Anda di halaman 1dari 20

BAB I

1.1

Latar belakang
Kanker ovarium adalah penyakit yang membuat frustasi bagi pasien dan pemberi
perawatan kesehatan karena awitanya tersembunyi dan tidak adanya gejala peringatan
adalah penyebab mengapa penyakit ini telah mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa. Kondisi
ini merupakan penyebab kematian utama di antara malignansi ginkelogis. Penyakit ini
mempunyai angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. sayang sekali sekitar 75% dari
kasus didektesi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk didiagnosa dan adalh unik sehingga
kemungkinan kondisi ini merupakan awal dari banyak kanker primer yang mungkin menjadi
tempat metastasis dari kondisi lainnya. Kondisi ini membawa angka kematian 14,500 setiap
tahunya dan merupakan penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada wanita
(Wingo et al., 1995). Sebagian kasus mengenai wanita antara usia 50 sampai 59 tahun.
Insidens tertingginya adalah di negara-negara industri, kecuali jepang yang insidensnya
rendah.

BAB II

2.1

Anatomi dan fisiologi sitem reproduksi wanita

1. Genetalia Eksterna (vulva)

Yang terdiri dari:


a. Tundun (Mons veneris)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini mulai ditumbuhi
bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di atas simfisis pubis
b. Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu di bagian bawah
dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutp rambut, yang merupakan kelanjutan dari
rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa rambut, merupakan selaput yang
mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora pada wanita dewasa panjang 7- 8 cm,
lebar 2 3 cm, tebal 1 1,5 cm. Pada anak-anak dan nullipara kedua labia mayora sangat
berdekatan.
c. Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa rambut. Setiap labia
minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna kemerahan;Bagian atas labia minora
akan bersatu membentuk preputium dan frenulum clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini
mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan bersatu membentuk fourchette

d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Analog dengan penis pada
laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.
e. Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula terdapat 6 buah
lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2 buah
muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi untuk mensekresikan cairan mukoid ketika
terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria
gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen
f. Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi sabagian besar dari liang
senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar. Bentuk dari
himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi
ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat
melakukan koitus pertama sekali dapat terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior
g. Perineum (kerampang)
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-otot muskulus
levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja dari sphincter ani
2. Genetalia Interna

a. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan
muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena
itu dapat dikendalikan. Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya
sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina
disebut portio. Portio uteri membagi puncak (ujung) vagina menjadi:

-Forniks anterior -Forniks dekstra


-Forniks posterior -Forniks sisistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan pH 4,5.
keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina:
1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.
2) Alat hubungan seks.
3) Jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung kemih dan rektum.
Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah
berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina yang merupakan
cabang

utama

dari

arteri

illiaka

interna

(arterihipogastrika

interna).

Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.


1) Korpus uteri : berbentuk segitiga
2) Serviks uteri : berbentuk silinder
3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba.
Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan
parametrium. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3 cm,
nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus dapat menahan beban
hingga 5 liter
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
a)Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan penebalan yang diisi
jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum meliputi tuba dan mencapai
dinding abdomen.
b)Lapisan otot
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam.
Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah
ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka
delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat, dengan demikian pendarahan
dapat terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim makin berkurang, dan jaringan ikatnya bertambah.
Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum, yang merupakan batas dari
kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan

selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan
menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan.
c). Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar endometrium. Variasi
tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan oleh perubahan hormonal dalam
siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga
memungkinkan terjadi implantasi (nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan bersifat
mengeluarakan cairan secara terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus
dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga,
tonus otot-otot panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:
1) Ligamentum latum
Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.
2) Ligamentum rotundum (teres uteri)
Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.
Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.
3) Ligamentum infundibulopelvikum
Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.
4) Ligamentum kardinale Machenrod
Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri.
Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.
5) Ligamentum sacro-uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju os.sacrum.
6) Ligamentum vesiko-uterinum
Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan uterus saat hamil
dan persalinan

d. Tuba Fallopii
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternya antara 3 sampai 8
mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi,
sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi, dan tempat

pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap
melakukan implantasi.
e. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterina dan
terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang
dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi
adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki
cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya, bila habis menopause.
Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:
a. Memproduksi ovum
b. Memproduksi hormone estrogen
c. Memproduksi progesteron
Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel primordial ovarium
yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen merupakan hormone terpenting pada wanita.
Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada wanita seperti pembesaran
payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi pengeluaran
darah menstruasi pertama yang disebut menarche.
Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan ovum yang disebut
ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan pada estrogen untuk menumbuhkan tandatanda seks sekunder. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah teratur dengan interval 28-30 hari
yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan ovulasi, sebagai kematangan organ
reproduksi wanita.
B. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
1. Hormon Reproduksi pada wanita
a. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar sel ovum.
b. Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
c. Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan sel ovum).
d. Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH
C. Siklus Menstruasi
Siklus mnstruasi terbagi menjad 4. wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan akan
mengeluarkan darah dari alat kandungannya.

1.Stadium menstruasi (Desquamasi), dimana endometrium terlepas dari rahim dan adanya
pendarahanselama 4hari.
2.Staduim prosmenstruum (regenerasi), dimana terjadi proses terbentuknya endometrium secara
bertahap selama 4hr
3.Stadium intermenstruum (proliferasi), penebalan endometrium dan kelenjar tumbuhnya lebih cepat.
4.Stadium praemenstruum (sekresi), perubahan kelenjar dan adanya penimbunan glikogen guna
mempersiapkan endometrium
D. Hormon-Hormon Reproduksi
a.Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk
reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual
pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna
pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas
cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
b.Progesteron
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium
sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama
trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG.
c. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan merangsang
pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen
akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah,
begitupun sebaliknya.
d.FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat
rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang
akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk
waktu tertentu oleh LH.
e. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi memicu perkembangan
folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan
siklus (LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus
luteum pascaovulasi dalam menghasilkan progesteron. Pelepasannya juga periodik / pulsatif,

kadarnya dalam darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam).
Kerja sangat cepat dan singkat.
f. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta). Kadarnya makin
meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun
pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir trimester ketiga
(sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan
produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki
fungsi imunologik. Deteksi HCG pada darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan
adanya kehamilan (tes Galli Mainini, tes Pack, dsb).
g.

LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin

Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi dan sekresi air
susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan
mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin juga.
2.2

Definisi kanker ovarium


1. Kanker ovarium adalah kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beranekaragam ,baik yang
beasr maupun yang kecil.(Sylvia anderson,1995)
2.

Kanker ovarium adalah bagian dari karsinoma sel skuamosa ovarium yang dapat tumbuh
dalam setiap epitel berlapis skuamosa atau mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa.
(Stanley L Robbins,1995)

3. Kanker Ovarium biasanya berasal dari sel epitel dan berkaitan dengan pajanan estrogen
seumur hidup. Pada anak dan remaja, kanker ovarium dapat berkembang dari sel-sel
germinativum (ova), yang mungkin berkaitan predisposisi genetik. Kanker Ovarium terjadi pada
wanita yang keluaga dekatnya mengidap kanker payudara atau ovarium, meski faktor genetik
yang teridentifikasi hanya dijumpai pada 5% wanita yang mengidap kanker ovarium.
(patofisiologi Corwin : 801-802)
4. Satu dari 70 wanita akan mengalami kanker ovarium dalam kehidupanya Suatu neoplasma
letal, kanker ovarium, menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan kombinasi kanker
endometrium dan serviks.( kep.maternitas hal : 281 )
2.3

penyebab kanker ovarium ( etiologi )

Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu:


1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan
bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan
luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi
atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat
menimbulkan transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data
epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa
percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen
rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotrofin juga menigkat. Peningkatan kadar
hormon gonadotrofin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor
ovarium pada binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzatrene (DMBA)
akan menjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah di ooforektomi, tetapi
tidak menjadi tumor jika tikus tersebut telah di hipofisektomi.
Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil
kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotrofin.
3. Hipotesis androgen
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang mengatakan
bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini
didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium
selalu terpapar pada androgenic steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar
adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam percobaan
invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel
kanker ovarium epitel dalam kultur sel.
4. Hipotesis progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen , progesteron
ternyata mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium. Epitel normal
ovarium mengandung reseptor progesteron.
Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca menopause akan
meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan
pemberian progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron

tinggi, menurunkan resiko kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko
terjadinya kanker ovarium.
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu paritas yang tinggi memiliki resiko
terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu denga risiko relative 0,7.
Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, resiko terjadinya kanker ovarium
berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara.
6. Pil kontrasepsi
Penelitian dari center for disease control menemukan penurunan resiko terjadinya
kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontasepsi, yaitu
dengan resiko relative 0,6.
7. Talk
Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker
ovarium dengan resiko relative 1,9%.
8. Ligasi tuba
Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium dengan resiko relatif 0,3.
Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen
lainnya dengan ovarium.
2.4

patofisiologi

Usia
Ansietas (cemas)

Menopouse dini

Kurangnya pengetahuan

Kadar Estrogen

Tindakan fingoofaretomi

Kanker Ovarium

Faktor Ovulasi

Detensi abdomen

Trauma Ovulasi

ototabdomen dan diafragma

terkendali di ovarium

Proses inflamasi

mengaktifkan pusat muntah

pendarahan

Rusaknya sel epitel ovarium

medula oblongata

Anemia

Kerusakan DNA

Respon mual,muntah

Hipoksia

TSG tidak berfungsi


Premibilitas p.d
protaglandin
reaksi inflamasi
pelepasan sitokin
makrofag
TNF
Penurunan metabolisme
BB
Gg. Nutrisi

Itoleransi aktifitas
Lelah

Muntah
Anoreksia
BB
GG. nutrisi

perkembangan sel epitel yang tidak

sesak napas Gg. Perfusi jaringan


Gg. Pola napas

2.5

Stadium kanker ovarium

Stadium Kanker Ovarium


Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada operasi eksplorasi.
Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and Obstenricians (FIGO) 1987
sebagai beriku:
Stadium I
Pertumbuhan terbatas pada ovarium
Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh, tidak ada pertumbuhan di
permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga
peritonium
Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada pertumbuhan di permukaan
ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium
Stadium Ic : tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor dari kapsul tumor pecah,
pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor ganas pada cairan asite maupun
bilasan rongga peritoneum.
Stadium II
Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul
Stadium IIa : perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba
Stadium IIb : perluasan ke jaringan pelvis lainnya
Stadium IIc : tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua ovarium,
kapsul pecah, atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau bilasan peritoneum positif.
Stadium III
Tumor mengennai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan/atau KGB
retroperitoneal atau ingunal positif. Metastasis permukaan liver masuk stadium III. Tumor terbatas
dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
Stadium IIIa : tumor terbatas di ppelvisl kecil dengan kelenjar getah bening negative tetapi secara
histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya pertumbuhan di permukaan peritoneum
abdominal.
Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di permukaan peritoneum dan
terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.
Stadium IIIc : implan di abdomen >2 cm dan/atau kelenjar detah bening retroperitoneal atau inguinal
positif.
Stadium IV

Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil
sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga metastasis parenkim hati.
2.6

Tanda dan gejala kanker ovarium


Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila

tumor tersebut padat, bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan perlu dicurigai.
Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat
dipastikan.
Menurut Piver perhatian khusus harus diberikan jika ditemukan kista ovarium berdiameter > 5
cm karena pada 95% kasus kanker ovarium, tumornya berdiameter > 5 cm. Dengan demikian, bila
tumor sebesar ini ditemukan pada pemeriksaan pelvis, evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk
menyingkirkan keganasan, khususnya pada wanita yang berusia > 40 tahun. Jika ditemukan massa
kistik berukuran 5-7 cm pada usia reproduksi kemungkinan kista tersebut suatu kista fungsional yang
akan mengalami regresi dalam masa 4-6 minggu kemudian. Bilateralitas pada kista jinak hanya
ditemukan pada 5% kasus, sedangkan pada kista ganas ditemukan pada 26% kasus. Oleh karena itu,
jika ditemukan kista ovarium bilateral harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menyingkirkan
keganasan termasuk pada penderita yang masih berusia muda. Berek mengambil batasan ukuran kista
8 cm. jika kista tersebut berukuran > 8 cm, sangat mungkin kista tersebut neoplasma, bukan kista
fungsional. Kista yang berukuran < 8 cm, dapat dianggap kista fungsional jika pada pemeriksaan
ginekologi ditemukan kista yang mudah digerakkan, kistik, unilateral dan permukaan rata.
Pada penderita pramenopause dengan massa kistik berukuran diameter lebih dari 8-10 cm,
besar kemungkinan bahwa kista itu suatu neoplasma, kecuali jika penderita sebelum pemeriksaaan ini
telah meminum klomifen sitrat atau obat-obat lain untuk induksi ovulasi. Pada penderita
pramenopause, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan asalkan kista tersebut tidak dicurigai
ganas. Pengamatan dilakukan tidak lebih dari 2 bulan. Jika massa tersebut bukan neoplasma, massa
tersebut akan menetap atau mengecil pada pemeriksaan panggul dan USG. Jika makin besar, massa
tersebut harus dicurigai sebagai neoplasma dan harus dilakukan pengangkatan secara operasi.
Pada wanita pascamenopause, ovarium akan menjadi atropi dan pada pemeriksaan panggul
tidak dapat diraba. Jadi bila pada usia ini teraba massa di pelvis, maka massa tersebut patut dicurigai
suatu keganasan. Keadaan ini dahulu disebut postmenopausal palpable syndrome. Penelitian pada
penderita kelompok ini menunjukkan bahwa hanya 3% dari massa yang teraba di pelvis tersebut yang
berukuran kurang dari 5 cm, yang bersiffat ganas.
Pada penderita pascamenopause dengan kista unilateral berukuran kurang dari 8-10 c, kadar
Ca 125 normal, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan. Jika massa tersebut dicurigai

ganas, dengan tanda-tanda massa besar, dominan padat, lengket dengan sekitarnya, dan bentuknya
tidak teratur, tindakan laparatomi harus segera dilakukan.
2.7

komplikasi kanker ovarium

Obstruksi usus merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kasus tingkatan lanjut yang dikelola
dengan melakukan reseksi usus sekali atau beberapa kali untuk melakukan by pass bila kondisi
penderita mengizinkan (ilmu kandungan Sarwono Prawirohardjo : 407).
2.8

pemeriksaan medis pada kanker ovarium

Penatalaksanaannya adalah terdiri dari histerektomi totalis perabdominam, salpingoooforektomi


bialteralis, apendektomi, dan surgical staging. Surgical staging adalah suatu tindakan bedah laparatomi
eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan
melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasan atau penyebaran kanker
ovarium. Temuan pada surgical staging akan menetukan stadium penyakit dan pengobatan adjuvant
yang perlu diberikan. Bila pada eksplorasi secara visual dan palpasi tidak ditemukan penyebarana
makroskopis dari kanker, penyebaran mikroskopis harus dicari dengan melakukan pemerikasaan
mikroskopis cairan peritoneum, biopsy peritoneum, omentektomi, dan linfadenoktomi kelenjar getah
bening pelvis dan para aorta.
Teknik Surgical Staging
Pada penderita tumor ovarium yang dicurigai ganas insisi abdomen hendaklah insisi mediana atau
paramedian yang cukup luas agar memudahkan melakukan eksplorasi rongga perut bagian atas.
Prosedur standar yang harus dilakukan adalah:
1. Insisi mediana melewati umbilicus sampai diperoleh kemudahan untuk melakukan eksplorasi
rongga abdomen atas.
2. Contoh asites atau cairan di cavum dauglas, fosa parakolika kanan dan kiri dan
subdiafragmadiambil sebanyak 20-50 cc untuk pemeriksaan sitologi. Dapat diakukan dengan
alat suntik 20 cc atau 50 cc yang ujungnya telah disambung dengan kateter.
3. Bila tidak ada asites atau cairan di cavum dauglas,pembilasan peritoneum harus dilakukan
dengan memasukkan 50-100 cc larutan faal. Dilakukan pada lokasi Cul de sac, palakolika
kanan dan kiri, hemi difragma kanan dan kiri. Kemudian cairan itu diambil kembali dengan lat
suntik tadi.
4. LAkukan Eksplorasi sistemik

5. Tumor ovarium diangkat sedapatnya in toto dan dikirim untuk pemeriksan potong beku (frozen
section).
6. Bila hasil potong beku ternyata ganas, dilanjutkan untuk pengangkatan seluruh genitalia
interna engan histerektomi total dan salpingooofarektomi bilateral.
7. Untuk mengetahui adanya mikrometastasis dilakukan:
1. Biopsi peritoneum: kavum Douglas, paravesika urinaria parakolika kanan dan
subdiafragma
2. Biopsi perlengketan organ peritoneal
3. Limpadenoktomi sistematik kelenjar getah bening pelvis dan para aorta
4. omentektomi
5. Apendektomi jika tumor jenis musinosum
Jika tindakan surgical staging dilakukan dengan benar disebut dengan complete surgical staging.
Sebaliknya, jika ada langkah-langkah yang ditinggalkan, disebut incomplete surgical staging.
2.9

penatalaksanaan

Kemoterapi
Sejak tahun 1980 kemoterapi dengan cysplatin-based telah dipakai untuk pengobatan kanker
ovarium stadium lanjut. Kemudian, karboplatin, generasi kedua golongan platinum, yang mempunyai
pengaruh sama terhadap kanker ovarium tetapi kurang toksis terhadap system saraf dan ginjal, kurang
menimbulkan nausea, dipakai pula untuk kemoterapi adjuvant, meskipun lebih toksis terhadap sumsum tulang. Untuk stadium I atau lanjut dapat diberikan kemoterapi tunggal atay kombinasi.
Penelitian GOG III oleh McGuire dan kawan-kawan pada kasus dengan suboptimal debulking
memperlihat bahwa pemberian 6 siklus kombinasi sisplatin (75 mg/m 2) dan paklitaksel (135 mg/m2)
memberikan hasil yang lebih baik daripada kombinasi sisplatin (75 mg/m 2) dan siklofosfamid (600
mg/m2). Kemoterapi kombinasi yang mengandung paklitaksel mengurangi mortalitas sebanyak 36%.
Data dari penelitian GOG III ini diperkuat oleh penelitian gabungan dari EORTC (European
Organization for the Reseach and Treatment of Cancer), NOCOVA (Nordic Ovarian Cancer Study
Group) dan NCIC ( National Cancer Institute of Canada) pada penderita dengan optimal debulking dan
suboptimal debulking. Pada penelitian ini kelompok yang mendapat terapi kombinasi dengan
paklitaksel, memberikan perbaikan yang signifikan pada progression free survival dan overall survival,

baik pada kelompok penderita dengan optimal debulking maupun pada kelompok penderita dengan
suboptimal debulking.
Penelitian GOG 158 membandingkan efektivitas terapi kombinasi karboplatin AUC 7,5 dan
paklitaksel 175/m2 dengan kombinasi sisplatin 75 mg/m 2 dan paklitaksel 135mg/m2. Penelitian ini
menghasilkan angka survival yang sama tetapi toksisitas kemoterapi pada kelompok yang mendapat
karboplatin lebih ringan dari kelompok yang mendapat sisplatin. Toksisitas gastrointestinal dan
neurotoksisitas dari kelompok yang mendapat karboplatin lebih ringan daripada yang mendapat
sisplatin.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, protokol kemoterapi yang dianjurkan untuk kanker
ovarium stadium lanjut adalah kombinasi paklitaksel dan karboplatin.
Radioterapi
Radiasi seluruh abdomen atau intaperitoneal radiokoloid dapat menjadi terapi alternatif
pengganti kemoterapi kombinasi pada kasus-kasus tertentu kanker ovarium stadium rendah. Dari
beberapa penelitian oleh GOG dan penelitian multisenter di Italia disimpulkan bahwa pemberian
kemoterapi intraperitoneal radiokoloid 32P bila dibandingkan dengan kemoterapi melfalan, memberikan
survival yang tidak berbeda. Akan tetapi, platimun based chemotherapy memberikan 84% disease free
survival, sedangkan intraperitoneal radiokoloid 32P memberikan disease free survival 16% (p<0,01).
Oleh karena itu, disimpulkan bahwa platimun based chemotherapy dianjurkan untuk digunakan pada
terapi kanker ovarium stadium tendah. Radiasi seluruh abdomen juga tidak bermanfaat pada kanker
ovarium stadium rendah sehingga dianjurkan untuk tidak digunakan lagi.
Terapi Biologi dan Imunologi
Konsep dasar terapi biologi dan imunologi adalah dengan meningkatkan respons imunologi, maka
akan terjadi regresi tumor. Pemakaian gamma interferon dengan sisplatin dan siklofosfamid tampaknya
bermanfaat. Penelitian penggunaan gamma interferon pada kemoterapi kombinasi karboplatin dan
paklitaksel saat ini sedang berlangsung. Begitu juga penggunaan antibody monoclonal seperti
herseptin her-2/neu sudah dilakukan oleh GOG dan ternyata responnya rendah.
Pertumbuhan tumor padat untuk menjadi besar dari 1 mm 3, membutuhkan neovaskularisasi.
Neovaskularisasi ini juga kelak dapat menjadi jalur perjalanan metastasis sel kanker. Angiogenesis ini
terutama dipicu oleh vascular endothelial growth factor (VEGF). Dengan terjadinya angiogenesis, akan
terjadi pertumbuhan progresif tumor, metastasis, dan terjadinya rekurensi. Penggunaan obat

antiangiogenesis tampaknya member harapan. Pada saat ini sudah ditemukan antibody monoclonal
yang menghambat reseptor VEGF, yaitu anti VEGT (bevasizumab). Dengan terhambatnya
angiogenesis, pertumbuhan tumor akan terhambat dan akhirnya akan terjadi regresi tumor.
Terapi Hormon
Tidak ada bukti penggunaan terapi hormone saja merupakan terapi primer yang bermanfaat
pada kanker ovarium stadium lanjut.
2.10

Asuhan keperawatan pada pasien kanker ovarium

BAB III

3.1

Kesimpulan

Kanker Ovarium biasanya berasal dari sel epitel dan berkaitan dengan pajanan estrogen
seumur hidup. Pada anak dan remaja, kanker ovarium dapat berkembang dari sel-sel
germinativum (ova), yang mungkin berkaitan predisposisi genetik. Kanker Ovarium terjadi pada
wanita yang keluaga dekatnya mengidap kanker payudara atau ovarium, meski faktor genetik

1.
2.
3.
4.

yang teridentifikasi hanya dijumpai pada 5% wanita yang mengidap kanker ovarium.
Faktor resiko :
Diet tinggi lemak ( resiko ganda )
Merokok, meminum alkohol
Polutan lingkungan
Riwayat dua orang dalam satu tingkat silsilah keluarga mengalami kanker payudara atau

kanker ovarium ( risiko 50% )


5. Riwayat pribadi menderita kanker kolon, payudara, atau endometrium

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Haryani, Ani Dkk. 2009. Anatomi Fisiologi Manusia. Bandung : CAKRA.


Wijaya,Andra Saferi. 2013. Kmb 2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai