Anda di halaman 1dari 4

Nama : Pearly Laurencia

NIM : 04011282227167

Kelas : Gamma 2022 (Beta)

Absen : 42

LAPORAN SKENARIO A BLOK 6

Sintesis

GANGGUAN PERJALANAN OKSIGEN PADA SISTEM RESPIRASI (HIPOKSIA)

Hipoksia adalah penurunan asupan oksigen ke jaringan di bawah kadar fisiologis (tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhkan metabolik) sekalipun perfusi darah ke jaringan memadai. Ini
berarti jikalau perfusi tidak memadai, hipoksia terjadi. Namun, jika hipoksia terjadi, belum tentu
perfusi tidak memadai.

Secara fisiologis, dalam keadaan kadar oksigen yang rendah, tubuh memiliki mekanisme
agar pertukaran gas lingkungan dengan tubuh lebih efisien. Tekanan parsial oksigen alveolar
(PAO2) yang tinggi akan mendilatasi otot polos pada pembuluh darah pulmonaris, dan sebaliknya,
dalam keadaan hipoksia di mana tekanan parsial oksigen rendah, maka pembuluh darah pulmonaris
akan berkonstriksi, yang akan mengakibatkan kurangnya aliran darah di area paru-paru tersebut,
dan aliran darah ini akan teralirkan ke area paru-paru yang memiliki tekanan parsial oksigen yang
lebih tinggi. Kejadian konstriksi pembuluh darah pulmonaris ini disebut dengan hypoxic
vasoconstriction. Hypoxic vasoconstriction ini bertujuan agar pertukaran gas antara alveoli dan
pembuluh darah lebih efisien. Hal ini terjadi karena aliran darah akan lebih banyak menuju
pembuluh darah yang berdilatasi (memiliki tekanan yang lebih rendah), dimana dilatasi ini
disebabkan oleh tekanan parsial oksigen yang tinggi, sehingga darah mendapat lebih banyak
oksigen, sedangkan pada area yang kurang tekanan oksigen, pembuluh darah akan vasokonstriksi
dan menghambat aliran darah ke area tersebut. Mekanisme dan mediator kimiawi yang
mengakibatkan hypoxic vasoconstriciton ini belum diketahui. Namun, selain tekanan parsial
oksigen, tekanan parsial karbon dioksida juga memiliki dampak, yaitu jika tekanan parsial
karbondioksida alveolar tinggi, maka pembuluh darah pulmonarisnya akan berkonstriksi,
menghambat aliran darah ke area tersebut karena tidak terventilasi dengan baik.
Banyak sel dapat melakukan respirasi dengan cara anaerobik, namun, neuron di dalam otak
tidak bisa sehingga membutuhkan suplai oksigen secara konstan untuk dapat berfungsi dengan
normal. Kekurangan oksigen yang parah jika terjadi pada otak maka dapat menyebabkan
ketidaksadaran atau bahkan kematian. Oleh karena itu, penatalaksanaan untuk pasien yang
mengalami hipoksia sangatlah penting. Terdapat empat jenis hipoksia, yaitu :

1. Hipoksia hipoksik

Hipoksia hipoksik terjadi jika tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) sangat rendah
sehingga hemoglobin yang meninggalkan alveolus tidak tersaturasi oleh oksigen. Jenis
hipoksia ini memiliki beberapa penyebab, di antaranya yaitu jika seseorang berada di
ketinggian di mana tekanan oksigen rendah (fisiologis), sehingga PAO2 menurun dan diikuti
oleh penurunan PaO2. Secara patologis, hipoksia hipoksik daapt terjadi karena hipoventilasi,
V/Q yang tidak sesuai (contohnya pada obstruksi saluran pernapasan), kapasitas difusi yang
tidak memadai, atau right-to-left shunting.

2. Hipoksia anemik

Hipoksia anemik terjadi ketika konsentrasi hemoglobin berkurang secara signifikan,


sehingga kadar oksigen yang diangkut dalam darah akan sangat berkurang. Biasanya pasien
dengan hipoksia anemik memiliki tingkat saturasi oksigen yang normal. Terapi oksigen
hiperbarik untuk pasien ini tidak akan efektif dikarenakan sebenarnya semua darah yang
meninggalkan paru-paru sudah tersaturasi oleh oksigen. Pasien tidak akan tampak biru
(sianosis) karena jumlah darah yang terdeoksigenasi tidak akan lebih tinggi dari nomal.

3. Hipoksia stagnan (static hypoxia)

Hipoksia stagnan terjadi jika terdapat aliran darah yang rendah, sehingga suplai
oksigen ke jaringan juga menurun.

4. Hipoksia sitotoksik (hipoksia histotoksik)

Hipoksia sitotoksik terjadi jika sel yang berespirasi tidak dapat menggunakan
oksigen, terutama akibat dari kercaunannya sel-sel dengan enzim oksidatif. Contohnya,
kareacunan sianida.

Hipoksia dapat terjadi salah satunya karena kurangnya laju difusi oksigen antara alveoli dan
pembuluh darah. Faktor yang mengakibatkan rendahnya laju difusi oksigen ini yaitu menebalnya
membran alveolar-kapiler (contohnya pada penyakit fibrosing alveolitis), edema dinding alveolar-
kapiler, lining fluid yang terlalu tinggi di alveoli, jarak difusi gas yang terlalu jauh (contohnya pada
penyakit emfisema), kurangnya luas area membran alveolar-kapiler (contohnya pada penyakit
emfisema), ataupun kurangnya laju pasokan udara ke alveoli, seperti pada kasus asma bronkial.

Analisis Masalah

- Apakah dari semua hasil pemeriksaan fisik tersebut bisa disimpulkan terjadi asma bronkial?

Belum tentu, jika hanya ditinjau dari hasil pemeriksaan fisik, maka diagnosis tidak
dapat langsung diambil karena hasil pemeriksaan fisik memiliki kemungkinan bahwa hasil
normal, bergantung pada umur pasien karena angka untuk hasil pemeriksaan fisik berubah
untuk fase umur pasien.

- Bagaimana suara auskultasi pada sistem respirasi dapat dikatakan tidak normal?
Suara auskultasi pada sistem respirasi dapat dikatakan tidak normal jika ada
wheezing ataupun ronkhi
- Bagaimana hasil pemeriksaan spirometri pada asma bronkial?
TV (Tidal volume) turun, breathing rate naik, IRV(Inspiratory reserve volume) &
ERV(Expiratory reserve volume) turun, FEV1(Forced expiratory volume in 1 second) turun,
FVC(Forced vital capacity) turun tidak signifikan, FEV1(%) turun, sedangkan RV(residual
volume) naik.
DAFTAR PUSTAKA

Hickin, S. (2013) Crash course respiratory system. Edinburgh: Elsevier Mosby.

Hall, J.E., Hall, M.E. and Guyton, A.C. (2021) Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology.
Philadelphia, PA: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai