Laporan Tutorial SK 1 Blok THT
Laporan Tutorial SK 1 Blok THT
SKENARIO 1
KELOMPOK B15
MUHAMMAD HILMY L
G0012136
G0012194
PURNOMO ANDIMAS E
G0012166
G0012028
FARIS BUDIYANTO
G0012074
RISNA ANNISA M
G0012188
G0012098
DENALIA AURIKA
G0012054
G0012170
G0012108
EMILLYA SARI
G0012070
SHINTA RETNO W.
G0012210
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Systema auditiva memiliki peran penting pada tubuh manusia. Fungsi
utama adalah sebagai indera pendengar. Fungsi lain yang tidak kalah penting
adalah sebagai organ pengatur keseimbangan posisi tubuh. Apabila System
auditiva terganggu, maka fungsi-fungsi tersebut akan terganggu pula. System
auditiva berhubungan dengan organ-organ lain, yaitu hidung dan tenggorokan.
Ketiganya saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Jika ada kelainan
pada salah satunya, maka akan mempengaruhi fungsi yang lain.
Salah satu kelainan pada System Auditiva adalah otitis media. Otitis
media adalah peradangan pada Auris media. Peradangan terjadi pada sebagian
atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, sentrum mastoid dan selsel mastoid.
Otitis media terbagi menjadi otitis media supuratif dan non supuratif.
Otitis media supuratif dibagi menjadi otitis media supuratif akut dan otitis
media supuratif kronis. Begitu pula otitis media nun supuratif akut dan kronis.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mengetahui dasar-dasar ilmu THT
2. Menjelaskan klasifikasi penyakit pada organ THT
3. Menjelaskan penyebab penyakit pada organ THT
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit pada organ THT
5. Menjelaskan mekanisme terjadi penyakit pada organ THT
6. Menjelaskan komplikasi pada penyakit organ THT
7. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit pada organ THT
8. Menjelaskan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
9. Menjelaskan tindakan pengobatan, pencegahan, dan edukasi
C. SKENARIO
Seorang buruh bangunan laki-laki usia 25 tahun, datang ke praktek
dokter umum dengan keluhan utama telinga kanan mengeluarkan cairan
kuning kental dan berbau busuk. Pasien juga mengeluh telinga berdenging
sehingga pendengaran terganggu, disertai kepala pusing. Pasien sejak remaja
sering pilek, disertai hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika
terpapar debu. Satu tahun yang lalu, telinga kanan keluar cairan kental, jernih
yang sebelumnya didahului demam, batuk dan pilek. Riwayat kambuhkambuhan terutama jika batuk dan pilek.
Pada pemeriksaan otoskop telinga kanan didapatkan : perforasi sup
total dengan sekret mukopurulen dan granuloma. Rinoskopi anterior terdapat :
sekret seromukous, konka hipertrofi livide. Pemeriksaan haring didapatkan :
mukosa hiperemi. Selanjutnya, dokter merencanakan pemeriksaan penunjang.
D. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa telinga pasien bisa mengeluarkan cairan kental dan bau?
2. Apakah ada hubungan antara RPD pasien dengan keluhan saat ini?
3. Bagaimana intepretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan?
4. Mengapa pasien mengeluhkan telinga berdenging dan pendengaran
terganggu ?
5. Mengapa cairan hanya keluar dari telinga kanan?
6. Mengapa kepala pusing?
7. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi telinga, hidung, dan
tenggorokan?
8. Mengapa hidung tersumbat bergantian?
9. Mengapa sering kambuh saat pilek?
10. Mengapa cairan kental bening berubah menjadi kental kuning?
11. Mengapa keluhan didahului demam?
12. Bagaimana terapi dan edukasi untuk pasien?
13. Bagaimana komplikasi dan prognosis penyakit?
E. HIPOTESIS
Berdasarkan skenario, dapat ditarik sebuah hipotesis, yaitu pasien mengalami
otitis media supuratif kronis.
BAB II
JUMP 1 : Klarifikasi Istilah
1. Otoskopi : Pemeriksaan telinga menggunakan otoskop, terutama pada saluran
eksternal dan gendang telinga untuk melihat ada tidaknya sumbatan.
2. Perforasi Subtotal : hilangnya sebagian besar besar jaringan pada membran
timpani yang menyebabkan terbentuknya lubang (seperti bentuk ginjal)
3. Sekret Mukopurulen : Cairan kental yang mengandung mukus (lendir) dan
purulen (nanah). Khas berasal dari telinga bagian tengah karena terdapat sel
goblet penghasil mukus. Sekret yang keluar dari lubang telinga disebut
OTORE.
4. Granuloma : istiah histopatologi, kumpulan sel-sel makrofag epiteloid
berbentuk suatu benjolan pada sel yang mengalami granulasi.
5. Rinoskopi Anterior : pemeriksaan rongga hidung bagian dalam dari depan
menggunakan spekulum hidung.
6. Seromukus : Cairan bening dan kental
7. Konka hipertrofi : Pembesaran pada konka hidung (terutama bagian inferior)
menyebabkan hidung tersumbat.
8. Livide : Hitam kebiru-biruan / ungu
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario diperoleh beberapa keluhan, diantaranya :
Telinga kanan pasien meneluarkan cairan kuning kental dan berbau busuk,
dimana pada satu tahun yang lalu telinga kanan pasien tersebut pernah mengeluarkan
cairan kental, jernih, yang didahului oleh demam, batuk dan pilek. Pada saat remaja,
pasien sering pilek disertai hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika
terpapar debu. Peranan debu terhadap kondisi pasien menunjukkan bahwa pasien
menderita rhinitis alergi, dimana debu sebagai alergennya. Reaksi alergi terdiri dari 2
fase yaitu immediate phase allergic reaction, yang berlangsung sejak kontak dengan
alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction, yang berlangsung
2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung 24-48 jam. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Secara
fisiologis, mukosa hidung (pars respiratori), yang terdiri dari sel epitel torak berlapis
semu bersilia dan sel goblet, menghasilkan mukus (palut lendir) sebagai proteksi
terhadap partikel-partikel asing yang masuk ke dalam hidung. Pada risnitis alergi,
histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung
tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung,
mata, telinga, faring atau laring.
Tanda hidung berupa garis hitam melintang pada tengah punggung hidung
akibat sering menggosok hidung ke atas (allergic salute), pucat dan edema
mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan (livide), hipertrofi konka disertai
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) membuat klasifikasi rinitis alergi
berdasarkan lama dan seringnya timbul gejala, dan berdasarkan gejala yang dialami
pasien. Klasifikasi baru membagi rinitis alergi menjadi 2 kategori, yaitu intermiten
dan persisten. Kategori intermiten adalah apabila gejala timbul kurang dari 4 hari per
minggu atau kurang dari 4 minggu, sedangkan kategori persisten adalah apabila
gejala timbul lebih dari 4 hari dalam seminggu dan berlangsung lebih dari 4 minggu.
Rinitis alergi yang tidak memperoleh penanganan adekuat dan terjadi
berulang kali dapat menjadi faktor pencetus otitis media baik akut maupun kronis.
Pada 1 tahun yang lalu pasien mengelukan telinga kanan mengeluarkan cairan kental,
jernih, yang didahului oleh demam, batuk dan pilek. Hal ini menunjukan bahwa
pasien mengalami otitis media akut (OMA), karena cairan yang keluar berwarna
jernih, menandakan belum adanya infeksi dari bakteri serta adanya demam
merupakan tanda khas dari fase akut. Otitis media akut stadium prforasi dapat
berubah menjadi otitis media supuratif kronis bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus menerus atau hilang timbul (berlangsung lebih dari dua bulan). Saat
ini telinga kanan pasien telah mengeluarkan cairan kuning kental berbau busuk. Hal
ini menandakan bahwa telah terjadi perjalanan penyakit dari otitis media akut (OMA)
menjadi otitis media supuratif kronis (OMSK). Perubahan cairan yang pada awalnya
berwarna jernih kental menjadi kuning kental berbau busuk menandakan adanya
infeksi pada telinga tengah yang merupakan invasi dari bakteri anaerob nasofaring
melalui tuba auditiva eustachii. Bau busuk yang timbul disebabkan oleh karena
bakteri anaerob memfermentasikan lemak pada sekret yang menumpuk di cavum
tympani. Mengapa hanya terjadi di telinga kanan ? Hal tersebut bergantung pada di
bagian telinga manakah terjadi sumbatan pada tuba auditiva eustachii yang
menyebabkan tekanan negatif pada auris media diikuti retraksi membran tympani
penyebab otitis media. Sumbatan dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral.
Namun karena pada skenario hanya telinga kanan saja yang mengeluarkan cairan,
dapat disimpulkan bahwa yang mengalami sumbatan (occlusi) adalah tuba auditiva
eustachii bagian kanan.
Telinga berdenging yang dirasakan pasien ialah tinitus. Pada tinitus terjadi
aktivitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan adanya bunyi,
namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransfor-masikan,
melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri.
Impuls. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah,
seperti bergemuruh atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus
atau hilang timbul terdengar. Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural
dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi. Pada kasus ini, kemungkinan
terjadi keduanya. Dilihat dari pekerjaan pasien sebagai buruh bangunan, yang pada
umumnya terpapar alat-alat beruara bisning, tinitus dapat merupakan gejala gangguan
pendengaran akibat bising yang bersifat tuli sensorineural (Sensory Neural Hearing
Lost / SNHL). Sedangkan adanya otitis media merupakan penyebab gangguan
konduksi yang menyebabkan tinitus. Sedangkan untuk kepala pusing yang dirasakan
pasien, dihubungkan dengan adanya otitis media. Vertigo merupakan gejala yang
serius pada penderita otitis media supuratif kronis (OMSK). Keluhan ini sering
merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak. Keluhan ini juga dapat timbul karena perforasi besar yang ada pada
membrana tympani dan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Komplikasi berupa penyebaran infeksi ke dalam labirin (labirinitis) juga dapat
menyebabkan keluhan vertigo.
Untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini harus dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang tambaham, diantaranya ialah
1. Tes pendengaran sederhana, terdiri dari tes Rinne, tes Weber, dan tes
2.
3.
4.
5.
Schwabach
Tes audiometri : audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry)
Pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
Foto rontgen mastoid
Kultur uji resistensi kuman dari sekret telinga
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan sebagai dokter umum pada pasien ini
meliputi konseling mengenai keluarnya cairan dari telinga kanan membutuhkan
waktu untuk sembuh, sehingga perlu pemeriksaan dan perawatan telinga secara
berkala. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
Pada pasien dalam skenario tersebut, pasien termasuk dalam klasifikasi otitis
media akut supurative kronis tipe benigna aktif sehingga prlu dilakukan pembersihan
liang telinga dan kavum timpani serta peberian antibiotika topikal dan sistemik.. Bila
sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka dari itu tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif
yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat
digunakan untuk OMSK adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E : Obat ini bersifat bakterisid terhadap
kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten
terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin: Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya :
Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas.
Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol : obat ini bersifat bakterisid.
Antibiotik sistemik yang dapat digunaka untuk penatalaksanaan OMSK :
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya.
Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada
Otitis media kronik adalah:
Pseudomonas : Aminoglikosida karbenisilin
P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida Karbenisilin
Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis : Klindamisin
10
11
kelumpuhan beberapa fungsi secara permanen. Selain itu, pasien juga sering
mengalami tuli konduktif berat atau sedang. Gangguan pendengaran berada di 30 dB
sampai 60dB, jika lebih dari itu menandakan proses infeksi sampai pada cochlea atau
nervus.
Komplikasi OMSK dibagi menjadi 2 grup: intratemporal dan intrakranial.
Intratemporal berupa: petrsitis, paralysis fascialis dan labyrinthitis. Komplikasi
intrakrania berupa:
thrombophlebitis
sinus
lateralis, meningitis
dan abses
sinus
thrombophlebitis.
Terjadi
ketika
infeksi
12
inflamasi,
bunyi
dengung
ini
terasa
ber-denyut
(tinitus
13
nada murni atau nada multiple dan dapat pula berupa nada tinggi, nada
rendah, berdenging, bergemuruh, bunyi klik, bunyi mendesis, kasar,
berdenyut, atau menetap.
Tinnitus merupakan hasil aktifitas abnormal di perjalanan saraf yang
diterima sebagai sensasi suara dalam pendengaran. Hal ini merupakan
suatu sistem yang kompleks dan bukan merupakan suatu penyakit. Secara
epidemiologi sekitar 10% penduduk pernah mengalami tinnitus, 1%
mengalami tinnitus berat. Kebanyakan pasien berusia 50-71 tahun.
Penyebab tinnitus
Penyebab umum:
a. Kotoran telinga berlebihan
b. Infeksi telinga
c. Cedera kepala
d. Penyakit kardiovaskuler
e. Penyakit Meniere
f. Degenerasi ossiculae auditivae
g. Paparan bising
Penyebab lain:
a. Idiopatik
b. Hearing loss
c. Presbyacusis
d. Neuroma akustik
e. Obat-obatan
f. Lesi pembuluh darah intra cranial
Tinnitus dapat dibedakan menjadi tinnitus subyektif dan obyektif.
Seseorang dikatakan tinnitus obyektif bila tinnitusnya dapat didengar
pemeriksa. Bila mempunyai karakter berdenyut atau timbul pada keadaan
tertentu, ada kemungkinan karena pembuluh darah yang abnormal, tuba
eustachii abnormal atau masalah otot tympani.
14
speech
audiometric,
test
tone
15
decay,
impedance
16
17
yang
biasanya
mengakibatkan
infeksi
berasal
dari
nasopharing
hingga
di
cavum
tympani.
Dengan
akhirnya
adanya
18
19
1. Auris externa
Adalah bagian dari telinga yang terdapat di sebelah luar dari membrana
tympanica. Auris externa terdiri dari:
a. Auricula
Dibentuk oleh cartilago fibroelastis yang dilapisi dengan kulit, kecuali
pada bagian inferior, yaitu lobulus yang tersusun dari jaringan fibroelastis
dan adiposa.
Cartilago auriculae dilekatkan pada os temporale oleh ligamenta auriculae
yang terdiri atas: ligamenta auriculae anterius, ligamenta auriculae
posterius, dan ligameta auriculae superius.
Musculi yang terdapat pada auriculae terdiri dari:
Fungsi auricula:
Innervasi:
Innervasi sensorik dari auricula berasal dari:
cervicalis
dan
n.auriculotemporalis
cabang
dari
n.mandibularis.
Vascularisasi:
20
Vasa lympathica:
Innervasi:
R. Auricularis N. Vagi
Cabang-cabang N. Facialis
Vascularisasi:
21
2. Auris media
Merupakan ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang
dilapisi membrana mukosa. Struktur di dalam auris media antara lain:
a. Membrana tympanica
Adalah membrana fibrosa tipis berbentuk oval/bulat yang berwarna kelabu
mutiara. Membrana tympanica menempati sulcus tympanica. Membrana
tympanica dibagi menjadi 2 bagian; pars flaccida dan pars tensa.
Membrana tympanica dibagi menjadi 4 kuadran:
22
N. auriculotemporalis cabangN. V
R.auricularis N. Vagi
Vascularisasi:
A.tympanica superior
A.tympanica inferior
A.tympanica anterior
A.tympanica posterior
3. Auris interna
Auris interna terdiri dari cochlea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 canalis semicircularis. Ujung cochlea disebut
helicotrema. Pada irisan melintang cochlea tampak skala vestibuli sebelah
atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media di antaranya. skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,sedangkan skala media berisi
endolimfa. Pada dasar skala media terdapat organ corti.
Innervasi:
Vascularisasi:
A.spiralis modiolaris
Fisiologi Pendengaran
23
24
Lubang masuk cavumnasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (choana) yang menghubungkan cavum nasi dengan
nasopharynx. Dindingmedialhidung ialah septum nasi. Septum ddibentuk oleh tulang
dan tulang rawan. Bagian tulang adalah:
Vomer
Bagian tulanng rawan adalah cartilago septum dan kolumela. Pada dinding lateral
terdapat 4 buah concha; concha inferior, concha media, concha superior dan concha
suprema yang biasanya rudimenter. Di antara concha-concha dan dinding lateral
hidung terdapat meatus. Meatus inferior terletak di antara concha inferior dengan
dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara
ductus nasolacrimalis. Meatus medius terletak di antara concha media dan dinding
lateral rongga hidung, terdapat muara sinus frontal, sinus maksilla dan sinus ethmoid
anterior. Pada meatus superior terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus
sphenoid.
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi
oleh chonca media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting pembentuk KOM
adalah processus unsinatus, infundibulum ethmoid, hiatus semilunaris, bula ethmoid,
agger nasi, dan recessus frontal. KOM merupakan unit fungsional tempat ventilasi
dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya anterior, yaitu sinus maksila, sinus
ethmoid anterior dan sinus frontal.
Vascularisasi:
A.maxillaris interna
Pleksus Kiesselbach
25
Innervasi:
N.maxillaris
Fisiologi hidung
Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:
Fungsi penghidu
Hidup bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidiung, konka superior, dan sepertiga bagian
atas septum. Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk
membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam baan seperti rasa
manis strawberi, jeruk, pisang, atau coklat.
Fungsi fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).
Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler, dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
26
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan pankreas.
HISTOLOGI
a. Hidung
Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang
berfungsi
menghirup
udara
pernafasan,
menyaring
udara,
27
28
Membrana tympani
Membran tipis semi transparan batas auris externa dan media
Kerangkanya merupakan fibrocartilagineus
Epidermis tipis di permukaan luar
Epitel kuboid simpleks pada permukaan dalam
Cavum tympani
Dilapisi epitel skuamous simpleks
Epitel kuboid atau kolumner simpleks dengan silia terdapat pada muara tuba
auditiva Eustachii dan sudut membrana tympani
- Lamina propria tipis melekat pada periosteum
3. Tuba auditiva Eustachii
- Merupakan kanal penghubung antara auris media dengan nasopharynx.
- Terdiri atas pars ossea dan pars cartilaginea
- Pars cartilaginea berupa pengait yang menutup bagian posterior superior
- Terdiri atas berbagai macam epitel: epitel kolumner simpleks bersilia, epitel
pseudokompleks kolumner dengan sel goblet
c. Auris interna
1. Labyrinthus osseus
Terdiri atas canalis semicircularis, cochlea, dan vestibulum
2. Labyrinthus membranaceus
- Terdiri atas jaringan ikat padat dan epitel skuamous simpleks
- Melayang pada perilimfe dan digantung oleh trabekula yang melekat pada
periosteum
- Neuroepitel membentuk modifikasi berupa makula utriculi, makula sacculi,
organon cortii, dan crista ampularis
JUMP 4 : Menginventarisasikan permasalahan-permasalahan
secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai
permasalahan-permasalahan pada langkah 3.
29
Keluhan :
-telinga kanan mengeluarkan cairan kuning
kental berbau busuk
- telinga berdenging dan pendengaran
terganggu
Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik
dahulu :
:
- saat remaja sering
- Otoskopi :
pilek, hidung
perforasi subtotal
tersumbat,
Buruh
+ sekret
bergantian kanan-kiri,
banguna
mukopurulen dan
terutama jika
granuloma.
terpapar debu
n laki- Rhinoskopi
laki 25
- satu tahun lalu,
Anterior : sekret
telinga
kanan keluar
tahun
seromukus, konka
cairan kental, jernih
hipertrofi, livide.
didahului demam,
batuk dan pilek
- Pharing :
mukosa hiperemi
-riwayat
kambuhPemeriksaan
kambuhan
jika batuk
penunjang ?
dan pilek
DDx?
Terapi + Edukasi ?
Prognosis ?
Komplikasi?
30
31
32
33
dahulu,
selanjutnya
pemeriksa
mengukur
perubahan
34
35
pasien berdiri dengan mata tertutup dan kedua lengan ke depan, dan
kemudian dengan kepala yang dimiringkan, dan kemudian berdiri
dengan satu kaki. Pemeriksa memperhatikan arah kecenderungan
jatuhnya pasien.
Pada pemeriksaan Unterberger, pasien berbaris dan berjalan di
tempat dengan mata tertutup pada satu posisi. Pada defisit vestibular
perifer, pasien akan berbelok ke sisi yang sakit.
Pemeriksaan nistagmus. Untuk menyingkirkan fiksasi optic
(yang menimbulkan supresi nistagmus), pasien memakai kacamata
pembesar bayangan (kacamata Frenzel). Pemeriksaan alternative
adalah elektronistagmografi (ENG),yang merekam suatu elektroda
pada nistagmus dengan mata tertutup. Pada pemeriksaan ini, ENG
menggunakan sifat dipol kornea (muatan positif) dan retina (muatan
negatif). Nistagmus yang terjadi hanya ke satu arah menunjukkan
suatu lesi perifer. Bila arah nistagmus berubah-ubah menurut tatapan,
biasanya ada gangguan vestibuler sentral. Nistagmus provokasi
tercetuskan
dengan
mengangguk-anggukkan
kepala.
Dengan
os
petrosa
secara
jelas
pada
36
37
38
39
d. rhinitis vasomotor
kelainan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi alergi,
eosinifilia, perubahan hormonal atau pajanan obat.
e. rhinitis medikamentosa
kelainan hidung yang disebabkan oleh pemakaian obat yang
berlebihan
Dari penjelasan sedikit diatas, dapat diketahui bahwa pasien
tidak menunjukan adanya penyakit polip hidung, kelainan septum dan
rhinitis medikamento, karena pada pemeriksaan rinoskopi tidak
ditemukan adanya polip tetapi hanya ditemukan sekret dan konka yang
mengalami hipertrofi. Pada kelainan septum, keluhan hidung
tersumbat akan terjadi unilateral atau bilateral tetapi bersifat menetap
atau tidak bergantian antara kanan kiri. Sedangkan tidak di sebutkan
bahwa pasien sebelumnya menggunakan secara berlebihan obat untuk
rongga hidung.
Untuk menegakkan diagnosis antara rhinitis alergi atau
vasomotor damat dilakukakn pemerikaan tambahan. Pada skenario
disebutkan bahwa pasien sering pilek disertai dengan hidung
tersumbat bergantian antara kanan dan kiri jika terpapar debu. keluhan
yang dipicu adanya paparan tersebut dapat di indikasikan dilakukan uji
sensitvitas untuk mengetahui apakah pasien memiliki alergi pada debu.
Proses terjadinya sumbatan karena alergi dapat disebabkan karena saat
terjadi rangsangan oleh alergen akan mengaktifkan respon imun
sehingga terlepas mediator kimia, salah satunya adalah histamin.
Histamin dapat menyebabkan efek gatal pada hidung dan hipersekresi
sel goblet dan kelenjar mukosa. Selain itu, terjadi vasodilatasi
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan konka membesar
(hipertrofi) dan livid. Perubahan antara kanan dan kiri dapat
dipengaruhi oleh posisi tubuh, dimana akan berpengaruh pada
40
41
42
43
44
muntah, kronik dengan gejala tinitus, vertigo dan tuli secara bertahap dan
sklerosis labyrinthine menyebabkan adanya pegganti jaringan fibrous dan
tulang baru
Lateral sinus thrombophlebitis. Terjadi
dapat
terjadi
ekstradural,
subdural
dan
45
mulut dan gigi secara mandiri harus dipantau sepenuhnya oleh perawat.
Menurut Perry, ddk (2005), pemberian asuhan keperawatan untuk
membersihkan mulut pasien sedikitnya dua kali sehari.
Tujuan utama dari kesehatan rongga mulut adalah untuk mencegah
penumpukan plak dan mencegah lengketnya bakteri yang terbentuk pada
gigi. Akumulasi plak bakteri pada gigi karena hygiene mulut yang buruk
adalah faktor penyebab dari masalah utama kesehatan rongga mulut,
terutama gigi. Kebersihan mulut yang buruk memungkinkan akumulasi
bakteri penghasil asam pada permukaan gigi. Asam demineralizes email
gigi menyebabkan kerusakan gigi (gigi berlubang). Plak gigi juga dapat
menyerang dan menginfeksi gusi menyebabkan penyakit gusi dan
periodontitis. Banyak masalah kesehatan mulut, seperti sariawan, mulut
luka, bau mulut dan lain-lain dianggap sebagai efek dari kesehatan rongga
mulut yang buruk. Sebagian besar masalah gigi dan mulut dapat dihindari
hanya dengan menjaga kebersihan mulut yang baik (Forthnet, 2010).
Hubungan dengan gangguan pada telinga adalah apabila oral hygine
pada pasien buruk dan terjadi infeksi pada daerah mulut maka bakteri akan
mudah masuk melalui saluran tuba eustachius maupun lewat infeksi
hematogen, bakteri masuk ke auris media sehingga menimbulkan
manifestasi klinis pada telinga
46
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan skenario dan hasil diskusi, dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami otitis media supuratif kronis.
Pasien mengeluhkan keluarnya cairan kental, kuning, bau dari telinga.
Cairan terdebut mengindikasikan adanya infeksi (supuratif). Pasien telah
mengalami ini sejak setahun yang lalu, sehingga infeksi yang diderita
merupakan infeksi kronis.
B. SARAN
Pasien segera melakukan terapi untuk mengobati otitis media kronik
supuratif kronik dengan miringoplasti, timpanoplasti, atau terapi lainnya agar
pneykit tidak semakin parah.
47
DAFTAR PUSTAKA
Zainul A.D., Helmi, Ratna D.R. (2012) Kelainan telinga tengah. Efiaty A.R.,
Nurbaiti I.,
Jenny B., Ratna D.R (Ed). Buku ajar ilmu kesehatan: Telinga hidung
tenggorok kepala & leher. (pp. 57-69). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Indro S., Hendarto H., Jenny B. (2012) Gangguan pendengaran (tuli). Efiaty
A.R., Nurbaiti I., Jenny B., Ratna D.R (Ed). Buku ajar ilmu kesehatan:
Telinga hidung tenggorok kepala & leher. (pp. 10-22). Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of
ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal
48
children:
community-based,
multicentre,
double-blind
randomised
Disorder
Association.
http://vestibular.org/node/2
Diakses
September 2014.
WHO. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media: Burden of Illness and
Management
Option.
http://www.who.int/pbd/publications/Chronicsuppurativeotitis_media.pdf
diakses September 2014
49
50