Anda di halaman 1dari 13

Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of Law:

Sebuah Pengantar
Oleh:
Qurratul Ain, A.Ma

I. Pendahuluan
Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas negara hukum (the rule of
law). Pakar ilmu sosial, Franz-Magnis Suseno (1990), melihat bahwa perlindungan
HAM adalah salah satu elemen dari the rule of law, selain hukum yang adil. Kita bisa
melacak akar prinsip the rule of law dari putusan-putusan pengadilan internasional
seperti Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM) Eropa dan Komite HAM Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengetahui pembahasan antara the rule of law dan
Hak Asasi Manusia.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan terbentuknya Negara adalah untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dinyatakan bahwa untuk itu, UUD 1945 harus mengandung
ketentuan yang mewajibkan Pemerintah dan penyelenggara Negara untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur. UUD 1945 selanjutnya menegaskan bahwa Negara
Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (Machtstaat).

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui


secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan
kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan universal karena hak-hak
ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli
apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula
agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan melekat atau
inheren karena hak-hak itu dimiliki sesiapapun yang manusia berkat kodrat
kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi
kekuasaan manapun. Karena dikatakan melekat itu pulalah maka pada dasarnya
hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.
Dari uraian pendahuluan di atas, penulis melihat penting dan menariknya
wawasan tentang HAM dan rule of law. Oleh sebab itu, penulis berusaha
menjabarkan pembahasannya dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian rule of law dan Hak Asasi Manusia?; dan


2. Apa kaitan antara rule of law dan Hak Asasi Manusia?

II. Pembahasan tentang Rule of law dan Hak Asasi Manusia


a. Rule of law: Sebuah Pengantar
Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat) dan bukan negara kekuasaan
(machstaat). Hal ini tertulis dalam Konstitusi Indonesia. UU 1945 dan tertuang dalam
Pasal 1 (3) UUD 1945. Pertanyaannya adalah apa sebenarnya negara hukum?
Konsep Negara hukum sangat dekat dengan konsep rule of law. Dalam arti
sederhana rule of law diartikan oleh Thomas Paine sebagai tidak ada satu pun yang
berada di atas hukum dan hukumlah yang berkuasa.
Dalam konsep modern, apa yang dikatakan oleh Thomas Paine kemudian
didefinisikan secara lebih menyeluruh. Dunia modern kemudian mendefiniskan rule
of law sebagai konsep yang melibatkan prinsip dan aturan yang memberi pedoman
pada mekanisme tertib hukum (legal order). Ditegaskan dalam hal ini bahwa rule of
law menuntut adanya regulasi dengan kualitas tertentu:
Definisi rule of law di atas kemudian dirinci yang memudahakan penilaian.
Salah satu definisi yang rinci tedapat dalam laporan Sekretaris Jenderal PBB,
sebagai berikut:
The "rule of law" is a concept at the very heart of the Organization.s mission.
It refers to a principle of governance in which all persons, institutions and
entities, public and private, including the State itself, are accountable to laws
that are publicly promulgated, equally enforced and independently
adjudicated, and which are consistent with international human rights norms
and standards. It requires, as well, measures to ensure adherence to the
principles of supremacy of law, equality before the law, accountability to the
law, fairness in the application of the law, separation of powers, participation
in decision-making, legal certainty, avoidance of arbitrariness and procedural
and legal transparency.

Definisi yang rinci di atas memperlihatkan bahwa rule of law mengandung


beberapa elemen penting yaitu: a). ditaatinya prinsip berkuasanya hukum
(supremacy of law), persamaan di depan hukum (equality before the law),
pertanggungjawaban hukum (accountability to the law), keadilan dalam penerapan
hukum (fairness in the application of the law), adanya pemisahan kekuasaan
(separation of power), adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan (participation
in the decision making) kepastian hukum (legal certainty), dihindarinya kesewenangwenangan (avoidance of arbitrariness) dan adanya keterbukaan prosedur dan
hukum (procedural and legal transparency). Keseluruhan elemen ini harus dilihat
untuk dapat mengukur sejauh mana rule of law telah dijalankan.
Ukuran pertama yaitu prinsip supremasi hukum berarti bahwa hukum harus
menjadi dasar aturan pelaksaan kekuasaan publik. Masyarakat juga haruslah diatur
berdasarkan hukum, bukan berdasarkan moralitas, keuntungan politik atau ideologi.
Prinsip ini juga mengimplikasikan bahwa badan-badan politik terikat tidak saja pada
konstitusi naisonal tetapi juga pada kewajiban hukum hak asasi manusia
internasional. Hal ini mengimplikasikan bahwa legislasi yang valid harus diterapkan
oleh otoritas dan pengadilan dan bahwa intervensi negara pada kehidupana rakyat
haruslah memenuhi standard umum yaitu prinsip legalitas. Dengan demikian rule of
law menjadi tameng pelindung rakyat dari adanya penyalahgunaan kekuasaan
Ditegaskan bahwa dalam hal ini korupsi jelas tidak sejalan dengan rule of law.
Sementara itu, prinsip persamaan di depan hukum memuat dua komponen
utama yaitu bahwa aturan hukum diterapkan tanpa diskriminasi dan mensyaratkan
perlakuan yang setara untuk kasus yang serupa. Adanya pertanggungjawaban

hukum (accountability to the law) harus dimaknai bahwa otoritas Negara tidak boleh
di luar atau di atas hukum dan harus tunduk pada hukum (subject to the law) seperti
halnya warga negara. Pinsip kepastian hukum mengimplikasikan bahwa aturan tidak
menyediakan ruang yang banyak untuk adanya diskresi. Prinsip ini tentunya juga
berkaitan dengan prinsip keterbukaan dalam hukum dan prosedur.
Dari paparan mengenai elemen penting rule of law dan uraian masingmasing elemen terlihat bahwa rule of law pada dasarnya berfokus pada hukum dan
pengembangan kelembagaan. Namun demikian, dalam hal ini harus diingat bahwa
Sekretaris Jenderal PBB menyatakan elemen politik adalah penting untuk menjamin
dijalankannya rule of law.

b. Tinjauan tentang Hak Asasi Manusia (HAM)


Hak asasi menunjukkan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang
bersifat mendasar. Oleh karena hak asasi bersifat mendasar dan fundamental, maka
pemenuhannya bersifat imperatif.
Beberapa pendapat tentang definisi HAM antara lain :
1. HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia, tanpa hak itu manusia
tidak dapat hidup secara layak
2. HAM adalah hak yang dimiliki manusia sejak kelahirannya.
3. HAM adalah hak dasar sejak lahir merupakan anugerah dari Allah SWT;
4. HAM adalah seperangkat hak-hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaban manusia sebagaimakhluk tuhan Yang Maha Esa.

HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat

siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak
azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan
lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus
permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran
ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas
sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah
yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas
dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
1) Ciri pokok HAM yaitu:
a. HAM tidak diberikan atau diwariskan;
b. HAM untuk semua orang tanpa diskriminasi;
c. HAM tidak boleh dilanggar, rtidak boleh dibatasi.
2) Sifat-sifat HAM yaitu:
a. Individual
b. Universal
c. Supralegal, tdk tergantung kepada negara atau pemerintah;
d. Kodrati, bersumber dari kodrat manusia;
e. Kesamaan derajat
f. Pelaksanaan HAM tidak boleh melanggar HAM orang lain.
g. Universalitas dan lokalitas.
Sifat universal maksudnya melekat pada harkat martabat setiap orang.
Lokalitas maksudnya setiap manusia harus diakui dan dihormati hak-hak dasarnya
melalui hukum, dan disesuaikan dengan sosio kultural suatu masyarakat atau
negara. Pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan dari kondisi social, budaya, politik
atau pengalaman negara.
3) Sejarah Perkembangan Perjuangan HAM
a) HAM masa sejarah.
i.
Perjuangan nabi Musa pada saat membebaskan umat Yahudi dari
perbudakan (tahun 6000 SM)

ii.

Hukum Hamirabi di Babylonia yang memberi jaminan keadilan bagi

iii.

warganegara (tahun 2000 SM);


Socrates (469-399 SM) dan Aristoteles (384-322SM) sebagai filsuf

iv.

Yunani peletak dasar diakuinya HAM;


Perjuangan Nabi Muhammad SAW untuk membebaskan para bayi

wanita dan wanita dari penindasan bangsa Quraisy tahun 600 M


b) Di Inggris
i.
Perjuangan HAM sejak tahun 1215 dengan Magna Charta.
Merupakan cermin dan perjuangan rakyat dan bangsawan bagi
ii.

pemba-tasan kekuasaan Raja John.


Tahun 1628 dikeluarkan piagam Petition of Rights yang berisi tentag

iii.

hak-hak rakyat beserta jaminannya.


Tahun 1679 muncul Hebeas Corpus Act, mengenai peraturan

penahanan, selanjutnya dikeluarkan Bill of Rights


c) Di Amerika Serikat
Perjuangan HAM didasari oleh pemikiran John Locke, tentang hak-hak dalam
diri manusia, seperti hak hidup, kebebasan dan hak milik. Kemudian
dijadikan landasan bagi pengakuan HAM yang terlihat dalam Declaration of
Independence of The United States. Perjuangan HAM ini karena rakyat
Amerika yang berasal dari Eropa sebagai emigran merasa tertindas oleh
pemerintahan Inggris. Dalam sejarah perjuangan HAM, Amerika serikat
sebagai negara pertama menetapkan dan melindungi HAM dalam konstitusi.
d) Di Perancis
Perjuangan HAM ketika terjadi revolusi Perancis tahun 1789, pernya-taan
tidak puas dari kaum borjuis dan rakyat terhadap kesewenanga-wenangan
raja Lois XVI, menghasilkan naskah Declaration des Droits de Lhomme et di
Citoyen (pernyataan mengenai hak asasi ma-nusia dan warganegara). Pada
tahun 1791 deklarasi ini dimasukkan dalam konstitusi. Revolusi Perancis ini

dikenal sebagai perjuangan penegakan HAM di Eropa dengan semboyan


Liberte (kebebasan), egelite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan).
e) Atlantik Charter 1941
Atlantik Charter muncul setelah perang dunia ke II oleh F.D. Roosevelt yang
menyebutkan The four Freedom.
i.
kebebasan untuk beragama (freedom of religion)
ii.
kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech and

f)

thought);
iii.
kebebasan dari rasa takut (freedom of fear);
iv.
kebebasan dari kemelaratan (freedom of want).
PBB
Tgl 10 Desember 1948 dideklarasikan Universal Declaration of Human
Rights. Sekalian porang yang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat
dan hak asasi yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi. Dan hendaknya

bergaul satu sama lian dalam persaudaraan.


g) Sidang Majelis Umum PBB 1966. Hasil sidang mengeluarkan Covenants on
Human Rights antara lain:
i.
The International on Civil and Political Rights
ii.
The International Covenant on Economic, sosial, and Cultural Rights;
iii.
Optional Protocol, adanya kemungkinan warganegara mengadukan
pelanggaran HAM kepada The Human Rights Committee PBB
setelah melalui Pengadilan Negaranya. HAM di Indonesia mengenai
kebebasan

pemilihan

anggota

parlemen,

kebebasan

bicara,

mengeluarkan pendapat, izin parlemen dalam penetapan pajak, UU


dan pembentukan negara, kebebasan beragama, serta diperboleh
kannya parlemen untuk mengubah keputusan raja.
h) Pengakuan Bangsa Indonesia akan HAM
i.
Pembukaan UUD 45, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah
hak seluruh bangsa.

ii.

Dirumuskan tujuan nasional dalam pembukaan UUD 45. Lalu sila


kedua Pancasila merupakan landasan idiil pengakuan dan jaminan

iii.
iv.
v.

HAM.
HAM diimplementasikan dalam pasal-pasal UUD 45;
HAM dalam Tap MPR No XVII/MPR/1988.
HAM dalam Undang-undang No 39 tahun 1999 dan UU No 26 tahun
2000.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :


1. Hak asasi pribadi / personal Right:
a. Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah
tempat
b. Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
c. Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
d. Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama
dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right:
a. Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
b. Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
c. Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi
politik lainnya.
d. Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right:
a. Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan
b. Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns.
c. Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
a. Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
b. Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
c. Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang,
dll
d. Hak kebebasan untuk memiliki susuatu.
e. Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights:

10

a. Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.


b. Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right:
a. Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan.
b. Hak mendapatkan pengajaran.
Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

c. Kaitan Rule of law dan Hak Asasi Manusia


Dapat dipastikan sebagian besar orang akan menyatakan bahwa negara
hukum atau rule of law terkait erat dengan hak asasi manusia dalam artian positif.
Yaitu bahwa tegaknya rule of law akan berdampak positif pada pelaksanaan hak
asasi manusia. Benarkan demikian? Marilah kita perjelas bagaimana kaitan antara
negara hukum atau rule of law dengan hak asasi manusia.
Dalam hal ini dapat dipahami beberapa kesimpulan penting dari Randall P.
Peerenboom yang melakukan penelitian kaitan antara rule of law dengan hak asasi
manusia. Pertama adalah bahwa kaitan antara rule of law dengan hak asasi
manusia adalah kompleks. Peerenboom menyatakan bahwa yang menjadi
persoalan bukanlah prinsip-prinsip rule of law, tetapi adalah kegagalan untuk
menaati prinsip-prinsip tersebut. Akan tetapi yang jelas menurutnya adalah bahwa
rule of law bukanlah obat mujarab yang dapat mengobati semua masalah. Bahwa
rule of law saja tidak dapat menyelesaikan masalah. Peerenboom menyatakan
bahwa rule of law hanyalah satu komponen untuk sebuah masyarakat yang adil.
Nilai-nilai yang ada dalam rule of law dibutuhkan untuk jalan pada nilai-nilai penting
lainnya. Dengan demikian rule of law adalah jalan tetapi bukan tujuan itu sendiri.

11

Berkaitan dengan hak asasi manusia sendiri, terutama hak ekonomi, sosial
dan budaya, adalah menarik bahwa Peerenboom menyatakan rule of law sangat
dekat dengan pembangunan ekonomi. Selanjutnya dia menyatakan bahwa
memperhitungkan pentingnya pembangunan ekonomi bagi hak asasi manusia maka
dia menyatakan agar gerakan hak asasi manusia memajukan pembangunan.
Di sini sangat penting untuk diingat bahwa menurut Peerenboom sampai
sekarang kita gagal untuk memperlakukan kemiskinan sebagai pelanggaran atas
martabat manusia dan dengan demikian hak ekonomi, sosial dan budaya tidak
diperlakukan sama dalam penegakan hukumnya seperti hak sipil dan politik. Dalam
pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya, menurutnya rule of law saja tidak
akan cukup untuk dapat menjamin pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya
tanpa adanya perubahan tata ekonomi global baru dan adanya distribusi sumber
alam global yang lebih adil dan seimbang. Oleh karena itu menurutnya pemenuhan
hak ekonomil, sosial dan budaya juga memerlukan perubahan yang mendasar pada
tata ekonomi dunia.
Terakhir yang harus dicatat adalah peringatan Peerenboom tentang bahaya
demokratisasi yang prematur. Menurutnya kemajuan hak asasi manusia yang
signifikan hanya dapat tercapai dalam demokrasi yang consolidated, sementara
demokrasi yang prematur mengandung bahaya yang justru melemahkan rule of law
dan hak asasi manusia terutama pada negara yang kemudian terjadi kekacauan
sosial (social chaos) atau pun perang sipil (civil war).
Hal lain yang penting dikemukakan oleh Peerenboom adalah bahwa rule of
law membutuhkan stabilitas politik, dan negara yang mempunyai kemampuan untuk

12

membentuk dan menjalankan sistem hukum yang fungsional. Stabilitas politik saja
tidak cukup. Dalam hal ini dibutuhkan hakim yang kompeten dan peradilan yang
bebas dari korupsi.
Pada intinya Peerenboom menyatakan bahwa walaupun rule of law bukanlah
obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar
pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada
akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.

13

III. Penutup
Dalam hal ini dapat dipahami beberapa kesimpulan penting dari Randall P.
Peerenboom yang melakukan penelitian kaitan antara rule of law dengan hak asasi
manusia. Pertama adalah bahwa kaitan antara rule of law dengan hak asasi
manusia adalah kompleks. Peerenboom menyatakan bahwa yang menjadi
persoalan bukanlah prinsip-prinsip rule of law, tetapi adalah kegagalan untuk
menaati prinsip-prinsip tersebut.
Akan tetapi yang jelas menurutnya adalah bahwa rule of law bukanlah obat
mujarab yang dapat mengobati semua masalah. Bahwa rule of law saja tidak dapat
menyelesaikan masalah. Peerenboom menyatakan bahwa rule of law hanyalah satu
komponen untuk sebuah masyarakat yang adil. Nilai-nilai yang ada dalam rule of
law dibutuhkan untuk jalan pada nilai-nilai penting lainnya. Dengan demikian rule of
law adalah jalan tetapi bukan tujuan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai