Hemangioma
Hemangioma
A. PENDAHULUAN
Hemangioma kapiler merupakan tumor palpebra yang paling sering
ditemukan pada anak. Hemangioma kapiler atau hemangioma strawberry dapat
mengenai kulit pada 10% bayi dan tampaknya lebih sering pada bayi prematur
dan anak kembar. Tumor ini biasanya muncul pada waktu lahir atau segera
sesudah lahir sebagai lesi yang berwarna merah terang, bertambah besar dalam
beberapa minggu hingga bulanan, dan mengalami involusi pada usia sekolah.1,2
Hemangioma merupakan pertumbuhan hamartomatous yang terdiri dari
sel-sel endotel kapiler yang berproliferasi. Hemangioma ditemukan pada fase
awal pertumbuhan aktif pada bayi dengan periode selanjutnya berupa regresi
dan involusi.3
B. ANATOMI
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresikelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola
mata.4
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di
bagian belakangditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata
sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.4
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:4
-
kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
Otot seperti: M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak
atas dan bawah, danterletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi
margo palpebra terdapat otot orbikularis okuliyang disebut sebagai M.
Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N.
facial. M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita
dan berinsersi padatarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis
1
okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.
levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Ototini
dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata
-
palpebra.
Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
C. KLASIFIKASI
Secara
histologik
hemangioma
dibedakan
berdasarkan
besarnya
1. Hemangioma kapiler
2. Hemangioma kavernosum
3. Hemangioma campuran
Perkembangan dalam karakteristik biologi dari lesi vaskuler telah
merevisi klasifikasi dari hemangioma. Klasifikasi lesi vaskuler yang digunakan
saat ini mampu membedakan dengan jelas gambaran klinis, histopatologi, dan
prognosis antara hemangioma dan malformasi vaskuler. Istilah lama
hemangioma kapiler dan hemangioma strawberry diubah menjadi satu istilah
saja yaitu hemangioma. Sebaliknya, hemangioma kavernosa, port-wine stains,
dan limfangioma merupakan bagian dari malformasi vaskuler. Penamaan ini
telah dimasukkan ke dalam literatur kedokteran tetapi belum digunakan secara
konsisten pada literatur mata.3
D. ETIOLOGI
Sampai saat ini, patogenesis terjadinya hemangioma masih belum
diketahui. Meskipun growth factor, hormonal, dan pengaruh mekanik di
perkirakan menjadi penyebab proliferasi abnormal pada jaringan hemangioma,
tapi penyebab utama yang menimbulkan defek pada hemangiogenesis masih
belum jelas. Dan belum terbukti sampai saat ini tentang pengaruh genetik.6
Vaskularisasi kulit mulai terbentuk pada hari ke-35 gestasi, yang
berlanjut sampai beberapa bulan setelah lahir. Maturasi sistem vaskular terjadi
pada bulan ke-4 setelah lahir.6
Faktor angiogenik kemungkinan mempunyai peranan penting pada fase
proliferasi dan involusi hemangioma. Pertumbuhan endotel yang cepat pada
hemangioma mempunyai kemiripan dengan proliferasi kapiler pada tumor.
Proliferasi endotel dipengaruhi oleh agen angiogenik. Angiogenik bekerja
melalui dua cara:6
1. Secara langsung mempengaruhi mitosis endotel pembuluh darah,
2. Secara tidak langsung mempengaruhi makrofag, mast cell, dan sel T
helper.
Heparin yang dilepaskan makrofag menstimuli migrasi sel endotel dan
pertumbuhan kapiler. Di samping heparin sendiri berperan sebagai agen
angiogenesis. Efek angiogenesis ini dihambat oleh adanya protamin, kartilago,
infiltrasi
makrofag
dipengaruhi
oleh
Monocyte
Hemangioma terjadi pada 1-3% bayi baru lahir cukup bulan dan lebih
sering pada bayi prematur, perempuan, dan riwayat pengambilan sampel
chorionic villus. Kebanyakan hemangioma secara klinis tidak tampak jelas
pada waktu lahir, dapat tidak tampak atau dapat tampak seperti makula
eritematous atau seperti telangiektasis. Perjalanan penyakitnya berkembang
dengan cepat dan pertumbuhannya lebih dari beberapa bulan pertama
kehidupan, jarang melewati umur 1 tahun. Selama fase ini, lesi dapat
mengalami ulserasi, perdarahan, atau menyebabkan ambliopia yang terjadi
karena astigmat terinduksi atau obstruksi aksis visual. Setelah tahun pertama
kehidupan, lesi biasanya mulai mengecil dengan derajat dan ukuran yang
bervariasi. Anak dan orangtuanya dapat terganggu secara psikologis apabila
terjadi deformitas yang nyata.3
limfatik,
dan
rhabdomiosarkoma,
dimana
masing-masing
histopatologi
tergantung
dari
stadium
perkembangan
hemangioma. Lesi awal tampak banyak sel dengan sarang-sarang padat sel
endotel dan selalu berhubungan dengan pembentukan lumen vaskuler yang
kecil. Lesi yang terbentuk secara khas menunjukkan saluran kapiler yang
berkembang dengan baik, rata, dan mengandung endotel dengan konfigurasi
J. DIAGNOSIS BANDING
Lesi di konjungtiva palpebra dapat didiagnosis banding dengan:
a) Hemangioma kavernosa
Hemangioma kavernosa berupa saluran-saluran vaskuler
besar
berlapiskan endotel dengan otot polos pada dindingnya. Jenis ini timbul
dalam perkembangan, bukan kongenital dan cenderung muncul setelah
Selain itu, lesi di palpebra dan sekitarnya dapat didiagnosis banding dengan:
10
a) Nevus
Nevus melanositik di palpebra adalah tumor jinak, biasa disertai dengan
strurktur patologik yang sama dengan nevus di tempat lain. Nevus ini
biasanya kongenital namun mungkin relatif kurang berpigmen saat lahir
dan makin membesar dan tambah gelap pada masa remaja. Nevus jarang
menjadi ganas.9
b) Karsinoma Sel Basal
Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas palpebra yang paling sering,
85% dari seluruh jenis tumor. Tumor ini biasanya pada orang dewasa
tetapi dapat pula terjadi pada usia muda. Karsinoma sel basal biasanya
disebabkan karena kulit yang terpapar sinar matahari. Umumnya tumbuh
lambat dan tanpa rasa sakit, berupa nodul yang tidak atau dapat berulkus.
Karsinoma ini secara perlahan menyusupi ke jaringan sekitar namun
tidak bermetastasis.9,11
K. PENATALAKSANAAN
Observasi dilakukan apabila hemangioma berukuran kecil dan tidak ada
risiko terjadinya ambliopia, baik akibat obstruksi aksis visual maupun astigmat
terinduksi.3
Hemangioma yang belum mengalami komplikasi sebagian besar
mendapat terapi konservatif, baik hemangioma kapiler, kavernosa maupun
campuran. Hal ini disebabkan lesi ini kebanyakan akan mengalami involusi
spontan. Pada banyak kasus hemangioma yang mendapatkan terapi konservatif
mempunyai hasil yang lebih baik daripada terapi pembedahan baik secara
11
lesi hemangioma
akan mengalami
kortikosteroid
peroral
dalam
waktu
yang
lama
dapat
tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam beberapa minggu lesi
menjadi 3-4 kali lebih besar, (2) Hemangioma raksasa dengan trombositopenia,
(3) Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-7
tahun.12
Eksisi hemangioma periorbita dapat dilakukan dengan mudah pada
beberapa lesi yang terlokalisir dengan baik (Gambar 4). Pada kasus lain,
pembedahan rekonstruksi dapat dilakukan bertahun-tahun setelah terapi
medis.3
14
Terapi sklerotik
Terapi ini diberikan dengan cara menyuntikan bahan sklerotik pada lesi
hemangioma, misalnya dengan namor rhocate 50%, HCl kinin 20%, Nasalisilat 30%, atau larutan NaCl hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak
disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan sikatriks.5
Terapi pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif
diberikan pada hemangioma tipe superfisial, akan tetapi terapi ini jarang
dilakukan karena dilaporkan menyebakan sikatrik paska terapi.12
Terapi embolisasi
Embolisasi merupakan tehnik memposisikan bahan yang bersifat trombus
kedalam lumen pembuluh darah melalui kateter arteri dengan panduan
fluoroskopi. Embolisasi dilakukan apabila modalitas terapi yang lain tidak
dapat dilakukan atau sebagai persiapan pembedahan. Pembuntuan pembuluh
darah ini dapat bersifat permanen, semi permanen atau sementara, tergantung
jenis bahan yang digunakan. Banyak bahan embolisasi yang digunakan, antara
lain methacrylate spheres, balon kateter, cyanoacrylate, karet silicon, wol,
katun, spon gelatin, spon polyvinyl alcohol.12
Terapi laser
Penyinaran
hemangioma
dengan
laser
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan pulsed-dye laser (PDL), dimana jenis laser ini dianggap efektif
terutama untuk jenis Port-Wine stain. Pulsed-dye laser dapat digunakan untuk
mengobati hemangioma superfisial dengan beberapa komplikasi, tetapi berefek
kecil terhadap komponen tumor yang lebih dalam. Jenis laser ini memiliki
keuntungan bila dibandingkan dengan jenis laser lain karena efek keloid yang
ditimbulkan minimal.8
15
Terapi interferon
Interferon alfa 2a, walaupun efektif, telah dihubungkan dengan efek
samping yang tidak dapat ditolerir dan biasanya digunakan untuk tumor yang
berat atau mengancam jiwa.3
Terapi interferon bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan sel
endotel. Rekombinan interferon alfa 2a atau 2b merupakan terapi lini kedua
pada hemangioma yang sangat besar dan berbahaya. Indikasi dari penggunaan
terapi interferon adalah: (1) tidak adanya respon setelah terapi dengan
kortikosteroid, (2) adanya kontraindikasi pemberian terapi kortikosteriod
jangka panjang secara parenteral, (3) adanya komplikasi yang timbul pada
pemberian kortikosteroid, (4) adanya penolakan dari orang tua terhadap terapi
dengan kortikosteroid.14
Pada
anak-anak
yang
sebelumnya
telah
mendapatkan
terapi
angka keberhasilan lebih dari 80%. Efek samping dari terapi ini adalah
peripheral neuropathy, konstipasi dan rambut rontok. Siklofosfamid jarang
digunakan pada tumor vaskuler yang jinak karena mempunyai efek toksisitas
yang sangat besar.8,12
Terapi lainnya
Kini propanolol telah banyak digunakan sebagai terapi untuk
hemangioma dan tampaknya efektif.3
L. KOMPLIKASI
Morbiditas hemangioma mata sangat bergantung dari seberapa besar
ukurannya mengisi rongga mata. Komplikasi yang paling sering dari
hemangioma adalah ambliopia deprivasi pada mata yang terkena jika lesi
cukup besar untuk menghalangi aksis visual. Hal ini dapat ditemukan pada 4360% pasien dengan hemangioma palpebra. Jika lesi cukup besar untuk
menyebabkan distorsi kornea dan astigmat, maka ambliopia anisometrik dapat
terjadi.1,2,3
Selain itu, perdarahan juga merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Penyebabnya ialah trauma dari luar atau ruptur spontan dinding
pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas permukaan hemangioma,
sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.12
Ulkus dapat menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi,
perdarahan dan sikatrik. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga
terjadi akibat ruptur.12
M. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis bergantung pada letak tumor, komplikasi serta
penanganan yang baik. Hemangioma kecil atau hemangioma superfisial dapat
hilang sempurna dengan sendirinya.12
17
PTERIGIUM
A. PENDAHULUAN
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak mata bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke
daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian
pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata.
Pterigium bisa sangat bervariasi mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak
begitu jelas sampai yang sangat besar sekali, dan juga jejas fibrovaskular yang
tumbuh sangat cepat dan dapat merusak topografi kornea dan dalam kasus
yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari
kornea.4,15
Di Amerika Serikat, kasus Pterigium sangat bervariasi tergantung pada
lokasi geografisnya. Di daratan Amerika Serikat, prevalensinya berkisar kurang
dari 2% untuk daerah diatas 400 lintang utara sampai 5-15 % untuk daerah
garis lintang 280-360. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang
prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevansi yang terkena penyinaran
ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini. Di dunia, hubungan
antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang utara dan relatif terjadi
peningkatan untuk daerah dibawah garis balik lintang utara.15,16
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi paling tinggi terdapat di
daerah khatulistiwa. Pterigium juga sering ditemukan pada laki-laki
dibandingkan wanita dan umumnya mengenai orang-orang yang memiliki
aktivitas di luar ruangan.
bertambahnya usia. Insiden pterigium paling banyak ditemukan pada usia 2040 tahun.15,16
18
19
ETIOLOGI
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga
merupakan suatu fenomena iriatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan
lingkungan dengan angin yang banyak. Pterigium banyak dijumpai di daerah
yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau
20
kolagen
abnormal
pada
daerah
degenerasi
elastotik
Stadium I
Stadium II
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula (pterigium stadium I)
dan pseudopterigium (pterigium stadium II dan III). Pinguekula merupakan
22
benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orangtua, terutama yang
matanya sering mendapatkan rangsangan sinar matahari, debu, dan angin
panas. Yang membedakan pterigium dengan pinguekula adalah bentuk nodul,
terdiri atas jaringan hyaline dan jaringan elastik kuning, jarang bertumbuh
besar, tetapi sering meradang.4
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak
kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering
dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea.
Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan biasanya
berbentuk oblik. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada posisi
jam 3 atau jam 9.18
Gambar 6. Pingekula
`
Gambar 7. Pseudopterigium
23
Pseudopterigium
Etiologi
Proses degenerasi
Proses inflamasi
Umur
Lokasi
tua
Pada konjungtiva nasal Dapat terjadi pada semua
Stadium
atau temporal
Progresif, regresif
Tes sondase
stationer
Negatif
H. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih
muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata
dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmisme ireguler atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.16
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara
kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata
buatan dan bila perlu dapat diberi steroid.4,15
Tindakan operatif
Indikasi tindakan operatif:16
1.
2.
Menurut Ziegler
-
Mengganggu visus
Berkembang progresif
Progresif
Mengganggu visus
24
25
Sliding flap
d. Rotational flap
e. Conjungtival graft
I.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:15
-
26
Iritasi
Luka kronik pada conjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas pada otot extraocular dan memberi kontribusi
terjadinya diplopia, pada pasien yang belum mengalami insisi bedah
sebelumnya, luka pada otot rectus medial adalah penyebab paling sering
dari diplopia, pada pasien yang telah menjalani insisi bedah, luka dan
disinsersi dari otot rectus medial adalah penebab diplopia yang terjadi.
J.
PROGNOSIS
Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik.
Prosedur dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan disamping rasa tak
nyaman pada hari- hari pertama post-operatif, pasien bisa melanjutkan aktivitas
secara penuh dalam 48 jam.15
PTERIGIUM REKUREN
Disebut juga pterigium sekunder/pterigium residif. Disebut rekuren bila timbul
kembali dalam waktu 7 hari-6 bulan post operasi. Bukan merupakan suatu pterigium
yang benar-benar rekuren, lebih tepat disebut pterigium sekunder. Insidensnya 3050%.
Autograft konjungtiva pada sel benih limbus adalah teknik pembedahan yang
paling banyak digunakan saat ini untuk mengatasi adanya pterigium rekuren, namun
seringkali teknik ini saja tidak cukup untuk mengatasi seringnya kekambuhan setelah
dilakukannya pembedahan. Salah satu cara yang paling banyak direkomendasikan
adalah dengan tehnik intraoperatif dengan menggunakan Mitomycin C. Mitomycin C
adalah antimetabolit yang telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai
pengobatan glaukoma. Ternyata bahan ini juga dapat mengatasi pterigium yang
kambuh setelah pembedahan.16
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Frucht-Pery dkk (1999) dilakukan
untuk mengetahui efektifitas pemberian Mitomycin C secara intraoperatif dalam
pembedahan pterigium. Metode penelitian: Efektifitas pemberian Mitomycin C
secara intraoperatif dan kekambuhan post-operatif dinilai pada 17 pasien dengan dua
pasien diantaranya mengalami kekambuhan pterigium. Para peneliti menggunakan
tehnik bare sclera dan meletakkan spons steril yang dicelupkan ke dalam larutan
27
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Dermal Neoplasms. In: Skuta GL, Cantor
LB, Weiss JS. Basic and Clinical Science Course: Ophthalmic
Pathology and Intraocular Tumors 2011-2012. Singapore: American
2.
3.
JS.
Basic
and
Clinical
Science
Course:
Pediatric
5.
116-7.
Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit
6.
7.
Vol.107; 2001.
Seiff S. Capillary Hemangioma. [online]. 2009. [cited 10 May 2012].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/1218805-
overview#showall
8.
9.
Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Oftamologi Umum Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika. Hal 88-9, 123.
10. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Inclusion Cysts od The Epithelium. In: Skuta
GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Clinical Science Course: External
Disease and Cornea 2011-2012. Singapore: American Academy of
Ophthalmology; 2011. p. 225-6.
11. Gunduz K, Esmaeli B. Diagnosis and Management of Malignant Tumors of
the Eyelid, Conjuctiva, and Orbit. [online]. 2008. [cited 20 May 2012].
29
Available
from:
http://www.arabmedmag.com/issue-01-04-2008/
ophtalmology/main02.htm
12. Oski F, Deangelis C, Feigen R. Hemangioma. In: Julia A. McMillan,
Catherine D. Deangelis, Ralph D, editors. Principle and Practice of
Pediatrics. 2nd edition. Philadelphia : WB Saunders Co; 1999. p.802-12
13. Hasan Q, Tan T.S, Gush J, Peters S, Davis P. Steroid Therapy of a
Proliferating Hemangioma: Histochemical and Molecular Changes. J
Pediatr 2000; 105: 117-20.
14. Greinwald JH Jr, Burke DK, Bonthius DJ, Bauman NM, Smith RJ. An update
on the treatment of hemangiomas in children with interferon alfa-2a.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1999; 125:21-7.
15. Fisher, Jerome P. Pterygium. [online]. 2011. [cited 10 May 2012]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
16. Drakeiron. Pterygium. [online]. 2009. [cited 10 May 2012]. Availble from :
http://drakeiron.wordpress.com/2008/12/15/info-pterygium/
17. American Academy of Ophthalmology. 2008. Clinical Approach to
Depositionsand Degenerations of the Conjunctiva, Cornea, and
Sclera Chapter 17. In: External Disease and Cornea. Singapore:
Lifelong Education Ophthalmologist. p. 366.
18. Khurana AK. Disease of The Conjungtiva. In: Comprehensive Opthalmology
4th edition. New Delhi: New Age International. 2007. P. 80-82.
30