588 52
Ind
P
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 1
I. DENGUE
2 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
614. 588 52
Ind
P
Pedoman Pengendalian
Demam Chikungunya
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - i
Kata Sambutan
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP (K)
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas terbitnya buku
Pedoman Pengendaliaan Demam Chikungunya untuk melengkapi atau
menyempurnakan edisi sebelumnya ( tahun 2007 )
Demam Chikungunya termasuk salah satu penyakit yang berpotensi KLB
dengan penyebaran penyakit yang cepat.Sehingga dapat menimbulkan
keresahan di masyarakat dan menyebabkan menurunnya produktivitas pada
orang yang terjangkit
Sebagaimana kita ketahui bahwa vektor penular penyakit ini adalah nyamuk
Aedes spp juga sebagai penular Demam Berdarah Dengue ( DBD ) yang
merupakan penyakit endemis di Indonesia.Dengan demikian Demam
Chikungunya ini sangat berpotensi menjangkiti suatu daerah dan bahkan bisa
menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.Tiga faktor yang memegang peranan
dalam penularan penyakit Chikungunya yaitu Manusia,Virus dan vector
perantara.
ii - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - iii
Kata Pengantar
dr. Rita Kusriastuti, MSc
iv - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - v
Daftar Isi
KATA SAMBUTAN.......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................ iv
DAFTAR ISI......................................................................................................................... vi
TIM PENYUSUN.............................................................................................................. viii
BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Tujuan...................................................................................................................... 2
C. Strategi .................................................................................................................. 2
D. Sasaran................................................................................................................... 3
E. Ruang Lingkup..................................................................................................... 3
B. Etiologi ................................................................................................................... 5
E. Mekanisme Penularan....................................................................................... 9
vi - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
H. Terapi........................................................................................................................ 22
I. Prognosis................................................................................................................. 23
J. Komplikasi............................................................................................................... 23
A. Surveilans ............................................................................................................. 24
B. Pengendalian Vektor.......................................................................................... 36
C. Penanggulangan Kasus................................................................................... 43
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - vii
Tim Penyusun
Pelindung :
Direktur Jenderal PP dan PL :
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP (K), MARS, DTM&H, DTCE
Penasehat :
Direktur PPBB :
dr. Rita Kusriastuti, MSc
Penanggungjawab :
Kasubdit Pengendalian Arbovirosis :
dr. Desak Made Wismarini, MKM
Ketua :
dr. Darmawali Handoko, MEpid
Anggota :
1. drh. Endang Burni Prasetyowati, MKes
2. dr. Iriani Samad
3. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi
4. dr. Sri Hartoyo
5. dr. Dauries Ariyanti
6. Rohani Simanjuntak, SKM, MKM
7. Erliana Setiani, SKM, MPH
8. Subahagio, SKM
viii - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Mitra Bestari :
1. dr. Bangkit Hutajulu, MScPH
2. Subangkit, S.Si, M.Biomed
3. drg. Ramadura, MPHM
4. Rosmaniar, SKep, Mkes
5. Sigit Darmanto, SKM, MEpid
6. Sri Murniati
7. Wahyuni
Penyunting :
1. drh. Endang Burni Prasetyowati, MKes
2. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi
3. dr. Sri Hartoyo
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - ix
x - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit
menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena banyak dipengaruhi
faktor lingkungan dan perilaku hidup masyarakat. Terlebih lagi dalam kondisi
sosial ekonomi yang memburuk, tentunya kejadian kasus penyakit menular
memerlukan penanganan yang lebih serius, profesional, dan bermutu.
Indonesia juga menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan
atau yang dikenal dengan double burden. Dewasa ini masih dihadapkan dengan
meningkatnya beberapa penyakit menular (re-emerging diseases), sementara
penyakit tidak menular atau degeneratif mulai meningkat. Di samping itu
telah timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging diseases). Salah satu
masalah yang menjadi perhatian dan tercantum dalam PERPRES No. 5 tahun
2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010
- 2014 adalah pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular,
diikuti upaya penyehatan lingkungan. Salah satu penyakit menular yang masih
menjadi perhatian dan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dewasa ini
yaitu Demam Chikungunya yang penyebarannya semakin luas.
Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18 seperti
yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat
itu infeksi virus ini menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam
5 hari (vijfdaagse koorts) yang kadangkala disebut juga sebagai demam sendi
(knokkel koorts). Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Chikungunya pertama kali
dilaporkan pada tahun 1973 di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di
Jakarta. Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Yogyakarta.
Sejak tahun 1985 seluruh provinsi di Indonesia pernah melaporkan adanya KLB
Chikungunya. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu
di Muara Enim, tahun 2000 di Aceh, tahun 2001 di Jawa Barat ( Bogor, Bekasi,
Depok ), tahun 2002 di Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI, Banten,
tahun 2003 terjadi di beberapa wilayah pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 1
B. Tujuan
Tujuan dari Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya ini adalah
sebagai landasan dan acuan bagi seluruh masyarakat dan SDM Kesehatan dalam
melaksanakan kegiatan pengendalian Demam Chikungunya sesuai dengan
standar atau prosedur yang telah ditetapkan.
C. Strategi
Strategi utama pengendalian Demam Chikungunya adalah:
1. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan Demam Chikungunya
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas
3. Meningkatkan sistem surveilans epidemiologi Demam Chikungunya
4. Meningkatkan sumber daya dalam upaya pengendalian Demam
Chikungunya
2 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
D. Sasaran
Seluruh lapisan masyarakat
SDM Kesehatan
Stakeholders/ pemangku kepentingan terkait
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi :
Epidemiologi Demam Chikungunya
Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
Tatalaksana penderita
Surveilans dan penanggulangan kasus
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 3
BAB II
EPIDEMIOLOGI
A. Besaran Masalah
1.
Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di
Batavia dan Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar; 1871 di India;
1901 di Hongkong, Burma, dan Madras; 1923 di Calcuta.
Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan istilah dengue, ini
dapat diartikan bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan Dengue.
Istilah Chikungunya berasal dari bahasa suku Swahili yang berarti Orang yang
jalannya membungkuk dan menekuk lututnya, suku ini bermukim di dataran tinggi
Makonde Provinsi Newala, Tanzania (yang sebelumnya bernama Tanganyika).
Istilah Chikungunya juga digunakan untuk menamai virus yang pertama kali
diisolasi dari serum darah penderita penyakit tersebut pada tahun 1953 saat
terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam Chikungunya adanya gejala khas
dan dominan yaitu nyeri sendi.
Dari tahun 1952 sampai kini virus telah tersebar luas di daerah Afrika
dan menyebar ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis di
wilayah Asia Tenggara sejak tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan 1960 virus
berkembang di Thailand, Kamboja, Vietnam, Manila dan Burma. Tahun 1965
terjadi KLB di Srilanka.
2.
B. Etiologi
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh
beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen
Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( Group A Arthropod-borne viruses)
dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh Group B arthrophodborne viruses (flavivirus).
1.
Habitat Perkembangbiakan
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 7
3.
Penyebaran
D. Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit
Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran
lingkungan yang buruk)
dan
kepadatan
nyamuk
(sanitasi
8 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
E. Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu
penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Gambar 2. 3. Mekanisme Penularan
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 9
BAB III
10 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
3. Pemberdayaan Masyarakat
Adalah upaya menumbuhkan kesadaran dan kemampuan individu,
keluarga dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuannya
sebagai aspek perubahan perilaku untuk mengenali/mendeteksi dini
penyakit Chikungunya dan melakukan upaya pencegahan melalui
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 11
Mengingat sampai saat ini belum ada obat dan vaksin terhadap penyakit
ini, maka upaya pencegahan dititikberatkan pada pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) dan membasmi jentik nyamuk penular di sekitar tempat
tinggal melalui gerakan PSN 3M Plus.
12 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
BAB IV
TATALAKSANA KASUS
A. Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod borne
virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili
Togaviridae.
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria
sebagai berikut: (Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5C dan nyeri persendian hebat
(severe athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke
wilayah yang sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya
1 kasus positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari
sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan
berikut:
Isolasi virus
Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel yang
diambil pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya
2-3 minggu)
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan
dalam 3 kategori yaitu:
1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 13
B. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa
inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai
timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik adalah periode sejak
nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat menginfeksi orang
lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut.
Masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12
hari), sedangkan masa inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).
Gambar 4.1. Masa Inkubasi
PAHO, 2011). Sampai saat ini hanya diketahui satu serotipe Chikungunya.
Terjadinya serangan kedua belum diketahui dengan pasti.
D. Gejala Klinis
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan penurunan
suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva Sadle
back fever (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka kemerahan (flushed
face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di belakang bola mata
dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival injection).
2. Sakit persendian
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 15
Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada
yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai
Rheumatoid Arthritis.
3. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot
penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu,
dan anggota gerak. Kadang - kadang terjadi pembengkakan pada otot
sekitar sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.
4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit
Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulopapular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak,
telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada hari
pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4 - 5 demam.
Lokasi kemerahan di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.
Gambar 4. 3. Bercak kemarahan pada kaki dan telapak tangan
7. Gejala lain
E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah
Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue
Tabel 4. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya dengan
Dengue (WHO SEARO, 2009)
Karakteristik yang
membedakan
Demam Chikungunya
Demam Dengue
Akut
Gradual
2. Lama demam
1 - 2 hari
5 - 7 hari
3. Ruam makulopapular
Sering
Jarang
Tidak lazim
Lazim
5. Nyeri sendi
1. Leukopenia
Sering
Jarang
2. Trombositopenia
Jarang
Sering
Parameter Laboratorium
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi serum
fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG dan IgM
dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA), pemeriksaan materi genetik
dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan antibodi dengan uji
Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum diambil pada masa akut
( hari ke 5 mulai demam ) dan serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah
demam serta sequencing.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 17
1. Isolasi Virus
Isolasi virus chikungunya didasarkan pada inokulasi spesimen
biologis dari nyamuk atau dari manusia (serum) secara invitro dengan
menggunakan kultur jaringan sel vero, BHK-21, HeLa sel dan sel C6/36.
Isolasi virus juga dapat dilakukan secara in vivo dengan menggunakan
anak mencit yang masih menyusui (suckling mice).
Jenis untuk isolasi virus chikungunya adalah serum pada masa akut
0-6 hari, tetapi ada beberapa literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari.
Spesimen yang berasal dari nyamuk juga dapat digunakan untuk bahan
isolasi virus. Semua spesimen biologis untuk isolasi virus harus diproses
secepatnya, bila memang perlu ditunda maksimal penundaan adalah 48
jam dengan disimpan pada suhu 2-8oC
2. Deteksi Viral RNA
Deteksi viral RNA virus chikungunya dapat dilakukan pada saat akut
penderita (<8 hari). Deteksi viral RNA juga dapat menggunakan
spesimen biologis dari nyamuk (vektor). Deteksi viral RNA didasarkan
pada gen NSP1 atau E16 saat ini telah dikembangkan berbagai macam
teknik deteksi viral RNA virus chikungunya yaitu secara RT-PCR (Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction) dan Real Time PCR.
18 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Interpretasi:
1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang
10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut
primer
2. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari
kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer >4X
berarti infeksi sekunder.
3. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 19
b. Pemeriksaan Trombosit
c. Pemeriksaan Hematokrit
d. Pemeriksaan Leukosit
2. Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa meningkat
bila dijumpai hepatomegali.
Konvalesent
20 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
b. menggunakan venoject
H. TERAPI
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini
belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan
suportif.
1. Simtomatis
2. Suportif
Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat
muntah, keringat dan lain-lain.
Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala
(onset of illness) sampai 7 hari
22 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
I. PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan adanya
kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada
107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami
kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual joint
stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang persistent,
kaku dan sering mengalami efusi sendi.
J. KOMPLIKASI
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif,
atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.
Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh darah,
renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 23
BAB V
Surveillans Kasus
24 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
a. Surveilans pasif
b. Surveillans aktif
2.
Surveillans Vektor
kepadatan vektor, mobilisasi masyarakat). Selain itu kegiatan ini dapat digunakan
sebagai evaluasi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan
oleh masyarakat melalui kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
Tujuan dilaksanakan surveilan vektor Chikungunya adalah:
b. Petugas puskesmas
1) Monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada wilayah
kerja Puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan PSN.
2) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masingmasing puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross
check) pada tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes
aegypti/albopictus dari 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih
secara acak serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan.
3) Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai
berikut:
a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan
b) Setiap RT diberi nomor urut
c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya dengan
cara systematic random sampling) dari seluruh RT yang ada di
wilayah desa/kelurahan
d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU dari
masing-masing RT sampel atau yang telah terpilih.
e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10 KK/
rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak (misalnya
dengan cara systematic random sampling).
c. Pengelola Program Arbovirosis di Dinkes Kab/Kota
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 27
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes Kab/
Kota secara berkala minimal 3 bulan sekali, untuk Dinkes Provinsi dan
Pusat minimal 6 bulan sekali
Teknis Pengamatan
Beberapa teknis pengamatan terhadap telur, jentik, dan nyamuk melalui
beberapa metode survei sebagai berikut :
a. Survei telur
Ovitrap Index:
x 100%
Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular
secara lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung
jumlahnya.
28 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Jumlah telur
= telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan
b. Survei jentik
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 29
2) Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di
setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
c. Survei nyamuk
30 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 31
Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah merupakan nyamuknyamuk baru (menetas) atau nyamuk-nyamuk yang sudah tua digunakan
indek parity rate.
Parity rate :
Jumlah nyamuk Aedes aegypti dengan ovarium parous
x 100%
Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya
Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity rate-nya rendah berarti
populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih
muda. Sedangkan bila parity rate-nya tinggi menunjukkan bahwa
keadaan dari populasi nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua.
32 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Alat dan bahan yang minimal harus tersedia untuk melaksanakan survei
kepadatan populasi vektor Chikungunya adalah :
a. Peralatan
1) Peralatan umum
- Compound microskop, untuk memeriksa jentik dan ovarium
- Senter, untuk menerangi sasaran survei (jentik/nyamuk)
- Petridish, untuk tempat jentik aatau nyamuk yang akaan
diperiksa
- Tas, untuk membawa peralatan serta bahan survei
2) Peralatan survei telur
- Perangkap telur (ovitrap)
- Padel untuk tempat peletakan telur
3) Peralatan survei jentik
- Gayung, untuk mengambil jentik
- Pipet, untuk mengambil jentik
- Botol kecil (vial larva), untuk tempat larva
- Susceptibility test kit larva (1 set peralatan uji kerentanan
larva), untuk mengetahui tingkat kerentanan jentik terhadap
insektisida
4) Peralatan survei nyamuk
- Stereo mikroskop, untuk identifikasi dan membedah nyamuk
- Loupe/kaca pembesar 10 x atau 20 x, untuk identifikasi
nyamuk dan kondisi perut nyamuk
- Aspirator, untuk menangkap nyamuk
- Kotak nyamuk, untukmembawa nyamuk hidup
- Kurungan nyamuk, untuk memelihara nyamuk
- Pinset ujung runcing, untuk memegang nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah nyamuk
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 33
34 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
a. EWARS
b. Laporan hasil PE dapat dilihat pada Lampiran 2)
c. Laporan bulanan (lampiran 3)
B.
1.
PENGENDALIAN VEKTOR
Metode Pengendalian Vektor
b. Biologi
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 37
c. Manajemen lingkungan
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 39
5). Pelaksanaan
a). Di rumah
2.
40 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
1). Pusat
Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian
Vektor (PV) lebih diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan
Pengendalian Vektor, Penyusunan standarisasi, modul juklak juknis,
Monitoring dan evaluasi Pengendalian Vektor Nasional, serta
Bimbingan teknis Pengendalian Vektor Nasional.
2). Provinsi
Di Tingkat Propinsi, kegiatan Pengendalian Vektor adalah :
pelaksanaan kebijakan Nasional Pengendalian Vektor, merencanakan
kebutuhan alat, bahan dan operasional PV, Monev PV, Bintek PV ke
kabupaten.
3). Kabupaten
Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada
Kabupaten untuk secara aktif dan mandiri melakukan kegiatan PV
di wilayahnya sesuai dengan kondisi spesifik lokal daerah. Untuk
itu selain melaksanakan juklak/juknis dan pedoman, merupakan
tugas kabupaten untuk merencanakan dan mengadakan alat,
bahan operasional PV, Monev kegiatan PV , Bintek kegiatan PV di
Puskesmas.
4). Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bertugas
menjaga kesinambungan kegiatan PV oleh masyarakat di
wilayahnya, menggerakkan peran serta masyarakat melalui kader,
tokoh masyarakat, serta melakukan kegiatan PV secara langsung di
masyarakat.
b. Operasional Pengendalian Vektor
1). Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas
dan tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi
Sasaran
Alat
Cara
Contoh :
- Untuk daerah sulit air PSNnya tidak menguras, tetapi larvasidasi,
ikanisasi, dll).
- Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan agar
tidak menjadi tempat penampungan air.
- Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan sikat
dan sabun
- PLUS: membakar obat nyamuk, menggunakan repelen,
kelambu, menanam pohon sereh, zodia, lavender,geranium,
pasang, obat nyamuk semprot, pasang kasa dll.
3). Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi
Sasaran
42 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Insektisida
:
Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan
pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP dan PL
Cara
sirkulasi
C. PENANGGULANGAN KASUS
1.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 43
lainnya saat itu dan dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Jika
ditemukan penderita lainnya yang demam disertai nyeri sendi tanpa
sebab yang jelas, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap tandatanda dari Chikungunya.
5). Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA)
serta benda-benda lainnya yang dapat menampung air baik di dalam
maupun di luar rumah. Hasilnya kemudian dicatat dalam Laporan
PE.
6). Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Puskesmas dan selanjutnya Kepala
Puskesmas melaporkan hasil dan rencana penanggulangan kepada
Lurah dan Camat.
7). Hasil positif : jika ditemukan 1 penderita/tersangka Chikungunya
lainnya dan ditemukan jentik (house index) lebih dari 5%.
8). Hasil negatif : jika tidak ditemukan penderita/tersangka Chikungunya
lainnya dan house index < 5%, atau dapat dikatakan kemungkinan
sumber penularan dari tempat lain.
9). Secara operasional sebaiknya dilakukan pengambilan sampel darah
5-10 orang untuk memastikan diagnosa.
10).Untuk memutuskan rantai penularan maka dilakukan:
Penyuluhan intensif
Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN 3M Plus
Larvasidasi massal, yaitu penapuran bubuk larvasida secara
serentak di seluruh wilayah/daerah tertentu disemua tempat
penampungan air baik terdapat jentik maupun tidak ada jentik di
seluruh bangunan/rumah, termasuk sekolah, tempat ibadah dan
kantor.
Fogging fokus 2 siklus dengan interval 1 minggu.
44 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 45
BAB VI
LAMPIRAN
1. Form Penyelidikan Epidemiologis ( PE)
2. Form Pemantauan Jentik Berkala ( PJB )
46 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Form PE
Nama penderita
Nama KK
Alamat
Kelurahan/Desa
Kecamatan
Kabupaten/ Kota
: ............
: ............
: ............
RT:... RW : .............. TELP:.......................................
: ...............................................................................................
: ...............................................................................................
: ...............................................................................................
Nama
KK
Nama
Penderita
Umur
Demam
Ruam /
bercak
kemerahan
di kulit
Nyeri
sendi
Hasil RDT
Pemeriksaan
Jentik (+/-)
Kesimpulan
(*)
Ya **
Tidak
**) Ya : Jika ada penderita Kasus Konfirm Demam Chik lainnya (Min 1 kasus) atau
Ada Kasus Tersangka/Probabel ( 3 kasus), dan ada jentik (5%)
Mengetahui
Kepala Puskesmas,
(.................................)
., ........................20 .....
Petugas pelaksana
(..............................................)
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 47
Form PJB
Tanggal
pemeriksaan
jentik
Desa/Kelurahan
yang diperiksa
Jumlah
rumah/bangunan
yang diperiksa
Jumlah
rumah/bangunan ABJ*
yang positif jentik desa/
kelura
han
(%)
* ABJ (Angka Bebas Jentik) = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.
..................., ........................20...
Kepala Puskesmas........................
(.......................................................)
48 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
KEPUSTAKAAN
Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue
dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication
SEARO No.29). Jakarta
Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan CHIKUNGUNYA;
Subdit Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor.
Jakarta.
Depkes RI. 2007 a. Buku Pedoman Jumantik, Subdit. Arbovirosis. Jakarta.
Depkes RI. 2007 b. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah
Dengue,Dit PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta.
Depkes, 2007 c. Pedoman Pengendalian Chikungunya. Ditjen PP dan PL,
Depkes.
Direktorat Jenderal PP dan PL. Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Direktorat Jenderal PP dan PL, 2010. Peraturan Menteri kesehatan R.I No.
1501/Menkes/Per/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Kemenkes. 2010. Permenkes nomor : 374/Menkes/Per/III/2010 tentang
Pengendalian Vektor. Jakarta
PAHO/CDC, 2011. Preparedness and Response for Chikungunya Virus;
Introduction in the Americas. PAHO/CDC
SEARO, 2009. Guidelines for Prevention and Control of Chikungunya Fever.
WHO-SEARO 2009.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 49
ISBN 978-602-235-152-8