Gambar 1. Duktus sistikus bermuara kedalam duktus hepatikus komunis dan duktus
koledokus
TRIGONUM HEPATOSISTIKUS CALOT
PATOFISIOLOGI dan PATOGENESA
Point A, rata2 nilai empedu dlm kdg empedu: 77% garam empedu, 18% lesitin,5% kolesterol.
Point B, penderita batu kolesterol : 68% garam empedu, 22% lesitin ,10% kolesterol.
Tidak signifikan
10% Gallstones
Radio-opague
Teridentifikasi:
kandungan calcium
batu > 15%
USG
Modalitas awal pasien
ikterus dengan kecurigaan
obstruksi
Menunjukkan:
Batu (spesifikasi >98%,
sensitivitas >95%)
Dilatasi traktus bilier
Lokasi obstruksi
Perubahan patologi
kandung empedu
(cholecystitis acute)
CT Scan
Lebih dipilih untuk kasus
ikterus obstruksi
kecurigaan malignancy
Gambaran massa
neoplasma hepatobilier
lebih jelas, abses hepar,
sirosis bilier atrofi
Identifikasi letak, asal
obstruksi ductus
Invasi tumor ke daerah
sekitar
ERCP
(Endoscopic Retrograde Cholangio-
Pancreatography
Fiberoptic endoscopy
masuk per oral menuju
sphincter oddi
Tidak tergantung
pelebaran ductus
Identifikasi lesi
obstruksi letak rendah
biopsi lesi
PTC Percutaneous Transhepatic
Cholangiography
Fluroscopic + jarum
kecil langsung ke ducuts
empedu intrahepatik
Perlu kondisi dilatasi
sistem ductus
intrahepatik
Identifikasi lesi letak
tinggi
Terapi
Kolelitiasis :
Kolesistektomi operatif atau laparoskopik
Pemeriksaan laboratorium:
DL, RFT, LFT, FH, UL
Penderita usia diatas 40 tahun:
GDP, GD2JPP, EKG
Foto thoraks
Informed consent
Antibiotika profilaksis
TEHNIK OPERASI
KOLESISTEKTOMI TERBUKA
PEMBIUSAN
Pembiusan umum dan pemberian pelemas otot
POSISI PENDERITA
Penderita terlentang di meja operasi
PERSIAPAN OPERASI
Desinfeksi povidon iodin 10%
Batas tepi atas setinggi papilla mamma sampai ke
pubis, dipasang kain steril
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
MACAM INSISI:
1. Median
2. Paramedian kanan
3. Transversal
4. Subkostal kanan
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
RETROGRADE
duktus sistikus fundus
ANTEGRADE
fundus duktus sistikus
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA RETROGRADE
Diet peningkatan diet kolesterol meningkatkan kolesterol empedu tetapi tidak ada
data epidemiologi dan pola makan yang memaparkan asupan kolesterol dengan
kolelitiasis.
Sirosis hepatis sekitar 30% pasien sirosis menderita kolelitiasis. Resiko
pembentukan kolelitiasis sangat berhubungan kuat dengan sirosis Childs grade C
dan sirosis alkoholik dengan insiden tiap tahunnya 5%. Mekanismenya masih
belum jelas.
Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama
cholic dan asam chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin), 4%
kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.
Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol,
pigmen hitam dan pigmen coklat. Di negara barat lebih banyak
ditemukan batu kolesterol. Walaupun batu ini predominan terdiri atas
kolesterol (51-99%), diantara semua tipe, memiliki komponen
kompleks dan mengandung proporsi yang bervariasi dari kalsium
karbonat, fosfat, bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein
dan mukopolisakarida. Batu pigmen hitam terdiri atas 70% kalsium
bilirubinat dan lebih banyak terjadi pada pasien dengan anemia
hemolitik dan sirosis. Batu pigmen coklat jarang terjadi, dibentuk
dalam saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik sama halnya
yang terjadi pada kandung empedu. Batu pigmen coklat dibentuk dari
stasis dan infeksi dalam sistem empedu oleh bakteri E. coli dan
Klebsiella spp
Batu Pigmen
Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung
kolesterol kurang dari 30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam
dan coklat.
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik
waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan
penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun
memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30%
mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.
Kolik bilier kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi
di epigastrium atau di kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke
belakang atau daerah punggung kanan tetapi biasanya tidak fluktuatif,
sebagaimana istilah kolik pada umumnya. Nyeri ini mula-mula timbul
secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan
menyebar di sekitar punggung tepatnya di interskapula.5 Secara umum,
nyeri timbul secara cepat, kurang dari 30 menit sampai 3 jam, dan
secara berangsur-angsur mereda. Kolik bilier benigna tidak
berhubungan dengan demam, leukositosis atau tanda peritoneal akut.
Adanya gejala ini atau nyeri bilier lebih lama dari 4 sampai 6 jam,
kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut.7 Kolik bilier timbul akibat
desakan batu empedu pada duktus kistikus selama kontraksi kandung
empedu, peningkatan tekanan dinding kandung empedu. Konstraksi
kandung empedu ini timbul akibat pelepasan kolekistokinin yang
dirangsang oleh diet lemak.4 Pada kebanyakan kasus, obstruksi akan
kembali ke relaksasi kandung empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri
bersifat konstan dan tidak ditimbulkan oleh muntah, antasid, defekasi
atau perubahan posisi. Nyeri ini diikuti oleh mual dan muntah
Gejala komplikasi kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu
menyumbat dan terjepit dalam duktus kistikus menyebabkan kandung
empedu menjadi distensi dan inflamasi progresif. Pasien akan
merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara spontan hilang timbul dan
kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang banyak pada
kandung empedu sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi
pus dalam kandung empedu yang dikenal dengan empiyema kandung
empedu. Dinding kandung empedu akan menjadi nekrotik kemudian
timbul perforasi dan abses polikistik. Kolekistitik akut merupakan
kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan inflamasi dapat ditangani
secara konservatif seperti dengan hidrasi dan antibiotik.
Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan
komplikasi penyerta migrasi batu empedu akut atau biasanya kronis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup
besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum
terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.2
Diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai
intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan
utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.2
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.2
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu apabila ditemukan kelainan, biasanya
berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan
peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiyema
kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan
nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan
pasien berhenti menarik nafas.2
Batu saluran empedu batu saluran empedu tidak menimbulkan
gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu
diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,
akan timbul ikterus klinis.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium batu kandung empedu yang asimtomatik
umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.
Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila
terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin
serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar
amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.2
Pemeriksaan radiologis foto polos abdomen biasanya tidak
memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu
yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.2
Ultrasonografi (USG) ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas
dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu
dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
Dengan USG, punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.14
Kolesistografi untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relatif murah, sederhana dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran
batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pilorus dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.2
Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan
menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan
penatalaksanaan antara lain :
Kolesistektomi terbuka operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang
paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.15
Kolesistektomi laparaskopi indikasi awal hanya pasien dengan
kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin
bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan
batu duktus koledukus. Secara teoritis, keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat
cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris
yang mungkin dapat terjadi lebih sering pada kolesistektomi
laparaskopi.15
Disolusi medis masalah umum yang mengganggu semua zat yang
pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya
yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya
untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari
asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan
hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini
dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.15
Disolusi kontak meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut
kolesterol yang poten seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam
kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).15
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) sangat populer
digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien
yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Kolesistotomi dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan
disamping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.15
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu,
tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke
dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut
sebagai batu saluran empedu sekunder.
prevalensi kolelitiasis paling banyak ditemukan pada penderita
sirosis hepatis (31%) dimana lebih banyak ditemukan pada
perempuan.
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam
patogenesis batu kolesterol yaitu :
1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
(Sudoyo, 2006)
Kolangitis
Pengobatan kolangitis akut akibat sumbatan
batu sal.empedu pemberian cairan ,
Antibiotik yang adekuat, drainase empedu
secepatnya ( dengan endoskopi maupun
operatif )
Koledokolithiasis
Operasi mengeluarkan saluran empedu scr
langsung
Spingterotomi endoskopik ekstraksi batu
dengan alat endoskopi, pd px resiko tinggi
operasi dan usia tua
Endoprostesis endoskopik selang plastik
dari teflon dipasang sementara untuk
drainase empedu yang tersumbat
CT SCAN : akurat untuk tentukan batu
empedu, pelebaran saluran empedu dan
koledokolitiasis. Jauh lebih mahal
PTC ( perkutaneus transhepatik
kolangiografi )dan ERCP ( Endoscopik
retrograde Cholangiopancreatografi) :
metode kolangiografi direk bermanfaat
menentukan obstruksi bilier dan
penyebabnya spt koledokolitiasis. ERCP
juga untuk terapi ekstraksi batu
Kolesistitis kronis :
Serangan kolik bilier dan kolesistitis akut
berulang.
Menimbulkan penebalan dan fibrosis
kandung empedu
Pada 15 % penderita disertai penyulit lain :
koledokolitiasis, pankreatitis dan kolangitis
Kolesistitis akut :
90-95 % kolesistitis akut disertai kolelitiasis
Timbul akibat obstruksi duktus sistikus
peradangan
Respon peradangan dicetuskan :
1. inflamasi mekanik ( tekanan intra luminal
distensi iskemia mukosa & ddg kandung
empedu )
2. Inflamasi kimia ( pelepasan lesitin dan faktor
jaringan lokal )
3. Inflamasi bakteri
Tabel 1 Faktor predisposisi untuk pembentukan batu kolesterol dan batu empedu
berpigmen
BATU KOLESTEROL DAN CAMPURAN
A Demografi
1 Eropa Utara dan Amerika Utara dan Selatan lebih besar daripada Asia, kemungkinan
familial, aspek herediter
B Obesitas
1 Kumpulan dan sekresi asam empedu yang normal tetapi peningkatan sekresi kolesterol
biliaris
I Macam-macam
1 Diabetes melitus ?
2 Diet tinggi - kalori, tinggi lemak