Anda di halaman 1dari 69

BATU EMPEDU

OLEH :dr. Lesap Heru Farolan SpB.


PENDAHULUAN
• Definisi :
Batu empedu yang ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus
koledokus, atau pada kedua-duanya.
ANATOM
I

Gambar 1. Duktus sistikus bermuara kedalam duktus hepatikus komunis dan duktus
koledokus
TRIGONUM HEPATOSISTIKUS CALOT
PATOFISIOLOGI dan PATOGENESA

Point A, rata2 nilai empedu dlm kdg empedu: 77% garam empedu, 18% lesitin,5% kolesterol.
Point B, penderita batu kolesterol : 68% garam empedu, 22% lesitin ,10% kolesterol.

Gambar 3. Segitiga Small


FAKTOR RESIKO
Usia : makin tua makin banyak
Seks : wanita : pria sebagai 3 : 1
Estrogen : perubahan komposisi empedu
kontraksi sfingter oddi
stasis empedu
Alimentasi : obesitas – diet kalori
tinggi diabetes alkoholik
Fat Forty
Female
Fertile
Flatulence Food
JENIS BATU DAN EPIDEMILOGI

1. Batu Kolesterol
mengandung 70% kristal kolesterol
•Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen.
•Terbentuknya hampir selalu di dalam
kandung empedu
•Berupa batu soliter atau multiple.
•Permukaan licin atau multifaset,
bulat, berduri, dan ada yang seperti
buah murbei.
2.Batu Bilirubin.

• batu bilirubin berisi kalsium bilirubinat


• bentuk tidak teratur, seperti lumpur / tanah yg rapuh
• warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai
hitam
• Batu ini sering bersatu membentuk batu yang lebih
besar.
• Batu pigmen kadar kolesterol kurang dari 25
persen.
• Batu pigmen hitam terbentuk di dalam kandung
empedu terbentuk pada gangguan keseimbangan
metabolik
Manifestasi klinis :
Kolik bilier
• Pada 1/3 penderita
• Nyeri visceral dari spasme tonik
akibat obstruksi transien duktus
sistikus oleh batu, mukosa
kandung empedu tanpa inflamasi
akut
• Sering muncul pada tengah
malam-dini hari . 30-60 menit,
menetap, didaerah epigastrium
menjalar ke abdomen kanan ,
pundak , punggung.
• Dapat Menyerupai angina
pektoris
DIAGNOSTIK RADIOLOGIK

1. Foto rontgen abdomen polos


2. Ultrasonography (USG)
3. Oral Cholecystectography (OCG)
4. Intra Venous Cholangiography (IVC)
5. Computerized Tomogram Scanning (CT Scan)
6. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography
(ERCP)
7. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
8. Cholangiography durante operative
9. Cholangiography transjugular
10. Magnetic Resonance Imaging (MRI) -
MRCP
Plain X- Ray of
Abdomen
• Tidak signifikan
• 10% Gallstones
• Radio-opague
• Teridentifikasi:
kandungan calcium
batu > 15%
USG
Modalitas awal pasien ikterus
dengan kecurigaan
obstruksi
Menunjukkan:
• Batu (spesifikasi >98%,
sensitivitas >95%)
– Dilatasi traktus
bilier
• Lokasi obstruksi
• Perubahan patologi
kandung empedu
(cholecystitis acute)
CT Scan
• Lebih dipilih untuk kasus
ikterus obstruksi
kecurigaan malignancy
• Gambaran massa
neoplasma hepatobilier
lebih jelas, abses
hepar, sirosis bilier
atrofi
• Identifikasi letak, asal
obstruksi ductus
• Invasi tumor ke daerah
sekitar
ERCP
(Endoscopic Retrograde
Cholangio-Pancreatography
• Fiberoptic endoscopy
masuk per oral menuju
sphincter oddi
• Tidak tergantung Putri WedayantiPutri Wedayanti

pelebaran
ductus
• Identifikasi lesi
obstruksi letak rendah
• biopsi lesi
PTC Percutaneous Transhepatic
Cholangiography
• Fluroscopic + jarum
kecil langsung ke ducuts
empedu intrahepatik
• Perlu kondisi dilatasi
sistem ductus
intrahepatik
• Identifikasi lesi letak
tinggi
Terap
Kolelitiasis :
• K.
i
olesistektomi 🡪 operatif atau laparoskopik

• Litolisis sistemik : asam cenodeoksikolik dan asam ursodeoksicholik.
Mekanisme 🡪 mengurangi penyerapan kolesterol intestinal dan mengurangi
sintesis kolesterol hepatik .
– Syarat : batu tipe kolesterol, embedu berfungsi baik pada kolesistografi oral, batu tidak
besar

• Litolisis lokal : dg memasukkan Methyl terbuthyl ether melalui kateter


kekandung empedu dg bimbingan USG

• ESWL ( extra corporeal shock wave lithotripsi ) 🡪 pemecahan dengan


gelombang kejutan elektrohidrolik dan elektromagnetik
INDIKASI KOLESISTEKTOMI

• Batu empedu yang menimbulkan gejala


• Batu empedu yang tidak menimbulkan gejala, pada:
• penderita diabetes mellitus
• kandung empedu tidak terlihat pada
kolesistografi oral
• diameter batu e mpedu lebih dari 2
sentimeter
• kalsifikasi kandung empedu.
PERSIAPAN PRE-OPERASI

• Pemeriksaan laboratorium:
DL, RFT, LFT, FH, UL
• Penderita usia diatas 40 tahun:
GDP, GD2JPP, EKG
• Foto thoraks
• Informed consent
• Antibiotika profilaksis
TEHNIK OPERASI
KOLESISTEKTOMI TERBUKA
• PEMBIUSAN
Pembiusan umum dan pemberian pelemas otot
• POSISI PENDERITA
Penderita terlentang di meja operasi
• PERSIAPAN OPERASI
Desinfeksi povidon iodin 10%
Batas tepi atas setinggi papilla mamma sampai ke
pubis, dipasang kain steril
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA

PEMBUKAAN DINDING PERUT

MACAM INSISI:
1. Median
2. Paramedian kanan
3. Transversal
4. Subkostal kanan
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA

PEMBUKAAN DINDING PERUT


TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
EKSPLORASI DAN PENAMPAKAN

• Evaluasi rongga peritoneum secara sistematik


• Pasang retraktor
• Letakkan kasa lebar di sisi inferior dan medial
• Bila kandung empedu tegang diaspirasi dengan
spuit/troikar
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
EKSPLORASI DAN PENAMPAKAN

• Kandung empedu dijepit dengan 2 buah forsep


TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
PENGANGKATAN KANDUNG EMPEDU

• RETROGRADE
duktus sistikus 🡪 fundus
• ANTEGRADE
fundus 🡪 duktus sistikus
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
RETROGRADE

• Pembukaan trigonum Calot


TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
RETROGRADE

• Identifikasi saluran empedu ekstrahepatal dan arteri


sistikus

• Duktus sistikus dan arteri sistikus dipisahkan dengan


klem Kelly
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
RETROGRADE

• Arteri dan duktus sistikus dipotong dan diligasi


dengan benang sutra 2-0/3-0
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
RETROGRADE

• Kandung empedu dipisahkan dari hepar mulai dari


duktus sistikus ke arah fundus
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
ANTEGRADE

• Bila identifikasi duktus sistikus dan hepatikus


komunis serta arteri sistikus sulit

• Identifikasi batas perlekatan kandung empedu dengan


hepar
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
ANTEGRADE

• Kandung empedu dipisahkan dari hepar mulai dari


fundus ke arah duktus sistikus
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
ANTEGRADE

• Diseksi dilakukan secara hati-hati saat mencapai


ligamen hepatoduodenalis

• Identifikasi duktus dan arteri sistikus


TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
CARA
ANTEGRADE

• Arteri dan duktus sistikus dipotong dan diligasi


dengan benang sutra 2-0/3-0
TEHNIK OPERASI KOLESISTEKTOMI TERBUKA
PENUTUPAN LUKA OPERASI

• Evaluasi dan kauterisasi dasar kandung empedu


Perawatan Pasca Operasi
• Antibiotika
• Balans cairan
• Posisi semi fowler
• Fisioterapi nafas
• Mobilisasi tungkai
• Intake per oral via ngt 24-48 jam post
op
KOMPLIKASI POST OPERASI
• Atelektase pulmonum sekitar 50% dari
komplikasi
• Deep vein trombosis sekitar 25%
dari komplikasi
• Infeksi luka operasi sekitar 4% dari
komplikasi
• Emboli paru
• Perdarahan dari arteri cystica ataupun
liver bed
• Abces
• Jaundice disebabkan karena trauma pada duktus
communis ataupun retensi dari pada batu.
Definisi Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung
empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya
(Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa terdapat pada kantung
empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra
hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut
kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra
hepatik (duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang bila
terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal
duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis.
Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan
kolelitiasis.
Definisi
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones dan biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang


penting di negara barat dengan angka kejadian lebih dari 20%
populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia.3,4 Di
Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika
dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka
kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8%
pada laki-laki di atas umur empat puluhan.
Di Amerika Serikat, batu kolesterol hampir 75% sampai 80% dari
semua kolelitiasis. Batu kolesterol mengandung 50-90%
Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol
perubahan komposisi empedu hepar
pembentukan inti kolesterol
gangguan fungsi kandung empedu.

Peranan infeksi – walaupun infeksi dikatakan menjadi faktor


penting dalam pembentukan batu kolesterol, DNA bakteri
ditemukan dalam batu ini. Secara konsep, bakteri mungkin
terdekonjugasi dalam garam empedu selama absorpsi dan
penurunan kelarutan kolesterol. Infeksi bilier berperan
dalam pembentukan batu pigmen coklat,

Umur – peningkatan prevalensi kolelitiasis secara bermakna tiap


tahunnya, kemungkinan peningkatan isi kolesterol dalam
empedu. Pada umur 75 tahun, 20% laki-laki dan 35% wanita
memiliki kolelitiasis.
Genetik – pasien dengan kolelitiasis secara relatif frekuensi batu meningkat dua
sampai empat kali, tidak tergantung pada umur, berat badan dan diet mereka. Alel
apoE4 lipoprotein E memiliki predisposisi pembentukan batu kolesterol.
Frekuensi apoE4 lebih tinggi pada pasien dengan riwayat kolesistektomi
dibandingkan penderita tanpa batu empedu

Obesitas – sindrom metabolik pada obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus


tipe II, hipertensi dan hiperlipidemia erat kaitannya dengan peningkatan
sekresi kolesterol hepar dan merupakan faktor resiko pembentukan batu
kolesterol.12 Biasanya terjadi pada wanita dengan umur kurang dari 50 tahun

Diet – peningkatan diet kolesterol meningkatkan kolesterol empedu tetapi tidak


ada data epidemiologi dan pola makan yang memaparkan asupan kolesterol
dengan kolelitiasis.
Sirosis hepatis – sekitar 30% pasien sirosis menderita kolelitiasis. Resiko
pembentukan kolelitiasis sangat berhubungan kuat dengan sirosis Child’s grade C
dan sirosis alkoholik dengan insiden tiap tahunnya 5%. Mekanismenya masih
belum jelas.
Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama
cholic dan asam chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin),
4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.

Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol,
pigmen hitam dan pigmen coklat. Di negara barat lebih banyak
ditemukan batu kolesterol. Walaupun batu ini predominan terdiri atas
kolesterol (51-99%), diantara semua tipe, memiliki komponen
kompleks dan mengandung proporsi yang bervariasi dari kalsium
karbonat, fosfat, bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein
dan mukopolisakarida. Batu pigmen hitam terdiri atas 70% kalsium
bilirubinat dan lebih banyak terjadi pada pasien dengan anemia
hemolitik dan sirosis. Batu pigmen coklat jarang terjadi, dibentuk
dalam saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik sama halnya
yang terjadi pada kandung empedu. Batu pigmen coklat dibentuk
dari stasis dan infeksi dalam sistem empedu oleh bakteri E. coli dan
Klebsiella spp
Batu Pigmen
Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung
kolesterol kurang dari 30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam
dan coklat.

Batu pigman hitam sebagian besar mengandung pigmen bilirubin


polimer terlarut dengan kasium fosfat dan karbonat. Tidak mengandung
kolesterol. Mekanisme pembentukan batu masih belum jelas, tetapi
hipersaturasi empedu dengan bilirubin terkonjugasi, mengubah pH dan
kalsium dan overproduksi matrik organik (glikoprotein) juga berperan.
Dari semua kasus, 20-30% kolelitiasis adalah batu pigmen coklat.
Insiden ini meningkat dengan bertambahnya umur. Batu empedu hitam
biasanya menyertai hemolisis kronis, biasanya pada penyakit sickle
cell atau spherocytosis herediter dan prostese mekanik misalnya pada
katup jantung dalam sirkulasi. Semua penyakit tersebut diatas
menunjukkan peningkatan prevalensi dengan segala bentuk sirosis
khususnya alkoholik.
Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium
palmitat dan stearat seperti halnya kolesterol. Bilirubinat
dipolimeralisasi tidak seluas batu hitam. Batu coklat jarang
ditemukan dalam kandung empedu. Batu ini terbentuk di duktus
biliaris dan berhubungan dengan stasisnya empedu dan infeksi
empedu. Penampakan biasanya radiolusen. Bakteri ditemukan lebih
dari 90%. Pembentukan batu berhubungan dengan dekonjugasi
bilirubin diglukuronide oleh bakteri β-glukoronidase.
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya
merupakan batu pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin
tidak terkonjugasi. Secara normal, kolesterol tidak mengendap dalam
empedu, karena mengandung garam empedu terkonjugasi dan
phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar solution. Jika
rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu dan
phosphatidylcholine meningkat, kelebihan kolesterol dalam batas
minimal, kejenuhannya akan meningkat (supersaturasi) dalam
larutan lumpur. Adanya supersaturasi oleh peningkatan rasio
kolesterol, akan menyebabkan hepar mensekresi kolesterol
konsentrasi tinggi sebagai inti vesikel unilamelar dalam kandung
empedu dimana phosphatidylcholine menjadi kulit luar pembungkus
vesikel dengan diameter 50-100 nm.
Jika jumlah kandungan kolesterol relatif meningkat,
vesikel multilamelar akan terbentuk (diameter melebihi
1000 nm).
Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan cairan
dalam bentuk kristal kolesterol. Kristal kolesterol ini
Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu
dan phosphatidylcholine adalah:
1. Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis
kolesterol (peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl
[HMG]-CoA-kolesterol reduktase) ataupun penghambatan
esterifikasi kolesterol seperti progesterone selama kehamilan
2. Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan
garam empedu pada penyakit Crohn’s atau setelah reseksi ataupun
selama puasa dan nutrisi parenteral
3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu
kolesterol ditemukan pada wanita Chili yang hidup hanya memakan
sayuran.
Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%)
yang memberikan warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam
juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat, dimana batu coklat
juga mengandung stearat, palmitat dan kolesterol. Peningkatan jumlah
bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang dipecahkan hanya
dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu
empedu, dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam
empedu.

Gangguan pengosongan kandung empedu bisa menjadi salah satu


penyebab baik karena insufisiensi CCK (tidak ada asam lemak bebas
yang dilepaskan dalam lumen pada insufisiensi pancreas) sehingga
rangsangan kontraksi ke kandung empedu melemah, ataupun karena
vagotomy nonselektif tidak terdapat sinyal kontraksi dan
asetilkolin. Kontraksi kandung empedu melemah juga pada keadaan
kehamilan
Gejala Klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
pasien dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu
simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu empedu.3 Sedangkan
dilihat dari tahapan penyakitnya, dapat dibagi menjadi 4 stadium
yaitu stadium litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan
terbentuknya batu; batu empedu asimtomatis; episode kolik biliaris
dan kolelitiasis terkomplikasi

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik
waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan
penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun
memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30%
mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.
Kolik bilier – kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi
di epigastrium atau di kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke
belakang atau daerah punggung kanan tetapi biasanya tidak fluktuatif,
sebagaimana istilah kolik pada umumnya. Nyeri ini mula-mula timbul
secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan
menyebar di sekitar punggung tepatnya di interskapula.5 Secara umum,
nyeri timbul secara cepat, kurang dari 30 menit sampai 3 jam, dan
secara berangsur-angsur mereda. Kolik bilier benigna tidak
berhubungan dengan demam, leukositosis atau tanda peritoneal akut.
Adanya gejala ini atau nyeri bilier lebih lama dari 4 sampai 6 jam,
kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut.7 Kolik bilier timbul akibat
desakan batu empedu pada duktus kistikus selama kontraksi
kandung empedu, peningkatan tekanan dinding kandung empedu.
Konstraksi kandung empedu ini timbul akibat pelepasan
kolekistokinin yang dirangsang oleh diet lemak.4 Pada
kebanyakan kasus, obstruksi akan kembali ke relaksasi kandung
empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak
ditimbulkan oleh muntah, antasid, defekasi atau perubahan posisi.
Gejala komplikasi – kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu
menyumbat dan terjepit dalam duktus kistikus menyebabkan kandung
empedu menjadi distensi dan inflamasi progresif. Pasien akan
merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara spontan hilang timbul dan
kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang banyak pada
kandung empedu sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi
pus dalam kandung empedu yang dikenal dengan empiyema kandung
empedu. Dinding kandung empedu akan menjadi nekrotik kemudian
timbul perforasi dan abses polikistik. Kolekistitik akut merupakan
kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan inflamasi dapat ditangani
secara konservatif seperti dengan hidrasi dan antibiotik.
Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan
komplikasi penyerta migrasi batu empedu akut atau biasanya
kronis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna
melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu
cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna
(ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.2
Diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai
intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan
utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.2
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.2
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu – apabila ditemukan kelainan, biasanya
berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan
peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiyema
kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan
nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.2
Batu saluran empedu – batu saluran empedu tidak menimbulkan
gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu
diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat, akan timbul ikterus klinis.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium – batu kandung empedu yang asimtomatik
umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan
laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus
oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh
batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap
setiap kali terjadi serangan akut.2
Pemeriksaan radiologis – foto polos abdomen biasanya tidak
memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu
yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.2
Ultrasonografi (USG) – ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas
dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu
dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
di dalam usus.
Dengan USG, punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.14
Kolesistografi – untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana dan cukup akurat
untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, obstruksi
pilorus dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras
tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.2
Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi
dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan
penatalaksanaan antara lain :
Kolesistektomi terbuka – operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang
paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.15
Kolesistektomi laparaskopi – indikasi awal hanya pasien dengan
kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin
bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan
batu duktus koledukus. Secara teoritis, keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat
cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering pada kolesistektomi
laparaskopi.15
Disolusi medis – masalah umum yang mengganggu semua zat yang
pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan
biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian
prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan
bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar
15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.15
Disolusi kontak – meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut
kolesterol yang poten seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam
kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).15
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) – sangat populer
digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada
saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini.
Kolesistotomi – dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan
disamping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur
yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.15
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu,
tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke
dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut
sebagai batu saluran empedu sekunder.
prevalensi kolelitiasis paling banyak ditemukan pada
penderita sirosis hepatis (31%) dimana lebih banyak
ditemukan pada perempuan.
• Ada faktor penting yang berperan dalam
tiga
patogenesis batu kolesterol yaitu :
• 1. Hipersaturasi kolesterol dalam
kandung empedu
• 2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
• 3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
• (Sudoyo, 2006)
Kolangitis
• Pengobatan kolangitis akut akibat sumbatan
batu sal.empedu 🡪 pemberian cairan ,
Antibiotik yang adekuat, drainase empedu
secepatnya ( dengan endoskopi maupun
operatif )
Koledokolithiasis
• Operasi mengeluarkan saluran empedu scr
langsung
• Spingterotomi endoskopik 🡪 ekstraksi batu
dengan alat endoskopi, pd px resiko tinggi
operasi dan usia tua
• Endoprostesis endoskopik 🡪 selang plastik
dari teflon dipasang sementara untuk
drainase empedu yang tersumbat
• CT SCAN : akurat untuk tentukan batu
empedu, pelebaran saluran empedu dan
koledokolitiasis. Jauh lebih mahal
• PTC ( perkutaneus
kolangiografi )dan ERCP transhepatik
( retrograde Cholangiopancreatografi)
Endoscopik:
metode kolangiografi direk 🡪
menentukan
bermanfaat obstruksi bilier dan
penyebabnya koledokolitiasis. ERCP
spt untuk terapi🡪 ekstraksi batu
juga
Kolesistitis kronis :
• Serangan kolik bilier dan kolesistitis
akut berulang.
• Menimbulkan penebalan dan
fibrosis kandung empedu
• Pada 15 % penderita disertai penyulit lain :
koledokolitiasis, pankreatitis dan kolangitis
Kolesistitis akut :
• 90-95 % kolesistitis akut disertai kolelitiasis
• Timbul akibat obstruksi duktus
sistikus🡪 peradangan
• Respon peradangan dicetuskan :
1. inflamasi mekanik ( tekanan intra luminal🡪
distensi 🡪 iskemia mukosa & ddg kandung
empedu )
2. Inflamasi kimia ( pelepasan lesitin dan faktor
jaringan lokal )
3. Inflamasi bakteri
Tabel 1 Faktor predisposisi untuk pembentukan batu kolesterol dan batu empedu
berpigmen
BATU KOLESTEROL DAN CAMPURAN

A Demografi
1 Eropa Utara dan Amerika Utara dan Selatan lebih besar daripada Asia, kemungkinan
familial, aspek herediter

B Obesitas
1 Kumpulan dan sekresi asam empedu yang normal tetapi peningkatan sekresi
kolesterol biliaris

C Penurunan berat badan


1 Mobilitas kolesterol jaringan menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol biliaris
sedangkan sekresi garam empedu enterohepatik diturunkan

D Hormon seks perempuan


1Estrogen merangsang reseptor lipopretein hati, meningkatkan ambilan kolesterol
makanan, dan meningkatkan sekresi kolesterol biliaris
2Estrogen alami, estrogen lainnya, dan kontrasepsi oral menyebabkan penurunan
sekresi garam empedu
BATU PIGMEN

A. Faktor demeografi / generik : Asia, keadaan


pedesaan
B. Hemolisis kronik
C. Sirosis alkholik
D. Infeksi saluran empedu kronik, infestasi parasit
E. Pertambahan usia
E Penyakit atau reseksi ileum
1 Malabsorpsi asam empedu menyebabkan penurunan kelompok-
kelompok asam empedu dan penurunan sekresi garam empedu biliaris

F Pertambahan Usia
1 Peningkatan sekresi kolesterol biliaris, penurunan ukuran kumpulan
asam empedu, penurunan sekresi garam empedu biliaris.

G Hipomotilitas kandung empedu menyebabkan stasis dan


pembentukan kotoran/feses
1. Nutrisi parenteral yang memanjang
2. Puasa
3. Kehamilan
4. Obat seperti oktreotida

H Terapi klofibrat
1. Peningkatan sekresi kolesterol biliaris

I Macam-macam
1 Diabetes melitus ?
2 Diet tinggi - kalori, tinggi lemak

Anda mungkin juga menyukai