Anda di halaman 1dari 12

ASKEP GADAR DENGAN KRISIS HIPERTENSI

A. KONSEP TEORI
1. Pendahuluan
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang
dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga
mereka cenderung untuk menjadi krisis hipertensi karena tidak menghindari dan tidak
mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial.Saat ini penyakit
degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia
Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992
menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai
penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor
satu. Penyakit tersebut timbul karena berbagai factor risiko seperti kebiasaan
merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes melitus, obesitas, usia lanjut dan riwayat
keluarga. Dari factor risiko diatas yang sangat erat kaitannya dengan gizi adalah
hipertensi, obesitas, displidemia, dan diabetes mellitus.
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini
telah menjadi masalah utama dalam kesehatan mesyarakat yang ada di Indonesia
maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan
kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta
kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi
ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk
saat ini.
Pembagian hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah sudah disepakati
oleh WHO-ISH Guidelines Committee untuk mengadopsi batasan dan klasifikasi The
Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VI).
Sebagian besar pasien hipertensi tergolong pasien hipertensi derajat 1 (ringan)
dan derajat 2 (sedang) dan hanya sebagian kecil yang tergolong derajat 3
(berat).Sebagian besar pasien hipertensi dengan pengobatan yang efektif selama

bertahun-tahun umumnya asimtomatik. Pada sebagian kecil pasien hipertensi dapat


terjadi krisis hipertensi.
Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok
tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu yang
relatif pendek. Selain itu, dalam penatalaksanaan, yang lebih penting daripada
tingginya tekanan darah adalah adanya tanda kerusakan akut organ target.Dengan
pemakaian obat antihipertensi baru yang bekerja jangka panjang dengan efek samping
yang minimal, jumlah pasien krisis hipertensi menjadi lebih sedikit, dengan angka
prevalensi sekitar 1% pada pasien hipertensi. Hal ini berbeda sekali jika dibandingkan
dengan era sebelum dipakai obat antihipertensi baru dengan insidens hipertensi
maligna sekitar 7% pada pasien hipertensi yang tidak diobati.Sebagian pasien krisis
hipertensi datang dalam keadaan gawat sehingga perlu dikenali dan ditangani secara
khusus. Penanganan yang dianjurkan oleh para ahli tidak selalu sama dan dipengaruhi
oleh pengalamannya dengan obat antihipertensi tertentu yang lebih banyak daripada
obat lain. Ketersediaan obat antihipertensi parenteral di suatu negara juga merupakan
faktor penting dalam cara penanggulangan yang dilakukan.
2. Definisi
Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana
diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam
batas normal), untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ. ( Mansjoer:522 ).
Kedaruratan hipertesi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak
terkontrol atau mereka yang tiba-tiba menghentikan penobatan. (Brunner &
Suddarth:908).
Kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang
disertai disfungsi akut organ target.
Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok
tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu yang
relative pendek.
Jadi kedaruratan hipertensi adalah kondisi penderita hipertensi yang tidak
terkontrol sehingga diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera.
3. Etiologi
a. Meminum obat antihipertensi tidak teratur
b. Stress

c.
d.
e.
f.

Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral


Obesitas
Merokok
Minum alkohol (http:// mirzastory.com_KrisisHipertensi.html)

4.
a.
b.
c.

Manifestasi Klinis
Sakit Kepala Hebat
nyeri dada peningkatan tekanan vena
shock / Pingsan
Tanda umum adalah:

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sakit kepala hebat


nyeri dada
pingsan
tachikardia > 100/menit
tachipnoe > 20/menit
Muka pucat

5. Patofisiologi
Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat
antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum
alkohol. Karena ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat antihipertensi
menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang
terserang hipertensi yang semakin berat ( Krisis hipertensi ).
Stres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga dapat menyebabkan
vasokontriksi sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung
hormon estrogen serta progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah
meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau
tekanan darah semakin meningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Apabila menuju ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang
menyebabkan pembuluh darah serebral sehingga O2 di otak menurun dan trombosis
perdarahan serebri yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai
darah menurun dan terjadi iskemik yang menyebabkan gangguan perfusi tonus dan
berakibat kelemahan anggota gerak sehingga terjadi gangguan mobilitas fisik,
sedangkan akibat dari penurunan O2 di otak akan terjadi gangguan perfusi jaringan.
Dan bila di pembuluh darah koroner ( jantung ) menyebabkan miokardium
miskin O2 sehingga penurunan O2 miokardium dan terjadi penurunan kontraktilitas
yang berakibat penurunan COP.
Paru-paru juga akan terjadi peningkatan volum darah paru yang menyababkan
penurunan ekspansi paru sehingga terjadi dipsnea dan penurunan oksigenasi yang
menyebabkan kelemahan.

Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi
diplopia bisa menyebabkan injury.
6. Komplikasi
a. Iskemia atau Infark Miokard
Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang
atau sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang
diberikan secara intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer dan
memperbaiki perfusi koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol.
b. Gagal Jantung Kongestif
Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan
gagal jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen,
morfin, dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan
afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan
c.

obat pilihan yang lain.


Diseksi Aorta Akut
Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah
yang mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk
menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan
darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal
tidak menimbulkan hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator seperti
nitroprusid yang diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat

pilihan yang lain.


d. Insufisiensi Ginjal
Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan
darah yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat
disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi
renin yang tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan
resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium
seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
e. Eklampsia
Pada eklampsia dijumpai hipertensi, edema, proteinuria, dan kejang pada
kehamilan setelah 20 minggu. Penatalaksanaan definitif adalah dengan melahirkan
bayi atau mengeluarkan janin. Hidralazin digunakan untuk menurunkan tekanan darah
karena tidak mengganggu aliran darah uterus. Labetalol juga dapat dipakai pada
f.

keadaan ini.
Krisis Katekolamin

Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain.


Pada intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard.
Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga
terbukti efektif.
7.
a.
b.
c.
d.
e.

Pemeriksaan Diagnostik
Elektrokardio
Urinalisa
USG
CT scan
Rongsen

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat, sekitar
25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa menit atau
jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya
penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan
dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan
sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat
antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan
respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan
pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat antihipertensi
oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral sampai
dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat dilakukan
dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi,
kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi organ
target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat pasien

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

berobat jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
Natrium Nitropusida
Nikardipin hidroklorida
Nitrogliserin
Enaraplirat
Hidralazin Hidroklorida
Diazoksid
Labatalol Hidroklorida

8) Fentolamin ( Mansjoer:522 )
Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek samping
segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki efek vasodilatasi
segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga banyak digunakan pada awal klinis.
Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik.
Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler pasien penting
dilakukan selama penanganan dengan obat ini.
Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan
tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal. ( Brunner &
Suddarth:908 )
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang
femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk
menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnese
singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab krisis hipertensi, singkirkan
penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ
sasaran. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang
menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam
pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ).
Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan
dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini
harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal :
dissecting anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam
c.

satu atau dua minggu.


Diet sehat penderita krisis hipertensi
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan empat
cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah
serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary Approach
to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu yang lengkap.
Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi

seimbang terdiri atas buah-buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit
lemak, ikan, daging unggas, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan
tergantung pada jumlah kalori yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya.
Jumlah kalori tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet
DASH untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang dibagi
dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam).
BAHAN MAKANAN
Karbohidrat
Lauk hewani
Lauk nabati
Sayuran
Buah buahan
Susu / yoghurt

PORSI SEHARI
3 5 piring
1 2 potong
2 3 potong
4 5 mangkuk
4 5 buah/potong
2 3 gelas

UKURAN PORSI
Kecil
Sedang
Sedang
Sedang

Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah
lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6
11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk mengatasi
hipertensi adalah pisang. Sementara dari golongan sayuran adalah sayuran hijau,
seledri, dan bawang putih. Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh
penderita hipertensi adalah daging kambing dan durian.
d. Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang
lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110
mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial blood
pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada strok
iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330
mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ,
penurunan dapat dilanjutkan dalam 12 16 jam selanjutnya sampai mendekati
normal. Penurunan tekanan darah hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam
dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.
B.
1.
a.
1)
2)

ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS HIPERTENSI


Pengkajian
Identitas
Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama,
Bangsa dan hubungan dengan pasien.

b. Pengkajian Primer
1)

2)

3)

4)

5)

Airway

Kaji :
Bersihan jalan nafas
Adanya/ tidaknya jalan nafas
Distres pernafasan
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
Breathing
Kaji :
Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
Suara nafas melalui hidung atau mulut
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
Circulation
Kaji :
Denyut nadi karotis
Tekanan darah
Warna kulit, kelembapan kulit
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
Disability
Kaji :
Tingkat kesadaran
Gerakan ekstremitas
GCS ( Glasgow Coma Scale )
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
Eksposure

Kaji :
Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 )
c. Dasar Data Pengkajian
1)

Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton


Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
2)

Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu

dingin
3) Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress
multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara

4)

Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

5)

Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

6)

Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,

gangguan penglihatan, episode epistaksis


Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
7)
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen
8)

Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis

9)

Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan


Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10)
Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone. (Dongoes
Marilynn E, 2000)
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun
Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokrdium
Resiko injury berhubungan dengan diplopia
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun
Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat diatasi
Kriteria hasil :
Fungsi sensori dan motorik membaik
Mampu mempertahankan tingkat
Intervensi :

1) Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya


R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan
2)
3)
4)
5)

adanya peningkatan TIK


Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
Pantau status neurologis secara teratur
R : Mencegah/menurunkan atelektasis
Dorong latihan kaki aktif/ pasif
R : Menurunkan statis vena
Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin
R : Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat menyebabkan penurunan

volume sirkulasi
6) Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin
R : Menurunkan resiko trombofeblitis
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas
Kriteria hasil : Memperhatikan pola napas normal/efektif, bebas sianosis dengan GDA
dalam batas normal pasien
Intervensi :
1) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara suara
tambahan yg tidak normal
R : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
2) Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan pernapasan
R : Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak.
3) Berikan oksigen sesuai indikasi
R : Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan.
4) Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien sadar
R : Mencegah/menurunkan atelektasis
5) Kaji TTV tiap hari
R : Mengetahui perubahan status kesehatan
c.

Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokrdium


Tujuan : Menurunkan beban kerja jantung
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentan yang dapat diterima
Intervensi :

1) Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya


R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan
adanya peningkatan TIK
2) Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana

R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.


3) Catat keberadaan denyutan sentral dan perifer
R : Denyutan karotis, jugularis, radialis, femoralis mungkin menurun mencerminkan
efek vasokontriksi.
4) Auskultasi tonus jantung
R : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat
5) Amati warna kulit, kelembapan suhu dan masa pengisian kapiler
R : Adanya pucat, dingin, kulit lembap dan masa pengisian kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi atau penurunan
COP
6) Berikan obat-obat sesuai indikasi, misal : deuretik tiyazid
R : Tiyazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk
menurunkan tekanan darah.
d. Resiko injury berhubungan dengan diplopia
Tujuan : Resiko injuri berkurang
Kriteria hasil : Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh
Intervensi :
1) Atur posisi pasien agar aman.
R : Menurunkan resiko injuri
2) Pertahankan tirah baring secara ketat
R : Pasien mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk bergerak
3) Atur kepala taruh diatas daerah yang empuk ( lunak )
R : Menurunkan resiko trauma secara fisik
e.

1)
2)
3)
4)

Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak


Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi optimal
Kriteria hasil : Dapat melakukan aktifitas mandiri
Intervensi :
Kaji derajat emobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
R : Pasien mampu mandiri ataukah masih membutuhkan orang lain untuk aktivitas
Pertahankan kesejajaran tubuh
R : Untuk membantu mencegah footdrop
Bantu pasien dengan program latihan menggunakan alat mobilisasi
R : Proses penyembuhan yang lambat sering menvertai trauma
Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional
R : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional

f.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap aktifitas, parhatikan frekuensi nadi, dispnea atai nyeri
dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing atau pingsan

R : Menyebutkan parameter membantu dlam mengkaji respons fisiologi terhadap


stres aktifitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan
dengan tingkat aktifitas
2) Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
R : Tehnik menghemat energi mengurangi penggunaan energi juga membantu
3)

keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R : Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba tiba.
Memberikan bentuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam
melakukan aktifitas. ( Doengoes, Marlynn E. 2002. )

Anda mungkin juga menyukai