Laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan ini.
Pendahuluan
Jaringan
bisnis yang terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat
saling bersinergi. Bagi pemberi dukungan, pendekatan kelompok juga lebih baik
karena proses identifikasi dan pemberdayaan UKM menjadi lebih fokus dan
efisien. Dari kasus berhasil (success story) yang ditemui, pengembangan UKM
dalam kelompok berhasil meningkatkan kapasitas daya saing usaha UKM,
mengoptimalkan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam setempat,
memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
UKM.
Kajian literatur awal menunjukkan bahwa di masa lalu telah terdapat program
pengembangan UKM berbasis kelompok yang dilakukan dalam kerangka program
pemerintah seperti melalui (1) extension workers, (2) penyediaan motivator kepada
kelompok usaha, (3) pemberian dukungan teknis melalui unit pelayanan teknis dan
BDS, (4) pelaksanaan trade fairs untuk mengembangkan jejaring pemasaran UKM,
(5) pembuatan trading house, dan lain-lain. Beberapa nama juga telah dikaitkan
dengan model pendekatan kelompok ini misalnya: Sentra UKM, Klaster,
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
Negara
Koperasi
dan
UKM
secara
intensif
melaksanakan
pengembangan UKM melalui pendekatan kelompok ini sejak akhir tahun 2000
1
yang melibatkan
lebih
banyak
pelaku dan
merupakan
kelompok
BPS-KPKM kemudian dilebur ke dalam struktur Kementerian Koperasi dan UKM pada
bulan Agustus 2001 sesuai dengan Keppres 103/2001.
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
klaster adalah:
memperoleh
Melalui
integrasi
vertikal
(dengan
UKM
lainnya
maupun
dengan
bersama
dan memperkuat
tindakan
kolektif
untuk
Surat
Keputusan
Menteri
Negara
Koperasi
dan
UKM
No:
dimana terdapat
UKM yang
menggunakan bahan
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
kepada
sentra
sebesar
lebih
dari
Rp
200
milyar,
dan
tahun
dalam
meta dan
meso)
yang
dibutuhkan
untuk
mempertinggi
efektifitas
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
2)
3)
yang
telah
telah
terjadi
dan
UKM
Koperasi
bisnis.
LPB/BDS
Dalam
sentra,
Kementerian Negara Koperasi dan UKM selalu mendorong para pengelola BDS
untuk mencoba mengembangkan sentra yang dibinanya menjadi klaster bisnis.
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
UKM
UKM
UKM
Sentra
UKM
Sentra
UKM
UKM
Persaingan yang
sehat
Akses Pemasaran
SDM Lokal
SDA Lokal
Ekonomi Lokal
Kemampuan Ekspor
KLASTER
BISNIS UKM
Peningkatan
Daya Saing
UKM
Keunggulan Kompetitif
Teknologi &
Teknologi Informasi
Sinergi &
Kemitraan
Dukungan perkuatan
a. Keuangan
b. Non Keuangan
Pemerintah Lokal/Pusat
Lembaga Keuangan
BUMN/BUMD
Swasta
Perguruan Tinggi
di
sektor agribisnis ini telah ada yang tumbuh menjadi klaster agribisnis seperti yang
diharapkan disamping mengukur indikator pertumbuhan sentra sebagai bahan
pemutakhiran data.
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
Pembentukan
Klaster
Pertumbuhan
Klaster
Muncul supplier
khusus
Spesialisasi anggota
klaster pada kegiatan
yang paling dikuasai
Interaksi antar anggota
klaster untuk berbagi
peran sesuai kompetensi
Akumulasi informasi
Institusi lokal
mengembangkan
pelatihan, penelitian, dan
infrastruktur khusus
Kekuatan dan identitas
klaster tampak nyata
Siklus
perkuatan diri,
Dengan demikian pada tujuan pertama, kajian adalah menyusun profil sentra yang
diamati, mengukur indikator keluaran sentra (baik kapasitas maupun produktivitas),
mengidentifikasikan indikator leverage dari dukungan perkuatan yang diterima
sentra, mengukur indikator efektifitas perkuatan sentra dan penumbuhan klaster,
dan mengidentifikasikan keberadaan ciri-ciri klaster di sentra yang bersangkutan.
Untuk tujuan kedua, kajian mengolah lebih lanjut data dan informasi hasil tujuan
pertama agar dapat mengkategorikan sentra yang diamati ke dalam kelompok
mendekati
klaster
dan
kelompok
tidak mendekati
klaster. Berdasarkan
dapat
diidentifikasi
faktor-faktor
dominan
yang
mempengaruhi
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
klaster bisnis UKM berbasis agribisnis.
Manfaat yang dapat diperoleh dari kajian ini adalah diketahuinya informasi terakhir
sentra agribisnis fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM dan rekomendasi
langkah penumbuhan klaster bisnis yang efektif yang dapat dijadikan referensi bagi
pemberdayaan UMKM melalui pendekatan sentra.
2)
3)
2)
Laporan Sementara atau draf laporan akhir yang berisi hasil pelaksanaan
penelitian.
3)
Laporan Akhir kajian yang harus memuat: (a) deskripsi efektifitas sentra
UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM yang berbasis agribisnis,
(b) deskripsi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan dan
pengembangan klaster bisnis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis,
dan (c) rekomendasi model penumbuhan dan pengembangan klaster
bisnis yang berbasis agribisnis dan persyaratan kondisi lingkungannya.
4)
5)
LAPORAN AKHIR
Pendahuluan
1.5. Susunan Penyajian Laporan Akhir
yang
memaparkan
mengenai
memaparkan
data-data
LAPORAN AKHIR
Kajian Literatur
berhubungan
industri-industri
Perkembangan
sarana
terkait
transportasi
dan
dan
kelembagaan-kelembagaannya.
telekomunikasi
telah
mengurangi
pentingnya kedekatan secara geografis, oleh karena itu batasan geografi menjadi
fleksibel tergantung dari kepentingannya, yaitu:
1)
LAPORAN AKHIR
10
Kajian Literatur
2)
Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM
Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster
sebagai kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri
penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait
lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung.
Mudrajat, melalui buku Analisis Spasial dan Regional, lebih banyak bicara
mengenai klaster industri. Dalam bukunya, Klaster Industri awal
diasosiasikan
Hampir setiap sentra industri berpusat pada satu kota besar atau lebih.
Tiap kota besar ini telah menjadi pemimpin dalam teknik industri dan
perdagangan; dan sebagian besar penduduknya merupakan para pengrajin.
Setelah pabrik-pabrik memerlukan lebih banyak ruang daripada
sebelumnya, padahal nilai tanah mulai tinggi, maka terjadilan pergerakan
menuju pinggiran (luar) kota; dan pabrik-pabrik baru mengalami
pertumbuhan yang pesat di daerah perdesaan dan kota-kota kecil.
Marshall, menekankan
pentingnya tiga
jenis penghematan
eksternal
yang
yang
saling
melengkapi.
Tersedianya
fasilitas
untuk
memperoleh
LAPORAN AKHIR
11
Kajian Literatur
Kluster yang
didominasi
perusahaan inti
Perusahaan atau
bengkel dengan
berbagai pabrik/skala
Perilaku dan
kebijakan
nasional/lokal
Jaringan
Kewirausahaan
Tingkat
Kepemilikan
Tingkat
Koordinasi
Independen
Terintegrasi
secara parsial
Asosiasi industri
Kerjasama perusahaan
Pertukaran informasi
Pembiayaan
Ciri Subkontrak
Jaringan Pasar
Tenaga Kerja
Perilaku terhadap
Inovasi
Hubungan industrial
Bentuk pelatihan
Mobilitas Pekerja
Karakteristik
Pekerja
Polivalen
Upah tinggi
Dilihat dari struktur Kelembagaan, perbedaan jelas terlihat antara sentra industri
yang hanya terdiri atas perusahaan kecil dan menengah (UKM) dan sentra industri
dimana UKM diorganisir di seputar perusahaan-perusahaan inti. Gambar 3
mengilustrasikan bahwa kedua jenis sentra industri ini mampu menciptakan
penghematan skala ekonomis dan penghematan cakupan secara eksternal dan
LAPORAN AKHIR
12
Kajian Literatur
lokal.
Seberapa jauh penghematan ini dapat dilakukan tergantung sepenuhnya pada ciri
jaringan wirausaha yang berkaitan dan jaringan pasar tenaga kerja yang terdapat
dalam sentra-sentra industri tersebut. Selain itu juga tergantung dari sejauh mana
jaringan-jaringan tersebut diorganisasi untuk proses pembelajaran dan inovasi.
Jenis kategori klaster yang kedua menggunakan kerangka dua dimensi, yaitu
tingkat kepemilikan dan koordinasi, lihat gambar 4.
Tinggi
Lokasi
UKM
Tingkat Integrasi
Kepemilikan
Rendah
Rendah
Tinggi
Tingkat
Koordinasi
LAPORAN AKHIR
13
Kajian Literatur
baru muncul terutama berkat inisiatif kebijakan pemerintah.
Menilik penjelasan diatas, pemahaman Klaster dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
Klaster bisnis dan klaster industri. Dalam studi literatur, lebih banyak ditemukan
definisi untuk klaster industri, sedangkan Klaster bisnis lebih banyak dikaitkan
dengan klaster industri. Pengembangan klaster industri dapat digunakan untuk
mengembangkan
industri
yang
bersifat
luas
(broad
base)
dan
terfokus
Klaster
regional
adalah
kelompok
perusahaan
yang
muncul
Biasanya, kedua klaster ini ada dalam satu wilayah yang sama.
dan
skala upah yang jauh lebih rendah daripada skala perusahaan menengah dan
besar.
LAPORAN AKHIR
14
Kajian Literatur
pasar
Pemerintah
Pusat
Propinsi
Asosiasi
Nasional/
Propinsi
Kabupaten
/ Kota
Pasar
lokal
Produsen
INPUT PEMASOK
Pasar
Pasar Nasional
Regional
DISTRIBUTOR
Input Nasional/
Internasional
Pemasok
Peralatan
BDS
Lembaga
SDM/R&D
Lembaga
Keuangan
Pa ar
Na ional/
Internasiona
Dalam perjalanan waktu, banyak klaster aktif makin menjadi kompleks dari segi
struktur dan berkembang menjadi klaster industri maju. Terjadi peningkatan
spesialisasi dan kerjasama antar perusahaan, dan klaster tersebut menarik serta
mengembangkan pemasok input khusus, komponen dan peralatan, penyedia jasa-
LAPORAN AKHIR
15
Kajian Literatur
tertentu
atau
seperti
ekspor.
Anggota
pembelian
Klaster
makin
mengambil
input
secara
teratur
dari
suatu
daerah
dekat,
atau
berbagai
klaster-klaster
demikian atau distrik industri (terminologi Italia) merupakan bentuk susunan klaster
yang paling kompleks dimana berbagai sektor yang berbeda saling bergantung
dan saling memberikan manfaat. Contoh pengelompokkan klaster ialah sekitar
timur laut Italia (tourism, makanan, fashion, mebel, produksi permesinan); bagian
selatan Jerman (industri kendaraan, elektronika, produksi permesinan, software
dan greater London (perbankan, asuransi, software, penerbitan, film, musik,
tourism, fashion, periklanan, jasa-jasa bisnis).
Suatu contoh pengelompokan klaster ialah di daerah Jogjakarta Solo dengan
klaster turis, mebel, dan dekorasi interior, pengolahan logam, produk kulit dan
tekstil/pakaian yang semuanya saling menguntungkan. Pengolahan logam di
Klaten, misalnya menyediakan suku cadang untuk perusahaan pakaian dan
komponen logam untuk produsen mebel di daerah. Batik kayu adalah contoh
innovasi yang tercipta karena kerjasama klaster yang sebelumnya tidak terkait.
Sementara klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin masih dalam
bentuk artifisial, karena klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin
masih dalam bentuk artisanal, karakter maju klaster0klaster lainnya menonjol
karena kerjasama intensif dengan lembaga-lembaga secondary seperti Universitas
Gadjah Mada.
LAPORAN AKHIR
16
Kajian Literatur
a. Pembentukan Klaster
Secara teoritis, sentra/klaster terbentuk karena dua hal yaitu (1) Faktor Sejarah
dan (2) faktor Bentukan/Manipulasi. Dua faktor ini akan membentuk dua jenis
klaster yaitu (1) Klaster Dewasa dan (2) Klaster Baru.
Klaster Dewasa biasanya terbentuk ketika sebuah daerah/kota memiliki banyak
pengrajin, pada kota tersebut, pada awalnya akan terbentuk sebuah Klaster
Artisanal. Karena satu dan lain hal, klaster ini mampu bertahan melewati waktu
dan menarik pihak-pihak lain untuk mendukung kegiatan mereka. Kemunculan
klaster industri dimulai ketika muncul pihak yang bersedia menjadi pemasok input
khusus bagi klaster artisanal tersebut.
Jika Klaster Dewasa muncul secara alami. Maka kemunculan Klaster Bentukan
terjadi karena kesengajaan pemerintah atau institusi lain yang berkeinginan untuk
membentuk sebuah klaster. Klaster-klaster bentukan sering disebut sebagai
Klaster Baru karena pendiriannya cenderung lebih muda usianya dibandingkan
klaster tradisional yang ada saat ini.
pembagian
kerja
yang saling
LAPORAN AKHIR
17
Kajian Literatur
definisi
klaster
dapat
bermacam-macam,
namun
pengamatan
menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada konsep ini. Dari
sisi output, setidaknya ada 3 dimensi yang dapat diperhatikan:
1)
2)
LAPORAN AKHIR
18
Kajian Literatur
3)
Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster
ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang,
2)
3)
Interaksi antar usaha dalam sistem pendukung institusi yang lebih luas
4)
Konsentrasi spatial
Dengan menggabungkan dimensi-dimensi ini, kita akan tiba pada kerangka yang
memberikan definisi klaster sebagai berikut:
Specialization
Competitiveness
Interaksi antar
perusahaan
(network/
supply chain)
Hubungan
institusional
KLASTER
Kombinasi
sumberdaya/
kompetensi
yang berbeda
Spatial
proximity
Identity
LAPORAN AKHIR
19
Kajian Literatur
organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam
perekonomian global
Berikut penjelasan dari masing-masing dimensi tersebut:
Interaksi antar perusahaan: Interaksi antar perusahaan dalam batas wilayah
tertentu merupakan ciri dasar konsep klaster; Ciri ini membedakannya dari konsep
global seperti sektor. We use the term cluster generally when describing
locational and transactional relationships between firms; sector when discussing
industry-targeted strategies and policies to enhance competitiveness (Rosenfeld,
1995).
Tetapi transaksi seperti apa yang penting? Pertama, pengklasteran dilihat dalam
konteks pergerakan barang secara fisik dan pertukaran jasa diantara perusahaan.
Khususnya dalam manufaktur, klaster diartikan sebagai sistem saluran dari supply
chain. Klaster telah diasosiasikan , secara khusus, dengan meningkatnya
kebutuhan pada metode pengiriman just in time dalam insutri otomotif. Kendati
demikian, bukti hubungan antara sistem logistik baru dengan kemunculan klaster
spatial belumlah terlalu kuat (Sadler, 1994). JIT, tampak semakin terbatas pada
jenis komponen yang besar dengan nilai tambah yang kecil. Perhatian kemudian
dialihkan dari dimensi aliran fisik kepada aspek-aspek manajemen rantai pasokan
dan pembelajaran antara perusahaan, yaitu hubungan dari material ke immaterial.
Kajian lain diseputar analisis klaster tampak semakin menekankan pada upaya
kolaborasi dan penciptaan saling kepercayaan sebagai salah satu kunci timbulnya
daya saing. It is this hidden dimension of co-operation that helps give cluster their
competitive advantage (Cooke, 1995).
LAPORAN AKHIR
20
Kajian Literatur
1. Faktor Input
Faktor input dalam analisis Porter adalah variable-variable yang sudah ada dan
dimiliki oleh suatu cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource),
modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur
informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi
(scientific
and
technological
infrastructure),
infrastruktur
administrasi
2. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and
demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin
demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk
meningkatkan kualitas produk atau melakukan innovasi guna memenuhi keinginan
pelanggan lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi
kondisi
permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.
LAPORAN AKHIR
21
Kajian Literatur
Model Best bisa menjelaskan proses secara evolusi dari suatu klaster yang tidak
aktif bertransformasi menjadi dinamis. Prosesnya adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
Integrasi
horosontal
/re-integrasi
Peusahaan
Entrepreneurial
Spin-off
Variasi Teknologi
Spesialisasi
Karakteristik kunci klaster yang dinamis dapat disimpulkan dalam tiga hal:
1)
2)
3)
LAPORAN AKHIR
22
Kajian Literatur
untuk bergabung ke dalam klaster
dalam
lingkungan
mereka.
Akibatnya
mereka
acap
kehilangan
potensial.
regional.
antara
langsung, masih perlu ditemukan, dalam kondisi apa pengembangan klaster bisnis
ini memberikan manfaat kepada pengembangan wilayah.
Menurut Scorsone (2002) klaster UMKM yang berbasis pada komunitas publik
memiliki manfaat baik bagi UMKM itu sendiri maupun bagi perekonomian di
LAPORAN AKHIR
23
Kajian Literatur
Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. UMKM yang tergabung
dalam klaster dapat dengan mudah memonitor dan
bertukar
informasi
mengenai kinerja supplier dan nasabah potensial. Dorongan untuk inovasi dan
teknologi akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan
produk.
d. Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu pelaku klaster
dapat memiliki dampak penting bagi aktivitas usaha UMKM yang lain.
Disamping itu kegiatan usaha yang saling melengkapi ini dapat bergabung
dalam pemasaran bersama.
Adapun manfaat klaster UMKM bagi perekonomian wilayah diantaranya adalah :
a. Klaster UMKM yang saling terhubung cenderung untuk memiliki produktivitas
yang lebih tinggi dan kemampuan untuk membayar upah lebih tinggi.
b. Dampak penyerapan tenaga kerja dan pendapatan wilayah dari klaster
umumnya lebih besar dibanding bentuk ekonomi lainnya.
Sedangkan keberhasilan klaster dapat dilihat dari beberapa faktor penentu
kekuatan
klaster
yaitu
(1)
spesialisasi,
(2)kapasitas
penelitian
dan
LAPORAN AKHIR
24
Kajian Literatur
2.1.8. Kategori Klaster
Berdasarkan kondisi klaster (merujuk diamond model) dengan menilai dari kualitas
produksi, teknologi, pasarnya, kapasitas sumber daya manusia dan hubungannya
dengan pihak-pihak terkait bagi pengembangan klaster baik dari pemerintah,
swasta maupun industri terkait, maka klaster dapat digolongkan menjadi 3 yaitu
klaster tidak aktif (dormant), klaster aktif (berkembang) dan klaster dinamis
(advantage). Beberapa ciri yang dimiliki (disarikan dari Laporan JICA, 2004) adalah
sebagai berikut:
1)
termotivasi
2)
LAPORAN AKHIR
25
Kajian Literatur
logam
ada
spesialisasi
pengecoran,
pembuatan
bentuk,
pemotongan dsb)
b. Klaster
mampu
menciptakan
produk
baru
yang
dibutuhkan
pasar/konsumen
c.
d. Berkembangnya
kemitraan
dengan
industri
terkait
baik
dalam
LAPORAN AKHIR
B = Factor Condition
26
Kajian Literatur
Pembentukan dan konsolidasi modal sosial menjadi unsur inti dalam penguatan
klaster. Modal sosial klaster ini sebagai ikatan internal akan menjembatani dalam
hubungan
dengan
pihak
eksternal.
Secara
skematis
klaster
aktif
yang
menanggapi
perubahan.
Badan
Pengembangan
untuk
LAPORAN AKHIR
27
Kajian Literatur
UKM
UKM
Sentra
UKM
UKM
Sentra
UKM
UKM
Akses Pemasaran
Kemampuan Ekspor
SDM Lokal
SDA Lokal
Ekonomi Lokal
KLASTER UKM
Peningkatan
Daya Saing UKM
Keunggulan
SINERGI &
KEMITRAAN
Teknologi Informasi
DUKUNGAN PERKUATAN
Pemerintah
Lokal/Pusat
Lembaga Keuangan
a. Keuangan
b. Non Keuangan
BUMN/BUMD
Swasta
Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan
untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster Industri merupakan suatu sistem
terbuka
yang melibatkan
lebih
banyak
pelaku dan
merupakan kelompok
LAPORAN AKHIR
28
Kajian Literatur
Pembentukan klaster menjadi isu yang penting karena secara individual, UKM
seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah
volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur.
UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian
input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses jasa-jasa keuangan dan
konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk
internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti pelatihan, penelitian
pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat menghambat pembagian
kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi
tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.
Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama adalah:
memperoleh
Melalui
integrasi
vertikal
(dengan
UKM
lainnya
maupun
dengan
bersama
dan memperkuat
tindakan
kolektif
untuk
LAPORAN AKHIR
29
Kajian Literatur
terdaftar
berulang-ulang
untuk obyek yang sama, yang penting dipantau adalah kemajuannya. Disitulah
institusi-institusi pembinaan (dinas UKM pemerintah) bertanggung jawab. Dengan
demikian, diharapkan implementasi program akan berjalan secara terarah, efektif,
efisien dan
ekonomi dan
strategi
ini,
sentra
UKM
dijadikan
titik
masuk
kedalam
upaya
LAPORAN AKHIR
30
Kajian Literatur
a. Strategi Klaster Bisnis UKMK
dan
merupakan
UKM
pembinaan (dinas
Dengan
LAPORAN AKHIR
31
Kajian Literatur
Berbagai
program
yang
bertujuan
memperkuat
hubungan
antara
sub-kontrak
antara
Berbagai
program
pengembangan
hubungan
perusahaan besar asing dan klaster UKM, terutama di dalam sektor cor
logam
Suatu instrumen penting untuk pengembangan pedesaan ialah promosi investasi
luar untuk proses produk agro (inti-plasma) yang digabungkan dengan kredit
preferensial usaha kecil untuk pemasok lokal (estate), secara khusus untuk sektor
minyak kelapa sawit dan pembibitan udang.
Akhirnya, investasi besar di infrastruktur sektor transpor dan komunikasi serta
fasilitas seperti pengembangan Lingkungan Industri Kecil dan Inkubator Bisnis di
sejumlah klaster kunci tertentu.
LAPORAN AKHIR
32
Kajian Literatur
1)
2)
3)
4)
2)
Omzet dari keseluruhan unit usaha dalam klaster tersebut paling sedikit
Rp 500 juta,-/bulan. Angka ini akan memungkinkan timbulnya pasar jasa
pengembangan yang dapat tumbuh secara sehat, industri
pendukung
yang terdorong masuk dan pengembangan outlet yang layak. Dari segi
LAPORAN AKHIR
33
Kajian Literatur
Telah
terjadi
sentuhan
teknologi
yang
memungkinkan
tercapainya
keuangan
dan
untuk memetakan
kelebihan
dan
kelemahannya,
serta
untuk
kebijakan
untuk menciptakan iklim yang kondusif, dukungan finansial dalam bentuk modal
awal dan padanan (MAP) dan dukungan non finansial berupa Layanan
Pengembangan Bisnis/ Business Development Service
(LPB/BDS)
serta
LAPORAN AKHIR
34
Kajian Literatur
Meningkatkan
Kapasitas
Lintas
Pelaku
daerah
dalam
Merumuskan
Kebijakan dan
Program Operasional
Pemda
persepsi
pengembangan
sentra/klaster
Mengkoordinasikan
Lintas
Sektor
dalam
Pengembangan
c.
Penyusunan/Penyempurnaan
Peraturan
Perundang-undangan
untuk
Memberikan
perlakuan
yang
sama
LAPORAN AKHIR
untuk
tumbuh
dan
35
Kajian Literatur
Menyusun/menyempurnakan
peraturan
perundang-undangan
yang
bertujuan
untuk
Meningkatkan
akses
UKM
pada
sumberdaya
produktif
3)
LAPORAN AKHIR
36
Kajian Literatur
a. Pemilihan Lembaga Finansial (KSP/USP/LKM,
kriteria
yang
disepakati
dalam
pengembangan
pengembangan
sentra/klaster
bisnis UKM;
melalui
langkah-langkah :
Meningkatkan
kemampuan
Lembaga
Finansial
dibidang
manajerial usaha
dalam fasilitasi
lembaga
finansial.
Meningkatkan
peran
Pemda
dalam
fungsi
pembinaan
dan
LAPORAN AKHIR
37
Kajian Literatur
Menumbuhkembangkan BDS-P.
c. Penguatan
Peran
dan
Kapasitas
BDS-P,
yang
bertujuan
untuk
LAPORAN AKHIR
38
Kajian Literatur
39
melalui langkah-langkah :
Nama
Karakteristik Umum
Keterangan
Pengelompokkan
Hubungan
Anggota
Dukungan
(Kementerian
Koperasi)
Leader-Follower,
persaingan
Dari luar
berbentuk MAP
dan BDS
Sentra
Alamiah
Leader-Follower
(inti plasma dan
sub-kontrak)
Instansi BUMN/BUMD,
perusahaan Swasta dan LSM
Sentra
Klaster
Leader-Follower
Dari dalam
Perkampungan
Industri Kecil (PIK)
Setara,
persaingan
Departemen Perindustrian.
Lingkungan Industri
Kecil (LIK) dan LIK
Transmigrasi
Artifisial; Hanya
menyatukan tempat
usaha, tempat tinggal
diluar LIK
Setara,
persaingan
Departemen Perindustrian,
Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
LAPORAN AKHIR
Jumlah sekitar 5
Jumlah sekitar 5
Kajian Literatur
No
Nama
Karakteristik Umum
40
Keterangan
Pengelompokkan
Hubungan
Anggota
Dukungan
Artifisial; Penyediaan
tempat usaha bagi usaha
kecil di lingkungan
industri besar
Setara
Departemen Perindustrian
Enclave
Setara,
persaingan
Jumlah sekitar 2
Artifisial, wilayah
berkembang lebih pesat
dibandingkan wilayah
tetangga akibat
keberadaan proyek
industri strategis seperti
tambang minyak, batu
bara, gas bumi, industri
logam, dll yang
otoritasnya berada di
luar jangkauan daerah
pemangkunya
Setara,
persaingan
Dari dalam
Kelompok Usaha
Bersama (KUB)
Artifisial, utamanya
berdasarkan tempat
tinggal
Setara
Dari luar
Agropolitan
Artifisial
Leader-Follower
Dari dalam
Departemen perindustrian,
Departemen Sosial, Departemen
Kesehatan
terdiri dari sekumpulan industri skala kecil dan menengah yang terkonsentrasi
pada suatu lokasi yang sama serta telah berkembang cukup lama. Sentra UMKM
mencerminkan suatu jenis klaster yang paling sederhana dan berkembang secara
alamiah tanpa intervensi dari pemerintah. Klaster-klaster ini pada umumnya
berkembang di wilayah pedesaan, merupakan kegiatan tradisional
masyarakat
yang telah dilakukan secara turun-temurun, serta memiliki komoditi yang spesifik.
Jenis klaster yang ada sangat beragam, antara lain klaster kerajinan, makanan dan
minuman, tekstil dan produk tekstil, kulit dan produk kulit, kimia dan produk kimia,
bahan bangunan, peralatan, dan sebagainya. Selain klaster UMKM yang terbentuk
secara alamiah, terdapat pula sejumlah kecil klaster yang tumbuh dan berkembang
akibat dukungan pemerintah, misalnya Perkampungan Industri Kecil (PIK) dan
LAPORAN AKHIR
Kajian Literatur
Lingkungan Industri Kecil (LIK).
Sejauh ini sentra-sentra tersebut merupakan calon klaster yang tidak aktif atau
sedang tidur (dormant). Di dalam sentra, pelaku usaha tidak banyak melakukan
perubahan terhadap produk, proses produksi maupun pasarnya. Kondisinya tidak
banyak berubah dari tahun ke tahun bahkan sampai generasi berikutnya. Secara
lebih rinci dari studi yang dilakukan oleh JICA (2004) menyebutkan secara garis
besar kondisi klaster di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Kebanyakan UMKM-UMKM dalam klaster merupakan usaha-usaha mikro yang
memiliki ketergantungan kuat kepada para pengumpul lokal
sehingga
Sebagian besar UMKM dalam klaster tidak memiliki keterikatan internal satu
sama lain sehingga upaya membangun kepercayaan (trust building) sulit
dilakukan.
10
LAPORAN AKHIR
41
Kajian Literatur
a. Kebijakan Pemerintah Pusat
klaster
pemberian
kredit.
Pengembangan sentra industri kecil (SIK) di berbagai daerah turut didukung pula
oleh pendirian Unit Pelayanan Teknis (UPT) sesuai dengan potensi dan kebutuhan
utamanya di bidang teknologi. Program pemerintah yang dominan dan populer
bagi pengembangan usaha kecil adalah penyediaan berbagai skema kredit.
Berikut adalah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan
mengadopsi konsep klaster sebagai strategi pengembangan ekonomi daerah.
a. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Bappenas bekerjasama dengan UNDP dan UNCHS berinisiasi terhadap proyek
Poverty Alleviation through Rural-Urban Lingkages (PARUL) sebagai upaya untuk
meningkatkan keterkaitan desa dengan kota di dalam suatu provinsi ataupun
kabupaten yang dipilih. Proyek ini kemudian berkembang menjadi Kemitraan
Pembangunan Ekonomi Lokal (KPEL) yang mengembangkan ekonomi daerah
berdasarkan sumber daya lokal melalui pendekatan partisipatif masyarakat.
Pada tahun 2000, program KPEL dilaksanakan di 19 kabupaten/kota di 6 provinsi
sebagai pilot project. Keberhasilan pendekatan ini, kemudian di tahun 2001,
Bappenas dengan pemerintah daerah melakukan replikasi di 18 kabupaten/kota di
6 provinsi lain dan juga 14 kabupaten/kota di tahun 2003.
b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Pendekatan
klaster
tertuang
dalam
Kebijakan
Pembangunan
Industri
dan
LAPORAN AKHIR
42
Kajian Literatur
Kementerian
KUKM
menggunakan
pendekatan
klaster
sebagai
kebijakan
memprakarsasi
percontohan
klaster
industri
daerah
dalam
rangka
terkait
sebagaimana
tersebut
di
atas.
Berikut
LAPORAN AKHIR
43
Kajian Literatur
ii.
iii. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan klaster antara lain adalah:
a) Sistem yang ada belum berjalan dengan baik, yaitu sulitnya melakukan
koordinasi
dengan
instansi
terkait
untuk
menyatukan
tindakan
dari
Pengembangan
klaster
dilakukan
melalui
pendekatan
berdasarkan
LAPORAN AKHIR
ekonomi
masyarakat
difasilitasi
untuk
berkembang
44
Kajian Literatur
keberadaan
lapangan
usaha
lainnya)
dalam
sentra
produksi
hasil
kerjasama
dengan
Kementerian
Koperasi adalah :
a) Pada sektor pertanian, di antara pelaku UMKM mempunyai trust yang
tinggi sehingga terdapat rasa kebersamaan yang tinggi.
b) Pada sektor non pertanian, antar pelaku UMKM/IKM mempunyai
tingkat persaingan yang tinggi sehingga sulit untuk disatukan.
LAPORAN AKHIR
45
Kajian Literatur
petani.
Kandang
ini
dikelola
bersama
baik
pakannya,
leader
(pemimpin)
baik
berasal
individu
atau
informasi
pembeli,
pengembangan
motif
dll.
Untuk
c. BAPPENAS
Kewilayahan II
LAPORAN AKHIR
Badan Perencanaan
Pembangunan
Nasional
Direktorat
46
Kajian Literatur
i.
termasuk
Hasil
dari
kajian
yang
telah
dilakukan
bahwa
kegagalan
dalam
ekonomi
lokal
dan
ekonomi
regional.
Agar
ii.
LAPORAN AKHIR
47
Kajian Literatur
kerja
melangkah ke
untuk
aksi
melakukan
aksi
bersama diperlukan
bersama. Untuk
manajemen
dari
klaster tersebut.
b). Proses analisa (tahun 2006).
Analisa yang digunakan adalah:
Analisa rantai nilai, untuk mengetahui nilai tambah dari masingmasing pelaku.
pendukung
dan
institusi pendukung.
kepada
siapa/kemana
pembiayaan
perlu
diberikan.
iii. Faktor penting yang juga terkait dalam mengembangkan UMKM/IKM
dengan pendekatan klaster adalah :
a) Peningkatan kapasitas (capacity building) pelaku-pelaku yang terlibat
dalam klaster.
b) Adanya tokoh panutan/pemimpin yang berpengaruh (Local Champion)
Contoh pendekatan klaster yang cukup berhasil adalah yang dilakukan di Tegal.
Melalui peran pemerintah daerah dalam hal ini Kepala Bappeda yang berkomitmen
mengembangkan UMKM, maka terbentuk 5 klaster yang berkembang yaitu: klaster
LAPORAN AKHIR
48
Kajian Literatur
engine dan aplikasinya, komponen kapal, pariwisata, sapi potong dan jagung
hibrida.
Keberhasilan yang diperoleh dapat dilihat dan diukur dari tingkat pendapatan yang
meningkat dari
pelakupelaku
Sebagai gambaran
pendapatan petani jagung hibrida yang bertambah. Harga hasil pertanian seperti
pada umumnya sangat berfluktuasi. Petani pada posisi tawar yang tidak seimbang
terhadap pembeli (umumnya tengkulak yang berfungsi sebagai penebas hasil
panen). Ketika proses mengembangkan klaster,
petani
difasilitasi
agar
memperoleh harga yang wajar dan penebas pun memperoleh keuntungan yang
diharapkan. Caranya dengan mengajak petani untuk mengatur waktu tanam serta
memperluas areal dan mengajak penebas untuk melakukan tebasan secara
periodik dalam kondisi jagung sudah mencapai umur produksi siap tebas.
e. BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Business Technology
Center/BTC
i. BPPT-BTC dalam hal ini berperan menyediakan aplikasi teknologi untuk
UMKM/IKM
ii. Untuk mendukung peran tersebut, BPPT memperoleh bantuan dari Uni
Eropa dalam bentuk dana hibah (grant). Dana hibah ini digunakan untuk
program teknologi informasi kepada Koperasi. Pertimbangannya adalah
dari pengalaman banyak negara yang telah menggunakan teknologi
informasi
khususnya
internet
untuk
memasarkan
produk-produk
Departemen Pertanian
i.
LAPORAN AKHIR
49
Kajian Literatur
ii.
usaha
penguatan
kapasitas.
Pada
sektor
pertanian,
pinjaman
yang
dibutuhkan).
Kebijakan di tingkat pusat ini, lebih jauh juga menjadi inspirasi bagi pemerintahpemerintah di daerah dalam mengembangkan ekonomi masyarakatnya. Salah satu
pemerintah daerah yang melakukan program pengembangan klaster adalah
Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi Jawa Tengah. Program di tingkat propinsi
tersebut diakomodasikan dan dikoordinasikan dengan pemda-pemda di tingkat
kabupaten.
usaha
kecil
dan
menengah
(UKM)
melalui
pendekatan
akan
mempermudah
upaya
pembinaan
terhadap
daya
UKM,
dalam
LAPORAN AKHIR
50
Kajian Literatur
Pada tahun 2000, Shujiro Urata sebagai Penasehat Senior JICA kepada Menteri
Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri di masa itu, kembali
merekomendasikan pengembangan UKM melalui klaster. Dalam rekomendasinya,
Urata
mendorong
pengembangan
memiliki
banyak
untuk
mengatasi masalah pengadaan bahan baku dan mesin, (b) promosi penjualan
produk, dan (c) mengurangi risiko akibat fluktuasi permintaan dengan membuat
skala yang sesuai pada suatu klaster. Disamping itu, melalui klaster juga akan
memperoleh manfaat untuk tukar menukar informasi tentang desain baru, metode
pengolahan dan pengembangan produk baru serta berbagi dalam pengeluaran
untuk penelitian dan pengembangan.
ISIC
Sub Sektor
Tenaga
Kerja
Valule Added
Klaster
(000 Rp)
3313
Anyaman
kayu/bamabu/rotan
107.350
229.000
86.789.000
1.433
3642
45.530
175.000
234.412.000
935
3118
Gula
63.600
126.000
20.643.000
677
3211
Pemintalan/Penenunan/yam,
teks/til
51.930
117.500
73.028.000
880
3124
25.660
65.500
295.317.000
660
3125
22.630
64.700
27.624.000
413
3221
Aksesories pakai
16.030
62.400
67.104.000
454
3321
Mebel kayu/bambu/rotan
13.030
53.690
50.284.000
468
3127
15.210
44.490
17.649.000
327
10
3710
9.980
35.930
22.598.000
458
SubTotal
371.110
974.230
904.448.000
6705
(78%)
(75%)
(71%)
(68)
Total
475.000
1.295.000
1.270.405.380
9.800
(17%)
3 TK/UKM
Rp 1000/TK
48
UKM/
Klaster
LAPORAN AKHIR
Unit
2.875.000
Rp 2.675/UKM
51
Kajian Literatur
Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya adalah sebanyak 1.295.000 orang,
sementara itu jumlah tenaga kerja total yang terserap oleh industri kecil rumah
tangga adalah 14.375.000 pada tahun 1996. Berarti ada sekitar 9% dari tenaga
kerja yang terlibat dalam industri kecil dan rumah tangga yang terkonsentrasi pada
klaster. Jika dibandingkan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah UKM-nya,
maka setiap UKM rata-rata mempekerjakan 3 orang tenaga kerja.
Tabel 2 menunjukkan sepuluh subsektor terbesar dalam hal tenaga kerja. Sepuluh
subsektor terbesar ini mewakili 68% dari keseluruhan klaster, sekitar 75% dari
seluruh tenaga kerja dalam klaster dan sekitar 78% dari seluruh usaha dalam
klaster. Subsektor terbesar adalah subsektor anyaman kayu/bambu/rotan, yang
jumlahnya mencapai 18% dari keseluruhan tenaga kerja dalam klaster.
Pada tahun 1996, rata-rata nilai tambah yang dihasilkan per tenaga kerja dari
seluruh klaster diperkirakan sebesar Rp 1 juta atau sekitar Rp 2,675 juta per UKM.
Sebaran klaster-klaster tersebut dapat dilihat dalam gambar 10.
381
2242
1313
2511
Sumatera
5623
Jakarta
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Jumlah Klaster
Sampai dengan 1998 sudah terbentuk atau berkembang 12.162 klaster dengan
rincian di Jakarta ada 92 klaster, Jawa (diluar Jakarta) ada 5.623 klaster, Sumatera
ada 2.511, Bali dan Nusa Tenggara 1.313, Maluku dan Papua 381 klaster,
sedangkan di Kalimantan dan Sulawesi terdapat 2242 klaster. Menurut Noer
Soetrisno (2002) jumlah UKM yang terpantau dalam sentra sebagai embrio klaster
diperkirakan mencapai 475 ribu unit. Dilihat dari penyebarannya meliputi sekitar
58% sentra yang ada di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Secara umum karakteristik dari klaster UKM di Indonesia adalah berlokasi di
LAPORAN AKHIR
52
Kajian Literatur
daerah terpencil, dalam klaster hanya memiliki sedikit UKM yang layak. Produk
yang dihasilkan adalah komoditi regional, sedangkan pasar yang dilayani adalah
pasar regional, biasanya bagi produk-produk pengganti, dan berada dalam pasar
yang sempit. Teknologi yang digunakan adalah teknologi tradisional.
UKM
Produk
Komoditi regional
Pasar
Pasar regional
Pasar pengganti
Pasar yang sempit
Teknologi
Teknologi rendah
Sumber: JICA
LAPORAN AKHIR
53
Kajian Literatur
UKM
BDS
UKM Mampu
(Viable)
ATAS
BDS
K-BDS
TENGAH
Daya Saing
UKM Mampu
UKM
Potensial
UKM dengan
Keinginan
Kuat
BAWAH
BDS
K-BDS
Merubah
Modalitas Bisnis
UKM NonViable
Pendidikan dan
Pelatihan
Merubah
Keinginan
Secara perlahan
akan mati
Faktor
Intensifikasi
Sumber Daya
Ancaman
Fokus BDS
Over produksi
Pemasaran
Sustainabilitas
Manajemen
Pengrajin
Teknologi
Pasar terbatas
Pemasaran
Penolakan
Manajemen
Intensifikasi
Modal
Klaster UKM
Industri Kerajinan
Industri Rumah
Tangga
Intensifikasi Tenaga
Kerja
Intensifikasi
Teknologi
Penghematan
Sumberdaya
LAPORAN AKHIR
54
Kajian Literatur
Antar UKM
Antar Klaster
Antar Sub-Sektor
Antar Lembaga Publik
(Pusat, Propinsi, dan
Kabupaten/Kota)
Clustering
Value Chain
COOPERATION
(Under Distributive
Justice)
CONCENTRATION
(Under General Justice)
Antar UKM/Klaster
Asosiasi menurut Sub-Sektor
Kemitraan Publik Swasta
Spesialisasi
Sub-kontrak
Target produk (sub-sektor)
Klaster
Individu
Bukan
Koperasi
Sistem
Informasi
Tertutup
Koperasi
Klaster
Keinginan
Kuat
Tidak Ada
Keinginan
Kerjasama
Klaster
Koperasi
Kelompok
Kelompok
Klaster
Koperasi
PT
Kemitraan
LAPORAN AKHIR
3C
Cooperation
Competition
Concentration
55
Kajian Literatur
Adapun upaya atau pendekatan untuk mendorong UKM mampu (viable) dan
kompetitif dapat dilakukan dengan cara seperti yang ditampilkan dalam gambar 14.
Sedangkan untuk penguatan klaster UKM dapat dilakukan pendekatan 3C
(Competition, Cooperation, dan Concentration). Hal ini dapat digambarkan dalam
gambar 13.
MENEGKOP&UKM
Target Industri
BDS
Koperasi, Klaster,
Keuangan Mikro
COMPETITION
COOPERATION
CONCENTRATION
Kerjasama selektif
Sistem legal/legislatif
Model bisnis dinamis
Pendidikan dalam
perubahan model bisnis
Penguatan kapasitas
pemimpin
Kemitraan publikakademik-swasta
sentra
UKM
secara
teoritis
dipengaruhi
oleh
dinamika
dinamika
industri
Perkembangan
perekonomian
tersebut
semestinya
memberikan
kabupaten
tersebut,
baik
melalui
semakin
luasnya
kesempatan
kerja,
LAPORAN AKHIR
56
Kajian Literatur
dari
perkembangan
ekonomi
suatu
wilayah
apalagi
UKM
telah
yang
muncul
agak
bahwa
indikator-indikator
perekonomian
daerah
kurang
UKM
yang berada di dalam sentra, namun pada umumnya secara bersama-sama relatif
tidak mempunyai pengaruh. Hal ini mengindikasikan belum adanya sinergi
kebijakan pemerintah daerah dengan perkembangan dinamika ekonomi lokal untuk
menstimulan kinerja sentra UKM
Perkembangan ekonomi lokal yang berpengaruh terhadap perkembangan kinerja
sentra UKM dan kinerja UKM di dalam sentra ditemukan pada tiga propinsi, yaitu:
Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Hal ini
mengindikasikan
yang
memiliki
dampak
pada
sentra
UKM,
sedang
pemerintah
yang
terjadi
di
propinsi
menunjukkan
bahwa
secara
umum
Propinsi
Sumatera
Utara,
indikator
rasio
pertumbuhan
pengeluaran
berpengaruh
negatif.
Hal
ini
mengindikasikan
bahwa
pengeluaran
LAPORAN AKHIR
57
Kajian Literatur
UKM dalam sentra, hanya rasio PAD terhadap APBD yang berpengaruh dan
pengaruhnya positif dan signifikan. Artinya, semakin tinggi kemampuan Propinsi
Sumatera Utara membiayai dirinya sendiri akan meningkatkan nilai tambah per unit
UKM.
Berbeda dengan fenomena yang terjadi di Propinsi Jawa Timur. Hanya indikator
pangsa PDRB dan rasio pengeluaran pembangunan terhadap PDRB yang
mempengaruhi nilai tambah per UKM dalam suatu sentra dan pengaruhnya negatif
dan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kedua indikator tersebut
justru menurunkan nilai tambah per UKM. Dengan kata lain, kebijakan ekonomi di
Jawa Timur belum menyentuh UKM.
Lain halnya fakta yang muncul di Propinsi Sulawesi Selatan, hanya satu indikator
yang berpengaruh terhadap nilai tambah sentra UKM dan pengaruhnya bermakna
dan
negatif, yaitu
tingkat
di
Sulawesi Selatan meningkat maka nilai tambah UKM akan menurun. Hal ini
mengindikasikan bahwa penurunan daya beli masyarakat akibat menganggur akan
menurunkan nilai tambah yang diciptakan oleh sentra UKM di Sulawesi Selatan.
Temuan
tersebut
memberikan
tanda
bahwa
sudah
saat
nya
pemerintah
unit
UKM dalam sentra, baik melalui kebijakan yang sifatnya langsung maupun tidak
langsung. Salah satu bentuk kebijakan langsung adalah peningkatan produktivitas
sentra dan UKM dengan menyediakan permodalan atau kemudahan dalam
mengakses modal. Kebijakan tidak langsung mengarah pada penciptaan iklim
usaha yang sehat yang menjamin terciptanya persaingan bisnis yang kondusif.
LAPORAN AKHIR
pinjaman modal,
58
Kajian Literatur
tambah
sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,06% dibandingkan di luar Pulau Jawa.
Demikian pula dengan pengaruh perubahan nilai produksi terhadap nilai tambah
sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,24% relatif terhadap luar Pulau Jawa.
Berbeda dengan pengaruh perubahan jumlah unit usaha dan nilai bahan baku
terhadap nilai tambah sentra UKM di Pulau Jawa lebih besar 0,07% dan 0,27%
dibandingkan dengan sentra UKM di luar Pulau Jawa. Sedangkan pengaruh
perubahan nilai investasi terhadap nilai tambah UKM antara Pulau Jawa dan luar
Pulau Jawa tidak berbeda. Oleh karena itu, pengembangan nilai tambah sentra
UKM di Pulau Jawa dapat dilakukan dengan memfokuskan pada peningkatan unit
usaha dan penggunaan bahan baku.
Adapun hasil estimasi berdasarkan perbedaan sentra UKM yang maju dengan
yang kurang maju menunjukkan hasil yaitu pengaruh perubahan jumlah unit usaha
dan bahan baku terhadap nilai tambah sentra UKM berbeda. Pada UKM yang
maju pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut lebih besar
dibandingkan UKM kurang maju. Lain halnya dengan faktor produksi tenaga kerja
dan nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif
lebih kecil daripada UKM yang belum maju. Baik pada UKM yang maju dan belum
maju, pengaruh faktor produksi investasi tidak berbeda dan umumnya memiliki
pengaruh terhadap perkembangan kinerja sentra UKM. Dengan demikian untuk
mengembangkan sentra UKM yang tergolong belum maju dalam suatu sentra
dilakukan dengan menambah tenaga kerja dan meningkatkan nilai produksinya.
Secara umum dinamika perkembangan sentra UKM dipengaruhi secara signifikan
dan positif oleh nilai produksi dan dipengaruhi secara bermakna dan negatif oleh
faktor produksi bahan baku. Selain dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut di
LAPORAN AKHIR
59
Kajian Literatur
Propinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat dinamika sentra UKM dipengaruhi
pula secara positif oleh investasi, dan di Propinsi Kalimantan Selatan kinerja sentra
UKM dipengaruhi pula secara negatif oleh tenaga kerja.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan nilai tambah sentra
UKM di Indonesia dilakukan dengan meningkatkan nilai produksi. Untuk Propinsi
Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat, selain meningkatkan nilai produksi,
peningkatan nilai
tambah sentra
nilai
produksi
terhadap
kinerja sentra UKM berbeda. Pada sentra UKM yang maju pengaruh bahan baku
tersebut lebih besar dibandingkan sentra UKM kurang maju. Lain halnya dengan
nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif lebih
kecil daripada sentra UKM yang belum maju.
Fenomena di Propinsi Sumatera Selatan, selain bahan baku dan nilai produksi,
faktor produksi investasi dan jumlah unit usaha memberikan pengaruh yang
berbeda antara UKM yang maju dan kurang maju. Pengaruh investasi pada UKM
yang maju relatif lebih besar dan pengaruh jumlah unit usaha pada UKM yang
maju relatif lebih kecil dibandingkan dengan UKM yang kurang maju.
Berbeda dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, selain bahan
baku dan nilai produksi, faktor produksi investasi memiliki pengaruh pula yang
lebih besar terhadap nilai tambah UKM yang maju daripada UKM yang belum
maju. Oleh karena itu, untuk mengembangkan nilai tambah UKM yang tergolong
belum maju dalam suatu sentra dilakukan dengan meningkatkan nilai produksinya.
Nilai tambah komoditas yang dihasilkan oleh UKM dalam suatu sentra pada
umumnya dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi dan
dipengaruhi secara negatif oleh bahan baku, kecuali untuk komoditas tempe dan
garment selain dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi,
dipengaruhi pula secara negatif oleh investasi (untuk tempe) dan secara positif
oleh investasi (untuk garment).
LAPORAN AKHIR
60
Kajian Literatur
nilai
tambah per unit usaha dalam sentra mengindikasikan bahwa pemanfaatan bahan
baku dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah dalam suatu sentra
LAPORAN AKHIR
61
Kajian Literatur
belum efisien.
Apabila peningkatan penggunaan bahan baku dilakukan secara bersamaan
dengan peningkatan jumlah tenaga kerja atau peningkatan investasi maka nilai
tambah per unit usaha akan meningkat pula. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan penggunaan bahan baku harus disertai dengan penambahan
penggunaan tenaga kerja atau penambahan penggunaan mesin atau peralatan
dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah agar bahan baku dapat
digunakan relatif efisien atau optimal.
Fenomena yang terjadi apabila dilakukan pembedaan
sentra
berdasarkan
letaknya (di Jawa dan luar Jawa) adalah antara sentra di Pulau Jawa dan di luar
Pulau Jawa terdapat perbedaan pengaruh tenaga kerja, jumlah unit usaha, bahan
baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha dalam sentra.
Pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut di Pulau Jawa relatif lebih
besar dibandingkan luar Pulau Jawa, dan pengaruh tenaga kerja dan nilai
produksi di Pulau Jawa relatif lebih kecil daripada sentra di luar Jawa. Dengan
demikian, untuk meningkatkan nilai tambah per unit usaha di Pulau Jawa relatif
lebih baik dilakukan dengan menambah unit usaha dan penggunaan bahan baku.
Apabila pembedaan berdasarkan UKM yang berada pada sentra yang maju dan
tidak maju, maka perbedaan yang muncul adalah pengaruh jumlah tenaga kerja,
bahan baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha. Pengaruh
bahan baku terhadap nilai tambah per unit usaha pada UKM yang maju relatif lebih
besar 0,80% dibandingkan UKM yang kurang maju, namun pengaruh jumlah
tenaga kerja dan nilai produksi terhadap produktivitas per unit usaha dalam sentra
yang diukur dengan nilai tambah per unit usaha relatif lebih kecil dibandingkan
UKM yang kurang maju dalam sentra. Dengan demikian untuk meningkatkan
kinerja nilai tambah per unit usaha pada UKM yang kurang maju dilakukan dengan
menambah tenaga kerja dan nilai produksi.
Kinerja nilai tambah per UKM dalam sentra, secara umum dipengaruhi secara
positif dan bermakna oleh nilai produksi dan dipengaruhi negatif oleh bahan baku
serta jumlah unit usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap UKM dalam sentra
perlu memikirkan strategi meningkatkan nilai produksi, misal melalui innovasi.
Indikasi yang lain adalah rata-rata nilai tambah per UKM mencapai tingkat yang
menurun.
Untuk di Propinsi Jawa Barat dan NTB, selain nilai produksi faktor produksi
LAPORAN AKHIR
62
Kajian Literatur
investasi mempengaruhi nilai tambah per UKM secara bermakna dan positif.
Artinya, untuk kedua propinsi tersebut tersedianya dana untuk investasi relatif lebih
penting dibandingkan faktor produksi lainnya.
Analisis berdasarkan pemisahan per UKM yang maju dan kurang maju di sentra di
setiap propinsi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh bahan baku
terhadap nilai tambah per UKM. Pengaruh bahan baku tersebut relatif lebih besar
pada UKM yang lebih maju. Artinya, apabila pada UKM yang maju ditingkatkan
penggunaan bahan bakunya maka pengaruhnya terhadap nilai tambah per UKM
relatif lebih besar dibandingkan hal yang sama diterapkan pada UKM yang belum
maju. Hal yang berbeda terjadi pada UKM di Propinsi NTB, antara UKM maju dan
belum maju tidak terdapat perbedaan besar-kecilnya pengaruh faktor produksi
terhadap nilai tambah per UKM.
Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam
sentra rata-rata di atas Rp 2.737.500.000,00 per tahun
Pembinaan sentra UKM harus didasarkan pada potensi sentra UKM yang dapat
dikembangkan secara cepat. Untuk itu, perlu ditentukan kriteria sentra yang dapat
segera dikembangkan, antara lain:
LAPORAN AKHIR
Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam
63
Kajian Literatur
sentra berkisar Rp 393.500.000 per tahun
2.4.1. Di Italia
Italia, khususnya di Italia bagian Tengah-Utara sebagai pusat pergerakan jejaring
klaster UKM. Menurut C. Richard Hatch (2000), bahwa pada awal tahun 1980-an
pusat pertumbuhan yang pesat di daerah Emilia-Romagna dan sekitamya menjadi
perhatian para pakar di kawasan Eropa dan Amerika. Hasil studi menunjukkan
pertumbuhan yang pesat di daerah ini terjadi karena kerjasama yang kuat antara
asosiasi bisnis, dukungan teknologi, dan keinginan belajar dari pengalaman
kerjasama dalam jejaring melalui klaster UKM yang telah mendukung keberhasilan
tersebut.
2.4.2. Di Denmark
Keberhasilan di bagian Tengah-Utara Italia
LAPORAN AKHIR
64
Kajian Literatur
2.4.3. Di Chile
Salah satu proyek jejaring bisnis dengan pendekatan klaster yang juga sangat
penting adalah proyek yang dikembangkan oleh "the Chilean SME Assistance
Agency, SERCOTEC" pada akhir tahun 1990. Proyeknya disebut "Chile's
Proyectos de Fomento or PROFO program". Proyek ini, ditujukan untuk
mengorganisasikan 10 sampai 30 UKM dalam kelompok untuk mendorong
kerjasama dan menstimulus permintaan layanan SERCOTEC.
Untuk memfasilitasi UKM, SERCOTEC menunjuk dan membayar penuh manajer
yang melayani setiap kelompok. Tugas manajer adalah mengkordinasikan layanan
dari business development services (BDS) providers, aktivitas kelompok seperti
kunjungan ke salah satu pabrik dan tranportasi ke pameran dagang, serta promosi
aktivitas bisnis kelompok (klaster). Sampai dengan tahun 2000 sudah berkembang
sebanyak 16 sentra/klaster PROFO.
2.4.4. Di India
Development Alternatives Inc. (DAI) melalui bantuan USAID dengan proyek
Microenterprise Best Practice telah mengembangkan program kaji tindak yang
melibatkan klaster perusahaan kecil-kecil di bagian Utara kota-kota dan desa-desa
di India. Upaya ini ditujukan untuk membangun jejaring yang efektif antara usaha
mikro,
kecil
dan
menengah.
Seperti
di
negara-negara
lain,
pendekatan
pengembangan jejaring UKM dengan klaster juga melibatkan pialang bisnis, BDS
Providers, dan dana padanan untuk memacu percobaan produk dan pasar baru.
Dalam hal ini kepercayaan antar pengusaha dan adanya kemauan yang keras
untuk bekerjasama menjadi kunci penting bagi suksesnya pengembangan klaster
UKM untuk mendorong terjadinya jejaring bisnis. Pada sisi lain, peranan BDS
Providers juga sangat penting dan oleh karena itu setiap BDS Providers harus
menguasai operasionalisasi bisnis secara rutin. Secara konsepsi bahwa disadari
pemanfaatan layanan BDS secara bersama dalam kelompok menjadi semakin
ringan kalau jumlah UKM dalam sentra atau klaster semakin besar.
2.4.5. Thailand
Satu pelajaran dari sesama negara Asia dapat diambildari Thailand. Thailand
memiliki program yang disebut One Tambun One Product (OTOP), yang berarti
satu desa satu produk.
LAPORAN AKHIR
65
Kajian Literatur
mendorong
pertumbuhan
desa.
2)
Mengkaji sistem bisnis dan operasi secara internal setiap pelaku bisnis
yang akan dikembangkan.
3)
pelatihan
bagi
UKM,
5)
6)
Merancang dan
melakukan
upaya
LAPORAN AKHIR
66
Kajian Literatur
2.5. Pemahaman Agribisnis
Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis
yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya.
Subsistem-subsistem tersebut adalah
1)
2)
3)
4)
On-farm
Agribusiness
Down-stream
Agribusiness
Tanaman
Pangan
Tanaman
Holtikultura
Tanaman Obatobatan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Kehutanan
Intermediate
Product
Finished
Product
Wholesaler
Retailer
Consumer
Supporting
Institution
Agro Institution
Agro Services
LAPORAN AKHIR
agribisnis
usahatani
(on-farm
agribusiness),
Meliputi
kegiatan
67
Kajian Literatur
mengelola
input-input
berupa
lahan,
tenaga
kerja,
modal,
teknologi
dan
LAPORAN AKHIR
68
Kajian Literatur
tahap
ketiga
dari
pembangunan
agribisnis
adalah
tahap
dengan
produktifitas
yang
tinggi
dari
lembaga-lembaga
penelitian
dan
berbasis
modal
kepada
perekonomian
akan
beralih
berbasis
dari
teknologi
dual
interconnections
LAPORAN AKHIR
69
Kajian Literatur
merupakan cikal bakal dari terbentuknya kawasan industri atau kota industri.
Sedangkan jenis cluster yang kedua adalah pengelompokan aktivitas industri
berdasarkan aktivitasnya, hal ini dikenal dengan istilah spatial cluster.
Agropolitan diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian atau
peternakan
(dapat
dilaksanakan
sistem
disebut
sebagai
ternak-lahan)
pengembangan
yang
tumbuh
kawasan
dan
pangan
berkembang
jika
karena
dan
informasi.
Perusahaan
tersebut
akan
memutuskan
apakah
hulu,
subsistem
usahatani
dan
subsistem
agribisnis
hilir
yaitu
LAPORAN AKHIR
70
Kajian Literatur
2.5.3. Pemetaan Agro Based Cluster
Identifikasi agri based cluster dapat dilakukan dengan memetakan cluster yang
ada dan menspesifikasikan stakeholder utama dalam cluster tersebut. Peta cluster
harus dapat menunjukkan tiga komponen utama yang terdiri dari :
dan
sarana
prasarana
pendukungnya
untuk
mendapat
gambaran
tersebut
dilakukan
identifikasi
komoditas
unggulan
yang
dapat
dukungan dalam
bentuk
LAPORAN AKHIR
71
Kajian Literatur
Profitabilitas meningkat
Daya saing meningkat ini dapat digambarkan dalam struktur piramida Integrated
Clusters seperti ditampilkan dalam gambar 17.
Supplier Industries
Input material
Human Resources
distribution
Technology
Capital
And Finace
Regulatory
Enviroment
Physical
Infrastructure
Laju perubahan nilai tambah, laju nilai tambah akan meningkat jika
investasi dan nilai produksi ditingkatkan
2)
LAPORAN AKHIR
72
Kajian Literatur
2)
penting
karena
menyangkut
ketersediaan
sumberdaya,
Adanya
inovasi,
riset
dan
pengembangan.
Inovasi
secara
umum
5)
ketersediaan
sumberdaya
(input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan lahan, biaya
transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitusi, struktur pasar,
kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah tercapainya suatu efisiensi dan
efektifitas serta keberlanjutan dalam pengelolaan utnuk menghasilkan komoditi
unggulan dari cluster tersebut.
Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu cluster adalah
dukungan pemerintah baik berupa kebijakan (policy) maupun pembinaan terhadap
sistem cluster yang sedang berkembang.
program/proyek
program/proyek
tersebut
didefinisikan
sebagai
seberapa
tujuan
LAPORAN AKHIR
besar
dari
73
Kajian Literatur
Efektifitas
Input
Output
Outcome
Efisiensi
Efisiensi adalah input dihubungkan dengan output. Sebuah proses disebut efisien
jika untuk jumlah output yang sama, dibutuhkan jumlah input yang lebih sedikit.
Outcome dari proses adalah sesuatu yang menjadi konsekuensi atau hasil yang
mengikuti output. Contoh outcome adalah peningkatan daya saing, pertumbuhan
ekonomi, dan lain sebagainya.
Efektifitas adalah ukuran pencapaian tujuan, jadi ia menghubungkan outcome
dengan tujuan awalnya.
Dalam penilaian efektifitas, disamping menilai pencapaian tujuan yang tercantum
dalam dokumen program/proyek, penilaian juga dapat dikembangkan sehingga
mencakup efek yang lebih luas yaitu: (1) deadweight, (2) additionality, dan (3)
displacement.
2.6.1. Deadweight
Deadweight berhubungan dengan pertanyaan apa yang terjadi dalam perusahaan
UKM jika dukungan tidak diberikan. Pengukuran deadweight dapat dilakukan
dengan membandingkan antara perusahaan yang memperoleh perkuatan dengan
LAPORAN AKHIR
74
Kajian Literatur
Pure
deadweight.
Jika
tanpa
program
ternyata
perusahaan
tetap
Zero deadweight. Jika tanpa program perusahaan sama sekali tidak dapat
berjalan.
2.6.2. Additionality
Additionality didefinisikan sebagai apakah sebuah dukungan merangsang private
investment yang tadi nya tidak ada/tidak mungkin. Additionality dapat berada
pada input, output, atau behavioral.
2.6.3. Displacement
Displacement timbul ketika dukungan
bantuan
LAPORAN AKHIR
negara
yang
75
Metode Kajian
Secara umum, kajian mengamanahkan 2 hal utama yaitu: (1) mengukur efektifitas
program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis di bidang agribisnis dan
(2) mencari sumber efektifitas tersebut.
antar perusahaan
kompetensi dan
LAPORAN AKHIR
76
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
luas,
atau
klaster
regional. Keduanya
digunakan
sebagai
sampel
pengamatan.
kajian-kajian
pengembangan
klaster.
ini
belum
Secara
menunjukkan
umum,
beberapa
faktor
dominan
faktor
yang
bagi
memicu
pembentukan klaster adalah (1) adanya permintaan lokal yang unik (seperti batik,
anyaman bambu untuk peralatan rumah tangga, dll), (2) telah adanya industri di
seputar wilayah tersebut yang output/bahan sisanya menjadi bahan baku bagi
klaster, adanya industri yang berhubungan, atau telah adanya klaster yang
berhubungan yang membuka peluang, (3) Karena perilaku
perusahaan/individu
yang inovatif, (4) karena hasil kajian perguruan tinggi, (5) adanya kejadian yang
membuka peluang, dan lain-lain. Rangsangan ini jika terus dilanjutkan terutama
jika ada dukungan dari institusi lokal dan/atau persaingan lokal yang sehat akan
membuat
klaster
terus
tumbuh.
Pertumbuhan
klaster
akan
menciptakan
oleh
pelaksana-pelaksana
program
dan
menarik
pelajaran
daripadanya.
RPJM
bidang Koperasi dan UKM adalah memperluas basis dan kesempatan berusaha
serta
menumbuhkan
wirausaha
baru
berkeunggulan
untuk
mendorong
LAPORAN AKHIR
bisnis
yaitu:
(1)
meningkatnya
daya
saing
produk
klaster,
(2)
77
77
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
Jika
tanpa
program
ternyata
perusahaan
tetap
deadweight;
(2)
Partially
deadweight.
Jika
tanpa
program,
Input additionality
berbelanja
lebih
apakah
aktivitas
output
meningkat
akibat
adanya
perubahan
permanent
pada
perilaku
perusahaan
akibat
LAPORAN AKHIR
dinamika
78
78
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
UKM
2)
3)
memunculkan
identitas
klaster
yang
cukup
kuat
di
tataran
regional/nasional;
4)
5)
6)
bab
Kajian Literatur.
LAPORAN AKHIR
79
79
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
80
80
Akumulasi informasi
Permintaan lokal yang unik/
tidak biasa
Pembentukan
Klaster
Institusi lokal
mengembangkan pelatihan,
penelitian, dan infrastruktur
khusus
Pertumbuhan
Klaster
Wilayah Kajian
kerangka
digunakan
analisis kesisteman
agar
proses
(input-proses-output). Kerangka
identifikasi
kualitatif
dari
mekanisme,
permasalahan yang dihadapi model, dan faktor dominant dapat lebih sistematis
dan mudah dilakukan.
Catatan-catatan hasil pengukuran variable internal dan eksternal klaster ini
kemudian akan dimasukkan ke dalam Data Envelopment Analysis, untuk mencari
dasar pengelompokkan model, kemudian analisis faktor dan diskriminan digunakan
untuk mendapatkan gambaran faktor dominan penumbuhan klaster. Kajian
kemudian akan dikembangkan dengan informasi lain untuk mengidentifikasi
sumber efekfitas dari model yang berhasil.
LAPORAN AKHIR
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
81
81
Pendu
kung
Lainnya
Kajian literature
Analisis data sekunder
Sentra Agribisnis
Competitiveness
Deskripsi sentra bisnis agribisnis
(Internal)
Specialization
Identity
Interaksi antar
perusahaan
(network/
supply chain)
Interaksi
institusi
pendukung
KLASTER
Deadweight
Kombinasi
sumberdaya/
kompetensi
yang berbeda
Kedekatan
Spatial
Additionality
Rekomendasi kebijakan
pengembangan sentra ke klaster
bisnis agribisnis
LAPORAN AKHIR
Displacement
Pengukuran indikator
kinerja & efek
pengembangan klaster
Peta rantai pasokan
Analisis struktur biaya
usaha tani untuk melihat
daya saing
Analisis spatial untuk
melihat potensi lahan
Analisis Kelembagaan/
kesisteman
Analisis cakupan produksi
untuk melihat spesialisasi
Analisis Faktor
Analisis Diskriminan
Focus Group Discussion
dlm kerangka PCM
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
Untuk mendukung hasil analisis kuantitatif dan kualitatif tersebut, kajian juga
berkeinginan memperoleh masukan stakeholder pengembangan UKM melalui
klaster
bisnis.
Untuk
itu
di
beberapa
daerah
diadakan
FGD
untuk
2)
3)
4)
5)
Menganalisis berbagai permasalahan yang ditemukan dalam masingmasing model penumbuhan/ pengembangan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis;
6)
7)
8)
LAPORAN AKHIR
82
82
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
sentra
UKM
dalam
menumbuhkan
klaster
bisnis,
bagi
mensintesis
perbaikan
kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam
penumbuhan dan pengembangan sentra ke klaster bisnis agribisnis di masa
depan.
Secara umum, ada tiga jenis metode penelitian yaitu penelitian eksploratoris (untuk
memperdalam dan menajamkan perumusan masalah), penelitian, deskriptif (untuk
menerangkan cara kerja suatu sistem dan implikasinya) dan penelitian
kausal
(untuk mencari hubungan sebab akibat antara obyek pengamatan dengan faktor
yang mempengaruhinya). Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, kajian ini
dapat digolongkan sebagai kegiatan penelitian deskriptif dengan konsentrasi
pada mekanisme transformasi sentra ke klaster.
Exploratory research
Descriptive research
Causal research
LAPORAN AKHIR
83
83
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
kegiatan,
riset
merupakan
upaya
sistematik
dan
obyektif
untuk
dan
menemukan
solusi
persoalan
penumbuhan
dan
bab
mengenai Sampling.
Kalsel
Lampung
Sulsel
Jabar
Jateng Jatim
NTB
LAPORAN AKHIR
84
84
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
85
85
agribisnis UKM
2)
3)
Untuk
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
tersebut,
maka
kajian
kemudian
Identifikasi
kategori sentra
3
Sentra
dinamis
Model
pengembang
an klaster
Sentra tidur
4
Sumber
efektifitas
LAPORAN AKHIR
Identitas,
karakteristik,
kinerja sentra
Pendekatan Daya saing
Leverage/
Spesialisasi
kesisteman Identitas
Spatial
Kelembagaan
Usaha Tani
Gambaran
kondisi saat
ini
Proyeksi
kondisi
masa depan
Masalah
dan akar
masalah
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
diarahkan
untuk
memaparkan kondisi umum setiap sentra yang diamati. Kondisi umum misalnya,
(1) identitas, karakteristik, dan kinerja sentra dalam deret waktu yang berkala, (2)
masalah dan akar masalah, (3) harapan pengembangan terbaik dari kondisi saat
ini.
Hasil pengelompokkan dan data identitas, kinerja dan kondisi umum ini kemudian
diumpankan ke modul 4 untuk saling diperbandingkan. Hasil perbandingan ini
membawa kajian menemukan faktor dominan penumbuhan klaster bisnis UKM di
bidang agribisnis. Kemudian berdasarkan masukan dari proyeksi kondisi masa
depan dan perumusan akar masalah, hasil modul 4 ini diekstraksi menjadi
rekomendasi dan kesimpulan.
Langkah umum tersebut diatas diharapkan dapat mendekati masalah yang harus
dijawab oleh kajian ini.
LAPORAN AKHIR
86
86
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
utama program yaitu apakah program sentra UKM berjalan atau tidak di sentra
yang diamati. Komponen indikator meliputi keberadaan dari 3 unsur utama
program sentra UKM yaitu (1) keberadaan pengusaha dan produk sentra, (2)
keberadaan institusi BDS dan layanannya, dan (3) keberadaan KSP dan layanan
KSP untuk menyalurkan MAP.
INDIKATOR KEDUA digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut keberadaan ciri
klaster di sentra yang berjalan. Indikator ciri klaster setidaknya dilihat dari
keberadaan (1) munculnya supplier khusus, (2) Adanya spesialisasi di
dalam
sentra untuk melengkapi rantai pasok produk sentra, dan (3) adanya kemauan
berkelompok dan berbagi informasi pasar.
INDIKATOR KETIGA digunakan
klaster
untuk
agribisnis
yang dinamis. Indikator dibentuk oleh parameter (1) daya saing produk klaster, (2)
spesialisasi sesuai kompetensi, (3) interaksi dan kerjasama yang maju dan
penerapan prinsip rantai pasokan yang baik, (4) kuatnya identitas klaster, (5)
perkembangan teknologi dan investasi, (6) munculnya institusi pendukung rantai
pasok klaster, (7) akumulasi informasi di dalam klaster.
Indikator 2
Indikator 3
Ya
Ya
Indikator 4
Apakah klaster
dinamis?
Identifikasi/ konfirmasi
faktor dinamisator
Identifikasi/ konfirmasi
faktor penumbuh
klaster
Adakah ciri
penumbuhan klaster?
Apakah sentra
berjalan?
Tida
Tidak
Identifikasi/ konfirmasi
faktor penghambat
dan akar masalah
Indikator 5
Informasi karakteristik,
kondisi, kinerja
LAPORAN AKHIR
Kebutuhan kebijakan
Indikator 6
87
87
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
88
88
diarahkan
gambaran
DIMENSI
ELEMEN
ITEM
Efektifitas Model
volume produksi
daerah pemasaran produk
omzet penjualan pasar lokal, regional dan ekspor
Keuntungan perusahaan dalam klaster
Struktur biaya (setidaknya total cost) perusahaan
dalam klaster
Keunggulan harga
dibanding pesaing
awareness terhadap
merek klaster
Spesialisasi
munculnya spesialisasi
UKM pada aktifitas
pembentuk rantai
pasokan produk klaster
Deadweight*
LAPORAN AKHIR
indikasi kategori
deadweight yang
muncul
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
DIMENSI
ELEMEN
ITEM
apakah melakukan/mencapai hal yang sama?
Additionality*
apakah model
menciptakan
additionality
89
89
Displacement*
Identitas model
apakah model
menciptakan
displacement
What
Nama sentra
Why
When
Where
Who
to Whom
Mekanisme
pelaksanaan model
Persepsi berhasil
Input
Proses
Output
Leverage
Daya pengerak
Dukungan finansial
Dukungan non finansial
Kebijakan
Perubahan tak terduga
Mekanisme Transmisi
Titik tumpu
LAPORAN AKHIR
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
DIMENSI
ELEMEN
ITEM
Keunikan/daya saing produk
Ketersediaan pasar
Sarana dan prasarana produksi/industri daerah
Konsistensi kebijakan
Penegakan aturan
Massa UKM
Karakteristik Internal
Efektifitas sistem
agribisnis
Kelembagaan
Usaha tani
informasi
kajian.
Daftar
kebutuhan
diturunkan
dengan
LAPORAN AKHIR
data
menunjukkan
dengan
alat/metode
apa
data
tersebut
90
90
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
atau
91
91
primer.
yang diperkirakan
JENIS DATA
CARA PENGUMPULAN
KETERANGAN
X
O
Pelaksana program
Pelaksana program,
BDS, UKM, KSP
X
X
Additionality
X
O
Analisis Kelembagaan
Analisis spatial
Pengamatan
BPS, Departemen teknis
terkait, literatur lainnya
X
O
Wawancara
Kuesioner
Data Sekunder
Kajian Literatur
Interval
Ordinal
Nominal
Kualitatif
Kuantitatif
Pelaksana program,
peserta program, institusi
lain yang berhubungan
Pelaksana program,
peserta program, dinas
di daerah, stakeholder
lain yang berhubungan
(perusahaan industri
terkait, perusahaan
klaster terkait, pasar)
Pelaksana program,
peserta program
Alternatif strategi
X
O
Dalam tabel, suatu dimensi/elemen kadang memiliki beberapa jenis data dan cara
pengumpulan. Maksud hal tersebut adalah, dimensi/elemen tersebut dipecah lagi
LAPORAN AKHIR
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
menjadi beberapa item pertanyaan yang diperkirakan memiliki jenis data dan cara
pengumpulan yang berbeda.
Daftar kebutuhan data dan informasi primer yang harus diperoleh dari
responden dan pihak-pihak lain dalam survey ke daerah. Daftar ini
merupakan ringkasan data dan informasi utama yang kritis bagi
keberhasilan kegiatan survey.
2)
3)
Daftar kebutuhan data dan informasi sekunder yang harus diperoleh dari
responden dan pihak-pihak lain dalam kunjungan ke daerah.
4)
5)
6)
Panduan
diskusi
publik
untuk
mengkonfirmasi
hasil
temuan,
LAPORAN AKHIR
92
92
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
bagi
enumerator
pengumpul
data
untuk
mengumpulkan
3.8. Sampel
3.8.1. Unit Analisis
Karena pembelajaran diambil dari perbandingan antara sentra UKM yang berhasil
berevolusi menjadi klaster bisnis, maka unit analisis kajian ini adalah sentra UKM.
3.8.2. Responden
Responden kajian terdiri dari: pengusaha anggota sentra, pengelola BDS,
pengurus/pengelola Koperasi penyalur MAP, dan pihak lainnya yang terlibat dalam
pelaksanaan program sentra UKM seperti Dinas terkait di daerah dan perguruan
tinggi.
LAPORAN AKHIR
93
93
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
dijangkau dan mungkin diliput dalam batas waktu pelaksanaan kajian, (4) Bersedia
menjadi responden penelitian. Jika responden/perusahaan anggota klaster yang
terpilih tidak dapat/tidak bersedia menjadi responden, maka responden akan
dialihkan ke perusahaan lain dari jenis kategori yang serupa dalam klaster yang
sama.
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa hasil penarikan sampel perlu
dikonfirmasikan dengan pihak dinas di daerah. Beberapa sentra yang telah dipilih
menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Deputi Restrukturisasi ternyata
tidak sesuai dengan pendapat dinas di daerah dan kenyataan lapangan.
Propinsi
Komoditas Sentra
Lampung
Jawa Tengah
Penggemukan sapi
Pengolahan ikan
Padi organik
Jawa Timur
Apel
Budidaya kelinci
Penjualan sayur mayur
Pembibitan itik
Jawa Barat
Pembibitan Itik
Teh
Sayur mayur
Sulawesi Selatan
Perikanan
Gula kelapa
Rumput laut
Jagung kuning
Padi/Beras
Kalimantan Selatan
Sayur mayur
Penggemukan sapi
LAPORAN AKHIR
94
94
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
yang
terkumpul
diklasifikasikan
berdasarkan
kategori
pemenuhan
yang
ditetapkan.
Terhadap
hasil
tabulasi
kemudian
dilakukan
2)
3)
mengidentifikasi
pelaksanaan
permasalahan
utama
dalam
program,
LAPORAN AKHIR
95
95
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
Dalam
3:
Pengelompokkan
sentra
ke
dalam
kategori
berhasil
LAPORAN AKHIR
96
96
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
KEGIATAN
HASIL
Modul 1.
Melakukan :
Desain Penelitian,
Paparan Dinamika
Klaster Bisnis
Indonesia, Identifikasi
Sentra UKM berbasis
agribisnis, dan
Identifikasi modelmodel teoritis
pengembangan
klaster bisnis berbasis
agribisnis
Studi pustaka
Mengumpulkan data dan informasi mengenai
analisis lainnya
Survey lapangan
Membuat peta rantai pasokan/rantai komoditi
klaster
LAPORAN AKHIR
97
97
Kajian
Kajian Efektifitas
Efektifitas Model
Model
Penumbuhan
PenumbuhanKlaster
KlasterBisnis
Bisnis
UKM Berbasis
Berbasis Agribisnis
Agribisnis
KEGIATAN
HASIL
Modul 3.
Kategorisasi sentra
Deskripsi efektifitas model
Pengelompokkan
sentra ke dalam
kategori berhasil
mengembangkan ciri
klaster, tidak berhasil
mengembangkan ciri
klaster dan tidur
Modul 5.
Perumusan Kebijakan
dan Rekomendasi
Modul 6.
Validasi hasil
penelitian dan
penyusunan laporan
memo
Modul 7.
Publikasi dan
Diseminasi Hasil
Kajian
LAPORAN AKHIR
98
98
4.1. Pendahuluan
Sebagian pertanyaan yang ingin dijawab oleh bab ini adalah Kenapa harus sektor
agribisnis yang dikembangkan? Dalam kajian ini, komoditas agribisnis dipahami
sebagai komoditas yang dihasilkan oleh subsektor tanaman bahan makanan,
perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan, atau dalam khazanah ekonomi
yang disebut dengan sektor pertanian.
2004
2006
satuan
Pertumbuhan
per tahun
1,506,296,600
1,703,086,000
juta Rp
6.33%
247,163,600
261,296,900
juta Rp
16.41%
15.34%
354,561,295
404,606,624
juta Rp
16,276,312
17,682,377
juta Rp
4.59%
4.37%
470,789,928
9,597,200
2.04%
2.26%
44,784,073
PDB pertanian
% PDB pertanian thd nasional
Jumlah investasi ADH konstan 2000 nasional
Jumlah investasi sektor pertanian
% investasi pertanian thd nasional
Ekspor non migas nasional
Ekspor sektor Pertanian
% ekspor pertanian thd nasional
2.82%
-3.30%
6.82%
4.23%
-2.43%
607,397,270
juta Rp
13.59%
13,741,476
Juta Rp
19.66%
5.35%
48,936,840
Unit
4.53%
25,799,864
26,209,399
Unit
57.61%
53.56%
83,601,371
88,804,955
Orang
37,691,288
38,814,535
Orang
45.08%
43.71%
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah
LAPORAN AKHIR
0.79%
-3.58%
3.07%
1.48%
-1.54%
99
Secara umum, dalam perekonomian Indonesia, posisi sektor ini sebenarnya tidak
terlalu bersinar. Ini dapat dilihat dari posisi sektor terhadap beberapa indikator
ekonomi seperti tampak dalam tabel diatas. Tampak bahwa sumbangan sektor
pertanian terhadap pendapatan nasional, jumlah investasi, serta jumlah ekspor
yang
dilakukan
tidaklah terlalu
fenomenal
besarnya
dan
pertumbuhannya
cenderung menurun.
Pertanian
14%
Jasa-jasa
9%
Pertambangan
20%
Pengangkutan dan
komunikasi
7%
Perdagangan, hotel,
restoran
17%
Pengolahan
28%
Bangunan
6%
Listrik, gas, air
1%
PDB
Pengolahan
78%
Ekspor
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah
Tetapi jika perhatikan proporsi jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang ada di
sektor ini, yang nilainya hampir mencapai 50%, menunjukkan bahwa sektor ini
adalah sektor yang paling banyak digeluti dan pekerjaan yang paling banyak
dilakukan oleh rakyat Indonesia. Disamping itu, komoditas yang dihasilkan oleh
sektor ini merupakan komoditas strategis penunjang ketahanan pangan bagi
Indonesia secara keseluruhan. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika pada
RPJM pemerintah mencantumkan sektor ini sebagai sektor yang perlu lebih dahulu
dikembangkan karena akan memberikan dampak pengali yang amat luas terhadap
perekonomian masyarakat.
Sektor ini umumnya bersifat padat karya dengan penerapan teknologi yang relatif
sederhana dan tepat guna, sehingga peran usaha kecil dan menengah pada sektor
ini cukup besar. Produk sektor ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat
terutama sebagai produk yang dikonsumsi langsung dalam bentuk pangan oleh
rumah tangga maupun sebagai bahan baku dalam proses produksi sektor lainnya.
disamping itu produk pertanian ini juga menjadi komoditas ekspor, khususnya dari
LAPORAN AKHIR
100
101
Perdagangan, hotel,
restoran
27%
Pertanian
53%
Perdagangan, hotel,
restoran
25%
Bangunan
0%
Listrik, gas, air
Pengolahan
0%
7%
Bangunan
1%
Listrik, gas, air
0%
Pertambangan
1%
Pengolahan
13%
Pertambangan
1%
Tenaga
Unit Usaha
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, UKM sektor pertanian mampu menyerap
sebesar 99.8% tenaga kerja di sektor pertanian, atau sebesar 43.66% dari
keseluruhan tenaga kerja nasional. Secara umum, jumlah tenaga kerja yang
terserap di sektor pertanian tumbuh sebesar 1,48% pertahun sejak periode 2004
hingga 2006.
Pada tahun 2006, kontribusi Usaha kecil dan menengah dalam pembentukan PDB
sektor pertanian adalah sebesar 95,74%, sedangkan kontribusi terhadap total PDB
nasional
adalah
sebesar
14.69%.
Pertumbuhan
PDB
sektor
pertanian,
LAPORAN AKHIR
kontribusi terbesar dalam pembentukan PDB sektor ini yaitu sebesar 49,45%
kemudian berturut-turut sub sekor perkebunan 15,72%, sub sektor perikanan
15,66%, sub sektor peternakan 12,75% dan sub sektor kehutanan 6,42%.
Skala Usaha/
Sektor/Nasional
Usaha Kecil
(Unit)
Usaha Menengah
2004
2006
Tumbuh
04-06
25,798,155
26,207,670
1,650
1,676
0.78%
59
53
-5.22%
Total
25,799,864
26,209,399
0.79%
Usaha Kecil
36,877,938
37,965,878
1.46%
(orang)
Usaha Menengah
772,366
805,531
2.12%
40,984
43,126
2.58%
37,691,288
38,814,535
1.48%
213,528,700
226,756,900
3.05%
Usaha Besar
Usaha Besar
Total
0.79%
Usaha Kecil
(Juta Rp)
Usaha Menengah
22,663,700
23,415,500
1.65%
Usaha Besar
10,971,200
11,124,500
0.70%
247,163,600
261,296,900
2.82%
Jumlah Investasi
Total
Usaha Kecil
5,437,785
5,894,212
4.11%
Usaha Menengah
6,913,413
7,503,748
4.18%
(Juta Rp)
Usaha Besar
3,925,116
4,284,417
4.48%
16,276,314
17,682,377
4.23%
Total
Ekspor
Usaha Kecil
7,586,424
11,129,939
21.12%
(Juta Rp)
Usaha Menengah
1,128,942
1,532,770
16.52%
881,834
1,078,767
10.60%
9,597,200
13,741,476
19.66%
Usaha Besar
Total
Laju Indeks Harga
Usaha Kecil
4.38
14.06
79.17%
Implisit (%)
Usaha Menengah
6.14
19.59
78.62%
Usaha Besar
7.98
21.94
65.81%
Total
4.68
14.86
78.19%
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah
Dari sisi PDB, secara umum sektor pertanian menyumbangkan 15.34% kepada
PDB nasional di tahun 2006. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2004 yang
16.41%. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor peternakan, diikuti oleh
subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Jika
dilihat sub sektor pembentuknya, maka akan tampak bahwa sektor tanaman bahan
makanan memberikan sumbangan paling besar (49.45%) terhadap PDB sektor
pertanian secara keseluruhan diikuti subsektor perkebunan (15.72%), subsektor
perikanan (15.66%), peternakan (12.75%) dan kehutanan (6.42%).
LAPORAN AKHIR
102
103
2006
44,784,073
48,936,840
unit
4.53%
25,799,864
26,209,399
unit
0.79%
25,799,805
26,209,346
unit
99.9998%
99.9998%
0.00001%
0.0002%
0.0002%
-5.96%
83,601,371
88,804,955
orang
3.065%
37,691,288
38,814,535
orang
1.479%
37,650,304
38,771,409
orang
1.478%
99.89%
99.89%
-0.001%
45.04%
43.66%
-1.540%
satuan
Tumbuh
04-06
0.79%
1,506,296,600
1,703,086,000
juta Rp
6.33%
247,163,600
261,296,900
juta Rp
2.82%
236,192,400
250,172,400
juta Rp
2.92%
95.56%
95.74%
0.09%
15.68%
14.69%
-3.21%
16.41%
15.34%
-3.30%
49.61%
49.45%
-0.16%
15.72%
15.72%
0.01%
12.81%
12.75%
-0.26%
7.05%
6.42%
-4.57%
14.81%
15.66%
2.83%
354,561,295
404,606,624
juta Rp
6.82%
70,902,434
na
juta Rp
na
81,388,716
na
juta Rp
na
202,270,145
na
juta Rp
na
470,789,928
607,397,270
juta Rp
13.59%
9,597,200
13,741,476
juta Rp
19.66%
2.04%
2.26%
6.79
13.3
39.96%
5.15
12.96
58.63%
5.69
14.37
58.92%
9.21
13.68
21.87%
5.35%
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah
Data jumlah investasi yang dilakukan secara umum menunjukkan angka kenaikan
dibandingkan tahun 2004 (kenaikan per tahunnya rata-rata 6%). Namun secara
jika diperhatikan sumbangan investasi subsektor pembentuknya terhadap investasi
nasional,
tampak
dibandingkan
bahwa
pertambahan
sumbangan
investasi
subsektor
nasional. Hal
mengalami
ini
penurunan
menunjukkan
LAPORAN AKHIR
minat
Jika
104
Skala Usaha
Tanaman Bahan
Makanan
2006
Perkebunan
Tumbuh
04-06
2006
Tumbuh
04-06
Peternakan
2006
Tumbuh
04-06
Kehutanan
2006
Tumbuh
04-06
Perikanan
2006
Tumbuh
04-06
PDB ADH
Konstan
2000
49.45%
-0.16%
15.72%
0.01%
12.75%
-0.26%
6.42%
-4.57%
15.66%
2.83%
7.59%
-3.46%
2.41%
-3.29%
1.96%
-3.55%
0.99%
-7.72%
2.40%
-0.57%
Investasi
ADH
Konstan
2000
25.28%
-0.07%
32.07%
0.08%
6.85%
-0.11%
7.04%
-0.09%
28.76%
0.02%
1.10%
-2.50%
1.40%
-2.35%
0.30%
-2.54%
0.31%
-2.52%
1.26%
-2.41%
Laju Indeks
Harga
Implisit (%)
Usaha Kecil
14.65
166.68%
7.79
13.47%
12.66
48.64%
35.77
112.92%
15.88
24.47%
Usaha Menengah
14.52
160.48%
7.79
35.87%
12.56
109.56%
36.93
109.30%
15.98
36.08%
6.53
9.76%
12.92
67.23%
35.44
89.68%
16.6
22.24%
14.65
166.68%
7.65
15.55%
12.65
55.08%
36.16
102.82%
15.9
25.47%
Usaha Besar
Total Sub Sektor
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah
Indeks harga implisit sektor pertanian secara umum tumbuh diatas pertumbuhan
indeks harga implisit nasional menunjukkan kenaikan harga komoditas di pasar
nasional dan dunia. Jika diperhatikan, tampak bahwa kenaikan harga dinikmati
oleh subsektor tanaman bahan makanan, kehutanan dan peternakan. Sedangkan
subsektor perikanan dan peternakan menunjukkan pertumbuhan indeks harga
implisit yang lebih rendah dibandingkan nasional, hal ini menunjukkan penurunan
harga komoditas ke dua subsektor ini di pasar domestik dan/atau ekspor.
Pada tahun 2006, peran usaha kecil dan menengah sangat besar pada empat sub
sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Sedangkan pada sub sektor kehutanan, peran usaha kecil masih relatif kecil,
dimana peran ini di dominasi oleh HPH yang dimiliki oleh pengusaha besar dan
menengah.
LAPORAN AKHIR
terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan
antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang kegiatan pertanian sebagai suatu
kegiatan bisnis yang memiliki daya saing.
Agribisnis menurut Davis and Goldbergh, Sonka and Hudson, Farell and Funk
(dalam Saragih, 2000) dinyatakan sebagai suatu cara lain untuk melihat pertanian
sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu
dengan yang lain. Subsistem-subsistem tersebut adalah subsistem agribisnis hulu
(up-stream agribusiness), subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness),
subsistem
agribisnis
hilir
(down-stream
agribusiness)
dan
subsistem
jasa
Up-stream
Agribusiness
Pembibitan
Agro Kimia
Agro Otomotif
Down-stream
Agribusiness
Tanaman Pangan
Tanaman Holtikultura
Tanaman Obat- obatan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Kehutanan
Intermediate Product
Finished Product
Wholesaler
Retailer
Consumer
Supporting
Supporting
Institution
Agro Institution
Agro Services
Meliputi
semua
kegiatan
untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas, atau
pengadaan sarana produksi, antara lain: Pembibitan, Agro Kimia, dan Agro
Otomotif.
Subsistem
agribisnis
usahatani
mengelola
input-input
berupa
(on-farm
lahan,
agribusiness).
tenaga
kerja,
Meliputi
modal,
kegiatan
teknologi
dan
LAPORAN AKHIR
105
Pedagang
Bahan Baku
Pemasok
Mesin dan Alat
Produksi
KLASTER UKM
Konsumen
Koperasi
Perusahaan
Besar
(Subcontracting)
SDM
Lembaga Pendukung :
Pemerintah
Universitas
LSM
Perusahaan Besar
Dll
pada
hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem agribisnis dalam satu
sistem komoditas. Koperasi sebagai bagian dari sistem agribisnis tersebut dalam
pengelolan klaster berperan besar untuk meningkatkan potensi pertanian dan
LAPORAN AKHIR
106
memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian agar lebih
kompetitf serta dapat mendorong efisiensi usaha.
sehingga
peran usaha kecil dan menengah pada sektor ini cukup besar. Pernyataan ini
kemudian tercermin dalam peran skala usaha Kecil dan Menegah yang tertangkap
dalam tabel I-O tahun 2000 dan data-data tambahan yang dikelurkan oleh
Kementerian Koperasi dan UKM serta BPS di tahun 2006.
Secara umum tampak bahwa hampir 90% sektor ini dibentuk oleh Usaha Kecil dan
Menengah.
0.01
0%
0. 0
18
1%
2
4.26%
8.96%
90%
7.85%
24.23%
11.15%
80%
70%
60%
50%
42.44%
99.99%
97.81%
86.78%
81.00%
40%
30%
20%
33.33%
10%
0%
Unit Usaha
Tenaga Kerja
Usaha Kecil
PDB
Usaha Menengah
Investasi
Ekspor
Usaha Besar
Sektor pertanian ini dibentuk oleh 5 sub-sektor, (1) Subsektor Tanaman Bahan
Makanan, (2) Subsektor Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan, (4) Subsektor
Kehutanan dan (5) Subsektor Perikanan.
Secara sektoral, tampak bahwa subsektor tanaman bahan makanan, perikanan
dan perkebunan merupakan 3 subsektor terbesar dalam sekor pertanian. Berikut
LAPORAN AKHIR
107
ini gambaran dinamika Usaha Kecil dan Menengah dalam masing-masing subsektor tersebut.
Gambar 30. Proporsi Pembentukan PDB, Investasi dan Ekspor MasingMasing Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2006
Perikanan
16%
Tanaman Bahan
Makanan
25%
Perikanan
29%
Kehutanan
6%
Tanaman Bahan
Makanan
49%
Peternakan
13%
Kehutanan
7%
Peternakan
7%
Perkebunan
16%
PDB
Perkebunan
32%
Investasi
LAPORAN AKHIR
108
pangan terbesar dari komoditi padi yaitu 16%, tanaman umbi-umbian 15,6% dan
sayuran 15,16%. Usaha besar belum memberikan kontribusi dalam penyediaan
pangan nasoional. Hal ini menunjukkan sistem pertanian tanaman pangan di
Indonesia masih relatif bersifat padat karya.
51.38
70%
39.73
60%
51.70
1.37
50%
0.55
0.09
40%
30%
48.07
20%
58.90
48.21
10%
0%
Usaha Kecil
Permintaan Akhir
Usaha
Menengah
Ekspor
Usaha Besar
Permintaan Antara
Pada tahun 2000 struktur penyediaan bahan pangan yang disediakan di dalam
negeri hanya 79,37% selebihnya berasal dari impor yaitu sebanyak 20,63%.
Sedangkan struktur permintaan pada sub sektor ini masih berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan domestik baik untuk industri pengolahan maupun untuk
kebutuhan konsumsi langsung masyarakat. Mengingat komoditi pangan sebagai
komoditi strategis dan masih tingginya penyediaan yang bersumber dari
impor
LAPORAN AKHIR
109
110
ini
memiliki keterkaitan industri yang paling tinggi dengan indeks daya penyebaran
sebesar 6,0 sedangkan usaha kecil hanya 5,9 dan usaha besar 5,1. Indeks derajat
kepekaan usaha kecil paling tinggi yaitu 8,9 sedangkan usaha menengah dan
besar masing-masing 4,5 dan 5,1. Hal ini berarti, pada usaha kecil setiap kenaikan
satu unit permintaan akhir sub sektor pangan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 14,8 unit. Sedangkan untuk usaha menengah hanya
10,5 unit dan 10,2 untuk usaha besar. Indeks derajat kepekaan untuk usaha kecil
8,9 menunjukan bahwa sub sektor ini memiliki daya dorong yang tinggi untuk
meningkatkan
8,9
kali kapasitas
produksi
dan
produktivitas
industri yang
Tabel 12. Perkembangan PDB, Indeks Harga Implisit dan Investasi Sub
Sektor Tanaman Bahan Makanan Menurut Skala Usaha Periode 20042006
Variabel
Skala Usaha
Usaha Kecil
(Juta Rp)
Usaha Menengah
930,200
2.94%
2.66%
122,611,700
129,211,200
2.66%
49.61%
49.45%
-0.16%
8.14%
7.59%
-3.46%
Usaha Kecil
2,941,461
3,189,889
4.14%
Usaha Menengah
1,178,326
1,279,540
4.21%
4,119,787
4,469,429
4.16%
Usaha Besar
4,119,787
4,469,429
4.16%
25.31%
25.28%
-0.07%
1.16%
1.10%
-2.50%
Usaha Kecil
2.06
14.65
166.68%
Usaha Menengah
2.14
14.52
160.48%
2.06
14.65
166.68%
Usaha Besar
Total Sub Sektor
Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, diolah
LAPORAN AKHIR
2.65%
129,211,200
128,281,000
877,900
Usaha Besar
(Juta Rp)
121,733,800
Tumbuh
04-06
122,611,700
2006
Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini hanya mengalami pertumbuhan
PDB sebesar 2.66% per tahun. Di tahun 2006, investasi sub sektor Tanaman
Bahan Makanan sekitar 25,28% dari total sektor pertanian atau sekitar 1,10% dari
total investasi nasional. Investasi pada skala usaha besar di sub sektor ini pada
tahun 2004 dan 2006 belum ada.
Laju indeks harga implisit sub sektor ini sebesar 166.68% dan berada di atas
indeks
harga
implisit
secara
nasional
yang
sebesar
39.96%.
Tingginya
untuk
usaha menengah relatif lebih dipengaruhi oleh kondisi pasar global yang memiliki
kecenderungan harga input antara dari impor yang lebih tinggi sehingga skala
usaha ini relatif tidak stabil dibandingkan dengan usaha kecil. Sehingga surplus
usaha usaha kecil lebih besar dari pada usaha menengah.
Peran koperasi dan UKM di sektor ini cukup besar, mengingat sifat sub sektor ini
yang padat karya. Koperasi dan UKM berperan sebagai pelaku dalam kegiatan
budidaya, penyedia bahan baku, pemasaran maupun proses pengolahan. Banyak
koperasi yang berperan dalam proses kegiatan on-farm maupun off-farm, seperti
koperasi pertanian.
LAPORAN AKHIR
111
Permintaan
Antara
Ekspor
Permintaan
Akhir
Total
Usaha Kecil
84.98
4.24
10.77
100.00
Usaha Menengah
87.68
3.09
9.23
100.00
Usaha Besar
92.70
0.49
6.81
100.00
perkebunan
menurut
Dalam
struktur
permintaan
tanaman
skala
usaha
LAPORAN AKHIR
impor
112
Indeks derajat kepekaan sebesar 21,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang tinggi untuk meningkatkan 21,8 kali kapasitas produksi dan
produktivitas yang menggunakan komoditi perkebunan sebagai input dalam proses
produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif
tinggi 84,9% dari output subsektor perkebunan digunakan sebagai input dalam
proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar
masing-masing 78,7% dan 92,7% (BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM
2004).
Selama
periode
tahun
2004-2006
sub
sektor
perkebunan
mengalami
pertumbuhan PDB sebesar 2,83%, nilai ini masih dibawah pertumbuhan PDB
nasional yang sebesar 6.33%. Sumbangan terbesar diberikan oleh Usaha Kecil
dengan
persentase
sebesar
74,91%
dari
total
PDB
subsektor
Tanaman
Perkebunan, diikuti oleh Usaha Menengah (14,64%) dan Usaha Besar (10,43%).
Tabel 14. Perkembangan PDB, Investasi, dan Indeks Harga Implisit Sub
Sektor Perkebunan Menurut Skala Usaha Periode 2000-2003
Variabel
Perkebunan
Skala Usaha
2004
2.74%
5,699,200
6,018,400
2.76%
34,851,700
36,792,800
2.75%
3,997,600
4,288,900
3.58%
38,849,300
41,081,700
2.83%
15.72%
15.72%
0.01%
2.58%
2.41%
-3.29%
Usaha Kecil
1,589,589
1,719,848
4.02%
Usaha Menengah
1,675,571
1,814,493
4.06%
3,265,160
3,534,341
4.04%
Usaha Besar
1,946,865
2,137,081
4.77%
5,212,025
5,671,422
4.31%
32.02%
32.07%
0.08%
1.47%
1.40%
-2.35%
Usaha Kecil
6.05
7.79
13.47%
Usaha Menengah
4.22
7.79
35.87%
Usaha Besar
5.42
6.53
9.76%
5.73
7.65
15.55%
(Juta Rp)
Usaha Menengah
Usaha Kecil + Menengah
Usaha Besar
Total Sub Sektor
% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional
(Juta Rp)
Grow/year
30,774,400
Usaha Kecil
2006
29,152,500
Investasi sub sektor ini sebesar 32,07% dari total investasi sektor pertanian atau
LAPORAN AKHIR
113
LAPORAN AKHIR
114
kopi, gambir, nilam dan sabut kelapa. Bantuan perkuatan tersebut diberikan
dengan pola perguliran melalui Koperasi. Program percontohan pengembangan
usaha Koperasi di bidang agribisnis perkebunan meliputi:
1)
rami
3)
peningkatan
produktivitas
usaha
koperasi
di
sektor
yang
dapat
memotivasi
Pemerintah
Daerah
dalam
memberikan
pembinaan dan bantuan dalam rangka pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan
menengah di masa mendatang, juga diharapkan akan menggerakkan kegiatan
produktif masayarakat setempat.
LAPORAN AKHIR
115
hasil-hasilnya
menurut
Permintaan
antara
Ekspor
Permintaan
Akhir
Total
Usaha Kecil
60.21
1.23
38.56
100.00
Usaha Menengah
59.26
1.08
39.67
100.00
Usaha Besar
67.90
0.48
31.63
100.00
Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini mengalami pertumbuhan PDB
2,55% yang sebagian besar disumbangkan oleh Usaha Kecil. Investasi sub sektor
ini sekitar 0.3% dari total investasi nasional atau sekitar 6.85% dari total sektor
pertanian pada tahun 2006.
LAPORAN AKHIR
116
Laju indeks harga implisit sub sektor peternakan sebesar 55.08% berada di atas
indeks harga implisit secara nasional (39.96%). Tingginya pertumbuhan
laju
indeks harga implisit selama periode 2004-2006 terutama pada usaha menegah
dan besar yang naik hampir 100% pada tahun 2006. Hal ini
mengindikasikan
Skala Usaha
Peternakan
2004
Usaha Kecil
(Juta Rp)
Usaha Menengah
Usaha Kecil + Menengah
Usaha Besar
Total Sub Sektor
% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional
Grow/year
27,508,800
2.61%
5,007,400
5,235,900
2.26%
31,134,000
32,744,700
2.55%
538,400
565,200
2.46%
31,672,400
33,309,900
2.55%
12.81%
12.75%
-0.26%
2.10%
1.96%
-3.55%
Usaha Kecil
164,516
178,961
4.30%
Usaha Menengah
548,261
594,518
4.13%
712,777
773,479
4.17%
4.02%
Usaha Besar
405,293
438,511
1,118,070
1,211,990
4.12%
6.87%
6.85%
-0.11%
2006
26,126,600
0.32%
0.30%
-2.54%
Usaha Kecil
5.73
12.66
48.64%
Usaha Menengah
2.86
12.56
109.56%
Usaha Besar
4.62
12.92
67.23%
5.26
12.65
55.08%
Sub sektor peternakan memiliki rasio input antara 43,33%, yang berarti 43,33%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 56,67% dari output yang dihasilkan. Usaha
kecil memiliki rasio input antara yang lebih rendah yaitu 40,64% dari pada usaha
menengah dan usaha besar yaitu masing-masing 43,87% dan 45,47%.
Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasokan didominasi dari
usaha menengah sedangkan impor paling rendah pasokannya 6,53%. Hal yang
LAPORAN AKHIR
117
sama juga terjadi pada usaha menengah dan usaha besar juga mendapat
pasokan kebutuhan antara dari usaha menengah yaitu masing-masing 48,77% dan
45,79%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara
untuk
usaha UKM maupun usaha besar masih didominasi dari produksi domestik atau
dalam negeri.
Permintaan
antara
Ekspor
Permintaan
Akhir
Total
Usaha Kecil
71.77
7.32
20.91
100.00
Usaha Menengah
87.19
1.44
11.37
100.00
Usaha Besar
88.09
0.91
11.00
100.00
yaitu
43,55%, usaha besar 32,93% dan usaha kecil sebesar 21,71% sedangkan impor
hanya 1,81%.
Indeks derajat kepekaan sebesar 2,4 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong
LAPORAN AKHIR
118
digunakan
sebagai input
dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha
kecil masing-masing 87,2% dan 71,8%.
Selama periode tahun 2004-2006 PDB sub sektor kehutanan mengalami
penurunan rata-rata sebesar 1,88%. Investasi sub sektor ini sekitar 0,31% dari
total investasi nasional atau sekitar 7,04% dari total investasi sektor pertanian pada
tahun 2006.
Variabel
Skala Usaha
Usaha Kecil
3,934,800
3,795,100
-1.79%
(Juta Rp)
Usaha Menengah
7,587,200
7,303,100
-1.89%
11,522,000
11,098,200
-1.86%
5,911,800
5,685,900
-1.93%
2004
Grow/year
17,433,800
16,784,100
-1.88%
7.05%
6.42%
-4.57%
1.16%
0.99%
-7.72%
Usaha Kecil
91,747
99,882
4.34%
Usaha Menengah
457,296
494,911
4.03%
549,043
594,793
4.08%
4.18%
Usaha Besar
598,960
650,077
1,148,003
1,244,870
4.13%
7.05%
7.04%
-0.09%
2006
0.32%
0.31%
-2.52%
Usaha Kecil
7.89
35.77
112.92%
Usaha Menengah
8.43
36.93
109.30%
Usaha Besar
9.85
35.44
89.68%
8.79
36.16
102.82%
didominasi
dari
usaha kecil sebesar 45,69% dan pasokan impor, lebih sedikit dari usaha
menengah maupun usaha besar yaitu sebesar 10,97%. Sangat berbeda dengan
usaha menengah dimana kebutuhan antara sebagian besar dipasok dari impor
yaitu 36,70%. Sedangkan usaha besar pasokan input antaranya didominasi dari
UKM, hanya 15,43% berasal dari impor. Dilihat dari kebutuhan antara yang
LAPORAN AKHIR
119
dibutuhkan, baik bahan baku, bahan bakar maupun bahan penolong lainnya maka
usaha menengah diduga harga input antara relatif tidak stabil.
Permintaan
antara
Ekspor
Permintaan
Akhir
Total
Usaha Kecil
22.85
3.14
74.01
100.00
Usaha Menengah
24.12
3.85
72.03
100.00
Usaha Besar
38.73
6.50
54.78
100.00
Indeks derajat kepekaan sebesar 6,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang relatif tinggi untuk meningkatkan 6,8 kali kapasitas produksi
dan produktivitas yang menggunakan komoditi perikanan sebagai input dalam
proses produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha besar
LAPORAN AKHIR
120
relatif tinggi yaitu 38.7% dari output subsektor perikanan digunakan sebagai input
dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha
kecil masing-masing 24.1% dan 22.8%.
Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor Perikanan mengalami pertumbuhan
PDB sebesar 5,73%, masih dibawah, meskipun mendekati, pertumbuhan PDB
nasional. Investasi sub sektor ini sekitar 1,26% dari total investasi nasional atau
sekitar 28,76% dari total sektor pertanian pada tahun 2006.
Sub sektor kehutanan memiliki rasio input antara 21,29%, yang berarti 21,29%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 78,71% dari output yang dihasilkan. Hampir
semua skala usaha memiliki rasio input yang relatif sama yaitu 23,30% untuk
usaha kecil, 23,32% usaha menengah dan 24,45% usaha besar.
Skala Usaha
Usaha Kecil
(Juta Rp)
Usaha Menengah
Perikanan
2004
Usaha Kecil
Grow/year
36,397,600
5.69%
3,492,000
3,927,800
6.06%
36,073,000
40,325,400
5.73%
523,300
584,500
5.69%
36,596,300
40,909,900
5.73%
14.81%
15.66%
2.83%
2.43%
2.40%
-0.57%
650,472
705,631
4.15%
Usaha Menengah
3,053,958
3,320,286
4.27%
3,704,430
4,025,917
4.25%
973,997
1,058,749
4.26%
4,678,427
5,084,666
4.25%
28.74%
28.76%
0.02%
1.32%
1.26%
-2.41%
10.25
15.88
24.47%
8.63
15.98
36.08%
11.11
16.6
22.24%
10.1
15.9
25.47%
Usaha Besar
Total Sub Sektor
% Total Sub Sektor thd Sektor
% Total Sub Sektor thd Nasional
Laju Indeks Harga
Implisit (%)
2006
32,581,000
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Total Sub Sektor
Kebutuhan antara untuk sektor ini, untuk usaha kecil usaha dan menengah
pasokan input antara yaitu lebih didominasi dari usaha keci, sedangkan pasokan
impornya relatif lebih rendah yaitu masing 11,44% dan 11,72%. Sangat berbeda
LAPORAN AKHIR
121
dengan usaha besar dimana kebutuhan input antara juga sebagian besar usaha
kecil, namun pasokan dari impor juga jauh lebih tinggi dari UKM yaitu sekitar
29,61%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka usaha kecil dan menengah diduga
harga input antara relatif stabil dibandingkan usaha besar.
menjadikan sektor agribisnis sebagai salah satu sektor yang potensial untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, penanaman modal dan peningkatan
pendapatan nasional.
Peningkatan jumlah penduduk dunia saat ini berjalan dengan cepat, peningkatan
secara umum rata-rata sebesar 78 juta jiwa setiap tahunnya, Perserikatan BangsaBangsa (PBB) memperkirakan pada tahun 2030, populasi dunia akan mencapai 8
milyar jiwa. Peningkatan populasi penduduk dunia ini membawa konsekuensi
meningkatnya permintaan produk pangan dunia.
Untuk
memenuhi
kebutuhan
akan pangan tersebut, pada tiga dekade terakhir, luas kawasan yang digunakan
untuk pertanian dan perkebunan di negara-negara berkembang telah berkembang
menjadi dua kali lipat, yaitu dari 50 juta hektar menjadi 100 juta hektar atau sama
dengan tiga kali luas propinsi Jawa Barat saat ini. Disamping
peningkatan
LAPORAN AKHIR
122
Sedangkan
juga
LAPORAN AKHIR
123
Tabel 21. Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Oleh Indonesia Tahun
2003-2007 (November)
Tahun
2003/04
35,024
2004/05
34,830
2005/06
34,959
2006/07
33,300
2007/08
34,000
8.95%
8.70%
8.37%
7.97%
8.07%
36,000
35,850
35,739
35,550
36,150
8.72%
8.78%
8.60%
8.49%
8.52%
650
500
539
1,900
1,600
2.39%
1.72%
1.87%
6.57%
5.41%
Pertumbuhan
-1.25%
-0.31%
30.76%
Potensi komoditas beras lainnya dapat dilihat dari turunnya produksi beras dunia.
Jika dilihat catatan secara global, produksi padi pada tahun 2006 meningkat 0,49%
atau meningkat sebesar 3,097 juta ton, namun pada tahun 2007 ini, diramalkan
oleh FAO produksi padi dunia akan menurun menjadi 633 juta ton atau sebesar
0.25%. Penurunan ini disebabkan prospek pertanian yang kurang baik di
beberapa negara utama produsen padi khususnya Banglades, Kamboja, India,
Jepang, Republik Negara Korea, Negeri Nepal dan Thailand. Faktor yang
mempengaruhi turunnya produksi padi dunia disebabkan pemanasan global yang
menimbulkan iklim yang tidak menentu hal ini menyebabkan banyaknya lahan
pertanian padi yang rusak akibat bencana alam (kekeringan, banjir dan longsor).
Jika diperhatikan data produksi dan konsumsi beras dunia tahun 2003 hingga
2007, maka diduga akan terjadi defisit produksi beras dunia pada tahun berikutnya.
Selisih antara konsumsi dan produksi tersebut, seperti yang tampak dalam gambar
diatas, tidak berarti terjadinya shortage/kelangkaan beras karena sesungguhnya
dunia masih memiliki stock beras dari tahun-tahun sebelumnya. Angka tersebut
sebenarnya menunjukkan potensi impor beras yang akan dilakukan oleh negaranegara yang menghadapi defisit produksi beras dan negara-negara yang ingin
menjaga stock berasnya. Dengan demikian angka ini mencerminkan potensi pasar
beras yang dapat diraih oleh sektor agribisnis Indonesia melalui komoditas beras
jika berhasil memanfaatkan kebutuhan beras dunia.
LAPORAN AKHIR
124
430,000
420,000
410,000
400,000
390,000
380,000
370,000
2003
2004
2005
2006
2007
Produksi
391,510
400,432
417,551
417,649
421,157
Konsumsi
412,985
408,090
415,450
418,854
424,229
Tahun
Produksi
Konsumsi
Sebagai gambaran, di tahun 2008 impor beras yang akan dilakukan oleh pasar
dunia diperkirakan sebesar 19 juta ton. Jika harga beras (Thailand) di pasar
internasional tahun 2007 adalah sebesar kurang lebih USD 360 per ton nya, maka
potensi pasar komoditas beras yang dapat diraih adalah sebesar kurang lebih USD
6840 juta, atau sekitar Rp 61,56 trilyun (asumsi kurs Rp 9000/USD). Namun jika
potensi pasar hanya dihitung dari nilai defisit produksi beras dunia, maka angka
potensi ini menjadi sekitar Rp 9,72 trilyun (3 juta ton defisit beras x USD 360 x Rp
9000) dalam satu tahun. Sebuah nilai yang cukup besar.
LAPORAN AKHIR
125
digolongkan sebagai negara importir utama produk susu bubuk Amerika Serikat di
Asia disamping Cina, Malaysia, Filipina dan Taiwan.
2001
2002
2003
2004
Jumlah
(000 Ltr)
34,290.80
35,717.80
37,013.33
31,639.38
34,102.13
Nilai
(Juta Rp)
55,826.83
59,815.11
65,969.26
59,634.51
67,347.55
Sumber: BPS
Tabel 23. Pasar Utama Susu Bubuk Whole Milk Amerika Serikat Tahun
2003-2006 (ton)
Negara
2003
2004
2005
2006
Algeria
136,419
171,562
170,067
167,264
Pertumbuhan
Venezuela
92,081
123,407
96,849
120,479
1.40%
Saudi Arabia
84,780
109,870
92,070
90,493
-9.00%
Nigeria
54,722
70,634
56,294
67,945
0.20%
China
98,774
96,145
76,093
73,458
-2.20%
Sri Lanka
54,520
57,220
65,377
65,144
6.90%
Indonesia
79,301
68,850
78,505
77,714
6.50%
Malaysia
92,748
91,302
70,610
71,227
-0.90%
UAE
29,439
42,559
43,696
52,819
11.80%
Cuba
28,376
39,392
51,148
46,042
9.90%
Total
751,161
870,940
800,709
832,584
-2.00%
-1.30%
Tabel 24. Tujuan Ekspor Susu Bubuk Non Fat Amerika Serikat di
ASEAN Tahun 2004-2006 (ton)
Negara
2004
2005
2006
Pertumbuhan
Indonesia
13,337
23,419
36,264
39.57%
Philippines
22,788
22,522
33,332
13.51%
Malaysia
11,431
14,089
19,027
18.51%
Vietnam
7,575
16,591
15,852
27.91%
Singapore
4,757
5,495
6,977
13.62%
Thailand
5,939
7,704
5,999
0.34%
LAPORAN AKHIR
126
lini
produk yang beragam, unit pengolahan yang modern, dan asset sekitar Rp 40
milyar di tahun 2006, tanpa bantuan terlalu banyak dari Pemerintah.
Potensi pendapatan dari komoditas susu yang dapat diraih, dapat dihitung dari
besarnya impor yang dilakukan oleh pasar Asia. Jika diperhatikan kebutuhan
impor susu bubuk untuk pasar Asia Tenggara adalah sebesar 591,000 ton di tahun
2007. Jika harga susu diasumsikan sebesar USD 3 per kg nya, maka nilai impor
ini adalah sebesar US 1.77 atau sekitar Rp 15.9 trilyun (kurs Rp 9000/USD).
LAPORAN AKHIR
ikan
konsumsi,
yaitu
sebesar
53%.
Kemudian
diikuti
oleh
127
Gambar 33. Trend Pemanfaatan Produksi Ikan Dunia Tahun 1962 2002
Tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk dunia pada tahun 2004 berada pada
kisaran angka 16,5 kg/kapita/tahun. Angka ini meningkat lebih dari 20% bila
dibandingkan dengan tahun 1992 yang hanya sebesar 13,1 kg/kapita/tahun.
Tingkat konsumsi ikan perkapita pertahun tertinggi dipegang oleh Jepang sebesar
110 kg/kapita/tahun. Sementara Hongkong, Singapura, Taiwan, Korea Selatan dan
Amerika Serikat berturut-turut sebesar 80 kg, 70 kg, 65 kg, 60 kg dan 35 kg per
kapita pertahun. Sedangkan tingkat konsumsi ikan Indonesia pada tahun 2004
berada pada kisaran 23 kg/kapita/tahun.
LAPORAN AKHIR
128
Pertumbuhan tingkat konsumsi ikan dunia ini sebagian besar disumbangkan oleh
China, yang diperkirakan memberikan kontribusi pada peningkatan konsumsi ikan
perkapita penduduk dunia dari 16% menjadi 33% pada tahun 2004. Peningkatan
konsumsi ikan per kapita penduduk dunia ini dikarenakan semakin pentingnya
posisi ikan sebagai salah satu sumber protein dan micronutrient. Hal ini dipicu oleh
meningkatnya kesadaran masyarakat dunia untuk mengkonsumsi protein hewani
yang sehat.
Dalam 25 tahun terakhir banyak sekali penemuan ilmiah dari para ahli gizi dan
kesehatan dunia yang membuktikan bahwa ikan dan jenis seafood lainnya sangat
baik untuk kesehatan serta kecerdasan manusia. Kenyataan ini disebabkan karena
ikan (seafood) rata-rata mengandung 20% protein yang mudah dicerna dengan
komposisi asam amino esensial yang seimbang. Ikan juga mengandung omega-3
yang sangat penting bagi perkembangan jaringan otak, dan mencegah terjadinya
penyakit jantung, stroke dan darah tinggi.
LAPORAN AKHIR
129
130
yaitu sekitar 1,6 juta ton per tahun. Terdapat beberapa kelompok sumberdaya
yang pemanfaatannya sudah mendekati optimal yaitu pada golongan ikan pelagis
besar (80,8%) dan ikan demersal (97,4%). Meskipun ada juga pemanfaat
beberapa jenis ikan yang dinilai sudah berlebihan pemanfaatannya (over exploited)
yaitu pada kelompok ikan karang konsumsi (135%), kelompok udang peneid
sebesar 210% dan cumi-cumi sebesar 378%.
Ikan
Pelagis
Kecil
0,9
Ikan
Demersal
Ikan
Karang
konsumsi
1,3
0,18
0,19
0,06
1,8
Udang
Peneid
Cumicumi
Seluruh
SDIL
4,8
1,14
3,6
1,4
0,14
0,09
0,02
6,4
Pemanfaatan (%)
80,8
52,6
97,4
135
210
378
75%
Peluang Pengemb.(%)
19,2
47,7
2,6
25%
Meskipun potensi
masih
rendah
pemanfaatannya
masih
tersedia
peluang
untuk
LAPORAN AKHIR
131
Arafuru, laut Banda, laut Sulawesi, laut Maluku, dan lautan Hindia masih kaya akan
potensi ikan laut seperti ikan tuna, tongkol, pelagis kecil, cakalang, dan tenggiri.
Apabila sumberdaya laut ini dapat dikelola dengan baik dan benar maka ini
merupakan potensi laut yang sangat besar untuk dapat menghadapi tantangan
pasar di era globalisasi.
Udang
Demersal
Pelagis
kecil
Tuna
Skipjack
Tenggiri
Tongkol
Selat Malaka
154
178
114
30
23
Laut Jawa
161
54
132
46
114
Laut Flores
106
103
50
76
107
37
78
Laut Banda
n.a
56
25
42
38
14
18
Laut Maluku
68
76
46
64
34
63
116
100
29
58
25
102
20
Laut Arafuru
98
93
52
70
26
Lautan india
88
84
41
38
19
29
58
Laut Sulawesi
106
Total Produksi
2000
2001
2002
2003
2004
2005*
Pertumbuh
an per
tahun
5,120,518
5,354,473
5,516,652
5,920,323
6,350,377
6,633,302
4.40%
Budidaya
993,727
1,076,749
1,137,151
1,228,559
1,468,612
1,690,490
8.13%
Tangkap
4,126,791
4,277,724
4,379,501
4,691,764
4,881,765
4,942,812
3.42%
-Laut
3,279,039
3,377,646
3,437,805
3,713,018
3,832,290
3,960,522
3.17%
847,752
900,078
941,696
978,746
1,049,475
982,290
4.36%
-Darat
Pada bagian awal telah disebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam negara
produsen perikanan tangkap terbesar di dunia setelah China, Peru, Chili dan
Amerika Serikat. Perkembangan produksi perikanan tangkap Indonesia dari tahun
ke tahun menunjukkan peningkatan, namun angka laju pertumbuhan cenderung
menurun. Dalam periode 5 tahun terakhir (2000-2004), produksi perikanan tangkap
meningkat rata-rata sebesar 3,61% per tahun, yaitu dari 4,12 juta ton pada tahun
2000 menjadi 4,97 juta ton pada tahun 2005. Sedangkan bila dilihat perkembangan
dari tahun 2004 ke 2005, maka laju pertumbuhan produksi kurang dari 2%, di
LAPORAN AKHIR
mana produksi pada tahun 2004 sebesar 4,88 juta ton sedangkan pada tahun
2005 sebesar 4,9 juta ton.
Produksi ikan tangkap Indonesia masih didominasi oleh ikan pelagis, baik pelagis
besar maupun pelagis kecil. Secara ekonomis, ikan jenis ini nilainya dipasaran
kurang tinggi, kecuali spesies-spesies tertentu seperti tuna atau cakalang. Pada
tahun 2004, produksi ikan paling banyak adalah ikan layang (325 ribu ton), yang
diikuti oleh ikan cakalang (233 ribu ton) dan ikan kembung (201 ribu ton). Produksi
beberapa jenis ikan yang mendominasi hasil tangkapan dapat dilihat pada tabel
28.
Bila dilihat dari sisi nilainya, maka nilai produksi perikanan tangkap tertinggi dicapai
oleh jenis udang windu (1.798.3951,18 juta rupiah), kemudian diikuti oleh udang
jerbung (1.546.036,81 juta rupiah). Dari jenis ikan, nilai tertinggi dicapai oleh ikan
tongkol komo dengan nilai produksi pada tahun 2004 mencapai 1.485.336,21 juta
rupiah atau meningkat sebesar 24 % dibanding tahun 2003 yang nilainya
mencapai 1.196.542 juta rupiah. Kemudian diikuti oleh ikan tenggiri yang nilainya
pada tahun 2004 mencapai 1.342.354,41 juta rupiah. Perkembangan nilai produksi
beberapa jenis ikan tangkap dapat dilihat pada tabel 29.
Tabel 28. Volume Produksi Beberapa Jenis Ikan Tangkap Tahun 2000
2004 (dalam kg)
Jenis Ikan
2001
2002
2003
2004
129913
132998
149193
154866
138923
Layang
255375
258393
301115
297937
325187
Tembang
172219
185912
182026
153771
145428
88744
103710
132170
136436
103361
173944
190182
168959
161141
154811
Peperek
69512
87757
89936
92838
90859
Kakap Merah
62306
67773
62303
74233
91339
Tongkol Komo
250522
233051
266955
267339
133000
Cakalang
236275
214077
203102
208626
233319
Kembung
207037
214387
221634
194427
201882
Madidihang
163241
153110
148439
151926
94904
Udang Jerbung
66644
65269
69508
66501
68699
Udang Windu
40987
43759
38088
34190
34533
8774
11752
11240
14802
20129
Rajungan
14053
22040
19988
30530
21854
Cumi-cumi
39838
60529
62133
51482
69357
Lemuru
Teri
Kepiting
LAPORAN AKHIR
2000
Selar
132
2000
2001
2002
2003
2004
Selar
390.226.364
482.022.187
599.517.182
701.537.549
654.783.237
Layang
777.706.320
973.853.374
1.173.723.832
1.229.561.801
1.305.851.517
Tembang
400.589.508
452.975.197
682.483.391
442.371.255
421.649.432
Lemuru
209.043.884
278.143.214
338.983.266
303.483.374
302.724.577
Teri
793.057.505
917.607.821
1.069.814.181
827.039.821
849.399.931
Peperek
126.978.349
180.668.447
200.295.449
199.845.990
243.190.619
Kakap Merah
349.404.691
434.941.266
446.497.421
564.516.932
609.078.059
793.968.781
Cakalang
1.037.932.719
1.222.084.950
1.028.590.250
1.196.542.009
1.485.336.212
Kembung
888.524.764
1.010.313.868
1.149.317.529
1.133.615.400
1.213.120.473
Tenggiri
575.778.706
753.382.809
924.846.357
1.040.351.967
1.342.354.417
Udang Jerbung
1.701.405.234
1.688.705.550
1.812.160.747
1.703.368.608
1.546.036.813
Udang Windu
2.047.310.085
2.502.407.356
2.055.284.615
1.499.533.385
1.798.951.180
Kepiting
52.706.410
83.888.899
106.946.051
159.533.252
291.158.389
Rajungan
82.298.545
194.674.305
324.270.931
372.364.936
284.720.028
Cumi-cumi
262.993.600
337.604.742
556.916.293
440.612.405
647.076.939
Tongkol Komo
Produksi
Barat Sumatra
276.804
Selatan Jawa
124.347
Selat Malaka
377.093
Timur Sumatera
525.073
Utara Jawa
779.821
Bali-Nusa Tenggara
241.360
Selatan/Barat Kalimantan
250.679
Timur Kalimantan
148.440
Selatan Sulawesi
502.336
Utara Sulawesi
314.995
Maluku-Papua
Total
779.293
4.320.241
yang
LAPORAN AKHIR
133
memberikan kontribusi masing-masing 16% dari total produksi ikan Indonesia pada
tahun 2004.
Jika diperhitungkan dari sektor perikanan tangkap saja, total nilai nya saat ini
mencapai sekitar Rp 14 trilyun per tahun. Jika peluang disebutkan sebesar 25%
dari nilai saat ini, maka potensi perikanan tangkap adalah sebesar paling tidak Rp
3.5 trilyun per tahun.
Tabel 31. Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Utama Indonesia
KOMODITAS
Udang
Tuna/Cakalang
2001
Mutiara
Jumlah
2005 *)
137.636
139.450
147.000
934.986
836.563
850.222
887.127
955.960
Volume (ton)
84.205
92.797
117.092
94.221
124.780
218.991
212.426
213.179
243.937
316.500
Volume (ton)
27.874
28.560
40.162
51.011
63.020
17.230
15.785
20.511
25.296
39.970
Volume (ton)
Volume (ton)
22
12
10
25.257
11.471
17.128
5.866
19.980
2.682
3.514
3.378
3.516
4.010
14.603
15.054
15.809
15.809
20.440
Volume (ton)
243.503
316.097
559.504
614.158
560.960
420.832
479.054
526.693
602.798
624.149
Volume (ton)
487.116
565.739
857.784
902.358
909.770
1.631.899
1.570.353
1.643.542
1.780.833
1.976.999
2004
124.765
2003
128.830
2002
Volume (ton)
Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah eucheuma, sp dan gracilaria.
Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan
LAPORAN AKHIR
134
campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput laut adalah juga sebagai
bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan
insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini
mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar.
Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa bagi
negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani nelayan, dapat
menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di
kepulauan Indonesia yang sangat potensial.
Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk olahan bernilai
ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan, yaitu : agar-agar,
karaginan, dan alginate. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan
karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan abu (natrium, kalium, fosfor, natrium, besi,
yodium). Juga terdapat kandungan vitamin-vitamin yaitu A, B1, B2, B6, B12, dan
C, betakaroten.
Agar
Karaginan
Alginat
Roti
Permen
x
x
x
-
x
x
Minuman
Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang
merupakan hidrokoloid seperti agar, karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan
dalam berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan penstabil,
pengemulsi, pembentuk gel, pengental, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk
film. Karaginan banyak dimanfaatkan oleh industri farmasi, kosmetik, makanan dan
LAPORAN AKHIR
135
1999
2000
2001
2002
2003
Hongkong
6.857,3
9.157,4
7.808,8
7.164,5
7.867,0
Spanyol
3.450,9
4.359,3
4.700,0
3.363,6
Denmark
3.147,6
2.573,5
3.953,9
3.947,8
4.499,0
USA
2.298,7
979,9
1.661,6
1.804,4
2.127,7
1.617,0
1.832,7
1.355,0
Perancis
China
3.838,3
3.572,3
1.216,6
805,9
1.211,6
1.603,0
4.186,9
9.337,0
1.204,9
139,6
1.522,8
1.471,9
4.573,8
Chili
335,0
200,0
1.360,0
340,0
1.116,7
Inggris
369,7
806,2
713,7
499,0
400,0
Australia
105,0
294,0
380,1
349,0
255,6
Jerman
175,1
455,2
335,0
209,0
338,6
Filipina
Jepang
437,5
305,2
187,7
178,9
391,7
Lainnya
2.324,5
1.895,8
2.371,1
1.875,8
4.536,0
Jumlah
25.084,4
27.874,6
28.559,9
40.162,7
23.073,4
LAPORAN AKHIR
136
Tabel 34. Prediksi Peluang Pasar Rumput Laut Tahun 2006-2010 (ton)
Jenis Bahan Baku
2006
2007
Kebutuhan (Jenis
Eucheuma)
202.300
218.100
2008
235.300
2009
253.900
2010
274.100
135.000
140.000
145.000
155.000
165.000
Peluang pasar
67.300
78.100
90.300
98.900
109.100
Kebutuhan (Jenis
Glacilaria sp.)
79.200
87.040
95.840
105.440
116.000
40.500
44.000
48.500
54.000
61.000
Peluang pasar
38.700
43.040
47.340
51.440
55.000
4.3.5. Jagung
Jagung adalah bagian dari tanaman pangan dunia yang penting bagi Indonesia.
Disamping dikonsumsi, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan.
Produksi jagung dan kedelai pada tahun 2006 sebesar 11.61 juta ton jagung
pipilan dan 749.04 ton biji kedelai kering. Kedua komoditas ini mengalami
penurunan dari sisi luas panen namun mengalami kenaikan dari sisi produktivitas
lahan dibandingkan tahun sebelumnya. Upaya intesifikasi pertanian perlu terus
dilakukan mengingat Indonesia saat ini mulai menghadapi keterbatasan lahan dan
tenaga kerja serta modal yang tersedia untuk sektor pertanian.
Tabel 35. Produksi, Konsumsi dan Impor Jagung Indonesia Tahun 20032007 (November) (000 ton)
2003/04
Produksi
% terhadap produksi dunia
Konsumsi
% terhadap konsumsi dunia
Impor
% terhadap impor dunia
2004/05
2005/06
2006/07
2007/08
6,350
7,200
6,500
6,700
7,000
1.01%
1.01%
0.93%
0.95%
0.91%
7,350
7,900
7,900
7,900
8,000
1.13%
1.15%
1.12%
1.10%
1.05%
1,436
541
1,443
1,200
1,000
1.82%
0.71%
1.75%
1.32%
1.07%
Pertum
buhan
1.97%
1.71%
-6.98%
menarik
lebih
karena
berarti pada akhirnya potensi produksi jagung nasional dapat diarahkan untuk
mengisi pasar ekspor. Jika diperhatikan tingkat produksi dan kebutuhan jagung
dunia, tampak bahwa secara umum dunia cenderung dapat memenuhi kebutuhan
jagungnya dengan baik. Namun jika diperhatikan kebutuhan subtitusi impor jagung
LAPORAN AKHIR
137
2004/05
2005/06
2006/07
2007/08
Pertumbuhan
Produksi Dunia
627,245
714,762
696,369
703,851
769,313
4.17%
Kebutuhan Dunia
648,881
687,981
704,029
720,714
766,426
3.39%
Surplus /(Defisit)
(21,636)
26,781
(7,660)
(16,863)
2,887
2006
2007
(000 ton)
(000 ton)
Pertumbuhan
Sapi potong
395.8
418.2
Ayam potong
861.3
918.5
6.6%
74.5
84.0
12.8%
Domba
5.7%
Babi
196.0
198.9
1.5%
Telur
1200.0
1292.5
7.7%
Sumber: BPS
Saat
ini,
masyarakat
Indonesia
baru
mengkonsumsi
daging
unggas
10
LAPORAN AKHIR
138
baru mengkonsumsi 1 butir telur setiap 8 hari sekali. Padahal penduduk Malaysia
setiap tahunnya memakan telur sebanyak 245 butir atau rata-rata 2 butir telur
dalam tiga hari sekali. Konsumsi susu masyarakat Indonesia juga sangat rendah,
yakni sekitar 7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia sudah mencapai 20
kg/kapita/tahun.
Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi
protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari belum tercapai. Padahal untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani ideal
adalah 26 gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999). Analisis paling akhir yang
dilakukan Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional
Seoul (1999) menemukan sebuah fakta menarik. Ia menyatakan bahwa terdapat
relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup
(UHH) dan pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani
masyarakat di suatu negara semakin tinggi umur harapan hidup dan pendapatan
domestik bruto (PDB) negara tersebut.
Negara-negara berkembang seperti Korea, Brazil, China, Filipina dan Afrika
Selatan
memiliki
konsumsi
protein
hewani
20-40
gram/kapita/hari,
UHH
negara-negara
yang
konsumsi
protein
hewani
di
bawah
10
1970-an
mendatangkan
guru-guru
dari
Indonesia,
sekarang
jauh
LAPORAN AKHIR
139
mental. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia pra sekolah dapat
mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan
defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi
kejadian defisiensi mental. Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan
untuk daya tahan tubuh (stamina). Hasil pengamatan Shiraki et al. (1972)
membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada
orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut
dikenal dengan istilah sport anemia. Penyakit ini dapat dicegah dengan
mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang
dikonsumsi harus berasal dari protein hewani. Protein hewani diduga berperan
terhadap daya tahan eritrosit (butir darah merah) sehingga tidak mudah pecah.
Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan
dibutuhkan
tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa
banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh
tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu
bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan
untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai
nilai hayati 80 ke atas.
LAPORAN AKHIR
140
Tabel 38. Kebutuhan Impor Daging Sapi Beberapa Negara (000 ton)
Negara
2002
2003
2004
2005
2006
2007*
2008**
Pertumbuhan
Algeria
22
53
103
112
82
98
98
23.79%
Angola
54
76
79
90
101
101
101
9.36%
143
180
178
200
124
161
161
1.71%
13
17
23
23
23
18.52%
Georgia
17
27
20
23
20
20
20
2.35%
Iran
23
61
100
27
93
187
187
34.90%
Israel
82
89
102
86
103
103
103
3.31%
Jordan
24
53
46
59
68
68
68
16.04%
Kuwait
16
32
34
58
79
79
79
25.62%
Lebanon
19
28
34
34
39
39
39
10.82%
17
23
30
36
36
42.62%
133
136
171
169
158
158
158
2.49%
14
13
13
16
17
17
17
2.81%
124
127
161
137
136
160
160
3.71%
Saudia Arabia
75
80
100
101
101
101
101
4.34%
Singapore
25
26
25
25
27
31
31
3.12%
Switzerland
10
11
15
19
22
20
20
10.41%
United Arab
Emirates
53
43
44
69
71
71
71
4.27%
20
29
29
29
61.78%
Chile
Congo(Brazzaville)
Libya
Malaysia
Oman
Philippines
Vietnam
Tabel 39. Kebutuhan Impor Daging Ayam Beberapa Negara (000 ton)
Negara
2002
200
3
2004
2006
2007*
2008**
Pertumbuhan
Angola
80
99
86
103
130
130
130
7.18%
Azerbaijan,
16
37
67
47
17
30
30
9.40%
Bahrain
21
22
23
28
21
26
28
4.20%
Columbia
24
24
13
23
23
23
23
-0.61%
Congo
22
33
23
29
23
23
23
0.64%
Cuba
92
89
119
113
115
130
135
5.63%
Gabon
16
17
29
25
21
25
25
6.58%
Ghana
24
36
45
51
52
52
52
11.68%
Guatemala
49
63
59
57
58
58
58
2.44%
Haiti
24
29
17
22
22
22
22
-1.24%
Iraq
56
76
119
116
110
120
120
11.50%
Jordan
11
23
27
18
33
35
50.51%
Kazakhstan,
12
13
38
15
15
16.99%
Oman
47
52
45
46
39
39
39
-2.63%
Philippines
13
14
22
27
35
40
40
17.42%
Qatar
26
30
31
39
41
41
41
6.72%
Singapore
86
103
85
96
97
100
100
2.18%
Vietnam
11
36
29
70
70
30.26%
93
87
108
94
75
80
85
-1.28%
Yemen
LAPORAN AKHIR
200
5
141
LAPORAN AKHIR
142
berkembang
produksi
tersebut
menyebabkan
dengan
harga
melakukan
produk
hal
turun,
ini,
namun
karena
harus
Hunian dan
Infrastruktur
Pertanian
LAHAN
Industri
Pelestarian
alam
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudera Hindia dan
LAPORAN AKHIR
143
Sumatera
473,606
Jawa
132,107
Kalimantan
539,460
Sulawesi
189,216
Papua
421,981
1,756,370
4,275,000
Sumber: BPS
Masalahnya adalah, angka diatas dihitung secara agregat, yaitu total gabungan
dari seluruh luas lahan yang tersebar di seluruh Indonesia. Padahal, disamping
luas totalnya, kegiatan pengembangan agribisnis yang efektif juga membutuhkan
kecukupan luas minimal, lokasi yang sesuai, dan komposisi kimia lahan untuk
pelaksanaan kegiatan agribisnis yang sesuai dan efektif.
Misalnya, (1) untuk kegiatan penanaman padi yang efektif dan lestari diperlukan
luasan lahan tertentu yang cukup besar dan dalam satu area yang tidak terlalu
jauh terpisah-pisah. Dengan demikian pengaturan irigasi dan distribusi bahan
baku menjadi lebih mudah dilakukan. Akan sulit mengembangkan pertanian padi
LAPORAN AKHIR
144
CO2
setelah Amerika Serikat dan China. Dari tahun 1997-2006, emisi CO2 akibat
kebakaran gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 1.400 metrik ton CO2, dan
dari setiap hektar pengeringan hutan gambut diperkirakan CO2 yang terlepas
mencapai 90 metrik ton CO2 per tahun.
Pemanasan
rata-rata
atmosfer, laut dan daratan di Bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan
Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan
bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-
LAPORAN AKHIR
145
gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, melalui efek rumah kaca. Kesimpulan
dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi ilmu pengetahuan nasional dari
negara-negara
G8.
Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan temperatur
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara
tahun 1990 dan 2100. Adanya beberapa hasil yang berbeda diakibatkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda pula dari emisi gas-gas rumah kaca di
masa mendatang juga akibat model-model dengan sensitivitas iklim yang berbeda
pula. Walaupun sebagian besar penelitian memfokuskan diri pada periode hingga
2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut
selama lebih dari seribu tahun jika tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Pertambahan Suhu ( C)
LAPORAN AKHIR
146
perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta
penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia
akan berisiko terlanda banjir dan rob. Di Eropa, kepunahan spesies akan ekstensif.
sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat
sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi. Kondisi cuaca ekstrim akan
menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar
intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih
luas. Risiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat. Data
dampak pemanasan global lainnya misalnya mencairnya glasier di Pegunungan
Himalaya, meningkatnya frekuensi badai di Kepulauan Pasifik Selatan, pemutihan
karang secara massal dan berdampak pada kematian di Great Barrier Reef
Australia, berkurangnya persediaan air bersih di Sungai Mekong dan lain-lain.
Kenaikan suhu (temperatur) bumi sampai mencapai akibat pemanasan global ini
bisa mencapai tingkat 11 derajat C lebih tinggi daripada suhu semula (BBC,
Desember 1999). Peristiwa ini akan memicu mencairkan berjuta-juta kubik lapisan
es di kedua Kutub Utara dan Selatan secara bersamaan yang pada gilirannya
terjadi peningkatan luar biasa volume air laut di seluruh dunia.
Hal ini menyebabkan juga terjadi peningkatan permukaan air laut di bumi ini hingga
mencapai 1 meter lebih tinggi daripada level semula. Dapat dibayangkan luas areal
daratan pantai yang bakal tergenang air laut, bahkan lebih dahsyat bakal tidak
terhitung lagi jumlah gugusan pulau dan kepulauan yang akan hilang
lenyap
secara tiba-tiba ditelan air laut. Suatu bencana yang tidak kalah dahsyatnya dari
gelombang pasang tsunami dengan cakupan yang lebih mengglobal.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan kelaparan di dunia sedang meningkat
LAPORAN AKHIR
147
sebagai akibat pemanasan global, karena perubahan iklim mengurangi luas lahan
pertanian di negara berkembang. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO,
mengatakan perubahan iklim dapat mengurangi 300 juta ton produksi pangan, dan
akibat paling parah adalah di Afrika
memperkirakan bahwa sampai 90 juta hektar lahan di Afrika dapat menjadi tidak
sesuai untuk pertanian kalau pemanasan global terus
berlangsung
tanpa
hambatan dalam puluhan tahun mendatang. Namun, Badan PBB tadi mengatakan
iklim serupa dapat meningkatkan produksi pertanian di Negara-negara Industri di
belahan bumi Utara. Selain itu, badan dunia PBB meramalkan bahwa panen
makanan pokok seperti gandum, beras dan jagung dapat merosot sampai 39%
dalam 100 tahun mendatang akibat pemanasan global yang terjadi (Konferensi
Perubahan Iklim VII, Maroko, November 2001). Suatu ancaman yang sangat
serius, apalagi pertumbuhan penduduk dunia ke depan terus melaju tidak
terkendalikan.
Jadi perubahan iklim bumi merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi
dunia di abad ke-21 ini.
Masalah pemanasan yang terjadi dalam 50 tahun terakhir sebenarnya disebabkan
oleh tindakan manusia sendiri di mana pemanasan global di masa depan bakal
lebih besar daripada dugaan semula. Oleh karena itu, protokol Kyoto yang semula
selalu menghadapi jalan buntu, akhirnya mulai difungsikan untuk mengurangi emisi
rumah kaca terutama dari dampak kegiatan industri negara-negara maju.
LAPORAN AKHIR
148
produk
agribisnis
yang dikembangkan.
Pulau Sumatera, misalnya, yang biasanya suhu berkisar pada 33-34 derajat naik
menjadi 37 derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik menjadi 36 derajat
Celsius, ujarnya. Untuk seluruh Indonesia, dampak yang dirasakan adalah berupa
pergeseran iklim dari yang seharusnya Juni 2006 sudah musim kemarau, untuk
Kalimantan dan Sumatera masih mengalami banjir besar dan bulan September
yang seharusnya sudah dimulai musim hujan bergeser mulai November.
LAPORAN AKHIR
149
Gambaran Sentra
Agribisnis Fasilitasi
Kementerian Koperasi
dan UKM
lokal,
kemungkinan
produksi dan subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Suatu perusahaan
akan memutuskan apakah menguntungkan untuk berdiri sendiri atau memutuskan
untuk berlokasi dekat dengan perusahaan sejenis. Upaya pengembangan
agribisnis telah dilakukan oleh pemerintah namun masih terdapat berbagai kendala
terutama
dalam
menjaga
kualitas produk
yang
memenuhi standar
pasar
LAPORAN AKHIR
150
sentra perikanan air tawar di Metro-Lampung dimana ada perusahaan yang ingin
bekerjasama melakukan ekspor fillet daging ikan patin ke China namun karena
ketidakmampuan sentra dalam menyediakan suplai secara kontinyu sebesar 6 ton
per hari maka kerjasama ini hingga sekarang belum dapat direalisasikan.
Pengembangan agro-based cluster dapat dilakukan dengan mengembangkan
sentra-sentra yang telah ada di Indonesia. Pengembangan klaster di bidang
agribisnis di Indonesia lebih ditekankan kepada subsistem agribisnis di hulu dan di
hilir serta sektor penunjang. Diharapkan implikasi dari pengembangan ini mampu
mendorong transformasi sistem agribisnis di Indonesia dari agricultural-based
economy menjadi agroindustry-based economy.
Kondisi Permintaan
Infrastuktur Fisik
Infrastruktur Administratif
Infrastruktur Informasi
Infrastruktur Iptek
Kualitas Faktor
Spesialisasi Faktor
LAPORAN AKHIR
151
Market
Driven,
selalu
berfokus
pada
upaya
mempertemukan
sisi
6)
7)
8)
agar
mudah
dilakukan
pembiayaan
dan
fleksibelitas
Adanya
inovasi,
riset
dan
pengembangan.
Inovasi
secara
umum
LAPORAN AKHIR
152
4)
5)
Lokasi yang sesuai, Lokasi klaster yang dimaksud adalah memiliki tujuan
untuk mengukur keberlanjutan dari aktivitas industri yang ada di lokasi
tersebut. Faktor yang terkait dengan lokasi klaster ini adalah ketersediaan
sumberdaya (input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan
lahan, biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan
subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah
tercapainya suatu efisiensi dan efektifitas serta keberlanjutan dalam
pengelolaan untuk menghasilkan komoditi unggulan dari klaster tersebut.
Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidak nya suatu klaster adalah
pentingnya
dukungan
pemerintah
baik
berupa
kebijakan
(policy)
maupun
kebanyakan berada di
pulau Sumatera (124 sentra), Jawa (88 sentra) dan Sulawesi (83 sentra). Ke tiga
pulau ini meliputi sekitar 73% dari jumlah sentra agribisnis yang difasilitasi.
Sedangkan sisanya tersebar di Kalimantan (38 sentra), Nusa Tenggara Barat dan
LAPORAN AKHIR
153
Sedangkan jika diperhatikan produk yang dibuatnya, maka akan tampak bahwa
sekitar 40% sentra agribisnis yang di fasilitasi menghasilkan produk-produk di
subsektor perikanan (perikanan laut dan hasil laut lainnya termasuk rumput laut
dan udang, perikanan darat dan hasil perairan darat), kemudian perkebunan
(22%), peternakan (21%), tanaman bahan makanan (10%) dan produk-produk dari
subsektor kehutanan (7%).
24
38
124
81
9
88
32
Perikanan
40%
Peternakan
21%
Perkebunan
22%
Sumber: Data SMECDA, diolah
LAPORAN AKHIR
154
40
60
80
100
102
63
47
39
27
12
Kopi
10
2.53%
Kelapa sawit
10
2.53%
Udang
10.86%
9.85%
6.82%
2.02%
1.26%
Karet
1.26%
15.91%
11.87%
1.77%
Buah-buahan
25.76%
3.03%
Sayur-sayuran
Jagung
120
1.26%
Padi
0.76%
Tembakau
0.76%
0.76%
Tanaman kacang-kacangan
0.51%
Cengkeh
0.51%
Adalah menarik untuk melihat seperti apa kinerja produk pertanian tersebut dalam
perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu kita dapat menggunakan
matriks nilai tambah terhadap output seperti yang tersaji dalam gambar 42.
Matriks nilai tambah terhadap output memetakan nilai tambah yang diberikan dari
produksi suatu produk dan jumlah output yang dihasilkannya. Sebelum dipetakan,
nilai tambah dan output dari masing-masing produk dibandingkan terlebih dahulu
dengan rata-rata nilai tambah dan output produk yang diamati. Dengan demikian
akan diperoleh informasi mengenai produk yang memberikan nilai tambah diatas
(atau dibawah) nilai rata-rata kelompok dan yang menghasilkan jumlah
diatas (atau dibawah) rata-rata output kelompok.
LAPORAN AKHIR
output
155
Misalnya seperti yang tersaji dalam gambar 42. Tampak bahwa bidang matriks
terbagi ke dalam 4 kuadran. Kuadran 1 adalah kuadran produk yang memiliki nilai
tambah diatas rata-rata namun memiliki jumlah output yang lebih rendah dari ratarata. Kuadran 2 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dan jumlah
output diatas rata-rata kelompok. Kuadran 3 adalah kuadran produk yang memiliki
nilai tambah dan jumlah output yang lebih kecil dibandingkan rata-rata kelompok.
Dan Kuadran 4 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dibawah ratarata namun memiliki jumlah output yang lebih tinggi dari rata-rata
K-1
3.50
Padi
3.00
2.50
Buah-buahan
Perikanan laut
dan hasil laut
0. 00
0.50
2.00
1.50
Unggas
1.00
1.00
0.50
1.50
K-3
2.00
2.50
K-4
0.00
Output
Posisi terbaik tentu pada kuadran 2, dimana produk yang dihasilkan berada diatas
rata-rata. Jika diperhatikan hasil yang diperoleh, tampak bahwa produk padi dan
unggas adalah produk yang relatif memberikan nilai tambah dan
output
yang
pengembangan
yang
LAPORAN AKHIR
156
Sedangkan
pada
sisi
struktur
produksi
akhir,
umumnya
masih
komoditas
yang
digerakkan
oleh
kekuatan
investasi
melalui
LAPORAN AKHIR
157
seharusnya
LAPORAN AKHIR
158
dan
pakan ikan sudah mulai dilakukan oleh para petani ikan sendiri. Penyediaan bahan
baku pakan ikan yang diusahakan secara diversifikasi menghasilkan produk pakan
ikan yang tidak tergantung pada satu komoditas saja. Bahan baku tepung ikan
digantikan dengan ikan asin yang telah kadaluwarsa (expired) ataupun roti yang
sudah kadaluwarsa dari perusahaan-perusahaan roti di sekitar kota Metro.
Pemanfaatan produk alternatif tersebut memiliki keuntungan lain selain terdapat
diversifikasi bahan baku juga dari sisi pembayaran dapat dilakukan secara mundur
mengingat produk tersebut bukanlah modal utama usaha perusahaan tersebut.
Sedangkan untuk bibit ikan, saat ini di sentra
tersebut
telah
diusahakan
LAPORAN AKHIR
159
perlu diselesaikan. Akibatnya saat ini, sentra secara umum memasuki tahapan
evolusi yang menurun.
Masalah bibit yang menarik juga dapat dilihat di sentra kelinci di Jawa Timur.
Produk utama sentra adalah kelinci anakan untuk dijual sebagai kelinci hias. Di
sentra saat ini belum ada upaya pemurnian bibit kelinci sehingga tidak diketahui
lagi galur murni yang terbaik untuk kondisi sentra saat ini. Kondisi bibit tampak
telah mengalami degradasi sehingga mutu warna, corak dan umur kelinci anakan
yang dihasilkan tidak bagus lagi. Pada saat ini sebagian
peternak
di
sentra
sedang dicoba dibujuk agar mau melakukan spesialisasi pada kegiatan pembibitan
ini.
Di sentra rumput laut, Sulawesi Selatan, pengadaan bibit rumput laut tampak tidak
menjadi masalah karena bibit rumput laut dapat di diperoleh dengan menyisihkan
hasil panen sebelumnya. Dan bagi petani yang ingin menambah bentang dapat
membeli bibit rumput laut dari petani lain di daerah tersebut atau dari koperasi Baji
Pamae yang memang menyediakan bibit rumput laut bagi anggotanya. Yang perlu
diperhatikan adalah pengetahuan tentang karakter rumput laut yang diterima oleh
industri-industri dunia saat ini.
Produk
pengolahan
rumput
laut,
sebelum
memasuki industri, pada umumnya adalah menjadi bentuk bubuk, chip, atau
lembaran. Perlu dicari tahu dan disosialisasikan jenis rumput laut mana yang
cocok untuk menghasilkan masing-masing produk akhir tersebut. Pihak Industri
dalam menerima rumput laut petani, selain menilai kebersihan dan kandungan
airnya, juga memperhatikan kandungan Gelistrine yang dikandung oleh rumput laut
mentah yang dihasilkan. Perlu diteliti jenis rumput laut mana dan lama penanaman
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kandungan gelistrine yang optimal sesuai
dengan iklim dan keadaan arus di sentra. Petani yang
belajar
secara
otodidak/turun temurun budidaya rumput laut ini jelas tidak memiliki pengetahuan
yang lengkap mengenai hal ini.
Di sentra gula merah di Nusa Tenggara Barat, bibit menjadi masalah utama untuk
keberlangsungan hidup sentra. Saat ini petani memanfaatkan pohon-pohon tua
peninggalan zaman orang tua mereka. Belum tampak upaya penambahan pohon
aren untuk penyadapan nira secara sengaja dan terencana. Alasan petani
memanfaatkan hanya pohon yang sudah ada lebih karena kepercayaan bahwa
pohon aren memiliki kemauan sendiri untuk tumbuh. Upaya penanaman yang
sengaja dipercaya tidak akan menghasilkan pohon yang baik
dan banyak
menghasilkan air nira. Petani memang menghormati pohon nira, ini tercermin dari
LAPORAN AKHIR
160
bagaimana mereka bernyanyi untuk membujuk pohon agar mau memberikan air
niranya, sebelum proses penyadapan dilakukan.
Sentra gula merah di Lampung juga menghadapi hal yang kurang lebih sama,
dimana kelimpahan pohon kelapa belum membuat petani membutuhkan upaya
pembibitan mandiri yang intensif. Namun di masa depan ketika kebutuhan lahan
kemudian berkompetisi dengan kebutuhan yang lain, sumber bahan baku sentra ini
akan menjadi terancam.
Memperhatikan paparan-paparan tersebut diatas, tampak bahwa subsistem
agribisnis hulu untuk pembibitan secara umum belum diperhatikan karena pasokan
sumberdaya alam yang masih berlimpah atau permintaan pasar yang belum
selektif. Namun di masa depan, hal ini tidak dapat dibiarkan. Sejak saat ini sudah
harus dimulai upaya pencarian dan/atau pemurnian bibit yang paling optimal
sesuai kebutuhan pasar yang dibidik oleh produk sentra, dan upaya pengaturan
tata guna lahan yang tetap diperuntukkan bagi kegiatan agribisnis.
sebagian
LAPORAN AKHIR
161
banyak petani pemilik kolam memiliki latar belakang pendidikan sarjana (S1).
Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan masih merupakan tenaga kerja dari
desa setempat, penggunaan tenaga kerja dari luar desa cukup banyak digunakan
di sentra pengolahan ikan di Juwana. Sebagian besar penggunaan tenaga kerja
masih mengandalkan kepercayaan pemilik kepada tenaga kerjanya, sehingga
sebagian besar tenaga kerja yang digunakan diutamakan dari keluarga terdekat
dahulu sebelum menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.
Daya dukung lingkungan terhadap sentra-sentra yang dievaluasi menunjukkan
sebagian besar sentra masih mengandalkan kemampuan alam dalam mendukung
usaha tani yang dijalankan. Seperti sentra penggemukan sapi winong masih
mengandalkan kelimpahan jerami sisa panen padi dan ketersediaan air untuk
pencampuran pakan sapi, sentra perikanan darat di Metro Lampung juga sebagian
besar mengandalkan ketersediaan air dari saluran irigasi pertanian. Ketersediaan
lahan di sentra-sentra yang dievaluasi terlihat masih mencukupi untuk dilakukan
pengembangan usaha dengan ekstensifikasi pertanian. Ketersediaan lahan untuk
penanaman rumput gajah sebagai pakan utama ternak di sentra pembibitan sapi di
Lampung Utara juga dinilai masih mencukupi. Daya dukung alam yang masih perlu
diantisipasi dengan manajemen pengelolaan atau dengan teknologi baru adalah
masalah musim kemarau untuk sapi dan sentra perikanan darat serta musim
rendahnya tangkapan ikan untuk sentra pengolahan ikan di Juwana-Pati. Pada
musim-musim ini biasanya terjadi peningkatan harga dasar pakan maupun harga
dasar ikan sebagai bahan baku pengolahan ikan pindang atau ikan asin. Upaya
mendatangkan ikan dari pelabuhan ikan lain (Pekalongan dan Tegal) tetap saja
menghasilkan harga beli ikan yang lebih mahal walaupun membantu UKM untuk
tetap berproduksi namun harga jual produk yang dihasilkan otomatis akan naik
juga.
LAPORAN AKHIR
162
daerah. Sistem pembayaran yang dilakukan sebagian besar secara tunai, kecuali
untuk di sentra pengolahan ikan Juwana yang banyak UKM menerapkan sistem
penjualan dengan pembayaran tunda, tiga kali pengiriman ikan maka pada kiriman
yang keempat produk yang pertama baru dibayarkan. Konsekuensinya UKM di
sentra ini memerlukan modal yang kuat karena setiap kali pengiriman bisa
mencapai kisaran harga penjualan 15 hingga 24 juta rupiah.
Untuk sentra pembibitan sapi di Lampung Utara, proses down stream sub system
nya belum berjalan karena bantuan baru berjalan sekitar 1,5 tahun dan sapi baru
memulai proses pembibitan satu generasi sebesar 60% dari bantuan yang
diberikan.
ada
beberapa
komponen
yang
belum
tersedia
untuk
membantu
jelas
mendukung
sentra.
Jasa
penunjang
yang
selalu
ada
dan
mendampingi UKM adalah koperasi, yang biasanya lebih dalam bentuk koperasi
simpan pinjam atau koperasi penyediaan barang atau benih untuk membantu
proses produksi. Di sentra pengolahan ikan, para UKM yang dikenal dengan istilah
kulakan ikan secara sadar membentuk koperasi sendiri untuk membantu
ketersediaan kebutuhan produk mereka. Tujuannya selain untuk memperlancar
proses produksi juga ditujukan untuk menekan harga pembelian barang-barang
yang dibutuhkan.
LAPORAN AKHIR
163
164
Penumbuhan Klaster
Agribisnis Dalam Sentra
UKM
6.1. Pendahuluan
Dalam SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No: 32/Kep/M.KUKM/IV/2002,
tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra
UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di kawasan/lokasi tertentu
dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama,
menghasilkan
produk
yang
sama/sejenis
serta
memiliki
prospek
untuk
pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses produksi pada masingmasing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung. Dari
definisi ini, tampak bahwa klaster adalah bentuk lain dari sentra yang telah
berkembang dan maju.
Seperti telah sering sekali disebutkan, penumbuhan klaster dilakukan karena
secara individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan
penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala
ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses
jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan
yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti
pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat
menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara
LAPORAN AKHIR
bersama
dan memperkuat
tindakan
kolektif
untuk
2)
3)
Kombinasi
sumberdaya
dan
kompetensi
antar
perusahaan
yang
berinteraksi
4)
Disisi internal, karakteristik klaster dimulai dengan ciri adanya konsentrasi unit
LAPORAN AKHIR
165
usaha yang sejenis dan/atau saling mendukung dalam satu wilayah yang relative
berdekatan
baik
secara
geografis
maupun
secara
transportasi
ekonomis.
Kedekatan spatial ini kemudian diikuti oleh interaksi antar perusahaan untuk
mendukung produk sentra. Interaksi dan komitmen ini kemudian diikuti dengan
kemauan mengkombinasikan sumberdaya dan kompetensi yang dimiliki. Untuk
itu, kadang pengusaha perlu membentuk satu atau lebih institusi bersama.
Competitiveness
Specialization
Pengelompok
kan Spatial
Interaksi antar
perusahaan
(network/
supply chain)
KLASTER
Institusi
Bersama
Kombinasi
sumberdaya/
kompetensi
yang berbeda
Identity
Sisi Eksternal
Sisi Internal
Sedangkan dari sisi eksternal, setidaknya ada 3 elemen yang dapat diperhatikan
yaitu:
1)
2)
Competitiveness, atau daya saing yang lebih baik dalam konteks dinamis
dan global, misalnya berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi
praktik terbaik.
3)
Proses internal yang dilakukan biasanya akan membawa pengusaha yang terlibat
untuk melakukan spesialisasi pada mata rantai produksi yang paling dikuasai
LAPORAN AKHIR
166
Spesialisasi-spesialisasi
dari
pengusaha-pengusaha
167
yang
berhubungan ini dapat mengarahkan produk sentra pada peningkatan daya saing,
jika spesialisasi yang dilakukan membuat biaya produksi produk sentra menjadi
lebih rendah atau kualitas produk lebih tinggi dibanding daerah lain. Jika daya
saing dapat dipertahankan maka identitas produk sentra akan muncul. Jika
digambarkan, ke 7 karakteristik ini dapat dilihat dalam gambar 43. Sedangkan
gambar 44 mengilustrasikan proses tersebut.
Pengelompokkan spatial
Kombinasi sumberdaya/
kompetensi
Institusi bersama
Sp
F
F
inov
ator
inov
ator
Sp
Sp
Sp
Sp
Sp
Sp
Sp
Sp
IB
Daya
saing
inov
ator
F
F
inova
tor
IB
Sp
Sp
Spesialisasi
institusi
bersama
merupakan
unsur
artifisial
yang
UKM
sengaja
interaksi
antar perusahaan yang lebih dinamis dan kemauan untuk melakukan kombinasi
sumberdaya/kompetensi dari masing-masing anggota sentra UKM. Ini
adalah
upaya percepatan yang diharapkan dapat membuat sentra UKM yang difasilitasi
berkembang ke arah klaster dengan lebih cepat.
LAPORAN AKHIR
Identit
as
Indonesia,
terminologi
klaster
dalam
pengembangan
ekonomi
banyak
mendasar
ketika
menyangkut pihak mana yang boleh diajak untuk bertransaksi. Perbedaan ini
perlu dituliskan dalam laporan ini karena dalam pelaksanaan survey di lapangan
kerap bertemu dengan dua instansi ini yang menyodorkan dua perbedaan ini.
Departemen perindustrian, memandang klaster sebagai sistem yang tertutup
dimana
klaster
dibentuk
oleh
perusahaan-perusahaan
yang
setuju
untuk
LAPORAN AKHIR
168
dalam
sentranya. Jika diperhatikan, hanya ada sekitar 2 sentra dari 22 sentra yang
diamati, (sekitar 9.1%) yang mampu secara penuh memiliki ciri klaster setelah
mendapat perkuatan lebih dari 2 tahun. Mereka adalah sentra rumput laut di
Janeponto dan sentra ikan air tawar di Metro Lampung.
Diluar ke dua sentra ini, ada 5 sentra lain yang hampir memenuhi karakteristik
medium klaster, mereka adalah sentra kelinci di Jawa Timur, sentra itik di Jawa
Barat, sentra penggemukan sapi di Lampung Utara, sentra budidaya ikan hias di
Tulungagung Jawa Timur, dan sentra sayuran di Pasuruan Jawa Timur. Masingmasing sentra ini hanya kekurangan 1 karakteristik untuk berhasil secara utuh
memunculkan ciri klaster. Jika jumlah sentra yang berhasil penuh dan hampir ini
digabungkan, maka dari 22 sentra yang diamati ada sekitar 31% sentra yang
berhasil memiliki ciri klaster di dalamnya.
Berdasarkan hasil ini, kajian ingin melihat kinerja program sentra UKM untuk
menumbuhkan klaster agribisnis. Kegiatan penumbuhan dinilai berhasil jika
karakteristik klaster yang dimiliki sentra berasosiasi dengan keberadaan dukungan
yang diberikan. Jika asosiasi ini signifikan, berarti dukungan yang diberikan oleh
program sentra benar-benar berhasil menumbuhkan karakteristik klaster di sentra
yang diamati. Jika asosiasi ini tidak signifikan maka karakteristik klaster yang
dimiliki oleh sentra tumbuh bukan karena keberadaan dukungan dari program
LAPORAN AKHIR
169
170
sentra UKM.
identitas
Interaksi
identitas
Interaksi
Gula merah
spesialisasi
spesialisasi
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
kombinasi kompetensi
dayasaing
institusi bersa ma
spesialisasi
konsentrasi w ilayah
5
kombinasi kompetensi
dayasaing
spesialisasi
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
4
identitas
Interaksi
mid
mid
kombinasi kompetensi
dayasaing
Kelinci
Sayur
mid
mid
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
4
Interaksi
identitas
4
Interaksi
identitas
Apel
spesialisasi
Rumput laut J
mid
kombinasi kompetensi
Rumput laut B
mid
dayasaing
spesialisasi
institusi bersama
dayasaing
institusi bersama
spesialisasi
kombinasi kompetensi
spesialisasi
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
4
identitas
Interaksi
mid
dayasaing
kombinasi kompetensi
konsentrasi w ilayah
5
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
4
Interaksi
identitas
4
Interaksi
identitas
Itik
Padi
spesialisasi
Ikan
mid
mid
kombinasi kompetensi
kombinasi kompetensi
dayasaing
institusi bersama
spesialisasi
institusi bersama
identitas
identitas
kombinasi kompetensi
spesialisasi
kombinasi kompetensi
institusi bersama
spesialisasi
2
1
institusi bersama
Itik
mid
dayasaing
spesialisasi
mid
dayasaing
kombinasi kompetensi
konsentrasi w ilayah
5
kombinasi kompetensi
spesialisasi
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
Interaksi
4
identitas
Interaksi
Gula merah
Tembakau
dayasaing
spesialisasi
spesialisasi
institusi bersama
dayasaing
kombinasi kompetensi
spesialisasi
institusi bersama
institusi bersama
mid
dayasaing
spesialisasi
kombinasi kompetensi
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
4
3
Paprika
mid
kombinasi kompetensi
konsentrasi w ilayah
5
Interaksi
Ikan Laut
mid
mid
kombinasi kompetensi
Interaksi
identitas
Interaksi
Paprika
Ikan Hias
mid
kombinasi kompetensi
spesialisasi
dayasaing
dayasaing
identitas
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
4
identitas
Interaksi
Interaksi
Sapi
mid
dayasaing
konsentrasi w ilayah
5
identitas
1
Ikan
mid
dayasaing
4
Interaksi
1
Padi
institusi bersama
konsentrasi w ilayah
5
spesialisasi
4
Interaksi
kombinasi kompetensi
konsentrasi w ilayah
5
4
Interaksi
mid
dayasaing
kombinasi kompetensi
konsentrasi w ilayah
5
Sapi
mid
dayasaing
institusi bersama
spesialisasi
konsentrasi w ilayah
5
Interaksi
dayasaing
identitas
Jagung kuning
mid
kombinasi kompetensi
konsentrasi w ilayah
5
Interaksi
dayasaing
identitas
Interaksi
Ikan
identitas
kombinasi kompetensi
identitas
4
identitas
Interaksi
dayasaing
identitas
konsentrasi w ilayah
5
4
identitas
konsentrasi w ilayah
5
konsentrasi w ilayah
5
konsentrasi w ilayah
5
institusi bersama
mid
dayasaing
kombinasi kompetensi
spesialisasi
institusi bersama
Variabel Keberadaan MAP dan BDS diukur dalam skala 1 hingga 5, dimana
semakin besar nilainya berarti semakin tinggi dan nyata dukungan yang diberikan.
Hasil perhitungan yang ditampilkan dalam tabel 41 dan 42 menunjukkan bahwa
antara dukungan yang diberikan dengan kelengkapan pemilikan karakteristik
klaster ternyata tidak berasosiasi secara signifikan. Pandangan terhadap hasil
pengamatan menunjukkan bahwa sentra yang memiliki ciri klaster yang lengkap
tidak pernah mendapatkan dukungan BDS dan hanya sebagian yang memperoleh
dukungan MAP dengan baik. Hal ini berarti pemilikan karakteristik klaster tidak
LAPORAN AKHIR
Tidak lengkap
Lengkap
Total
2.00
3.00
4.00
5.00
Total
2
1
10
5
1
20
2
10
22
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
3.850a
4.178
4
4
Asymp. Sig.
(2-sided)
.427
.382
.792
df
.069
22
Count
Kategori
Tidak lengkap
Lengkap
2.00
10
2
12
Total
3.00
5.00
Total
20
2
22
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
1.833a
2.591
1.283
3
3
Asymp. Sig.
(2-sided)
.608
.459
.257
df
22
Berdasarkan hasil tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa program sentra UKM
belum efektif dalam memicu penumbuhan klaster di sentra agribisnis.
Efektifitas
pelaksanaan
program
Pemerintah
juga
dapat
diukur
dari
nilai
LAPORAN AKHIR
171
kondisi sekarang.
Hasil pengamatan menunjukkan pada 41% sentra, pelaksanaan program sentra
UKM tergolong Absolut Deadweight. Artinya, pelaksanaan
program hanya
terbuang begitu saja dan tenggelam (deadweight), di 27% sentra tergolong partial,
sedangkan pada 32% tergolong zero deadweight.
Additionalitas
50
60
55
40
41
45
40
30
32
27
30
20
20
Percent
Percent
10
0
1.00
3.00
10
0
1.00
5.00
5.00
Additionalitas
Deadweight
Tampak
sekitar
55%
sentra
tidak
menunjukkan
kegiatan
LAPORAN AKHIR
dan
UKM
172
akan dihubungkan
dengan
profil
LAPORAN AKHIR
indikator
umum
sentra
untuk
173
174
Respon/Median
EKSTERNAL
INTERNAL
konsentrasi wilayah
tidak ada
Ada;
renggang
Ada; berdekatan
interaksi
tidak ada
ada;
sederhana;
umum;
sejak dulu
ada; komitmen
produk sentra
kombinasi
kompetensi
tidak ada
ada; alami;
tidak jelas;
sejak dulu
ada; komitmen
produk sentra
pembentukan
institusi bersama
tidak ada
ada;
Ada; mendukung
produk sentra
spesialisasi
tidak ada
ada; tahap
awal
ada; mendukung
produk sentra
daya saing
tidak ada
Rata-rata
produk
sejenis
diatas rata-rata
produk sejenis
identitas produk
sentra
tidak ada
ada; lemah
ada; kuat
Respon/Median
1
kelompok
tidak ada
ada; untuk
urusan
kemasyarakatan
ada; untuk
keperluan
usaha
ada;
keperluan
usaha;
komitmen
produk sentra
kerjasama
produksi
tidak ada
ada;
sederhana
ada; komitmen
produk sentra
Kerjasama
pemasaran
tidak ada
ada;
sederhana
ada; komitmen
produk sentra
tahap produk
decline
Awal
berkembang
Dewasa
tahap sentra
evolusi turun
Pembentukan
perkembangan
dewasa
keberadaan BDS
tidak ada
ada; aktif
keberadaan MAP
tidak ada;
bermasalah
diatas 60%
ada;
bermasalah
antara 30-60%
ada; berjalan
baik
lahan
tidak
mencukupi
mencukupi
sangat
mencukupi
teknologi
sederhana
tepat guna
tinggi
keahlian
turun
temurun
pelatihan
sederhana
pelatihan
formal/sertifikasi
menurun
tetap
terbuka
pasar
LAPORAN AKHIR
evolusi naik
Indikator umum sentra yang ditampilkan adalah (1) keberadaan kelompok, (2)
keberadaan kerjasama di bidang produksi, (3) keberadaan kerjasama di bidang
pemasaran, (4) Tahap produk sentra, (5) Tahap perkembangan sentra, (6)
keberadaan dukungan non
keuangan dari Koperasi (Dana MAP), (8) kecukupan lahan bagi pengembangan
sentra, (9) tingkat penggunaan teknologi, (10) sumber keahlian pekerja, dan (11)
potensi pasar di masa depan. Profil yang dibuat dapat diikuti dalam tabel 44.
Disini daerah yang di beri batas tebal dan diarsir gelap menunjukkan respon utama
yang dipilih oleh responden.
karakteristik
konsentrasi unit usaha adalah ciri klaster yang paling mampu dipenuhi oleh
sentra-sentra yang diamati. Sedangkan karakteristik kombinasi kompetensi dan
interaksi dalam institusi bersama adalah karakteristik yang tidak dapat dipenuhi
oleh kebanyakan anggota sentra. Hasil ini menunjukkan program sentra baru
berhasil mengelompokkan unit usaha, tetapi belum berhasil menumbuhkan
LAPORAN AKHIR
175
dilakukan
kelompok
yang
terbentuk
sebagian
besar
untuk
tujuan
sosial
itu,
pendamping
kerjasama
24%
tidak
76%
Kerjasama Pemasaran
tidak
81%
Kelengkapan Dukungan
Salah satu pokok masalah yang dihadapi untuk mencapai hal ini adalah, hampir
seluruh sentra tidak memperoleh dukungan yang lengkap. Jika diperhatikan
rancangan awalnya, sebuah sentra seharusnya menerima 2 jenis dukungan, (1)
LAPORAN AKHIR
176
bagi
dukungan BDS terhadap sentra yang berarti tidak ada, sedangkan dukungan
koperasi dalam menyalurkan dukungan keuangan ada pada nilai 3, yaitu ada,
namun bermasalah antara 30-60% atau tidak optimal. Hal
ini
menunjukkan
bahwa sentra berjalan dengan dukungan yang pincang dan bahwa secara ratarata kinerja BDS dalam membina sentra relatif lebih rendah dibanding kinerja
KSP/USP koperasi.
Pengamatan menunjukkan bahwa pada akhir tahun ke 3 periode perkuatan, hanya
sekitar 11 12% sentra agribisnis yang masih memiliki dukungan yang lengkap.
Rata-rata selepas tahun pertama periode perkuatan, ada 33% sentra agribisnis
yang kehilangan salah satu komponen pendukungnya (dapat BDS atau KSP-nya
menjadi tidak aktif), dan nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 87.5%
selepas tahun ke tiga periode perkuatan. Kehilangan dukungan perkuatan jelas
akan mempengaruhi efektifitas program sentra ber transformasi menjadi klaster
agribisnis seperti yang diharapkan.
% tidak lengkap
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
Kelengkapan
komponen
tahun
perkuatan
tampaknya
juga
berhubungan
dengan
Tahap Produk
Teori daur siklus produk menyatakan bahwa pertumbuhan sebuah produk akan
LAPORAN AKHIR
177
mengikuti sebuah daur yang tetap yaitu Perkenalan, Tumbuh, Dewasa, dan
Menurun. Perpindahan antar tahapan ini, salah satunya, dicirikan oleh perubahan
arah pertambahan penjualan. Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya,
penjualan biasanya memiliki pertambahan yang positif-meningkat, sedangkan
pada tahap dewasa dan menurun, biasanya memiliki pertambahan penjualan yang
semakin menurun bahkan negatif. Jika secara rata-rata produktivitas sentra
menurun setelah mendapat perkuatan, maka salah satu kemungkinannya adalah
karena sentra yang diperkuat sebenarnya telah berada dalam tahap siklus yang
dewasa atau menurun.
Dalam kajian, ukuran pentahapan adalah pendapat pengusaha tentang volume
penjualan produk dan sejarah pertumbuhan produk. Pandangan terhadap tahap
produk diharapkan dapat memberi pengayaan penjelasan mengenai efektifitas
perkuatan yang diberikan.
Pandangan terhadap tahap produk menunjukkan rata-rata klaster yang diamati
menghasilkan produk yang ada dalam tahapan dewasa.
Karakteristik
produk
dalam tahapan dewasa adalah pasar relatif telah terbentuk, pengusaha menikmati
volume pemasaran yang besar namun dalam margin yang rendah. Produk dalam
tahapan dewasa sesungguhnya juga memerlukan inovasi dan
perbaikan
yang
Tahap 1
Perkenalan
Tahap 2
Tahap 3
Pertumbuhan Dewasa
Tahap 4
Penurunan
Waktu
Salah satu contoh bagaimana perkuatan mendorong upaya evolusi produk yang
sudah ada dalam tahapan dewasa dapat dilihat di sentra kelinci di Batu Jawa
Timur. Setelah bertahun-tahun melakukan budidaya kelinci anakan (untuk dijual
LAPORAN AKHIR
178
Pencari
rumput/
sayuran
bekas
Pasar
Koperasi
Pedagang
pengumpul
Petani
penghasil
pakan kelinci
siap pakai
Petani
penyedia
indukan
Pabrik
konsentrat
dan pakan
Petani
Anakan
kelinci Daerah
Lain
Petani
Anakan
kelinci Batu
Pencari
rumput/
sayuran
bekas
Pasar
Koperasi
Pedagang
pengumpul
Petani
pengolah
daging
Petani
pengolah kulit
Ini tercermin dari pangsa pasar yang dibentuknya dan margin keuntungan yang
diperoleh. Pada saat ini, beberapa daerah di sekitar Batu, seperti Lumajang, mulai
LAPORAN AKHIR
179
melirik untuk ikut berternak kelinci anakan. Ketika itu terjadi, sentra kelinci Batu
tidak masuk ke tahapan decline karena persaingan, sentra malah berevolusi untuk
menjajagi menjadi penyedia indukan, pakan, pasar, informasi bagi daerah lain
yang tertarik menjadi peternak kelinci anakan, pengolahan kerajinan kulit kelinci
dan industri pengolahan daging kelinci. Saat ini di sentra telah mulai muncul unitunit usaha yang mengolah daging kelinci apkir menjadi abon atau unit usaha yang
mengolah
kulit
kelinci
apkir
untuk
menjadi
kerajinan
tangan.
Hasil
ini
sesungguhnya menjadi cikal klaster budidaya kelinci di masa depan, dengan Batu
sebagai salah satu simpul utamanya diluar Lembang Jawa Barat.
Di masa depan, jika upaya pemurnian dan penjagaan mutu bibit dapat dilakukan
dan diterima dengan baik, maka pasokan kelinci afkiran akan semakin banyak.
Hal ini akan menjadi sumber pertumbuhan industri pengolahan daging dan kulit
kelinci.
Contoh lain mengenai perkuatan mendorong upaya evolusi dapat di lihat di sentra
rumput
laut
di
Jeneponto
Sulawesi
Selatan.
Kondisi
pantai
Jeneponto
LAPORAN AKHIR
180
kurang lebih 1 tahun. Alasan yang dikemukakan adalah tidak adanya modal kerja.
Pengamatan menduga ketidakmampuan SDM untuk mengelola keuangan pabrik
sebagai pangkal ketidakmampuan sentra menjaga pabrik yang disalurkan
kepadanya.
Petani
Rumput Laut
Pasar
Kelompok
petani
Koperasi
Petani
Rumput Laut
Pedagang
pengumpul
lokal
Pasar
nasional
Kelompok
petani
Koperasi
Pengumpul
regional/
nasioanal
Unit gudang,
sortir, dan
pembersihan
Petani
Rumput Laut
Kelompok
petani
Koperasi
Pengumpul
regional/
nasional
Unit gudang,
sortir, dan
pembersihan
Pabrik masak
rumput laut
LAPORAN AKHIR
Eksportir
Pasar
nasional dan
ekspor
181
Tahap Sentra
Tahap Perkembangan Sentra, menunjukkan tahapan perkembangan sebuah
sentra, mulai dari terbentuk, tumbuh, berkembang, dan Evolusi. Daur ini diadopsi
dari
perkembangan
sentra
menurut
Marshall.
Jika
tambahan
perkuatan
Sentra dalam tahap baru TERBENTUK baru memiliki 1 atau 2 unit usaha
innovator/pioneer yang memulai usahanya, dan Tenaga kerja didatangkan
dari daerah lain
Sentra ini sedang BEREVOLUSI (TURUN) jika jumlah unit usaha dalam
sentra menurun, pengusaha memilih berusaha di bidang lain, pasokan
bahan baku berkurang, pemerintah daerah tidak menganggap sentra
strategis, dan daya saing produk sentra berkurang.
LAPORAN AKHIR
182
Evolusi
Berkembang
Pertumbuhan
Pembentukan
Pandangan terhadap
tahap sentra
menunjukkan
agribisnis yang diamati berada dalam tahapan dewasa. Sentra dalam tahapan
dewasa biasanya sudah terbentuk lama, mulai kehilangan batas-batasnya dan
menggunakan peralatan yang cenderung usang. Dalam kasus sentra agribisnis,
maka sentra cenderung telah berusia lebih dari 15 tahun, menggunakan daya
dukung lahan yang semakin menyempit dan bibit yang semakin terdegradasi.
Sentra agribisnis yang ada dalam tahap dewasa sesungguhnya menyimpan
potensi masalah sebesar peluang evolusi naik yang mungkin dilakukan.
Contoh masalah dan peluang terjadi di sentra rumput laut Jeneponto, misalnya.
Selama
di
pantai dengan
cenderung
berbeda
dan
lain-lain.
Jika
kebutuhan peluang ini dapat dijawab oleh sentra maka sentra rumput laut
Jeneponto berpeluang berevolusi menjadi salah satu klaster agribisnis rumput laut
yang Indonesia.
LAPORAN AKHIR
183
Contoh masalah sentra dewasa yang lain dapat dilihat dalam sentra agribisnis apel
di Malang, Jawa Timur. Sentra apel di Malang telah ada sejak lebih dari 15 tahun
yang lalu. Pada saat ini kondisi kesuburan tanah dan umur pohon telah berada
dalam kondisi yang menurun akibatnya jumlah produksi apel per pohon dan per
hectare nya menjadi menurun. Sentra ini sebenarnya berpeluang untuk
tetap
tumbuh dan ikut serta membentuk klaster agribisnis apel bersama komponen
pengusaha yang lainnya.
Kecukupan Lahan
Komoditas agribisnis tentu amat sensitif terhadap kecukupan
lahan.
Dari
sisi
lahan, secara umum sentra agribisnis yang diamati masih memiliki sisa lahan yang
cukup untuk pengembangan kapasitas produk sentra jika memperoleh dukungan
yang cukup untuk masalah tata gunanya. Lahan mungkin masih mencukupi bagi
upaya pengembangan sentra dalam jangka pendek. Namun dalam
kerangka
jangka panjang pemerintah daerah harus mulai memetakan kawasan dan tata
guna lahannya agar kelangsungan hidup sentra dapat dipertahankan di masa
depan.
Tanpa
pengaturan
tata
guna
dan
peruntukan
lahan
yang
baik,
Pasar Produk
Responden menganggap pasar bagi produk yang dihasilkan sentranya masih tetap
ada dan berkembang di masa mendatang, meskipun jika dilihat pendapat
responden mengenai pertumbuhan pasar, maka sebagian besar responden
menduga bahwa ukuran pasar 2 hingga 3 tahun ke depan akan sama saja dengan
ukuran pasar tahun ini.
Ada satu sentra yang responnya terhadap pertumbuhan pasar relatif lebih optimis
dibandingkan sentra yang lain, dia adalah sentra rumput laut di kabupaten
LAPORAN AKHIR
184
Bulukumba Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dimengerti karena sentra ini masih
berada dalam tahap perkembangan. Usaha budidaya rumput laut belum terlalu
lama dijalankan di daerah ini. Rantai pasok produk masih sama dengan rantai
pasok produk sentra rumput laut Jeneponto pada tahap awalnya. Pada saat ini,
hasil budidaya dinilai sangat baik dan petani percaya bahwa di
masa
depan,
ukuran pasar produk rumput laut dari Bulukumba akan terus meningkat.
Kajian memang menunjukkan bahwa sebagian besar komoditas agribisnis memiliki
potensi pasar yang besar. Baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.
Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar pasar domestik
produk pertanian amatlah besar dengan pertumbuhan yang cukup signifikan dari
tahun ke tahun. Jika diperhatikan nilai impor di produk pertanian oleh negaranegara ASEAN dan Asia Selatan saja menunjukkan potensi komoditas agribisnis
yang besar.
Analisis Diskriminan
Secara
umum,
pengelompokkan
sentra
pengamatan
dilakukan
dengan
Sentra-
sentra yang berhasil menyamai atau melampaui batas nilai tengah sama dengan 3
untuk semua ciri klaster yang diukur, dianggap sebagai sentra
yang
berhasil.
Sentra berhasil ini kemudian diberi score 2 sedangkan sentra yang tidak berhasil
(score karakteristik klasternya lebih kecil dari 3, diberi nilai 1.
Berbekal variabel pengelompokkan ini, nilai ciri sentra kemudian dimasukkan ke
dalam analisis diskriminan. Analisis menggunakan dua metode, metode pertama
adalah
metode
enter
together,
dimana
seluruh
variabel
identitas
sentra
LAPORAN AKHIR
185
Original
Count
Kategori
Tidak Lengkap
Lengkap
Tidak
Lengkap
15
0
Tidak Lengkap
100.0
.0
100.0
.0
100.0
100.0
Tidak Lengkap
Lengkap
13
15
Tidak Lengkap
Lengkap
86.7
13.3
100.0
28.6
71.4
100.0
Lengkap
Cross-validateda
Count
%
Lengkap
0
7
Total
15
7
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross
validation, each case is classified by the functions derived from all cases
other than that case.
b. 100.0% of original grouped cases correctly classified.
c. 81.8% of cross-validated grouped cases correctly classified.
Analisis dimulai dengan menggunakan metode enter together. Metode ini dipilih
untuk melihat perilaku diskriminan ketika semua variabel pengamatan dimasukkan.
Hasilnya meskipun belum 100% tetapi cukup memuaskan dimana fungsi
diskriminan yang dihasilkan mampu memetakan ulang hingga 80% dari kelompok
yang divalidasi.
Hasil ini menunjukkan bahwa sesungguhnya variabel-variabel yang diamati dapat
seluruhnya digunakan untuk melihat perbedaan antara sentra yang berhasil dan
yang tidak.
Langkah selanjutnya kajian menggunakan metode stepwise untuk memilih variabel
wakil yang mampu memisahkan antara sentra berhasil dan yang gagal. Dalam
pelaksanaan stepwise dibuat beberapa variasi pengelompokkan sentra untuk
melihat perilaku fungsi diskriminan yang muncul. Variasi pertama adalah variasi
langsung, dimana pengelompokkan sentra sama dengan ketentuan awalnya
(score karakteristik sama dengan atau lebih besar dari 3). Variasi kedua adalah
toleransi, dimana sentra-sentra yang hanya kekurangan 1 karakteristik sentra
dianggap memenuhi kriteria. Hasil variasi ini memberikan informasi yang berarti
terhadap variabel pembeda yang perlu diperhatikan.
LAPORAN AKHIR
186
Secara umum metode stepwise memiliki kinerja pembedaan yang cukup baik
dimana fungsi yang diperoleh berhasil membagi sampel secara benar hingga 90%.
Sedangkan variabel yang masuk ke dalam fungsi diskriminan, jika dilihat dari
beberapa variasi pengelompokkan yang digunakan adalah (1) KEBERADAAN
KELOMPOK,
Original
Count
%
Cross-validateda
Count
Kategori
Tidak Lengkap
Lengkap
Lengkap
2
7
Total
15
7
Tidak Lengkap
Lengkap
86.7
13.3
100.0
.0
100.0
100.0
Tidak Lengkap
12
15
80.0
20.0
100.0
.0
100.0
100.0
Lengkap
%
Tidak
Lengkap
13
0
Tidak Lengkap
Lengkap
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross
validation, each case is classified by the functions derived from all cases
other than that case.
b. 90.9% of original grouped cases correctly classified.
c. 86.4% of cross-validated grouped cases correctly classified.
Sumber: Data, diolah
lebih
INSTITUSI
BERSAMA. Institusi bersama yang dimaksud di sini dapat institusi keuangan atau
institusi pendukung produksi dan pemasaran produk sentra yang muncul atas
inisitatif anggota. Institusi bersama akan muncul jika anggota sentra memiliki
komunikasi yang sehat, komitmen yang kuat dan mau berbagi sumberdaya yang
dimilikinya. Di sentra rumput laut Sulawesi Selatan, koperasi dan anggota dengan
bantuan Kementerian Koperasi dan UKM, membuat pabrik pemasakan rumput laut
LAPORAN AKHIR
187
untuk meningkatkan nilai tambah produk sentra. Keputusan ini berarti kerja keras
bagi seluruh anggota sentra karena jika pabrik tidak berjalan dengan baik, maka
koperasi (anggota) akan menanggung akibatnya bersama-sama. Contoh lain
adalah sentra susu sapi di Lembang yang mendirikan pabrik pengolahan susu
kemasan dan yogurt berdasarkan keputusan bersama untuk meningkatkan nilai
tambah produknya.
Keberadaan kelompok
Kombinasi sumberdaya
(Constant)
Kategori
Tidak
Lengkap
Lengkap
2.770
4.822
.841
2.150
-3.979
-13.068
Tahap sentra
Spesialisasi
(Constant)
Kategori
Tidak lengkap
Lengkap
3.639
5.946
4.336
9.868
-9.820
-35.769
Keberadaan kelompok
Kombinasi sumberdaya
Interaksi dalam Institusi
bersama
(Constant)
Kategori
Hampir
Tidak lengkap
lengkap
4.060
6.292
-.984
-.557
Lengkap
10.505
-4.735
2.088
3.093
7.875
-5.529
-14.624
-32.326
literatur
kerjasama
yang
baik
antar
anggota
sentra/klaster.
Pengamatan
menunjukkan sentra yang maju dan dinamis akan membuka kesempatan bagi
anggotanya untuk melakukan spesialisasi pada satu atau lebih bidang usaha
pembentuk rantai nilai untuk mendukung produk sentra. Sentra rumput laut di
Sulawesi Selatan misalnya menumbuhkan anggota-anggota yang spesialisasi
pada masalah pembersihan dan pengepakan rumput laut kering. Sentra kelinci di
Jawa
LAPORAN AKHIR
188
mendukung anggota dan unit usaha pengolah daging kelinci afkir (sudah tua)
untuk membantu anggota merotasi indukannya. Anggota masyarakat di sentra
perikanan di Nusa Tenggara Barat mencoba memformalkan usaha pembuatan
ikan kering yang tadinya hanya upaya untuk memanfaatkan hasil tangkap jika
sedang berlebihan. Upaya-upaya spesialisasi, baik ke hulu maupun ke hilir, samasama membutuhkan proses yang tidak sebentar, untuk itu kesamaan cara
pandang dari anggota sentra amat penting, disinilah mungkin peran variabel
kelompok dan kombinasi sumberdaya memainkan peranannya.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai koefisien TAHAPAN SENTRA dari sentra yang
memiliki ciri klaster yang lengkap adalah lebih tinggi dibanding sentra yang tidak
lengkap. Artinya sentra yang ada dalam tahapan berkembang dan dewasa
memiliki peluang yang lebih besar untuk menumbuhkan ciri klaster. Hal ini dapat
dimengerti karena sentra-sentra tersebut telah teruji oleh waktu dan pasar mampu
menghasilkan produk yang dibutuhkan.
variabel ketersediaan pasar sebagai salah satu variabel pendukung utama juga.
Untuk sementara variabel pasar tidak muncul karena sentra yang diamati termasuk
sentra-sentra historikal, yaitu sentra yang telah berdiri cukup lama (lebih dari 15
tahun).
Masuknya variabel tahapan sentra sebagai pembeda juga menunjukkan bahwa
kegiatan pengembangan sentra dan penumbuhan klaster tidak dapat dilakukan
dalam jangka pendek. Instansi pengembang (Kementerian Koperasi dan UKM,
Dinas yang menangani pembangunan UKM di daerah, dan BDS) perlu memiliki
napas panjang dan tidak melakukan proyek pengembangan yang sifatnya hit and
run atau setengah-setengah dalam pengembangan sentra ke klaster karena tidak
semua sentra berada dalam tahapan pertumbuhan atau kecepatan perkembangan
yang sama.
Analisis Faktor
Analisis faktor berupaya meringkaskan jumlah variabel indikator umum sentra ke
dalam kelompok-kelompok faktor yang mempengaruhi penumbuhan ciri klaster di
sentra-sentra yang diamati.
Hasil pengelompokkan variabel yang dihasilkan oleh analisis faktor tidak selalu
logis untuk digunakan, tetapi ia dapat digunakan untuk alat untuk mempelajari
kemungkinan pengelompokkan masalah dan perilaku variabel pengamatan.
LAPORAN AKHIR
189
Hasil analisis faktor awal menunjukkan hanya 13 variabel yang dapat digunakan
untuk analisis lebih lanjut. Mereka adalah (1) keberadaan kelompok, (2)
kerjasama produksi, (3) kerjasama pemasaran, (4) tingkat penggunaan teknologi,
(5) keahlian tenaga kerja, (6) ekspektasi pasar, (7) konsentrasi spatial, (8) interaksi
antar perusahaan, (9) kombinasi sumberdaya dan kompetensi, (10) interaksi
dalam institusi bersama, (11) spesialisasi (12) daya saing dan (13) Additionalitas.
Keberadaan kelompok
Kerjasama produksi
Kerjasama pemasaran
Tingkat penggunaan teknologi
Keahlian tenaga kerja
Ekspektasi pasar
Konsentrasi spatian
Interaksi antar perusahaan
Kombinasi sumberdaya
Interaksi dalam Institusi bersama
Spesialisasi
Daya saing
Additionalitas
Component
2
3
.817
.221
.763 8.971E-03
.160
.107
.164 4.292E-02
-.209
.466
.291
-.104
.215 7.516E-02
.669
.238
.231
.884
.238
.902
.812
.357
.420 -5.57E-02
.100
.371
1
.229
9.923E-02
.861
.720
.757
.620
.336
.154
1.564E-02
8.719E-02
.271
.689
.127
4
.206
.458
-4.00E-02
.238
6.938E-02
.248
.697
.508
.340
8.927E-02
-.239
.280
.754
49
menunjukkan
dikelompokkan menjadi
variabel
yang
dimasukkan
dalam
analisis
dapat
pembentuk
LAPORAN AKHIR
190
Faktor 2
Faktor 3
Kerjasama
pemasaran
Keberadaan
kelompok
Kombinasi
sumberdaya
Tingkat
penggunaan
teknologi
Kerjasama produksi
Interaksi dalam
Institusi bersama
Keahlian tenaga
kerja
Spesialisasi
Interaksi antar
perusahaan
Faktor 4
Konsentrasi spatial
Additionalitas
Ekspektasi pasar
Daya saing
Usulan
Nama
Faktor
Kemampuan
memenuhi kebutuhan
pasar
Interaksi kelompok
untuk kerjasama
produksi
Institusi bersama
Kemauan investasi
Sumber: Tabel 41
Misalnya faktor 1, jika dilihat variabel pembentuknya maka, mungkin, nama faktor
yang tepat adalah KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN PASAR. Untuk faktor 2,
namanya adalah INTERKASI KELOMPOK UNTUK KERJASAMA PRODUKSI, untuk
faktor 3, mungkin cocok dengan INSTITUSI BERSAMA dan faktor 4 adalah
KEMAUAN INVESTASI.
Meskipun kadang pengelompokkan yang dilakukan tidak terlalu logis untuk
diberikan nama secara langsung, tetapi hasil pengelompokkan ini memberikan
pandangan yang menarik tentang faktor yang mungkin berpengaruh terhadap
penumbuhan klaster dalam sentra agribisnis yang diamati.
pandangan
LAPORAN AKHIR
191
terikat
(sentra ke klaster) dan variabel bebas (perkuatan program sentra UKM) ini
dijembatani oleh serangkaian proses. Mungkin rangkaian proses inilah yang
dibentuk oleh variabel-variabel dan faktor-faktor yang diperoleh dari pengamatan
dan analisis yang dilakukan.
Disini kemudian
diputuskan untuk
menggunakan model
pengungkit
untuk
mempermudah
upaya
pemaparan
akan
lebih
mudah
jika
upaya
A.
dan
dukungan
perkuatan
kepada
sentra.
Daya
penggerak
ini
ditransmisikan oleh tuas pengungkit (P) ke massa UKM di sentra dengan bertumpu
pada titik tumpu (T). Yang diharapkan terjadi adalah
Pemerintah
dapat
menyalurkan Daya yang cukup dan disalurkan secara efektif melalui tuas
pengungkit sehingga mengangkat Massa UKM dari tataran B1 ke B2.
Berdasarkan prinsip pengungkit tersebut diatas, maka analogi masalah-masalah
yang dihadapi program sentra UKM dalam tumbuh dan berkembang menjadi
LAPORAN AKHIR
192
2)
3)
4)
5)
(A)
(Daya Penggerak)
M
(Massa UMKM)
P
(Tuas Pengungkit)
B2 (Tataran klaster)
(Tumpuan)
B1 (Tataran sentra)
(B)
D
P
B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)
LAPORAN AKHIR
193
Daya pengerak terlalu kecil dapat dipandang sebagai (1) Sejak awal memang daya
perkuatan yang disediakan terlalu kecil dibandingkan dengan massa UKM yang
harus diangkatnya, atau (2) pada awalnya daya perkuatan yang disediakan cukup,
namun karena suatu keadaan daya tekan ini menjadi melemah sehingga menjadi
terlalu kecil untuk mampu mengangkat sentra ke tataran baru nya.
Kondisi pertama biasanya terjadi pada sentra yang rata-rata omzet per anggota
per bulan nya, jauh lebih besar dari total jumlah dana MAP yang dialokasikan pada
sentra tersebut. Sedangkan kondisi kedua terjadi jika salah satu komponen daya
pengerak menghilang atau melemah. Dari dua keadaan ini, kondisi kedua adalah
hal yang lebih banyak terjadi.
Gambar 54. Kondisi Daya Penggerak Terlalu Kecil atau Hilang Tidak
Mampu Mengangkat Massa UKM/Sentra
D
(Daya Penggerak
mengecil)
M
Massa tidak terangkat
B2 (Tataran klaster)
B1 (Tataran sentra)
bahwa
yang
selepas
kehilangan
menjadi
tidak
aktif), nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 78% selepas tahun ke dua
periode perkuatan, dan pada tahun ke tiga nilai ini meningkat menjadi 87.5%.
Artinya kebanyakan sentra kehilangan/kehabisan daya penggerak terlalu cepat
sebelum mampu menggerakkan massa UKM ke tataran yang lebih tinggi.
Akibatnya, daya dorong program sentra UKM yang disediakan tidak mampu
LAPORAN AKHIR
194
mengangkat sentra UKM ke tingkat kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi,
apalagi menumbuhkannya ke tahapan klaster..
Fenomena hilangnya daya penggerak mungkin tidak lepas dari sifat
program
salah satu
pembeda. Kajian menunjukkan sentra dengan score tahap sentra yang lebih tinggi
cenderung mampu menumbuhkan ciri klaster. Hal yang dapat ditarik dari hal ini
adalah, sentra butuh waktu untuk mencapai tahapan tertentu sebelum akhirnya
mampu melewati ambang batas kemampuan ekonomisnya dan bertransformasi
menumbuhkan ciri-ciri klaster dengan lebih mudah.
klaster
adalah
anggota
sentra.
Modal sosial ini kebanyakan dibentuk oleh faktor perilaku seperti: kemauan dan
kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada
tujuan bersama jangka panjang (unsur kelompok dan interaksi ini muncul baik
dalam analisis diskriminan dan faktor yang dilakukan). Ketika unsur perekat ini
hilang, upaya
yang diberikan)
tataran
yang lebih
tinggi.
Massa
cenderung
pecah
dalam
pergerakan/perkuatan.
Hasil ini tercermin dari hasil pengamatan kepada sentra yang menunjukkan bahwa
pembentukan kelompok atau kebiasaan berkelompok hanya ada di 39%
sentra yang diamati.
LAPORAN AKHIR
dari
195
196
Gambar 55. Massa UKM Tidak Solid Dalam Proses Perkuatan Membuat
Sentra Tidak Terangkat Dalam Proses Perkuatan
D
P
B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)
Hal lain yang meningkatkan kerapuhan sentra adalah persaingan yang tidak sehat.
Persaingan sesungguhnya merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan
untuk menumbuhkan klaster yang sehat (Porter), tetapi hal ini akan berbalik
merugikan
jika
pertumbuhan
kapasitas
akibat
perkuatan
diarahkan
untuk
kerjasama
24%
ada
39%
tidak
61%
tidak
76%
Keberadaan Kelompok
LAPORAN AKHIR
Kerjasama Pemasaran
tidak
81%
sentra
ke
klaster
agribisnis,
mekanisme
transmisi
ini
bahwa
kompetensi
daerah
dan
P
D
Pengungkit
terlalu
lentur/rapuh
B2 (Tataran klaster)
B1 (Tataran sentra)
Hampir seluruh sentra yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM
adalah sentra historikal, artinya kegiatan di sentra telah berlangsung secara terus
menerus selama lebih dari satu generasi, sehingga penduduk generasi ke dua
(anak) dan ke tiga (cucu) yang tinggal di sentra biasanya telah mewarisi
kompetensi untuk memproduksi produk sentra dari pengalaman kerja dan
pengetahuan umum di dalam sentra. Dengan demikian, kompetensi masyarakat
untuk melakukan produksi dalam kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi
adalah transmisi dari upaya perkuatan kepada pertumbuhan sentra. Namun
kompetensi masyarakat semata ternyata tidak mencukupi, hal ini masih harus
didukung oleh faktor-faktor lain seperti tersebut diatas.
Disamping kompetensi penduduknya, Kompetensi daerah yang lain adalah
LAPORAN AKHIR
197
membantu
mentransmisikan
program
sentra
dan
perkuatan
yang
dalam
menjalankan
program
ini. Kekisruhan
pelaksanaan
LAPORAN AKHIR
LEMAHNYA
KOORDINASI.
Lemahnya
koordinasi
antara
Kementerian
198
BEBERAPA
SENTRA
TIDAK
dinilai
terlalu kecil, sedangkan pada sentra tenun, jumlah dana yang terlalu besar
yang dipaksakan untuk dibagi habis, malah membuat financial leverage
pengusaha melonjak ke tingkat yang mengkhawatirkan.
KONVERSI
LAHAN
PRODUKTIF. Ketidakjelasan
strategi pembangunan
berinovasi,
keunikan
produk,
ketersediaan
pasar,
dukungan
LAPORAN AKHIR
199
M
D
P
B2 (Tataran klaster)
B1 (Tataran sentra)
T
Dalam kajian ini, faktor perilaku seperti kemauan, etos kerja, serta karakter dari
pengusaha dan aparat di Pusat dan daerah menjadi menonjol karena kadang
menjadi salah satu akar masalah kebuntuan pengembangan sentra. Pengamatan
kepada dinamika sentra menunjukkan beberapa masalah muncul karena faktor
perilaku ini.
terkoordinasinya
pelaksanaan
dan perawatan sentra adalah beberapa contoh masalah yang diakibatkan oleh
faktor perilaku ini.
Pengamatan menemukan bahwa upaya perkuatan yang memerlukan perubahan
perilaku atau budaya dari pengusaha, tidak berjalan dengan baik. Pengusaha
kecil cenderung enggan menanggung resiko akibat perubahan. Disini peran BDS
menjadi penting untuk menjaga pengusaha
angsuran
sentra
LAPORAN AKHIR
200
adukan
terlalu tipis, hanya 10 cm, tidak sesuai ketentuan, seharusnya sekitar 30 cm). Hal
ini menunjukkan penerapan teknologi tidak dapat sekedar alokasi tetapi juga
membutuhkan upaya pendampingan dan pendidikan yang berkelanjutan.
agribisnis
adalah
upaya
perkuatan
yang
diberikan
tidak
D
P
B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)
Masalah ini umumnya muncul ketika upaya perkuatan yang diberikan tidak sesuai
dengan kebutuhan sesungguhnya dari sentra UKM/pengusaha tersebut. Salah
satu sentra agribisnis apel di Jawa Timur misalnya, sentra ini jika dilihat
dari
penyulaman.
Kebutuhan
sentra
yang
sesungguhnya
adalah
LAPORAN AKHIR
201
pohonnya. Akibatnya, kendatipun telah dipupuk dan diobati dengan baik, panen
petani tetap menurun yang menyebabkan petani terlilit hutang dan tidak mampu
membayarnya. Ini adalah salah satu contoh bagaimana upaya perkuatan tidak
diletakkan di titik yang benar.
Kemampuan menemukan akar permasalahan memang berhubungan dengan
kompetensi
Lembaga
Pengembang
Bisnis
(LPB)
yang
ditugaskan
untuk
dan
faktor yang dilakukan dan faktor-faktor lain yang ditemui dari hasil pengamatan ke
daerah kajian.
LAPORAN AKHIR
202
203
Simpulan Dan
Saran
LAPORAN AKHIR
klaster
disebabkan
oleh (1) Daya Penggerak terlalu kecil, (2) Massa UKM terlalu rapuh, (3)
Pengungkit/pentransmisi terlalu lemah/lentur, (4) Titik tumpu
terlalu
rendah
sederhana,
faktor
penumbuh
sentra
ke
klaster
agribisnis
dapat
dikelompokkan menjadi 4 yaitu (1) faktor penyedia daya penggerak, (2) faktor
transmisi, (3) faktor pendukung/penumpu, dan (4) faktor perekat antar anggota
klaster.
Daya penggerak adalah kecukupan jumlah, waktu dan durasi dukungan keuangan
dan non keuangan yang diberikan kepada sentra.
Faktor transmisi dibentuk oleh kompetensi daerah dan masyarakat, kualitas SDM
pelaksana
dukungan,
kejelasan
dan
kelengkapan
peraturan
pelaksanaan,
kejelasan visi dan kesiapan aparat pemerintah daerah, serta koordinasi dan
komunikasi yang efektif antar pelaku.
Faktor titik tumpu ini adalah kemauan/etos kerja yang kuat, pola pikir wirausaha,
kemauan berinvestasi, kemampuan berinovasi, keunikan produk, ketersediaan
pasar, dukungan keberadaan sarana dan prasarana industri dan keuangan di
daerah, konsistensi dan keberlanjutan kebijakan, serta penegakan aturan.
Sedangkan faktor perekat/Modal sosial dibentuk oleh faktor perilaku: kemauan dan
kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada
tujuan bersama jangka panjang.
LAPORAN AKHIR
204
klaster bisnis UKM berbasis agribisnis diatas, maka beberapa hal ini perlu
dilakukan:
1)
panjang
melalui
pendekatan
sentra/klaster
dan
meletakkan
3)
4)
Kementerian
Menyusun kembali/Memperbaiki petunjuk teknis pelaksanaan masingmasing program perkuatan usaha agar lengkap, memasukkan unsur
pendidikan karakter pengusaha, memperhatikan reward pada perilaku
terpuji dan punishment pada perilaku tercela, adil, dan memiliki
keterkaitan/konsistensi yang jelas dengan road map pengembangan
usaha nasional dan pembagian tugas dalam otonomi daerah.
6)
Menciptakan basis data unit usaha yang valid dan mutakhir secara
nasional
untuk
mempermudah
proses
monitoring,
evaluasi,
dan
perencanaan.
7)
8)
Melakukan
proses
berkesinambungan,
monitoring
dan
evaluasi
dengan
benar
dan
LAPORAN AKHIR
205
melakukan
pendidikan
dan
perubahan
karakter
masyarakat
agar
LAPORAN AKHIR
206
Khusus yang berkenaan dengan uoaya membangun klaster bisnis, maka beberapa
catatan berikut ini diharapkan dapat digunakan sebagai patokan.
Perhatian dunia terhadap pengembangan klaster didorong oleh dua dasar
wawasan (Enright/Ffowcs-Williams 2000):
ekonomi khusus
ketimbang
mencoba
mentrapkan
persaingan
pendekatan,
berdasarkan
instrumen,
dan
peran
klaster
memerlukan
berbagai
pelaku
pengkajian
yang
terlibat.
ulang
Tanpa
LAPORAN AKHIR
207
Fokus pada keterkaitan dan rantai supply daripada komoditi atau sektor;
orientasi
klaster
secara
khusus
mengarah
ke
pengkajian-ulang
terus
untuk
memaksimalkan
manfaat
kerja-sama
dengan
LAPORAN AKHIR
208
Praktis tidak mungkin untuk sekaligus berperan sebagai anggota dan sebagai
koordinator suatu proses. Implikasi bagi pemerintah ialah:
Pembagian
tugas
antara
berbagai
lapisan
berbeda
dalam
Kabupaten/Kota
sebagai
anggota
klaster
dalam
proses
pengembangan klaster.
LAPORAN AKHIR
209
daerah
pedesaan
(rural
areas)
inisiatif
pengembangan
klaster
dan
mempertimbangkan
menyediakan
anggaran
intensif
luas tersebut
kabupaten-kabupaten
yang
negara,
LAPORAN AKHIR
210
seperti pelabuhan laut dan bandar udara bukan hanya untuk satu klaster
saja tetapi juga untuk banyak klaster di daerah. Oleh karena itu perlu
dikaji-ulang apakah pembagian tugas saat ini memang cukup memadai
dengan pelimpahan fungsi pengembangan ke kabupaten-kabupaten.
Mungkin lebih bijak memberikan peran pengembangan infrastruktur yang
lebih besar ke pemerintah pusat dan secara khusus pemerintahan
Provinsi.
Mengembangkan
infrastruktur
sangat
mahal,
re-alokasi
Indonesia,
sebagai
negara
besar
dengan
diversifikasi
luas,
LAPORAN AKHIR
211
suatu proses belajar panjang. Sementara waktu tampaknya lebih baik mengikuti
contoh pendekatan strategi yang telah dilakukan di sejumlah negara dan disajikan
disini
dengan
versi
Afrika
Selatan.
Di
Afrika
Selatan
dengan
strategi
Proses klaster judul dengan fokus pada pilot project untuk penjabaran
hal-hal (issues) yang harus dikerjakan dalam rangka pengembangan
strategi dan pasar bagi segmen pasar khusus;
standard
minimum
nasional untuk produk dan prosedur, memberi jaminan ke para mitra bisnis
bahwa kewajiban kontrak dapat dipaksakan;
Jamin perlakuan yang adil dan merata bagi semua pelaku bisnis:
Menjamin persaingan sehat, monitor dan batasi akumulasi kekuatan
pasar, dan menjamin bahwa persaingan antara klaster yang berbeda di
Indonesia tidak terganggu. Implikasi hal ini secara khusus ialah penentuan
LAPORAN AKHIR
212
penyediaan
dan pembiayaan-
perhatian
nasional
secara
khusus.
Untuk
jenis-jenis
tersebut,
Identifikasi
kekuatan
spesifik,
kelemahan
umum,
hambatan
produk
umum,
peningkatan
transportasi,
informasi
dan
LAPORAN AKHIR
213
misalnya
dari
kelompok aksi spesifik thema. Focal point seyogianya terdiri dari stakeholders
kunci baik dari publik maupun sektor swasta dan akademika. Sektor publik
seyogianya termasuk Menko Bidang Perekonomian, Bappenas, Depperindag,
MennegRistek dan MennegKop-UKM. Sejalan dengan karakter umum proses
thematik, pada waktu memilih peserta sektor swasta maka perlu perhatian lebih
besar pada lingkup yang wajar dari mata-rantai nilai tambah input dan pemasok
komponen, berbagai jenis prosesor, perdagangan dan jasa terkait seperti transport
ketimbang perwakilan penuh dari semua klaster secara nasional.
National focal point seyogianya tidak terlibat dengan implementasi. Pelaksanaan
kegiatan harus dilakukan oleh para stakeholders, sesuai dengan mandat spesifik
dan kompetensi masing-masing.
klaster
Menggiatkan
mekanisme
identifikasi-diri
dan
seleksi-diri
sehingga
LAPORAN AKHIR
214
pengembangan
dan
proses
pengambilan
keputusan
dapat
dari
dana sendiri.
kelayakan
proses
kegiatan
lokal
dan
strategi
yang
dikembangkan.
peningkatan kapasitas
melalui
lainnya
fasilitator
klaster
dan
konsultan
(mis.,
untuk
LAPORAN AKHIR
215
rencana kerja
(Fasilitas-3).
Sementara, pada tahap awal, fasilitas-1 dan fasilitas-2 seyogianya terbuka bagi
semua klaster untuk meningkatkan kapasitas lokal, maka fasilitas-3 dapat dibatasi
untuk mendukung
menguntungkan serta
klaster yang
skim
mempertimbangkan
seperti BPEN
co-financing
peningkatan
/ Badan
tersebut,
pemerintah
pusat
seyogianya
relevan
berbagai Balai Industri LitBang dan universitas negeri. Karena tidak ada market
intelligence domestik, pemerintah pusat seyogianya mempertimbangkan suatu
fasilitas tersendiri untuk co-financing survey pasar asosiasi-asosiasi sektor
domestik.
fisik,
pengembangan
sumberdaya
manusia,
dan
suatu
LAPORAN AKHIR
216
Berpikir
melampaui
batasan
administrative:
Klaster
tidak
dapat
ekonomis
yang
para
peserta
dikehendaki untuk
klaster.
Tidak
klaster lokal
perlu
harus
semua
dibangun
peningkatan
tertentu.
Rencana / skema semacam itu jauh lebih efektif daripada dan juga lebih
non-diskriminatif ketimbang skema dukungan tradisional dengan target
UKM individual atau kelompok kecil UKM.
menjadi
pemimpin.
Namun
demikian,
dalam
banyak
hal,
pemerintah local perlu mengambil peran sebagai inisiator dan bukan saja
sebagai
bersama.
LAPORAN AKHIR
217
Dirikan suatu focal point di satu universitas atau pusat Litbang yang aktif
dalam riset klaster, pengembangan metodologi yang disesuaikan dengan
kebutuhan lokal dan (bahasa local), tool-boxes untuk pengembangan
klaster maupun dalam proyek bersama (joint projects) dengan pusat riset
asing. Hal ini tidak berarti harus menambah sumberdaya tetapi reorientasi
penggunaan yang sudah ada secara lebih efektif.
Memulai pertukaran pengalaman dengan klaster di daerah lain dan selalu berada
mengikuti inisiatif pengembangan klaster pada tingkat nasional.
LAPORAN AKHIR
218
Nomor Formulir
Tanggal Pengumpulan :
Petugas Pengumpul
FORM UL IR PENGU MP UL AN
D ATA
KOPERASI PENYALUR DANA MAP
2007
FORM-2: Sentra
A. Identitas Koperasi
1
Nama koperasi
Alamat Koperasi
Nama Pengurus
Berdiri sejak
Telpon
Alamat Pengurus
Bentuk koperasi
Telpon
Klasifikasi/peringkat koperasi
Tahun klasifikasi/pemeringkatan
B. Keuangan Koperasi
Saat Ini
Jumlah anggota
Sebelum Perkuatan
Orang
Simpanan pokok
Simpanan wajib
Orang
Rp
Rp
Rp
Rp
Anggota
Rp
Rp
Bukan anggota
Rp
Rp
Rp
Rp
Cadangan
Rp
Rp
Modal pinjaman
Rp
Rp
Pemberian pinjaman
Rp
Rp
Total asset
Rp
Rp
Simpanan
sukarela
C. Dana MAP
1
Rp
2
D pengembangan koperasi
D disalurkan ke pengusaha
D lainnya:
%
Saat Ini
Awal Perkuatan
orang
MAP Bermasalah
MAP Macet
Apakah KSP sudah mengembalikan Seluruh dana MAP yang ditempatkan di KSP ke rekening operasi (di bank daerah)
Rp
orang
Rp
D Sudah, sejak
D Belum, karena
KSP disarankan melampirkan: (1) Fotokopi daftar anggota yang menerima dana MAP, (2) Fotokopi laporan MAP
D Berhasil, karena
D Bermanfaat, karena
D Tidak, karena
D Tidak, karena
FORM-2: Sentra
3
Nomor Formulir
Tanggal Pengumpulan :
Petugas Pengumpul
FORM UL IR PENGU MP UL AN
D ATA
PENGUSAHA ANGGOTA SENTRA
2007
FORM-1: Pengusaha
A. Identitas Responden
1
Nama
Jenis Kelamin
Usia
DL DK
2
Alamat: Jalan
Pendidikan Terakhir
Kelurahan/Desa
Kecamatan
tahun
Kabupaten/Kota
D Tidak Sekolah, D SD, D SMP, DSMA, D D3, D S1, D S2/S3, D Pelatihan bersertifikasi
4
Keluarga
Jumlah Anak
Alamat Koperasi
Jumlah Tanggungan
orang
orang
Anggota sejak
Sebelum Perkuatan
macam produk
macam produk
Proses Produksi
Teknologi produksi
Sebelum Perkuatan
D Sederhana,
D Kompleks
D Sederhana,
D Kompleks
D Lini,
D Majemuk
D Lini,
D Majemuk
D Pesanan,
D Mass
D Pesanan,
D Mass
FORM-1: Pengusaha
8
D Sendiri
D Tidak, karena:
D BDS
D Ada, yaitu:
D Koperasi
D Ya, karena::
D Dinas:
D Lainnya:
Saat Ini
9
Sebelum Perkuatan
Unit
Unit
11
12
D Lokal:
D Lokal:
D regional:
D regional:
D Impor :
D Impor :
D Ada, yaitu:
D Ada, yaitu:
Rp
13
Rp
14
Rp
15
16
Tujuan
penjualan
17
18
19
Harga
penjualan
Potensi pasar
di masa
depan
Rp
Unit
Unit
D Lokal
%, yaitu ke
%, yaitu ke
D Antar daerah
%, yaitu ke
%, yaitu ke
D Nasional
%, yaitu ke
%, yaitu ke
D Lokal
Rp
Rp
D Antar daerah
Rp
Rp
D Nasional
Rp
Rp
D Lokal
D Antar daerah
D Nasional
D Tinggi, karena
D Tinggi, karena
D Rendah, karena
D Rendah, karena
Rp
Rp
20
21
22
Orang
23
Orang
Saat Ini
22
23
24
Sebelum Perkuatan
Orang
Orang
Rp
Rp
Rp
Rp
D Lainnya _
D Lainnya _
Rp
Rp
D Tanah
Rp
Rp
D Bangunan
Rp
Rp
D Mesin
Rp
Rp
D Peralatan
Rp
Rp
D Uang sendiri
Rp
Rp
D Pinjaman
Rp
Rp
D Lainnya
Rp
Rp
Asset Usaha
Struktur Modal
FORM-1: Pengusaha
25
Biaya
produksi/
pengadaan
per siklus
produksi
D Bahan baku
Rp
Rp
D Tenaga kerja
Rp
Rp
D Pemasaran
Rp
Rp
D Lainnya
Rp
Rp
19
Rp
Rp
20
Rp
Rp
21
Rp
Rp
22
23
24
D Ya
D Ya
D Ya
D Tidak
D Tidak
D Tidak
25
Apakah keterlibatan dalam program sentra (memperoleh MAP dan memperoleh bantuan non keuangan dari BDS) membuat pengusaha
melakukan investasi tambahan?
D Tidak, karena
D Ya, karena
Saat Ini
26
27
27
28
Sebelum Perkuatan
D Tidak ada
D Tidak ada
D Ada, yaitu
D Ada, yaitu
D Tidak ada
D Tidak ada
D Ada, yaitu
D Ada, yaitu
D Tidak ada
D Tidak ada
D Ada, yaitu
D Ada, yaitu
Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra
Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.
Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku
Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan
(5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.
1.
L
aktor
L buy
P buy
=rp
HPP
L
=
sell
P sell =rp
FORM-1: Pengusaha
C. Mengenai BDS
1
D Kenal, yaitu:
D Tidak pernah
D Tidak, karena:
D Jarang:
kali per
D Sering:
kali per
Kapan?
Bermanfaat?
Dibutuhkan?
Berbayar?
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tidak
Tgl
D Kenal, yaitu:
D Tidak pernah
D Tidak, karena:
D Jarang:
kali per
D Sering:
kali per
bln
thn
Rp
bulan
Agunan:
3
D Ya, karena
D Tidak, karena
4
Penggunaan MAP
D Ya,
D Modal kerja
D Tidak, sejak
D Lainnya:
D Ya,
D Tidak, sejak:
D Lainnya:
5
Pengembalian MAP
D Lancar
D Ya, karena
D Tersendat, karena:
D Tidak, karena
D Macet, karena:
6
D Ya, D Tidak
E. Perkuatan Lain
1
FORM-1: Pengusaha
F. Hambatan dan Masalah
1
D Berhasil, karena
D Bermanfaat, karena
D Tidak, karena
D Tidak, karena
Kekuatan usaha
Kekurangan usaha
Hambatan usaha
Peluang usaha
G. Perilaku
1
Adakah kebiasaan
berkelompok
D Ada, D Tidak
D Ya, D Tidak
Apakah responden
Ya/tidak
Memperhatikan pasar
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
D Ya, D Tidak
Kemauan bekerjakeras
D Ya, D Tidak
Keterangan
H. Catatan Klaster
Dalam kerangka program sentra, apakah
Keterangan
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
10
D Ya, D Tdk
Nomor Formulir
Tanggal Pengumpulan :
Petugas Pengumpul
FORM UL IR PENGU MP UL AN
D ATA
GAMBARAN SENTRA
2007
FORM-2: Sentra
A. Identitas Sentra
1
Klasifikasi sentra
D A, D B, D C
Lokasi sentra
Tahun fasilitasi
D Jalan, D Listrik, D Instalasi air bersih, D Telepon, D Bank, D Koperasi, D Lembaga keuangan lain:
, D Pasar,
Sebelum Perkuatan
D Pembentukan, D Tumbuh
D Pembentukan, D Tumbuh
D Awal, D Tumbuh
D Awal, D Tumbuh
D Berkembang, D Menurun
D Berkembang, D Menurun
Saat Ini
5
Proses Produksi
Sebelum Perkuatan
D Sederhana,
D Kompleks
D Sederhana,
D Kompleks
D Lini,
D Majemuk
D Lini,
D Majemuk
D Pesanan,
D Mass
D Pesanan,
D Mass
Teknologi produksi
Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra
Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.
Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku
Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan
(5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.
1.
L
aktor
L buy
P buy
=rp
HPP
L
=
sell
P sell =rp
FORM-2: Sentra
Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini memiliki model
D Joint production, D Sub-kontrak, D Integrasi vertikal
D Integrasi horizontal
Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini berada
dalam subsistem:
D Ada anggota sentra yang secara sadar membentuk rantai pasok untuk mendukung produksi produk utama sentra
D Anggota sentra memiliki kepedulian atas keberhasilan/kegagalan usaha anggota yang lain
D Anggota sentra saling bekerjasama dan membagi tugas dalam kerangka rantai pasok untuk menghasilkan produk bersama
D Ada institusi bersama yang dibentuk oleh anggota sentra untuk mendukung proses penelitian, produksi dan pemasaran
Kekuatan sentra
Kekurangan sentra
Faktor utama yang perlu ada agar sentra dapat berkembang baik.
Hambatan sentra
Peluang sentra
FORM-2: Sentra
Karakteristik/
ciri unit usaha
Sebelum Perkuatan
Unit usaha
Unit usaha
D Kel. Besar
D Kel. Menengah
D Kel. Kecil
D Kel. Besar
D Kel. Menengah
D Kel. Kecil
Proporsi unit
usaha
Rerata volume
produksi per
siklus
D Kel. Besar
Unit
Unit
D Kel. Menengah
Unit
Unit
D Kel. Kecil
Unit
Unit
Rerata volume
penjualan per
siklus
D Kel. Besar
Unit
Unit
D Kel. Menengah
Unit
Unit
D Kel. Kecil
Unit
Rerata harga
penjualan
yang dinikmati
D Kel. Besar
Rp
Rp
D Kel. Menengah
Rp
Rp
D Kel. Kecil
Rp
Pasar tujuan
D Kel. Besar
D Lokal,
Rp
D Kel. Menengah
D Lokal,
D Kel. Kecil
D Lokal,
10
11
12
Rerata jumlah
tenaga kerja
Rerata jumlah
tenaga kerja
non keluarga
Rerata omzet
per siklus
Rerata asset
Rerata
Keuntungan
D Ekspor,
%, ke:
D Lokal,
%, ke:
D Regional,
%, ke:
D Ekspor,
%, ke:
D Lokal,
%, ke:
D Regional,
D Ekspor,
D Regional,
%, ke:
D Regional,
D Ekspor,
D Lokal,
%, ke:
D Regional,
D Ekspor,
Unit
D Regional,
%, ke:
D Ekspor,
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
%, ke:
D Kel. Besar
Orang
Orang
D Kel. Menengah
Orang
Orang
D Kel. Kecil
Orang
Orang
D Kel. Besar
Orang
Orang
D Kel. Menengah
Orang
Orang
D Kel. Kecil
Orang
Orang
D Kel. Besar
Rp
Rp
D Kel. Menengah
Rp
Rp
D Kel. Kecil
Rp
Rp
D Kel. Besar
Rp
Rp
D Kel. Menengah
Rp
Rp
D Kel. Kecil
Rp
Rp
D Kel. Besar
Rp
Rp
D Kel. Menengah
Rp
Rp
D Kel. Kecil
Rp
Rp
Alamat Koperasi
Berdiri sejak
Bentuk koperasi
Klasifikasi/peringkat koperasi
Rp
Rp
FORM-2: Sentra
Saat Ini
Awal Penyaluran
Unit
Unit
Rp
Rp
Rp
Rp
Alamat BDS
Nama Ketua
b. BDSP
1
3
4
No
Diberikan
Dibutuhkan?
Berbayar?
Layanan Informasi
D Ya, D Tdk
Kapan
Frek.
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Layanan Konsultasi
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Layanan pelatihan
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Bimbingan/konsultasi
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
10
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
Kali
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tdk
D Ya, D Tidak
Tgl
orang
bln
E. Sistem Agribisnis
Catatan keadaan subsistem HULU
thn
FORM-2: Sentra
F. Karakteristik Klaster
Catatan karakteristik Internal: KONSENTRASI SPATIAL
G. Catatan Lain
DAFTAR PUSTAKA
396
396
Daftar Pustaka
397
397
Daftar Pustaka
398
398
Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Daftar Pustaka
399
399
tentang
Penyelenggaran
Daftar Pustaka
400
400
Daftar Pustaka
401
401
Daftar Pustaka
402
402
Daftar Pustaka
403
403
Daftar Pustaka
404
404
Daftar Pustaka