Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Desa menurut undang-undang No 6 Tahun 2014 adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan

mengurus

urusan

pemerintahan,

kepentingan

masyarakat

setempat

berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desa merupakan agen pemerintah dalam pembangunan nasional.
Era globalisasi dan reformasi seperti sekarang ini pemerintah membutuhkan
otonomi daerah yang bertujuan agar masyarakat mampu menempatkan diri sejajar
dengan masyarakat lain. Seperti otonomi daerah yang dimaksudkan dalam UU
No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yaitu hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu, pembangunan daerah yang berkaitan
dengan pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dari prinsip otonomi
daerah.
Merupakan

agen

pembangunan

nasional,

pemerintah

harus

dapat

meningkatkan pembangunan daerah. Seperti yang kita ketahui, dimana Otonomi


daerah menuntut untuk dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Salah satu yang dapat
dilakukan untuk mendukung otonomi daerah adalah pengembangan ekonomi
lokal. Menurut Blakely dan Bradshaw dalam Susanti pengembangan ekonomi
lokal merupakan proses dimana pemerinta lokal dan organisasi masyarakat terlibat

untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan


lapangan pekerjaan. Dengan pengembangan ekonomi lokal pemerintah daerah
bersama masyarakat dapat mewujudkan pembangunan daerah dalam membangun
ekonomi masyarakat sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia, dan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada di daerah setempat.
Memperdebatkan tingkat absolut kemiskinan, dampak dari krisis telah
memaksa pemerintah untuk mengakji kebijakan-kebijakan pembangunan yang
ada. Krisis telah memberi pelajaran yang mahal bagi pemerintah bahwa jarring
pengaman sosial dari ekonomi Indonesia adalah kemampuan utnuk memperkuat
pembangunan perdesaan.
Desa Cigentur, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung, pemerintah desa
melakukan pembangunan daerah dengan cara pengembangan ekonomi lokal. Desa
yang sebelumnya tergolong desa yang kurang maju, kini menjadi desa mandiri.
Dengan menggunakan sumber daya alam lokal yang ada, pemerintah mencoba
meningkatkan perekonomian masyarakatnya dengan cara mengoptimalkan
sumber daya alam sekitar. Selain mengoptimalkan sumber daya alam, pemerintah
desa juga meningkatkan pengetahuan masyarakatnya yang bertujuan agar
masyarakatnya dapat bersaing dengan masyarakat yang lain dalam pengelolaan
sumber daya alam untuk dioptimalkan.
Program pembangunan yang dilakukan pemerintah desa tidak lepas dari
peranan oleh seorang kepala desa. Menurut Undang-Undang No 6 Tahun 2014
tentang desa menyebutkan Kepala Desa/desa adat atau yang disebut dengan nama
lain

merupakan

kepala

pemerintahan

penyelenggaraan pemerintahan desa.

desa/desa

adat

yang

memimpin

Pemerintah desa dalam upayanya mengembangkan ekonomi lokal juga


dapat terlihat dari pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berada
di desa. Menurut undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa; Pasal 1 ayat
(6) Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDesa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan
guna

mengelola

aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk

kesejahteraan

masyarakat Desa
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana peran Kepala
Desa terhadap efeksivitas pengembangan badab usaha milik desa di desa Cigentur
Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung.

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang maka tujuannya adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui transpalasi dalam pengelolaan badan usaha milik
desa (BUMdes) di Desa Cigentur Kecamatan Paseh Kabupaten
Bandung.
2. Untuk mengetahui akuntabilitas dalam pengelolaan badan usaha milik
desa (BuMdes) di Desa Cigentur Kecamatan Paseh Kabupaten
Bandung.

3. Untuk Mengetahui respontabilitas dalam penglolaan badan usaha milik


desa (BUMdes) di Desa Cigentur Kecamatan Paseh Kabupaten
Bandung.
4. Untuk mengetahui peran kepala desa dalam pengembangan badan usaha
milik desa (BUMdes) di Desa Cigentur Kecamatan Paseh Kabupaten
Bandung.
5. Untuk mengetahui kewajaran dan kestaraan dalam pengembangan
badan usaha milik desa (BUMdesa) di Desa Cigentur Kecamatan Paseh
Kabupaten Bandung.

1.4.

Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian yaitu untuk melakukan penyelidikan dari, untuk,

alasan dan juga konsekuensinya terhadap suatu koordinasi kepala desa dalam
efeksivitas Pengembangan Badan Usaha Milik Desa Di Desa Cigentur Kecamatan
Paseh Kabupaten Bandung. Keadaan ini dapat juga dikontrol dengan melalui
eksperimen atau percobaan berdasarkan observasi tanpa kontrol. Selain itu
penelitian memegang peranan penting untuk memberikan fondasi terhadap
keputusan serta tindakan dalam segala aspek.
1.5. Manfaat Penelitian :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

Mendapat

cara

yang

efektif

guna

mengkomunikasikan

program

perekmbangan badan usaha milik desa di desa cigentur kecamatan paseh


kabupaten bandung

Menemukan solusi yang tepat bagi masalah masalah yang muncul dalam
menggerakan koordniasi kepala desa.

Memberi masukan penting untuk memperluas alam pemikiran dalam sebuah


perencanaan sehingga dapat disusun rancangan kegiatan yang lebih tepat.

BAB II
TINJAUAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Konsep Koordinasi
2.1.1. Pengertian Koordinasi
Menurut G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan
teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan
pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada
sasaran yang telah ditentukan. Sedangkan menurut E.F.L. Brech, koordinasi
adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu

dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu


sendiri (Hasibuan, 2007:85).
Menurut Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu
proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di
antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan
bersama.
Sementara

itu,

Handoko

(2003:195)

mendefinisikan

koordinasi

(coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan


pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional)
suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Menurut Sondang P. Siagian,M.P.A, Ph.D dalam bukunya peranan staf
dalam managemen.1978.Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha
bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan
bersama pula. Koordinasi adalah suatu proses yang mengatur agar pembagian
kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan
yang terintegras.
Menurut Dr. Ateng Syafrudin, S.H,dalam bukunya pengaturan koordinasi
pemerintah di daerah,1976.Koordinasi disini adalah suatu proses rangkaian
kegiatan menghubungi, bertujuan meng-serasikan tiap langkah dan kegiatan
dalam organisasi agar tercapai gerak yang cepat untuk mencapai sasaran dan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi universitas gadjah
mada, dalam buku Ensilopedia Administrasi, 1977.
Koordinasi adalah suatu pengertian dimana terkandung aspek-aspek tidak
terjadinya kekacauan, percekcokan, kekembaran atau kekosongan kerja, sebagai
akibat daripada pekerjaan menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan

menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya dalam suatu kerja sama yang


diarahkan kepada pencapaian tujuan tertentu.
2.1.2. Tipe-Tipe Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007:86-87) terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu:
1. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unti, kesatuan-kesatuan kerja
yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya.
2. Koordinasi horisontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatankegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan
dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
2.1.3.

Jenis-Jenis Koordinasi

A. Menurut Tosi dan Carroll ( 1982 )


Ada dua jenis koordinasi yaitu sebagai berikut: Koordinasi vertical yaitu
menunjukkan pengembangan hubungan-hubungan yang efektif dan yang
disatupadukan diantara kegiatan-kegiatan pada tingkat-tingkat organisasi yang
berlainan. Contohnya persetujuan mengenai pengeluaran modal, katakan pada
tingkat wakil direktur yang dikoordinasikan dengan penyerahan dan penerimaan
perlengkapan modal pada tingkat pelaksanaan.
Koordinasi horizontal adalah pengembangan hubungan-hubungan yang lancar
diantara individu-individu atau kelompok-kelompok pada tingkat yang sama.
Misalnya arus informasi yang tepat dari pemasaran ke pabrik tentang penjualan
sehingga pabrik dapat mengembangkan rencana produksi yang efisien.
B. Jenis-jenis koordinasi menurut Drs. Soewarno Handayaningrat ( 1991 )

1. Ada 2 (dua) jenis koordinasi yaitu : Koordinasi intern dan koordinasi


ekstern.
Koordinasi intern terdiri atas : koordinasi vertical, koordinasi horizontal,
dan koordinasi diagonal.
Koordinasi vertical atau koordinasi structural, dimana antara yang
mengkoordinasikan secara structural terdapat hubungan hierarchies.
Hal ini juga dapat dikatakan koordinasi yang bersifat hierarkhis,
karena satu dengan lainnya berada pada satu garis komando ( line of
command ). Misalnya koordinasi yang dilakukan oleh seorang kepela
direktorat terhadap para kepala sub direktorat yang berada dalam
lingkungan direktoratnya.
Koordinasi horizontal yaitu koordinasi fungsional, dimna kedudukan
antara

yang

mengkooordinasikan

dan

yang

dikoordinasikan

mempunyai kedudukan setingkatnya eselonnya. Menurut tugas dan


fungsinya kedua mempunyai kaitan satu dengan yang lain sehingga
perlu dilakukan koordinasi. Misalnya koordinasi yang dilakukan oleh
kepala biro perencanaan departemen terhadap para kepala direktorat
bina program pada tiap-tiap direktorat jenderal suatu departemen.
Koordinasi diagonal yaitu koordinasi fungsional , dimana yang
mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi tingkat
eselonnya dibandingkan yang dikoordinasikan, tetapi satu dengan
yang lainnya tidak berada pada suatu garis komando (line of
command). Misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala biro
kepegawaian pada sekretariat jenderal departemen terhadap para

10

kepala bagiankepegawaian secretariat direktorat jenderal suatu


departemen.
2. Koordinasi ekstern, termasuk koordinasi fungsional. Dalam koordinasi
ekstern yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat horizontal
dan diagonal.
Koordinasi ekstern yang bersifat horizontal, misalnya koordinasi yang
dilakukan oleh kepala direktorat bina program, direktorat jenderal
trasmigrasi terhadap kepala direktorat penyiapan tanah pemukiman
transmigrasi, direktorat jenderal bina marga.
Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal, misalnya koordinasi yang
dilakukan oleh kepala badan administrasi kepegawaian Negara
( BAKN ) terhadap para kepala biro kepegawaian tiap-tiap
departemen.
C. Jenis-jenis koordinasi menurut penjelasan peraturan pemerintah nomor 6
tahun 1988 tentang koordinasi kegiatan instansi vertical di daerah, pasal 1 :
ada tiga jenis koordinasi, yakni koordinasi fungsional, koordinasi instansional
dan koordinasi territorial.
1. Koordinasi Funsional, yaitu antara dua atau lebih instansi yang
mempunyai program yang sangat berkaitan erat
2. Koordinasi instansional, yaitu terhadap beberapa instansi yang menangani
satu urusan tertentu yang bersangkutan.

11

3. Koordinasi territorial, yaitu terhadap dua atau lebih wilayah dengan


program tertentu.
2.1.4. Syarat-Syarat Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007:88) terdapat 4 (empat) syarat koordinasi, yaitu:
1. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari
sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang.
2. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan
antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai
kemajuan.
3. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling
menghargai.
4. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai,
umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.
Koordinasi adalah suatu istilah yang mengandung pengertian koperasi
(cooperation), sebab tanpa adanya koperasi tidak mungkin dapat dilakukan. Mc.
Farland (Handayaningrat, 1985:90) mendefinisikan koperasi merupakan kehendak
dari individu-individu untuk menolong satu sama lain.
Namun antara koordinasi dan koperasi berbeda. Menurut Handayaningrat
(1985:90) pada koperasi terdapat unsur kesukarelaan atau sifat suka rela
(voluntary attitude) dari orang-orang di dalam organisasi. Sedangkan koordinasi

12

tidak terdapat unsur kerjasama secara suka rela, tetapi bersifat kewajiban
(compulsory).
2.1.5. Ciri-Ciri Koordinasi
Menurut Handayaningrat (1985:89-90) koordinasi mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh karena
itu, koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering
dicampur-adukkan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti
yang berbeda. Sekalipun demikian pimpinan tidak mungkin mengadakan
koordinasi apabila mereka tidak melakukan kerjasama. Oleh kaerna itu, maka
kerjasama merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam membantu
pelaksanaan koordinasi.
2. Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan
pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan sehingga
tujuan dapat tercapai dengan baik.
3. Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Oleh karena koordinasi adalah
konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu,
maka sejumlah individu yang bekerjasama, di mana dengan koordinasi
menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai
efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih,
kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang
sempurnanya koordinasi.

13

4. Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti dari koordinasi.
Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha
tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai
hasil.
2.1.6.

Pendekatan-Pendekatan Untuk Mencapai Koordinasi Yang Efektif

Pendekatan ini dapat di tempuh dengan dua jalan yaitu:


1. Pendekatan Potensi Koordinasi.
Pendekatan koordinasi ini meliputi sistem:
a. Sistem Informasi Vertical.
Adalah suatu sistem di mana informasi dapat di kirimkan ke atas dan
kebawah jenjang organisasi. Misalnya penanganan IDT (inpres desa
tertinggal) dari menteri dalam negeri sampai ke desa tertinggal dan
sebaliknya.
b. Sistem Informasi Lateral.
Sistem ini mengabaikan rantai komando. Hubungan lateral (hubungan ke
samping atau sejajar) ini memungkinkan adanya pertukaran informasi
yang di butuhkan dapat di pertanggung jawabkan. Misalnya dalam kasus
tanah perlu adanya informasi lateral atau badan pertanahan nasional,
departemen dalam negeri, departemen kehutanan, dan departemen
kehutanan.
c. Sistem Informasi Manajer Penghubung.
Manajer penghubung mempunyai wewenang formal atas semua unit yang
terlibat dalam sebuah proyek. Manajer penghubung perlu di laksanakan
apabila di perkirakan koordinasi secara efektif tidak berhasil di
laksanakan.

14

2.1.7. Pedoman Koordinasi


1. Koordinasi harus terpusat,

sehingga ada unsur pengendalian guna

menghindari tiap bagian bergerak sendiri-sendiri yang merupakan kodrat


yang telah ada dalam setiap bagian, ingat bahwa organisasi merupakan
kumpulan dari orang-orang yang punya kebutuhan dan keinginan berbeda.
2. Koordinasi harus terpadu, keterpaduan pekerjaan menunjukkan keadaan yang
saling mengisi dan memberi.
3. Koordinasi harus berkesinambungan, yaitu rangkaian kegiatan yang saling
menyambung, selalu terjadi selalu diusahakan dan selalu ditegaskan adanya
keterkaitan dengan kegiatan sebelumnya.
4. Koordinasi harus menggunakan pendekatan multi instansional, dengan ujud
saling memberikan informasi yang relevan untuk menghindarkan saling
tumpang tindih tugas yang satu dengan tugas yang lain.
2.1.8. Tujuan dan Manfaat Koordinasi
Tujuan dan manfaat koordinasi antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mewujudkan KISS (koordinasi,integrasi,sinkronisasi, dan simplifikasi)
agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
2. Memecahkan konflik kepentingan berbagai pihak yang terkait.
3. Agar menejer pendidikan mampu mengintegrasikan dan mensinkronkan
pelaksanaan tugas-tugasnya dengan stakeholders pendidikan yang saling
bergantungan, semakin besar ketergantungan dari unit-unit, semakin besar
pula kebutuhan akan pengoordinasian.
4. Agar manajer pendidikan mampu mengoordinasikan pembangunan sektor
pendidikan dengan pengembangan sektor-sektor lainnya.
5. Agar menejer pendidikan mampu mengintregrasikan kegiatan fungsional
dinas pendidikan dan tujuan-tujuan dari unit organisasi yang terpisah-pisah
untuk mencapai tujuan bersama dengan sumber daya yang terbatas secara
efektif dan efisien.

15

6. Adanya pembagian kerja dimana semakin besar pembagian kerja,semakin


diperlukan pengoordinasian/penyerasian sehingga tidak terjadi duplikasi atau
tumpang-tindih pekerjaan yang menyebabkan pemborosan.
7. Untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis di
antara kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik dengan stakeholders.
8. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan dengan sumber daya pendidikan yang terbatas.
9. Mencegah terjadinya konflik interal dan eksternal sekolah yang kontra
produktif.
10. Mencegah terjadinya kekosongan ruang dan waktu.
11. Mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat.
2.1.9. Prinsip Koordinasi
Karena adanya pembagian tugas/kerja dalam organisasi maka individuindividu atau kelompok-kelompok dalam organisasi merupakan bagian dari
organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi dan tujuan sendiri - sendiri
oleh karena itu perlu dan harus diarahkan guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Prinsip- prinsip koordinasi tersebut antara lain :
1.
2.
3.
4.

Prinsip kesatuan arah dan tujuan.


Prinsip kesepakatan tetermasuk target dan jadwalnya.
Prinsip ketaatan dan loyalitas.
Prinsip saling tukar informasi kegiatan, hasil yang dicapai dan masalah yang

5.
6.
7.
8.
9.
10.

dihadapi.
Prinsip saling menghormati, saling percaya dan saling membantu.
Prinsip Profesionalitas.
Prinsip saling dapat dipercaya.
Prinsip Ketepatan penggunaan alat koordinasi.
Prinsip Efisiensi
Prinsip adanya koordinator atau pemimpin yang menggerakan dan memonitor
seluruh pelaksanaan kerjasama dalam organisasi dntang kegiatan atau tindakan

16

yang harus dilakukan masing-masing pihak, an mengerti serta mampu


memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
2.1.10. Karakteristik Koordinasi yang Efektif
Karakteristik Koordinasi yang Efektif
1)
2)
3)

Tujuan berkoordinasi tercapai dengan memuaskan semua pihak terkait.


Koordinator sangat proaktif dan stakeholders kooperatif.
Tidak ada yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya

(egosektoral).
4)
Tidak terjadi tumpang tindih tugas.
5)
Komitmen semua pihak tinggi.
6)
Informasi keputusan mengalir cepat ke semua pihak yang ada dalam
sistem jaringan koordinasi.
7)
Tidak merugikan pihak-pihak yang berkoordinasi.
8)
Pelaksanaan tepat waKepala Sekolah.
9)
Semua masalah terpecahkan.
10) Tersedianya laporan tertulis yang lengkap dan rinci oleh masing-masing
stakeholder.
2.1.11. Masalah-Masalah Dalam Koordinasi
Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi.
Tetapi semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda.
Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch (Handoko, 2003:197) mengungkapkan 4
(empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas
pengkoordinasian, yaitu:
1. Perbedaan

dalam

orientasi

terhadap

tujuan

tertentu.

Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandangan


mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi
yang baik. Misalnya bagian penjualan menganggap bahwa diversifikasi

17

produk harus lebih diutamakan daripada kualtias produk. Bagian akuntansi


melihat pengendalian biaya sebagai faktor paling penting sukses organisasi.
2. Perbedaan dalam orientasi waktu.
Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus
dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian
penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka
panjang.
3. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi.
Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang
cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan
mungkin dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat
serta berdiskusi satu dengan yang lain.
4. Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan
standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk
balas jasa bagi karyawan.
2.1.12. Cara Mengadakan Koordinasi

2.2. Konsep Pemerintah

18

2.2.1. Pengertian Pemerintah


Dalam ilmu pemerintahan dikenal adanya dua definisi/arti pemerintah
yakni dalam arti sempit dan arti luas, dalam arti luas pemerintah didefinisikan
sebagai Suatu bentuk organisasi yang bekerja dengan tugas menjalankan suatu
sistem pemerintahan, sedangkan dalam arti sempit didefinisikan sebagai Suatu
badan persekumpulan yang memiliki kebijakan tersendiri untuk mengelola,
menjala
Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemerintah memiliki arti sistem
menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemerintah merupakan sebuah organisasi yang memiliki tugas dan fungsi untuk
mengelola sistem pemerintah dan menetapkan kebijakan untuk mecapai tujuan
negarankan manajemen, serta mengatur jalannya suatu sistem pemerintahan.

2.3. Konsep Efeksivitas


Setiap organisasi mempunyai tujuan baik tujuan umum maupun khusus,
jangka pendek maupun jangka panjang, yang akan direalisasikan dengan
menggunakan berbagai sumberdaya atau faktor produksi yang ada. Pengelola
tidak akan dapat mencapai tujuan secara optimal bilamana penggunaan
sumberdaya atau faktor produksi dilakukan tidak dengan proses yang benar.
Manajemen memegang peranan sangat penting, sebab manajemen merupakan
proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian upaya
organisasi dan proses penggunaan semua sumberdaya organisasi untuk

19

tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Stoner, 1994: 10).


Efektivitas berbicara tentang visi dan arah, berhubungan dengan memfokuskan
energi organisasi pada arah tertentu (Veitzhal Rivai, 2003: 147). Efektivitas
organisasi merupakan suatu indeks mengenai hasil yang dicapai terhadap tujuan
organisasi (Mulyono, 1990: 54).

2.3.1. Pengertian Efeksivitas


Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat dicapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada
keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian
utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi
peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat. (Sedarmayanti, 2009:
59).
Menurut Supriyono (2000: 29), efektivitas merupakan hubungan antara
keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin
besar kontribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian
sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut.
Menurut Yamit dalam bukunya Manajemen Produksi dan Operasi,
efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh
tujuan tercapai, baik secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran
yang dihasilkan (Yamit, 2003:14).

20

Efektivitas artinya informasi harus sesuai dengan kebutuhan pemakai dalam


mendukung suatu proses bisnis, termasuk di dalamnya informasi tersebut harus
disajikan dalam waktu yang tepat, format yang tepat sehingga dapat dipahami,
konsisten dengan format sebelumnya, isinya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan
lengkap atau sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan (Mc Leod dalam Susanto,
2007:41).

2.3.1.1.

Faktor yang mempengaruhi Efeksivitas


1) Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur
diartikan sebagai hubungan yang relatif tetap sifatnya, merupakan cara
suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah
organisasi yang meliputi faktor-faktor seperti deentralisasi pengendalian,
jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi
dan seterusnya. Secara singkat struktur diartikan sebagai cara bagaimana
orang-orang akan dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Teknologi menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah
masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki
berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanisme yang
digunakan dalam produksi, variasi dalam pengetahuan teknis yang
dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran. Ciri organisasi yang
berupa struktur organisasi meliputi faktor luasnya desentralisasi. Faktor
ini akan mengatur atau menentukan sampai sejauh mana para anggota
organisasi dapat mengambil keputusan. Faktor lainnya yaitu spesialisasi

21

pekerjaan

yang

membuka

peluang

bagi

para

pekerja

untuk

mengembangkan diri dalam bidang keahliannya sehingga tidak


mengekang daya inovasi mereka.
Faktor formalisasi berhubungan dengan tingkat adaptasi organisasi
terhadap lingkungan yang selalu berubah, semakin formal suatu
organisasi semakin sulit organisasi tersebut untuk beradaptasi terhadap
lingkungan. Hal tersebut berpengaruh terhadap efektivitas organisasi
karena faktor tersebut menyangkut para pekerja yang cendenrung lebih
terikat pada organisasi dan merasa lebih puas jika mereka mempunyai
kesempatan mendapat tanggung jawab yang lebih besar dan mengandung
lebih banyak variasi jika peraturan dan ketentuan yang ada dibatasi
seminimal mungkin.
Harvey (dalam Steers, 1985: 99) menemukan bahwa semakin
mantap teknologi sebuah organisasi, makin tinggi pula tingkat
penstrukturannya yaitu tingkat spesialisasi, sentralisasi, spesifikasi tugas
dan lain-lain. Efektivitas organisasi sebagian besar merupakan hasil
bagaimana tingkat Indonesia dapat sukses memadukan teknologi dengan
struktur yang tepat. Keselarasan antara struktur dan teknologi yang
digunakan sangat mendukung terhadap pencapaian tujuan organisasi.
2)

Karakteristik Lingkungan
Karakteristik lingkungan ini mencakup dua aspek yaitu internal dan

eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi. Yang


meliputi macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan
dengan segi-segi dan efektivitas khususnya atribut lingkungan yang

22

mempunyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari efektivitas


khususnya atribut diukur pada tingkat individual.
Lingkungan eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas
organisasi yang memperngaruhi keputusan serta tindakan di dalam
organisasi seperti kondisi ekonomi, pasar dan peraturan pemerintah. Hal
ini mempengaruhi: derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat
kompleksitas lingkungan dan derajat kestabilan lingkungan.
Steers (1985: 111) menyimpulkan dari penelitian yang dilakukan
para ahli bahwa keterdugaan, persepsi dan reasionalitas merupakan faktor
penting yang mempengaruhi hubungan lingkungan. Dalam hubungan
terdapat suatu pola dimana tingkat keterdugaan dari keadaam lingkungan
disaring oleh para pengambil keputusan dalam organisasi melalui
ketetapan persepsi yang tepat mengenai lingkungan dan pengambilan
keputusan yang sangat rasional akan dapat memberikan sumbangan
terhadap efektivitas organisasi.
3) Karakteristik Pekerja
Karakteristik pekerja berhubungan dengan peranan perbedaan
individu para pekerja dalam hubungan dengan efektivitas. Para individu
pekerja mempunyai pandangan yang berlainan, tujuan dan kemampuan
yang berbeda-beda pula. Variasi sifat pekerja ini yang sedang
menyebabkan perilaku orang yang berbeda satu sama lain. Perbedaan
tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap efektivitas organisasi.
Dua hal tersebut adalah rasa keterikatan terhadap organisasi dan prestasi
kerja individu.

23

Menurut Katz dan Kahn (dalam Steers, 1985: 135) peranan tingkah
laku dalam efektivitas organisasi harus memenuhi tiga persyaratan
sebagai berikut:
a.

Setiap organisasi harus mampu membawa dan mempertahankan

suatu armada kerja yang mantap yang terjadi dari pekerja pria dan wanita
yang terampil. Berarti disamping mengadakan penerimaan dari
penempatan pegawai, organisasi juga harus mampu memelihara para
pekerja dengan imbalan yang pantas dan memadai sesuai dengan
kontribusi individu dan yang relevan bagi pemuasan kebutuhan individu.
b. Organisasi harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat
diandalkan dari para pekerjanya. Sering terjadi manajer puncak yang
seharusnya memikul tanggung jawab utama dalam merumuskan
kebijakan perusahaan, membuang terlalu banyak waktu untuk keputusan
dan kegiatan sehari-hari yang sepele dan mungkin menarik, akan tetapi
tidak relevan dengan perannya sehingga berkurang waktu yang tersedia
bagi kegiatan ke arah tujuan yang lebih tepat. Setiap anggota bukan
hanya harus bersedia berkarya, tetapi juga harus bersedia melaksanakan
tugas khusus yang menjadi tanggung jawab utamanya.
Disamping prestasi peranan yang dapat diandalkan organisasi yang
efektif menuntut agar para pekerja mengusahakan bentuk tingkah laku
yang spontan dan inovatif, job description tidak akan dapat secara
mendetail merumuskan apa yang mereka kerjakan setiap saat, karena bila
terjadi keadaan darurat atau luar biasa individu harus mampu bertindak
atas inisiatif sendiri dan atau luar biasa individu harus mampu bertindak

24

atas inisiatif sendiri dan atau mengambil keputusan dan mengadakan


tanggapan terhadap yang paling baik bagi organisasinya.
4) Kebijakan dan praktek manajemen
Karena manajer memainkan peranan sentral dalam keberhasilan
suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar
kegiatan yang ditujuan ke arah sasaran. Kebijakan yang baik adalah
kebijakan tersebut secara jelas membawa kita ke arah tujuan yang
diinginkan. Kebijakan harus dipahami tidak berarti bahwa kebijakan
harus ditulis (Amstrong, 1993: 49). Pada intinya manajemen adalah
tentang

memutuskan

apa

yang

harus

dilakukan

kemudian

melaksanakannya melalui orang-orang (Amstrong, 1993: 14). Definisi ini


menekankan bahwa dalam organisasi merupakan sumber daya terpenting.
Dari faktor

kebijakan dan praktek manajemen ini,

sedikitnya

diindentifikasikan menjadi enam variabel yang menyumbang efektivitas


yaitu: 1) penyusunan tujuan strategis, 2) pencarian dan pemanfaatan
sumber daya, 3) menciptakan lingkungan prestasi, 4) proses komunikasi,
5) kepemimpinan dan pengambilan keputusan dan 6) inovasi dan
adaptasi.
Dari keempat faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi yang
dinyatakan oleh Steers tersebut dapat dijelaskan secara ringkas bahwa: 1) struktur
yang dibangun dan teknologi yang digunakan dalam organisasi akan sangat
berpengaruh terhadap proses dan pencapaian tujuan, 2) organisasi sebagai
organisasi yang terbuka, kelangsungan hidupnya akan sangat tergantung kepada
lingkungan sekitarnya baik yang berada di dalam organisasi maupun diluar

25

organisasi, 3) bahwa manusia sebagai unsur penting dari organisasi memiliki


kemampuan, pandangan motivasi dan budaya yang berbeda, dan 4) kebijakan dan
praktek manajemen yang ditetapkan oleh pimpinan dalam mengatur dan
mengendalikan organisasi sangat berpengaruh bagi organisasi maupun bagi
pencapaian tujuan.

2.4. Konsep Badan Usaha Milik Desa


Badan Usaha Milik Desa sebagai suatu sistem dari ekonomi kajiannya
meliputi hal-hal sebagai berikut :
2.4.1. Pengertian Badan Usaha Milik Desa
Pengertian

dari

Badan

Usaha

Milik

Desa

telah

banyak

yang

mengemukakan akan tetapi belum secara jelas menjelaskan tentang pengertian


Badan Usaha Milik Desa, menurut kamus Bahasa Indonesia pengertian badan itu
sendiri antara lain : Kegiatan yang mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan
untuk mencapai suatu maksud. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996 : 112).
Dipandang dari sudut pandang ilmu ekonomi, badan usaha merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suatu produksi, seperti yang
dikatakan oleh Suherman Rosyidi. Untuk dapat mewujudkan barang dan jasa
yang hendak dipakai memenuhi kebutuhannnya, maka menusia harus melakukan
kegiatan produktif. (Rosyidi. 1995 : 63), dengan kata lain bahwa dalam konsep
ini badan usaha merupakan bentuk usaha untuk dapat membuat suatu produksi
yang nantinya diharapkan akan memberikan kotribusi dengan menambah
Pendapatan Asli Desa.

26

Pengertian Badan Usaha Milik Desa dapat diartikan yaitu suatu bentuk
usaha yang dilakukan oleh suatu Desa untuk menghasilkan suatu produksi yang
dapat meningkatkan keuangan Desa. Badan Usaha Miilik Desa merupakan bentuk
kemandirian dari suatu Desa yang merupakan implementasi dari otonomi daerah
yang dalam hal ini adalah otonomi Desa, dimana Desa dalam melaksanakan
pembangunan tidak sepenuhnya mengharapkan subsidi dari pemerintah akan
tetapi dengan adanya Badan Usaha Milik Desa dapat dijadikan suatu alternatif lain
yang memberikan tambahan terhadap keuangan Desa.
Badan Usaha Milik Desa terdiri dari sejumlah unsur-unsur yang saling
berhubungan untuk mencapai tujuannya. Adapun unsur-unsur Badan Usaha Milik
Desa secara umum adalah :
1.

Sistem nilai yang berupa aturan termasuk kedalam latar belakang


Pembentukan Badan Usaha Milik Desa.

2.

Personality, yang terdiri dari sejumlah orang yang terlibat dalam


melaksanakan urusan Badan Usaha Milik Desa.

3.

Sarana dan Prasarana yang dibituhkan untuk menunjang berbagai


kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Desa.

Semua unsur-unsur itu merupakan input bagi Badan Usaha Milik Desa sebagai
suatu sistem.

2.4.2. Dasar Hukum Pendirian Badan Usaha Milik Desa

27

Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci
tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah:
1.

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah;
Pasal 213

ayat 1 : Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa
2.

PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa:


Pasal 78 :
1. Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa
dapat mendirikanBadan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan
potensi Desa.
2. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
3. Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus berbadan hukum.
Pasal 79

1. Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1)
adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.
2. Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:

1. Pemerintah Desa;
2. Tabungan masyarakat;

28

3. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan


4. Pemerintah Kabupaten/ Kota;
5. Pinjaman; dan/atau
6. Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar
saling menguntungkan.
3. Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan
masyarakat.
Pasal 80
1. Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2. Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
mendapat persetujuan BPD.
Pasal 81
1. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
1. Bentuk badan hukum;
2. Kepengurusan;
3. Hak dan kewajiban;
4. Permodalan;
5. Bagi hasil usaha atau keuntungan;
6. Kerjasama dengan pihak ketiga;
7. Mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban
2.4.3. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa

29

Pelaksanaan dalam menjalankan roda pemerintahan pada tingkat Desa


yang meliputi beberapa sektor yang akan memberikan kontribusi terhadap
berlangsungnya pembangunan yang dilakukan Desa mengenai usaha dalam
menambah keuangan Desa maka sesuai dengan ketentuan perundanga-undangan
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Desa dapat membentuk Badan
Usaha Milik Desa dan diperkuat dengan pendapat para ahli yang menitikberatkan
hal yang sama, sedangkan Widjaja berpendapat bahwa :
Sumber pandapatan yang telah dimiliki atau dikelola oleh desa tidak dibenarkan
diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Pemberdayaan potensi desa
dalam meningkatkan pendapatan desa dilakukan antara lain dengan pendirian
Badan Usaha Milik Desa (BUMD), kerjasama dengan pihak ketiga dan
kewenangan melakukan pinjaman. (Widjaja. 2003 : 132)
Apabila kita lihat bahwa tujuan dari Pembentukan Badan Usaha milik desa
adalah untuk lebih memberdayakan potensi-potensi yang dimiliki oleh Desa.
Pemberdayaan dijelaskan oleh Abdulah Rozali sebagai berikut :
Pemberdayaan potensi Desa untuk meningkatkan pendapatan Desa, dilakukan
antara lain dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa. Pendirian BUMDES
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku. (Rozali. 2002: 64).
Pendapat-pendapat yang telah dijelas di atas membuktikan bahwa dengan
adanya otonomi Desa maka sebuah Desa diberikan kemandirian dalam
menghasilkan dan mengelola keuangan desa. Untuk membentuk Badan Usaha
Milik Desa sebagai upaya Desa dalam meningkatkan pendapatannya dilakukan

30

upaya pemberdayaan potensi-potensi ekonomi terutama komoditi unggul yang


dimiliki oleh Desa yang bersangkutan.
Adapun tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana
disebutkan dalam Pedoman Pembentukan Badan Usaha Milik desa adalah sebagai
berikut :
1.

Meningkatkan kemampuan keuangan Pemerintah Desa dalam rangka


meningkatkan kemampuan Pemerintah Desa untuk memberikan pelayanan
masyarakat, penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan.

2.

Mengembangkan potensi perekonomian di pedesaan untuk mendorong


pengembangan dan kemampuan perekonomian masyarakat secara keseluruhan
serta terorganisasi.

3.

Menciptakan lapangan pekerjaan.


Setelah memperhatikan tujuan dari Badan Usaha Milik Desa telah
memberikan penerangan bahwa badan usaha dibentuk agar Desa dapat
memberdayakan Sumber Daya yang dimilikinya baik Sumber Daya Alam
maupun Sumber Daya Manusia sebagai modal Pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat.
Badan Usaha Milik Desa sebagai suatu sistem ekonomi terdiri dari unsurunsur sebagai berikut, pengurus, petani, pemerintah Desa dan Kabupaten,
yang kesemuanya saling berkaitan untuk menambahkan Pendapatan Asli
Desa.

2.4.4. Pengelolaan badan usaha milik desa


Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan

31

desa.BUMDes harus berbadan hukum. Pengelolaan BUMDes dilakukan dengan


persyaratan:
a.
b.
c.
d.

pengurus yang berpengalaman dan/atau profesional;


mendapat pembinaan manajemen;
mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal;
menganut prinsip transparansi, akuntabel, partisipatif, berkelanjutan dan

akseptabel; dan
e. melayani kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil.
Pengelolaan BUMDes berdasarkan pada anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Anggaran dasar memuat paling sedikit rincian nama, tempat kedudukan,
maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan.
Anggaran rumah tangga memuat paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa
bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus,
penetapan operasional jenis usaha, tata cara pertanggungjawaban dan sumber
permodalan.

2.4.5. Prinsip,Maksud Dan Tujuan


Prinsip-prinsip pembentukan BUMDes adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

sukarela dan terbuka;


kontrol dari warga yang demokratis;
partisipatif ekonomi warga;
otonomi dan independen;
perhatian terhadap warga marga masyarakat; dan
kerjasama antar BUMDes.
Maksud dibentuknya BUMDes adalah untuk menumbuhkembangkan

kegiatan perekonomian desa. Tujuan dibentuknya BUMDes adalah untuk

32

meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan


pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Widjaja mengemukakan pemikiran tentang pengaturan Pemerintahan Desa
menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah ada
beberapa landasan pemikiran yaitu :
a.

Keanekaragaman
Memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan
kondisi sosial budaya setempat, seperti Nagari, Negeri, Kampung, Pekon,
Lembang, Pamusungan, Huta, Bori atau Marga. Hal ini berarti pola
penyelenggaraan pemerintahan Desa akan menghormati sistem nilai yang
berlaku dalam adat istiadat dan budaya masyarakat setempat, namun harus
tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

b.

Partisipasi
Memiliki makna bahwa penyelenggaran pemerintahan Desa harus mampu
mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat merasa memiliki dan
turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan besama sebagai
sesama warga Desa.

c.

Otonomi Desa
Memiliki makna bahwa kewenangan Pemerintah Desa dalam mangatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan
nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus
diselenggarakan dalam prospektif administrasi modern.

33

d.

Demokrasi
Memiliki makna penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mengakomodasi
aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagresi melalui Badan Perwakilan
Desa (BPD) dan lembaga kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa.

e.

Pemberdayaan Masyarakat
Memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa diabdikan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan
kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat.

2.5. Kerangka pemikiran


Faktor prilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : factor predisposisi,factor
pendukung(enabling factor), Serta factor pendorong (reinforcing factor). Peneliti
ingin mengetahui koordniasai kepala desa dam masyarakat memgenai
perkembangan badan usaha milik desa atau bumdes yaitu wilayah letak kelurahan
atau desa yang merupakan factor lingkungan.

2.6. Hipotesis penelitian


2.6.1. Ada perbedaan koordinasi kepala dalam setiap perkembangan badan usaha
milik desa di Cigentur Tahun 2009-2010

34

2.6.2. Ada perbedaan koordinasi masyarakat dalam perkembangan badan usaha


milik desa di desa Cigentur Tahun 2009-2010
2.6.3. Ada program badan usaha milik desa yang tidak diketahui masyarakat di
desa Cigentur Tahun 2009-2010
2.6.4. Kurangnya sosialisasi dalam program badan usha milik desa di
desaCigentur Tahun 2009-2010
2.6.5. Kurangnya partisipasi masyarakat terhadap program badan usaha milik
desa Cigentur Tahun 2009-2010

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain mdi dalam penelitian kuantitatif meliputi penentuan subjek dari
tempat mana informasi atau bdata dapat diperoleh, teknik yang dipakai di dalam
pengumpula data, serta prosedur yang ditempuh untuk mengumpulan data. Jenis
desain penelitian yang digunakan oleh penulis desain deskriptif, yaitu tipe desain
penelitian desktiptif ditujukan untuk memperoleh gambaran perihal satu
kenyataan antau menguji jalinan pada kenyataan yang sudah ada atau sudah
berlangsung pada subjek. Di dalam desain ini, peneliti tidak melakukan
manipulasi perlakuan atau penempatan subjek.

3.2. Metode, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data


3.2.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi
(Explanatory Research) dengan pendekatan kuantitatif dimana data informasi
dikumpulkan dari populasi, hasilnya dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
tujuan untuk mengukur pengaruh dari satu variable terhadap variable lainnya.
Metode ini menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui
pengujian hipotesis, sebagaimana dikemukakan oleh singarimbum (1995:21) yaitu
bahwaApabila peneliti menjelaskan kausal antara variabel-varibel melalui
pengujian hipotesis, maka dinamakan penelitian penjelasan (explanatory
research).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan metode korelasional dengan tujuan untuk mencari pengaruh
diantara varibel-variabel yang diteliti, pengaruh itu dapat bersifat positif atau
negative. Rahmat, (2004: 27).
Dengan menggunakan

metode

penelitian

ini

diharapkan

dapat

menggambarkan masalah masalah yang dihadapi dalam koordinasi serta


pengaruhnya terhadap pengembangan koordinasi kepala desa terhadap efeksivitas
pengmebangan badan usaha milik desa Cigentur Kabupaten Bandung.
3.2.2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Msumber data dalam penelitian ini diperoleh dari:
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsugn dari lokasi penelitian
yaitu Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata sebagai sumber utama
penelitian.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku yang relevan
dengan obyek yang diteliti, dokumen, aturan-aturan.
Teknik pengumpulan data yang djigunakan dalam penelitian ini adalah:

38

1. Observasi, yaitu pengumpula data dengan cara mengamati kegiatankegiatan dan aktivitas pemotivasian sepanjang relevan dengan objek
yang diteliti.
2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
Tanya jawab antara peneliti dengan nara sumber antara lain: Kepala
Desa dan Aparat Desa.
3. Angket, yaitu pengumpulan data dengan cara menyebarkan daftar
pertanyaan kepada responden yang ditetapkan melalui teknik sampling
untuk mewakili populasi Desa.
Berkenaan dengan pengumpulan data melalui kuesioner, item-item
kuesioner dirancang berdasarkan skala Likert yang bersifat ordinal.
Metode ini menurut Sugiyono (2005 : 69) digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena social. Item
pernyataan terdiri atas pernyataan positif dan negative dengan lima
alternatif kategori jawaban. Kriteria pembobotan jawaban responden
terhadap isi kuesioner adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Skala Lierkert
No Pernyataan Responden
Bobot Positif
1
Sangat Setuju
5
2
Setuju
4
3
Ragu-Ragu
3
4
Tidak Setuju
2
5
Sangat Tidak Setuju
1
Sumber : Sugiona, 2005

Bobot Negatif
1
2
3
4
5

3.2.3. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu dan ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulan. Sugiyono (2006 : 90).

39

Sasaran populasi dalam penelitian ini adalah unsur Kepala Desa, Aparat
Desa, BPD, Masyarakat Desa Cigentur antara lain :
1. Kepala Desa
= 1 orang
2. Aparat Desa
= 10 orang
3. BPD
= 2 orang
4. Masyarakat
= 30 orang
Ukuran Populasi
= 43 orang
Untuk menentukan sampel aparat dan pegawai kompepar peneliti
menggukan teknik sampling jenuh (sensus) yang dikemukakan Sugiyono
(2003:61) yakni, Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering
dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 100 orang.
3.2.4. Metode Teknik Analisis Data
3.2.4.1.
Pengujian Validalitas
Sebelum kuesinoner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu
diadakan pengujian tingkat validitas (akurasi) dan tingkat reliabilitasnya
(keabsahan) melalui uji coba (pre-test) terhadap respoden. Validalitas instrument
diuji dengan menggunakan teknik korelasi item total product moment dan
reliabilitasnya diuji dengan internal consistency Alpha Cronbach menurut
Kerlinger, (1998 : 708-729).
Uji validitas ketepatan terhadap instrument penelitian menggunakan teknik
korelasi item total product moment dengan rumus sbb :
Keterangan :
r
X
Y
n

= korelasi
= skor tiap item
= skor total dikurangi item
= ukuran sampel

besarnya korelasi dari setiap item menentukan digunakan atau


disisihkannya item pertanyaan dalam penelitian. Biasanya, menurut Azwar

40

(1997) dalam pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi,


digunakan harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0.30.
3.2.4.2.

Pengujian Reliabilitas
Sugiyono (2006:213) mengemukakan, Reliabilitas instrument adalah

ketetapan instrument dalam mengukur dan dalam menjawab instrument tersebut.


Jika instrument itu reliable, maka hasil dari dua kali atau lebih pengevaluasian
dengan instrument yang senilai akan memberikan hasil yang relative sama. Untuk
menghitung koefisien reliabilitas digunakan rumus Alpha Sugiyono (2003:213)
sebagai berikut :

Klasifikasi reliabilitas digunakan menurut Guilford dalam Sugiyono, (2006:216)


sebagai berikut :
0,00 0,20 reliabilitas Sangat Rendah
0,20 0,40 reliabilitas Rendah
0,40 0,70 reliabilitas Sedang
0,70 0,90 reliabilitas Kuat
0,90 1,00 reliabilitas Sangat Kuat

3.2.5. Teknik Analisis Data

41

Untuk mengkaji hipotesis penelitian yang diajukann, digunakan teknik


analisis Koefisien Korelasi Spearman. Digunakan teknik tersebut mengingat
variabel-variabel peneliti mempunyai skala pengukuran ordinal.
Berdasarkan pendapat Siegel (1999:250) Korelasi Spearman sendiri
mempunyai fungsi, yaitu Ukuran asosiasi yang menuntut kedua varibel diukur
sekurang-kurnagnya dalam skala ordinal sehingga obyek-obyek atau individu
yang dipelajari dapat ranking dalam dua rangkaian. Dengan hipotesis statistik
sebagai berikut :
Ho: p 0

tidak terdapat pengaruh yang positif antara koordinasi terhadap


efektifitas pengembangan koordinasi kepala desa terhadap
efeksivitas pengembangan badan usaha milik desa Cigentur

H1 : p = 0

Kabupaten Bandung
Terdalpat pengaruh yang positif dan signifikan yang positif
antara koordinasi terhadap efektifitas pengembangan koordinasi
kepala desa terhadap efeksivitas pengembangan badan usaha
milik desa Cigentur.

Dengan syarat :
thitung > t tabel = Ho ditolak dan H1 diterima
thitung > t tabel = Ho diterima dan H1 ditolak
analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden
atau sumber data lain terkumpul. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan ordinal yang bertujuan mencari hubungan varibel X dengan
varibel Y. sedangkan untuk menganalisa data, peneliti menggunakan
statistic non parametris, yaitu statistic yang digunakan untuk menguji
hipotesis bila datanya berbentuk nominal dan ordinal dan tidak

42

berlandaskan asumsi bahwa distribusi data harus normal (Sugiyono,


2005:248).
Jika data analisi tidak memiliki rank kembadr atau rank kembar
hanya sedikit yang sama (<20%), maka digunakan persamaan :
n

6 di 2
r s=1

1=1
3

N N

Dimana :
rs

= Koefisien Korelasi Rank Spearman

di

= Selisih Rank x dengan Rank y

= Jumlah Sampel

Jika data yang dianalisis memiliki rank kembar yang cukup banyak, maka
menggunakan rumus :
2
2
y + di

x +
2
2
2 x y

rs=

Keterangan :
rs

= korelasi rank spearman

x2

= jumlah ranking yang sama pada x

y2

= jumlah ranking yang sama pada y

di2

= jumlah hasil pengurangan antara ranking yang terdapat pada

variabel x
dengan variabel y

43

Untuk mencari jumlah ranking yang sama pada x dan y,


menggunakan rumus :

x 2=

n3n
t 3t
Txdan Tx=
12
12

y 2=

n3 n
t 3 t
Txdan Tx=
12
12

Keterangan :
Tx

= Faktor koreksi pada x

Ty

= Faktor koreksi pada y

= Data kembar pada x dan y

Karena subyek peneliti merupakan sampel besar dimana N lebih


besar dan 10, maka digunakan rumus untuk menguji signifikan tidaknya
rumus ini berdistribusi student db=N-2, yaitu :
t=rs

N2
1rs 2

Dimana :
t

= t hitung

= Jumlah Sampel

= koefisien korelasi Rank Spearman

Untuk dapat mengetahui kuat tidaknya pengaruh variabel X dan Y, maka


digunakan pedkoman interpretasi koefisien pengaruh dalam tabel 1.4. berikut :

44

Tabel 3.2
Pedoman Interpretasi Koefisien Pengaruh
Interval Koefisien
0,00 0,199
0,02 0,399
0,40 0,599
0,60 0,799
0,80 1,00

Tingkat Pengaruh
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat

Selanjutnya untuk mengetahui kontribusi pengaruh variabel (X)


terhadap varibael (Y) digunakan rumus koefisien determinasi atau
didsebut koefisien penentu sebagaimana dinyakatan oleh Sugiyono
(2002:216) sebagai berikut :
KD = r2 x m100%
Keterangan :
KD
= Koefisien Determinasi
r
= Koefisien Korelasi
Langkah-langkah dalam perhitungan adalah sebagai berikut :
-

Tiap angket responden diberi nomer


Menyusun responden pertama sampai akhir
Menyusun skor variabel X dan menyusun skor variabel Y
Mencari selisih ranking (di), mengkuadratkan hasil di (di2)
menjumlahkan di ( di) dan
Mencari besarnya pengaruh (rs)
Tingkatkan keyakinan yang digunakan sebesar 95% atau X (tara
nyata), 0,05, artinya tingkat kepercayaan 95% atau apabila terjadi
kekeliruan atau kesalahan toleransi yang dapat diterima hanya sampai 5%
atau 0,05%

45

DAFTAR PUSTAKA

Moleljarto,T.1987.Politik Pembangunan : Sebuah analisis konsep,Arah dan


Strategi.Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Umbara,Citra.2014.Undang Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa.Bandung :
Tachjan.2006.Implementasi kebijakan publik.Bandung:AIPI hal.59
Grafika,Sinar.2014.Undang Undang Pemda : UU RI NO.23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.Edisi ke 2 Jakarta:PT Kalola printing
Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:PT.
Rineka Cipta.
Rozali Abdulllah. 2002. Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Isu Federalisme
Sebagai Suatu Alternatif. Jakarta:Rajawali Pers.
Suryaningrat, Bayu. 1976. Pemerintah dan Administrasi Desa. Bandung:PT.
Mekar Jaya.
Widjaja. 2002. Pemerintahan Desa/Marga Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Widjaj 2002. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada.
Widjaj. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh.
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Daerah No. 36 Tahun 2000 Tentang Sumber Pendapatan dan
Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya.

38

Handayaningrat, Soewarno (1985). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan


Managemen. Cetakan Keenam. Jakarta: PT Gunung Agung.
Handoko, T. Hani (2003), Manajemen. Edisi Kedua. Cetakan Kedelapanbelas.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu S.P. (2007), Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Edisi
Revisi. Cetakan Keenam. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai