Tindakan Operatif
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi
dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk
penderita dengan batu empedu simptomatik (Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005). Indikasi
kolesistektomi, yaitu :
2. Kolesistostomi
dari kandung empedu yang distensi. Kolesistostomi biasanya dilakukan apabila keadaan umum
pasien sangat buruk seperti sepsis (Schwartz S, Shires G, Spencer F., 2000).
a) Koledokotomi
pelebaran duktus, batu kecil, pancreatitis. Sedangkan indikasi absolute koledokotomi adalah
Saat melakukan eksplorasi saluran empedu, semua batu, lumpur dan debris harus
dibersihkan. Umumnya dipasang penyalir pipa T setelah luka koledokotomi terjahit dilanjutkan
dengan melakukan kolangiografi pasca operasi untuk mengecek kembali keadaan saluran (Jong
b) Koledokoduodenostomi
Setelah pengangkatan batu sempurna, perlu dilakukan penyaliran empedu dengan
Tindakan ini dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal atau di papilla vater terlalu
panjang untuk dilakukan dilatasi atau sfingterotomi (Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005).
B. Tindakan Non-Operatif
1. Terapi Disolusi
melarutkan batu kolesterol. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan
sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 –
15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. (Devid D., Sabiston, 1994).
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati,
terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA)
merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan
fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara
CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis
terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase
sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari
terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi
batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat
serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi
lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk
membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus
memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena dapat
dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga
halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita dapat
dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan
pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan
lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan
dihentikan.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari kolelitiais antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, pankreatitis,
kolangitis, ileus batu empedu, dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi
a. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan
manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus
atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas
yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa
tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial (Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005).
b. Kolesistitis Kronis
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan
dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti
Keluhan kolistitis kronik adalah kolik bilier dengan nyeri alih ke titik boas, dispepsia yang
dicetuskan oleh makanan berat seperti gorengan dan ditemukannya batu pada kandung empedu
c. Kolangitis
Infeksi pada saluran empedu sering berhubungan dengan adanya batu pada saluran empedu
(koledokolithiasis). Infeksi yang terjadi pada saluran dapat berjalan keatas hingga mencapai
hepar dan menyebabkan abses hepar multipel (Schwartz S, Shires G, Spencer F.2000).
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya berupa kolangitis bacterial non-
piogenik yang ditandai dengan timbulnya Trias Charcot yaitu adanya demam dan menggigil,
nyeri daerah hati dan ikterus. Apabila terjadi kolangitis piogenik yang lebih berat akan timbul
gejala Pentade Reynold berupa gejala trias Charcot ditambah dengan syok dan penurunan
d. Pankreatitis Akut
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan
gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vater. Refluks cairan empedu ke dalam
pankreas akibat obstruksi di ampula vater akan mengakibatkan kerusakan dinding saluran yang
merupakan awal terjadinya autodigesti sehingga timbul pankreatitis akut. BSE yang tidak
keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar (Jong W. &
Ileus batu empedu menyebabkan 1-2% obstruksi usus halus. Umumnya, obstruksi terjadi
karena adanya batu empedu yang masuk kedalam lumen usus dan menyebabkan obsruksi
intraluminal. Batu dapat masuk ke lumen usus melalui saluran empedu atau lebih serin melalui
ileum atau kolon. Fistula ini terbentuk ketika terjadi obstruksi batu pada kandung empedu,
kemih dan viscera yang berdekatan. Selanjutnya akan terjadi perforasi dan batu akan berpinda
PROGNOSIS
Prognosis dari kolelitiasis adalah tergantung pada keberadaan dan tingkat keparahan
mortalitasdan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Pada batu empedu dengan kolesistiis kronis,
tindakan bedah dini yang dilakukan dalam 72 jam pertama memberikan keuntungan karena
mempersingkat masa sakit sekitar 30 hari dan memepersingkat masa rawat inap sampai 5-7 hari
DAFTAR PUSTAKA
Jong W., Sjamsuhidajat R., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta .
Schwartz S, Shires G, Spencer F., 2000, Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery) Edisi
C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku Ajar