Anda di halaman 1dari 244

Kata Pengantar

Pelaksanaan Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis


Agribisnis ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas sentra UKM dalam
menumbuhkan klaster bisnis berbasis agribisnis yang ada dalam perekonomian
Indonesia dan mengidentifikasi sumber pembentuk efektifitas tersebut. Kajian ini
diharapkan

dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas

penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis di masa mendatang.


Laporan Akhir Kajian ini berisi 7 (tujuh) bab yang menjelaskan mengenai
Pendahuluan, Kajian Literatur, Metode Kajian yang digunakan, Dinamika UKM
dalam Sektor Agribisnis, Gambaran Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian
Koperasi dan UKM, Penumbuhan Klaster Agribisnis dalam Sentra UKM, serta
Kesimpulan dan Saran.
Bagian Pengkajian dan Pengembangan mengucapkan terima kasih kepada Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Kementerian Negara Koperasi dan UKM
yang telah memberikan kepercayaan dalam melaksanakan kegiatan ini. Kami
menyadari masih banyak kekurangan pada Laporan Akhir Kajian ini, untuk itu
kami tetap memohon saran lebih lanjut demi sempurnanya Laporan Efektifitas
Model

Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis ini. Semoga

Laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan ini.

Jakarta, November 2014


Ade Nakolas

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


UMKM telah memberikan kontribusi yang penting dan besar dalam menyediakan
lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Karena itu,
pemberdayaan dan pengembangan yang berkelanjutan perlu dilakukan terhadap
nya agar UMKM tidak hanya tumbuh dalam jumlah tetapi juga berkembang dalam
kualitas dan daya saing produknya.
Salah satu pendekatan untuk mengembangkan UKM yang dianggap berhasil
adalah melalui pendekatan kelompok. Dalam pendekatan kelompok, dukungan
(baik teknis maupun keuangan) disalurkan kepada kelompok UKM bukan per
individu UKM. Pendekatan kelompok diyakini lebih baik karena (1) UKM secara
individual biasanya tidak sanggup menangkap peluang pasar dan (2)

Jaringan

bisnis yang terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat
saling bersinergi. Bagi pemberi dukungan, pendekatan kelompok juga lebih baik
karena proses identifikasi dan pemberdayaan UKM menjadi lebih fokus dan
efisien. Dari kasus berhasil (success story) yang ditemui, pengembangan UKM
dalam kelompok berhasil meningkatkan kapasitas daya saing usaha UKM,
mengoptimalkan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam setempat,
memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
UKM.
Kajian literatur awal menunjukkan bahwa di masa lalu telah terdapat program
pengembangan UKM berbasis kelompok yang dilakukan dalam kerangka program
pemerintah seperti melalui (1) extension workers, (2) penyediaan motivator kepada
kelompok usaha, (3) pemberian dukungan teknis melalui unit pelayanan teknis dan
BDS, (4) pelaksanaan trade fairs untuk mengembangkan jejaring pemasaran UKM,
(5) pembuatan trading house, dan lain-lain. Beberapa nama juga telah dikaitkan
dengan model pendekatan kelompok ini misalnya: Sentra UKM, Klaster,

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan

Perkampungan Industri Kecil (PIK), Lingkungan Industri Kecil (LIK), Enclave,


Agropolitan dan lain sebagainya. Lembaga/Instansi yang melaksanakan upaya ini
pun beragam, mulai dari Pemerintah melalui Departemen-Departemen dalam
pemerintahan hingga kelompok-kelompok masyarakat melalui lembaga swadaya
masyarakat.
Kementerian

Negara

Koperasi

dan

UKM

secara

intensif

melaksanakan

pengembangan UKM melalui pendekatan kelompok ini sejak akhir tahun 2000
1

dengan didirikannya BPS-KPKM dan dilaksanakannya program Sentra UKM pada


tahun 2001.
Di beberapa negara yang menjadi rujukan, Klaster bisnis telah menjadi mekanisme
yang ampuh untuk mengatasi keterbatasan UKM dalam hal ukuran usaha dan
untuk mencapai sukses dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang
senantiasa meningkat. Langkah kolaboratif yang melibatkan UKM dan perusahaan
besar, lembaga pendukung publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional,
semuanya akan memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal
yang spesifik dan daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster.
Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan
untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster bisnis merupakan suatu sistem
terbuka

yang melibatkan

lebih

banyak

pelaku dan

merupakan

kelompok

perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan


institusi-institusi terkait dalam suatu bidang tertentu.
Pembentukan klaster menjadi issue yang penting karena (sekali lagi) secara
individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan
penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala
ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses
jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan
yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti
pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat
menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara
keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.
Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama dalam
1

BPS-KPKM kemudian dilebur ke dalam struktur Kementerian Koperasi dan UKM pada
bulan Agustus 2001 sesuai dengan Keppres 103/2001.

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan
klaster adalah:

Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati


posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif
perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui
jangkauan perusahaan kecil secara individual, dan dapat
input pembelian curah, mencapai skala

memperoleh

optimal dalam penggunaan

peralatan dan mengabungkan kapasitas produksi untuk memenuhi order


skala besar.

Melalui

integrasi

vertikal

(dengan

UKM

lainnya

maupun

dengan

perusahaan besar dalam mata rantai pasokan), perusahaan-perusahaan


dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian
tenaga kerja eksternal.
Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang
belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen
pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,
penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lainlain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi
pengembangan lokal

bersama

dan memperkuat

tindakan

kolektif

untuk

meningkatkan daya saing UKM.


Dengan demikian Klaster bisnis dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi
hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu
lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam

Surat

Keputusan

Menteri

Negara

Koperasi

dan

UKM

No:

32/Kep/M.KUKM/IV/2002, tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan


dan Pengembangan Sentra UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di
kawasan/lokasi tertentu

dimana terdapat

UKM yang

menggunakan bahan

baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki


prospek untuk dikembangkan menjadi klaster. Sedangkan KLASTER didefinisikan
sebagai pusat kegiatan UKM pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh
munculnya pengusaha-pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses
produksi pada masing-masing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan
saling mendukung.

LAPORAN AKHIR

Kedua istilah ini dalam pembahasan mengenai UKM kerap

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan

digunakan dalam arti yang saling bergantian, namun klaster sesungguhnya


memiliki cakupan yang lebih luas dan kompleks dibandingkan sentra.
Salah satu sasaran dari pelaksanaan program sentra UKM adalah terciptanya
mekanisme yang terstruktur untuk mentransformasikan sentra-sentra UKM menjadi
klaster-klaster bisnis UKM yang dinamis dan berdaya saing. Klaster bisnis yang
diharapkan terbentuk ini dapat berkembang dari sebuah sentra atau dari gabungan
beberapa sentra yang memiliki produk/kompetensi yang saling mendukung.
Keinginan sentra ke klaster ini didasarkan pada kenyataan bahwa klaster
memberikan ruang tumbuh yang lebih luas dibandingkan sentra.
Untuk itu, sejak tahun 2001 hingga tahun 2005, Kementerian Koperasi dan UKM
telah memfasilitasi 1.111 sentra UKM di seluruh Indonesia, memberikan dukungan
keuangan

kepada

sentra

sebesar

lebih

dari

Rp

200

milyar,

dan

menugaskan/mengembangkan 920 konsultan lokal untuk membantu memberikan


dukungan non keuangan kepada sentra-sentra tersebut.
Menurut harapan pelaksanaan program, setelah 3 hingga

tahun

dalam

perkuatan/ fasilitasi, diharapkan sebagian sentra telah mulai mengembangkan


dirinya dengan melakukan kerjasama dan interaksi yang lebih terarah untuk
mengembangkan daya saing produknya dan menumbuhkan ciri-ciri klaster. Ide
sentra ke klaster ini dibuat dengan keyakinan bahwa dalam klaster unit usaha
cenderung lebih efisien sehingga meningkatkan daya saing produk sentra. Karena
itu, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melihat apakah program yang digulirkan
berhasil memenuhi sasaran tersebut. Kajian terhadap hal ini diharapkan dapat
menunjukkan sejauh mana efektifitas program dalam menumbuhkan klaster bisnis
UKM dan memberikan petunjuk tentang dukungan (pada beragam tataran
makro,

meta dan

meso)

yang

dibutuhkan

untuk

mempertinggi

efektifitas

penumbuhan sentra ke klaster tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah


yang ingin dijawab dalam kajian ini adalah bagaimana efektifitas program sentra
UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM.
Dalam kajian ini, pandangan lebih diarahkan pada dinamika transformasi sentra ke
klaster di sektor agribisnis. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar pekerjaan
masyarakat Indonesia bergerak di lapangan usaha yang berkaitan dengan sektor
ini, menurut hasil kajian sebelumnya sentra-sentra yang bergerak di sektor
agribisnis ini memiliki kesiapan dan peluang yang besar untuk dikembangkan
menjadi klaster bisnis, dan pengembangan sektor ini merupakan salah satu
wahana yang dipilih oleh pemerintah untuk memperluas basis dan kesempatan

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan

berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong


pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja, seperti
tercantum dalam RPJM 2004-2009.

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian


Tujuan kajian ini, adalah:
1)

Mengkaji efektifitas penumbuhan klaster bisnis UKM pada sentra-sentra


UKM Kementerian Koperasi dan UKM yang bergerak di sektor agribisnis;

2)

Menetapkan faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan klaster


bisnis UKM berbasis agribisnis;

3)

Menyusun rumusan model penumbuhan klaster bisnis UMKM berbasis


agribisnis;

Melalui tujuan pertama, kajian ingin mempelajari sentra-sentra

yang

telah

difasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM yang bergerak di sektor agribisnis.


Pembelajaran ditujukan untuk mengetahui kondisi terakhir sentra-sentra tersebut
dan menemukan bibit-bibit penumbuhan klaster bisnis manakala

telah

terjadi

dan

UKM

pada sentra-sentra fasilitasi tersebut.


Jika diperhatikan, sejak tahun 2001 Kementerian

Koperasi

menggunakan pendekatan kelompok dalam mengembangkan UKM di Indonesia.


Titik masuknya adalah melalui penetapan/pembentukan Sentra UKM di sentrasentra historikal pilihan di seluruh Indonesia. Sentra-sentra historikal ini rata-rata
tergolong sebagai sentra yang aktif, namun ada juga beberapa sentra yang
sebenarnya bersifat dormant namun masih memiliki potensi untuk diaktifkan.
Terhadap sentra-sentra terpilih ini kemudian diberikan dukungan perkuatan, baik
dukungan keuangan (melalui dana bergulir yang disalurkan melalui KSP/USP di
sentra) maupun dukungan non keuangan (yang diberikan oleh konsultan
lokal/LPB/BDS di sekitar sentra yang disetujui oleh Kementerian). Harapannya
dukungan perkuatan ini akan mengembangkan kapasitas dan produktifitas sentra
dan mendorongnya untuk berkembang menjadi sebuah klaster
materi Bimbingan Teknis bagi para penyelenggaraan

bisnis.

LPB/BDS

Dalam
sentra,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM selalu mendorong para pengelola BDS
untuk mencoba mengembangkan sentra yang dibinanya menjadi klaster bisnis.

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan

Gambar 1. Pembentukan dan Pengembangan Klaster Menuju


Peningkatan Daya saing
UKM

UKM

UKM

UKM

Sentra
UKM

Sentra
UKM

UKM
Persaingan yang
sehat
Akses Pemasaran

SDM Lokal
SDA Lokal
Ekonomi Lokal

Kemampuan Ekspor
KLASTER
BISNIS UKM

Peningkatan
Daya Saing
UKM

Keunggulan Kompetitif

Teknologi &
Teknologi Informasi
Sinergi &
Kemitraan
Dukungan perkuatan

a. Keuangan
b. Non Keuangan

Pemerintah Lokal/Pusat
Lembaga Keuangan
BUMN/BUMD
Swasta
Perguruan Tinggi

Dengan demikian, pihak Kementerian Koperasi dan UKM telah menjalankan


proses pembentukan klaster. Klaster-klaster ini kemudian diharapkan melakukan
siklus perkuatan diri dan tumbuh menjadi klaster bisnis yang kuat. Kajian
diharapkan dapat melihat apakah dari sentra-sentra fasilitasi yang bergerak

di

sektor agribisnis ini telah ada yang tumbuh menjadi klaster agribisnis seperti yang
diharapkan disamping mengukur indikator pertumbuhan sentra sebagai bahan
pemutakhiran data.

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan

Gambar 2. Pembentukan dan Pengembangan Klaster Menuju


Peningkatan Daya saing

Pembentukan
Klaster

Pertumbuhan
Klaster

Muncul supplier
khusus
Spesialisasi anggota
klaster pada kegiatan
yang paling dikuasai
Interaksi antar anggota
klaster untuk berbagi
peran sesuai kompetensi
Akumulasi informasi
Institusi lokal
mengembangkan
pelatihan, penelitian, dan
infrastruktur khusus
Kekuatan dan identitas
klaster tampak nyata

Jika klaster Tumbuh:


Daya saing produk
klaster meningkat
Sinyal peluang
Pekerja ahli tertarik
Wirausahawan
tertarik ikut serta/
menanamkan
modal
Migrasi pekerja

Siklus
perkuatan diri,

Dengan demikian pada tujuan pertama, kajian adalah menyusun profil sentra yang
diamati, mengukur indikator keluaran sentra (baik kapasitas maupun produktivitas),
mengidentifikasikan indikator leverage dari dukungan perkuatan yang diterima
sentra, mengukur indikator efektifitas perkuatan sentra dan penumbuhan klaster,
dan mengidentifikasikan keberadaan ciri-ciri klaster di sentra yang bersangkutan.
Untuk tujuan kedua, kajian mengolah lebih lanjut data dan informasi hasil tujuan
pertama agar dapat mengkategorikan sentra yang diamati ke dalam kelompok
mendekati

klaster

dan

kelompok

tidak mendekati

klaster. Berdasarkan

pengelompokkan ini, kajian mengidentifikasikan variabel-variabel dalam indikator


leverage, indikator efektifitas perkuatan dan keberadaan ciri-ciri klaster untuk
menemukan variabel-variabel determinan yang dimiliki oleh sentra-sentra yang
termasuk dalam kategori mendekati klaster. Berdasarkan pengetahuan ini
diharapkan

dapat

diidentifikasi

faktor-faktor

dominan

yang

mempengaruhi

penumbuhan klaster bisnis agribisnis dari sentra-sentra Kementerian Koperasi dan


UKM.
Tujuan ketiga meminta kajian menggunakan informasi dan pengetahuan hasil
tujuan pertama dan kedua tersebut, untuk merumuskan rekomendasi langkah yang
perlu ditempuh dan kebijakan yang dibutuhkan agar Kementerian Koperasi dan
UKM serta pemangku kepentingan lainnya dapat secara efektif menumbuhkan

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan
klaster bisnis UKM berbasis agribisnis.

Manfaat yang dapat diperoleh dari kajian ini adalah diketahuinya informasi terakhir
sentra agribisnis fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM dan rekomendasi
langkah penumbuhan klaster bisnis yang efektif yang dapat dijadikan referensi bagi
pemberdayaan UMKM melalui pendekatan sentra.

1.4. Output Kajian


Output kajian adalah:
1)

Deskripsi efektifitas sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM


berbasis agribisnis;

2)

Deskripsi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan dan


pengembangan klaster bisnis UKM yang bergerak di bidang agribisnis

3)

Rumusan rekomendasi model yang efektif untuk menumbuhkan klaster


bisnis UMKM yang berbasis agribisnis.

Sedangkan kemasan keluaran adalah sebagai berikut:


1)

Laporan Desain Kajian yang memuat desain penelitian dan instrumen


penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data.

2)

Laporan Sementara atau draf laporan akhir yang berisi hasil pelaksanaan
penelitian.

3)

Laporan Akhir kajian yang harus memuat: (a) deskripsi efektifitas sentra
UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM yang berbasis agribisnis,
(b) deskripsi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan dan
pengembangan klaster bisnis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis,
dan (c) rekomendasi model penumbuhan dan pengembangan klaster
bisnis yang berbasis agribisnis dan persyaratan kondisi lingkungannya.

4)

Ringkasan laporan kajian untuk pejabat terkait di lingkungan Kementerian


koperasi dan UKM, serta instansi terkait lainnya.

5)

LAPORAN AKHIR

Soft copy dari laporan penelitian dan ringkasan penelitian.

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Pendahuluan
1.5. Susunan Penyajian Laporan Akhir

Desain Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis


Agribisnis disajikan dalam 7 bab, sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan, yang terdiri dari: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat, serta Output Kajian.
Bab 2 Kerangka Pikir dan Ruang Lingkup,

yang

memaparkan

mengenai

kerangka pemikiran dan ruang lingkup kajian.


Bab 3 Metode Kajian, yang terdiri dari: jenis metode, lokasi kajian, jenis dan cara
pengumpulan data, metode sampling yang digunakan, dan metode analisis
yang dilaksanakan.
Bab 4 Dinamika UKM dalam Sektor Agribisnis, yang memaparkan mengenai
dinamika UKM yang bergerak dalam sektor agribisnis (pertanian tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan) dan peran
mereka dalam ekonomi nasional.
Bab 5 Gambaran Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM,
menggambarkan sentra-sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM
sejak dari tahun 2001 hingga tahun 2005.
Bab 6 Penumbuhan Klaster Agribisnis Dalam Sentra UKM,

memaparkan

mengenai perhitungan dan analisis yang dilakukan terhadap

data-data

yang dimiliki untuk menjawab penumbuhan klaster agribisnis dalam sentra


UKM.
Bab 7 Simpulan dan Saran, menyajikan butir-butir kesimpulan dan saran yang
dapat ditarik dari seluruh kajian ini.

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

2.1. Pemahaman Klaster


2.1.1. Definisi Klaster
Menurut Porter (1998) Klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan dan
institusi yang saling berhubungan pada sektor tertentu. Mereka

berhubungan

karena kebersamaan dan saling melengkapi. Klaster mendorong industri untuk


bersaing satu sama lain. Selain industri, klaster termasuk juga pemerintah dan
industri yang memberikan dukungan pelayanan seperti pelatihan, pendidikan,
informasi, penelitian dan dukungan teknologi. Sedangkan menurut Schmitz (1997)
klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang berkumpul pada satu lokasi
dan bekerja pada sektor yang sama. Sementara Enright, M,J, 1992 mendefinisikan
klaster sebagai perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling
berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu.
Pengertian klaster (JICA, 2004)5 juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan
geografis

industri-industri

Perkembangan

sarana

terkait

transportasi

dan
dan

kelembagaan-kelembagaannya.

telekomunikasi

telah

mengurangi

pentingnya kedekatan secara geografis, oleh karena itu batasan geografi menjadi
fleksibel tergantung dari kepentingannya, yaitu:
1)

Merujuk dari segi usaha (business), klaster diidentifikasikan atas daerah


yang luas di sepanjang pertalian-pertalian industri. Ini artinya bisa
mencakup satu desa, kabupaten, provinsi bahkan lintas provinsi yang
berkaitan

LAPORAN AKHIR

10

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
2)

Sedangkan dipandang dari kepentingan pembangunan daerah, batasan


geografis dipergunakan dalam konteks kontribusinya terhadap ekonomi
daerah dan kesejahteraan penduduknya.

Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM
Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster
sebagai kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri
penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait
lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung.
Mudrajat, melalui buku Analisis Spasial dan Regional, lebih banyak bicara
mengenai klaster industri. Dalam bukunya, Klaster Industri awal

diasosiasikan

dengan Marshallian Industrial District. Menurut pemahaman Marshallian ini sentra


industri merupakan klaster produksi tertentu yang berdekatan. Ia membedakan
antara kota manufaktur dan sentra industri sebagai berikut:

Hampir setiap sentra industri berpusat pada satu kota besar atau lebih.
Tiap kota besar ini telah menjadi pemimpin dalam teknik industri dan
perdagangan; dan sebagian besar penduduknya merupakan para pengrajin.
Setelah pabrik-pabrik memerlukan lebih banyak ruang daripada
sebelumnya, padahal nilai tanah mulai tinggi, maka terjadilan pergerakan
menuju pinggiran (luar) kota; dan pabrik-pabrik baru mengalami
pertumbuhan yang pesat di daerah perdesaan dan kota-kota kecil.

Marshall, menekankan

pentingnya tiga

jenis penghematan

eksternal

yang

memunculkan sentra industri: (1) Konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannya


para pemasok spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan
pengetahuan. Adanya jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkan
terjadinya penghematan dari sisi tenaga kerja. Lokasi para pemasok yang
berdekatan menghasilkan penghematan akibat spesialisasi yang muncul dari
terjadinya pembagian kerja yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan
proses

yang

saling

melengkapi.

Tersedianya

fasilitas

untuk

memperoleh

pengetahuan terbukti meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasi


melalui proses bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan
organisasi secara umum.
Becattini, mendefinisikan sentra industri sebagai wilayah sosial yang ditandai
dengan adanya komunitas manusia dan perusahaan, dan keduanya cenderung
bersatu.

LAPORAN AKHIR

11

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Studi empiris membuktikan bahwa sentra-sentra industri dalam praktek di berbagai


negara dapat digolongkan menurut: (1) struktur Kelembagaan, (2) tingkat
kepemilikan, (3) Klaster dewasa atau baru.

Gambar 3. Industrial District Sebagai Jaringan Lokal


JENIS
Kluster yang didominasi
perusahaan-perusahaan
kecil

Kluster yang
didominasi
perusahaan inti

Perusahaan atau
bengkel dengan
berbagai pabrik/skala

Perusah aan Kecil

Perilaku dan
kebijakan
nasional/lokal

Penghematan skala ekonomis dan


cakupan yang berasal dari partisipasi

Jaringan
Kewirausahaan

Informasi dan jaringan


Pembelanjaan

Tingkat
Kepemilikan

Tingkat
Koordinasi

Independen
Terintegrasi
secara parsial

Asosiasi industri
Kerjasama perusahaan
Pertukaran informasi
Pembiayaan
Ciri Subkontrak

Jaringan Pasar
Tenaga Kerja

Perilaku terhadap
Inovasi

Hubungan industrial
Bentuk pelatihan
Mobilitas Pekerja

Karakteristik
Pekerja

Ketrampilan rendah Ketrampilan tinggi


Strategi perusahaan
Formasi bentuk baru
Spesialis

Polivalen

Produktifitas rendahProduktifitas tinggi


Upah rendah

Upah tinggi

Sumber: Mudrajat Kuncoro

Dilihat dari struktur Kelembagaan, perbedaan jelas terlihat antara sentra industri
yang hanya terdiri atas perusahaan kecil dan menengah (UKM) dan sentra industri
dimana UKM diorganisir di seputar perusahaan-perusahaan inti. Gambar 3
mengilustrasikan bahwa kedua jenis sentra industri ini mampu menciptakan
penghematan skala ekonomis dan penghematan cakupan secara eksternal dan

LAPORAN AKHIR

12

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
lokal.

Seberapa jauh penghematan ini dapat dilakukan tergantung sepenuhnya pada ciri
jaringan wirausaha yang berkaitan dan jaringan pasar tenaga kerja yang terdapat
dalam sentra-sentra industri tersebut. Selain itu juga tergantung dari sejauh mana
jaringan-jaringan tersebut diorganisasi untuk proses pembelajaran dan inovasi.
Jenis kategori klaster yang kedua menggunakan kerangka dua dimensi, yaitu
tingkat kepemilikan dan koordinasi, lihat gambar 4.

Gambar 4. Sentra Industri Menurut Tingkat Kepemilikan dan Koordinasi

Tinggi
Lokasi
UKM

Tingkat Integrasi
Kepemilikan

Rendah

Rendah

Tinggi
Tingkat
Koordinasi

Sumber: Mudrajat Kuncoro

Argumennya, meningkatnya kepemilikan menyiratkan semakin kuatnya peran


perusahaan inti, sedangkan meningkatnya koordinasi mencerminkan semakin
kuatnya kerjasama antar UKM. Dengan kerangka ini sentra industri yang
didominasi oleh UKM memiliki tingkat integrasi kepemilikan yang rendah namun
bervariasi tergantung pada koordinasi yang mereka lakukan.
Kategori ke tiga mencoba membedakan antara klaster dewasa dan klaster baru.
Pembedaan ini didasarkan atas asal sejarah dan peranan kebijakan pemerintah.
Klaster dewasa biasanya terbentuk karena faktor sejarah, klaster ini sering
dikaitkan dengan sentra industri tradisional yang telah lama dikenal seperti pusat
industri kerajinan.
Tidak seperti klaster dewasa yang mengalami evolusi historis, klaster industri yang

LAPORAN AKHIR

13

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
baru muncul terutama berkat inisiatif kebijakan pemerintah.

Menilik penjelasan diatas, pemahaman Klaster dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
Klaster bisnis dan klaster industri. Dalam studi literatur, lebih banyak ditemukan
definisi untuk klaster industri, sedangkan Klaster bisnis lebih banyak dikaitkan
dengan klaster industri. Pengembangan klaster industri dapat digunakan untuk
mengembangkan

industri

yang

bersifat

luas

(broad

base)

dan

terfokus

(spesialisasi) pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki daya saing


internasional yang tinggi di pasar domestik dan global.
Lingkup geografis klaster dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja
atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan
atau provinsi. Sebuah klaster dapat juga melampaui batas negara menjangkau
beberapa negara tetangga (mis. Batam, Singapore, Malaysia).

2.1.2. Jenis Klaster


Ada banyak jenis klaster dalam hubungannya dengan pengembangan wilayah.
Dua kategori yang paling umum ditemui adalah klaster regional dan klaster bisnis.

Klaster

regional

adalah

kelompok

perusahaan

yang

muncul

dalam/dibentuk oleh satu batas wilayah perekonomian tertentu. Klaster ini


memperoleh keunggulan dari interaksi antar perusahaan, penggunaan
asset bersama, dan/atau penyediaan layanan bersama.

Klaster bisnis adalah sekelompok perusahaan yang kendati memiliki bisnis


yang saling berbeda tetapi memiliki aktivitas yang saling berhubungan.
Kemudian secara bersama-sama melakukan sinergi dan proses belajar
yang saling menguntungkan.

Biasanya, kedua klaster ini ada dalam satu wilayah yang sama.

2.1.3. Keanekaragaman Klaster


Membentuk klaster berarti menyusun rangkaian kesatuan unit-unit, lihat gambar 5.
Bagian paling gelap di lingkaran gambar 5 merupakan klaster Artisanal. Klaster
artisanal memperlihatkan karakteristik sektor informal dengan produktivitas

dan

skala upah yang jauh lebih rendah daripada skala perusahaan menengah dan
besar.

LAPORAN AKHIR

Tingkat spesialisasi dan kerja sama antar perusahaan yang rendah

14

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

menunjukkan kelangkaan keahlian di angkatan kerja lokal maupun struktur sosial


yang rapuh. Proses pembentukan klaster peningkatan kerja sama, masih pada
tingkat sangat awal.
Banyak klaster artisanal bersifat tidur (dormant), dengan pengertian bahwa selama
beberapa tahun praktis hampir tidak ada pengembangan pasar, peningkatan cara
produksi dan pengembangan produk. Beberapa penulis merujuk klaster artisanal
yang tidur sebagai klaster bertahan hidup (survival klaster) dari perusahaan mikro
dan kecil. Namun demikian, klaster lainnya telah berkembang dengan cepat dari
segi peningkatan ketrampilan, teknologi, dan keberhasilan penetrasi

pasar

domestik dan ekspor.

Gambar 5. Komponen Klaster

Pemerintah
Pusat

Propinsi
Asosiasi
Nasional/
Propinsi

Kabupaten
/ Kota
Pasar
lokal

Produsen
INPUT PEMASOK

Pasar
Pasar Nasional
Regional

DISTRIBUTOR

Input Nasional/
Internasional

Pemasok
Peralatan

BDS
Lembaga
SDM/R&D

Lembaga
Keuangan

Pa ar
Na ional/
Internasiona

Sumber: TA-ADB Praktik Terbaik Klaster

Dalam perjalanan waktu, banyak klaster aktif makin menjadi kompleks dari segi
struktur dan berkembang menjadi klaster industri maju. Terjadi peningkatan
spesialisasi dan kerjasama antar perusahaan, dan klaster tersebut menarik serta
mengembangkan pemasok input khusus, komponen dan peralatan, penyedia jasa-

LAPORAN AKHIR

15

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

jasa yang mengikat seperti perusahaan periklanan dan penerjemahan, yang


disertai dengan jaringan perdagangan dan distribusi masing-masing.
klaster mulai mengorganisir diri untuk jasa-jasa
bersama, branding, periklanan, distribusi

tertentu

atau

seperti

ekspor.

Anggota
pembelian

Klaster

makin

meningkatkan kerjasama dengan pemerintah lokal, regional ataupun nasional,


maupun dengan lembaga-lembaga spesialisasi pelatihan riset seperti universitas.
Dalam proses ini, klaster dapat juga memperluas secara geografis, misalnya
dengan

mengambil

input

secara

teratur

dari

suatu

daerah

dekat,

atau

mengembangkan kerja sama teratur dengan sebuah universitas di kota lain.


Lingkaran-lingkaran luar di gambar 5 mencerminkan secara skematis

berbagai

tahap yang berbeda dalam proses perluasan tersebut.


Contoh yang menonjol klaster industri maju dengan orientasi ekspor di negara
berkembang ialah manufaktur sepatu di Brazil, India, dan Mexico; peralatan bedah
di Pakistan; garmen di Peru atau mebel di Indonesia.
Klaster-klaster maju seringkali tumpang tindih dan saling terkait dengan klasterklaster lainnya dalam daerah yang sama. Pengelompokkan

klaster-klaster

demikian atau distrik industri (terminologi Italia) merupakan bentuk susunan klaster
yang paling kompleks dimana berbagai sektor yang berbeda saling bergantung
dan saling memberikan manfaat. Contoh pengelompokkan klaster ialah sekitar
timur laut Italia (tourism, makanan, fashion, mebel, produksi permesinan); bagian
selatan Jerman (industri kendaraan, elektronika, produksi permesinan, software
dan greater London (perbankan, asuransi, software, penerbitan, film, musik,
tourism, fashion, periklanan, jasa-jasa bisnis).
Suatu contoh pengelompokan klaster ialah di daerah Jogjakarta Solo dengan
klaster turis, mebel, dan dekorasi interior, pengolahan logam, produk kulit dan
tekstil/pakaian yang semuanya saling menguntungkan. Pengolahan logam di
Klaten, misalnya menyediakan suku cadang untuk perusahaan pakaian dan
komponen logam untuk produsen mebel di daerah. Batik kayu adalah contoh
innovasi yang tercipta karena kerjasama klaster yang sebelumnya tidak terkait.
Sementara klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin masih dalam
bentuk artifisial, karena klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin
masih dalam bentuk artisanal, karakter maju klaster0klaster lainnya menonjol
karena kerjasama intensif dengan lembaga-lembaga secondary seperti Universitas
Gadjah Mada.

LAPORAN AKHIR

16

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
a. Pembentukan Klaster

Secara teoritis, sentra/klaster terbentuk karena dua hal yaitu (1) Faktor Sejarah
dan (2) faktor Bentukan/Manipulasi. Dua faktor ini akan membentuk dua jenis
klaster yaitu (1) Klaster Dewasa dan (2) Klaster Baru.
Klaster Dewasa biasanya terbentuk ketika sebuah daerah/kota memiliki banyak
pengrajin, pada kota tersebut, pada awalnya akan terbentuk sebuah Klaster
Artisanal. Karena satu dan lain hal, klaster ini mampu bertahan melewati waktu
dan menarik pihak-pihak lain untuk mendukung kegiatan mereka. Kemunculan
klaster industri dimulai ketika muncul pihak yang bersedia menjadi pemasok input
khusus bagi klaster artisanal tersebut.
Jika Klaster Dewasa muncul secara alami. Maka kemunculan Klaster Bentukan
terjadi karena kesengajaan pemerintah atau institusi lain yang berkeinginan untuk
membentuk sebuah klaster. Klaster-klaster bentukan sering disebut sebagai
Klaster Baru karena pendiriannya cenderung lebih muda usianya dibandingkan
klaster tradisional yang ada saat ini.

b. Sinergi dalam Klaster


Sinergi atau kerja sama antar anggota klaster tentunya didasari oleh faktor
ekonomi dan keuangan. Kajian literatur menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga
jenis penghematan yang dapat terjadi akibat sinergi anggota dalam sebuah klaster
tertentu yaitu: (1) Konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannya para pemasok
spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan. Adanya
jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkan terjadinya penghematan
dari sisi tenaga kerja. Lokasi para pemasok yang berdekatan menghasilkan
penghematan akibat spesialisasi yang muncul dari terjadinya

pembagian

yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan proses


melengkapi. Tersedianya fasilitas

kerja

yang saling

untuk memperoleh pengetahuan terbukti

meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasi melalui proses


bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan organisasi secara
umum.

2.1.4. Konsepsi Klaster


Pandangan Porter mengenai klaster adalah hal yang paling banyak dikutip dalam
kajian-kajian yang ditemukan.

LAPORAN AKHIR

17

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

A consequence of the system of [diamond] determinants is that a nations


competitive industries are not spread evenly through the economy but are
connected in what I term cluster consisting of industries related by links of various
kinds (Porter, 1990)
Kendati Porter belum mendefinisikasi klaster secara jelas tetapi ia telah
menghubungkan antara kinerja sebuah negara dalam ekonomi global yang
diringkaskan dalam kata daya saing dengan klaster. Konsep ini muncul setelah
ia mengamati 16 klaster yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi
dalam studinya tahun 1990 meskipun pada saat itu, dia belum memberikan
penekanan yang besar pada masalah klaster. Menurut Porter, daya saing
dibentuk oleh interaksi dari beberapa faktor yang disebut sebagai faktor diamond.
Diamond dibentuk oleh (1) factor condition, (2) demand conditions, (3) related and
supporting industries, dan (4) firm strategy, structure and rivalry. Dia juga
memasukkan 2 faktor konteks yang berhubungan secara tidak langsung melalui:
(1) role of chance dan (2) role of government. Faktor-faktor ini secara dinamik
mempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam suatu negara.
competitive advantage in advanced industries is increasingly determined by
differential knowledge, skills and rates of innovation which are embodied in skilled
people and organizational routines (Porter, 1990)
Hasil hubungan faktor-faktor ini mungkin akan menunjukkan pola klaster, dimana
hubungan antara bisnis (dan organisasi) seharusnya mendukung pencapaian
competitive advantage.

2.1.5. Karakteristik Pendekatan Klaster


Kendati

definisi

klaster

dapat

bermacam-macam,

namun

pengamatan

menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada konsep ini. Dari
sisi output, setidaknya ada 3 dimensi yang dapat diperhatikan:
1)

Competitiveness, tercermin dalam konteks dinamis dan global, misalnya


berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi praktik terbaik.

2)

Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktifitas-aktifitas yang


berhubungan (klaster automotive, klaster budaya, klaster bunga potong,
dll)

LAPORAN AKHIR

18

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
3)

Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster
ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang,

Sedangkan dari sisi dalam/pembentuk klaster, setidaknya ada 4 elemen yang


dapat diperhatikan yaitu:
1)

Menekankan pada interaksi antar perusahaan

2)

Kombinasi sumberdaya dan kompetensi yang dikontrol oleh organisasi/


perusahaan

3)

Interaksi antar usaha dalam sistem pendukung institusi yang lebih luas

4)

Konsentrasi spatial

Dengan menggabungkan dimensi-dimensi ini, kita akan tiba pada kerangka yang
memberikan definisi klaster sebagai berikut:

Gambar 6. Dimensi Umum Dalam Pendekatan Klaster

Specialization

Competitiveness

Interaksi antar
perusahaan
(network/
supply chain)

Hubungan
institusional

KLASTER
Kombinasi
sumberdaya/
kompetensi
yang berbeda

Spatial
proximity

Identity

Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi


yang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu,
dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui
sebuah institusi bentukan bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama

LAPORAN AKHIR

19

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam
perekonomian global
Berikut penjelasan dari masing-masing dimensi tersebut:
Interaksi antar perusahaan: Interaksi antar perusahaan dalam batas wilayah
tertentu merupakan ciri dasar konsep klaster; Ciri ini membedakannya dari konsep
global seperti sektor. We use the term cluster generally when describing
locational and transactional relationships between firms; sector when discussing
industry-targeted strategies and policies to enhance competitiveness (Rosenfeld,
1995).
Tetapi transaksi seperti apa yang penting? Pertama, pengklasteran dilihat dalam
konteks pergerakan barang secara fisik dan pertukaran jasa diantara perusahaan.
Khususnya dalam manufaktur, klaster diartikan sebagai sistem saluran dari supply
chain. Klaster telah diasosiasikan , secara khusus, dengan meningkatnya
kebutuhan pada metode pengiriman just in time dalam insutri otomotif. Kendati
demikian, bukti hubungan antara sistem logistik baru dengan kemunculan klaster
spatial belumlah terlalu kuat (Sadler, 1994). JIT, tampak semakin terbatas pada
jenis komponen yang besar dengan nilai tambah yang kecil. Perhatian kemudian
dialihkan dari dimensi aliran fisik kepada aspek-aspek manajemen rantai pasokan
dan pembelajaran antara perusahaan, yaitu hubungan dari material ke immaterial.
Kajian lain diseputar analisis klaster tampak semakin menekankan pada upaya
kolaborasi dan penciptaan saling kepercayaan sebagai salah satu kunci timbulnya
daya saing. It is this hidden dimension of co-operation that helps give cluster their
competitive advantage (Cooke, 1995).

2.1.6. Faktor Penentu Perkembangan Klaster


Penumbuh kembangan klaster, sebagaimana dirumuskan oleh Michael Porter
(1998), mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond
model yang mengarah kepada daya saing industri6, yaitu: (1) faktor input
(factor/input condition), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industri
pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi
perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut adalah penjelasan
tentang diamond model dari Porter:

LAPORAN AKHIR

20

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
1. Faktor Input

Faktor input dalam analisis Porter adalah variable-variable yang sudah ada dan
dimiliki oleh suatu cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource),
modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur
informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi
(scientific

and

technological

infrastructure),

infrastruktur

administrasi

(administrative infrastructure), serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas


faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya
saing dan produktivitas.

2. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and
demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin
demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk
meningkatkan kualitas produk atau melakukan innovasi guna memenuhi keinginan
pelanggan lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi

kondisi

permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.

3. Industri Pendukung dan Terkait


Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi
dalam Clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction
cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan
oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait
adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.

4. Strategi Perusahaan dan pesaing


Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena
kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan
kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya
persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok
dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.
Best (1999)7 kemudian mengembangkan lebih lanjut argument Porter dan
mengajukan model klaster dinamis sebagaimana digambarkan dalam gambar 7.

LAPORAN AKHIR

21

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Model Best bisa menjelaskan proses secara evolusi dari suatu klaster yang tidak
aktif bertransformasi menjadi dinamis. Prosesnya adalah:
1)

Berbagai perusahaan menghasilkan komoditas serupa di dalam klaster

2)

Munculnya perusahaan dinamis yang mengakibatkan terjadinya inovasi


dan difusi teknologi

3)

Saat berbagai perusahaan saling bersaing untuk mengembangkan


kemampuan produksi, variasi teknis tumbuh di dalam klaster

4)

Sementara perusahaan berupaya meningkatkan kemampuan produksi


melalui spesialisasi, mereka membutuhkan rekanan yang bisa mendukung
kegiatan, sehingga timbullah peluang bisnis baru

5)

Masing-masing perusahaan berspesialisasi dalam suatu proses produksi


tertentu sambil terus meningkatkan kemampuan teknologi

Gambar 7. Model Klaster Dinamis


Klaster
Spesialisasi
Perusahaan

Integrasi
horosontal
/re-integrasi

Peusahaan
Entrepreneurial
Spin-off

Variasi Teknologi
Spesialisasi

Karakteristik kunci klaster yang dinamis dapat disimpulkan dalam tiga hal:
1)

Klaster memproduksi barang-barang berkualitas tinggi

2)

Masing-masing perusahaan mempunyai spesialisasi dalam teknik produk


tertentu atau proses produksi tertentu

3)

LAPORAN AKHIR

Klaster mempunyai atmosfir terbuka, sehingga mengundang UMKM baru

22

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
untuk bergabung ke dalam klaster

2.1.7. Manfaat Klaster


Pendekatan klaster menjadi penting karena UKM seringkali terisolasi. Pengusaha
kecil-menengah tidak pernah melakukan pertemuan dengan sesama perusahaan
sejenis

dalam

lingkungan

mereka.

Akibatnya

mereka

acap

kehilangan

kesempatan untuk saling bertukar informasi dan pengalaman serta kesempatan


untuk melakukan kerjasama pengembangan produk untuk menggarap potensi
pasar yang ada. PKM cenderung memandang perusahaan sejenis di daerahnya
lebih sebagai pesaing dari

pada sebagai mitra kolaborasi yang

potensial.

Pendekatan klaster berupaya menghilangkan hambatan praktis dan budaya untuk


menciptakan kolaborasi tersebut. Pengklasteran juga merupakan upaya untuk
membuat PKM menjadi lebih berorientasi pada pasar nasional dan global. Dengan
menghilangkan persaingan di kandang sendiri, kekuatan dapat digabungkan untuk
meraih daya saing nasional dan (internasional).
Dalam pelaksanaan klaster, dukungan yang diberikan kepada pengusaha lokal,
diberikan dalam kerangka ekonomi lokal dan regional yang lebih luas. Dukungan
ini dilakukan melalui Lembaga Pengembangan Bisnis yang diharapkan mampu
mengembangkan klaster sebagai komunitas (community development) dan secara
bisnis (business development). Kerangka ini memiliki dua dimensi. Pertama, ia
meliputi pembuatan hubungan dengan pelaku regional lainnya (pusat dukungan
dan pengembangan teknologi, perguruan tinggi, KADIN, dll). Kedua, mendukung
tujuan spesialisasi regional. Tujuan spesialisasi regional dapat diidentifikasi dari
peta klaster. Peta ini menunjukkan wilayah-wilayah yang ditempati oleh aktifitasaktifitas ekonomi yang saling berhubungan dan menunjukkan aktivitas mana yang
memiliki daya saing utama di daerah tersebut.
Dinamika klaster mempengaruhi daya saing dari pelaku yang terlibat di dalam
klaster. Dinamika klaster juga meningkatkan kinerja ekonomi secara

regional.

Impact pengembangan klaster dengan demikian ada di dua tataran. Meskipun


demikian, hubungan

antara

pengembangan bisnis dan wilayah ini tidaklah

langsung, masih perlu ditemukan, dalam kondisi apa pengembangan klaster bisnis
ini memberikan manfaat kepada pengembangan wilayah.
Menurut Scorsone (2002) klaster UMKM yang berbasis pada komunitas publik
memiliki manfaat baik bagi UMKM itu sendiri maupun bagi perekonomian di

LAPORAN AKHIR

23

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

wilayahnya. Bagi UMKM, klaster membawa keuntungan sebagai berikut :


a. Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan kedekatan lokasi,
UMKM yang menggunakan input (informasi, teknologi atau layanan jasa) yang
sama dapat menekan biaya perolehan dalam penggunaan jasa tersebut.
Misalnya pendirian pusat pelatihan di klaster akan memudahkan akses UMKM
pelaku klaster tersebut.
b. Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja dengan berbagai
keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut, sehingga memudahkan UMKM
pelaku klaster untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya dan mengurangi
biaya pencarian tenaga kerja.
c.

Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. UMKM yang tergabung
dalam klaster dapat dengan mudah memonitor dan

bertukar

informasi

mengenai kinerja supplier dan nasabah potensial. Dorongan untuk inovasi dan
teknologi akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan
produk.
d. Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu pelaku klaster
dapat memiliki dampak penting bagi aktivitas usaha UMKM yang lain.
Disamping itu kegiatan usaha yang saling melengkapi ini dapat bergabung
dalam pemasaran bersama.
Adapun manfaat klaster UMKM bagi perekonomian wilayah diantaranya adalah :
a. Klaster UMKM yang saling terhubung cenderung untuk memiliki produktivitas
yang lebih tinggi dan kemampuan untuk membayar upah lebih tinggi.
b. Dampak penyerapan tenaga kerja dan pendapatan wilayah dari klaster
umumnya lebih besar dibanding bentuk ekonomi lainnya.
Sedangkan keberhasilan klaster dapat dilihat dari beberapa faktor penentu
kekuatan

klaster

yaitu

(1)

spesialisasi,

(2)kapasitas

penelitian

dan

pengembangan,(3) pengetahuan dan keterampilan, (4) pengembangan sumber


daya manusia, (5) jaringan kerjasama dan modal sosial, (6) kedekatan dengan
pemasok, (7)ketersediaan modal, (8) jiwa kewirausahaan, serta (9) kepemimpinan
dan visi bersama (Rosenfeld,1997).

LAPORAN AKHIR

24

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
2.1.8. Kategori Klaster

Berdasarkan kondisi klaster (merujuk diamond model) dengan menilai dari kualitas
produksi, teknologi, pasarnya, kapasitas sumber daya manusia dan hubungannya
dengan pihak-pihak terkait bagi pengembangan klaster baik dari pemerintah,
swasta maupun industri terkait, maka klaster dapat digolongkan menjadi 3 yaitu
klaster tidak aktif (dormant), klaster aktif (berkembang) dan klaster dinamis
(advantage). Beberapa ciri yang dimiliki (disarikan dari Laporan JICA, 2004) adalah
sebagai berikut:
1)

Klaster tidak aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


a. Produk tidak berkembang (cenderung mempertahankan produk yang
sudah ada)
b. Teknologi tidak berkembang (memakai teknologi yang ada, biasanya
tradisional, tidak ada investasi untuk peralatan dan mesin)
c.

Pasar lokal (memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak

termotivasi

untuk memperluas pasar, ini mendorong terjadinya persaingan pada


tingkat harga bukan kualitas) dan tergantung pada perantara/pedagang
antara
d. Tingkat keterampilan pelakunya statis (keterampilan turun temurun)
e. Tingkat kepercayaan pelaku dan antar pelaku rendah (modal sosialnya
rendah, mendorong saling menyembunyikan informasi pasar, teknis
produksi dsb)
f.

Informasi pasar sangat terbatas (hanya perorangan atau kelompok tertentu


yang mempunyai akses terhadap pembeli langsung)

2)

Klaster Aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


a. Produk berkembang sesuai dengan permintaan pasar (kualitas)
b. Teknologi berkembang untuk memenuhi kualitas produk di pasar
c.

Pamasaran lebih aktif mencari pembeli

d. Terbentuknya informasi pasar

LAPORAN AKHIR

25

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

e. Berkembangnya kegiatan bersama untuk produksi dan pasar (misalnya


pembelian bahan baku bersama, kantor pemasaran bersama dst)
3)

Klaster Dinamis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


a. Terbentuknya spesialisasi antar perusahaan dari klaster (misalnya: untuk
industri

logam

ada

spesialisasi

pengecoran,

pembuatan

bentuk,

pemotongan dsb)
b. Klaster

mampu

menciptakan

produk

baru

yang

dibutuhkan

pasar/konsumen
c.

Teknologi berkembang sesuai dengan inovasi produk yang dihasilkan

d. Berkembangnya

kemitraan

dengan

industri

terkait

baik

dalam

pengembangan produk, pengembangan teknologi maupun menjadi bagian


industri terkait
e. Berkembangnya kelembagaan klaster
f.

Berkembangnya informasi pasar

Hasil penelitian dari proyek percontohan pengembangan klaster di Indonesia yang


dilakukan oleh JICA (2004) mengungkapkan bahwa Klaster di Indonesia dibatasi
oleh bentuknya yang mudah tercerai berai dari modal sosial. Modal sosial yang
dimaksud merupakan aset tak wujud seperti kepercayaan yang terbentuk, ikatan
internal atau jejaring sosial.

Gambar 8. Modal Sosial Dalam


C
A = Demand condition
A

C = Firm strategy, structure and rivalry

D = Related and supporting industries


D

LAPORAN AKHIR

B = Factor Condition

26

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Pembentukan dan konsolidasi modal sosial menjadi unsur inti dalam penguatan
klaster. Modal sosial klaster ini sebagai ikatan internal akan menjembatani dalam
hubungan

dengan

pihak

eksternal.

Secara

skematis

klaster

aktif

yang

direkomendasikan untuk kondisi Indonesia adalah:


Pada klaster aktif dinamis, keterkaitan kelima faktor dari diamond model Porter
akan membentuk rantai nilai (value chain) yang kuat. Sebagai ilustrasi suatu
mekanisme rantai nilai dalam konteks suatu klaster industri, misalnya terbentuknya
suatu hubungan dengan suatu pasar baru akan memicu terbentuknya suatu
kelompok produsen-produsen (UMKM baru) yang mempunyai spesialisasi dalam
kegiatan logistik dan penjualan.

2.2. Model Peningkatan Daya Saing UKM


2.2.1. Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
Melalui Klaster UKM
Sampai dengan akhir tahun 1999, pendekatan pengembangan UKM masih
terkesan didominasi oleh Pemerintah, dengan corak sektoral yang menonjol dan
sepotong-sepotong. Sementara itu keunggulan UKM terletak pada dua ciri
dasarnya yaitu fleksibilitas dan dinamika dalam

menanggapi

perubahan.

Dengan demikian membangun kemampuan UKM berarti membangun kemampuan


untuk menjaga dinamika.
Pada akhir tahun 2000 pemerintah membentuk

Badan

Pengembangan

Sumberdaya Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (BPS-KPKM) dengan tugas


mengembangkan sumberdaya UKMK dengan segala kelengkapan personilnya.
Pada awal masa bekerjanya, BPS-KPKM harus mencari terobosan untuk masuk
secara efisien dan efektif kepada UKM agar mereka segera dapat bekerja
membantu pemulihan

ekonomi. Terobosan tersebut haruslah efektif, tidak

tumpang tindih dengan program-program yang telah dijalankan, bukan merupakan


pengulangan, dan dapat segera dilaksanakan. Oleh karena itu pada tahun 2001
BPS-KPKM menetapkan pengembangan sumberdaya UKMK melalui pendekatan
klaster. Strategi ini dipilih karena dinilai fokus, efisien dan mempunyai fungsi
akselerasi perubahan yang diharapkan mampu memenuhi harapan.
Pada saat ini, proses pengembangan tersebut masih terus bergulir

untuk

menyelesaikan tahapan 3 tahun pengembangan menuju dinamika klaster. Pada

LAPORAN AKHIR

27

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

bulan Agustus 2001 BPS-KPKM diintegrasikan kedalam struktur Kementerian


Koperasi dan UKM RI sesuai dengan Keppres Nomor 103/2001, dan selanjutnya
program pengembangan sentra-klaster UKM ini diteruskan sebagai salah satu
program unggulan pengembangan UKM oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Rintisan BPS-KPKM tersebut amatlah strategis, karena di beberapa negara yang
menjadi rujukan, Klaster Industri telah menjadi mekanisme yang ampuh untuk
mengatasi keterbatasan UKM dalam hal ukuran usaha dan untuk mencapai sukses
dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang senantiasa meningkat. Langkah
kolaboratif yang melibatkan UKM dan perusahaan besar, lembaga pendukung
publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional, semuanya akan
memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal yang spesifik dan
daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster.

Gambar 9. Model Peningkatan Daya Saing UKM


UKM

UKM

UKM

Sentra
UKM

UKM

Sentra
UKM

UKM

Akses Pemasaran

Kemampuan Ekspor
SDM Lokal
SDA Lokal
Ekonomi Lokal

KLASTER UKM

Peningkatan
Daya Saing UKM

Keunggulan

SINERGI &
KEMITRAAN

Teknologi Informasi

DUKUNGAN PERKUATAN
Pemerintah
Lokal/Pusat
Lembaga Keuangan

a. Keuangan
b. Non Keuangan

BUMN/BUMD
Swasta

Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan
untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster Industri merupakan suatu sistem
terbuka

yang melibatkan

lebih

banyak

pelaku dan

merupakan kelompok

perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan


institusi-institusi terkait dalam suatu bidang tertentu.

LAPORAN AKHIR

28

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Pembentukan klaster menjadi isu yang penting karena secara individual, UKM
seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah
volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur.
UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian
input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses jasa-jasa keuangan dan
konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk
internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti pelatihan, penelitian
pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat menghambat pembagian
kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi
tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.
Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama adalah:

Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati


posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif
perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui
jangkauan perusahaan kecil secara individual, dan dapat

memperoleh

input pembelian curah, mencapai skala optimal dalam penggunaan


peralatan dan mengabungkan kapasitas produksi untuk memenuhi order
skala besar.

Melalui

integrasi

vertikal

(dengan

UKM

lainnya

maupun

dengan

perusahaan besar dalam mata rantai nilai), perusahaan-perusahaan dapat


memfokus ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian tenaga kerja
eksternal.
Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang
belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen
pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,
penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lainlain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi
pengembangan lokal

bersama

dan memperkuat

tindakan

kolektif

untuk

meningkatkan daya saing UKM.


Dengan demikian Klaster Industri dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi
hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu
lingkungan pasar yang semakin kompetitif.
Masalahnya kebanyakan negara tidak memiliki informasi terstruktur untuk

LAPORAN AKHIR

29

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

membuat penilaian tentang pentingnya klaster. Untuk Amerika Serikat, misalnya,


diperkirakan bahwa sekitar 380 klaster utama dengan menyerap kurang lebih 57%
angkatan kerja, menyumbang kurang lebih 60% dari output negara di pertengahan
tahun 1990. Di Indonesia, sekitar 10.000 dari 70.000 desa disebut

terdaftar

sebagai klaster industri. Klaster-klaster ini mempuyai batasan ukuran terendah 20


perusahaan termasuk klaster orientasi ekspor yang lebih kecil. Walaupun masih
meragukan data ini menunjukkan bahwa klaster itu penting.
Pengembangan UKM melalui pendekatan sentra/klaster ini dipandang memiliki
beberapa keunggulan antara lain intervensi pemerintah secara bertahap semakin
berkurang, karena pemerintah hanya sebagai fasilitator dan akselerator. Hal lain
adalah pemerintah tidak perlu lagi melakukan pembinaan yang

berulang-ulang

untuk obyek yang sama, yang penting dipantau adalah kemajuannya. Disitulah
institusi-institusi pembinaan (dinas UKM pemerintah) bertanggung jawab. Dengan
demikian, diharapkan implementasi program akan berjalan secara terarah, efektif,
efisien dan

merata dalam rangka pemerataan pembangunan

ekonomi dan

pengembangan UKMK yang eksis ditengah derasnya kompetisi global.

2.2.2. Strategi Pengembangan UKM Melalui Klaster UKM


Di Indonesia, strategi pemberdayaan UKM melalui pembentukan klaster industri,
mulai digulirkan tahun 1999. Strategi ini bukanlah strategi baru, melainkan sebuah
adopsi pengalaman keberhasilan dari beberapa negara sahabat yang lebih dahulu
menerapkannya.
Melalui

strategi

ini,

sentra

UKM

dijadikan

titik

masuk

kedalam

upaya

pemberdayaan UKM. Pendekatan ini didasarkan pemikiran untuk memberikan


layanan kepada UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan
sumber daya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas.
Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya
dan unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan
permasalahan yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lainlain. Disamping itu, sentra-sentra UKM akan menjadi pusat pertumbuhan (growth
pool) di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan penyerapan
tenaga kerja, nilai tambah dan ekspor.

LAPORAN AKHIR

30

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
a. Strategi Klaster Bisnis UKMK

Strategi pengembangan sumberdaya manusia UKMK melalui klaster bisnis, dalam


konteks ini, tergolong baru pelaksanaannya di tanah air,

dan

merupakan

reformulasi dari akumulasi pengalaman terbaik atas pengembangan

UKM

sebagaimana disarankan oleh lembaga-lembaga bisnis internasional. Pendekatan


inilai yang dicoba diterapkan oleh BPS-KPKM di Indonesia. Dengan demikian,
sesungguhnya, pendekatan sentra sebagai titik masuk bukan merupakan ide baru,
tetapi sudah banyak dilaksanakan diberbagai negara dan direkomendasikan oleh
UNCTAD, karena tingkat keberhasilannya cukup signifikan. Oleh karena itu
pemerintah berusaha mereplikasi pendekatan ini sebagai sistem yang dapat
berjalan di kalangan masyarakat sendiri. Dengan demikian, intervensi pemerintah
secara bertahap semakin berkurang, karena pemerintah hanya sebagai fasilitator
dan akselerator. Diharapkan melalui pendekatan sentra ini, penyebaran hasil
pembangunan ekonomi akan lebih merata.
Hal ini merupakan salah satu keunggulan yang disandang oleh strategi ini, dan ini
dipandang sesuai dalam konteks pengembangan UKMK di Indonesia. Sejumlah
keunggulan lain yang dapat digunakan oleh strategi ini adalah, antara lain
pemerintah tidak perlu lagi melakukan pembinaan yang berulang-ulang untuk
obyek yang sama, yang penting dipantau adalah kemajuannya. Disitulah institusiinstitusi

pembinaan (dinas

UKM pemerintah) bertanggung jawab.

Dengan

demikian, diharapkan implementasi program akan berjalan secara terarah, efektif


dan efisien dalam rangka pengembangan UKMK yang eksis ditengah derasnya
kompetisi global.

b. Kebijakan Pengembangan Klaster di Indonesia


Inisiatif pengembangan klaster di Indonesia sudah dimulai pada tahun 1950-an dan
di-intensifkan akhir tahun 1970-an melalui program BIPIK (Program Pembinaan
dan Pengembangan Industri Kecil) pada Departemen Perindustrian. Program
tersebut memberi prioritas pada klaster (sentra) yang berskala kecil tetapi yang
mempunyai prospek. Instrumen kebijakan utama terdiri dari pelatihan untuk
perusahaan dalam klaster melalui tenaga penyuluh lapangan pemerintah.

Pelatihan dari produsen terpilih yang berfungsi sebagai 'motivator'

Pemberian 'peralatan' pada produsen terpilih yang telah mengikuti


pelatihan

LAPORAN AKHIR

31

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Penyediaan kredit kecil untuk mendukung pembelian peralatan baru oleh


para produsen di dalam klaster

Akhirnya, dan yang paling penting, pendirian unit pelayanan teknis


(common service facilities) di sekitar 100 klaster.

Adapun sejumlah program pemerintah lain yang komplementer pada program


perkembangan klaster tersebut, yaitu:

Pemberian subsidi kepada para produsen untuk berkunjung ke pameran


(trade fairs)

Berbagai

program

yang

bertujuan

memperkuat

hubungan

antara

sub-kontrak

antara

universitas dan UKM di daerah

Berbagai

program

pengembangan

hubungan

perusahaan besar asing dan klaster UKM, terutama di dalam sektor cor
logam
Suatu instrumen penting untuk pengembangan pedesaan ialah promosi investasi
luar untuk proses produk agro (inti-plasma) yang digabungkan dengan kredit
preferensial usaha kecil untuk pemasok lokal (estate), secara khusus untuk sektor
minyak kelapa sawit dan pembibitan udang.
Akhirnya, investasi besar di infrastruktur sektor transpor dan komunikasi serta
fasilitas seperti pengembangan Lingkungan Industri Kecil dan Inkubator Bisnis di
sejumlah klaster kunci tertentu.

2.2.3. Pendekatan Pengembangan Sentra/Klaster UKM


a. Pendekatan Pengembangan UKM dengan Klaster Bisnis
Pada dasarnya pendekatan pengembangan UKM dengan membuat fokus sasaran
adalah memberikan perkuatan untuk menjaga dinamika sentra agar tumbuh
menjadi klaster bisnis UKM melalui tiga komponen yaitu : dukungan non finansial,
advokasi, dan dukungan finansial sebagai penggerak awal. Prinsip dasar
pembinaan UKM melalui strategi klaster bisnis dengan pengembangan dukungan
non finansial dan finansial antara lain :

LAPORAN AKHIR

32

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

1)

Bertujuan untuk meningkatkan fokus pembinaan agar lebih terarah

2)

Melakukan proses transformasi pembinaan UKM agar menjadi sebuah


industri jasa yang dapat dilakukan oleh swasta secara profesional melalui
pasar.

3)

Dengan penetapan jangka waktu yang cukup akan terjadi proses


pengguliran program secara berkelanjutan, bukan sekedar pengguliran
dana.

4)

Hadirnya dukungan non finansial akan mengawal proses dinamika klaster


yang tidak terpaku pada pengembangan jenis industri yang ada, sehingga
eksistensi UKM di dalam klaster dapat terus menanggapi setiap
perubahan.

b. Pengembangan Sentra UKM


Pemberdayaan UKM dilakukan dengan menetapkan sentra UKM sebagai titik
masuk (entry point). Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran untuk memberikan
layanan kepada UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan
sumberdaya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas.
Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya
dan unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan
permasalahan yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lainlain. Disamping itu, sentra-sentra UKM yang akan menjadi titik pertumbuhan
(growth point) di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah.
Adapun beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai persyaratan dasar
sebuah klaster, agar dapat berkembang secara sehat:
1)

Dalam setiap sentra yang akan ditumbuhkan sebagai klaster harus


memiliki satu usaha sejenis yang prospek pasarnya jelas. Sekurangkurangnya terdapat 50 unit usaha kecil yang melakukan kegiatan sejenis.

2)

Omzet dari keseluruhan unit usaha dalam klaster tersebut paling sedikit
Rp 500 juta,-/bulan. Angka ini akan memungkinkan timbulnya pasar jasa
pengembangan yang dapat tumbuh secara sehat, industri

pendukung

yang terdorong masuk dan pengembangan outlet yang layak. Dari segi

LAPORAN AKHIR

33

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

finansial dengan total transaksi semacam itu akan menjamin tumbuhnya


jasa perkreditan koperasi yang layak.
3)

Telah

terjadi

sentuhan

teknologi

yang

memungkinkan

tercapainya

peningkatan produktivitas, karena masalah pokok usaha kecil di bidang


pertanian adalah produktivitas/tenaga kerja hanya kurang dari 3%
produktivitas usaha besar disektor yang sama, atau hanya 1,5% dari
produktivitas usaha menengah. Sentuhan teknologi harus menjadi elemen
penting untuk melaksanakan perubahan bagi peternak.
4)

Persyaratan lain yang berkaitan dengan infrastruktur, jaringan pasar,


ketersediaan lembaga

keuangan

dan

lain-lain merupakan syarat

tambahan yang menyediakan daya tarik klaster bersangkutan melalui


jaringan informasi.
Adapun kriteria pemilihannya bisa didasarkan pada prospek pasar domestik
ataupun eksport, potensi kesempatan kerja yang dapat diciptakan,serta intensitas
penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya lokal. Selanjutnya dilakukan cluster
diagnosis,

untuk memetakan

kelebihan

dan

kelemahannya,

serta

untuk

merumuskan bentuk-bentuk bantuan yang tepat. Pengembangan klaster dalam


konteks UKM agaknya harus berorientasi bisnis (klaster bisnis), sehingga klaster
tersebut bisa mandiri, kokoh, dan mampu bersaing di pasar bebas. Strategi klaster
bisnis, merupakan salah satu solusi dan jawaban bagi pengembangan UKM
secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.
Untuk tercapainya tujuan pengembangan UKM, yaitu peningkatan efisiensi dan
daya saing yang berorientasi pada pemenuhan permintaan pasar (market driven),
maka sumberdaya yang dialokasikan pada sentra meliputi dukungan

kebijakan

untuk menciptakan iklim yang kondusif, dukungan finansial dalam bentuk modal
awal dan padanan (MAP) dan dukungan non finansial berupa Layanan
Pengembangan Bisnis/ Business Development Service

(LPB/BDS)

serta

pendidikan dan latihan. Dengan berbagai dukungan yang diberikan, terutama


LPB/BDS dan lembaga keuangan mikro (KSP/USP) yang terkait dengan lembaga
keuangan modern yang saling bersinergi dengan UKM di sentra, maka diharapkan
dapat langsung meningkatkan dinamika bisnis mereka. Terlebih lagi, secara
kultural, UKM di sentra tidak akan mengalami perubahan budaya, karena sentra
usaha mereka tetap berada di tempat semula.

LAPORAN AKHIR

34

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

2.2.4. Program Tindak Lanjut Pengembangan Sentra/Klaster


UKM Melalui Peranan BDS-P dan KSP/USP/LKM
Pokok-pokok program dalam mekanisme pembinaan UKM dengan pendekatan
sentra/klaster melalui perkuatan BDS-P dan KSP/USP/LKM adalah sebagai
berikut:
1)

Penumbuhan Iklim Kondusif Pengembangan Sentra/Klaster UKM


a. Partisipasi Lintas Pelaku dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM,
yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta dan dukungan lintas
pelaku dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM; melalui langkahlangkah sebagai berikut :

Membentuk Forum Lintas Pelaku di Prop dan Kab/Kota dalam


pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

Meningkatkan

Kapasitas

Lintas

Pelaku

daerah

dalam

pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

Merumuskan

Kebijakan dan

Program Operasional

Pemda

Propinsi dan Kab/Kota dalam pengembangan sentra/klaster bisnis


UKM.
b. Sinkronisasi Program Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang
bertujuan untuk menyamakan

persepsi

pengembangan

sentra/klaster

bisnis UKM; melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Mengkoordinasikan

Lintas

Sektor

dalam

Pengembangan

Sentra/Klaster Bisnis UKM.

Mensosialisasikan Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM.

Melaksanakan Forum Konsultasi dan Evaluasi tingkat pusat dan


daerah.

c.

Penyusunan/Penyempurnaan

Peraturan

Perundang-undangan

untuk

Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk :

Memberikan

perlakuan

yang

sama

berkembangnya sentra/klaster bisnis UKM .

LAPORAN AKHIR

untuk

tumbuh

dan

35

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Mempercepat perkembangan sentra/klaster bisnis UKM.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai


berikut :

Mengidentifikasi berbagai peraturan perundang-undangan yang


berkaitan dengan pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

Menyusun/menyempurnakan

peraturan

perundang-undangan

yang diperlukan untuk pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.


2)

Program Pengembangan Sentra/Klaster UKM


a. Pemilihan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk Memilih
sentra/klaster bisnis UKM yang potensial untuk dikembangkan, melalui
langkah-langkah sebagai berikut :

Mensosialisasikan Program Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis


UKM di daerah.

Mengkompilasi usulan sentra/klaster bisnis UKM dari daerah.

Melakukan survey identifikasi sentra/klaster bisnis UKM yang


diusulkan daerah.

Menetapkan sentra/klaster bisnis UKM yang akan dikembangkan


sesuai dengan kriteria yang disepakati.

b. Penguatan Sentra/Klaster Bisnis UKM,

yang

bertujuan

untuk

Meningkatkan Peran UKM dalam pembangunan ekonomi nasional dan


daerah; melalui langkah-langkah :

Meningkatkan kemampuan UKM dibidang manajerial dan teknis


usaha.

Meningkatkan

akses

UKM

pada

sumberdaya

produktif

(pasar/kemitraan usaha, finansial, informasi dan teknologi).

3)

LAPORAN AKHIR

Mengembangkan jaringan sentra/klaster bisnis UKM.

Program Dukungan Keuangan

36

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
a. Pemilihan Lembaga Finansial (KSP/USP/LKM,

Modal Ventura, dan

Lembaga Penjaminan), yang bertujuan untuk memilih Lembaga Finansial


yang potensial untuk dikembangkan; melalui langkah-langkah :

Mensosialisasikan Peran Lembaga Finansial di daerah dalam


pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

Mengkompilasi usulan Lembaga Finansial dari daerah dalam


pengembangan sentra/sentra/klaster bisnis UKM.

Melakukan survey identifikasi Lembaga Finansial yang diusulkan


daerah dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

Menetapkan Lembaga Finansial yang akan dikembangkan sesuai


dengan

kriteria

yang

disepakati

dalam

pengembangan

sentra/klaster bisnis UKM.


b. Penguatan Lembaga Finansial (KSP/USP/LKM, Modal Ventura, dan
Lembaga Penjaminan), yang bertujuan meningkatkan Peran Lembaga
Finansial dalam

pengembangan

sentra/klaster

bisnis UKM;

melalui

langkah-langkah :

Meningkatkan

kemampuan

Lembaga

Finansial

dibidang

manajerial usaha

Membangun jejaring dengan lembaga finansial modern.

Mengembangkan lembaga penjaminan kredit di tingkat daerah.

Meningkatkan peran serta Pemda

dalam fasilitasi

lembaga

finansial.

Meningkatkan

peran

Pemda

dalam

fungsi

pembinaan

dan

pengendalian/pengawasan terhadap lembaga finansial.


4)

Program Dukungan Non Keuangan


a. Penumbuhan Lembaga Layanan Pengembangan Bisnis (LPB/BDS-P),
yang bertujuan untuk Menumbuhkembangkan BDS-P; melalui langkahlangkah sebagai berikut :

LAPORAN AKHIR

37

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Melatih calon konsultan UKM

Menyusun sistem insentif untuk tumbuh kembangnya konsultan


UKM.

Menumbuhkembangkan BDS-P.

b. Pemilihan BDS-P, yang bertujuan untuk Memilih BDS-P yang potensial


dalam mengembangkan sentra/klaster bisnis

UKM; melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

Mensosialisasikan Peran BDS-P di daerah dalam pengembangan


sentra/klaster bisnis UKM.

Mengkompilasi usulan BDS-P dari daerah dalam pengembangan


sentra/klaster bisnis UKM.

Melakukan survey identifikasi BDS-P yang diusulkan daerah


dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

Menetapkan BDS-P yang akan dikembangkan sesuai dengan


kriteria yang disepakati dalam pengembangan sentra/klaster bisnis
UKM.

c. Penguatan

Peran

dan

Kapasitas

BDS-P,

yang

bertujuan

untuk

Meningkatkan kemampuan dan kapasitas BDS-P dalam pelayanan pada


UKM yang ada di sentra; melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Meningkatkan keterampilan pengelola dan konsultan BDS-P

Melakukan studi banding dan magang

Menumbuhkembangkan BDS Fasilitator di daerah.

Melakukan akreditasi konsultan BDS-P

Mengembangkan sistem insentif bagi BDS-P.

Membangun jaringan BDS-P.

d. Penumbuhkembangan Lembaga Non Finansial lainnya, yang bertujuan


untuk meningkatkan dukungan pengembangan sentra/klaster bisnis UKM;

LAPORAN AKHIR

38

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

39

melalui langkah-langkah :

Menumbuh kembangkan lembaga non finansial lain seperti :


trading house, pusat riset dan pengembangan, pusat desain, pusat
pengendalian mutu, dll.

Mengembangkan sistem insentif bagi Lembaga Non Finansial


lainnya.

2.3. Gambaran Umum Kondisi Klaster Di Indonesia


2.3.1. Beberapa Model Pengembangan UKM Melalui Klaster
Kajian literatur awal yang dilakukan menemukan beberapa nama yang biasanya
dikaitkan dengan model pengembangan usaha melalui pendekatan kelompok ini,
seperti antara lain: Sentra, Klaster, Perkampungan Industri Kecil (PIK), Enclave,
Agropolitan dan lain sebagainya. Secara umum, deskripsi dan perbedaan diantara
mereka dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik Bentuk-Bentuk Pengembangan UKM Berbasis


Kelompok
No

Nama

Karakteristik Umum

Keterangan

Pengelompokkan

Hubungan
Anggota

Dukungan

(Kementerian
Koperasi)

Alamiah yang ditetapkan;


Tempat tinggal dan
tempat usaha dapat
sama atau berbeda

Leader-Follower,
persaingan

Dari luar
berbentuk MAP
dan BDS

Kementerian Koperasi dan UKM.


Jumlah Sentra (Kementerian
Koperasi) ada lebih dari 1000 di
30 propinsi

Sentra

Alamiah

Leader-Follower
(inti plasma dan
sub-kontrak)

Dari dalam oleh


perusahaan inti
(Leader)

Instansi BUMN/BUMD,
perusahaan Swasta dan LSM

Sentra

Dari luar oleh


institusi
pendukung seperti
perguruan tinggi
dan LSM

Contoh: Dipasena di Lampung,


Sampoerna di Sidoarjo, Perikani
di KTI.

Klaster

Alamiah atau artifisial;


Pengelompokkan lebih
fokus pada terbentuknya
linkage rantai nilai yang
efisien

Leader-Follower

Dari dalam

Perkampungan
Industri Kecil (PIK)

Artifisial; Tempat tinggal


menyatu dengan tempat
usaha

Setara,
persaingan

Dari luar dalam


bentuk UPT

Departemen Perindustrian.

Lingkungan Industri
Kecil (LIK) dan LIK
Transmigrasi

Artifisial; Hanya
menyatukan tempat
usaha, tempat tinggal
diluar LIK

Setara,
persaingan

Dari luar dalam


bentuk UPT

Departemen Perindustrian,
Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi

LAPORAN AKHIR

Jumlah sekitar 5

Jumlah sekitar 5

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

No

Nama

Karakteristik Umum

40

Keterangan

Pengelompokkan

Hubungan
Anggota

Dukungan

Sarana Usaha Industri


Kecil (SUIK)

Artifisial; Penyediaan
tempat usaha bagi usaha
kecil di lingkungan
industri besar

Setara

Dari luar dalam


bentuk UPT

Departemen Perindustrian

Enclave

Alami, bentang alam dan


pertumbuhan wilayah
menyebabkan sebuah
daerah menjadi
kantong dengan
karaktgeristik usaha,
budaya, dan
kesejahteraan yang
berbeda dari wilayah
tetangganya

Setara,
persaingan

Tidak ada, dari


dalam, dari luar

Contoh enclave alami akibat


sekat bentang alam adalah
Baduy

Jumlah sekitar 2

Contoh enclave akibat


pertumbuhan wilayah adalah
kantong masyarakat yang
terjepit antara
Enclave alami biasanya
diberdayakan oleh Departemen
Sosial yang kemudian dibantu
oleh Kementerian Koperasi
dan/atau Departemen
Perindustrian
Jumlah enclave alami mencapai
ribuan lokasi tersebar di seluruh
Indonesia

Artifisial, wilayah
berkembang lebih pesat
dibandingkan wilayah
tetangga akibat
keberadaan proyek
industri strategis seperti
tambang minyak, batu
bara, gas bumi, industri
logam, dll yang
otoritasnya berada di
luar jangkauan daerah
pemangkunya

Setara,
persaingan

Dari dalam

Infrastruktur wilayah industri


strategis relatif lebih maju
sehingga menciptakan enclave
dengan karakteristik usaha yang
lebih maju dan tingkat
kesejahteraan yang relatif lebih
tinggi.
Contoh enclave artificial ada di
Gorontalo, Cilacap dan Bontang

Kelompok Usaha
Bersama (KUB)

Artifisial, utamanya
berdasarkan tempat
tinggal

Setara

Dari luar

Agropolitan

Artifisial

Leader-Follower

Dari dalam

Departemen perindustrian,
Departemen Sosial, Departemen
Kesehatan

2.3.2. Kondisi Umum Klaster


Secara umum

klaster di Indonesia masih berupa sentra UMKM. Sentra UMKM

terdiri dari sekumpulan industri skala kecil dan menengah yang terkonsentrasi
pada suatu lokasi yang sama serta telah berkembang cukup lama. Sentra UMKM
mencerminkan suatu jenis klaster yang paling sederhana dan berkembang secara
alamiah tanpa intervensi dari pemerintah. Klaster-klaster ini pada umumnya
berkembang di wilayah pedesaan, merupakan kegiatan tradisional

masyarakat

yang telah dilakukan secara turun-temurun, serta memiliki komoditi yang spesifik.
Jenis klaster yang ada sangat beragam, antara lain klaster kerajinan, makanan dan
minuman, tekstil dan produk tekstil, kulit dan produk kulit, kimia dan produk kimia,
bahan bangunan, peralatan, dan sebagainya. Selain klaster UMKM yang terbentuk
secara alamiah, terdapat pula sejumlah kecil klaster yang tumbuh dan berkembang
akibat dukungan pemerintah, misalnya Perkampungan Industri Kecil (PIK) dan

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
Lingkungan Industri Kecil (LIK).

Sejauh ini sentra-sentra tersebut merupakan calon klaster yang tidak aktif atau
sedang tidur (dormant). Di dalam sentra, pelaku usaha tidak banyak melakukan
perubahan terhadap produk, proses produksi maupun pasarnya. Kondisinya tidak
banyak berubah dari tahun ke tahun bahkan sampai generasi berikutnya. Secara
lebih rinci dari studi yang dilakukan oleh JICA (2004) menyebutkan secara garis
besar kondisi klaster di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Kebanyakan UMKM-UMKM dalam klaster merupakan usaha-usaha mikro yang
memiliki ketergantungan kuat kepada para pengumpul lokal

sehingga

seringkali menghilangkan jiwa kewirausahaan.


b. Produk-produknya ditujukan untuk pasar-pasar yang tidak terlalu menuntut
teknologi dan kualitasnya.
c.

Sebagian besar UMKM dalam klaster tidak memiliki keterikatan internal satu
sama lain sehingga upaya membangun kepercayaan (trust building) sulit
dilakukan.

d. Rendahnya keterkaitan dengan industri dan insitusi terkait merupakan kendala


yang lumrah ditemui sehingga penguatan klaster sulit dilakukan.
e. Sebagian besar klaster memiliki struktur sosial yang mudah bercerai berai dan
masih berkutat pada strategi untuk mempertahankan hidup.

2.3.3. Kebijakan Pemerintah Tentang Pengembangan Klaster


Program Pembangunan Nasional (PROPENAS)

10

menjadikan agenda percepatan

pemulihan ekonomi sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional yaitu


mempercepat pemulihan ekonomi dan mempercepat landasan pembangunan
berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan.
Pendekatan klaster menjadi sangat relevan untuk merealisasikan agenda tersebut.
Hal ini mengingat klaster melibatkan kelompok sebagai pelaku, dengan demikian
dampak kemajuan dapat dirasakan secara kolektif dan biaya pengembangan lebih
ekonomis daripada pelibatan pelaku secara individual.

LAPORAN AKHIR

41

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
a. Kebijakan Pemerintah Pusat

Konsep klaster sebagai salah satu pendekatan pengembangan ekonomi telah


banyak digunakan oleh pemerintah dalam menyusun kebijakan dan program
ekonomi. Sejak Pelita III, pemerintah telah berupaya mengembangkan

klaster

UKM, diantaranya pengembangan sentra di seluruh provinsi, pengembangan


kawasan industri kecil (PIK, LIK, SUIK), program kemitraan, serta

pemberian

kredit.
Pengembangan sentra industri kecil (SIK) di berbagai daerah turut didukung pula
oleh pendirian Unit Pelayanan Teknis (UPT) sesuai dengan potensi dan kebutuhan
utamanya di bidang teknologi. Program pemerintah yang dominan dan populer
bagi pengembangan usaha kecil adalah penyediaan berbagai skema kredit.
Berikut adalah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan
mengadopsi konsep klaster sebagai strategi pengembangan ekonomi daerah.
a. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Bappenas bekerjasama dengan UNDP dan UNCHS berinisiasi terhadap proyek
Poverty Alleviation through Rural-Urban Lingkages (PARUL) sebagai upaya untuk
meningkatkan keterkaitan desa dengan kota di dalam suatu provinsi ataupun
kabupaten yang dipilih. Proyek ini kemudian berkembang menjadi Kemitraan
Pembangunan Ekonomi Lokal (KPEL) yang mengembangkan ekonomi daerah
berdasarkan sumber daya lokal melalui pendekatan partisipatif masyarakat.
Pada tahun 2000, program KPEL dilaksanakan di 19 kabupaten/kota di 6 provinsi
sebagai pilot project. Keberhasilan pendekatan ini, kemudian di tahun 2001,
Bappenas dengan pemerintah daerah melakukan replikasi di 18 kabupaten/kota di
6 provinsi lain dan juga 14 kabupaten/kota di tahun 2003.
b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Pendekatan

klaster

tertuang

dalam

Kebijakan

Pembangunan

Industri

dan

Perdagangan Tahun 2001, yaitu kebijakanpembangunan industri jangka panjang


diarahkan untuk pembentukan industri klaster dengan memperkuat industri industri yang terdapat dalam rantai nilai (value chain) yang mendorong keunggulan
komparatif menjadi keunggulan kompetitif.
Sehubungan dengan itu, kebijakan dasar yang menjadi perhatian adalah
membentuk hubungan antara industri pendukung dan terkait di bagian hulu

LAPORAN AKHIR

42

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

maupun di hilir. Selain itu, Deperindagjuga memprakarsai proyek pembentukan


klaster industri tertentudi beberapa daerah.
c.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM)

Kementerian

KUKM

menggunakan

pendekatan

klaster

sebagai

kebijakan

pemberdayaan UKM yang meliputi program pengembangan sentra/klaster UMKM,


fasilitasi penguatan lembaga bantuan pengembangan bisnis (BDS), dan pemberian
modal awal dan padanan (MAP). Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan
kinerja UMKM, peningkatan lapangan kerja, serta peningkatan pendapatan
masyarakat. Dana yang disediakan sebesar Rp200 juta yang disalurkan melalui
koperasi atau unit simpan pinjam. Tahun 2001 disalurkan ke 99 lokasi dan 332
lokasi di tahun2003.
d. Kementerian Riset dan Teknologi
Pendekatan klaster akan menjadi landasan kebijakan di bidang riset dan teknologi,
khususnya terkait dengan pengembangan techno-industrial dan aliansi strategis.
e. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
BPPT

memprakarsasi

percontohan

klaster

industri

daerah

dalam

rangka

pengembangan unggulan daerah. Guna mendukung hal tersebut, BPPT juga


melakukan kegiatan eksplorasi sinkronisasi dan sinergi program antar stakeholder,
terutama Kementerian KUKM, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Departemen Pertanian, Kementerian Riset dan Teknologi, dan pemerintah daerah
setempat yang menjadi lokasi studi.

2.3.4. Pembelajaran Pengembangan Klaster di Indonesia


Program pengembangan klaster telah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui
departemen-departemen

terkait

sebagaimana

tersebut

di

atas.

Berikut

disampaikan beberapa pengalaman pengembangan klaster yang dilakukan oleh


departemen-departemen teknis.
a. Departemen Perindustrian
i.

Program pengembangan klaster Industri Kecil Menengah (IKM) dari


Departemen dilakukan dengan berbasis pada komoditi unggulan.

LAPORAN AKHIR

43

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
ii.

Pengembangan klaster IKM difasilitasi melalui pendekatan hulu-hilir. IKM


yang dikembangkan berawal dari adanya sentra industri. Sentra tersebut
kemudian akan difasilitasi untuk menjadi klaster. Pendekatan hulu hilir ini
penting karena akan mendukung kelanjutan klaster, sebab pengembangan
klaster membutuhkan keterlibatan semua pelaku (stakeholders).

iii. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan klaster antara lain adalah:
a) Sistem yang ada belum berjalan dengan baik, yaitu sulitnya melakukan
koordinasi

dengan

instansi

terkait

untuk

menyatukan

tindakan

bersama dalam mengembangkan klaster.


b) Pengertian tentang

klaster yang masih beragam diantara stake

holders/instansi. Departemen Perindustrian mendefinisikan klaster


mengacu pada definisi menurut Michael Porter yaitu kelompok usaha
yang sejenis yang berdekatan dan melibatkan pelaku hulu-hilir yang
terkait.
iv. Dalam pengembangan klaster, sebaiknya klaster tersebut sudah tumbuh di
wilayah yang bersangkutan baik sebagai kumpulan UMKM ataupun
sebagai sentra industri, sehingga pengembangannya tidak dimulai

dari

awal (nol), tetapi mengembangkan yang sudah ada.


v.

Inti dari pengembangan klaster adalah adanya komitmen bersama untuk


menghasilkan produk bersama yang berkualitas. Pengalaman yang ada
selama ini adalah persaingan yang sangat tinggi diantara pelaku UMKM
sendiri yang menyebabkan lemahnya posisi tawar UMKM.

vi. Dari pengalaman pembinaan IKM/UMKM, untuk pengembangan klaster


dibutuhkan suatu holding usaha bersama. Holding ini bertugas untuk
memenuhi kebutuhan klaster, misalnya kebutuhan ahli desain produk, ahli
pemasaran dst. Holding ini harus bekerja profesional sesuai dengan
keahlian yang diperlukan klaster untuk berkembang.
b. BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Direktorat
Pemberdayaan Koperasi dan UKM)
i.

Pengembangan

klaster

dilakukan

melalui

pendekatan

berdasarkan

ketersediaan lapangan usaha. Lapangan usaha yang berperan dalam


pengembangan

LAPORAN AKHIR

ekonomi

masyarakat

difasilitasi

untuk

berkembang

44

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

menjadi klaster. Untuk memilih lapangan usaha yang dimaksud dilakukan


analisa backward and forward linkage dan pelaku-pelaku lain yang
berperan di dalam klaster tersebut.
ii.

BAPPENAS telah melakukan penelitian untuk lapangan usaha tekstil dan


umbi-umbian. Lapangan usaha yang dikaji sejauh ini masih dalam bentuk
sentra-sentra produksi. Pada industri tekstil, selain menganalisa backward
dan forward linkage juga dilakukan analisa terhadap pelaku-pelaku lain,
misalnya pedagang makanan yang berperan melayani pekerja pabrik
tekstil. Keberadaan industri tekstil menjadi penting karena mempengaruhi
kelangsungan lapangan usaha pedagang makanan. Analisa ini untuk
mengetahui apakah sektor ekonomi yang akan dikembangkan menjadi
klaster benar-benar merupakan lapangan usaha yang utama (yang
mempengaruhi

keberadaan

lapangan

usaha

lainnya)

dalam

pengembangan ekonomi masyarakat di lingkungan klaster tersebut.


iii. Karakteristik

sentra

produksi

hasil

kerjasama

dengan

Kementerian

Koperasi adalah :
a) Pada sektor pertanian, di antara pelaku UMKM mempunyai trust yang
tinggi sehingga terdapat rasa kebersamaan yang tinggi.
b) Pada sektor non pertanian, antar pelaku UMKM/IKM mempunyai
tingkat persaingan yang tinggi sehingga sulit untuk disatukan.

Gambaran untuk sektor pertanian

Bentuk ideal untuk mengembangkan sentra menjadi klaster yang aktif


adalah dalam bentuk kelompok. Bentuk kelompok yang ideal yang ada
sampai saat ini adalah koperasi. Koperasi di wilayah pertanian dapat
menjadi fasilitator pengembangan klaster. Contoh yang bisa dilihat
adalah budidaya rumput laut di Sulawesi. Diantara pelaku pelaku
terdapat ikatan yang cukup kuat. Mereka melakukan budidaya secara
bersama yang disatukan dalam wadah koperasi sehingga kegiatan
produksi dari hulu hilir dapat dilakukan. Pada tingkat hulu, koperasi
menyediakan kebutuhan bahan baku /modal untuk budidaya rumput
laut. Pada tingkat hilir, koperasi melakukan kegiatan pengolahan
pasca panen bersama (pengeringan rumput laut) dan pemasaran
bersama.

LAPORAN AKHIR

45

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Demikian juga pada sektor peternakan. Pada umumnya di Pulau Jawa


peternakan sapi dilakukan secara individual. Tetapi pada peternakan
sapi di Kalimantan Selatan dilakukan secara kelompok (koloni).
Mereka membuat kandang bersama. Satu kandang dimiliki oleh 3
orang

petani.

Kandang

ini

dikelola

bersama

baik

pakannya,

pemeliharaan dsb. Kegiatan produksi ini sangat menguntungkan,


karena dapat menghemat tenaga pemeliharaan dan tempat untuk
kandang.

Untuk menyatukan pelaku pelaku dalam kegiatan bersama perlu


adanya

leader

(pemimpin)

baik

berasal

individu

atau

instansi/pemerintah yang memiliki jiwa entrepreneur. Komitmen dan


kemauan dari pemimpin tersebut merupakan langkah yang strategis
untuk memacu pengembangan klaster.
Pada contoh diatas, dinas terkait menjadi penggerak dalam pengembangan klaster
rumput laut dan peternakan sapi.

Gambaran untuk sektor non pertanian

Pada contoh kasus yang disampaikan, lapangan usaha yang


dikembangkan adalah industri sasirangan (tekstil) di Kalimantan
Selatan. Dari pengamatan terlihat bahwa persaingan diantara
pelaku UMKM cukup tinggi, antara lain dalam hal penetapan harga
jual,

informasi

pembeli,

pengembangan

motif

dll.

Untuk

membangun kebersamaan, maka pelaku UMKM didampingi oleh


fasilitator klaster (BDS, LSM ataupun universitas) yang berfungsi
sebagai fasilitator klaster.

Kendala yang dihadapi adalah fasilitator klaster (dalam contoh dari


Perguruan Tinggi) yang ada masih tergantung pada program
Pemerintah. BDS tersebut memperoleh bantuan dari Kementerian
Koperasi dalam bentuk dana pendampingan dan dana bergulir.
Sehingga ketika program selesai, keberlanjutan BDS masih
dipertanyakan

c. BAPPENAS

Kewilayahan II

LAPORAN AKHIR

Badan Perencanaan

Pembangunan

Nasional

Direktorat

46

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
i.

BAPPENAS dalam hal ini Direktorat Kewilayahan II, berperan sebagai


lembaga yang melakukan pengkajian pengembangan wilayah

termasuk

satu diantaranya dengan cara pengembangan klaster.


ii.

Hasil

dari

kajian

yang

telah

dilakukan

bahwa

kegagalan

dalam

mengembangkan klaster dikarenakan :


a) Pengembangan klaster tidak berdasarkan pada potensi yang ada di
masyarakat. Program klaster lebih dikarenakan adanya kepentingan
pemerintah untuk membentuk klaster.
b) Kurangnya komitmen dan kemauan (willingness) pemerintah dan
stakeholders yang terkait. Akibatnya kebijakan pengembangan UMKM
justru bersifat kontraproduktif.
c) Tidak adanya grand strategy (rencana induk) yang melibatkan pelaku
hulu-hilir pada klaster yang dikembangkan. Misalnya: peternakan sapi
potong, yang diperhatikan hanya sapi potong, tetapi peluang usaha
yang lain kurang diperhatikan misalnya pengolahan kotoran sapi
menjadi pupuk organik.
d) Pengembangan klaster mengecil menjadi sentra usaha. Seharusnya
pengembangan klaster diarahkan untuk dapat menjadi penunjang
pengembangan

ekonomi

lokal

dan

ekonomi

regional.

Agar

pengembangan klaster tidak terjebak menjadi sentra, maka rencana


induk harus dibuat secara bottom up.
d. BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pusat Pengkajian
Kebijakan Peningkatan Daya Saing
i.

Konsep pengembangan klaster adalah adanya linkage antar pelaku-pelaku


klaster dan terciptanya nilai tambah (value chain)

ii.

Agar linkage dan nilai tambah dapat diperoleh, maka pengembangan


klaster dilakukan melalui pendekatan partisipatory. Langkah-langkah yang
dilakukan sebagai berikut (mengacu pada contoh proses pembentukan
klaster di Tegal-Jawa Tengah) :
a). Proses partisipasi

LAPORAN AKHIR

47

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Proses ini diawali dengan melakukan identifikasi usaha-usaha


yang mempunyai prospek untuk berkembang.

Kemudian dilakukan pemetaan kondisi lingkungan klaster


(meta plan). Faktor yang dipetakan mengacu pada diamond
model yang disampaikan Michael Porter. Peta tersebut akan
menggali hal-hal yang menjadi kendala dan hal-hal yang
menjadi pendukung.

Dilakukan penguatan lingkungan usaha, melalui perumusan


tujuan bersama, strategi bersama hingga membuat matriks
rencana

kerja

melangkah ke

untuk
aksi

melakukan

aksi

bersama diperlukan

bersama. Untuk
manajemen

dari

klaster tersebut.
b). Proses analisa (tahun 2006).
Analisa yang digunakan adalah:

Analisa rantai nilai, untuk mengetahui nilai tambah dari masingmasing pelaku.

Analisa kompetensi inti, meliputi peta pelaku industri pemasok,


pembeli (buyer), industri terkait, industri

pendukung

dan

institusi pendukung.

Hasil analisa rantai nilai dan kompetensi inti ini untuk


menentukan

kepada

siapa/kemana

pembiayaan

perlu

diberikan.
iii. Faktor penting yang juga terkait dalam mengembangkan UMKM/IKM
dengan pendekatan klaster adalah :
a) Peningkatan kapasitas (capacity building) pelaku-pelaku yang terlibat
dalam klaster.
b) Adanya tokoh panutan/pemimpin yang berpengaruh (Local Champion)
Contoh pendekatan klaster yang cukup berhasil adalah yang dilakukan di Tegal.
Melalui peran pemerintah daerah dalam hal ini Kepala Bappeda yang berkomitmen
mengembangkan UMKM, maka terbentuk 5 klaster yang berkembang yaitu: klaster

LAPORAN AKHIR

48

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

engine dan aplikasinya, komponen kapal, pariwisata, sapi potong dan jagung
hibrida.
Keberhasilan yang diperoleh dapat dilihat dan diukur dari tingkat pendapatan yang
meningkat dari

pelakupelaku

yang ada pada klaster.

Sebagai gambaran

pendapatan petani jagung hibrida yang bertambah. Harga hasil pertanian seperti
pada umumnya sangat berfluktuasi. Petani pada posisi tawar yang tidak seimbang
terhadap pembeli (umumnya tengkulak yang berfungsi sebagai penebas hasil
panen). Ketika proses mengembangkan klaster,

petani

difasilitasi

agar

memperoleh harga yang wajar dan penebas pun memperoleh keuntungan yang
diharapkan. Caranya dengan mengajak petani untuk mengatur waktu tanam serta
memperluas areal dan mengajak penebas untuk melakukan tebasan secara
periodik dalam kondisi jagung sudah mencapai umur produksi siap tebas.
e. BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Business Technology
Center/BTC
i. BPPT-BTC dalam hal ini berperan menyediakan aplikasi teknologi untuk
UMKM/IKM
ii. Untuk mendukung peran tersebut, BPPT memperoleh bantuan dari Uni
Eropa dalam bentuk dana hibah (grant). Dana hibah ini digunakan untuk
program teknologi informasi kepada Koperasi. Pertimbangannya adalah
dari pengalaman banyak negara yang telah menggunakan teknologi
informasi

khususnya

internet

untuk

memasarkan

produk-produk

UMKM/IKM. Pemasaran melalui cara ini terbukti sangat efektif untuk


meningkatkan penjualan.
iii. Kondisi koperasi di Indonesia masih lemah, sehingga perlu dilakukan
peningkatan kapasitas agar dapat melayani UMKM lebih baik. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah melalui penyediaan teknologi informasi.
Pada saat ini akan dilakukan pilot project teknologi informasi dengan
pemerintah daerah Jawa Tengah.
f.

Departemen Pertanian
i.

Untuk mengembangkan klaster pada komoditi pertanian tidaklah mudah,


mengingat karakteristik dari sektor pertanian sendiri, sehingga tidak semua
komoditi pertanian dapat diklasterisasi.

LAPORAN AKHIR

49

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
ii.

Faktor keberhasilan dalam kredit tanaman perkebunan adalah adanya


industri inti yang menampung produk mereka. Sistem yang dikembangkan
dalam hubungan industri inti dan petani adalah sistem bagi hasil.

iii. Sedangkan untuk tanaman pangan (termasuk hortikultura), kapasitas


petani masih sangat rendah. Untuk itu pada level petani masih sangat
diperlukan

usaha

penguatan

kapasitas.

Pada

sektor

pertanian,

pembiayaan bank dirasakan belum mampu menggantikan peran tengkulak


(dalam ketepatan waktu pemberian dan jumlah

pinjaman

yang

dibutuhkan).
Kebijakan di tingkat pusat ini, lebih jauh juga menjadi inspirasi bagi pemerintahpemerintah di daerah dalam mengembangkan ekonomi masyarakatnya. Salah satu
pemerintah daerah yang melakukan program pengembangan klaster adalah
Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi Jawa Tengah. Program di tingkat propinsi
tersebut diakomodasikan dan dikoordinasikan dengan pemda-pemda di tingkat
kabupaten.

2.3.5. Perkembangan Sentra/Klaster UKM di Indonesia


Pengembangan

usaha

kecil

dan

menengah

(UKM)

melalui

pendekatan

sentra/klaster adalah salah satu cara untuk mengembangkan UKM. Melalui


sentra/klaster

akan

mempermudah

upaya

pembinaan

terhadap

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumber

daya

UKM,
dalam

pengembangan UKM yang diharapkan akan segera mewujudkan UKM yang


memiliki daya saing tinggi. Selain itu, dengan klaster UKM diharapkan akan
terwujud sebuah "Supply Chain Management" dalam klaster, yaitu sebuah
keadaan dimana pertukaran informasi dan barang antar pengusaha dalam klaster
dan konsumennya, berlangsung secara optimal dan efisien.
Pendekatan pengembangan UKM melalui sentra/klaster sebenarnya bukanlah
strategi baru. Di banyak negara seperti Italia, Jepang, Denmark, Norwegia,
Amerika Serikat, Kanada, India dan Taiwan telah merintis pengembangan klaster
sejak 30-40 tahun lalu. Pemerintah Indonesia juga sudah pernah berupaya
mengembangkannya di sekitar tahun 1974 oleh BIPIK Departemen Perindustrian,
waktu itu. Namun, karena pengembangan sentra tidak dilakukan secara alamiah,
tetapi lebih banyak dilakukan dengan memindahkan UKM ke suatu tempat usaha
baru, maka program ini banyak mengalami kegagalan.

LAPORAN AKHIR

50

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Pada tahun 2000, Shujiro Urata sebagai Penasehat Senior JICA kepada Menteri
Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri di masa itu, kembali
merekomendasikan pengembangan UKM melalui klaster. Dalam rekomendasinya,
Urata

mendorong

pengembangan

klaster UKM karena

memiliki

banyak

keuntungan. Beberapa diantaranya adalah : (a) memudahkan UKM

untuk

mengatasi masalah pengadaan bahan baku dan mesin, (b) promosi penjualan
produk, dan (c) mengurangi risiko akibat fluktuasi permintaan dengan membuat
skala yang sesuai pada suatu klaster. Disamping itu, melalui klaster juga akan
memperoleh manfaat untuk tukar menukar informasi tentang desain baru, metode
pengolahan dan pengembangan produk baru serta berbagi dalam pengeluaran
untuk penelitian dan pengembangan.

1. Gambaran Sentra/Klaster UKM


Menurut data tahun 1996, jumlah usaha dalam klaster berkisar sebanyak 475.000
unit, sementara jumlah industri kecil dan rumah tangga adalah sekitar 2.875.000
unit. Artinya sekitar 17% industri kecil dan rumah tangga yang terkonsentrasi
dalam klaster.

Tabel 2. Sepuluh Subsektor Klaster Terbesar Tahun 1996


No

ISIC

Sub Sektor

Tenaga
Kerja

Valule Added

Klaster

(000 Rp)

3313

Anyaman
kayu/bamabu/rotan

107.350

229.000

86.789.000

1.433

3642

Pembuatan bata, genteng,


keramik

45.530

175.000

234.412.000

935

3118

Gula

63.600

126.000

20.643.000

677

3211

Pemintalan/Penenunan/yam,
teks/til

51.930

117.500

73.028.000

880

3124

Tempe terbuat dari kedelai

25.660

65.500

295.317.000

660

3125

Berbagai jenis keripik


(makanan)

22.630

64.700

27.624.000

413

3221

Aksesories pakai

16.030

62.400

67.104.000

454

3321

Mebel kayu/bambu/rotan

13.030

53.690

50.284.000

468

3127

Kue basah, kering, produk


sejenis

15.210

44.490

17.649.000

327

10

3710

Produk dasar besi dan baja

9.980

35.930

22.598.000

458

SubTotal

371.110

974.230

904.448.000

6705

(78%)

(75%)

(71%)

(68)

Total

475.000

1.295.000

1.270.405.380

9.800

(17%)

3 TK/UKM

Rp 1000/TK

48
UKM/
Klaster

Indikator klaster industri kecil dan rumah


tangga di Indonesia
Sumber: Deperindag, BPS, KRI Internasional.

LAPORAN AKHIR

Unit

2.875.000

Rp 2.675/UKM

51

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya adalah sebanyak 1.295.000 orang,
sementara itu jumlah tenaga kerja total yang terserap oleh industri kecil rumah
tangga adalah 14.375.000 pada tahun 1996. Berarti ada sekitar 9% dari tenaga
kerja yang terlibat dalam industri kecil dan rumah tangga yang terkonsentrasi pada
klaster. Jika dibandingkan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah UKM-nya,
maka setiap UKM rata-rata mempekerjakan 3 orang tenaga kerja.
Tabel 2 menunjukkan sepuluh subsektor terbesar dalam hal tenaga kerja. Sepuluh
subsektor terbesar ini mewakili 68% dari keseluruhan klaster, sekitar 75% dari
seluruh tenaga kerja dalam klaster dan sekitar 78% dari seluruh usaha dalam
klaster. Subsektor terbesar adalah subsektor anyaman kayu/bambu/rotan, yang
jumlahnya mencapai 18% dari keseluruhan tenaga kerja dalam klaster.
Pada tahun 1996, rata-rata nilai tambah yang dihasilkan per tenaga kerja dari
seluruh klaster diperkirakan sebesar Rp 1 juta atau sekitar Rp 2,675 juta per UKM.
Sebaran klaster-klaster tersebut dapat dilihat dalam gambar 10.

Gambar 10. Jumlah Klaster UKM Tahun 1998


Maluku dan Papua

381

Kalimantan dan Sulaw esi

2242

Bali dan Nusa Tenggara

1313
2511

Sumatera

5623

Jaw a (diluar Jakarta)


92

Jakarta
0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Jumlah Klaster

Sampai dengan 1998 sudah terbentuk atau berkembang 12.162 klaster dengan
rincian di Jakarta ada 92 klaster, Jawa (diluar Jakarta) ada 5.623 klaster, Sumatera
ada 2.511, Bali dan Nusa Tenggara 1.313, Maluku dan Papua 381 klaster,
sedangkan di Kalimantan dan Sulawesi terdapat 2242 klaster. Menurut Noer
Soetrisno (2002) jumlah UKM yang terpantau dalam sentra sebagai embrio klaster
diperkirakan mencapai 475 ribu unit. Dilihat dari penyebarannya meliputi sekitar
58% sentra yang ada di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Secara umum karakteristik dari klaster UKM di Indonesia adalah berlokasi di

LAPORAN AKHIR

52

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

daerah terpencil, dalam klaster hanya memiliki sedikit UKM yang layak. Produk
yang dihasilkan adalah komoditi regional, sedangkan pasar yang dilayani adalah
pasar regional, biasanya bagi produk-produk pengganti, dan berada dalam pasar
yang sempit. Teknologi yang digunakan adalah teknologi tradisional.

Tabel 3. Karakteristik Klaster UKM di Indonesia


Lokasi

Sebagian besar terpencil

UKM

Hanya sedikit yang layak

Produk

Komoditi regional

Pasar

Pasar regional
Pasar pengganti
Pasar yang sempit

Teknologi

Teknologi rendah

Sumber: JICA

Hasil Studi JICA


Tim studi JICA yang dipimpin oleh Koizumi Hajime (2003) telah melakukan kajian
selama dua tahun di Indonesia (2002-2003) tentang " Strengthening Capacity of
SME Cluster". Tim studi JICA ini mengusulkan "Master Concept and Strategy
for SME Cluster Development from Lessons Learnt". Tim ini telah mengkaji 10
sentra UKM di Jawa yaitu (1) sentra logam di Tegal, Sukabumi dan Sidoarjo; (2)
sentra furniture kayu di Klaten-Serenan; (3) sentra gambir di Harau-50 Kota; (5)
sentra minyak Atsiri (vetiver) di Garut; (6) sentra pandai besi pembuatan alat-alat
pertanian (Blacksmith) di Tanjung Batu; (7) sentra tahu dan tempe di Mampang
(Jakarta) dan Bekasi; dan (8) sentra batu bata dan genteng di Kebumen.
Dari ke sepuluh sentra di atas, Tim studi JICA memilih 3 sentra, yaitu sentra logam
di Sidoarjo, sentra furniture kayu di Klaten-Serenan, dan sentra batu bata dan
genteng di Kebumen, Jawa Tengah untuk dikaji dan diamati secara saksama dan
rutin. Adapun hasil dari kajian tersebut, Tim JICA akhirnya membuat rekomendasi
tentang strategi pengembangan sentra/klaster UKM, seperti yang tampak dalam
gambar 11.

LAPORAN AKHIR

53

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Gambar 11. Skenario Penumbuhan Klaster/UKM


UKM Dinamis

UKM
BDS

UKM Mampu
(Viable)

ATAS

BDS
K-BDS

TENGAH

Daya Saing

UKM Mampu

UKM
Potensial
UKM dengan
Keinginan
Kuat

BAWAH
BDS
K-BDS

Merubah
Modalitas Bisnis
UKM NonViable

Pendidikan dan
Pelatihan

Merubah
Keinginan

Secara perlahan
akan mati

Gambar 12. Pendekatan Pengembangan Klaster UKM yang Viable dan


Kompetitif.
Tipe Industri
Industri Menegah
Besar
Industri Produksi
Masal

Faktor
Intensifikasi
Sumber Daya

Ancaman

Fokus BDS

Over produksi

Pemasaran

Sustainabilitas

Manajemen

Pengrajin

Teknologi

Pasar terbatas

Pemasaran

Penolakan

Manajemen

Intensifikasi
Modal

Klaster UKM

Industri Kerajinan
Industri Rumah
Tangga

Intensifikasi Tenaga
Kerja

Intensifikasi
Teknologi

Penghematan
Sumberdaya

Pengeringan, penggunaan material efektif,


produk khusus, pengolahan bahan baku,
penurunan kerusakan

LAPORAN AKHIR

54

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Gambar 13. Pendekatan "3C" dalam Penguatan Klaster UKM


COMPETITION
(Under Communicative
Justice)

Antar UKM
Antar Klaster
Antar Sub-Sektor
Antar Lembaga Publik
(Pusat, Propinsi, dan
Kabupaten/Kota)

Clustering
Value Chain

COOPERATION
(Under Distributive
Justice)

CONCENTRATION
(Under General Justice)

Antar UKM/Klaster
Asosiasi menurut Sub-Sektor
Kemitraan Publik Swasta

Spesialisasi
Sub-kontrak
Target produk (sub-sektor)

Gambar 14. Pendekatan Kerjasama Selektif Pengembangan Sentra


UKM

Klaster

Individu
Bukan

Koperasi

Sistem
Informasi
Tertutup

Koperasi

Klaster

Keinginan
Kuat

Tidak Ada
Keinginan

Kerjasama

Klaster
Koperasi

Kelompok

Kelompok

Contoh: Konsorsium Kebumen


Unit Kolaborasi Serenan
Sistem
Informasi
Terbuka

Klaster
Koperasi

PT

Kemitraan

PT. Penyedia Material Kebumen

LAPORAN AKHIR

3C
Cooperation
Competition
Concentration

55

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Adapun upaya atau pendekatan untuk mendorong UKM mampu (viable) dan
kompetitif dapat dilakukan dengan cara seperti yang ditampilkan dalam gambar 14.
Sedangkan untuk penguatan klaster UKM dapat dilakukan pendekatan 3C
(Competition, Cooperation, dan Concentration). Hal ini dapat digambarkan dalam
gambar 13.

Gambar 15. Pengalokasian Sumberdaya yang Efektif (SDM, Teknologi


dan Finansial)
DEPERINDAG

MENEGKOP&UKM

Target Industri
BDS

Koperasi, Klaster,
Keuangan Mikro

COMPETITION

COOPERATION

CONCENTRATION

Sistem Info Terbuka

Kerjasama selektif

Sistem legal/legislatif
Model bisnis dinamis

Pendidikan dalam
perubahan model bisnis

Penguatan kapasitas
pemimpin

Kemitraan publikakademik-swasta

Punya kemauan keras


(Pendekatan selektif)
Spesialisasi
Target produk

Agar pengalokasian sumberdaya dapat dilakukan secara efektif, maka antara


Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Menegkop dan UKM disarankan
agar ada pembagian tugas yang jelas. Hal tersebut dapat digambarkan seperti
dalam gambar 15.

3. Faktor Penentu Dinamika Sentra


Perkembangan

sentra

UKM

secara

teoritis

dipengaruhi

perekonomian nasional dan lokal, kebijakan pemerintah, dan

oleh

dinamika

dinamika

industri

yang bersangkutan, serta tingkat innovasi UKM. Perkembangan perekonomian


suatu wilayah dapat diamati dari berbagai indikator, antara lain pendapatan per
kapita, perkembangan PAD (Pendapatan Asli Daerah), PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), jumlah
penduduk.

Perkembangan

perekonomian

tersebut

semestinya

memberikan

dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan semua pelaku ekonomi


di

kabupaten

tersebut,

baik

melalui

semakin

luasnya

kesempatan

kerja,

pemerataan pembangunan, kemudahan pelaku ekonomi memperoleh informasi


pasar dan permodalan maupun melalui bentuk lain.

LAPORAN AKHIR

56

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

UKM sebagai salah satu pelaku ekonomi sudah sepantasnya memperoleh


manfaat

dari

perkembangan

ekonomi

suatu

wilayah

apalagi

UKM

telah

membuktikan sebagai katup penyelamat perekonomian nasional pada masa


Indonesia di hantam badai krisis ekonomi. Fenomena

yang

muncul

agak

berbeda, perkembangan perekonomian daerah di Indonesia pada umumnya


kurang mendukung perkembangan UKM di wilayah tersebut. Hasil kajian
menunjukkan

bahwa

indikator-indikator

perekonomian

daerah

kurang

bersahabat dengan UKM. Secara individu beberapa indikator perekonomian


daerah berpengaruh terhadap dinamika perkembangan sentra UKM dan

UKM

yang berada di dalam sentra, namun pada umumnya secara bersama-sama relatif
tidak mempunyai pengaruh. Hal ini mengindikasikan belum adanya sinergi
kebijakan pemerintah daerah dengan perkembangan dinamika ekonomi lokal untuk
menstimulan kinerja sentra UKM
Perkembangan ekonomi lokal yang berpengaruh terhadap perkembangan kinerja
sentra UKM dan kinerja UKM di dalam sentra ditemukan pada tiga propinsi, yaitu:
Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Hal ini

mengindikasikan

bahwa di tiga daerah tersebut pemerintah daerahnya telah memberikan porsi


kebijakan

yang

memiliki

dampak

pada

sentra

UKM,

sedang

pemerintah

daerah/lokal belum memiliki perhatian khusus terhadap upaya peningkatan kinerja


sentra UKM maupun individu UKM dalam sentra, atau indikasi pemerintah
daerah/lokal masih lebih memprioritaskan pembangunan bidang lain daripada
pembangunan sentra UKM dan UKM yang berada dalam sentra.
Fenomena

yang

terjadi

di

propinsi

menunjukkan

bahwa

secara

umum

perkembangan ekonomi daerah/lokal belum mempengaruhi kinerja sentra UKM


dan per unit UKM dalam suatu sentra. Pada beberapa propinsi saja yang
mengindikasikan perkembangan ekonomi daerah/lokal berdampak pada dinamika
sentra UKM dan per unit UKM dalam suatu sentra, bahkan ada yang berdampak
negatif.
Di

Propinsi

Sumatera

Utara,

indikator

rasio

pertumbuhan

pengeluaran

pembangunan terhadap pertumbuhan PAD, rasio PAD terhadap APBD, dan


pertumbuhan PAD berpengaruh positif dan bermakna terhadap kinerja sentra UKM
yang diukur dari nilai tambahnya, dan indikator pengeluaran pembangunan per
APBD

berpengaruh

negatif.

Hal

ini

mengindikasikan

bahwa

pengeluaran

pembangunan di Sumatera Utara lebih diutamakan untuk pengembangan sektor


lain. Apabila dilihat dari sisi pengaruh indikator tersebut terhadap nilai tambah per

LAPORAN AKHIR

57

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

UKM dalam sentra, hanya rasio PAD terhadap APBD yang berpengaruh dan
pengaruhnya positif dan signifikan. Artinya, semakin tinggi kemampuan Propinsi
Sumatera Utara membiayai dirinya sendiri akan meningkatkan nilai tambah per unit
UKM.
Berbeda dengan fenomena yang terjadi di Propinsi Jawa Timur. Hanya indikator
pangsa PDRB dan rasio pengeluaran pembangunan terhadap PDRB yang
mempengaruhi nilai tambah per UKM dalam suatu sentra dan pengaruhnya negatif
dan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kedua indikator tersebut
justru menurunkan nilai tambah per UKM. Dengan kata lain, kebijakan ekonomi di
Jawa Timur belum menyentuh UKM.
Lain halnya fakta yang muncul di Propinsi Sulawesi Selatan, hanya satu indikator
yang berpengaruh terhadap nilai tambah sentra UKM dan pengaruhnya bermakna
dan

negatif, yaitu

tingkat

pengangguran. Artinya, apabila pengangguran

di

Sulawesi Selatan meningkat maka nilai tambah UKM akan menurun. Hal ini
mengindikasikan bahwa penurunan daya beli masyarakat akibat menganggur akan
menurunkan nilai tambah yang diciptakan oleh sentra UKM di Sulawesi Selatan.
Temuan

tersebut

memberikan

tanda

bahwa

sudah

saat

nya

pemerintah

daerah/lokal menerbitkan kebijakan meningkatkan kinerja sentra UKM dan

unit

UKM dalam sentra, baik melalui kebijakan yang sifatnya langsung maupun tidak
langsung. Salah satu bentuk kebijakan langsung adalah peningkatan produktivitas
sentra dan UKM dengan menyediakan permodalan atau kemudahan dalam
mengakses modal. Kebijakan tidak langsung mengarah pada penciptaan iklim
usaha yang sehat yang menjamin terciptanya persaingan bisnis yang kondusif.

a. Faktor Penentu Kinerja Sentra UKM


Hasil menunjukkan bahwa fungsi produksi sentra UKM dipengaruhi secara
bermakna dan positif oleh faktor nilai investasi, dan nilai produksi. Adapun bahan
baku berpengaruh signifikan dan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata
nilai tambah sentra dari faktor bahan baku dan jumlah unit usaha pada tahap
penurunan. Artinya, penambahan bahan baku dan jumlah unit usaha untuk
meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan sentra UKM sudah tidak efektif. Upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah sentra UKM dengan
meningkatkan investasi dan nilai produksi. Peningkatan nilai investasi dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah/lokal dengan menyediakan

LAPORAN AKHIR

pinjaman modal,

58

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

sedangkan nilai produksi dapat ditingkatkan dengan penggunaan teknologi yang


relatif modern dan/atau melakukan innovasi.
Apabila penambahan faktor produksi tersebut dilakukan bersama-sama maka
hanya kombinasi antara investasi dan jumlah tenaga kerja yang tidak berpengaruh
terhadap nilai tambah sentra UKM. Hal ini menunjukkan bahwa investasi yang
dilakukan selama ini belum diselaraskan dengan ketrampilan tenaga kerja yang
bekerja pada sektor UKM.
Perbandingan kinerja sentra UKM yang berada di Pulau Jawa dan luar Pulau
Jawa, menunjukkan ada perbedaan pengaruh faktor produksi terhadap kinerja
sentra UKM. Pengaruh perubahan jumlah tenaga kerja terhadap nilai

tambah

sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,06% dibandingkan di luar Pulau Jawa.
Demikian pula dengan pengaruh perubahan nilai produksi terhadap nilai tambah
sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,24% relatif terhadap luar Pulau Jawa.
Berbeda dengan pengaruh perubahan jumlah unit usaha dan nilai bahan baku
terhadap nilai tambah sentra UKM di Pulau Jawa lebih besar 0,07% dan 0,27%
dibandingkan dengan sentra UKM di luar Pulau Jawa. Sedangkan pengaruh
perubahan nilai investasi terhadap nilai tambah UKM antara Pulau Jawa dan luar
Pulau Jawa tidak berbeda. Oleh karena itu, pengembangan nilai tambah sentra
UKM di Pulau Jawa dapat dilakukan dengan memfokuskan pada peningkatan unit
usaha dan penggunaan bahan baku.
Adapun hasil estimasi berdasarkan perbedaan sentra UKM yang maju dengan
yang kurang maju menunjukkan hasil yaitu pengaruh perubahan jumlah unit usaha
dan bahan baku terhadap nilai tambah sentra UKM berbeda. Pada UKM yang
maju pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut lebih besar
dibandingkan UKM kurang maju. Lain halnya dengan faktor produksi tenaga kerja
dan nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif
lebih kecil daripada UKM yang belum maju. Baik pada UKM yang maju dan belum
maju, pengaruh faktor produksi investasi tidak berbeda dan umumnya memiliki
pengaruh terhadap perkembangan kinerja sentra UKM. Dengan demikian untuk
mengembangkan sentra UKM yang tergolong belum maju dalam suatu sentra
dilakukan dengan menambah tenaga kerja dan meningkatkan nilai produksinya.
Secara umum dinamika perkembangan sentra UKM dipengaruhi secara signifikan
dan positif oleh nilai produksi dan dipengaruhi secara bermakna dan negatif oleh
faktor produksi bahan baku. Selain dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut di

LAPORAN AKHIR

59

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Propinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat dinamika sentra UKM dipengaruhi
pula secara positif oleh investasi, dan di Propinsi Kalimantan Selatan kinerja sentra
UKM dipengaruhi pula secara negatif oleh tenaga kerja.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan nilai tambah sentra
UKM di Indonesia dilakukan dengan meningkatkan nilai produksi. Untuk Propinsi
Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat, selain meningkatkan nilai produksi,
peningkatan nilai

tambah sentra

UKM dapat dilakukan dengan menambah

investasi. Di Kalimantan Selatan dapat dikatakan bahwa penambahan tenaga kerja


justru menurunkan nilai tambah sentra UKM. Hal ini menggambarkan bahwa
tenaga kerja yang tersedia termasuk tenaga kerja dengan produktivitas yang relatif
rendah.
Hasil estimasi berdasarkan perbedaan UKM yang maju dengan yang kurang maju
menunjukkan pengaruh perubahan bahan baku dan

nilai

produksi

terhadap

kinerja sentra UKM berbeda. Pada sentra UKM yang maju pengaruh bahan baku
tersebut lebih besar dibandingkan sentra UKM kurang maju. Lain halnya dengan
nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif lebih
kecil daripada sentra UKM yang belum maju.
Fenomena di Propinsi Sumatera Selatan, selain bahan baku dan nilai produksi,
faktor produksi investasi dan jumlah unit usaha memberikan pengaruh yang
berbeda antara UKM yang maju dan kurang maju. Pengaruh investasi pada UKM
yang maju relatif lebih besar dan pengaruh jumlah unit usaha pada UKM yang
maju relatif lebih kecil dibandingkan dengan UKM yang kurang maju.
Berbeda dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, selain bahan
baku dan nilai produksi, faktor produksi investasi memiliki pengaruh pula yang
lebih besar terhadap nilai tambah UKM yang maju daripada UKM yang belum
maju. Oleh karena itu, untuk mengembangkan nilai tambah UKM yang tergolong
belum maju dalam suatu sentra dilakukan dengan meningkatkan nilai produksinya.
Nilai tambah komoditas yang dihasilkan oleh UKM dalam suatu sentra pada
umumnya dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi dan
dipengaruhi secara negatif oleh bahan baku, kecuali untuk komoditas tempe dan
garment selain dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi,
dipengaruhi pula secara negatif oleh investasi (untuk tempe) dan secara positif
oleh investasi (untuk garment).

LAPORAN AKHIR

60

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum untuk meningkatkan nilai


tambah komoditas yang dihasilkan UKM dalam suatu sentra dengan meningkatkan
nilai produksi. Salah satu upaya meningkatkan nilai produksi komoditas tersebut
dengan melakukan innovasi pemasaran atau desainnya.
Pembedaan berdasarkan komoditas yang dihasilkan UKM di Pulau Jawa dan luar
Pulau Jawa menunjukkan pola yang tidak sama. Untuk komoditas genteng,
meubel, dan gerabah tidak ada perbedaan faktor produksi yang mempengaruhi
nilai tambah komoditas. Komoditas gula, kerupuk dan garment memiliki kesamaan,
yaitu bahan baku memiliki pengaruh yang berbeda terhadap nilai tambah
komoditas yang lebih besar di Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Pulau Jawa
dan nilai produksinya memiliki perbedaan dalam mempengaruhi nilai tambah
komoditas UKM, pengaruhnya terhadap nilai tambah komoditas UKM lebih kecil di
Pulau Jawa.
Faktor nilai produksi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap nilai tambah
komoditas anyaman dan batu bata yang dihasilkan UKM di Pulau Jawa
dibandingkan dengan UKM di luar Pulau Jawa, namun bahan baku sebaliknya.
Secara umum pengaruh faktor produksi bahan baku dan investasi terhadap nilai
tambah komoditas pada UKM yang maju relatif lebih besar daripada UKM yang
kurang maju, namun pengaruh tenaga kerja lebih besar pada UKM yang kurang
maju.

b. Faktor Penentu Kinerja UKM Dalam Sentra


Produktivitas UKM yang berada dalam sentra diukur dengan laju perubahan nilai
tambahnya. Nilai tambah per unit usaha akan meningkat apabila investasi dan
nilai produksi ditingkatkan, sedangkan faktor tenaga kerja tidak berpengaruh. Hal
ini mengindikasikan bahwa mesin dan/atau peralatan yang digunakan lebih
mendukung peningkatan produktivitas per unit usaha dibandingkan tenaga kerja.
Dapat dikatakan bahwa tenaga kerja hanya berperan sebagai operator peralatan
atau mesin.
Pengaruh unit usaha terhadap nilai tambah per unit usaha yang negatif
mengindikasikan bahwa rata-rata nilai tambah per unit usaha telah mengalami
penurunan. Demikian pula pengaruh bahan baku yang negatif terhadap

nilai

tambah per unit usaha dalam sentra mengindikasikan bahwa pemanfaatan bahan
baku dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah dalam suatu sentra

LAPORAN AKHIR

61

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

belum efisien.
Apabila peningkatan penggunaan bahan baku dilakukan secara bersamaan
dengan peningkatan jumlah tenaga kerja atau peningkatan investasi maka nilai
tambah per unit usaha akan meningkat pula. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan penggunaan bahan baku harus disertai dengan penambahan
penggunaan tenaga kerja atau penambahan penggunaan mesin atau peralatan
dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah agar bahan baku dapat
digunakan relatif efisien atau optimal.
Fenomena yang terjadi apabila dilakukan pembedaan

sentra

berdasarkan

letaknya (di Jawa dan luar Jawa) adalah antara sentra di Pulau Jawa dan di luar
Pulau Jawa terdapat perbedaan pengaruh tenaga kerja, jumlah unit usaha, bahan
baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha dalam sentra.
Pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut di Pulau Jawa relatif lebih
besar dibandingkan luar Pulau Jawa, dan pengaruh tenaga kerja dan nilai
produksi di Pulau Jawa relatif lebih kecil daripada sentra di luar Jawa. Dengan
demikian, untuk meningkatkan nilai tambah per unit usaha di Pulau Jawa relatif
lebih baik dilakukan dengan menambah unit usaha dan penggunaan bahan baku.
Apabila pembedaan berdasarkan UKM yang berada pada sentra yang maju dan
tidak maju, maka perbedaan yang muncul adalah pengaruh jumlah tenaga kerja,
bahan baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha. Pengaruh
bahan baku terhadap nilai tambah per unit usaha pada UKM yang maju relatif lebih
besar 0,80% dibandingkan UKM yang kurang maju, namun pengaruh jumlah
tenaga kerja dan nilai produksi terhadap produktivitas per unit usaha dalam sentra
yang diukur dengan nilai tambah per unit usaha relatif lebih kecil dibandingkan
UKM yang kurang maju dalam sentra. Dengan demikian untuk meningkatkan
kinerja nilai tambah per unit usaha pada UKM yang kurang maju dilakukan dengan
menambah tenaga kerja dan nilai produksi.
Kinerja nilai tambah per UKM dalam sentra, secara umum dipengaruhi secara
positif dan bermakna oleh nilai produksi dan dipengaruhi negatif oleh bahan baku
serta jumlah unit usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap UKM dalam sentra
perlu memikirkan strategi meningkatkan nilai produksi, misal melalui innovasi.
Indikasi yang lain adalah rata-rata nilai tambah per UKM mencapai tingkat yang
menurun.
Untuk di Propinsi Jawa Barat dan NTB, selain nilai produksi faktor produksi

LAPORAN AKHIR

62

Kajian Literatur

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

investasi mempengaruhi nilai tambah per UKM secara bermakna dan positif.
Artinya, untuk kedua propinsi tersebut tersedianya dana untuk investasi relatif lebih
penting dibandingkan faktor produksi lainnya.
Analisis berdasarkan pemisahan per UKM yang maju dan kurang maju di sentra di
setiap propinsi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh bahan baku
terhadap nilai tambah per UKM. Pengaruh bahan baku tersebut relatif lebih besar
pada UKM yang lebih maju. Artinya, apabila pada UKM yang maju ditingkatkan
penggunaan bahan bakunya maka pengaruhnya terhadap nilai tambah per UKM
relatif lebih besar dibandingkan hal yang sama diterapkan pada UKM yang belum
maju. Hal yang berbeda terjadi pada UKM di Propinsi NTB, antara UKM maju dan
belum maju tidak terdapat perbedaan besar-kecilnya pengaruh faktor produksi
terhadap nilai tambah per UKM.

c. Indikator Sentra UKM Yang Dinamis


Kinerja UKM yang berada dalam sentra yang telah maju relatif lebih baik
dibandingkan dengan UKM yang berada dalam sentra yang belum maju. Hasil
kajian mengindikasikan sentra yang dinamis di Indonesia umumnya memiliki
kriteria sebagai berikut:

Jumlah UKM di dalam sentra rata-rata di atas 37 orang pengusaha kecil


dan menengah

Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam
sentra rata-rata di atas Rp 2.737.500.000,00 per tahun

Jumlah tenaga kerja di dalam sentra rata-rata di atas 147 orang.

Jumlah tambahan investasi di dalam sentra rata-rata di atas Rp


52.000.000,00 per tahun.

Pembinaan sentra UKM harus didasarkan pada potensi sentra UKM yang dapat
dikembangkan secara cepat. Untuk itu, perlu ditentukan kriteria sentra yang dapat
segera dikembangkan, antara lain:

LAPORAN AKHIR

Jumlah UKM di dalam sentra berkisar 20 orang pengusaha atau lebih

Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam

63

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
sentra berkisar Rp 393.500.000 per tahun

Jumlah tenaga kerja di dalam sentra berkisar 70 orang

Jumlah tambahan investasi di dalam sentra di atas Rp 10.000.000 per


tahun

2.4. Praktik Terbaik Pengembangan Klaster UKM


Di beberapa negara ada banyak contoh terbaik atau "best practices" yang mungkin
dapat dipelajari dalam mengembangkan klaster UKM. Beberapa contoh "best
practices" dalam pengembangan klaster UKM adalah:

2.4.1. Di Italia
Italia, khususnya di Italia bagian Tengah-Utara sebagai pusat pergerakan jejaring
klaster UKM. Menurut C. Richard Hatch (2000), bahwa pada awal tahun 1980-an
pusat pertumbuhan yang pesat di daerah Emilia-Romagna dan sekitamya menjadi
perhatian para pakar di kawasan Eropa dan Amerika. Hasil studi menunjukkan
pertumbuhan yang pesat di daerah ini terjadi karena kerjasama yang kuat antara
asosiasi bisnis, dukungan teknologi, dan keinginan belajar dari pengalaman
kerjasama dalam jejaring melalui klaster UKM yang telah mendukung keberhasilan
tersebut.

2.4.2. Di Denmark
Keberhasilan di bagian Tengah-Utara Italia

telah mendorong para pakar untuk

melakukan kajian dalam pengembangan jejaring UKM melalui klaster. Denmark


diantaranya telah mengambil konsep Italia untuk diterapkan dalam proyek
pengembangan UKM pada tahun 1989 melalui pendekatan klaster. Adapun yang
mendorong keberhasilan pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM di
Denmark adalah peran dari "the Danish Technological Institute". Secara prinsip
program pengembangan jejaring bisnis dilakukan secara transparan melalui mass
media (cetak dan elektronik). Disamping itu juga mengajak pelaku bisnis sukses
dan tentunya dukungan pemerintah dalam bentuk "grant" untuk pengembangan
jejaring produk baru atau memasuki pasar baru, dan program pelatihan bagi
pialang jejaring bisnis guna mendorong kerjasama diantara UKM.

LAPORAN AKHIR

64

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
2.4.3. Di Chile

Salah satu proyek jejaring bisnis dengan pendekatan klaster yang juga sangat
penting adalah proyek yang dikembangkan oleh "the Chilean SME Assistance
Agency, SERCOTEC" pada akhir tahun 1990. Proyeknya disebut "Chile's
Proyectos de Fomento or PROFO program". Proyek ini, ditujukan untuk
mengorganisasikan 10 sampai 30 UKM dalam kelompok untuk mendorong
kerjasama dan menstimulus permintaan layanan SERCOTEC.
Untuk memfasilitasi UKM, SERCOTEC menunjuk dan membayar penuh manajer
yang melayani setiap kelompok. Tugas manajer adalah mengkordinasikan layanan
dari business development services (BDS) providers, aktivitas kelompok seperti
kunjungan ke salah satu pabrik dan tranportasi ke pameran dagang, serta promosi
aktivitas bisnis kelompok (klaster). Sampai dengan tahun 2000 sudah berkembang
sebanyak 16 sentra/klaster PROFO.

2.4.4. Di India
Development Alternatives Inc. (DAI) melalui bantuan USAID dengan proyek
Microenterprise Best Practice telah mengembangkan program kaji tindak yang
melibatkan klaster perusahaan kecil-kecil di bagian Utara kota-kota dan desa-desa
di India. Upaya ini ditujukan untuk membangun jejaring yang efektif antara usaha
mikro,

kecil

dan

menengah.

Seperti

di

negara-negara

lain,

pendekatan

pengembangan jejaring UKM dengan klaster juga melibatkan pialang bisnis, BDS
Providers, dan dana padanan untuk memacu percobaan produk dan pasar baru.
Dalam hal ini kepercayaan antar pengusaha dan adanya kemauan yang keras
untuk bekerjasama menjadi kunci penting bagi suksesnya pengembangan klaster
UKM untuk mendorong terjadinya jejaring bisnis. Pada sisi lain, peranan BDS
Providers juga sangat penting dan oleh karena itu setiap BDS Providers harus
menguasai operasionalisasi bisnis secara rutin. Secara konsepsi bahwa disadari
pemanfaatan layanan BDS secara bersama dalam kelompok menjadi semakin
ringan kalau jumlah UKM dalam sentra atau klaster semakin besar.

2.4.5. Thailand
Satu pelajaran dari sesama negara Asia dapat diambildari Thailand. Thailand
memiliki program yang disebut One Tambun One Product (OTOP), yang berarti
satu desa satu produk.

LAPORAN AKHIR

Pendekatan OTOP ini adalah pendekatan kelompok

65

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

dengan unit pengelompokkan desa. Dalam pendekatan ini, dengan mendorong


setiap desa memiliki, setidaknya, satu produk akan mendorong desa untuk
bertindak sebagai satu unit usaha. Produk desa kemudian menjadi salah satu
sumber penerimaan masyarakat desa dan

mendorong

pertumbuhan

desa.

Dengan pendekatan OTOP, penduduk diharapkan peduli dengan lingkungan


desanya.

2.4.6. Belajar Dari Pengalaman Negara Lain


Belajar dari pengalaman negara-negara lain seperti Italia, Denmark, Chile, dan
India sebagaimana diuraikan diatas, C Richard Hatch (2000) mengusulkan
rencana kerja atau "workplan" dalam pengembangan jejaring UKM dengan
pendekatan sentra/klaster. Rencana kerja tersebut meliputi:
1)

Mengembangkan kriteria untuk menyeleksi partners (pasangan) yang


memiliki pengalaman dan pengetahuan lokal yang memadai.

2)

Mengkaji sistem bisnis dan operasi secara internal setiap pelaku bisnis
yang akan dikembangkan.

3)

Mengembangkan kurikulum dan materi

pelatihan

bagi

UKM,

broker/pialang bisnis atau konsultan BDS Providers dan dikomunikasikan


lewat berbagai media termasuk internet.
4)

Merancang skim subsidi yang efisien yang dapat mencegah terjadinya


distorsi untuk menutupi biaya awal bagi pialang jejaring bisnis.

5)

Menyediakan bantuan teknis bagi setiap UKM yang bekerjasama

6)

Merancang dan

melakukan

evaluasi secara seksama setiap

upaya

pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM.


7)

Memberikan perhatian dari berbagai usulan kajian yang dilakukan oleh


staf, pihak-pihak yang bekerjasama, pialang bisnis termasuk BDS
Providers dalam penyempurnaan setiap konsep yang akan dikembangkan
dalam pengembangan klaster UKM.

LAPORAN AKHIR

66

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
2.5. Pemahaman Agribisnis

Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis
yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya.
Subsistem-subsistem tersebut adalah
1)

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness)

2)

Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness)

3)

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness)

4)

Subsistem jasa penunjang (supporting institution)

Gambar 16. Subsistem Agribisnis


Up-stream
Agribusiness
Pembibitan
Agro Kimia
Agro Otomotif

On-farm
Agribusiness

Down-stream
Agribusiness

Tanaman
Pangan
Tanaman
Holtikultura
Tanaman Obatobatan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Kehutanan

Intermediate
Product
Finished
Product
Wholesaler
Retailer
Consumer

Supporting
Institution
Agro Institution
Agro Services

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), Meliputi semua kegiatan untuk


memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas, atau
pengadaan sarana produksi, antara lain : Pembibitan, Agro Kimia, dan Agro
Otomotif.
Subsistem

LAPORAN AKHIR

agribisnis

usahatani

(on-farm

agribusiness),

Meliputi

kegiatan

67

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
mengelola

input-input

berupa

lahan,

tenaga

kerja,

modal,

teknologi

dan

manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau budidaya, antara lain:


Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura, Tanaman Obat-obatan, Perkebunan,
Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan.
Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), Disebut juga agroindustri,
aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan menjadikan hasil-hasil pertanian
sebagai bahan bakunya. Atau Kegiatannya pengolahan dan pemasaran, meliputi
Intermediate Product, Finished Product Wholesaler, dan Retailer Consumer
Subsistem jasa penunjang (supporting institution), Subsistem ini merupakan
kegiatan jasa dalam mendukung aktivitas pertanian seperti Agro Institution dan
Agro Services.
Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasikan
pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan
jasa terkait dalam suatu cluster industri dengan keempat komponen subsistem
tersebut.
Suatu sistem agribisnis menekankan pada keterkaitan dan integrasi vertikal antara
beberapa subsistem bisnis dalam satu sistem komoditas. Pendekatan dengan
sistem agribisnis akan memperbesar potensi pertanian karena akan memberikan
nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian dan dapat mendorong
efisiensi usaha.
Perkembangan pembangunan agribisnis di Indonesia saat ini masih digerakkan
oleh kelimpahan faktor produksi (factor driven) yaitu sumber daya alam dan tenaga
kerja tidak terdidik. Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi agregat
masih bersumber dari peningkatan jumlah konsumsi sumber daya alam dan
tenaga kerja tidak terdidik. Sedangkan pada sisi struktur produksi akhir, umumnya
masih menghasilkan produk yang didominasi oleh komoditas primer (agricultural
based economy).
Kondisi ini tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi
kompetisi global yang semakin ketat. Selain tidak mampu bersaing, manfaat
ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat
yang dapat diciptakan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sistem
agribisnis Indonesia diarahkan menuju ke pembangunan sistem agribisnis ditahap
berikutnya.

LAPORAN AKHIR

68

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Pembangunan agribisnis tahap selanjutnya adalah suatu pengelolaan komoditas


yang digerakkan oleh kekuatan investasi melalui percepatan pembangunan dan
pendalaman industri pengolahan (agroindustri) serta industri hulu pada setiap
kelompok agribisnis (agribusiness cluster). Pembangunan agribisnis pada tahap ini
akan menghasilkan produk-produk akhir yang didominasi oleh produk yang bersifat
padat modal dan tenaga terdidik sehingga selain nilai tambah yang dinikmati
bertambah besar juga dapat memperluas segmen pasar. Jika tahap ini telah
dilaksanakan maka pembangunan agribisnis di Indonesia akan bergeser dari
perekonomian berbasis pertanian kepada perekonomian yang berbasis industri
agribisnis (agroindustry based economy).
Pembangunan

tahap

ketiga

dari

pembangunan

agribisnis

adalah

tahap

pembangunan yang didorong oleh inovasi melalui peningkatan kemajuan teknologi


pada setiap subsistem dalam kelompok agribisnis yang disertai

dengan

peningkatan sumberdaya manusia lebih lanjut sehingga dapat menyesuaikan


dengan perkembangan yang terjadi. Ciri perkembangan yang terjadi pada tahap ini
adalah

produktifitas

yang

tinggi

dari

lembaga-lembaga

penelitian

dan

pengembangan pada setiap subsistem agribisnis. Produk yang dihasilkan akan


didominasi oleh produk-produk yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan
tenaga kerja terdidik dengan semakin besar nilai tambah yang dapat ditawarkan ke
konsumen. Pada tahap ini perekonomian Indonesia
perekonomian

berbasis

modal

kepada

perekonomian

akan

beralih

berbasis

dari

teknologi

(technology based economy)

2.5.1. Cluster Dalam Agribisnis


Suatu perusahaan merupakan bagian dari struktur rantai

dual

interconnections

yang menghubungkan konsumen akhir dengan pengumpul bahan baku dalam


konfigurasi bilateral. Hubungan tersebut membentuk suatu rantai suplai (supply
chain) yang merupakan suatu sistem yang otonom namun inter-dipenden. Secara
lebih luas rantai suplai disebut juga sebagai jaringan suplai (supply network) yang
merupakan jaringan yang memiliki manajemen otonom dan berhubungan secara
komersial. Hubungan dalam bentuk jaringan ini memastikan efektifitas keterkaitan
antara bahan baku dengan konsumen akhir. Hal inilah yang menjadi dasar
pengembangan sistem cluster.
Konsep cluster dapat dibagi menjadi dua sistem cluster yaitu cluster yang
memusatkan aktivitasnya dalam suatu lokasi tertentu dari hulu sampai hilir. Ini

LAPORAN AKHIR

69

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

merupakan cikal bakal dari terbentuknya kawasan industri atau kota industri.
Sedangkan jenis cluster yang kedua adalah pengelompokan aktivitas industri
berdasarkan aktivitasnya, hal ini dikenal dengan istilah spatial cluster.
Agropolitan diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian atau
peternakan

(dapat

dilaksanakan

sistem

disebut

sebagai

ternak-lahan)

pengembangan

yang

tumbuh

kawasan

dan

pangan

berkembang

jika

karena

berjalannya sistem dan usaha agribisnis, diharapkan dapat melayani dan


mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian dan peternakan di wilayah
sekitarnya
Penentuan lokasi suatu perusahaan individual merupakan keputusan yang
didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang mempengaruhi seperti biaya
transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitusi, struktur pasar,
kompetisi

dan

informasi.

Perusahaan

tersebut

akan

memutuskan

apakah

menguntungkan berdiri sendiri atau berdekatan dengan perusahaan-perusahaan


sejenis.

2.5.2. Agro Based Cluster Model


Agro based cluster adalah suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan
kegiatan agribisnis di suatu lokasi tertentu. Tujuannya agar dapat terjadi efisiensi
dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hilir sampai hulu dalam
menghasilkan suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana
dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem agribisnis dari subsistem
agribisnis

hulu,

subsistem

usahatani

dan

subsistem

agribisnis

hilir

yaitu

agroindustri, jasa penunjang dan pemasaran. Pemusatan ini diharapkan dapat


mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus
pada komoditas tertentu.
Mengingat sebagian besar komoditas pertanian Indonesia diekspor dalam bentuk
produk primer, maka dengan agro based cluster diharapkan terbangun suatu
industri pengolahan hasil pertanian yang kuat dengan dukungan subsistemsubsistem agribisnis yang lain sehingga nilai

tambah suatu produk dapat

ditingkatkan dan memperkuat daya saing komoditas ekspor Indonesia. Pada


akhirnya diharapkan terjadi transformasi perekonomian Indonesia dari agricultural
based economy menjadi agroindustry based economy.

LAPORAN AKHIR

70

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
2.5.3. Pemetaan Agro Based Cluster

Identifikasi agri based cluster dapat dilakukan dengan memetakan cluster yang
ada dan menspesifikasikan stakeholder utama dalam cluster tersebut. Peta cluster
harus dapat menunjukkan tiga komponen utama yang terdiri dari :

Sektor-sektor yang berorientasi ekspor (sektor yang menjual produk ke


luar wilayah cluster)

Sektor-sektor pendukung (sektor yang menjual produk utamanya ke sektor


yang berorientasi ekspor)

Komunitas yang berspesialisasi pada sarana infrastruktur (institusi lokal,


aset dan kemampuan lain yang mendukung cluster)

Pengembangan model agro based cluster membutuhkan dukungan dari berbagai


pihak, untuk itu perlu adanya koordinasi yang baik antar instasi atau lembaga
terkait. Tahap awal perlu dilakukan pemetaan komoditas unggulan di setiap
wilayah

dan

sarana

prasarana

pendukungnya

untuk

mendapat

gambaran

kemungkinan pengembangan ke arah yang lebih prospektif. Selanjutnya dari hasil


pemetaan

tersebut

dilakukan

identifikasi

komoditas

unggulan

yang

dapat

dikembangkan lebih lanjut dengan memberikan nilai tambah terhadap produk


tersebut. Setelah

identifikasi dilakukan kemudian

dukungan dalam

bentuk

kebijakan pemerintah maupun dukungan prasarana dan infrastruktur dikawasan


tersebut.
Agribisnis yang baik membuat daya saing produk agribisnis meningkat

LAPORAN AKHIR

Penggunaan bahan baku menjadi lebih optimal

Kualitas dan kuantitas produk meningkat

Penggunaan teknologi dan human skill yang meningkat

Biaya produksi lebih efisien

Biaya transportasi lebih efisien

Pemasaran lebih mudah

71

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Pengelolaan modal lebih terstruktur

Keberlanjutan produksi tetap terjaga

Lingkungan hidup tetap terjaga

Adanya institusi yang mendukung pengembangan nilai tambah produk


yang dihasilkan

Profitabilitas meningkat

Daya saing meningkat ini dapat digambarkan dalam struktur piramida Integrated
Clusters seperti ditampilkan dalam gambar 17.

Gambar 17. Piramida Integrated Cluster


Export-based
Industries

Supplier Industries
Input material

Human Resources

distribution

Technology

trade other supporting services

Capital
And Finace

Regulatory
Enviroment

Physical
Infrastructure

Pengukuran tingkat produktifitas UKM di dalam cluster adalah :


1)

Laju perubahan nilai tambah, laju nilai tambah akan meningkat jika
investasi dan nilai produksi ditingkatkan

2)

Peningkatan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja atau peralatan

2.5.4. Keberhasilan pendekatan klaster


Pengukuran tingkat keberhasilan sistem cluster adalah :
1)

LAPORAN AKHIR

Terciptanya kemitraan dan jaringan yang baik

72

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur
2)

Ditandai dengan adanya kerjasama antar perusahaan, hal ini menjadi


sangat

penting

karena

menyangkut

ketersediaan

sumberdaya,

pembiayaan dan fleksibelitas serta proses pembelajaran bersama antar


perusahaan.
3)

Adanya

inovasi,

riset

dan

pengembangan.

Inovasi

secara

umum

berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset


dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan.
4)

Tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang handal. Dengan


SDM yang handal, keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat
dijalankan dengan baik.

5)

Terspesialisasinya aktifitas usaha perusahaan di dalam klaster.

Disamping ketiga unsur tersebut, untuk agribisnis, tingkat keberhasilan cluster


ditentukan juga oleh lokasi cluster. Lokasi cluster yang dimaksud memiliki tujuan
untuk mengukur keberlanjutan dari aktivitas industri yang ada di lokasi tersebut.
Faktor yang terkait dengan lokasi cluster ini adalah

ketersediaan

sumberdaya

(input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan lahan, biaya
transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitusi, struktur pasar,
kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah tercapainya suatu efisiensi dan
efektifitas serta keberlanjutan dalam pengelolaan utnuk menghasilkan komoditi
unggulan dari cluster tersebut.
Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu cluster adalah
dukungan pemerintah baik berupa kebijakan (policy) maupun pembinaan terhadap
sistem cluster yang sedang berkembang.

2.6. Pengukuran Efektifitas Program Pemerintah


Efektifitas berhubungan dengan pencapaian tujuan, suatu aktifitas disebut efektif
jika ia berhasil mengantarkan pelakunya kepada tujuan awal yang melandasi
lahirnya aktivitas tersebut. Dalam sebuah program atau proyek, secara umum
efektifitas

program/proyek

program/proyek

tersebut

didefinisikan

sebagai

seberapa

tujuan

tercapai. Efektifitas menghubungkan outcome

proyek dengan tujuan proyek, seperti tampak dalam gambar 18.

LAPORAN AKHIR

besar

dari

73

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

Input adalah sumberdaya yang disediakan oleh program/proyek. Misalnya


sejumlah dana, pengurangan pajak, sumberdaya manusia. Untuk keperluan
evaluasi, input umumnya dinyatakan dalam cash equivalent dari sumberdaya yang
disediakan.
Output adalah pengaruh/efek langsung yang dihasilkan oleh input. Misalnya
peningkatan kapasitas produksi, perbaikan tingkat pengetahuan pekerja, perbaikan
tingkat pendidikan pekerja, turnover perusahaan yang lebih tinggi, dan lainnya.

Gambar 18. Posisi Efektifitas


Tujuan
Proyek

Efektifitas

Input

Output

Outcome

Efisiensi

Efisiensi adalah input dihubungkan dengan output. Sebuah proses disebut efisien
jika untuk jumlah output yang sama, dibutuhkan jumlah input yang lebih sedikit.
Outcome dari proses adalah sesuatu yang menjadi konsekuensi atau hasil yang
mengikuti output. Contoh outcome adalah peningkatan daya saing, pertumbuhan
ekonomi, dan lain sebagainya.
Efektifitas adalah ukuran pencapaian tujuan, jadi ia menghubungkan outcome
dengan tujuan awalnya.
Dalam penilaian efektifitas, disamping menilai pencapaian tujuan yang tercantum
dalam dokumen program/proyek, penilaian juga dapat dikembangkan sehingga
mencakup efek yang lebih luas yaitu: (1) deadweight, (2) additionality, dan (3)
displacement.

2.6.1. Deadweight
Deadweight berhubungan dengan pertanyaan apa yang terjadi dalam perusahaan
UKM jika dukungan tidak diberikan. Pengukuran deadweight dapat dilakukan
dengan membandingkan antara perusahaan yang memperoleh perkuatan dengan

LAPORAN AKHIR

74

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Kajian Literatur

perusahaan yang tidak memperoleh perkuatan. Perbandingan ini memberikan 3


kemungkinan hasil:

Pure

deadweight.

Jika

tanpa

program

ternyata

perusahaan

tetap

menjalankan/mencapai tujuan program maka program disebut sebagai


pure deadweight;

Partially deadweight. Jika tanpa program, perusahaan tetap memulai


menjalankan tujuan program secara terbatas atau dalam bentuk yang lain;

Zero deadweight. Jika tanpa program perusahaan sama sekali tidak dapat
berjalan.

Kendati sulit mengukurnya, beberapa kajian menyajikan besarnya deadweight


dalam bentuk persentase.

2.6.2. Additionality
Additionality didefinisikan sebagai apakah sebuah dukungan merangsang private
investment yang tadi nya tidak ada/tidak mungkin. Additionality dapat berada
pada input, output, atau behavioral.

Input additionality. Apakah perusahaan menjadi berbelanja lebih banyak


akibat adanya program/proyek ini?;

Output additionality. Apakah aktifitas output meningkat akibat adanya


program/proyek ini? (misal jumlah innovasi, patent, pekerjaan, pengusaha
baru, dsb);

Behavioral additionality. Adakah perubahan permanent pada perilaku


perusahaan akibat bantuan/program/proyek ini? (termasuk menjadi lebih
efisien dalam mentransformasikan input menjadi output).

2.6.3. Displacement
Displacement timbul ketika dukungan

yang diberikan mengantikan private

investment. Displacement adalah efek negatif dari

bantuan

menganulir (sebagian) efektifitas bantuan/program/proyek.

LAPORAN AKHIR

negara

yang

75

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Sistem Agribisnis Sentra UKM

Metode Kajian

Secara umum, kajian mengamanahkan 2 hal utama yaitu: (1) mengukur efektifitas
program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis di bidang agribisnis dan
(2) mencari sumber efektifitas tersebut.

Berdasarkan hal itu, maka langkah-

langkah di bawah dijalankan.

3.1. Kerangka Pikir


Beberapa hal yang digunakan untuk membentuk kerangka pikir kajian adalah
pemahaman jenis klaster, dimensi umum klaster, dan pengertian efektifitas.

3.1.1. Jenis Klaster


Kajian menunjukkan beragam definisi dan jenis-jenis klaster. Porter, misalnya,
membagi klaster menurut adopsi teknologi anggotanya ke dalam (1) klaster
teknologi (kelompok dengan sadar menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern) dan (2) klaster know-how (anggota kelompok menggunakan pengalaman
dan pengetahuan turun-temurun). TA ADB membagi klaster menurut dinamika
anggotanya menjadi (1) klaster dinamis (viable) dan (2) klaster tidur (dormant).
Sedangkan literatur-literatur lainnya kebanyakan membagi klaster menjadi (1)
klaster regional (lebih menitik beratkan pada pengelompokkan usaha dalam satu
wilayah dengan batasan yang jelas, atau (2) klaster bisnis (menitikberatkan pada
jejaring kerjasama

antar perusahaan

untuk saling berbagi

kompetensi dan

sumberdaya). Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri menggunakan


pembagian yang terakhir ini.
Dalam kajian ini, klaster yang diamati dapat berupa klaster bisnis (khususnya yang

LAPORAN AKHIR

76

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

bergerak di bidang agribisnis), karena memberikan cakupan yang lebih lengkap


dan

luas,

atau

klaster

regional. Keduanya

digunakan

sebagai

sampel

pengamatan.

3.1.2. Pembentukan Klaster


Kajian literatur mengenai klaster menunjukkan beberapa faktor pembentuk klaster.
Sayangnya

kajian-kajian

pengembangan

klaster.

ini

belum

Secara

menunjukkan

umum,

beberapa

faktor

dominan

faktor

yang

bagi

memicu

pembentukan klaster adalah (1) adanya permintaan lokal yang unik (seperti batik,
anyaman bambu untuk peralatan rumah tangga, dll), (2) telah adanya industri di
seputar wilayah tersebut yang output/bahan sisanya menjadi bahan baku bagi
klaster, adanya industri yang berhubungan, atau telah adanya klaster yang
berhubungan yang membuka peluang, (3) Karena perilaku

perusahaan/individu

yang inovatif, (4) karena hasil kajian perguruan tinggi, (5) adanya kejadian yang
membuka peluang, dan lain-lain. Rangsangan ini jika terus dilanjutkan terutama
jika ada dukungan dari institusi lokal dan/atau persaingan lokal yang sehat akan
membuat

klaster

terus

tumbuh.

Pertumbuhan

klaster

akan

menciptakan

spesialisasi pemasok, kebutuhan pengumpulan dan berbagi informasi, munculnya


institusi lokal untuk mendukung pelatihan, penelitian dan infrastruktur, serta
munculnya identitas klaster di kawasan regional/nasional.
Sesuai tujuannya, kajian memusatkan perhatian pada siklus perkuatan diri antara
pembentukan dan perkembangan klaster dengan mengamati mekanisme yang
dikembangkan

oleh

pelaksana-pelaksana

program

dan

menarik

pelajaran

daripadanya.

3.1.3. Konsep Efektifitas


Konsep efektifitas berniat mengukur seberapa jauh tujuan sebuah kegiatan
tercapai. Tujuan pembentukan klaster, seperti yang tercantum dalam

RPJM

bidang Koperasi dan UKM adalah memperluas basis dan kesempatan berusaha
serta

menumbuhkan

wirausaha

baru

berkeunggulan

untuk

mendorong

pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Tujuan-tujuan


ini diukur melalui instrument eveluasi sentra yang ada.
Kajian menggunakan 3 hal untuk digunakan sebagai tujuan umum pengembangan
klaster

LAPORAN AKHIR

bisnis

yaitu:

(1)

meningkatnya

daya

saing

produk

klaster,

(2)

77
77

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

adanya/terbentuknya spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat di


dalamnya, dan (3) munculnya identitas klaster yang cukup kuat di tataran
regional/nasional. Disamping pengukuran kinerja program seperti disebutkan
diatas, kajian juga mencoba mengukur efektifitas program dengan memasukkan
penilaian terhadap (1) deadweight, (2) displacement, dan (3) Additionality.

Deadweight berhubungan dengan pertanyaan apa yang terjadi dalam


perusahaan UKM jika dukungan tidak diberikan. Pengukuran deadweight
dapat dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan yang
memperoleh perkuatan dengan perusahaan yang tidak memperoleh
perkuatan. Perbandingan ini memberikan 3 kemungkinan hasil: (1) Pure
deadweight.

Jika

tanpa

program

ternyata

perusahaan

tetap

menjalankan/mencapai tujuan program maka program disebut sebagai


pure

deadweight;

(2)

Partially

deadweight.

Jika

tanpa

program,

perusahaan tetap memulai menjalankan tujuan program secara terbatas


atau dalam bentuk yang lain; dan (3) Zero deadweight. Jika tanpa
program perusahaan sama sekali tidak dapat berjalan. Pelaksanaan
program yang pure deadweight adalah pemborosan.

Additionality didefinisikan sebagai apakah sebuah dukungan merangsang


private investment yang tadi nya tidak ada/tidak mungkin. Additionality
dapat berada pada input, output, atau behavioral.

Input additionality

menjawab pertanyaan apakah perusahaan menjadi

berbelanja

lebih

banyak akibat adanya program/proyek ini?; Output additionality menjawab


pertanyaan

apakah

aktivitas

output

meningkat

akibat

adanya

program/proyek ini? (misal jumlah innovasi, patent, pekerjaan, pengusaha


baru, dsb); sedangkan Behavioral additionality menjawab pertanyaan
adakah

perubahan

permanent

pada

bantuan/program/proyek ini? (termasuk

perilaku

perusahaan

akibat

menjadi lebih efisien dalam

mentransformasikan input menjadi output). Sebuah program yang efektif


akan memberikan efek additionality kepada obyek programnya.

Displacement timbul ketika dukungan yang diberikan menggantikan private


investment. Displacement adalah efek negatif dari bantuan negara yang
menganulir (sebagian) efektifitas bantuan/program/proyek.

Ketiga ukuran ini dimasukkan untuk menilai efektifitas dari sisi


masyarakat akibat pelaksanaan program.

LAPORAN AKHIR

dinamika

Dengan demikian, berdasarkan

78
78

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

penjelasan tersebut diatas, sebuah model pengembangan klaster bisnis

UKM

dapat disebut efektif jika:


1)

meningkatkan daya saing produk klaster

2)

menciptakan spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat di


dalamnya;

3)

memunculkan

identitas

klaster

yang

cukup

kuat

di

tataran

regional/nasional;
4)

memiliki zero deadweight;

5)

memberikan efek additionality pada UKM, dan

6)

tidak menghasilkan displacement.

Penjelasan lebih lanjut dari konsep-konsep ini kemudian disajikan dalam

bab

Kajian Literatur.

3.1.4. Kerangka Kajian


Konsep efektifitas tersebut diatas membantu kita menyusun kerangka kajian
khususnya dalam tahap pengukuran efektifitas model pengembangan klaster
bisnis yang diamati. Kerangka pemikiran ini jika digambarkan kurang lebih akan
tampak seperti pada gambar 19.
Gambar 19 menunjukkan posisi umum kajian dalam mekanisme pembentukan dan
pertumbuhan/pengembangan sebuah klaster. Responden kajian sudah berbentuk
klaster, baik ia dibentuk secara sengaja atau karena sejarah alami tertentu. Yang
ingin diamati adalah pertumbuhan dari klaster-klaster yang dibentuk oleh modelmodel tersebut. Apakah mekanisme yang dijalankan berhasil secara efektif
memutar siklus perkuatan diri sehingga klaster yang dipicunya tumbuh lebih jauh.
Keluaran dari sebuah klaster yang tumbuh tersebut secara umum dapat dilihat
dalam gambar 19 (diturunkan dari penjelasan Konsep Efektifitas).
Dalam gambar 20, ukuran eksternal umum sebuah klaster dapat dilihat dalam
lingkaran eksternal yang melingkupi klaster. Kajian yang dilakukan akan mengukur
efektifitas model dengan mengukur ke 6 variabel keluaran ini.

LAPORAN AKHIR

79
79

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

80
80

Gambar 19. Wilayah Kajian Dalam Daur Pembentukan dan


Pengembangan Klaster
Muncul supplier khusus

Keberadaan industri yang


menghasilkan bahan baku,
industri yang berhubungan,
klaster yang berhubungan

Akumulasi informasi
Permintaan lokal yang unik/
tidak biasa

Hasil research perguruan


tinggi

Pembentukan
Klaster

Institusi lokal
mengembangkan pelatihan,
penelitian, dan infrastruktur
khusus

Pertumbuhan
Klaster

Perusahaan/ Individu yang


inovatif,

Kekuatan dan identitas


klaster tampak nyata
Siklus perkuatan diri,
terutama jika ada
dukungan institusi lokal
dan/ atau persaingan
lokal yang sehat

Peristiwa yang menimbulkan


kesempatan

Jika klaster tumbuh:


Sinyal peluang
Menarik pekerja ahli
Wirausahawan tertarik
Migrasi pekerja

Wilayah Kajian

Pengamatan mengenai mekanisme klaster (sisi internal) secara umum akan


diarahkan oleh 4 dimensi internal klaster yaitu (1) interaksi antar perusahaan, (2)
pembentukan institusi pendukung untuk interaksi yang lebih luas, (3) adanya
kombinasi sumberdaya dan kompetensi dari anggota klaster , dan (4) adanya
kedekatan spatial. Mengingat pihak dan hal yang terlibat dalam dinamika internal
klaster cukup banyak, maka pengamatan kepada mekanisme internal model akan
menggunakan
kesisteman

kerangka

digunakan

analisis kesisteman
agar

proses

(input-proses-output). Kerangka

identifikasi

kualitatif

dari

mekanisme,

permasalahan yang dihadapi model, dan faktor dominant dapat lebih sistematis
dan mudah dilakukan.
Catatan-catatan hasil pengukuran variable internal dan eksternal klaster ini
kemudian akan dimasukkan ke dalam Data Envelopment Analysis, untuk mencari
dasar pengelompokkan model, kemudian analisis faktor dan diskriminan digunakan
untuk mendapatkan gambaran faktor dominan penumbuhan klaster. Kajian
kemudian akan dikembangkan dengan informasi lain untuk mengidentifikasi
sumber efekfitas dari model yang berhasil.

LAPORAN AKHIR

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

81
81

Gambar 20. Kerangka Evaluasi Efektifitas Penumbuhan Klaster Bisnis


Agribisnis dan Pilihan Alat Analisis
Pemben
tuk

Pendu
kung

Lainnya

Dinamika sentra UKM


Kementerian Koperasi dan UKM

Identifikasi sentra/klaster bisnis


agribisnis

Kajian literature
Analisis data sekunder

Sentra Agribisnis

Kusioner evaluasi sentra


Analisis data sekunder

Competitiveness
Deskripsi sentra bisnis agribisnis
(Internal)

Specialization

Identity
Interaksi antar
perusahaan
(network/
supply chain)

Interaksi
institusi
pendukung

KLASTER

Deskripsi ciri-ciri penumbuhan


klaster di sentra agribisnis yang
diamati
(Eksternal)

Deadweight

Kombinasi
sumberdaya/
kompetensi
yang berbeda

Kedekatan
Spatial

Additionality

Deskripsi sumber efektifitas/


faktor dominan
pertumbuhan/transformasi sentra
agribisnis ke klaster bisnis

Identifikasi alternatif strategi


pengembangan sentra ke klaster
bisnis agribisnis dan
rekomendasi

Rekomendasi kebijakan
pengembangan sentra ke klaster
bisnis agribisnis

LAPORAN AKHIR

Displacement

Pengukuran indikator
kinerja & efek
pengembangan klaster
Peta rantai pasokan
Analisis struktur biaya
usaha tani untuk melihat
daya saing
Analisis spatial untuk
melihat potensi lahan
Analisis Kelembagaan/
kesisteman
Analisis cakupan produksi
untuk melihat spesialisasi

Analisis Faktor
Analisis Diskriminan
Focus Group Discussion
dlm kerangka PCM

Analisis SWOT dalam


kerangka PCM
Focus Group Discussion
dlm kerangka Regulatory
Impact Assessment (RIA)

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Untuk mendukung hasil analisis kuantitatif dan kualitatif tersebut, kajian juga
berkeinginan memperoleh masukan stakeholder pengembangan UKM melalui
klaster

bisnis.

Untuk

itu

di

beberapa

daerah

diadakan

FGD

untuk

mengkonfirmasikan gambaran mengenai akar masalah yang dihadapi, ide


perbaikan pendekatan yang harus dilakukan, dan besarnya biaya dan manfaat
sosial yang dipikul stakeholder jika pendekatan tersebut dijalankan, dan lain-lain.
Informasi-informasi ini digunakan untuk memperkaya kajian sehingga diharapkan
mampu memunculkan rekomendasi yang baik.

3.2. Ruang Lingkup Kajian


Memperhatikan latar belakang, tujuan, keluaran, kerangka pikir kajian tersebut
diatas dan dokumen term of reference maka ruang lingkup kajian ini meliputi:
1)

Melakukan survey lapangan di 7 Propinsi terpilih, yaitu: Lampung, Jawa


Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi
Selatan;

2)

Memaparkan kondisi umum dan pertumbuhan dari masing-masing sentra


agribisnis yang dipilih;

3)

Mengidentifikasi munculnya ciri-ciri klaster yang ada dalam sentra


agribisnis yang dipilih.

4)

Mengukur efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster


bisnis UKM berbasis agribisnis;

5)

Menganalisis berbagai permasalahan yang ditemukan dalam masingmasing model penumbuhan/ pengembangan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis;

6)

Melakukan diskusi kelompok terarah untuk menggali informasi kondisi dan


permasalahan sentra, serta untuk membantu proses formulasi rumusan
rekomendasi;

7)

Menyusun rumusan rekomendasi model penumbuhan dan pengembangan


klaster bisnis UKM berbasis agribisnis;

8)

LAPORAN AKHIR

Menyusun kebijakan publik berdasarkan hasil kajian dan publikasi hasil

82
82

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


kajian.
9)

Melakukan koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta dinas


yang membidangi koperasi dan UKM di Propinsi kajian.

3.3. Jenis Metode


Secara umum, jenis metode yang digunakan dalam kajian ini tergolong sebagai
metode Deskriptif, dimana kajian diminta menggambarkan potret efektifitas dari
program

sentra

UKM

dalam

menumbuhkan

klaster

bisnis,

pengetahuan yang diperoleh untuk menghasilkan masukan


program

bagi

mensintesis
perbaikan

sentra mendatang, dan mengusulkan rekomendasi tindakan dan

kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam
penumbuhan dan pengembangan sentra ke klaster bisnis agribisnis di masa
depan.
Secara umum, ada tiga jenis metode penelitian yaitu penelitian eksploratoris (untuk
memperdalam dan menajamkan perumusan masalah), penelitian, deskriptif (untuk
menerangkan cara kerja suatu sistem dan implikasinya) dan penelitian

kausal

(untuk mencari hubungan sebab akibat antara obyek pengamatan dengan faktor
yang mempengaruhinya). Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, kajian ini
dapat digolongkan sebagai kegiatan penelitian deskriptif dengan konsentrasi
pada mekanisme transformasi sentra ke klaster.

Gambar 21. Tiga Jenis Metode Penelitian

Exploratory research

Untuk memperdalam dan menajamkan perumusan


masalah

Descriptive research

Untuk menerangkan cara kerja suatu sistem dan


implikasinya

Causal research

LAPORAN AKHIR

Untuk mencari hubungan sebab akibat antara


obyek pengamatan dengan faktor yang
mempengaruhinya

83
83

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


Sebagai

kegiatan,

riset

merupakan

upaya

sistematik

dan

obyektif

untuk

mendapatkan data dan informasi, serta mengolah, menganalisisnya dalam rangka


mengidentifikasi

dan

menemukan

solusi

persoalan

penumbuhan

dan

pengembangan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis. Meskipun secara umum


kajian ini bersifat deskriptif, namun banyak juga dikaji hubungan sebab-akibat satu
variabel dengan variabel lainnya dalam rangka lebih memahami keadaan dan
merumuskan rekomendasi kebijakan penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis yang paling tepat.

3.4. Lokasi Kajian


Daerah kajian secara umum telah ditetapkan berada di 7 propinsi yaitu: (1)
Lampung, (2) Jawa Barat, (3) Jawa Tengah, (4) Jawa Timur, (5) NTB, (6)
Kalimantan Selatan, dan (7) Sulawesi Selatan. Lokasi klaster yang diamati
kemudian ditentukan berdasarkan beberapa kriteria yang tercantum dalam

bab

mengenai Sampling.

Gambar 22. Propinsi Tempat Lokasi Kajian

Kalsel
Lampung
Sulsel

Jabar
Jateng Jatim

NTB

3.5. Pendekatan Umum Pelaksanaan Kajian


Jika diperhatikan perumusan masalah kajian, maka tampak bahwa kajian harus
menjawab setidaknya 3 buah pertanyaan, yaitu:
1)

LAPORAN AKHIR

Bagaimana efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster

84
84

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

85
85

agribisnis UKM
2)

Faktor apakah yang dominan meningkatkan efektifitas penumbuhan


sentra ke klaster agribisnis tersebut

3)

Dukungan kebijakan apa yang dibutuhkan untuk memperbesar efektifitas


penumbuhan sentra ke klaster agribisnis tersebut

Untuk

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

tersebut,

maka

kajian

kemudian

dilaksanakan melalui alur umum seperti disajikan dalam gambar 23.

Gambar 23. Alur Umum Pelaksanaan Kajian


1
Sampel sentra
UKM
agribisnis

Kajian literatur dan


pendahuluan

Identifikasi
kategori sentra

3
Sentra
dinamis

Model
pengembang
an klaster

Sentra tidur

Pengukuran dan pemaparan identitas, karakteristik, kondisi,


masalah dan kinerja pertumbuhan sentra

Identifikasi ciri klaster


bisnis

Sentra dgn ciri


klaster

Sentra tanpa ciri


klaster

Analisis dan Perbandingan

4
Sumber
efektifitas

Rekomendasi pengembangan sentra


agribisnis ke klaster agribisnis

LAPORAN AKHIR

Identitas,
karakteristik,
kinerja sentra
Pendekatan Daya saing
Leverage/
Spesialisasi
kesisteman Identitas
Spatial
Kelembagaan
Usaha Tani

Gambaran
kondisi saat
ini

Proyeksi
kondisi
masa depan

Masalah
dan akar
masalah

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Pelaksanaan Kajian secara umum terbagi menjadi 4 modul kegiatan. Modul


pertama adalah kegiatan kajian literatur dan pendahuluan. Tujuan kajian literatur
ini adalah mengkaji kembali landasan teoritis pemahaman sentra UKM dan klaster;
sejarah perkembangan sentra UKM di Indonesia; parameter dan indikator-indikator
pengukuran perkembangan sentra dan klaster baik dari kajian di dalam negeri
maupun kajian di luar negeri; serta mencari model penumbuhan sentra klaster
teoritis yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan realita
penumbuhan sentra ke klaster UKM yang diamati.
Modul kedua dan ketiga merupakan modul yang diturunkan langsung dari hasil
survey lapangan. Dalam modul 2, kajian memilah sampel menjadi 3 kategori
sentra yaitu (1) sentra yang berhasil bertahan dan tumbuh menjadi klaster dinamis,
(2) sentra yang berhasil bertahan tetapi tidak berkembang menjadi klaster dan (3)
sentra yang tidak bertahan/tidur. Sedangkan modul

diarahkan

untuk

memaparkan kondisi umum setiap sentra yang diamati. Kondisi umum misalnya,
(1) identitas, karakteristik, dan kinerja sentra dalam deret waktu yang berkala, (2)
masalah dan akar masalah, (3) harapan pengembangan terbaik dari kondisi saat
ini.
Hasil pengelompokkan dan data identitas, kinerja dan kondisi umum ini kemudian
diumpankan ke modul 4 untuk saling diperbandingkan. Hasil perbandingan ini
membawa kajian menemukan faktor dominan penumbuhan klaster bisnis UKM di
bidang agribisnis. Kemudian berdasarkan masukan dari proyeksi kondisi masa
depan dan perumusan akar masalah, hasil modul 4 ini diekstraksi menjadi
rekomendasi dan kesimpulan.
Langkah umum tersebut diatas diharapkan dapat mendekati masalah yang harus
dijawab oleh kajian ini.

3.6. Jenis Data dan Metode Pengumpulannya


Data yang dikumpulkan harus mampu menjawab pertanyaan penelitian dan
mampu mengidentifikasi permasalahan dalam penumbuhan klaster UKM berbasis
agribisnis. Untuk menurunkan kebutuhan informasi dan data yang harus dicari,
maka Modul 2 dan 3 dari alur umum pelaksanaan kajian dielaborasi dan gambar
24 berikut ini.
Gambar menunjukkan kebutuhan indikator dalam modul yang dilaksanakan.

LAPORAN AKHIR

86
86

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

INDIKATOR PERTAMA digunakan untuk menyaring sampel berdasarkan syarat

utama program yaitu apakah program sentra UKM berjalan atau tidak di sentra
yang diamati. Komponen indikator meliputi keberadaan dari 3 unsur utama
program sentra UKM yaitu (1) keberadaan pengusaha dan produk sentra, (2)
keberadaan institusi BDS dan layanannya, dan (3) keberadaan KSP dan layanan
KSP untuk menyalurkan MAP.
INDIKATOR KEDUA digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut keberadaan ciri

klaster di sentra yang berjalan. Indikator ciri klaster setidaknya dilihat dari
keberadaan (1) munculnya supplier khusus, (2) Adanya spesialisasi di

dalam

sentra untuk melengkapi rantai pasok produk sentra, dan (3) adanya kemauan
berkelompok dan berbagi informasi pasar.
INDIKATOR KETIGA digunakan

untuk mengukur apakah klaster tumbuh dan

berkembang secara dinamis atau tidak. Indikator ini menjadi penyaring


memilih sentra agribisnis yang berhasil berkembang menjadi

klaster

untuk

agribisnis

yang dinamis. Indikator dibentuk oleh parameter (1) daya saing produk klaster, (2)
spesialisasi sesuai kompetensi, (3) interaksi dan kerjasama yang maju dan
penerapan prinsip rantai pasokan yang baik, (4) kuatnya identitas klaster, (5)
perkembangan teknologi dan investasi, (6) munculnya institusi pendukung rantai
pasok klaster, (7) akumulasi informasi di dalam klaster.

Gambar 24. Posisi Indikator Kajian


Indikator 1

Indikator 2

Indikator 3

Ya
Ya

Indikator 4

Apakah klaster
dinamis?

Identifikasi/ konfirmasi
faktor dinamisator

Kenapa sentra tidak


menjadi klaster

Identifikasi/ konfirmasi
faktor penumbuh
klaster

Adakah ciri
penumbuhan klaster?

Apakah sentra
berjalan?

Tida

Apa yang membuat


sentra tidak berjalan?

Tidak

Identifikasi/ konfirmasi
faktor penghambat
dan akar masalah

Indikator 5
Informasi karakteristik,
kondisi, kinerja

LAPORAN AKHIR

Kebutuhan kebijakan

Indikator 6

87
87

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

INDIKATOR KEEMPAT dan INDIKATOR KELIMA adalah indikator yang

88
88

diarahkan

untuk mengidentifikasi faktor dinamisator, faktor penghambat, dan akar masalah


yang dihadapi sentra yang berhasil memiliki ciri klaster dan sentra yang gagal
memiliki ciri klaster. Indikator keempat dan kelima lebih merupakan alat konfirmasi
untuk membandingkan antara apa yang seharusnya ada dengan yang terjadi
dilapangan dan serangkaian pertanyaan terbuka untuk menelusuri apa yang
membuat perbedaan tersebut.
INDIKATOR KEENAM adalah indikator untuk (1) mencatat identitas sentra secara

umum, (2) mengukur kinerja kuantitatif sentra, dan (3) memberikan

gambaran

usaha tani yang dilakukan pengusaha dalam sentra.


Mengingat kemungkinan besar organisasi sentra dan pengusaha kecil menengah
tidak memiliki catatan pembukuan yang akurat, maka data kajian dipertimbangkan
dikumpulkan melalui metode cross section.
Untuk mengoperasionalkan proses pengukuran variabel yang ingin diamati, maka
sebagai langkah awal dielaborasi dahulu hubungan antara konsep-dimensi-elemen
dari masing-masing variabel sebelum kemudian diturunkan menjadi butir-butir
pertanyaan dalam kuesioner (untuk data primer) atau butir-butir panduan
penyusunan informasi (bagi data sekunder). Upaya penurunan ini dilakukan dalam
tabel 4.

Tabel 4. Draf Struktur Konsep-Dimensi-Elemen Kebutuhan Informasi


KONSEP

DIMENSI

ELEMEN

ITEM

Efektifitas Model

Daya saing produk


klaster

Efisiensi biaya dibanding


pesaing

volume produksi
daerah pemasaran produk
omzet penjualan pasar lokal, regional dan ekspor
Keuntungan perusahaan dalam klaster
Struktur biaya (setidaknya total cost) perusahaan
dalam klaster

Keunggulan harga
dibanding pesaing

Harga jual produk klaster di pasar domestik

Identitas produk klaster

awareness terhadap
merek klaster

apakah masyarakat disekitar klaster mengenal nama,


produk, merek produk yang dihasilkan klaster

Spesialisasi

munculnya spesialisasi
UKM pada aktifitas
pembentuk rantai
pasokan produk klaster

jumlah lini produk, product depth dan cakupan produk


sebelum dan sesudah model

Harga produk di pasar internasional

produk yang dibuat sebelum klaster


produk yang dibuat sesudah klaster
apakah produk sesudah klaster dalam rangka mengisi
rantai pasokan klaster

Deadweight*

LAPORAN AKHIR

indikasi kategori
deadweight yang
muncul

apa yang terjadi jika program tidak dijalankan di


perusahaan target?
bagaimana perusahaan yang tidak ikut program,

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


KONSEP

DIMENSI

ELEMEN

ITEM
apakah melakukan/mencapai hal yang sama?

Additionality*

apakah model
menciptakan
additionality

apakah pengusaha menambahi modal usahanya


diluar dari dana perkuatan

89
89

perbandingan jumlah pengeluaran investasi mandiri


sebelum-sesudah model
perbandingan jumlah pengeluaran belanja modal
kerja mandiri sebelum-sesudah model
perbandingan jumlah pengeluaran belanja konsumsi
sebelum-sesudah model
kenapa pengusaha perlu menambahi pengeluaran
mandiri ini?

Displacement*

Identitas model

apakah model
menciptakan
displacement

indikasi dukungan yang diberikan membuat


pengusaha mengurangi investasi yang direncanakan

What

Nama sentra

perbandingan jumlah pengeluaran investasi total


sebelum-sesudah model
Produk utama sentra

Why

Latar belakang sentra dan sejarah singkat

When

Kapan sentra mulai terbentuk

Where

Wilayah/daerah pelaksanaan sentra

Who

Nama instansi/tokoh penggagas dan pelaksanan


sentra
Sumber pembiayaan sentra diluar MAP

to Whom

Peserta program sentra


Pihak yang terlibat/stakeholder

Mekanisme
pelaksanaan model

Kesisteman (jika ada


indikasi penumbuhan
klaster)

Persepsi berhasil

Apakah program dianggap berhasil?

Input

Hal yang dapat digolongkan sebagai input model

Proses

Gambaran proses penumbuhan yang terjadi

Output

Hal yang dapat digolongkan sebagai output model

Ukuran output umum

Pertumbuhan Kapasitas klaster


Pertumbuhan produktifitas klaster
Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja
Pertumbuhan anggota klaster
Pertumbuhan innovasi
Pertumbuuhan investasi
Sumbangan pada PDRB

Leverage

Daya pengerak

Dukungan finansial
Dukungan non finansial
Kebijakan
Perubahan tak terduga

Mekanisme Transmisi

Kualitas SDM dari pelaksana dukungan keuangan


dan non keuangan
Kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk
pelaksanaan
Kejelasan visi pembangunan UMKM pemerintah
daerah
Kesiapan aparat pemerintah daerah yang menangani
UMKM
Koordinasi dan komunikasi diantara pelaku
Keberadaan perguruan tinggi

Titik tumpu

Kemauan/Jiwa kewirausahaan/Etos kerja masyarakat


Kompetensi masyarakat/daerah/sejarah

LAPORAN AKHIR

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


KONSEP

DIMENSI

ELEMEN

ITEM
Keunikan/daya saing produk
Ketersediaan pasar
Sarana dan prasarana produksi/industri daerah
Konsistensi kebijakan
Penegakan aturan

Massa UKM

Jumlah pengusaha dalam sentra


Omzet sentra
Modal sosial dalam sentra
Kelembaman anggota sentra

Karakteristik Internal

Keberadaan dan tingkat interaksi antar perusahaan


Keberadaan dan peran institusi bersama yang mendukung klaster
Wilayah klaster dan kedekatan spatial
Gambaran kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar perusahaan dalam
klaster

Efektifitas sistem
agribisnis

Spatial dan lahan

Daya dukung dan Kecukupan lahan untuk pengembangan produk sentra


agribisnis yang dipilih oleh sentra

Kelembagaan

Kelengkapan kelembagaan yang mendukung pengembangan produk agribisnis


yang diproduksi oleh sentra

Usaha tani

Gambaran struktur biaya dan pendapatan anggota sentra/klaster

Sub sistem bahan baku


Sub sistem produksi
Subsistem pemasaran
Informasi Lain

Gambaran keberadaan dan perkembangan klaster di Indonesia


Posisi Klaster agribisnis dalam perekonomian Indonesia
Penyerapan tenaga kerja
Sumbangan terhadap PDB
Peta klaster agribisnis
Akar masalah pelaksanaan program dan Tujuan masa depan
Alternatif strategi
Dimensi RIA dari alternatif strategi

Daftar dimensi-elemen ini menjadi dasar penyusunan kuesioner dan panduan


penyusunan

informasi

kajian.

Daftar

kebutuhan

diturunkan

dengan

memperhatikan kerangka pikir dan ruang lingkup kajian.


Daftar elemen yang disajikan masih bersifat extensive, banyak mengandung
overlapping pada beberapa elemen, dan kebanyakan masih berada pada tataran
dimensi, belum diturunkan ke tataran elemen. Dalam kegiatan penyusunan
kuesioner, daftar kemudian dipersempit/diperkaya sesuai kebutuhan responden
dan alat analisis yang digunakan.
Jenis Data menggambarkan pada skala apa data tersebut diperoleh/diukur.
Secara umum data dibagi dalam 2 jenis: Kualitatif dan Kuantitatif. Sedangkan cara
pengumpulan

LAPORAN AKHIR

data

menunjukkan

dengan

alat/metode

apa

data

tersebut

90
90

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dikumpulkan. Tampak bahwa data dapat berjenis sekunder


Sedangkan pada bagian keterangan, ditampilkan sumber

atau

91
91

primer.

yang diperkirakan

memiliki data/informasi yang dimaksud.

Tabel 5. Dugaan Jenis Data dan Cara Pengumpulan


DIMENSI/ELEMEN

JENIS DATA

CARA PENGUMPULAN

KETERANGAN

Gambaran keberadaan dan perkembangan


sentra/klaster di Indonesia

Posisi komoditi sentra agribisnis yang diamati dalam


perekonomian Indonesia

Model pengembangan klaster agribisnis teoritis

Identitas sentra agribisnis yang diamati,

Kinerja perkembangan sentra yang diamati

X
O

Pelaksana program

Pelaksana program,
BDS, UKM, KSP

X
X

Analisis Usaha Tani

Analisis Subsistem Agribisnis

Keberadaan dan tingkat interaksi antar perusahaan

Keberadaan dan peran institusi bersama yang


mendukung klaster

Wilayah klaster dan kedekatan spatial

Gambaran kombinasi sumberdaya dan kompetensi


antar perusahaan dalam klaster

Perkembangan daya saing produk klaster

Pengetahuan/awareness kepada identitas klaster

Spesialisasi yang terjadi dalam lingkungan klaster

Deadweight akibat program

Additionality

Kajian literatur, diskusi


dengan pakar

X
O

Analisis Kelembagaan

Analisis spatial

Pengamatan
BPS, Departemen teknis
terkait, literatur lainnya

X
O

Wawancara

Kuesioner

Data Sekunder

Kajian Literatur

Interval

Ordinal

Analisis komponen Leverage


Analisis Kesisteman

Nominal

Kualitatif

Kuantitatif

Bagian dari analisis


mekanisme pelaksanaan
model
Pelaksana program,
BDS, UKM, KSP

Pelaksana program,
peserta program, institusi
lain yang berhubungan

Pelaksana program,
peserta program, dinas
di daerah, stakeholder
lain yang berhubungan
(perusahaan industri
terkait, perusahaan
klaster terkait, pasar)
Pelaksana program,
peserta program

Akar masalah pelaksanaan program

Tujuan masa depan

Alternatif strategi

Dimensi RIA dari alternatif strategi

Forum FGD dalam


kerangka PCM dan RIA

X
O

Dalam tabel, suatu dimensi/elemen kadang memiliki beberapa jenis data dan cara
pengumpulan. Maksud hal tersebut adalah, dimensi/elemen tersebut dipecah lagi

LAPORAN AKHIR

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

menjadi beberapa item pertanyaan yang diperkirakan memiliki jenis data dan cara
pengumpulan yang berbeda.

3.6.1. Instrumen Pengumpulan Data


Untuk menjamin data yang dikumpulkan mudah ditabulasi, diolah dan dianalisis,
maka diperlukan

instrumen pengumpulan data yang relatif standar. Instrumen

pengumpulan data untuk kegiatan penelitian ini terdiri dari:


1)

Daftar kebutuhan data dan informasi primer yang harus diperoleh dari
responden dan pihak-pihak lain dalam survey ke daerah. Daftar ini
merupakan ringkasan data dan informasi utama yang kritis bagi
keberhasilan kegiatan survey.

2)

Kuesioner identifikasi identitas klaster, kinerja klaster, efektifitas klaster,


mekanisme klaster, dan identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan
pengembangan klaster bisnis bagi pengelola dan peserta program
pengembangan klaster UKM berbasis agribisnis, serta bagi instansi/pihak
lain yang diduga memiliki informasi dibutuhkan. Kuesioner yang dibuat
didesain untuk diisi secara people administered (diisi dengan bantuan
enumerator). Kuesioner tidak didesain untuk diisi dengan metode drop off
(ditinggal dan diisi sendiri oleh responden).

3)

Daftar kebutuhan data dan informasi sekunder yang harus diperoleh dari
responden dan pihak-pihak lain dalam kunjungan ke daerah.

4)

Panduan diskusi kelompok terarah di daerah, berdasarkan pendekatan


analisis kesisteman, RIA dan PCM.

5)

Panduan observasi dan survei lapangan, serta wawancara pengumpulan


data.

6)

Panduan

diskusi

publik

untuk

mengkonfirmasi

hasil

temuan,

mengidentifikasi masalah, dan mendiseminasi informasi mengenai model


penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis

3.7. Metode Pengumpulan Data


Mengacu pada tujuan penelitian dan identifikasi permasalahan, maka penelitian ini

LAPORAN AKHIR

92
92

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

mengumpulkan berbagai data dan informasi mengenai model-model penumbuhan


klaster bisnis di 7 propinsi, baik data primer yang dikumpulkan langsung oleh tim
peneliti maupun data sekunder yang diperoleh dari instansi yang berhubungan
atau hasil publikasi.
Pengumpulan data primer lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan
wawancara. Oleh karena itu, kuesioner kajian yang dibuat tidak dirancang untuk
ditinggal dan diisi sendiri oleh responden (drop off methode) tetapi lebih bersifat
sebagai panduan

bagi

enumerator

pengumpul

data

untuk

mengumpulkan

data/informasi (people assist methode).

3.8. Sampel
3.8.1. Unit Analisis
Karena pembelajaran diambil dari perbandingan antara sentra UKM yang berhasil
berevolusi menjadi klaster bisnis, maka unit analisis kajian ini adalah sentra UKM.

3.8.2. Responden
Responden kajian terdiri dari: pengusaha anggota sentra, pengelola BDS,
pengurus/pengelola Koperasi penyalur MAP, dan pihak lainnya yang terlibat dalam
pelaksanaan program sentra UKM seperti Dinas terkait di daerah dan perguruan
tinggi.

3.8.3. Penarikan Sampel


Klaster yang dijadikan sampel dipilih dengan cara purposive diantara daerah kajian
yang telah ditentukan dengan kriteria: (1) merupakan sentra fasilitasi Kementerian
Koperasi dan UKM, (2) menghasilkan produk yang berhubungan dengan
penghasilan/pengolahan produk agribisnis (kehutanan, perikanan, perkebunan,
pertanian), (3) memiliki salah satu karakteristik sentra dinamis, dan (4) terjangkau
dan mungkin untuk diliput dalam batas waktu pelaksanaan kajian.
Sedangkan responden anggota klaster dipilih mengikuti metode purposive karena
dalam klaster bisnis anggota klaster tidak lah melaksanakan kegiatan yang
seragam dan memiliki aktifitas yang saling berhubungan untuk melengkapi rantai

LAPORAN AKHIR

93
93

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


pasok/rantai nilai produk klaster. Dengan demikian

pemilihan sampel anggota

klaster akan menggunakan metode purposive setelah memperhatikan peta klaster


dan peta rantai pasokan yang dibuat. Kriteria pemilihan yang digunakan adalah:
(1) Kegiatannya berhubungan dengan dinamika penumbuhan dan pengembangan
klaster UKM berbasis agribisnis, (2) Berdomisili atau memiliki kegiatan yang
berhubungan dengan klaster

yang diamati di daerah penelitian, (3) Dapat

dijangkau dan mungkin diliput dalam batas waktu pelaksanaan kajian, (4) Bersedia
menjadi responden penelitian. Jika responden/perusahaan anggota klaster yang
terpilih tidak dapat/tidak bersedia menjadi responden, maka responden akan
dialihkan ke perusahaan lain dari jenis kategori yang serupa dalam klaster yang
sama.
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa hasil penarikan sampel perlu
dikonfirmasikan dengan pihak dinas di daerah. Beberapa sentra yang telah dipilih
menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Deputi Restrukturisasi ternyata
tidak sesuai dengan pendapat dinas di daerah dan kenyataan lapangan.

Tabel 6. Daftar Sentra Sampel


No

Propinsi

Komoditas Sentra

Lampung

Ikan air tawar


Pembibitan sapi
Gula kelapa

Jawa Tengah

Penggemukan sapi
Pengolahan ikan
Padi organik

Jawa Timur

Apel
Budidaya kelinci
Penjualan sayur mayur
Pembibitan itik

Jawa Barat

Pembibitan Itik
Teh
Sayur mayur

Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Selatan

Perikanan
Gula kelapa
Rumput laut
Jagung kuning
Padi/Beras

Kalimantan Selatan

Sayur mayur
Penggemukan sapi

LAPORAN AKHIR

94
94

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


3.9. Metode Analisis
Data

yang

terkumpul

diklasifikasikan

berdasarkan

kategori

pemenuhan

karakteristik klaster dan sentra dinamis. Data selanjutnya ditabulasi berdasarkan


klasifikasi

yang

ditetapkan.

Terhadap

hasil

tabulasi

kemudian

dilakukan

pengecekan ulang untuk memastikan keakuratan dan kelogisannya penyajiannya.


Data diolah dalam bentuk spreadsheet agar mudah dilakukan pengolahan lebih
lanjut dengan berbagai program aplikasi statistik lainnya.
Beberapa metode yang digunakan dalam kajian ini adalah:
1)

Analisis Statistik Deskriptif. Analisis deskriptif tetap merupakan analisis


yang akan banyak digunakan di sepanjang kajian ini. Data diolah dan
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, tabulasi silang, disajikan
berdasarkan kesamaan karakteristik atau dibandingkan untuk memahami
fenomena yang kontras, atau diolah agar mudah digunakan untuk
pengolahan analisis statistik deskriptif maupun statistik inferensial.

2)

Analisis Efektivitas Program. Tujuan kajian yang lain adalah mengukur


efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster. Tujuan ini
didekati menggunakan Analisis Asosiasi menggunakan metode ChiSquare. Asosiasi yang dianalisis adalah antara kategori sentra yang
berhasil menumbuhkan ciri klaster secara lengkap dengan tingkat
dukungan BDS dan MAP yang diperolehnya. Analisis efektifitas juga
dilakukan dengan melihat nilai sentral dari variabel additionalitas dan
deadweight dari masing-masing sentra. Nilai sentra yang rendah pada
dua variabel ini mengindikasikan efektifitas yang rendah dari program
yang dilaksanakan.

3)

Bagian Analisis PCM. Dalam rangka mengidentifikasi akar masalah dari


pelaksanaan sebuah sentra UKM yang diamati, berdasarkan penilaian dari
pemangku kepentingan digunakan pendekatan project cycle management
(PCM) dalam pelaksanaan FGD di daerah kajian. Melalui kerangka PCM
dapat disusun peta hubungan sebab-akibat antar hal yang dinilai
pemangku kepentingan berpengaruh dalam penumbuhan klaster bisnis
UKM berbasis agribisnis yang diikutinya.

Pendekatan ini dapat

mengidentifikasi

pelaksanaan

permasalahan

utama

dalam

program,

perumusan alternatif kebijakan strategis dan penentuan indikator kinerja

LAPORAN AKHIR

95
95

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

perbaikan model penumbuhan klaster pada masa mendatang.

Dalam

kajian ini kerangka PCM digunakan dalam pelaksanaan beberapa FGD di


daerah.
4)

Analisis Faktor dan Diskriminan. Analisis faktor dan diskriminan


digunakan untuk menarik garis batas antara sentra yang dipersepsikan
berhasil dan yang gagal berkembang menjadi klaster bisnis. Informasi
hasil analisis ini memberi pengetahuan tentang faktor dominan yang
mendukung keberhasilan pengembangan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis.

3.10. Program Kerja


Secara keseluruhan kegiatan penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 5 (lima)
bulan kalender, dengan perkiraan waktu untuk tahap persiapan 2 4 minggu;
tahap penyusunan desain penelitian sekitar 4 6 minggu; tahap pengumpulan
data dan survei lapangan sekitar 10 14 minggu; tahap tabulasi dan pengolahan
data sekitar 4 8 minggu; tahap analisis data dan interpretasi hasil sekitar 8 14
minggu; tahap perumusan dan penyusunan rekomendasi sekitar 2 4 minggu; dan
tahap diskusi publik, diseminasi dan penyiapan publikasi hasil kajian memerlukan
waktu sekitar 1 minggu. Untuk mengefisienkan waktu pelaksanaan, maka satu
tahapan dengan tahapan penelitian selanjutnya dilakukan secara bersamaan untuk
beberapa kegiatan.
Kajian ini dilakukan melalui 7 tahapan modul dan tiap modul dilengkapi dengan
tahapan-tahapan aktivitas dan hasil analisis nya, yaitu :
Modul 1: Desain Penelitian, Paparan Dinamika Klaster Bisnis Indonesia,
Identifikasi Sentra UKM berbasis agribisnis, dan Identifikasi
model-model teoritis pengembangan klaster bisnis berbasis
agribisnis
Modul 2: Paparan kondisi umum; identitas, karakteristik dan kinerja; serta
akar permasalahan sentra-sentra UKM Berbasis Agribisnis
Kementerian Koperasi dan UKM
Modul

3:

Pengelompokkan

sentra

ke

dalam

kategori

berhasil

mengembangkan ciri klaster, tidak berhasil mengembangkan ciri

LAPORAN AKHIR

96
96

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


klaster dan tidur.

Modul 4: Perbandingan antar kategori sentra dan Identifikasi Sumber


Efektifitas penumbuhan klaster agribisnis
Modul 5: Perumusan Kebijakan dan Rekomendasi
Modul 6: Validasi Hasil Penelitian dan Penyusunan Laporan
Modul 7: Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian
Daftar modul, tahapan-tahapan kegiatan utamanya dan hasil analisis yang
dihasilkan dapat diikuti pada tabel 7.

Tabel 7. Modul Kegiatan dan Hasil Yang Diharapkan


MODUL

KEGIATAN

HASIL

Modul 1.

Melakukan :

Desain Penelitian,
Paparan Dinamika
Klaster Bisnis
Indonesia, Identifikasi
Sentra UKM berbasis
agribisnis, dan
Identifikasi modelmodel teoritis
pengembangan
klaster bisnis berbasis
agribisnis

Studi pustaka
Mengumpulkan data dan informasi mengenai

Gambaran peta dan posisi klaster

keberadaan klaster bisnis di Indonesia (khususnya


yang berbasis agribisnis) dan posisinya dalam
perekonomian nasional

Identifikasi sentra UKM agribisnis fasilitasi


Kementerian Koperasi dan UKM

Menentukan sentra responden/sampling


Kajian literatur identifikasi model pengembangan
klaster agribisnis teoritis

Kajian literatur faktor dominan penumbuhan klaster


bisnis agribisnis

Menyusun dan menguji kuesioner serta instrumen

dalam perekonomian Indonesia

Hasil kajian praktik terbaik model


penumbuhan klaster agribisnis di
dunia

Hasil kajian faktor umum penumbuhan


klaster agribisnis

Daftar dan gambaran umum sentrasentra UKM berbasis agribisnis


fasilitasi Kementerian Koperasi dan
UKM

Desain Kajian Perbaikan


Kuesioner kajian dan instrumen
lainnya

analisis lainnya

Melakukan koordinasi dengan Kementerian


Modul 2.
Paparan kondisi
umum sentra/klaster
yang diamati;
identitas, karakteristik
dan kinerja; serta akar
permasalahan sentrasentra UKM Berbasis
Agribisnis
Kementerian Koperasi
dan UKM

Koperasi dan UKM dan dinas yang menangani


pengembangan sentra/klaster UKM di daerah
Melakukan:

Survey lapangan
Membuat peta rantai pasokan/rantai komoditi
klaster

Mengukur statistik umum sentra


Identifikasi komponen leverage
Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis
dalam masing-masing sentra

Identifikasi karakteristik klaster dan


Identifikasi permasalahan sentra

LAPORAN AKHIR

Deskripsi karakteristik sentra dan


produk sentra dari masingmasing
sentra

Deskripsi dimensi leverage, kinerja


sub-sistem agribisnis, dan
permasalahan sentra

Statistik umum sentra

97
97

Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


MODUL

KEGIATAN

HASIL

Modul 3.

Mengukur score efektifitas sentra dalam

Kategorisasi sentra
Deskripsi efektifitas model

Pengelompokkan
sentra ke dalam
kategori berhasil
mengembangkan ciri
klaster, tidak berhasil
mengembangkan ciri
klaster dan tidur

menumbuhkan ciri-ciri klaster bisnis UKM berbasis


agribisnis (nilai sentral)

Membandingkan efektifitas antar sentra dalam


menumbuhkan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis menggunakan analisis DEA,
perbandingan dengan parameter model teoritis,
dan kelengkapan sub-sistem agribisnis

penumbuhan klaster secara kuantitatif

Gambaran mengenai akar masalah


dan harapan dalam pengembangan
klaster agribisnis di masa depan

Melakukan analisis kerangka PCM di sentra yang


diamati
Modul 4.
Perbandingan antar
kategori sentra dan
Identifikasi Sumber
Efektifitas
Penumbuhan Klaster
agribisnis

Menganalisis dan mengekstraksi hasil modul 1 s/d


3 secara komprehensif

Analisis diskriminan, analisis faktor, dan uji beda 2


sampel

Mengidentifikasi faktor berpengaruh signifikan


dalam penumbuhan klaster bisnis berbasis
agribisnis

Menyusun alternatif-alternatif strategi yang dapat


dilaksanakan untuk mempengaruhi faktor dominan
penumbuhan klaster bisnis agribisnis

Modul 5.
Perumusan Kebijakan
dan Rekomendasi

Menganalisis hasil model 4 dan modul


sebelumnya, terutama modul 1.

Melakukan forum diskusi lintas pelaku untuk


mengkonfirmasi perumusan strategi penumbuhan

Modul 6.
Validasi hasil
penelitian dan
penyusunan laporan

Mengidentifikasi rekomendasi strategi


Merumuskan kebijakan implementasi strategi
Penyusunan laporan penelitian
Presentasi dan diskusi hasil penelitian,
menyertakan para pakar dan instansi terkait

Finalisasi laporan hasil penelitian


Menyusun ringkasan hasil penelitian dan policy

Faktor dominan penumbuhan klaster


bisnis agribisnis hasil kajian

Gap antara kondisi awal dan model


teoritis pengembangan klaster
agribisnis

Gambaran kondisi masa depan yang


diharapkan dari masing-masing klaster
subsistem agribisnis yang diamati

Gambaran alternatif strategi perbaikan


model penumbuhan klaster agribisnis
untuk masing-masing subsistem
agribisnis

Gambaran model penumbuhan sentra


ke klaster UKM agribisnis yang terbaik

Alternatif tindakan/strategi yang perlu


diambil untuk memperbaiki program
sentra UKM dalam menumbuhkan
klaster agribisnis yang telah ada

Dokumen laporan hasil penelitian


Ringkasan hasil penelitian
Soft copy hasil penelitian

memo
Modul 7.
Publikasi dan
Diseminasi Hasil
Kajian

LAPORAN AKHIR

Publikasi hasil kajian melalui internet dan/atau media


masa, seperti: Tabloid, Koran, dan Jurnal Ekonomi
Politik

Publikasi dan diseminasi hasil kajian


melalui forum diskusi, situs internet, dan
media masa.

98
98

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Sistem Agribisnis Sentra UKM

Dinamika UKM Dalam


Sektor Agribisnis

4.1. Pendahuluan
Sebagian pertanyaan yang ingin dijawab oleh bab ini adalah Kenapa harus sektor
agribisnis yang dikembangkan? Dalam kajian ini, komoditas agribisnis dipahami
sebagai komoditas yang dihasilkan oleh subsektor tanaman bahan makanan,
perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan, atau dalam khazanah ekonomi
yang disebut dengan sektor pertanian.

Tabel 8. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap Beberapa Indikator


Ekonomi Nasional Tahun 2004 dan 2006
PERTANIAN

2004

2006

satuan

Pertumbuhan
per tahun

PDB non migas nasional

1,506,296,600

1,703,086,000

juta Rp

6.33%

247,163,600

261,296,900

juta Rp

16.41%

15.34%

354,561,295

404,606,624

juta Rp

16,276,312

17,682,377

juta Rp

4.59%

4.37%

470,789,928
9,597,200
2.04%

2.26%

Jumlah Unit Usaha nasional

44,784,073

Jumlah unit usaha sektor pertanian

PDB pertanian
% PDB pertanian thd nasional
Jumlah investasi ADH konstan 2000 nasional
Jumlah investasi sektor pertanian
% investasi pertanian thd nasional
Ekspor non migas nasional
Ekspor sektor Pertanian
% ekspor pertanian thd nasional

2.82%
-3.30%
6.82%
4.23%

-2.43%

607,397,270

juta Rp

13.59%

13,741,476

Juta Rp

19.66%

5.35%

48,936,840

Unit

4.53%

25,799,864

26,209,399

Unit

57.61%

53.56%

Jumlah Tenaga Kerja nasional

83,601,371

88,804,955

Orang

Jumlah Tenaga Kerja pertanian

37,691,288

38,814,535

Orang

45.08%

43.71%

% Unit usaha pertanian thd nasional

% Tenaga Kerja pertanian thd nasional

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

LAPORAN AKHIR

0.79%
-3.58%

3.07%
1.48%
-1.54%

99

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Secara umum, dalam perekonomian Indonesia, posisi sektor ini sebenarnya tidak
terlalu bersinar. Ini dapat dilihat dari posisi sektor terhadap beberapa indikator
ekonomi seperti tampak dalam tabel diatas. Tampak bahwa sumbangan sektor
pertanian terhadap pendapatan nasional, jumlah investasi, serta jumlah ekspor
yang

dilakukan

tidaklah terlalu

fenomenal

besarnya

dan

pertumbuhannya

cenderung menurun.

Gambar 25. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap PDB dan Ekspor


Nasional Tahun 2006
Pertanian
2%

Pertanian
14%

Jasa-jasa
9%

Pertambangan
20%

Keuangan, persew aan


dan Js pers
9%
Pertambangan
9%

Pengangkutan dan
komunikasi
7%

Perdagangan, hotel,
restoran
17%

Pengolahan
28%

Bangunan
6%
Listrik, gas, air
1%

PDB

Pengolahan
78%

Ekspor

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Tetapi jika perhatikan proporsi jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang ada di
sektor ini, yang nilainya hampir mencapai 50%, menunjukkan bahwa sektor ini
adalah sektor yang paling banyak digeluti dan pekerjaan yang paling banyak
dilakukan oleh rakyat Indonesia. Disamping itu, komoditas yang dihasilkan oleh
sektor ini merupakan komoditas strategis penunjang ketahanan pangan bagi
Indonesia secara keseluruhan. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika pada
RPJM pemerintah mencantumkan sektor ini sebagai sektor yang perlu lebih dahulu
dikembangkan karena akan memberikan dampak pengali yang amat luas terhadap
perekonomian masyarakat.
Sektor ini umumnya bersifat padat karya dengan penerapan teknologi yang relatif
sederhana dan tepat guna, sehingga peran usaha kecil dan menengah pada sektor
ini cukup besar. Produk sektor ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat
terutama sebagai produk yang dikonsumsi langsung dalam bentuk pangan oleh
rumah tangga maupun sebagai bahan baku dalam proses produksi sektor lainnya.
disamping itu produk pertanian ini juga menjadi komoditas ekspor, khususnya dari

LAPORAN AKHIR

100

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

101

subsektor perkebunan dan perikanan.


Pada tahun 2006, jumlah unit usaha pada sektor ini sebanyak 26.209.399 unit
usaha yang terdiri dari 99,99% berskala usaha kecil, 0.006% skala usaha
menengah dan 0.0002% berskala usaha besar. Jumlah unit usaha UKM
mengalami pertumbuhan yang relatif lambat yaitu sebesar 0,79% per tahun selama
periode tahun 2004-2006.

Gambar 26. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap Unit Usaha dan


Tenaga Kerja Nasional Tahun 2006
Jasa-jasa
11%

Keuangan, persew aan


dan Js pers
Jasa-jasa
0%
6%
Pengangkutan dan
komunikasi
6%

Keuangan, persew aan


dan Js pers
1%
Pengangkutan dan
komunikasi
4%
Pertanian
44%

Perdagangan, hotel,
restoran
27%

Pertanian
53%

Perdagangan, hotel,
restoran
25%

Bangunan
0%
Listrik, gas, air
Pengolahan
0%
7%

Bangunan
1%
Listrik, gas, air
0%

Pertambangan
1%

Pengolahan
13%

Pertambangan
1%

Tenaga

Unit Usaha
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, UKM sektor pertanian mampu menyerap
sebesar 99.8% tenaga kerja di sektor pertanian, atau sebesar 43.66% dari
keseluruhan tenaga kerja nasional. Secara umum, jumlah tenaga kerja yang
terserap di sektor pertanian tumbuh sebesar 1,48% pertahun sejak periode 2004
hingga 2006.
Pada tahun 2006, kontribusi Usaha kecil dan menengah dalam pembentukan PDB
sektor pertanian adalah sebesar 95,74%, sedangkan kontribusi terhadap total PDB
nasional

adalah

sebesar

14.69%.

Pertumbuhan

PDB

sektor

pertanian,

perkebunan, perikanan dan perkebunan selama periode tahun 2004-2006 sebesar


2,82% per tahun. Angka pertumbuhan ini masih dibawah pertumbuhan PDB non
migas nasional periode yang sama yang sebesar 6.33%.
Dalam sektor pertanian ini, di tahun 2006 sub-sektor tanaman pangan memberikan

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

kontribusi terbesar dalam pembentukan PDB sektor ini yaitu sebesar 49,45%
kemudian berturut-turut sub sekor perkebunan 15,72%, sub sektor perikanan
15,66%, sub sektor peternakan 12,75% dan sub sektor kehutanan 6,42%.

Tabel 9. Perkembangan Jumlah Unit Usaha, Penyerapan Tenaga Kerja,


PDB, Investasi, Laju Indeks Harga Implisit dan Ekspor Sektor Pertanian
Menurut Skala Usaha Periode Tahun 2004-2006
Variabel

Skala Usaha/
Sektor/Nasional

Jumlah Unit Usaha

Usaha Kecil

(Unit)

Usaha Menengah

2004

2006

Tumbuh
04-06

25,798,155

26,207,670

1,650

1,676

0.78%

59

53

-5.22%

Total

25,799,864

26,209,399

0.79%

Jumlah Tenaga Kerja

Usaha Kecil

36,877,938

37,965,878

1.46%

(orang)

Usaha Menengah

772,366

805,531

2.12%

40,984

43,126

2.58%

37,691,288

38,814,535

1.48%

213,528,700

226,756,900

3.05%

Usaha Besar

Usaha Besar
Total

0.79%

PDB ADH Konstan 2000

Usaha Kecil

(Juta Rp)

Usaha Menengah

22,663,700

23,415,500

1.65%

Usaha Besar

10,971,200

11,124,500

0.70%

247,163,600

261,296,900

2.82%

Jumlah Investasi

Total
Usaha Kecil

5,437,785

5,894,212

4.11%

ADH Konstan 2000

Usaha Menengah

6,913,413

7,503,748

4.18%

(Juta Rp)

Usaha Besar

3,925,116

4,284,417

4.48%

16,276,314

17,682,377

4.23%

Total
Ekspor

Usaha Kecil

7,586,424

11,129,939

21.12%

(Juta Rp)

Usaha Menengah

1,128,942

1,532,770

16.52%

881,834

1,078,767

10.60%

9,597,200

13,741,476

19.66%

Usaha Besar
Total
Laju Indeks Harga

Usaha Kecil

4.38

14.06

79.17%

Implisit (%)

Usaha Menengah

6.14

19.59

78.62%

Usaha Besar

7.98

21.94

65.81%

Total

4.68

14.86

78.19%

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Dari sisi PDB, secara umum sektor pertanian menyumbangkan 15.34% kepada
PDB nasional di tahun 2006. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2004 yang
16.41%. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor peternakan, diikuti oleh
subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Jika
dilihat sub sektor pembentuknya, maka akan tampak bahwa sektor tanaman bahan
makanan memberikan sumbangan paling besar (49.45%) terhadap PDB sektor
pertanian secara keseluruhan diikuti subsektor perkebunan (15.72%), subsektor
perikanan (15.66%), peternakan (12.75%) dan kehutanan (6.42%).

LAPORAN AKHIR

102

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

103

Tabel 10. Beberapa Statistik Yang Berhubungan Dengan Unit Usaha,


Tenaga Kerja, PDB, Jumlah Investasi, Ekspor dan Indeks Harga Implisit
Yang Dapat Diolahkan Tahun 2004-2006
2004

2006

Jumlah Unit Usaha nasional

44,784,073

48,936,840

unit

4.53%

Jumlah unit usaha di sektor pertanian

25,799,864

26,209,399

unit

0.79%

Jumlah unit usaha UK+M pertanian

25,799,805

26,209,346

unit

99.9998%

99.9998%

0.00001%

0.0002%

0.0002%

-5.96%

Jumlah Tenaga Kerja nasional

83,601,371

88,804,955

orang

3.065%

Jumlah Tenaga Kerja di sektor pertanian

37,691,288

38,814,535

orang

1.479%

Jumlah TK UK+M sektor pertanian

37,650,304

38,771,409

orang

1.478%

% TK UK+M thd sektor pertanian

99.89%

99.89%

-0.001%

% TK UK+M thd nasional

45.04%

43.66%

-1.540%

% Unit usaha UK+M thd sektor pertanian


% Unit usaha UB thd sektor pertanian

PDB non migas ADH konstan 2000 nasional

satuan

Tumbuh
04-06

0.79%

1,506,296,600

1,703,086,000

juta Rp

6.33%

PDB ADH konstan 2000 pertanian

247,163,600

261,296,900

juta Rp

2.82%

PDB ADH konstan 2000 UK+UM pertanian

236,192,400

250,172,400

juta Rp

2.92%

% PDB UK+M thd sektor pertanian

95.56%

95.74%

0.09%

% PDB UK+M thd nasional

15.68%

14.69%

-3.21%

% PDB pertanian thd nasional

16.41%

15.34%

-3.30%

% PDB subsektor pangan thd pertanian

49.61%

49.45%

-0.16%

% PDB subsektor perkebunan thd pertanian

15.72%

15.72%

0.01%

% PDB subsektor peternakan thd pertanian

12.81%

12.75%

-0.26%

% PDB subsektor kehutanan thd pertanian

7.05%

6.42%

-4.57%

14.81%

15.66%

2.83%

354,561,295

404,606,624

juta Rp

6.82%

Jumlah investasi ADH konstan 2000 UK

70,902,434

na

juta Rp

na

Jumlah investasi ADH konstan 2000 UM

81,388,716

na

juta Rp

na

Jumlah investasi ADH konstan 2000 UB

202,270,145

na

juta Rp

na

Ekspor non migas nasional

470,789,928

607,397,270

juta Rp

13.59%

9,597,200

13,741,476

juta Rp

19.66%

2.04%

2.26%

Laju indeks harga implisit nasional

6.79

13.3

39.96%

Laju indeks harga implisit UK nasional

5.15

12.96

58.63%

Laju indeks harga implisit UM nasional

5.69

14.37

58.92%

Laju indeks harga implisit UB nasional

9.21

13.68

21.87%

% PDB subsektor prikanan thd pertanian


Jumlah investasi ADH konstan 2000 nasional

Ekspor sektor pertanian


% ekspor sektor thd nasional

5.35%

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Data jumlah investasi yang dilakukan secara umum menunjukkan angka kenaikan
dibandingkan tahun 2004 (kenaikan per tahunnya rata-rata 6%). Namun secara
jika diperhatikan sumbangan investasi subsektor pembentuknya terhadap investasi
nasional,

tampak

dibandingkan

bahwa

pertambahan

sumbangan
investasi

subsektor

nasional. Hal

mengalami
ini

penurunan

menunjukkan

investasi di sektor ini tidak setinggi minat investasi di sektor lainnya.

LAPORAN AKHIR

minat
Jika

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

104

diperhatikan subsektor pembentuknya, tampak pada subsektor tanaman bahan


makanan, peternakan dan kehutanan sesungguhnya mengalami penurunan
investasi, sedangkan subsektor perkebunan dan perikanan tetap memunjukkan
angka kenaikan jumlah investasi, meskipun kecil.

Tabel 11. Beberapa Statistik Yang Berhubungan Dengan PDB, Jumlah


Investasi, Ekspor dan Indeks Harga Implisit Yang Dapat Diolahkan
Tahun 2004-2006
Variabel

Skala Usaha

Tanaman Bahan
Makanan
2006

Perkebunan

Tumbuh
04-06

2006

Tumbuh
04-06

Peternakan
2006

Tumbuh
04-06

Kehutanan
2006

Tumbuh
04-06

Perikanan
2006

Tumbuh
04-06

PDB ADH
Konstan
2000

% Total Sub Sektor


thd Sektor

49.45%

-0.16%

15.72%

0.01%

12.75%

-0.26%

6.42%

-4.57%

15.66%

2.83%

% Total Sub Sektor


thd Nasional

7.59%

-3.46%

2.41%

-3.29%

1.96%

-3.55%

0.99%

-7.72%

2.40%

-0.57%

Investasi
ADH
Konstan
2000

% Total Sub Sektor


thd Sektor

25.28%

-0.07%

32.07%

0.08%

6.85%

-0.11%

7.04%

-0.09%

28.76%

0.02%

% Total Sub Sektor


thd Nasional

1.10%

-2.50%

1.40%

-2.35%

0.30%

-2.54%

0.31%

-2.52%

1.26%

-2.41%

Laju Indeks
Harga
Implisit (%)

Usaha Kecil

14.65

166.68%

7.79

13.47%

12.66

48.64%

35.77

112.92%

15.88

24.47%

Usaha Menengah

14.52

160.48%

7.79

35.87%

12.56

109.56%

36.93

109.30%

15.98

36.08%

6.53

9.76%

12.92

67.23%

35.44

89.68%

16.6

22.24%

14.65

166.68%

7.65

15.55%

12.65

55.08%

36.16

102.82%

15.9

25.47%

Usaha Besar
Total Sub Sektor

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Indeks harga implisit sektor pertanian secara umum tumbuh diatas pertumbuhan
indeks harga implisit nasional menunjukkan kenaikan harga komoditas di pasar
nasional dan dunia. Jika diperhatikan, tampak bahwa kenaikan harga dinikmati
oleh subsektor tanaman bahan makanan, kehutanan dan peternakan. Sedangkan
subsektor perikanan dan peternakan menunjukkan pertumbuhan indeks harga
implisit yang lebih rendah dibandingkan nasional, hal ini menunjukkan penurunan
harga komoditas ke dua subsektor ini di pasar domestik dan/atau ekspor.
Pada tahun 2006, peran usaha kecil dan menengah sangat besar pada empat sub
sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Sedangkan pada sub sektor kehutanan, peran usaha kecil masih relatif kecil,
dimana peran ini di dominasi oleh HPH yang dimiliki oleh pengusaha besar dan
menengah.

4.1. Konsep Sistem Agribisnis


Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem yang

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan
antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang kegiatan pertanian sebagai suatu
kegiatan bisnis yang memiliki daya saing.
Agribisnis menurut Davis and Goldbergh, Sonka and Hudson, Farell and Funk
(dalam Saragih, 2000) dinyatakan sebagai suatu cara lain untuk melihat pertanian
sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu
dengan yang lain. Subsistem-subsistem tersebut adalah subsistem agribisnis hulu
(up-stream agribusiness), subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness),
subsistem

agribisnis

hilir

(down-stream

agribusiness)

dan

subsistem

jasa

penunjang (supporting institution)

Gambar 27. Sistem Agribisnis


On-farm
Agribusiness
Agribusiness

Up-stream
Agribusiness
Pembibitan
Agro Kimia
Agro Otomotif

Down-stream
Agribusiness

Tanaman Pangan
Tanaman Holtikultura
Tanaman Obat- obatan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Kehutanan

Intermediate Product
Finished Product
Wholesaler
Retailer
Consumer

Supporting
Supporting
Institution
Agro Institution
Agro Services

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness).

Meliputi

semua

kegiatan

untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas, atau
pengadaan sarana produksi, antara lain: Pembibitan, Agro Kimia, dan Agro
Otomotif.
Subsistem

agribisnis

usahatani

mengelola

input-input

berupa

(on-farm

lahan,

agribusiness).

tenaga

kerja,

Meliputi

modal,

kegiatan

teknologi

dan

manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau budidaya, antara lain :


Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura, Tanaman Obat-obatan, Perkebunan,

LAPORAN AKHIR

105

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan


Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness). Disebut juga agroindustri,
aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan menjadikan hasil-hasil pertanian
sebagai bahan bakunya. Atau Kegiatannya pengolahan dan pemasaran, meliputi:
Intermediate Product, Finished Product Wholesaler, dan Retailer Consumer.
Subsistem jasa penunjang (supporting institution). Subsistem ini merupakan
kegiatan jasa dalam mendukung aktivitas pertanian seperti Agro Institution dan
Agro Services.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 27:
Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasikan
pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan
jasa terkait dalam suatu klaster industri dengan keempat komponen subsistem
tersebut.

Gambar 28. Klaster UKM dalam Sistem Agribisnis


Pemasok

Pedagang

Bahan Baku
Pemasok
Mesin dan Alat
Produksi

KLASTER UKM

Konsumen

Koperasi
Perusahaan
Besar
(Subcontracting)

SDM
Lembaga Pendukung :

Pemerintah
Universitas
LSM
Perusahaan Besar
Dll

Keterkaitan UKM dengan sistem agribisnis terletak pada penekanan

pada

hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem agribisnis dalam satu
sistem komoditas. Koperasi sebagai bagian dari sistem agribisnis tersebut dalam
pengelolan klaster berperan besar untuk meningkatkan potensi pertanian dan

LAPORAN AKHIR

106

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian agar lebih
kompetitf serta dapat mendorong efisiensi usaha.

4.2. Dinamika UKM Dalam Sektor Agribisnis


Seperti pernah disampaikan di muka, ektor ini umumnya bersifat padat karya
dengan penerapan teknologi yang relatif sederhana dan tepat guna,

sehingga

peran usaha kecil dan menengah pada sektor ini cukup besar. Pernyataan ini
kemudian tercermin dalam peran skala usaha Kecil dan Menegah yang tertangkap
dalam tabel I-O tahun 2000 dan data-data tambahan yang dikelurkan oleh
Kementerian Koperasi dan UKM serta BPS di tahun 2006.
Secara umum tampak bahwa hampir 90% sektor ini dibentuk oleh Usaha Kecil dan
Menengah.

Gambar 29. Proporsi Usaha Kecil, Menengah dan Besar Dalam


Beberapa Indikator Ekonomi di Sektor Pertanian Tahun 2006
100%

0.01
0%

0. 0
18
1%
2

4.26%
8.96%

90%

7.85%
24.23%

11.15%

80%
70%
60%
50%

42.44%
99.99%

97.81%

86.78%

81.00%

40%
30%
20%

33.33%

10%
0%
Unit Usaha

Tenaga Kerja
Usaha Kecil

PDB
Usaha Menengah

Investasi

Ekspor

Usaha Besar

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS 2006, diolah

Sektor pertanian ini dibentuk oleh 5 sub-sektor, (1) Subsektor Tanaman Bahan
Makanan, (2) Subsektor Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan, (4) Subsektor
Kehutanan dan (5) Subsektor Perikanan.
Secara sektoral, tampak bahwa subsektor tanaman bahan makanan, perikanan
dan perkebunan merupakan 3 subsektor terbesar dalam sekor pertanian. Berikut

LAPORAN AKHIR

107

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

ini gambaran dinamika Usaha Kecil dan Menengah dalam masing-masing subsektor tersebut.

Gambar 30. Proporsi Pembentukan PDB, Investasi dan Ekspor MasingMasing Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2006
Perikanan
16%

Tanaman Bahan
Makanan
25%

Perikanan
29%
Kehutanan
6%
Tanaman Bahan
Makanan
49%

Peternakan
13%

Kehutanan
7%
Peternakan
7%

Perkebunan
16%

PDB

Perkebunan
32%

Investasi

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS 2006, diolah

4.2.1. Dinamika UKM Dalam Sub Sektor Pertanian/ Tanaman


Bahan Makanan
Pangan merupakan kebutuhan pokok utama yang tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi, politik
dan keamanan nasional. Jumlah produksi pangan nasional pada tahun 2006
mencapai 89,8 juta ton

(BPS, 2007). Selama periode tahun 2003-2006

pertumbuhan produksi pangan nasional mencapai 1,72%. Kontribusi terbesar


produksi pangan nasional bersumber dari tanaman padi mencapai 54,45 juta ton
atau 60,64% kemudian ubi kayu dan jagung masing-masing 22,26% dan 12,93%
serta lainnya sebesar 4,18%.
Dalam struktur permintaan pangan menurut skala usaha, seperti terlihat pada
Gambar diatas, menunjukkan bahwa permintaan pangan lebih di fokuskan kepada
pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri (90% untuk memenuhi permintaan
antara dan akhir dan hanya sekitar 1% untuk ekspor). Mengingat bahwa komoditi
pangan seperti beras, jagung dan kacang kedelai merupakan komodi yang
strategis sehingga orientasi permintaan pangan tidak mengarah kepada ekspor.
Jika dilihat struktur penyediaan tanaman bahan makanan nasional dari tabel I-O
tahun 2000 tampak bahwa sebanyak 78,12% berasal dari usaha kecil, impor
20,63% dan usaha menengah hanya 1,25%. Pada skala usaha kecil penyediaan

LAPORAN AKHIR

108

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

pangan terbesar dari komoditi padi yaitu 16%, tanaman umbi-umbian 15,6% dan
sayuran 15,16%. Usaha besar belum memberikan kontribusi dalam penyediaan
pangan nasoional. Hal ini menunjukkan sistem pertanian tanaman pangan di
Indonesia masih relatif bersifat padat karya.

Gambar 31. Struktur Permintaan Sub sektor Bahan Makanan Menurut


Skala Usaha Tahun 2000
100%
90%
80%

51.38

70%

39.73

60%

51.70

1.37

50%

0.55

0.09

40%
30%
48.07

20%

58.90

48.21

10%
0%
Usaha Kecil

Permintaan Akhir

Usaha
Menengah
Ekspor

Usaha Besar

Permintaan Antara

Sumber: BPS, 2000. Diolah

Pada tahun 2000 struktur penyediaan bahan pangan yang disediakan di dalam
negeri hanya 79,37% selebihnya berasal dari impor yaitu sebanyak 20,63%.
Sedangkan struktur permintaan pada sub sektor ini masih berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan domestik baik untuk industri pengolahan maupun untuk
kebutuhan konsumsi langsung masyarakat. Mengingat komoditi pangan sebagai
komoditi strategis dan masih tingginya penyediaan yang bersumber dari

impor

maka diharapkan kepada pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan melalui


program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan yang berkelanjutan.
Struktur permintaan pada sub sektor ini masih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan domestik baik untuk industri pengolahan maupun untuk kebutuhan
konsumsi langsung masyarakat. Mengingat komoditi pangan sebagai komoditi
strategis dan masih tingginya penyediaan yang bersumber dari impor maka
diharapkan kepada pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan melalui
program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan yang berkelanjutan.
Peran sub sektor ini sangat strategis dalam mendukung sektor riil di Indonesia,

LAPORAN AKHIR

109

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

110

terutama sebagai penyedia bahan konsumsi makanan langsung masyarakat serta


sebagai bahan baku industri pengolahan. Usaha menengah sub sektor

ini

memiliki keterkaitan industri yang paling tinggi dengan indeks daya penyebaran
sebesar 6,0 sedangkan usaha kecil hanya 5,9 dan usaha besar 5,1. Indeks derajat
kepekaan usaha kecil paling tinggi yaitu 8,9 sedangkan usaha menengah dan
besar masing-masing 4,5 dan 5,1. Hal ini berarti, pada usaha kecil setiap kenaikan
satu unit permintaan akhir sub sektor pangan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 14,8 unit. Sedangkan untuk usaha menengah hanya
10,5 unit dan 10,2 untuk usaha besar. Indeks derajat kepekaan untuk usaha kecil
8,9 menunjukan bahwa sub sektor ini memiliki daya dorong yang tinggi untuk
meningkatkan

8,9

kali kapasitas

produksi

dan

produktivitas

industri yang

menggunakan bahan bakunya sebagai input dalam proses produksi industri


lainnya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif tinggi
51,4% dari output sub sektor ini digunakan sebagai input dalam proses produksi
industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar masing-masing
39,7% dan 51,7%.

Tabel 12. Perkembangan PDB, Indeks Harga Implisit dan Investasi Sub
Sektor Tanaman Bahan Makanan Menurut Skala Usaha Periode 20042006
Variabel

Skala Usaha

Tanaman Bahan Makanan


2004

PDB ADH Konstan 2000

Usaha Kecil

(Juta Rp)

Usaha Menengah

930,200

2.94%
2.66%

122,611,700

129,211,200

2.66%

49.61%

49.45%

-0.16%

8.14%

7.59%

-3.46%

Usaha Kecil

2,941,461

3,189,889

4.14%

Usaha Menengah

1,178,326

1,279,540

4.21%

Usaha Kecil + Menengah

4,119,787

4,469,429

4.16%

% Total Sub Sektor thd Sektor


% Total Sub Sektor thd Nasional

Usaha Besar

4,119,787

4,469,429

4.16%

25.31%

25.28%

-0.07%

1.16%

1.10%

-2.50%

Usaha Kecil

2.06

14.65

166.68%

Usaha Menengah

2.14

14.52

160.48%

2.06

14.65

166.68%

Total Sub Sektor


% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional

Usaha Besar
Total Sub Sektor
Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, diolah

LAPORAN AKHIR

2.65%

129,211,200

Total Sub Sektor

Laju Indeks Harga


Implisit (%)

128,281,000

877,900

Usaha Besar

(Juta Rp)

121,733,800

Tumbuh
04-06

122,611,700

Usaha Kecil + Menengah

Jumlah Investasi ADH


Konstan 2000

2006

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini hanya mengalami pertumbuhan
PDB sebesar 2.66% per tahun. Di tahun 2006, investasi sub sektor Tanaman
Bahan Makanan sekitar 25,28% dari total sektor pertanian atau sekitar 1,10% dari
total investasi nasional. Investasi pada skala usaha besar di sub sektor ini pada
tahun 2004 dan 2006 belum ada.
Laju indeks harga implisit sub sektor ini sebesar 166.68% dan berada di atas
indeks

harga

implisit

secara

nasional

yang

sebesar

39.96%.

Tingginya

pertumbuhan laju indeks harga implisit selama periode 2004-2006 menunjukkan


naiknya harga-harga produk tanaman bahan makanan di pasar nasional.
Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki rasio input antara 16,15%, yang
berarti 16,15% output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri
lainnya dan mampu menghasilkan nilai tambah 83,85% dari output yang
dihasilkan. Usaha kecil memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 12,67%
sedangkan pada usaha menengah yaitu 23,48%.
Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasok oleh usaha kecil
sebesar 60,45%, usaha besar 14,77% impor 14,22% dan usaha menengah
10,66%. Sedangkan kebutuhan antara untuk usaha menengah dipasok oleh usaha
kecil sebesar 45,24%, impor 30,01%, usaha besar 13,91% dan usaha menengah
10,83%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara

untuk

usaha menengah relatif lebih dipengaruhi oleh kondisi pasar global yang memiliki
kecenderungan harga input antara dari impor yang lebih tinggi sehingga skala
usaha ini relatif tidak stabil dibandingkan dengan usaha kecil. Sehingga surplus
usaha usaha kecil lebih besar dari pada usaha menengah.
Peran koperasi dan UKM di sektor ini cukup besar, mengingat sifat sub sektor ini
yang padat karya. Koperasi dan UKM berperan sebagai pelaku dalam kegiatan
budidaya, penyedia bahan baku, pemasaran maupun proses pengolahan. Banyak
koperasi yang berperan dalam proses kegiatan on-farm maupun off-farm, seperti
koperasi pertanian.

4.2.2. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Tanaman


Perkebunan
Berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, neraca expor impor komoditi
perkebunan selalu mengalami surplus.

LAPORAN AKHIR

Komoditi ini merupakan komoditi

111

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

perdagangan yang merupakan penyumbang devisa terbesar dari sektor non


migas. Surplus perdagangan tahun 2001 mencapai US$ 1.893.411.000. Akan
tetapi tidak seperti sebagian besar produk perkebunan yang ditujukan untuk
ekspor, potensi produksi gula, kapas dan cengkeh untuk memenuhi kebutuhan
industri dalam negeri masih harus didukung oleh impor. Pada tahun 2001 impor
gula naik 6% dan cengkeh naik 2,98%.
Permintaan produk perkebunan sebagian besar untuk kegiatan yang bersifat
produktif yaitu sebagai bahan baku industri pengolahan lainnya. Untuk kebutuhan
konsumsi komoditi tanaman perkebunan relatif lebih besar daripada produksi yang
dihasilkan. Seperti halnya gula dan cengkeh, kebutuhan yang dipenuhi dari impor
sebanyak 36,12% dan 10,08%.
Peran sub sektor perkebuan sangat strategis dalam mendukung perkembangan
sektor riil di Indonesia, sebagai penyedia bahan baku industri dalam negeri dalam
kegiatan produktif. Sub sektor perkebunan memiliki keterkaitan industri yang tinggi
dengan indeks daya penyebaran 23,2 yang terdiri dari usaha kecil 9,9 usaha
menengah 6,9 dan usaha besar 6,5. Indeks derajat kepekaan 21,8 yang berarti
setiap kenaikan satu unit permintaan akhir sub sektor perkebunan akan
meningkatkan output sektor lain secara keseluruhan sebesar 21,8 unit (BPS 2004).

Tabel 13. Struktur Permintaan Sub Sektor Perkebunan Menurut Skala


Usaha Tahun 2000
Skala Usaha

Permintaan
Antara

Ekspor

Permintaan
Akhir

Total

Usaha Kecil

84.98

4.24

10.77

100.00

Usaha Menengah

87.68

3.09

9.23

100.00

Usaha Besar

92.70

0.49

6.81

100.00

perkebunan

menurut

Sumber : BPS, 2004 (diolah)

Dalam

struktur

permintaan

tanaman

skala

usaha

menunjukkan bahwa permintaan tanaman perkebunan lebih di fokuskan kepada


pemenuhan bahan baku industri dalam negeri. Mengingat bahwa tanaman
perkebunan seperti tebu, karet, kapas dan cengkeh merupakan komoditas yang
strategis sehingga orientasi permintaan tanaman perkebunan tidak mengarah
kepada ekspor.
Struktur penyediaan tanaman perkebunan, bahwa sebanyak 65,96% berasal dari
usaha kecil, usaha besar 14,4%, usaha menengah 13,90% sedangkan

LAPORAN AKHIR

impor

112

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


hanya 6,20%.

Indeks derajat kepekaan sebesar 21,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang tinggi untuk meningkatkan 21,8 kali kapasitas produksi dan
produktivitas yang menggunakan komoditi perkebunan sebagai input dalam proses
produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif
tinggi 84,9% dari output subsektor perkebunan digunakan sebagai input dalam
proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar
masing-masing 78,7% dan 92,7% (BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM
2004).
Selama

periode

tahun

2004-2006

sub

sektor

perkebunan

mengalami

pertumbuhan PDB sebesar 2,83%, nilai ini masih dibawah pertumbuhan PDB
nasional yang sebesar 6.33%. Sumbangan terbesar diberikan oleh Usaha Kecil
dengan

persentase

sebesar

74,91%

dari

total

PDB

subsektor

Tanaman

Perkebunan, diikuti oleh Usaha Menengah (14,64%) dan Usaha Besar (10,43%).

Tabel 14. Perkembangan PDB, Investasi, dan Indeks Harga Implisit Sub
Sektor Perkebunan Menurut Skala Usaha Periode 2000-2003
Variabel

Perkebunan

Skala Usaha
2004

2.74%

5,699,200

6,018,400

2.76%

34,851,700

36,792,800

2.75%

3,997,600

4,288,900

3.58%

38,849,300

41,081,700

2.83%

15.72%

15.72%

0.01%

2.58%

2.41%

-3.29%

Usaha Kecil

1,589,589

1,719,848

4.02%

Usaha Menengah

1,675,571

1,814,493

4.06%

Usaha Kecil + Menengah

3,265,160

3,534,341

4.04%

Usaha Besar

1,946,865

2,137,081

4.77%

Total Sub Sektor

5,212,025

5,671,422

4.31%

32.02%

32.07%

0.08%

1.47%

1.40%

-2.35%

Usaha Kecil

6.05

7.79

13.47%

Usaha Menengah

4.22

7.79

35.87%

Usaha Besar

5.42

6.53

9.76%

Total Sub Sektor

5.73

7.65

15.55%

(Juta Rp)

Usaha Menengah
Usaha Kecil + Menengah
Usaha Besar
Total Sub Sektor
% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional

(Juta Rp)

% Total Sub Sektor thd Sektor


% Total Sub Sektor thd Nasional
Laju Indeks Harga
Implisit (%)

Grow/year

30,774,400

Usaha Kecil

Jumlah Investasi ADH


Konstan 2000

2006

29,152,500

PDB ADH Konstan 2000

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, (diolah)

Investasi sub sektor ini sebesar 32,07% dari total investasi sektor pertanian atau

LAPORAN AKHIR

113

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

sebesar 1,40% dari total investasi di Indonesia pada tahun 2006.


Sub sektor perkebunan memiliki rasio input antara 25,96%, yang berarti 25,96%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 74,04% dari output yang dihasilkan. Usaha
menengah memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 24,46% dari pada usaha
kecil dan usaha besar yaitu masing-masing 25,82% dan 27,43% (BPS dan
Kementerian Koperasi dan UKM 2004).
Laju indeks harga implisit sub sektor perkebunan sebesar 15.55% berada jauh di
bawah indeks harga implisit secara nasional yang sebesar 39.96%. Rendahnya
pertumbuhan laju indeks harga implisit selama periode 2004-2006 terutama pada
skala usaha besar mengindikasikan adanya kemungkinan penurunan harga
komoditi perkebunan yang cukup signifikan di pasar domestik atau dunia.
Sub sektor perkebunan memiliki rasio input antara 25,96%, yang berarti 25,96%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 74,04% dari output yang dihasilkan. Usaha
menengah memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 24,46% dari pada usaha
kecil dan usaha besar yaitu masing-masing 25,82% dan 27,43%.
Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasok oleh usaha kecil
sebesar 39,87%, usaha menengah 13,47%, usaha besar 33,00% dan impor
13,67%. Untuk kebutuhan antara untuk usaha menengah sebagian besar dipasok
dari usaha kecil yaitu 43,73% dan pasokan impor paling rendah, hanya 13,07%.
Sedangkan usaha besar pasokan input antara dari impor impor bila dibandingkan
dengan UKM. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku,
bahan bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara
untuk usaha besar dari impor yaitu 22,71% yang memiliki kecenderungan harga
input antara relatif tidak stabil dibandingkan dengan usaha kecil. Hal ini
merupakan faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya surplus usaha besar
dibandingkan dengan UKM .

Peran Koperasi dan UKM


Pengembangan Koperasi dan UKM dibidang agribisnis khususnya pada sub sektor
perkebunan diharapkan berperan besar dalam percepatan pemulihan ekonomi
nasional melalui perannya dalam menghasilkan devisa dan membuka lapangan
kerja baru. Jenis komoditi perkebunan yang dikembangkan adalah kelapa sawit,

LAPORAN AKHIR

114

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

kopi, gambir, nilam dan sabut kelapa. Bantuan perkuatan tersebut diberikan
dengan pola perguliran melalui Koperasi. Program percontohan pengembangan
usaha Koperasi di bidang agribisnis perkebunan meliputi:
1)

Program pengembangan budidaya dan agroindustri serat rami (haramay)


melalui koperasi. Mulai tahun 2002 pengembangan usaha serat

rami

dirintis di Kabupaten Wonosobo Jateng pada areal seluas 55 hektar dan di


Kabupaten Ogan Kemiring Ulu Sumsel pada areal seluas 35 hektar.
Rintisan pengembangan usaha agroindustri serat rami tersebut telah
dilengkapi dengan sarana prosesing. Program sentra turut memfasilitasi
agroindustri haramay di Jawa Barat.
2)

Pengembangan Usaha Pengolahan Gambir. Kementerian Koperasi dan


UKM pada tahun 2002 dan 2003 telah memberikan dukungan perkuatan
bagi para petani gambir di Provinsi Sumatera Barat, berupa sarana
pengolahan gambir yang dikelola dengan pola perguliran melalui koperasi.
Program Sentra UKM juga turut bergerak dalam industri pengolahan
gambir ini.

3)

Pengembangan Usaha Pengolahan Sabut Kelapa. Sebagai upaya untuk


mendorong

peningkatan

produktivitas

usaha

koperasi

di

sektor

perkebunan, juga telah difasilitasi dukungan perkuatan berupa sarana


pengolahan sabut kelapa, khususnya diperuntukkan bagi koperasi yang
berada di daerah yang potensial kelapa.

Untuk itu telah di rintis

percontohan usaha pengolahan sabut kelapa di 4 daerah, yaitu Sumatera


Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Banten.
Komoditas serat rami, gambir dan sabut kelapa tersebut dapat dilaksanakan
dengan teknologi yang terjangkau oleh UKM dan memiliki pasar domestik dan
ekspor yang cukup luas. Hal ini menunjukkan potensi pengembangan UKM di
sektor perkebunan sangatlah besar. Dengan adanya program dan kebijakan
bantuan perkuatan dari Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengembangkan
usaha Koperasi dan UKM dibidang agribisnis, seperti program bergulir untuk
sarana pengolahan kopi, gambir, sabut kelapa, pengembangan budidaya dan
agroindustri serat rami dan Pabrik Kelapa Sawit skala kecil, disamping menjadi
stimulan

yang

dapat

memotivasi

Pemerintah

Daerah

dalam

memberikan

pembinaan dan bantuan dalam rangka pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan
menengah di masa mendatang, juga diharapkan akan menggerakkan kegiatan
produktif masayarakat setempat.

LAPORAN AKHIR

115

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

4.2.3. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Peternakan


Peran sub sektor perkebuan sangat strategis dalam mendukung perkembangan
sektor riil di Indonesia, baik untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai penyedia
bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan produktif.
Sub sektor peternakan memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks
daya penyebaran 6,5 yang terdiri dari usaha kecil 2,1 usaha menengah 2,2 dan
usaha besar 2,2. Indeks derajat kepekaan 5,8 yang berarti setiap kenaikan satu
unit permintaan akhir subsektor perkebunan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 5,8 unit.
Dalam struktur permintaan sub sektor peternakan dan

hasil-hasilnya

menurut

skalah usaha menunjukkan bahwa permintaan tersebut lebih di fokuskan kepada


pemenuhan bahan baku industri dalam negeri dan kebutuhan konsumsi langsung.
Struktur penyediaan sub sektor ini, sebanyak 78,19% berasal dari usaha kecil,
usaha menengah 15,39%, usaha besar 2,07%, sedangkan impor hanya 4,35%.
Indeks derajat kepekaan sebesar 5,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang tinggi untuk meningkatkan 5,8 kali kapasitas produksi dan
produktivitas yang menggunakan sub sektor ini sebagai input dalam proses
produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif
tinggi 60,2% dari output subsektor peternakan digunakan sebagai input dalam
proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar
masing-masing 59,3% dan 67,9%.

Tabel 15. Struktur Permintaan Sub Sektor Peternakan Menurut Skala


Usaha, tahun 2000-2003
Skala Usaha

Permintaan
antara

Ekspor

Permintaan
Akhir

Total

Usaha Kecil

60.21

1.23

38.56

100.00

Usaha Menengah

59.26

1.08

39.67

100.00

Usaha Besar

67.90

0.48

31.63

100.00

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2004, (diolah)

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini mengalami pertumbuhan PDB
2,55% yang sebagian besar disumbangkan oleh Usaha Kecil. Investasi sub sektor
ini sekitar 0.3% dari total investasi nasional atau sekitar 6.85% dari total sektor
pertanian pada tahun 2006.

LAPORAN AKHIR

116

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Laju indeks harga implisit sub sektor peternakan sebesar 55.08% berada di atas
indeks harga implisit secara nasional (39.96%). Tingginya pertumbuhan

laju

indeks harga implisit selama periode 2004-2006 terutama pada usaha menegah
dan besar yang naik hampir 100% pada tahun 2006. Hal ini

mengindikasikan

adanya kenaikan harga komoditi peternakan yang cukup signifikan di Indonesia.


Penyebabnya diduga dampak recovery dari berlalunya wabah penyakit flu burung,
penyakit kuku dan mulut sapi yang melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia
pada tahun 2001-2004 yang lalu.

Tabel 16. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Peternakan


Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006
Variabel

Skala Usaha

Peternakan
2004

PDB ADH Konstan 2000

Usaha Kecil

(Juta Rp)

Usaha Menengah
Usaha Kecil + Menengah
Usaha Besar
Total Sub Sektor
% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional

Jumlah Investasi ADH


Konstan 2000
(Juta Rp)

Grow/year

27,508,800

2.61%

5,007,400

5,235,900

2.26%

31,134,000

32,744,700

2.55%

538,400

565,200

2.46%

31,672,400

33,309,900

2.55%

12.81%

12.75%

-0.26%

2.10%

1.96%

-3.55%

Usaha Kecil

164,516

178,961

4.30%

Usaha Menengah

548,261

594,518

4.13%

Usaha Kecil + Menengah

712,777

773,479

4.17%
4.02%

Usaha Besar

405,293

438,511

1,118,070

1,211,990

4.12%

% Total Sub Sektor thd Sektor

6.87%

6.85%

-0.11%

% Total Sub Sektor thd Nasional

Total Sub Sektor

Laju Indeks Harga


Implisit (%)

2006

26,126,600

0.32%

0.30%

-2.54%

Usaha Kecil

5.73

12.66

48.64%

Usaha Menengah

2.86

12.56

109.56%

Usaha Besar

4.62

12.92

67.23%

Total Sub Sektor

5.26

12.65

55.08%

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, (diolah)

Sub sektor peternakan memiliki rasio input antara 43,33%, yang berarti 43,33%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 56,67% dari output yang dihasilkan. Usaha
kecil memiliki rasio input antara yang lebih rendah yaitu 40,64% dari pada usaha
menengah dan usaha besar yaitu masing-masing 43,87% dan 45,47%.
Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasokan didominasi dari
usaha menengah sedangkan impor paling rendah pasokannya 6,53%. Hal yang

LAPORAN AKHIR

117

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

sama juga terjadi pada usaha menengah dan usaha besar juga mendapat
pasokan kebutuhan antara dari usaha menengah yaitu masing-masing 48,77% dan
45,79%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara

untuk

usaha UKM maupun usaha besar masih didominasi dari produksi domestik atau
dalam negeri.

4.2.4. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Kehutanan


Peran sub sektor kehutanan sangat strategis dalam mendukung perkembangan
sektor riil di Indonesia, baik untuk digunakan langsung maupun sebagai penyedia
bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan ekonomi produktif.
Sub sektor ini memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks daya
penyebaran 2,4 yang terdiri dari usaha kecil 0,8 usaha menengah 0,8 dan usaha
besar 0,8. Indeks derajat kepekaan 2,4 yang berarti setiap kenaikan satu unit
permintaan akhir subsektor kehutanan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 2,4 unit.
Dalam struktur permintaan sub sektor ini menurut skala usaha menunjukkan
bahwa usaha kecil dalam memenuhi permintaan ekspor lebih tinggi yaitu 7,32%
dari usaha menengah maupun besar. Permintaan tersebut lebih di fokuskan
kepada pemenuhan bahan baku industri dalam negeri.

Tabel 17. Struktur permintaan Sub Sektor Kehutanan Menurut Skala


usaha, tahun 2000-2003
Skala Usaha

Permintaan
antara

Ekspor

Permintaan
Akhir

Total

Usaha Kecil

71.77

7.32

20.91

100.00

Usaha Menengah

87.19

1.44

11.37

100.00

Usaha Besar

88.09

0.91

11.00

100.00

Sumber : BPS 2004, diolah

Struktur penyediaan sub sektor ini, didominasi dari usaha menengah

yaitu

43,55%, usaha besar 32,93% dan usaha kecil sebesar 21,71% sedangkan impor
hanya 1,81%.
Indeks derajat kepekaan sebesar 2,4 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong

LAPORAN AKHIR

yang relatif tinggi untuk meningkatkan 2,4 kali kapasitas produksi

118

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dan produktivitas yang menggunakan komoditi kehutanan sebagai input dalam


proses produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha besar
relatif tinggi 88.1% dari output subsektor kehutanan

digunakan

sebagai input

dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha
kecil masing-masing 87,2% dan 71,8%.
Selama periode tahun 2004-2006 PDB sub sektor kehutanan mengalami
penurunan rata-rata sebesar 1,88%. Investasi sub sektor ini sekitar 0,31% dari
total investasi nasional atau sekitar 7,04% dari total investasi sektor pertanian pada
tahun 2006.

Tabel 18. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Kehutanan


Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006
Kehutanan

Variabel

Skala Usaha

PDB ADH Konstan 2000

Usaha Kecil

3,934,800

3,795,100

-1.79%

(Juta Rp)

Usaha Menengah

7,587,200

7,303,100

-1.89%

11,522,000

11,098,200

-1.86%

5,911,800

5,685,900

-1.93%

2004

Usaha Kecil + Menengah


Usaha Besar
Total Sub Sektor

Jumlah Investasi ADH


Konstan 2000
(Juta Rp)

Grow/year

17,433,800

16,784,100

-1.88%

% Total Sub Sektor thd Sektor

7.05%

6.42%

-4.57%

% Total Sub Sektor thd Nasional

1.16%

0.99%

-7.72%

Usaha Kecil

91,747

99,882

4.34%

Usaha Menengah

457,296

494,911

4.03%

Usaha Kecil + Menengah

549,043

594,793

4.08%
4.18%

Usaha Besar

598,960

650,077

1,148,003

1,244,870

4.13%

% Total Sub Sektor thd Sektor

7.05%

7.04%

-0.09%

% Total Sub Sektor thd Nasional

Total Sub Sektor

Laju Indeks Harga


Implisit (%)

2006

0.32%

0.31%

-2.52%

Usaha Kecil

7.89

35.77

112.92%

Usaha Menengah

8.43

36.93

109.30%

Usaha Besar

9.85

35.44

89.68%

Total Sub Sektor

8.79

36.16

102.82%

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2004, diolah

Kebutuhan antara untuk sektor ini, untuk usaha kecil pasokan

didominasi

dari

usaha kecil sebesar 45,69% dan pasokan impor, lebih sedikit dari usaha
menengah maupun usaha besar yaitu sebesar 10,97%. Sangat berbeda dengan
usaha menengah dimana kebutuhan antara sebagian besar dipasok dari impor
yaitu 36,70%. Sedangkan usaha besar pasokan input antaranya didominasi dari
UKM, hanya 15,43% berasal dari impor. Dilihat dari kebutuhan antara yang

LAPORAN AKHIR

119

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dibutuhkan, baik bahan baku, bahan bakar maupun bahan penolong lainnya maka
usaha menengah diduga harga input antara relatif tidak stabil.

4.2.5. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Perikanan


Peran sub sektor perikanan sangat strategis dalam mendukung perkembangan
sektor riil di Indonesia, baik untuk digunakan langsung maupun sebagai penyedia
bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan produktif.
Sub sektor ini memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks daya
penyebaran 4,1 yang terdiri dari usaha kecil 1,4 usaha menengah 1,4 dan usaha
besar 1,3. Indeks derajat kepekaan 6,8 yang berarti setiap kenaikan satu unit
permintaan akhir subsektor kehutanan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 6,8 unit.
Dalam struktur permintaan sub sektor ini menurut skalah usaha menunjukkan
bahwa usaha besar dalam memenuhi permintaan ekspor lebih tinggi 6,50% dari
usaha menengah maupun besar. Berdasarkan Tabel 5.14 menunjukkan bahwa
permintaan pada sub sektor perikanan lebih besar untuk permintaan akhir
terutama untuk konsumsi rumah tangga secara langsung dari pada memenuhi
kebutuhan untuk bahan baku industri dan kegiatan produktif.
Struktur penyediaan sub sektor ini, didominasi dari usaha kecil yaitu 86,58%,
usaha menengah 12,07% dan usaha besar sebesar 1,25% sedangkan impor
hanya 0,12%.

Tabel 19. Struktur Permintaan Sub Sektor Perikanan Menurut Skala


Usaha, tahun 2000-2003
Skala Usaha

Permintaan
antara

Ekspor

Permintaan
Akhir

Total

Usaha Kecil

22.85

3.14

74.01

100.00

Usaha Menengah

24.12

3.85

72.03

100.00

Usaha Besar

38.73

6.50

54.78

100.00

Sumber : BPS 2004, diolah

Indeks derajat kepekaan sebesar 6,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang relatif tinggi untuk meningkatkan 6,8 kali kapasitas produksi
dan produktivitas yang menggunakan komoditi perikanan sebagai input dalam
proses produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha besar

LAPORAN AKHIR

120

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

relatif tinggi yaitu 38.7% dari output subsektor perikanan digunakan sebagai input
dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha
kecil masing-masing 24.1% dan 22.8%.
Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor Perikanan mengalami pertumbuhan
PDB sebesar 5,73%, masih dibawah, meskipun mendekati, pertumbuhan PDB
nasional. Investasi sub sektor ini sekitar 1,26% dari total investasi nasional atau
sekitar 28,76% dari total sektor pertanian pada tahun 2006.
Sub sektor kehutanan memiliki rasio input antara 21,29%, yang berarti 21,29%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 78,71% dari output yang dihasilkan. Hampir
semua skala usaha memiliki rasio input yang relatif sama yaitu 23,30% untuk
usaha kecil, 23,32% usaha menengah dan 24,45% usaha besar.

Tabel 20. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Perikanan


Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006
Variabel

Skala Usaha

PDB ADH Konstan 2000

Usaha Kecil

(Juta Rp)

Usaha Menengah

Perikanan
2004

Usaha Kecil + Menengah


Usaha Besar
Total Sub Sektor
% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional
Jumlah Investasi ADH
Konstan 2000
(Juta Rp)

Usaha Kecil

Grow/year

36,397,600

5.69%

3,492,000

3,927,800

6.06%

36,073,000

40,325,400

5.73%

523,300

584,500

5.69%

36,596,300

40,909,900

5.73%

14.81%

15.66%

2.83%

2.43%

2.40%

-0.57%

650,472

705,631

4.15%

Usaha Menengah

3,053,958

3,320,286

4.27%

Usaha Kecil + Menengah

3,704,430

4,025,917

4.25%

973,997

1,058,749

4.26%

4,678,427

5,084,666

4.25%

28.74%

28.76%

0.02%

1.32%

1.26%

-2.41%

10.25

15.88

24.47%

8.63

15.98

36.08%

11.11

16.6

22.24%

10.1

15.9

25.47%

Usaha Besar
Total Sub Sektor
% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional
Laju Indeks Harga
Implisit (%)

2006

32,581,000

Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Total Sub Sektor

Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, diolah

Kebutuhan antara untuk sektor ini, untuk usaha kecil usaha dan menengah
pasokan input antara yaitu lebih didominasi dari usaha keci, sedangkan pasokan
impornya relatif lebih rendah yaitu masing 11,44% dan 11,72%. Sangat berbeda

LAPORAN AKHIR

121

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dengan usaha besar dimana kebutuhan input antara juga sebagian besar usaha
kecil, namun pasokan dari impor juga jauh lebih tinggi dari UKM yaitu sekitar
29,61%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka usaha kecil dan menengah diduga
harga input antara relatif stabil dibandingkan usaha besar.

4.3. Potensi Beberapa Komoditas Agribisnis Indonesia


Orang berkata, sepanjang masih ada manusia yang butuh makan, maka komoditas
agribisnis akan tetap menguntungkan untuk diproduksi dan diperdagangkan.
Begitu pula gambaran mengenai peluang komoditas agribisnis di Indonesia. Daya
dukung lahan, iklim, tenaga

kerja dan infrastruktur seharusnya berpeluang

menjadikan sektor agribisnis sebagai salah satu sektor yang potensial untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, penanaman modal dan peningkatan
pendapatan nasional.
Peningkatan jumlah penduduk dunia saat ini berjalan dengan cepat, peningkatan
secara umum rata-rata sebesar 78 juta jiwa setiap tahunnya, Perserikatan BangsaBangsa (PBB) memperkirakan pada tahun 2030, populasi dunia akan mencapai 8
milyar jiwa. Peningkatan populasi penduduk dunia ini membawa konsekuensi
meningkatnya permintaan produk pangan dunia.

Untuk

memenuhi

kebutuhan

akan pangan tersebut, pada tiga dekade terakhir, luas kawasan yang digunakan
untuk pertanian dan perkebunan di negara-negara berkembang telah berkembang
menjadi dua kali lipat, yaitu dari 50 juta hektar menjadi 100 juta hektar atau sama
dengan tiga kali luas propinsi Jawa Barat saat ini. Disamping

peningkatan

populasi penduduk, permintaan akan produk pertanian dan perkebunan juga


didorong oleh meningkatnya pendapatan rata-rata penduduk dunia dan urbanisasi
penduduk di negara berkembang. Urbanisasi penduduk menurunkan kapasitas
sumberdaya manusia yang mengolah tanah pertanian, sedangkan meningkatnya
pendapatan merubah pola konsumsi dan belanja. Dua hal ini mendorong
peningkatan permintaan produk pangan dan pertanian lainnya. Hal-hal ini secara
umum menunjukkan

peluang pasar komoditas agribisnis yang dapat diraih

Indonesia di masa depan.


Prospek yang masih terbuka luas dibidang agribisnis sebagai upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat dunia ini perlu ditangani secara serius dan sistematis,
mengingat potensi Indonesia sebagai negara agraris besar yang memiliki hampir
semua kebutuhan faktor-faktor pendukung pertanian (iklim, geografis, tenaga kerja,

LAPORAN AKHIR

122

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

lahan, teknologi dan infrastruktur) serta pengembangan agribisnis modern.


Beberapa komoditas pangan dunia adalah (1) Grain Biji-bijian (termasuk beras,
gandum, jagung, barley), (2) Dairy susu dan produk tutunannya (susu, susu
bubuk, susu non-fat, mentega, keju), (3) Lifestock Daging-dagingan (daging sapi,
daging babi, daging ayam), (4) Fish perikanan (baik hasil perikanan tangkap dan
budidaya, termasuk rumput laut). Jika diperhatikan, secara umum UKM Indonesia
masih berpeluang untuk terjun dalam industri agribisnis komoditas pangan dunia
tersebut karena data menunjukkan Indonesia sendiri masih menjadi tujuan ekspor
yang besar dari negara-negara penghasil pangan dunia tersebut untuk beberapa
komoditas utama seperti beras (Indonesia mengimpor dari Thailand, Vietnam, dan
Amerika Serikat) , susu (Indonesia mengimpor dari Amerika Serikat dan New
Zealand), dan daging sapi (Indonesia mengimpor dari Australia).

Sedangkan

produk perikanan menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara eksportir


produk perikanan terbesar dunia, padahal potensi perikanan sendiri belum digali
secara penuh dan masih lebih banyak dimanfaatkan (dicuri) oleh negara lain.

4.3.1. Potensi Komoditas Beras


Mari kita perhatikan komoditas beras yang sudah tidak asing lagi. Dari data yang
dimiliki tampak bahwa untuk memenuhi permintaan dalam negeri pun masih
tersisa ruang pasar yang sangat besar. Permintaan terhadap beras meliputi
permintaan untuk konsumsi di dalam rumah; di luar rumah (antara lain di rumah
makan dan hotel); konsumsi makanan hasil industri pengolahan; dan kebutuhan
beras untuk cadangan rumah tangga.

Disamping itu produk padi

dipergunakan untuk benih dan campuran pakan.

juga

Secara umum terdapat

kecenderungan penurunan konsumsi beras per kapita di dalam rumah, yang


diiringi peningkatan konsumsi di luar rumah dan konsumsi produk-produk industri
pangan. Komposisi penggunaan beras pada tahun 1999-2003 yaitu: 79,6 persen
(di dalam rumah); 10,8 persen (di luar rumah); dan 9,6 persen (makanan hasil
industri).
Tabel di atas menunjukkan bahwa kebutuhan beras di dalam negeri masih lebih
besar dari ketersediaan beras yang dapat dipasok oleh produksi pertanian
nasional. Sehingga untuk memenuhinya diambil langkah impor beras. Situasi
defisit tersebut, apabila berkelanjutan akan berdampak pada meningkatnya
ketergantungan pada pangan impor, yang pada gilirannya melemahkan tingkat
kepastian pangan dan ketahanan pangan nasional. Untuk menekan tingkat defisit

LAPORAN AKHIR

123

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

tersebut, perlu upaya yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyediaan


(produksi) dan penurunan tingkat permintaan (konsumsi). Hal ini menunjukkan
salah satu peluang yang dapat diraih oleh industri agribisnis dalam negeri untuk
memenuhi salah satu komoditas utama kebutuhan indonesia.

Tabel 21. Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Oleh Indonesia Tahun
2003-2007 (November)
Tahun

2003/04

Produksi (000 ton)

35,024

2004/05
34,830

2005/06
34,959

2006/07
33,300

2007/08
34,000

% terhadap produksi dunia

8.95%

8.70%

8.37%

7.97%

8.07%

Konsumsi (000 ton)

36,000

35,850

35,739

35,550

36,150

% terhadap konsumsi dunia

8.72%

8.78%

8.60%

8.49%

8.52%

Impor (000 ton)


% terhadap impor dunia

650

500

539

1,900

1,600

2.39%

1.72%

1.87%

6.57%

5.41%

Pertumbuhan
-1.25%

-0.31%

30.76%

Sumber: USDA, 2007

Potensi komoditas beras lainnya dapat dilihat dari turunnya produksi beras dunia.
Jika dilihat catatan secara global, produksi padi pada tahun 2006 meningkat 0,49%
atau meningkat sebesar 3,097 juta ton, namun pada tahun 2007 ini, diramalkan
oleh FAO produksi padi dunia akan menurun menjadi 633 juta ton atau sebesar
0.25%. Penurunan ini disebabkan prospek pertanian yang kurang baik di
beberapa negara utama produsen padi khususnya Banglades, Kamboja, India,
Jepang, Republik Negara Korea, Negeri Nepal dan Thailand. Faktor yang
mempengaruhi turunnya produksi padi dunia disebabkan pemanasan global yang
menimbulkan iklim yang tidak menentu hal ini menyebabkan banyaknya lahan
pertanian padi yang rusak akibat bencana alam (kekeringan, banjir dan longsor).
Jika diperhatikan data produksi dan konsumsi beras dunia tahun 2003 hingga
2007, maka diduga akan terjadi defisit produksi beras dunia pada tahun berikutnya.
Selisih antara konsumsi dan produksi tersebut, seperti yang tampak dalam gambar
diatas, tidak berarti terjadinya shortage/kelangkaan beras karena sesungguhnya
dunia masih memiliki stock beras dari tahun-tahun sebelumnya. Angka tersebut
sebenarnya menunjukkan potensi impor beras yang akan dilakukan oleh negaranegara yang menghadapi defisit produksi beras dan negara-negara yang ingin
menjaga stock berasnya. Dengan demikian angka ini mencerminkan potensi pasar
beras yang dapat diraih oleh sektor agribisnis Indonesia melalui komoditas beras
jika berhasil memanfaatkan kebutuhan beras dunia.

LAPORAN AKHIR

124

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Gambar 32. Produksi dan Konsumsi Beras Dunia Tahun 2003-2007


(000 ton)

Jumlah (000 ton)

430,000
420,000
410,000
400,000
390,000
380,000
370,000

2003

2004

2005

2006

2007

Produksi

391,510

400,432

417,551

417,649

421,157

Konsumsi

412,985

408,090

415,450

418,854

424,229

Tahun
Produksi

Konsumsi

Sumber: USDA 2007

Sebagai gambaran, di tahun 2008 impor beras yang akan dilakukan oleh pasar
dunia diperkirakan sebesar 19 juta ton. Jika harga beras (Thailand) di pasar
internasional tahun 2007 adalah sebesar kurang lebih USD 360 per ton nya, maka
potensi pasar komoditas beras yang dapat diraih adalah sebesar kurang lebih USD
6840 juta, atau sekitar Rp 61,56 trilyun (asumsi kurs Rp 9000/USD). Namun jika
potensi pasar hanya dihitung dari nilai defisit produksi beras dunia, maka angka
potensi ini menjadi sekitar Rp 9,72 trilyun (3 juta ton defisit beras x USD 360 x Rp
9000) dalam satu tahun. Sebuah nilai yang cukup besar.

4.3.2. Potensi Komoditas Susu


Indonesia memiliki 3 propinsi penghasil susu utama yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Secara keseluruhan produksi susu nasional Indonesia
cenderung stagnan pada tingkat produksi sekitar 1,2 juta liter per hari dari sekitar
400 ribu ekor sapi perah. Padahal, pertumbuhan konsumsi susu naik per tahun
sebesar 10%. Hal ini yang menyebabkan 70% kebutuhan susu Indonesia masih
diimpor.
Jika diperhatikan data yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan Amerika
Serikat, tampak bahwa ekspor susu Amerika ke Indonesia cukup tinggi. Indonesia

LAPORAN AKHIR

125

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

digolongkan sebagai negara importir utama produk susu bubuk Amerika Serikat di
Asia disamping Cina, Malaysia, Filipina dan Taiwan.

Tabel 22. Produksi Susu Perusahaan Sapi Perah 2000 - 2004


2000

2001

2002

2003

2004

Jumlah

(000 Ltr)

34,290.80

35,717.80

37,013.33

31,639.38

34,102.13

Nilai

(Juta Rp)

55,826.83

59,815.11

65,969.26

59,634.51

67,347.55

Sumber: BPS

Tabel 23. Pasar Utama Susu Bubuk Whole Milk Amerika Serikat Tahun
2003-2006 (ton)
Negara

2003

2004

2005

2006

Algeria

136,419

171,562

170,067

167,264

Pertumbuhan

Venezuela

92,081

123,407

96,849

120,479

1.40%

Saudi Arabia

84,780

109,870

92,070

90,493

-9.00%

Nigeria

54,722

70,634

56,294

67,945

0.20%

China

98,774

96,145

76,093

73,458

-2.20%

Sri Lanka

54,520

57,220

65,377

65,144

6.90%

Indonesia

79,301

68,850

78,505

77,714

6.50%

Malaysia

92,748

91,302

70,610

71,227

-0.90%

UAE

29,439

42,559

43,696

52,819

11.80%

Cuba

28,376

39,392

51,148

46,042

9.90%

Total

751,161

870,940

800,709

832,584

-2.00%

-1.30%

Sumber: USDA, 2007

Tabel 24. Tujuan Ekspor Susu Bubuk Non Fat Amerika Serikat di
ASEAN Tahun 2004-2006 (ton)
Negara

2004

2005

2006

Pertumbuhan

Indonesia

13,337

23,419

36,264

39.57%

Philippines

22,788

22,522

33,332

13.51%

Malaysia

11,431

14,089

19,027

18.51%

Vietnam

7,575

16,591

15,852

27.91%

Singapore

4,757

5,495

6,977

13.62%

Thailand

5,939

7,704

5,999

0.34%

Sumber: USDA, 2007

Tabel 23 dan 24 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan importir produk susu


terbesar di kawasan ASEAN. Informasi lain yang dapat diperoleh dari tabel-tabel
tersebut adalah masih tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan produk susu di
negara-negara tetangga Indonesia.

LAPORAN AKHIR

Pasar ini dapat dimanfaatkan oleh UKM

126

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

peternakan Indonesia. Jika di perhatikan keadaan sumber daya alam Indonesia,


maka diyakini bahwa di masa depan Indonesia dapat menjadi salah satu eksportir
produk susu utama di dunia. Hal ini berkaitan dengan menurunnya produk susu
Australia dan New Zealand (dua produsen susu utama dunia) akibat kekeringan
berkelanjutan yang mereka hadapi, yang diduga pengaruh tidak langsung dari
proses pemanasan global.
Praktik berhasil industri agribisnis susu ini sudah dapat dilihat di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Lembang, Jawa Barat, misalnya, Koperasi Peternak
Sapi Perah Bandung Utara yang berhasil tumbuh pesat sehingga memiliki

lini

produk yang beragam, unit pengolahan yang modern, dan asset sekitar Rp 40
milyar di tahun 2006, tanpa bantuan terlalu banyak dari Pemerintah.
Potensi pendapatan dari komoditas susu yang dapat diraih, dapat dihitung dari
besarnya impor yang dilakukan oleh pasar Asia. Jika diperhatikan kebutuhan
impor susu bubuk untuk pasar Asia Tenggara adalah sebesar 591,000 ton di tahun
2007. Jika harga susu diasumsikan sebesar USD 3 per kg nya, maka nilai impor
ini adalah sebesar US 1.77 atau sekitar Rp 15.9 trilyun (kurs Rp 9000/USD).

4.3.3. Potensi Komoditas Perikanan


Permintaan dunia akan produk perikanan digunakan untuk beragam manfaat,
antara lain: untuk konsumsi langsung dan dimanfaatkan oleh industri non makanan
termasuk sebagai pakan bagi pembudidayaan ikan. Mayoritas produksi perikanan
dunia digunakan untuk konsumsi langsung. Dalam laporan FAO tahun 2004,
dinyatakan bahwa sekitar 76% produksi perikanan dunia dimanfaatkan untuk
konsumsi langsung, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk industri non pangan.
Pada tahun 2002, 70% total produksi ikan dunia dimanfaatkan oleh industri
pengolahan. Dari jumlah tersebut, 63% di antaranya adalah untuk industri
pengolahan ikan untuk konsumsi dan sisanya sebagai produk non makanan.
Meskipun terdapat beragam bentuk pengolahan ikan, produk ikan segar tetap
menjadi produk yang paling diterima di pasar dunia. Selama periode tahun 1990
sampai dengan tahun 2002, proporsi ikan yang dipasarkan dalam bentuk ikan
hidup/ikan segar meningkat bila dibandingkan dengan produk ikan lain (ikan
kaleng, ikan beku, ikan yang diawetkan), yaitu sebesar 30%. Sedangkan untuk
ikan olahan, pembekuan masih menjadi metode paling banyak digunakan untuk
pemrosesan

LAPORAN AKHIR

ikan

konsumsi,

yaitu

sebesar

53%.

Kemudian

diikuti

oleh

127

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

pengalengan ikan (27%) dan pengawetan ikan (20%).

Gambar 33. Trend Pemanfaatan Produksi Ikan Dunia Tahun 1962 2002

Sumber: FAO (2004)

Tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk dunia pada tahun 2004 berada pada
kisaran angka 16,5 kg/kapita/tahun. Angka ini meningkat lebih dari 20% bila
dibandingkan dengan tahun 1992 yang hanya sebesar 13,1 kg/kapita/tahun.
Tingkat konsumsi ikan perkapita pertahun tertinggi dipegang oleh Jepang sebesar
110 kg/kapita/tahun. Sementara Hongkong, Singapura, Taiwan, Korea Selatan dan
Amerika Serikat berturut-turut sebesar 80 kg, 70 kg, 65 kg, 60 kg dan 35 kg per
kapita pertahun. Sedangkan tingkat konsumsi ikan Indonesia pada tahun 2004
berada pada kisaran 23 kg/kapita/tahun.

Gambar 34. Pemanfaatan Produksi Ikan Dunia Tahun 2002

Sumber: FAO, 2004

LAPORAN AKHIR

128

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambar 35. Perbandingan Konsumsi Sumber Protein Penduduk Dunia


Periode Tahun 1999-2001

Sumber: FAO. 2004

Pertumbuhan tingkat konsumsi ikan dunia ini sebagian besar disumbangkan oleh
China, yang diperkirakan memberikan kontribusi pada peningkatan konsumsi ikan
perkapita penduduk dunia dari 16% menjadi 33% pada tahun 2004. Peningkatan
konsumsi ikan per kapita penduduk dunia ini dikarenakan semakin pentingnya
posisi ikan sebagai salah satu sumber protein dan micronutrient. Hal ini dipicu oleh
meningkatnya kesadaran masyarakat dunia untuk mengkonsumsi protein hewani
yang sehat.
Dalam 25 tahun terakhir banyak sekali penemuan ilmiah dari para ahli gizi dan
kesehatan dunia yang membuktikan bahwa ikan dan jenis seafood lainnya sangat
baik untuk kesehatan serta kecerdasan manusia. Kenyataan ini disebabkan karena
ikan (seafood) rata-rata mengandung 20% protein yang mudah dicerna dengan
komposisi asam amino esensial yang seimbang. Ikan juga mengandung omega-3
yang sangat penting bagi perkembangan jaringan otak, dan mencegah terjadinya
penyakit jantung, stroke dan darah tinggi.

Potensi Perikanan Indonesia


Laut Indonesia yang sangat luas menyimpan potensi perikanan yang masih sangat
besar. Untuk seluruh kawasan lautnya, Indonesia masih mempunyai potensi ikan
laut sekitar 6,4 juta ton per tahun atau sekitar 7% dari total potensi lestari ikan laut
dunia. Yang baru dimanfaatkan hanya sebesar 4,8 juta ton. Jadi laut Indonesia
masih mempunyai sumberdaya yang masih bisa dimanfaatkan sekitar 25 persen

LAPORAN AKHIR

129

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

130

yaitu sekitar 1,6 juta ton per tahun. Terdapat beberapa kelompok sumberdaya
yang pemanfaatannya sudah mendekati optimal yaitu pada golongan ikan pelagis
besar (80,8%) dan ikan demersal (97,4%). Meskipun ada juga pemanfaat
beberapa jenis ikan yang dinilai sudah berlebihan pemanfaatannya (over exploited)
yaitu pada kelompok ikan karang konsumsi (135%), kelompok udang peneid
sebesar 210% dan cumi-cumi sebesar 378%.

Tabel 25. Potensi, Tingkat Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan


Masing-Masing Kelompok Sumber Daya Ikan Laut
KELOMPOK SUMBER DAYA IKAN LAUT
Ikan
Pelagis
Besar
Produksi

Ikan
Pelagis
Kecil
0,9

Ikan
Demersal

Ikan
Karang
konsumsi

1,3

0,18

0,19

0,06

1,8

Udang
Peneid

Cumicumi

Seluruh
SDIL
4,8

Potensi (10 Ton/Thn)

1,14

3,6

1,4

0,14

0,09

0,02

6,4

Pemanfaatan (%)

80,8

52,6

97,4

135

210

378

75%

Peluang Pengemb.(%)

19,2

47,7

2,6

25%

Sumber : DKP dan BPS (diolah)

Meskipun potensi

yang sangat besar tetapi terdapat beberapa kelompok

sumberdaya yang tingkat pemanfaatannya masih rendah yaitu berkisar 50%


seperti pelagis kecil sebesar 52,6%. Untuk kelompok-kelompok sumberdaya laut
yang

masih

rendah

pemanfaatannya

masih

tersedia

peluang

untuk

pengembangannya. Berdasarkan tingkat pemanfaatan yang aman, lestari dan


berkelanjutan seperti yang ditentukan bahwa tingkat pemanfaatan yang aman
adalah 90 % dari besarnya potensi lestari atau MSY (maximum sustainable yield),
maka peluang pengembangan kelompok pelagis besar sekitar 9,2 %. Kemudian
untuk kelompok pelagis kecil dan lobster masing-masing 37,7%
Berdasarkan potensi total perikanan laut yang ada saat ini di perairan laut
Indonesia, maka secara keseluruhan Indonesia masih mempunyai peluang
pengembangan yang relatif besar yaitu sekitar 25%. Ini merupakan peluang emas
yang harus diantisipasi secara serius.
Berdasarkan data pada tabel 26 dapat dikatakan bahwa pemanfaatan potensi
perikanan laut dikawasan timur di Indonesia belum optimal. Ikan jenis tuna masih
sekitar 24%-48% sumberdaya yang masih bisa dikelola pemanfaatannya. Begitu
juga dengan ikan tongkol, bahkan di laut Arafuru, laut Banda, dan laut Sulawesi
baru sekitar 7%, 18%, dan 20% yang telah dimanfaatkan dan masih sekitar 93%,
82%, dan 80% potensi yang belum termanfaatkan. Kelihatannya kawasan laut

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

131

Arafuru, laut Banda, laut Sulawesi, laut Maluku, dan lautan Hindia masih kaya akan
potensi ikan laut seperti ikan tuna, tongkol, pelagis kecil, cakalang, dan tenggiri.
Apabila sumberdaya laut ini dapat dikelola dengan baik dan benar maka ini
merupakan potensi laut yang sangat besar untuk dapat menghadapi tantangan
pasar di era globalisasi.

Tabel 26. Tingkat Pemanfaatan (100% Optimal) Sumberdaya Ikan Laut


Indonesia tahun 2002
Wilayah Perairan

Udang

Demersal

Pelagis
kecil

Tuna

Skipjack

Tenggiri

Tongkol

Selat Malaka

154

178

Laut Cina Selatan

114

30

23

Laut Jawa

161

54

132

46

114

Laut Flores

106

103

50

76

107

37

78

Laut Banda

n.a

56

25

42

38

14

18

Laut Maluku

68

76

46

64

34

63

116

100

29

58

25

102

20

Laut Arafuru

98

93

52

70

26

Lautan india

88

84

41

38

19

29

58

Laut Sulawesi

106

Catatan : n.a = Tidak ada data


Sumber : DKP diolah

Tabel 27. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap (juta Ton)

Total Produksi

2000

2001

2002

2003

2004

2005*

Pertumbuh
an per
tahun

5,120,518

5,354,473

5,516,652

5,920,323

6,350,377

6,633,302

4.40%

Budidaya

993,727

1,076,749

1,137,151

1,228,559

1,468,612

1,690,490

8.13%

Tangkap

4,126,791

4,277,724

4,379,501

4,691,764

4,881,765

4,942,812

3.42%

-Laut

3,279,039

3,377,646

3,437,805

3,713,018

3,832,290

3,960,522

3.17%

847,752

900,078

941,696

978,746

1,049,475

982,290

4.36%

-Darat

Sumber: DKP, FAO, diolah

Pada bagian awal telah disebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam negara
produsen perikanan tangkap terbesar di dunia setelah China, Peru, Chili dan
Amerika Serikat. Perkembangan produksi perikanan tangkap Indonesia dari tahun
ke tahun menunjukkan peningkatan, namun angka laju pertumbuhan cenderung
menurun. Dalam periode 5 tahun terakhir (2000-2004), produksi perikanan tangkap
meningkat rata-rata sebesar 3,61% per tahun, yaitu dari 4,12 juta ton pada tahun
2000 menjadi 4,97 juta ton pada tahun 2005. Sedangkan bila dilihat perkembangan
dari tahun 2004 ke 2005, maka laju pertumbuhan produksi kurang dari 2%, di

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

mana produksi pada tahun 2004 sebesar 4,88 juta ton sedangkan pada tahun
2005 sebesar 4,9 juta ton.
Produksi ikan tangkap Indonesia masih didominasi oleh ikan pelagis, baik pelagis
besar maupun pelagis kecil. Secara ekonomis, ikan jenis ini nilainya dipasaran
kurang tinggi, kecuali spesies-spesies tertentu seperti tuna atau cakalang. Pada
tahun 2004, produksi ikan paling banyak adalah ikan layang (325 ribu ton), yang
diikuti oleh ikan cakalang (233 ribu ton) dan ikan kembung (201 ribu ton). Produksi
beberapa jenis ikan yang mendominasi hasil tangkapan dapat dilihat pada tabel
28.
Bila dilihat dari sisi nilainya, maka nilai produksi perikanan tangkap tertinggi dicapai
oleh jenis udang windu (1.798.3951,18 juta rupiah), kemudian diikuti oleh udang
jerbung (1.546.036,81 juta rupiah). Dari jenis ikan, nilai tertinggi dicapai oleh ikan
tongkol komo dengan nilai produksi pada tahun 2004 mencapai 1.485.336,21 juta
rupiah atau meningkat sebesar 24 % dibanding tahun 2003 yang nilainya
mencapai 1.196.542 juta rupiah. Kemudian diikuti oleh ikan tenggiri yang nilainya
pada tahun 2004 mencapai 1.342.354,41 juta rupiah. Perkembangan nilai produksi
beberapa jenis ikan tangkap dapat dilihat pada tabel 29.

Tabel 28. Volume Produksi Beberapa Jenis Ikan Tangkap Tahun 2000
2004 (dalam kg)
Jenis Ikan

2001

2002

2003

2004

129913

132998

149193

154866

138923

Layang

255375

258393

301115

297937

325187

Tembang

172219

185912

182026

153771

145428

88744

103710

132170

136436

103361

173944

190182

168959

161141

154811

Peperek

69512

87757

89936

92838

90859

Kakap Merah

62306

67773

62303

74233

91339

Tongkol Komo

250522

233051

266955

267339

133000

Cakalang

236275

214077

203102

208626

233319

Kembung

207037

214387

221634

194427

201882

Madidihang

163241

153110

148439

151926

94904

Udang Jerbung

66644

65269

69508

66501

68699

Udang Windu

40987

43759

38088

34190

34533

8774

11752

11240

14802

20129

Rajungan

14053

22040

19988

30530

21854

Cumi-cumi

39838

60529

62133

51482

69357

Lemuru
Teri

Kepiting

Sumber: DKP, diolah

LAPORAN AKHIR

2000

Selar

132

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Tabel 29. Nilai Produksi Beberapa Jenis Hasil Perikanan Tangkap


Tahun 2000 2004 (dalam ribu rupiah)
Jenis Ikan

2000

2001

2002

2003

2004

Selar

390.226.364

482.022.187

599.517.182

701.537.549

654.783.237

Layang

777.706.320

973.853.374

1.173.723.832

1.229.561.801

1.305.851.517

Tembang

400.589.508

452.975.197

682.483.391

442.371.255

421.649.432

Lemuru

209.043.884

278.143.214

338.983.266

303.483.374

302.724.577

Teri

793.057.505

917.607.821

1.069.814.181

827.039.821

849.399.931

Peperek

126.978.349

180.668.447

200.295.449

199.845.990

243.190.619

Kakap Merah

349.404.691

434.941.266

446.497.421

564.516.932

609.078.059

793.968.781

Cakalang

1.037.932.719

1.222.084.950

1.028.590.250

1.196.542.009

1.485.336.212

Kembung

888.524.764

1.010.313.868

1.149.317.529

1.133.615.400

1.213.120.473

Tenggiri

575.778.706

753.382.809

924.846.357

1.040.351.967

1.342.354.417

Udang Jerbung

1.701.405.234

1.688.705.550

1.812.160.747

1.703.368.608

1.546.036.813

Udang Windu

2.047.310.085

2.502.407.356

2.055.284.615

1.499.533.385

1.798.951.180

Kepiting

52.706.410

83.888.899

106.946.051

159.533.252

291.158.389

Rajungan

82.298.545

194.674.305

324.270.931

372.364.936

284.720.028

Cumi-cumi

262.993.600

337.604.742

556.916.293

440.612.405

647.076.939

Tongkol Komo

Sumber: DKP, diolah

Tabel 30. Volume Produksi Perikanan Tangkap Berdasarkan Perairan


Indonesia tahun 2004
Perairan

Produksi

Barat Sumatra

276.804

Selatan Jawa

124.347

Selat Malaka

377.093

Timur Sumatera

525.073

Utara Jawa

779.821

Bali-Nusa Tenggara

241.360

Selatan/Barat Kalimantan

250.679

Timur Kalimantan

148.440

Selatan Sulawesi

502.336

Utara Sulawesi

314.995

Maluku-Papua
Total

779.293
4.320.241

Sumber: DKP, diolah

Area penangkapan ikan Indonesia relatif luas. Masing-masing perairan mempunyai


karakteristik tersendiri. Bila dilihat area penangkapannya, maka perairan

yang

paling produktif adalah perairan di sekitar Maluku-Papua. Pada tahun 2004,


produksi ikan di perairan Utara Jawa dengan produksi mencapai 779.821 ton.
Kemudian diikuti oleh produksi di Maluku-Papua mencapai 779.293 ton, hanya
selisih sedikit dengan produksi di perairan Utara Jawa. Kedua perairan ini

LAPORAN AKHIR

133

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

memberikan kontribusi masing-masing 16% dari total produksi ikan Indonesia pada
tahun 2004.
Jika diperhitungkan dari sektor perikanan tangkap saja, total nilai nya saat ini
mencapai sekitar Rp 14 trilyun per tahun. Jika peluang disebutkan sebesar 25%
dari nilai saat ini, maka potensi perikanan tangkap adalah sebesar paling tidak Rp
3.5 trilyun per tahun.

4.3.4. Potensi Komoditas Rumput Laut


Salah satu hasil kekayaan kelautan di Indonesia adalah komoditas rumput laut,
yang merupakan salah satu komoditas unggulan nasional. Hal ini mengingat 555
jenis rumput laut dapat tumbuh di perairan wilayah Indonesia. Rumput laut banyak
ditemukan di enam provinsi di Indonesia yaitu Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Hingga saat ini sebagian besar produk
ekspor rumput laut masih dalam bentuk basah atau kering, sehingga memiliki nilai
ekonomi yang relative rendah. Sedangkan untuk keperluan industri non-pangan di
dalam negeri, Indonesia masih mengimpor sebagian besar produk olahan rumput
laut. Jumlah dan nilai produk ekspor rumput laut Indonesia tersaji pada Tabel 31.

Tabel 31. Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Utama Indonesia
KOMODITAS
Udang

Tuna/Cakalang

2001

Mutiara

Jumlah

2005 *)

137.636

139.450

147.000

Nilai (USD 1000)

934.986

836.563

850.222

887.127

955.960

Volume (ton)

84.205

92.797

117.092

94.221

124.780

218.991

212.426

213.179

243.937

316.500

Volume (ton)

27.874

28.560

40.162

51.011

63.020

Nilai (USD 1000)

17.230

15.785

20.511

25.296

39.970

Volume (ton)

Volume (ton)

22

12

10

25.257

11.471

17.128

5.866

19.980

2.682

3.514

3.378

3.516

4.010

14.603

15.054

15.809

15.809

20.440

Volume (ton)

243.503

316.097

559.504

614.158

560.960

Nilai (USD 1000)

420.832

479.054

526.693

602.798

624.149

Volume (ton)

487.116

565.739

857.784

902.358

909.770

1.631.899

1.570.353

1.643.542

1.780.833

1.976.999

Nilai (USD 1000)


Lainnya

2004

124.765

Nilai (USD 1000)


Ikan Hias

2003

128.830

Nilai (USD 1000)


Rumput Laut

2002

Volume (ton)

Nilai (USD 1000)

Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI


*) Angka Perkiraan

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah eucheuma, sp dan gracilaria.
Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan

LAPORAN AKHIR

134

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput laut adalah juga sebagai
bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan
insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini
mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar.
Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa bagi
negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani nelayan, dapat
menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di
kepulauan Indonesia yang sangat potensial.
Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk olahan bernilai
ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan, yaitu : agar-agar,
karaginan, dan alginate. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan
karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan abu (natrium, kalium, fosfor, natrium, besi,
yodium). Juga terdapat kandungan vitamin-vitamin yaitu A, B1, B2, B6, B12, dan
C, betakaroten.

Tabel 32. Manfaat Agar, Karaginan dan Alginat


Pemanfaatan

Agar

Karaginan

Alginat

Makanan dan Susu


- ice cream, yoghurt , cream

- coklat susu, pudding instant

- minuman ringan, jus buah, bir

Roti
Permen

x
x

x
-

x
x

Daging, ikan dalam kaleng

- pasta gigi, shampoo, obat

- bahan cetak gigi , salep

Minuman

Saus, salad dressing


- salad dressing, kecap
Makanan diet
- Jelly, jam, sirup, puding
Makanan lain
- makanan bayi
Farmasi dan kosmetik

Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang
merupakan hidrokoloid seperti agar, karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan
dalam berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan penstabil,
pengemulsi, pembentuk gel, pengental, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk
film. Karaginan banyak dimanfaatkan oleh industri farmasi, kosmetik, makanan dan

LAPORAN AKHIR

135

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis


minuman, pet food, serta keramik.

Karaginan yaitu senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai


panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, yaitu Eucheuma
sp, Chondrus sp, Hypnea sp, Gigartina sp.
Jika diperhatikan tabel 33 dan 34, tampak bahwa peluang pasar komoditas rumput
laut masih terbuka lebar. Memperhatikan panjangnya garis pantai yang dimiliki
Indonesia, iklim yang amat mendukung, dan kebutuhan teknologi yang terjangkau
oleh UKM, maka komoditas rumput laut amat strategis untuk dikembangkan oleh
Indonesia. Jumlah peluang pasar rumput laut kering diperkirakan rata-rata
sebesar 150.000 ton per tahun. Jika harga rumput laut kering sebesar Rp 5500
per kilogram maka potensi ini bernilai sekitar Rp 825 milyar per tahunnya. Jika
petani mampu membangun pabrik pemrosesan rumput laut tahap 1 (tahap
pemasakan menjadi rumput laut setengah jadi), maka nilai ini dapat ditingkatkan
menjadi sekitar Rp 3 trilyun per tahun karena harga rumput laut setengah jadi
untuk bahan baku produk makanan adalah sebesar USD 2.5 per kilogram atau Rp
20 per kilogram di pasaran internasional.

Tabel 33. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Menurut Negara


Tujuan Tahun 1999-2003 (ton)
NEGARA TUJUAN

1999

2000

2001

2002

2003

Hongkong

6.857,3

9.157,4

7.808,8

7.164,5

7.867,0

Spanyol

3.450,9

4.359,3

4.700,0

3.363,6

Denmark

3.147,6

2.573,5

3.953,9

3.947,8

4.499,0

USA

2.298,7

979,9

1.661,6

1.804,4

2.127,7

1.617,0

1.832,7

1.355,0

Perancis
China

3.838,3

3.572,3

1.216,6

805,9

1.211,6

1.603,0

4.186,9

9.337,0

1.204,9

139,6

1.522,8

1.471,9

4.573,8

Chili

335,0

200,0

1.360,0

340,0

1.116,7

Inggris

369,7

806,2

713,7

499,0

400,0

Australia

105,0

294,0

380,1

349,0

255,6

Jerman

175,1

455,2

335,0

209,0

338,6

Filipina

Jepang

437,5

305,2

187,7

178,9

391,7

Lainnya

2.324,5

1.895,8

2.371,1

1.875,8

4.536,0

Jumlah

25.084,4

27.874,6

28.559,9

40.162,7

23.073,4

Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2003

LAPORAN AKHIR

136

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Tabel 34. Prediksi Peluang Pasar Rumput Laut Tahun 2006-2010 (ton)
Jenis Bahan Baku

2006

2007

Kebutuhan (Jenis
Eucheuma)

202.300

218.100

2008
235.300

2009
253.900

2010
274.100

Produksi Luar Negeri

135.000

140.000

145.000

155.000

165.000

Peluang pasar

67.300

78.100

90.300

98.900

109.100

Kebutuhan (Jenis
Glacilaria sp.)

79.200

87.040

95.840

105.440

116.000

Produksi Luar Negeri

40.500

44.000

48.500

54.000

61.000

Peluang pasar

38.700

43.040

47.340

51.440

55.000

Sumber : Jana T. Anggadireja, Tim RL BPPT, 2005

4.3.5. Jagung
Jagung adalah bagian dari tanaman pangan dunia yang penting bagi Indonesia.
Disamping dikonsumsi, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan.
Produksi jagung dan kedelai pada tahun 2006 sebesar 11.61 juta ton jagung
pipilan dan 749.04 ton biji kedelai kering. Kedua komoditas ini mengalami
penurunan dari sisi luas panen namun mengalami kenaikan dari sisi produktivitas
lahan dibandingkan tahun sebelumnya. Upaya intesifikasi pertanian perlu terus
dilakukan mengingat Indonesia saat ini mulai menghadapi keterbatasan lahan dan
tenaga kerja serta modal yang tersedia untuk sektor pertanian.

Tabel 35. Produksi, Konsumsi dan Impor Jagung Indonesia Tahun 20032007 (November) (000 ton)
2003/04
Produksi
% terhadap produksi dunia
Konsumsi
% terhadap konsumsi dunia
Impor
% terhadap impor dunia

2004/05

2005/06

2006/07

2007/08

6,350

7,200

6,500

6,700

7,000

1.01%

1.01%

0.93%

0.95%

0.91%

7,350

7,900

7,900

7,900

8,000

1.13%

1.15%

1.12%

1.10%

1.05%

1,436

541

1,443

1,200

1,000

1.82%

0.71%

1.75%

1.32%

1.07%

Pertum
buhan
1.97%

1.71%

-6.98%

Sumber: USDA, 2007

Pandangan terhadap tabel 35 menunjukkan pertumbuhan produksi yang


tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi dalam negeri. Ini

menarik

lebih
karena

berarti pada akhirnya potensi produksi jagung nasional dapat diarahkan untuk
mengisi pasar ekspor. Jika diperhatikan tingkat produksi dan kebutuhan jagung
dunia, tampak bahwa secara umum dunia cenderung dapat memenuhi kebutuhan
jagungnya dengan baik. Namun jika diperhatikan kebutuhan subtitusi impor jagung

LAPORAN AKHIR

137

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

nasional dan kemungkinan pertumbuhan permintaan di masa depan, maka jagung


masih merupakan komoditas yang perlu dikembangkan di Indonesia.

Tabel 36. Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Tahun 2003-2007


(November) (000 ton)
2003/04

2004/05

2005/06

2006/07

2007/08

Pertumbuhan

Produksi Dunia

627,245

714,762

696,369

703,851

769,313

4.17%

Kebutuhan Dunia

648,881

687,981

704,029

720,714

766,426

3.39%

Surplus /(Defisit)

(21,636)

26,781

(7,660)

(16,863)

2,887

Sumber: USDA, 2007

4.3.6. Potensi Komoditas Daging Sapi dan Ayam


Secara umum tahun 2007 ini pertumbuhan sektor peternakan menempati posisi
kedua setelah perkebunan. Pertumbuhan itu ditopang komoditas daging dan telur
yang mencapai lebih dari 5.18% dibanding 2006.
Produksi daging sapi tahun 2007 ini diprediksi mencapai 418,2 ribu ton (dari 2006
yang sebesar 395,8 ribu ton). Sedangkan, ayam ras pedaging tahun ini akan
diproduksi sebesar 6,4% lebih tinggi dari 2006 (861,3 ribu ton). Sementara itu,
ternak domba akan memasok 84 ribu ton daging dan babi sebesar 198,9 ribu ton
tahun ini.

Tabel 37. Produksi Hasil Ternak Indonesia Tahun 2006-2007


Komoditas

2006

2007

(000 ton)

(000 ton)

Pertumbuhan

Sapi potong

395.8

418.2

Ayam potong

861.3

918.5

6.6%

74.5

84.0

12.8%

Domba

5.7%

Babi

196.0

198.9

1.5%

Telur

1200.0

1292.5

7.7%

Sumber: BPS

Saat

ini,

masyarakat

Indonesia

baru

mengkonsumsi

daging

unggas

10

gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia mencapai 100 gram /kapita/hari. Konsumsi


telur masyarakat Indonesia juga sangat rendah, yakni sebesar 2,7 kg/kapita/tahun,
sedangkan masyarakat Malaysia 14,4 kg/kapita/tahun, Thailand 9,9 kg dan Filipina
6,2 kg. Bila rata-rata satu kilogram telur terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur
masyarakat Indonesia baru 46 butir/kapita/tahun. Artinya, setiap orang Indonesia

LAPORAN AKHIR

138

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

baru mengkonsumsi 1 butir telur setiap 8 hari sekali. Padahal penduduk Malaysia
setiap tahunnya memakan telur sebanyak 245 butir atau rata-rata 2 butir telur
dalam tiga hari sekali. Konsumsi susu masyarakat Indonesia juga sangat rendah,
yakni sekitar 7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia sudah mencapai 20
kg/kapita/tahun.
Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi
protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari belum tercapai. Padahal untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani ideal
adalah 26 gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999). Analisis paling akhir yang
dilakukan Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional
Seoul (1999) menemukan sebuah fakta menarik. Ia menyatakan bahwa terdapat
relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup
(UHH) dan pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani
masyarakat di suatu negara semakin tinggi umur harapan hidup dan pendapatan
domestik bruto (PDB) negara tersebut.
Negara-negara berkembang seperti Korea, Brazil, China, Filipina dan Afrika
Selatan

memiliki

konsumsi

protein

hewani

20-40

gram/kapita/hari,

UHH

penduduknya berkisar 65-75 tahun. Negara-negara maju seperti AS, Perancis,


Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya berkisar 5080 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Karena jangan heran bila
manusia yang berumur lebih dari 100 tahun sekarang banyak terdapat di Jepang.
Sementara

negara-negara

yang

konsumsi

protein

hewani

di

bawah

10

gram/kapita/hari seperti Banglades, India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya


berkisar 55-65 tahun (Han, 1999).
Rendahnya konsumsi protein hewani telah berdampak luas pada tingkat
kecerdasan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Negara Malaysia yang pada
tahun

1970-an

mendatangkan

guru-guru

dari

Indonesia,

sekarang

jauh

meninggalkan Indonesia, terutama dalam kualitas sumber daya manusia (SDM)


sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Human Development Indeks (HDI) tahun
2004 yang dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP). Indonesia
berada pada peringkat ke-111, hanya satu tingkat di atas Vietnam (112), namun
jauh di bawah negara ASEAN lainnya. Singapura (peringkat 25), Malaysia (59),
Thailand (76) dan Filipina (83) (Rusfidra, 2006b).
Studi Monckeberg (1971) menunjukkan adanya hubungan antara tingkat konsumsi
protein hewani pada anak usia pra-sekolah dengan frekuensi kejadian defisiensi

LAPORAN AKHIR

139

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

mental. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia pra sekolah dapat
mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan
defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi
kejadian defisiensi mental. Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan
untuk daya tahan tubuh (stamina). Hasil pengamatan Shiraki et al. (1972)
membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada
orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut
dikenal dengan istilah sport anemia. Penyakit ini dapat dicegah dengan
mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang
dikonsumsi harus berasal dari protein hewani. Protein hewani diduga berperan
terhadap daya tahan eritrosit (butir darah merah) sehingga tidak mudah pecah.
Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan

dibutuhkan

tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa
banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh
tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu
bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan
untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai
nilai hayati 80 ke atas.

Telur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-100

(Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 2005c).


Lebih lanjut, Hardjosworo (1987) dalam Rusfidra (2005) berhasil mengidentifikasi
empat faktor penting penyebab rendahnya konsumsi protein hewani: Pertama,
mahalnya harga pangan asal ternak bila diukur dari rata-rata pendapatan sebagian
besar masyarakat Indonesia. Untuk menghasilkan daging dan telur diperlukan
pakan yang mahal, apalagi komponen bahan pakan unggas (bungkil kedele,
tepung ikan dan jagung) merupakan bahan impor.
Kedua, tidak meratanya tingkat ketersediaan daging, susu dan telur di seluruh
penjuru tanah air. Bahan pangan tersebut melimpah di kota-kota besar dan
sekitarnya tetapi sangat langka di daerah yang jauh dari perkotaan. Ketiga,
pengaruh kemampuan produksi dalam negeri terhadap konsumen protein hewani.
Keempat, selera selektif dari masyarakat Indonesia. Bila dibandingkan dengan
negara-negara Barat yang lebih tinggi tingkat ekonominya, variasi jenis ternak
yang dijadikan sumber pangan di Indonesia sangat sempit. Sebagai contoh dari
ternak unggas hanya ayam yang disukai, sedangkan itik dan puyuh baru
sebagaian kecil yang memanfaatkan.

LAPORAN AKHIR

140

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Tabel 38. Kebutuhan Impor Daging Sapi Beberapa Negara (000 ton)
Negara

2002

2003

2004

2005

2006

2007*

2008**

Pertumbuhan

Algeria

22

53

103

112

82

98

98

23.79%

Angola

54

76

79

90

101

101

101

9.36%

143

180

178

200

124

161

161

1.71%

13

17

23

23

23

18.52%

Georgia

17

27

20

23

20

20

20

2.35%

Iran

23

61

100

27

93

187

187

34.90%

Israel

82

89

102

86

103

103

103

3.31%

Jordan

24

53

46

59

68

68

68

16.04%

Kuwait

16

32

34

58

79

79

79

25.62%

Lebanon

19

28

34

34

39

39

39

10.82%

17

23

30

36

36

42.62%

133

136

171

169

158

158

158

2.49%

14

13

13

16

17

17

17

2.81%

124

127

161

137

136

160

160

3.71%

Saudia Arabia

75

80

100

101

101

101

101

4.34%

Singapore

25

26

25

25

27

31

31

3.12%

Switzerland

10

11

15

19

22

20

20

10.41%

United Arab
Emirates

53

43

44

69

71

71

71

4.27%

20

29

29

29

61.78%

Chile
Congo(Brazzaville)

Libya
Malaysia
Oman
Philippines

Vietnam

Keterangan: * Angka ementara, ** Angka forecasting


Sumber: USDA, 2007

Tabel 39. Kebutuhan Impor Daging Ayam Beberapa Negara (000 ton)
Negara

2002

200
3

2004

2006

2007*

2008**

Pertumbuhan

Angola

80

99

86

103

130

130

130

7.18%

Azerbaijan,

16

37

67

47

17

30

30

9.40%

Bahrain

21

22

23

28

21

26

28

4.20%

Columbia

24

24

13

23

23

23

23

-0.61%

Congo

22

33

23

29

23

23

23

0.64%

Cuba

92

89

119

113

115

130

135

5.63%

Gabon

16

17

29

25

21

25

25

6.58%

Ghana

24

36

45

51

52

52

52

11.68%

Guatemala

49

63

59

57

58

58

58

2.44%

Haiti

24

29

17

22

22

22

22

-1.24%

Iraq

56

76

119

116

110

120

120

11.50%

Jordan

11

23

27

18

33

35

50.51%

Kazakhstan,

12

13

38

15

15

16.99%

Oman

47

52

45

46

39

39

39

-2.63%

Philippines

13

14

22

27

35

40

40

17.42%

Qatar

26

30

31

39

41

41

41

6.72%

Singapore

86

103

85

96

97

100

100

2.18%

Vietnam

11

36

29

70

70

30.26%

93

87

108

94

75

80

85

-1.28%

Yemen

Keterangan: * Angka ementara, ** Angka forecasting


Sumber: USDA, 2007

LAPORAN AKHIR

200
5

141

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat kebutuhan


domestik terhadap komoditas-komoditas peternakan seperti daging dan telur akan
semakin meningkat di masa mendatang seiring dengan peningkatan pendapatan
dan tingkat pendidikan masyarakat. Pandangan terhadap kebutuhan impor daging
dari beberapa negara, termasuk beberapa negara tetangga dan negara anggota
gerakan non-blok, menunjukkan jumlah kebutuhan impor daging yang masih besar
dan positif dari tahun ke tahun. Sekali lagi, hal ini menunjukkan potensi pasar
komoditas agribisnis peternakan yang masih besar di masa depan. Untuk
komoditas ini, UKM sudah pasti dapat berperan besar di dalamnya. Bukan hanya
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan di dalam negeri tetapi juga untuk
memanfaatkan peluang pasar yang tersedia di negara lain. Besarnya potensi
ekspor yang dapat diraih oleh komoditas daging sapi dan ayam ini kurang lebih
sama dengan Rp 100 milyar per tahunnya.

4.4. Masalah Dalam Pengembangan Komoditas


Agribisnis
Masalah utama yang dihadapi dunia, dan Indonesia, dalam pengembangan
potensi komoditas agribisnis saat ini adalah ketersediaan lahan dan perubahan
iklim.

4.4.1. Kebutuhan Lahan


Populasi penduduk yang terus meningkat, pendapatan yang lebih baik, dan
urbanisasi telah meningkatkan permintaan akan komoditas hasil pertanian.
Peningkatan permintaan komoditas pertanian ini membutuhkan ketersediaan lahan
yang kadang berbenturan dengan kebutuhan lain dan pelestarian alam.
Meningkatnya kebutuhan lahan terjadi karena proses produksi komoditas pertanian
memang membutuhkan ketersediaan lahan yang cukup besar. Seperti halnya
Indonesia dimana pemain utama penyedia komoditas pertanian adalah skala
usaha kecil dan menengah, di dunia pun komoditas pertanian sebagian besar
disediakan oleh negara berkembang yang memiliki daya dukung lahan yang
mencukupi, tenaga kerja yang murah, serta subsidi pemerintah untuk mendorong
meningkatnya pasokan-pasokan produksi hasil pertanian ini.
Pada negara berkembang, peningkatan hasil pertanian lebih banyak dilakukan

LAPORAN AKHIR

142

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dengan memperluas areal tanaman (ekstensifikasi) dibandingkan meningkatkan


produktifitas lahan (intensifikasi). Hal ini karena (1) ekstensifikasi dengan
membuka lahan baru lebih mudah dan segera dapat dilakukan (biasanya dengan
membakar lahan) dan (2) intensifikasi pun memiliki batasan teknologi pertanian
(penemuan varietas bibit baru, teknologi produksi yang lebih produktif, dan lainlain) dan biasanya lebih mahal dan sulit untuk dapat langsung diterapkan tanpa
perubahan perilaku masyarakat, bantuan pemerintah dan investasi dari investor
besar.
Misalnya pada peningkatan permintaan daging sapi di negara-negara berkembang
diperkirakan akan menjadi dua kali lipat dalam lima belas tahun yang akan datang.
Daging-daging sapi tersebut sebagian besar diproduksi oleh negara-negara
berkembang itu sendiri dan kebanyakan akan diproduksi oleh peternakan sapi
yang memerlukan lahan yang sangat luas. Untuk pembukaan lahan ini belum
diketahui dengan jelas berapa keuntungan yang sesungguhnya dapat diperoleh
negara-negara
peningkatan

berkembang
produksi

tersebut

menyebabkan

dengan
harga

melakukan
produk

hal

turun,

ini,

namun

karena
harus

mengorbankan hutan-hutan untuk kegiatan pertanian dan peternakan yang pada


akhirnya keberhasilan ini diikuti dengan kegagalan di sisi lain.
Seperti telah digambarkan dalam contoh permintaan daging sapi diatas, dalam
penyediaan lahan pertanian, masalah yang dihadapi adalah kompetisi antara
kebutuhan pertanian dan pelestarian alam. Kompetisi ini masih bisa dilengkapi
dengan kebutuhan lahan untuk hunian dan infrastruktur, serta industri.

Gambar 36. Kompetisi Kebutuhan Lahan

Hunian dan
Infrastruktur

Pertanian

LAHAN

Industri

Pelestarian
alam

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudera Hindia dan

LAPORAN AKHIR

143

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Samudera Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka


luas Indonesia menjadi sekitar 4,275,000 km persegi. Lima pulau besar di
Indonesia adalah : Sumatera dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas
132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas
539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, dan Papua
dengan luas 421.981 km persegi.
Luas lahan pertanian Indonesia yang sebagian besar terdiri dari lahan perkebunan
dan lahan pertanian saat ini mencapai 169,727 km persegi (BPS, 2007) yang
terdiri dari 121,656 km persegi lahan pertanian padi dan 48,071 km persegi lahan
perkebunan. Luas ini baru sekitar 9.6% dari area daratan pulau utama Indonesia.
Menurut data Nation Master tahun 2005, luas area daratan Indonesia yang dapat
digunakan untuk kegiatan ekonomi adalah sebesar kurang lebih 478,000 km
persegi. Dari luas lahan tersebut, sekitar 50% nya (230,000 km persegi)
merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam. Hal
ini menunjukkan masih adanya lahan yang dapat dikelola secara lestari dan
berkelanjutan untuk kebutuhan pengembangan kegiatan agribisnis.

Tabel 40. Luas Area Pulau Utama Indonesia


Pulau Utama

Luas Area (km persegi)

Sumatera

473,606

Jawa

132,107

Kalimantan

539,460

Sulawesi

189,216

Papua

421,981

Total luas pulau utama

1,756,370

Luas Wilayah Keseluruhan


(termasuk lautan, perkiraan)

4,275,000

Sumber: BPS

Masalahnya adalah, angka diatas dihitung secara agregat, yaitu total gabungan
dari seluruh luas lahan yang tersebar di seluruh Indonesia. Padahal, disamping
luas totalnya, kegiatan pengembangan agribisnis yang efektif juga membutuhkan
kecukupan luas minimal, lokasi yang sesuai, dan komposisi kimia lahan untuk
pelaksanaan kegiatan agribisnis yang sesuai dan efektif.
Misalnya, (1) untuk kegiatan penanaman padi yang efektif dan lestari diperlukan
luasan lahan tertentu yang cukup besar dan dalam satu area yang tidak terlalu
jauh terpisah-pisah. Dengan demikian pengaturan irigasi dan distribusi bahan
baku menjadi lebih mudah dilakukan. Akan sulit mengembangkan pertanian padi

LAPORAN AKHIR

144

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

jika lahan-lahan persawahannya terlalu kecil dengan lokasi yang terpisah-pisah


jauh. Kemudian (2) lahan yang tersedia tentunya memiliki komposisi kimia dan
jenis tanah yang berbeda-beda, dimana jenis tanah dan komposisi kimia tersebut
turut menentukan jenis tanaman apa yang cocok untuk kegiatan penanaman di
lahan tersebut.
Hal ini menunjukkan pentingnya pengaturan dan penjagaan tata guna lahan di
suatu daerah. Di sebuah propinsi, sejak awal perlu dianalisis kecocokan lahan dan
ditetapkan tata guna lahannya, mana yang tepat untuk kegiatan pengembangan
agribisnis, mana yang dapat untuk keperluan lainnya. Ketetapan tata guna ini
perlu dijaga agar di masa depan pengembangan agribisnis dapat lestari.
Masalah yang dihadapi adalah, tata guna lahan agribisnis dapat melampaui batas
wilayah kabupaten. Di Gorontalo, misalnya, untuk keperluan pengembangan
tanaman jarak penghasil bio diesel, perlu luas lahan yang meliputi lebih dari tiga
kabupaten. Jika antara kabupaten ini tidak ada kemauan untuk bekerjasama
untuk bersama-sama mengatur tata guna lahan bagi kegiatan agribisnisnya dan
lebih memilih untuk menggunakan lahan sebesar-besarnya untuk keperluan hunian
dan pembangunan bangunan komersial, maka program pengembangan agribisnis
yang dicanangkan tidak akan lestari di masa depan.

4.4.2. Perubahan Iklim


Pemanasan Global Mengurangi Lahan dan Merubah Iklim
Hasil penelitian Wetlands International dan Defl Hydrulics (2007), Indonesia
menempati urutan ketiga terbesar di dunia sebagai penyumbang emisi

CO2

setelah Amerika Serikat dan China. Dari tahun 1997-2006, emisi CO2 akibat
kebakaran gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 1.400 metrik ton CO2, dan
dari setiap hektar pengeringan hutan gambut diperkirakan CO2 yang terlepas
mencapai 90 metrik ton CO2 per tahun.
Pemanasan

global merupakan kejadian meningkatnya temperatur

rata-rata

atmosfer, laut dan daratan di Bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan
Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan
bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-

LAPORAN AKHIR

145

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, melalui efek rumah kaca. Kesimpulan
dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi ilmu pengetahuan nasional dari

negara-negara

G8.

Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan temperatur
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara
tahun 1990 dan 2100. Adanya beberapa hasil yang berbeda diakibatkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda pula dari emisi gas-gas rumah kaca di
masa mendatang juga akibat model-model dengan sensitivitas iklim yang berbeda
pula. Walaupun sebagian besar penelitian memfokuskan diri pada periode hingga
2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut
selama lebih dari seribu tahun jika tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Gambar 37. Prediksi Pemanasan Global

Pertambahan Suhu ( C)

Dampak Pemanasan Global Ke Seluruh Dunia


Dampak dari pemanasan global ini secara garis besar antara lain meningkatnya
temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang
lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang
ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan
global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletzer dan
punahnya berbagai jenis hewan. Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan

LAPORAN AKHIR

146

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

70 persen antara 1970 hingga 2004.


Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan
alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir. Rata-rata temperatur global telah naik 1,3
derajat Fahrenheit (setara 0,72 derajat Celsius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air
laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961.
Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah
jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celsius). Jika
kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celsius, 40 hingga 70 persen spesies
mungkin musnah.
Meski negara-negara miskin yang akan

merasakan dampak sangat buruk,

perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta
penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia
akan berisiko terlanda banjir dan rob. Di Eropa, kepunahan spesies akan ekstensif.
sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat
sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi. Kondisi cuaca ekstrim akan
menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar
intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih
luas. Risiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat. Data
dampak pemanasan global lainnya misalnya mencairnya glasier di Pegunungan
Himalaya, meningkatnya frekuensi badai di Kepulauan Pasifik Selatan, pemutihan
karang secara massal dan berdampak pada kematian di Great Barrier Reef
Australia, berkurangnya persediaan air bersih di Sungai Mekong dan lain-lain.
Kenaikan suhu (temperatur) bumi sampai mencapai akibat pemanasan global ini
bisa mencapai tingkat 11 derajat C lebih tinggi daripada suhu semula (BBC,
Desember 1999). Peristiwa ini akan memicu mencairkan berjuta-juta kubik lapisan
es di kedua Kutub Utara dan Selatan secara bersamaan yang pada gilirannya
terjadi peningkatan luar biasa volume air laut di seluruh dunia.
Hal ini menyebabkan juga terjadi peningkatan permukaan air laut di bumi ini hingga
mencapai 1 meter lebih tinggi daripada level semula. Dapat dibayangkan luas areal
daratan pantai yang bakal tergenang air laut, bahkan lebih dahsyat bakal tidak
terhitung lagi jumlah gugusan pulau dan kepulauan yang akan hilang

lenyap

secara tiba-tiba ditelan air laut. Suatu bencana yang tidak kalah dahsyatnya dari
gelombang pasang tsunami dengan cakupan yang lebih mengglobal.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan kelaparan di dunia sedang meningkat

LAPORAN AKHIR

147

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

sebagai akibat pemanasan global, karena perubahan iklim mengurangi luas lahan
pertanian di negara berkembang. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO,
mengatakan perubahan iklim dapat mengurangi 300 juta ton produksi pangan, dan
akibat paling parah adalah di Afrika

Sub-Sahara. Sebuah laporan FAO

memperkirakan bahwa sampai 90 juta hektar lahan di Afrika dapat menjadi tidak
sesuai untuk pertanian kalau pemanasan global terus

berlangsung

tanpa

hambatan dalam puluhan tahun mendatang. Namun, Badan PBB tadi mengatakan
iklim serupa dapat meningkatkan produksi pertanian di Negara-negara Industri di
belahan bumi Utara. Selain itu, badan dunia PBB meramalkan bahwa panen
makanan pokok seperti gandum, beras dan jagung dapat merosot sampai 39%
dalam 100 tahun mendatang akibat pemanasan global yang terjadi (Konferensi
Perubahan Iklim VII, Maroko, November 2001). Suatu ancaman yang sangat
serius, apalagi pertumbuhan penduduk dunia ke depan terus melaju tidak
terkendalikan.
Jadi perubahan iklim bumi merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi
dunia di abad ke-21 ini.
Masalah pemanasan yang terjadi dalam 50 tahun terakhir sebenarnya disebabkan
oleh tindakan manusia sendiri di mana pemanasan global di masa depan bakal
lebih besar daripada dugaan semula. Oleh karena itu, protokol Kyoto yang semula
selalu menghadapi jalan buntu, akhirnya mulai difungsikan untuk mengurangi emisi
rumah kaca terutama dari dampak kegiatan industri negara-negara maju.

Dampak Pemanasan Global di Indonesia


Pemanasan global sudah dirasakan Indonesia dengan naiknya permukaan laut 0,8
cm per tahun yang berdampak pada tenggelamnya pulau-pulau Nusantara hampir
satu meter dalam 15 tahun ke depan. Indonesia sebagai negara kepulauan
menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pemanasan global ini perlahan
tetapi pasti jika tak diatasi sejak sekarang.
Diperkirakan, dengan laju kenaikan muka air laut seperti saat ini, maka pada tahun
2010 permukaan air laut akan naik 1 meter dari muka laut saat ini. Hal ini akan
membuat sekitar 2000 pulau Indonesia hilang akibat tenggelam dan beberapa
kabupaten yang berada di daerah pesisir akan merasakan dampak berkurangnya
luas wilayah daratannya. Jika laju kenaikan ini tidak dikendalikan, maka
diprediksikan pada tahun 2100 muka air laut akan bertambah setinggi 7 meter, dan

LAPORAN AKHIR

148

Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

diperkirakan hanya tersisa sekitar 2000-3000 an pulau di wilayah Indonesia.


Indikasi pemanasan global lain yang begitu jelas dirasakan misalnya kenaikan
suhu yang ekstrim beberapa waktu belakangan ini, misalnya suhu di Kalimantan
yang biasanya sekitar 35 derajat Celsius naik menjadi 39 derajat Celsius.
Sebagian tulisan ada yang berpendapat bahwa kenaikan muka air laut dan
berkurangnya luas daratan mungkin dapat dipandang sebagai hal yang positif bagi
sebuah negara kepulauan seperti Indonesia. Karena luas potensi kelautan yang
dimilikinya menjadi begitu besar. Masalah adalah, kajian terbaru menunjukkan
perubahan suhu bumi dan pencairan es di kutub juga mempengaruhi aliran panas
air laut yang mengakibatkan perubahan arus air laut. Perubahan ini ternyata
berdampak buruk bagi kelestarian biota laut dan ketersediaan ikan di dalamnya.
Dengan demikian pemanasan global memang menjadi momok bagi kita semua.
Peningkatan suhu, perubahan pola angin, perubahan arus laut dan perubahan
pertukaran panas menyebabkan perubahan iklim seperti suhu dan curah hujan,
yang pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan panen dari

produk

agribisnis

yang dikembangkan.
Pulau Sumatera, misalnya, yang biasanya suhu berkisar pada 33-34 derajat naik
menjadi 37 derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik menjadi 36 derajat
Celsius, ujarnya. Untuk seluruh Indonesia, dampak yang dirasakan adalah berupa
pergeseran iklim dari yang seharusnya Juni 2006 sudah musim kemarau, untuk
Kalimantan dan Sumatera masih mengalami banjir besar dan bulan September
yang seharusnya sudah dimulai musim hujan bergeser mulai November.

LAPORAN AKHIR

149

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra
Agribisnis Fasilitasi
Kementerian Koperasi
dan UKM

5.1. Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis Melalui


Pendekatan Klaster
Peningkatan daya saing usaha kecil dan menengah yang berbasiskan agribisnis di
Indonesia dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep klaster, tujuan utama
dari klaster adalah untuk meningkatkan daya saing produk dengan menekankan
nilai efisiensi dalam penggunaan waktu dan jarak dalam menghasilkan suatu
produk. Peningkatan nilai efisiensi ini akan mendorong turunnya biaya produksi
dan biaya pemasaran suatu produk, pada akhirnya produk tersebut lebih kompetitif
dipasaran dan memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk
sejenis yang dihasilkan oleh negara lain.
Berbicara tentang Peningkatan daya saing dengan menerapkan sistem klaster
,maka tidak lepas dari lokasi, penentuan lokasi suatu perusahaan individual
merupakan keputusan yang didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang
mempengaruhi, seperti biaya transportasi, harga faktor

lokal,

kemungkinan

produksi dan subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Suatu perusahaan
akan memutuskan apakah menguntungkan untuk berdiri sendiri atau memutuskan
untuk berlokasi dekat dengan perusahaan sejenis. Upaya pengembangan
agribisnis telah dilakukan oleh pemerintah namun masih terdapat berbagai kendala
terutama

dalam

menjaga

kualitas produk

yang

memenuhi standar

pasar

internasional serta kontinuitas produk sesuai dengan permintaan pasar maupun


untuk mendukung suatu industri hilir dari produksi pertanian. Hal serupa dialami

LAPORAN AKHIR

150

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

sentra perikanan air tawar di Metro-Lampung dimana ada perusahaan yang ingin
bekerjasama melakukan ekspor fillet daging ikan patin ke China namun karena
ketidakmampuan sentra dalam menyediakan suplai secara kontinyu sebesar 6 ton
per hari maka kerjasama ini hingga sekarang belum dapat direalisasikan.
Pengembangan agro-based cluster dapat dilakukan dengan mengembangkan
sentra-sentra yang telah ada di Indonesia. Pengembangan klaster di bidang
agribisnis di Indonesia lebih ditekankan kepada subsistem agribisnis di hulu dan di
hilir serta sektor penunjang. Diharapkan implikasi dari pengembangan ini mampu
mendorong transformasi sistem agribisnis di Indonesia dari agricultural-based
economy menjadi agroindustry-based economy.

Gambar 38. Sumber Daya Saing


Lingkungan Persaingan dan
Strategi perusahaan

Lingkungan setempat yang


merangsang investasi dan
perbaikan berkelanjutan

Persaingan ketat di antara


pesaing-pesaing lokal

Kondisi Permintaan

Kondisi Faktor (Input)

Kuantitas dan biaya :


Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia

Pelanggan domestik kritis


Industri Terkait dan
Pendukung

Infrastuktur Fisik
Infrastruktur Administratif
Infrastruktur Informasi
Infrastruktur Iptek

Adanya pemasok lokal


yang kapabel

Kebutuhan pelanggan yang


berkembang
Permintaan lokal yang
bersifat khusus dan dapat
dilayani secara global

Adanya industri terkait yang


kompetitif

Kualitas Faktor
Spesialisasi Faktor

Sumber Daya Saing Berdasarkan Lokasi (Porter, 1996)

Pengembangan sentra komoditas agribisnis menuju klaster agribisnis harus lebih


menekankan pada pola-pola pengembangan antara lain seperti :

LAPORAN AKHIR

151

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis


4)

Market

Driven,

selalu

berfokus

pada

upaya

mempertemukan

sisi

penawaran dan permintaan.


5)

Inclusive, mencakup tidak hanya perusahaan berskala keci dan menengah


saja tetapi juga perusahaan besar dan lembaga pendukung.

6)

Collaborative, selalu menekankan solusi kolaboratif pada isu-isu daerah


dari seluruh stakeholder.

7)

Strategic, membantu stakeholder menciptakan visi strategis daerah yang


menyangkut ekonomi.

8)

Value-creating, mengupayakan penciptaan atau peningkatan nilai tambah


daerah.

Setelah tahap pembenihan hingga pengembangan agro-based cluster di Indonesia


dilaksanakan, maka perlu ada pengawasan dan evaluasi terhadap programprogram yang telah dilakukan. Pengukuran tingkat produktifitas UKM di dalam
klaster antara lain adalah dengan melihat laju perubahan nilai tambah. Laju nilai
tambah akan meningkat jika investasi dan nilai produksi ditingkatkan. Indikator
lainnya adalah peningkatan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja atau
peralatan.
Tingkat keberhasilan pengembangan klaster Agribisnis tersebut harus terukur dan
dapat dilihat parameter keberhasilannya. Tujuannya

agar

mudah

dilakukan

evaluasi dan perbaikan di masa datang terhadap program-program yang


dikembangkan untuk membangun suatu klaster agribisnis di Indoensia.
Pengukuran tingkat keberhasilan sistem klaster dapat diukur dengan :
1)

Terciptanya kemitraan dan jaringan yang baik, ditandai dengan adanya


kerjasama antar perusahaan, hal ini menjadi sangat penting karena
menyangkut ketersediaan sumberdaya,

pembiayaan

dan

fleksibelitas

serta proses pembelajaran bersama antar perusahaan.


2)

Adanya

inovasi,

riset

dan

pengembangan.

Inovasi

secara

umum

berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset


dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan.

LAPORAN AKHIR

152

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis


3)

Tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang handal. Dengan


SDM yang handal, keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat
dijalankan dengan baik.

4)

Terspesialisasinya aktifitas usaha perusahaan di dalam cluster (homogen)


yang saling membantu antar sub sistem namun tidak menimbulkan
ketergantungan antar perusahaan karena terciptanya persaingan yang
sehat antara perusahaan sejenis.

5)

Lokasi yang sesuai, Lokasi klaster yang dimaksud adalah memiliki tujuan
untuk mengukur keberlanjutan dari aktivitas industri yang ada di lokasi
tersebut. Faktor yang terkait dengan lokasi klaster ini adalah ketersediaan
sumberdaya (input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan
lahan, biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan
subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah
tercapainya suatu efisiensi dan efektifitas serta keberlanjutan dalam
pengelolaan untuk menghasilkan komoditi unggulan dari klaster tersebut.

Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidak nya suatu klaster adalah
pentingnya

dukungan

pemerintah

baik

berupa

kebijakan

(policy)

maupun

pembinaan terhadap sistem klaster yang sedang berkembang.

5.2. Gambaran Sentra Agribisnis UKM Fasilitasi


Kementerian Koperasi dan UKM
Program pengembangan sentra UKM telah dilaksanakan sejak tahun 2001. Pada
saat ini dinyatakan telah difasilitasi sebanyak 1111 buah sentra di seluruh
Indonesia. Jika dihitung dari data yang ada, maka jumlah sentra yang bergerak di
sektor agribisnis (dilihat dari produk sentra yang tergolong sebagai produk sektor
pertanian, peternakan, perkebunan kehutanan dan perikanan) berjumlah sekitar
396 buah sentra. Jumlah ini sekitar 35% dari keseluruhan sentra yang difasilitasi
dari tahun 2001 hingga tahun 2005.
Jika dilihat sebaran dari sentra-sentra agribisnis ini menurut pulau utama, maka
tampak bahwa sentra-sentra agribisnis yang di fasilitasi

kebanyakan berada di

pulau Sumatera (124 sentra), Jawa (88 sentra) dan Sulawesi (83 sentra). Ke tiga
pulau ini meliputi sekitar 73% dari jumlah sentra agribisnis yang difasilitasi.
Sedangkan sisanya tersebar di Kalimantan (38 sentra), Nusa Tenggara Barat dan

LAPORAN AKHIR

153

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis


Timur (32 sentra), Maluku (24 sentra) dan Papua (9 sentra).

Sedangkan jika diperhatikan produk yang dibuatnya, maka akan tampak bahwa
sekitar 40% sentra agribisnis yang di fasilitasi menghasilkan produk-produk di
subsektor perikanan (perikanan laut dan hasil laut lainnya termasuk rumput laut
dan udang, perikanan darat dan hasil perairan darat), kemudian perkebunan
(22%), peternakan (21%), tanaman bahan makanan (10%) dan produk-produk dari
subsektor kehutanan (7%).

Gambar 39. Sebaran Sentra UKM Agribisnis Fasilitasi Kementerian


Koperasi dan UKM TA 2001-2005

24
38
124

81
9

88
32

Sumber: Data SMECDA, diolah

Gambar 40. Sebaran Produk Sentra Agribisnis Menurut Subsektor


Pertanian
Kehutanan
7%
Tanaman bahan
makanan
10%

Perikanan
40%

Peternakan
21%

Perkebunan
22%
Sumber: Data SMECDA, diolah

Produk perkebunan yang banyak dihasilkan berasal dari kelompok tanaman

LAPORAN AKHIR

154

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

perkebunan lainnya disamping kopi, sawit, jagung, buah-buahan dan karet.


Produk peternakan yang dihasilkan berasal dari kelompok unggas dan hasilhasilnya dan sapi (baik perah maupun pedaging). Produk tanaman bahan
makanan diisi oleh kelompok aneka sayur-sayuran dan padi. Sedangkan produk
kehutanan diantaranya gula aren dan rotan (untuk bahan baku).

Gambar 41. Produk Yang Dihasilkan Sentra Agribisnis Fasilitasi


Kementerian Koperasi TA 2001-2005
20

40

60

80

Perikanan laut dan hasil laut lainnya

100

102

Tanaman perkebunan dan tanaman lainnya

63
47

Perikanan darat dan hasil perairan darat


43

Unggas dan hasil-hasilnya


Peternakan

39

Industri gula (gula aren)

27
12

Kopi

10

2.53%

Kelapa sawit

10

2.53%

Udang

10.86%
9.85%

6.82%

2.02%

1.26%

Karet

1.26%

15.91%

11.87%

1.77%

Buah-buahan

Kayu dan hasil hutan lainnya

25.76%

3.03%

Sayur-sayuran

Jagung

120

1.26%

Padi

0.76%

Tembakau

0.76%

Industri minyak dan lemak

0.76%

Tanaman kacang-kacangan

0.51%

Cengkeh

0.51%

Sumber: SMECDA, Diolah

Adalah menarik untuk melihat seperti apa kinerja produk pertanian tersebut dalam
perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu kita dapat menggunakan
matriks nilai tambah terhadap output seperti yang tersaji dalam gambar 42.
Matriks nilai tambah terhadap output memetakan nilai tambah yang diberikan dari
produksi suatu produk dan jumlah output yang dihasilkannya. Sebelum dipetakan,
nilai tambah dan output dari masing-masing produk dibandingkan terlebih dahulu
dengan rata-rata nilai tambah dan output produk yang diamati. Dengan demikian
akan diperoleh informasi mengenai produk yang memberikan nilai tambah diatas
(atau dibawah) nilai rata-rata kelompok dan yang menghasilkan jumlah
diatas (atau dibawah) rata-rata output kelompok.

LAPORAN AKHIR

output

155

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Misalnya seperti yang tersaji dalam gambar 42. Tampak bahwa bidang matriks
terbagi ke dalam 4 kuadran. Kuadran 1 adalah kuadran produk yang memiliki nilai
tambah diatas rata-rata namun memiliki jumlah output yang lebih rendah dari ratarata. Kuadran 2 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dan jumlah
output diatas rata-rata kelompok. Kuadran 3 adalah kuadran produk yang memiliki
nilai tambah dan jumlah output yang lebih kecil dibandingkan rata-rata kelompok.
Dan Kuadran 4 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dibawah ratarata namun memiliki jumlah output yang lebih tinggi dari rata-rata

Gambar 42. Matriks Nilai Tambah Terhadap Output Dari Produk


Pertanian
4.00
K-2

K-1
3.50

Padi

Nilai Tambah Bruto

3.00
2.50
Buah-buahan
Perikanan laut
dan hasil laut
0. 00

0.50

2.00
1.50

Unggas

1.00
1.00
0.50

1.50

K-3

2.00

2.50

K-4
0.00
Output

Sumber: BPS, 2004

Posisi terbaik tentu pada kuadran 2, dimana produk yang dihasilkan berada diatas
rata-rata. Jika diperhatikan hasil yang diperoleh, tampak bahwa produk padi dan
unggas adalah produk yang relatif memberikan nilai tambah dan

output

yang

diatas rata-rata produk agribisnis lainnya. Sedangkan buah-buahan dan perikanan


laut, kendati tidak menghasilkan output diatas rata-rata, namun memberikan nilai
tambah bruto yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata produk agribisnis yang
diamati.
Hasil ini memberikan petunjuk tentang seperti apa arah

pengembangan

yang

dapat ditetapkan bagi produk-produk sentra. Misalnya sentra yang menghasilkan


produk unggas perlu dijaga agar nilai tambah yang dihasilkannya dapat naik
sehingga ia tidak turun ke kuadran 4 atau 3. Sentra yang menghasilkan buahbuahan dan yang bergerak dibidang perikanan laut dan hasil laut lainnya, perlu
didorong agar menghasilkan output yang meningkat. Ini akan mendorong kedua

LAPORAN AKHIR

156

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

kelompok produk ini untuk berpindah ke kuadran 2. Sedangkan untuk kelompok


produk yang lain, tampak masih berada di dalam kuadran 3. Terhadap produkproduk ini diperlukan kerja yang lebih keras agar dapat berpindah ke kuadran lain
yang lebih baik.

5.3. Gambaran Sub-Sistem Agribisnis Sentra UKM


Perkembangan pembangunan agribisnis di Indonesia saat ini masih digerakkan
oleh kelimpahan faktor produksi (factor driven) yaitu sumber daya alam dan tenaga
kerja tidak terdidik. Pola pertanian dan peternakan serta perikanan sederhana lebih
mengandalkan pengalaman dan ilmu pertanian turun-menurun yang selalu masih
terbentur oleh keterbatasan alam di Indonesia, seperti kendala musim kemarau,
kendala banjir maupun serangan hama-penyakit yang rutin datang tiap tahunnya.
Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi agregat masih bersumber
dari peningkatan jumlah konsumsi sumber daya alam dan tenaga kerja tidak
terdidik.

Sedangkan

pada

sisi

struktur

produksi

akhir,

umumnya

masih

menghasilkan produk yang didominasi oleh komoditas primer (agricultural based


economy).
Kondisi nyata terlihat di sentra-sentra wilayah survei di Jawa tengah, Lampung,
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Kalimantan Selatan dan
Jawa Timur dimana agribisnis yang berkembang masih dipengaruhi oleh
kelimpahan faktor produksi, seperti ketersediaan pakan ternak berupa jerami (sisa
panen padi) atau rumput di ladang, ketersediaan bahan baku ikan terbang, tongkol
dan lemuru yang melimpah dan menjadi bahan baku industri pindang di Juwana,
masih bersihnya lingkungan laut di Sulawesi Selatan, masih tersedianya lahan
serta kelimpahan tenaga kerja tidak terdidik.
Kondisi seperti ini tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi
kompetisi global yang semakin ketat. Selain tidak mampu bersaing, manfaat
ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat
yang dapat diciptakan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sistem
agribisnis Indonesia diarahkan menuju ke pembangunan sistem agribisnis ditahap
berikutnya.
Pembangunan agribisnis tahap selanjutnya yang seharusnya dicapai adalah suatu
pengelolaan

komoditas

yang

digerakkan

oleh

kekuatan

investasi

melalui

percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan (agroindustri)

LAPORAN AKHIR

157

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis (agribusiness cluster).


Pembangunan agribisnis pada tahap ini akan menghasilkan produk-produk akhir
yang didominasi oleh produk yang bersifat padat modal dan tenaga terdidik
sehingga selain nilai tambah yang dinikmati bertambah besar juga dapat
memperluas segmen pasar. Jika tahap ini telah dilaksanakan maka pembangunan
agribisnis di Indonesia akan bergeser dari perekonomian berbasis pertanian
kepada perekonomian yang berbasis industri agribisnis (agroindustry based
economy).
Pembangunan tahap ketiga dari pembangunan agribisnis yang

seharusnya

dijangkau oleh masyarakat Indonesia adalah tahap pembangunan yang didorong


oleh inovasi melalui peningkatan kemajuan teknologi pada setiap subsistem dalam
kelompok agribisnis yang disertai dengan peningkatan sumberdaya manusia lebih
lanjut sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Ciri
perkembangan yang terjadi pada tahap ini adalah produktivitas yang tinggi dari
lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan pada setiap subsistem agribisnis.
Produk yang dihasilkan akan didominasi oleh produk-produk yang berdasarkan
pada ilmu pengetahuan dan tenaga kerja terdidik dengan semakin besar nilai
tambah yang dapat ditawarkan ke konsumen. Pada tahap ini perekonomian
Indonesia akan beralih dari perekonomian berbasis modal kepada perekonomian
berbasis teknologi (technology based economy)
Tahap perkembangan agribisnis yang mulai meningkat terlihat di beberapa sentra
di Lampung (sentra ikan lele dan patin di Metro), yaitu dengan mulai menyentuh
sisi hulu dari agribisnisnya berupa penyediaan bibit dan pakan pada usaha
peternakan yang dilakukan oleh sentra tersebut. Penerapan teknologi pembenihan
ikan yang dikembangkan oleh sentra telah mampu membuat sentra ini menjadi
lebih mandiri. Upaya peningkatan aktivitas agribisnis dari yang sekedar melakukan
usaha tani kemudian diperluas dengan upaya menguasai up-stream side (sisi hulu)
dari agribisnis ini. Tujuannya tidak lain agar para petani dan kegiatan usaha
pertanian kecil di Indonesia dapat keluar dari ketergantungan akan ketersediaan
bibit, pupuk ataupun alat-alat produksi lainnya yang disediakan oleh pihak lain.
Paling tidak upaya menyediakan komponen-komponen subsistem up-stream side
(sisi hulu) dapat dilakukan diantara sesama petani sendiri dalam jangkauan
geografis, sehingga dari hal ini, paling tidak nilai daya saing komoditas akan
meningkat dengan menekan biaya transportasi dan efisiensi waktu pengiriman
serta memperkecil resiko rusak atau matinya benih akibat terlalu lama saat
pengiriman.

LAPORAN AKHIR

158

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

4.2.1. Subsistem hulu


Sub sistem hulu meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan
input-input pertanian dalam arti luas, atau pengadaan sarana produksi, seperti
Pembibitan, Agro Kimia, Agro Otomotif, dll.
Upaya penyediaan bibit unggul dan pakan ternak dilakukan sebagai upaya untuk
menjaga kontinuitas usaha tani yang telah ada, baik untuk bidang pertanian,
peternakan maupun perikanan. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, untuk
sentra sapi kereman di Winong-Pati, penyediaan bibit sapi dapat diperoleh di
kabupaten yang sama untuk bibit lokal (desa Pucakwangi dan desa Jaken) disisi
lain, peternak juga dapat mendatangkan bibit sapi dari daerah lain yang masih
dalam cakupan regional yang sama, yaitu dari Solo, Boyolali, Ambarawa, Pamotan
dan Jatirogo.
Pengembangan subsistem hulu dari sistem agribisnis sentra perikanan darat di
Metro-Lampung dapat menjadi contoh yang baik. Upaya penyediaan bibit

dan

pakan ikan sudah mulai dilakukan oleh para petani ikan sendiri. Penyediaan bahan
baku pakan ikan yang diusahakan secara diversifikasi menghasilkan produk pakan
ikan yang tidak tergantung pada satu komoditas saja. Bahan baku tepung ikan
digantikan dengan ikan asin yang telah kadaluwarsa (expired) ataupun roti yang
sudah kadaluwarsa dari perusahaan-perusahaan roti di sekitar kota Metro.
Pemanfaatan produk alternatif tersebut memiliki keuntungan lain selain terdapat
diversifikasi bahan baku juga dari sisi pembayaran dapat dilakukan secara mundur
mengingat produk tersebut bukanlah modal utama usaha perusahaan tersebut.
Sedangkan untuk bibit ikan, saat ini di sentra

tersebut

telah

diusahakan

penyediaan bibit secara mandiri dengan pembibitan, pemijahan dan pendederan


yang dilakukan beberapa anggota sentra. penyediaan bibit tersebut bahkan
mampu memasok kebutuhan bibit ikan dari luar sentra. Berdasarkan hal ini maka
pasokan bibit dan pakan ternak dapat terjaga kesinambungannya.
Masalah pembibitan menjadi hal penting bagi kemampuan bertahan sentra
agribisnis yang diamati. Di sentra apel di Jawa Timur misalnya, proses pembibitan
dilakukan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing petani. Kebutuhan bibit untuk
menyulam dan memperbaiki pohon diperoleh dari pohon lama yang telah ada di
dalam sentra. Pada saat ini, pohon-pohon induk tersebut telah tidak produktif lagi
dalam menghasilkan bibit/tunas baru sehingga petani mengalami kesulitan untuk
memperbaiki kualitas pohonnya. Dalam rencana pengembangan sentra yang
diaplikasikan, tampak bahwa masalah bibit ini tidak menjadi masalah utama yang

LAPORAN AKHIR

159

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

perlu diselesaikan. Akibatnya saat ini, sentra secara umum memasuki tahapan
evolusi yang menurun.
Masalah bibit yang menarik juga dapat dilihat di sentra kelinci di Jawa Timur.
Produk utama sentra adalah kelinci anakan untuk dijual sebagai kelinci hias. Di
sentra saat ini belum ada upaya pemurnian bibit kelinci sehingga tidak diketahui
lagi galur murni yang terbaik untuk kondisi sentra saat ini. Kondisi bibit tampak
telah mengalami degradasi sehingga mutu warna, corak dan umur kelinci anakan
yang dihasilkan tidak bagus lagi. Pada saat ini sebagian

peternak

di

sentra

sedang dicoba dibujuk agar mau melakukan spesialisasi pada kegiatan pembibitan
ini.
Di sentra rumput laut, Sulawesi Selatan, pengadaan bibit rumput laut tampak tidak
menjadi masalah karena bibit rumput laut dapat di diperoleh dengan menyisihkan
hasil panen sebelumnya. Dan bagi petani yang ingin menambah bentang dapat
membeli bibit rumput laut dari petani lain di daerah tersebut atau dari koperasi Baji
Pamae yang memang menyediakan bibit rumput laut bagi anggotanya. Yang perlu
diperhatikan adalah pengetahuan tentang karakter rumput laut yang diterima oleh
industri-industri dunia saat ini.

Produk

pengolahan

rumput

laut,

sebelum

memasuki industri, pada umumnya adalah menjadi bentuk bubuk, chip, atau
lembaran. Perlu dicari tahu dan disosialisasikan jenis rumput laut mana yang
cocok untuk menghasilkan masing-masing produk akhir tersebut. Pihak Industri
dalam menerima rumput laut petani, selain menilai kebersihan dan kandungan
airnya, juga memperhatikan kandungan Gelistrine yang dikandung oleh rumput laut
mentah yang dihasilkan. Perlu diteliti jenis rumput laut mana dan lama penanaman
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kandungan gelistrine yang optimal sesuai
dengan iklim dan keadaan arus di sentra. Petani yang

belajar

secara

otodidak/turun temurun budidaya rumput laut ini jelas tidak memiliki pengetahuan
yang lengkap mengenai hal ini.
Di sentra gula merah di Nusa Tenggara Barat, bibit menjadi masalah utama untuk
keberlangsungan hidup sentra. Saat ini petani memanfaatkan pohon-pohon tua
peninggalan zaman orang tua mereka. Belum tampak upaya penambahan pohon
aren untuk penyadapan nira secara sengaja dan terencana. Alasan petani
memanfaatkan hanya pohon yang sudah ada lebih karena kepercayaan bahwa
pohon aren memiliki kemauan sendiri untuk tumbuh. Upaya penanaman yang
sengaja dipercaya tidak akan menghasilkan pohon yang baik

dan banyak

menghasilkan air nira. Petani memang menghormati pohon nira, ini tercermin dari

LAPORAN AKHIR

160

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

bagaimana mereka bernyanyi untuk membujuk pohon agar mau memberikan air
niranya, sebelum proses penyadapan dilakukan.
Sentra gula merah di Lampung juga menghadapi hal yang kurang lebih sama,
dimana kelimpahan pohon kelapa belum membuat petani membutuhkan upaya
pembibitan mandiri yang intensif. Namun di masa depan ketika kebutuhan lahan
kemudian berkompetisi dengan kebutuhan yang lain, sumber bahan baku sentra ini
akan menjadi terancam.
Memperhatikan paparan-paparan tersebut diatas, tampak bahwa subsistem
agribisnis hulu untuk pembibitan secara umum belum diperhatikan karena pasokan
sumberdaya alam yang masih berlimpah atau permintaan pasar yang belum
selektif. Namun di masa depan, hal ini tidak dapat dibiarkan. Sejak saat ini sudah
harus dimulai upaya pencarian dan/atau pemurnian bibit yang paling optimal
sesuai kebutuhan pasar yang dibidik oleh produk sentra, dan upaya pengaturan
tata guna lahan yang tetap diperuntukkan bagi kegiatan agribisnis.

4.2.2. Subsistem usaha tani


Subsistem ini meliputi kegiatan mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja,
modal, teknologi dan manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau
budidaya, antara lain Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura, Tanaman Obatobatan, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan.
Pengembangan usaha tani di sentra-sentra yang disurvei dilakukan

sebagian

besar baru berdasarkan pengetahuan turun-menurun, seperti di sentra pengolahan


ikan Juwana, sentra penggemukan sapi di Winong Pati, sentra budidaya kelinci di
Jawa Timur, dan sentra rumput laut di Sulawesi Selatan. Upaya perbaikan proses
untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas atau biaya produksi yang lebih
murah dengan penerapan teknologi sejak sentra-sentra tersebut terbentuk hingga
kini belum terlihat atau belum berhasil membantu petani. Hal serupa juga terlihat di
sentra pembibitan sapi dan sentra ikan air tawar di Lampung. Upaya penggunaan
teknologi dalam inseminasi buatan untuk proses pembibitan sapi telah dicoba
dilakukan, namun tingkat keberhasilannya justru lebih rendah dibandingkan proses
perkawinan sapi secara alamiah.
Dalam melakukan usaha tani, tenaga kerja yang digunakan masih terbatas pada
tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah (SD hingga SLTA), tingkat
pendidikan yang sudah tinggi terlihat pada sentra perikanan darat, dimana cukup

LAPORAN AKHIR

161

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

banyak petani pemilik kolam memiliki latar belakang pendidikan sarjana (S1).
Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan masih merupakan tenaga kerja dari
desa setempat, penggunaan tenaga kerja dari luar desa cukup banyak digunakan
di sentra pengolahan ikan di Juwana. Sebagian besar penggunaan tenaga kerja
masih mengandalkan kepercayaan pemilik kepada tenaga kerjanya, sehingga
sebagian besar tenaga kerja yang digunakan diutamakan dari keluarga terdekat
dahulu sebelum menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.
Daya dukung lingkungan terhadap sentra-sentra yang dievaluasi menunjukkan
sebagian besar sentra masih mengandalkan kemampuan alam dalam mendukung
usaha tani yang dijalankan. Seperti sentra penggemukan sapi winong masih
mengandalkan kelimpahan jerami sisa panen padi dan ketersediaan air untuk
pencampuran pakan sapi, sentra perikanan darat di Metro Lampung juga sebagian
besar mengandalkan ketersediaan air dari saluran irigasi pertanian. Ketersediaan
lahan di sentra-sentra yang dievaluasi terlihat masih mencukupi untuk dilakukan
pengembangan usaha dengan ekstensifikasi pertanian. Ketersediaan lahan untuk
penanaman rumput gajah sebagai pakan utama ternak di sentra pembibitan sapi di
Lampung Utara juga dinilai masih mencukupi. Daya dukung alam yang masih perlu
diantisipasi dengan manajemen pengelolaan atau dengan teknologi baru adalah
masalah musim kemarau untuk sapi dan sentra perikanan darat serta musim
rendahnya tangkapan ikan untuk sentra pengolahan ikan di Juwana-Pati. Pada
musim-musim ini biasanya terjadi peningkatan harga dasar pakan maupun harga
dasar ikan sebagai bahan baku pengolahan ikan pindang atau ikan asin. Upaya
mendatangkan ikan dari pelabuhan ikan lain (Pekalongan dan Tegal) tetap saja
menghasilkan harga beli ikan yang lebih mahal walaupun membantu UKM untuk
tetap berproduksi namun harga jual produk yang dihasilkan otomatis akan naik
juga.

4.2.3. Subsistem Hilir


Penjualan produk-produk yang dilakukan oleh sentra-sentra yang dievaluasi
hingga saat ini masih tetap berjalan lancar, mengingat sentra-sentra ini telah lama
berdiri dan telah dikenal sebagai sentra penghasil produk utama. Perantara atau
penampung atau perkulakan produk yang dihasilkan sentra juga sudah terbentuk
di dalam sentra sendiri, perkulakan sapi telah membentuk mata rantai kegiatan
usaha sendiri di sentra sapi Winong, dimana ada kulakan sapi bermodal kecil dari
dalam sentra sendiri yang membeli sapi secara door to door dari petani di sentra
yang dikenal dengan nama blantik, yang selanjutnya dijual ke penjual antar

LAPORAN AKHIR

162

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Gambaran Sentra UKM Agribisnis

daerah. Sistem pembayaran yang dilakukan sebagian besar secara tunai, kecuali
untuk di sentra pengolahan ikan Juwana yang banyak UKM menerapkan sistem
penjualan dengan pembayaran tunda, tiga kali pengiriman ikan maka pada kiriman
yang keempat produk yang pertama baru dibayarkan. Konsekuensinya UKM di
sentra ini memerlukan modal yang kuat karena setiap kali pengiriman bisa
mencapai kisaran harga penjualan 15 hingga 24 juta rupiah.
Untuk sentra pembibitan sapi di Lampung Utara, proses down stream sub system
nya belum berjalan karena bantuan baru berjalan sekitar 1,5 tahun dan sapi baru
memulai proses pembibitan satu generasi sebesar 60% dari bantuan yang
diberikan.

4.2.4. Subsistem Penunjang


Sub sistem jasa penunjang di sebagian besar sentra belum sepenuhnya terpenuhi,
karena

ada

beberapa

komponen

yang

belum

tersedia

untuk

membantu

pengembangan sentra, seperti keberadaan BDS yang tidak aktif membantu


pengembangan usaha produk, keberadaan lembaga penelitian yang belum ada
secara

jelas

mendukung

sentra.

Jasa

penunjang

yang

selalu

ada

dan

mendampingi UKM adalah koperasi, yang biasanya lebih dalam bentuk koperasi
simpan pinjam atau koperasi penyediaan barang atau benih untuk membantu
proses produksi. Di sentra pengolahan ikan, para UKM yang dikenal dengan istilah
kulakan ikan secara sadar membentuk koperasi sendiri untuk membantu
ketersediaan kebutuhan produk mereka. Tujuannya selain untuk memperlancar
proses produksi juga ditujukan untuk menekan harga pembelian barang-barang
yang dibutuhkan.

LAPORAN AKHIR

163

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM
Berbasis
Agribisnis
UKM
Berbasis
Agribisnis

164

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Penumbuhan Klaster
Agribisnis Dalam Sentra
UKM

6.1. Pendahuluan
Dalam SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No: 32/Kep/M.KUKM/IV/2002,
tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra
UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di kawasan/lokasi tertentu
dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama,
menghasilkan

produk

yang

sama/sejenis

serta

memiliki

prospek

untuk

dikembangkan menjadi klaster. Sedangkan KLASTER adalah pusat kegiatan UKM


pada sentra

yang telah berkembang, ditandai oleh munculnya pengusaha-

pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses produksi pada masingmasing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung. Dari
definisi ini, tampak bahwa klaster adalah bentuk lain dari sentra yang telah
berkembang dan maju.
Seperti telah sering sekali disebutkan, penumbuhan klaster dilakukan karena
secara individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan
penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala
ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses
jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan
yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti
pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat
menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.


Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang
belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen
pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,
penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lainlain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi
pengembangan lokal

bersama

dan memperkuat

tindakan

kolektif

untuk

meningkatkan daya saing UKM.


Dengan demikian Klaster bisnis dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi
hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu
lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

6.2. Karakteristik Klaster


Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi
yang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu,
dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui
sebuah institusi bentukan bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama
organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam
perekonomian global.
Kajian literatur menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada
konsep klaster. Karakteristik klaster dapat dilihat dari sisi proses internal yang
terjadi atau dari sisi eksternal, sebagai hasil proses internal tersebut. Dari sisi
internal, setidaknya ada 4 karakteristik yang dapat diperhatikan yaitu:
1)

Adanya konsentrasi perusahaan dalam suatu wilayah/spatial

2)

Adanya interaksi antar perusahaan

3)

Kombinasi

sumberdaya

dan

kompetensi

antar

perusahaan

yang

berinteraksi
4)

Pembentukan dan interaksi antar usaha dalam institusi pendukung yang


berfungsi membantu klaster secara keseluruhan

Disisi internal, karakteristik klaster dimulai dengan ciri adanya konsentrasi unit

LAPORAN AKHIR

165

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

usaha yang sejenis dan/atau saling mendukung dalam satu wilayah yang relative
berdekatan

baik

secara

geografis

maupun

secara

transportasi

ekonomis.

Kedekatan spatial ini kemudian diikuti oleh interaksi antar perusahaan untuk
mendukung produk sentra. Interaksi dan komitmen ini kemudian diikuti dengan
kemauan mengkombinasikan sumberdaya dan kompetensi yang dimiliki. Untuk
itu, kadang pengusaha perlu membentuk satu atau lebih institusi bersama.

Gambar 43. Dimensi Umum Karakteristik Klaster

Competitiveness

Specialization
Pengelompok
kan Spatial

Interaksi antar
perusahaan
(network/
supply chain)

KLASTER

Institusi
Bersama

Kombinasi
sumberdaya/
kompetensi
yang berbeda

Identity

Sisi Eksternal
Sisi Internal

Sedangkan dari sisi eksternal, setidaknya ada 3 elemen yang dapat diperhatikan
yaitu:
1)

Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitas-aktivitas yang


berhubungan.

2)

Competitiveness, atau daya saing yang lebih baik dalam konteks dinamis
dan global, misalnya berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi
praktik terbaik.

3)

Identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster


ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang,

Proses internal yang dilakukan biasanya akan membawa pengusaha yang terlibat
untuk melakukan spesialisasi pada mata rantai produksi yang paling dikuasai

LAPORAN AKHIR

166

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis


kompetensinya.

Spesialisasi-spesialisasi

dari

pengusaha-pengusaha

167

yang

berhubungan ini dapat mengarahkan produk sentra pada peningkatan daya saing,
jika spesialisasi yang dilakukan membuat biaya produksi produk sentra menjadi
lebih rendah atau kualitas produk lebih tinggi dibanding daerah lain. Jika daya
saing dapat dipertahankan maka identitas produk sentra akan muncul. Jika
digambarkan, ke 7 karakteristik ini dapat dilihat dalam gambar 43. Sedangkan
gambar 44 mengilustrasikan proses tersebut.

Gambar 44. Ilustrasi Pembentukan Klaster


Interaksi antar
perusahaan

Pengelompokkan spatial

Kombinasi sumberdaya/
kompetensi

Institusi bersama

Sp

F
F

inov
ator

inov
ator

Sp

Sp

Sp

Sp

Sp

Sp

Sp

Sp

IB

Daya
saing

inov
ator

F
F

inova
tor

IB

Sp

Sp

Spesialisasi

Sentra Dalam Karakteristik Klaster


Jika diperhatikan karakteristik internal dari gambar 43 tersebut, maka unsur
pengelompokkan internal dan interaksi antar perusahaan adalah sama dengan apa
yang ingin dicapai oleh program sentra. Dengan demikian, model pengembangan
sentra Kementerian Koperasi dan UKM adalah sama dengan tahap awal model
karakteristik klaster ini.
Perbedaannya adalah, pada sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan
unsur

institusi

bersama

merupakan

unsur

artifisial

yang

UKM

sengaja

diadakan/diberikan dan bukan muncul karena inisiatif anggota. Institusi bersama


yang dibentuk ini kemudian diharapkan mampu menumbuhkan unsur

interaksi

antar perusahaan yang lebih dinamis dan kemauan untuk melakukan kombinasi
sumberdaya/kompetensi dari masing-masing anggota sentra UKM. Ini

adalah

upaya percepatan yang diharapkan dapat membuat sentra UKM yang difasilitasi
berkembang ke arah klaster dengan lebih cepat.

LAPORAN AKHIR

Proses percepatan ini pada

Identit
as

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis


beberapa sentra dapat berhasil tetapi dapat juga tidak

Klaster Terbuka dan Tertutup


Di

Indonesia,

terminologi

klaster

dalam

pengembangan

ekonomi

banyak

digunakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dan Departemen Perindustrian.


Secara umum, kedua instansi ini memiliki pengertian yang sama terhadap
pengertian sentra dan karakteristik klaster secara umum. Namun, keduanya
kemudian memiliki perbedaan

pengertian yang cukup

mendasar

ketika

menyangkut pihak mana yang boleh diajak untuk bertransaksi. Perbedaan ini
perlu dituliskan dalam laporan ini karena dalam pelaksanaan survey di lapangan
kerap bertemu dengan dua instansi ini yang menyodorkan dua perbedaan ini.
Departemen perindustrian, memandang klaster sebagai sistem yang tertutup
dimana

klaster

dibentuk

oleh

perusahaan-perusahaan

yang

setuju

untuk

mengikatkan diri, berintegrasi, untuk menghasilkan sebuah produk. Dalam


hubungan ini, seorang anggota pengolah hanya boleh mengambil bahan baku dari
anggota pemasok bahan baku yang memiliki perjanjian dengan dirinya. Demikian
pula seorang anggota pemasok bahan baku tidak boleh menjual produknya ke luar
anggota klaster, dia hanya boleh menjual produknya ke anggota pengolah dari
klaster tempatnya bergabung. Hubungan yang tertutup ini dipercayai akan
menjamin tercapainya tujuan spesialisasi, efisiensi dan peningkatan daya saing
produk klaster secara bersama-sama.
Sedangkan pengertian klaster bagi Kementerian Koperasi dan UKM lebih bersifat
terbuka, dimana disamping melayani anggota klaster tempat geografisnya
bergabung, seorang anggota klaster tidak dilarang untuk juga melayani permintaan
atau penawaran dari luar klaster. Hubungan yang terbuka ini dinilai lebih
sederhana dan memberi kesempatan kepada anggota mengeksplorasi potensi
pasar lain dan tetap diyakini dapat mencapai tujuan spesialisasi, efisiensi dan
peningkatan daya saing.
Sebuah sistem yang tertutup meminta pihak-pihak yang terlibat membuat kontrak
kerjasama diantara mereka. Hal ini sebenarnya positif karena para anggota
menjadi lebih disiplin dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Sebuah sistem
yang tertutup juga memberi ruang belajar yang lebih besar kepada UKM.
Jika diperhatikan sistem tertutup yang diajukan oleh Departemen Perindustrian
mengarahkan klaster kepada model pembentukan klaster yang disebabkan oleh

LAPORAN AKHIR

168

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

integrasi horizontal. Sedangkan sistem terbuka yang digunakan oleh Kementerian


Koperasi dan UKM mengarahkan pembentukan klaster karena beberapa hal
seperti joint production, sub-kontrak, integrasi vertikal, maupun integrasi horizontal.

6.3. Efektifitas Program Sentra UKM


5.3.1. Keberadaan Ciri Klaster Dalam Sentra Pengamatan
Keberadaan ciri klaster dalam sentra kemudian dapat digambarkan dalam sebuah
diagram untuk memudahkan pengamatan. Gambar menunjukkan diagram labalaba dari

kinerja sentra dalam menumbuhkan karakteristik klaster di sentranya

selama dalam proses perkuatan. Sebuah Diagram mencerminkan 2 situasi, (1)


kinerja sentra yang digambarkan oleh area berwarna hijau muda dan (2) posisi
tengah dari kinerja, yang digambarkan oleh garis tebal berwarna hijau tua.
Semakin banyak area dari posisi tengah yang dapat diisi oleh sentra, maka
diasumsikan semakin berhasil sentra tersebut memiliki ciri klaster

dalam

sentranya. Jika diperhatikan, hanya ada sekitar 2 sentra dari 22 sentra yang
diamati, (sekitar 9.1%) yang mampu secara penuh memiliki ciri klaster setelah
mendapat perkuatan lebih dari 2 tahun. Mereka adalah sentra rumput laut di
Janeponto dan sentra ikan air tawar di Metro Lampung.
Diluar ke dua sentra ini, ada 5 sentra lain yang hampir memenuhi karakteristik
medium klaster, mereka adalah sentra kelinci di Jawa Timur, sentra itik di Jawa
Barat, sentra penggemukan sapi di Lampung Utara, sentra budidaya ikan hias di
Tulungagung Jawa Timur, dan sentra sayuran di Pasuruan Jawa Timur. Masingmasing sentra ini hanya kekurangan 1 karakteristik untuk berhasil secara utuh
memunculkan ciri klaster. Jika jumlah sentra yang berhasil penuh dan hampir ini
digabungkan, maka dari 22 sentra yang diamati ada sekitar 31% sentra yang
berhasil memiliki ciri klaster di dalamnya.
Berdasarkan hasil ini, kajian ingin melihat kinerja program sentra UKM untuk
menumbuhkan klaster agribisnis. Kegiatan penumbuhan dinilai berhasil jika
karakteristik klaster yang dimiliki sentra berasosiasi dengan keberadaan dukungan
yang diberikan. Jika asosiasi ini signifikan, berarti dukungan yang diberikan oleh
program sentra benar-benar berhasil menumbuhkan karakteristik klaster di sentra
yang diamati. Jika asosiasi ini tidak signifikan maka karakteristik klaster yang
dimiliki oleh sentra tumbuh bukan karena keberadaan dukungan dari program

LAPORAN AKHIR

169

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

170

sentra UKM.

Gambar 45. Diagram Laba-Laba Karakteristik Klaster Pada Sentra UKM

identitas

Interaksi

identitas

Interaksi

Gula merah

spesialisasi

spesialisasi

institusi bersama

konsentrasi w ilayah
5

kombinasi kompetensi

dayasaing

institusi bersa ma

spesialisasi

konsentrasi w ilayah
5

kombinasi kompetensi

dayasaing

spesialisasi

institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5

4
identitas

Interaksi

mid

mid

kombinasi kompetensi

dayasaing

Kelinci

Sayur

mid

mid

institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5

4
Interaksi

identitas

4
Interaksi

identitas

Apel

spesialisasi

Rumput laut J

mid
kombinasi kompetensi

Rumput laut B

mid

dayasaing

spesialisasi

institusi bersama

dayasaing

institusi bersama

spesialisasi

kombinasi kompetensi

spesialisasi

institusi bersama

konsentrasi w ilayah
5

4
identitas

Interaksi

mid
dayasaing

kombinasi kompetensi

konsentrasi w ilayah
5

institusi bersama

konsentrasi w ilayah
5

4
Interaksi

identitas

4
Interaksi

identitas

Itik

Padi

spesialisasi

Ikan

mid

mid
kombinasi kompetensi

kombinasi kompetensi

dayasaing

institusi bersama

spesialisasi

institusi bersama

identitas

identitas

kombinasi kompetensi

spesialisasi

kombinasi kompetensi

institusi bersama

spesialisasi

2
1

institusi bersama

Itik

mid

dayasaing

spesialisasi

mid
dayasaing

kombinasi kompetensi

konsentrasi w ilayah
5

kombinasi kompetensi

spesialisasi

institusi bersama

konsentrasi w ilayah
5
Interaksi

4
identitas

Interaksi

Gula merah

Tembakau
dayasaing

spesialisasi

spesialisasi

institusi bersama

dayasaing

kombinasi kompetensi

spesialisasi

institusi bersama

institusi bersama

mid
dayasaing

spesialisasi

kombinasi kompetensi

institusi bersama

konsentrasi w ilayah
5

4
3

Paprika

mid

kombinasi kompetensi

konsentrasi w ilayah
5

Interaksi

Ikan Laut

mid

mid
kombinasi kompetensi

Interaksi

identitas

Interaksi

Paprika

Ikan Hias

mid
kombinasi kompetensi

spesialisasi

dayasaing

dayasaing

identitas

institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5

4
identitas

Interaksi

Interaksi

Sapi

mid

dayasaing

konsentrasi w ilayah
5

identitas

1
Ikan

mid
dayasaing

4
Interaksi

1
Padi

institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5

spesialisasi

4
Interaksi

kombinasi kompetensi

konsentrasi w ilayah
5

4
Interaksi

mid
dayasaing

kombinasi kompetensi

konsentrasi w ilayah
5

Sapi

mid
dayasaing

institusi bersama

spesialisasi

konsentrasi w ilayah
5

Interaksi

dayasaing

identitas

Jagung kuning

mid

kombinasi kompetensi

konsentrasi w ilayah
5

Interaksi

dayasaing

identitas

Interaksi

Ikan

identitas

kombinasi kompetensi

identitas

4
identitas

Interaksi

dayasaing

identitas

konsentrasi w ilayah
5

4
identitas

konsentrasi w ilayah
5

konsentrasi w ilayah
5

konsentrasi w ilayah
5

institusi bersama

mid
dayasaing

kombinasi kompetensi

spesialisasi

institusi bersama

Sumber: Data, diolah.

Variabel Keberadaan MAP dan BDS diukur dalam skala 1 hingga 5, dimana
semakin besar nilainya berarti semakin tinggi dan nyata dukungan yang diberikan.
Hasil perhitungan yang ditampilkan dalam tabel 41 dan 42 menunjukkan bahwa
antara dukungan yang diberikan dengan kelengkapan pemilikan karakteristik
klaster ternyata tidak berasosiasi secara signifikan. Pandangan terhadap hasil
pengamatan menunjukkan bahwa sentra yang memiliki ciri klaster yang lengkap
tidak pernah mendapatkan dukungan BDS dan hanya sebagian yang memperoleh
dukungan MAP dengan baik. Hal ini berarti pemilikan karakteristik klaster tidak

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

disebabkan oleh dukungan yang diberikan oleh program sentra UKM.

Tabel 41. Asosiasi Kategori Karakteristik Klaster Sentra terhadap


Dukungan MAP
Count
Keberadaan MAP
1.00
Kategori

Tidak lengkap
Lengkap

Total

2.00

3.00

4.00

5.00

Total

2
1

10

5
1

20
2

10

22

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
3.850a
4.178

4
4

Asymp. Sig.
(2-sided)
.427
.382

.792

df

.069
22

a. 8 cells (80.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is .09.
Sumber: Data, diolah

Count

Tabel 42. Asosiasi Kategori Karakteristik Klaster Sentra terhadap


Dukungan BDS
Keberadaan layanan BDS
1.00

Kategori

Tidak lengkap
Lengkap

2.00
10
2
12

Total

3.00

5.00

Total

20
2
22

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
1.833a
2.591
1.283

3
3

Asymp. Sig.
(2-sided)
.608
.459

.257

df

22

a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is .18.

Sumber: Data, diolah

Berdasarkan hasil tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa program sentra UKM
belum efektif dalam memicu penumbuhan klaster di sentra agribisnis.
Efektifitas

pelaksanaan

program

Pemerintah

juga

dapat

diukur

dari

nilai

additionalitas dan deadweight yang terjadi di sentra yang mendapat perkuatan.


Additionalitas muncul jika pihak yang menjadi obyek program mau menambah

LAPORAN AKHIR

171

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

investasinya untuk melengkapi tambahan perkuatan yang diberikan oleh program.


Sedangkan deadweight melihat apakah tanpa pelaksanaan program sentra akan
mencapai kondisi seperti yang dicapainya sekarang atau tidak. Deadweight dibagi
tiga, (1) Absolut, yang artinya tanpa program pun obyek akan mencapai kondisi
sekarang, (2) partial, program dibutuhkan untuk mencapai kondisi sekarang, dan
(3) zero, jika

karena pelaksanaan programlah yang membuat obyek mencapai

kondisi sekarang.
Hasil pengamatan menunjukkan pada 41% sentra, pelaksanaan program sentra
UKM tergolong Absolut Deadweight. Artinya, pelaksanaan

program hanya

terbuang begitu saja dan tenggelam (deadweight), di 27% sentra tergolong partial,
sedangkan pada 32% tergolong zero deadweight.

Gambar 46. Hasil Addition dan Deadweight


Deadweight

Additionalitas

50

60
55

40

41
45
40

30

32
27

30

20
20

Percent

Percent

10

0
1.00

3.00

10

0
1.00

5.00

5.00

Additionalitas

Deadweight

Sumber: Data, diolah

Dari ukuran additionalitas tampak cukup berimbang.dan sejalan dengan hasil


deadweight.

Tampak

sekitar

55%

sentra

tidak

menunjukkan

kegiatan

penambahan investasi akibat pelaksanaan program, sedangkan pada 45% lainnya


menunjukkan adanya tanda-tanda penambahan investasi akibat pelaksanaan
program. Nilai tersebut diatas dapat juga dipandang bahwa 55% peserta program
sentra menjadi tergantung pada bantuan yang diberikan dan tidak mendorong
keinginan berinvestasi.
Hasil score deadweight dan additionalitas ini cukup baik karena pelaksanaan
program sentra tetap terbukti meningkatkan kondisi masyarakat
sehingga berkembang dan dinamis.

LAPORAN AKHIR

dan

UKM

172

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Masalah yang dihadapi dalam perhitungan additionalitas dan deadweight ini


adalah, kadang ada investasi yang dilakukan anggota, yang berhubungan dengan
program sentra, ternyata berasal dari program perkuatan pemerintah yang lain.
Program lain ini baik yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM
sendiri (program deputi yang lain) atau Departemen Pemerintahan yang lain. Hasil
ini membuat dugaan angka additionalitas dan deadweight dapat berubah. Hal ini
menunjukkan perlunya koordinasi pelaksanaan program dan pembatasan jumlah
program agar tidak membingungkan UKM penerima program.
Pengamatan di daerah kajian menunjukkan sebuah koperasi dapat menerima 2
program sejenis dalam waktu yang berdekatan.

6.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penumbuhan


Klaster
Bahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penumbuhan klaster di
sentra agribisnis akan dimulai dengan memaparkan variabel-variabel yang ada di
seputar karakteristik klaster dan indikator umum sentra.
Pandangan terhadap variabel-variabel ini kemudian akan dilanjutkan dengan
beberapa analisis kuantitatif untuk mencari faktor dominan yang mempengaruhi
penumbuhan karakteristik klaster di dalam sentra.

6.4.1. Gambaran Variabel


Profil Karakteristik Klaster dan Indikator Umum Sentra
Untuk memudahkan pembahasan, nilai tengah dari masing-masing dimensi
karakteristik klaster kemudian dihitung dan ditampilkan dalam sebuah tabel
sehingga menggambarkan profil nilai tengah dari karakteristik klaster. Profil dapat
dilihat dalam tabel 43. Daerah yang di beri batas tebal dan diarsir gelap
menunjukkan respon utama yang dipilih oleh responden.
Tampak bahwa sebagian besar karakteristik memiliki nilai tidak ada atau
sederhana. Hal ini menunjukkan karakteristik klaster belum banyak muncul di
sentra-sentra yang diamati. Pada beberapa bagian, profil karakteristik klaster
kemudian

akan dihubungkan

dengan

profil

memperoleh gambaran yang saling melengkapi.

LAPORAN AKHIR

indikator

umum

sentra

untuk

173

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

174

Tabel 43. Profil Nilai Karakteristik Klaster Dalam Sentra Agribisnis


Dimensi Karakteristik

Respon/Median

EKSTERNAL

INTERNAL

konsentrasi wilayah

tidak ada

Ada;
renggang

Ada; berdekatan

interaksi

tidak ada

ada;
sederhana;
umum;
sejak dulu

ada; komitmen
produk sentra

kombinasi
kompetensi

tidak ada

ada; alami;
tidak jelas;
sejak dulu

ada; komitmen
produk sentra

pembentukan
institusi bersama

tidak ada

ada;

Ada; mendukung
produk sentra

spesialisasi

tidak ada

ada; tahap
awal

ada; mendukung
produk sentra

daya saing

tidak ada

Rata-rata
produk
sejenis

diatas rata-rata
produk sejenis

identitas produk
sentra

tidak ada

ada; lemah

ada; kuat

Sumber: Data, Diolah.

Tabel 44. Profil Indikator Umum Sentra


Indikator

Respon/Median
1

kelompok

tidak ada

ada; untuk
urusan
kemasyarakatan

ada; untuk
keperluan
usaha

ada;
keperluan
usaha;
komitmen
produk sentra

kerjasama
produksi

tidak ada

ada;
sederhana

ada; komitmen
produk sentra

Kerjasama
pemasaran

tidak ada

ada;
sederhana

ada; komitmen
produk sentra

tahap produk

decline

Awal

berkembang

Dewasa

tahap sentra

evolusi turun

Pembentukan

perkembangan

dewasa

keberadaan BDS

tidak ada

ada; tidak aktif

ada; aktif

keberadaan MAP

tidak ada;
bermasalah
diatas 60%

ada;
bermasalah
antara 30-60%

ada; berjalan
baik

lahan

tidak
mencukupi

mencukupi

sangat
mencukupi

teknologi

sederhana

tepat guna

tinggi

keahlian

turun
temurun

pelatihan
sederhana

pelatihan
formal/sertifikasi

menurun

tetap

terbuka

pasar

Sumber: Data. Diolah.

LAPORAN AKHIR

evolusi naik

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Indikator umum sentra yang ditampilkan adalah (1) keberadaan kelompok, (2)
keberadaan kerjasama di bidang produksi, (3) keberadaan kerjasama di bidang
pemasaran, (4) Tahap produk sentra, (5) Tahap perkembangan sentra, (6)
keberadaan dukungan non

keuangan dari BDS, (7) keberadaan dukungan

keuangan dari Koperasi (Dana MAP), (8) kecukupan lahan bagi pengembangan
sentra, (9) tingkat penggunaan teknologi, (10) sumber keahlian pekerja, dan (11)
potensi pasar di masa depan. Profil yang dibuat dapat diikuti dalam tabel 44.
Disini daerah yang di beri batas tebal dan diarsir gelap menunjukkan respon utama
yang dipilih oleh responden.

Gambaran Karakteristik Klaster


Profil karakteristik, secara umum menunjukkan kelemahan sisi internal sentra yang
diamati. Sedangkan dari sisi eksternal, kendatipun nilai spesialisasi masih
dianggap rendah, namun daya saing produk sentra dan identitas produk dinilai
telah mencapai nilai cukup.
Mengingat sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM kebanyakan adalah
sentra historikal ( telah ada sejak dahulu kala), maka dapat difahami mengapa dari
sisi identitas produk sentra memperoleh nilai yang cukup. Dimensi daya saing
seharusnya merupakan fungsi dari ada nya spesialisasi dalam sentra, namun
responden menilai tidak ada spesialisasi dalam sentra. Hal yang mungkin terjadi
adalah: (1) spesialisasi sebenarnya telah sejak lama dijalankan sehingga
pengusaha tidak sadar telah melakukannya atau (2) spesialisasi memang tidak
terjadi, tetapi sentra memperoleh daya saing dari sumber yang lain seperti
misalnya kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja yang murah.
Untuk itu kajian lebih ingin mengukur spesialisasi yang muncul dalam kurun
periode perkuatan. Jika ini yang diukur, maka hasil tersebut menjadi masuk akal
karena tidak ada perkuatan non-keuangan (lihat tabel 43) yang menggerakkan
perubahan struktur dan perilaku di sentra. Akibatnya nilai spesialisasi menjadi
rendah (rata-rata dinilai tidak ada).
Jika diperhatikan tabel 43 dari sisi Internal, tampak bahwa

karakteristik

konsentrasi unit usaha adalah ciri klaster yang paling mampu dipenuhi oleh
sentra-sentra yang diamati. Sedangkan karakteristik kombinasi kompetensi dan
interaksi dalam institusi bersama adalah karakteristik yang tidak dapat dipenuhi
oleh kebanyakan anggota sentra. Hasil ini menunjukkan program sentra baru
berhasil mengelompokkan unit usaha, tetapi belum berhasil menumbuhkan

LAPORAN AKHIR

175

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis


interaksi dan kerjasama diantara anggota-anggota nya.

Hasil ini didukung oleh hasil pengamatan terhadap kerjasama yang

dilakukan

dalam sentra. Perhitungan median terhadap respons anggota sentra terhadap


kerjasama yang dilakukan menunjukkan kerjasama produksi berada dalam kisaran
nilai ada namun sederhana sedangkan kerjasama pemasaran berada dalam
kisaran nilai tidak ada (lihat tabel 44). Secara umum, tampak bahwa pengusaha
anggota sentra tidak mendorong interaksi yang terjadi ke dalam bentuk kerjasama
formal yang lebih maju.
Peluang timbulnya kerjasama sesungguhnya didukung oleh keberadaan kelompok
dalam sentra. Jika diperhatikan nilai median nya di tabel 44, maka akan tampak
bahwa

kelompok

yang

terbentuk

sebagian

besar

untuk

tujuan

sosial

kemasyarakatan. Di masa depan, kebiasaan kelompok ini perlu didorong untuk


mengakomodasi kebutuhan usaha. Keberadaan kelompok dapat menjadi modal
sosial yang besar untuk mendukung interaksi usaha, pembentukan institusi
bersama dan kombinasi kompetensi antar unit usaha. Untuk

itu,

pendamping

sentra untuk masalah-masalah non keuangan sebetulnya dapat dengan mudah


menggunakan modal sosial ini untuk menumbuhkan karakteristik internal klaster
yang lebih baik dan maju.

Gambar 47. Kerjasama Dalam Sentra


kerjasama
19%

kerjasama
24%

tidak
76%

Kerjasama Pemasaran

tidak
81%

Kerjasama Bahan Baku

Sumber: Data. Diolah

Kelengkapan Dukungan
Salah satu pokok masalah yang dihadapi untuk mencapai hal ini adalah, hampir
seluruh sentra tidak memperoleh dukungan yang lengkap. Jika diperhatikan
rancangan awalnya, sebuah sentra seharusnya menerima 2 jenis dukungan, (1)

LAPORAN AKHIR

176

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

dukungan keuangan dan (2) dukungan non keuangan. Pengamatan menunjukkan


tidak selamanya dukungan ini dapat dinikmati oleh sentra yang difasilitasi. Jika
diperhatikan median-nya, tampak bahwa responden memberi nilai

bagi

dukungan BDS terhadap sentra yang berarti tidak ada, sedangkan dukungan
koperasi dalam menyalurkan dukungan keuangan ada pada nilai 3, yaitu ada,
namun bermasalah antara 30-60% atau tidak optimal. Hal

ini

menunjukkan

bahwa sentra berjalan dengan dukungan yang pincang dan bahwa secara ratarata kinerja BDS dalam membina sentra relatif lebih rendah dibanding kinerja
KSP/USP koperasi.
Pengamatan menunjukkan bahwa pada akhir tahun ke 3 periode perkuatan, hanya
sekitar 11 12% sentra agribisnis yang masih memiliki dukungan yang lengkap.
Rata-rata selepas tahun pertama periode perkuatan, ada 33% sentra agribisnis
yang kehilangan salah satu komponen pendukungnya (dapat BDS atau KSP-nya
menjadi tidak aktif), dan nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 87.5%
selepas tahun ke tiga periode perkuatan. Kehilangan dukungan perkuatan jelas
akan mempengaruhi efektifitas program sentra ber transformasi menjadi klaster
agribisnis seperti yang diharapkan.

Gambar 48. Jumlah Perkuatan Yang Hilang Selepas Tahun pertama,


Tahun Kedua, dan Tahun Ketiga
1

% tidak lengkap

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

Sumber: Data. Diolah

Kelengkapan

komponen

tahun

perkuatan

tampaknya

juga

berhubungan

dengan

kemampuan sentra melengkapi karakteristik internal klaster lainnya.

Tahap Produk
Teori daur siklus produk menyatakan bahwa pertumbuhan sebuah produk akan

LAPORAN AKHIR

177

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

mengikuti sebuah daur yang tetap yaitu Perkenalan, Tumbuh, Dewasa, dan
Menurun. Perpindahan antar tahapan ini, salah satunya, dicirikan oleh perubahan
arah pertambahan penjualan. Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya,
penjualan biasanya memiliki pertambahan yang positif-meningkat, sedangkan
pada tahap dewasa dan menurun, biasanya memiliki pertambahan penjualan yang
semakin menurun bahkan negatif. Jika secara rata-rata produktivitas sentra
menurun setelah mendapat perkuatan, maka salah satu kemungkinannya adalah
karena sentra yang diperkuat sebenarnya telah berada dalam tahap siklus yang
dewasa atau menurun.
Dalam kajian, ukuran pentahapan adalah pendapat pengusaha tentang volume
penjualan produk dan sejarah pertumbuhan produk. Pandangan terhadap tahap
produk diharapkan dapat memberi pengayaan penjelasan mengenai efektifitas
perkuatan yang diberikan.
Pandangan terhadap tahap produk menunjukkan rata-rata klaster yang diamati
menghasilkan produk yang ada dalam tahapan dewasa.

Karakteristik

produk

dalam tahapan dewasa adalah pasar relatif telah terbentuk, pengusaha menikmati
volume pemasaran yang besar namun dalam margin yang rendah. Produk dalam
tahapan dewasa sesungguhnya juga memerlukan inovasi dan

perbaikan

yang

terus menerus agar pengusaha dapat menjaga pangsa pasarnya.

Gambar 49. Kurva Daur Hidup Produk


Output
Siklus
Hidup

Tahap 1
Perkenalan

Tahap 2
Tahap 3
Pertumbuhan Dewasa

Tahap 4
Penurunan

Waktu

Salah satu contoh bagaimana perkuatan mendorong upaya evolusi produk yang
sudah ada dalam tahapan dewasa dapat dilihat di sentra kelinci di Batu Jawa
Timur. Setelah bertahun-tahun melakukan budidaya kelinci anakan (untuk dijual

LAPORAN AKHIR

178

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

sebagai kelinci hias/peliharaan) sentra mulai memasuki tahapan dewasa.

Gambar 50. Perkembangan Rantai Produk Sentra Kelinci


Pabrik
konsentrat
Petani
Budidaya
Anakan
kelinci

Pencari
rumput/
sayuran
bekas

Pasar
Koperasi

Pedagang
pengumpul

Petani
penghasil
pakan kelinci
siap pakai

Petani
penyedia
indukan

Pabrik
konsentrat
dan pakan

Petani
Anakan
kelinci Daerah
Lain

Petani
Anakan
kelinci Batu

Pencari
rumput/
sayuran
bekas

Pasar
Koperasi

Pedagang
pengumpul

Petani
pengolah
daging

Petani
pengolah kulit

Ini tercermin dari pangsa pasar yang dibentuknya dan margin keuntungan yang
diperoleh. Pada saat ini, beberapa daerah di sekitar Batu, seperti Lumajang, mulai

LAPORAN AKHIR

179

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

melirik untuk ikut berternak kelinci anakan. Ketika itu terjadi, sentra kelinci Batu
tidak masuk ke tahapan decline karena persaingan, sentra malah berevolusi untuk
menjajagi menjadi penyedia indukan, pakan, pasar, informasi bagi daerah lain
yang tertarik menjadi peternak kelinci anakan, pengolahan kerajinan kulit kelinci
dan industri pengolahan daging kelinci. Saat ini di sentra telah mulai muncul unitunit usaha yang mengolah daging kelinci apkir menjadi abon atau unit usaha yang
mengolah

kulit

kelinci

apkir

untuk

menjadi

kerajinan

tangan.

Hasil

ini

sesungguhnya menjadi cikal klaster budidaya kelinci di masa depan, dengan Batu
sebagai salah satu simpul utamanya diluar Lembang Jawa Barat.
Di masa depan, jika upaya pemurnian dan penjagaan mutu bibit dapat dilakukan
dan diterima dengan baik, maka pasokan kelinci afkiran akan semakin banyak.
Hal ini akan menjadi sumber pertumbuhan industri pengolahan daging dan kulit
kelinci.
Contoh lain mengenai perkuatan mendorong upaya evolusi dapat di lihat di sentra
rumput

laut

di

Jeneponto

Sulawesi

Selatan.

Kondisi

pantai

Jeneponto

memungkinkan penanaman rumput laut dengan metode yang sederhana dan


murah akibatnya saat ini hampir seluruh garis pantai Jeneponto telah digunakan
untuk budidaya rumput laut.. Hal ini telah berjalan sekitar 15 tahun. Saat ini pasar
telah terbentuk dengan pangsa pasar yang baik dan terus meningkat.
Untuk menangani penjualan, petani rumput laut kemudian membentuk kelompok
dan kelompok membentuk koperasi. Menurut komitmennya, penjualan hanya
dilakukan hanya melalui kelompok, dan kelompok yang menjadi anggota koperasi
akan menjual melalui koperasi. Untuk menangani pembelian dan penjualan
rumput laut anggota ini, koperasi kemudian membuat gudang dan unit sortir di
dalamnya. Unit sortir adalah penduduk sentra, biasanya ibu-ibu, yang diminta
menyortir rumput laut kering yang diperoleh dari kelompok petani. Rendemen
rumput laut kering mentah yang sudah bersih ini biasanya adalah 70% dari rumput
laut kering mentah yang masih kotor dari petani.
Pasar kemudian meminta pengumpul besar rumput laut di daerah Jeneponto untuk
mengirim rumput laut dalam bentuk yang sudah matang, namun tetap masih
setengah jadi. Untuk itu, dengan bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM
dan Pemerintah Kabupaten Jeneponto, dibangun sebuah pabrik pemasakan dan
pembersihan rumput laut. Bersama pabrik senilai Rp 2 milyar ini, sentra rumput
laut Jeneponto sempat mengekspor rumput laut matang setengah jadi olahannya
ke China. Amat disayangkan pada saat ini pabrik sudah tidak berfungsi selama

LAPORAN AKHIR

180

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

kurang lebih 1 tahun. Alasan yang dikemukakan adalah tidak adanya modal kerja.
Pengamatan menduga ketidakmampuan SDM untuk mengelola keuangan pabrik
sebagai pangkal ketidakmampuan sentra menjaga pabrik yang disalurkan
kepadanya.

Gambar 51. Perkembangan Rantai Produk Sentra Rumput Laut

Petani
Rumput Laut

Pasar

Kelompok
petani
Koperasi

Petani
Rumput Laut

Pedagang
pengumpul
lokal

Pasar
nasional

Kelompok
petani
Koperasi

Pengumpul
regional/
nasioanal

Unit gudang,
sortir, dan
pembersihan

Petani
Rumput Laut

Kelompok
petani
Koperasi

Pengumpul
regional/
nasional

Unit gudang,
sortir, dan
pembersihan

Pabrik masak
rumput laut

LAPORAN AKHIR

Eksportir

Pasar
nasional dan
ekspor

181

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kegiatan monitoring dan evaluasi dan pembinaan yang berkelanjutan akan


membawa sentra ini ke klaster agribisnis rumput laut yang besar di Indonesia.

Tahap Sentra
Tahap Perkembangan Sentra, menunjukkan tahapan perkembangan sebuah
sentra, mulai dari terbentuk, tumbuh, berkembang, dan Evolusi. Daur ini diadopsi
dari

perkembangan

sentra

menurut

Marshall.

Jika

tambahan

perkuatan

menghasilkan penurunan produktivitas, maka diduga bahwa rata-rata sentra yang


difasilitasi berada dalam tahapan yang sedang berevolusi.
Ciri-ciri masing-masing tahap perkembangan adalah:

Sentra dalam tahap baru TERBENTUK baru memiliki 1 atau 2 unit usaha
innovator/pioneer yang memulai usahanya, dan Tenaga kerja didatangkan
dari daerah lain

Sentra TUMBUH memiliki unit usaha baru yang bermunculan meniru


produk innovator, tenaga kerja berdatangan dari daerah lain, dan tenaga
kerja lokal mulai terlibat

Sentra BERKEMBANG dicirikan dengan termasuk ke dalam kategori unit


usaha baru bermunculan meniru produk innovator atau menciptakan
produk modifikasi, tenaga kerja menetap, banyak tenaga kerja lokal terlibat
penuh, munculnya unit usaha pemasok bahan baku pembuatan produk
sentra, munculnya pedagang pengumpul/individu yang bertindak sebagai
agen penjualan, dan Pemerintah Daerah membentuk institusi pendukung.

Sentra BEREVOLUSI tampak dari pengusaha besar dalam sentra mulai


mencari produk baru yang lebih baik di luar produk saat ini, Perusahaan
pemasok bahan baku termasuk ke dalam kategori berkembang, institusi
bentukan pemerintah daerah berfungsi dengan efektif, dan daya saing
produk sentra kuat dan berkelanjutan

Sentra ini sedang BEREVOLUSI (TURUN) jika jumlah unit usaha dalam
sentra menurun, pengusaha memilih berusaha di bidang lain, pasokan
bahan baku berkurang, pemerintah daerah tidak menganggap sentra
strategis, dan daya saing produk sentra berkurang.

LAPORAN AKHIR

182

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Gambar 52. Tahap Perkembangan Sentra - Marshall

Evolusi

Berkembang

Pertumbuhan

Pembentukan

Pandangan terhadap

tahap sentra

menunjukkan

bahwa kebanyakan sentra

agribisnis yang diamati berada dalam tahapan dewasa. Sentra dalam tahapan
dewasa biasanya sudah terbentuk lama, mulai kehilangan batas-batasnya dan
menggunakan peralatan yang cenderung usang. Dalam kasus sentra agribisnis,
maka sentra cenderung telah berusia lebih dari 15 tahun, menggunakan daya
dukung lahan yang semakin menyempit dan bibit yang semakin terdegradasi.
Sentra agribisnis yang ada dalam tahap dewasa sesungguhnya menyimpan
potensi masalah sebesar peluang evolusi naik yang mungkin dilakukan.
Contoh masalah dan peluang terjadi di sentra rumput laut Jeneponto, misalnya.
Selama

ini, penanaman rumput laut biasanya dilakukan

di

pantai dengan

kedalaman antara 1 hingga 4 meter, di sepanjang pesisir kabupaten Jeneponto.


Pada area kedalaman ini, teknologi budidaya yang digunakan

cenderung

sederhana dan tidak memerlukan investasi yang besar.


Saat ini, area pantai dengan kedalaman 1 hingga 4 meter ini telah habis digunakan
sehingga saat ini, jika petani ingin menambah bentang penanaman rumput nya, ia
harus masuk ke daerah pantai dengan kedalaman antara 4 hingga 20 meter.
Untuk daerah dalam seperti ini, kebutuhan investasi dan peralatan jelas menjadi
berbeda dan lebih mahal seperti jumlah tali penambat yang lebih panjang,
kebutuhan kapal, kebutuhan pematang yang

berbeda

dan

lain-lain.

Jika

kebutuhan peluang ini dapat dijawab oleh sentra maka sentra rumput laut
Jeneponto berpeluang berevolusi menjadi salah satu klaster agribisnis rumput laut
yang Indonesia.

LAPORAN AKHIR

183

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Contoh masalah sentra dewasa yang lain dapat dilihat dalam sentra agribisnis apel
di Malang, Jawa Timur. Sentra apel di Malang telah ada sejak lebih dari 15 tahun
yang lalu. Pada saat ini kondisi kesuburan tanah dan umur pohon telah berada
dalam kondisi yang menurun akibatnya jumlah produksi apel per pohon dan per
hectare nya menjadi menurun. Sentra ini sebenarnya berpeluang untuk

tetap

tumbuh dan ikut serta membentuk klaster agribisnis apel bersama komponen
pengusaha yang lainnya.

Kecukupan Lahan
Komoditas agribisnis tentu amat sensitif terhadap kecukupan

lahan.

Dari

sisi

lahan, secara umum sentra agribisnis yang diamati masih memiliki sisa lahan yang
cukup untuk pengembangan kapasitas produk sentra jika memperoleh dukungan
yang cukup untuk masalah tata gunanya. Lahan mungkin masih mencukupi bagi
upaya pengembangan sentra dalam jangka pendek. Namun dalam

kerangka

jangka panjang pemerintah daerah harus mulai memetakan kawasan dan tata
guna lahannya agar kelangsungan hidup sentra dapat dipertahankan di masa
depan.

Tanpa

pengaturan

tata

guna

dan

peruntukan

lahan

yang

baik,

pengembangan komoditas agribisnis oleh UKM akan terhambat dan berubah


merusak kelestarian alam.
Disamping pengaturan tata guna, kendala lahan dapat diatasi dengan penggunaan
metode tanam dan/atau bibit yang berbeda. Ke dua hal ini membutuhkan
perubahan perilaku petani dan kebutuhan investasi. Dalam pengamatan, perilaku
ini dan kemauan investasi ini tidak mudah untuk dirubah/dimunculkan tanpa
pemahaman dan komitmen yang sungguh-sungguh serta jelas dari semua pihak
yang terlibat.

Pasar Produk
Responden menganggap pasar bagi produk yang dihasilkan sentranya masih tetap
ada dan berkembang di masa mendatang, meskipun jika dilihat pendapat
responden mengenai pertumbuhan pasar, maka sebagian besar responden
menduga bahwa ukuran pasar 2 hingga 3 tahun ke depan akan sama saja dengan
ukuran pasar tahun ini.
Ada satu sentra yang responnya terhadap pertumbuhan pasar relatif lebih optimis
dibandingkan sentra yang lain, dia adalah sentra rumput laut di kabupaten

LAPORAN AKHIR

184

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Bulukumba Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dimengerti karena sentra ini masih
berada dalam tahap perkembangan. Usaha budidaya rumput laut belum terlalu
lama dijalankan di daerah ini. Rantai pasok produk masih sama dengan rantai
pasok produk sentra rumput laut Jeneponto pada tahap awalnya. Pada saat ini,
hasil budidaya dinilai sangat baik dan petani percaya bahwa di

masa

depan,

ukuran pasar produk rumput laut dari Bulukumba akan terus meningkat.
Kajian memang menunjukkan bahwa sebagian besar komoditas agribisnis memiliki
potensi pasar yang besar. Baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.
Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar pasar domestik
produk pertanian amatlah besar dengan pertumbuhan yang cukup signifikan dari
tahun ke tahun. Jika diperhatikan nilai impor di produk pertanian oleh negaranegara ASEAN dan Asia Selatan saja menunjukkan potensi komoditas agribisnis
yang besar.

6.4.2. Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan


Untuk mendapatkan variabel yang menjadi faktor dominan dalam kinerja
penumbuhan klaster dalam sentra agribisnis yang diamati, kajian kemudian
menggunakan analisis faktor dan diskriminan untuk menentukan faktor yang
menjadi pembeda antara sentra yang dinilai berhasil memunculkan ciri klaster dan
sentra yang tidak berhasil (gagal) dalam memunculkan ciri klasternya.

Analisis Diskriminan
Secara

umum,

pengelompokkan

sentra

pengamatan

dilakukan

dengan

memperhatikan nilai sentra dalam memenuhi karakteristik klasternya.

Sentra-

sentra yang berhasil menyamai atau melampaui batas nilai tengah sama dengan 3
untuk semua ciri klaster yang diukur, dianggap sebagai sentra

yang

berhasil.

Sentra berhasil ini kemudian diberi score 2 sedangkan sentra yang tidak berhasil
(score karakteristik klasternya lebih kecil dari 3, diberi nilai 1.
Berbekal variabel pengelompokkan ini, nilai ciri sentra kemudian dimasukkan ke
dalam analisis diskriminan. Analisis menggunakan dua metode, metode pertama
adalah

metode

enter

together,

dimana

seluruh

variabel

identitas

sentra

dimasukkan bersama-sama, sedangkan metode ke dua adalah metode stepwise,


dimana penentuan variabel identitas sentra yang dimasukkan ke dalam analisis
dihitung berdasarkan sumbangannya yang paling signifikan dalam penyusunan

LAPORAN AKHIR

185

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis


persamaan diskriminan.
Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut ini.

Tabel 45. Kinerja Pengelompokkan Metode Enter Together


Classification Resultsb,c
Predicted Group
Membership

Original

Count

Kategori
Tidak Lengkap
Lengkap

Tidak
Lengkap
15
0

Tidak Lengkap

100.0

.0

100.0

.0

100.0

100.0

Tidak Lengkap
Lengkap

13

15

Tidak Lengkap
Lengkap

86.7

13.3

100.0

28.6

71.4

100.0

Lengkap
Cross-validateda

Count
%

Lengkap
0
7

Total
15
7

a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross
validation, each case is classified by the functions derived from all cases
other than that case.
b. 100.0% of original grouped cases correctly classified.
c. 81.8% of cross-validated grouped cases correctly classified.

Sumber: Data, diolah

Analisis dimulai dengan menggunakan metode enter together. Metode ini dipilih
untuk melihat perilaku diskriminan ketika semua variabel pengamatan dimasukkan.
Hasilnya meskipun belum 100% tetapi cukup memuaskan dimana fungsi
diskriminan yang dihasilkan mampu memetakan ulang hingga 80% dari kelompok
yang divalidasi.
Hasil ini menunjukkan bahwa sesungguhnya variabel-variabel yang diamati dapat
seluruhnya digunakan untuk melihat perbedaan antara sentra yang berhasil dan
yang tidak.
Langkah selanjutnya kajian menggunakan metode stepwise untuk memilih variabel
wakil yang mampu memisahkan antara sentra berhasil dan yang gagal. Dalam
pelaksanaan stepwise dibuat beberapa variasi pengelompokkan sentra untuk
melihat perilaku fungsi diskriminan yang muncul. Variasi pertama adalah variasi
langsung, dimana pengelompokkan sentra sama dengan ketentuan awalnya
(score karakteristik sama dengan atau lebih besar dari 3). Variasi kedua adalah
toleransi, dimana sentra-sentra yang hanya kekurangan 1 karakteristik sentra
dianggap memenuhi kriteria. Hasil variasi ini memberikan informasi yang berarti
terhadap variabel pembeda yang perlu diperhatikan.

LAPORAN AKHIR

186

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Secara umum metode stepwise memiliki kinerja pembedaan yang cukup baik
dimana fungsi yang diperoleh berhasil membagi sampel secara benar hingga 90%.
Sedangkan variabel yang masuk ke dalam fungsi diskriminan, jika dilihat dari
beberapa variasi pengelompokkan yang digunakan adalah (1) KEBERADAAN
KELOMPOK,

(2) KOMBINASI SUMBERDAYA, (3) INTERAKSI DALAM INSTITUSI

BERSAMA, (4) TAHAP SENTRA dan (5) SPESIALISASI.

Tabel 46. Kinerja pengelompokkan Metode Stepwise


Predicted Group
Membership

Original

Count
%

Cross-validateda

Count

Kategori
Tidak Lengkap
Lengkap

Lengkap
2
7

Total
15
7

Tidak Lengkap
Lengkap

86.7

13.3

100.0

.0

100.0

100.0

Tidak Lengkap

12

15

80.0

20.0

100.0

.0

100.0

100.0

Lengkap
%

Tidak
Lengkap
13
0

Tidak Lengkap
Lengkap

a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross
validation, each case is classified by the functions derived from all cases
other than that case.
b. 90.9% of original grouped cases correctly classified.
c. 86.4% of cross-validated grouped cases correctly classified.
Sumber: Data, diolah

Variabel KEBERADAAN KELOMPOK dan KOMBINASI SUMBERDAYA tampak menjadi


variabel pembeda utama antara sentra yang berhasil dan sentra yang tidak. Ini
tampak dari munculnya dua variabel ini dari setiap variasi yang dilakukan.
Pengamatan di lapangan juga membenarkan hal ini. Sentra yang mampu
menumbuhkan ciri klaster memang tampak memiliki anggota yang bersedia terlibat
dalam komitmen kelompok dan melakukan interaksi secara baik/bekerjasama.
Sentra dengan nuansa kebiasaan berkelompok/bekerja sama yang kental tampak
lebih mudah dalam berkomunikasi dan menyusun kegiatan bersama dan

lebih

santai dalam menyikapi masalah.


Variabel pembeda lain yang menarik adalah INTERAKSI DALAM

INSTITUSI

BERSAMA. Institusi bersama yang dimaksud di sini dapat institusi keuangan atau

institusi pendukung produksi dan pemasaran produk sentra yang muncul atas
inisitatif anggota. Institusi bersama akan muncul jika anggota sentra memiliki
komunikasi yang sehat, komitmen yang kuat dan mau berbagi sumberdaya yang
dimilikinya. Di sentra rumput laut Sulawesi Selatan, koperasi dan anggota dengan
bantuan Kementerian Koperasi dan UKM, membuat pabrik pemasakan rumput laut

LAPORAN AKHIR

187

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

untuk meningkatkan nilai tambah produk sentra. Keputusan ini berarti kerja keras
bagi seluruh anggota sentra karena jika pabrik tidak berjalan dengan baik, maka
koperasi (anggota) akan menanggung akibatnya bersama-sama. Contoh lain
adalah sentra susu sapi di Lembang yang mendirikan pabrik pengolahan susu
kemasan dan yogurt berdasarkan keputusan bersama untuk meningkatkan nilai
tambah produknya.

Tabel 47. Variabel Diskriminan


Classification Function Coefficients

Keberadaan kelompok
Kombinasi sumberdaya
(Constant)

Kategori
Tidak
Lengkap
Lengkap
2.770
4.822
.841
2.150
-3.979
-13.068

Fisher's linear discriminant functions


Classification Function Coefficients

Tahap sentra
Spesialisasi
(Constant)

Kategori
Tidak lengkap
Lengkap
3.639
5.946
4.336
9.868
-9.820
-35.769

Fisher's linear discriminant functions


Classification Function Coefficients

Keberadaan kelompok
Kombinasi sumberdaya
Interaksi dalam Institusi
bersama
(Constant)

Kategori
Hampir
Tidak lengkap
lengkap
4.060
6.292
-.984
-.557

Lengkap
10.505
-4.735

2.088

3.093

7.875

-5.529

-14.624

-32.326

Fisher's linear discriminant functions


Sumber: Data, diolah

Variabel lain adalah TAHAPAN SENTRA dan SPESIALISASI. Kajian

literatur

memang menunjukkan bahwa spesialisasi merupakan salah satu tonggak dalam


pembangunan klaster. Spesialisasi memunculkan efisiensi, namun membutuhkan
kondisi

kerjasama

yang

baik

antar

anggota

sentra/klaster.

Pengamatan

menunjukkan sentra yang maju dan dinamis akan membuka kesempatan bagi
anggotanya untuk melakukan spesialisasi pada satu atau lebih bidang usaha
pembentuk rantai nilai untuk mendukung produk sentra. Sentra rumput laut di
Sulawesi Selatan misalnya menumbuhkan anggota-anggota yang spesialisasi
pada masalah pembersihan dan pengepakan rumput laut kering. Sentra kelinci di
Jawa

LAPORAN AKHIR

Timur misalnya, menumbuhkan

unit usaha penyedia pakan untuk

188

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

mendukung anggota dan unit usaha pengolah daging kelinci afkir (sudah tua)
untuk membantu anggota merotasi indukannya. Anggota masyarakat di sentra
perikanan di Nusa Tenggara Barat mencoba memformalkan usaha pembuatan
ikan kering yang tadinya hanya upaya untuk memanfaatkan hasil tangkap jika
sedang berlebihan. Upaya-upaya spesialisasi, baik ke hulu maupun ke hilir, samasama membutuhkan proses yang tidak sebentar, untuk itu kesamaan cara
pandang dari anggota sentra amat penting, disinilah mungkin peran variabel
kelompok dan kombinasi sumberdaya memainkan peranannya.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai koefisien TAHAPAN SENTRA dari sentra yang
memiliki ciri klaster yang lengkap adalah lebih tinggi dibanding sentra yang tidak
lengkap. Artinya sentra yang ada dalam tahapan berkembang dan dewasa
memiliki peluang yang lebih besar untuk menumbuhkan ciri klaster. Hal ini dapat
dimengerti karena sentra-sentra tersebut telah teruji oleh waktu dan pasar mampu
menghasilkan produk yang dibutuhkan.

Hasil ini menunjukkan kemungkinan

variabel ketersediaan pasar sebagai salah satu variabel pendukung utama juga.
Untuk sementara variabel pasar tidak muncul karena sentra yang diamati termasuk
sentra-sentra historikal, yaitu sentra yang telah berdiri cukup lama (lebih dari 15
tahun).
Masuknya variabel tahapan sentra sebagai pembeda juga menunjukkan bahwa
kegiatan pengembangan sentra dan penumbuhan klaster tidak dapat dilakukan
dalam jangka pendek. Instansi pengembang (Kementerian Koperasi dan UKM,
Dinas yang menangani pembangunan UKM di daerah, dan BDS) perlu memiliki
napas panjang dan tidak melakukan proyek pengembangan yang sifatnya hit and
run atau setengah-setengah dalam pengembangan sentra ke klaster karena tidak
semua sentra berada dalam tahapan pertumbuhan atau kecepatan perkembangan
yang sama.

Analisis Faktor
Analisis faktor berupaya meringkaskan jumlah variabel indikator umum sentra ke
dalam kelompok-kelompok faktor yang mempengaruhi penumbuhan ciri klaster di
sentra-sentra yang diamati.
Hasil pengelompokkan variabel yang dihasilkan oleh analisis faktor tidak selalu
logis untuk digunakan, tetapi ia dapat digunakan untuk alat untuk mempelajari
kemungkinan pengelompokkan masalah dan perilaku variabel pengamatan.

LAPORAN AKHIR

189

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Hasil analisis faktor awal menunjukkan hanya 13 variabel yang dapat digunakan
untuk analisis lebih lanjut. Mereka adalah (1) keberadaan kelompok, (2)
kerjasama produksi, (3) kerjasama pemasaran, (4) tingkat penggunaan teknologi,
(5) keahlian tenaga kerja, (6) ekspektasi pasar, (7) konsentrasi spatial, (8) interaksi
antar perusahaan, (9) kombinasi sumberdaya dan kompetensi, (10) interaksi
dalam institusi bersama, (11) spesialisasi (12) daya saing dan (13) Additionalitas.

Tabel 48. Hasil Analisis Faktor


Rotated Component Matrixa

Keberadaan kelompok
Kerjasama produksi
Kerjasama pemasaran
Tingkat penggunaan teknologi
Keahlian tenaga kerja
Ekspektasi pasar
Konsentrasi spatian
Interaksi antar perusahaan
Kombinasi sumberdaya
Interaksi dalam Institusi bersama
Spesialisasi
Daya saing
Additionalitas

Component
2
3
.817
.221
.763 8.971E-03
.160
.107
.164 4.292E-02
-.209
.466
.291
-.104
.215 7.516E-02
.669
.238
.231
.884
.238
.902
.812
.357
.420 -5.57E-02
.100
.371

1
.229
9.923E-02
.861
.720
.757
.620
.336
.154
1.564E-02
8.719E-02
.271
.689
.127

4
.206
.458
-4.00E-02
.238
6.938E-02
.248
.697
.508
.340
8.927E-02
-.239
.280
.754

Extraction Method: Principal Component Analysis.


Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 6 iterations.
Sumber: Data, diolah

Tampak bahwa variabel KEBERADAAN KELOMPOK dan KOMBINASI SUMBERDAYA


lolos untuk maju ke tahap analisis berikutnya. Ke dua variabel ini adalah variabel
pembeda utama dalam analisis diskriminan yang dilakukan. Yang menarik adalah,
hasil analisis faktor memunculkan variabel ADDITIONALITAS sebagai salah satu
variabel yang lulus ke tahap pembentukan faktor. Variabel ADDTIONALITAS
mencerminkan kemauan anggota untuk menambah (addition) investasi akibat
adanya program sentra.
Tabel

49

menunjukkan

dikelompokkan menjadi

variabel

yang

dimasukkan

dalam

analisis

4 faktor. Tabel; 42 meringkaskan variabel

dapat

pembentuk

faktor tersebut dan usulan namanya.


Agak sulit untuk memberikan nama kepada masing-masing faktor yang diusulkan
oleh analisis. Setidaknya usulan pengelompokkan ini memberikan pandangan
tentang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menumbuhkan klaster.

LAPORAN AKHIR

190

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis


Tabel 49. Variabel Pembentuk Faktor
Faktor 1
Variabel

Faktor 2

Faktor 3

Kerjasama
pemasaran

Keberadaan
kelompok

Kombinasi
sumberdaya

Tingkat
penggunaan
teknologi

Kerjasama produksi

Interaksi dalam
Institusi bersama

Keahlian tenaga
kerja

Spesialisasi

Interaksi antar
perusahaan

Faktor 4
Konsentrasi spatial
Additionalitas

Ekspektasi pasar
Daya saing
Usulan
Nama
Faktor

Kemampuan
memenuhi kebutuhan
pasar

Interaksi kelompok
untuk kerjasama
produksi

Institusi bersama

Kemauan investasi

Sumber: Tabel 41

Misalnya faktor 1, jika dilihat variabel pembentuknya maka, mungkin, nama faktor
yang tepat adalah KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN PASAR. Untuk faktor 2,
namanya adalah INTERKASI KELOMPOK UNTUK KERJASAMA PRODUKSI, untuk
faktor 3, mungkin cocok dengan INSTITUSI BERSAMA dan faktor 4 adalah
KEMAUAN INVESTASI.
Meskipun kadang pengelompokkan yang dilakukan tidak terlalu logis untuk
diberikan nama secara langsung, tetapi hasil pengelompokkan ini memberikan
pandangan yang menarik tentang faktor yang mungkin berpengaruh terhadap
penumbuhan klaster dalam sentra agribisnis yang diamati.

Pandangan Terhadap Hasil Analisis


Hasil analisis diskriminan dan analisis faktor yang dilakukan secara umum
menunjukkan tidak adanya variabel tunggal yang dominan menjelaskan perbedaan
antara sentra yang berhasil memunculkan karakteristik klaster dengan sentra yang
tidak berhasil.
Analisis diskriminan misalnya menunjukkan seluruh variabel (jika digunakan
bersama) mampu membentuk fungsi pembeda yang cukup baik, sedangkan
analisis faktor menunjukkan jumlah faktor bentukan yang cukup banyak (ada 4
faktor) dengan kesulitan di penamaannya. Hasil ini memberikan

pandangan

bahwa variabel-variabel dan faktor-faktor yang ada dapat digunakan sebanyak


mungkin asalkan disusun dalam sebuah hubungan yang mudah dipahami.
Jika diperhatikan hasil analisis faktor dan diskriminan yang dilakukan, tampak
bahwa variabel terikat yang dipengaruhi (dependent variabel) yang digunakan

LAPORAN AKHIR

191

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

adalah PERUBAHAN SENTRA KE KLASTER. Sedangkan variabel bebasnya yang


mempengaruhi adalah PEMBERIAN DUKUNGAN MELALUI PROGRAM SENTRA oleh
Pemerintah kepada sentra agribisnis UKM. Hubungan antara variabel

terikat

(sentra ke klaster) dan variabel bebas (perkuatan program sentra UKM) ini
dijembatani oleh serangkaian proses. Mungkin rangkaian proses inilah yang
dibentuk oleh variabel-variabel dan faktor-faktor yang diperoleh dari pengamatan
dan analisis yang dilakukan.
Disini kemudian

diputuskan untuk

menggunakan model

pengungkit

untuk

menjelaskan hubungan antar variabel terikat dan variabel bebas tersebut.


Penggunaan model pengungkit diharapkan dapat (1) mempermudah proses
visualisasi hubungan antara variabel dan permasalahan yang ditemui dalam
kegiatan pengamatan dan (2) memungkinkan mengakomodasi variabel atau faktor
lain yang muncul dari pengamatan tetapi belum masuk ke dalam sistem.

6.4.3. Prinsip Pengungkit Dalam Penumbuhan Klaster UKM


Agribisnis
Untuk

mempermudah

upaya

pemaparan

akan

lebih

mudah

jika

upaya

pengembangan sentra UKM dipandang seperti upaya untuk mengungkit sebuah


beban atau massa. Tujuan utama dari pengungkit adalah menciptakan sebuah
mekanisme transmisi yang efektif, sehingga daya dorong yang terbatas dapat
diubah menjadi daya gerak pada massa yang lebih besar bobotnya. Sistem ini jika
digambarkan mungkin akan tampak seperti dalam gambar 53 panel

A.

Pendekatan leverage ini juga dilakukan dalam manajemen keuangan seperti


dalam konsep financial leverage dan operational leverage.
Dalam kasus pengembangan sentra UKM, massa (M) adalah sentra UKM yang
akan dipindahkan dari tataran lama (B1 sentra sederhana) ke tataran baru (B2
sentra dinamis dan klaster). Untuk mengangkat massa ini Pemerintah melalui
Kementerian Koperasi dan UKM memberikan daya penggerak (D) berbentuk
fasilitasi

dan

dukungan

perkuatan

kepada

sentra.

Daya

penggerak

ini

ditransmisikan oleh tuas pengungkit (P) ke massa UKM di sentra dengan bertumpu
pada titik tumpu (T). Yang diharapkan terjadi adalah

Pemerintah

dapat

menyalurkan Daya yang cukup dan disalurkan secara efektif melalui tuas
pengungkit sehingga mengangkat Massa UKM dari tataran B1 ke B2.
Berdasarkan prinsip pengungkit tersebut diatas, maka analogi masalah-masalah
yang dihadapi program sentra UKM dalam tumbuh dan berkembang menjadi

LAPORAN AKHIR

192

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

klaster agribisnis, dapat digolongkan ke dalam 5 kelompok masalah berikut ini:


1)

Daya Penggerak terlalu kecil

2)

Massa terlalu rapuh

3)

Pengungkit terlalu lemah/lentur

4)

Titik tumpu terlalu rendah

5)

Pengungkit tidak diletakkan pada titik yang benar

Gambar 53. Analogi Pengembangan UKM Melalui Sentra UKM. Daya


Penggerak/Perkuatan Yang Diberikan Diharapkan Mampu Mengangkat
Sentra UKM ke Tataran Yang Lebih Tinggi.
D

(A)

(Daya Penggerak)

M
(Massa UMKM)

P
(Tuas Pengungkit)

B2 (Tataran klaster)

(Tumpuan)

B1 (Tataran sentra)

(B)
D

P
B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)

Berikut ini penjelasannya.

LAPORAN AKHIR

193

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis


Daya Penggerak Kurang atau Melemah

Daya pengerak terlalu kecil dapat dipandang sebagai (1) Sejak awal memang daya
perkuatan yang disediakan terlalu kecil dibandingkan dengan massa UKM yang
harus diangkatnya, atau (2) pada awalnya daya perkuatan yang disediakan cukup,
namun karena suatu keadaan daya tekan ini menjadi melemah sehingga menjadi
terlalu kecil untuk mampu mengangkat sentra ke tataran baru nya.
Kondisi pertama biasanya terjadi pada sentra yang rata-rata omzet per anggota
per bulan nya, jauh lebih besar dari total jumlah dana MAP yang dialokasikan pada
sentra tersebut. Sedangkan kondisi kedua terjadi jika salah satu komponen daya
pengerak menghilang atau melemah. Dari dua keadaan ini, kondisi kedua adalah
hal yang lebih banyak terjadi.

Gambar 54. Kondisi Daya Penggerak Terlalu Kecil atau Hilang Tidak
Mampu Mengangkat Massa UKM/Sentra
D
(Daya Penggerak
mengecil)

M
Massa tidak terangkat

B2 (Tataran klaster)
B1 (Tataran sentra)

Kondisi kedua ini (daya perkuatan mengecil/melemah) tercermin pada kenyataan


bahwa sebagian besar sentra yang diamati, saat ini telah berjalan tanpa komponen
perkuatan yang lengkap. Seperti diketahui, model perkuatan program sentra UKM
mensyaratkan keberadaan (1) dukungan keuangan melalui MAP dan (2) dukungan
non-keuangan melalui BDS. Hasil pengamatan menunjukkan
tahun pertama periode perkuatan, ada 33% sentra agribisnis

bahwa
yang

salah satu komponen pendukungnya (dapat BDS atau KSP-nya

selepas

kehilangan

menjadi

tidak

aktif), nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 78% selepas tahun ke dua
periode perkuatan, dan pada tahun ke tiga nilai ini meningkat menjadi 87.5%.
Artinya kebanyakan sentra kehilangan/kehabisan daya penggerak terlalu cepat
sebelum mampu menggerakkan massa UKM ke tataran yang lebih tinggi.
Akibatnya, daya dorong program sentra UKM yang disediakan tidak mampu

LAPORAN AKHIR

194

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

mengangkat sentra UKM ke tingkat kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi,
apalagi menumbuhkannya ke tahapan klaster..
Fenomena hilangnya daya penggerak mungkin tidak lepas dari sifat

program

sentra yang cenderung dipandang oleh pihak Kementerian, Dinas bersangkutan di


daerah, dan lembaga pengembang usaha sebagai program jangka pendek dan
tabrak-lari (hit and run). Padahal ide program ini amatlah baik jika dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan.
Kebutuhan untuk mau bermain jangka panjang juga muncul dalam hasil analisis
diskriminan yang

memunculkan variabel Tahap Sentra sebagai

salah satu

pembeda. Kajian menunjukkan sentra dengan score tahap sentra yang lebih tinggi
cenderung mampu menumbuhkan ciri klaster. Hal yang dapat ditarik dari hal ini
adalah, sentra butuh waktu untuk mencapai tahapan tertentu sebelum akhirnya
mampu melewati ambang batas kemampuan ekonomisnya dan bertransformasi
menumbuhkan ciri-ciri klaster dengan lebih mudah.

Massa UKM Terlalu Rapuh


Per definisi, sentra adalah pengelompokkan UKM yang menghasilkan produk
sejenis dalam satu wilayah yang berdekatan. Sedangkan klaster, secara bebas,
dapat diartikan sebagai sentra yang didalamnya terjadi komitmen antar anggota
untuk bekerja sama dan bertindak bersama (ber ko-operasi) untuk memajukan
daya saing produk sentra. Dengan demikian unsur utama ke

klaster

adanya daya perekat atau modal sosial (menurut JICA) di antara

adalah
anggota

sentra.
Modal sosial ini kebanyakan dibentuk oleh faktor perilaku seperti: kemauan dan
kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada
tujuan bersama jangka panjang (unsur kelompok dan interaksi ini muncul baik
dalam analisis diskriminan dan faktor yang dilakukan). Ketika unsur perekat ini
hilang, upaya

yang dilakukan (daya penggerak/perkuatan

yang diberikan)

kendatipun menghasilkan pergerakan, tetapi tidak menyebabkan massa UKM


terangkat ke

tataran

yang lebih

tinggi.

Massa

cenderung

pecah

dalam

pergerakan/perkuatan.
Hasil ini tercermin dari hasil pengamatan kepada sentra yang menunjukkan bahwa
pembentukan kelompok atau kebiasaan berkelompok hanya ada di 39%
sentra yang diamati.

LAPORAN AKHIR

dari

Sedangkan 61% sisanya tidak menunjukkan tanda-tanda

195

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

196

adanya pembentukan kelompok di dalam sentra. Demikian pula untuk kerjasama,


kajian belum banyak menemukan kerjasama antar pengusaha di dalam sentra
agribisnis yang diamati. Tampak baru sekitar 24% sentra yang memiliki bentuk
kerjasama pemasaran dan 19% sentra yang memiliki bentuk kerjasama yang
berhubungan dengan bahan baku di sentra nya.

Gambar 55. Massa UKM Tidak Solid Dalam Proses Perkuatan Membuat
Sentra Tidak Terangkat Dalam Proses Perkuatan

D
P
B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)

Hal lain yang meningkatkan kerapuhan sentra adalah persaingan yang tidak sehat.
Persaingan sesungguhnya merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan
untuk menumbuhkan klaster yang sehat (Porter), tetapi hal ini akan berbalik
merugikan

jika

pertumbuhan

kapasitas

akibat

melakukan persaingan antar anggota yang

perkuatan

diarahkan

untuk

saling mematikan, bukan pada

dorongan untuk melakukan inovasi berkelanjutan, meningkatkan daya saing dan


menjaga kepentingan bersama yang lebih jauh.

Gambar 56. Keberadaan Kelompok dan Kerjasama Dalam Sentra


kerjasama
19%

kerjasama
24%
ada
39%

tidak
61%
tidak
76%

Keberadaan Kelompok

Sumber: Data. Diolah

LAPORAN AKHIR

Kerjasama Pemasaran

tidak
81%

Kerjasama Bahan Baku

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Tuas Pengungkit (Mekanisme Transmisi) yang Terlalu Lemah


Upaya pengungkit juga memerlukan sebuah mekanisme transmisi (batang
pengungkit) yang menghantarkan daya penggerak ke beban secara tepat, kuat
dan efektif. Dalam kasus pengembangan UKM melalui sentra agribisnis dan
penumbuhan

sentra

ke

klaster

agribisnis,

mekanisme

transmisi

ini

menghubungkan antara Perkuatan dan Rangsangan lain yang diberikan kepada


Sentra UKM sehingga menggerakkan sentra ke tataran yang lebih tinggi.
Pengamatan

kepada sentra menunjukkan

bahwa

kompetensi

daerah

dan

masyarakat, kualitas SDM pelaksana dukungan, kejelasan dan kelengkapan


peraturan pelaksanaan, kejelasan visi dan kesiapan aparat pemerintah daerah,
serta koordinasi dan komunikasi yang efektif antar pelaku adalah faktor-faktor yang
mendekati peran tuas pengungkit ini.

Gambar 57. Kondisi Tuas Pengungkit Terlalu Lemah Membuat Daya


Tidak Ditransmisikan Secara Efektif Kepada Sentra

P
D

Pengungkit
terlalu
lentur/rapuh

B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

Hampir seluruh sentra yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM
adalah sentra historikal, artinya kegiatan di sentra telah berlangsung secara terus
menerus selama lebih dari satu generasi, sehingga penduduk generasi ke dua
(anak) dan ke tiga (cucu) yang tinggal di sentra biasanya telah mewarisi
kompetensi untuk memproduksi produk sentra dari pengalaman kerja dan
pengetahuan umum di dalam sentra. Dengan demikian, kompetensi masyarakat
untuk melakukan produksi dalam kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi
adalah transmisi dari upaya perkuatan kepada pertumbuhan sentra. Namun
kompetensi masyarakat semata ternyata tidak mencukupi, hal ini masih harus
didukung oleh faktor-faktor lain seperti tersebut diatas.
Disamping kompetensi penduduknya, Kompetensi daerah yang lain adalah

LAPORAN AKHIR

197

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

kecukupan lahan yang dibutuhkan bagi pengembangan produk sentra. Masalah


kebutuhan lahan ini menjadi penting bagi sentra agribisnis karena bagaimanapun
peningkatan kapasitas produk agribisnis membutuhkan daya dukung lahan yang
mencukupi. Baik mencukupi luas totalnya maupun luas per satuan lahannya.
Pengamatan menunjukkan beberapa sentra tidak mungkin lagi menambah lahan
produksinya kecuali dengan berkompetisi melawan kebutuhan lain seperti
kebutuhan hunian, infrastruktur, industrialisasi dan pelestarian alam. Akan amat
sulit mengembangkan sebuah sentra agribisnis yang terpadu jika lahan terpisahpisah oleh infrastruktur dan kepentingan yang tidak sejalan dengan rantai nilai
produksi produk agribisnis yang dijalankan.
Kejelasan visi, kejelasan dan kelengkapan peraturan, kesiapan aparat, kualitas
SDM pendukung perkuatan, komunikasi, dan koordinasi jelas merupakan unsur
yang

membantu

mentransmisikan

program

sentra

dan

perkuatan

yang

direncanakan kepada sentra yang diharapkan mampu menumbuhkan klaster


agribisnis.
Beberapa contoh hambatan yang teridentifikasi misalnya:

KETIDAKBERHASILAN PROGRAM SOSIALISASI.

Pemahaman yang buruk

dan tidak benar mengenai pendekatan pengembangan UKM melalui


sentra dan dana MAP, baik pada pengusaha, pengelola BDS-P, pengurus
KSP/USP maupun aparat instansi yang membidangi koperasi dan UKM
membuat proses penyaluran, pengelolaan dan penggunaan dana MAP
menjadi tidak seperti yang diharapkan. Ketidakberhasilan sosialisasi
tercermin dari kesalahan persepsi dan ketidakpahaman pihak yang terkait
akan TUPOKSI dari masing-masing pihak secara baik.

TIDAK DIJALANKANNYA PROSES PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN OLEH


ORGANISASI DAN INSTANSI YANG SEHARUSNYA MELAKSANAKAN HAL
TERSEBUT. ada tiap tingkatan daerah seharusnya terdapat Instansi yang

membidangi koperasi dan UKM dan Pokja Keuangan yang tugasnya


memberikan masukan, informasi dan koordinasi program pengembangan.
BDS-P pun seharusnya berperan dalam mendampingi pengusaha dan
koperasi

dalam

menjalankan

program

ini. Kekisruhan

pelaksanaan

penyaluran dan pengelolaan dana MAP menunjukkan instansi dan


organisasi yang dibentuk tidak menjalankan tugas dengan semestinya.

LAPORAN AKHIR

LEMAHNYA

KOORDINASI.

Lemahnya

koordinasi

antara

Kementerian

198

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi Propinsi/Kabupaten/Kota, Pokja


Kabupaten/Kota, BDS-P, koperasi penyalur MAP, pengurus sentra, UKM,
dan instansi terkait lainnya.

PENDEKATAN YANG SERAGAM MEMBUAT

BEBERAPA

SENTRA

TIDAK

DAPAT SECARA OPTIMAL MENGGUNAKAN DANA MAP YANG DIBERIKAN.

Pada sentra beras dan kerajinan emas, misalnya, jumlah dana

dinilai

terlalu kecil, sedangkan pada sentra tenun, jumlah dana yang terlalu besar
yang dipaksakan untuk dibagi habis, malah membuat financial leverage
pengusaha melonjak ke tingkat yang mengkhawatirkan.

MORAL HAZARD. Konflik kepentingan yang diakibatkan oleh moral hazard

kerap menjadi pencetus penyimpangan penggunaan dana MAP.

KONVERSI

LAHAN

PRODUKTIF. Ketidakjelasan

strategi pembangunan

pertanian membuat harga dan tingkat pengembalian (return) lahan untuk


kepentingan komersial dan hunian lebih tinggi dibandingkan untuk
kepentingan pertanian. Akibatnya petani kadang memilih untuk mengubah
lahan produktif yang dimilikinya untuk membangun bangunan komersial
dan hunian.

Titik Tumpu Yang Terlalu Rendah


Sub-bab diatas menunjukkan kompetensi masyarakat untuk melakukan produksi
dalam kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi atau lebih baik adalah
transmisi dari upaya perkuatan kepada pertumbuhan sentra. Namun kompetensi
daerah dan masyarakat semata ternyata tidak mencukupi, hal ini masih harus
didukung oleh faktor-faktor lain. Faktor lain yang akan dibahas dalam sub-bab ini
adalah faktor-faktor yang bertindak sebagai titik tumpu batang pengungkit dalam
menyalurkan Daya Perkuatan yang diberikan.
Faktor titik tumpu ini adalah kemauan/etos kerja yang kuat, pola pikir wirausaha,
kemampuan

berinovasi,

keunikan

produk,

ketersediaan

pasar,

dukungan

keberadaan sarana dan prasarana industri dan keuangan di daerah, konsistensi


dan keberlanjutan kebijakan, serta penegakan aturan.
Contoh paling sering ditemui dari kondisi ini adalah lemahnya penegakan
peraturan (yang dapat terjadi karena ketidakmampuan SDM atau ketidakjelasan /
ketidaklengkapan peraturan) yang menyebabkan usaha mengembangkan dan

LAPORAN AKHIR

199

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

menumbuhkan sentra, kendatipun berlangsung tetapi, tidak mampu mengangkat


sentra sehingga mencapai tujuan awalnya.

Gambar 58. Kondisi Titik Tumpu Yang Terlalu Rendah

M
D
P

B2 (Tataran klaster)
B1 (Tataran sentra)
T

Dalam kajian ini, faktor perilaku seperti kemauan, etos kerja, serta karakter dari
pengusaha dan aparat di Pusat dan daerah menjadi menonjol karena kadang
menjadi salah satu akar masalah kebuntuan pengembangan sentra. Pengamatan
kepada dinamika sentra menunjukkan beberapa masalah muncul karena faktor
perilaku ini.

Macetnya dana MAP akibat keengganan pengusaha, gagalnya

penerapan teknologi, menghilangnya BDS, tidak

terkoordinasinya

pelaksanaan

dan perawatan sentra adalah beberapa contoh masalah yang diakibatkan oleh
faktor perilaku ini.
Pengamatan menemukan bahwa upaya perkuatan yang memerlukan perubahan
perilaku atau budaya dari pengusaha, tidak berjalan dengan baik. Pengusaha
kecil cenderung enggan menanggung resiko akibat perubahan. Disini peran BDS
menjadi penting untuk menjaga pengusaha

yang bersedia bekerja sama

mengadopsi perubahan untuk menjadi contoh berhasil (show case) bagi


pengusaha lain di dalam sentra.
Hingga saat ini faktor ketersediaan pasar tetap menjadi titik tumpu utama dalam
kemampuan menggerakkan sentra. Pengamatan menunjukkan sentra agribisnis
dengan pasar yang mampu menyerap produk dengan baik akan menghasilkan
pertumbuhan pemupukan MAP dan kemampuan koperasi membayar

angsuran

dana MAP melalui bank perantara.


Mengenai teknologi, pengamatan menunjukkan penerapan teknologi di

sentra

perlu mempertimbangkan daya serap anggota terhadap konsep pengetahuan yang

LAPORAN AKHIR

200

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

melatari teknologi tersebut. Penggunaan mesin traktor tanah di sentra beras


Sulawesi Selatan misalnya, dilakukan dengan cara yang sesuai petunjuk tetapi
dengan spesifikasi yang salah (tanah benar teraduk, tetapi dalamnya

adukan

terlalu tipis, hanya 10 cm, tidak sesuai ketentuan, seharusnya sekitar 30 cm). Hal
ini menunjukkan penerapan teknologi tidak dapat sekedar alokasi tetapi juga
membutuhkan upaya pendampingan dan pendidikan yang berkelanjutan.

Pengungkit Tidak Diletakkan Pada Titik Yang Benar


Masalah lain dari kemampuan program sentra UKM menumbuhkan klaster UKM
berbasis

agribisnis

adalah

upaya

perkuatan

yang

diberikan

tidak

disalurkan/ditransmisikan pada tempat yang tepat sehingga kehilangan efektifitas


daya perkuatannya.

Gambar 59. Upaya Perkuatan Tidak Ditempatkan Di Titik Yang Benar


Sehingga Upaya Perkuatan Meleset

D
P
B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)

Masalah ini umumnya muncul ketika upaya perkuatan yang diberikan tidak sesuai
dengan kebutuhan sesungguhnya dari sentra UKM/pengusaha tersebut. Salah
satu sentra agribisnis apel di Jawa Timur misalnya, sentra ini jika dilihat

dari

tahapan daur produknya, sesungguhnya telah mencapai tahapan dewasa (mature)


bahkan menurun (decline). Hal ini tercermin dari menurunnya kapasitas pohon
secara terus menerus dan tidak adanya bibit baru yang dapat diambil untuk
melakukan

penyulaman.

Kebutuhan

sentra

yang

sesungguhnya

adalah

peremajaan pohon secara terencana sehingga kapasitas sentra dapat kembali


seperti semula. Kebutuhannya adalah investasi. Masalahnya adalah pada sentra
yang menuju decline ini diberikan perkuatan keuangan yang kemudian digunakan
untuk modal kerja, membeli pupuk dan obat-obatan, tanpa memperbaiki kualitas

LAPORAN AKHIR

201

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Penumbuhan Klaster Agribisnis

pohonnya. Akibatnya, kendatipun telah dipupuk dan diobati dengan baik, panen
petani tetap menurun yang menyebabkan petani terlilit hutang dan tidak mampu
membayarnya. Ini adalah salah satu contoh bagaimana upaya perkuatan tidak
diletakkan di titik yang benar.
Kemampuan menemukan akar permasalahan memang berhubungan dengan
kompetensi

Lembaga

Pengembang

Bisnis

(LPB)

yang

ditugaskan

untuk

mendampingi sentra untuk memberikan pengertian dan pendidikan mengenai


masalah yang sesungguhnya dihadapi sentra. Masalahnya adalah LPB kadang
tidak memiliki kompetensi berkenaan dengan produk yang dihasilkan sehingga
perannya lebih banyak sebagai agen pencarian dana MAP bagi anggota sentra.
Gambaran permasalahan menggunakan model pengungkit ini, yang digabungkan
dengan hasil analisis diskriminan dan faktor, diharapkan memberikan pandangan
mengenai hubungan antar faktor yang dihasilkan dari analisis diskriminan

dan

faktor yang dilakukan dan faktor-faktor lain yang ditemui dari hasil pengamatan ke
daerah kajian.

LAPORAN AKHIR

202

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM
Berbasis
Agribisnis
UKM
Berbasis
Agribisnis

203

Simpulan dan Saran

Simpulan Dan
Saran

7.1. Efektifitas Program Sentra Dalam


Menumbuhkan Klaster Agribisnis
Hasil pengamatan menunjukkan program sentra UKM yang dilaksanakan sejak
tahun 2001 tidak efektif dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM di bidang
agribisnis. Hasil ini diperoleh setelah memperhatikan hanya 9% sentra yang
berhasil memiliki ciri klaster secara lengkap, sekitar 41% perkuatan yang diberikan
(baik keuangan maupun non-keuangan) ternyata bersifat absolute deadweight
(tidak memunculkan dinamika/perubahan pada sentra, seperti menggarami laut),
dan baru 45% mampu mendorong anggota sentra untuk turut berpartisipasi dalam
kegiatan investasi (55% nya menciptakan ketergantungan).
Analisis diskriminan yang dilakukan menunjukkan sentra-sentra yang berhasil
menumbuhkan ciri-ciri klaster, menonjol dalam KEBERADAAN KELOMPOK yang
digunakan untuk keperluan usaha, antar anggotanya melakukan KOMBINASI
SUMBERDAYA DAN KOMPETENSI untuk kepentingan produk sentra, membuat dan

berinteraksi dalam INSTITUSI BERSAMA yang dibuat untuk menunjang produksi


atau pemasaran produk sentra, biasanya mencapai TAHAPAN PERKEMBANGAN
SENTRA yang berkembang dan dewasa, serta mulai melakukan SPESIALISASI

dalam menghasilkan produk sentra.


Analisis faktor yang dilakukan menunjukkan 12 variabel yang dapat dikelompokkan
ke dalam 4 faktor yang dapat digunakan untuk mencoba menjelaskan situasi
pengembangan klaster. Faktor 1 adalah KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN
PASAR,

Faktor 2 adalah INTERAKSI DALAM KELOMPOK UNTUK KERJASAMA

PRODUKSI, Faktor 3 adalah INSTITUSI BERSAMA dan Faktor 4 adalah KEMAUAN

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran


INVESTASI.

Pandangan terhadap variabel-variabel dan faktor-faktor ini serta masukan dari


variabel lain yang ditemui saat pengamatan sentra kajian kemudian disusun
mengikuti prinsip pengungkit, yaitu adanya faktor PENGGERAK, faktor TRANSMISI,
titik TUMPU, dan KERAPATAN masa. Dengan meminjam istilah dalam prinsip
pengungkit, maka penyebab ketidak efektifan penumbuhan

klaster

disebabkan

oleh (1) Daya Penggerak terlalu kecil, (2) Massa UKM terlalu rapuh, (3)
Pengungkit/pentransmisi terlalu lemah/lentur, (4) Titik tumpu

terlalu

rendah

dan/atau (5) Pengungkit tidak diletakkan pada titik yang benar.

7.2. Faktor Penumbuhan Sentra ke Klaster Agribisnis


Secara

sederhana,

faktor

penumbuh

sentra

ke

klaster

agribisnis

dapat

dikelompokkan menjadi 4 yaitu (1) faktor penyedia daya penggerak, (2) faktor
transmisi, (3) faktor pendukung/penumpu, dan (4) faktor perekat antar anggota
klaster.
Daya penggerak adalah kecukupan jumlah, waktu dan durasi dukungan keuangan
dan non keuangan yang diberikan kepada sentra.
Faktor transmisi dibentuk oleh kompetensi daerah dan masyarakat, kualitas SDM
pelaksana

dukungan,

kejelasan

dan

kelengkapan

peraturan

pelaksanaan,

kejelasan visi dan kesiapan aparat pemerintah daerah, serta koordinasi dan
komunikasi yang efektif antar pelaku.
Faktor titik tumpu ini adalah kemauan/etos kerja yang kuat, pola pikir wirausaha,
kemauan berinvestasi, kemampuan berinovasi, keunikan produk, ketersediaan
pasar, dukungan keberadaan sarana dan prasarana industri dan keuangan di
daerah, konsistensi dan keberlanjutan kebijakan, serta penegakan aturan.
Sedangkan faktor perekat/Modal sosial dibentuk oleh faktor perilaku: kemauan dan
kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada
tujuan bersama jangka panjang.

7.3. Membangun Klaster Agribisnis


Menilik masalah-masalah yang dihadapi sentra agribisnis dalam menumbuhkan

LAPORAN AKHIR

204

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

klaster bisnis UKM berbasis agribisnis diatas, maka beberapa hal ini perlu
dilakukan:
1)

Memperbaiki komitmen terhadap visi pengembangan ekonomi nasional


jangka

panjang

melalui

pendekatan

sentra/klaster

dan

meletakkan

Koperasi dalam posisi yang jelas.


2)

Menyusun road map pengembangan usaha nasional yang jelas dan


terukur, dengan tetap memperhatikan prinsip pasar dan keadilan sosial.

3)

Menyelesaikan masalah-masalah seputar otonomi daerah khususnya


yang berkaitan dengan bidang KUKM dan melakukan pembagian tugas
yang jelas antar berbagai lapisan berbeda dalam pemerintahan untuk
menjalankan road map pengembangan usaha nasional yang dibuat.

4)

Mengintegrasikan program-program perkuatan usaha, yang tersebar di


berbagai Departemen dan di berbagai Deputi dalam

Kementerian

Koperasi dan UKM, menjadi program perkuatan nasional dengan struktur


yang sederhana, sesuai dengan skala dan jenis usaha, serta mendukung
road map pengembangan usaha nasional yang dibuat.
5)

Menyusun kembali/Memperbaiki petunjuk teknis pelaksanaan masingmasing program perkuatan usaha agar lengkap, memasukkan unsur
pendidikan karakter pengusaha, memperhatikan reward pada perilaku
terpuji dan punishment pada perilaku tercela, adil, dan memiliki
keterkaitan/konsistensi yang jelas dengan road map pengembangan
usaha nasional dan pembagian tugas dalam otonomi daerah.

6)

Menciptakan basis data unit usaha yang valid dan mutakhir secara
nasional

untuk

mempermudah

proses

monitoring,

evaluasi,

dan

perencanaan.
7)

Menciptakan basis data sentra/klaster, baik yang telah difasilitasi maupun


yang tidak difasilitasi, yang valid dan mutakhir secara nasional dan
terjamin ketertelusuran terhadap basis data unit usaha nasional, untuk
mempermudah proses monitoring, evaluasi, dan perencanaan.

8)

Melakukan

proses

berkesinambungan,

monitoring

dan

evaluasi

dengan

benar

dan

serta memanfaatkan informasi/lesson learn yang

dihasilkan untuk membuat keputusan yang tepat waktu dan untuk

LAPORAN AKHIR

205

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran


perbaikan program yang terus menerus.
9)

Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait


untuk menciptakan basis data lahan nasional, menyusun tata guna lahan
yang berimbang untuk kepentingan agribisnis, hunian, infrastruktur,
industri dan pelestarian alam, serta menyusun peraturan-peraturan
pendukungnya

10) Menciptakan skema kerjasama penggunaan lahan milik Departemen lain

untuk kepentingan pengembangan produk agribisnis daerah.


11) Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait

untuk menyusun road map nasional pengembangan pendidikan dan


karakter kewirausahaan yang baik secara jelas dan terukur.
12) Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait

melakukan

pendidikan

dan

perubahan

karakter

masyarakat

agar

berpindah dari karakter pemulung menjadi pencipta.


13) Mendorong masyarakat pada tingkat desa, khususnya yang berada di

wilayah tata guna lahan agribisnis, untuk memiliki produk bersama


sehingga kepedulian dan komitmen terhadap perawatan infrastruktur
daerah dan penjagaan lahan dapat tercapai.
14) Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi untuk mensertifikasi konsultan

usaha sebagai langkah awal pembentukan fasilitator sentra/klaster yang


professional.
15) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ketrampilan pendampingan

KUKM bagi aparatur Pemerintah Daerah dan perguruan tinggi di seluruh


Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan terhadap roadmap dan
skema program pengembangan usaha nasional, serta peningkatan
kompetensi aparatur dan masyarakat akademis di daerah.
16) Melakukan promosi nasional penggunaan produk dalam negeri dan

bekerjasama dengan Departemen terkait melakukan pendaftaran dan


promosi merek-merek nasional yang dihasilkan oleh sentra/klaster terbaik
di dalam dan di luar negeri.
17) Menegakkan peraturan yang telah dibuat.

LAPORAN AKHIR

206

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran


18) Melakukan koordinasi yang kerap dan efektif

Khusus yang berkenaan dengan uoaya membangun klaster bisnis, maka beberapa
catatan berikut ini diharapkan dapat digunakan sebagai patokan.
Perhatian dunia terhadap pengembangan klaster didorong oleh dua dasar
wawasan (Enright/Ffowcs-Williams 2000):

Globalisasi dan Lokalisasi: Globalisasi akan menghapus hambatan arus


barang dan jasa dan meningkatkan konsentrasi, yaitu pembentukan
klaster kegiatan ekonomi di daerah yang memberikan keunggulan
kompetitif untuk suatu sektor ekonomi. Dengan demikian suatu fokus
terhadap klaster memerlukan pengertian dan pengembangan dari suatu
landasan ekonomi yang sudah ada. Hal ini berarti bahwa daerah harus
membangun dengan memanfaatkan atribut unik masing-masing untuk
mengembangkan

ekonomi khusus

ketimbang

mencoba

mentrapkan

kebijakan yang sama terhadap industri-industri seperti pemerintah dan


daerah lainnya.

Kembali ke prinsip dasar: Suatu fokus ke pembentukan klaster berarti


menekankan manfaat keterkaitan antara perusahaan, antara industri, dan
antara perusahaan dan lembaga-lembaga pendukung. Karena sulit bagi
pemerintah untuk membangun sistem yang sedemikian kompleks lewat
kebijakan, seyogianya mengambil peran tidak langsung, konsentrasi pada
upaya mengatasi kendala-kendala khusus yang mencegah eksploitasi
keterkaitan antar-perusahaan dan perusahaan-lembaga.

Implikasi kebijakan wawasan tersebut diatas adalah penting. Langkah menuju


strategi

persaingan

pendekatan,

berdasarkan

instrumen,

dan

peran

klaster

memerlukan

berbagai

pelaku

pengkajian

yang

terlibat.

ulang
Tanpa

melakukan pengkajian-ulang ini dan belajar dari kegagalan lampau, Indonesia


mempertaruhkan daya-saing internasional.

Merubah perspektif terhadap kebijakan ekonomi


Suatu strategi persaingan berdasarkan klaster mengandung implikasi suatu
perspektif baru terhadap perumusan kebijakan:

LAPORAN AKHIR

Berpikir dalam sistem terbuka daripada sistem tertutup;

207

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

Fokus pada keterkaitan dan rantai supply daripada komoditi atau sektor;

Menentukan prioritas bawah-keatas daripada atas-kebawah;

Penjabaran kebijakan pada tingkat lokal daripada kebijakan standard;

Memulai proses daripada mengarahkan dan menyerahkan barang dan


jasa-jasa.

Perspektif baru ini akan menantang banyak stakeholders dan pemerintah


seyogianya mengambil cukup waktu untuk mempelajari secara mendalam,
memahami dan menjelaskan akibatnya.
Analisa

orientasi

klaster

secara

khusus

mengarah

ke

pengkajian-ulang

kebijakan-kebijakan perdagangan luar negeri. Pembatasan import dapat


menghentikan klaster menerima input yang diperlukan agar dapat tetap bersaing di
pasar internasional dan akan mengurangi tekanan pada produsen domestik agar
melakukan inovasi. UKM tidak punya alasan untuk takut terhadap persaingan
internasional. Lokasi klaster ditengah pasar domestik yang besar dan

terus

tumbuh memberikan keunggulan kompetitif alamiah terhadap dampak import


sedangkan persaingan internasional hanya dapat memperoleh manfaat dari import
untuk peningkatan supply input yang penting. Jumlah besar tenaga kerja yang
trampil membuat Indonesia tempat alamiah untuk memberikan nilai tambah pada
komoditi import. Contoh hal ini ialah eksploitasi berlebihan sumber daya domestik
kayu jati sehingga pengembangan sumberdaya alternatif seperti kayu jati Birma
merupakan masalah hidup atau mati bagi klaster mebel Indonesia.

Memisahkan peran koordinasi dan peran implementasi


Sektor swasta mempunyai peran utama untuk mengembangkan klaster. Namun
demikian pemerintah mempunyai dua peran penting, sebagai berikut:

Pemerintah adalah anggota klaster sebagai penyedia barang publik dan


memperoleh manfaat dari pengembangan klaster dengan peningkatan
penerimaan pajak. Seperti juga anggota klaster lainnya, pemerintah harus
berusaha

untuk

memaksimalkan

manfaat

kerja-sama

dengan

menyediakan infrastruktur yang bermutu tinggi, pendidikan, riset dan


barang publik lainnya, sejauh hal tersebut layak dan dapat dibiayai dari

LAPORAN AKHIR

208

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

penerimaan pajak yang diperoleh dari pengembangan klaster.

Pemerintah dapat membantu mengatasi kegagalan koordinasi antara para


peserta klaster. Kegagalan koordinasi terjadi apabila informasi tersedia
dan difahami tetapi tidak dipergunakan semestinya karena para pelaku
yang berbeda, yaitu para UKM, tidak dapat mengorganisir tindakanbersama (joint action) karena tidak ada kepercayaan atau tidak ada
kapasitas untuk koordinasi. Instrumen klasik yang dipakai pemerintah
untuk melakukan koordinasi ialah dengan menentukan standar publik
(legal) dan memaksakannya dengan otoritas kepolisian dan otoritas
lainnya serta sistem peradilan.

Praktis tidak mungkin untuk sekaligus berperan sebagai anggota dan sebagai
koordinator suatu proses. Implikasi bagi pemerintah ialah:

Untuk mengatasi kegagalan koordinasi dalam proses pembentukan


klaster, sangat diperlukan fasilitator klaster, yaitu professional
independen yang terlatih khusus untuk fasilitasi proses pembentukan
klaster dan penguatan perilaku kerja-sama dan ber-orientasi-hasil nyata.
Peran ini tidak dapat diambil alih oleh pemerintah. Secara tradisional,
Indonesia selalu merujuk ke konsultan asing untuk fasilitasi, sudah
saatnya sekarang mengembangkan dan memakai konsultan pribumi.
Investasi publik baik dalam training maupun menggunakan fasilitator
cukup beralasan.

Pembagian

tugas

antara

berbagai

lapisan

berbeda

dalam

pemerintahan perlu dipertajam. Sudah tentu, peran koordinasi ialah pada


Pemerintah Pusat dengan menyusun kerangka proses pengembangan
klaster dan peran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Selanjutnya
hal ini akan memberikan kesempatan bertindak bagi pemerintah Provinsi
dan

Kabupaten/Kota

sebagai

anggota

klaster

dalam

proses

pengembangan klaster.

Mempertajam pembagian tugas antara berbagai lapisan Pemerintah


Suatu pedoman emas untuk pengembangan klaster ialah: Sejauh mungkin,
disesuaikan inisiatif kepada tingkat lapisan birokrasi pemerintah yang paling cocok.
Lingkup daerah geografis klaster sangat berbeda, tidak selalu sesuai dalam

LAPORAN AKHIR

209

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

batasan politik. Tingkat pemerintah untuk dilibatkan dengan inisiatif klaster


sebaiknya tingkat yang memang sesuai dengan lingkup geografis klaster yang
bersangkutan. Pemerintahan dengan wilayah geografis yang lebih besar seringkali
tidak sanggup memberikan focus secukupnya kepada kebutuhan klaster lokal.
Sebaliknya, pemerintahan dengan wilayah yang lebih kecil daripada lingkup
geografis klaster praktis tidak mempunyai pandangan yang terpadu (integrated
view) yang diperlukan oleh pengembangan klaster. Tingkat pemerintahan yang
wajar harus mempunyai pengaruh cukup besar terhadap program-program
pengembangan klaster yang relevan berikut pembiayaannya (Enright and FfowcsWilliams 2000). Implikasi untuk Indonesia:

Menarik ukuran kecil geografis kebanyakan klaster Indonesia, khususnya


di

daerah

pedesaan

(rural

areas)

inisiatif

pengembangan

klaster

seyogianya dimulai pada tingkat Kecamatan ataupun ditingkat Desa. Para


perumus kebijakan sebaiknya memeriksa dahulu apakah lapisan ini
mempunyai cukup otonomi administrative dan anggaran agar dapat ikutserta dalam proses pengembangan klaster. Kabupaten harus didorong
dalam batasan kekuasaan otonominya - untuk mengatasi hambatan yang
ditemukan,

dan

mempertimbangkan

menyediakan

anggaran

pembangunan bagi Kecamatan untuk pengembangan klaster.

Terdapat sejumlah klaster besar dan kelompok klaster yang menjangkau


beberapa kabupaten ataupun provinsi, misalnya kelompok sentra rumput
laut dan padi di Sulawesi Selatan atau karet di Kalimantan Selatan.
Pengembangan
memerlukan

berkesinambungan klaster-klaster yang


kerja-sama

intensif

luas tersebut

kabupaten-kabupaten

yang

bersangkutan. Kerja-sama demikian juga dapat membantu membagi


beban pembiayaan kegiatan klaster besar dan mendukung infrastruktur
diantara beberapa kabupaten. Alternatif lain ialah pemerintah pusat
memutuskan bahwa klaster demikian sebagai klaster nasional dan
langsung terlibat dalam pengembangannya. Namun demikian, mengingat
peran pemerintah pusat sebagai koordinator dan hingga saat ini belum
ada klaster Indonesia yang menjangkau bagian terbesar dari

negara,

maka alternatif ini hanya menjadi urutan kedua saja.

Potensi pengembangan klaster sangat tergantung pada ketersediaan


infrastruktur yang memadai. Namun demikian, manfaat pengembangan
tulang punggung jaringan jalan dan kereta api serta pusat-pusat logistik

LAPORAN AKHIR

210

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

seperti pelabuhan laut dan bandar udara bukan hanya untuk satu klaster
saja tetapi juga untuk banyak klaster di daerah. Oleh karena itu perlu
dikaji-ulang apakah pembagian tugas saat ini memang cukup memadai
dengan pelimpahan fungsi pengembangan ke kabupaten-kabupaten.
Mungkin lebih bijak memberikan peran pengembangan infrastruktur yang
lebih besar ke pemerintah pusat dan secara khusus pemerintahan
Provinsi.

Mengembangkan

infrastruktur

sangat

mahal,

re-alokasi

tanggung-jawab seyogianya disertai re-distribusi yang memadai untuk


anggaran dan wewenang perpajakan di daerah masing-masing.
Dengan pertimbangan bahwasanya proses mengkaji-ulang diatas memerlukan
waktu dan belum ada solusi yang pasti, butir-butir spesifik dibawah ini
menggambarkan pembagian tugas birokrasi saat ini.

Melangkah ke Strategi Pengembangan Nasional berdasarkan konsep


Klaster
Fokus diskusi saat ini di Indonesia ialah sekitar penyusunan suatu strategi
pengembangan nasional berdasarkan konsep klaster sebagai tiang penyangga
perumusan kebijakan berikut implementasi pengembangan industri dan teknologi
nasional dan regional. Pekerjaan yang sedang berjalan ialah, antara lain di
Bappenas (dengan bantuan World Bank), Depperindag (dengan bantuan Jepang)
dan, dengan fokus pada sistem inovasi nasional, di Menneg Ristek (dengan
bantuan Jerman). Sementara itu tampaknya masih terdapat kebingungan tentang
apa dan bagaimana bentuk suatu strategi persaingan nasional berdasarkan
klaster.
Saat ini strategi pengembangan nasional berdasarkan konsep klaster secara
khusus baru dimulai di sejumlah negara-negara maju kecil seperti Denmark,
dimana sulit membedakan antara klaster regional dan nasional. Negara-negara
besar seperti USA, Jerman atau Spanyol melimpahkan pengembangan klaster
individual ke negarabagian/provinsi yang bersangkutan ataupun ke kecamatan.
Program pengembangan klaster industri nasional di India terbatas ke penyediaan
sumberdaya ke pemerintahan regional sebagai dukungan mengembangkan klaster
individual. Satu-satunya negara berkembang yang secara explicit menerapkan
strategi industri nasional berdasarkan konsep klaster adalah Malaysia.
Untuk

Indonesia,

sebagai

negara

besar

dengan

diversifikasi

luas,

mengembangkan suatu konsep pengembangan klaster nasional akan merupakan

LAPORAN AKHIR

211

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

suatu proses belajar panjang. Sementara waktu tampaknya lebih baik mengikuti
contoh pendekatan strategi yang telah dilakukan di sejumlah negara dan disajikan
disini

dengan

versi

Afrika

Selatan.

Di

Afrika

Selatan

dengan

strategi

pengembangan klaster tourism, terdapat tiga elemen penting:

Proses klaster nasional dengan fokus penciptaan suatu forum dengan


para pelaku dari pemerintah, tenaga kerja dan dunia bisnis, yang
mengidentifikasi hambatan-hambatan lingkungan yang kondusif untuk
pengembangan bisnis serta memberi saran bagaimana mengatasinya;

Proses klaster judul dengan fokus pada pilot project untuk penjabaran
hal-hal (issues) yang harus dikerjakan dalam rangka pengembangan
strategi dan pasar bagi segmen pasar khusus;

Proses klaster lokal, yaitu pengembangan klaster lokal yang memadai


(tailor-made).

Pemerintah pusat sebagai koordinator: Proses klaster nasional


Pengembangan klaster ialah kegiatan meningkatkan, mendorong dan eksploitasi
interaksi social serta keterkaitan pasar. Oleh karena itu tugas utama pemerintah
pusat ialah memberi pengarahan dan mengatur koordinasi para pelaku sehingga
jaringan bisnis berjalan secara efektif. Implikasi hal ini ialah menerapkan terutama
kebijakan ekonomi umum yang sehat, kondusif bagi bisnis dan perdagangan
(Porter 2000). Pemerintah pusat harus melindungi dan mempertahankan
kesatuan pasar domestik untuk menjamin bahwasanya pembentukan klaster dan
proses keterkaitannya tidak dihambat oleh para pemburu profit yang menghalalkan
segala cara (rent-seekers). Dengan demikian fungsi-fungsi koordinasi proses
pengembangan klaster dibawah ini merupakan tanggung-jawab pemerintah pusat:

Tentukan aturan main: Tentukan dan kontrol

standard

minimum

nasional untuk produk dan prosedur, memberi jaminan ke para mitra bisnis
bahwa kewajiban kontrak dapat dipaksakan;

Jamin perlakuan yang adil dan merata bagi semua pelaku bisnis:
Menjamin persaingan sehat, monitor dan batasi akumulasi kekuatan
pasar, dan menjamin bahwa persaingan antara klaster yang berbeda di
Indonesia tidak terganggu. Implikasi hal ini secara khusus ialah penentuan

LAPORAN AKHIR

212

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

definisi tingkat maximum subsidi yang dapat diberikan oleh pembuat


kebijakan lokal kepada klaster mereka atau perusahaan didalamnya,
maupun menghalangi setiap upaya pemerintah lokal untuk membatasi
perdagangan antar-kabupaten.

Sediakan dan sebar-luaskan informasi untuk orientasi: Walaupun hal


ini bukan merupakan tugas khusus pemerintah pusat,

penyediaan

informasi terpusat dapat memberikan skala ekonomis. Dalam bentuk


paling sederhana, pedoman proses pengembangan klaster berkaitan
dengan penjabaran dan penyebarluasan dokumen yang berkaitan dengan
proses pengembangan klaster juga, seperti manual, tool-box, dokumentasi
praktek terbaik, dan sebagai nya. Pedoman informasi secara makro
termasuk analyses kecenderungan pasar dan teknologi domestik dan
internasional, maupun penjabaran dan diseminasi standard produk.
Agar mampu bertahan sebagai koordinator yang terpercaya, aturan utama (the
golden rule) bagi pemerintah pusat ialah jangan memilih diantara klaster
individual, tetapi fokus pada kegiatan yang akan memberi manfaat bagi semua
klaster (yang serupa). Namun demikian, perlu dipertimbangkan pengecualian bagi
klaster di daerah terpencil yang kurang menguntungkan dan tidak memiliki dana
cukup untuk pengembangan mandiri berupa bantuan khusus

dan pembiayaan-

bersama (co-financing). Dalam hal ini seyogianya ditempuh suatu pendekatan


non-diskriminatif, yaitu seleksi-diri.

Proses klaster thematik


Untuk frekwensi dan bobot agregat ekonomi, beberapa jenis klaster perlu
mendapat

perhatian

nasional

secara

khusus.

Untuk

jenis-jenis

tersebut,

pemerintah pusat seyogyanya memulai proses thematik yang mencakup:

Identifikasi

kekuatan

spesifik,

kelemahan

umum,

hambatan

pengembangan dan potensi klaster; dan

Perumusan dan implementasi strategi peningkatan dan penyesuaian


dengan suatu fokus yang melampaui kemampuan klaster individual. Hal ini
dapat mencakup penghapusan peraturan yang buruk, peningkatan
standard

produk

umum,

peningkatan

transportasi,

informasi

dan

infrastruktur komunikasi, penguatan pengembangan sumberdaya manusia,

LAPORAN AKHIR

213

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

maupun kapasitas LitBang dan desain. Elemen-elemen lain dari proses


thematik ialah, antara lain: riset pasar dengan prospek, dan inisiasi
promosi perdagangan-bersama dan periklanan.
Untuk mendorong proses thematik dengan karakter umum dan non-spesifik
klaster, disarankan untuk menghindari membuat pembatasan sempit tentang
jenis klaster. Sejalan dengan persepsi target pasar dan pembeli,

misalnya

sebuah klaster seyogianya difahami sebagai produsen mebel dan barang


dekorasi interior, ketimbang memilah menjadi klaster-klaster untuk mebel kayu,
mebel rotan, mebel logam, kerajinan, dsbnya. Suatu fokus umum proses klaster
thematik di negara-negara berkembang, misalnya, adalah klaster konstruksi, yang
difahami termasuk sektor konstruksi maupun produk input seperti pasir, semen,
jendela & pintu, lampu, peralatan rumah-tangga listrik, peralatan konstruksi dan
tools.
Untuk membimbing dan koordinasi inisiatif pengembangan klaster, sebaiknya
didirikan suatu national focal point, dengan kemungkinan dukungan

dari

kelompok aksi spesifik thema. Focal point seyogianya terdiri dari stakeholders
kunci baik dari publik maupun sektor swasta dan akademika. Sektor publik
seyogianya termasuk Menko Bidang Perekonomian, Bappenas, Depperindag,
MennegRistek dan MennegKop-UKM. Sejalan dengan karakter umum proses
thematik, pada waktu memilih peserta sektor swasta maka perlu perhatian lebih
besar pada lingkup yang wajar dari mata-rantai nilai tambah input dan pemasok
komponen, berbagai jenis prosesor, perdagangan dan jasa terkait seperti transport
ketimbang perwakilan penuh dari semua klaster secara nasional.
National focal point seyogianya tidak terlibat dengan implementasi. Pelaksanaan
kegiatan harus dilakukan oleh para stakeholders, sesuai dengan mandat spesifik
dan kompetensi masing-masing.

Dukungan proses klaster lokal


Banyak negara berkembang memakai skim co-financing sebagai instrumen
utama untuk dukungan pemerintah pusat untuk proses pengembangan

klaster

lokal. Skim co financing mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

Menggiatkan

mekanisme

identifikasi-diri

dan

seleksi-diri

sehingga

membebaskan pemerintah pusat dari tugas yang mahal untuk identifikasi


klaster secara atas-kebawah (top-down) dengan waktu yang lama.

LAPORAN AKHIR

214

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

Mengkaitkan pendanaan pemerintah pusat dengan pengeluaran anggaran


belanja para stakeholders lokal sehingga kepemilikan lokal terhadap
strategi

pengembangan

dan

proses

pengambilan

keputusan

dapat

dipertahankan. Efek sampingan yang baik ialah efisiensi-biaya skim


tersebut karena stakeholders lokal cenderung lebih berhati-hati sewaktu
mengambil keputusan investasi karena ikut memberikan kontribusi

dari

dana sendiri.

Dengan memecah skim dalam beberapa fasilitas dimana setiap bagian


harus diselesaikan terlebih dahulu dengan sukses sebelum fasilitas
berikutnya dapat dimulai, kelompok pemimpin local dapat dibimbing untuk
peningkatan kapasitas, pengembangan strategi dan proses implementasi,
dengan kata lain, skim memiliki mekanisme peningkatan kapasitas yang
built-in dalam skim tersebut.

Struktur urutan dari skim dengan kombinasi pelaporan informasi reguler


tentang pengeluaran uang sebelum persetujuan pencairan dana cofinancing berikutnya merupakan alat monitoring yang efektif bagi
pemerintah pusat. Proses penggunaan satu fasilitas ke fasilitas berikutnya
memberikan peluang pemerintah pusat untuk menarik dukungan apabila
meragukan

kelayakan

proses

kegiatan

lokal

dan

strategi

yang

dikembangkan.

Tingkat co-financing dapat bervariasi dengan jenis kegiatan dan klaster.


Dengan demikian skim co-financing memberi peluang untuk dukungan
khusus bagi daerah yang tidak menguntungkan atau daerah terpencil.

Dengan pertimbangan keuntungan skim diatas, disarankan untuk mendirikan suatu


dana nasional untuk co-financing klaster tunggal atau kelompok kecil klaster lokal
dalam kegiatan sebagai berikut:

Penciptaan kelompok pemimpin klaster lokal,

peningkatan kapasitas

melalui

lainnya

fasilitator

klaster

dan

konsultan

(mis.,

untuk

mengembangkan dana pembangunan dan kapasitas akunting), dan riset


awal / test potensi pasar (Fasilitas-1);

Persiapan studi diagnosis klaster dan pengembangan rencana kerja


termasuk studi kelayakan teknis dan finansial serta riset pasar yang lebih

LAPORAN AKHIR

215

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

luas (Fasilitas-2); dan Implementasi elemen spesifik dari

rencana kerja

(Fasilitas-3).
Sementara, pada tahap awal, fasilitas-1 dan fasilitas-2 seyogianya terbuka bagi
semua klaster untuk meningkatkan kapasitas lokal, maka fasilitas-3 dapat dibatasi
untuk mendukung

daerah yang kurang

menguntungkan serta

klaster yang

memerlukan investasi infrastruktur yang signifikan untuk menjangkau pasar yang


dinamis. Sumber dana kontribusi kelompok pemimpin lokal bagi kegiatan dapat
bervariasi sementara investasi infrastruktur didukung oleh anggota sektor publik
(birokrasi lokal), maka kegiatan pasar dapat di biayai oleh anggota sektor swasta.
Disamping

skim

mempertimbangkan
seperti BPEN

co-financing
peningkatan

/ Badan

tersebut,

pemerintah

pusat

seyogianya

fungsi jasa lembaga-lembaga yang

relevan

Pengembangan Ekspor Nasional dari Depperindag,

berbagai Balai Industri LitBang dan universitas negeri. Karena tidak ada market
intelligence domestik, pemerintah pusat seyogianya mempertimbangkan suatu
fasilitas tersendiri untuk co-financing survey pasar asosiasi-asosiasi sektor
domestik.

Rekomendasi untuk prioritas tindakan pada tingkat Kabupaten/Kota (dan


Provinsi)
Pengembangan klaster lokal atau regional perlu melibatkan banyak pelaku:
perusahaan, asosiasi bisnis, lembaga pendukung,

dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah mempunyai peran yang penting:

Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif: Suatu lingkungan yang


kondusif juga tergantung dari apakah pemerintah daerah mengambil atau
tidak mengambil tindakan. Penyederhanaan peraturan dan prosedur
administrative di tingkat Kabupaten/Kota (dan Provinsi), peningkatan
infrastruktur

fisik,

pengembangan

sumberdaya

manusia,

dan

suatu

kebijakan yang aktif untuk menarik investor baru dapat mendorong


prospek pengembangan klaster dan sector swasta. Meningkatkan beban
pajak lokal dan/atau menciptakan pungutan baru terhadap perdagangan
antar-kabupaten justru menjadi counter-productive bagi pengembangan
klaster lokal.

Membuat prioritas pengembangan klaster dalam perencanaan daerah:


Daripada membuat target UKM individual atau promosi komoditi terpilih /

LAPORAN AKHIR

216

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Simpulan dan Saran

unggulan, pemerintahan lokal akan lebih efisien dengan pendekatan


pengembangan klaster terpadu. Namun demikian, suatu focus eksklusif
pada klaster harus dihindari karena hal ini dapat menciptakan konflik dan
persaingan dengan dan antara perusahaan yang termasuk kelompok
klaster dan non-klaster. Oleh karena itu pengembangan klaster
seyogianya dikaitkan dengan konsep pengembangan yang lebih luas
untuk pengembangan daerah lokal maupun regional.

Berpikir

melampaui

batasan

administrative:

Klaster

tidak

dapat

dirumuskan dalam batasan administrative birokrasi tetapi ditentukan oleh


kepentingan
infrastruktur

ekonomis
yang

para

peserta

dikehendaki untuk

klaster.

Tidak

klaster lokal

perlu
harus

semua
dibangun

setempat. Pengembangan struktur dukungan lokal seyogianya fokus pada


kekuatan spesifik daerah lokal sambil membagi pembiayaan struktur
lainnya dengan distrik tetangga. Dengan pertimbangan

peningkatan

jaringan hubungan regional, distrik / kabupaten seyogianya mendukung


upaya pengembangan klaster dan keterkaitannya menjadi suatu issue di
perencanaan tingkat provinsi.
Peran spesifik pemerintah lokal dalam pengembangan klaster: Anggaran lokal
yang terbatas, dan kelangkaan sumberdaya alam dalam banyak hal tidak akan
memberikan alokasi yang lebih besar dari anggaran daerah. Namun demikian,
dukungan untuk proses pembentukan klaster tidak perlu mahal apabila potensi
yang ada dapat ditingkatkan:

Buat suatu rencana kecil untuk mendukung penciptaan dan pekerjaan


kelompok pemimpin klaster lokal selama suatu periode

tertentu.

Rencana / skema semacam itu jauh lebih efektif daripada dan juga lebih
non-diskriminatif ketimbang skema dukungan tradisional dengan target
UKM individual atau kelompok kecil UKM.

Berperan aktif di kelompok pemimpin klaster lokal. Sebaiknya sector


swasta

menjadi

pemimpin.

Namun

demikian,

dalam

banyak

hal,

pemerintah local perlu mengambil peran sebagai inisiator dan bukan saja
sebagai

katalist karena kelemahan

UKM untuk mengorganisir aksi-

bersama.

LAPORAN AKHIR

Ciptakan motivasi dan giatkan pusat Litbang setempat, universitas

217

Simpulan dan Saran

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

negeri dan swasta, serta pusat pelatihan kejuruan untuk mengembangkan


jasa-jasa khusus yang relevan dengan kegiatan klaster dan peningkatan
kemampuan.

Dirikan suatu focal point di satu universitas atau pusat Litbang yang aktif
dalam riset klaster, pengembangan metodologi yang disesuaikan dengan
kebutuhan lokal dan (bahasa local), tool-boxes untuk pengembangan
klaster maupun dalam proyek bersama (joint projects) dengan pusat riset
asing. Hal ini tidak berarti harus menambah sumberdaya tetapi reorientasi
penggunaan yang sudah ada secara lebih efektif.

Memulai pertukaran pengalaman dengan klaster di daerah lain dan selalu berada
mengikuti inisiatif pengembangan klaster pada tingkat nasional.

LAPORAN AKHIR

218

Nomor Formulir

Tanggal Pengumpulan :
Petugas Pengumpul

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM


Berbasis Agribisnis

FORM UL IR PENGU MP UL AN
D ATA
KOPERASI PENYALUR DANA MAP

2007

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-2: Sentra

A. Identitas Koperasi
1

Nama koperasi

Alamat Koperasi

Nama Pengurus

Terlibat dalam lingkungan


sentra sejak

Berdiri sejak

Telpon
Alamat Pengurus

Bentuk koperasi

Telpon
Klasifikasi/peringkat koperasi

Tahun klasifikasi/pemeringkatan

B. Keuangan Koperasi
Saat Ini
Jumlah anggota

Sebelum Perkuatan
Orang

Simpanan pokok
Simpanan wajib

Orang

Rp

Rp

Rp

Rp

Anggota

Rp

Rp

Bukan anggota

Rp

Rp

Sisa Hasil Usaha

Rp

Rp

Cadangan

Rp

Rp

Modal pinjaman

Rp

Rp

Pemberian pinjaman

Rp

Rp

Total asset

Rp

Rp

Simpanan
sukarela

KSP disarankan melampirkan: (1) Fotokopi laporan tahunan koperasi

C. Dana MAP
1

Menyalurkan dana MAP sejak:

Jumlah MAP yang diterima:

Bank perantara penyaluran

Rp
2

Alokasi dana MAP oleh koperasi

Kesulitan yang dihadapi saat pencairan MAP

D pengembangan koperasi

D disalurkan ke pengusaha

D disalurkan ke pihak lain:

D lainnya:

%
Saat Ini

Awal Perkuatan

Jumlah pengguna dana MAP

orang

Pemupukan dana MAP

MAP Bermasalah

MAP Macet

Apakah KSP sudah mengembalikan Seluruh dana MAP yang ditempatkan di KSP ke rekening operasi (di bank daerah)

Rp

orang
Rp

D Sudah, sejak
D Belum, karena

KSP disarankan melampirkan: (1) Fotokopi daftar anggota yang menerima dana MAP, (2) Fotokopi laporan MAP

D. Hambatan dan Masalah


1

Menurut anda apakah program sentra berhasil?

Menurut anda apakah program sentra bermanfaat?

D Berhasil, karena

D Bermanfaat, karena

D Tidak, karena

D Tidak, karena

Apakah pengurus KSP ikut membantu pengelolaan sentra


D Ya, karena
D Tidak, karena

FORM-2: Sentra
3

Faktor Kunci keberhasilan penyaluran MAP

Masalah yang dihadapi dalam mengelola dana MAP

Manfaat MAP dalam usaha simpan pinjam KSP

Saran dalam rangka pengembangan MAP

Faktor kunci keberhasilan sentra

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

Nomor Formulir

Tanggal Pengumpulan :
Petugas Pengumpul

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM


Berbasis Agribisnis

FORM UL IR PENGU MP UL AN
D ATA
PENGUSAHA ANGGOTA SENTRA

2007

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-1: Pengusaha

A. Identitas Responden
1

Nama

Jenis Kelamin

Usia

DL DK
2

Alamat: Jalan

Pendidikan Terakhir

Kelurahan/Desa

Kecamatan

tahun

Kabupaten/Kota

D Tidak Sekolah, D SD, D SMP, DSMA, D D3, D S1, D S2/S3, D Pelatihan bersertifikasi
4

Keluarga

Jumlah Anak

D Belum Menikah, D Sudah Menikah, D Janda


5

Nama koperasi yang diikuti

Alamat Koperasi

Terjun ke dunia usaha sejak

Terlibat dalam sentra sejak

Jumlah Tanggungan
orang

orang
Anggota sejak

Kedudukan usaha dalam keuangan keluarga


D Sumber nafkah utama
D Usaha sampingan (dari usaha utama:

B. Gambaran Usaha Yang Dilakukan Responden


Saat Ini

Sebelum Perkuatan

Jumlah lini produk yang dihasilkan


responden

Produk utama yang dihasilkan responden

Tahap perkembangan produk

D start, Dgrow, D mature, D decline

D start, Dgrow, D mature, D decline

Posisi produk dalam rangkaian rantai


pasok

D Sama dengan produk utama sentra

D Sama dengan produk utama

D Bahan baku produk utama

D Bahan baku produk utama

D Produk berbahan baku produk utama

D Produk berbahan baku produk utama

D Layanan penjualan produk utama

D Layanan penjualan produk utama

D Layanan membantu produksi produk


utama

D Layanan membantu produksi produk


utama

macam produk

macam produk

Alasan tidak memproduksi produk utama sentra


D Menghasilkan produk utama tidak menguntungkan, D Saya ingin fokus pada kegiatan ini karena lebih sesuai keahlian saya
D Saya melihat teman-teman lain membutuhkan produk/layanan ini, D Saya melihat konsumen membutuhkan produk/layanan ini
D Lainnya:
Saat Ini

Proses Produksi

Teknologi produksi

Gambaran proses produksi


(gunakan kertas lain jika perlu)

Sebelum Perkuatan

D Sederhana,

D Kompleks

D Sederhana,

D Kompleks

D Lini,

D Majemuk

D Lini,

D Majemuk

D Pesanan,

D Mass

D Pesanan,

D Mass

D Sederhana, D Tepat guna, D Madya

D Sederhana, D Tepat guna, D Madya

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-1: Pengusaha
8

Adakah perubahan dalam proses produksi

Pihak yang mengusulkan perubahan

Apakah proses produksi saat ini menjadi


lebih efisien?

D Tidak ada, karena:

D Sendiri

D Tidak, karena:

D BDS
D Ada, yaitu:

D Koperasi

D Ya, karena::

D Dinas:
D Lainnya:
Saat Ini
9

Sebelum Perkuatan
Unit

Volume produksi per 1 siklus produksi

Unit

Lama 1 siklus produksi=


10

Kebutuhan bahan baku per siklus


produksi

11

Sumber bahan baku

12

Kerjasama dalam perolehan bahan baku

D Lokal:

D Lokal:

D regional:

D regional:

D Impor :

D Impor :

D Tidak ada, karena:

D Tidak ada, karena:

D Ada, yaitu:

D Ada, yaitu:
Rp

13

Biaya bahan baku per siklus produksi

Rp

14

Total Biaya produksi per siklus produksi

Rp

15

Volume penjualan per 1 siklus produksi

16

Tujuan
penjualan

17

18

19

Harga
penjualan

Potensi pasar
di masa
depan

Rp
Unit

Unit

D Lokal

%, yaitu ke

%, yaitu ke

D Antar daerah

%, yaitu ke

%, yaitu ke

D Nasional

%, yaitu ke

%, yaitu ke

D Lokal

Rp

Rp

D Antar daerah

Rp

Rp

D Nasional

Rp

Rp

D Lokal

D Terbuka lebar, D Menurun

D Terbuka lebar, D Menurun

D Antar daerah

D Terbuka lebar, D Menurun

D Terbuka lebar, D Menurun

D Nasional

D Terbuka lebar, D Menurun

D Terbuka lebar, D Menurun

D Tinggi, karena

D Tinggi, karena

D Rendah, karena

D Rendah, karena

Rp

Rp

Daya saing produk

20

Biaya pemasaaran per siklus produksi

21

Telusuri peran program (pengaruh BDS,


KSP, Dinas) Jika ada perubahan dalam
tujuan penjualan, harga, potensi pasar,
dan daya saing

22

Jumlah tenaga kerja digunakan

Orang

23

Jumlah tenaga kerja ahli digunakan

Orang

Saat Ini

22

23

24

Sebelum Perkuatan
Orang
Orang

Upah tenaga kerja

Rp

Rp

Biaya tenaga kerja per siklus produksi

Rp

Rp

Keahlian tenaga kerja

D Pengalaman turun temurun

D Pengalaman turun temurun

D Perlu pendidikan khusus/magang

D Perlu pendidikan khusus/magang

D Perlu pendidikan formal

D Perlu pendidikan formal

D Perlu sertifikasi ketrampilan

D Perlu sertifikasi ketrampilan

D Lainnya _

D Lainnya _

Nilai total asset usaha

Rp

Rp

D Tanah

Rp

Rp

D Bangunan

Rp

Rp

D Mesin

Rp

Rp

D Peralatan

Rp

Rp

D Uang sendiri

Rp

Rp

D Pinjaman

Rp

Rp

D Lainnya

Rp

Rp

Asset Usaha

Struktur Modal

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-1: Pengusaha
25

Biaya
produksi/
pengadaan
per siklus
produksi

D Bahan baku

Rp

Rp

D Tenaga kerja

Rp

Rp

D Pemasaran

Rp

Rp

D Lainnya

Rp

Rp

19

Penerimaan per siklus produksi

Rp

Rp

20

Total biaya per siklus produksi

Rp

Rp

21

Keuntungan per siklus produksi

Rp

Rp

22

Volume produksi per Tenaga Kerja

23

Omzet per Tenaga Kerja

24

Apakah produktifitas meningkat?

Apakah kapasitas usaha meningkat

Apakah daya saing produk meningkat

D Ya

D Ya

D Ya

D Tidak

D Tidak

D Tidak

Apa faktor kunci produktifitas

Apa faktor kunci kapasitas

Apa faktor kunci daya saing

25

Apakah keterlibatan dalam program sentra (memperoleh MAP dan memperoleh bantuan non keuangan dari BDS) membuat pengusaha
melakukan investasi tambahan?
D Tidak, karena
D Ya, karena
Saat Ini

26

27

27

28

Kerjasama produksi yang dilakukan

Kerjasama pemasaran yang dilakukan

Spesialisasi yang dilakukan

Sebelum Perkuatan

D Tidak ada

D Tidak ada

D Ada, yaitu

D Ada, yaitu

D Tidak ada

D Tidak ada

D Ada, yaitu

D Ada, yaitu

D Tidak ada

D Tidak ada

D Ada, yaitu

D Ada, yaitu

Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra
Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.
Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku
Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan
(5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.

1.
L

aktor

L buy

P buy

=rp

HPP
L

=
sell

P sell =rp

Apakah responden tampak melakukan spesialisasi: D Tidak, D Ya

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-1: Pengusaha

C. Mengenai BDS
1

Nama BDS yang melayani

Frekwensi pertemuan dengan BDS

D Kenal, yaitu:

D Tidak pernah

D Tidak, karena:

D Jarang:

kali per

D Sering:

kali per

Layanan/Hal yang pernah diperoleh dari BDS


No

Kenal dengan pengelola BDS

Bentuk Layanan/Hal-hal yang Diterima

Kapan?

Bermanfaat?

Dibutuhkan?

Berbayar?

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Apakah peran BDS dinilai bermanfaat

Apakah anda mempercayai BDS

Kapan kunjungan terakhir BDS

D Tidak, D Ya, misalnya:

D Ya, D Tidak

Tgl

Apakah peran BDS meningkatkan efisiensi


produksi, daya saing, atau produktifitas

Layanan apakah yang sesungguhnya anda


harapkan dapat diperoleh/disediakan oleh
BDS?

Hal yang perlu diperhatikan untuk


meningkatkan peran BDS

Kenal dengan pengelola KSP

Frekwensi pertemuan dengan KSP

D Kenal, yaitu:

D Tidak pernah

D Tidak, karena:

D Jarang:

kali per

D Sering:

kali per

bln

thn

D Tidak, D Ya, misalnya:

D. Mengenai KSP dan MAP


1

Nama KSP yang melayani

Sudah berapa kali meminjam dana MAP

Bersanya dana MAP yang dipinjam?

D Belum pernah, karena:

Rp

Suku bunga, waktu, dan agunan


Suku bunga:
% per tahun
Waktu:

kali, yang pertama tahun

bulan

Agunan:
3

Apakah jumlah ini mencukupi kebutuhan

Jika tidak, berapa kebutuhan anda

D Ya, karena
D Tidak, karena
4

Penggunaan MAP

Jika untuk usaha, penggunaannya

Apakah KSP masih ada ?

D Memulai usaha baru

D Investasi dan membeli peralatan

D Ya,

D Mengembangkan usaha yang telah ada

D Modal kerja

D Tidak, sejak

D Membeli barang konsumsi (motor, TV, rumah, dll)

D Lainnya:

D Menutup hutang ke orang lain

D Ya,

D Konsumsi (makan dan kebutuhan pokok)

D Tidak, sejak:

D Lainnya:
5

Apakah KSP masih aktif

Pengembalian MAP

Apakah MAP bermanfaat bagi perkembangan usaha anda?

D Lancar

D Ya, karena

D Tersendat, karena:

D Tidak, karena

D Macet, karena:
6

Jika pengembalian bermasalah

Apakah mempercayai KSP

D Yang KSP lakukan:

D Ya, D Tidak

D Yang BDS lakukan:


D Yang Dinas lakukan:

E. Perkuatan Lain
1

Bentuk perkuatan lain yang diterima

Keterangan (darimana, bentuknya, nilainya, lamanya)

Saran agar KSP lebih efektif

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-1: Pengusaha
F. Hambatan dan Masalah
1

Menurut anda apakah program sentra berhasil?

Menurut anda apakah program sentra bermanfaat?

D Berhasil, karena

D Bermanfaat, karena

D Tidak, karena

D Tidak, karena

Kekuatan usaha

Kekurangan usaha

Faktor Kunci keberhasilan usaha anda

Hambatan usaha

Peluang usaha

Faktor kunci keberhasilan sentra

G. Perilaku
1

Adakah kebiasaan
berkelompok

Apakah anda menjadi anggota


kelompok

Apakah anda bekerja sama dalam melakukan usaha

D Ada, D Tidak

D Ya, D Tidak

D Ya, dalam bidang:


D Tidak, karena:

Apakah responden

Ya/tidak

Memperhatikan pasar

D Ya, D Tidak

Merubah produk sesuai keinginan pasar

D Ya, D Tidak

Suka bereksperimen/melakukan inovasi produk

D Ya, D Tidak

Gemar membuka relasi baru

D Ya, D Tidak

Mampu memperhitungkan kelayakan/resiko usaha

D Ya, D Tidak

Memiliki rencana usaha

D Ya, D Tidak

Melakukan pembukuan usaha

D Ya, D Tidak

Memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha

D Ya, D Tidak

Kemauan bekerjasama dengan pihak lain

D Ya, D Tidak

Kemauan mengembangkan usaha

D Ya, D Tidak

Kemauan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan

D Ya, D Tidak

Kemauan bekerjakeras

D Ya, D Tidak

Keterangan

H. Catatan Klaster
Dalam kerangka program sentra, apakah

Keterangan

Apakah resp. mengenali setiap anggota sentra dan peran


produknya

D Ya, D Tdk

Apakah resp. bersepakat dengan anggota yang lain untuk


menghasilkan/mendukung suatu produk utama sentra

D Ya, D Tdk

Apakah kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kontrak


tertulis

D Ya, D Tdk

Apakah produk/kegiatan yang resp. lakukan berhubungan dengan


kesepakatan tersebut

D Ya, D Tdk

Apakah resp. dan anggota sentra yang lain membentuk sebuah


institusi bersama untuk membantu proses produksi/pemasaran
produk sentra

D Ya, D Tdk

Apakah resp. peduli terhadap usaha anggota lain

D Ya, D Tdk

Apakah pemerintah anda nilai memiliki arah dukungan


pengembangan usaha sentra yang jelas

D Ya, D Tdk

Apakah anda memahami aturan pelaksanaan program sentra


UKM?

D Ya, D Tdk

Apakah hukum dan peraturan ditegakkan secara jelas

D Ya, D Tdk

10

Apakah sarana infrastruktur di daerah anda mendukung usaha

D Ya, D Tdk

Nomor Formulir

Tanggal Pengumpulan :
Petugas Pengumpul

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM


Berbasis Agribisnis

FORM UL IR PENGU MP UL AN
D ATA
GAMBARAN SENTRA

2007

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-2: Sentra

A. Identitas Sentra
1

Nama Sentra (jika ada)

Produk utama sentra

Klasifikasi sentra
D A, D B, D C

Lokasi sentra

Tahun terbentuknya (perkiraan)

Nama paguyuban/kelompok (jika ada)

Infrastruktur yang ada sentra

Nama pengurus (jika ada)

Tahun fasilitasi

Alamat pengurus (jika ada)

D Jalan, D Listrik, D Instalasi air bersih, D Telepon, D Bank, D Koperasi, D Lembaga keuangan lain:

, D Pasar,

D Showroom produk, D Jaringan transportasi, D Lainnya:

B. Gambaran Produk Utama dan Lingkungan Sentra


Saat Ini
1

Tahap perkembangan sentra

Tahap produk sentra

Sebelum Perkuatan

D Pembentukan, D Tumbuh

D Pembentukan, D Tumbuh

D Berkembang, D Evolusi Naik/Turun

D Berkembang, D Evolusi Naik/Turun

D Awal, D Tumbuh

D Awal, D Tumbuh

D Berkembang, D Menurun

D Berkembang, D Menurun

Saat Ini
5

Proses Produksi

Sebelum Perkuatan

D Sederhana,

D Kompleks

D Sederhana,

D Kompleks

D Lini,

D Majemuk

D Lini,

D Majemuk

D Pesanan,

D Mass

D Pesanan,

D Mass

D Sederhana, D Tepat guna, D Madya

Teknologi produksi

Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra

D Sederhana, D Tepat guna, D Madya

Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.
Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku
Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan
(5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.

1.
L

aktor

L buy

P buy

=rp

HPP
L

=
sell

P sell =rp

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-2: Sentra
Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini memiliki model
D Joint production, D Sub-kontrak, D Integrasi vertikal
D Integrasi horizontal
Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini berada
dalam subsistem:

Dimana produk startegis utama yang didukung oleh subsistem


sentra adalah

D Subsistem Hulu, D Subsistem Produksi, D Subsistem Hilir


D Subsistem Penunjang
3

Infrastruktur Klaster (gunakan kertas lain jika diperlukan)


D Sentra memiliki produk utama/produk bersama

D Ada anggota sentra yang secara sadar membentuk rantai pasok untuk mendukung produksi produk utama sentra

D Anggota sentra memiliki komitmen untuk mendukung/memproduksi produk utama sentra

D Anggota sentra memiliki kepedulian atas keberhasilan/kegagalan usaha anggota yang lain

D Anggota sentra saling bekerjasama dan membagi tugas dalam kerangka rantai pasok untuk menghasilkan produk bersama

D Ada institusi bersama yang dibentuk oleh anggota sentra untuk mendukung proses penelitian, produksi dan pemasaran

D Ada tanda-tanda peningkatan daya saing produk sentra

D Identitas sentra/produk sentra dikenal masyarakat

Kekuatan sentra

Kekurangan sentra

gunakan kertas lain jika diperlukan

Faktor utama yang membuat sentra tetap ada/exist

Faktor utama yang perlu ada agar sentra dapat berkembang baik.

Hambatan sentra

Peluang sentra

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-2: Sentra

C. Gambaran Perkembangan Sentra


Saat Ini
1

Jumlah unit usaha

Karakteristik/
ciri unit usaha

Sebelum Perkuatan
Unit usaha

Unit usaha

D Kel. Besar

D Kel. Menengah

D Kel. Kecil

D Kel. Besar
D Kel. Menengah
D Kel. Kecil

Proporsi unit
usaha

Rerata volume
produksi per
siklus

D Kel. Besar

Unit

Unit

D Kel. Menengah

Unit

Unit

D Kel. Kecil

Unit

Unit

Rerata volume
penjualan per
siklus

D Kel. Besar

Unit

Unit

D Kel. Menengah

Unit

Unit

D Kel. Kecil

Unit

Rerata harga
penjualan
yang dinikmati

D Kel. Besar

Rp

Rp

D Kel. Menengah

Rp

Rp

D Kel. Kecil

Rp

Pasar tujuan

D Kel. Besar

D Lokal,

Rp

D Kel. Menengah

D Lokal,

D Kel. Kecil

D Lokal,

10

11

12

Rerata jumlah
tenaga kerja

Rerata jumlah
tenaga kerja
non keluarga
Rerata omzet
per siklus

Rerata asset

Rerata
Keuntungan

D Ekspor,

%, ke:

D Lokal,

%, ke:

D Regional,

%, ke:

D Ekspor,

%, ke:

D Lokal,

%, ke:

D Regional,
D Ekspor,

D Regional,

%, ke:

D Regional,
D Ekspor,

D Lokal,

%, ke:

D Regional,
D Ekspor,

Unit

D Regional,

%, ke:

D Ekspor,

%, ke:

%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:

D Kel. Besar

Orang

Orang

D Kel. Menengah

Orang

Orang

D Kel. Kecil

Orang

Orang

D Kel. Besar

Orang

Orang

D Kel. Menengah

Orang

Orang

D Kel. Kecil

Orang

Orang

D Kel. Besar

Rp

Rp

D Kel. Menengah

Rp

Rp

D Kel. Kecil

Rp

Rp

D Kel. Besar

Rp

Rp

D Kel. Menengah

Rp

Rp

D Kel. Kecil

Rp

Rp

D Kel. Besar

Rp

Rp

D Kel. Menengah

Rp

Rp

D Kel. Kecil

Rp

Rp

D. Gambaran Perkuatan Kepada Sentra


a. KSP dan MAP
1

Nama koperasi yang melayani

Alamat Koperasi

Berdiri sejak

Bentuk koperasi

Terlibat dalam lingkungan


sentra sejak

Klasifikasi/peringkat koperasi

Menyalurkan dana MAP sejak:

Jumlah MAP yang diterima:

Jumlah dana MAP yang dapat


disalurkan kepada pengusaha

Apakah penyaluran MAP sesuai


petunjuk pelaksanaan

Apakah KSP masih ada dan


aktif?

Rp

Rp

D Ya, D Tidak, karena

D Ya, D Tidak, karena

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

FORM-2: Sentra
Saat Ini

Awal Penyaluran

Jumlah pengusaha yang sudah menerima


dana MAP

Unit

Unit

Jumlah dana MAP

Rp

Rp

Total Asset Koperasi

Rp

Rp

Alamat BDS

Nama Ketua

b. BDSP
1

Nama BDS yang melayani

Layanan/Hal yang pernah diperoleh dari BDS kepada sentra

3
4

No

Bentuk Layanan/Hal-hal yang Diterima

Diberikan

Dibutuhkan?

Berbayar?

Layanan Informasi

D Ya, D Tdk

Kapan

Frek.
Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Layanan Konsultasi

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Layanan pelatihan

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Bimbingan/konsultasi

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

penyelenggaraan kontak bisnis

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

fasilitasi akses/perluasan pasar

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

fasilitasi pengembangan organisasi dan manajemen

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

fasilitasi dalam memperoleh akses program


pemerintah

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Fasilitasi dalam pengembangan teknologi

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

10

Penyusunan proposal pengembangan usaha

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Kali

D Ya, D Tdk

D Ya, D Tdk

Apakah BDS memiliki kantor di sentra

Apakah BDS masih aktif

Kapan kunjungan terakhir BDS ke sentra

D Ya, D Tidak

D Ya, D Tidak, sejak

Tgl

Jumlah tenaga BDS

Komposisi tenaga BDS

Sumber pendapatan bagi BDS

orang

bln

D Dari luar sentra


D Dari dalam sentra

Apakah BDS sudah mengembalikan dana


pendampingan
D Sudah,
D Belum

E. Sistem Agribisnis
Catatan keadaan subsistem HULU

Catatan keadaan subsistem USAHA TANI

Catatan keadaan subsistem HILIR

Catatan keadaan subsistem PENUNJANG

thn

FORM-2: Sentra
F. Karakteristik Klaster
Catatan karakteristik Internal: KONSENTRASI SPATIAL

Catatan karakteristik Internal: INTERAKSI

Catatan karakteristik Internal: KOMBINASI KOMPETENSI

Catatan karakteristik Internal: INSTITUSI BERSAMA

Catatan karakteristik eksternal: DEADWEIGHT

Catatan karakteristik Eksternal: ADDITIONALITY

G. Catatan Lain

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
UKM Berbasis Agribisnis

DAFTAR PUSTAKA

Republik lndonesia. Undang-Undang Dasar 1945.


. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UndangUndang no. 36 tahun 2004 tentang APBN tahun 2005.
. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang no. 1 tahun 2005 tentang
Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang no. 2 tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan lndustrial Menjadi UndangUndang.
. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional.
. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pembentukan
Pengadilan Tinggi Agama Banten.
. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pembentukan
Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Bangka Belitung.
. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan
Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo.
. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pembentukan
Pengadilan Tinggi Agama Maluku Utara.
. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang.
. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2005 tentang Perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2004 Tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara tahun Anggaran 2005.

396

396

. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang no. 2 tahun 2005 tentang Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Propinsi Naggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Propinsi
Sumatra Utara Menjadi Undang-Undang.
. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
international covenant on economic, social and cultural rights (kovenan
internasional tentang Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya).
. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
international covenant on civil and political rights (kovenan internasional
tentang hak-hak sipil dan politik).
. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik
Dalam Masalah Pidana.
. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2006 tentang Perhitungan Anggaran
Negara Tahun 2003.
. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas undangundang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang
Pengesahan
lnternational treaty on plant genetic resources for food and agriculture.
. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Pengesahan
international convention for the supression of the terrorist bombings
1997.
. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengesahan
lnternational convention for the supression of the financing of terrrorism
1999.
. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United
Nations Convention against corruption 2003.
. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pengesahan perjanjian
antara Republik lndonesia dengan Republik Rakyat Cina mengenai
bantuan hukum dan timbal balik masalah pidana.
. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.
. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang

Daftar Pustaka

397

397

Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang


pemilihan anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD menjadi
Undang-Undang.
. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik lndonesia.
. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban.
. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
undang-undang no. 13 tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-undang no. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007.
. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan
Presiden.
. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2006 tentang Pengesahan
Convention on the Prohibition of the use, stockpiling, Production and
Transfer of Anti-Personnel Mines, and on their destruction.
. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2006 tentang Pengesahan
persetujuan antara pemerintah lndoneisa dengan pemerintah republik
lndia tentang kegiatan kerja sama di bidang pertahanan.
. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pertanggungjawaban
atas pelaksanaan APBN 2004.
. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Empat Lawang Prov. Sumatera Selatan.
. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Nagekeo Prov. Nusa Tenggara Timur.

Daftar Pustaka

398

398

. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.


Sumba Tengah Prov. Nusa Tenggara Timur.
. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pembentukan kota
Kotamobagu Prov. Sulawesi Utara.
. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Batu Bara prov. Sumatera Utara.
. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Kayong Utara di Prov. Kalimantan Barat.
. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Pidie Jaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan kota
Subulussalam di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pembentukan


Kabupaten Minahasa Tenggara.

. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.


Bolang Mongondow Utara Prov. Sulawesi Utara.
. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Gorontalo Utara Prov. Gorontalo.
. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Konawe Utara Prov. Sulawesi Tenggara.
. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Bandung Barat, Prov. Jawa Barat.
. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Buton Utara, Prov. Sulawesi Tenggara.
. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Siau Tagulandang Biaro.
. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.
Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur.
.

Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pengesahan


Persetujuan antara Pemerintah lndonesia dengan Pemerintah Sosialis
Vietnam Tentang Penetapan Batas Landas Kontinen 2003.

Daftar Pustaka

399

399

. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kab.


Mamberamo Raya, Prov. Papua.
. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Persetujuan antara Pemerintah lndonesia dengan Pemerintah Filippina
tentang Kegiatan Kerja Sama di Bidang Pertahanan dan Keamanan.
. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007
Pemilu.

tentang

Penyelenggaran

. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.


. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.
. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara Kesatuan
Republik lndonesia.
. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.
. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota
Tual di Maluku.
. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota
Serang di Provinsi Banten.
. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Kabupaten Pesawaran di Provinsi Lampung.
. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Kabupaten Tana Tidung di Provinsi Kalimantan Timur.
. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Kabupaten Kubu Raya di Provinsi Kalimantan Barat.

Daftar Pustaka

400

400

. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan


Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan


Kabupaten Padang Lawas Utara di Provinsi Sumatera Utara

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan


Kabupaten Padang Lawas di Provinsi Sumatera Utara.

. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai.
. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan.
. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran
Koperasi oleh Pemerintah.
. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam.
. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi.
. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan
Pengembangan Usaha Kecil.
. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
. Peraturan Pemerintah Republik lndonesia Periode Tahun 2004 - 2007.
. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJM Tahun 2004 2009.
. Peraturan Presiden Republik lndonesia Periode Tahun 2004 - 2007
. lnstruksi Presiden Republik lndonesia Nomor 10 Tahun 1999 Tentang
Pemberdayaan Usaha Menengah.
. lnstruksi Presiden Republik lndonesia Nomor 18 Tahun 1998 tentang
Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Perkoperasian.
lnstruksi Presiden Republik lndonesia Periode Tahun 2004 - 2007.
. Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 127 tahun 2001 tentang
Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha kecil dan

Daftar Pustaka

401

401

Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah atau Besar


dengan Syarat Kemitraan.
. Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 56 tahun 2002 Tentang
Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah.
. Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang
UKP3R.
. Keputusan Presiden Republik lndonesia Periode Tahun 2004 - 2007
. Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Periode Tahun 2000 - 2007.
. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Periode Tahun 2005 - 2007.
. Berbagai Peraturan Menteri Terkait Periode Tahun 2005 - 2007.
. Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Jawa Timur Nomor 4 tahun 2007
tentang Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
. Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 2004
- 2007
. Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Riau Periode Tahun 2004 - 2007
. Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Dl Yogyakarta Tahun 2004 2007
. Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 2007.
. Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2004 2007.
. Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Maluku Tahun 2004 - 2007.
Aaker, David A. 1996.Building Strong Brands. Simon & Schuster lnc., New York.
Aaker, Jennifer .L.1997. Dimensions of Brand Personality, Journal of Marketing
Research, Vol. 34 No.August, pp.347-56.
Agung Nur Fajar 2006. Percepatan Pemberdayaan UKMK: Suatu Kebutuhan?. ACG
Advisory Group, Jakarta
Agung Nur Fajar. 2004. Peran Stratejik Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
Public Policy: Jurnal Ekonomi Politik
Agung Nur Fajar. 2001. Model Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. ACGAdvisory Goup, Jakarta

Daftar Pustaka

402

402

ADB SME Development TA lndonesia. 2002. Praktek Terbaik dalam Menciptakan


Suatu Lingkungan yang Kondusif Bagi UKM. Kementerian Koperasi
dan UKM, Jakarta.
ADB SME Development TA lndonesia.2002. Rencana Tindak Jangka Menengah
Pengembangan UKM : Strategi dan Rekomendasi. Kementerian Koperasi
dan UKM, Jakarta.
Anderson, James E. 2000. Publik Policy Making.Houghton Mifflin, Boston.
Austin, lan. 2001. Pragmatism and Public Policy in East Asia: Origins, Adaptations,
and Developments. Times, Singapore.
BPS dan Kementerian KUKM. 2006. lndikator Makro UKM, Jakarta.
BPS dan Kementerian KUKM. 2007. lndikator Makro UKM, Jakarta.
Kementerian Koperasi dan UKM. 2007. Statistik Perkoperasian, Jakarta
De Bono, E.1985.Six Thinking Hats.Penguin Books Ltd., London.
Departement of the Taoiseach Government Buildings, 2005, RlA GUlDELlNES:
How to Conduct a Regulatory lmpact Analysis, Dublin.
Dunn, William N. 1999. Analisis Kebijakan Publik. UGM Press, Yogyakarta.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik : Perumusan, lmplementasi,
Evaluasi. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2006. Analisis Kebijakan. Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-negara
Berkembang. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Firmansyah, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah. Pusat Penelitian Ekonomi
-LlPl, Jakarta.
Hill, Michael. 2005. The Public Policy Process 4th edition. Pearson-Longman,
London.
Hill, Michael & Peter Hupe. 2006. lmplementing Public Policy.Sage, London.
lida, Akira. 2004. Paradigm Theory & Policy Making : Reconfiguring the Future.
Tuttle, Tokyo.
lskandar Soesilo, Wayan Suarja dan kawan-kawan. 2007.
Moral Pemberdayaan
Koperasi dan UMKM (draf). Kementerian Koperasi dan UKM.
Kelly, Kevin.1998.New Rules for The New Economy : Ten Ways the Network
Economy ls Changing Everything . Fourth Estate, London.

Daftar Pustaka

403

403

Kementerian Koperasi dan UKM Republik lndonesia. 2003. Ekonomi Kerakyatan


Dalam Kanca Globalisasi, Jakarta.
Kementerian Koperasi dan UKM Republik lndonesia. 2004. Rencana Strategis
Pembangunan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Periode
Tahun 2005-2009, Jakarta.
Krisnamurthi B., 2004. Strategi Pengembangan Pembiayaan untuk Mengurangi
Kemiskinan Di Pertanian. Perhepi, Jakarta.
Krisnamurthi B., 2003. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro. Pusat Studi
Pembangunan lPB, Bogor.
Lester, James P. & Joseph Stewart Jr. 2000. Public Policy : An Evolutionary Approach.
Wadsworth, Belmont.
Lewin, Kurt. 1951. Field theory in social science; selected theoretical papers. D.
Cartwright (ed.). Harper & Row, New York.
Masngudi, H. 1990. Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di lndonesia.
Departemen Koperasi, Jakarta.
Ministry for Cooperative and SMEs the Republic of lndonesia, 2003. lntegrated Plan
of Actions For SME Development in lndonesia, Jakarta.
Office of Best Practice Regulation. November 2006. Best Practice Regulation
Handbook, Canberra.
Parson, Wayne. 2005 (2001). Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan.Prenada Media.
Porter, Michael E.1998 (1990). The Competitive Advantage of Nations. Simon &
Schuster lnc., New York.
Prahald, C.K.. 2006. The Fortune at The Bottom of The Pyramid.Wharton School
Publishing, Pennsylvania.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan Pembangunan-LlPl, 2001.
Dinamika Usaha Kecil dan Rumah Tangga, Jakarta.
Senge, Peter M.1994. The Fifth Discipline : The Art and Practice of The Learning
Organization.Currency Doubleday, New York.
Stiglitz, Joseph E.2007.Making Globalization Network : Menyiasati Globalisasi Menuju
Dunia yang Lebih Adil.Mizan, Jakarta.
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Alfabeta, Bandung.

Daftar Pustaka

404

404

Tjokroamidjojo, Bintoro. 2000. Kertas Kerja Good Governance :Paradigma Baru


Manajemen Pembangunan. Jakarta.
Wahab, Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan : Dari Formulasi ke
lmplementasi Kebijaksanaan Negara. Sinar Grafika , Jakarta.
Weimer, David L. & Aidan R.Vining.1999.Policy Analysis : Concepts and Practice.
Prentice Hall, New Jersey.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Presindo, Yogyakarta.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai