Anda di halaman 1dari 128

PERENCANAAN LANSKAP

BAGI PENGEMBANGAN AGROWISATA


DI KAWASAN AGROPOLITAN MERAPI MERBABU
KABUPATEN MAGELANG

BETRI ANDITA EKY HAPSARI


A34204019

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
BETRI ANDITA EKY HAPSARI. Perencanaan Lanskap bagi Pengembangan
Agrowisata
di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang.
Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN.
Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang menjadi
percontohan kawasan agropolitan berkaitan dengan keberhasilannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan
merupakan salah satu titik pengembangan agrowisata dalam Kawasan. Hal ini sesuai
penetapan Kecamatan Sawangan bersama Kecamatan Dukun sebagai Sub Wilayah
Pembangunan V yang dialokasikan sebagai kawasan pertanian, pariwisata alam dan
home industry. Menyadari potensinya, pemerintah Desa Banyuroto secara swadaya
memulai pengembangan agrowisata di wilayahnya. Hal ini ditandai dengan dibentuknya
Komisi Agrowisata melalui Peraturan Desa No. 08/GS/2007/IX/2007. Secara
keseluruhan desa ini memiliki luas wilayah 759,3 Hektar dengan 36% lahan
dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering dengan komoditas utama tanaman sayuran
dan buah-buahan dataran tinggi.
Hasil studi terbatas pada produk arsitektur lanskap berupa rencana lanskap
(landscape plan) kawasan agrowisata dalam Kawasan Agropolitan. Dengan area studi
adalah Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, dan sampel perencanaan dibatasi pada
Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan yang merupakan area percontohan
pengembangan agrowisata.
Metode yang digunakan dalam perencanaan kawasan adalah metode Gold
(1980) dengan melakukan penyesuaian terhadap tujuan perencanaan dan menggunakan
pendekatan potensi sumberdaya alam kawasan. Proses perencanaan diawali dengan
persiapan studi yang meliputi perijinan, perumusan masalah, serta penetapan tujuan
studi. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang berkaitan
dengan potensi dan kendala yang ada dalam rangka pengembangan kawasan menjadi
kawasan agrowisata. Hasil analisis kemudian melalui proses sintesis dan perencanaan
sehingga menghasilkan produk.
Konsep dasar pengembangan kawasan yaitu menciptakan kawasan agrowisata
berbasis pendidikan dan penerapan teknologi pertanian, untuk meningkatkan apresiasi
terhadap bidang pertanian dan menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan pertanian.
Dalam prakteknya diharapkan kawasan ini juga dapat menjadi sarana untuk
menyebarluaskan penemuan teknologi dan inovasi baru di bidang pertanian kepada
masyarakat luas dan kalangan petani.
Perencanaan kawasan agrowisata diawali dengan proses identifikasi dan
meruangkan potensi pertanian kawasan, menata ruang-ruang tersebut, kemudian
mengembangkan jenis aktivitas dan fasilitas yang dihubungkan dengan jalur sirkulasi
agrowisata. Konsep kawasan kemudian dikembangkan lebih lanjut pada konsep ruang,
konsep sirkulasi, konsep aktivitas dan fasilitas, serta konsep tata hijau.
Konsep ruang dikembangkan berdasarkan pada potensi pertanian kawasan,
dengan berpegang pada metode pengembangan daerah tujuan wisata berdasarkan Gunn
(1997). Selain itu juga mempertimbangkan kebutuhan ruang wisata serta faktor yang
mendukung wisata secara keseluruhan. Konsep ruang kawasan berdasarkan model

tujuan wisata kemudian dimodifikasi dengan penambahan ruang masyarakat dan ruang
konservasi. Pada konsep ruang kawasan, kawasan secara umum dibagi menjadi dua
zona yaitu zona agrowisata dan zona non-agrowisata. Zona agrowisata kemudian dibagi
menjadi zona atraksi agrowisata dan zona penunjang agrowisata, dimana zona atraksi
agrowisata dibagi lagi menjadi lima sub-zona (sub-zona tanaman buah, sub-zona
tanaman sayuran, sub-zona peternakan, sub-zona pengolahan dan sub-zona inti).
Sedangkan zona non-agrowisata dibagi menjadi zona penyangga dan zona konservasi.
Konsep Sirkulasi pada kawasan agrowisata Desa Banyuroto ini direncanakan
dengan memanfaatkan jalur yang sudah ada. Sirkulasi dalam kawasan terbagi menjadi
jalur wisatawan dan jalur masyarakat. Konsep jalur untuk wisatawan adalah
menghubungkan antara sub-sub zona atraksi yang ada sehingga memudahkan
wisatawan untuk menikmati keseluruhan atraksi agrowisata. Jalur ini terbagi atas jalur
primer, sekunder dan tersier yang dibedakan berdasarkan intensitas penggunaan dan
kepentingan. Sedangkan sirkulasi masyarakat yang merupakan jalur produksi, sifatnya
menghubungkan antara kebun sayuran dengan jalur pengangkutan terdekat. Selain itu
jalur masyarakat juga merupakan jalur ketetanggaan yang menghubungkan antar dusun
dan antar kampung, serta merupakan akses masyarakat dalam zona agrowisata dalam
kaitannya dengan aktivitas pelayanan agrowisata.
Konsep aktivitas dikembangkan berdasarkan tujuan perencanaan. Jenis aktivitas
tersebut kemudian dipisahkan berdasarkan tingkat keikutsertaan wisatawan dalam
aktivitas pertanian. Dengan demikian, jenis aktivitas agrowisata yang dikembangkan
dibagi menjadi aktivitas agrowisata aktif dan aktivitas agrowisata pasif.
Konsep fasilitas yang dikembangkan adalah konsep fasilitas yang disesuaikan
dengan kebutuhan aktivitas agrowisata. Secara umum fasilitas yang akan dikembangkan
terbagi atas fasilitas agrowisata aktif, fasilitas agrowisata pasif, dan fasilitas penunjang.
Konsep tata hijau direncanakan dengan tujuan untuk melestarikan dan
melindungi plasma nutfah, melindungi tanah dan air, serta meningkatkan kenyamanan
pengunjung. Tata hijau berdasarkan peruntukan dan fungsinya terbagi kedalam tata
hijau peneduh, tata hijau penyangga (buffer), tata hijau konservasi, dan tata hijau
budidaya. Masing-masing bagian memiliki kontribusi terhadap terciptanya kualitas
agrowisata yang baik.
Rencana ruang serta pengembangan aktivitas dan fasilitas dalam kawasan
dihubungkan dengan jalur sirkulasi yang terbagi atas jalur wisatawan dan jalur
masyarakat. Pemisahan dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas agrowisata yang
dinikmati wisatawan dan menghindari konflik kepentingan. Pada beberapa titik jalur
wisatawan dan jalur masyarakat menjadi satu, hal ini bertujuan untuk menunjukkan
pada wisatawan kegiatan produksi pertanian oleh masyarakat. Hasil perencanaan
lanskap berupa general block plan, block plan, dan rencana lanskap (landscape plan)
kegiatan agrowisata.

PERENCANAAN LANSKAP
BAGI PENGEMBANGAN AGROWISATA
DI KAWASAN AGROPOLITAN MERAPI-MERBABU
KABUPATEN MAGELANG

BETRI ANDITA EKY HAPSARI


A34204019

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: PERENCANAAN LANSKAP BAGI PENGEMBANGAN


AGROWISATA DI KAWASAN AGROPOLITAN MERAPIMERBABU KABUPATEN MAGELANG

Nama

: Betri Andita Eky Hapsari

NRP

: A34204019

Disetujui :
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi.


NIP 131 967 244

Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.


NIP 131 124 019

Tanggal disetujui :
RIWAYAT HIDUP
Betri Andita Eky Hapsari dilahirkan di Pacitan pada tanggal 26 Juni
1986. Penulis adalah sulung dari dua bersaudara putra pasangan Sunaryo dan Sri
Hartini, BA.
Penulis mengawali jenjang pendidikannya pada Taman Kanak-Kanak Pertiwi
Sidomulyo pada tahun 1991. Kemudian melanjutkan di SDN Sidomulyo I, Desa
Sidomulyo, pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis
masuk di SLTPN I Kebonagung, Kecamatan Kebonagung, dan lulus pada tahun 2001.
Selanjutnya, penulis tercatat sebagai siswa di SMUN I Pacitan, Kabupaten Pacitan, dan
lulus pada tahun 2004.
Penulis kemudian diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas
Pertanian. Selama menempuh pendidikannya, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan
Mahasiswa Arsitektur Lanskap selama dua periode, yaitu tahun 2006/2007 pada Divisi
Hubungan Masyarakat dan tahun 2007/2008 pada Divisi Kewirausahaan. Selain itu,
penulis juga menjadi asisten Mata Kuliah Geographic Information System (GIS) bagi
Departemen Arsitektur Lanskap pada tahun ajaran 2007/2008, dan Asisten Mata Kuliah
Analisis Tapak pada tahun ajaran 2008/2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang karena segala
rahmat dan karunia serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat melesaikan skripsi.
Judul studi ini adalah Perencanaan Lanskap bagi Pengembangan Agrowisata di DesaDesa Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang
dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga penulis sampaikan
kepada
1) Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus
pembimbing akademik, atas arahan, perhatian, bimbingan serta dukungan
beliau;
2) Prof. Dr. Ir. Wahyu Qamara Mugnisjah, M.Agr dan Dr. Ir. Afra D. N. Makalew
selaku dosen penguji atas masukan, saran dan kritik beliau;
3) Dinas Pertanian Kabupaten Magelang serta Laboratorium Agribisnis Primatani
Desa Banyuroto atas segala kemudahan dalam memperoleh data;
4) Bapak Sanusi, Kepala Direktorat Jendral Agropolitan pada Dinas Pekerjaan
Umum Pusat atas bantuan dan dukungan yang diberikan;
5) keluarga besar Bapak Maryoto dan Bapak Kepala Desa Banyuroto atas
keramahan dan segala bantuannya selama di Banyuroto;
6) Bapak Didik, staff BAPPEDA Kabupaten Magelang atas bimbingan dan
bantuannya dalam pengumpulan data;
7) Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr dan staff Departemen Ilmu Tanah dan
Sumber Daya Lahan atas batuan dalam pencarian data;
8) Armaiki Yusmur, S.Si. untuk ilmu dan konsultasinya;
9) keluarga besar tercinta, adikku Vendy, Sari, Sri, Dewi, Vanny, om dan tente
semua, serta mbah ibu dan mbah kakung (alm) atas semua cinta dan kasih
sayang, serta doa dan dukungannya, buat Bintang, atas keceriaan dan
semangatnya;

10) keluarga angkat di Toyowidi, yang mengajarkan tentang kesederhanaan,


kerendahan hati dan selalu ingat untuk tetap menginjak bumi;
11) Wening, untuk 22 tahun persahabatan yang penuh inspirasi;
12) Asis, Endah, Iyuk, Apit, dan Agung untuk semua liburan yang penuh keceriaan
dan persahabatan yang menghangatkan;
13) GIS team, Mei, Dyah dan Faikoh untuk hari-hari lembur di ruangan bu Alinda
dan untuk persahabatan penuh semangat dan inspirasinya;
14) teman-teman Lanskap 41: Krishta, Aini, Ita, Fida, Putera, Buyung, Sekar, Ozy,
Ridho, Anjar, Imad, Dimas&Nana, Sony, Hendy&Neno, Ipep, Dinny, Yuni,
Occy, Ratih, Putri, Karin, Tyas, Syita, Cici, Diana, Fuji, Dayat, Anggi, Deny,
atas empat tahun kebersamaan penuh pelajaran kehidupan dan tahun-tahun yang
menyenangkan (kalian adalah definisi pelangi yang sesungguhnya);
15) teman-teman di Wisma Rahayu: Fitri, Kak Ides, Sari, Ria, Dian, Ardha, Annie,
Lintang, atas dukungan dan kebersamaannya;
16) Rita Hariyanti, my old best pal. I will;
17) Bu Yeni, Pak Yahya, Mas Rahmat dan semua staff Departemen Arsitektur
Lanskap, IPB;
18) teman-teman Lanskap 39, 40, 42, dan 43;
19) semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu per satu;
Semoga studi ini dapat memberi manfaat dan juga dapat menjadi penunjang
bagi kelanjutan penelitian di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan rahmat dan karunia-Nya pada kita semua. Amin.

Bogor, September 2008

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................

1.2 Tujuan Studi ........................................................................................

1.3 Manfaat Studi ......................................................................................

1.4 Kerangka Pikir Perencanaan ................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Agropolitan .........................................................................................

2.2 Perencanaan Lanskap .........................................................................

11

2.3 Wisata
2.3.1 Pengertian Wisata ......................................................................

12

2.3.2 Sumberdaya Wisata ...................................................................

12

2.3.3 Perencanaan Kawasan Wisata ...................................................

13

2.4 Agrowisata
2.4.1 Pengertian Agrowisata ...............................................................

13

2.4.2 Pengelompokan dan Prinsip Agrowisata ....................................

15

2.4.3 Manfaat Agrowisata ...................................................................

17

2.4.4 Pengembangan Agrowisata ........................................................

18

2.4.5 Pengelolaan Agrowisata .............................................................

20

BAB III METODOLOGI


3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................

22

3.2 Batasan Penelitian ...............................................................................

24

3.3 Metode Penelitian ...............................................................................

24

3.4 Bentuk Hasil Studi ..............................................................................

27

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PENGEMBANGANNYA


4.1 Konsep Perencanaan Total .................................................................

28

4.2 Pengembangan Konsep ........................................................................

28

4.2.1 Konsep Ruang..............................................................................

28

4.2.2 Konsep Sirkulasi..........................................................................

28

4.2.3 Konsep Aktivitas dan Fasilitas ....................................................

28

4.2.4 Konsep Tata Hijau .......................................................................

28

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan

Merapi-Merbabu sebagai

Kawasan Agrowisata
5.1.1 Data dan Analisis
5.1.1.1 Aspek Kelembagaan ...........................................................

36

5.1.1.2 Aspek Potensi Agrowisata..................................................

38

5.1.1.3 Aspek Produksi dan Komoditas Unggulan ........................

40

5.1.1.4 Aspek Sumber Daya Alam .................................................

42

5.2 Perencanaan Lanskap Untuk Pengembangan Desa Banyuroto sebagai Kawasan


Agrowisata
5.2.1 Data dan Analisis
5.2.1.1 Faktor Utama Agrowisata .................................................

49

5.2.1.1.1 Letak, Luas dan Batas Tapak ...................................

49

5.2.1.1.2 Tata Guna Lahan .......................................................

50

5.2.1.1.3 Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Tapak..........

54

5.2.1.1.4 Objek dan Atraksi Agrowisata ..................................

59

5.2.1.1.5 Pariwisata Sekitar Tapak .........................................

66

5.2.1.1.6 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi.......................

66

5.2.1.1.7 Fasilitas Agrowisata ..................................................

72

5.2.1.1.8 Informasi dan Promosi Agrowisata ...........................

75

5.2.1.1.9 View ...........................................................................

75

5.2.1.2 Faktor Pendukung Agrowisata .........................................

78

5.2.1.2.1 Aspek Fisik................................................................

78

5.2.1.2.1.1 Tanah ..............................................................

78

5.2.1.2.1.2 Iklim .................................................................

78

5.2.1.2.1.3 Kerawanan Bencana Alam .............................

81

5.2.1.2.2 Aspek Pengelolaan Kawasan Agrowisata .................

81

5.2.1.2.2.1 Pengelola Kawasan Agrowisata .....................

81

5.2.1.2.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah .........................

84

5.2.1.3 Analisis Wisata ..................................................................

85

5.2.2 Sintesis ........................................................................................

97

5.2.3 Perencanaan Lanskap ................................................................

97

5.2.3.1 Rencana Ruang .................................................................

98

5.2.3.2 Rencana Sirkulasi Agrowisata .......................................... 102


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 105
6.2 Saran ................................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107
LAMPIRAN .................................................................................................... 110

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Keseluruhan Data yang Dikumpulkan........................................................

23

2. Jadwal Kegiatan Penelitian.........................................................................

27

3. Persentase Penggunaan Lahan....................................................................

40

4. Komoditas Unggulan dan Produksi Kawasan ............................................

41

5. Potensi Pertanian Unggulan Tiap Kecamatan ............................................

42

6. Pembagian Wilayah Berdasarkan Kemiringan Lahan................................

42

7. Tabel Potensi dan Solusi Agrowisata Kawasan Agropolitan .....................

45

8. Analisis Potensi PengembanganTiap Dusun ..............................................

51

9. Analisis Penggunaan Lahan Desa Banyuroto.............................................

52

10. Tabel Luasan Lahan Berdasarkan Kemiringan ..........................................

57

11. Kriteria Kesesuaian Lahan (Keppres Nomor 32 Tahun 1990) ...................

58

12. Potensi Objek dan Atraksi Kawasan Agrowisata .......................................

59

13. Analisis Atraksi, Potensi, Kendala dan Solusi Pengembangan ..................

63

14. Analisis Pengembangan Aktivitas Agrowisata ..........................................

64

15. Analisis Jalan Kawasan Agrowisata...........................................................

68

16. Analisis Fasilitas Wisata Kawasan Agrowisata..........................................

73

17. Analisis Informasi Kawasan Agrowisata ...................................................

75

18. Distribusi Kedatangan Wisatawan Berdasarkan Bulan ..............................

85

19. Persentase Distribusi Konsumsi dan Belanja Wisatawan...........................

86

20. Karakteristik Perjalanan Wisata .................................................................

87

21. Tabel Karakteristik Sosial Ekonomi Pengunjung.......................................

88

22. Aspek Data, Potensi, Kendala, dan Solusi pada Kawasan Agrowisata......

91

DAFTAR GAMBAR
Halaman
23. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing ke Indonesia....... 4
24. Kerangka Pikir Perencanaan................................................................. 7
25. Sektor Yang Terkait Dengan Pariwisata/Agrowisata........................... 15
26. Hubungan Faktor Permintaan dan Penawaran...................................... 18
27. Konsep Pengembangan Kawasan Agrowisata ..................................... 19
28. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 22
29. Hubungan Keterkaitan Pasar Agrowisata............................................. 25
30. Model Zona Tujuan Wisata dengan Lima Elemen Kunci .................... 28
31. Konsep Ruang Kawasan Agrowisata ................................................... 30
32. Konsep Sirkulasi Wisata....................................................................... 33
33. Konsep Aktivitas .................................................................................. 33
34. Peta Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ....................................... 38
35. Kondisi Jalan Kawasan Agropolitan .................................................... 39
36. Peta Tata Guna Lahan Kawasan........................................................... 39
37. Peta Penyebaran Produk Unggulan Tiap Kecamatan ........................... 41
38. Rekomendasi Agrowisata di Kawasan Agropolitan............................. 48
39. Peta Lokasi Studi .................................................................................. 49
40. Peta Penggunaan Lahan........................................................................ 53
41. Diagram Tata Guna Lahan Desa Banyuroto......................................... 54
42. Peta Topografi Kawasan Agrowisata ................................................... 55
43. Peta Kelas Kemiringan Lahan Kawasan Agrowisata ........................... 56
44. Diagram Kemiringan Lahan Desa Banyuroto ...................................... 57
45. Suasana Agrowisata Tanaman Buah .......................................................60
46. Peta Atraksi dan Objek Eksisting ......................................................... 61
47. Suasana Kebun Sayuran Milik Warga.................................................. 62
48. Suasana Kandang Kolektif Milik Kelompok Tani ............................... 62
49. Peta Wisata Kabupaten Magelang........................................................ 69
50. Peta Pariwisata Kecamatan Sawangan ................................................. 70

51. Peta Aksesibilitas Kawasan Agrowisata............................................... 71


52. Jenis Kendaraan dan Kondisi Jalan Pada Tapak .................................. 72
53. Fasilitas growisata pada tapak .............................................................. 72
54. Potensi Visual Kawasan ....................................................................... 76
55. Sampah dan Kompos di Pinggir Jalan.................................................. 76
56. Peta View .............................................................................................. 77
57. Peta Jenis Tanah Kawasan Agrowisata ................................................ 79
58. Klasifikasi Iklim Menurut Junghuhn.................................................... 80
59. Peta Kerawanan Gerakan Tanah Kawasan Agrowisata ....................... 82
60. Organisasi Manajemen UB.Karya Makmur ......................................... 83
61. Peta Kesesuaian Lahan Menurut RTRW.............................................. 84
62. Grafik Jarak Perjalanan ........................................................................ 84
63. Permintaan dan Penawaran Wisata ...................................................... 89
64. General Block Plan Kawasan Agrowisata ........................................... 95
65. Block Plan Kawasan Agrowisata ......................................................... 96
66. Pembagian Sub-zona Atraksi ............................................................... 98
67. Landscape Plan Kawasan Agrowisata ................................................. 103
68. Rencana Sirkulasi ................................................................................. 104

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22/1999 tentang
Pemerintah Daerah, sejak saat itu di Indonesia terjadi perubahan secara gradual
dalam konsep pembangunan nasional. Perubahan paradigma ini setidaknya terlihat
dari aspek perencanaan, aspek pengelolaan sumber daya, dan aspek kelembagaan.
Dalam hal aspek perencanaan, khususnya, telah terjadi perubahan pendekatan dari
yang bersifat top-down menjadi bersifat bottom-up. Hal ini dikenal juga sebagai
desentralisasi. Salah satu tugas dari pemerintah pusat di era otonomi daerah
adalah memberikan pembinaan kepada pemerintah daerah, baik kepada
pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. Pemerintah daerah dituntut
untuk dapat memerankan semua fungsi pengelolaan wilayah baik fungsi
administrasi maupun fungsi pembangunan; fungsi pembangunan meliputi
pengelolaan sumber daya lahan, sumber daya finansial, pengadaan infrastruktur,
dan fasilitasi pendayagunaan masyarakat. (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
Pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan meningkatkan kemandirian daerah
sehingga lebih termotivasi untuk menggali potensi dan menggembangkannya
sesuai dengan nilai-nilai lokal.
Menurut Afandhi (2005) dalam Utama (2005), kebijakan umum
Departemen Pertanian dalam membangun pertanian bertujuan meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, dan nelayan, memperluas lapangan
kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri, serta
meningkatkan ekspor. Untuk itu, usaha diversifikasi perlu dilanjutkan disertai
dengan rehabilitasi yang harus dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan merata
disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim, dengan tetap memelihara
kelestarian kemampuan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta
memperhatikan pola kehidupan masyarakat setempat.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar di bidang
pertanian, terutama di wilayah perdesaan. Perdesaan yang hingga kini masih
menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk Indonesia (54%, sensus

penduduk 2006) berpotensi untuk dikembangkan. Namun, potensi yang besar ini
belum dimanfaatkan secara optimal, terbukti dengan masih tingginya tingkat
kemiskinan dari pelaku di sektor pertanian. Walaupun jumlah penduduk miskin
telah berkurang dari sekitar 60% dari total penduduk pada tahun 1970 menjadi
15% pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin secara absolut masih amat besar,
yaitu diperkirakan sebesar 35 juta jiwa (Rustiadi, 2007). Dari data tahun 2006
diketahui bahwa sebanyak 70% dari total penduduk miskin di Indonesia berasal
dari sektor pertanian, yaitu sekitar 24,5 juta jiwa.
Melihat kenyataan seperti di atas, dikembangkanlah suatu pendekatan
pengembangan pertanian yang disesuaikan dengan karakteristik sosial ekonomi di
kawasan perdesaan. Pendekatan tersebut dikenal sebagai konsep agropolitan.
Pengembangan agropolitan adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan
perdesaan melalui upaya-upaya penataan ruang kawasan perdesaan dan
menumbuhkan pusat-pusat pelayanan fasilitas perkotaan (urban function center)
yang dapat berupa atau mengarah pada terbentuknya kota-kota kecil berbasis
pertanian (agropolis) sebagai bagian dari sistem perkotaan dengan maksud
meningkatkan pendapatan kawasan perdesaan (regional income), menghindari
kebocoran pendapatan kawasan perdesaan (regional leakages), menciptakan
pembangunan yang berimbang (regional balance) dan keterkaitan desa-kota
(urban rural linkages) yang sinergis dengan pembangunan daerah. Dengan
demikian,

diharapkan

daerah

perdesaan

dengan

hasil

pertanian

dan

perkebunannya dapat mengatasi krisis kemiskinan di kalangan petani.


Sampai dengan tahun 2008, total pengembangan kawasan agropolitan
sudah mencakup 94 kabupaten di 32 provinsi di Indonesia. Dari jumlah total
tersebut 11 kabupaten merupakan wilayah pengembangan baru pada tahun 2007,
dan 48 di antaranya merupakan wilayah pengembangan baru pada tahun 2008
(Satuan Kerja Penyediaan Prasarana dan Sarana Agropolitan, Departemen
Pekerjaan Umum 2008).
Kabupaten Magelang yang telah memulai menerapkan konsep agropolitan
pada tahun 2003, dianggap sebagai salah satu kawasan yang berhasil menerapkan
konsep tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan rata-rata PDRB
(Pendapatan Domestik Regional Bruto) sebesar 17,65% sampai dengan tahun

2006. Pemerintah Kabupaten Magelang mengembangkan kawasan agropolitan


tersebut di tujuh kecamatan. Tujuh kecamatan ini adalah Kecamatan Ngablak,
Pakis, Sawangan, Borobudur, Srumbung, Tegalrejo, dan Grabag yang tergabung
dalam Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Dari ke tujuh kecamatan tersebut
produk unggulan yang ditawarkan adalah sayur-sayuran, beras, produk olahan,
dan ternak sapi. Sasaran yang diharapkan pemerintah Kabupaten Magelang adalah
agar di dalam kawasan agropolitan tersebut berkembang kegiatan berbasis
pertanian dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada. Kegiatan ini
diharapkan akan mampu mendorong terciptanya struktur agribisnis yang berdaya
saing dan berbasis kerakyatan. Visi dari Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu
adalah Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu sebagai Sentra Produk Unggulan
Pertanian Bersistem Agribisnis Global, Berwawasan Lingkungan Bernuansa
Agrowisata .
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut baik pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat telah melakukan bermacam upaya, di antaranya dengan
membangun

fasilitas-fasilitas

pendukung.

Sesuai

dengan

tujuan

konsep

agropolitan untuk meningkatkan kesejahteraan dan income generating, selain


pengembangan yang bertumpu pada sektor produksi pertanian, pengembangan
sektor penunjang lainnya seperti sektor pariwisata juga telah mulai dipikirkan.
Di Indonesia, pariwisata merupakan suatu potensi dan salah satu sektor
penyumbang devisa yang perkembangannya cukup baik. Hal ini dibuktikan
dengan adanya peningkatan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, seperti
dapat dilihat pada Gambar 1.
Di Kabupaten Magelang sendiri, pariwisata dengan bermacam ragamnya
merupakan sektor yang penting. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata penting
di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Magelang memiliki beragam jenis objek
wisata. Objek wisata tersebut di antaranya adalah wisata sejarah/budaya (Candi
Borobudur, Candi Mendut, Candi Ngawen, dan Candi Canggal), wisata alam
(Telaga Bleder, Air Terjun Curug Silawe, Air TerjunSekarlangit, dan Air Terjun
Selo Projo), dan agrowisata (Agrowisata Salak nglumut, dan Agrowisata
Menoreh). Pengembangan Agrowisata di Desa Banyuroto yang juga merupakan

bagian dari Kawasan Agropolitan, diharapkan dapat memperkaya khasanah


pariwisata di Kabupaten Magelang.

Gambar 1 Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan Asing 1989-2005


Sumber: BPS, 2006
Sesuai dengan konsep utama kawasan sebagai daerah pertanian dan
dengan melihat sumber daya yang ada, jenis wisata yang sesuai dikembangkan
adalah agrowisata. Pengembangan agrowisata ini rencananya akan dipusatkan di
Kecamatan Sawangan yang pada Rencana Tata Ruang Wilayah termasuk dalam
Subwilayah Pembangunan V, yang dikembangkan untuk kegiatan pertanian,
pariwisata, dan home industry.
Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan
usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas
pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.
Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam
memanfaatkan lahan, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sambil
melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya dan teknologi lokal
(indigenous technology) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan
alaminya. (http://database.deptan.go.id)
Desa Banyuroto yang terletak di Kecamatan Sawangan merupakan salah
satu titik pengembangan agrowisata. Pengembangan desa ini sebagai kawasan
agrowisata mulai terlihat dari adanya proyek pembangunan fasilitas pendukung
agrowisata yang dicanangkan dalam tahun anggaran 2007. Selain itu di Desa
Banyuroto telah berdiri suatu perkumpulan yang merupakan usaha swadaya dari

petani dan bantuan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa
Tengah yaitu Laboratorium Agribisnis Primatani. Desa Banyuroto dan kawasan
sekitarnya memiliki pemandangan alam yang indah dan potensi yang besar dalam
hal budidaya tanaman, khususnya tanaman hortikultura dataran tinggi.
Dalam pengembangan agrowisata di kawasan agropolitan, pembangunan
fasilitas saja seperti praktik yang terjadi di Agropolitan Merapi-Merbabu tentu
tidak cukup. Agar pengembangan agrowisata tersebut berhasil, diperlukan suatu
perencanaan yang tidak hanya berorientasi pada pengembangan yang bersifat
fisik. Hal ini dapat dimulai dengan analisis terhadap faktor utama dan penunjang
agrowisata, analisis umum, dan analisis penunjang berupa analisis permintaan dan
penawaran agrowisata. Dengan demikian, diharapkan kawasan agrowisata akan
memiliki konsep serta arah pengembangan yang jelas. Konsep tersebut hendaknya
mengacu pada optimalisasi potensi yang ada dan sekaligus mempertimbangkan
aspek keberlanjutan.

1.2 Tujuan
1. Meningkatkan

soft

skill

serta

mendapatkan

pengetahuan

dalam

merencanakan dan memecahkan masalah.


2. Mengajukan

rekomendasi

pengembangan

agrowisata

di

Kawasan

Agropolitan Merapi-Merbabu, melalui perencanaan agrowisata secara


umum (makro).
3. Membuat perencanaan lanskap untuk pengembangan Desa Banyuroto
sebagai kawasan agrowisata dataran tinggi berbasis usaha dan teknologi
pertanian, serta home industry.

1.3 Manfaat
Manfaat secara umum penelitian adalah untuk menjadi referensi dalam
perencanaan kawasan agrowisata di kawasan agropolitan. Selain itu manfaat
khusus yang diharapkan adalah
1. memberikan gambaran tentang konsep agrowisata dengan kriteria khusus,
yaitu pengembangan agrowisata di kawasan agropolitan, dan

2. menjadi alternatif yang dapat dipertimbangkan dan diterapkan oleh


pemerintah Kabupaten Magelang di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu.

1.4 Kerangka Pemikiran


Kawasan agropolitan sebagai sentra pertanian memiliki produk unggulan
yang dikembangkan di seluruh bagian kawasan. Hal ini menciptakan suatu
atmosfer unik pada seluruh kawasan agropolitan karena hampir dapat dipastikan
terdapat titik-titik lokasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
kawasan agrowisata dengan melihat aspek penunjang wisata dan aspek potensi
baik yang berbasis ruang maupun kekayaan alam.
Desa Banyuroto sebagai bagian dari Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu memiliki karakteristik pemanfaatan lahan yang spesifik untuk kegiatan
pertanian dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata.
Hal ini berhubungan dengan kondisi alami dan perkembangannya sebagai bagian
dari

kawasan

agropolitan.

Pengembangan

agrowisata

dilakukan

dengan

memanfaatkan aspek potensi alam, fasilitas, dan kelembagaan yang diharapkan


dapat

menciptakan

suatu

kawasan

agrowisata

dengan

fokus

untuk

memperkenalkan teknologi, memperluas wawasan dan bersifat edukatif dalam


rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat petani dalam kawasan, dan
menjadi penggerak untuk daerah di sekitarnya sesuai dengan tujuan agropolitan.
Pengembangan tapak dilakukan dengan mensinergikan antara faktor umum dan
faktor pendukung agrowisata serta faktor pasar agrowisata yang ada.
Hasil analisis terhadap faktor tersebut diwujudkan dalam bentuk sirkulasi
dan zonasi berdasarkan elemen utama daerah tujuan wisata. Kemudian dengan
penyesuaian terhadap kebutuhan fasilitas wisata akan didapatkan rencana lanskap
agrowisata yang merupakan produk dari kegiatan perencanaan lanskap kawasan
agrowisata pada Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Kerangka pikir studi
dapat dilihat pada Gambar 2.

Agropolitan
Merapi-Merbabu
Potensi Agrowisata
Analisis
Rekomendasi Pengembangan Agrowisata Kawasan

Agrowisata di
Kawasan Agropolitan
Desa Banyuroto

Potensi Peternakan

Potensi Hortikultura
Tanaman Sayur dan Buah

Potensi Hortikultura
Tanaman Hias

Penataan Ruang Kawasan

Analisis Umum
Analisis Pasar Agrowisata
Karakteristik Agropolitan

Rencana Lanskap Agrowisata di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu

Gambar 2 Kerangka Pikir Perencanaan


Keterangan :
Analisis Umum:
- Faktor utama dan
penunjang agrowisata
- Aktivitas wisata
- Zonasi dan sirkulasi
- Fasilitas wisata

Analisis Pasar:
- Permintaan dan
penawaran agrowisata
- Trend, segmen,
Karakteristik, dan
kebutuhan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agropolitan
2.1.1 Agropolitan
Terdiri dari kata agro dan kata politan (polis). Agro berarti pertanian dan
politan berarti kota. Secara definitif agropolitan adalah kota pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta
mampu melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di
daerah sekitarnya, dengan ciri utama kegiatan pertanian dan pengolahan hasil
pertanian (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
2.1.2 Kawasan
Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan
ekonomi, tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain
secara fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam kaitan ini, kawasan didefinisikan
sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, dengan kegiatan ekonomi,
sektor dan produk unggulannya mempunyai potensi mendorong pertumbuhan
ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan ini baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian
dan klaster industri, bergantung pada kegiatan ekonomi yang dominan dalam
kawasan itu (Bappenas, 2004).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama
lindung atau budi daya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Konsep pengembangan agropolitan


pertama kali diperkenalkan Mc. Douglass dan Friedmann (1974) dalam Pasaribu
(1999), sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan.
2.1.2 Kawasan Agropolitan
Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem
agribisnis (UU No.26/2007, tentang Penataan Ruang).
Menurut Rustiadi dan Dardak (2007), secara konseptual pengembangan
agropolitan merupakan sebuah pendekatan pengembangan suatu kawasan
pertanian perdesaan yang mampu memberikan berbagai pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan produksi pertanian di sekitarnya,
baik pelayanan yang berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi,
maupun pelayanan sosial ekonomi lainnya sehingga masyarakat setempat tidak
harus menuju kota untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan.
Peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di
sekitarnya, tempat berlangsungnya kegiatan agribisnis oleh para petani setempat.
Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan
pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan,
peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan,
koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan,
sarana transportasi, dan lain-lain) (Syahrani, 2001).
Konsep agropolitan mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama, yaitu
menetapkan sektor pertanian sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama dan
diberlakukannya ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah (Anugrah, 2003).
Pembangunan agropolitan menekankan kepada pengembangan ekonomi yang
berbasis sumber daya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin
masyarakat perdesaan itu sendiri (Rustiadi dan Hadi, 2004).
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan sebagai salah satu program
yang akan mendorong percepatan pembangunan pada kawasan-kawasan pertanian
sehingga diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan dan

10

wilayah sekitarnya. Pertumbuhan ekonomi kawasan agropolitan tidak terbatas


pada sektor pertanian saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan penunjang lainnya yang
terkait dengan pertanian seperti industri kecil, jasa pelayanan, perdagangan, budi
daya, konservasi (kawasan lindung), dan pariwisata (Departemen Pekerjaan
Umum, 2007).
2.1.3 Ciri Umum Kawasan Agropolitan
Suatu kawasan agropolitan memiliki ciri yaitu sebagian besar kegiatan
masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian dan atau
agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi. Berbeda dari
kawasan perdesaan umum, kawasan agropolitan adalah kawasan perdesaan yang
memiliki produktivitas tinggi dengan komoditi unggulan dan berdaya saing, mulai
berkembang dengan sistem usaha agribisnis dengan aneka produk segar dan
olahan berkualitas dan telah memiliki pasar regional/nasional/global (Departemen
Pekerjaan Umum, 2007).
2.1.4 Pola Ruang Kawasan Agropolitan
Pola ruang kawasan agropolitan menggambarkan sebaran jenis / fungsi
pemanfaatan ruang kawasan agropolitan, dengan ukuran dan karakter kegiatan
dalam kawasan baik menyangkut kegiatan manusia maupun alam, yang
dituangkan dalam bentuk zona lahan produksi, zona sentra produksi, zona
industri, zona pusat kegiatan perkotaan termasuk agribisnis dan pemukiman dan
zona hijau. Rencana pola ruang kawasan agropolitan meliputi kawasan lindung
dan kawasan budidaya (UU No.26/2007, tentang Penataan Ruang).
1. Kawasan Budi daya Agropolitan meliputi zona-zona sebagai berikut:
a.

Zona pusat pelayanan agropolitan termasuk perkantoran, balai penyuluhan


terpadu, pusat jasa keuangan, pusat perdagangan, pusat pendidikan dan
pelatihan, dan balai pertemuan.

b.

Zona pemukiman perkotaan.

c.

Zona/kawasan industri termasuk terminal agribisnis, pelataran bongkar


muat barang/komoditi, gudang, industri kecil dan menengah, pusat energi,
instalasi pengolahan dll.

d.

Zona sentra produksi termasuk sebaran beberapa desa pengumpul


komoditi, areal pusat kegiatan pengolahan komoditi seperti pencucian,

11

sorting, dan pemotongan, juga terdapat kios-kios penyediaan saprodi,


halte, terminal barang, dan pemukiman penduduk.
e.

Zona lahan budi daya/ lahan produksi menurut jenis komoditi.

2. Kawasan Lindung, meliputi zona-zona sebagai berikut:


a.

Zona resapan air dan kawasan yang memberikan perlindungan bagi


kawasan bawah lainnya.

b.

Zona sempadan sungai, danau atau waduk, sekitar mata air, dan zona
terbuka hijau lain.

c.

Zona hutan konservasi termasuk cagar alam, suaka margasatwa, dan cagar
budaya.

d.

Zona taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

e.

Zona rawan bencana, termasuk rawan longsor, rawan banjir, rawan


gelombang pasang, dan rawan gempa.
Menurut Harun (2004) dalam Departemen Pekerjaan Umum (2007),

ditinjau dari aspek tata ruang, secara umum struktur hierarki sistem kota-kota
Agropolitan dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Orde yang paling tinggi (kota tani utama) dalam lingkup wilayah agropolitan
skala besar berfungsi:
a. Kota perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah (nasional dan
internasional) dan bila berada di tepi pantai maka kota ini memiliki
pelabuhan samudra.
b. Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri pertanian (packing),
stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas.
c. Pusat berbagai kegiatan tertier agrobisnis, jasa perdagangan, asuransi
pertanian, perbankan dan keuangan.
d. Pusat berbagai pelayanan termasuk general agro-industry services.
2. Orde kedua (pusat distrik agropolitan) yang berfungsi sebagai:
a. Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar
grosir dan pergudangan komoditas sejenis.
b. Pusat kegiatan agro-industri berupa pengolahan barang pertanian jadi dan
setengah jadi serta kegiatan agro-bisnis.

12

c. Pusat pelayanan agro-industri khusus (special agro-industry services),


pendidikan, pelatihan, dan pemuliaan tanaman unggulan.
3. Orde ketiga (pusat satuan kawasan pertanian)
a. Pusat perdagangan lokal yang ditandai dengan adanya pasar harian.
b. Pusat koleksi komoditas pertanian sebagai bahan mentah industri.
c. Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas.
d. Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman pertanian.
e. Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan.
2.2 Perencanaan Lanskap
2.2.1 Perencanaan
Menurut Simonds (1983), perencanaan adalah suatu proses sintesis yang
kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan
evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang
panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan
berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila
terjadi perubahan pada suatu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain.
Sedangkan perencanaan tapak menurut Laurie (1986) dapat dipikirkan sebagai
suatu kompromi antara penyesuaian pada tapak untuk mencocokan dengan
program dan adaptasi pada program dikarenakan tapaknya.
2.2.2 Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap adalah salah satu bentuk produk utama dalam
kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap ini merupakan suatu bentuk
kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan
pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan
keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau
bentang alam yang fungsional,estetik dan lestari yang mendukung berbagai
kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan
kesejahteraannya. Secara ringkas dinyatakan bahwa kegiatan merencana suatu
lanskap adalah suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kearah
suatu bentuk lanskap atau bentang alam nyata. (Nurisjah, 2007).

13

2.3 Wisata
2.3.1 Pengertian Wisata
Wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan
manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat
tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat
tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk
mencari nafkah tetap (Nurisjah, 2004) dalam Halida (2006). Sedangkan
wisatawan berdasarkan rekomendasi International Union of Office Travel
Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO) adalah,
seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau
beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan
tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki
tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata. Terminologi ini mencakup
penumpang kapal pesiar (cruise ship passenger) yang datang dari negara lain dan
kembali dengan catatan bermalam. http://www.budpar.go.id
2.3.2 Sumberdaya Wisata
Sumberdaya wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan
wisata yang merupakan daya tarik bagi pengunjung, diantaranya sebagai berikut:
1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat dialam semesta yang dalam istilah
wisata disebut dengan natural amenities seperti iklim, bentuk tanah dan
pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna serta pusat-pusat kesehatan
yang termasuk dalam kelompok ini.
2. Hasil ciptaan manusia antara lain benda-benda yang memiliki nilai sejarah,
keagamaan dan kebudayaan.
3. Tata cara hidup masyarakat setempat.
Menurut Utama (2005), Pengelolaan sumberdaya agrowisata dilakukan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi
dengan

memelihara

integritas

kultural,

proses

ekologi

yang

esensial,

keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.


2.3.3 Perencanaan Kawasan Wisata
Merencanakan suatu kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan
mengembangkan suatu areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata

14

sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan


tetapi pada saat yang bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan
(Nurisjah, 2004) dalam Halida (2006).
Untuk mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan pariwisata
(termasuk juga agrowisata) menurut Spillane (1994) dalam Utama (2005) ada
lima unsur:
1. Attractions
Dalam konteks pengembangan agrowisata, atraksi yang dimaksud
adalah, hamparan kebun/lahan pertanian, keindahan alam, keindahan
taman, budaya petani tersebut serta segala sesuatu yang berhubungan
dengan aktivitas pertanian tersebut.
2. Facilities
Fasilitas yang diperlukan mungkin penambahan sarana umum,
telekomunikasi, hotel dan restoran pada sentra-sentra pasar.
3. Infrastructure
Infrastruktur yang dimaksud dalam bentuk sistem pengairan, jaringan
komunikasi, fasilitas kesehatan, terminal pengangkutan, sumber listrik dan
energi, sistem pembuangan kotoran/pembuangan air, jalan raya dan sistem
keamanan.
4. Transportation
Transportasi umum, terminal bus, sistem keamanan penumpang,
system Informasi perjalanan, tenaga kerja, kepastian tarif, dan peta
kota/objek wisata.
5. Hospitality
Keramah-tamahan masyarakat akan menjadi cerminan keberhasilan
sebuah sistem pariwisata yang baik.

2.4 Agrowisata
2.4.1 Pengertian Agrowisata
Menurut Reza dan Fachrudin (1999) dalam Bappenas (2004), agrowisata
atau agrotourism dapat diartikan juga sebagai pengembangan industri wisata alam
yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini mengandalkan

15

pada kemampuan budi daya baik pertanian, peternakan, perikanan maupun


kehutanan. Dengan demikian agrowisata tidak sekedar mencakup sektor
pertanian, melainkan juga budi daya perairan baik darat maupun laut. Agrowisata
merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro)
sebagai objek wisata. (http://database.deptan.go.id/agrowisata).
Menurut Nurisyah (2001), secara spesifik, wisata agro atau wisata
pertanian ini adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan
lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk
pertanian dalam berbagai sistem, skala dan bentuk dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang
pertanian ini.
Dalam istilah sederhana, agrotourism didefinisikan sebagai perpaduan
antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun,
peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan,
mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam
bersama di suatu areal perkebunan atau taman. (www.farmstop.com)
Sutjipta (2001) mendefinisikan, agrowisata sebagai sistem kegiatan yang
terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata sekaligus pertanian,
dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan, peningkatan kesejahteraan
masyarakat petani.
Transportation
Services
Events
Rural Tourism

Facilities for Activities

Accomodation

Suporting Services
Attraction

Gambar 3 Sektor yang Terkait dengan Pariwisata/Agrowisata


Sumber: Richards (1996) dalam Utama (2007)
2.4.2 Pengelompokan dan Prinsip Agrowisata
Agrowisata

pada

prinsipnya

merupakan

kegiatan

industri

yang

mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang


diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah
keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor

16

kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada
wilayah - wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari
pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu
diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya
(Subowo 2002).
Ecotourism dan agrotourism pada dasarnya memiliki prinsip yang sama.
Menurut Wood (2000) dalam Pitana (2002), prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:
a)

menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan


kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata;

b)

memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu


pelestarian;

c)

menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerja


sama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha
pelestarian;

d)

mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan


pelestarian, manajemen sumber daya alam dan kawasan yang dilindungi;

e)

memberi penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan


penataan serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di
kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut;

f)

memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan


dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan
menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan;

g)

mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis,


dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar
kawasan yang dilindungi;

h)

berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak


melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti
yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerja sama dengan penduduk
lokal;

17

i)

mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuhtumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan
alam dan budaya;
Menurut Bappenas (2004), kawasan agrowisata merupakan suatu kawasan

yang memiliki kriteria sebagai berikut:


1. memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura,
perikanan maupun peternakan, misalnya:
a) subsistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan,
peternakan dan kehutanan;
b) subsistem industri pertanian yang antara lain terdiri industri
pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun
ekspor;
c) subsistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung
kawasan baik terhadap industri dan layanan wisata maupun sektor agro,
misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan,
perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi, dan infrastruktur;
2. adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan
wisata dengan keterkaitan dan kebergantungan yang cukup tinggi, antara lain
kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan
sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor pertanian;
3. adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro
dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan, antara lain berbagai
kegiatan dan produk wisata yang dikembangkan secara berkelanjutan.
2.4.3 Manfaat Agrowisata
Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata menurut (Subowo 2002)
adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan
meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata. Keuntungan
dari pengembangan agrotourism bagi petani lokal dapat dirinci sebagai berikut
(Lobo et al, 1999):

18

1. Agrotourism dapat
meningkatkan

memunculkan peluang bagi petani lokal untuk

pendapatan

dan

meningkatkan

taraf

hidup

serta

kelangsungan operasi mereka;


2. Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang banyak/masyarakat
tentang pentingnya pertanian dan kontribusinya untuk perekoniman secara
luas dan meningkatkan mutu hidup;
3. Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu
mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa (agritourism)
4. Agritourism dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, dan
membantu perkembangan regional dalam memasarkan usaha dan
menciptakan nilai tambah dan direct-marking merangsang kegiatan
ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat di daerah dimana
agrotourism dikembangkan.
Menurut Rilla (1999), dalam (Utama, 2005), manfaat agrowisata bagi
pengunjung adalah
1. menjalin hubungan kekeluargaan dengan petani atau masyarakat lokal;
2. meningkatkan kesehatan dan kesegaran tubuh;
3. beristirahat dan menghilangkan kejenuhan;
4. mendapatkan petualangan yang mengagumkan;
5. mendapatkan makanan yang benar-benar alami (organic food);
6. mendapatkan suasana yang benar-benar berbeda;
7. biaya wisata yang murah karena agrowisata relatif lebih murah daripada
wisata yang lainnya.
Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi
ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan
dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak
langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya
akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Pengembangan
agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha
ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat
menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini.

19

2.4.4 Pengembangan Agrowisata


Pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan
kreativitas dan inovasi, kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran
yang baik. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya
keterlibatan unsur-unsur wilayah dan masyarakat secara intensif (Bappenas,
2004).

Gambar 4 Hubungan Faktor Permintaan dan Penawaran dalam


Pengembangan Kawasan Agrowisata
Sumber: Bappenas (2004)

Gambar 5 Konsep Pengembangan Kawasan Agrowisata


Sumber: Bappenas (2004)

20

Agar agrowisata dapat berkelanjutan maka produk agrowisata yang


ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian
masyarakat akan peduli terhadap sumberdaya wisata karena memberikan manfaat
sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam
kehidupannya (Utama, 2005).
Agrowisata dapat merupakan pengembangan dari sektor lain yang
diharapkan mampu menunjang pengembangan ekonomi secara berkelanjutan,
misalnya pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan agropolitan,
pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perkebunan, pengembangan
kawasan agrowisata pada tanaman pangan dan hortikultura, pengembangan
kawasan agrowisata pada kawasan peternakan, pengembangan kawasan
agrowisata pada kawasan perikanan darat dan lain sebagainya (Bappenas, 2004).
2.4.5 Pengelolaan Agrowisata
Menurut Tirawinata dan Fachruddin (1999) dalam Halida (2006), terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan agrowisata, yaitu
1. pengelolaan objek yang ditawarkan, pengelola harus mengerti apa yang
ditonjolkan serta kekhasan objek, sehingga wisatawan mendapat kesan
mendalam dan tidak mudah terlupakan;
2. pengelolaan pengunjung;
3. pengelolaan fasilitas pendukung. kelengkapan kebutuhan prasarana dan
sarana memberikan kemudahan bagi wisatawan;
4. keamanan, bertujuan untuk melindungi objek dan fasilitas serta keselamatan
pengunjung;
5. pengelolaan kelembagaan, dimana tiga komponen yang menentukan dalam
pengembangan usaha agrowista adalah pemerintah (memberikan pembinaan
dan penyuluhan yang dapat mendorong pengembangan objek agrowisata),
pengusaha (lembaga pengelola objek wisata lebih lanjut), serta pihak
pelaksana profesional untuk menangani masalah teknis di lapang.
Pengelolaan pengunjung dalam rangka pengembangan agrowisata
berkaitan dengan:
a. Konsep menarik pengunjung. Segmen pasar yang akan diraih perlu
diperhitungkan dalam perencanaan agrowisata. Motivasi wisatawan

21

melakukan perjalanan wisata untuk mencari perbedaan yang ada pada


lingkungannya perlu diperhatikan sehingga kesan monoton dapat
dihindari. Peningkatan mutu pengelolaan untuk menghindari kejenuhan
wisatawan dapat dilakukan dengan memperbanyak ragam jenis paket
acara yang ditawarkan, menambah koleksi tanaman atau hewan yang ada
atau merubah penataan.
b. Tata tertib bagi pengunjung. Pengklasifikasian wisatawan berdasarkan
motivasinya dapat dilakukan untuk mempermudah dalam pengaturan.
Macam motivasi dapat berupa rekreasi biasa, yaitu kunjungan yang
bertujuan untuk melepas lelah atau bersantai. Widya wisata merupakan
kunjungan singkat yang bertujuan untuk berwisata dan mempelajari
objek yang ada, serta penelitian berupa kunjungan dengan tujuan untuk
meneliti suatu objek. Objek agrowisata dengan areal yang sangat luas
memerlukan peraturan yang lebih khusus untuk mengendalikan
pengunjung. Sistem pengawasan dapat dilakukan dengan membuat
peraturan bagi pengunjung yang akan mengelilingi objek.
Pengelolaan agrowisata harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik,
keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam
ataupun kultur budaya masyarakat;
2. nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari
areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya;
3. partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya;
4. dorongan meningkatkan upaya konservasi.
Masyarakat hendaknya melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari
wisatawan, serta dapat berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi
dan makanan. Wisata ekologi biasanya tanggap dan berperan aktif dalam upaya
melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan satwa liar, memperbaiki
lingkungan, serta memberikan penghargaan/fasilitas kepada pihak yang
membantu melindungi lingkungan.

22

BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama lima bulan mulai minggu pertama bulan
Februari sampai minggu kedua bulan Juli 2008. Lokasi penelitian adalah Kawasan
Agropolitan Merapi Merbabu Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Pengolahan dan analisis data dilakukan di Kampus IPB Darmaga Bogor.

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian


Sumber: Bappeda Kabupaten Magelang dan Hasil Analisis
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan data yang didapat dari survei langsung, diantaranya, adalah
1. data objek, tata ruang dan aksesibilitas,
2. data view,
3. data peta, dan
4. data wawancara pengunjung.
Peta dasar (data peta) yang digunakan untuk kegiatan analisis, adalah
1. peta Kabupaten Magelang (administrasi, infrastruktur),
2. peta Jawa Tengah (tata guna lahan, kontur),
3. foto udara (www.googleearth.com).

23

Selain data, juga diperlukan alat sebagai berikut:


1. kamera,
2. komputer dan software map info dan arcview gis 3.3 untuk
mengolah data, dan
3. GPS (Global Positioning System) Garmin V.
Tabel 1 Keseluruhan Data yang Dikumpulkan adalah sebagai berikut:
No.
Jenis Data
A. Kondisi Umum
1.
Luas dan batas
wilayah
2.
Hidrologi
3.

4.
5.

Iklim
Suhu
Curah hujan
Intensitas
Radiasi
Matahari
Kelembaban
Vegetasi dan
satwa
Aksesibilitas

6.

Sirkulasi,
utilitas dan
fasilitas
B. Sosial Ekonomi
1.
Pengguna
2.

Keadaan
masyarakat
(social,
ekonomi,
budaya)
C. Agropolitan
1.
Masterplan
perencanaan
2.
Evaluasi
pelaksanaan
3.
4.

Fasilitas
Agropolitan
Fasilitas
Agrowisata

Unit
Data
Ha

Sumber

Kegunaan

Studi pustaka,
survei, wawancara
Studi pustaka

Daya dukung tapak

BPPT, literatur
BPPT, literatur
BPPT, literatur

Studi pustaka
Studi pustaka
Studi pustaka

Kenyamanan
Kenyamanan
Kenyamanan

Jenis

BPPT, literatur
Lapangan

Kenyamanan
Amenity tapak

Lapangan

Unit

Arsip

Studi pustaka
Studi pustaka,
survei, wawancara
Studi pustaka,
survei, wawancara
Studi pustaka,
survei, wawancara

Jiwa

Lapangan

Daya dukung tapak

Pemda
Magelang,
BPS, lapangan

Studi pustaka,
wawancara
Studi pustaka,
wawancara

Bappeda

Bappeda

Lapangan

Survei

Lapangan

Survei

Bappeda
Magelang
Bappeda
Magelang

Cara
Pengumpulan

Studi pustaka,
wawancara
Studi pustaka,
wawancara

Kebutuhan air

Orientasi dan
kemudahan akses
Daya dukung tapak

Analisis partisipasi
masyarakat

Analisis perencanaan
(Tata guna lahan)
Analisis perencanaan
(Arah
pengembangan)
Analisis perencanaan
(Kelengkapan)
Analisis perencanaan
(Kegiatan
agrowisata)

24

3.3 Batasan Penelitian


Hasil dari studi ini terbatas pada produk arsitektur lanskap dalam bentuk
rencana lanskap (landscape plan) kawasan agrowisata dalam kawasan
agropolitan. Sebagai area studi adalah Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu,
dengan sampel perencanaan dibatasi pada Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan,
yang merupakan area percontohan pengembangan agrowisata.

3.4 Metode Penelitian


Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan. Pertama adalah
tahap persiapan yang ditandai dengan kegiatan perumusan masalah, penetapan
tujuan studi serta pembuatan usulan dan menyelesaikan perijinan studi.
Tahapan berikutnya adalah melaksanakan tahapan penelitian yang terdiri
atas pelaksanaan metode survei dan analisis data dan peta serta tahapan sintesis
dan perencanaan. Tahapan penelitian dilakukan berdasarkan tahapan proses
perencanaan menurut Gold (1980), yaitu:
1. Pengumpulan Data (Inventory)
Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang didapat dari
dinas dan instansi diantaranya Bappeda, Dinas Pertanian, dan pemerintah
Desa Banyuroto. Data berupa peta administrasi dan peta infrstruktur
diperoleh dari Bappeda Kabupaten Magelang. Sedangkan peta topografi dan
tata guna lahan diperoleh dari dokumentasi pribadi. Data yang juga diambil
adalah data sosial, ekonomi, dan data-data pendukung lainnya. Selain itu
juga dikumpulkan data lain yang akan menunjang yaitu data tentang
permintaan dan penawaran agrowisata.
Selain pengumpulan data sekunder, juga dilakukan pengumpulan
data primer dengan metode survey dan wawancara untuk melengkapi data
yang ada. Wawancara dilakukan di lokasi pengembangan dengan metode
purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu.
Subjek wawancara adalah pengunjung kawasan agrowisata. Data yang
didapatkan dari hasil survey langsung diharapkan memperkaya dan
mempertajam hasil analisis. Diantaranya adalah data view, sensuous form,

25

dan kenyamanan. Sekaligus untuk melakukan pengecekan di lapang


terhadap peta yang telah didapat, penggunaan lahan, tipe vegetasi dan
sebagainya. Dari hasil wawancara didapatkan gambaran umum tentang
sejarah perkembangan kawasan dan data pendukung lainnya.
2. Analisis (Analysis)
a. Analisis Umum yang meliputi analisis faktor utama dan penunjang
agrowisata, diantaranya analisis zona dan sirkulasi, serta analisis
fasilitas wisata. Analisis ini dilandaskan pada potensi, kendala, dan
amenities yang ada pada tapak, ditinjau dari tujuan pengembangannya
sebagai kawasan agrowisata di dalam kawasan agropolitan.
b. Analisis wisata, termasuk di dalamnya analisis wisata umum, analisis
wisata spesifik tapak, analisis permintaan dan penawaran agrowisata,
serta analisis terhadap trend dan kebutuhan wisata.
Tour operators and
private tourist agency
Tourist
market

Rural
environment

Agrotourism
household
Agrotourism
activity

Agro tourist
market

Agricultural
activity

Agricultural
producers

Tourist association of
counties and local
communities
LEGEND:

Demand

Offer

Gambar 7 Permintaan dan Penawaran dalam Rumah Tangga Agrowisata


Sumber: Bri (2006)
3. Sintesis (Synthesis)
Dari hasil analisis keseluruhan kawasan akan didapatkan hasil
berupa rekomendasi pengembangan agrowisata di kawasan agropolitan.

26

Sedangkan dari hasil analisis pada lokasi pengembangan akan dapat


ditentukan pembagian ruang dalam bentuk block plan.
4. Perencanaan Lanskap (Master Plan)
Hasil akhir (produk) dari penelitian ini akan mengarah pada suatu
konsep rencana kawasan agrowisata di kawasan agropolitan secara umum.
Sedangkan perencanaan pada titik sampel akan menghasilkan rencana
lanskap (landscape plan) untuk lokasi pengembangan di Desa Banyuroto.
Dalam hal lokasi pengembangan, kawasan dibagi menjadi dua
zona, yaitu zona agrowisata dan zona non-agrowisata. Untuk perencanaan
zona

agrowisata

dalam

zonasi

tersebut

akan

berpedoman

pada

pengembangan elemen utama daerah tujuan wisata berdasarkan Gunn


(1997). Yaitu dengan pengembangan masing-masing elemen di zona
agrowisata menjadi:
1. Kompleks Atraksi (Attraction Complexes)
Kompleks atraksi merupakan tulang punggung dari daerah tujuan
wisata. Setelah dilakukan studi terhadap potensi yang ada pada suatu
kawasan maka dapat dilakukan pengembangan suatu kompleks atraksi
yang merupakan perwujudan dari keinginan wisatawan.
2. Komunitas Pelayanan (Service Community)
Komunitas pelayanan bertugas memenuhi fungsi wisata yang
berkaitan dengan kebutuhan wisatawan terhadap keberadaan tempat
untuk berbelanja, mendapatkan hiburan, kunjungan keluarga, serta
kebutuhan

perniagaan/bisnis.

Bentuk-bentuk

umum

pelayanan

terhadap kebutuhan diatas misalnya penginapan, rumah makan, sarana


pelayanan umum, guide, dan Terminal atau sarana transportasi lainnya.
3. Transportasi dan Akses (Transportation and Access)
Dalam perencanaan jalur akses ke suatu area tujuan wisata bukan
hanya ketersediaan sarana pelayanan di sepanjang jalur tesebut yang
menjadi pertimbangan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah
kebutuhan fungsional wisatawan dan view atau kesan keindahan visual
yang dapat dilihat sepanjang perjalanan tersebut. Perlu diperhatikan
juga, bahwa suatu kegiatan wisata adalah berawal dari tempat asal

27

wisatawan. Penyediaan rest area juga perlu mendapat perhatian bila


jangkauan wisatawan yang berkunjung cukup jauh (estndar
mendirikan rest area).
4. Koridor Penghubung (Linkage Corridors)
Koridor ini menghubungkan antara komunitas pelayanan dengan
kompleks atraksi, merupakan gerbang memasuki kompleks atraksi,
sehingga penting bahwa dalam pengembangannya memperhatikan
pengaturan view untuk mengatur mood para wisatawan sebelum
memasuki konpleks atraksi. Secara singkat awal koridor ini berfungsi
membangun first impression dari para wisatawan yang akan memasuki
kompleks atraksi.
No
.

Kegiatan

Februari

Maret

April

Mei

Juni

2008

2008

2008

2008

2008

1 2 3 4
1.

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

Persiapan
-Pembuatan
Proposal
-Studi Pustaka

2.
3.
4.
5.
6.
7.

-Data
Sementara
Pengumpulan
data
Survey Lapang
Analisis Awal
Analisis
Lanjutan
Penyusunan
Skripsi
Penyajian Hasil

Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian


3.5 Bentuk Hasil Studi
Hasil akhir dari studi ini mencakup dua bagian, yang pertama adalah
hasil perencanaan secara umum untuk keseluruhan kawasan Agropolitan MerapiMerbabu. Sedangkan yang kedua adalah perencanaan khusus untuk lokasi
pengembangan. Keduanya akan berupa suatu perencanaan lanskap kawasan
agrowisata yang masing-masing mencakup:
1. Laporan Tertulis
2. Laporan Grafis

28

BAB IV
KONSEP PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN

4.1 Konsep Perencanaan Total


Perencanaan

lanskap

kawasan

agrowisata

dimaksudkan

untuk

mengoptimalkan potensi sumber daya alam pertanian yang terdapat pada tapak
untuk pengembangan agrowisata. Konsep dasar pengembangan kawasan yaitu
menciptakan kawasan agrowisata berbasis pendidikan dan penerapan teknologi
pertanian, untuk meningkatkan apresiasi terhadap bidang pertanian dan
menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan pertanian.
Dalam prakteknya diharapkan kawasan ini juga dapat menjadi sarana
untuk menyebarluaskan penemuan teknologi-teknologi baru di bidang pertanian
kepada masyarakat luas dan kalangan petani seperti yang selama ini telah dirintis
oleh organisasi swadaya setempat. Selain itu dengan meningkatnya aktivitas
agrowisata di kawasan ini diharapkan akan berkontribusi terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakatnya. Komoditas utama yang akan dikembangkan adalah
tanaman buah, tanaman hortikultura serta peternakan dalam struktur kawasan
agropolitan.
4.2 Pengembangan Konsep
4.2.1 Konsep Ruang
Konsep ruang dikembangkan berdasarkan pada potensi pertanian kawasan,
dengan berpegang pada metode pengembangan daerah tujuan wisata berdasarkan
Gunn (1997). Selain itu juga mempertimbangkan kebutuhan ruang wisata serta
faktor yang mendukung wisata secara keseluruhan.
Circullation

Gateway

Community

Linkage

Attraction

Gambar 8 Model Zona Tujuan Wisata dengan Lima Elemen Kunci


Sumber: Gunn (1997)
Kawasan dibagi menjadi zona agrowisata dan zona non-agrowisata,
dimana model zona tujuan wisata seperti terlihat pada gambar diatas
dikembangkan sebagai zona agrowisata. Zona non-agrowisata dikembangkan dari

29

penambahan zona konservasi dan zona penyangga, yang dianggap penting untuk
melengkapi fungsi kawasan. Pembagian ruang selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 9 Konsep Ruang Kawasan Agrowisata


A. Zona Agrowisata
1. Zona Atraksi (Attraction Complexes)
Merupakan penjabaran dari zona atraksi pada model zona tujuan
wisata dan merupakan area inti yang menjadi pusat aktivitas agrowisata. Di
dalamnya dilakukan pemanfaatan intensif terhadap potensi sumberdaya
alam, yaitu komoditas pertanian serta kondisi alami tapak yang berupa
lerang pegunungan dengan karakter iklimnya yang dapat dinikmati. Selain
itu juga dikembangkan ruang atraksi dimana wisatawan dapat turut langsung
melakukan aktivitas pertanian.
Kompleks atraksi ini terdiri atas lima titik area pertanian di Desa
Banyuroto. Satu titik merupakan pusat atraksi atau atraksi inti dengan
menyajikan atraksi pengenalan teknologi pertanian. Keempat titik lainnya
masing-masing menyuguhkan atraksi tanaman sayuran, atraksi tanaman
buah, atraksi peternakan sapi dan atraksi pengolahan hasil pertanian.
2. Zona Penunjang Agrowisata
5. Zona Penerimaan
Merupakan ruang yang dipersiapkan sebagai welcome area yang
menandai kawasan agrowisata. Aktivitas yang ada yaitu pengenalan

30

kawasan. Fungsi utama dari ruang penerimaan adalah menciptakan image


dan identitas bagi pengunjung. Selain itu juga merupakan sarana informasi.
6. Zona Pelayanan (Service Community)
Merupakan ruang yang berisi aktivitas pemenuhan kebutuhan
wisatawan. Zona ini berfungsi memberikan pelayanan kepada wisatawan
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan atas kenyamanan, kemudahan dan
kelengkapan dalam menikmati aktivitas agrowisata. Di dalamnya termasuk
fasilitas umum dan penyedia jasa. Keberadaannya dipusatkan pada dua titik
masuk kawasan yaitu dari arah Utara dan Selatan. Zona pelayanan berada
pada area yang mudah dijangkau wistawan, dan merupakan pusat pelayanan
terpadu di dalam kawasan.
7. Zona Penghubung (Linkage Corridors)
Merupakan ruang yang ditempati oleh aktivitas agrowisata pasif. Juga
merupakan zona transisi yang menghubungkan antar sub-zona atraksi, antar
sub-zona penunjang, dan antara sub-zona atraksi dengan sub-zona
penunjang.

Di

dalam

zona

transisi

ini

dilakukan

upaya

untuk

mengoptimalkan pemanfaatan potensi visual kawasan untuk menciptakan


first impression yang baik bagi wistawan dan sekaligus sebagai penunjang
terhadap aktivitas agrowisata pasif yang direncanakan di dalam kawasan.
Ruang

transisi

menghantarkan

wisatawan

sebelum

kompleks atraksi. Area ini umumnya membuka dan

memasuki

memperkenalkan

wisatawan terhadap kompleks atraksi. Di dalamnya terdapat rest area dan


view point.
d. Zona Masyarakat
Merupakan ruang hidup masyarakat dengan segala aktivitas dan
polanya. Zona masyarakat mewadahi kehidupan masyarakat asli dan
memisahkannya dengan zona atraksi. Zona ini disusun oleh rangkaian
pemukiman dan lingkungan disekitarnya termasuk halaman dan kebun.

31

B. Zona Non-Agrowisata
a. Zona Penyangga
Merupakan zona yang memisahkan antara zona atraksi agrowisata
yang di dalamnya terjadi aktivitas agrowisata aktif dan pasif serta
pemanfaatan sumberdaya secara intensif, dengan zona konservasi yang
merupakan kawasan dengan fungsi lindung dimana di dalamnya tidak terjadi
aktivitas agrowisata.
b. Zona Konservasi
Berupa area sebelah Timur atau pada lereng Gunung Merbabu yang
ditumbuhi semak belukar dan rumput, serta area di bagian Barat kawasan
yang memiliki topografi bergelombang dan penggunaan lahan berupa hutan
dan lahan pertanian. Hal ini antara lain karena kemiringan yang cukup tinggi
dan gerakan tanah yang relatif tinggi pula sehingga berbahaya untuk
dikembangkan bagi aktivitas manusia. Selain itu alokasi zona konservasi
sesuai dengan fungsi Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, yang selain
merupakan kawasan pusat pengembangan pertanian juga merupakan
kawasan dengan fungsi konservasi.

4.2.2 Konsep Sirkulasi


Menurut Laurie (1986), kelangsungan arah tiap sirkulasi merupakan
suatu persoalan fungsi dan ekonomi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
suatu jalur sirkulasi harus dibangun dengan memperhatikan fungsi dan efisiensi
sehingga menguntungkan bagi penggunanya.
Konsep Sirkulasi pada kawasan agrowisata Desa Banyuroto ini
direncanakan dengan memanfaatkan jalur yang sudah ada akan tetapi perlu porsi
lebih untuk pengunjung. Agrowisata lebih menekankan pada keberlangsungan
wisata tanpa menganggu aktivitas masyarakat, akan tetapi hal ini tidak berarti
meniadakan kontak antara wisatawan dengan masyarakat dan kegiatan
kesehariannya.

32

Sirkulasi dalam kawasan terbagi menjadi jalur wisatawan dan jalur


masyarakat yang merupakan jalur pendukung aktivitas sehari-hari. Konsep jalur
untuk wisatawan adalah menghubungkan antara sub-sub zona atraksi yang ada
sehingga memudahkan wisatawan untuk menikmati keseluruhan atraksi
agrowisata. Jalur ini terbagi atas jalur primer, sekunder dan tersier yang dibedakan
berdasarkan intensitas penggunaan dan kepentingan.
Jalur primer merupakan jalur dengan intensitas penggunaan yang tinggi
dan mengakomodasi kepentingan mobilitas antar sub-zona atraksi dan antar subzona penunjang dalam zona agrowisata. Jalur ini mengambil pola loop atau
memutar. Jalur sekunder merupakan jalur dengan intensitas penggunaan sedang
dan mengakomodasi kepentingan mobilitas antara zona atraksi dengan zona
penunjang agrowisata. Jalur yang ketiga yaitu jalur tersier, merupakan jalur
dengan intensitas penggunaan rendah dan berfungsi mengakomodasi kepentingan
mobilitas antara zona agrowisata dengan zona non-agrowisata.

Gambar 10 Konsep Sirkulasi Wisata


Sedangkan sirkulasi masyarakat yang merupakan jalur produksi, sifatnya
menghubungkan antara kebun sayuran dengan jalur pengangkutan terdekat. Selain

33

itu jalur masyarakat juga merupakan jalur ketetanggaan yang menghubungkan


antar dusun dan antar kampung, serta merupakan akses masyarakat dalam zona
agrowisata dalam kaitannya dengan aktivitas pelayanan agrowisata.
4.2.3 Konsep Aktivitas dan Fasilitas
Pengembangan jenis aktivitas di dalam kawasan dikaitkan dengan tujuan
utama perencanaan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
sekaligus memperluas pengetahuan, pengalaman dan sebagai sarana rekreasi yang
efektif bagi pengunjung. Jenis aktivitas tersebut kemudian dipisahkan berdasarkan
tingkat keikutsertaan wisatawan dalam aktivitas pertanian. Dengan demikian,
jenis aktivitas agrowisata yang dikembangkan dibagi menjadi aktivitas agrowisata
aktif dan aktivitas agrowisata pasif, seperti terlihat pada Gambar 12

Gambar 11 Konsep Aktivitas


A. Aktivitas Agrowisata Aktif
Yaitu aktivitas agrowisata yang menuntut partisipasi aktif dari
wisatawan untuk terlibat langsung dalam kegiatan dan proses budidaya
pertanian, atau menginterpretasi kegiatan budidaya dengan bantuan interpreter
dalam rangka mendapatkan pengetahuan dan pemahaman melalui pengalaman
dan penyampaian langsung.
B. Aktivitas Agrowisata Pasif
Yaitu aktivitas agrowisata yang menekankan pada kegiatan-kegiatan
yang bersifat rekreatif, untuk mengimbangi adanya aktivitas agrowisata aktif
dan memenuhi kebutuhan wisatawan. Keterlibatan wisatawan dengan aktivitas
pertanian minimum dalam aktivitas agrowisata pasif. Nilai edukasi didapatkan
melalui pemahaman dan pengamatan sendiri oleh wisatawan.

34

Konsep fasilitas yang dikembangkan adalah konsep fasilitas yang


disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas agrowisata. Secara umum fasilitas yang
akan dikembangkan terbagi atas fasilitas agrowisata aktif, fasilitas agrowisata
pasif, dan fasilitas penunjang.
4.2.4 Konsep Tata Hijau
Konsep tata hijau direncanakan dengan tujuan untuk melestarikan dan
melindungi plasma nutfah, melindungi tanah dan air, serta meningkatkan
kenyamanan pengunjung. Penggunaan jenis tanaman disesuaikan dengan kondisi
kawasan, yaitu berupa tanaman zona pegunungan. Penggunaan material tanaman
diutamakan yang merupakan tanaman asli, sedangkan tanaman introduksi dapat
digunakan apabila telah memenuhi persyaratan tumbuh dan tidak dikhawatirkan
mnyebabkan persaingan dengan tanaman lokal atau membahayakan kestabilan
ekosistem. Dengan demikian diharapkan tata hijau dapat berfungsi secara
maksimal baik secara ekologis maupun estetika.
Tata hijau berdasarkan peruntukan dan fungsinya terbagi kedalam tata
hijau peneduh, tata hijau penyangga (buffer), tata hijau konservasi dan terutama
tata hijau untuk kegiatan budidaya. Masing-masing bagian memiliki kontribusi
terhadap terciptanya kualitas agrowisata yang baik.
Tata hijau peneduh dialokasikan pada zona aktivitas wisata pasif, yaitu
zona penghubung. Berfungsi menciptakan kesan teduh dan santai pada area
sebelum wisatawan memasuki kompleks atraksi serta merupakan penunjang untuk
kegiatan wisata pasif seperti sight seeing, jalan-jalan santai dan duduk (fungsi
sheltering). Selain itu tata hijau peneduh juga diterapkan pada beberapa titik pada
zona atraksi untuk mendukung aktivitas agrowisata pasif yang mengikuti aktivitas
agrowisata aktif.
Tata hijau penyangga merupakan tata hijau asli berupa hutan dan kebun.
Yang disebut kebun sebenarnya adalah hutan alami yang belum dibuka untuk
kegiatan pertanian dan berbatasan langsung dengan lahan pertanian milik
masyarakat. Kebun ini terdiri atas tegakan pohon dan semak. Fungsi kebun dapat
dilihat sebagai penyangga terhadap perkembangan kegiatan masyarakat dalam
kawasan baik yang kaitannya dengan usaha pertanian maupun kebutuhan tempat

35

tinggal. Selain fungsi tersebut, strukturnya yang kompak dengan beragam


tanaman juga bermanfaat untuk menjaga kestabilan siklus air dan konservasi.
Tata hijau konservasi yang dimaksud adalah segala tata hijau pada
daerah potensi bahaya (gerakan tanah tinggi, kemiringan tinggi). Diantaranya
adalah kelompok hutan dataran tinggi dan padang rumput yang terletak di lereng
Gunung Merbabu. Selain itu tata hijau konservasi juga meliputi bagian selatan
dari kawasan, dimana pada titik ini jenis tata hijau yang ada adalah hutan dan
semak belukar.
Tata hijau budidaya merupakan kelompok tanaman yang sengaja
ditanam untuk diambil manfaatnya dalam kegiatan produksi pertanian, yang
terdiri atas kelompok tanaman sayuran dan buah-buahan. Jenis tata hijau ini
meliputi 36% dari luas keseluruhan kawasan dan tercakup dalam tata guna lahan
pertanian lahan kering. Tata hijau budidaya dimanfaatkan sebagai zona atraksi
dalam konsep ruang dari agrowisata yang direncanakan.

36

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Sebagai
Kawasan Agrowisata
5.1.1

Data dan Analisis

5.1.1.1 Aspek Kelembagaan


Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu dibentuk berdasarkan Surat
Menteri Pertanian No.312/TU.210/A/X/2002 dalam rangka pengembangan
Kawasan Agropolitan. Pembangunan dan pengembangan Kawasan Agropolitan
Merapi-Merbabu telah dimulai pada tahun 2003, dengan mensinergikan berbagai
program pembangunan lintas sektor dan melibatkan beberapa departemen terkait,
guna mendorong dan mempercepat pembangunan kawasan perdesaan yang
berdaya saing, berbasis kerakyatan, terdesentralisasi, berkelanjutan.
Basis pertanian yang dikembangkan di kawasan agropolitan ini meliputi
hortikultura dan peternakan. Secara aspek tata ruang, hirarki sistem kota-kota
agropolitan terdiri atas kota tani utama, pusat distrik agropolitan dan pusat satuan
kawasan pertanian menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007) adalah:
1. Kota Tani Utama (Agropolis) merupakan orde yang paling tinggi dalam
lingkup kawasan agropolitan skala besar yang berfungsi untuk:
a. Kota perdagangan yang berorientasi ekspor;
b. Pusat kegiatan manufakturing;
c. Pusat kegiatan tertier agro-bisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian,
perbankan dan keuangan; dan
d. Pusat pelayanan umum (general agro-industry services).
2. Pusat Distrik Agropolitan merupakan orde kedua, berfungsi sebagai:
a. Pusat perdagangan wilayah;
b. Pusat pengolahan barang jadi dan setengah jadi; dan
c. Pusat pelayanan agro-industri khusus (special agro-industry services).
3. Pusat Satuan Kawasan Pertanian (Kawasan Sentra Produksi),
merupakan orde ketiga, berfungsi sebagai:
1. Pusat perdagangan lokal;

37

2. Pusat koleksi pertanian sebagai bahan mentah industri;


3. Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas;
4. Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman pertanian;
5. Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan.
Sesuai dengan hirarki tersebut diatas, pembagian kawasan agropolitan
Merapi-Merbabu adalah sebagai berikut
1. Kota Tani Utama adalah Kota Sewukan di Kecamatan Dukun, dengan
jenis infrastruktur yang sudah ada meliputi jalan poros desa, STA
(Subterminal Agribisnis), dan sarana komposting;
2. Pusat Distrik Agropolitan adalah

Kecamatan Sawangan, Kecamatan

Pakis, Kecamatan Ngablak, dan Kecamatan Grabag;


3. Pusat Satuan Kawasan Pertanian adalah Kecamatan Tegalrejo dan
Kecamatan Candimulyo, dengan jenis infrastruktur yang sudah ada
meliputi STA, jalan poros desa, dan peningkatan jalan usaha tani.
Kelembagaan merupakan suatu alat penunjang pembinaan, pendampingan
dan pembiayaan yang diperlukan dlam pengembangan kawasan agropolitan.
Kelembagaan agribisnis dalam kawasan sudah cukup berkembang. Berdasarkan
daya serap petani, kelembagaan yang sudah ada meliputi: 40 kelompok pemula,
110 kelompok lanjut, 51 kelompok madya, dan 7 kelompok utama. Selain itu juga
ada 6 kelompok tani sebagai unit produksi, 4 unit asosiasi petani, 4 unit koperasi
tani, 2 unit PIA, 4 unit P4S, dan 25 kelompok P4K.

5.1.1.2 Aspek Potensi Agrowisata


Secara geografis Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu terletak pada
1100241 BT - 1102708 BT dan 71933 LS - 74213 LS. Secara
administratif terletak di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Kawasan ini
meliputi area seluas 32.502 Hektar yang terdiri atas tujuh kecamatan yaitu
Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Grabak, Kecamatan
Ngablak, Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Candimulyo dan Kecamatan
Sawangan.

38

Gambar 12 Peta Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu


Sumber: Bappeda Magelang dan Hasil Analisis
Batas kawasan agropolitan di sebelah Utara adalah Kabupaten
Temanggung dan Kabupaten semarang. Di sebelan Selatan berbatasan dengan
Daerah Istimewa Yogyakarta, Kecamatan Muntilan, dan Kecamatan Mungkid.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan di sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Secang dan Kecamatan Mertoyudan.
Kawasan agropolitan Merapi-Merbabu terletak di jalur wisata SSB (SoloSelo-Borobudur) yang merupakan jalur prioritas pengembangan wisata Jawa
Tengah. Dari arah Kota Blabak terletak 4 km sebelum obyek wisata Vulcano
Theatre Ketep. Dengan Klasifikasi jalan kelas III, jalur tersebut dapat dicapai
dengan bus besar.

Gambar 13 Kondisi Jalan Kawasan Agropolitan

39

Gambar 14 Peta Tata Guna Lahan Kawasan


Sumber: Bappeda dan Hasil Analisis
Tabel 3 Persentase Penggunaan Lahan
Tata Guna Lahan
Air Tawar
Belukar
Tanah Berbatu
Kebun
Hutan
Pemukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tegalan
Jumlah
Sumber: Hasil Analisis
Keterangan:
Pengembangan Ruang Atraksi Agrowisata
Pengembangan Ruang Penyangga

Luas
Ha
54,5
1486,7
220,6
603,1
10046,0
2914,7
598,9
4389,0
5327,5
1484,7
27125,7

%
0,2 %
5,5 %
0,8 %
2,2 %
37,1 %
10,7 %
2,2 %
16,2 %
19,6 %
5,5 %
100,0 %

40

Proporsi terbesar dari penggunaan lahan ditempati oleh hutan hal ini
menunjukkan fungsi kawasan sebagai kawasan resapan dan konservasi tanah dan
air. Tempat kedua dan ketiga adalah penggunaan lahan untuk pertanian lahan
kering (sawah tadah hujan) dan sawah irigasi yang terdiri atas lahan pertanian
sayuran dan buah-buahan. Kedua tipe pemanfaatan lahan tersebut merupakan
potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai objek agrowisata.

5.1.1.3 Aspek Produksi dan Komoditas Unggulan


Komoditas unggulan dari Agropolitan Merapi-Merbabu adalah sayuran
dataran tinggi, jeruk keprok, kelengkeng dan sapi. Peta penyebaran produk
unggulan dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 15.
Keragaman produk unggulan dalam kawasan yang tinggi dapat dilihat
sebagai potensi pertanian. Selanjutnya, dengan menganalisa aspek penunjang
pertanian dan wisata lainnya potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi atraksi
agrowisata.

Bunga potong
Produk olahan

Grabag

Ngablak

Sayuran
Sapi

Pakis

Dendeng
Abon
Kripik nangka
Durian

Sayuran
Jeruk

Tegalrejo
Sawangan

Sayuran
Sapi

Candimulyo
Dukun

Sayuran
Sapi

Gambar 15 Peta Penyebaran Produk Unggulan Tiap Kecamatan


Sumber: Bappeda dan Hasil Analisis

41

Tabel 4 Komoditas Unggulan dan Produksi Kawasan


Jenis Komoditas
Kobis Crop
Tomat
Kobis Bunga
Wortel
Bawang Daun
Cabe
Kentang
Buncis Perancis
Seledri
Sapi Potong
Sapi Perah
Sumber: DPU (2007)

Luas Lahan
(Ha)
2.998
769
60
769
787
794
189
60
15
6.749
482

Produktivitas
(Kw/Ha)
160,5
251,9
150
162,9
61,2
141,8
215,6
90,5
64
8,3
12

Nilai Produksi
(000)
54.373.227
27.603.831
14.480.000
18.164.164
10.114.524
44.754.207
9.249.886
67.332
206.400
83.882.500
6.941

Potensi lainnya yang dikembangkan di kawasan agropolitan ini adalah :


Buah-buahan : Jeruk, Lengkeng, Durian, dan Duku.
Palawija : Jagung, Ketela Rambat, dan Ketela Pohon.
Sayuran : Adas, Asparagus, Wortel, Buncis, Daun Bawang, dan Kapri
Peternakan : Sapi Potong dan Sapi Perah
Tanaman Hias : Sedap malam dan Krisan
Produksi tanaman buah dan sayuran dari tiap kecamatan jenis dan
jumlahnya berbeda. Periode panen dilakukan setiap hari dan hasilnya diangkut
sendiri oleh petani. Setelah di panen hasil pertanian dicuci dan dipak terlebih
dahulu. Hasil panen dibeli oleh perorangan untuk dipasarkan ke Yogyakarta, Solo,
Jawa Timur, Jakarta, Medan bahkan Pontianak. Namun sayang, belum ada usaha
untuk mengolah hasil pertanian menjadi produk jadi yang memiki nilai jual yang
lebih tinggi.

42

Tabel 5 Potensi Pertanian Unggulan Tiap Kecamatan


Wilayah

Potensi Tanaman Sayur

Kecamatan

Dukun

Kecamatan

Sawangan

Kecamatan

Candimulyo

Kecamatan

Tegalrejo

Kecamatan

Pakis

Kecamatan

Grabag

Kecamatan

Ngablak

Bawang daun, wortel,


cabe, tomat
Bawang daun, kubis,
sawi, kacang panjang,
ketimun, cabe, tomat
Labu siam, kangkung,
bayam, terong
Buncis
Bawang daun, bawang
merah, kentang, kubis,
sawi, tomat

Bawang daun, kentang,


kubis, wortel

Potensi Tanaman
Buah

Mangga
Alpukat, duku,
sawo, durian,
Duku, sawo,
mangga, nanas
Alpukat, pisang
Alpukat, duku,
sawo, mangga,

Sumber: DPU (2007)


5.1.1.4 Sumber Daya Alam
Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu terletak di wilayah Kabupaten
Magelang bagian Timur. Wilayah Kabupaten Magelang bagian Timur merupakan
wilayah yang dari segi geografisnya dipengaruhi oleh keberadaan jajaran daerah
pegunungan yaitu Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan
Gunung Andong. Ketinggian Kecamatan kecamatan yang ada di wilayah
Kabupaten Magelang bagian timur ini rata-rata berkisar antara 437 m dpl sampai
dengan 1.378 m dpl.
Berdasarkan ketinggian, kawasan agropolitan dapat dibagi sebagai berikut:
Wilayah dengan ketinggian 154-500 m dpl, meliputi Kecamatan
Dukun dan Srumbung.
Wilayah dengan ketinggian 500-1000 m dpl, terdapat pada sebagian
Kecamatan Srumbung, Kecamatan Grabag, Dukun dan Sawangan.
Wilayah dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl meliputi sebagian
Kecamatan Pakis, dan Kecamatan Ngablak.

43

Tabel 6 Pembagian wilayah berdasarkan kemiringan lahan


Kategori
Datar
Bergelombang
Berombak

Kemiringan
Lahan
0 2%

Bergelombang
Berbukit
Berbukit
Bergunung
Sumber: DPU (2007)

2 15%
15 40%
> 40%

Wilayah
Kecamatan Sawangan
Meliputi kesemua kecamatan, dengan
persentase terbesar 55% dari keseluruhan
wilayah
Kecamatan Pakis, Sawangan dan
sebagian kecil Kecamatan Dukun
Kecamatan Ngablak, Pakis, Sawangan,
dan Dukun

Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu sebagai bagian dari wilayah


Kabupaten Magelang memiliki ciri iklim tropis. Dengan ketinggian Kawasan 437
1.378 m dpl, merupakan daerah pegunungan. Kondisi tersebut menjadikan
kondisi alam Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu subur dan mengandung
keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang potensial. Disamping itu,
lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan
dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu
ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Kondisi agroklimat dataran
tinggi di kawasan Agropolitan Merapi Merbabu cocok untuk pengembangan
pertanian hortikultura karena termasuk tipe iklim Afa dimana tidak terdapat
periode kering yang nyata, dengan suhu udara minimum rata-rata 22O C, dan
maksimum 26OC.
Pada umumnya jenis tanah yang dijumpai di Kawasan Agropolitan
Merapi-Merbabu terbentuk oleh bahan induk endapan lahar, endapan iroklastik
berukuran lempung dan debu atau bahan gunung api. Tanah dalam kawasan
menurut klasifikasi termasuk dalam Ordo Inceptisol dan Andisol DPU (2007).
Tanah dari Ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol (inceptum = permulaan). Umumnya mempunyai
horizon kambik. Karena tanah belum berkembang lanjut maka kebanyakan tanah
ini cukup subur. Tanah ini dulu termasuk tanah Aluvial, regosol, Gleihumus,
Latosol dan lain-lain. Tanah dari Ordo Andisol merupakan tanah-tanah yang
mempunyai lapisan 36 cm dengan sifat andik, pada kedalaman 60 cm, tanah
ini dulu disebut Andosol.

44

Analisis potensi, kendala dan solusi untuk pengembangan kawasan


agrowisata dapat dilihat pada Tabel 7. Rekomendasi Agrowisata di Kawasan
Agropolitan Merapi-Merbabu dapat dilihat pada Gambar 16.

45

Tabel 7 Aspek Data, Potensi, Kendala, dan Solusi Agrowisata Kawasan Agropolitan
Analisis
Data
Konsep
Potensi
Kendala
Analisis Umum
1. Faktor Utama Agrowisata
A Letak, Luas dan Batas
Letak tapak strategis
Membuat kawasan
Tapak
di jalur wisata Soloagrowisata dengan
Selo-Borobudur,
optimalisasi pada potensi
serta dilalui jalur
alam dan pertanian
penghubung antara
ibukota provinsi
DIY dengan Jawa
Tengah
Lokasi memiliki
pemandangan alam
pertanian dan
pegunungan yang
menarik
B Tata Guna Lahan
Pemanfaatan lahan
Menciptakan zonasi
terbesar untuk hutan
berdasarkan jenis kegiatan
dan pertanian
C Ketinggian, Topografi
dan Kemiringan Tapak

Topografi bervariasi

Terdapat daerah
dengan danger
signal yaitu area
dengan kemiringan
>45%

Menciptakan atraksi

Solusi

Pengembangan potensi
alam tapak sebagai kawasan
agrowisata yang menjadi
rangkaian agrowisata dalam
kawasan agropolitan,
melengkapi alternatif wisata
pada jalur Solo-SeloBorobudur

Pola yang ada tetap


dipertahankan, untuk
kemudian dilakukan
modifikasi penataan
Memanfaatkan view yang
ada untuk viewing

46

Data

Analisis
Potensi

D Objek dan Atraksi


Agrowisata

Komoditi pertanian
dan peternakan serta
kegiatan pengolahan
dan home industry

E Aksesibilitas dan
Sistem Transportasi

Tapak mudah
dijangkau dengan
kondisi jalan sesuai
criteria agropolitan
Besarnya perhatian
pemerintah baik
provinsi maupun
kabupaten dalam
pengembangan
kawasan
Sudah adanya
gerbang penanda
kawasan

F Fasilitas Agrowisata

G Informasi dan Promosi


Agrowisata

Kendala
Analisis Umum
Pemanfaatan potensi
belum maksimal dan
aktivitas yang
terbatas

Konsep

Solusi

Pengembangan ruang
sesuai potensi serta
menambah keragaman
aktivitas dan atraksi

Diversifikasi aktivitas dan


atraksi serta membangun
pola ruang terstruktur
berdasarkan komoditi

Kawasan Agrowisata yang


mudah dicapai

Mengatur jalur akses dalam


kawasan

Fasilitas mengakomodasi
kebutuhan wisatawan

Pengembangan fasilitas
dalam kawasan agar tidak
sesuai dengan tujuan
perencanaan agrowisata

Memberikan informasi
terpadu kepada pengunjung
tanpa mengorbankan aspek
keindahan

Menggunakan peta dan


informasi yang disampaikan
secara langsung dan
mengurangi penggunaan
papan informasi

47

Data
H View

Analisis
Potensi
Kawasan memiliki
potensi view yang
sangat baik karena
didukung oleh alam
sekitar yang asri dan
memiliki nilai visual
tinggi

2. Faktor Pendukung Agrowisata


A Aspek Fisik
Tanah
Tanah mendukung
kegiatan pertanian
Iklim
Iklim sesuai untuk
pengembangan
tanaman buah dan
sayuran dataran
tinggi

Kendala
Analisis Umum

Konsep
Pemanfaatan view untuk
menarik minat pengunjung
dan mengarahkan pada
kunjungan ke atraksiatraksi agrowisata

Solusi
Membuat peraturan yang
membatasi praktik
pembangunan yang tidak
memperhatikan keindahan
lingkungan

Melakukan usaha
konservasi tanah
Pengembangan agrowisata
memanfaatkan iklim

48

Data

Analisis
Potensi

Kendala

Konsep

Solusi

B Aspek Pengelola
Kawasan Agrowisata
Sudah ada lembaga
yang menjadi
pengelola kawasan
dan pelaksana harian
Peruntukan ruang
sesuai dengan
RTRW Kabupaten
Magelang

Pengelolaan melibatkan
masyarakat dan
berorientasi pada
kepuasan pengunjung

Mempertahankan dan
meningkatkan kualitas
pengelolaan dan pelayanan
Mempertahankan fungsi
kawasan sesuai peruntukan
lahan dalam RTRW
Kabupaten Magelang

49

50

5.2 Perencanaan Lanskap Untuk Pengembangan Desa Banyuroto Sebagai


Kawasan Agrowisata
5.2.1 Data dan Analisis
5.2.1.1 Faktor Utama Agrowisata
5.2.1.1.1 Letak, Luas dan Batas Tapak
Kawasan agrowisata yang akan dikembangkan terletak dalam Kawasan
Agropolitan Merapi-Merbabu, tepatnya di Desa Banyuroto yang terletak 21 Km
dari Kota Mungkid Kabupaten Magelang. Luas kawasan adalah 759,3 Ha. Batas
tapak Kawasan Agrowisata ini adalah :
Sebelah Utara

: Desa Pogalan

Sebelah Selatan

: Desa Wonolelo dan Desa Ketep

Sebelah Barat

: Desa Wulunggunung

Sebelah Timur

: Gunung Merbabu

Kawasan
Pengembangan

Gambar 17 Peta Lokasi Pengembangan


Sumber: Bappeda dan Hasil Analisis

51

Dari lima dusun yang ada di Desa Banyuroto yaitu Dusun Banyuroto,
Dusun Grintingan, Dusun Kenayan, Dusun, Sobleman, dan Dusun Suwanting
dilakukan pengamatan dan analisis berdasarkan kriteria penilainan yaitu aspek
aksesibilitas, sarana dan prasarana, produktivitas pertanian dan potensi lain yang
ada. Selengkapnya hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 8.

5.2.1.1.2 Tata Guna Lahan


Keadaan tata guna lahan diketahui dengan melakukan analisis pada peta
tata guna lahan Provinsi Jawa tengah. Selain itu juga dilakukan observasi lapang
untuk melakukan pengecekan terhadap kebenaran peta sumber data. Dari
pengamatan langsung didapatkan kategori penggunaan lahan yaitu hutan,
pemukiman, sawah tadah hujan, semak belukar dan tegalan. Sedangkan dari hasil
analisis terhadap peta landuse dengan menggunakan program Arcview GIS 3.3
didapatkan kategori penggunaan lahan yaitu hutan, kebun, pemukiman, rumput,
sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan tegalan.
Keragaman pola penggunaan lahan di Desa Banyuroto merupakan
potensi sebagai penunjang view agrowisata. Pola penggunaan lahan eksisting
berbasis sistem produksi dan memerlukan penyesuaian untuk memenuhi kriteria
ruang kawasan agrowisata. Pada tahapan perencanaan selanjutnya, penataan ruang
akan dilakukan untuk memenuhi tujuan pengembangan kawasan sebagai kawasan
agrowisata.
Proporsi terbesar dari penggunaan lahan ditempati oleh hutan, hal ini
menunjukkan fungsi kawasan sebagai kawasan resapan air dan konservasi tanah
dan air. Tempat kedua adalah penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering
yang terdiri atas lahan pertanian sayuran dan buah-buahan. Pada proses
perencanaan selanjutnya penggunaan lahan ini dibagi lagi menjadi lima sesuai
dengan jenis atraksi yang akan dikembangkan sebagai atraksi agrowisata.
Pemukiman penduduk yang merupakan ruang aktivitas masyarakat
dibagi penggunaannya dalam konsep pengembangan ruang kawasan agrowisata
menjadi dua, berdasarkan hubungan aktivitas masyarakat di dalamnya dengan
kegiatan wisata. Bagian yang mengakomodasi kebutuhan aktivitas masyarakat

52

Tabel 8 Analisis Potensi Pengembangan Tiap Dusun


Aspek Penilaian

Aksesibilitas
Terletak pada jalan poros
utama, lebar jalan 5-6 m

Dsn. Banyuroto*

Dsn. Grintingan

Dsn. Kenayan

Dsn. Suwanting**
Dsn. Sobleman

Sarana dan Prasarana


Agrowisata
Laboratorium agribisnis,
kandang kelompok tani
(kolektif), lath house,
gedung serbaguna, area
parkir, warung makan

Dilintasi jalan desa, sebagian


besar jalan terdiri atas
macadam dan sedikit yang
diperkeras dengan aspal
Dilintasi jalan desa, sebagian
besar jalan terdiri atas
macadam dan sedikit yang
diperkeras dengan aspal
Terisolasi dibandingkan
dusun-dusun lain, hanya
dilewati jalan setapak
Terletak pada jalan poros
utama, lebar jalan 5-6 m

Keterangan :
*

Potensi pengembangan terbaik, kendala minimum

**

Potensi pengembangan terburuk, kendala maksimum

Produksi
Pertanian
Sayuran,
buah-buahan,
peternakan (daging)
Sayuran,
buah-buahan,
peternakan (daging)
Sayuran,
buah-buahan,
peternakan (daging)
Sayuran,
buah-buahan,
peternakan (daging)
Sayuran,
buah-buahan,
peternakan (daging)

Potensi Lain
Memiliki kelompok
pengusaha kecil yang
melakukan usaha
pengolahan produk
pertanian

53

menjadi ruang masyarakat, sedangkan bagian dari pemukiman yang mendukung


kegiatan agrowisata menjadi ruang penunjang agrowisata.
Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemanfaatan pola penggunaan
lahan kaitannya dengan perencanaan agrowisata. Sedangkan peta penggunaan
lahan dapat dilihat pada Gambar 18.
Tabel 9 Analisis penggunaan lahan Desa Banyuroto
Tipe
Penggunaan
Lahan
1. Hutan

2. Pemukiman

3. Rumput

Luas
Fungsi

Ha

291,0

38,3 Sebagai konservasi air


dan tanah, serta
mempertahankan fungsi
daerah resapan air
6,8 Ruang aktivitas
kehidupan masyarakat:
sosial, pendidikan
Ruang penunjang
kegiatan pertanian
Ruang perdagangan dan
jasa penunjang wisata:
rumah makan,
pertokoan, penginapan
12,2 Mendukung keragaman
view pada tapak
Konservasi air dan tanah
36,0 Sebagai lahan
pendapatan utama
masyarakat
Sebagai modal utama
pengembangan
agrowisata
6,7 Mendukung keragaman
view pada tapak
Konservasi air dan tanah

51,6

92,6

4. Sawah
tadah hujan

273,6

5. Lain-lain*

50,0

Sumber : Hasil Analisis


Keterangan:
* Lain-lain: belukar/semak, sawah irigasi, tegalan

Usulan
Pengembangan
dan alokasi
ruang
Ruang
Konservasi
Ruang
Masyarakat
Ruang
Penunjang
Agrowisata
Ruang
Konservasi
Ruang
Agrowisata
(Atraksi)
Ruang
Penyangga

54

55

2%

4%

BELUKAR/SEMAK
KEBUN

36%

39%

PEMUKIMAN
RUMPUT
SAWAH IRIGASI
SAWAH TADAH HUJAN

0%

12%

7%

TEGALAN

Gambar 19 Diagram Tata Guna Lahan Desa Banyuroto

5.2.1.1.3 Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Tapak


Kawasan ini terletak pada ketinggian 1200-2300 mdpl dengan kondisi
topografi berupa lereng yang semakin tinggi ke arah timur dengan kelas
kemiringan mulai dari 0 > 45%. Pola topografi kawasan dapat dilihat pada
Gambar 20, sedangkan kelas kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 21.
Variasi ketinggian pada tapak menimbulkan kesan lanskap yang dinamis
serta menambah kekayaan visual kawasan. Yang unik dari pola pertanian di
kawasan ini adalah pola penanaman yang mengikuti kontur dan dibuat berteras
sehingga terlihat rapi dan teratur. Pola penanaman seperti ini merupakan usaha
pencegahan erosi secara mekanik, selain usaha tersebut usaha lain yang dapat
dilakukan seperti perbaikan drainase dan irigasi. Pada kawasan pertanian lain
terdapat kecenderungan pola penanaman yang memotong kontur karena dianggap
lebih menguntungkan dari segi kuantitas dan keamanan produksi.
Areal pertanian pada kawasan ini mayoritas berada pada kemiringan 08% dan sisanya pada kemiringan 8-15%. Untuk konservasi tanah dan air pada
lahan dengan kemiringan yang cukup tinggi seperti ini, perlu dilakukan juga
metode vegetatif selain metode mekanik yang telah disebutkan. Diantaranya
dengan menanam tanaman yang dapat mengurangi daya rusak hujan, aliran
permukaan dan erosi. Jenis penanaman yang dapat dikembangkan seperti
penanaman tanaman yang memiliki sifat menutupi tanah secara terus menerus,
penanaman dalam strip atau dengan melakukan rotasi tanaman.
Seperti halnya kawasan pertanian pada umumnya, areal pertanian yang
mengelompok menjadi salah satu ciri. Dimana hal ini membuat kawasan menjadi
cenderung terbuka. Meskipun hutan merupakan pola penggunaan lahan yang lebih

56

57

58

dominan, akan tetapi posisinya semakin tergusur karena pembukaan lahan yang
masih terus berlangsung. Areal hutan yang ada sekarang ini membatasi antara
areal pertanian atau berada pada tepian suatu areal pertanian yang besar.
Tabel 10 Tabel Luasan Lahan Berdasarkan Kemiringan
Kemiringan
08 %
815 %
1525 %
2545 %
> 45 %
Jumlah

Persentase Luas (%)


28,2
29,8
9,1
30,4
2,5
100

Luas (Ha)
213,8
226,1
69,8
230,9
18,7
759,3

3%
28%

30%

0- 8 %
8- 15 %

9%

30%

15- 25 %
25- 45 %
>45 %

Gambar 22 Diagram Kemiringan Lahan Desa Banyuroto


Bentukan tapak yang berupa lereng memungkinkan terbukanya view
terutama ke arah barat, utara dan selatan. Membuat daerah ini memiliki kekayaan
visual yang potensial untuk dikembangkan. Dominasi pertanian lahan kering
dengan komoditas sayuran sebagai komoditas utama juga memberikan
karakteristik yang khas.
Karakteristik lahan pada kawasan agrowisata terbagi atas kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan analisis kriteria kesesuaian lahan
menurut Keppres Nomor 32 tahun 1990, kriteria kesesuaian lahan berkaitan
dengan kawasan studi agrowisata terdapat pada Tabel 11.
Banyaknya lahan miring pada kawasan sedikit menyulitkan dalam
penempatan pusat-pusat aktivitas maupun fasilitas wisata. Untuk jenis lokasi yang
demikian digunakan untuk akivitas yang berorientasi pada alam dengan
penambahan minimum fasilitas. Sedangkan untuk lahan yang termasuk kategori
sangat curam tidak disarankan untuk dikembangkan sebagai area aktivitas maupun

59

Tabel 11 Kriteria Kesesuaian Lahan Menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990


No

Jenis Kesesuaian

Kriteria Keppres No. 32 tahun 1990

Jenis Tanaman Sesuai

1. Kawasan Lindung (Non Budidaya)


A. Kawasan yang berfungsi
memberikan perlindungan
terhadap kawasan
dibawahnya, dapat berupa Kemiringan >40%, ketinggian >2000 mdpl
Tanaman hortikultura (buah dan sayuran), hutan produksi atau tanaman penghijauan
kawasan hutan lindung
ataupun kawasan resapan
air
B. Kawasan lindung
setempat meliputi
Selebar 100 meter dari garis sungai atau mata air
sempadan sungai atau
kawasan sekitar mata air
2. Kawasan Budidaya
A.
Ketinggian > 1000 mdpl, kemiringan > 40%, diluar
Kawasan hutan produktif kawasan lindung berfungsi sebagai resapan air
tanah
B. Kawasan budidaya
Ketinggian < 1000 mdpl, kemiringan < 40%,
kecuali lahan yang sudah ditanami tanaman
tahunan dan tidak mengganggu kelestarian tanah Buah-buahan, sayuran, hutan produksi, tanaman penghijauan
dan air. Daerah krisis bahaya lingkungan daerah
longsor
pertanian lahan kering
C.
Kemiringan 0-15 %, ketinggian 0-1000 mdpl, tidak
Pemukiman dan perkotaan

pada daerah banjir, tidak pada daerah resapan air,


aksesibilitas dan sirkulasi transportasi baik,
berada dekat dengan pusat kota

Sumber : Halida (2006)

60

fasilitas mengingat tingkat bahaya yang tinggi, akan tetapi dapat dialokasikan
sebagai area konservasi.

5.2.1.1.4 Objek dan Atraksi Agrowisata


Menurut (Yoeti 1997, dalam Halida 2006), suatu daerah tujuan harus
memiliki objek atau atraksi yang dapat dijual kepada wisatawan, daerah tujuan
harus memiliki: 1). Something to see sebagai sesuatu yang dapat dilihat, 2).
Something to do sebagai sesuatu yang dapat dilakukan, serta 3). Something to buy
sebagai sesuatu yang dapat dibeli.
Tabel 12 Potensi objek dan atraksi kawasan agrowisata
Objek/Aktivitas Wisata
Komoditi
Something
Something to do
Something to
to see
buy
1. Inti/
Teknologi Display
Interpretasi,
Bibit aneka
Display
tanaman
pengamatan
tanaman,
sayuran,
produk segar
buah, lath
dalam jumlah
house,
terbatas
peternakan
2. Tanaman
Strawberry Kebun
Pengamatan,
Produk segar
Buah
strawberry
interpretasi
(buah
lengkap, praktek
strawberry)
budidaya
3. Tanaman
Kentang,
Kebun
Pengamatan,
Produk segar
Sayuran
kol, cabai, sayuran
interpretasi
(sayurbawang
lengkap, praktek
sayuran)
daun, dll
budidaya
4. Peternakan Daging
Peternakan Pengamatan,
Produk segar
dan susu
sapi perah
interpretasi
(susu)
dan
lengkap, praktek
pedaging
budidaya
5. Pengolahan Produk
Sarana
Pengamatan,
Oleh-oleh
olahan
pengolahan interpretasi
berupa hasil
hasil
(pabrik
lengkap, praktek
olahan aneka
pertanian
pengolahan) pengemasan dan
produk
pengolahan
pertanian baik
sayuran, buah
maupun
produk
peternakan
Sumber : Halida(2006) dan hasil analisis
Ruang Atraksi
Utama

61

Setelah melakukan pengamatan di lapang dan dengan kesimpulan yang


didapat dari hasil wawancara dengan warga setempat, kawasan ini memiliki
komoditas hortikultura dan peternakan yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai objek atau atraksi wisata. Selain itu juga didukung oleh keindahan alam
dan iklim yang sejuk yang dapat menjadi nilai tambah pendukung dalam konsep
perencanaan. Gambar 24 memperlihatkan persebaran lokasi eksisting potensi
objek dan atraksi pertanian yang terdapat di dalam kawasan agrowisata.
Komoditi tanaman buah yang terdapat di dalam kawasan merupakan
hasil introduksi dari BPTP setelah melihat potensi yang ada di Desa Banyuroto.
Jenis tanaman yang dikembangkan sementara ini adalah strawberry yang ditanam
secara organik, tapi tidak menutup kemungkinan untuk introduksi tanaman buahbuahan jenis baru yang sekiranya cocok dengan kondisi wilayah. Hingga saat ini
meskipun budidaya tanaman strawberry telah memasyarakat akan tetapi jumlah
produksi masih belum dapat memenuhi permintaan. Hal ini dikarenakan adanya
kekhawatiran warga bahwa akan terjadi penurunan pendapatan bila dilakukan
pengalihan penanaman dari sayuran ke buah-buahan.

Gambar 23 Suasana Agrowisata Tanaman Buah


Hingga saat ini agrowisata tanaman buah yang ada dikelola secara
perorangan oleh masyarakat dengan mendirikan saung-saung lengkap dengan
kebun strawberry sepanjang jalur utama (poros) desa. Aktivitas yang ada adalah
memetik strawberry, berbelanja dan beristirahat. Hasil olahan yang sudah
diupayakan diantaranya adalah dodol strawberry, sirup strawberry, dan keripik
daun strawberry. Akan tetapi produk olahan ini tidak selalu tersedia dalam jumlah
yang memadai dan tidak setiap waktu diproduksi (kontinuitas produksi sangat

62

63

tergantung pada pasokan bahan baku). Belum adanya fasilitas yang memadai
seperti toilet, mushola dan rumah makan menjadi kendala tersendiri.
Komoditas sayuran merupakan salah satu produk unggulan kawasan, dan
telah dipasarkan secara luas terutama dalam jejaring agropolitan. Pemasaran
meliputi STA Soropadan dan STA setempat (Sewukan dan Grabag). Jenis
tanaman sayuran yang banyak dibudidayakan adalak kentang, kubis, bawang daun
dan cabai. Sampai saat ini belum ada usaha untuk melakukan pengolahan.
Untuk agrowisata sayuran belum ada masyarakat yang mengusahakan
secara khusus. Melainkan masih bergabung dengan agrowisata buah strawberry.

Gambar 25 Suasana Kebun Sayuran Milik Warga


Peternakan sapi pedaging dalam skala kecil merupakan jenis usaha
peternakan yang ada dalam kawasan. Penyebarannya relative merata pada setiap
dusun. Sedangkan kandang percontohan berupa kandang komunal terdapat di
Dusun Banyuroto, dimana di dalamnya terdapat instalasi biogas.

Gambar 26 Suasana Kandang Sapi Komunal Milik Kelompok Tani


Dengan penataan dan usaha, peternakan ini dapat dikembangkan sebagai
objek agrowisata. Karena selain usaha peternakan itu sendiri dapat menarik
pengunjung, penggunaan teknologi alternatif juga dapat menjadi nilai tambahnya.

64

Hal ini sesuai dengan perkembangan kebutuhan energi sekarang ini, dimana
masyarakat dituntut untuk kreatif menggunakan bahan-bahan yang tersedia untuk
mengatasi krisis energi dan kelangkaan bahan bakar minyak.
Atraksi pengolahan merupakan kelanjutan dari pengembangan yang
direncanakan oleh komisi agrowisata. Dimana dalam waktu dekat akan dibangun
suatu pusat pengolahan produk pertanian. Sekarang ini persiapan yang dilakukan
sudah sampai pada tahap penyediaan sarana pengolahan diantaranya mesin
sealing, mesin untuk packaging, dan mesin untuk membuat selai. Semua peralatan
diatas merupakan bantuan dari pemerintah baik melalui dinas teknis maupun
BPTP sebagai pembina.
Usaha pengolahan produk-produk pertanian akan memberikan nilai
tambah terhadap komoditas pertanian kawasan, yang juga berperan dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, usaha pengolahan juga
mendukung kegiatan wisata pasif. Hasil pengolahan produk dapat pula dijual
sebagai oleh-oleh, sehingga memudahkan wisatawan untuk mandapatkan oleholeh. Wisatawan juga dapat melihat dan terlibat langsung dalam proses
pengolahan, mulai dari datangnya pasokan bahan baku hingga sudah berupa
produk yang siap dikonsumsi.
Tabel 13 Analisis Atraksi, Potensi, Kendala dan Solusi Pengembangan
Objek dan Atraksi
Wisata
1. Sub-zona Inti

2. Sub-zona Buahbuahan

Potensi dan Kendala

Solusi

Telah terbentuk dan


memiliki pengelola
Lokasi kurang luas
Aktivitas wisata terbatas

Efisiensi ruang dan


perluasan
Mengembangkan
aktivitas agrowisata yang
lebih menarik dan
bervariasi
Melakukan diversifikasi
baik dari segi jenis buah
maupun pelayanan,
mengembangkan jenis
aktivitas yang lebih
beragam dan
meningkatkan
Penyediaan fasilitas yang
mendukung konsep
agrowisata
Menggalakkan home
industry

Hanya terdapat sejenis


agrowisata buahbuahan, monoton
Aktivitas wisata masih
terbatas
Fasilitas kurang dan
tidak mendukung
konsep agrowisata
Hasil olahan tidak selalu
tersedia

65

Objek dan Atraksi


Wisata
3. Sub-zona
Sayuran

4. Sub-zona
Peternakan

5. Sub-zona
Pengolahan

Potensi dan Kendala

Solusi

Kebun sayuran pada


lahan berkontur dengan
pola penanaman yang
seragam dan berteras
Belum terbentuk,
meskipun ada masih
menyatu dengan
agrowisata buah-buahan
Aktivitas wisata terbatas

Memanfaatkan potensi
dengan mengembangkan
pada beberapa titik lokasi
Mengembangkan
aktivitas agrowisata aktif
yang meliputi rangkaian
tahap produksi hingga
pengolahan
Penyediaan fasilitas yang
mendukung konsep
agrowisata
Memanfaatkan potensi
dengan mengembangkan
dari usaha peternakan
yang ada
Penyediaan fasilitas yang
mendukung konsep
agrowisata
Memanfaatkan potensi
untuk menghasilkan
produk yang lebih
beragam dan berkualitas
Menyajikan proses
pengolahan sebagai
bagian dari atraksi
agrowisata dalam
kawasan

Pola peternakan kolektif


yang memiliki instalasi
pengolahan limbah
menjadi sumber energi
Belum terbentuk, masih
menyatu dengan subzona inti
Tersedianya bahan baku
dan alat untuk
pengolahan produk
pertanian
Belum terbentuk, masih
dalam tahap rencana

Sumber : Halida (2006) dan hasil analisis


Tabel 14 Analisis pengembangan aktivitas agrowisata
No Zona Atraksi
Tujuan
1. Sub-zona
Mengenalkan
inti
kawasan secara
terpadu

Zonasi Ruang
a. Display
b.Ruang
penyambutan
dan pelayanan
agrowisata

Aktivitas
Pengamatan ragam
tanaman sayur, buah,
peternakan dengan
segala
aktivitasnya(display)
Pengamatan inovasi
teknologi dan
prakteknya
Memperoleh
informasi umum
tentang kawasan
Menikmati suasana,
istirahat

66

No Zona Atraksi
Tujuan
Zonasi Ruang
2. Sub-zona
Mengenal
a. Kebun
tanaman
keragaman
sayuran
sayuran
tanaman
b.Ruang
sayuran,
penyambutan
mengamati
dan pelayanan
proses produksi
agrowisata
( pembibitan
sampai
pengolahan
produk segar)
3.

Sub-zona
tanaman
buah

4.

Sub-zona
Peternakan

5.

Sub-zona
Pengolahan

Mengenal
keragaman
tanaman buah,
mengamati dan
mempelajari
proses dan
teknik produksi
mulai dari
pembibitan
sampai
pengolahan
produk segar
Mengamati dan
mempelajari
proses dan
aktivitas
peternakan

a. Kebun Buah
b.Ruang
penyambutan
dan pelayanan
agrowisata

a. Ruang
budidaya
b.Ruang
penyambutan
dan pelayanan
agrowisata

Mengamati dan a. Ruang


mempelajari
pengolahan
b.Ruang
proses dan
penyambutan
aktivitas
dan pelayanan
pengolahan
agrowisata
produk sampai
menikmati hasil

Sumber : Halida (2006) dan hasil analisis

Aktivitas
Pengamatan ragam
tanaman sayuran
Turut dalam
rangkaian proses
produksi sayuran dan
menikmati hasil
olahan segar
Jalan santai,
menikmati
pemandangan,
istirahat
Pengamatan ragam
tanaman buah
Turut dalam
rangkaian proses
produksi buah dan
menikmati hasil
olahan segar
Jalan santai,
menikmati
pemandangan,
istirahat
Pengamatan aktivitas
peternakan
Turut dalam
rangkaian proses dan
aktivitas peternakan
Jalan santai,
menikmati
pemandangan,
istirahat
Pengamatan proses
pengolahan
Turut dalam
rangkaian proses
pengolahan mulai
datangnya bahan
baku sampai hasil
Menikmati hasil
olahan dari semua
jenis produk
kawasan

67

5.2.1.1.5 Pariwisata Sekitar Tapak


Sebagai salah satu tujuan wisata utama di Jawa Tengah yang menerima
kunjungan sebanyak 1.869.503 wisatawan baik domestik maupun asing pada
tahun 2007 (Profil Daerah Kabupaten Magelang, 2007), Kabupaten Magelang
memiliki banyak jenis objek wisata. Yang menjadi pusat kunjungan hingga saat
ini adalah Candi Borobudur yang tertak di Desa Muntilan. Selain itu banyak juga
candi-candi lain yang mewakili objek wisata budaya, selain wisata budaya juga
terdapat objek wisata alam, wisata ziarah, dan wisata pendidikan. Gambar 27
menunjukkan persebaran pariwisata di Kabupaten Magelang, sedangkan Gambar
28 menunjukkan persebaran pariwisata khusus di Kecamatan Sawangan.
Salah satu objek wisata terdekat yang dikenal luas adalah Ketep Pass.
Obyek wisata ini diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal
17 Oktober 2002. Ketep Pass terletak di Desa Ketep Kecamatan Sawangan Kab.
Magelang dan berada pada ketinggian 1.200 m dari permukaan laut.
Kawasan yang terletak pada jalur SSB (Solo Selo Borobudur) ini mempunyai
suhu udara yang sejuk. Para wisatawan akan disuguhi pemandangan indah
Gunung Merapi (2.968 m dpl), Merbabu (3.145 m dpl), Sumbing, Sindoro serta
pegunungan Menoreh. Terdapat gazebo untuk tempat bersantai, Volcano Theater,
Volcano Museum, mushola, tempat parkir dan kios souvenir. Selain itu, para
wisatawan juga dapat menikmati jagung bakar yang dijual disekitar kawasan
tersebut. Terdapat pula penjual souvenir/cinderamata dan penyewaan jasa
teropong.
5.2.1.1.6 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi
Lokasi tapak cukup strategis karena berada pada jalur alternatif yang
menghubungkan antara dua ibukota provinsi, yaitu propinsi Jawa Tengah dan
provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu juga terdapat akses ke kota
terdekat, diantaranya Kota Mungkid, Magelang, Salatiga dan Boyolali. Ruas jalan
yang melintasi desa adalah jalan provinsi. Untuk sampai ke kawasan agrowisata
ini diperlukan waktu 1,5 jam perjalanan dari Kota Yogyakarta dengan jarak
tempuh 45 km dan kurang dari satu jam perjalanan dari Kota Mungkid.
Dalam kawasan terdapat tiga jenis jalan, yaitu jalan provinsi, jalan desa
dan jalan setapak. Jalan provinsi merupakan jalan beraspal dengan lebar 5-6 meter

68

dalam kondisi yang baik (kelas III), sedangkan jalan desa sebagian besar masih
makadam dengan lebar jalan 3-4 meter. Kondisi jalan yang sesuai untuk wisata
disesuaikan dengan kebutuhan yaitu memiliki lebar jalan 5,5 - 6,5 m, sedangkan
untuk kegiatan produksi minimum 7,5 m (Harris and Dines, 1988 dalam Susanto,
2007). Dengan mengacu pada standar diatas maka jalan desa belum memenuhi
syarat sebagai jalur wisata maupun jalur produksi, padahal sebagian besar jalur
sirkulasi primer terdiri atas jalan desa. Jalan setapak menghubungkan Dusun
Sobleman dengan Dusun Suwanting.
Kawasan yang akan dikembangkan memiliki dua akses masuk berupa
jalan provinsi. Yang pertama adalah akses utama yang ditandai dengan sebuah
gapura penanda Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, merupakan akses untuk
wisatawan yang datang dari arah selatan (Kota Yogyakarta, Kota Mungkid dan
Kabupaten Boyolali). Secara teknis tidak ada kesulitan berarti untuk mencapai
pintu akses ini, jalanan cukup lebar meskipun menanjak dan kondisinya cukup
baik meskipun ada lubang di beberapa titik. Akses masuk yang kedua adalah
akses masuk untuk wisatawan yang datang dari arah utara (Salatiga, Ungaran,
Semarang). Untuk akses kedua inipun tidak ada kesulitan untuk mencapainya.
Gambaran tentang jalur akses dan jenis jalan dapat dilihat pada Gambar 29.
Akses pertama dipertahankan karena sudah cukup representatif mewakili
citra kawasan sebagai daerah pertanian, hal ini penting untuk menciptakan kesan
awal bagi wisatawan. Selain itu akses pertama juga dekat dengan zona pelayanan
yang direncanakan. Secara konsep jalur masyarakat dan jalur wisatawan terpisah,
akan tetapi pada tapak terdapat ruas jalan yang dipakai untuk dua jalur sekaligus
hal ini untuk menciptakan dan menguatkan kesan masyarakat pertanian sedangkan
jalur yang dibedakan dengan maksud untuk menghindari konflik yang mungkin
terjadi.
Tabel 15 Analisis Jalan Kawasan Agrowisata
Kondisi Jalan
1. Akses masuk
dan jalur
wisatawan

Potensi dan Kendala


Terdapat dua akses
masuk ke dalam
kawasan
Jalur wisatawan dan
masyarakat sama

Solusi Arsitektur Lanskap


Akses pertama dijadikan pintu
masuk utama kawasan dalam jalur
wisatawan
Melakukan pemisahan jalur antara
masyarakat dengan wisatawan
dengan tujuan keamanan dan
kemyamanan

69

Kondisi Jalan
2. Badan jalan

3. Pohon
pelindung
jalan

4. Fasilitas jalan

Potensi dan Kendala


Tidak terdapat
pedestrian,
membahayakan
pejalan kaki
Jalan utama berbentuk
huruf Z, terdapat dua
tikungan tajam yang
cukup berbahaya
Tidak ada pohon
pelindung jalan
Jalan langsung
bersentuhan dengan
pemukiman

Tidak ada pengarah


dan rambu peringatan

Solusi Arsitektur Lanskap


Menyediakan pedestrian di tempat
yang memiliki potensi pejalan
kaki tinggi
Penyesuaian kondisi jalan (cut
and fill), atau pemberian rambu
petunjuk dan peringatan
Menanam pohon tepi jalan yang
adapat meberikan identitas
kawasan sekaligus berfungsi
menahan silau dan cahaya
matahari, dan kontrol terhadap
bad view
Penanaman pohon di depan rumah
untuk memberi kesan terpisah dan
sekaligus membatasi ruang
pribadi
Mengantisipasi dengan
memberikan informasi di pusat
pelayanan

Sumber : Hasil analisis


Struktur kawasan sebagai kawasan pertanian penghasil komoditi
hortikultura dengan usaha pertanian yang intensif menyebabkan terbatasnya
jumlah lahan yang masih tersisa untuk penghijauan. Sejak memasuki kawasan
melalui pintu akses pertama hampir tidak kita jumpai pohon di sisi kiri dan kanan
jalan. Tanaman dalam pandangan lanskap tidak hanya memiliki nilai estetis akan
tetapi juga memiliki fungsi seperti kontrol pandangan, pembatas, pengendali iklim
mikro, berkontribusi pada perlindungan terhadap tanah dan air, serta sebagai
habitat satwa. Penanaman pada sisi jalan yang tepat dapat membantu terwujudnya
konsep kawasan dengan memberikan identitas.

70

71

72

73

Gambar 30 Jenis kendaraan dan kondisi jalan pada tapak

5.2.1.1.7 Fasilitas Agrowisata


Keberadaan fasilitas wisata yang memadai akan memberikan kemudahan
dan kenyamanan pada wisatawan. Fasilitas yang ada hingga saat ini masih
terbatas dan penyebarannya hanya pada sub-zona atraksi inti, tidak tersebar secara
merata pada seluruh kawasan pengembangan.

Gambar 31 Fasilitas growisata pada tapak


1. Gerbang, 2. Kandang Komunal, 3. Gedung serbaguna, 4. Kios
Agrowisata tanaman buah-buahan mendapat perhatian paling besar, baik
dari lembaga maupun masyarakat. Fasilitas yang ada diantaranya adalah kios-kios
tanaman strawberry milik masyarakat, gedung serbaguna, jalan beton untuk horti
walk, gazebo, fasilitas parkir dan warung makan. Dari semua fasilitas yang ada

74

belum terlihat adanya usaha untuk membangun karakter tapak sebagai kawasan
agrowisata, hal ini terlihat dari pemilihan material maupun desain arsitektural.
Upaya peningkatan dan pemerataan fasilitas mendesak untuk dilakukan
sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada
wisatawan. Selain itu juga perlu diperhatikan dalam pemilihan material dan desain
bangunan. Bentuk dan pola tradisional serta penggunaan material lokal akan dapat
memperkuat nuansa perdesaan dan karakter serta konsep agrowisata pada tapak.
Selanjutnya proses perencanaan dilanjutkan dengan pengembangan fasilitas yang
disesuaikan dengan aktivitas yang dikembangkan pada masing-masing zona.
Fasilitas dikembangkan untuk mendukung aktivitas agrowisata aktif dan
pasif. Fasilitas untuk aktivitas agrowisata aktif menekankan dari segi fungsi,
sedangkan untuk aktivitas agrowisata pasif penekanan pada segi kenyamanan dan
estetika. Pengembangan fasilitas yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Analisis Fasilitas Wisata Kawasan Agrowisata
Ruang
Aktivitas
A. Zona Agrowisata
1. Zona Atraksi Agrowisata
a. Sub zona
Mengamati beragam jenis
atraksi Inti
tanaman sayuran dan
Mengunjungi dan mengamati
budidaya tanaman di lath house
Mengamati aktivitas budidaya
tanaman dan peternakan*
Mengamati sarana dan proses
pengolahan limbah kotoran ternak
menjadi biogas
Memasak dengan kompor biogas
b. Sub zona
Mengamati beragam jenis
Tanaman
tanaman sayuran
sayuran
Mengikuti proses budidaya
tanaman sayuran mulai
pembibitan, panen dan pasca
panen, hingga menikmati hasil
panen
Horti walk, menikmati
pemandangan dan suasana tapak,
photo hunting, berbelanja
Mengolah sayuran menjadi
makanan

Fasilitas

lath house*, gazebo*,


jalan setapak untuk
horti walk*, papan
nama
dan
papan
informasi, interpreter
dan
guide,
sarana
biogas*, dapur biogas*

Lahan pertanian, lahan


pertanian
sayuran,
panorama dan suasana
pegunungan,
good
view, kantor informasi,
kantin, mushola, tempat
parker, tempat duduk,
gazebo, area piknik,
dapur

75

Ruang
c. Sub zona
Tanaman
buah

d. Sub zona
Pengolahan

Aktivitas
Pengamatan dan berbelanja
tanaman strawberry*
Mengikuti proses budidaya
tanaman strawberry mulai
pembibitan, panen dan pasca
panen, menikmati hasil panen
Jalan santai, menikmati
pemandangan dan suasana tapak,
photo hunting, memetik
strawberry
Mengamati proses pengolahan
aneka produk sayuran dan
strawberry dan berbelanja produk
olahan

Fasilitas
Kebun
strawberry*,
pembibitan,
lahan
percobaan,
jalan
setapak, gazebo/ saung,
tempat duduk, dan area
parkir

Bangunan untuk
kegiatan pasca panen,
kios penjualan produk
olahan, rumah makan
tradisional, , area parkir
e. Sub zona
Pengamatan proses pembuatan
Bangunan kandang*,
Peternakan
biogas dari kotoran sapi, mencoba instalasi biogas*,
sendiri menggunakan kompor
kompor biogas*,
biogas
tempat duduk, ruang
informasi, interpreter
Mengikuti proses budidaya
ternak sapi potong (pemeliharaan) dan guide, area parkir*
Jalan santai, menikmati
pemandangan dan suasana tapak,
photo hunting, berbelanja
2. Zona Penunjang Agrowisata
Kantor pusat informasi,
a. Zona
Mencari informasi tentang
ruang tunggu, penyedia
Pelayanan
kawasan, menentukan
jasa guide dan interpreter,
touring plan
area parkir
Beristirahat
b. Zona
Berkendara, berjalan
Gapura, jalan, trotoar,
Penerimaan
rambu-rambu
c. Zona
Menikmati pemandangan dan
Gazebo terbuka, open
Penghubung suasana, photo hunting
space, area parkir
d. Zona
Mengamati aktivitas
Jalan, home industry
masyarakat
masyarakat mengolah hasil
pertanian
Mengunjungi home industry
B. Zona Non Agrowisata
1. Zona
Konservasi
2. Zona
Penyangga
Sumber : Halida (2006) dan hasil analisis
Keterangan : * Aktivitas dan fasilitas yang telah ada

76

5.2.1.1.8 Informasi dan Promosi Agrowisata


Informasi awal tentang keberadaan suatu kawasan dapat dilihat dari
adanya gerbang penanda kawasan. Pintu utama ini telah memadai sebagai gerbang
penanda. Informasi tentang kawasan dapat diperoleh dari Dinas Pariwisata, karena
agrowisata ini sudah masuk ke dalam peta wisata Kabupaten Magelang. Informasi
dari mulut ke mulut juga memiliki peran penting dan efek yang cukup signifikan.
Selain itu usaha promosi yang lain diantaranya adalah:
-

Mengikuti pameran produk pada lelang di STA Soropadan

Melalui studi banding

Adanya beberapa anggota primatani yang sering diundang untuk


memberikan ilmunya di tempat lain, sekaligus sebagai upaya promosi

Pada meeting tingkat nasional dan regional


Sistem promosi seperti ini tidak selamanya bisa diandalkan, apalagi

untuk keberhasilan sebuah usaha agrowisata. Harus ada usaha promosi yang lebih
informatif, agar kawasan tersebut dikenal dan didatangi oleh wisatawan baik
domestik maupun mancanegara.
Tabel 17 Analisis informasi kawasan agrowisata
Bentuk Informasi
1. Informasi Kawasan
2. Pusat Informasi
3. Papan Petunjuk

Fasilitas
Gerbang penanda dan
identitas kawasan*
-

Lokasi
Pintu masuk kawasan
agrowisata
-

Penyampaian informasi di dalam kawasan diusahakan sejauh mungkin


dengan tidak mengurangi keindahan visual kawasan. Untuk itu penggunaan
bilboard dan peta kawasan dalam ukuran besar dihindari. Informasi dan petunjuk
bagi wisatawan disajikan dalam bentuk leaflet yang dapat diperoleh pada pusat
pelayanan. Penyajian informasi seperti ini menguatkan konsep dan sejak awal
mengesankan bahwa dalam agrowisata, interpretasi dan keterlibatan wisatawan
lebih besar porsinya bila dibandingkan dengan jenis wisata lain.

77

5.2.1.1.9 View
Kawasan ini memiliki daya tarik visual sangat baik, posisinya strategis
sehingga memungkinkan untuk melihat pemandangan lembah dan gunung dari
titik pandang yang baik. Panorama alam yang indah ini juga didukung oleh iklim
yang sejuk khas pegunungan, sangat potensial untuk menarik wisatawan. Peta
view dapat dilihat pada Gambar 34.
Latar belakang pemandangan berupa Gunung Merapi, Gunung Merbabu,
Gunung Sumbing, Gunung Sindoro serta pegunungan Menoreh. Selain itu masih
ada hamparan

kebun

sayuran yang

ditata mengikuti kontur,

lembah dan

perkampungan di lereng gunung yang merupakan pemandangan menarik.

Gambar 32 Potensi Visual Kawasan


Terdapat masalah yang cukup mengganggu yaitu masalah sampah dan
penempatan pupuk kandang. Kebiasaan warga menimbun pupuk kandang yang
akan digunakan dalam waktu yang lama di pinggir jalan mengganggu aktivitas
dan mengurangi kenyamanan wisatawan. Selain itu sampah hasil kegiatan packing
seringkali dibiarkan tercecer di tepi jalan. Hal ini menunjukkan budaya
masyarakat yang kurang menjaga kebersihan.

78

Gambar 33 Sampah dan Kompos di Pinggir Jalan


Untuk dapat mewujudkan kawasan sebagai kawasan agrowisata, perlu
dilakukan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia. Masalah kepedulian
masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, mental pelayanan, dan pandangan
positif masyarakat terhadap lingkungan menjadi poin-poin penting untuk
mendapat perhatian.
Selain usaha peningkatan sumber daya manusia, hal lain yang perlu
dilakukan untuk menjaga keindahan visual kawasan adalah usaha pengendalian
pendirian bangunan yang menghalangi view. Seiring dengan pengembangan
kawasan sebagai kawasan agrowisata, pembangunan fasilitas dan sarana
penunjang baik yang dikuasai oleh pengelola maupun swasta kerapkali tidak dapat
dihindari. Beberapa diantaranya dilakukan tanpa pertimbangan yang baik, hal ini
sudah mulai terlihat pada desa tetangga yang telah berkembang lebih dulu sebagai
daerah tujuan wisata. Pembangunan semacam ini tidak perlu terjadi bila terdapat
regulasi yang jelas dalam mengatur tata ruang dan kriteria pembangunan.
Masalah lain adalah tidak adanya sistem drainase. Tidak adanya sistem
drainase berpengaruh pada kelancraan aliran permukaan sepanjang lajur jalan
yang menyebabkan meluapnya air ke badan jalan pada saat terjadi hujan. Dampak
langsung dari masalah ini adalah jalan menjadi cepat terkikis dan rusak. Hal ini
dapat diatasi dengan pembangunan saluran atau parit di kiri kanan jalan.

79

80

5.2.1.2 Faktor Pendukung Agrowisata


5.2.1.2.1 Aspek Fisik
5.2.1.2.1.1 Tanah
Tanah pada kawasan ini didominasi oleh tanah dari Ordo Inceptisol dan
Andisol. Inceptisol memiliki kandungan tanah liat, Fe, Al maupun material
organik. Tersusun dari horison okrik dan umbrik, serta horison kambik pada
subsurface. Memiliki konsistensi rendah, daya mengikat air yang kurang, apabila
kena hujan akan menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras. Jenis tanah
andisol merupakan tanah yang terbentuk dari abu gunung berapi, merupakan
lapisan tanah muda yang memiliki kesuburan tinggi, dapat mendukung pertanian
intensif. Sifat umum tanah ini adalah daya mengikat air sangat tinggi, selalu
dalam keadaan jenuh apabila tanah tertutup vegetasi, sangat gembur, tetapi
mempunyai derajat ketahanan struktur tinggi, sehingga mudah diolah. Jumlah
makro pori banyak, menyebabkan permeabilitas (peresapan air) tinggi. Peta jenis
tanah dapat dilihat pada Gambar 35.
Sesuai dengan sifat-sifat tanah diatas penetapan kawasan sebagai
kawasan agrowisata merupakan suatu langkah yang tepat. Dengan tingkat
kesuburan yang tinggi, tanah dapat mendukung produktivitas yang tinggi dan
dapat mempertahankan keberlanjutan kegiatan pertanian. Selain itu ketahanan
struktur tanah yang baik juga merupakan pendukung bagi aktivitas yang akan
dilakukan pada tapak. Dimana dengan konsistensi yang baik akan memudahkan
pembangunan struktur untuk penyediaan sarana dan prasarana wisata, diantaranya
area parkir, guest house, restoran atau rumah makan, sarana ibadah serta struktur
penunjang lainnya seperti instalasi air bersih dan MCK.

5.2.1.2.1.2 Iklim
Dengan berpedoman pada klasifikasi iklim Oldeman kawasan ini
termasuk dalam zona agroklimat D2 dengan 7-9 bulan basah dan 2-4 bulan kering
(BPTP, hasil wawancara). Bila dilihat dari skala ketinggiannya yaitu 1200-2300
meter dpl dan berpedoman pada klasifikasi iklim menurut Junghuhn maka
kawasan ini terbagi menjadi dua tipe iklim. Yaitu :

81

82

1. Daerah Sedang
Ketinggian tempat 600 - 1500 m dari permukaan laut. Suhu 22 -17,1C.
Jenis tanamannya yang sesuai seperti padi, tembakau, teh, kopi, cokelat,
kina, dan sayur-sayuran.
2. Daerah sejuk
Ketinggian tempat 1500 - 2500 m dari permukaan laut. Suhu 17,1 11,1C. Tanaman yang dapat tumbuh optimal seperti teh, kopi, kina, dan
sayur-sayuran.
Pada bulan Desember-Maret, kawasan ini mengalami surplus supply air.
Sedangkan pada bulan April-Oktober mengalami defisit supply air (musim
kemarau). Untuk mengatasi masalah ini masyarakat menggunakan pompa listrik
secara kolektif, baik untuk
Pembangunan

kebutuhan rumah

tangga

maupun

pertanian.

sarana irigasi cukup penting sebagai prioritas mengingat

pentingnya ketersediaan air bersih bagi kelangsungan aktivitas wisata.

Gambar 36 Klasifikasi Iklim Menurut Junghuhn


Sumber: www.e-dukasi.net
Sumber lain menyebutukan bahwa daerah ini termasuk dalam kategori
Zona-pegunungan (600 2300 m), yang tediri dari:
1. Sub-zona pegunungan bawah (699 1.500 m) : Pakis pohon lebih banyak
ditemukan di semak dan lapisan pohon bawah, serta perdu seperti
Elastosterma, Begonia dan sejenis Impatiens berbunga jingga merah jambu
yang menyolok di lapisan bawah. Hutan ini kaya akan spesies dan pohonpohon Castanopsis dan Lithocarpus dan Sloanea, serta Cryptocarya.
2. Sub-zona pegunungan tengah : Hutan pegunungan tengah campuran, hutan
Captanopsis, hutan Notofagus, hutan Caniferous, hutan rawa pegunungan

83

tengah, rawa rumput sedge, rawa rumput Phragmites pegunungan tengah,


padang rumput Miscanthus pegunungan tengah dan rangkaian vegetasi
bekas ladang. Pohon-pohon tudung yang banyak tumbuh berasal dari
keluarga Fagaceae, Lauraceae, Cunioneaceae, Elaeocarpaceae, dan
Myrtaceae. Tumbuhan bawah pohon meliputi Garcinia, Astronia,
Polyosomo, Symlocos, Sericolea, Drymis, Prunus, Pittospermum dan
Araliaceae.
5.2.1.2.1.3 Kerawanan Bencana Alam
Desa Banyuroto terletak berdekatan dengan dua gunung yaitu Gunung
Merapi dan Gunung Merbabu. Keduanya merupakan gunung api yang masih aktif.
Pada satu sisi, hal ini menjadikan Desa Banyuroto memiliki titik-titik view yang
baik untuk mengamati pemandangan kedua gunung tersebut dan gunung-gunung
lain di sekitarnya. Akan tetapi disisi lain posisi ini perlu diwaspadai karena
memiliki potensi kerawanan bencana alam.
Letaknya yang di lereng Gunung Merbabu menyebabkan tingginya potensi
gerakan tanah di kawasan yang akan direncanakan. Secara umum kawasan terbagi
menjadi dua oleh area dengan gerakan tanah sedang dan area dengan gerakan
tanah tinggi. Peta persebaran resiko kerawanan pergerakan tanah dapat dilihat
pada Gambar 37.

5.2.1.2.2 Aspek Pengelola Kawasan Agrowisata


5.2.1.2.2.1 Pengelola Kawasan Agrowisata
Dalam mengembangkan usaha agrowisata pada dasarnya terdapat tiga
komponen yang cukup menentukan, yaitu pemerintah, pengusaha atau investor
serta pelaksana atau tenaga operasional (Tirtawinata dan Fachrudin 1999, dalam
Halida 2006). Pada kawasan agrowisata Desa Banyuroto ini pengelolaan kawasan
dilaksanakan oleh sebuah badan independen yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Desa No. 08/GS/2007/IX/2007, yang disebut komisi Agrowisata. Komisi ini
berperan sebagai pelaksana dan tenaga operasional yang beranggotakan 30 orang
dan dipimpin oleh Sekretaris Desa yaitu Bapak Maryoto. Selain itu kegiatan
pengembangan agrowisata juga mendapatkan dukungan dari BPTP Jawa Tengah
yang berperan sebagai lembaga pertanian penunjang yang selama ini banyak

84

85

memberi masukan untuk pengembangan pertanian dan agrowisata di Desa


Banyuroto. Yaitu dengan melakukan introduksi inovasi dan teknologi pertanian,
diantaranya mendirikan peternakan (kandang komunal) sapi pedaging yang
kotorannya diolah menjadi biogas yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber
energi oleh masyarakat.
Pengembangan kawasan agrowisata ini juga tidak lepas dari peran
pemerintah yang bertindak sebagai unit teknis yang terdiri atas gabungan dinasdinas terkait. Dukungan juga didapat dari Kimpraswil Propinsi Jateng yang belum
lama ini memberikan bantuan dana untuk mendirikan gedung sebaguna di lahan
milik pemerintah desa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola diketahui bahwa Unit
Pengelola Agropolitan tidak turut secara langsung dalam mengembangkan
kawasan agrowisata ini, yang turun secara langsung hanya dinas teknis terkait
yang mengurusi masalah agropolitan sekaligus agrowisata. Struktur organisasi
pengelola kawasan agrowisata dapat dilihat pada gambar berikut.
Manajer Umum

Lembaga Pendukung:
- BPTP Jateng
- Dinas Teknis Kab.
Magelang
- UPPD Banyuroto
- KTNA Banyuroto

Manajer Saprotan

Div.Sayuran

Div.
Strawberry

Administrasi

Manajer Produksi

Div.Bunga
Potong

Keuangan

Manajer Simpan
Pinjam

Div.
Pengolahan

Gambar 38 Organisasi Manajemen UB. Karya Makmur

Div. Ternak

86

5.2.1.2.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah


Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Magelang,

Kecamatan Sawangan (termasuk di dalamnya Desa Banyuroto) berfungsi sebagai


Pusat Pelayanan Sub Wilayah Pembangunan V (SWP V). Secara umum SWP V
berfungsi sebagai pusat pengembangan pertanian, pariwisata alam, home industry
pendukung pariwisata dan Pemerintahan Kecamatan.
Berdasarkan ketetapan pemerintah daerah tersebut maka pengembangan
kawasan agrowisata di Desa Banyuroto sangat relevan dan sesuai dengan
pedoman yang telah ditetapkan. Sedangkan penetapannya sebagai basis kegiatan
home industry sudah mulai terlihat dengan adanya upaya pemerintah memberikan
bantuan peralatan pengolahan hasil pertanian pada kelompok tani dan unit-unit
usaha pertanian lainnya.

Gambar 39 Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan RTRW


Sumber: BAPPEDA Kabupaten Magelang

87

5.2.1.3 Analisis Wisata


Analisis wisata dimaksudkan untuk mengetahui jangkauan dan
karakteristik agrowisata yang akan dikembangkan, dengan berdasarkan pada data
yang diperoleh dari pengunjung yang ada pada masa sekarang. Data yang
dianalisis merupakan gabungan dari data sekunder dan data hasil wawancara
secara langsung di lapangan.
Analisis dimulai dari yang paling umum, yaitu dengan melihat data
untuk seluruh Indonesia. Ada beragam data yang berkaitan dengan analisis umum
yang dilakukan, akan tetapi setelah melihat relevansi dan kesimpulan analisis
yang ingin dicapai, maka dilakukan analisis purposif dan data yang dipakai adalah
data distribusi kedatangan wisatawan ke Indonesia berdasarkan bulan (Sumber:
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Nasional). Data ini diperlukan untuk
mengetahui persebaran jumlah wisatawan menurut bulan untuk melihat trend dan
pemilihan waktu perjalanan wisatawan.
Tabel 18 Distribusi Kedatangan Wisatawan Ke Indonesia Berdasarkan Bulan
MONTH

1996

1997

1998

1999

JANUARY

353,867

376,848

387,305

360,051

FEBRUARY

379,352

398,432

348,520

358,857

MARCH

420,705

460,514

364,912

413,740

APRIL

410,724

400,351

380,825

369,520

MAY

400,330

413,533

312,397

361,200

JUNE

432,835

461,250

320,716

372,293

JULY

447,361

482,525

394,754

AUGUST

460,569

486,334

451,480

SEPTEMBER

401,483

455,932

OCTOBER

405,940

NOVEMBER
DECEMBER
JAN - DEC

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

356,090

395,511

372,678

340,972

426,465

417,237

363,808

397,548

372,743

392,683

355,345

379,614

382,614

326,796

413,502

427,878

449,151

353,877

410,128

419,390

385,802

408,239

423,268

409,802

249,491

383,693

405,952

401,374

454,259

444,173

268,959

434,792

419,747

409,058

424,277

474,527

454,029

371,642

477,017

448,593

440,139

463,168

464,278

478,515

486,749

431,512

488,096

483,681

442,457

433,760

455,967

487,169

503,447

441,144

519,615

474,235

422,939

411,236

416,529

457,683

470,667

461,135

411,791

466,500

464,957

407,433

398,731

430,988

388,256

448,696

391,119

382,004

424,965

449,865

342,605

362,634

432,214

399,054

387,109

400,483

439,905

388,739

318,442

372,261

392,821

342,119

437,370

489,092

451,739

416,174

389,663

427,558

389,225

359,107

445,062

492,559

400,971

471,541

5,034,472

5,185,243

4,606,416

4,727,520

5,064,217

5,153,620

5,033,400

4,467,021

5,321,165

5,002,101

4,871,351

370,42

Sumber: DKP (2007)


Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat kecenderungan atau
trend

peningkatan jumlah kunjungan yang terjadi pada bulan Juni, Juli dan

Agustus, dimana memang pada waktu-waktu tersebut merupakan waktu liburan


bagi sebagian besar wisatawan baik wisatawan domestik maupun asing. Dengan
mengetahui adanya kecenderungan tersebut maka dapat dilakukan tindakan
antisipasi, seperti antisipasi penumpukan wisatawan pada satu titik dan
peningkatan penyediaan akomodasi dan kebutuhan wisatawan. Selain itu pada

88

bulan-bulan tersebut juga potensial untuk dilaksanakan kegiatan yang selain


menarik juga dapat menjaring wisatawan lebih banyak, misalnya festival dan
pameran. Sehingga peningkatan jumlah wisatawan akan diikuti dengan
peningkatan pendapatan bagi penyedia jasa pariwisata. Dari data tersebut juga
dapat dilihat pada bulan apa saja kedatangan wisatawan mengalami penurunan,
sehingga antisipasi dalam hal ini juga dapat diusahakan oleh pihak pengelola
kawasan.
Selain distribusi kedatangan berdasarkan bulan, hal lain yang penting
untuk diperhatikan adalah pos pengeluaran wisatawan berdasarkan komoditas
wisata, hal ini menjadi penting karena dari sini kita dapat melihat trend wisatawan
dalam membelanjakan uangnya.
Tabel 19 Persentase Distribusi Konsumsi dan Belanja Wisatawan
Tipe Pengeluaran
Akomodasi
Makanan dan Minuman
Souvenir
Belanja
Transportasi Lokal
Paket Tour Lokal
Penerbangan Domestik
Melihat-lihat
Hiburan
Kesehatan dan
Kecantikan
Jasa Guide
Pendidikan
Lain-lain
Sumber : DKP (2007)

2000 2001
21.77 38.19
10.96 16.62
8.19 9.71
10.36 12.60
4.68 7.83
3.27 0.51
10.14 2.88
5.31 2.36
7.66 4.02

2002
34.29
16.54
7.04
14.31
5.58
2.66
3.69
2.38
5.88

2003 2004
41.97 39.32
19.24 19.09
6.06 7.82
12.32 13.30
4.33 3.73
0.67 0.89
3.91 3.43
2.01 2.02
4.91 4.99

2005 2006
38.48 45.14
19.33 20.01
7.83 6.46
12.92 13.01
3.67 4.04
0.67 0.61
3.40 3.57
1.84 1.28
4.56 3.34

4.66

0.97

1.13

1.19

1.07

1.10

1.01

3.83
3.67
5.50

0.31
0.08
3.92

0.25
0.22
6.02

0.54
0.34
2.51

0.51
0.27
3.58

0.42
0.26
5.52

0.31
0.14
1.08

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terjadi trend kenaikan presentase
pembelanjaan untuk pos akomodasi, serta pos makanan dan minuman. Sedangkan
trend yang tidak mengalami perubahan yang mencolok adalah presentase
pembelanjaan untuk pos suvenir, kegiatan belanja, transportasi lokal, dan hiburan.
Sedangkan presentase pembelanjaan untuk pos selain yang tersebut diatas
cenderung mengalami penurunan. Yaitu untuk pos paket tur lokal, penerbangan
domestik, melihat-lihat, jasa guide, dan pendidikan. Dari data diatas, presentase
pembelanjaan yang cenderung meningkat dan tidak berubah merupakan bidang

89

yang dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan potensinya secara maksimal.


Dalam hal ini dengan menyediakan sarana akomodasi dan restoran maupun rumah
makan yang bernuansa lokal. Sedangkan terhadap pos pengeluaran yang
cenderung menurun dapat dilakukan modifikasi untuk menarik minat wisatawan.
Pada tahun 2008 telah terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola konsumsi wisatawan
ketika melakukan kegiatan wisata. Untuk itu perlu dilakukan inovasi-inovasi
diantaranya dengan menciptakan kegiatan-kegiatan alternatif yang murah dan
menyenangkan.
Analisis juga dilakukan terhadap data primer yang diambil langsung dari
tapak melalui metode wawancara dengan purposive sampling, wawancara
dilakukan pada tanggal 27 April 2008. Data yang diperoleh dianalisis dengan
berpedoman pada literatur.
Tabel 20 Karakteristik Perjalanan Wisata
No.
1.
2.

Variabel
Waktu kunjungan
Jarak Perjalanan

Hasil
Bulan Mei 2008
10

Jumlah

0
Yogyakarta

45

Sleman

39

Ungaran

40

Banyuroto

0
(km)

Gambar 40 Grafik Jarak Perjalanan


3.
4.
5.

Durasi
Tujuan
Model
Transportasi

6.

Belanja

< 2 jam
Rekreasi, touring / sightseeing
Kategori
Jumlah
Mobil Box
1
Mobil Pribadi
1
Sepeda Motor
5
Angkutan Umum
0
Rp. 5.000 - Rp. 25.000

Sumber: Gunn (1997) dan Hasil Analisis

Persentase
0,1428571
0,1428571
0,7142857
0

90

Dari tabel tersebut terlihat bahwa agrowisata yang sedang dikembangkan


sekarang ini dalam skala terbatas telah mulai dikenal oleh masyarakat diluar
wilayah Kabupaten Magelang. Meskipun jumlah pengunjung masih sangat jauh
dari harapan. Sebagian besar pengunjung mengetahui keberadaan agrowisata ini
melalui informasi dari mulut ke mulut. Sedangkan usaha promosi yang dilakukan
masih terbatas pada promosi melalui pameran dan pada acara-acara pertemuan
koordinasi BPTP.
Tabel 21 Tabel Karakteristik Sosial Ekonomi Pengunjung
No.
1.

Variabel
Umur

2.

Jenis Kelamin

3.

Pendidikan

4.

Pekerjaan

Kategori
<6
6-15
15-21
> 21
Perempuan
Laki-laki
SD
SLTP
SLTA
Perguruan Tinggi
Pelajar
Wiraswasta
Karyawan
Lainnya

Jumlah
1
2
9
6
8
10
1
2
7
8
12
3
1
2

Persentase (%)
0,05
0,11
0,5
0,33
0,44
0,55
0,05
0,11
0,39
0,44
0,67
0,17
0,05
0,111

Sumber: Tourism Research Planning Committee of The Federal-Provincial


Conference of Tourism (1975), dalam Gunn (1997)
Pengembangan wisata digerakkan oleh permintaan dan penawaran. Yang
satu mempengaruhi yang lain. Pengembangan semestinya diusahakan untuk
mendapatkan keseimbangan antara keduanya. Permintaan berasal dari kelompok
orang yang memiliki kamuan dan kemampuan untuk bepergian, sedangkan
penawaran berupa pengembangan fisik dan program untuk daerah tujuan wisata
(Gunn, 1997). Hubungan antara keduanya dapat dilihat pada Gambar 41.

91

DEMAND
People in origins with interest in
and with the ability to travel

SUPPLY
Physical and program
development
for tourist in destination area
Gambar 41 Permintaan dan Penawaran Wisata
Sumber: Gunn (1997)
Dalam kasus pengembangan agrowisata di dalam kawasan agropolitan
yang berbasis pertanian, penawaran yang potensial berlimpah tetapi memerlukan
pengaturan dan inovasi sehingga dapat menarik wisatawan. Sedangkan
permintaan dapat ditinjau dari arah pemasaran produk, karena produk kawasan
inilah yang dikenal pertama kali dan merupakan media promosi pertama kepada
konsumen yaitu berupa sayuran dan buah. Dengan melihat kecenderungan
tersebut, maka permintaan terhadap agrowisata diharapkan datang dari Kota
Magelang, Yogyakarta, Semarang, dan Salatiga.
Menurut Gunn (1997), cara yang penting dalam melihat pasar perjalanan
adalah dengan mengenali dinamikanya. Pasar berubah: oleh karena itu, setiap
tahun pengembang pariwisata perlu mengenali tren. Hal ini menekankan
pentingnya suatu pengelola kawasan wisata umumnya, termasuk di dalamnya
agrowisata untuk selalu mengetahui perkembangan tren wisata.
Gunn (1997), juga menyebutkan bahwa sekarang ini terdapat
kecenderungan bahwa wisatawan bukan hanya ingin menikmati keindahan suatu
objek tetapi juga sekaligus ingin mengetahui proses-proses yang ada dan
bagaimana sesuatu terjadi. Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi
pengembang kawasan wisata untuk lebih memberi perhatian terhadap penyediaan
jasa interpreter dan penyediaan informasi.

92

5.2.2 Sintesis
Dengan berdasarkan pada analisis data berupa analisis umum yang
mencakup analisis faktor utama dan penunjang agrowisata serta analisis
penunjang berupa analisis permintaan dan penawaran agrowisata dan analisis
trend, telah dapat diidentifikasi potensi dan kendala dari masing-masing faktor
tersebut. Tahapan selanjutnya adalah tahapan penyesuaian terhadap konsep dan
tujuan perencanaan. Untuk itu sintesis dapat dilihat pada Tabel 22 yang
memperlihatkan potensi serta kendala yang dijumpai beserta solusi yang dapat
ditawarkan sesuai dengan konsep dan tujuan perencanaan.
Kawasan agrowisata terbagi menjadi dua zona yaitu zona agrowisata dan
zona penyangga. Zona agrowisata berdasarkan jenis aktivitas yang diakomodasi
terbagi menjadi dua yaitu zona atraksi dan zona penunjang agrowisata, Zona
atraksi dibagi lagi ke dalam lima sub zona yaitu sub zona inti, sub zona tanaman
sayuran, sub zona tanaman buah, sub zona pengolahan dan sub zona peternakan.
Zona penunjang agrowisata dibagi menjadi zona pelayanan, zona transportasi dan
akses serta zona penghubung. Sedangkan zona penyangga berfungsi untuk
mendukung usaha konservasi kawasan.
Aktivitas dalam masing-masing sub zona dikembangkan berdasarkan
sejauh mana partisipasi wisatawan dalam aktivitas pertanian. Fasilitas yang ada
dikembangkan berdasarkan tingkat kebutuhan wisatawan dan jenis aktivitas yang
ada pada masing-masing zona. Tujuan dan konsep agrowisata diwujudkan dalam
bentuk general block plan dan block plan kawasan, seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 42 dan Gambar 43.

5.2.3 Perencanaan Lanskap


Block plan yang diperoleh kemudian dikembangkan dengan melakukan
pengembangan rencana ruang, pengembangan aktivitas dan fasilitas serta
pembentukan jalur sirkulasi dan akses sehingga menghasilkan suatu rencana
lanskap atau landscape plan yang dapat dilihat pada Gambar 45.

93

Tabel 22 Aspek Data, Potensi, Kendala, dan Solusi Pada Kawasan Agrowisata
Analisis
Data
Konsep
Potensi
Kendala
Analisis Umum
1. Faktor Utama Agrowisata
A Letak, Luas dan Batas
Letak tapak strategis
Membuat kawasan
Tapak
di jalur wisata Soloagrowisata dengan
Selo-Borobudur,
optimalisasi pada potensi
serta dilalui jalur
alam pertanian
penghubung antara
ibukota provinsi
DIY dengan Jawa
Tengah
Lokasi memiliki
pemandangan alam
pertanian dan
pegunungan yang
menarik
B Tata Guna Lahan
Pemanfaatan lahan
Pola yang ada
Menciptakan zonasi
terbesar untuk
mengikuti sistem
berdasarkan jenis kegiatan:
pertanian lahan
produksi pertanian,
zona atraksi, zona
kering (sawah tadah
kurang sesuai
pelayanan, zona
hujan)
dengan tujuan
transportasi dan akses,
agrowisata
zona penghubung, zona
masyarakat dan zona
penyangga

Solusi

Pengembangan potensi
alam tapak sebagai kawasan
agrowisata, melengkapi
alternative wisata pada jalur
Solo-Selo-Borobudur

Pola yang ada tetap


dipertahankan, untuk
kemudian dilakukan
modifikasi penataan dan
organisasi atraksi agar
secara keseluruhan kawasan
memiliki tema serta
berkembang bersama
sebagai kesatuan agrowisata

94

Data
C Ketinggian, Topografi
dan Kemiringan Tapak

D Objek dan Atraksi


Agrowisata
E Aksesibilitas dan
Sistem Transportasi

F Fasilitas Agrowisata

Analisis
Potensi
Topografi bervariasi
dengan dominasi
bentukan lereng
yang membuka view
kearah lanskap di
sekitarnya
Komoditi pertanian
dan ragamnya serta
kegiatan pengolahan
dan home industry
Tapak mudah
dijangkau dengan
kondisi jalan dan
sarana penunjangnya
yang memadai
Besarnya perhatian
pemerintah baik
provinsi maupun
kabupaten dalam
pengembangan
kawasan

Kendala
Terdapat daerah
dengan danger
signal (daerah rawan
letusan gunung
berapi serta daerah
dengan kemiringan
>45%)
Pemanfaatan potensi
belum maksimal dan
aktivitas yang
terbatas
Tidak adanya
angkutan umum yang
melintasi kawasan
dengan frekuensi
yang stabil
Penempatan yang
kurang tepat dapat
mengakibatkan
penurunan kualitas
agrowisata yang akan
dibangun

Konsep
Menciptakan atraksi
menarik dari potensi view
kawasan

Pengembangan ruang
sesuai potensi serta
menambah keragaman
aktivitas dan atraksi
Kawasan Agrowisata yang
mudah dicapai

Solusi
Memanfaatkan view yang
ada dengan menyediakan
sarana dan lokasi viewing

Diversifikasi aktivitas dan


atraksi serta membangun
pola ruang terstruktur
berdasarkan komoditi
Mengatur jalur akses
terutama di dalam kawasan
agar komponen kehidupan
masyarakat dan wisata
dapat berjalan
Fasilitas mengakomodasi
Mengatur dan memberikan
kebutuhan wisatawan dan
tuntunan yang jelas dalam
melibatkan masyarakat
pengembangan fasilitas
lokal dalam pengembangan dalam kawasan agar tidak
dan pengelolaannya
menyalahi tema yang ada
serta tidak merugikan baik
dari segi wisata maupun
untuk kepentingan
keberlanjutan

95

Data
G Informasi dan Promosi
Agrowisata

Analisis
Potensi
Sudah adanya
gerbang penanda
kawasan

H View

Kawasan memiliki
potensi view yang
sangat baik didukung
oleh alam sekitar
yang memiliki nilai
visual tinggi
2. Faktor Pendukung Agrowisata
A Aspek Fisik
B Aspek Pengelola Kawasan Agrowisata
1.Pengelolaan
Sudah ada lembaga
pengelola kawasan
dan pelaksana
harian
2. Rencana Tata
Peruntukan ruang
Ruang Wilayah
sesuai dengan
(RTRW)
RTRW Kabupaten
Magelang

Kendala

Pembangunan yang
kurang
memperhatikan
pentingnya
melindungi potensi
view

Pengelola
bukan pegawai
tetap, hanya
pekerjaan di
samping
pertanian

Konsep

Solusi

Memberikan informasi
terpadu kepada pengunjung
tanpa mengorbankan aspek
keindahan

Menggunakan
kecenderungan pemakaian
peta dan informasi secara
langsung pada pengunjung,
serta mengurangi
penggunaan papan
informasi kecuali untuk
tanda bahaya
Membuat peraturan yang
membatasi praktik
pembangunan yang tidak
memperhatikan keindahan
lingkungan

Pemanfaatan view untuk


menarik minat pengunjung
dan mengarahkan pada
kunjungan ke atraksiatraksi agrowisata

Pengelolaan
melibatkan
masyarakat dan
berorientasi pada
kepuasan
pengunjung

Mempertahankan dan
meningkatkan kualitas
pengelolaan dan pelayanan
Mempertahankan fungsi
kawasan sesuai peruntukan
lahan dalam RTRW
Kabupaten Magelang

96

Data
1 Analisis Wisata Umum
2 Analisis Wisata
Khusus (Spesifik
Tapak)
3 Analisis Permintaan
dan Penawaran
Agrowisata

4 Analisis Trend

Analisis
Potensi

Pengunjung cukup
beragam
Penawaran yang
potensial berlimpah
Permintaan terhadap
agrowisata
diharapkan datang
dari Kota Magelang,
Yogyakarta,
Semarang, dan
Salatiga (pasar)
Tren dimana
wisatawan bukan
hanya menikmati
keindahan suatu
objek tetapi ingin
mengetahui proses
dan bagaimana
sesuatu terjadi

Kendala
Analisis Wisata
Jumlah kurang

Konsep

Solusi

Aktivitas agrowisata di
rencanakan dapat
mengakomodasi kebutuhan
pengunjung
Memaksimalkan
permintaan melalui
promosi produk dan
penawaran dengan
melakukan penataan

Perlu promosi melalui


perluasan pemasaran poduk
baik mentah maupun olahan

Mengikuti tren sepanjang


tidak merusak identitas
agrowisata

Mengembangkan aktivitas
yang melibatkan
wisatawan dalam proses
produksi pertanian

Inovasi mengembangkan
aktivitas dari kegiatan
pertanian yang telah ada

97

98

99

5.2.3.1 Rencana Ruang


Perencanaan zonasi ruang pada kawasan bertujuan untuk mengakomodasi
kebutuhan masyarakat (produksi) dan kebutuhan wisata dalam proporsi yang
memungkinkan keduanya berjalan berdampingan tanpa konflik. Rencana ruang
terdiri atas Zona Agrowisata dan Zona Non-Agrowisata. Pembagian ruang
selengkapnya adalah sebagai berikut:
A. Zona Agrowisata
1. Zona Atraksi (Attraction Complexes)

Zona Agrowisata Utama

Mengikuti konsep zonasi model area tujuan wisata. Zona ini merupakan
ruang atraksi utama yang menampilkan objek-objek agrowisata. Zona ini
kemudian dibagi lagi menjadi lima sub-zona berdasarkan objek yang ditawarkan.
Sub-zona tersebut adalah sub-zona inti, sub-zona tanaman sayuran, sub-zona
tanaman buah, sub-zona pengolahan dan sub-zona peternakan.
Sub-zona
Agrowisata
Buah-buahan

Sub-zona
Agrowisata
Sayuran
Sub-zona Inti
Dsn. Banyuroto
(Display, miniatur)

Sub-zona
Agrowisata
Peternakan

Sub-zona
Agrowisata
Pengolahan

Gambar 44 Pembagian Sub-zona Atraksi


Sub-zona Inti
Yang dimaksud sub-zona inti adalah ruang atraksi dikembangkan pada
lokasi Laboratorium Agribisnis Primatani Desa Banyuroto dan berfungsi memberi
pengenalan terhadap kawasan agrowisata secara keseluruhan (terpadu). Selain itu
zona inti Aktivitas yang ada terbatas pada aktivitas pasif seperti menikmati
pemandangan dan mengamati objek yang ada. Dari sub-zona inti inilah wisatawan
diarahkan untuk mengunjungi zona atraksi yang lain, dimana wisatawan akan
dapat melakukan aktivitas agrowisata aktif dan mendapatkan pengalaman yang
lebih dengan ikut berpartisipasi pada rangkaian proses produksi dan pengolahan

100

hasil pertanian. Karena letaknya di lokasi Laboratorium Primatani, maka sub-zona


inti ini juga merupakan pusat pengenalan teknologi pertanian dalam kawasan.
Sub-zona Tanaman Sayuran
Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun
Kenayan. Pada zona ini aktivitas wisata yang dikembangkan berkaitan dengan
agribisnis sayuran. Merupakan kegiatan pertanian yang diusahakan oleh
masyarakat setempat dimana di dalamnya terdapat kebun tanaman sayuran,
pembibitan, serta ruang penyambutan dan pelayanan. Wisatawan dapat
mengetahui proses pembibitan, pemeliharaan, pemanenan, dan mencicipi hasil
olahan segar dari produk sayuran yang ada.
Sub-zona Tanaman Buah
Sub-zona tanaman buah direncanakan untuk dikembangkan di Dusun
Banyuroto. Pada zona tanaman buah wisata yang dikembangkan adalah berkaitan
dengan agribisnis buah, terutama untuk tanaman strawberry. Untuk itu di dalam
zona ini dilakukan pembagian ruang yaitu ruang kebun buah, ruang budidaya, dan
ruang pelayanan dan penyambutan. Wisatawan dapat ikut langsung dalam
kegiatan budidaya, mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, maupun
pemanenan. Selain itu hasil dari sub-zona ini juga dapat langsung dinikmati dalam
bentuk olahan segar.
Sub-zona Peternakan
Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun
Sobleman. Sub-zona peternakan dibentuk dengan menyatukan usaha peternakan
masyarakat yang tadinya dalam skala rumahan menjadi kandang komunitas. Hal
ini dimaksudkan agar mempermudah pengelolaannya untuk wisata. Objek yang
dapat dinikmati oleh wisatawan dintaranya adalah pola beternak dan budidayanya,
serta cara pemeliharaan binatang ternak. Selain itu wisatawan juga dapat
mengetahui cara pembuatan dan melihat instalasi biogas dan teknologi
pendukungnya.
Sub-zona Pengolahan
Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun
Grintingan. Dalam sub-zona ini wisatawan diajak untuk mengetahi tahapan proses
dan tenologi yang digunakan dalam pengolahan baik tanaman buah, sayuran

101

maupun produk peternakan. Selain itu pada sub-zona ini wisatawan dapat
menikmati dan membeli hasil olahan produk pertanian dari keseluruhan kawasan
sebagai buah tangan. Pada sub-zona ini terdapat pusat oleh-oleh dan juga restoran
yang menyediakan menu dari hasil tanaman dan peternakan dalam kawasan
agrowisata.
2. Zona Penunjang Agrowisata
a. Zona Penerimaan
Fungsi utama zona penerimaan adalah sebagai penanda suatu kawasan
dan sekaligus memberikan kesan dan identitas suatu kawasan. Dalam hal ini zona
penerimaan terletak pada pintu akses 1 dari arah Selatan.
b. Zona Pelayanan (Service Community)
Zona pelayanan memiliki fungsi pokok untuk memberikan kemudahan
dan kenyamanan wisatawan dalam melaksanakan keseluruhan rangkaian aktivitas
wisata di dalam kawasan. Karena letak titik-titik atraksi yang cukup jauh satu
sama lain maka hal ini diantisipasi dengan melakukan penyebaran fasilitas
pelayanan. Akan tetapi tetap ada pusat pelayanan terpadu yang diletakkan pada
welcome area kompleks atraksi, hal ini untuk memudahkan wisatawan dalam
mengakses informasi kawasan secara keseluruhan dan membantu dalam
menentukan rute dan memilih atraksi apa yanga kan dikunjungi.
Jarak perjalanan wisatawan yang berasal dari dua akses masuk baik dari
arah Yogyakarta maupun dari arah Semarang dapat ditempuh dalam waktu kurang
dari dua jam, sehingga peletakkan stopping area/rest area dianggap belum perlu.
Wisatawan dapat beristirahat ketika berada di dalam kawasan.
Pada pusat pelayanan terpadu wisatawan dapat mengakses informasi rute
yang efektif untuk menikmati keseluruhan kawasan, atau memilih touring plan
yang akan diikuti dengan menyesuaikan pada ketersediaan waktu dan minat
wisatawan. Selain itu pada pusat pelayanan terpadu wisatawan dapat meminta
rekomendasi dan berkonsultasi dengan tour guide ataupun mendapatkan jasa
interpreter. Aktivitas yang dikembangkan pada pusat pelayanan terpadu ini
dinataranya aktivitas ibadah, makan dan minum, mendapatkan informasi dan jasa
interpreter, beristirahat dan bermalam. Untuk itu maka fasilitas yang disediakan
berupa tempat parkir, restoran atau warung makan, guest house, mushola, toilet

102

dan sarana peristirahatan seperti saung, gazebo dan bangku yang diletakkan pada
titik-titik strategis.
c. Zona Penghubung (Linkage Corridors)
Zona penghubung dapat disebut pula sebagai ruang transisi, dimana
terjadi pengarahan massa wisatawan untuk mengenal dan memperkenalkan
kompleks atraksi. Zona penghubung dimanfaatkan untuk memberi kesan positif
terhadap kawasan, penataan dan blocking bila perlu dilakukan untuk memberikan
suasana dan view terbaik bagi wisatawan.
Ruang transisi ini dapat berupa jajaran pemukiman penduduk dan
ladang-ladang sayuran. Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif
seperti berjalan, duduk dan menikmati pemandangan. Fasilitas berupa
pemberhentian atau rest area juga disediakan terutama untuk wisatawan yang
berjalan kaki ketika berkeliling kawasan, untuk itu juga disediakan trotoar untuk
memberikan kenyamanan dan keamanan untuk pejalan kaki.
d. Zona Masyarakat
Yaitu zona yang mewadahi kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar
baik itu yang bersifat produktif maupun rumah tangga. Masyarakat memiliki
budaya yang terbuka terhadap pengunjung akan tetapi penggunaan rumah
penduduk sebagai home stay tidak disarankan karena dikhawatirkan akan
menurunkan citra kawasan. Hal ini terutama berkaitan dengan masalah kebersihan
dan kerapihan. Menurut pengalaman dan pengamatan yang dilakukan masyarakat
Desa Banyuroto kurang memperhatikan masalah kebersihan. Aktivitas wisata
tidak dikembangkan secara intensif pada zona ini, meskipun kemungkinan
interaksi dengan masyarakat desa pertanian cukup menarik bagi wisatawan.
B. Zona Non Agrowisata
a. Zona Penyangga
Area pada zona penyangga berfungsi memisahkan antara zona dimana
terdapat aktivitas agrowisata dengan zona konservasi. Tata guna lahan pada zona
penyangga terdiri atas lahan pertanian, kebun dan pemukiman masyarakat.

103

b. Zona Konservasi
Area pada zona ini dikonservasi dalam artian tidak boleh dilakukan
pembangunan fasilitas dan tidak ada aktivitas agrowisata aktif di dalamnya. Hal
ini dimaksudkan untuk mempertahankan fungsi area sebagai daerah resapan air
dan berkaitan dengan fungsinya untuk konservasi tanah. Pembangunan di area ini
selain beresiko juga dikhawatirkan dapat mengganggu kestabilan kawasan secara
keseluruhan.Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif yang minimal
dan terbatas. Diantaranya jalan-jalan dan menikmati pemandangan, itupun
dilakukan pada nature trail atau jalur alami. Tidak ada penyediaan sarana jalan
maupun trotoar.
Dari kelima dusun yang terdapat dalam wilayah Desa Banyuroto, hanya
Dusun Suwanting yang tidak dikembangkan untuk atraksi agrowisata. Hal ini
disebabkan letaknya yang terisolasi sehingga apabila dipaksakan untuk menjadi
atraksi wisata akan membuat jalur wisatawan menjadi tidak efektif. Akan tetapi
Dusun Suwanting dialokasikan untuk zona penunjang agrowisata.

5.2.3.2 Rencana Sirkulasi Wisata


Secara umum dilakukan pembagian jalur sirkulasi ke dalam dua
kelompok. Yang terdiri atas jalur sirkulasi untuk wisata dan jalur sirkulasi untuk
masyarakat (Gambar 46).
Jalur Sirkulasi Wisata
Disediakan khusus untuk kepentingan wisatawan dalam menikmati dan
melakukan aktivitas wisata di dalam kawasan. Jalur ini terbagi menjadi tiga jalur
yaitu jalur primer,jalur sekunder, jalur tersier.
Jalur Sirkulasi Masyarakat
Merupakan jalur yang dibuat untuk mangakomodasi kebutuhan
pergerakan masyarakat. Pada beberapa titik, jalur ini menyatu dengan jalur
wisatawan. Hal ini tentunya didukung dengan penyediaan sarana yang memadai
untuk kedua kepentingan tersebut. Jalur masyarakat utamanya digunakan untuk
kegiatan produksi.

104

105

106

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang
dan khususnya Desa Banyuroto Kecamatan Sawangan sebagai kawasan
agrowisata dalam Kawasan Agropolitan sesuai dengan potensi komoditi serta
alam pertanian dan suasana pegunungan yang dimilikinya.
2. Konsep perencanaan adalah menciptakan kawasan agrowisata berbasis
pendidikan dan penerapan teknologi pertanian, untuk meningkatkan apresiasi
terhadap bidang pertanian dan menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan
pertanian.
3. Aktivitas agrowisata yang bersifat rekreatif dan edukatif dibagi menjadi dua
berdasarkan tingkat keikutsertaan wisatawan dalam proses pertanian. Aktivitas
aktif menuntut partisipasi atau keterlibatan yang besar, sedangkan aktifitas
pasif dialokasikan untuk menikmati potensi view, alam pertanian serta suasana
pegunungan.
4. Rencana ruang serta pengembangan aktivitas dan fasilitas dalam kawasan
dihubungkan dengan jalur sirkulasi yang terbagi atas jalur wisatawan dan jalur
masyarakat. Pemisahan dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas agrowisata
yang dinikmati wisatawan dan menghindari konflik kepentingan.
5. Rekomendasi pengembangan agrowisata di Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu merupakan hasil analisis dan sintesis secara makro. Usaha
implementasi harus dimulai dengan analisis dan sintesis berskala mikro.
6. Hasil perencanaan lanskap berupa general block plan, block plan, dan rencana
lanskap (landscape plan) kegiatan agrowisata.

107

6.2 Saran
1. Perencanaan kawasan agrowisata merupakan upaya pengembangan dan tindak
lanjut dari pelaksanaan agropolitan, dengan cara memanfaatkan kondisi
pertanian dan alam yang ada untuk dikembangkan sehingga dapat diarahkan
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam kawasan.
2. Studi perencanaan agrowisata untuk keseluruhan Kawasan Aropolitan MerapiMerbabu perlu ditindak lanjuti dengan melakukan analisis dan sintesis dengan
pendekatan yang lebih mendalam.
3. Studi perencanaan kawasan agrowisata merupakan langkah perencanaan
makro dengan mekakukan identifikasi terhadap potensi ruang pertanian, untuk
itu dapat dilakukan perencanaan yang lebih detail terhadap ruang-ruang yang
telah direncanakan dalam perencanaan makro.
4. Produk untuk sampel perencanaan perlu dikembangkan dengan melalui
analisis yang lebih terperinci sehingga di dapatkan pola dan titik dari
penempatan aktivitas dan fasilitas yang direncanakan.

108

DAFTAR PUSTAKA
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Tata cara
Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk Percepatan Pembangunan
Daerah. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal.
Jakarta: Bappenas. http://pu.net
Bri, Kristina. 2006. The Impact of Agrotourism on Agricultural Production.
(Proceedings from the First International Conference on Agriculture and
Rural Development). J of Central European Agriculture 2006;7:561.
[DKP] Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan. Departemen Kebudayaan dan
Parwisata. 2007. Pendataan Profil Wisatawan Mancanegara. Jakarta.
(tidak dipublikasikan).
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu STA Sewukan Kabupaten Magelang dan Profil Kawasan
Agropolitan Jawa Tengah. Jakarta: DPU (tidak dipublikasikan).
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Profil Kawasan Agropolitan Provinsi
Jawa Tengah. Jakarta: DPU (tidak dipublikasikan).
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Bantek Penyusunan Master Plan
Kawasan Agropolitan. Jakarta: DPU (tidak dipublikasikan).
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Buku Kompilasi Data Agropolitan
Kabupaten Magelang. Jakarta. (tidak dipublikasikan).
[DPU] Satuan Kerja Penyediaan Prasarana dan Sarana Agropolitan, Departemen
Pekerjaan Umum. 2008. Daftar Rencana Pembangunan Jangka
Menengah. Jakarta. (tidak dipublikasikan).
[DPU] Dinas Pekerjaan Umum. 2007. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan ruang. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum.
Iwan Setiajie Anugrah. 17 Maret 2003. Kunci-kunci Keberhasilan Pengembangan
Agropolitan. Tabloid Sinar Tani.
Gold, SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York: Mc Graw Hill
Book Co.
Gunn, C.A., 1997. Vacationscape: Developing Tourist Area. United States of
America: Taylor & Francis.

109

Halida, Septamia. 2006. Perencanaan Lanskap Bagi Pengembangan Agrowisata di


Desa-Desa Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan Cianjur [skripsi].
Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Nurisjah, S. 2007. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Program Studi
Arsitektur Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian.
IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan).
Nurisyah, S. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Agro (Agrotourism). Bulletin
Taman dan Lanskap Indonesia 2001; 4(2): 20-23.
Lobo, R.E., Goldman G.E. and others. 1999. Agricultural Tourism: Agritourism
Benefits Agriculture in San Diego County, California Agriculture.
California: University of California.
Laurie, M. 1986. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung: PT.
Intermatra..
Pasaribu, M., 1999. Kebijakan dan Dukungan PSD-PU dalam Pengembangan
Agropolitan. Makalah pada Seminar Sehari Pengembangan Agropolitan
dan Agribisnis serta Dukungan Prasarana dan Sarana, Jakarta, 3 Agustus
1999.
Pitana, I Gde. 2002. Pengembangan Ekowisata di Bali. Makalah Disampaikan
pada Seminar Ekowisata di Auditorium Universitas Udayana pada
tanggal 29 Juni 2002.
Paparan Bupati Magelang pada Sarasehan Nasional Agropolitan: Pelaksanaan
Pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten
Magelang. Magelang, 15 Desember 2007.
Profil Daerah Kabupaten Magelang. 2007. Pemerintah Daerah Kabupaten
Magelang. (tidak dipublikasikan).
Rilla, E. 1999. Bring the City & County Together. California Coast and Ocean.
Vol. 15, No. 2. 10p.
Rustiadi, Ernan., Dardak, Emil Elestiano. 2007. Agropolitan: Strategi
Pengembangan Pusat Pertumbuhan pada Kawasan Perdesaan. Katalog

110

Dalam Terbitan Perpustakaan Nasional RI. Bogor: Ditjen Penataan


Ruang bekerjasama Crestpen Press.
Rustiadi, Ernan, S. Hadi. 2004. Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi
Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Di dalam:
Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan
di Wilayah Secara Berimbang. Bogor, 20 Agustus 2004. Bogor: Pusat
Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB.
Rustiadi, Ernan, Sugimin Pranoto. 2007. Agropolitan: Membangun
Ekonomi Perdesaan. Bogor: Crestpen Press.
Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. United States of America: McGrawHill, Inc.
Smith, Stephen L. J. 1989. Tourism Analysis: A Handbook. England: Longman
Scientific and Technical.
Subowo.

2002.

Agrowisata

Meningkatkan

Pendapatan

Petani.

http://database.deptan.go.id/agrowisata [14 Juni 2008]


Susanto, Ario Adi. 2007. Studi Potensi Agrowisata Berbasis Ecovillage Di Desa
Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor:
Program Studi Arsitektur Lanskap. Program Sarjana, IPB.
Sutjipta, I Nyoman. 2001. Agrowisata. Diktat Magister Manajemen Agribisnis:
Universitas Udayana. Bali. (tidak dipublikasikan).
Syahrani, H.A. Husainie. 2001. Penerapan Agropolitan dan Agribisnis Dalam
Pembangunan Ekonomi Daerah. FRONTIR Nomor 33, Maret 2001.
Utama, I Gusti Bagus Rai. 2005. Buku Agrowisata. Bali: Universitas Udayana.
www. wordpress.com. [tanggal akses 7 Juni 2008].
Utama, I Gusti Bagus Rai. 2007. Agrotourism as an alternative form of tourism in
Bali [tesis]. Bali: Universitas Udayana. www.wordpress.com.
http://www.budpar.go.id
http://database.deptan.go.id
www.farmstop.com
http://www.ritc.or.id/~iklim/Pelatihan_pemanfaatan_informasi_iklim/12_13Maret
2008/Iklim%20dan%20Tanah.pdf (17 Juni 2008)
http://en.wikipedia.org/wiki/Soil_classification (17 Juni 2008)

111

LAMPIRAN
Lampiran 1 Sifat Tanah Kawasan Agrowisata
No
Jenis Tanah
Sifat Tanah
1. Latosol
Dijumpai pada daerah CH>2000 mm/th, bulan
kering<3 bulan
Terbentuk dari bahan induk batu atau tufa volkan
Pada medan berombah hingga bergunung 10-1000
mdpl
Solum dalam (>1,5 m)
Berwarna merah hingga coklat
Tekstur liat, struktur lemah
Konsistensi gembur dan homogen
Tanah masam hingga agak masam
Kadar BO rendah
Keadaan hara sedang hingga lemah
Permeabilitas baik dan tahan erosi
2. Andosol
Dijumpai pada daerah dengan CH 2000 mm/th tanpa
bulan kering yang pasti
Terbentuk dari bahan induk tufa atau abu volkan
Pada medan datar, agak miring, bergelombang atau
dataran tinggi mulai dari 1000 mdpl
Solum agak tebal, berwarna hitam sampai kuning
Konsistensi gembur, tekstur kaya debu
Kaya bahan organic di lapisan permukaan
Fiksasi P tinggi, miskin N, P dan K, mineral liat
dominant alofan, permeabilitas sedang, peka erosi air
atau angin
Sumber : Tim Pusat Penelitian Tanah Bogor (Halida, 2006)

112

Lampiran 2 Sifat-Sifat Tanah dalam Tingkat Ordo


No

Ordo

1.

Alfisol

Sifat Penciri

Keterangan

Kejenuhan basa (jumlah kation)

Tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horizon bawah (=horizon agrilik)

tinggi (lebih dari 35%), pada

dan mempunyai kejenuhan basa (berdasar jumlah kation) tinggi yaitu lebih dari

kedalaman 180 cm

35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di
horizon bawah ini berasal dari horizon di atasnya dan tercuci ke bawah bersama
dengan gerakan air. Tanah ini dulu termasuk tanah Mediteran Merah Kuning
sebagian. Latosol kadang-kadang juga podzolik Merah Kuning

2.

Andisol

Mempunyai sifat tanah andik

Tanah-tanah yang mempunyai lapisan 36 cm dengan sifat andik, pada kedalaman


60 cm, tanah ini dulu disebut Andosol

3.

Aridisol

Regim kelembaban tanah aridik

Tanah-tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik (sangat kering).

(sangat kering)

Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horizon penciri lain. Dulu


disebut Desert Soils.

4.

Entisol

Tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam
perkembangan. Tidak ada horizon penciri lain kecuali epipedon ochrik, atau histik
jika tanah sangat lembek (ENT = Recent= baru). Tanah ini dulu disebut tanah
aluvial atau Regosol.

5.

Gelisol

Mempunyai sifat gelik (membeku Tanah yang selalu membeku karena suhu sangat dingin.
sepanjang tahun)

113

No

Ordo

Sifat Penciri

6.

Histosol

Keterangan
Tanah dengan kandungan bahan organic leih dari 20% atau C-Organik >12%
(tekstur pasir), atau bahan organiklebih dari 30% (C-Organik >18%)(tekstur liat).
Lapisan yang mengandung bahan organic tinggi tersebutte balnya lebih dari 40
cm. (Histos = jaringan). Tanah ini sehari-hari disebut tanah gambut, tanah organic
atau Organosol.

7.

Inceptisol

Merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol (inceptum =


permulaan). Umumnya mempunyai horizon kambik. Karena tanah belum
berkembang lanjut maka kebanyakan tanah ini cukup subur. Tanah ini dulu
termasuk tanah Aluvial, regosol, Gleihumus, Latosol dan lain-lain.

8.

Mollisol

Kejenuhan basa (NH4OAc pH 7)

Tanah yang mempunyai epipedon molik, yaitu epipedon yang tebalnya lebih dari

seluruh solum lebih dari 50%

18 cm, berwarna hitam (gelap) dengan value lembab 3, kandungan bahan


organic lebih dari 1% (C-Organik > 0,6%), kejenuhan basa (NH4 OAc) lebih dari
50%. Agregasi tanah baik sehingga tanah tidak keras bila kering (Mollis = lunak).
Kecuali itu seluruh solum tanah juga harus mempunyai kejenuhan basa ( NH4 Oac)
> 50%. Tanah ini dulu disebut Chernozem, Brunizem, Rendzina, dan lain-lain.

9.

Spodosol

Tanah dimana di horizon bawah terjadi penimbunan Fe dan Al oksida dan humus
(horizon spodik) sedang di lapisan atas terdapat horizon evuviasi (pencucian) yang
berwarna pucat (albic). Tanah ini dulu disebut tanah Podzol.

114

No

Ordo

10.

Oxisol

Sifat Penciri
-

Keterangan
Tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit (< 10%). Kandungan liat
tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation rendah. KTK (NH4 OAc)
16 cmol (+)/ kg liat dan KTK efektif (Jumlah basa +Al 12 cmol (+)/kg liat.
Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Di lapang tanah ini
menunjukkan batas-batas horizon yang tidak jelas. Tanah ini dulu disebut tanah
Latosol (umumnya Latosol Merah atau Merah Kekuningan), Lateritik atau juga
Podzolik Merah Kuning.

11.

Ultisol

Kejenuhan basa (jumlah kation)

Tanah-tanah dimana terjadi penimbunan liat di horizon bawah (horizon argilik),

rendah (kurang dari 35%), pada

bersifat masam, kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 180 cm dari

kedalaman 180 cm

permukaan tanah kurang dari 35%. Tanah ini dulu disebut tanah Podzolik Merah
Kuning yang banyak terdapat di Indonesia. Kadang-kadang juga termasuk tanah
Latosol dan Hidromorf kelabu.

12.

Vertisol

Sifat vertik (musim kering

Tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horizon,

mengerut, tanah pecah-pecah,

mempunyai sifat mengembang dan mengerut (sifat vertik). Kalau kering tanah

musim hujan mengembang tanah

mengerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras, kalau basah mengembang dan

sangat lekat), lebih 30% liat

lengket. Ditemukan bidang kilir (slicken side) dan struktur berbentuk baji. Tanah
ini dulu disebut tanah Grumosol atau Margalit.

Sumber : Hardjowigeno, 2003

Anda mungkin juga menyukai