Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanankesehatan maternal dan neonatal.
Rupture uteri adalah robeknya dinding uteruspada saat kehamilan atau dalam persalinan
dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral ( Obstetri dan Ginekologi ).Terjadinya
rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan
suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena
rupture uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai dinegara-
negara yang sedang berkembang, seperti afrika dan asia. Angka ini sebenarnya dapat
diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus
yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan
darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.
Ibu-ibu yang telah melakukan pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak
sempurna lagi dan perasaan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosis
yang tepat serta tindakan yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.
.
B.
Penyebab (Etiologi)
Penyebab (etiologi) dari ruptur uteri adalah sebagai berikut :
1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
3. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus )
Secara etiologi penyebabnya dibagi menjadi 2:
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,miomektomi,
perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual
b.Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, post
maturitas dan grande multipara.
5
Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti;
a. ekstraksi forsep
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi brakston hicks
e. Sindroma tolakan (pushing sindrom)
f. Manual plasenta
g. Curetase
h. Ekspresi kisteler/cred
i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
j.Trauma tumpul dan tajam dari luar
Kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6. LSCS pada uterus dengan kelainan congenital
7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi
C.
Patofisiologi
. Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik uteri.Batas
keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira
kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum
uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan
SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl . Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila
terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap
kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan
oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah
dimengerti, karena adanya lokus minoris persisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri
mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (effacement dan
pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus
uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif ini akan tertarik
keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga
sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan
dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum
rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.
D.
Tanda – tanda dan Gejala
6
Diagnosis dan gejala klinis:
Gejala rupture uteri mengancam
a. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau bidan, partus
sudah lama berlangsung.
b. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut. Pada setiap
datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan,bahkan meminta
supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
c. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
d. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mututkering,
lidah kering dan halus badan panas (demam).
e. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.
f. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama
sebelah kiri atau keduannya.
g. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan.
h. Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis dan teregang.
sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh untuk itu
lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya sbr didinding belakang
sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya terjadi pada asinklintismus posterior atau letak
tulang ubun-ubun belakang.
i. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas,
terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuria.
j.Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
k.Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti edema
portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Gejala-gejala rupture uteri:
1. Anamnesis dan infeksi
a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,menjerit seolah-
olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,pucat, keluar keringat dingin
sampai kolaps.
b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
c.Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum
d. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur
e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih kalau
bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
f. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu.
g.Kontraksi uterus biasanya hilang.
h.Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis
(paralisis khusus).
7
2. Palpasi
a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP.
c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba bagian-
bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-kadang teraba uterus
sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
d.Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek
3. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga perut.
4. Pemeriksaan dalam
a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat didorong
keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.
b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus,omentum dan
bagian-bagian janin
c.Kateterisasi hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
d.Catatan :
1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit
2) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak didahului oleh uteri
mengancam.
3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati
sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery, misalnya sesudah versi
ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi dan lain-lain
E. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan janin
adalah ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau
tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri
komplit(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri
komplit,terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus
dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan
parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan.Ketika
ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus, kematian ibu
dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering terjadi adalah pola denyut
jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi memanjang. Deselerasi lambat,
variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala dan
tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion bagian terbawah janin,
perdarahan pervaginam, hipotensi.
8
Adapun risiko ruptura uteri adalah sebagai berikut
:1. Jenis parut uterus
2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis
3. Jumlah sectio caesaria sebelumnya
4. Riwayat persalinan pervaginam
5. Jarak kelahiran
6. Usia ibu
7. Demam pasca seksio
8.Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu:
1.Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah sectio
caesaria, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam pasca
sectio caesaria serta usiaibu.
2.Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia, usia
kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan : induksi dan
augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan VBAC terhadap tanda ancaman ruptura uteri
seperti takikardi ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria.
5.Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi
ancaman ruptura uteri
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Umum
Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya
perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen
Pemeriksaan Abdomen
Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus
yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi
dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus
yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung
janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak,
disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahanintraperitoneum.
Pemeriksaan Pelvis
Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi
melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum.
9
Perdarahan pervaginam mungkin hebat. Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui
eksplorasi manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian
bawah merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur. Apabila robekannya lengkap, jari-
jari pemeriksa dapatmelalui tempat ruptur langsung ke dalam rongga peritoneum, yang
dapat dikenali melalui :
1. Permukaan serosa uterus yang halus dan licin
2. Adanya usus dan momentum
3. jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas
G. Penatalaksanaan
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu
tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan
mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif
pada uterus seperti seksio sesarea, dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu
dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri,
sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat
Penanganan
1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi. sebelumnya
penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer
laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.
2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut
dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus,dimana
pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan
tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis.
1. PENATALAKSANAAN ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA KASUS
RUPTURE UTERI

Penyebab rupture uteri meliputi tindakan obstetric (versi), ketidak seimbangan fetopelvik,
letak lintang yang diabaikan kelebihan dosis obat untuk nyeri persalinan atau induksi
persalinan, jaringan parut pada uterus (keadaan setelah seksio sesaria, meomenukleasi,
operasi Strassman, eksisibajisuetu tuba), kecelakaan (kecelakaan lalulintas), sangat jarang.

Rupture Uteri mengancam (hampir lahir) diagnosis melalui temuan peningkatan aktifitas
kontraksi persalinan (gejolak nyeri persalinan), terhentinya persalinan, regangan berlebihan
disertai nyeri pada segmen bawah rahim (sering gejala utama), pergerakan cincin Bandl
keatas, tegangan pada ligament rotundum, dan kegelisahan wanita yang akan bersalin.

Gambar Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )

Rupture yang sebenarnya di diagnosis melalui temuan adanya kontraksi persalinan menurun
atau berhenti mendadak (munculnya sebagian atau seluruh janin kedalam rongga abdomen
yang bebas), berhentinya bunyi jantung atau pergerakannya atau keduanya, peningkatan
tekanan akibat arah janin, gejala rangsangan peritoneal (nyeridifus, muscular defence,
dannyeritekan) keadaan syok peritoneal, perdarahan eksternal (hanyapada 25% kasus),
perdarahan internal (anemia, tumor yang tumbuh cepat disamping rahim yang menunjukkan
hematoma karena rupture inkompletus/ terselubung).

Rupture tenang didiagnosi melalui temuan setiap keadaan syok yang tidak dapat dijelaskan
pada inpartum atau pasca partum dan harus dicurigai dibsebabkan oleh ruptur uteri.

1. Pertimbangan Umum

Rupture uteri,disrubsi dinding uterus, merupakan salah satu dari kedaruratan obstetric yang
paling serius. Angka mortalitas maternal berkisar dari 3-15 %, mortalitas janin mendekati
50%.

Rupture uteri sewaktu trimester kedua biasanya disebabkan oleh implantasi kornua. Rupture
uteri sewaktu trimester ketiga dapat di klasifikasikan sebagai rupture insidental, rupture
traumatik,atau rupture spontan.

Rupture insidental adalah suatu variasi dari rupture spontan uterus gravid yang asimptomatic.
Rupture yang demikian dapat mengenai semua atau sebagian kecil dari parut yang sudah ada
sebelumnya.
Rupture traumatik meliputi rupture uterus yang berkaitan dengan zat-zat farmakologik
(ositosik), manipulasi intra uterin, tekanan eksternal, atau tindakan pemakaian instrumen.
Rupture traumatik dapat terjadi dalam uterus yang telah memiliki paarut ataupun tidak dan
biasanya terjadi pada waktu persalinan, dengan tempat rupture berada dalam segmen bawah
uterus.

Rupture spontan terjadi tanpa adanya trauma iatrogenik. Rupture uteri yang berkaitan dengan
persalinan yang tersumbat yang tidak teransang termasuk dalam kategori ini.Rupture spontan
dapat terjadi dalam uterus yang berparut ataupun tidak.

2. Data Subjektif
1. Gejala Saat Ini

 Nyeri abdomen dapat tiba-tiba tajam dan seperti disayat pisau. Apabila terjadi rupture
sewaktu persalinan, kontraksi uterus yang intermiten, kuat dapat berhenti dengan tiba-
tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap.
 Perdarahan pervaginam dapat simptomatik karena perdarahan aktif dari pembuluh
darah yang robek.
 Gejala-gejala lainnya meliputi berhentinya persalinan dan syok, yang mana dapat di
luar proporsi kehilangan darah eksternal karena perdarahan yang tidak terlihat. Nyeri
bahu dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum.

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Rupture uteri harus selalu di antisipasi bila pasien memberikan suatu paritas tinggi,
pembedahan uterus sebelumnya, seksio secaria, miomektomi atau reseksi kornua.

3. Data Objectif
1. Pemeriksaan Fisik :

 Pemeriksaan Umum : takikardia dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan


darah akut, biasanya perdarahan eksternal dan perdarahan intra abdomen
 Pemeriksaaan Abdomen : sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau
perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukan adanya ekstrusi janin.
Fundus uteri dapat terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi
dekat dinding abdomen di atas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat
berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu
atau segera setelah melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri
lepas mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.
 Pemeriksaan Pelvis : menjelang melahirkan, bagian presentasi mengalami rekresi dan
tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstruksi ke dalam
rongga peritoneum. Perdarahan pervaginam mungkin hebat. Rupture uteri setelah
melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus bagian bawah dan
kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling lazim dari
rupture. Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapat emallui tempat rupture
lansung ke dalam rongga peritoneum, yang dapat di kenali melalui (1) permukaan
serosa uterus yang halus dan licin (2) adanya usus dan umentum dan (3) jari-jari dan
tangan dapat bergerak bebas.
 Tes Laboratorium
 Hitung darah lengkap dan asupan darah : batas dasar hemoglobin dan nilai hemotokrit
dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah.
 Urinalisis : Hematuria sering menunjukan adanya hubungan dengan perlukaan
kandung kemih.
 Golongan darah dan rhesus : 4 sampai 6 unit darah dipersiapkan untuk transfusi bila
di perlukan

4. Penilaian
1. Faktor-faktor etiologik :

 Parut uterus ( seksio sesarea, miomektomi, reseksi kornua, abortus sebelumnya)


 Trauma

1. Kelahiran operatif ( versi, ekstraksi bokong, forsep )


2. Peransangan oksitosin yang berlebihan
3. Kecelakaan mobil

 Rupture spontan uterus yang tidak berparut ( kontraksi uterus persisten pada obstruksi
pelvis )

1. Disproporsisi sefalopelvik
2. Malpresentasi janin
3. Anomali janin ( hidrosefalus )
4. Multiparitas tanpa penyebab lain
5. Leiomioma uteri

1. Faktor-faktor lain :

 Plasenta akreta atau perkreta


 Kehamilan kornua
 Penyakit trofoblastik

 
5. Beratnya Ruptur

Ruptur dari parut seksio sesarea sebelumnya dapat lengkap ataupun tidak lengkap. Ruptur
lengkap ditandai oleh robekan yang menembus seluruh lapisan uterus, sedangkan yang tidak
lengkap ditandai oleh robekan tidak lengkap, biasanya lubang dinding uterus perdarahannya
minimal. Robekan lengkap adalah yang paling berbahaya terutama bila terjadi di dalam
fundus uteri. Apabila robekan mengenai pembuluh-pembuluh darah utama, perdarahannya
banyak dan menimbulkan syok hemoragik yang cepat.

6. Komplikasi potensial

Komplikasi-komplikasi yang perlu di antisipasi meliputi perlukaan organ yang berdekatan.


Perlukaan kandung kemih pernah dilaporkan dalam hubunganannya dengan 32% kasus
rupture uteri. Diagnosis diperkirakan bila ditemukan hematuria atau urin   yang tercemar oleh
mekonium.

7. Rencana

Penatalaksanaan dan pendidikan pasien :

1. Terapi suportif : perbaiki syok dan kehilangan darah.tindakan ini meliputi pemberian
oksigen, cairan intravena, darah pengganti, dan antibiotik untuk infeksi.
2. Laparatomi segera : segera setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan persiapan untuk
pembedahan. Pada saat itu volume darah diperbaiki dengan cairan intravena dan
darah.

Setelah luasnya perlukaan ditentukan, ahli bedah dapat memilih antara memperbaiki
kerusakan uterus dengan melakukan histerektomi. Keputusan tersebut berdasarkan pada
tempat ruptur, sifat robekan, luas perdarahan, penyebab rupture, adanya parut uterus, stadium
kehamilan, kondisi umum pasien, dan keinginan paisn untuk mengandung dikemudian hari.

Apabila robekannya halus, beraturan, dan tidak terlalu rapuh, tindakan memperbaiki tidak
hanya memungkinkan tetapi juga lebih disukai. Pasien dalam kondisi yang buruk dapat
mentoleransi perbaikan robekan lebih baik dari pada bila dilakukan histerektomi.

Apabila robekan tidak beraturan, zig zag, edema dan rapuh, perbaikan biasanya tidak
memungkinkan dan pilihan satu-satunya adalah histerektomi. Apabila rupture meluas
kedalam segmen uterus bagian bawah, servik, dan vagina hampir selalu diperlukan
histerektomi totalitas untuk mengontrol perdarahan. Vagina harus diinfeksi dengan teliti
terhadap perdarahan yang menetap dari suatu laserasi vagina yang tidak kelihatan.

Bila hematuria memberi kesan adanya hubungan perlukaan kandung kemih, maka kandung
kemih juga harus diperbaiki. Karena defitalisasi dinding kandung kemih yang menyertai
robekan uterus kejadiannya lebih sering berakibat perlukaan kandung kemih, drainase
kandung kemih postoperatif dengan kateter ditempat selama 10-14 hari merupakan suatu hal
penting yang dapat membantu penyembuhan kandung kemih yang mengalami devitalisasi
dan kuntusio.

1. Terapi untuk gangguan ini meliputi hal-hal :


o Histerektomi total, umumnya rupture meluas kesegmen bawah uteri, sering
kedalam
o Hesterektomi supra vagina hanya dalam kasus gawat
o Membersihkan uterus dan menjahit rupture, bahaya rupture berupa kehamilan
berikutnya sangat
o Pada hematoma parametrium dan angioreksis (rupture pembuluh darah).
Buang hematoma hingga bersih.
o Pengobatan anti syok harus dimulai bahkan sebelum dilakukan

Anda mungkin juga menyukai