TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI STROKE
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam
atau menyebabkan kematian yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara
spontan.
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5%
(Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada daerah rural sekitar 50/100.000
penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995)
DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di
Indonesia.
C. KLASIFIKASI STROKE
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke.Semuanya berdasarkan atas gambaran klinik,
patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya.
I.
II.
Berdasarkan stadium
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke in evolution
c. Completed Stroke
III.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak.Obat-obatan (misalnya kokain dan
amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan
stroke.Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.Stroke bisa terjadi jika tekanan darah
rendahnya sangat berat dan menahun.Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan
darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang
abnormal.
Stary II lesion: makrofag mulai memfagosit sejumlah besar LDL (fatty streak)
Stary III lesion: karena proses terus berlanjut makrofag pada akhirnya berubah
menjadi sel foam (foam cell).
Stary IV lesion: akumulasi lipid di ruang ekstrasel dan mulai bersatu untuk
membentuk suatu inti lipid.
3
Stary V lesion: sel otot polos dan fibroblas berpindah membentuk fibroateroma dengan
di dalamnya terdapat inti lipid dan lapisan luarnya tertutupi suatu fibrosa (fibrous cap)
Stary VII and VIII lesions: lesi stabil, berubah menjadi fibrokalsifikasi (Stary VII
lesion) dan akhir terjadi lesi fibrosis dengan banyak kolagen didalamnya (Stary VIII
lesion).
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang.Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian
terisi oleh materi sklerotik tersebut.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan
yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepaskan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan
akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis, akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskular sistemik
1) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau arteria vertebralis, dapat
berasal dari plak aterosklerotik atau dari trombus yang melekat pada intima
arteri.
4
2) Embolisasi kardiogenik
a. Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
b. Penyakit jantung reumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis
c. Fibrilasi atrium
d. Infark kordis akut
3) Embolisasi akibat gangguan sistemik
a. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
b. Embolisasi lemak dan udara atau gas N
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa
keadaan berikut:
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis
gejala yang timbul adalah transient iscemic attack (TIA), yang timbul dapat
berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu selama < 24
jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan cerebral
blood flow (CBF) regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi
masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari
sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit
gangguan. Keadaan ini secara klinik disebut RIND (Reversibel Ischemic
Neurologic Deficit).
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam
keadaaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan area yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena
CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah
tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi dengan PO2 yang
rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah disekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih
tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati,
fungsi sel terhenti, dan terjadi function paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah,
PCO2 tinggi dan kadar asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan
neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi
pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Disebut sebagai ischemic penumbra.
Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang
tepat.
3. Daerah disekiling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal.
Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebagai daerah dengan
perfusi berlebihan (luxury perfusion) karena melebihi kebutuhan metabolik,
sebagai akibat mekanisme sistem kolateral yang mencoba mengatasi keadaan
iskemia.
Meskipun aliran darah otak merupakan faktor penentu utama pada infark otak,
pengalaman klinis serta penilitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa pada infark
otak, pulihnya aliran darah otak ke taraf normal tidak selalu memberikan manfaat yang
diharapkan, berupa hilangnya gejala klinis secara total. Selain faktor lamanya iskemi, ada halhal mendasar lain yang harus diperhitungkan dalam proses pengobatan infark otak.
Pada dasarnya terjadi 2 perubahan sekunder pada periode reperfusi jaringan iskemia otak:
1. Hyperemic paska iskemik atau hiperemia reaktif yang disebabkan oleh
melebarnya pembuluh darah di daerah iskemia. Keadaan ini terjadi pada 20
menit pertama setelah penyumbatan pembuluh darah otak terutama pada
iskemia global otak.
2. Hipoperfusi paska iskemik yang berlangsung antara 6-24 jam berikutnya.
Keadaan ini ditandai dengan vasokontriksi (akibat asidosis jaringan), naiknya
produksi tromboksan A2 dan edem jaringan. Diduga proses ini yang akhirnya
menghasilkan nekrosis dan kerusakan sel yang diikuti oleh munculnya gejala
neurologik
Pada proses iskemi fokal terjadi juga perubahan penting didaerah penumbra pada selsel neuron tergantung dari luas dan lama iskemi yaitu:
1. Kerusakan membran sel
2. Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.
3. Meningkatnya asam arakidonat dalam jaringan, diikuti oleh naiknya kadar
prostaglandin yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatnya agregasi trombosit.
4. Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik didaerah otak tertentu yang
mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia (selective vulnerability) yaitu daerahdaerah talamus, sel-sel granuler dan purkinje di serebelum, serta lapisan 3,5,6 korteks
piramidalis.
Neurotransmiter
saraf (nerve terminal) dan di dalam proses transisi neuronal yang bersifat eksitatorik.
Glutamat diekspresikan di dalam ruangan ekstraseluler dengan cepat akan di reuptake ke
dalam oleh sel. Selain itu dapat terjadi gangguan akibat disfungsi sel berupa ekses dari
glutamat ini baik karena reuptake ke dalam oleh sel.
Pada keadaan patologis, dapat terjadi gangguan akibat disfungsi sel berupa ekses dari
glutamat ini baik karena reuptake atau, kerusakan karena sel neuron berisi glutamat juga
mengalami gangguan. Selain itu dapat terjadi kebocoran glutamat akibat kerusakan
dinding sel (sitolisis) dan nekrosis dan terjadi juga proses apoptosis dimana akan
menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel. Penumpukan neurotransmiter di dalam
ruangan ekstra seluler menyebabkan proses eksitotoksisitas glutamat. Selanjutnya akibat
dari eksitotoksisitas terhadap neuron adalah timbulnya edema seluler, degenerasi organel
intraseluler serta degenerasi piknotik inti sel yang diikuti kematian sel.
5. Lepasnya radikal bebas, yaitu unsur yang mempunyai elektron pada lingkar paling
luarnya tidak berpasangan, karena zat ini sangat labil dan sangat reaktif. Dalam
keadaaan normal, proses kimia menghasilkan radikal bebas terjadi di dalam
mitokondria sehingga tak menggangu struktur sel lainnya. Pada kerusakan
mitokondria, zat ini bebas dan merusak struktur protein dalam sel serta menghasilakn
zat-zat toksik.
Pada keadaan iskemia fokal, peranan peroksidase lipid sangat penting karena
merupakan bagian dari patofiologi iskemi fokal maupun global. Superoksida, radikal
bebas oksigen telah ditemukan pada iskemia terutama pada periode reperfusi jaringan,
yang berasal dari proses alamiah maupun sebagai tindakan pengobatan. Radikal bebas
oksigen dihasilkan dari proses lipolisis kaskade arakidonat dalam sel-sel di daerah
penumbra. Sumber lain dari superoksida ialah aktivitas enzimatik (monoaminooksidase)
dalam otooksidase dari biologiamin (epinefrin, serotonin dan sebagainya). Pada iskemia
fokal, peroksidase lipid ini meningkat karena:
1. Timbulnya edema otak vasogenik/seluler, telah diketahui bahwa endotelium
memproduksi nitrit oksida (NO) dan pada keadaan patologik menhasilkan radikal
bebas yang akan memperburuk timbulnya edema.
2. Pada proses disintegrasi pompa kalsium dan natrium kalium akibat kerusakan
membran sel yang berkaitan dengan pompa ion. Gangguan ini mempercepat kalsium
influks dan natrium influks ke dalam sel.
3. Peroksidasi lipid juga terlihat pada mekanisme eksitatorik neurotransmiter glutamat.
Meningkatnya aktivitas superoksida mempercepat dan memperbesar pengeluaran
neurotransmiter eksitatorik glutamat dan aspartat.
8
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri sering timbul akibat energy
failure dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+, K+) dan perubahan
permeabilitas membran serta gradasi osmotik. Akibatnya terjadi pembengkakan sel
disebut cytotoxic edema. Keadaan ini terjadi pada iskemia berat dan akut seperti
hipoksia dan henti jantung. Selain itu edema serebri dapat juga timbul akibat kerusakan
sawar otak yang mengakibatkan permeabilitas kapiler rusak dan cairan serta protein
bertambah mudah memasuki ruangan ekstraselular sehingga menyebabkan edema
vasogenik.
F. MANIFESTASI KLINIS
Tekanan perfusi otak merupakan komponen terpenting pada sirkulasi darah otak yang
merupakan integrasi fungsi jantung, pembuluh darah dan komposisi darah. Tekanan
perfusi otak menentukan Cerebral Blood Flow (CBF), dimana penurunan CBF yang tidak
lebih dari 80% masih memungkinkan sel otak untuk pulih kembali. Sedangkan pada
penurunan lebih dari 80 % sudah dipastikan terjadi kematian sel otak. Kehidupan sel otak
sangat tergantung pada sirkulasi kolateral di otak, faktor resiko, dan perubahan
metabolisme di otak.
Pada umumnya manifestasi klinis serangan otak dapat berupa:
1. Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau tungkai sesisi atau
kedua sisi dari tubuh.
2. Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun
3. Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi
4. Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah terjatuh
5. Kesulitan menelan
6. Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba
7. Derilium atau kesadaran berkabut (sudden confusion)
Proses patologis yang terjadi dapat berupa perdarahan (20%) dan iskemia (80%).
Efek dari perdarahan dengan vaskularisasi yang terkena :
1.
Arteria karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral). Lokasi tersering
lesi adalah bifurkasio arteria karotis komunis ke dalam arteria karotis interna dan eksterna.
Cabang-cabang arteria karotis adalah arteria oftalmika, arteria komunikantes posterior, arteria
koroidalis anterior, dan arteri serebri media. Dapat timbul berbagai sindrom. Pola bergantung
pada jumlah sirkulasi kolateral.
a.
Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodic dan disebut amaurosis fugaks) di
b.
Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau
arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas (misalnya tangan
lemah, baal) dan mengenai wajah (kelumpuhan tipe supranukleus). Apabila lesi di
hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik
Broca.
2.
b.
c.
Disfasia
4.
b.
c.
b.
c.
Ataksia
d.
e.
f.
Disfagia
g.
Disartria
h.
i.
5.
j.
k.
Koma
b.
Hemiparesis kontralateral
c.
Diagnosis
a. Definisi stroke (WHO, 1986; PERDOSSI, 1999) adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, global, dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler
b. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
11
c. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk perdarahan di
otak.
Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka dapat digunakan :
ekstrakranial dan
Menilai pernapasan
b. Terapi khusus
Reperfusi
o Antitrombotik
(antiplatelet:
aspirin,
dipiridamol,
tiklopidin,
13
BAB III
ANALISIS KASUS
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, arif, suprohaita, dkk. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Ed III. Fakultas
Kedokteran UI: Media Aesculapius.hal 17
2. Adams and Victors. Principles of Neurology. 8th ed. Ropper AH, Brown RH
3. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional
(SPO) Neurologi.2006.
4. RSCM. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DEPARTEMEN NEUROLOGI.2005.
5.
6. Baehr,
and
Frotscher,M.
DUUS
Topical
Diagnosisin
Neurology.
4th
edition.USA :Thieme;2005.
7. Richard S.S. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. EGC:
Jakarta, 2007
8. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2004.
15