Pewarnaan Bakteri Andiesta Asriyah-P27834113018
Pewarnaan Bakteri Andiesta Asriyah-P27834113018
: Andiesta Asriyah M. S
NIM
: P27834113018
Prodi
: D4 Analis Kesehatan
Semester : III
PEWARNAAN BAKTERI
Pewarnaan bakteri pada umumnya bertujuan untuk mempermudah dalam pengamatan
morfologi bakteri dengan bantuan mikroskop. Bakteri umumnya tidak berwarna dan hampir
tidak terlihat karena kurang kontras dengan air dimana mereka mungkin berada. Pewarnaan
sangat dibutuhkan untuk melihat bakteri dengan sangat jelas baik untuk pengamatan
intraseluler maupun morfologi keseluruhan.
Pewarnaan terhadap bakteri secara garis besar, dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pewarnaan bakteri hidup
Pewarnaan bakteri hidup dilakukan dengan menggunakan bahan warna yang tidak
toksis tetapi jarang dikerjakan karena bakteri hidup sukar menyerap warna. Pewarnaan
bakteri hidup dilakukan untuk melihat pergerakan bakteri, serta pemeriksaannya dilakukan
dengan menggunakan tetes gantung (hanging drop)
2. Pewarnaan bakteri mati
Pewarnaan terhadap bakteri yang telah dimatikan disebut fixed state. Pewarnaan
bakteri mati bertujuan untuk melihat struktur luar bahkan struktur dalam bakteri, memperjelas
ukuran bakteri dan melihat reaksi bakteri terhadap pewarna yang diberikan sehingga dapat
diketahui sifat-sifat fisik dan kimia dari bakteri tersebut.
Teknik Pewarnaan pada bakteri dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
1.
Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna tunggal.
Pewarna tunggal yang biasanya digunakan dalam pewarnaan sederhana adalah
Methylene Blue, Basic Fuchsin, dan Crystal Violet. Semua pewarna tersebut dapat
bekerja dengan baik pada bakteri karena bersifat basa dan alkalin (komponen
2.
Pewarnaan Negatif
Pewarnaan Negatif adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna asam seperti
Negrosin, Eosin, atau Tinta India sebagai pewarna utama. Pewarnaan negatif dilakukan
pada bakteri yang sukar diwarnai oleh pewarna sederhana seperti spirochaeta. Pewarnaan
negatif bertujuan untuk memberi warna gelap pada latar belakang dan tidak memberi
warna pada sel bakteri. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pewarnaan negatif,
pewarna yang digunakan adalah pewarna asam dan memiliki komponen kromoforik
yang bermuatan negatif, yang juga dimiliki oleh sitoplasma bakteri. Sehingga pewarna
tidak dapat menembus atau berpenetrasi ke dalam sel bakteri karena negatif charge pada
permukaan sel bakteri. Pada pewarnaan negatif ini, sel bakteri terlihat transparan
(tembus pandang).
Berikut ini adalah prosedur pewarnaan negatif :
3.
Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan Diferensial adalah teknik pewarnaan yang dilakukan untuk mengetahui
perebedaan antara sel-sel dari tiap-tiap mikroba. Pewarnaan diferensial menggunakan
dua pewarna atau lebih. Pewarnaan diferensial antara lain meliputi :
a. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram digunakan untuk membedakan bakteri gram positif dan bakteri
gram negatif berdasarkan sifat fisik dan kimia dinding sel bakteri. Pewarnaan gram
menggunakan pewarna utama Kristal Violet dan pewarna tandingan Safranin.
Keberhasilan metode ini sangat bergantung pada dinding sel, maka dari itu metode ini
tidak dapat dilakukan pada bakteri yang tidak memiliki dinding sel seperti genus
nacordia dan mycoplasma.
Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans
Christian Gram (18531938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk
membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae.
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan
struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan
kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras
mikroorganisme dengan sekitarnya.
Pewarnaan ini dapat membagi bakteri menjadi gram positif dan gram negatif
berdasarkan kemampuannya untuk menahan pewarna primer (kristal ungu) atau
kehilangan warna primer dan menerima warna tandingan (safranin). Bakteri gram positif
menunjukkan warna biru atau ungu dengan pewarnaan ini, sedangkan bakteri gram
negatif menunjukkan warna merah.
Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah
didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif
mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam presentase lebih tinggi
dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan bakteri,
menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel.
Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah
pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya
terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori pori mengkerut, daya rembes dinding sel
dan membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel
berwarna ungu, yang merupakan warna dari Kristal Violet. Berikut ilustrasinya :
Perbedaan dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif :
Hasil pengamatan preparat bakteri gram postif dan gram negatif pada mikroskop :
Keterangan :
Merah = Bakteri Tahan Asam (Fast-Acid)
Biru = Bakteri Tidak Tahan Asam (Non
Fast-Acid)
4.
Pewarnaan Struktural
Pewarnaan struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri. Yang
termasuk dalam pewarnaan struktural ialah :
a. Pewarnaan Spora
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan
genus Clostridium. Strukturspora yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif bakteri disebut
sebagai endospora (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam
tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang
mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki
beberapa lapisan tambahan.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut
dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat
membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan
sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di
dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan
pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan
yang dimaksudkan tersebut adalah dengan penggunaan larutan Hijau Malakit 5%, dan
untuk memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan Safranin
0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna merah, sedangkan spora berwarna hijau.
Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam
tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna khusus untuk
mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan proses pemanasan, yaitu;
spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat warna
tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora
bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri
mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel
vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam
proses pewarnaan, sifat senyawa inilah (asam dupikolinat) yang kemudian dimanfaatkan
untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau malakit.
Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga
terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Keterangan :
a) Pewarnaan Spora menggunakan metode Schaeffer-Fulton. Pada pewarnaan ini,
spora berwarna hijau dan vegetatif berwarna merah
b) Pewarnaan spora menggunakan metode Dornen. Pada pewarnaan ini, spora
berwarna merah sedangkan vegetatif tidak berwarna (transparan)
b. Pewarnaan Kapsul
Beberapa jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan
lengket pada permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir
tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka
disebut kapsul, tetapi bila bentuknya tidak teratur dan kurang menempel dengan erat
pada sel bakteri disebut selaput lendir.
Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi
sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuh
inang maupun dialam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan
menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi
oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan.
Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul. Ukuran kapsul
berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda diantara jalur-jalur
yang berlainan dalam satu spesies.
Pada beberapa jenis bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua
kapsul bakteri tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang
c. Pewarnaan Granulla
Ada beberapa metode pewarnaan granula, diantaranya adalah Loeffler, Albert
dan Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan adalah
metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang popular karena tidak
diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Tetapi, pewarnaan metode Albert sering
dibahas pada buku-buku terbitan WHO.
Granula metakromatik disebut jga granula volutin. Granula metakromatik
tidak hanya ditemukan pada Corynebacterium diphteriae tetapi juga di beberapa
bakteri selain bakteri tersebut, fungi, algae, dan protozoa. Granula metakromatik
mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan protein. Granula metakromatik sangat
mungkin mempunyai fungsi sebagai sumber cadangan energi.
Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A, neisser B, dan neisser C.
Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%, asam pekat dan aquades. Neisser
B mengandung kristal violet, alkohol 96%, dan aquades. Sedangkan neisser C
mengandung crysoidine dan aquades. Pada metode neisser, granula bakteri berwarna
biru gelap atau biru hitam (warna dari neisser A ditambah neisser B), sedangkan
sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan (warna dari neisser C). berikut adalah
hasil pengamatan preparat pewarnaan bakteri bergranula:
d. Pewarnaan Flagella
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel mengakibatkan bakteri
dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang disebut
flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah. Berdasarkan jumlah dan letak
flagelnya, bakteri dibedakan menjadi monotrik, lopotrik, amfitrik, peritrik dan atrik.
Prinsip pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut dapat dilihat
dengan cara melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang cukup. Dua metode
pewarnaan flagella, yaitu metode Gray dan metode Leifson. Metode Gray digunakan
untuk mendapat hasil yang lebih baik dan mengena walaupun dalam metode ini tidak
dilakukan pencelupan yang khusus. Pada pewarnaan flagella larutan kristal violet
bertindak sebagai pewarna utama, sedangkan asam tannic dan alumunium kalium
sulfat bertindak sebagai mordant. Kristal violet akan membentuk endapan disekitar
flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata flagel.
Berikut ini adalah prosedur dan hasil pengamatan preparat pewarnaan bakteri
berflagel:
file:///C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/Downloads/Documents
/TIGA%20PEWARNAAN%20UNTUK%20MELIHAT%20GRANULA%20METAKRO
MATIK-Akhmad%20Sudibya.pdf
http://www.fujita-hu.ac.jp/~tsutsumi/case/case075.htm
http://textbookofbacteriology.net/salmonella_2.html
http://delrio.dcccd.edu/jreynolds/microbiology/2420/microbiology%20practicals.html