitkan

10.

dengan kerusakan akut perdarahan intraserebral .


Sistem saraf

Efek samping sistem saraf pusat termasuk agitasi, edema serebral, koma,
kebingungan, pusing, sakit kepala, perdarahan kranial, lesu dan kejang . Tinnitus
dan gangguan pendengaran subyektif ( atau keduanya ) dapat terjadi. Beberapa
peneliti telah melaporkan bahwa dosis moderat dapat mengakibatkan penurunan
selektivitas frekuensi dan karena itu dapat mengganggu kinerja pendengaran,
terutama dalam pengaturan kebisingan.
Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa tinnitus dapat menjadi indikator yang
kurang dapat diandalkan pada toksisitas salisilat daripada yang diyakini
sebelumnya. Pasien dengan kehilangan pendengaran frekuensi tinggi mungkin
mengalami kesulitan memahami tinnitus. Dalam sebuah penelitian terhadap
pasien rheumatoid arthritis, orang-orang dengan tinnitus memiliki tingkat salisilat
11.

tidak lebih besar dari mereka yang tidak tinnitus.


Musculoskeletal

12.

Efek samping muskuloskeletal termasuk rhabdomyolysis.


Pernapasan

13.

Efek samping pernafasan termasuk hiperpnea, edema paru, dan takipnea.


Kelenjar endokrin
Efek samping endokrin termasuk hipoglikemia (yang telah dilaporkan pada anak-

14.

anak) dan hiperglikemia.


Ocular

15.

Efek samping okular termasuk kasus lokal edema periorbital.


Lain-lain
Sindrom Reye biasanya melibatkan muntah , disfungsi neurologis , dan disfungsi
hati selama atau segera setelah infeksi virus akut . Efek samping lainnya termasuk
sindrom Reye dengan penggunaan aspirin pada anak-anak dengan penyakit virus
akut. Sindrom Reye juga telah dilaporkan lebih jarang pada orang dewasa .
Pada ibu hamil aspirin dapat membahayakan jantung bayi yang belum lahir, dan
juga dapat mengurangi berat badan lahir atau memiliki efek berbahaya lainnya.

b. Gejala Toksisitas dan Penanggulangannya


Keracunan aspirin dapat terjadi jika obat ini dipakai dengan kombinasi, dalam
dosis yang tidak pantas, atau selama periode waktu yang lama. Hal ini terutama
mungkin terjadi pada orang tua dengan masalah kesehatan kronis.

10

Jika dosis harian normal aspirin menumpuk dalam tubuh dari waktu ke waktu dan
menyebabkan gejala, disebut overdosis kronis. Hal ini mungkin terjadi jika ginjal tidak
bekerja dengan benar atau ketika pasien mengalami dehidrasi. Overdosis kronis
biasanya terlihat pada pasien yang lebih tua saat cuaca panas.[15]
Gejala keracunan akut dapat meliputi: [15]

Perut tidak enak dan sakit perut

Mual
Muntah - dapat menyebabkan tukak lambung atau iritasi perut yang dikenal
sebagai gastritis
Gejala keracunan kronis dapat meliputi: [15]

Kelelahan
Sedikit demam
Kebingungan
Kolaps
Denyut jantung yang cepat
Napas cepat tak terkendali (hiperventilasi)

Keracunan yang parah dapat menyebabkan: [15]

Dering di telinga

Tuli sementara

Hiperaktif

Dehidrasi

Pusing

Kantuk

Kejang

Koma
Pernapasan abnormal yang disebabkan oleh keracunan aspirin biasanya cepat dan
mendalam. Muntah dapat terjadi 3-8 jam setelah minum terlalu banyak aspirin.
Dehidrasi serius dapat terjadi dari hiperventilasi, muntah, dan demam. [6]
PENANGGULANGAN TOXIXITAS
Pengobatan tergantung pada jumlah aspirin, waktu menelannya, dan kondisi
pasien secara keseluruhan ketika mencapai ruang gawat darurat. Petugas medis
mungkin akan memberikan: [6]

11

cairan untuk memperbaiki dehidrasi dan kelainan asam-basa


Activated charcoal untuk menyerap aspirin dalam perut
Pencahar menyebabkan gerakan usus yang membantu menghilangkan aspirin dan

arang dari tubuh


Bilas lambung mungkin bermanfaat, kecuali kontraindikasi, hingga 60 menit

setelah konsumsi aspirin.


Obat lain dapat diberikan melalui pembuluh darah, termasuk garam kalium dan
natrium bikarbonat, yang membantu tubuh menghilangkan aspirin yang telah
dicerna.
Jika perawatan ini tidak bekerja atau overdosis sangat parah, dapat dilakukan hal

sebagai berikut:

hemodialisis mungkin diperlukan untuk menghilangkan aspirin dari darah.

Menempatkan tabung pernapasan (intubasi) dan membantu pernapasan dengan


ventilator untuk orang yang gelisah, koma, yang tidak bisa melindungi saluran

udara mereka sendiri


Penempatan kateter ke dalam kandung kemih untuk memantau pengeluaran urin

dan sering memeriksa keasaman (pH) dari urin


Pemberian obat lainnya yang mungkin diperlukan untuk mengobati agitasi, kejang
atau komplikasi lain dari keracunan aspirin

PROGNOSIS
Memakai lebih dari 150mg/kg aspirin dapat mengakibatkan hasil yang serius dan
bahkan mematikan jika tidak diobati. Tingkat yang lebih rendah dapat mempengaruhi
anak-anak. [6]
Jika pengobatan ditunda atau overdosis cukup besar, gejala akan terus memburuk.
Pernapasan menjadi sangat cepat atau mungkin berhenti. Kejang, demam tinggi, atau
kematian dapat terjadi. [6]

12

III
PENELITIAN
Penulisan makalah ini menggunakan metode 5W+1H dalam menganalisa
clinical trial /case history dari jurnal yang diambil. Adapun studi kasus tersebut antara
lain:
Penelitian 1 : Penggunaan antiplatelet (aspirin) pada akut stroke iskemik, 2011.
Oleh: Said Alfin Khalilullah.
Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus yang terutama sering ditemukan
pada sistem arteri.
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) didalam trombosit pada
prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara irreversible
enzim sikloksidgenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel
endotel). Penghambat enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim
tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai
akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antiplatelet dosis efektif
aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama
perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga
menghambat pembentukan prostasiklin. Pada pasien TIA penggunaan aspirin jangka
panjang juga bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan
penyumbatan dan kematian akibat gangguan pembuluh

TIA,

stroke

karena

darah. Berkurangnya

kematian terutama jelas pada pria.


Efek samping aspirin misalnya resa tidak enak di perut, mual dan perdarahan
saluran cerna biasanya dapat dihindari bila dosis perhari tidak melebihi 325 mg.
penggunaan bersama antacid atau antagonis H2 reseptor dapat mengurangi efek
tersebut. Obat ini dapat mengganggu homeostasis pada tindakan operasi dan bila
diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan resiko
perdarahan.

13

Antiplatelet mengurangi mortalitas dan morbiditas pada stroke iskemik

Sulit untuk membandingkan mortalitas dan morbiditas dari stroke karena setiap
memiliki skala hasil yang berbeda. Agen terapetik yang digunakan pada studi ini adalah
membandingkan angka mortalitas pada penderita stroke yang diterapi dengan
menggunak anti agregasi platelet, unfractionated heparin dan low weigh molecul
heparin.
Dua studi prospektif secara acak, uji coba pemberian aspirin dalam 48 jam onset
stroke dan pemberian placebo pada kelompok control (CAST, 1997). The Chinese
Acute Stroke Trial (CAST) sebuah studi acak, double-blind dan plasebo-kontrol
terhadap 21.106 pasien melakukan percobaan pemberian aspirin pada 160 mg /
hari dimulai dalam waktu 48 jam dari onset akut stroke iskemik (Kelas I). Aspirin
mengurangi tingkat kematian dini sebesar (3,3% menjadi 3,9%; p = 0,04).
The International Stroke Trial (IST) menacak 19,436 (kelas II) pasien dengan onset
stroke 24 jam untuk pengobatan dengan aspirin 325 mg, heparin subkutan dalam 2
rejimen dosis yang berbeda, aspirin

dengan

heparin,

dan

plasebo.

Studi

ini

menemukan bahwa terapi aspirin mengurangi risiko kekambuhan stroke (flores et all
2011).
Penelitian tersebut menunjukkan aspirin (160 mg atau 325 mg perhari) sedikit
mengurangi namun statistic dan signifikan mengurangi kematian dan disabilitas
ketika diberikan dalam 48 jam setelah stroke iskemik, studi analisis kombinasi
pemberian

aspirin

dengan

unfractionated

heparin, LMW heparin tidak

memperlihatkan penurunan mortalitas dari stroke ketika diberikan dalam 48 jam dari
onset akut stroke iskemik.

Antiplatelet mengurangi rekurensi dari stroke

Meskipun pemberian agen anti agregasi trombosit diberikan pada onset akut
stroke iskemik tidak mengurangi kerusakan dari neurologis, antiplatelet dapat berguna
dalam mencegah rekurensi stroke. Hasil sebuah studi dari CAST menunjukkan bahwa
aspirin menurunkan risiko stroke iskemik berulang dari 2,1% menjadi 1,6%, namun
risiko dari semua rekurensi stroke (hemoragik atau iskemik) tidak secara signifikan

14

berkurang. Demikian pula, IST menyatakan bahwa aspirin secara signifikan


mengurangi tingkat rekurensi stroke iskemik dari 3,9% menjadi 2,8%. Sebaliknya
heparin, unfractionated heparin dan LMW heparin, bila digunakan dalam waktu
48 jam onset pada pasien dengan stroke iskemik akut, tidak terbukti mengurangi
tingkat rekurensi stroke (Coull BM et all 2002).

Resiko perdarahan yang berhubungan dengan pemberian agen antitrombotik

Antiaggregants trombosit. Berdasarkan CAST (CAST 1007) dan IST (IST 1997),
aspirin meningkatkan risiko perdarahan sistemik dan SSP. CAST, risiko perdarahan
yang cukup besar memerlukan transfusi atau perdarahan sistemik fatal 0,8% pada
pasien yang diobati dengan aspirin vs 0,6% pada pasien yang dirawat tidak diterapi
dengan aspirin (p = 0,02). pada IST, risiko perdarahan yang memerlukan transfusi atau
perdarahan sistemik fatal adalah 1,1% pada pasien yang ditepai dengan aspirin
dibandingkan dengan 0,6% pada pasien tidak mendapat aspirin (p = 0.0004).
Tidak ada kasus besar yang secara simptomatik menunjukkan perdarahan
intraserebral pada hari ke 5 pengobatan dengan aspirin atau bahkan untuk 3 bulan
dalam kelompok perlakuan dalam uji coba abciximab (Coull BM et all 2002). Kasus
pemberian aspirin tunggal pada hari ke 5 pada grup the Multicenter Acute Stroke
TrialItaly tidak dijumpai perdarahan intrakranil (Coull BM et all 2002), tingkat
dari gejala perdarahan otak (3/153 (2%)), CT-scan memverifikasikan perdarahan
intraserebral (1/153 (0,7%)) dan infark hemoragik (7%) hal ini serupa atau bahkan lebih
rendah pada grup yang tidak diberi obat.
Sementara itu penggunaan unfractionated heparin (5000 U BID atau 12,500
IU BID) pada studi IST memperlihatkan peningkatan resiko perdarahan sistemik
atau perdarahan intraserbral. Perdarahan yang parah dijumpai pada penggunaan dosis
tinggi. Pada studi ini, 1,2% diberikan heparin subkutan

dan

mengalami

stroke

hemoragik dibandingkan dengan 0.4% dari kelompok control (p < 0.0001). Pada
prinsipnya terdapat peningkatan resiko perdarahan sistemik atau perdarahan
intraserebral pada penggunaan aspirin, unfractionated heparin.[11]

15

Manfaat kombinasi antiplatelet

Inisiasi dini aspirin ditambah dengan extended-release dipyridamole aman dan


efektif dalam mencegah disabilitas dengan pemberian inisiasi selama 7 hari setelah
onset stroke, menurut sebuah penelitian di Jerman. Penulis penelitian mencoba
untuk menilai waktu yang tepat untuk memulai pemberian dipyridamole pada
stroke iskemik atau transient ischemic attack (TIA). 46 Pasien dari stroke unit
yang disajikan dengan skor NIHSS dari 20 atau kurang secara acak untuk
menerima aspirin 25 mg ditambah extended-release dipyridamole 200 mg (awal
dipyridamole rejimen) (n = 283) atau aspirin monoterapi (100 mg sekali sehari)
selama 7 hari (n = 260). Terapi pada kedua kelompok dimulai dalam waktu 24
jam onset stroke. Setelah 2 minggu, semua pasien menerima aspirin ditambah
dipyridamole sampai 90 hari. Pada hari 90, 154 (56%) pasien dalam kelompok
dipyridamole awal dan 133 (52%) pada kelompok aspirin ditambah dipyridamole
kemudian tidak terdapat disabilitas sama sekali atau disabilitas ringan (P = 0,45).
Agen antiplatelet lain juga di bawah evaluasi untuk digunakan dalam
presentasi akut stroke iskemik. Pada sebuah studi pilot, abciximab diberikan
dalam waktu 6 jam untuk membentuk profil keamanan. Sebuah kecenderungan
menuju hasil yang lebih baik pada 3 bulan untuk pengobatan dibandingkan dengan
kelompok placebo uji klinis lebih lanjut diperlukan [9]
Penelitian 2 : Pengaruh Perubahan Pedoman Peresepan Aspirin untuk
Pencegahan Primer Kardiovaskular, 2014. Oleh : Jennifer Hissett, MD, Brittany
Folks, MD, Letoynia Coombs, MS, William LeBlanc, PhD, dan Wilson D. Pace,
MD
Dokter perawatan primer (PCPs) memiliki peran sentral dalam menyediakan
layanan pencegahan berbasis bukti dan harus memasukkan informasi revisi dalam
praktek mereka untuk meningkatkan hasil pasien. Namun, tidak diketahui seberapa
cepat PCPs menerima bukti baru tentang kurangnya manfaat aspirin untuk pencegahan
primer. Mengingat masuknya penggunaan aspirin untuk pencegahan primer pada metrik
kualitas nasional dan berbagai bayar-untuk-kinerja program, mungkin sulit untuk
mengubah perilaku PCPs dan pasien. Kami memulai penyelidikan untuk menentukan
apakah studi baru-baru ini diterbitkan, meta-analisis, dan mengubah guidelines,

16

berdampak pada praktek aspirin resep PCPs yang tergabung dalam sebuah penelitian
berbasis praktek nasional elektronik jaringan, Peningkatan Mutu Elektronik dan
jaringan Penelitian (eNQUIRENet).
Tujuan penelitian ini Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer
kejadian kardiovaskular pada pasien risiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular (CVD)
semakin dipertanyakan. Aspirin tidak mempunyai manfaat besar pada populasi ini dan
dapat meningkatkan risiko terjadinya pendarahan besar .
Metode yang digunakan Ini adalah analisis sekunder dari diidentifikasi catatan
kesehatan elektronik (EHR) data dari 131.050 individu dengan CVD diketahui atau
risiko tinggi untuk CVD sebagaimana ditentukan oleh diagnostik , demografik , dan
klinis data yang dikumpulkan dari 33 praktik perawatan primer di 11 organisasi klinis
yang berbeda di 6 negara . Persentase penduduk setiap kelompok dengan aspirin
direkam pada data rekam medis mereka, dibuat melalui analisis berbasis risiko , diamati
di 4 periode waktu .
Hasil dari penelitian ini adalah Dari 2007 sampai 2011, penggunaan aspirin
tercermin dalam EHR meningkat untuk seluruh pendudukdan untuk setiap diagnosis
berisiko tinggi individu. Persentase penduduk memulai terapi aspirin untuk pencegahan
primer dalam waktu satu tahun diagnosis faktor risiko CVD atau " kesetaraan "
meningkat antara 2007 dan 2011 . mereka dengan diagnosis baru CVD , penggunaan
aspirin juga terus meningkat selama periode 4 tahun , menunjukkan tidak ada dampak
negatif dari pencegahan primer studi negatif baru.
Kesimpulannya Dokter perawatan primer memiliki peran sentral dalam
menyediakan berbasis bukti pencegahan dan harus mengintegrasikan informasi revisi
dalam praktek mereka untuk meningkatkan hasil. Bahkan dengan bukti baru terhadap
penggunaan aspirin untuk pencegahan primer, sulit untuk mengubah keyakinan tentang
keefektifan dan keamanan aspirin , sebagaimana tercermin dalam perilaku dokter dan
pasien.

Penelitian 3 : Sebuah Percobaan Acak Dosis Rendah Aspirin dalam Pencegahan


Primer Penyakit Kardiovaskular pada Wanita, 2005. Oleh: Paul M Ridker, M.D.,
Nancy R. Cook, Sc.D., I-Min Lee, M.B., B.S., David Gordon, M.A., J. Michael
Gaziano, M.D., JoAnn E. Manson, M.D., Charles H. Hennekens, M.D., and Julie E.
Buring, Sc.D.

17

Meskipun aspirin efektif dalam pengobatan infark miokard akut dan pencegahan
sekunder penyakit kardiovaskular antara laki-laki dan perempuan , penggunaannya
dalam pencegahan primer masih kontroversial . Sampai saat ini, lima uji coba secara
acak yang melibatkan 55.580 peserta telah dievaluasi aspirin dalam pencegahan primer
kardiovaskular disease. Secara keseluruhan , uji coba ini menunjukkan bahwa ,
dibandingkan dengan plasebo, terapi aspirin dikaitkan dengan, pengurangan 32 persen
signifikan dalam risiko infark miokard, namun data pada risiko stroke dan kematian
akibat penyakit kardiovaskuler tetap inconclusive. selain itu, tiga uji coba ini dievaluasi
pria eksklusif, dan kurang dari 180 dari 2.402 kejadian vaskular terjadi pada wanita.
Dengan demikian, pada saat ini, rekomendasi saat ini untuk penggunaan aspirin dalam
pencegahan primer pada wanita didasarkan pada data langsung yang terbatas dari
perempuan.
Bukti langsung mengenai efek dari aspirin pada wanita diperlukan karena
penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di antara pria dan wanita. Bukti
langsung juga relevan karena potensi untuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin di
metabolisme salisilat dan ketidakpastian terus mengenai efek kardiovaskular hormon replacement therapy. Selain itu, di samping kekurangan data pada wanita, penggunaan
profilaksis aspirin di kedua jenis kelamin telah mendorong kekhawatiran karena
berpotensi meningkatkan risiko hemorrhagic stroke. Masalah ini sangat rumit, karena
proporsi relatif dari stroke infark miokard berbeda antara perempuan dan laki-laki.
Dalam penelitian di jurnal A Randomized Trial of Low-Dose Aspirin in the
Primary Prevention of Cardiovascular Disease in Women (2005), didapatkan hasil
bahwa, uji coba pencegahan primer yang melibatkan 39.876 perempuan yang awalnya
sehat, aspirin profilaksis dengan dosis 100 mg setiap hari dikaitkan dengan penurunan
yang tidak signifikan dalam mencegah risiko kejadian kardiovaskular mayor, penurunan
risiko stroke total dan stroke iskemik, peningkatan tidak signifikan dalam risiko stroke
hemoragik, dan tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko infark miokard atau
kematian akibat kardiovaskuler.
Dalam pencegahan sekunder , kolaborasi antitrombotik Trialists menunjukkan
bahwa aspirin jelas mengurangi risiko kejadian kardiovaskular, infark miokard, dan

18

stroke iskemik pada pria dan wanita. Untuk mengatasi efek aspirin pada pencegahan
primer, dalam penelitian ini dilakukan random - efek meta - analisis yang mencakup
data saat ini dari studi kesehatan wanita, serta data dari lima uji coba sebelumnya yang
melibatkan 55.580 peserta yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Secara
keseluruhan, dibandingkan dengan plasebo, terapi aspirin secara signifikan mengurangi
risiko miokard infark (risiko relatif , 0,76; 95 persen interval kepercayaan, 0,62-0,95 , P
= 0,01), tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko stroke (risiko relatif , 0,97;
95 persen interval kepercayaan, 0,83-1,13 , P = 0,69).
Penelitian 4 : Dosis Aspirin Untuk Pencegahan Penyakit Kardiovaskuler, 2007.
Oleh: Campbell, C. L.
Sekitar 36 % dari orang dewasa AS populasi lebih dari 50 juta orang diperkirakan memakai aspirin secara teratur untuk pencegahan penyakit kardiovaskular
( CVD ). Meskipun aspirin umumnya merupakan obat yang sangat baik ditoleransi,
seperti kebanyakan obat itu membawa risiko efek samping yang signifikan , banyak
yang dosis - related. Uji coba terkontrol plasebo untuk mengkonfirmasi manfaat dari
aspirin dalam pengobatan dan pencegahan komplikasi penyakit aterosklerosis telah
menggunakan dosis mulai dari 50 mg / hari 1300 mg/ hari. uji klinis lainnya pada
pasien CVD telah dievaluasi dosis terendah 30 mg / hari dan tertinggi 1500 mg / hari .
Di Amerika Serikat, Food and Drug Administration merekomendasikan dosis mulai dari
50 mg / hari 1300 mg / hari untuk pengobatan manifestasi klinis penyakit aterosklerosis.
Karena itu, ada kontroversi dan perdebatan substansial mengenai apa yang " benar "
pada dosis aspirin dan apakah itu sama pada semua pasien. [4]
Penelitian 5 : Penggunaan dan pengetahuan masyarakat tentang aspirin: survei
populasi dan fasilitas kesehatan untuk mengukur kinerja sistem kesehatan
setempat, 2013. Oleh: Roth, G.A.
Penggunaan dan pengetahuan tentang aspirin dikaitkan dengan jenis kelamin.
Secara signifikan lebih banyak pria daripada wanita yang menggunakan aspirin baik
dengan dan tanpa penyakit.

19

Alasan dan risiko untuk penggunaan aspirin juga dieksplorasi menggunakan


pertanyaan survei yang dirancang untuk menangkap indikasi utama untuk pengobatan
dan keamanannya. Di antara mereka yang melaporkan penggunaan aspirin rutin, alasan
yang paling umum untuk menggunakan aspirin adalah untuk tujuan menurunkan
kemungkinan serangan jantung atau stroke, yang dikutip oleh 697 dari 1178 (59,2 %)
tanpa penyakit dibandingkan dengan 495 dari 802 (61,7 %) dengan penyakit.
Menghilangkan rasa sakit itu jarang disebut-sebut sebagai alasan utama untuk
penggunaan aspirin secara rutin (59 of 1178 (5.0 %)) di antara mereka yang tanpa
penyakit dan 16 dari 802 (2,0 %) dengan penyakit. Ketika responden diminta untuk
mengidentifikasi alasan bahwa aspirin atau obat anti - inflamasi non-steroid tidak aman
bagi mereka (dan diizinkan untuk memilih beberapa jawaban), mereka yang tanpa
penyakit melaporkan baik perut atau kondisi gastrointestinal (139 dari 576 (24,1 %))
atau penggunaan obat pengencer darah (131 dari 576 (22,7 %)). Di antara responden
dengan penyakit, alasan paling umum adalah yang paling mungkin digunakan untuk
obat pengencer darah (123 dari 288 (42,7%)). Alergi (34 dari 576 (5,9 %)) dengan
penyakit dan 12 dari 288 (4,2 %) tanpa penyakit) dan sejarah kejadian perdarahan (27
dari 288 (5,9 %)) dengan penyakit dan 56 dari 576 (9,7 %) tanpa penyakit) yang jauh
kurang sering dilaporkan alasan untuk menghindari penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non-steroid. Dari catatan, penggunaan aspirin secara rutin terjadi pada kedua
kelompok bahkan ketika ada laporan masalah kesehatan yang membuat penggunaan
aspirin atau OAINS tidak aman (digunakan oleh 119 dari 551 ( 21,6 % ) tanpa penyakit,
meskipun kontraindikasi, dan dengan 134 dari 272 (49,3 %) dengan penyakit, meskipun
kontraindikasi).
Dosis antara 80-100 mg dilaporkan oleh 893 dari 1337 (66,8 %) dengan
penyakit dan 516 dari 783 (65,9 %) tanpa penyakit sementara dosis antara 300-350 mg
dilaporkan oleh 246 dari 1337 (18,4 %) dengan penyakit dan 207 783 (26,4 %) tanpa
penyakit. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam dosis dilihat berdasarkan jenis
kelamin.[16]

20

IV
PEMBAHASAN
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan
salah satu senyawa yang secara luas digunakan, aspirin digunakan sebagai obat
analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan. (Wilmana,1995).
Dosis aspirin secara oral untuk mendapatkan efek analgetik dan antipiretik adalah 300900 mg, diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis maksimum 4 g sehari dan konsentrasi
dalam plasma 150-300 mcg/ml. Untuk mendapatkan efek antiinflamasi, dosis yang
digunakan adalah 4-6 g secara oral per hari. Untuk mendapatkan efek antiagregasi
platelet, dosis yang digunakan adalah 60-80 mg secara oral per hari. [12]
Aspirin Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis
lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga menjadi kurang
efektif karena selain menghambat TXA2 juga mengahmbat pembentukan prostasiklin.[7]
Aspirin merupakan satu-satunya obat antiplatelet yang diberikan pada stroke
iskemik akut dan direkomendasikan untuk diberikan segera dengan dosis 160-325 mg
per hari (Lip, G.Y.H dkk, 2003). Sedangkan Food and Drug Administration (FDA)
menyetujui pemberian aspirin 325 mg per hari untuk profilaksis primer infark miokard
(Katzung, 2003). Dosis yang digunakan pada beberapa percobaan klinis bervariasi,
dimulai dari dosis kurang dari 50 mg sampai >1200 mg per hari. [3]
Dari beberapa penelitian di atas yang rata-rata aspirin digunakan untuk
pencegahan penyakit kardiovaskuler baik primer maupun sekunder, tetapi dalam
pencegahan primer aspirin tidak begitu baik dari pada aspirin untuk pencegahan
sekunder. Dalam penelitian di jurnal A Randomized Trial of Low-Dose Aspirin in the
Primary Prevention of Cardiovascular Disease in Women (2005), didapatkan hasil
bahwa, uji coba pencegahan primer yang melibatkan 39.876 perempuan yang awalnya
sehat, aspirin profilaksis dengan dosis 100 mg setiap hari dikaitkan dengan penurunan
yang tidak signifikan dalam mencegah risiko kejadian kardiovaskular mayor, penurunan
risiko stroke total dan stroke iskemik, peningkatan tidak signifikan dalam risiko stroke

21

hemoragik, dan tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko infark miokard atau
kematian akibat kardiovaskuler. Dalam pencegahan sekunder, kolaborasi antitrombotik
Trialists menunjukkan bahwa aspirin jelas mengurangi risiko kejadian kardiovaskular,
infark miokard, dan stroke iskemik pada pria dan wanita. Untuk mengatasi efek aspirin
pada pencegahan primer, dalam penelitian ini dilakukan random - efek meta - analisis
yang mencakup data saat ini dari studi kesehatan wanita, serta data dari lima uji coba
sebelumnya yang melibatkan 55.580 peserta yang tidak memiliki riwayat penyakit
jantung. Secara keseluruhan, dibandingkan dengan plasebo, terapi aspirin secara
signifikan mengurangi risiko miokard infark (risiko relatif, 0,76; 95 persen interval
kepercayaan , 0,62-0,95 , P = 0,01) , tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko
stroke ( risiko relatif , 0,97; 95 persen interval kepercayaan, 0,83-1,13 , P = 0,69 ).

22

V
PENUTUP
5.1 Ringkasan (Kesimpulan)
1. Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan salah
satu senyawa yang digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi.
2. Kontraindikasi pemberian aspirin dibagi menjadi dua yaitu absolut pada kondisi
ulkus gastrointestinal yang aktif, hipersensitivitas dan trombositopenia. Sedangkan yang
relatif yaitu adanya riwayat ulkus atau dispepsia, penyakit dengan perdarahan dan
pemberian warfarin
3. Aspirin digunakan untuk pencegahan penyakit kardiovaskuler baik primer maupun
sekunder, tetapi dalam pencegahan primer aspirin tidak begitu baik dari pada aspirin
untuk pencegahan sekunder.
4. Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran
cerna.

23

VI
CLOSING
6.1 Summary (Conclusion)
1. Acetyl salicylic acid, better known as acetosal or aspirin is one of the compounds that
are used as analgesics, antipyretics, and antiinflammatory.
2. Contraindications administration of aspirin is divided into two, absolute is the
conditions of active gastrointestinal ulcer, hypersensitivity and thrombocytopenia.
While the relative is a history of ulcer or dyspepsia, a disease with bleeding and
warfarin
3. Aspirin is used for the prevention of cardiovascular disease both primary and
secondary, but aspirin in primary prevention is not so good than aspirin for secondary
prevention.
4. The side effects of aspirin, for example discomfort in the abdomen, nausea, and
gastrointestinal bleeding.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2014. Aspirin. Diunduh dari: http://www.drugs.com/sfx/aspirin-sideeffects.html pada tanggal 15 April 2014
2. Bayer corporation, 2010. Farmakokinetik aspirin. Diakses 15 April 2014.
http://www.fda.gov/ohrms/dockets/ac/03/briefing/4012B1_03_Appd%201Professional%20Labeling.pdf
3. Blann, A.D.; Landray, M.J.; Lip, G.Y.H. 2003. An of overwiew of antithrombotic
therapy. In : Lip,G.Y.H, Blann, A.D. ABC of Antithrombotic Therapy. BMJ
Publishing Groups. Spain. P.10-13
4. Campbell, C. L. 2007. Aspirin Dose for the Prevention of Cardiovascular Disease.
Diunduh dari: http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=206954 pada
tanggal 15 April 2014
5. Coull BM, Williams lS, Goldstein LB, Meschia JF, Heitzman D, Chaturvedi S, et all.
Anticoagulants and Antiplatelet Agents in Acute Ischemic Stroke : Report of
the Joint Stroke Guideline Development Committee of the American Academy
of Neurology and the American Stroke Association (a Division of the
American Heart Association). Journal of the American heart association. 2002,
33:1934-1942.
6. Davis, C.P. 2012. Aspiring Poisoning. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com/aspirin_poisoning/.htm pada tanggal 15 April 2014
7. Departemen Farmakologi FKUI, 2007. Antikoagula, antitrombotik, trombolitik dan
hemostatik : Farmakologi dan terapi. Ed.5. Jakarta: balai penerbit FKUI, 2011 ; 813.
8. Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Hal. 1083,
1084.
9. Flores SC, Arnold JL, Becker JU, Hills EC, Jauch EC, Kulkarni R, et all. Ischemic
Stroke in Emergency Medicine. Medscape reference drugs, disease & procedure.
Jul 2011. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview
last updar 30 september 2011.
10. Hissett Jennifer, MD,Folks Brittany, MD,Coombs Letoynia, MS,LeBlanc
William, PhD, dan Pace Wilson D., MD. 2014. Effects of Changing Guidelines on
Prescribing Aspirin for Primary Prevention of Cardiovascular Events. J Am Board
Fam Med January-February 2014 vol. 27 no. 1 78-86

25

11. International Stroke Trial Collaborative Group. The International Stroke Trial (IST):
a randomized trial of aspirin, subcutaneous heparin, both, or neither among 19,435
patients with acute ischaemic stroke. Lancet 1997;349:1569 1581.
12. Katzung, B.G. 2003. Drugs Used in Disorders of Coagulation, In : Basic & Clinical
Pharmacology. McGraw-Hill. 9thed.p.775-776
13. Khalilullah SA. Penggunaan antiplatelet (aspirin) pada akut stroke iskemik. Co-ass
Clinical at neurology departement dr. Zainoel Abidin Teaching Hospital, Faculty of
Medicine University of Syiah Kuala 2011. Dipublish: 20 Oktober 2011 / Published
online: alfinzone.wordpress.com
14. M Ridker, Paul dkk. 2005. A Randomized Trial of Low-Dose Aspirin in the Primary
Prevention of Cardiovascular Disease in Women.
(http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa050613, diunduh : 16 April 2014,
10:26 pm)
15. Perez, E. 2013. Aspirin Overdose. Diunduh dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002542.htm pada tanggal 15 April
2014
16. Roth, G.A. 2013. Aspirin use and knowledge in the community: a population- and
health facility based survey for measuring local health system performance. Diunduh
dari: http://www.biomedcentral.com/1471-2261/14/16 pada tanggal 15 April 2014
17. Sigit, J.I. dan Hanif A. 2003. Farmakologi dan Toksikologi. Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
18. Tjay. H.T dan Rahardja, Kirana. 2003, Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
19. Williams, E. 2013. Aspirin Side Effects Center. Diunduh dari:
http://www.rxlist.com/aspirin-side-effects-drug-center.htm pada tanggal 15 April
2014
20. Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik,AnalgesikAnti-InflamasiNon Steroid
dan Obat Pirai : Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4. Jakarta. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman : 217- 218

Anda mungkin juga menyukai