Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketergantungan makhluk hidup akan air, merupakan alasan bahwa
sumberdaya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Selain kuantitas, kualitas air juga sangat penting, yang mencakup aspek fisik,
kimia dan biologi.

Kualitas mempengaruhi ketersediaan air, baik untuk

pemenuhan kebutuhan hidup manusia, rekreasi, pertanian, industri, dan


pemanfaatan lainnya.
Kualitas air merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
suatu perairan yang dijadikan sebagai tempat budidaya. Dengan kualitas air
yang baik, produktifitas dan kesuburan perairan akan lebih baik dan
menjanjikan untuk memperoleh hasil yang lebih baik pula. Kualitas air yang di
perlukan yaitu adanya pH yang cukup. Salah satu faktor kimia dari kualitas
air tersebut adalah Alkalinitas.
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang
mampu menetralisir keasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering
disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembuffferan dari ion
bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air.
Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga
menurunkan keasaman dan menaikkan pH. Alkalinitas biasanya dinyatakan
dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Air dengan kandungan
kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air
dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat
alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan
adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm.
Melihat pentingnya peran alkalinitas dalam perairan, maka di laksanakan
praktikum untuk mengetahui kadar alkalinitas yang baik dan buruk dalam
perairan.
B. Tujuan Praktikum

Praktikum

ini

bertujuan

untuk

menentukan

kadar

alkalinitas

Phenolphthalein dan alkalinitas total dalam sampel air sumur gali daerah
LPPU, Tembalang.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa mampu mengetahui kadar alkalinitas phenolphthalein dan
alkalinitas total dalam sampel air sumur gali daerah LPPU, Tembalang.
2. Mahasiswa mampu menganalisis kualitas air sumur gali daerah LPPU,
Tembalang.
3. Mahasiswa mampu membandingkan air sumur gali daerah LPPU,
Tembalang dengan baku mutu yang sesuai (PP No.82 Tahun 2001;
Permenkes No. 492 Tahun 2010).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam
atau kuantitas anion air yang dapat menetralkan kation hidrogen serta
sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan. Secara
khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan
kapasitas menyangga dari ion bikarbonat, dan sampai tahap terlentu
terhadap ion karbonat dan hidroksida dalam air. Semakin tinggi alkalinitas
maka kemampuan air untuk menyangga lebih tinggi sehingga fluktuasi pH
perairan semakin rendah. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm
(mg/l) kalsium karbonat.10
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan
yang mampu menetralisir keasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas
sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembuffferan
dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida
dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion
hidrogen sehingga menurunkan keasaman dan menaikkan pH. Alkalinitas
biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO 3). Air
dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai
alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut
sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan
yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20
ppm.2
Alkalinitas merupakan gambaran dari kapasitas air untuk menetralkan
asam atau yang lebih kenal dengan nama ANC (Acid Neutralizing Capacity).
Selain itu, alkalinitas juga didefinisikan sebagai kapasitas penyangga (buffer
capacity) yang menetralkan perubahan pH perairan yang sering terjadi.1
B. Peraturan yang Berkaitan dengan Alkalinitas
Nilai alkalinitas berkisar antara 30-500 mg/l. Nilai alkalinitas di perairan
berkisar antara 5 hingga ratusan mg/l. Nilai alkalinitas yang alami pada
perairan adalah 400 mg/l. Perairan dengan nilai >40 mg/l disebut sadah,
sedangkan perairan dengan nilai <40 mg/l disebut lunak.1
Standar baku konsentrasi alkalinitas pada air baku menurut PP no 82
tahun 2001 yaitu 500 mg/lt. Alkaliniti diperlukan pada konsentrasi tertentu,
kalau kadar alkaliniti terlalu tinggi (dibandingkan dengan Ca+2 dan Mg+2 yaitu

kadar kesadahan) air menjadi agresif dan menyebabkan karat pada pipa;
sebaliknya alkaliniti yang rendah dan tidak seimbang dengan kesadahan
dapat menyebabkan kerak CaCO3 pada dinding pipa yang dapat
memperkecil penampang basah pipa. Antara kesadahan, alkalinitas, dan pH
saling berhubungan. Jika, alkalinitas tinggi maka kesadahan dan pHnya juga
tinggi, dan menandakan air di perairan tersebut bersifat basa. 13
Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai
oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang
tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi. Berikut tabel kualitas air
berdasarkan alkalinitas : 14
Tabel 3.1 Kualitas air berdasarkan alkalinitas
Alkalinitas

Kondisi perairan

(mg/l)
0 10

Tidak dapat dimanfaatkan

10 50

Alkalinitas rendah, kematian mungkin terjadi, CO2 rendah,


ph bervariasi, dan perairan kurang produktif

50 200

Alkalinitas sedang, ph bervariasi, CO2 sedang, produktivitas

>500

sedang
Stabil, produktivitas rendah, ikan terancam

Sumber : Aquarina Limbong, 2008


Kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa juga diartikan
sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH.
Perairan.mengandung alkalinitas 20 ppm menunjukkan bahwa perairan
tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas
buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga
dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas
alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO 3. Perairan dengan nilai
alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik
karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar
garam natrium yang tinggi. 14
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alkalinitas
1. Titik pengambilan sampel
Praktikan kurang memperhatikan titik pengambilan sampel yang
seharusnya,

yakni

pada

daerah

hulu/sumber

alamiah,

daerah

pemanfaatan air sungai, daerah potensial kontaminasi, pertemuan dua


sungai (masuknya anak sungai), atau hilir/muara (pasang-surut). 15
2. Waktu dan cara pengambilan sampel serta titrasi
Pengambilan sampel tidak diisi penuh ke wadah yang digunakan.
Hal ini bisa memungkinkan oksigen masuk kedalam wadah yang
digunakan dan ikut kontak dengan bahan-bahan yang terkandung pada
sampel sehingga dapat mempengaruhi hasil sampel yang diteliti. 15
CO2 akan mempengaruhi alkalinitas suatu sampel yang terbuka
terhadap udara. CO32-/HCO3-/CO2 yang terlarut dalam sampel akan
mencari keseimbangan baru, akibat CO2 udara yang masuk atau CO2
larutan yang keluar lewat permukaan tersebut, namun efek perubahan
baru tampak setelah setengah jam. Setiap kegiatan yang bisa
memperluas permukaan air, seperti kocokan, adukan, penyaringan juga
dapat mempercepat perubahan tersebut, sehingga titrasi harus selesai
dalam waktu singkat ( 5 menit). Saat penyimpanan sampel seharusnya
pada suhu rendah yaitu antara 1-50 C dan ini tidak dilakukan oleh
praktikan.15
3. Kurang telitinya dalam pembacaan buret
Pembacaan skala pada buret haruslah teliti, serta posisi mata
harus sejajar dengan posisi skala pada buret. 15
4. Kurang murninya bahan-bahan yang dipakai
Bahan-bahan dan indikator yang digunakan harus benar-benar
terjaga kemurniannya, tidak terkontaminasi oleh zat lain. Wadah tempat
penyimpanannya harus tertutup rapat dan dijauhkan dari pemanasan
langsung seperti sinar matahari. 15
5. Kurang telitinya saat melakukan titrasi
Titrasi seharusnya dilakukan setetes demi setetes hingga terjadi
perubahan warna pada larutan. Setelah terjadi perubahan warna, proses
titrasi harus dihentikan karena titik ekuivalen telah tercapai. 15
6. Wadah yang digunakan untuk mengambil sampel
Wadah untuk menampung sampel tidak dihomogenkan terlebih
dahulu

dengan

air

sampel

saat

pengambilan

sampel.

Hal

ini

memungkinkan bahan-bahan yang sebelumnya memang sudah ada pada


wadah yang digunakan bergabung dengan sampel. Padahal seharusnya,
tidak ada bahan-bahan lain yang terkandung dalam air sampel selain
yang berasal dari air sungai tersebut. 15
7. Indikator PP

Indikator PP yang digunakan sepertinya kurang layak karena


setelah ditetesi pada beberapa sampel yang berbeda, sampel tidak juga
menunjukkan perubahan warna. 15
D. Dampak Lingkungan dan Kesehatan
Alkalinitas tidak memiliki dampak langsung terhadap kesehatan.
Alkalinitas sangat membantu dalam mengurangi korosi pipa dan solder.
Corrosion Korosi dapat melepaskan bahan seperti tembaga atau timbal ke
dalam air. Alkalinitas yang tinggi juga akan membuat air memiliki rasa asam.
1

Kandungan alkalinitas yang rendah, akan berdampak negatif pada


produktifitas suatu organisme seperti akan mempengaruhi kesehatan dan
pertumbuhan untuk kelangsungan hidupnya serta akan memepengaruhi
kuantitas kadar parameter lainya diantaranya CO 2, pH dan parameter
lainnya.2
Penyebab yang mempengaruhi terjadinya penurunan pH salah
satunya yaitu terhadap bahan organik dimana akibat pH yang kurang stabil
maka konsentrasi total alkalinitas juga akan terpengaruh. Hal ini disebabkan
karena pada keadaan asam banyak tersedia ion hidrogen bebas yang
kemudian hidrogen bebas tersebut akan membentuk senyawa asam dengan
mengikat basa-basa bebas seperti karbonat maupun bikarbonat yang
merupakan unsur pembentuk total alkalinitas air, akibatnya menurunkan
konsentrasi total alkalinitas1
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada hari Selasa,5 Mei 2015 pukul 13.00 WIB
s/d selesai.
B. Tempat Praktikum
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro Gedung D Lantai 3.
C. Alat
1. Erlenmeyer
2. Buret
3. Pipet tetes
4. Gelas Ukur

5. Corong
6. Statif/Penyangga
D. Bahan
1. Asam sulfat 0,02 N
2. Indikator Metil Orange
3. Indikator Phenolphtalein
4. Aquadest
5. Sampel air sumur gali daerah LPPU, Tembalang
E. Sampling
Pengambilan air dilakukan di sumur gali Daerah LPPU, Tembalang
melalui kran air. Dan diwadahi menggunakan botol bekas 1,5 liter yang telah
dicuci sebelumnya dengan air sumur tersebut. Kemudian botol tersebut diisi
dengan penuh lalu ditutup cepat guna menghindari kontak langsung dengan
udara. Pengambilan dilakukan 3 jam sebelum praktikum dimulai yaitu pukul
10.00 WIB

F. Skema Kerja
1. Alkalinitas Phenolphtalein

100 ml sampel air dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator Phenolphtalein

Jika sampel berwarna merah jambu, dititrasi dengan H2SO4


0,02 N hingga warna hilang
Kebutuhan asam yang digunakan dicatat
Gambar 2.1. Skema Kerja Alkalinitas Phenolphtalein
2. Alkalinitas Total

Sampel yang telah ditetesi 3 tetes Phenolphtalein, ditambahkan 3 tetes indikator Metil Orange

Dititrasi menggunakan H2SO4 0,02 N dengan buret hingga terjadi perubahan warna menjadi jingga
7

Gambar 2.2. Skema Kerja Alkalinitas Total

G. Rumus Perhitungan
1. Alkalinitas Phenolphtalein

Alkalinitas=

AxB
x 1000 x 50,4
C

Keterangan :
A
= ml H2SO4
B
= Normalitas H2SO4
C
= ml sampel
50,4 = berat molekul/2 dari CaCO3
2. Alkalinitas Total

Alkalinitas total=

A+ D
x B x 1000 x 50,4
C

Keterangan :
A

= ml H2SO4

= Normalitas H2SO4

= ml sampel

= ml H2SO4 (untuk alkalinitas total)

50,4

= berat molekul/2 dari CaCO3

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan


Setelah dilakukan percobaan menggunakan sampel air sumur gali
daerah LPPU, Tembalang, dihasilkan :
1. Alkalinitas Phenolphtalein
Setelah memasukkan 100 ml sampel ke dalam Erlenmeyer dan
kemudian ditambahkan 3 tetes indicator Phenolphtalein kemudian
ditambah 10 tetes indikator Phenolphthalein hasil yang terlihat adalah
sampel tidak mengalami perubahan warna.

Alkalinitas=

AxB
x 1000 x 50,4
C

Keterangan :
A
= ml H2SO4
B
= Normalitas H2SO4
C
= ml sampel
50,4 = berat molekul/2 dari CaCO3
Perhitungan :

Alkalinitas=

0 x 0,02
x 1000 x 50,4
100
= 0 mg/L

Nilai Alkalinitas PP = 0

Gambar 3.1 Sampel Air ditetesi indikator PP (tidak terjadi perubahan warna)
2. Alkalinitas Total
Setelah ditambahkan 10 tetes Metil Orange pada sampel air yang
mengandung larutan PP terlihat sampel berubah menjadi orange,
kemudian setelah dititrasi dengan 0,02 N H2SO4 mengalami perubahan
warna menjadi berwarna merah sebanyak 10,6 ml

Alkalinitas total=

A+ D
x B x 1000 x 50,4
C

10

Keterangan :
A

= ml H2SO4

= Normalitas H2SO4

= ml sampel

= ml H2SO4 (untuk alkalinitas total)

50,4

= berat molekul/2 dari CaCO3

Perhitungan :

Alkalinitas total=

0+ 0
x 0,02 x 1000 x 50,4
100

= 0 mg/L
Perubahan warna tidak sesuai dengan teori, jadi untuk nilai Alkalinitas
Total = 0

Gambar 3.2 Sampel yang ditetesi MO di titrasi 0,02 N H2SO4 (menjadi merah)

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian alkalinitas dengan
menggunakan sampel yang berasal dari sumur artesis. Pengujian alkalinitas
kali ini untuk mengetahui alkalinitas phenolphthalein dan alkalinitas total
dengan menggunakan indikator Phenolphthalein (PP) dan Methyl Orange
(MO).
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam,
atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen.
Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat
(CO32-), dan hidroksida (OH-). Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), posfat (HPO42dan H2PO4-), sulfida (HS-), dan ammonia (NH3) juga memberikan kontribusi
terhadap alkalinitas. Namun, pembentuk alkalinitas yang utama adalah
bikarbonat, karbonat, dan hidroksida. Diantara ketiga ion tersebut, bikarbonat
paling banyak terdapat pada perairan alami. 1
Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa. Asam kuat seperti
asam sulfat dan asam klorida (H2SO4 dan HCl) menetralkan zat zat
alkalinitas yang merupakan zat basa sampai titik akhir titrasi kira kira pada
pH 8,3 dan pH 4,5.Titik akhir ini dapat di tentukan oleh 1 :
11

1. Jenis indikator yang di pilih dimana warnanya berubah ubah pada pH


titik akhir titrasi.
2. Perubahan warna pada titrasi asam basa memperlihatkan titik akhir
titrasi/titik ekuivalensi
Dalam memilih suatu asam untuk digunakan dalam suatu larutan standart
hendaknya diperhatikan faktor faktor berikut :
1. Asam itu haruslah kuat, artinya sangat terdisosiasi
2. Asam itu tidak mudah menguap
3. Larutan asam itu harus stabil
4. Garam dari asam itu haruslah dapat larut
5. Asam itu tak boleh merupakan pengoksid yang cukup kuat sehingga
merusak senyawaan organik yang digunakan sebagai indicator Asam
klorida dan asam sulfat digunakan paling banyak untuk larutan standart.2

Alkalinitas Karbonat (Phenolphthalein) dan Alkalinitas Total


Pertama-tama sampel air sumur artesis dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer sebanyak 100 ml yang kemudian ditambahkan 13 tetes indikator
PP. Setelah itu larutan digoyang-goyangkan untuk menghomogenkan
larutan. Setelah dihomogenkan tidak terjadi perubahan bahwa, sehingga
larutan tersebut tidak dititrasi menggunakan H2SO4 0,02 N.
Penentuan alkalinitas biasanya menggunakan H2SO4 0,02 N sebagai
titran, Satu ml asam H2SO4 setara dengan 1 mg CaCO3. Jika larutan yang
akan diukur alkalinitasnya ditambah dengan asam secara perlahan-lahan
maka akan terjadi perubahan pH seperti pada gambar. Komposisi ion
penyusun alkalinitas pada nilai alkalinitas total 100 mg/liter CaCO 3 dan
hubungannya dengan pH pada suhu air 25oC ditunjukkan pada gambar.
Pada penentuan nilai alkalinitas secara titrimetri, diasumsikan bahwa
titran yang berupa asam hanya akan bereaksi dengan gara-garam karbonat.
Tahap awal dari penentuan alkalinitas adalah penambahan indicator
phenolphthalein. Jika larutan berubah warna menjadi merah muda (pink)
berarti

larutan

tersebut

terdapat

karbonat

atau

bikarbonat

atau

hidroksida.Selanjutnya dilakukan titrasi hingga warna pink tepat menghilang


pada pH sekitar 8,3. Pada kondisi ini terjadi reaksi : 3
H2SO4 + Ca(OH)2 CaSO4 + 2 H2O

12

H2SO4 + 2 CaCO3 CaSO4 + Ca (HCO3)2

Gambar 3.4. Hubungan antara alkalinitas total dengan karbondioksida,


karbonat, bikarbonat, dan hidroksida 4

Gambar 3.5. Kurva miliiter titran yang dibutuhkan dalam titrasi penentuan
alkalinitas karbonat dan alkalinitas total 5
Pada persamaan reaksi 1 semua ion OH- telah mengalami konversi
secara sempurna. Pada persamaan reaksi 2, setiap ion karbonat bereaksi
dengan satu ion hydrogen untuk menghasilkan ion bikarbonat. Jika hampir
semua ion karbonat telah di konversi maka penambahan asam ke dalam
13

larutan, meskipun jumlahnya sedikit akan mengakibatkan penurunan nilai pH


secara drastic, ditandai dengan hilangnya warna merah muda secara cepat.
Hilangnya warna merah muda ini merupakan titik akhir dari penentuan
alkalinitas phenolphthalein (PP). alkalinitas phenolphthalein adalah akalinitas
karbonat yang meliputi karbonat dan bikarbonat 3
Pada pengujian kedua untuk mengetahui kadar alkalinitas total,
langkah pertama yang dilakukan adalah menambahkan 3 tetes indicator MO
ke dalam larutan pertama yang telah dimasukkan indicator PP. Kemudian
larutan tersebut digoyang-goyangkan untuk menghomogenkan larutan
hingga larutan berwarna orange.
Setelah larutan digoyang-goyangkan hingga homogen, larutan
tersebut dititrasi menggunakan H2SO4 0,02 N hingga warna berubah
menjadi jingga pucat, namun setelah dititrasi larutan tidak berubah warna
menjadi jingga pucat melainkan tetap menjadi warna orange.
Bikarbonat

masih

merupakan

ion

penyusun

alkalinitas.

Jadi

sebenarnya konversi karbonat pada pH 8,3 ini hanya berlangsung


setengahnya, sehingga perlu ditambahkan asam (titran) untuk mengkonversi
bikarbonat menjadi asam karbonat. Dengan kata lain, titrasi dilanjutkan
dengan bantuan indicator methyl orange. Perubahan warna akan terjadi
pada pH 4,4. Reaksi yang terjadi ditunjukkan dalam persamaan reaksi 3 :
H2SO4 + Ca (HCO3)2 CaSO4 + 2 H2CO3 (3)
Pada persamaan reaksi (3), setiap ion bikarbonat berikatan dengan
satu ion hydrogen membentuk asam karbonat. Penjumlahan dari jumlah
titran yang terpakai pada penentuan nilai alkalinitas pp dengan jumlah titran
pada pembentukan asam karbonat pada reaksi (3) merupakan nilai
alkalinitas total.3
Jika P adalah volume titran (H2SO4 0,02 N) yang dibutuhkan untuk
mencapai pH 8,3 (alkalinitas karbonat) an M adalah jumlah total titran yang
diperlukan untuk mencapai pH 4,5 (alkalinitas total) maka Peavy et al (1985)
mengemukakan hubungan antara kedua nilai tersebut sebagai berikut 6 :

14

Jika P = M maka penyusun alkalinitas sepenuhnya hidroksida (OH-).


Jika P = M maka penyusun alkalinitas sepenuhnya karbonat (CO32-).
Jika P = 0 maka penyusun alkalinitas sepenuhnya bikarbonat (HCO3-).
Jika P < maka penyusun alkalinitas adalah karbonat dan bikarbonat.
Jika P = > maka penyusun alkalinitas adalah hidroksida dan karbonat.
Air laut mengandung borat (H4BO4-) sekitar 5%. Oleh karena itu, pada
penentuan alkalinitas air laut, ion hydrogen yang berasal dari titran tidak
hanya bereaksi dengan garam-garam karbonat tetapi juga dengan borat.
Kondisi demikian dapat meningkatkan nilai alkalinitas. Pada perairan tawar
yang tercemar, keberadaan anion organic juga dapat meningkatkan nilai
alkalinitas. Ion PO43-, HPO42-, dan H2PO4- juga dapat berikatan dengan ion
hydrogen dan selanjutnya meningkatkan nilai alkanitas.2
Standar baku mutu untuk perairan adalah nilai alkalinitas alami tidak
pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3 menurut PP no 82 tahun 2001. Perairan
dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme
akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau
kadar garam natrium yang tinggi.6
Tabel 3.1. Kualitas air berdasarkan alkalinitas
Alkalinitas (mg/l)
0 10

Kondisi perairan
Tidak dapat dimanfaatkan
Alkalinitas rendah, kematian mungkin

10-200

terjadi, CO2 rendah, ph bervariasi,


dan perairan kurang produktif
Alkalinitas sedang, ph bervariasi,
CO2 sedang, produktivitas sedang

>500

Stabil,

produktivitas rendah, ikan

terancam
(Sumber : Effendi,2003)
Sehingga didapatkan hasil bahwa pada sampel air yang digunakan
dalam pengujian alkanitas PP dan alkalinitas total dengan menggunakan

15

sampel air sumur artesis memiliki kadar alkali yang rendah sehingga tidak
dapat dihitung kadar yang terkandung di dalamnya.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kesalahan

dalam

praktikum

alkalinitas diantaranya :
a. Waktu dan cara pengambilan sampel serta titrasi
Praktikan mengambil sampel saat siang hari dimana ketika siang
hari sudah berlangsung proses fotosintesis yang dapat mempengaruhi
penurunan kadar pH pada sumur artesis. CO2 akan mempengaruhi
alkalinitas suatu sampel yang terbuka terhadap udara. CO 32-/HCO3-/CO2
yang terlarut dalam sampel akan mencari keseimbangan baru, akibat
CO2 udara yang masuk atau CO2 larutan yang keluar lewat permukaan
tersebut, namun efek perubahan baru tampak setelah setengah jam.
Setiap kegiatan yang bisa memperluas permukaan air, seperti kocokan,
adukan, penyaringan juga dapat mempercepat perubahan tersebut,
sehingga titrasi harus selesai dalam waktu singkat ( 5 menit). Saat
penyimpanan sampel seharusnya pada suhu rendah yaitu antara 1-5 0C
dan ini tidak dilakukan oleh praktikan.7
b. Wadah yang digunakan untuk mengambil sampel
Wadah untuk menampung sampel tidak dihomogenkan terlebih
dahulu dengan air sampel saat pengambilan sampel di Sungai
Kaligarang. Hal ini memungkinkan bahan-bahan yang sebelumnya
memang sudah ada pada wadah yang digunakan bergabung dengan
sampel. Padahal seharusnya, tidak ada bahan-bahan lain yang
terkandung dalam air sampel selain yang berasal dari air sungai
tersebut.7
Faktor yang menyebabkan hasil pengujian alkalinitas 0
Tidak terjadinya perubahan warna pada alkalinitas Phenolphthalein dan
alkalinitas total dapat disebabkan karena bahan-bahan metal yang
terkandung di dalam air terlalu kecil dan tidak menyebabkan air tersebut
bersifat asam. Tinggi rendahnya suatu perubahan alkalinitas ditentukan oleh
adanya faktor intensitas yaitu cahaya dan suhu.

16

Faktor lain yang mempengaruhi nilai alkalinitas PP dan alkalinitas total 0


adalah karena pengambilan sampel dilakukan pada siang hari. Pada siang
sampai sore hari total alkalinitas menurun. Hal ini disebakan karena pada
siang sampai sore hari CO2 dalam air bersifat asam digunakan fitoplankton
untuk proses fotosintesis. Saat CO2 digunakan untuk fotosintesis ini akan
mempengaruhi kadar pH dalam air. Semakin banyak kadar CO2 yang
digunakan fitoplankton untuk fotosintesis maka semakin sedikit pula pH yang
ada dalam perairan tersebut. Penurunan pH ini menyebabkan kadar
alkalinitas dalam sampel air artesis menjadi sangat sedikit atau bahkan tidak
ada. Sebaliknya pada malam sampai pagi hari total alkalinitas meningkat,
dikarenakan fitoplankton tidak aktif melakukan fotosintesis sehingga CO2
yang dihasilkan tidak terpakai.8
Dampak yang timbulkan terhadap kesehatan dan lingkungan
Alkalinitas tidak memiliki dampak langsung terhadap kesehatan.
Alkalinitas sangat membantu dalam mengurangi korosi pipa dan solder.
Corrosion Korosi dapat melepaskan bahan seperti tembaga atau timbal ke
dalam air. Alkalinitas yang tinggi juga akan membuat air memiliki rasa asam.1
Kandungan alkalinitas yang rendah, akan berdampak negatif pada
produktifitas suatu organisme seperti akan mempengaruhi kesehatan dan
pertumbuhan untuk kelangsungan hidupnya serta akan memepengaruhi
kuantitas kadar parameter lainya diantaranya CO 2, pH dan parameter
lainnya.2 Penyebab yang mempengaruhi terjadinya penurunan pH salah
satunya yaitu terhadap bahan organik dimana akibat pH yang kurang stabil
maka konsentrasi total alkalinitas juga akan terpengaruh. Hal ini disebabkan
karena pada keadaan asam banyak tersedia ion hidrogen bebas yang
kemudian hidrogen bebas tersebut akan membentuk senyawa asam dengan
mengikat basa-basa bebas seperti karbonat maupun bikarbonat yang
merupakan unsur pembentuk total alkalinitas air, akibatnya menurunkan
konsentrasi total alkalinitas.1
Ikan dapat tumbuh pada kisaran alkalinitas yang tinggi, tetapi nilai
120-140 mg/l adalah optimal. Kadar alkalinitas yang sangat rendah akan
mengakibatkan

air

kehilangan

kemampuan

17

menyangga

perubahan

keasaman dan pH yang berfluktuasi sangat sangat cepat sehingga dapat


mengganggu kehidupan budidaya ikan. Ikan sangat sensitif terhadap kondisi
kadar alkalinitas yang rendah. 16
Untuk tumbuh optimal, plankton menghendaki total alkalinitas sekitar
80-120 mg/l CaCO3. Pada kisaran total alkalinitas kurang atau melebihi dari
kisaran tersebut, pertumbuhan plankton terhambat. Namun, bukan berarti
pertumbuhan plankton pasti optimal jika total alkalinitas air cukup. Hal ini
karena

masih

banyak

parameter

kualitas

air

yang

mempengaruhi

pertumbuhan plankton, seperti ketersediaan CO2 dan pH. Alkalinitas


dinyatakan dalam air mg/l (CaCO3), dalam air dapat bertindak sebagai Buffer
(penyangga) pH, dimana pH dalam basa membentuk ion karbonat
melepaskan ion karbonat yang bersifat asam sehingga menjadi netral. 16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Dari hasil praktikum alkalinitas dengan Air Sumur gali daerah LPPU,
Tembalang, didapat nilai alkalinitas Phenolphtalein = 0 dan alkalinitas total
= 0.
2. Hasil alkalinitas Phenolphtalein ditunjukan berdasarkan keadaan air
sampel setelah ditetesi dengan indikator PP tidak menunjukan adanya
perubahan warna menjadi warna merah muda. Hal ini menunjukan bahwa
larutan uji tidak ada alkalinitas karbonat (Phenolphtalein). Sedangkan
hasil alkalinitas total ditunjukan berdasarkan keadaan air sampel setelah
ditetesi indikator MO dan dititrasi dengan H2SO4 menunjukan tidak terjadi
perubahan warna menjadi jingga pucat. Jadi tidak dilakukan perhitungan,
dan alkalinitas totalnya = 0.
3. Standar baku konsentrasi alkalinitas pada air baku menurut PP no 82
tahun 2001 yaitu 500 mg/lt. Dapat dilihat bahwa sampel Air Sumur gali
daerah LPPU, Tembalang masih berada di bawah batas maksimal baku
mutu.
B. SARAN

18

1. Perlu dilakukan ketelitian saat penggunaan alat-alat laboratorium


sehingga menghasilkan hasil yang benar-benar akurat.
2. Diperlukan ketelitian saat membaca konsentrasi titrasi agar tidak terjadi
kesalahan pembacaan konsentrasi larutan titrasi.
3. Selalu

menjaga

kebersihan

laboratorium

sebelum

dan

sesudah

praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi, I. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya
Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius.
2. Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal 394, 396-404
3. Cole, G. A. 1988. Textbook of Limnologi. Third Edition. Waverland Press
Inc, New York ISA.
4. Sawyer, C. N.,and McCarty, P. L. 1978. Chemistry for Environment a
l Engineering, Edisi ke-3. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha
5. Peavy, Howard S et.al. 1985. Environmental Engineering. McGraw-Hill.
Singapura.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pencemaran Air.
7. Rekayasa Air dan Limbah Cair
(http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/rekayasa_air_dan_limbah_cair/wpcontent/uplo
ads/2010/11/.pdf) diakses tanggal 7 April 2014
8. Kemampuan Alkalinitas Kapasitas Penyanggan (Buffer Capacity) Dalam
Sistem Anaerobik Fixed Bed. (http://www.bppt.go.id) diakses tanggal 7
April 2014
9. Kordi, K.M.G.H., dan A.B. Tancun. Pengelolaan kualitas air dalam
budidaya perairan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. 2007.

19

10. Djokosetiyanto. Jurnal Akuakultur Indonesia 4 (2) Pengaruh Alkalinitas


Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Patin Siam
(Pangasius sp.). Jurusan Budidaya Perairan IPB. 2005.
11. Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
12. Achmad, R., Kimia Lingkungan. Penerbit Andi, Yogykarta. 2004.
13. Rahadi, dkk. Penentuan Kualitas Air Tanah Dangkal dan Arahan
Pengelolaan (Studi Kasus Kabupaten Sumenep). Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 13 No. 2 Agustus 2012 Hal 97-10 Diakses melalui
(http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/download/363/718%E2%80%8E)
pada tanggal 10 April 2014 pukul 11.35 WIB.
14. Aquarina L. 2008. Alkalinitas : Analisa dan Permasalahannya untuk Air
Industri.

(online)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13855/1/09E00361.pdf
diakses pada 10 April 2014.
15. Hadi, Anwar. 2005. Prinsip

Pengelolaan

Pengambilan

Sampel

Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.


16. Rut Yullyn Yumame, Robert .Rompas, N. P. L. Pangemanan. Kelayakan
kualitas air kolam di lokasi pariwisata Embung Klamalu

Kabupaten

Sorong Provinsi Papua Barat. Budidaya Perairan September 2013. Vol. 1


No. 3: 56 62. 2013

20

Anda mungkin juga menyukai