Anda di halaman 1dari 15

Percobaan VI

Judul

: Kitin dan Kitosan

Tujuan

: Membuat kitosan dari kitin yang diperoleh dari kulit udang windu
(Penaeus Monodon) secara konvensional

Hari/tanggal

: Selasa/ 19 April 2011

Tempat: Laboratrium Kimia FKIP UNLAM Banjarmasin


I.

DASAR TEORI
Udang merupakan anggota filum arthopoda, sub filum Mandibulata kelas
Crustacea (jasin, 1987). Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit
dibandingkan cangkang kepiting. Kandungan kitin dari limbah kepiting mencapai
50%-60% sementara limbah udang menghasilkan 42%-57%, sedangkan cumicumi dan kerang masing-masing 40% dan 14%-35%. Namun karena limbah kulit
udang mudah diperoleh, maka proses kitin dan kitosan biasanya lebih
memanfaatkan limbah udang.
Beberapa studi menunjukkan bahwa kitin secara ekonomis dapat diisolasi
dari limbah kulit udang (Noerati dan Sanir, 2000; Riswiyanto dkk., 2001;
Rahmiati, 2001). Kitin dapat mengalami deasetilasi (penghilangan gugus asetil)
melalui hidrolisis menghasilkan kitosan.
Isolasi kitin dari limbah udang dilakukan secara bertahap. Tahap awal
dimulai dengan pemisahan protein dengan larutan basa, demineralisasi, pemutihan
(bleaching) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan untuk transformasi
kitin menjadi kitosan dilakukan tahap penghilangan gugus asetil (deasetilasi)
dengan basa berkonsentrasi tinggi, pencucian, pengeringan dan penepungan
hingga menjadi kitosan bubuk.
Nainggolan dalam Gea (2000) melaporkan bahwa kitin dan kitosan
mampu menyerap hidrokarbon aromatik polinukleus (HAP) seperti antrasena dan
krisena, kitosan mempunyai kapasitas serapan lebih tinggi dibandingkan kitin,
seperti pada penyerapan antrasena, 284,1 mg/g untuk kitosan dan 102,8 mg/g
untuk kitin. Muzarrelli dan Tanfani menemukan bahwa Cu(II) 0,5 M dapat

terserap hampir sempurna menggunakan 4 g/L kitosan (Rao, dkk, 1993).


Kemudian Rao (1993) melaporkan bahwa peningkatan serapan Cu(II) oleh
Aspergillus niger setelah treatmen dengan NaOH 40% pada suhu tinggi. Diiduga
telah terjadi ekstraksi terhadap protein dan lemak dan deasetilasi kitin menjadi
kitosan sehingga Aspergillus niger yang lebih efektif mengikat Cu(II).
Kitosan ini bersifat hidrofilik dan mempunyai gugus berbeda dengan kitin
yaitu gugus amino bebas dan hidroksil. Terdapatnya gugus hidroksil dan amino
pada rantai molekul kitin dan kitosan, maka keduanya akan mampu bertindak
sebagai donor pasangan elektron.Berdasarkan sifat tersebut maka kitin/kitosan
memiliki potensi adsorben diduga dapat berinteraksi dengan kation logam berat.
Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk
mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain
harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik terutama diluar
negeri. Udang di Indonesia di ekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami
proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulakan
masalah yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang kelamaan
jumlahnya akan semakin besar sehingga akan mengakibatkan pencemaran
lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak ekstetika lingkungan.
Namun karena limbah kulit udang mudah diperoleh maka proses kitin dan kitosan
biasanya lebih memanfaatkan limbah udang.

Jenis udang yang sering dibudidayakan adalah udang windu (penacus


monodon), kulit udang mengandung protein 25%-40%, kitin 15%-20% dan
kalsium karbonat 45%-50%. Udang windu termasuk dalam klasifikasi:
Phylum

: Arthopoda

Kelas

: Crustaceae

Sub-kelas

: Malacostraca

Ordo

: Decapoda

Sub-ordo

: Netantia

Famili

: Penaeidae

Sub-famili

: Penainae

Genus

: Panaeus

Spesies

: Panaeus monodon

Pemanfaat kulit dan kepala udang windu (Panaeus monodon) sebagai


bahan baku kitin dan kitosan yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan dasar
industri seperti kosmetik, makanan kesehatan, pertanian, koagulasi untuk
pengolahan limbah industri, kultur, selimobilisi enzim, dan pembuatan membran
dan bioplastik.
Kata kitin berasal dari bahasa yunani yaitu chiton yang berarti baju
rantai besi. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun1811 dalam residu
ekstrak jamur yang dinamakan fugine pada tahun 1823, Ordier mengisolasi
suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama chitin.
Kitin adalah biopolymer polisakarida dengan rantai lurus, tersusun dari
2000-3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa) yang terangkai dengan
ikatan 1,4--gliksida. Kitin memiliki rumus molekul [C8H13NO5]n dengan berat
molekul 1,2 x 10-6 . kitin berbentuk serpihan dengan warna putih kekuningan,
memiliki sifat tidak beracun dan mudah terurai secara hayati (biodegradable).
Kitin tidak larut dalam air, larutan basa encer dan pekat, larutan asam enncer dan
pelarut organic. Tetapi senyawa ini larut dalam asam mineral pekat seperti asam
sulfat, asam nitrat dan asam fosfat dapat merusak kitin yang menyebabkan kitin
terdegradasi menjadi monomer-monoer sederhana yang lebih kecil. Sistem pelarut

yang efektif dalam melarutkan kitin adalah campuran N.N-dimetil asetamida dan
LiCl 5% terlarut.

Kitin
Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai
panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa) memiliki rumus molekul
[C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5 x 10-5 Dalton. Kitosan berbentuk serpihan
putih kekuningan, tidak berbau dan berasa. Kitosan tidak larut dalam air, dalam
pelarut organic seperti alcohol, aseto, dalam dimetilformamida, dan dalam
dimetilsulfoksida. Sedikit larut dalam asam klorida dan asam nitrat, larut dalam
asam asetat 1%-2% dan mudah larut dalam format 0,2%-1,0%.

Kitosan

Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat destilasi.


Menurut Hinarno (1980), kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradable
dan polieelektrolit katanionik karena mempunyai gugus fungsional yaitu gugus
amino. Selain gugus amino, terdapat juga gugus hidroksil primer dan sekunder.
Adanya gugus fungsi tersebut mengakibatkan kitosan mempunyai kereaktifitasan
kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada kitosan memungkinkan juga

untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat
perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkinkannya kitosan digunakan
sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu plastic yang terdegradasi dan tidak
mencemari lingkungan.
Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonvensi kitin, sedangkan kitin
sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam
tiga tahap yaitu:
1
2
3

Tahap deproteinasi, penghilangan protein


Tahap demineralisasi, penghilang mineral,
Tahap depigmentasi atau pemutihan
Sedangkan kotosan diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan
larutan basa konsentarsi tinggi.
Pembuatan kitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-

COCH3) pada gugus asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas kitosan dengan
menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur Kristal yang panjang
dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karbiksil, sehingga pada proses
deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40%-50% dan suhu
yang tinggi (100% -150%) untuk mendapatkan kitosan dan kitin.

II.

ALAT DAN BAHAN


A. Alat-alat yang digunakan adalah :
1. Neraca analitik
2. Labu pengenceran 100 mL
3. Gelas kimia 500 mL
4. Gelas kimia 1 liter
5. Penangas air
6. Gelas ukur 500 mL
7. Spatula
8. Batang pengaduk
9. Termometer
10. Statif dan klem
11. Corong biasa
12. Corong Buchner
13. Oven
14. Pipet tetes

: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah

B. Bahan-bahan yang digunakan adalah :


1. NaOH 3,5 %
2. Serbuk kulit udang
3. Akuades
4. HCl 2 M
5. Aseton
6. NaOCl
7. Kertas indikator
8. Kertas saring
III.

PROSEDUR KERJA
A. Deproteinisasi
1. Menambahkan 250 mL NaOH 3,5 % pada 25 gram serbuk kulit limbah
udang dalam gelas kimia.
2. Memanaskan diatas penangas air pada suhu 650 C selama 2 jam
saampai terbentuk gumpalan putih kemerahan.
3. Mendekantasi gumpalan.
4. Menyaring larutan dan mencuci residu dengan akuades sampai netral.
5. Mengeringkan dalam oven pada suhu 600 C selama 3 jam.
B. Dekalsifikasi
1. Menambahkan 7,5229 gram serbuk kulit udang bebas protein dari
langkah 1 dengan 94 mL HCl 2M.
2. Mengaduk selama 30 menit.
6

3. Mendekantasi, menghentikan jika tidak muncul gelembung lagi.


4. Menyaring larutan.
5. Mencuci residu dengan akuades sampai netral.
6. Mengeringkan dalam oven pada suhu 600 C selama 3 jam.
C. Dekolorisasi
1. Memasukkan serbuk kulit udang yang sudah didekantasi kedalam
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

gelas kimia.
Menambahkan aseton hingga terendam.
Mengaduk dan selanjutnya mendiamkan hingga kering.
Menambahkan NaOCl 2% sampai terendam.
Mengaduk dan mendiamkan selama 2 jam.
Menyaring, mencuci dengan akuades hingga netral.
Mengeringkan dalam oven pada suhu 600 C selama 3 jam.
Menentukan rendemen yang berupa kitin.

IV.
No.
1.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perlakuan
A. Deprotenisasi
250 ml NaOH 3,5% + 25g
serbuk limbah kulit udang

Hasil Pengamatan
Terdapat

buih

campuran
Lapisan atas

pada
Larutan

berwarna coklat muda


Lapisan bawah : Endapan
berwarna
2.

3.

Memanaskan diatas penangas air

coklat

(serbuk

udang)

pada suhu 650C selam 2 jam Terbentuk gumpalan putih


sambil mendekantasi.
kemerahan
Larutan bersifat basa
Menyaring

dengan

corong

Buchner Sambil mencuci dengan

Filtrat : Larutan berwarna

coklat muda
H2O, Volume H2O yang terpakai Residu : Endapan berwarna
= 5L

coklat muda

B. Dekalsifikasi
1.

7,522g serbuk kering + 94 ml Campuran terdapat


HCl 2M
dan gelembung
Mengaduk selama 30 menit

2.

Larutan

buih

endapan

berwarna coklat muda, dan


tidak terdapat gelembung
Menyaring

3.

Mencuci

lagi

dengan

sampai netral
Menyaring

aquadest

Larutan : Larutan kuning


bening
Residu : Endapan berwarna
coklat muda

4.

Volume H2O yang terpakai


4L
Mengeringkan dalam oven pada

5.

suhu 60 0C selama 3 jam


C. Decolorisasi
Serbuk atau endapan kering (B)

6.

+ aseton hingga terendam


Mendiamkan
Menambahakn NaOCl selam 2

Residu : Endapan berwarna


coklat

muda

lebih

muda

dari sebelumnya
Filtrat : Aquadest
Endapan kering berwarna
coklat muda

jam
1.

Menetralkan larutan
Mengeringkan dalam oven pada

2.

Campuran

suhu 60 0C
Menimbang

Campuran kering

3.
Campuran terendam
4.
5.

Larutan

berubah

warna

menjadi putih
Endapan serbuk kulit udang
kering berwarna putih

6.

m kertas Saring = 0,6 g


m serbuk + kertas

2,2550 g

V. ANALISIS DATA
Isolasi Kitin
Pada percobaan ini dilakukan proses isolasi kitin dari serbuk kulit limbah
udang yang bertujuan untuk memahami teknik isolasi bahan alam dan
transformasi organik serta mengetahui cara pemisahan dan pemurnian hasil dari
isolasi serbuk kulit limbah udang.
Metode yang digunakan untuk mengisolasi serbuk kulit limbah udang
menjadi kitin melalui tiga tahap yaitu : deproteinisasi, dekalsifikasi, dan
decolorisasi.
1. Tahap Deproteinasi
Dalam tahap ini deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa protein
dan lemak yang terkandung dalam serbuk kulit limbah udang. Pada tahap ini 250
ml NaOH ditambahkan dengan 25 g kulit udang, penambahan NaOH 3,5%
bertujuan untuk menghilangkan protein dan lemak dari kitin, dari hasil
pengamatan pada saat penambahan NaOH larutan menjadi 2 lapisan, dimana
lapisan atas berwarna coklat muda dan lapisan bawah berwarna coklat yang
merupakan serbuk udang.
Kemudian campuran dipanaskan

diatas penangas air selama 2 jam

pemanasan ini bertujuan apabila digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi dan
suhu lebih tinggi akan menyebabkan kitin terdeasetilasi. Protein dari kitin akan
terekstrak dalam bentuk Na-proteinat. Ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung
rantai protein yang bermuatan negatif dan mengendap menghasilkan gumpalan
putih kemerahan.
Untuk menghilangkan protein yang telah diikat oleh Na +, residu yang
diperoleh dicuci dengan aquadest. Proses pencucian bertujuan agar larutan bersifat
netral dan untuk menghilangkan NaOH yang mungkin masih tersisa dalam residu.
Kemudian melakukan pengeringan dalam oven pada suhu 60 0C selam 3 jam,
pengeringan dalam oven bertujuan agar endapan benar-benar kering dan
dihasilkan serbuk kering yang berwarna coklat muda massa endapan atau
rendemen yang diperoleh adalah 30,09%.

10

2. Tahap Dekalsifikasi
Tahap dekalsifikasi merupakan proses untuk menghilangkan mineralmineral dalam serbuk kulit limbah udang yang sebagian besar merupakan garamgaram kalsium (Ca) seperti kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Kandungan
mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3 (PO4) dalam jumlah kecil dan lebih
mudah dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik.
Proses dekalsifikasi dilakukan dengan mencampurkan serbuk kering
dengan HCl 2 M. Konsentrasi HCl tidak boleh terlalu tinggi karena apabila
konsentrasi asam lebih tinggi dan waktu perendaman yang lebih lama akan
menyebabkan kitin yang terdapat dalam kulit udang terdegradasi.
Pada proses ini senyawa kalsium akan bereaksi dengan asam korida (HCl)
menghasilkan kalsium klorida yang larut dalam air, gas CO 2 dan air, asam fosfat
yang larut dalam air. Reaksi garam tersebut dengan HCl sebagai berikut :
CaCO3 + 2 HCl
CaCl2 + H2O + CO2(g)
Ca3 (PO4)(s) + 6 HCl
3 CaCl2(s) + 2H3PO4
Selanjutnya menyaring larutan sehingga diperoleh residu berupa endapan
berwarna coklat muda yang kemudian dicuci dengan aquadest. Proses pencucian
bertujuan untuk menghilangkan asam klorida yang mungkin masih tertinggal. Hal
ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya degradasi produk selama
proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dalam oven pada suhu 60 0C selama 3
jam sehingga dihasilkan endapan kring berwarna coklat muda. Endapan ini akan
digunakan untuk tahap atau proses selanjutnya.
3. Tahap Decoloriasi
Tahap decolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pigmen atau zat warna
yang terdapat pada kitin pigmen yang terdapat pada kitin adalah jenis kartenod
antara -karoten dan astaxanthin. Pada kulit udang pigmen yang paling banyak
adalah astaxanthin. Pigmen yang terdapat pada kitin tidak terikat pada mineral
ataupun protein, sehingga pada tahap-tahap sebelumnya kitin masih berwarna
kecoklatan.

11

Endapan kemudian ditambahkan dengan aseton. Penambahan aseton ini


bertujuan untuk mereduksi astaxanthin dari limbah kulit udang dimana zat warna
dari kitin dapat dipisahkan dengan aseton.
Endapan kemudian dikeringkan dan setelah kering akan berwarna kuning
lebih muda, selanjutnya ditambahkan dengan NaOCl dan direndam selama 2 jam
sehingga mendapatkan kitin yang berwarna lebih putih. Larutan dinetralkan
sehingga diperoleh campuran putih yang menandakan bahwa pigmen telah
dipisahkan dari sampel.
Proses pengeringan dilakukan dalam oven pada suhu 600C sehingga
diperoleh endapan atau serbuk kulit udang yang kering dengan massa 2,2550 g
dengan % rendemen 9,02%.

VI.

KESIMPULAN
1. Pengisolasian kitin dan kitosan dapat dilakukan melalui beberapa tahap
yaitu :
Tahap deproteinisasi
Tahap dekalsifikasi
Tahap dekolorisasi
2. Tahap deproteinisasi bertujuan untuk memisahkan protein dengan larutan
basa (NaOH) pada cangkang udang.
3. Tahap dekalsifikasi bertujuan untuk memisahkan mineral organik yang
terikat pada bahan dasar, yaitu CaCO3 sebagai mineral utama dan
Ca(PO4)2 dalam jumlah minor.
4. Tahap dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pigmen yang
berwarna kuning kecoklatan pada kitin menjadi kuning lebih muda atau
putih.
5. Dari hasil percobaan didapatkan kitin sebanyak 2,255 gram atau 9,02%.

12

VII.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.___ .Udang. http://id.wikipedia.org/wiki/udang (online). diakses tanggal


24 April 2011.
Dewi. 2001. Skripsi Islasi dan Identifikasi Kitin, Kitosan dari Cangkang Hewan
Mimi (Horseshae Crab) menggunakan Spektrofotometri Inframerah.
http://lib.uin.malang.ac.id/kulchapter/03530012.pdf.
(online).
diakses
tanggal 24 April 2011.
Kusumakanti, Siti Rini. 2003. Deproteinasi Polimer Kitin dari Kulit Udang
Windu (Penaeus Monodon) Menggunakan Pseudomonas Aeruginosa dan
Deasetilasi Polimer Kitin Skripsi Sarjana. Lampung : Universitas Lampung.
Purwatiningsih.1992.Isolasi Kitin dan Karakterisasi Komposisi Senyawa Kimia
dari Limbah Kulit Udang Windu (Penaeus Monodon). Bandung : Jurusan
Kimia Program Pasca Sarjana ITB.
Rochima, Emma. ___. Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan
Cirebon

Jawa

Barat.

http://resources.unpad.ac.id/unpad_content/uploads/publikasi_dosen/makala
h.s.karakterisasi kitin.pdf (online). diakses tanggal 24 April 2011.
Syahmani dan Rilia Iriani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Banjarmasin
: UNLAM (tidak dipublikasikan).

13

LAMPIRAN
Perhitungan
Rendemen Hasil Deproteinasi :
Berat kulit udang yang dipakai = 25 gram
Berat kitin yang diperoleh
= 7,522 gram
% rendemen

Berat kitin
Berat kulit udang

7,522 gram
25 gram

x 100%

x 100%

= 30,09 %

Rendemen Isolasi Kitin :


Berat kulit udang yang dipakai = 25 gram
Berat kitin yang diperoleh
= 2,255 gram
% rendemen =
=

Berat kitin
Berat kulit udang
2,255 gram
25 gram

x 100%

x 100%

= 9,02 %
Pertanyaan dan Jawaban
1. Tulislah mekanisme reaksi tansformasi kitin menjadi kitosan !
Jawaban :

2. Berikan 2 contoh aplikasi pemanfaatan kitin dan kitosan !


Jawaban :
Sebagai pengawet hasil perikanan
Penstabil warna produk pangan
Bahan baku industri seperti kosmetik dan makanan kesehatan
Membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air
14

Aditif untuk produk argokimia


Pengawet benih

15

Anda mungkin juga menyukai