Paraparese Inferior Lesi Tipe Umn PDF
Paraparese Inferior Lesi Tipe Umn PDF
I.
DEFINISI
KLASIFIKASI
D. DIAGNOSIS
Gejala-gejala gangguan MS yang disebabkan oleh tumor MS mempunyai
karakteristik SBB :
Gangguan urinaria.
Nyeri skiatika
Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos
Foto polos tulang belakang berguna untuk skrining, memperlihatkan kelainan
pada 90 % pasien dengan tumor sekunder kolom tulang belakang. Evaluasi foto
polos harus termasuk penilaian :
1. Perubahan tulang kualitatif (litik, blastik, sklerotik). Kebanyakan
metastasis spinal memperlihatkan perubahan osteolitik. Perubahaan
sklerotik atau osteoblastik paling sering terjadi pada metastasis dari
payudara atau prostat.
2. Daerah yang terkena (elemen posterior, pedikel, badan tulang belakang).
Tidak lazim metastasis spinal mengenai hanya elemen posterior (spine dan
lamina). Lebih sering fokus tumor berlokasi di badan tulang belakang,
menyebabkan kompresi kantung dural serta isinya dari depan. Paling
sering, metastasis spinal mengenai dari lateral, didaerah pedikel, dan
meluas keanterolateral dan keposterolateral. Erosi pedikel lebih dini dan
paling sering kelainannya tampak pada foto polos tulang belakang pasien
dengan metastasis spinal. Radiograf anteroposterior tulang belakang
biasanya menampilkan totem of owls. Erosi pedikel menimbulkan tanda
winking owls; erosi pedikel bilateral menampilkan tanda blinking
owl.
3. Temuan lain (bayangan jaringan lunak paraspinal, tulang belakang yang
kolaps, fraktura dislokasi patologis, dan mal alignment). Daerah erosi
pedikel sering bersamaan dengan bayangan jaringan lunak paravertebral.
Hilangnya integritas struktural bisa menyebabkan kolaps tulang belakang
dengan kompresi baji. Destruksi lebih lanjut badan tulang belakang bisa
berakibat fraktura dislokasi patologis. Fraktura dislokasi patologis paling
sering terjadi didaerah servikal, dimana pergerakan leher luas, posisi
tergantungnya kepala, dan hilangnya sanggaan rangka iga, semua berperan
menempatkannya pada risiko integritas struktural kolom spinal dan
alignment anatomik kanal spinal.
Sken Tulang
Menggunakan radioisotop, bisa memperlihatkan adanya tumor spinal
metastatik pada tahap lebih awal dibanding foto polos. Diduga 50-75 % ruang
meduler vertebral tergantikan sebelum perubahan radiografik tampak. Namun
sken tulang relatif tidak spesifik. Perubahan degeneratif dan infeksi, seperti tumor
spinal, menyebabkan take
SPONDILITIS TUBERCULOSA
Spondilitis tuberculosa (Tb) merupakan salah satu penyakit tertua yang
telah didokumentasikan disaat zaman besi dan mumi kuno di mesir dan peru pada
tahun 1779 oleh percivall pott tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil
tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882,sehingga
etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 5
tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia
ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering.
Setelah ditemukannya obat anti Tb dan berkembangnya kualitas
kesehatan
Penyakit ini
ini mengalami peningkatan pada populasi imigran,tunawisma lanjut usia dan pada
orang dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest
Diseases Unit 1980). Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum
alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar
terkena penyakit ini.
Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama
mengenai dewasa, dengan usia
Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20
tahun). Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi
terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat
terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight
bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering
terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang
belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang
(kurang lebih 50% kasus)(Gorse et al. 1983), diikuti kemudian oleh tulang
panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan
tangan jarang terkena. Area torako-lumbal terutama torakal bagian bawah
(umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang paling sering
terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai
maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.
Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis
tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan
penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik(7). Insidensi
paraplegia, terjadi lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak. Hal ini berhubungan dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosa
pada tulang belakang, kecuali pada dekade pertama dimana sangat jarang
ditemukan keadaan ini.
C. FAKTOR RESIKO
1. Usia dan jenis kelamin
Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan
hingga masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai
kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam
bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa, yang
berasal dari penyebaran secara hematogen.
Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam
mencegah penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah
penyebaran penyakit di paru-paru.
Angka kejadian pada pria terus meningkat pada seluruh tingkat usia tetapi
pada wanita cenderung menurun dengan cepat setelah usia anak-anak, insidensi
ini kemudian meningkat kembali pada wanita setelah melahirkan anak. Puncak
usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50 tahun untuk wanita, sementara
pria bisa mencapai usia 60 tahun.
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan
menurunkan resistensi terhadap penyakit.
3. Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya
tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau
immunosupresan lain.
4. Penyakit
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia
meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.
5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)
Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan
pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya
malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.
6. Ras
Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau
Amerika asli, mempunyai mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap
penyakit ini.
D. PATOFISIOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat
bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
pulmoner dan genitourinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang
belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus Batsons yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih
70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari
vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi
ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior,
melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah
ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus
intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan
oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang
jauh melalui abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang
baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular
10
tulang
menjadi nekrosi.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian
tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan
berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi
intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul
deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung
dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah
timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini
sudah meluas.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang
normal di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar
lordosis dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior
sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya
bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat
badan disalurkan melalui prosesus artikular.
Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya
fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan
fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra
yang kolap.
Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus.
Dengan kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan
perkijuan, dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui
korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior. Cold
abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang
11
bidang fasial dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi
aslinya.
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan
pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.
Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain. sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang
bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
(3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di
atas
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini
diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui
abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
(4) Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis
tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral
12
lainnya di oksipital.
Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan
timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa
13
14
10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan
nyeri akut seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari
pembengkakan tulang ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut
disebabkan karena tuberkulosa.
11. Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia
yang dikenal dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul
secara akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari
kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada
penelitian yang dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya
terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus)
dan tidak ada predileksi berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.
Palpasi
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit
diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan
abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa
iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot
sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar
dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi
destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.
2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena
Perkusi
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein
15
darah
untuk
titer
anti-staphylococcal
dan
anti-streptolysin
Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran klinis sangat
kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan. Kandungan protein cairan
serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat mencapai 14g/100ml.
Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes
konfirmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa
dan tahap infeksi.
2. Radiologis
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
F oto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8
minggu onset penyakit.
16
Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut
inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut
sehingga tampak penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan,
serta erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk scalloping karena
penyebaran infeksi dari area subligamentous.Infeksi tuberkulosa jarang
melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau prosesus spinosus.
Pada pasien dengan deformitas gibbus yang sudah lama akan tampak
tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari lebarnya (
long vertebra atau tall vertebra)
17
18
Terapi Operatif
19
I.
PROGNOSA
20
Fusi tulang yang solid merupakan hal yang penting untuk pemulihan
permanen spondilitis tuberkulosa.
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 1988.
De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah ed 4 . Philadelphia : Harper & Row
Hangersteron, 1979
Diakses dari www. Pustakaunpad.ac.id pada tanggal 6 juli 2010.
Diakses dari www.wikipedia.com pada tanggal 6 juli 2010.
Diakses dari www.residenneurologi.multiply.com
21
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Arfison
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 39 tahun
MR
: 698051
Tanggal Masuk
: 21 Juni 2010
Anamnesis
Seorang pasien laki-laki umur 39 tahun dirawat di bangsal Syaraf RS Dr.
M. Djamil Padang tanggal 21 Juni 2010 dengan :
Keluhan Utama : lemah tungkai kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Lemah tungkai kiri semakin berat sejak 2 minggu yang lalu dan tidak bisa
berjalan.
Awalnya pasien mulai rasakan lemah tungkai sejak 2 tahun yang lalu
namun masih bisa berjalan dengan menyeret dan bertumpu pada dinding.
22
Demam disangkal.
Os seorang supir
PEMERIKSAAN FISIK
Vital sign :
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan Darah
: 150/100 mmHg
Frekuensi nadi
: 92 x/menit
Frekuensi nafas
: 23 x /menit
Suhu
: 36,8 C
Status Internus :
KGB : Leher
Aksila
23
Inguinal
: tidak ikterik
Telinga
Hidung
Thorak :
Paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ada.
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Punggung
ada
Pa : Nyeri tekan tidak ada
24
Status neurologikus:
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk
:-
Brudzinski I
Brudzinski II : -
:-
Tanda Kernig : -
Kanan
Kiri
Subjektif
Objectif ( dengan
bahan)
N.II ( Optikus )
Penglihatan
Kanan
Kiri
Tajam penglihatan
Lapangan pandang
Normal
normal
Melihat warna
Funduskopi
N.III ( Okulomotorius )
Kanan
Kiri
Bola mata
ortho
ortho
Ptosis
25
Gerak bulbus
Strabismus
Nistagmus
Ekso/endopthalmus
Pupil
o Bentuk
Bulat
bulat
o Reflek cahaya
o Reflek akomodasi
Normal
Normal
o Reflek konvergensi
Normal
Normal
N.IV ( Trochlearis )
Kanan
Kiri
Gerakan mata ke
bawah
Sikap bulbus
Ortho
Ortho
Diplopia
N. VI ( Abdusen )
Kanan
Kiri
bawah
Sikap bulbus
ortho
ortho
Diplopia
N.V ( Trigeminus )
Kanan
Kiri
Motorik
26
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
o Reflek kornea
o Sensibilitas
o Reflek
masseter
o Sensibilitas
Sensorik
Divisi oftalmika
Divisi maksila
Divisi mandibula
o
Sensibilitas
N.VII ( Fasialis )
Kanan
Kiri
Raut wajah
Simetris
simetris
Fisura palpebra
Normal
Normal
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Mencibir/ bersiul
Memperlihatkan gigi
Hiperakusis
Plika nasolabialis
Normal
Normal
belakang
27
N. VIII ( Vestibularis )
Kanan
Kiri
Suara berbisik
Detik arloji
Rinne test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Weber test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Scwabach test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular
Vertikal
Siklikal
N.IX ( Glossopharingeus )
Kanna
Kiri
belakang
Reflek muntah (Gag
reflek)
28
Kiri
Arkus faring
Simetris
Uvula
Ditengah
Menelan
Baik
Artikulasi
Baik
Suara
Normal
Nadi
N.XI ( Asecorius )
Kanan
Kiri
Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat bahu
kanan
Mengangkat bahu kiri
N.XII ( Hipoglosus )
Kanan
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Tremor
Fasikulasi
Atrofi
Kedudukan lidah
kanan
Kedudukan lidah
dijulurkan
29
4. Pemeriksaan Koordinasi
Cara berjalan
Disartria
Rumberg test
Disgrafia
Ataksia
Supinasi-pronasi
Baik
Rebound
Baik
Normal
Baik
Phenomen
Tes tumit lutut
B. Berdiri dan
Respirasi
Baik
Baik
Duduk
Normal
normal
Gerakan spontan
Baik
Baik
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
berjalan
C. Ekstremitas
Superior
Kanan
Kiri
Inferior
kanan
Kiri
Gerakan
Baik
Baik
h ipoaktif
hipoaktif
Kekuatan
555
555
444
333
Tropi
Eutropi
eutropi
eutropi
Eutropi
Tonus
Eutonus
eutonus
eutonus
Eutonus
6. Pemeriksaan Sensibilitas
30
Sensibilitas taktil
Berkurang di tungkai
Sensibilitas nyeri
Berkurang di tungkai
Sensibilitas termis
Berkurang di tungkai
Sensibilitas kortikal
Berkurang di tungkai
Stereognosis
Berkurang di tungkai
Pengenalan 2 titik
Berkurang di tungkai
Pengenalan rabaan
Berkurang di tungkai
Pengenalan getar
Berkurang di tungkai
Pengenalan posisi
Berkurang di tungkai
sendi
7. Sistem Refleks
A. Fisiologis
Kanan
Kiri
Biseps
++
++
Barbangkia
Triseps
++
++
Laring
KPR
+++
+++
Masseter
APR
+++
+++
Dinding perut
Bulkokaver Tidak
Kornea
Kanan
Kiri
nosus
dilaku
kan
Atas
Cremaster
++
++
Tengah
Sfingter
++
++
Bawah
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Tungkai
Babinski
B. Patologis
Lengan
Hofmann Tromner
31
Chaddoks
Oppenheim -
Gordon
Scaeffer
Klonus
paha
Klonus
kaki
8. Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
:baik
Sekresi keringat
9. Fungsi Luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi
Tanda demensia
Baik
Reflek
Baik
glabela
Reflek
Baik
snout
Reflek
menghisap
Reflek
memegang
Reflek
palmomental
32
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
:Hb
: 14,7 gr %
Leukosit
: 6200/mm3
Ht
: 46 vol %
Trombosit
: 278.000/mm3
GDR
: 126
Ureum
: 22
Kreatinin
: 0,6
Na+
: 142 mMol/L
K+
: 4,4 mMol/L
Cl
: 110
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG :Irama Sinus, St depresi -. ST elevasi-, HR 92x/i, kesan sinus
takikardi.
DIAGNOSA
Diagnosis klinik
Diagnosis topik
kebawah
Diagnosis etiologi
Diagnosis skunder
: Hipertensi stage I
TERAPI
1. Umum
2. Khusus
33
Rontgent Thorax PA
Lumbal Punksi
PROGNOSA
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : dubia at bonam (tergantung jenis tumor dan terapi yang
dilakukan)
Quo ad vitam : dubia ad bonam (tergantung jenis tumor dan terapi yang
dilakukan)
FOLLOW UP
Tanggal
22-06-2010
A/
Perjalanan Penyakit
Lemah tungkai kiri
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 150/90 mmHg
Nadi
: 89 x/menit
Nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,50 C
SI/
SN/
34
Sensorik
Motorik
: 555/555
444/333
Otonom
RP: -/-
spinalis
23-06-2010
A/
VS/
Thy/
KU
: Sedang
MtylPrednisolon
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
2x125 mg
TD
: 150/90 mmHg
Ranitidin 2x500 mg
Nadi
: 80 x/menit
Amlodipin 1x10 mg
Nafas : 18 x/menit
Simvastatin 1x10 mg
Suhu : 36,50 C
Allopurinol
SI/
mg
SN/
Motorik
: 555/555
P/
Ro Thoracolumbal
444/333
Otonom
RP: -/-
:
Hb
: 14,7 gr %
Leukosit
: 6200/mm3
Ht
: 46 vol %
1x400
35
DK/
Trombosit
: 278.000/mm3
LED
: 85
DC
: 0/0/2/78/19/1
Kolesterol
: 214
LDL
:174
HDL
: 25
As.Urat
: 7,0
Spinalis.
Hipertensi stage I
Hiperkolesterol
Hiperurisemi
24-06-2010
A/
VS/
Thy /
Diet TKTP
KU
: Sedang
OAT
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Simvastatin 1x10 mg
Amlodipin 1x10 mg
Suhu : 37 C
Nafas : 20 x/menit
SI/
SN/
Dulcolax 2x1
Motorik
: 555/555
444/333
Otonom
RP: -/-
36
25-06-2010
A/
VS/
Thy/
Pemakaian OAT 2
KU
: Sedang
bulan
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
Rifampisin 1x600 mg
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Nafas : 21 x/menit
INH 1x400 mg
PZA 1x1000 mg
Suhu : 37 C
SI/
SN/
Etambutol 1x750 mg
Amlodipin 1x10 mg
Motorik
: 555/555
444/333
Otonom
26-06-2010
RP: -/-
Thy /
OAT
KU
: Sedang
Amlodipin 1x10 mg
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Neurobion 1x5000
mg
Nafas : 21 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
37
Motorik
: 555/555
444/333
27-06-2010
Thy / Lanjut
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Nafas : 21 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
Motorik
: 555/555
444/333
29-06-2010
Thy/ Lanjut
KU
: Sedang
pirazinamid
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
diturunkan.
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
38
: 555/555
444/333
01-06-2010
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Thy/ lanjut
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
: 555/555
444/333
39
02-06-2010
A/
keluhan (-)
VS/
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Thy/ lanjut
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
: 555/555
444/333
03-06-2010
A/
keluhan (-)
VS/
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Thy/ Lanjut
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
: 555/555
444/333
keluhan (-)
VS/
KU
: Sedang
40
04-07-2010
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/100 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Thy/ lanjut
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
: 555/555
444/333
A/
keluhan (-)
VS/
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 130/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Nafas : 20 x/menit
05-07-2010
Suhu : 370 C
SI/
SN/
Thy/ lanjut
: 555/555
444/333
41
A/
keluhan (-)
VS/
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370 C
06-07-2010
SI/
SN/
: 555/555
Thy/ lanjut
p/ CT-Scan
444/333
A/ paraparese inferior tipe UMN ec Spondilitis Tb
A/
keluhan (-)
VS/
KU
: Sedang
Kes
: GCS15 ( E4M6V5)
TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370 C
SI/
SN/
07-07-2010
Sensorik : membaik
Motorik
: 555/555
444/333
Hasil CT-Scan
Tampak massa isoden homogan (HLL 40-47) di daerah
42
ekstramedular
vertebra
Th
VI,VII,VIII,
yang
43
DISKUSI
dan
penunjang
spondilitis
pada
didapatkan
rontgen
kesan
LED
thorakolumbal.
meningkat,
Berdasarkan
44
45