Makalah Atresia Ani 1
Makalah Atresia Ani 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul
sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih
banyak ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga
menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus
imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada
perempuan (Alpers, 2006).
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan
penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50%
dari tahun 2007-2009. Menyikapi kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit
atresia ani, maka penulis mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan
pada pasien dengan atresia ani.
BAB II
ISI
A. Definisi dan Anatomi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar (Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana
rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi
gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Jadi menurut
kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus
tidakmempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti
saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum. Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
B. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan
rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter
internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi
bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang
mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan
pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan
kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi
rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya.
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,
jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.
C. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu:
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi,
maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi
dan
b.
tidak
terdapat
hubungan
dengan
normal
saluran genitourinarius.
Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c.
Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi
2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki golongan I
dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar
dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urin mengandung mekonium maka fistel ke vesikaurinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia
rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak
ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi
tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara
fistel terdapat divulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.
Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka
tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok
dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram.
Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada
5
wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal
biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1
cm dari kulit pada invertogram, perlu juga dilakukan pembedahan.
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus
segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara <
1cm dari kulit dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi
tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan.
Berkaitan dengan sindrom down. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Terdapat tiga macam letak :
1. Tinggi (supralevator) : Rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel kesaluran kencing atau saluran
genital.
2. Intermediate : Rectum
terletak
pada
m.levator
ani
tapi
tidak
menembusnya.
3. Rendah : Rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rectum paling jauh 1 cm.
E. Pathway
Gangguan
Pertumbuhan
Pembentukan Anus
Dari Tonjolan
Embrionik
ATRESIA
ANI
Vistel
Rektovagi
nal
Feces
Tidak
Keluar
Feces
Masuk
Uretra
Feces Menumpuk
Peningkatan
Tekanan Intra
Abdomen
Operasi:
Anoplasti
Colostomi
Penumpukan
Sisa
Metabolisme
Mual,
Muntah
Resti Nutrisi
Kurang Dari
Kebutuhan
Perubaha
n
Defekasi
Pengeluara
n Tidak
Terkontrol
Reabsorbsi Sisa
Metabolisme oleh
Tubuh
Trauma
Jaringan
Gangguan
Rasa
Nyaman
Nyeri
Mikroorganisme
Masuk Saluran
Kemih
Dysuria
Ganggua
n
Eliminasi
BAK
Resti
Infeksi
Ganggua
n
Kecemas
an
Nyeri
Iritasi
Mukosa
Resti
Kerusakan
Integritas
Kulit
Gangguan
Rasa
Nyaman
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal
dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi, 2001). Gejala lain yang nampak diketahui
adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan
intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat
menonjol (Adele,1996).
Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga merupakan salah
satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena
cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. USG terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
H. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Medis
a.
b. Colostomi sementara
BAB III
ASKEP TEORI
3.1 Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah
pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan.
Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori
yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon.
a. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi:
1) Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
2) Pola nutrisi Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan
atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu
oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
3) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari
produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada
anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley &
Wong, 1996).
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada
luka inisisi.
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka
jahitan operasi (Doenges, 1993).
9
c. Diagnosa Keperawatan
Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan
diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang
spesifik. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani
yaitu:
d. Intervensi Keperawatan
Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut :
11
Tujuan
Kriteria hasil
terbentuknya tinja, tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.
Intervensi :
a)
b)
Kriteria hasil
Intervensi :
a) Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.
b) Kaji kesukaan makanan anak.
c) Beri makan sedikit tapi sering.
d) Pantau berat badan secara periodik.
e) Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk
anak untuk makan.
f) Beri perawatan mulut sebelum makan.
g) Berikan isirahat yang adekuat.
h) Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan
kalori sesuai program diit.
3) Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi
(Suriadi, 2001 : 159).
Tujuan
pengkajian.
Kriteria hasil
Intervensi :
a. Kaji area stoma.
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada
area stoma.
c. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.
d. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar
1/8 dari ukuran stoma.
e. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges, 1993).
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi :
a)
Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis
atau perawatan.
b)
c)
d)
e)
Kriteria hasil
e. Implementasi
Adalah tahap pelaksanaan atau implementasi terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah dibuat atau ditetapkan untuk perawat bersama klien ataupun
tenaga kesehatan lainnya guna mengatasi masalah kesehatan klien. Pelaksanaan
13
dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah divalidasi sesuai dengan
kebutuhan klien.
f. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah tahap pelaksanaan tidakan
keperawatan dengan tujuan dan criteria hasil yang diharapkan dalam tahap
perrencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam mengevaluasi atau menentukan
sejauh mana tujuan tersebut tercapai, diantaranya adalah :
1. Tujuan tercapai
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar (Walley, 1996). Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada
sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Secara fungsional, atresia ani dibagi
menjadi 2 yaitu tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dan tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap abdomen, CT Scan dan
Pemeriksaan fisik rektum. Penatalaksanaan Medis yang sering dilakukan pada pasien
atresia ani yaitu pada Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang
disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital dan Colostomi
sementara.
3.2 Saran
Sebagai seorang perawat yang professional, maka seharusnya kita bisa melakukan
pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir terutama pada anggota badan yang rentan
mengalami kelainan kongenital seperti anus. Hal yang harus dilakukan adalah bayi
dilakukan colok dubur untuk mengetahui apakah bayi mempunyai anus atau tidak. Lalu
dianjurkan bayi untuk menginap di klinik atau RS dalam waktu 24 jam untuk mengetahui
apakah bayi sudah mengeluarkan mekonium atau tidak, kalau dalam jangka waktu
tersebut bayi sudah mengeluarkan mekonium maka bayi tidak mengalami kelainan.
Untuk ibu bayi yang mengalami atresia ani sebaiknya bias berkolaborasi dengan tim
medis dalam melakukan perawatan bayinya tersebut. Bayi terkadang dilakukan
pembedahan kolostomi dan harus dirawat secara ekstra agar kolostomi tersebut tidak
mengalami infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
15
16