Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu gangguan yang terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna
adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu yang
bisa dibedakan oleh orang dengan mata normal. Seseorang yang menderita buta warna
dapat disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau akibat penggunaan obat-obatan yang
berlebihan. Buta warna umumnya diderita oleh laki-laki, sedangkan wanita hanyalah
sebagai gen pembawa atau resesif (Kurnia, 2009).
Untuk mengetahui apakah seseorang buta warna atau tidak, diperlukan suatu
tes atau pengujian buta warna. Tes buta warna adalah suatu tes yang digunakan untuk
mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna atau tidak. Hasil dari tes buta
warna ada 3 macam yaitu buta warna total, buta warna sebagian (parsial) dan normal.
Hasil tes buta warna sangat penting terutama untuk melanjutkan pendidikan dan
bekerja di bidang-bidang tertentu seperti teknik elektro, teknik Informatika, desain
dan lain-lain. Salah satu metode tes buta warna yaitu metode Ishihara. Metode ini
dilakukan dengan cara memperlihatkan gambar-gambar berisikan berbagai warna.
Diantara warna-warna itu terbentuk angka-angka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi mata masyarakat Desa Batok Rt 4 Rw 2 Bubakan Kecamatan
Mijen Semarang?
2. Bagaimana jumlah penderita buta warna pada masyarakat Desa Batok Rt 4 Rw 2
Bubakan Kecamatan Mijen Semarang?
3. Bagaimana variasi golongan darah masyarakat Desa Batok Rt 4 Rw 2 Bubakan
Kecamatan Mijen Semarang?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi mata masyarakat Desa Batok Rt 4 Rw 2 Bubakan
Kecamatan Mijen Semarang
2. Untuk mengetahui jumlah penderita buta warna pada masyarakat Desa Batok Rt 4
Rw 2 Bubakan Kecamatan Mijen Semarang
3. Untuk mengetahui variasi golongan darah masyarakat Desa Batok Rt 4 Rw 2
Bubakan Kecamatan Mijen Semarang
D. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KLASIFIKASI BUTA WARNA


Kemampuan melihat warna diklasifikasikan sebagai berikut:
Penglihatan Normal disebut juga trichromatic. Trichromats dapat mencocokkan
semua 3 warna dasar. Adanya kelainan dari mencocokkan ketiga warna dasar karena
adanya disfungsi dan sel kerucut, disebut anomalous trichromatic. Bentuk kelainan
melihat warna yang hanya bisa mencocokkan 2 macam warna dasar, yang disebabkan
karena hilangnya beberapa sel kerucut disebut dichromatic.
Bentuk buta warna yang sangat jarang terjadi adalah monochromatic.
Monochromats tidak bisa mendiskripstkan warna, dan hannya bisa menerima warna abuabu. Tipe ini dibedakan menjadi 2 berdasarkan kelainan anatominya yaitu:
1) Rod monochromats (tidak terdapat sel kerucut pada retina), dan disertai berkurangnya
daya penglihatan.
2) Cone monochromats (hanya memiliki satu macam sel kerucut), biasanya masih
memiliki aktivitas visual yang baik.
Selain dibedakan berdasarkan kelainan jumlah warna yang dapat dilihat seperti
di atas, masing-masing tipe dibedakan lagi berdasarkan jenis warna yang dapat dilihat,
yaitu tipe trichromatic dan dichromatic. Pada tipe ini terdapat 2 macam kelainan yaitu:
protan dan deutan. Protan dan Deutan pada trichromatic disebut protanomaly dan
deuteranomaly, sedangkan Protan dan Deutan pada dichromatic disebut protanopia dan
deuteranopia. Hanya terdapat pada tipe dichromatic yang disebut deuteranopia.

Tabel 1. Tipe Buta Warna dan Penyebabnya


Type

Form

Cause

Red

Defects

Protanomaly

Trichromatic

Disfungsional sel kerucut L

Protanopia

Dichromatics

Hilangnya sel kerucut L

Deuteranomal
y

Trichromatic

Disfungsional sel kerucut M

Deuteranopia

Dichromatics

Hialngnya sel kerucut M

Blue

Yellow

Defectss

Tritanopia

Dichromatics

Hilangnya sel kerucut S

Keterangan :
* Protanomaly disebabkan disfungsional sel kerucut L (sel kerucut L juga disebut
kerucut Merah).
* Protanopia disebabkan hilangnya sel kerucut L.
* Deuteranomaly disebabkan disfungsional sel kerucut M (kerucut hijau).
* Deuteranopia disebabkan hilangnya sel kerucut M.
* Tritanopia disebabkan hilangnya sel kerucut S (kerucut biru).
(Jalmanggeng, 2008).
B. TEST PEMERIKSAAN

Tes Ishihara adalah tes buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini
pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus
digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang.
Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan
berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk
lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan
melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal/pseudo-isochromaticism
(Wartamedika, 2007)

Pembahasan
Dalam observasi ini kami berhasil menguji buta warna masyarakat Desa Batok Rt. 04
Rw. 02, Bubakan Kec. Mijen, Semarang sejumlah 26 orang terdiri atas 12 orang laki-laki dan
14 orang perempuan. Selain menguji buta warna, kami juga mendata golongan darah, namun
sebagian besar masyarakat belum tahu golongan darah mereka, hanya 2 orang yang berhasil
kami data golongan darahnya.
Berdasarkan tabel 1, dapat kita lihat bahwa hanya ada 2 (dua) orang yang mengalami buta
warna sebagian, sedangkan 24 orang lainnya normal. Dua or
Untuk mengetahui bermacam-macam kemungkinan daari pewarisan buta warna dapat
dilakukan persilangan/perkawinan berikut ini:
1. Perkawinan antara wanita normal dengan laki-laki normal.
P : XCXC >< XCY
G:

XC

F1:

XCXC

XC , Y
,

(NORMAL)

XCY
(NORMAL)

Dari persilangan diatas, dapat diketahui bahwa bila ada seorang wanita normal
dengan laki-laki normal akan menghasilkan keturunan XCXC (wanita normal) dan
XCY (laki-laki normal). Perkawinan tersebut mempunyai perbandingan ratio fenotip
1:1, bahwa kemungkinan semua anaknya normal 100%, akan tetapi anak wanitanya
normal heterozigotik/carrier 50% dan anak laki-lakinya normal 50%.
2. Perkawinan antara wanita carrier (XCXc) dengan laki-laki normal (XCY)
P : XCXc >< XCY
G : XC

XC

Xc

F1: XCXC(normal) XCXc(carrier)


XCY(normal)

XcY(penderita)

Dari persilangan diatas, dapat diketahui bahwa bila ada seorang wanita carrier
kawin dengan laki-laki normal maka akan menghasilkan dua anak normal,satu anak
carrier, dan satu anak penderita buta warna. Jadi dari hasil persilangan diatas
perbandingan ratio fenotip (F1) yaitu 1:2:1. Sehingga peluang lahir anak normal 50%,
peluang lahir anak perempuan carrier 25% dan pekuang anak buta warna sebersar
25%. Dan dapat diketahui pula yang menurunkan sifat buta warna adalah gen ibu.
3. Perkawinan antara wanita buta warna (XcXc) dengan laki-laki normal (XCY)
P : XcXc >< XCY
G : Xc

XC,Y

F1 XCXc
(carrier)

XcY
(buta warna)

Dari persilangan diatas menunjukkan bahwa bila seorang wanita buta warna
kawin dengan laki-laki normal maka akan menghasilkan keturunan pertama yaitu
wanita normal carrier (XCXc) dan laki-laki buta warna (XcY). Namun pada
kenyataannya, jika seorang penyidap buta warna itu adalah ibunya, maka akan
diwariskan secara silang pada anak laki-lakinya. Hal ini disebabkan karena yang

membawa penyakit adalah gonosomnya (kromosom kelamin). Dan dari diagram


diatas dapat diketahui perbandingan ratio fenotipnya sebesar 1:1 sehingga peluang
lahir anak perempuan normal carrier sebesar 50% dan peluang lahir anak laki-laki
buta warna sebesar 50%.
4. Perkawinan antara wanita normal (XCXC) dengan laki-laki buta warna (XcY)
P : XCXC >< XcY
G:

XC

Xc,Y

F1: XCXc(carrier) XCY(normal)


Dari persilangan diatas dapat diketahui bahwa bila ada seorang wanita normal
kawin dengan laki-laki buta warna kana menghasilkan keturunan XCXc(carrier) dan
XCY(normal). Perkawinan tersebut mempunyai perbandingan ratio fenotip sebesar
1:1, sehingga peluang anak laki-laki normal sebesar 50% dan anak perempuan carrier
sebesar 50%. Adapun yang menurunkan sifat buta warna adalah gen ayah.
5. Perkawinan antara wanita carrier (XCXc) dengan laki-laki buta warna (XcY)
P : XCXc >< XcY
G : XC,Xc
F1: XCXc(carrier)
XCY(normal)

Xc,Y
XcXc(buta warna)
XcY(penderita)

Dari persilangan diatas menunjukkan bahwa bila ada seorang wanita carrier kawin
dengan laki-laki buta warna maka akan menghasilkan keturunan pertama(F1) antara lain
wanita carrier (XCXc), laki-laki normal (XCY), wanita buta warna (XcXc), dan laki-laki
buta warna (XcY). Dan dari persilangan dapat diketahui ratio fenotip (F1) yaitu 1:2:1
sehingga peluang lahir anak normal sebesar 25%, anak normal carrier 25% dan anak buta
warna sebesar 50%.
6. Perkawinan antara wanita buta warna (XcXc) dengan laki-laki buta warna (XcY)
P : XcXc >< XcY
G:

Xc

Xc,Y

F1: XcXc(buta warna) ,

XcY(buta warna)

Dari hasil persilangan diatas dapat diketahui apabila ada seorang wanita buta
warna kawin dengan laki-laki buta warna maka keturunan F1 100% buta warna (baik
laki-laki maupun perempuan). Jadi tidak pernah bisa menghasilkan keturunan yang
normal karena semua parentalnya penderita buta warna (buta warna merupakan
penyakit yang diturunkan).

Anda mungkin juga menyukai