Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Waktu luang merupakan bagian yang terpenting bagi setiap orang.
Sebagaimana diketahui bahwa pada hakekatnya kehidupan manusia khususnya
mahasiswa, selalu ditandai dengan berbagai aktivitas atau kegiatan, seperti
kegiatan belajar, privat, kursus, dan bekerja, yang selalu terikat oleh waktu aktif,
dalam arti kegiatan tersebut selalu berhubungan dengan jadwal yang telah
ditetapkan. Namun dalam mengisi kegiatan di luar jam tersebut tentunya
memerlukan waktu, terlihat penggunaan waktu luang banyak di manfaatkan
sebagai cara untuk mencapai tujuan sesuai dengan kebutuhan, melalui kegiatan
yang dipilih pada dasarnya akan mendapatkan kepuasan, sebaliknya kegagalan
dalam

memenuhi

kebutuhan

akan

mendapatkan

kekecewaan

terhadap

perkembangan hidup selanjutnya.


Kebutuhan semua orang dalam hal ini mahasiswa pada umumnya yang
harus terpenuhi adalah kebutuhan akan kegiatan-kegiatan dalam memanfaatkan
waktu luangnya. hal ini sejalan dengan pendapat Wing Haryono (1978)
menyebutkan pengertian waktu luang sebagai berikut: Waktu luang adalah waktu
kosong pada saat mana orang dapat beristirahat, berrekreasi dan sebagainya.
Waktu luang adalah waktu berlebihan atau waktu pada saat mana orang relatif
bebas untuk berbuat sesuatu. Dalam hal ini waktu luang merupakan waktu yang
bebas yang tidak terikat dari kegiatan rutinitas yang bermanfaat untuk mencari
kesenangan, relaksasi dan pengembangan diri.
Sebagai mahasiswa yang memiliki waktu belajar dan aktivitas ekstra
maupun intra, sering kali ditemui masih banyak mahasiswa yang belum dapat
mengatur waktu dengan cara efisien sehingga mereka mengalami kesulitan dalam
mengatur jadwal yang tentunya sangat penuh dengan aktivitas akademik,
organisasi dan juga kegiatan belajar.
Pada umumnya mahasiswa kurang memperhatikan kapan waktu luang
yang dimiliki. Menurut (Alan Lakein, 2007: 11) waktu luang yang dimaksud
adalah waktu yang membebaskan kita dari segala aktivitas kuliah, kursus, atau

kegiatan yang lain. Namun hal ini tidak menjadi alasan bagi mahasiswa dalam
memanfatkan waktu luang yang ada setelah selesai perkuliahan, misalnya ke
perpustakan untuk memperbanyak pengetahuan atau referensi yang ada.
Berdasarkan uraian diatasa, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian
khusus mengenai: Pemanfaatan Waktu Luang Mahasiswa (Study kasus Fakultas
Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sriwijaya).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis berupaya menguraikan
rumusan masalah yaitu
1. Bagaimana mahasiswa

Jurusan

Akuntansi

Universitas

Sriwijaya

memanfaatkan waktu luangnya?


2. Bagaimana pendapat mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Sriwijaya
mengenai manfaat dari waktu luang?
1.3 Tujuan Penelitan
Berdasarkan fokus masalah yang diangkat oleh peneliti, maka tujuan
dibuatnya makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas atau
mendeskripsikan tentang bagaimana mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas
Sriwijaya memanfaatkan waktu luang, dan mengetahui bagaimana pendapat
mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Sriwijaya mengenai manfaat dari waktu
luang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis
Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi tambahan kepada teman-teman yang ingin menganalisa sebuah
fenomena yang memiliki kemiripan dengan kasus yang diangkat oleh
peneliti pada tulisan ini.
2. Secara Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam
menganalisa masalah yang terjadi dalam sektor akademik khususnya
bagaimana mahasiswa memanfaatkan waktu luang dan permasalahannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Waktu Luang
Konsep waktu luang berasal dari terjemahan konsep leisure. Dalam bahasa
Indonesia, leisure diterjemahkan dalam beberapa arti yaitu waktu senggang,
waktu luang atau waktu leluasa. Setiap individu memiliki jumlah waktu dalam

sehari semalam, yaitu kurang lebih 24 jam. Tetapi tidak setiap individu memiliki
waktu yang sama untuk berbagai aktivitas dari segala aspek kehidupannya. Oleh
sebab itu, kebanyakan orang awam dan beberapa ahli membagi waktu atas 2 jenis
yaitu waktu kerja dan waktu luang. Waktu kerja, yaitu waktu yang dicurahkan
seseorang dalam hidupnya untuk memperoleh sesutatu (upah/gaji,barang/jasa)
agar dapat bertahan hidup. Sedangkan waktu selain dari waktu kerja dipandang
sebagai waktu luang. Dari sudut pandang seperti ini maka waktu untuk tidur,
makan, minum, merawat tubuh, mengikuti arisan, ronda, mengasuh anak, atau
silahturahmi kepada orang tua dianggap sebagai waktu luang.
Pandangan tentang pembagian waktu atas waktu kerja dan waktu luang
menuai berbagai kritik dan salah satunya berasal dari kalangan feminis dimana
mereka mempertanyakan kegiatan mengasuh anak, memasak, membersihkan
rumah serta berbagai macam aktivitas lainnya seorang ibu rumah tangga di rumah
dimasukkan ke dalam aktivitas dari waktu luang, bukan waktu kerja. Padahal jika
kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh orang lain maka orang tersebut harus
dibayar. Dengan adanya berbagai kritik dari pembagian waktu diatas muncullah
pandangan pembagian waktu yang lain dari James F. Engel, Roger D. Blackwell
dan Paul W. Miniard (1994). Mereka membagi waktu atas 3 jenis yaitu waktu
yang dibayar, waktu wajib dan waktu leluasa.
Waktu yang dibayar merupakan waktu yang digunakan untuk memperoleh
pendapatan/penghasilan secara langsung. Sedangkan waktu wajib merupakan
waktu yang dicurahkan untuk melakukan sesuatu sebagai individu dan makhluk
sosial. Waktu wajib meliputi waktu kewajiban fisiologis, waktu kewajiban sosial,
dan waktu kewajiban moral. Waktu kewajiban fisiologis merupakan waktu wajib
yang dicurahkan untuk kepentingan fisiologis dari individu seperti waktu untuk
tidur, makan, minum atau perawatan tubuh seperti spa dan memotong rambut.
Sedangkan waktu kewajiban sosial menunjuk pada waktu wajib yang dicurahkan
untuk berbagai macam aktivitas individu sebagai makhluk sosial seperti arisan,
ronda, melayat orang meninggal, membesuk orang sakit, menghadiri acara
perkawinan dan gotong royong. Sementara waktu kewajiban moral merupakan
waktu wajib yang dicurahkan dalam kegiatan yang berkaitan dengan nilai, norma

atau moral dalam kelompok, komunitas atau masyarakat seperti mendidik anak
dan silahturrahmi. Terakhir waktu leluasa yang disebut juga waktu luang atau
waktu senggang, menurut Engel dkk dengan mengutip Voss, didefinisikan sebagai
periode waktu yang diacu sebagai waktu yang dapat digunakan secara leluasa. Itu
adalah waktu ketika individu tidak merasakan masalah ekonomi, hukum, moral,
atau desakan sosial atau kewajiban, tidak pula kebutuhan fisiologis. Pilihan
bagaimana memanfaatkan waktu ini semata-mata merupakan milik individu
bersangkutan (1994:268)
Untuk menyederhana kan pemahaman dari penjelasan diatas disajikan
perbandingan konsep tradisional dan kontempoter mengenai waktu luang:
1. Konsep tradisional

2. Konsep Kontemporer

Definisi waktu luang tersebut, menurut Jean Doma Sweedo, seperti yang
dikutip oleh Syaikh Madun Rasyid (2005: 24-25) memiliki 4 ciri:
1. Memiliki watak atau ciri kebebasan, yakni bebas dari kewajiban-kewajiban
dan bebas untuk memilih aktivitas-aktivitas.
2. Tidak ada kemanfaatan. Akibatnya, waktu luang bukan sebuah kereta yang
bisa dipergunakan untuk mencapai tujuan apapun, baik yang bersifat materi
maupun sosial.

3. Memiliki ciri kenikmatan. Artinya aktivitas waktu luang cenderung selalu


terkait dengan upaya mencari kesenangan dan hiburan.
4. Memiliki ciri yang bersifat pribadi. Fenomena waktu luang itu terkait
langsung dengan eksistensi manusia. Artinya, waktu luang memberikan
kesempatan kepada seseorang untuk melepaskan diri dari hiruk pikuk rutinitas
sehari-hari demi kewajiban kesempurnaan insani.
2.2 Aktivitas Waktu Luang
Dengan memperhatikan definisi waktu luang yang disampaikan oleh Voss
dan mempertimbangkan kritik yang terdapat di dalamnya maka beberapa kegiatan
atau aktivitas waktu luang dapat seperti berolahraga, kegiatan bela diri,
berkendara, berkreasi, bermain musik, membaca berbagai jenis buku, dan
menonton layar lebar maupun televisi.
Apakah pemandu wisata yang sedang membawa turis mancanegara
(wisman) berkeliling kota dapat dikatakan sedang melakukan aktivitas waktu
luang? Jawabannya juga tidak. Pemandu wisata sedang mencurahkan waktunya
untuk memperoleh upah/gaji atas kegiatan yang sedang dilakukannya. Sedangkan
wisman itu sendiri sedang mencurahkan waktunya untuk melakukan aktivitas
pengisian waktu luang. Dalam melakukan aktivitas wisata, wisman tidak sedang
dalam kaitan dengan masalah ekonomi, hukum, moral, atau desakan sosial atau
kewajiban, tidak pula kebutuhan fisiologis.

2.3 Teori Sosiologi Waktu Luang


Perkembangan teori waktu luang (leisure theory) dalam sosiologi berjalan
seiring dengan perkembangan teori sosiologi itu sendiri. Paling tidak terdapat 2
perspektif dalam kaitannya dengan waktu luang, yaitu perspektif modern dan
perspektif postmodern.
2.3.1 Perspektif Modern

Dalam perspektif modern telah berkembang berbagai macam pandangan


teoritis tentang waktu luang (leisure). Berikut pembahasan tentang beberapa
gagasan, pandangan atau teori dalam perspektif modern.
a. Fungsionalisme
Fungsionalisme juga dikenal sebagai pandangan yang menjadi baris teori
struktural fungsional, melihat bahwa setiap struktur, elemen atau bagian, baik
tingkat mikro, meso maupun tingkat makro akan tetap ada sepanjang ia memililiki
fungsi. Jika suatu struktur, elemen, atau bagian yang memberikan sumbangan atau
kontribusi negatif terhadap suatu sistem maka struktur, elemen atau bagian
tersebut akan dikoreksi. Karena setiap struktur, elemen atau bagian yang
menganggu harmoni dari suatu sistem sosial akan ditolak atau dilenyapkan.
Bagaimana dengan waktu luang (leisure)? Suatu aktivitas dari waktu luang akan
tetap ada sepanjang ia memberikan sumbangan positif bagi keberlangsungan
sistem sosial. Sebaliknya suatu aktivitas waktu luang akan dikoreksi oleh sistem
sosial, karena ia akan merusak harmoni dari sistem sosial tersebut. Oleh sebab itu,
bisa dipahami mengapa dalam suatu komunitas tidak semua aktivitas waktu luang
diterima dengan baik. Misalnya tidak semua komunitas bisa menerima kehadiran
menyabung ayam atau menyabung binatang lainnya karena tidak sesuai atau
disharmoni dengan struktur, elemen atau bagian lain dari sistem sosial yang ada,
seperti nilai agama atau nilai budaya lokal lainnya.

b. Positivisme
Menurut Doyle Paul Johnson (1986: 26-27) kata positivisme menunjuk
pada pendekatan terhadap pengetahuan empiris. Menurut pendekatan ini, semua
yang kita tahu akhirnya berasal dari pengalaman inderawi atau data empiris. Ilmu
pengetahuan mencakup suatu pendekatan sistematis dalam mengumpulkan data
empiris dengan tujuan untuk menemukan hukum-hukum alam. Suatu hukum alam

hanyalah merupakan suatu pernyataan mengenai suatu keseragaman hubungan


yang terdapat di antara gejala-gejala empiris.
Penganut positivisme berkeyakinan bahwa masyarakat atau kehidupan
sosial merupakan bagian dari alam dan dikenadalikan oleh hukum-hukum alam.
Oleh karena itu, hukum-hukum kemasyarakatan atau sosial dapat ditemukan
melalui penerapan teknik ilmiah yang sama dalam penelitian yang digunakan
dalam ilmu pengetahuan lainnya. Konsekuensi pemikiran tersebut, positivisme
telah mengembangkan berbagai pendekatan kuantitatif dalam berbagai macam
topik penelitian sosisologi, termasuk tentang waktu luang (leisure) misalnya
penelitian survey terhadap penggunaan fasilitas publik menurut kelas, jenis
kelamin, dan etnis atau penelitian serial (berkelanjutan) tentang perilaku keluarga
terhadap acara televisi menurut kelas, jenis kelamin, dan etnis.
c. Pluralisme
Secara etimologis pluralisme memiliki akar kata dari bahasa Inggris, yaitu
plural, yang bermakna jamak. Dalam arti terdapat keanekaragaman dalam
komunitas atau masyarakakat, terdapat banyak hal yang berbeda dari anda atau
kelompok kita (in-group) miliki di luar sana. Lebih lanjut lagi, pluralisme
merupakan isme, ideologi atau aliran tentang pluralitas. Sedangkan dalam Oxford
Advanced Learners Dictionary (2000) dituliskan sebagai berikut: The existence
of many different group in society, for example people of different races or of
different political or religious beliefs: cultural or political pluralism. Jadi,
pluralisme ditandai oleh adanya keanekaragaman dalam berbagai aspek dari
kehidupan manusia seperti latar belakang etnis, budaya, politik, dan sebagainya.
Menurut Rojek (1995: 37) pluralisme muncul dari ekonomi politik. Gagasan
tentang pluralisme mengandung pemikiran bahwa tidak ada suatu kelompok atau
golongan menguasai kelompok lain. Pluralisme menggagas ide demokrasi dalam
segala bentuk aspek kehidupan, termasuk dalam gaya hidup dan penggunaan
waktu luang.
d. Order

Gagasan order atau tatanan tentang leisure (waktu luang) dalam perspektif
modern dilihat sebagai suatu sub sistem dalam sistem sosial yang memberikan
sumbanagan fungsi-fungsi tertentu yang diperlukan bagi stabilitas keseluruhan
sistem sosial. Fungsi-fungsi tersebut termasuk di dalamnya relaksasi, latihan,
inovasi, edukasi dan preservasi (Rojek, 2955: 39). Fungsi-fungsi tersebut tidak
hanya berguna bagi individu tetapi juga untuk masyarakat. Oleh sebab itu, leisure
(waktu luang) merupakan elemen terpenting dalam tatanan sosial modern. Dalam
masyarakat modern, waktu dan ruang leisure terlindungi dan terkonsentrasi.
Ruang leisure dalam tatanan masyarakat modern meliputi teater, gedung
(lapangan) olah raga, taman, bioskop, tempat parkir, dan jalan bagi pejalan kaki.
Sedangkan waktu leisure terkonsentrasi pada masa liburan, akhir pekan, dan
malam hari. Menurut Rojek (1995) bahwa penetapan waktu dan ruang leisure
memiliki implikasi politik: apabila waktu dan ruang leisure telah ditetapkan, maka
ia harus dikaitkan dengan suatu kebijakan dan dipertahankan. Karena ia telah
menjadi basis bagi terjadinya konflik kepentingan bagi setiap pihak yang
berkepentingan (keluarga, industri, pemerintahan, dan sebagainya). Dari
pandangan ini, leisure dapat meningkatkan dan memperkaya integrasi sosial
dalam tatanan sosial modern.
Apa beda antar fungsionalisme dan order? Secara umum keduanya
memiliki banyak persamaan, namun ada perbedaan penekanan, yaitu yang disebut
pertama lebih fokus pada fungsi, sedangkan yang kedua pada keberlangsungan
dan keberlanjutan order atau tatanan .

e. Teori Konservatif
Teori konservatif mengambil gagasan fungsionalisme, positivisme, dan
pluralisme dalam mengembangkan teorinya. Teori Konservatif melihat leisure
sebagai

pilihan

pribadi

(individual

choice)

dan penentuan

diri

(self-

determination). Ia dipandang sebagai antithesis dari kerja. Meurut Kraus, seperti

yang dikutip Rojek (1995: 40-41) terdapat enam keuntungan bagi masyarakat bila
mempunyai leisure yang efektif.
1) Penyesuaian dan Kohesi Sosial
Leisure dapat meningkatan keahlian personal dan menumbuhkan kondisi
sosial yang menyenangkan. Leisure dapat meningkatkan kompetisi, semangat
kerjasama, dan ketekunan. Pada gilirannya kualitas pribadi seperti tersebut di
atas akan meningkatkan keahlian personal seseorang. Selanjutnya leisure
dapat pula menyuburkan toleransi sosial, kesabaran, dan kegembiraan
personal sehingga terbentuk kondisi sosial yang menyenangkan. Dalam
berolahraga, misalnya, orang akan berkompetensi, bekerjasama, sabar dan
tekun untuk meraih yang terbaik serta bergembira. Dengan demikian, orang
berolahraga dapat meningkatkan keahlian personal dan menemukan kondisi
sosial yang menyenangkan.
2) Realisasi Diri
Kepuasan dan kreativitas yang sering diabaikan dalam ruang kerja,
ternyata dalam ruang leisure dibebaskan. Seperti dibahas di atas, leisure
memperkaya keahlian personal dan menghasilkan kebahagiaan orang. Ini
merupakan bentuk dari realisasi diri.
3) Restorasi dan Pembaharuan Komunitas
Leisure dapat pula menimbulkan rasa kebersamaan atau keterkaitan dalam
komunitas. Ketika kota, misalnya, menyediakan taman kota beserta tempat
bermainnya, warga kota akan berkumpul di sana untuk melakukan aktivitas
waktu luang mereka. Melalui taman kota, warga berinteraksi satu sama lain
dan melakukan aktivitas waktu luang bersama. Altivitas waktu luang tersebut
mengikat mereka dan memberikan kebanggaan dan kegairahan kepada
warganya. Kondisi seperti inilah menyebabkan restorasi dan pembaharuan
komunitas.
4) Kewarganegaraan dan Tanggungjawab
Keikutsertaan dalam aktivitas leisure dapat pula dipandang sebagai
penetralan perilaku anti sosial. Dengan kata lain, keikutsertaan warga kota
dalam kegiatan waktu luang, misalnya pergi bersama keluarga ke taman kota
dan melakukan aktivitas waktu luang di sana, akan memlihara harmoni sosial.

10

Karena dalam melakukan aktivitas bersama tersebut, nlai-nilai budaya sosial


seperti nilai berbagi, toleransi, tolong-menolong atau ramah-tamah akan
diekspresikan di sana. Konsekuensi dari ekspresi nilai budaya sosial seperti di
atas oleh warga kota akan menyebabkan terjadinya penetralan perilaku anti
sosial.
5) Kesehatan Personal
Leisure akan meningkatkan kesehatan fisik dan sosial, karena dalam
melakukan leisure seseorang akan melatih fisik dan emosi mereka. Dengan
kata lain, orang yang melakukan leisure akan melakukan gerakan-gerakan
fisik pada tubuh mereka. Misalnya ketika orangtua membawa anak kecil
mereka bermain di taman kota, mereka bersama anak-anaknya melakukan
gerakan-gerakan fisik seperti berlari, mendorong, menangkap, dan lainnya.
Gerakan-gerakan fisik tersebut berguna bagi kesehatan fisik mereka. Selain
itu, seperti telah dibahas di atas, leisure akan membentuk orang memiliki
toleransi sosial, sabar, ramah, dapat bekerjasama, dan tolong menolong.
Kesemua itu berguna bagi kesehatan mental seseorang.
6) Komitmen dan Keterlibatan Personal
Leisure, biasanya, merupakan aktivitas bersama yang dilakukan secara
sukarela. Dengan demikian bermain bersama, juga telah disinggung di atas,
seseorang akan mempertajam keahlian personalnya, termasuk keahlian
pemecahan masalah. Karena dalam kegiatan bersama akan banyak ditemukan
persoalan. Misalnya ketika seorang anak tidak mau berbagi permainan dengan
orang lain, orangtua akan meyakinkan anaknya untuk berbagi permainan
dengan orang lain karena orang lain juga ingin menggunakannya. Pengalaman
positif tersebut akan menegaskan komitmen dan tanggungjawab sebagai
bagian dari warga kota.
f. Tesis Etika Protestan
Menurut Weber agama protestan memberikan dorongan motivasional
untuk menjadi sesorang yang memiliki suatu orientasi agama yang bersifat asketik
dalam dunia (inner-worldly asceticism), yaitu suatu komitmen untuk menolak
kesempatan atau sangat membatasi diri untuk menuruti keinginan jasadi atau

11

inderawi, atau kenikmatan yang bersifat materialistik, termasuk secara konsumsi


tertentu, demi meraih suatu tujuan spiritual yang tinggi, yaitu keselamatan abadi,
melalui pekerjaan di dunia yang dianggap sebagai suatu panggilan suci. Namun
demikian, aktivitas leisure tidak dibuang dari kehidupan sehari-hari; karena dalam
jumlah tertentu dari leisure diakui perlu bagi kebutuhan fisik dan kehidupan sosial
(Rojek, 1995).
g. Teori Kelas Leisure
Leisure class muncul dari suatu kelas masyarakat atas yang berasal dari
dunia industri dan keuangan. Leisure class ini menumbuhkembangkan pecuniary
culture, yaitu suatu budaya yang ditandai oleh nafsu untuk mengejar kekayaan
berupa uang, serta pola konsumsi yang mencolok (conspicuous consumption),
yaitu pengeluaran yang sia-sia untuk kesenangan semata dan hasrat untuk
menunjukkan suatu posisi atau status sosial yang lebih terpandang dibandingkan
dengan kalangan-kalangan yang lain. Orang kaya menjadi terkenal disebabkan
pengeluaran yang berlebihan dan hidup boros, yang ditandai dengan
mengahambur-hamburkan uang untuk pengembangan fashion, membuat pesta
yang prestis, melakukan olahraga yang bergengsi, dan sebagainya.
2.3.2 Perspektif Postmodern
Postmodern yang berarti sebuah perkembangan dari era modern atau
sebuah kelanjutan dari era modern. Tesis atau teori dalam perspektif post modern:
a. Tesis Ekstasi Permainan
Ekstasi, menurut Jean Baudrillard merupakan kondisi mental dan spiritual
di dalam diri setiap orang yang berpusar secara spiral, sampai pada satu titik ia
kehilangan setiap makna, dan memancar sebagai sebuah pribadi yang hampa.
Bagi seseorang yang tenggelam dalam ekstasi, dunia ini tidak bersifat dialektis,
melainkan bergerak menuju titik ekstrem; tidak bergerak ke arah keseimbangan,
melainkan menghambakan dirinya pada antagonisme radikal; tidak menuju kearah
rekonsiliasi atau sintesis moral, melainkan ke arah dekonstruksi segala asumsi-

12

asumsi moral. Dalam dunia ekstansi, rasa malu tidak saja memudar, ia malah
ditolak. Sebaliknya, rasa tak bermalu tidak saja tak perlu dijauhi, ia malah dibeli
dengan harga yang mahal. Ekstasi menjadikan orang gembira ria pada saat
melakukan kekerasan, merasa bijaksana ketika melakukan perbuatan cabul,
merasa tampil sebagai sosok sempurna tatkala berbuat kriminal. Jadi, dunia
ekstasi adalah dunia yang diatur dengan hukum yang terbalik, yang amoral itu
bisa membanggakan, yang ilusif itu adalah kebenaran, yang rahasia itu adalah
selubung penutup. Hubungan waktu luang dan ekstasi adalah pada saat waktu
luang dalam sebuah permainan kontemporer, misalnya play-station, seseorang
tengelam dalam ekstasi permainan, yang ditandai dengan keterpesonaan dengan
sirkuit elektronik, ketakjuban dengan citraan simulasi, kegairahan akan kecepatan
respon, dan ketagihan akan tantangan. Sehingga menghasilkan semacam
kepanikan yang tercipta oleh jaringan koneksi elektronik, ekstansi kecepatan
pengoperasian tombol dan pergantian citraan.
b. Tesis Hiperrealitas
Kata hiperrealitas terdiri dari dua kata, yaitu kata hiper dan realitas. Kata
hiper kalau ditelusuri pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermakna diatas,
berlebihan, di luar atau terlampau, serta melampaui batas. Sedangkan konsep
realitas masih merunjuk pada kamus yang sama memiliki arti kenyataan. Jadi,
hiperrealitas dapat diartikan sebagai kenyataan yang berlebihan atau kenyataan
yang melampaui batas. Gagasan Baudrillard dipahami oleh Yasraf Amir Piliang
bahwa sebagai suatu keadaan runtuhnya realitas, yang diambil alih oleh rekayasa
model-model (citraan, halusinasi, simulasi) yang dianggap lebih nyata dari realitas
sendiri, sehingga perbedaan antara keduanya menjadi kabur. Hiperrealitas
memperlihatkan ketidakjelasan antara realitas dan nonrealitas, dimana realitas itu
sendiri dihasilkan dalam bentuk model. Model Amerika Serikat dalam disneyland
lebih nyata dibandingkan dengan kesertaanya dengan dunia sosial, sebab Amerika
Serikat semakin menjadi Disneyland. Hiperrealitas menurut Baudrillard, lanjut
Best dan Kellner, merupakan sebuah kondisi dimana model-model menggantikan
realitas itu sendiri, sebagaimana dicontohkan dalam fenomena seperti rumah ideal

13

dalam majalah wanita atau gaya hidup, ibu ideal sebagaimana digambarkan dalam
majalah keluarga. Dalam kasus tersebut, model itu menjadi penentu realitas, dan
batasan antara hiperrealitas dan kehidupan keseharian menjadi hilang.
Hubungan antara waktu luang dan Hiperrealitas misalnya menonton
sinetron televisi, anda akan merasakan seolah-olah berada dalam suatu dunia
realitas, malah lebih nyata dari realitas itu sendiri. Ketika ada adegan sadis anda
marah dengan kesadisan yang disimulasi oleh skenario. Anda juga akan marah
kepada aktor pemeran antagonis (penjahat) ketika anda bertemu denganya di
dunia keseharian karena sang aktor berperilaku jahat, kejam,dan sadis dalam layar
kaca.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang digunakann
untuk memahami prinsip-prinsip umum yang mendasari gejala-gejala yang

14

menjadi pusat perhatian penelitian dan hakekat hubungan antar gejala-gejala


tersebut dengan aspek kehidupan warga atau masyarakat yang diteliti.
Metode kualitatif adalah cara menyaring data untuk menjelaskan
menganalisis, baik menggunakan perhitungan sistematis dan kualitas data.
3.2 Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai dari bulan April 2015. Penelitian
ini akan dilaksanakan di Universitas Sriwijaya Kampus Bukit.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh mahasiswa Jurusan Akuntansi
Kampus Bukit Universitas Sriwijaya.
Sample dalam penelitian ini yaitu masing-masing 25 mahasiswa dari
mahasiswa Sosiologi dan Politik kelas A dan B.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah kuisioner. Metode ini
digunakan untuk mengungkap pemanfaatan waktu luang oleh mahasiswa Jurusan
Akuntansi Kampus Bukit Universitas Sriwijaya. Peneliti akan menyebar kuisioner
atau mengajukan pertanyaan tertentu dari sampel, yang berkaitan dengan masalah
yang akan dilakukan penelitian. Lalu peneliti akan mengumpulkan semua data.
Dan dengan metode pengelompokan, peneliti akan menempatkan hasil yang sama
ke dalam kelompok tertentu. Kemudian, data akan disajikan dalam diagram.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan
menganalisis data untuk membaca data, untuk menghitung data, dan juga berarti
data sampai peneliti mendapatkan kesimpulan dari masalah ini.

15

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

16

Pertanyaan
Apa kegiatan anda di waktu
luang?

Jawaban
Olahraga
Membaca

Frekuensi
8
7

Persentase
16%
14%

Buku
Tidur
11
22%
Bermain Game
14
28%
Lainnya
10
20%
Total
50
100%
Tabel 4.1.1 Persentase kegiatan waktu luang mahasiswa Jurusan Akuntansi
Universitas Sriwijaya Kampus Palembang.
Dari hasil penelitian diperoleh data sebesar 28% mahasiswa menghabiskan
waktu luang untuk bermain games, 22% tidur, 20% kegiatan lain, 16% olahraga,
dan 14% membaca buku.
Pertanyaan
Berapa lama waktu luangmu dalam

jawaban
< 1 jam

Frekuensi
7

1-3 jam
21
> 3 jam
22
Total
50
Table 4.1.2 persentase lamanya waktu luang dalam satu hari.
satu hari?

Persentase
14%
42%
44%
100%

Dari hasil penelitian diperoleh data sebesar 44% mahasiswa menghabiskan


waktu luang selama lebih dari 3 jam, 42% selama 1 sampai 3 jam, dan 14%
kurang dari 1 jam.
Pertanyaan
Menurut pendapat kalian, adakah

jawaban
Ada

Frekuensi
46

Persentase
92%

manfaat dari kegiatan waktu luang

Tidak Ada
Total

4
50

8%
100%

tersebut?
Table 4.1.3 persentase pendapat mahasiswa mengenai manfaat waktu luang.

Dari hasil penelitian diperoleh data sebesar 92% mahasiswa berpendapat


bahwa waktu luang memiliki manfaat dan 8% berpendapat bahwa waktu luang
tidak memiliki manfaat.
4.1 Pembahasan

17

Pada tabel 4.1.1 menunjukkan persentase kegiatan waktu luang mahasiswa


Jurusan Akuntansi Universitas Sriwijaya Kampus Palembang. Sebanyak 8
mahasiswa atau 16% menghabiskan waktu luang untuk berolahraga dengan
tanggapan dapat menyehatkan tubuh, 7 mahasiswa atau 14% menghabiskan waktu
luang untuk membaca buku karena bagi mereka membaca buku dapat menambah
ilmu pengetahuan, 11 mahasiswa atau 22% mengatakan tidur adalah kegiatan
mereka untuk menghabiskan waktu luang dikarenakan pada malam hari
kebanyakan mahasiswa tidak memanfaatkan waktu tidur mereka secara maksimal
dikarenakan oleh tugas yang banyak untuk diselesaikan, 14 mahasiswa atau 28%
mengahabiskan waktu luang untuk bermain game sebagai sarana untuk
menghilangkan kepenatan dari kegiatan rutinitas dan sebagian mengatakan karena
bermain game merupakan hobi mereka, dan 10 mahasiswa atau 20% mengatakan
mereka menghabiskan waktu luang dengan kegiatan lain, contohnya menonton tv,
pacaran, bermain gadget, dan membersihkan rumah.
Pada tabel 4.1.2 menunjukkan persentase lamanya waktu luang dalam satu
hari. Sebanyak 7 mahasiswa atau 14% menghabiskan kurang dari 1 jam untuk
melakukan kegiatan pada waktu luangnya, 21 mahasiswa atau 42% menghabiskan
waktu luang 1 sampai 3 jam dalam satu hari, dan 22 mahasiswa atau 44%
menghabiskan waktu luang dengan frekuensi lebih dari 3 jam.
Pada tabel 4.1.3 menunjukkan persentase pendapat mahasiswa mengenai
manfaat waktu luang. Sebanyak 46 mahasiswa atau 92% mengatakan bahwa
waktu luang mempunyai manfaat yaitu dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang
positif contohnya dapat menghilangkan penat akibat kegiatan rutinitas sebagai
mahasiswa dan dapat meningkatkan kreatifitas pada diri mahasiswa, sedangkan 4
mahasiswa atau 8% mengatakan waktu luang tidak memiliki manfaat karena pada
masa sekarang kebanyakan mahasiswa belum bisa memanfaatkan waktu luang
yang mereka miliki dengan cara yang positif sehingga mereka hanya menyianyiakan waktu luang yang mereka miliki.

18

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Waktu luang adalah waktu ketika individu tidak merasakan masalah
ekonomi, hukum, moral/desakan sosial dan kewajiban, serta kebutuhan sosiologis.
Menurut kami, kebanyakan mahasiswa memiliki waktu luang yang digunakan
untuk hal-hal yang bermanfaat. Hal-hal tersebut seperti melakukan hobi mereka,
contohnya olahraga. Disamping itu juga bermanfaat bagi tubuh mereka.
Hasil penelitian yang telah dilakukan mengatakan sebagian besar
mahasiswa memanfaatkan waktu luangnya dengan bermain game dengan alasan

19

dapat melatih otak dan meningkatkan kreatifitas mahasiswa. Waktu luang yang
mereka miliki selama lebih dari 3 jam. Bagi mereka, waktu luang itu adalah
sesuatu yang bermanfaat karena mereka dapat menghilangkan kepenatan dan
meningkatkan kreativitas mahasiswa.
5.2 Saran
Mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan waktu luang yang dimiliki
dengan kegiatan positif. Misalnya sebagai mahasiswa ekonomi kita bisa
memanfaatkan waktu luang dengan melakukan bisnis kecil seperti membuka
online shop dan kegiatan ekonomi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Shadili, Hasan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Rineka


Cipta.
Veblen, T. 1994. The Theory of the Leisure Class. New York: Penguin Books.
Weber, M. 1978. Economy and Society. Berkeley: University of California Press.
Lucifer,

Anmon.

2015.

Tips-Tips

Mengisi

Waktu

Luang.

(https://www.youtube.com/watch?v=0fL0Y8QV-Hw) Diakses pada 16


April 2015.

20

LAMPIRAN
KUISIONER SOSIOLOGI DAN POLITIK
WAKTU LUANG
1. Apa kegiatan anda di waktu luang?
a. Olahraga
b. Membaca buku
c. Tidur
d. Bermain game
e. Lainnya....
Alasan

21

2. Berapa lama waktu luangmu dalam satu hari?


a. < 1 jam
b. 1-3 jam
c. > 3 jam
3. Menurut pendapat kalian, adakah manfaat dari kegiatan
waktu luang tersebut?
a. Ada
b. Tidak ada

Alasan

22

Anda mungkin juga menyukai