Waris Adat Di Indonesia
Waris Adat Di Indonesia
Waris Adat Di Indonesia
Disusun oleh :
YASIR ADI PRATAMA
(E1A012096)
KELAS B
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia terdiri dari beriburibu kepulauan yang
mempunyai berbagai suku bangsa, bahasa, agama dan adat istiadat yang
memiliki perbedaan walaupun ada juga persamaannya. Demikian pula
mengenai ketentuan tentang pewarisannya terdapat banyak perbedaan, namun
ada juga persamaannya. Hukum adat tidak dapat dipisahkan dari dalam
kehidupan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, karena setiap anggota
masyarakat di masing-masing daerah tersebut selalu patuh pada hukum adat,
yang merupakan hukum tidak tertulis, hukum tersebut telah mendarah daging
dalam hati sanubari anggota masyarakat yang dapat tercermin dalam
kehidupan di lingkungan masyarakat tersebut.
Negara Republik Indonesia sampai sekarang ini masih berlaku hukum
waris yang bersifat pluralistik, yaitu :
1. Hukum Waris Adat, untuk warga negara Indonesia asli.
2. Hukum Waris Islam, untuk warga negara Indonesia asli di berbagai
daerah dari kalangan tertentu yang terdapat pengaruh hukum agama
Islam.
3. Hukum Waris Barat, untuk warga negara Indonesia keturunan Eropa dan
Cina, yang berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Sistem pewarisan menurut hukum waris adat dipengaruhi oleh
struktur kemasyarakatannya atau kekerabatan yang terdiri dari sistem
patrilinial (sistem kekerabatan yang ditarik menurut garis bapak), sistem
matrilineal yaitu sistem kekerabatan yang ditarik menurut garis ibu, sistem
parental atau bilateral yaitu sistem kekerabatan yang ditarik menurut garis
bapak dan ibu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hukum waris Suku Melayu Jambi?
2. Bagaimanakah Sistem Patrilineal yang hidup dalam masyarakat Suku
Batak Toba didaerah Pulau Samosir, Tapanuli Utara dan sekitarnya?
3. Bagaimanakah hukum waris dari Suku Adat Jawa?
BAB II
PEMBAHASAN
Warisan dalam hukum waris adat merujuk pada harta kekayaan dari
pewaris yang wafat baik harta kekayaan yang telah dibagi maupun harta
kekayaan yang belum dibagi.
2.
Peninggalan dalam hukum waris adat merujuk pada harta warisan yang
belum bisa dibagi atau belum terbagi-bagi disebabkan salah seorang pewaris
masih hidup.
3.
Pusaka dalam hukum waris adat dibagi atas dua kategori, yakni harta
pusaka tinggi yakni harta peninggalan dari jaman leluhur yang sifatnya tidak
dapat dibagi serta tidak pantas pula untuk dibagi-bagi dan harta pusaka
rendah, yakni harta pusaka yang diwariskan dari beberapa generasi
sebelumnya.
4.
Harta perkawinan dalam hukum waris adat merujuk pada harta yang telah
diperoleh oleh seorang pewaris selama pewaris menjalani perkawinan.
Harta pemberian dalam hukum waris adat merujuk pada harta yang diberikan oleh
seseorang kepada pasangan suami istri yang melangsungkan perkawinan.
Adapun sifat Hukum Waris Adat secara global dapat diperbandingkan
dengan sifat atau prinsip hukum waris yang berlaku di Indonesia, di antaranya
adalah :
1.
Harta warisan dalam sistem Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yang
dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi
atau dapat terbagi tetapi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli
waris; sedangkan menurut sistem hukum barat dan hukum Islam harta
warisan dihitung sebagai kesatuan yang dapat dinilai dengan uang.
2.
Dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal asas legitieme portie atau
bagian mutlak, sebagaimana diatur dalam hukum waris barat dan hukum
waris Islam.
3.
Hukum Waris Adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk
sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan segera dibagikan.
Berdasarkan ketentuan Hukum Adat pada prinsipnya asas hukum waris itu
penting , karena asas-asas yang ada selalu dijadikan pegangan dalam penyelesaian
pewarisan. Adapun berbagai asas itu di antaranya seperti asas ketuhanan dan
pengendalian diri, kesamaan dan kebersamaan hak, kerukunan dan kekeluargaan,
musyawarah dan mufakat, serta keadilan dan parimirma. Jika dicermati berbagai
asas tersebut sangat sesuai dan jiwai oleh kelima sila yang termuat dalam dasar
negara RI, yaitu Pancasila.
Di samping itu, menurut Muh. Koesnoe, di dalam Hukum Adat juga
dikenal tiga asas pokok, yaitu asas kerukunan, asas kepatutan dan asas
keselarasan. Ketiga asas ini dapat diterapkan dimana dan kapan saja terhadap
berbagai masalah yang ada di dalam masyarakat, asal saja dikaitkan
dengan desa (tempat), kala(waktu) dan patra (keadaan). Dengan menggunakan
dan mengolah asas kerukunan, kepatutan dan keselarasan dikaitkan dengan waktu,
tempat dan keadaan, diharapkan semua masalah akan dapat diselesaikan dengan
baik dan tuntas.
Ada beberapa sistem pewarisan yang ada dalam masyarakat Indonesia,
yaitu:
1. Sistem Keturunan
Secara teoritis sistem keturunan ini dapat dibedakan dalam tiga corak:
a.Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari
kedudukan wanita di dalam pewarisan.
Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut
b.
adat
Jambi
berdasarkan
pada Adat
Lamo
Puseko
tidak terputus. Jika anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang
berlainan agama dengan orang tua angkatnya, maka anak tersebut setelah
diangkat akan masuk kedalam agama Islam, maka secara langsung hubungan
hukumnya dengan orang tua kandungnya terputus.
Sementara dalam hukum Islam pengangkatan anak merupakan
tindakan hukum yang menimbulkan akibat hukum tetapi tidak menimbulkan
hubungan saling mewaris. Dan dalam peraturan perundang-undangan
pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat
dengan orang tua kandung sehingga tetap berstatus sebagai anak kandung dari
orang tua kandungnya.
B. Sistem Patrilineal dalam masyarakat Suku Batak Toba
Di provinsi Sumatera Utara terdapat berbagai suku bangsa yang hidup
dan berkembang di daerah tersebut. Salah satu suku bangsa yang terbesar di
daerah tersebut adalah suku Batak. Masyarakat Batak sebenarnya terdiri dari
beberapa anak suku walaupun secara umum lebih sering hanya disebut orang
Batak.
Di propinsi ini juga berkembang suku bangsa Melayu di daerah pesisir
timur dan suku bangsa Nias di Pulau Nias di sebelah Barat pulau Sumatera.
Suku Batak yang hidup didaerah Sumatera Utara adalah Karo, Pakpak, Toba,
Simalungun, Mandailing, dan Angkola.
Suku bangsa Batak diperkirakan merupakan keturunan kelompok
Melayu Tua (Proto Melayu) yang bergerak dari daratan Asia Selatan, dalam
upaya mereka mencari tempat yang lebih hangat pada masa Antar-Es.
Gerakan nenek moyang kelompok Proto Melayu itu sebagian menetap di
wilayah Sumatera Utara sekarang, dan sebagian lagi mewujudkan perjalanan
ke Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan berdasarkan penelitian, sebagian dari
mereka melanjutkan perjalanan sampai ke Filipina.
Dalam perkembangannya, masyarakat yang sudah mulai bercocok
tanam itu berpencar dan mendirikan pemukiman yang satu sama lain
dipisahkan oleh pegunungan yang tinggi, jurang yang dalam, dan hutan yang
lebat, sehingga kontak antar mereka sangat terbatas. Kurangnya interaksi
diantara mereka boleh jadi juga disebabkan kerena masing-masing kelompok
dikenal sebagai dalihan na tolu atau tiga tungku perapian. Marga pemberi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam upacara maupun kegiatan
adat terhadap marga penerima mempelai wanita.
Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan
dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun
seorang wanita yang menikah akan kehilangan segala hak dan kewajibannya
dari hak marga asal dan berpindah mengikuti kelompok kerabat suami,
namun marga asal tetap mendapat kehormatan sebagai pemberi mempelai
wanita yang amat penting artinya sebagai penerus generasi.
Sistem religi yang dianggap asli oleh para pendukungnya ialah
sipelebegu. Menurut keyakinan penganutnya, alam semesta beserta isinya ini
semula diciptakan oleh Ompu Mulajadi Nabolon yang berdiam di langit lapis
ke-tujuh. Dunia dibagi atas banua ginjang yang dikuasai oleh Batara Guru,
dan banua tonga yang dikuasai oleh Mangala Bulan. Selain itu orang Batak
percaya akan adanya tondi (jiwa) dan begu (roh atau arwah) disekeliling
tempat hidup manusia.
Orang Toba mendiami daerah sekitar danau Toba, pulau Samosir,
dataran tinggi Toba, Silindung, sekitar Barus dan Sibolga sampai ke daerah
pegunungan Bukit Barisan. Antara Pahae dan Habinsaran di Sumatera Utara.
Wilayah ini sekarang termasuk ke dalam Kabupaten Tapanuli Utara. Jumlah
populasi sekarang sekitar 700.000 jiwa, dan mereka mengembangkan variasi
lokal kebudayaan dengan ciri-ciri yang menyolok di bidang arsitektur
perumahan.
Masyarakat Suku Batak Toba memakai hubungan sosial antarmarga dengan
segala hak dan kewajibannya dalam berinteraksi. Marga memberikan
kedudukan terhadap setiap individu dalam suku Batak. Marga yang
didapatkan setiap keturunan dalam keluarga suku Batak Toba adalah marga
dari ayah. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan
dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Misalnya
seorang ayah yang bermarga Hutasoit menikah dengan ibu yang bermarga
Silalahi, maka anak mereka akan memakai marga Hutasoit.
Untuk seorang wanita yang menikah dengan yang bukan semarga
dengannya akan menjadi bagian dari pihak laki-laki yang menjadi suaminya.
Wanita tersebut akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari marga
10
asalnya. Namun marga asal tetap mendapat kehormatan dalam keluarga pihak
laki-laki tersebut.
Sistem Patrilineal yang hidup dalam masyarakat Suku Batak Toba
didaerah Pulau Samosir, Tapanuli Utara dan sekitarnya. Berdasarkan fakta
dilapangan bahwa Sistem Patrilineal yang ada di daerah tersebut pada
dasarnya adalah sama dengan teori yang ada. Meski memang dalam
penerapannya terkadang disesuaikan dengan keadaan yang ada dalam
masyarakat. Ketika akan diterapkan harus sesuai dengan teori yang ada dan
ternyata tidak tepat dengan situasi dan kondisi yang ada maka akan
menimbulkan masalah.
C. Sistem Parental dari Suku Adat Jawa
Suku Jawa yang hukum adat-nya bersistem parental, maka terhadap contoh
permasalahan, misalnya:
1. Andi adalah anak kandung dari Suami Pertama Ibunya Andi.
2. Andi tidak tinggal bersama secara langsung.
3. Ibu Andi memiliki anak-anak lagi dari hasil perkawinannya yang
sekarang (kedua) sebanyak misalnya 6 orang.
4. Sehingga jumlah keseluruhan anaknya adalah 7 orang, yang mana jumlah
anak laki-laki misalnya 2 dan anak perempuan 5, serta meninggalkan
seorang suami.
5. Warisan Ibu Andi berasal dari neneknya, artinya bukan berasal dari harta
bersama dengan suami kedua-nya, artinya harta tersebut adalah harta
bawaan, yang akan diwariskan kepada anak keturunannya.
Di dalam masyarakat Jawa, semua anak mendapatkan hak mewaris,
dengan pembagian yang sama, tetapi ada juga yang menganut asas sepikul
segendongan (Jawa Tengah), artinya anak laki-laki mendapatkan dua bagian
dan anak perempuan mendapatkan satu bagian, hampir sama dengan
pembagian waris terhadap anak dalam Hukum Islam.
11
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum, asas pewarisan yang dipakai dalam masyarakat adat
bergantung dari jenis sistem kekerabatan yang dianut. Namun menurut
Hazairin, hal itu bukan suatu hal yang paten. Artinya, asas tersebut tidak pasti
menunjukkan bentuk masyarakat di mana hukum warisan itu berlaku. Seperti
misalnya, asas individual tidak hanya ditemukan pada masyarakat yang
menganut sistem bilateral, tetapi juga ditemukan pada masyarakat yang
menganut asas patrilineal, misalnya pada masyarakat Batak yang menganut
sistem patrilineal, tetapi dalam mewaris, memakai asas individual.
Jadi pewarisan yang dianut Suku Adat Melayu Jambi, Suku Adat
Batak, dan Suku Adat Jawa sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut
suku suku tersebut yang dimana Suku Adat Melayu Jambi pewarisannya
menganut pada sistem pewarisan bilateral, Suku Adat Batak menganut pada
sistem pewarisan keturunan patrilineal, dan Suku Adat Jawa menganut pada
sistem pewarisan keturunan parental.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://jawaposting.blogspot.com/2011/02/pengertian-dan-istilah-hukum-warisadat.html diakses tanggal 28 Maret 2014
http://statushukum.com/hukum-waris-adat.html diakses tanggal 27 Maret 2014
http://websiteayu.com/artikel/sistem-hukum-waris-adat/ diakses tanggal 27 Maret
2014
http://adityoariwibowo.wordpress.com/2013/03/18/sistem-pewarisan-masyarakatadat-di-indonesia/ diakses tanggal 22 Maret 2014
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1067/hukum-waris-suku-melayu-jambi
diakses tanggal 22 Maret 2014
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/03/21/sistem-patrilineal-danimplementasinya-dalam-suku-batak-toba-di-sumatera-utara/ diakses tanggal 22
Maret 2014
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fcc4bee2ae6f/pembagian-waris-menuruthukum-adat-jawa diakses tanggal 28 Maret 2014
14