Anda di halaman 1dari 5

Granuloma Inguinal

1.1 Epidemiologi(1,2)
1. Insidens: tertinggi pada umur 20-40 tahun. Pada orang barat orang
kulit hitam dan homoseksual sering terinfeksi.
2. Prevalensi: Prevalensinya pria sepuluh kali lebih sering dibanding
wanita yang bisa sebagai carier asimptomatik. Pada umumnya
penderita yang tingkat sosial rendah dan hygiene yang buruk.
1.2 Diagnosis
1.1.2 Pemeriksaaan Fisis(1,2,3)
a. Inspeksi: dapat dilihat ulkus tampak bersih, berwarna merah seperti
daging,

1.1.3

meninggi,

ulcus

irregular

dan

dapat

menyebabkan

limfadenopati. Lesi terdapat didaerah genitalia dan sekitar anus.


b. Palpasi: lunak dan ulkus tidak nyeri.
Pemeriksaan Penunjang(1)
a. Hapusan/ jaringan (tissue smears): Mencari D.granulomatis dlm sel-sel
mononuclear yang besar. Bahan terdiri atas jaringan granulasi yang
tipis, diambil dengan biopsy plong / scalpel dari lesi bagian dalam.
Setelah kering bahan diwarnai dgn Giemsa,Wright Leishman / Gram.
b. Biakan: D.ganulomatis tidak dapat tumbuh pada media biasa. Dapat
digunakan biakan jaringan dan telur dengan hasil terbatas.
c. Biopsi: Gambaran histopatologik terdiri atas : epidermis ditengah lesi

hilang, sedangkan pada tepi lesi terjadi akantosis yang kemudian


menunjukkan gambaran hiperplasia pseudokarsinomatosa. Dalam
dermis terlihat infiltrate padat terdiri atas histiosit dan sel plasma.
Diantara

infiltrat tersebar abses kecil terdiri atas neutrofil dan sedikit

sel limfoid. Badan inklusi intrasitoplasmik (badan Donovan) terdapat


dalam histiosit.
Untuk melihat badan-badan ini dapat digunakan pewarnaan Giemsa
dan perak. Pada tipe hipertrofik dan siktarisial tampak jaringan. ikat
bertambah.
d. Tes Serologi: Dapat ditemukan antibody ikatan komplemen terhadap
D.garulomatis, tetapi sensitivitas dan spesifitas terbatas. Telah

dilakukan penelitian tes serologik bagi penderita GI dengan tehnik


imunofluoresensi tidak langsung. Sebagai antigen diperoleh dari
potongan jaringan. (biopsi) penderita. GI, kemudian yang dites adalah
antibodi yang berasal dari serum sampel penderita. yang hendak
diperiksa. Tes dikatakan positif jika titer antibodi serum > 1/160.
e. Inokulasi: Tidak dapat diinokulasikan pada binatang yang lebih
rendah.
f. Pemeriksaan Histopatologi: Perubahan histologis tidaklah spesifik.
Secara

histopatologis

menunjukkan

reaksi

seluler

berlebihan

didominasi oleh sel polimorfonuklear, kadang-kadang sel plasma &


limfosit. Pada epitel marginal terjadi akantosis, elongasi, rete pegs dan
hiperplasia pseudoepitel. Pada lesi kronik nampak hiperplasi epitel &
1.1.4

fibrosis dengan derjat bervariasi.


Pengobatan(1,4)
a. Nonfarmakologi: Dapat diberikan kompres hangat dengan kompleks
iodim

polivynilpyrolidone,

quinolol

sulfat

/dengan

potassium

permanganat. Sekalipun tanda-tanda penyembuhan lesi sudah terjadi


seminggu setelah R/, terapi tetap perlu dilanjutkan untuk mencegah
relaps.
b. Farmakologi
- Kotrimoksasol, (Trimetoprim 160 mg & sulfametoksasol 800 mg).
Dianjurkan 240 mg, 2 x/hr, selama 12 minggu. Puncak konsentrasi
metophrim dalam darah terjadi

dalam 2 jam sedangkan

sulfamethoxasole dalam 4 jam setelah dosis tunggal oral. Jika 800


mg sulfamethoxasole diberikan dengan 160 mg trimetoprim 2 x/hr,
-

maka puncak konsentrasi obat dalam plasma + 40 & 2 ug/ml.


Ampicilin: Dapat diberikan dengan dosis 500 mg 4 x/hr selama 2
minggu. Diabsorpsi baik dengan pemberian secara oral, dan dosis 0,5
mg mencapai puncak kadar plasma 3 ug/ml setelah 2 jam / waktu

paruhnya berkisar antara 1 1,5 jam.


Gentamisin: Diberikan 1 mg/kg BB secara IM 2 x/hr selama 2 4
minggu. Dengan penyuntikan akan menghasilkan puncak konsentrasi
serum + 50 -56 ug/ml atau waktu paruhnya berkisar 0,5 sampai 2
jam.

Tetrasiklin: Dianjurkan : 500 mg 4 x/hr, selama 10 20 hari.


Tetrasiklin ( drug of choice untuk Granuloma Inguinal). Tetrasiklin
bersifat bakteriostatik, apabila diberikan dosis tunggal peroral maka
puncak konsentrasi tercapai dalam 2 4 jam. Tetrasiklin mempunyai

waktu paruh 6 12 jam dianjurkan penggunaannya 2- 4 x/hr.


Eritromisin: Dianjurkan : 5 mg 4 x/hr selama 2 3 minggu.
Eritromisin bersifat bakteriostatik tetapi dapat pula bersifat
bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Pada umumnya konsentrasi
inhibisi minimum (MIC) dari eritromisin dlm plasma < 2 ug/ml.

Perlu dipertimbangkan penggunaannya pada wanita hamil.


Kloramfenikol: Diberikan 500 mg 3 x/hr selama 2 4 minggu.
Kloramfenikol diabsorpsi cepat dalaam traktus gastro intestinal dan
puncak konsentrasi 10 13 ug/ml, yang terjadi setelah 2 3 jam
dalam dosis 1 gr.

1.1.5 Komplikasi(1, 3)
1. Infeksi saluran urogenital.
2. Jaringan parut yang luas dapat terjadi pada Granuloma Inguinal dari
penyakit ini & umumnya karena perlangsungan Granuloma Inguinal
yang kronik / berlangsung lama. Pada kasus seperti ini dapat
mengakibatkan kerusakan genital.
3. Carsinoma sel skuamosa dapat timbul beberapa tahun kemudian
karena hiperplasia pseudoepitelimatous yang kronik.
4. Pseudoelephantiasis yang lebih umum terjadi pada wanita dan
ditemukan lebih dari 5 % dari semua kasus. Intervensi bedah dapat
diindikasikan untuk menangani lesi yang tidak dapat diterapi. Stenosis
uretha, vagina / anus dapat timbul pada variant sklerosis pada
Granuloma Inguinal.
5. Elephantiasis pada genital. Infeksi traktus urinarius dapat terjadi pada
kasus yang kronis & dapat menyebabkan phimosis. Juga dilaporkan
lesi pada tulang, sendi & viscera. Perdarahan dapat terjadi pada
1.1.5

pembuluh darah besar yang erosi pada lesi primer


Prognosis(1)

Terjadi penyembuhan total dan prognosis baik. Namun padakasus yang


terlambat ditangani dimana telah terjadi dekstruksi jaringan sehingga
memerlukan tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fk ui
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu
penyakit dalam. Ed 4. Jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam FK-UI;
2006.
4. Syarif A, Estuningtiyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B et all.
Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.

Anda mungkin juga menyukai