Anda di halaman 1dari 10

LO. 2.

Memahami dan menjelaskan Hipoksia


LI.2.1 Definisi Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 di tingkat jaringan. Secara umum hipoksia dapat di
bagi menjadi 4 macam jenis.
LI. 1.2 Etilogi Hipoksia
Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya selsel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu.
Hipoksia dapat disebabkan karena:(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena
keadaan ekstrinsik, bisa karena kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena
hipoventilasi (gangguan syaraf otot), (2) penyakit paru, hipoventilasi karena
peningkatan tahanan saluran napas atau compliance paru menurun. Rasio ventilasi
perfusi tidak sama (termasuk peningkatan ruang rugi fisiologik dan shunt
fisiologik). Berkurangnya membran difusi respirasi, (3) shunt vena ke arteri (shunt
dari kanan ke kiri pada jaringan), (4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak
memedai (inadekuat). Hal ini terjadi pada anemia, penurunan sirekulasi umum,
penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral, pembuluh darah jantung), edem
jaringan, (5) pemakaian oksigen yang tidak memedai pada jaringan, misal pada
keracunan enzim sel, kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin B. 1
LO.2. 3 Klasifikasi Hipoksia
1. Hipoksia hipoksik, yaitu bila PO2 darah arteri berkurang.
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah
ketinggian dan merupakan penyulit pada pneumonia serta berbagai penyakit
pernapasan lainnya.
Gejala Hipoksia saat bernapas dengan udara biasa
Ada berbagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan toleransi pada
ketinggian (aklimatisasi),yang bekerja pada waktu tertentu. Namun pada
subjek yang tidak teraklimatisasi, gejala mental speperti iritabi;itas, muncul
pada ketinggian 3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia menjadi
berat dan pada ketinggian di atas 6100 m (20.000 kaki), kesadaran umumnya
hilang.

Gejala Hipoksia saat bernapas dengan oksigen


Jika bernapas dengan 100 % O2, faktor pembatas pada toleransi terhadap
ketinggian adalah tekanan atmosfer total.
Tekanan parsial di dalam alveolus untuk uap air bersifat tetap pada 47 mm
Hg,dan tekanan parsial tersebut unutk CO2 normalnya adalah 40 mmHg
sehingga tekanan barometer terendah yang memungkinkan tercapainya PO 2
alveolus sebesar 100 mmHg , diperkirakan sekitar 187 mmHg, yaitu tekanan
pada ketinggian sekitar 10.400 m (34.000 kaki). Di atas ketinggian ini,
peningkatan vebtilasi akibat rendahnya PO 2 alveolus akan sedikit
menurunkan Pco2 alveolus, tetapi pada ketinggian 13.700 m dengan tekanan
barometer lingkungan sebesar 100 mmHg, PO 2 alveolus maksimum yang
dapat dipertahankan saat benapas dengan 100% O2 adalah sekitar 20 mmHg.
Pada ketinggian 14.000 m, kesadaran akan hilang meskipun diberikan 100%
O2. Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer mencapai 47 mmHg, dan
pada tekanan ini atau pada tekanan yang lebih rendah, cairan tubuh akan
mendidih pada suhu tubuh. Namun titik didih ini berdasarkan pemikiran
akademis.
Efek Lambat akibat ketinggian
Saat pertama kali sampai di daerah ketinggian, banyak individu mengalami
mabuk pengunungan sementara. Sindro ini timbul 8-24 jam setelah
mencapai ketinggian dan berlangsung 8-24 jam setelah mencapai ketinggian
dan berlangsung 4.8 hari. Keadaan ini ditandai dengan nyeri kepala,
iritabilitas, insomnia, sesak napas, mmual dan muntah. Penyebabnye belum
dipastikan, namun tampaknya berkaitan dengan edema serebri. PO 2 yang
rendah di daerah ketinggian meneybabkan dilatasi arteriol, dan bila
autoregulasi serebrum tidak sanggup mengkompensasi, terjadi peningkatan
tekanan kapiler yang memacu transdusi cairan ke dalam jaringan otak.
Penyakit akibat ketinggian tidak saja mencakup mabuk pengunungan tetapi
juga dua sindrom yang lebih serius dan menjadi penyulitnya yaitu edema
otak akibat ketinggian dan edema paru akibat ketinggian.
Semua bentuk penyakit akibat ketinggian akan berkurang jika pasien turun
keketinggian yang lebih rendah dan berkurang dengan pemberian diuretic
asetazolamid.

Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik


Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan
organ pertukaran gas, yaitu penyakit seperti kelainan jantung congenital
dengan sebagian besar perpindahan darah sirkulasi vena ke sisi arterial, dan
penyakit dengan kegagalan pompa pernapaasan.
2. Hipoksia anemik, yaitu bila PO2 darah arteri normal namun jumlah
hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut O2 berkurang.
Saat istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat karena terdapat
peningkatan kadar 2,3-BPG di dalam sel darah merah, kecuali bila defisiensi
hemoglobin sangat besar. Pada penderita anema akan mengalami kesulitan
cukup besar sewaktu melakukan kegiatan fisik karena adanya keterbatasan
kemampuan untuk meningkatkan pengangkatan O2 ke jaringan aktif.
3. Hipoksia Stagnan yaitu, bila aliran darah ke jaringan sangat rendah sehingga
O2 yang dihantarkan ke jaringan tidak cukup, meskipun PO 2 dan konsentrasi
hemoglobin normal.
Hipoksia akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti
ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak
mengalami kerusakan akibat hipoksia satgnan pada gagal jantung kongestif.
Pada keadaan normal, aliran darah ke paru sangat besar, dan dibutuhkan
hipotensi jangka panjang untuk menimbulkan kerusakan yang berarti.
4. Hipoksia Histotoksik yaitu, bila jumlah O2 yang di hantarkan ke jaringan
memadai, namun oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tak
mampu menggunakan O2 yang diberikan.
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling
sering disebabkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom
oksidase dan mungkin beberapa enzim lainnya.
Pengaruh Hipoksia terhadap sel
Hipoksia menyebabkan pembentukan faktor transkripsi (hypoxia-inducible factors;
HIF). Faktor ini terdiri atas subunit dan . Pada jaringan yang mendapat
oksigenasi normal, subunit cepat mengalami ubikuitinisasi dan dihancurkan.

Namun, di sel yang hipoksik, faktor mengalami dimerisasi bersama faktor , dan
dimer ini mengaktifkan gen yang menghasilkan angiogenik dan eritroprotein.
Sianosis
Hemoglobin tereduksi mempunyai warna gelap, dan bila konsentrasi hemoglobin
tereduksi di dalam darah kapiler lebih besar dari 5 gr/ dL, jaringan akan terlihat
biru-kehitaman yang di sebut sianosis. Timbulnya hal ini bergantung pada jumlah
total hemoglobin dalam darah, derajat hemoglobin yang tersaturasi, dan keadaan
sirkulasi kapiler.
Sianosis tidak tampak pada hipoksia anemic karena kandungan hemoglobin total
yang rendah, atau pada hipoksia histotoksik, karena kandungan gas darah masih
normal.
Terapi Oksigen
Pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen memiliki arti yang sangat
terbatas pada hipoksia stagnan, anemic, dan histotoksik karena yang dapat dicapai
melalui cara ini hanyalah peningkatan jumlah O2 yang larut dalam darah arteri. Hal
ini juga berlaku nagi hipoksia hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah vena yang
tidak teroksigenasi melewati paru. Pada bentuk hipoksia lainnya, pemberian O 2
sangat bermanfaat. Regimen pengobatan yang menyalurkan kurang dari 100% O 2
bermanfaat baik secara akut maupun kronis, dan pemberian O 2 selama 25 jam per
hari selama 2 tahun dengan cara ini telah terbukti secara signifikan menurunkan
angka kematian pada penyakit paru obstruktif.
LI. 2.4 Diagnosis
Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong di lakukannya
analisis gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SaO 2) kurang dari
90% yang biasanya sesuai dengan tegangan oksigen arterial (PaO 2) kurang dari 60
mmHg sangat mengganggu oksigenasi CO 2 arterial (PaCO2) hingga lebih dari 45-50
mmHg mengandung arti bahwa ventilasi alveolar sangat terganggu. Kegagalan
pernapsan terjadi karena PaCO2 kurang dari 60mmHg pada udara ruangan, atau pH
kurang dari 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari 50mmHg. Dimana daya
penyampaian oksigen ke jaringan tergantung pada: (1) sistem pernapasan yang

utuh yang akan memberikan oksigen untuk menjenuhi hemoglobin, (2) kadar
hemoglobin, (3) curah jantung dan microvascular, (4) mekanisme pelepasan
oksihemoglobin.9

LI. 2.5 Patofisiologi


Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi,
penderita trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot
termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang
maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga
menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi
lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman
terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia
oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah
menurun atau hilang.8
Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi.
Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh: (1) ketimpangan antara ventilasi dan
perfusi. (2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri. (3) tegangan oksigen
vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah yang
mengandung oksigen rendah. (4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.
(5) hipoventilasi alveoler. Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO 2 meninggi dan
pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila minut ventilation berkurang
secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan
kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak
berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi
/kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma
tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan
ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi
seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang
berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang dangkal dan cepat
yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans
respirasi (pernapasan dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal
paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat menunjukan
asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas. 9

Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu
langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap
bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus
dicari penyebab lain.penyebab lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik
ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume
udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang
kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf
yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan
intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila
disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan
menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi
dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan
di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-45 mmHg),
ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N:
95-100%).8
LI.2.6 Penatalaksanaan
Penilaian dari pengelolaan jalan napas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan
cermat. Tindakan ditujukan untuk membuka jalan napas dan menjaga agar jalan
napas tetap bebas dan waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat jalan
napas.Penyebab sumbatan jalan napas yang tersering adalah lidah dan epiglotis,
muntahan, darah, sekret, benda asing, trauma daerah maksilofasial. Pada penderita
yang mengalami penurunan kesadaran maka lidah akan jatuh ke belakang
menyumbat hipofarings atau epiglotis jatuh kebelakang menutup rima glotidis.
Dalam keadaan seperti ini, pembebasan jalan napas dapat dilakukan tanpa alat
maupun dengan menggunakan jalan napas buatan. Membuka jalan napas tanpa
alat dilakukan dengan cara Chin lift yaitu dengan empat jari salah satu tangan
diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas dagu, kemudian secara hati-hati dagu
diangkat ke depan. Bila perlu ibu jari dipergunakan untuk membuka mulut/bibir atau
dikaitkan pada gigi seri bagian bawah untuk mengangkat rahang bawah. Manuver
Chin lift ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Cara Jaw Thrust
yaitu dengan mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-

jari kedua tangan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas,
kedua ibu jari membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada kedua
pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala. Tindakan jaw thrust buka
mulut dan head tilt disebut airway manuver.8
Jalan napas orofaringeal. Alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga
menahan lidah tidak jatuh menutup hipofarings. Jalan napas nasofaringeal. Alat di
pasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan
jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring. Untuk sumbatan yang
berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapat dilakukan dengan
menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap yang
sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip.
Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip
sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakheal atau trakheostomi
menggunakan yang soft catheter tip. Jangan menggunakan soft catheter tip lewat
lubang hidung pad penderita yang den gan fraktur lamina cribosa karena dapat
menembus masuk rongga otak. Harus diperhatikan tata cara penghisapan agar
tidak mendapatkan komplikasi yang dapat fatal. Benda asing misalnya daging atau
patahan gigi dapat dibersihkan secara manual dengan jari-jari. Bila terjadi tersedak
umumnya nyantoldidaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows,
abdominal thrust.

LO 1. Sirkulasi Oksigen dan Sirkulasi Hemoglobin


LI. 1.1 Definisi
Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan system kardiovaskular.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantungan pada jumlah O 2 yang
masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas di paru dan adekuat, aliran darah
yang menuju jaringan, dan kapasitas darah untuk mengangkut O 2. Jumlah O2 dalam
darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah, dan
afinitas hemoglobin terhadap O2.
Hemoglobin adalah proten yang dibentuk dari empat subunit, masing-masing
mengandung gugus yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada orang
dewasa normal, sebagaian besar molekul hemoglobin mengandung dua rantai

dan dua rantai . Hem adalah suatu kompleks yang dibentuk dari satu porfirin dan
satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu
molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero sehingga
reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi.
LI. 1.2 Struktur dan Fungsi
Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai :
Hb + O2

Hb O2. Karena setiap molekul hemoglobin mengandung 4 unit Hb,

molekul ini dinyatakan sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi dengan 4
molekul O2 membentuk Hb4O8.
Hb4 + O2

Hb4 O8

Hb4O4 + O2

Hb4 O6

Hb4O2+ O2

Hb4 O4

Hb4O6+ O2

Hb4 O8

Struktur hemoglobin kuartener hemoglobin menentukan afinitasnya terhadap O 2.


Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan unit globin terlepas sehingga
terbentuk konfigurasi relaxed (R, rileks) yang memaparkan lebih banyak tempat
pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatak afinitas terhadap O 2 sebesar 500
kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O 2.
Bila darah dikembangkan dengan kandungan O 2 100% (PO2=760 mmHg),
hemoglobin normal akan tersaturasi 100%. Pada keadaan tersaturasi penuh, setiap
gram hemoglobin normal mengandung 1,39 mL O 2. namun, di dalam darah
umumnya terdapat sejumlah kecil derivate hemoglobin yang inaktif, dan nilai yang
diperoleh in vivo umumnya lebih rendah. Nilai yang lazim di peroleh 1.34 mL O 2.
Faktor yang memengaruhi Afinitas Hemoglobin Terhadap Oksigen
Terdapat 3 keadaan penting yang memengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen
: pH, suhu,dan kadar 2,3-bifosfogliserat (BPG ; 2,3-BPG). Jika kurva bergeser ke
kanan, PO2 yang lebih tinggi diperlukan agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah
O2. Sebaliknya penurunan suhu atau peningkatan pH menggeser kurva ke kiri,
dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah O2. Indeks yang tepat
untuk pergeseran tersebut adalah P 50, yaitu nilai PO2 ketika hemoglobin tersaturasi
50% O2. Makin tinggi nilai P50, makin rendah afinitas hemoglobin terhadap O 2.

http://bali-community.blogspot.com/2008/05/manfaat-olahraga-bagi-kita.html
http://drdjebrut.wordpress.com/2010/06/23/pemeriksaan-darah-lengkap/
http://www.pantaibethanycare.com/general-medical-check-up.html
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/HalalBihalal1.html

Anda mungkin juga menyukai