F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
k
w
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
k
w
Ukuran
Batu koledokus dengan diameter lebih
dari 1 cm dipecah dulu agar lebih
mudah dikeluarkan dengan cara
endoskopi.
Ada beberapa cara untuk memecah
batu ini, yaitu (i) Litotriptor mekanik
dari Suhendra: cara ini sudah lama,
kini dapat dipakai litotriptor mekanik
BML dari Olympus. Pada prinsipnya
pada teknik ini setelah batu terperangkap dalam basket kemudian
dengan alat khusus cengkeraman basket diperketat sehingga batu tersebut
terpecah. Cara lain adalah (ii)
Litotriptor hidrolik, (iii) Litotriptor laser,
(iv) Litotriptor ultrasonic, (v) Litotriptor
piezoceramic, (vi) Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy (ESWL), ini
yang paling baik.
Setelah batu empedu yang besar tadi
terpecah menjadi beberapa bagian
kecil, dengan basket Dormia batu
tersebut diekstraksi dari duktus koledokus. Batu yang lebih kecil yang
sukar ditangkap dengan basket dikeluarkan dengan memakai kateter balon.
Kateter dengan balon yang belum
ditiup dimasukkan ke saluran empedu
sehingga sampai di atas batu-batu
tersebut. Balon kemudian ditiup dan
ditarik kebawah sampai keluar dari
papila Vateri. Dengan demikian batu-
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
2.
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
PEMBAHASAN
Pada waktu-waktu yang lalu batu
koledokus dikeluarkan secara bedah
dengan melakukan koledokotomi diikuti pengeluaran batu. Tetapi akhirakhir ini makin diterima penanganan
batu koledokus yang lebih baik dengan
cara ekstraksi batu melalui endoskopi
dengan melakukan sfingterotomi terlebih dahulu. Adapun alasannya adalah
tindakan dengan cara endoskopi sifatnya invasif minimal dibandingkan
dengan pembedahan biasa sehingga
morbiditas dan mortalitas jauh lebih
rendah. Pasien hanya dipremedikasi
dengan sedatif (diazepam-petidin atau
midazolam - petidin) dan dilanjutkan
dengan sfingterotomi. Bilamana ada
batu tersisa (residual stone) maka
prosedur ini dapat diulangi dengan
mudah. Tetapi pada umumnya lebih
jarang terdapat batu tersisa karena
selama prosedur saluran empedu
selalu dimonitor secara radiologik kolangiografi. Waktu yang diperlukan
relatif lebih pendek dibandingkan
dengan operasi / eksplorasi saluran
empedu.
Pada prosedur pembedahan biasa,
tingkat invasivitas cukup tinggi sehingga dapat berisiko tinggi pada pasienpasien yang disertai dengan gangguan
kardiovaskuler atau mereka yang
berusia lanjut. Kadang-kadang terjadi
residual stone sehingga lebih berisiko
lagi bila dilakukan operasi ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J.
Diseases of the Gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrisons Princi-ples of
Internal
Medicine,
Edisi
ke-14,
hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc
Graw Hill, 1998
2. Jacobson I.M. Gallstones, dari Current
Diagnosis and Treatment in Gastroenterology, Editor Grendell J.H., Mc
Quaid K.R., Friedman S.L., hal. 668678, Appleton & Lange , 1996
3. Malet P.F. Complications of Cholelithiasis, dari Liver and Biliary
Diseases, Edisi II, hal 673-691, Editor
Kaplowitz N., Williams & Wilkins, 1996
4. Nakayama F. Intrahepatic Stones Epidemiology and Etiology, dari
Intrahepatic Calculi, hal. 17-28. Edisi I,
7
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
Editor
Kunio
Okuda,
Fumio
Nakayama, John Wong, Allan R. Liss,
Inc, New York, 1984
5. Nurman A., Lesmana L.A., Noer
H.M.S. Batu intrahepatik di RSAL
Dr.Mintohardjo; laporan penda-huluan.
Konas II PGI/PEGI, Pertemuan Ilmiah
III PPHI, Palem-bang, 1985.
6. Nurman A., dkk. Gambaran Klinik dan
Penatalaksanaan Kolangitis Akut.
Kongres Nasional PGI-PGGI-PPHI,
1991, Medan
.d o
.c
m
o
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c