Anda di halaman 1dari 7

LABIOPALATOSCHISIS

Labiopalatoschisis adalah suatu kelainan kongenital yang sering dijumpai di


Indonesia. Secara umum dapat dikatakan bahwa insidensi terjadi labio atau palatoschisis
adalah 1 dari 1000 kelahiran hidup. Untuk Indonesia belum diperoleh angka insidensi.
Kejadian labiopalatoschisis pada laki-laki adalah 2x lebih sering dari perempuan,
manakala kejadian palatoschisis sahaja lebih sering pada wanita.
KLASIFIKASI
Klasifikasi labio atau palatoschisis berguna untuk menuliskan diagnosa serta
mendeskripsikan kejadian anatomis yang terdapat pada setiap kasus :
1. Klasifikasi Fogh Anderson
-

Kelompok I : labioschisis ( unilateral dan bilateral 0, derajat ringan


(inkomplit ) sampai berat ( komplit ) sampai sejauh foramen incisivus.

Kelompok II : labio atau palatoschisis ( unilateral atau bilateral )

Kelompok III : Palatoschisis keras maupun lunak, dibelakang foramen


incisivus

Kelompok IV : Celah pada wajah ( facial cleft ).

2. Terdapat juga klasifikasi menurut anatomis


-

Pre-alveolar cleft ( labioschisis )


Unilateral ( kanan atau kiri )
Bilateral
adanya notching pada alveolus

Post-alveolar cleft
Parsial ( palatum molle sahaja )
Komplit ( keduanya )
Submucous cleft

Alveolar ataupun cleft yang komplit ( bibir, langit-langit dan alveolus )


unilateral
bilateral

EMBRIOLOGI
Untuk dapat memahami terjadinya labio atau palatoschisis, kita harus tahu
perkembangan embriologi normal yang terjadi pada pembentukan wajah, khususnya
disekitar bibir dan langit-langit.
Perkembangan wajah
Pada minggu ke-4, dimana panjang embrio 3,5mm, terbentuk 5 buah primordia
sekeliling mulut primitif atau stomadeum. Pada akhir minggu ke-8 muka telah terbentuk
lengkap.
Lima buah prosessus yang terbentuk pada wajah adalah :
a) Prosessus frontalis, yang tumbuh dari arah kepala ke bawah. Prosessus ini
merupakan batas atas stomadeum. Pada perkembangan selanjutnya dalam minggu
ke-5 dan 6 pada prosessus ini terbentuk dua buah nasal placoda berbentuk tapak
kuda terbuka kearah stomadeum. Kedua plakoda ini dinamakan prosessus
nasomedialis dan lateralis yang kemudian akan membentuk bagian-bagian
hidung, bibir atas, gusi dan bagian anterior palatum, sebelah depan foramen
incisivus.
b) Sepasang prosessus maksilaris, yang merupakan batas superolateral stomadeum.
c) Sepasang prosessus mandibularis, yang merupakan batas bawah stomadeum.
Keduanya berfusi digaris tengah pada minggu ke-4 dan selanjutnya berkembang
menjadi pipi bagian bawah, bibir bawah, mandibula, gusi dan gigi geligi.
Teori perkembangan bibir atas adalah seperti berikut :
1. Teori fusi prosessus : Prosessus maksilaris berkembang kearah depan dan
garis tengah, dibawah prosessus nasolateralis

menuju dan mendekati

prosessus nasomedialis yang tumbuh lebih cepat kebawah. Prosessus


nasomedialis kiri dan kanan akan bertemu di garis tengah. Pada saat
bertemu, penonjolan yang mirip jari-jari tangan akan berfusi masingmasing lapisan epitelnya yang kemudian akan pecah sehingga lapisan
mesoderm dibawahnya akan berfusi membentuk bibir atas yang normal.
Fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke-6 sampai awal minggu ke-7.
Berdasarkan teori klasik ini, Arey (1947) mengemukakan suatu hipotesa
terjadinya sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus

maksilaris dengan prosessus nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan


secara skematis oleh Patten :
a. Pertama terjadi pendekatan masing-masing prosessus
b. Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel
c. Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.
Teori terjadinya labio atau palatoschisis adalah seperti berikut :
a. Labioschisis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan
maksilaris
b. Palatoschisis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina.
ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi labio atau palatoschisis belum diketahui dengan pasti.
Diduga bahwa faktor genetika (herediter) dan faktor lingkungan (eksogen) berperan
dalam terjadinya cacat ini.Umumnya terdapat beberapa faktor (multifaktor) yang
bertanggungjawab terhadap terjadinya labio atau palatoschisis dimana faktor herediter
merupakan faktor yang terpenting :
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor genetika : labio atau palatoschisis dapat diturunkan secara hereditas.
Diduga faktor hereditas ini bersifat resesif dan non sex linked. Tetapi kadangkadang terlihat pula bersifat dominan karena dasar genetikanya bukan hanya gen
tunggal tetapi bersifat poligenik.
Kenyataan yang bisa dilihat diklinik adalah :
a. Kejadian labioschisis disertai palatoschisis lebih sering dijumpai pada
keluarga yang mempunyai anggota dengan kelainan ini.
b. Dalam keluarga yang normal yang mempunyai satu anak cacat,
kemungkinan untuk terjadi labio atau palatoschisis pada anak berikutnya
adalah sampai 15 %.
c. Bila salah satu orang tua mempunyai cacat ini maka kemungkinan
terjadinya anak yang bercacat meningkat.
2. Faktor lingkungan :

a. Obat-obatan : yang jelas pada manusia adalah aminopterin dan


thalidomide
b. Usia ibu : pada ibu hamil yang berusia tinggi terdapat resiko yang lebih
besar untuk melairkan anak yang cacat.
c. Diabetes mellitus : ibu dengan diabetes 3 kali lebih sering melahirkan
anak dengan labio atau palatoschisis.
d. Faktor-faktor lain : infeksi rubella, penyinaran/ radiasi, defisiensi vitamin,
overdosis vitamin A dan trauma.
EFEK TERHADAP FUNGSI
1. Mengisap dan makan : adanya lobang pada palatum bisa menyebabkan masuk
ke hidung ataupun laring.
2. Bicara : Pasien dengan palatoschisis sukar dalam penyebutan b,d, k, p, t, g.
3. Pertumbuhan gigi
4. Hidung : Membrana mukosa dari saluran pernafasan atas bisa dikontaminasi
dengan mikroorganisme dari mulut.
5. Pendengaran : akibat kegagalan dari drainase dan ventilasi dari tuba Eustachia
terganggu.
PERAWATAN BAYI DENGAN LABIOPALATOSCHISIS
Bayi yang menderita labioschisis mengalami kesulitan pada waktu menyusui.
Keadaan ini bisa ditolong dengan memakai puting buatan. Jika terdapat palatoschisis
bayi perlu diberi minum dengan menggunakan dot. Pemberian susu dianjurkan dalam
posisi tegak 15 dan ukuran dot yang agak besar.
TERAPI ATAU TINDAKAN
Operasi untuk memperbaiki bentuk bibir cepat dilakukan pada kasus-kasus
dengan usia yang manapun, tetapi pada bayi-bayi semuanya dilakukan pada usia yang
dini, umumnya sekitar usia 3 bulan dengan memperhatikan Ru,us Sepuluh . Rumus
Sepuluh atau Rule of Ten adalah :
1.

Berat badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5 kg)

2.

Umur sekurang-kurangnya 10 minggu

3.

Kadar Hb > 10 gr%

4.

Jumlah leukosit < 10.000/mm3


Operasi untuk labioplasti bertujuan untuk penampilan bentuk anatomik serta

fungsi bibir yang mendekati normal. Untuk mencapai tujuan tadi perlu diperhatikan
beberapa patokan yaitu
1. Memperbaiki cuping hidung (ala nasi) agar bentuk dan letaknya simetris.
2. Memberi bentuk dasar hidung yang baik.
3. Memperbaiki bentuk dan posisi columella
4. Memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas
5. Membentuk vermillon.
Selain itu tujuan umum operasi adalah untuk mencapai
1. Penampilan yang normal
2. Mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal.
3. Pertumbuhan gigi yang baik
4. Perbicaraan yang normal
5. Pendengaran yang normal.
TEKNIK OPERASI
Berbagai teknik penutupan labio atau palatoschisis telah dikembangkan dalam
beberapa puluh tahun yang terakhir ini . Kebanyakan ahli bedah plastik memilih teknik
Millard atau modifikasinya.
Beberapa teknik operasi yang dipakai untuk labio atau palatoschisis yang
unilateral adalah :
1. Operasi Millard.
2. Operasi Onizuka ( modifikasi dari millard)
3. Operasi Le Mesurier
4. Operasi Mirauld Brown
5. Operasi Tennison-Randal

Berdasarkan Standard of Procedure sub Bagian Bedah Plastik FK Unpad/RSHS,


terapi/tindakan pada labiopalatoschizis:
1. Operasi pertama : Labioplasty usia > 3 bulan (syarat rule of ten terpenuhi)
2. Operasi kedua : palatoplasty pada usia 1-2 tahun
3. Operasi revisi labio/palato/rhino setelah 6 bulan
4. Operasi ketiga : alveolar bone graft pada usia 6-8 tahun, donor bone chips pari
tulang panggul, approach dalam
5. Speech therapy dapat dimulai setelah operasi pertama dan berlanjut sampai anak
lancar berbicara dengan baik
PERAWATAN PASCA BEDAH
Perawatan pasca bedah berperan sangat besar dalam memberikan penampilan
akhir bibir yang telah mengalami reperasi. jaringan parut yang halus akan diperoleh bila
selama perawatan pasca bedah dilakukan dengan baik. Perawatan terdiri dari :
-

Pemasangan pembidaian pada kedua siku tangan untuk mencegah tangan


bayi memegang bibir

Bibir dirawat secara terbuka mulai hari pertama pasca bedah.

Luka operasi dibersihkan dari sisa-sisa bekuan darah dan kotoran dengan
larutan H2O2 setiap hari.

setelah dibersihkan, luka operasi dibubuhi salep antibiotik.

Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ketujuh.

REFERAT

LABIOPALATOSCHIZIS

DISUSUN OLEH:
ASTRID FEINISA KHAERANI C1103032
ISGA IFAYANI C1103039
SUZI ADITIANI C1103056
ATTIA MAHDA C1103081

BAGIAN/SMF BEDAH PLASTIK


RS. HASAN SADIKIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2005

Anda mungkin juga menyukai