LP Dengue Haemorhagik Fever
LP Dengue Haemorhagik Fever
(DHF)
A. DEFINISI :
1. DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Cristantie, 1995)
2. Dengue Haemorhagik Fever (DHF) atau demam berdarah adalah suatu penyakit infeksi
akut yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti dengan gejala utama demam dan manifestasi perdarahan pada
kulit atau pun bagian tubuh lainnya yang bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat
berlanjut dengan kematian.
B. ETIOLOGI
Virus dengue (arbovirus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang
menggigit manusia pada siang hari, hidup di air jernih, bersih dan berbentuk batang, stabil
pada suhu 70o C.
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh,
karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia
di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam
pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF
dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat
mengurangnya volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan
demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat,
volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Fenomena patologis yang utama pada penderita DBD adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang
ekstra vaskuler. Demam terjadi karena virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti membentuk antibodi terhadap penyakit. Setelah terjadi virusantibodi dalam system sirkulasi, akan mengakibatkan aktifnya system komplemen (suatu
system dalam sirkulasi darah terdiri dari 11 komponen protein dan beredar dalam bentuk
yang tidak aktif serta labil terhadap suhu panas). Bila system komplemen aktif maka tubuh
akan melepaskan histamin yang merupakan mediator kuat yang menyebabkan permeabilitas
pembuluh darah meningkat.
Tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah menyebabkan kebocoran plasma yang
berlangsung selama perjalanan penyakit sejak permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat
menurun sampai 30 % atau lebih. Jika keadaan tersebut tidak teratasi, akan menyebabkana
anoksia jaringan, asidosis metabolic dan berakhir dengan kematian.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya
cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi
ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat
berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan
dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa
perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis
yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem
koagulasi.
Perdarahan yang terjadi pada pasien DBD terjadi karena trombositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan menurunnya factor koagulasi (Protrombin, factor V, VII, IX, X dan
fibrinogen). Perdarahan hebat dapat terjadi terutama pada traktus gastrointestinal.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya mega karoisit muda dalam
sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya
destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Demam tinggi yang timbul secara mendadak tanpa sebab yang jelas disertai dengan
keluhan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala menyerupai influenza biasa. Ini berlangsung
selama 2-7 hari
2. Hari ke 2 dan 3, timbul demam. Uji tourniquet positip karena terjadi perdarahan di bawah
kulit (peteki, ekimosis) dan di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan gusi,
hematemisis akibat perdarahan dalam lambung, melena dan juga hematuria massif
3. Antara hari ke 3 dan ke 7 syok terjadi saat demam menurun. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari tangan dan kaki, nadi
cepat dan lemah sampai tak teraba, tekanan nadi menyempit ( < 20 mm Hg ) atau
hipotensi ( < 80 mmHg ) sampai tak terukur, anak sangat gelisah
4. Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari
yang hanya sekdar diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkung iga sebelah kanan. Nyeri
tekan pada hepar tampak jelas pada anak besar, ini menandakan telah terjadi perdarahan.
Pada penderita DBD sering dijumpai pembesaran hati, limpa kalenjar getah bening
atau kembali normal pada masa penyembuhan.
Pada penderita yang mengalmi renjatan akan mengalami sianosis perifer, kulit teraba
lembut dan dingin, hipotensi, nadi cepat dan lemah.
E. KLASIFIKASI DHF
Derajat beratnya DBD berdasar patokan WHO 1975
1. Derajat 1:
Derajat satu bisanya ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari disertai dengan gejala
tidak khas dan manifestasi perdarahan yang dapat diuji tourniquet positif.
2. Derajat 2
Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain.
3. Derajat 3
Derajat 2 ditambah dengan kegagalan sirkulasi ringan, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg), hipotensi (systole < 80 mmHg) disertai kulit yang
dingin,lembab dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat 4
Derajat 3 ditambah syok berat dengan nadi yang takteraba dan tekanan darah yang tak
dapat diukur, dapat disertai dengan penurunan kesadaran, sianotik dan asidosis.
Derajat 1 dan 2 disebut DHF tanpa renjatan,sedang 3 dan 4 disebut DHF dengan renjatan
atau DSS.
F. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
1.
Klinik
1)
2)
3)
Hepatomegali
4)
Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba, tekanan darah
menyempit (<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak terukur, kulit dingin,
lembab dan malaise.
2.
Laboratorium
1)
2)
3)
Hb meningkat > 20 %
4)
Hasil
pemeriksaan
kimia
darah
menunjukkan
hipoproteinemia,
1)
2)
Darah rutin
Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)
3)
Waktu perdarahan
Menggunakan cara LVY (N=1-7 menit)
5. KOMPLIKASI
1) Perdarahan otak
2) Sindroma distress napas dewasa
3) Infeksi nosokomial seperti pneumonia, tromboplebitis, sepsis dan shock sepsis
6. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan
pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk. Penatalaksanaannya adalah:
a.
Tirah baring
b.
Makanan lunak
c.
Bila belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter /24 jam
(susu,air gula, sirop)
d.
e.
f.
2)
3)
4)
b.
DBDdengan renjatan
Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL
sampai nadi teraba serta tensi terukur, biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.
Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20
jam. Bila keadaan umum baik, jumlah cairan sekitar 5-7 mL/KgBB/jam. Jenis RL:
Dextrose 5% =1:1. Infus dipertahankan 48 jam setelah renjatan.
Ada tiga fase penatalaksaan penderita DHF secara umum yaitu ;
a.
Fase demam
1) Pengobatan simtomatik dan supportif
Antipiretik diberikan untuk menurunkan demam, kompres hangat dapat diberikan
apabila pasien masih tetap panas
Pengobatan supportif dapat diberikan untuk merehidrasi cairan yang hilang yaitu
dengan pemberian ; larutan oralit, jus buah-buahan dan lain-lain
2) Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrsi dan muntah hebat segera koreksi
dengan memberiakan cairan parenteral
3) Semua tersangka demam berdarah harus diawasi ketat setiap hari sejak sakit hari ke3
b.
Fase Kritis
1) Rawat dibangsal khusus sehingga mudah untuk diawasi
2) Observasi tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar khusus
3) Berikan oksigen pada penderita dengan syok
4) Hentikan perdarahan dengan tindakan tepat
5) Pemberian cairan intra vena
c.
Fase Penyembuhan
Cairan intra vena dihentikan. Bila ditemukan gejala napsu makan tidak meningkat atau
perut terlihat kembung
Tindakan Lain
1) Transfusi darah dengan indikasi :
a) Perdarahan gastrointestinal berat: melena, hematemesis.
b) Dengan pemeriksaan hb, hct secara periodic terus terjadi penurunan, sedang
penderita masih dalam renjatan atau keadan akut semakain menurun.
Jumlah yang diberikan 20 ml / kg bb / hari dapat diulangi bila perlu
2) Anti konvulsan, bila disertai kejang maka diberi :
a) Diasepam 10 mg secara rectal atau intra vena
b) Phenobarbital 75 mg secara IM sesuai penatlaksanaan kejang pada anak
3) Antipiretik dan kompres pada penderita dengan hiperpireksi. Obat yang diberikan
ialah paracetamol 10 mg / kg bb / hari
4) Oksigen diberikan pada pendertita renjatan dengan cianosis 2 4 L / menit
5) Antibiotika pada penderita dengan renjatan lama atau terjadi infeksi infeksi
sekunder
6) Korticosteroid diberikan pada pasien dengan ensefalopati
Pengamatan lanjut :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Diuresis
3. Kadar HB dan HCT diperiksa 3 kali setiap 1 2 jam sewaktu masuk rumah sakit.
Kemudian secara periodik setiap 6 jam pada hari pertama pengamatan, selanjutnya
sekali sehari sesuai dengan keadaan penderita
4. mengawasi tanda perdarahan GI, Hepatomegali, dan gejala udema paru
5. Observasi intake dan out put
Indikasi penderita dhf dirawat :
1. DBD dengan renjatan
2. DBD disertai dengan ;
Panas tinggi atau kejang
Muntah, intake tidak terjamin
HCT cenderung meningkat terus
Indikasi penderita dhf pulang :
1.
2.
3.
4.
5.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Aktivitas/istirahat
Malaise
2.
Sirkulasi
Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba
Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit
3.
Eliminasi
Diare atau konstipasi
4.
Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
5.
Neurosensori
Nyeri/ Ketidaknyamanan
Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
7.
Pernapasan
Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil
8.
Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
sehubungan dengan kurangnya informasi.
C.
Rencana Keperawatan
1.
b.
Observasi tanda tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4
jam atau lebih sering
R/ Tanda tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c.
Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal
tersebut tidak dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.
e.
Menganjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan
manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
f.
g.
h.
2.
b.
c.
d.
Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik
relaksasi.
f.
3.
Kaji keadaan umum klien (pucat, lemah, taki kardi), serta tanda tanda
vital.
R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari
keadaan normalnya.
b.
c.
d.
e.
f.
4.
Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan terjadi peningkatan
trombosit> 150.000
Intervensi:
a.
b.
c.
d.
Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tandatanda perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis)
R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan
sedini mungkin.
e.
5.
Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b.
c.
e.
f.
g.
h.
6.
b.
c.
d.
e.
7.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan meningkat
sehingga klien/keluarga memperlihatkan perilaku yang kooperatif.
Intervensi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2. Penyimpangan KDM
Infeksi Dengue
Mual , Muntah
Pemecahan virus
Virus dalam jaringan & darah
Vaskulitis
Replikasi Virus
Agregasi trombosit
Gangguan
Hepatomegali
Fungsi
Bentukan ATP / ADP
trombosit
Pembersihan
Pelepasan
Trombisit
trombosit
oleh RES
faktor III
Terganggu
Pengeluaran zat Pirogen
Trombositopeni
Koagulopati
Konsumtif
terganggu
Faktor pembekuan
Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Mencapai hipotalamus
Agregasi trombosit
Kelemhan otot
Kelemahan otot
Kebocoran plasma
Hipovolemi
Defisit volume cairan tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, LJ. 1998. Diagnosa Keperawatan; aplikasi praktik klinik. EGC: Jakarta.
Cecily, L Beth, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatric, Edisi 3.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Effendy, Christantie. 1995. Perawatan pasien DHF, EGC: Jakarta
Mansjoer, Arif, et al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius:FKUI
Jakarta
Maryllin E Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Nelson . 2000. Ilmu Kesehatan Anak,volome I , Edisi 15. EGC : Jakarta
Suryadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi Kedua. Sagung
Seto : Jakarta
Wong, Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta