PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting di tingkat global, regional, nasional, maupun lokal. Tuberkulosis
menyebabkan 5000 kematian per hari, atau hampir 2 juta kematian per tahun di
seluruh dunia. TB, HIV/AIDS, dan malaria secara bersama-sama merupakan
penyebab 6 juta kematian setiap tahun. Seperempat juta (25%) kematian karena
TB berhubungan dengan HIV. Insidensi global TB terus meningkat sekitar 1% per
tahun, terutama karena peningkatan pesat insidensi TB di Afrika berkaitan dengan
komorbiditas HIV/AIDS (WHO, 2009a).
Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 22 negara di dunia yang
memiliki beban penyakit TB tertinggi. Menurut Global Tuberculosis Control
Report 2009 WHO, diperkirakan terdapat 528,063 kasus baru TB. Estimasi
insidensi TB 228 kasus baru per 100,000 populasi. Estimasi angka insidensi
hapusan dahak baru yang positif adalah 102 kasus per 100,000 populasi pada
2007 (WHO, 2009a). Berdasarkan kalkulasi disability-adjusted life-year (DALY)
WHO, TB menyumbang 6.3 persen dari total beban penyakit di Indonesia,
dibandingkan dengan 3.2 persen di wilayah regional Asia Tenggara (USAID,
2008).
Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam
pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO
meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara
internasional, disebut DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Lima
elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009b): (1) Komitmen politis yang
berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang
berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan
manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; (4)
Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan
pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian
kinerja keseluruhan program.
Strategi DOTS telah berhasil membantu tercapainya dua sasaran yang
dideklarasikan World Health Assembly (WHA) pada tahun 1991, yaitu deteksi
kasus baru BTA positif sebesar 70%, dan penyembuhan sebesar 85% dari kasus
pada tahun 2000 (WHO, 2009a). Meskipun demikian kecepatan kemajuan saat ini
diperkirakan tidak cukup untuk mencapai target penurunan prevalensi dan
mortalitas TB dari Millenium Development Goals (MDG) menjadi separoh pada
tahun 2015 (Dye et al., 2005). Karena itu diperlukan kontinuitas implementasi
strategi DOTS agar program itu dapat mencapai target dan bahkan meningkatkan
target indikator-indikator keberhasilan program hingga tahun 2015.
Pada 2006 WHO menetapkan strategi baru untuk menghentikan TB.
Strategi itu bertujuan untuk mengintensifkan penanggulangan TB, menjangkau
semua pasien, dan memastikan tercapainya target Millennium Development Goal
(MDG) pada tahun 2015. Strategi baru WHO ditetapkan berdasarkan pencapaian
DOTS, serta menjawab tantangan baru bagi keberhasilan penanggulangan TB.
Enam elemen strategi WHO untuk menghentikan TB untuk 2006-2015 (WHO,
2009c): (1) Perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas tinggi; (2) Mengatasi
TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya; (3) Penguatan sistem kesehatan; (4)
Pelibatan semua pemberi pelayanan kesehatan; (5) Pemberdayaan pasien dan
komunitas; (6) Mendorong dan meningkatkan penelitian (WHO, 2009c).
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang
vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program penanggulangan TB.
Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi
masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar
dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu evaluasi berguna untuk
menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah
tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi dilakukan setelah suatu periode
waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1 tahun. Dalam mengukur
keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan latar belakang tersebut sebuah studi evauasi telah dilakukan untuk
menjawab masalah penelitian sebagai berikut:
1. Sejauh mana tujuan dan target penemuan kasus tuberkulosis (TB) yang
telah ditetapkan melalui strategi DOTS telah tercapai di Puskesmas
Dumai Kota?;
2. Apakah faktor-faktor yang menghambat dan faktor yang mendukung
program peneuman kasus TB dengan sistem DOTS di Puskesmas
Dumai Kota?
3. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memechkan masalah
rendahnya cakupan CDR (Case Detection Rate) di wilayah Puskesmas
Dumai Kota?
C. TUJUAN KEGIATAN
1. Tujuan Umum
Mengevaluasi pencapaian tujuan dan target program penemuan kasus
TB berdasarkan sistem dots di Puskesmas Dumai Kota.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi faktor yang menghambat dan faktor yang
mendukung program penemuan kasus TB berdasarkan sistem dots
di Puskesmas Dumai Kota.
b.
c.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis
lebih mendalam tentang program penanganan TB berdasarkan sistem
DOTS, mampu menganalisis hambatan-hambatan yang timbul serta
alternatif
pemecahan
masalah
pelaksanaan
penemuan
kasus
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
masukan
dan
kepada
masyarakat
tentang
penyakit
E. METODOLOGI
dengan
melihat
fungsi
manajemen
yang
bertujuan
mengetahui
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya2. Patogenesis tuberkulosis
paru ada 2, yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis post primer. Pada
tuberkulosis primer, penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel infeksius
ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut afek primer. Dari
afek primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional
disebut kompleks primer. Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan
muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
dewasa (tuberkulosis post-primer). 6
B. Penularan
Sumber penularan adalah penderita dengan TB BTA positif, yang dapat
menularkan TB kepada orang disekelilingnya, terutama kontak erat. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
nuclei (percikan dahak). Sekali batuk dapat dikeluarkan 3000 droplet. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. 2,7
Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi kurang. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan.
Setelah itu kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui
sistem peredaran darah dan sistem limfe. Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Karena
proses terjadinya infeksi oleh kuman TB biasanya secara inhalasi, maka TB paru
merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan organ lainnya. 2,7
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap
tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu
proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar
1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan
perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif. 2
10
11
12
E. Pengobatan
Dalam kegiatan pokok Program Pemberantasan TB Paru dikenal 2
komponen, yaitu komponen diagnosis dan komponen pengobatan. Pada
komponen diagnosis meliputi deteksi penderita di poliklinik dan penegakkan
diagnosis secara laboratorium, sedangkan komponen pengobatan meliputi
pengobatan yang cukup dan tepat serta pengawasan menelan obat setiap hari
terutama pada fase awal. 9
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Paduan obat anti tuberkulosis yang
dipakai program sesuai dengan rekomendasi WHO berupa OAT jangka pendek
yang terdiri dari 4 kategori. Setiap kategori terdiri dari 2 fase pemberian yaitu fase
awal/intensif dan fase lanjutan/intermiten. Adapun perincian OAT program adalah
sebagai berikut 2,9
13
Kategor
i
1.
OAT
2HRZE/4H3R3
Keterangan
- Penderita baru BTA (+)
- Penderita baru BTA (-)/Ro (+) yang
sakit berat
- Pendeerita ekstra paru berat
2.
3.
II
III
2HRZES/HRZE/
5H3R3E3
2HRZ/4H3R3
4.
IV
- H seumur hidup
sensitif + Quinolon
5.
Sisipan
HRZE
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien
menelan obat agar dicapai kesembuhan dan mencegah resistensi serta mencegah
drop out/lalai, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). 2
14
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3
Dosis Kategori 1
15
TAHAP INTENSIF
SELAMA 3 BULAN
BERAT
BADAN
30 -37
TIAP HARI
TIAP HARI
2 BULAN
1 BULAN
2 tab 4 FDC
2 Tab 4 FDC
+ 2 ml Strepto
38 -54
TAHAP LANJUTAN 3
X SEMINGGU
SELAMA 5 BULAN
2 Tab 4 FDC
+ 2 Tab Etambutol
3 Tab 4 FDC
3 Tab 4 FDC
3 tab 4 FDC
+ 3 Tab Etambutol
+ 3 ml Strepto
55 -70
4 Tab 4 FDC
+ 4 Tab Etambutol
4 tab 4 FDC
>71
+ 4 ml Strepto
4 Tab 4 FDC
5 Tab 4 FDC
5 Tab 4 FDC
+ 5 Tab Etambutol
5 tab 4 FDC
+ 5 ml Strepto
Efek Samping
1. Isoniazid (INH)
2. Rifampisin
3. Etambutol
16
4. Pirazinamid
5. Streptomisin
Efek samping OAT dapat dibedakan menjadi efek samping berat dan efek
samping ringan.
Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius.
Dalam kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita
17
19
Pengelolaan Logistik
Pengelolaan
logistik
Penanggulangan
Tuberkulosis
merupakan
20
Alat Laboratorium terdiri dari: Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan,
rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet,
kertas pembersih lensa mikroskop, kertas saring, dan lain lain.
Bahan diagnostik terdiri dari: Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak
imersi, lysol, tuberkulin PPD RT 23 dan lain lain.
Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan serta
bahan KIE.
2). Pengelolaan obat anti tuberkulosis
a. Perencanaan Kebutuhan Obat
Rencana kebutuhan Obat Anti Tuberkulosis dilaksanakan dengan
pendekatan perencanaan dari bawah (bottom up planning). Perencanaan
kebutuhan OAT dilakukan terpadu dengan perencanaan obat program lainnya
yang berpedoman pada 2 :
Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya,
Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan,
Buffer-stock (tiap kategori OAT),
Sisa stock OAT yang ada,
Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui estimasi
kebutuhan dalam kurun waktu perencanaan)
21
Promosi
Advokasi, kemitraan dan penyuluhan.
22
23
24
Angka Kesembuhan
Angka Kesalahan Laboratorium
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur
kemajuan (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat
tertentu seperti: sahih (valid), sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), dapat
dipercaya (realiable), dapat diukur (measureable), dapat dicapai (achievable)
Analisa dapat dilakukan dengan membandingkan data antara satu dengan
yang lain untuk melihat besarnya perbedaan, dan melihat kecenderungan (trend)
dari waktu ke waktu.
25
BAB III
ANALISIS MASALAH
A. KERANGKA BERPIKIR PENDEKATAN MASALAH
Pemecahan masalah menggunakan kerangka pemikiran pendekatan sistem
sebagai berikut :
LINGKUNGAN :
OUT
Fisik, Kependudukan, Sosial Budaya, Ekonomi dan Kebijakan
INPUT :
PROSES :
P1
P1
P3
Man
Money
Method
Material
machine
OUTPUT
OUTCOME
Dapat diukur
Dapat diatasi (Hartoyo, 2009)
dicapai,
27
1.IDENTIFIKASI
MASALAH
7.Monitoring &
Evaluasi
2.Penentuan
Priorita Masalah
6.Penetapanpemecahan
3.Penentuan
Penyebab Masalah
masalah terpilih
5.Menentukan
Alternatif Pemecahan
Masalah
4. Memilih Penyebab
yang Paling Mungkin
28
KELEBIHAN
KEKURANGAN
1. 1. Adanya perawat dan bidan 1. Pelatihan P2TB belum
Man
yang mendapat pelatihan P2
diperoleh secara merata oleh
TB
tenaga kesehatan
2. Jumlah tenaga pelaksana P2
TB masih kurang (termasuk
analis laboratorium)
3. Kurang terlibatnya kader
posyandu
4. Kesulitan suspek kasus
mengeluarkan dahak
Money
1. Adanya dana yang
1. Dana yang diturunkan untuk
diturunkan untuk petugas
kegiatan P2TB masih
program P2 TB
kurang
Method
1. Terdapat pedoman dari
1. terdapat perbedaan persepsi
Depkes RI mengenai
petugas dan pelaksana
pelaksanaan program
dalam meninterpretasi
P2TB yang digunakan
pedoman kegiatan program
sebagai acuan
P2TB
2.
Kerjasama antara institusi
melaksanakan kegiatan
pemerintah dan swasta, atau
institusi pemerintah
Material
1.Belum terdapatnya PHN Kit
2.Kelengkapan peralatan
laboratorium yang masih
kurang
Machine
ketidaklengkapan antara database pencatatan dan pelaporan
yang tersedia pada komputer
29
P2
(Pelaksanaan &
Penggerakan)
P3
(Pengawasan
Penilaian &
Pengendalian)
KELEBIHAN
KEKURANGAN
30
2. Pelaporan disampaikan
secara rutin ke Dinkes
Kota Dumai & diperoleh
feedback yang baik
c. Analisis Lingkungan
Tabel 4
Analisis Lingkungan
LINGKUNGA
N
Kelurahan
KELEBIHAN
KEKURANGAN
Terdapat kader
Posyandu disetiap
keaktifan kader
2. Kurangnya pengetahuan
kelurahan
31
c.
d.
e.
f.
kemungkinan
masalah
seperti
di
atas,
dapat
32
33
MAN
1.Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata oleh
tenaga kesehatan
2.Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih kurang
(termasuk analis laboratorium)
3.Kurang terlibatnya kader posyandu
4.Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak
INPUT
MONEY
Dana yang diturunkan untuk
kegiatan P2TB masih kurang
METHODE
1.terdapat perbedaan persepsi petugas dan
pelaksana dalam meninterpretasi pedoman
kegiatan program P2TB
2. Kerjasama antara institusi pemerintah dan
swasta, atau institusi pemerintah
MATERIAL
P1
Tercapainya
Target CDR TB
paru 70%
Kurang ketatnya
fungsi pengawasan,
penilaian &
pengendalian oleh
oleh koordinator
program.
P2
P3
PROSES
LINGKUNGAN
34
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
A. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
35
2.
MASALAH
Penjaringan suspek TB hanya
dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan (Passive Case Finding,
PCF)
Dana yang diturunkan untuk kegiatan
P2TB masih kurang
PEMECAHAN MASALAH
Disarankan agar penjaringan kasus
ditingkatkan melalui ACF (Actife Case
Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB
oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK
Kemitraan dan dukungan Pemerintah
Daerah (Kota dan Kabupaten) kurang
dalam pembiayaan program
3.
4.
5.
6.
pengendalian TB
Membuat advokasi disertai dengan data/
informasi yang baru tentang pencapaian
program penanggulangan TB di daerah
untuk meyakinkan para pengambil
keputusan anggaran pada Pemda dan
DPRD
Perlu dicari prosedur alternatif
pemeriksaan dahak yang bisa dilakukan
di tingkat primer.
36
37
Kriteria ini bernilai 1-5, nilai mnedekati 1 bila biaya (sumber daya) yang
digunakan semakin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya (sumber
daya) maikn besar.
Berdasarkan penjelasan di atas, matriks prioritas penyelesaian
masalah untuk mengatasi maslah tidak tercapainya target CDR TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut.
Tabel 6
Matriks Prioritas Pemecahan Masalah Tidak Tercapainya Target CDR TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota 2013
No.
Nilai Kriteria
Prioritas pemecahan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
Hasil Akhir
(MxIxV)/C
60
36
80
16
100
Priorita
s
38
6.
39
40
Tabel 7
Rencana Kegiatan Peningkatan Targert CDR TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota
No.
1.
Kegiatan
Menggerakkan
partisipasi
masyarakat.
Sebagai contoh,
status Posyandu
Mandiri dapat
ditingkatkan
perannya menjadi
Posyandu
Mandiri Plus
Penanggulangan
TB
Meningkatkan
pengadaan
penyuluhan
tentang masalah
TB Paru dan
membuat media
promosi deteksi
dini TB Paru
Tujuan
untuk
meningkatkan
penjaringan
kasus TB
Meningkatka
n
pengetahuan
masyarakat
tentang
penyakit TB
Paru
dan
meningkatkan
kesadaran
Sasaran
Seluruh
elemen
masyaraka
t
dan
seluruh
posyandu
di wilayah
kerja
Puskesmas
Dumai
Kota
Waktu
Agustus
Dana
-Dana
Lokasi
-posyandu
s/d
PKM
balita
-posyandu
Seluruh
masyaraka
t
di
wilayah
kerja
Puskesmas
Dumai
Kota
Agustus
-Dana
-posyandu
s/d
PKM
-Spon
sorship
balita
-posyandu
desember
Pelaksana
-dokter
-bidan
-perawat
Metode
-diskusi/
Tolak ukur
-terdapat
tanya
petugas
jawab
posyandu,
usila
-posbindu
-sekolah
-kelurahan
2014
kader dan
masyarakat
yang aktif san
mau
berkerjasama.
desember
2014
usila
-posbindu
-sekolah
-kelurahan
-dokter
-bidan
-perawat
-ceramah
-diskusi/
tanya
jawab
-terdapat
media promosi
yang dipajang
atau dibagikan
di PKM,
posyandu, dan
masyarakat.
41
masyarakat.
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Program pengendalian TB dengan strategi DOTS telah berjalan di
wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota,. Tetapi pelaksanaan program
pencapaian cakupan CDR TB paru dengan sistem DOTS tersebut belum
mencapai target yang diharapkan. Penyebab utama adalah partisipasi
masyarakat, dokter, RS, dan tenaga kesehatan lainnya yang masih sangat
rendah dalam penemuan dan diagnosis kasus TB.
Penyebab lainnya adalah Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan (Passive Case Finding, PCF) serta rendahnya
pengetahuan dan kesdaran masyarakat tentang panyakit TB Paru.
Setelah melakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah
dengan menggunakan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan urutan
perioritas alternatif pemecahan penyebab masalah tidak tercapainya target
CDR TB Paru di wilayah kerja Puskemas Dumai Kota :
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu
Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus
2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan
membuat media promosi deteksi dini TB Paru
Dengan adanya alternatif pemecahan masalah di atas, diharapkan
mampu meningkatkan pencapaian target CDR TB Paru di wilayah kerja Puskemas
Dumai Kota.
2. SARAN
1. Disarankan agar penjaringan kasus ditingkatkan melalui ACF (Actife Case
Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK dll.
2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan
membuat media promosi deteksi dini TB Paru
3. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu
Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus
Penanggulangan TB
43
DAFTAR PUSTAKA
44
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
45