LP Spondilitis TB
LP Spondilitis TB
SPONDILITIS TUBERKULOSIS
I.
Anatomi Fisiologi
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang
belakang ( Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis ). Di bagian
dalam tulang terdapat rongga yang memanjang ke bawah yang berisi sumsum tulang
belakang yang merupakan jaringan saraf, bagian dari susunan saraf pusat. Saraf
tersebut mengatur gerakan otot dan organ lain, seperti usus, jantung dan lainnya.
Susunan anatomi atau struktur tulang belakang terdiri dari :
a. Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher yang membentuk
daerah tengkuk.
b. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung yang membentuk
bagian belakang torax atau dada.
c. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang yang membentuk daerah
lumbal atau pinggang.
d. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang yang membentuk
sakrum atau tulang kelangkang.
e. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging atau ekor yang
membentuk tulang ekor.
Lengkung ruas tulang bagian leher melengkung ke depan, lengkung ruas
tulang dada ke arah belakang, daerah pinggang melengkung ke depan dan pelvis atau
kelangkang lengkungannya kearah belakang.
Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil
dibandingkan dengan ruas tulang lainnya, ciri dari ruas tulang punggung adalah
semakin ke bawah semakin membesar dilihat dari segi ukurannya yang memuat
persendian untuk tulang iga. Ruas tulang pinggang adalah yang terbesar dibandingkan
dengan badan vertebra lainnya. Sakrum atau tulang kelangkang terletak di bagian
bawah tulang belakang dengan bentuk segitiga, dan ruas tulang ekor terdiri dari 4 atau
5 vertebra yang bergabung menjadi satu dan letaknya berada di bagian paling bawah
dari tulang belakang atau spine. Ruas-ruas tulang belakang diikat oleh serabut yang
dinamakan dengan ligamen.
Secara anatomis setiap ruas tulang belakang akan terdiri dari dua
bagian :
1. Bagian depan
peradangan
granulomatosa
yang
bersifat
B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan
pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis
diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain
sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi
kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di
regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena
erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga
disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses
prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis
tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral
posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak
diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
Menurut kumar membagi perjalanan penyakit ada lima stadium yaitu :
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk oloni yang berlangsung selama
6 8 minggu. Kedaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada
anak anak umumnya pada daerah sentral vertebrata.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjai destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 6
minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masih, kolaps vertebra yang terbentuk
masa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi
23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat berebentuk
sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama disebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan
korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra
torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan
neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf
sensoris.
Derajat II : terdapa kelemahan pada anggota gerak bawah tai penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak atau aktifitas penderita serta hipestesia atau anestesia.
Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris ,disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegi atau pott paraplegia dapat terjadi
suara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
5. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravetbral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang
sudah tidak aktif atau sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang
kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari
jaringan granulasi tuberkulosa. Tubrkulosis paraplegia terjadi secara perlahan
dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vesikuler
vertebra. Derajat I III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut
sebagai paraplegia.
6. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang
masif di sebelah depan.
C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).
Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium
tuberculosis, Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikrobakterium
tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh
mikobakterium tuberkulosis atipik. Walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun
dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium
africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle
baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita
HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi
pola resistensi obat.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang
bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara
yang
konvensional.
Dipergunakan
teknik
Ziehl-Nielson
untuk
periode
6-8
minggu.
Produksi
niasin
merupakan
karakteristik
D. Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada
saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.
Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal
dan tulang. Enam hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi
dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh
sempurna.
Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini
paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari
satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial
korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis
dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya.
Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis
yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada
vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis
serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior
dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum
dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan
menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses
faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau
kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform.
Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses
pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di
bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke
daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada
trigonum skarpei atau regio glutea.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada
daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering
pada vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan
nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non
paraplegia pada vertebra lumbalis.
Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi
medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1
sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang
perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis
e. Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri dan kekakuan di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses
retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior
sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan
sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang
juga terlibat (Wheeles, 2011).
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
a. Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
b. Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative
(PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu
maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini
dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter
10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang
negatif tampak pada 20% kasus dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis
milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja
terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain)
c. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum
dan bilaslambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru-paru yang aktif)
d. Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat
relatif. Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin
haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit
dan pada pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk
menyingkirkan diagnosa banding.
e. Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis
tuberkulosa).
Normalnya
cairan
serebrospinal
tidak
mengeksklusikan
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang
abnormal).
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat
terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit.
Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut
inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian
berlanjut sehingga tampak penyempitan diskus intervertebralis yang
berdekatan, serta erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk
scalloping karena penyebaran infeksi dari area subligamentous.
dengan tiga obat untuk tuberkulosa tulang belakang menunjukkan hasil yang
memuaskan. Mereka menyimpulkan bahwa untuk kondisi negara yang belum
berkembang secara ekonomi manajemen terapi ini merupakan suatu pilihan yang
baik dan kesulitan dalam mengisolasi bakteri tidak harus menunda pemberian
terapi. Adanya pola resistensi obat yang bervariasi memerlukan adanya suatu
pemantauan yang ketat selama pemberian terapi, karena kultur dan uji sensitivitas
terhadap obat anti tuberculosa memakan waktu lama (kurang lebih 6-8 minggu)
dan perlu biaya yang cukup besar sehingga situasi klinis membuat dilakukannya
terapi terlebih dahulu lebih penting walaupun tanpa bukti konfirmasi tentang
adanya tuberkulosa. Adanya respon yang baik terhadap obat antituberculosa juga
merupakan suatu bentuk penegakkan diagnostik. Resistensi terhadap obat
antituberkulosa dapat dikelompokkan menjadi :
Resistensi primer : Infeksi dengan organisme yang resisten terhadap obat pada
pasien yang sebelumnya belum pernah diterapi. Resistensi primer terjadi selalu
terhadap satu obat baik itu SM ataupun INH. Jarang terjadi resistensi terhadap
RMP atau EMB(Glassroth et al. 1980). Regimen dengan dua obat yang biasa
diberikan tidak dapat dijalankan pada kasus ini.
isoniazid
(INH),
rifamipicin,
(RMP),
pyrazinamide
(PZA),
Indikasi absolut
Indikasi relatif
utama di
anterior maka operasi dilakukan melalui pendekatan arah anterior dan anterolateral
sedangkan jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dengan pendekatan dari
posterior. Saat ini terapi operasi dengan menggunakan pendekatan dari arah
anterior (prosedur HongKong) merupakan suatu prosedur yang dilakukan hampir di
setiap pusat kesehatan. Walaupun dipilih tindakan operatif, pemberian kemoterapi
antituberkulosa tetaplah penting. Pemberian kemoterapi tambahan 10 hari sebelum
operasi telah direkomendasikan. Pendapat lain menyatakan bahwa kemoterapi
Pengkajian
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung
bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat
dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan
tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu
makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan
penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului
dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya
adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan
sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan
terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga
emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi
persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, paraplegia, paralisis ekstremitas bawah,
kelemahan fisik (anggota gerak)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Peningkatan produksi sekret dan
ketidakmampuan batuk efektif
3. Resiko penyebaran infeksi b.d peningkatan pemajanan lingkungan terhadap
pathogen; kerusakan jaringan
C. Intervensi Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, paraplegia, paralisis ekstremitas bawah,
kelemahan fisik (anggota gerak)
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam klien dapat menunjukan cara melakukan mobilisasi
secara optimal sesuai dengan kondisis daerah spondilitis.
Kriteria Hasil : Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
tingkat kemampuan, mengidentifikasi individu atau masyarakat yang dapat
membantu, klien terhindar dari cidera, nyeri berkurang.
Intervensi:
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
2) Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
11) Ajak klien untuk berfikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berika
klien motivasi dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik positif atas
usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perawata perlu mengetahui
perawatan yang konsisten dalam menganani klien, dan menganjurkan klien
untuk terus mecoba.
12) Kolaborasi pemberian OAT
Rasional : pemberian regimen OAT (Obat Anti Tuberkulosis) sesuai panduan
akan mengatasi masalah utama pada klien spondilitis.
13) Tindakan operatif
Rasional : memberikan stabiltas pada tulang belakang dengan tindakan
pembedahan, yaitu pendekatan anterior dengan debridement, eksisi dan fusi
anterior, serta pendekatan posterior dilakukan dengan dekompresi dan stabilisasi
dengan pemasangan PSSW (Pedicle Screw And Sublaminary Wire Plate)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Peningkatan produksi sekret dan
ketidakmampuan batuk efektif
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi, akan menjadi peningkatan
keefektifan pembersihan jalan nafas dan aspirasi dapat dicegah.
Kriteria Hasil : frekusensi pernapasan dalam batas normal, suara napas terdengar
bersih,ronki tidak terdengar, klien menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi
penumpukan sekret di saluran napas.
Intervensi:
1) Kaji keadaan jalan napas
Rasional : Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa
cairan mukus, perdarahan, bronko spasme dan atau posisi dari trakeostomi atau
selang endotrakeal yang berubah.
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru
(bilateral)
Rasional : pergerakan dada yang simetris dengan suara naspa yang keluar dari
paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian
bawah tersumbat dapat terjadi pada pnemonia/atelektasis seperti ronki atau
mengi.
3) Anjurkan klien melakukan batuk efektif.
Rasional : batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran napas.
4) Atur/ubah posisi secara teratur setiap 2 jam.
Rasional : mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru,
mengurangi resiko atelektasi.
5) Berikan minuman hangat jika keadaan memungkinkan
Rasional : membantu pengenceran sekret, mempermudah pengeluaran sekret.
6) Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret disaluran napas.
Rasional : pengetahuan diharapkan akan membantu meningkatkan kepatuhan
klien terhadap rencanan terapeutik.
7) Ajarkan klien tentang metode yang tepat tentang pengontrolan batuk.
Rasional :batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif
menyebabkan frustasi.
8) Lakukan pernapasan diafragma
Rasional : pernapasan diafragma menurunkan frekuensi pernapasan dan
meningkatkan ventilasi alveolar.
9) Ajarkan klien tentang tindakan untuk mengurangi viskositas sekresi,
mempertahankan hidrasi yang adekuat, meningkatkan asupan cairan 10001500 cc/hari bila tidak ada kontraindikasi.
Rasional : untuk menghindari pengentalan dari sekret atau pada mukus pada
saluran bagian atas.
10) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik serta batuk
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
11) Kolaborasi dengan tim medis, radiologi, dan fisioterapi.
12) Pemberian mukolitik & ekspetoran
Rasional : mukolitik merupakan agen untuk mobilisasi sekret. Ekspektoran
untuk memudahkan pengeluaran atau mobilisasi lendir dan mengevaluasi
perbaikan klien atas pengembangan paruya.
13) Pemberian OAT
Rasional : pemberian regimen OAT sesuai panduan akan mengatasimsalah
utama pada klien spondiitis tuberkulosa.
14) Konsul foto thorak.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Carpenito, J.L. 1999. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2
(terjemahan). Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Lukman
&
Nurna
Ningsih..
Asuhan
Keperawatan
Gangguan
Sistem