Anda di halaman 1dari 13

KEBIDANAN

TANG MATERI-MATERI

KEBIDANAN, SKRIPSI KEBIDANAN


Sabtu, 10 November 2012

makalah ruptur uteri + askeb


BAB I
KAJIAN KONSEP
A. Pengertian
1. Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal saat
induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan(Chapman,
2006;h.288).
2. Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium
(komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus
oleh ligamentum latum (inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)
B. Insiden
Ruptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan dengan di
Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan juga semakin
menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu dari salah satu penelitian di negara maju
di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280 persalinan (1931-1950) menjadi 1
dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam
15.000 persalinan. Dalam masa yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai
tempat di Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93
persalinan.
Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan parut
uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh dari semua kasus
terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu multipara.
C. Tanda dan gejala
1. Gejala mengancam
a. Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan naik uterus.
b. Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus.
c. Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his.
d. Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis).
e. Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his.
f. Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami hipoksia, yang
disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.
g. Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau tertekan).
2. Tanda dan gejala lanjutan
a. Menurut (Varney,2001;h.243-244)
Dapat terjadi dramatis atau tenang.
1) Dramatis
a) Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
b) Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.

c) Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).


d) Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus): tekanan darah
menurun : pucat, dingin,kulit berkeringat,gelisah, atau adanya perasaaan bahwa akan segera
menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan
penglihatan
e) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
f) Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul
g) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan
Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau masih dapat di dengar.
h) Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping janin(janin seperti
berada diluar uterus).

2) Tenang
a) Kemungkinan menjadi muntah.
b) Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
c) Nyeri berat pada suprapubis.
d) Kontraksi uterus hipotonik.
e) Perkembangan persalinan menurun.
f) Perasaan ingin pingsan.
g) Hematuri (kadang-kadang)
h) Perdarahan pervagina (kadang-kadang)
i) Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut nadi yang
cepat dan pucat.
j) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau kontraksi tidak dapat
dirasakan.
k) DJJ mungkin akan hilang.
b. Menurut (Chapman,2006;h.290)
1) Nyeri
a) Nyeri uterus atau jaringan parut mendadak
b) Perasaan ingin melahirkan
c) Nyeri abdomen bagian bawah bisa muncul bersama kontraksi, atau nyeri konstan yang tidak
hilang.
d) Ibu merasa bahwa uterusnya sangat nyeri saat di sentuh atau di raba.
2) Kontraksi uterus
a) Uterus solid atau tonik
b) Kontraksi dapat berkurang atau bahkan berhenti.
3) Denyut Jantung Janin
Perubahan Denyut Jantung Janin abnormal dapat terjadi seperti deselarasi memanjang atau
variable yang biasanya memburuk menjadi bradikardia serius.

4) Syok
(a) Dapat terjadi perubahan tanda vital
(1) Takikardia
(2) Tekanan darah rendah

(3)
(b)
(1)
(2)
(3)
(4)
5)
a)

Sesak napas, respirasi, > 24x/menit


Kemungkinan ibu :
Tampak dingin dan lembap
Tampak gelisah,agitasi, atau menarik diri.
Berkata bahwa ia takut dan ada sesuatu yang tidak beres
Muntah.
Perdarahan
Perdarahan kadang keluar dari vagina sebagai cairan amnion bercampur darah atau
perdarahan segar.
b) Kadang seperti setelah bayi lahir, fundus uteri segera meninggi karena terisi darah.
D. Patofisiologi
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus uteri
atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh
janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam SBR. SBR menjadi
lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi SAR
yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen
semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena
sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka
volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke
atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin (physiologic retraction
ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic
retraction ring) lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). SBR terus
menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus
menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir,
lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas sembari
dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi
ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut berlangsung dindinng
SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah
perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus
E. Jenis
1. Berdasarkan lapisan dinding rahim
a. Ruptur uteri inkomplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa atau perimetrium
masih utuh.
b. Ruptur uteri komplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim dan telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum
2. Berdasarkan penyebab terjadinya
a. Ruptur uteri spontan
Keadaan robekan pada rahim karena kekuatan his semata.
b. Ruptur uteri violenta
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan ada manipulasi tenaga tambahan lain seperti
induksi, atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis atau dorongan yang kuat
pada fundus dalam persalinan.

c.

Ruptur uteri traumatika


Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan oleh trauma pada abdomen seperti kekerasan
dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.
F. Komplikasi
1. Gawat janin
2. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi
darah.
3. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi sebelum
tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang
berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi
antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi
sepsis pasca bedah.
4. Kecacatan dan morbiditas.
a. Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak hidup akan
meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
b. Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi sosial
yang sulit mengatasinya.
G. Etiologi
1. Rupture uterus spontan (Fraser dab Cooper,2009;h.593)
a. Paritas tinggi
b. Penggunaan oksitosin yang tidak tepat, terutama pada ibu paritas tinggi
c. Pengunaan prostaglandin untuk menginduksi persalinan , pada ibu yang memiliki eskar.
d. Persalinan macet; rupture uteri terjadi akibat penipisan yang berlebihan pada segmen bawah
uterus.
e. Persalinan terabaikan, dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.
f. Perluasan laserasi serviks yang berat ke atas menuju segmen bawah uterus hal ini dapat
terjadi akibat trauma selama pelahiran dan tindakan.
g. Trauma akibat cedera ledakan atau kecelakaan.
h. Perforasi uterus non-hamil , mengakibatkan rupture uteri pada kehamilan
berikutnya;perforasi dan rupture terjadi pada segmen atas uterus.
i. Rupture uterin antenatal dengan riwayat seksio sesarea klasik sebelumnya.
H. Penanganan
Ditinjau dari patofisiologi ruptur uteri apakah terjadi dalam masa kehamilan atau
persalinan, apakah terjadi pada rahim yang utuh atau pada rahim yang cacat, dsb. Tinjauan
tersebut bisa mempengaruhi pilihan operasi, apakah dilakukan histerektomi atau histerorafia.
Tinjauan tersebut terdiri dari bebagai aspek, yaitu :
1. Aspek anatomi
Berdasarkan lapisan dinding rahim yang terkena ruptur uteri (ruptur uteri inkomplit dan
komplit).
2. Aspek sebab
Berdasarkan penyebab terjadinya robekan pada rahim (ruptur uteri spontan, ruptur uteri
violenta, ruptur uteri traumatika).
3. Aspek keutuhan rahim

4.

5.

6.

7.

1.
2.
3.

Ruptur uteri dapat terjadi pada rahim yang masih utuh, tetapi bisa terjadi pada uterus
yang cacat misalnya pada parut bekas bedah sesar atau parut jahitan ruptur uteri yang pernah
terjadi sebelumnya (histerorafia), miomektomi yang dalam sampai ke rongga rahim, akibat
kerokan yang terlalu dalam, reaksi kornu atau bagian interstisial dari rahim, metroplasti,
rahim yang rapuh akibat tealh banyak meregang misalnya pada grandemultipara, pernah
hidramnion, hamil ganda, uterus yang kurang berkembang kemudian menjadi hamil.
Aspek waktu
Yang dimaksud adalah dalam masa hamil atau pada waktu bersalin. Ruptur uteri dapat
terjadi dalam masa kehamilan misalnya karena trauma atau pada rahim yang cacat, sering
pada bekas bedah sesar klasik. Kebanyakan ruptur terjadi dalam masa persalinan kala I dan
kala II dan pada partus percobaan bekas seksio sesarea, terlebih pada kasus yang hisnya
diperkuat dengan oksitosin atau prostaglandin dan yang sejenisnya.
Aspek sifat
Rahim robek bisa tanpa menimbulkan gejala yang jelas (silent) seperi pada parut bedah
sesar klasik dalam masa hamil tua. Parut itu merekah sedikit demi sedikit (dehiscence) dan
pada akhirnya robek tanpa menimbulkan perdarahan yang banyak dan rasa nyeri yang
tegas.sebaliknya, kebanyakan ruptur uteri terjadi dalam waktu yang cepat fdengan tandatanda serta gejala-gejala yang jelas(overt) dan akut, misalnya ruptur uteri yang terjadi dalam
kala I dan kala II akibat dorongan atau picuan oksitosin. Kantong kehamilan ikut robek dan
janin terdorong masuk ke dalam rongga peritoneum. Terjadi perdarahan internal yang banyak
dan perempuan besalin tersebut merasa sangat nyeri smapi syok.
Aspek paritas
Ruptur uteri dapat terjadi pada perempuan yang baru pertama kali hamil (nulipara) sehingga
sedapat mungkin diusahakan histerorafia apabila lukanya rata dan tidak da infeksi. Terhadap
ruptur uteri pada multipara pada umumnya lebih baik dilakukan histerektomi atau jika
keadaan umumnya jelek dan luka robekan pada uterus tidak luas dan tidak compangcamping, robekan pada uterus dijahit kembali (histerorafia) dilanjutkan dengan tubektomi.
Aspek gradasi
Kecuali akibat kecelakan, ruptur uteri tidak terjadi mendadak. Peristiwa robekan yang
yang umumnya terjadi pada segmen bawah rahim didahului oleh his yang kuat tanpa
kemajuan dalam persalinan sehingga batas antara korpus dan SBR yaitu lingkaran retraksi
yang fisiologik naik bertambah tinggi menjadi lingkaran bandl yang patologik, sementara ibu
yang melahirkan itu sangat merasa cemas dan ketakutan oleh karena menahan nyeri his yang
kuat. Pada saat ini penderita berada dalam stadium ruptur uteri imminens (membakat).
Apabila keadaan yang demikian berlanjut dan tidak terjadi atonia uteri sekunder, maka pada
gilirannya dinding SBR yang sudah sangat tipis itu robek. Peristiwa ini disebut ruptur uteri
spontan.
Dari beberapa tinjauan diatas, maka penatalaksanaan pada ruptur uteri adalah sebagai
berikut :
Perbaiki kehilangan darah dengan pemberian infus Intravena cairan (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat) sebelum pembedahan.
Siapkan untuk tranfusi darah
Lakukan seksio sesarea, segera lahirkan bayi dan lahirkan plasenta segera setelah kondisi
ibu stabil.

4. Jika uterus dapat diperbaiki dengan resiko operasi lebih rendahdaripada resiko pada
histerektomi dan ujung ruptur uterus tidak nekrosislakukan histerorafia. Tindakan ini akan
mengurangi waktu dan kehilangan darah saat histerektomi.
5. Lakukan perbaikan robekan pada dinding uterus (histerorafia) dengan langkah sebagai
berikut :

a.
b.
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
d.
e.
1)
2)
f.
g.
h.
i.
j.
k.
I.

Kaji ulang prinsip pembedahan


Berikan antibiotik dosis tunggal ( ampisilin 2 G I.V, sefazolin 1 gI.V)
Buka perut :
Lakukan insisi vertikal pada line alba dari umbilikus sampai pubis.
Lakukan insisi vertikal2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi keatas dan kebawah dengan
gunting
Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri
Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan, jaga agar jangan melukai kandung kemih.
Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku.
Pasang rektaktor kandung kemih.
Lahirkan bayi dan plasenta
Berikan oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan infus (NaCl atau Ringer Laktat) :
Mulai 60 tetes per menit sampai uterus berkontraksi
Turunkan menjadi 20 tetes per menit setelah kontraksi uterus baik.
Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus
Periksa bagian depan dan belakang uterus
Klem perdarahan dengan ring forceps.
Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tumpul atau tajam.
Lakukan penjahitan robekan uterus.
Jika uterus tidak dapat diperbaiki lakukan histerektomi.
Pencegahan ruptur uteri
Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is better than cure
sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan dimanapun
persalinan tersebut berlangsung.

Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada
pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil
langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
1 Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau
kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri. Bila
panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu.
2. Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan seksio
sesarea primer saat inpartu.
3. Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervix

6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir
8. Grandemultipara + abdomen pendulum
9. Pada bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a
Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean,
kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan
dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan
observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan.
Kalau perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR
dibandingkan dengan korporal menurut statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil,
Namun demikian partus harus dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan
ekstraksi forsep.
10. Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS
dengan pengawasan yang teliti.
11. Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan
melakukan
tindakan
kristaller
yang
berlebihan, bidandianjurkan
mempertimbangkan pemberian oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan
penataran supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat
menimbulkan ruptura uteri traumatika.

BAB II
KAJIAN ASUHAN
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. Z
KALA II DENGAN RUPTUR UTERI DI PUSKESMAS XXX
TANGGAL 26 SEPTEMBER 2012
No. Register
: 408
Tanggal masuk Puskesmas
: 26 september 2012, pukul 18.10 Wita
A. Data subjektif
1. Identitas Istri/suami
a. Nama
: Ny. Z
/ Tn. X
b. Umur
: 42 tahun
/ 47 tahun
c. Nikah/lamanya
: 1x
/ 1x ( 15 tahun)
d. Suku
: Makassar
/ Makassar
e. Agama
: Islam
/ Islam
f. Pendidikan
: SMA
/ SMA
g. Pekerjaan
: IRT
/ Karyawan Swasta
h. Alamat
: Jl. Ratulangi. 11
2. Ibu hamil ke lima dan pernah keguguran 1 kali lalu di kuret.
3. Hamil sembilan bulan
4. HPHT 20 Desember 2011, TP 27 September 2012.
5. Mengeluh sakit perut tembus belakang disertai pelepasan lendir bercampur darah sejak 5 jam
yang lalu dan sudah berkuat di rumah
30 menit di pandu oleh dukun
6. Pada persalinan ini nyeri yang hebat, muncul sering kali, tidak teratur dan berbeda dengan
persalinan lalu dan beberapa kali dibantu dengan dorongan kuat pada perut.
7. Nyeri sangat hebat dan tak tertahankan kira-kira 1 jam yang lalu kemudian berangsur-angsur
nyeri berhenti.
8. Seperti ada sesuatu yang robek di perut.
9. Perasaannya sesak, pusing
10. Merasa nyeri saat perutnya di pegang
11. Terakhir buang air kecil 2 jam yang lalu.
12. Ingin buang air besar
B. Data Objektif
1. Keadaan umum
: gelisah dan ketakutan
2. Tanda-tanda vital
:
a. Tekanan darah
: 80 / 60 mmHg
b. Pernapasan : 30 x/menit, tidak teratur, dangkal
c. Nadi
: 100 x/menit, tidak teratur dan lemah
d. Suhu
: 38C
3. Wajah
: nampak pucat, tidak ada oedema
4. Mata
: konjungtiva pucat, sklera tidak ikterus.
5. Payudara
:
a. Simetris kiri dan kanan
b. Tidak ada benjolan dan massa
c. Puting susu terbentuk dan bersih
6. Abdomen

al

a. Pembesaran perut sesuai umur kehamilan


b. Palpasi tidak dapat di lakukan dengan baik karena ibu mejerit kesakitan pada saat perutnya
di sentuh
c. Bagian-bagian janin dapat di raba langsung di bawah dinding abdomen.
d. DJJ terdengar kurang jelas dan tidak teratur dengan frekuensi 100 x/menit.
7. Ekstremitas atas dan bawah
a. Ujung-ujung ekstremitas teraba dingin.
b. Tidak ada oedema.
c. Refleks patella tidak di lakukan.
8. Pemeriksaan dalam (Vagina Toucher) I :
a. Vulva dan vagina : membuka, nampak bengkak
b. Serviks
: tidak teraba lagi
c. Pembukaan
: 10 cm
d. Selaput ketuban
: sudah tidak utuh
e. Presentase
: kepala, ubun-ubun kiri depan
f. Penurunan
: hodge III
g. Moulage
: tidak ada
h. Penumbungan
: tidak ada
i. Kesan panggul
: cukup
j. Pelepasan
: darah berwarna segar
C. Assessment
: GV PIII AI inpartu kala II dengan Ruptur uteri imminens
Potensial
: terjadi Syok
D. Planning
Tanggal 26 September 2012, pukul 18.30 wita.
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan (ibu sudah pembukaan lengkap tetapi ada penyulit yang
menyertai, menjelaskan kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan dilakukan operasi)
2. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
3. Memberi dukungan psikologis pada ibu
4. Memberi cairan Ringer Laktat 28 tetes/menit
5. Memantau Denyut Jantung Janin secara ketat (setiap 15 menit)
6. Segera merujuk ibu dengan membawa BAKSOKUDO (Bidan, Alat, keluarga, Surat
(dokumentasi), Obat, Kenderaan, Uang, Donor darah).

PARTUS LAMA
Definisi
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18
jam pada multi (rustam mochtar, 1998)

Menurut winkjosastro, 2002. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih dari 8
jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di
kanan garis waspada pada partograf.
Etiologi
Sebab-sebab terjadinya persalinan lama ini adalah multikomplek dan tentu saja bergantung pada
pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya. Faktorfaktor penyebabnya antara lain :
1. Kelainan letak janin
2. Kelainan-kelainan panggul
3. Kelainan kekuatan his dan mengejan
4. Pimpinan persalinan yang salah
5. Janin besar atau ada kelainan kongenital
6. Primi tua primer dan sekunder
7. Perut gantung, grandemulti
8. Ketuban pecah dini ketika servik masih menutup, keras dan belum mendatar
9. Analgesi dan anestesi yang berlebihan dalam fase laten
10. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan orang tua yang menemaninya ke
rumah sakit merupakan calon partus lama
Gejala Klinik
Menurut Rustam Mochtar (1998) gejala klinik partus lama terjadi pada ibu dan juga pada janin.
1. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks, cairan ketuban
berbau, terdapat mekonium.
2. Pada janin :
a.
Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan negarif, air ketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
b. Kaput succedaneum yang besar
c.
Moulage kepala yang hebat
d. Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)
e.
Kematian Janin Intra Parental (KJIP)
Menurut Manuaba (1998), gejala utama yang perlu diperhatikan pada partus lama antara lain :
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus
3. Pemeriksaan abdomen : meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri segmen bawah rahim
4. Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan ketuban
bercampur mekonium
5. Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas, terdapat
kaput pada bagian terendah
6. Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian

7. Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai ruptura uteri, kematian karena
perdarahan atau infeksi.
Bahaya Partus Lama
Menurut Rustam Mochtar (1998), menjelaskan mengenai bahaya partus lama bagi ibu dan janin,
yaitu :
1. Bahaya bagi ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya cedera
meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah
waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi,
kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk
bahaya bagi ibu.
2. Bahaya bagi janin
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering
terjadi keadaan berikut ini :
a.
Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
b. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
c.
Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
d. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya
cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada
janin.
Sekalipun tidak terdapat kerusakan yang nyata, bayi-bayi pada partus lama memerlukan
perawatan khusus. Sementara pertus lama tipe apapun membawa akibat yang buruk bayi anak,
bahaya tersebut lebih besar lagi apalagi kemajuan persalinan pernah berhenti. Sebagian dokter
beranggapan sekalipun partus lama meningkatkan resiko pada anak selama persalinan, namun
pengaruhnya terhadap perkembangan bayi selanjutnya hanya sedikit. Sebagian lagi menyatakan
bahwa bayi yang dilahirkan melalui proses persalinan yang panjang ternyata mengalami
defisiensi intelektual sehingga berbeda jelas dengan bayi-bayi yang lahir setelah persalinan
normal.
Penatalaksanaan
Menurut winkjosastro(2002), Penatalaksanaan berdasarkan diagnosisnya, yaitu:
1. Fase Laten Memanjang
Bila fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian ulang
terhadap serviks:
a.
Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat
janin, mungkin pasien belum inpartu
b. Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan amniotomi dan
induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin
1) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam
2) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam,
lakukan SC
c.
Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina berbau):
1) Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
2) Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan
a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b) Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
c) Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pascapersalinan

d) Jika dilakukan SC, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
2. Fase Aktif Memanjang
a.
Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelfik atau obstruksi dan ketuban masih utuh,
pecahkan ketuban
b. Nilai his
1) Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik)
pertimbangkan adanya inertia uteri
2) Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan
adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau malpresentasi
c.
Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat kemajuan
persalinan.
Sedangkan menurut Harry Oxorn dan Willian R. Forte (1996), penatalaksanaan partus lama
antara lain :
1. Pencegahan
a.
Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baik akan mengurangi insidensi
partus lama.
b. Persalinan tidak boleh diinduksi atau dipaksakan kalau serviks belum matang. Servik yang
matang adalah servik yang panjangnya kurang dari 1,27 cm (0,5 inci), sudah mengalami
pendataran, terbuka sehingga bisa dimasuki sedikitnya satu jari dan lunak serta bisa dilebarkan.
2. Tindakan suportif
a.
Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Kita harus membesarkan hatinya
dengan menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien.
b. Intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Pada semua partus lama, intake cairan sebanyak
ini di pertahankan melalui pemberian infus larutan glukosa. Dehidrasi, dengan tanda adanya
acetone dalam urine, harus dicegah
c.
Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan baik.
Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga menimbulkan bahaya muntah dan
aspirasi. Karena waktu itu, pada persalinan yang berlangsung lama di pasang infus untuk
pemberian kalori.
d. Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan rectum yang
penuh tidak saja menimbulkan perasaan lebih mudah cidera dibanding dalam keadaan kosong.
e.
Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan, harus diistirahatkan dengan
pemberian sedatif dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik, namun semua
preparat ini harus digunakan dengan bijaksana. Narcosis dalam jumlah yang berlebihan dapat
mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
f.
Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin.
Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus
dilakukan dengan maksud yang jelas.
g. Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan kelahiran
diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak terdapat gawat janin ataupun ibu,
tetapi suportif diberikan dan persalinan dibiarkan berlangsung secara spontan.
3. Perawatan pendahuluan
Penatalaksanaan penderita dengan partus lama adalah sebagai berikut :
a.
Suntikan Cortone acetate 100-200 mg intramuskular
b. Penisilin prokain : 1 juta IU intramuskular
c.
Streptomisin 1 gr intramuskular

d. Infus cairan : Larutan garam fisiologis, Larutan glukose 5-100% pada janin pertama : 1
liter/jam
e.
Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan untuk segera bertindak
Kepustakaan
Hanifa,winkjosastro.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Llewllyn-jones, Derek. 2001. Dasa-Dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta : EGC
Rustam, mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EG

Anda mungkin juga menyukai