Anda di halaman 1dari 5

 Diagnosis Ikterus Obstruksi

Diagnosis ikterus obstruksi beserta penyebabnya dapat ditegakan berdasarkan


Anamnesis (gambaran klinis), pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang diagnostik. (Brunicardi, 2015)
 Gambaran Klinis
a. Anamnesa
 Riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar bilirubin serum >2,5
mg/dl.
 Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh.
 Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x
pemeriksaan berturut-turut.
 Riwayat anemia, terkadang kolelitiasis dapat disertai dengan anemia
hemolitik.
 Nyeri perut terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh
obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi
berupa nyeri hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar
ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada
obstruksi bilier terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak
yang diikuti mual, muntah.
 Gejala anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput
pankreas atau Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier.
 Demam. Pada obstruksi mekanik muncul setelah nyeri timbul.
Sedangkan pada inflamasi demam muncul bersamaan dengan nyeri
 Usia. Pada usia muda kebanyakan hepatitis, sedangkan usia tua lebih sering
keganasan
 Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo,
promiskuitas, pekerjaan beresiko tinggi terhadap hepatitis B,
pembedahan sebelumnya.
 Makanan dan obat. Contohnya Clofibrate akan merangsang
pembentukan batu empedu; alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga
akan merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol
juga akan menyebabkan fatty liver disease.
 Gejala-gejala sepsis lebih sering menyertai ikterus akibat sumbatan batu
empedu, jarang pada keganasan.
 Gatal-gatal. Karena penumpukan bilirubin direk pada kolestasis.
(Brunicardi, 2015)
b. Pemeriksaan Fisik
 Ikterus: sklera atau kulit
 Dicari stigmata sirosis (rontoknya rambut aksila dan pubis, spider naevi,
gynekomastia, asites, caput medussae, palmar eritem, liver nail, pitting
edema), scratch effect.
 Hepar teraba atau tidak. Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar, obstruksi
bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada
sirosis.
 Kandung empedu membesar atau tidak (Courvoisier sign). Positif bila kantung
empedu tampak membesar, biasanya pada keganasan karena dilatasi kandung
empedu. Negatif bila kantung empedu tidak tampak membesar, biasanya
pada obstruksi batu karena adanya proses inflamasi pada dinding
kantung empedu.
 Murphy’s sign. Positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis
terinfeksi.
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap, amilase, albumin, faktor pembekuan
serum transaminase (SGOT/SGPT), AFP, LDH, Alkali Fosfatase, γ-Glutamil
Transpeptidase)
 Urinalisis terutama bilirubin direk (terkonjugasi) dan total.
 Marker serologis hepatitis untuk hepatitis. (Brunicardi, 2015)
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi.
Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk
kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2–3x6cm,
dengan ketebalan sekitar 3 mm.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. Bila
diameter saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila
ditemukan dilatasi duktus koledokus dan saluran empedu intra hepatal
disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstrusi
ekstra hepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan
pelebaran saluran empedu intra hepatal saja tanpa disertai
pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstruksi ekstra
hepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian proksimal
duktus sistikus.
c. Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada
perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor
akan terlihat massa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas
rendah dan heterogen.
d. Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti
menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal.
e. Bertujuan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen saluran bilier serta
mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu.
(Brunicardi, 2015)
 Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya dilatasi ductus intra hepatik
yang disebabkan oleh oklusi ekstra hepatik dan ductus koledokus
akibat kolelitiasis atau tumor pankreas. Selain itu juga ditujukan untuk mencari
dan menentukan ukuran lumen saluran bilier serta mencari ada atau tidaknya
massa dalam kandung empedu. (Brunicardi, 2015)
 Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC)
PTC dilakukan dengan melewatkan sebuah jarum melalui right lower
rib cage, parenkim hepar dan menuju lumen saluran empedu. Material
kontras yang larut air diinjeksikan dan foto x-ray dilakukan. PTC khususnya
bermanfaat untuk mendemonstrasikan anatomi dari saluran empedu pada
pasien yang memiliki striktur ringan pada saluran empedunya, lesi malignan
pada proksimal saluran empedu, atau ERCP tidak berhasil. (Doherty GM, Way
LW, 2006)
 ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak
sumbatan. ERCP memberi gambaran langsung tentang keadaan duktus
biliaris dan sangat berguna mencari etiologi obstruksi ekstrahepatal dan
mengekstraksi batu empedu. (Brunicardi, 2015)
 Biopsi Hepar
Biopsi biasanya untuk memastikan etiologi obstruksi intrahepatal.
(Brunicardi, 2015)
d. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan
untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran
empedu. Bila penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan
pembedahan. Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat
menghilangkan penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan
tindakan drainase untuk mengalihkan aliran empedu tersebut. Pembedahan
terhadap batu sebagai penyebab obstruksi, yang dapat dilakukan antara
lain:
 Kolesistektomi terbuka; adalah mengangkat kandung empedu beserta
seluruh batu. Indikasi paling umum untuk kolesistektomia adalah biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
 Kolesistektomi laparaskopik; indikasi awal hanya pasien dengan batu
empedu simptomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
 Sfingterotomi/papilotomi; Bila letak batu sudah pasti hanya dalam
duktus koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi/papilotomi untuk
mengeluarkan batunya. Cara ini dapat digunakan setelah ERCP
kemudian dilanjutkan dengan papilotomi. Tindakan ini digolongkan
sebagai surgical Endoscopy Treatment (SET).
 Pembedahan terhadap striktur/ stenosis; striktur atau stenosis dapat terjadi
dimana saja dalam sistem saluran empedu, apakah itu intra hepatik atau
ekstra hepatik. Tindakan yang dilakukan yaitu: Mengoreksi striktur atau
stenosis dengan cara dilatasi atau sfingterotomi, Dapat juga dilakukan
tindakan dilatasi secara endoskopi (Endoscopic Treatment) setelah
dilakukan ERCP. Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka
dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki drainase misalnya
dengan melakukan operasi rekonstruksi atau operasi bilio-digestif (by-
pass).
 Pembedahan terhadap tumor; tumor sebagai penyebab obstruksi maka perlu
dievaluasi lebih dahulu apakah tumor tersebut dapat atau tidak dapat
direseksi. Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi
kuratif. Hasil reseksi perlu dilakukan pemeriksaan PA. Bila tumor
tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan pembedahan paliatif
saja yaitu terutama untuk memperbaiki drainase saluran empedu
misalnya dengan anastomosis bilo-digestif atau operasi by-pass.
(Brunicardi, 2015)
 Rencana Penatalaksanaan :
 Infus RL
 Paracetamol 3 x 500 mg tab
 Ondansetron 2 x 1amp
 Ceftriaxone 1x1 gr IV
 Metronidazol 3x 500 mg IV
 Laparatomi cholesystektomi

 Differential Diagnosis
1. Kolesititis Akut
2. Pankreatitis
3. Hepatitis
4. Cholangitis e.c Choledocolithiasis
5. Cholangitis e.c Cholelithiasis

Daftar Pustaka

1. Brunicardi F.C., Andersen Dana K., Billiar Timothy R., Dunn David L., Hunter
John G., Pollock R.E. Chapter 30 : The Appendix. Schwartz’s Manual Of
Surgery 9 th Ed. The Mcgraw-Hill-New-York. 2010. Pg.784-799.
2. Doherty GM, Way LW (2006). Current surgical diagnosis and treatment, edisi
ke12. New York: The McGraw Hill companies.

Anda mungkin juga menyukai