Bagian II e Peendekatan Komunikatif

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

86

E. Pendekatan Komunikatif
1. Latar Belakang
Sudah pernahkah Anda mengenal pendekatan komunikatif? Atau bahkan Anda
sudah menerapkannya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP tempat Anda
mengajar? Pendekatan komunikatif sebenarnya bukan hal yang baru bagi Anda. (Bahkan
menurut para pakar, tak ada yang baru di bawah kolong langit ini.) Sejak Kurikulum 94
diluncurkan, pembelajaran bahasa sudah mencanangkan pendekatan komunikatif itu.
Namun, kenyataannya banyak guru, menurut penelitian, masih bertahan pada pendekatan
lama, yakni tata bahasa terjemahan atau pendekatan audiolingual. Mengapa demikian?
Mungkin masih banyak guru yang belum paham benar binatang macam apakah
pendekatan komunikatif itu? Kalau ada yang sudah tahu, belum tentu juga
menerapkannya sebab sesuatu yang baru itu sering mendapatkan banyak tantangan. Di
Indonesia, pendekatan komunikatif baru diluncurkan pada tahun 90-an. Padahal, di
negara asalnya pendekatan itu sudah lama diterapkan. Oleh sebab itu, ada baiknya Anda
melihat barang sejenak perjalanan pendekatan komunikatif dalam bagian berikut ini.
Pembelajaran bahasa komunikatif mulai ditemukan pada tahun 1960-an ketika
tradisi pembelajaran bahasa di Inggris mengalami perubahan yang mendasar. Sebuah
pendekatan berubah dalam pembelajaran bahasa terutama didorong oleh perubahan
pandangan tentang hakikat bahasa serta teori pembelajaran bahasa yang dianutnya. Ada
perubahan asumsi tentang hakikat bahasa yang mendorong muncul pendekatan baru yang
disebut pendekatan komunikatif. Sebelum tahun 1960-an di Inggris para pakar
pembelajaran bahasa menggunakan pendekatan situasional. Ketika di Amerika orang
mulai menolak pendekatan audiolingual, di Inggris orang juga mulai mempertanyakan
pendekatan situasional itu.
Kritik tajam yang muncul pada saat itu di antaranya dari pakar linguistik terapan
seperti Noam Chomsky, yang memelopori munculnya tata bahasa generatif transformasi.
Chomsky terutama mengkritik teori linguistik struktural yang dianggapnya tidak dapat
menjelaskan dengan baik karakteristik bahasa. Chomsky memperkenalkan bahwa bahasa
itu memiliki sifat universal dan tidak berbeda-beda secara tak terbatas seperti pendapat
kelompok struktural. Ada unsur kreativitas yang memang sangat mendasar dalam bahasa.

87
Dimensi lain yang muncul pada saat itu adalah adanya gagasan fungsional dan
komunikatif. Pembelajaran bahasa tidak hanya sekadar bertujuan untuk menguasai
kaidah-kaidah gramatikal, tetapi yang lebih penting ialah memiliki kompetensi
komunikatif. Itulah sebabnya pendekatan audiolingual ditolak, pendekatan situasional
dipertanyakan dan muncullah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa.
Finocchiaro dan Brumfit (1983) memberikan ciri perbedaan itu sebagai berikut.
Perbedaan Pendekatan Audiolingual dengan Pendekatan Komunikatif
No.

Pendekatan Audiolingual

1.
2.

Lebih memperhatikan bentuk daripada makna


Memerlukan memorisasi dialog berdasarkan struktur

3.
4.

Butir bahasa tidak harus dikontekstualisasikan.


Mempelajari bahasa berarti mempelajari struktur,
ujaran, atau kata.
Yang dicari adalah ketuntasan.
Penubian merupakan teknik yang sangat penting.

5.
6.
7.
8.
9.

Diupayakan supaya pembelajar dapat melafalkan


seperti penutur asli.
Penjelasan tata bahasa dihindarkan.

10.

Aktivitas komunikatif hanya muncul setelah proses


penubian dan pelatihan yang ketat.
Penggunaan bahasa ibu dilarang.

11.

Penerjemahan dilarang pada tingkat-tingkat awal.

12.

Membaca dan menulis ditangguhkan sampai bahasa


lisan benar-benar dikuasai.
Sistem
bahasa
sasaran
dipelajari
melalui
pembelajaran pola-pola sistem yang terbuka.
Kompetensi bahasa adalah tujuan yang diinginkan.
Ragam bahasa diperkenalkan, tetapi tidak
ditekankan.
Urutan unit ditentukan hanya oleh prinsip-prinsip
kompleksitas kebahasaan.
Guru mengontrol pembelajar dan mencegah mereka
berbuat apa pun yang menyimpang dari teori.
Bahasa adalah kebiasaan. Jadi, kesalahan harus
dihindarkan dengan cara apa pun.
Kecermatan dalam arti kebenaran formal merupakan
tujuan utama.
Pembelajar diharapkan berinteraksi dengan sistem
bahasa.

13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

Guru diharapkan menentukan bahasa yang akan


digunakan pembelajar.
Motivasi intrinsik akan muncul dari minat terhadap
struktur bahasa.

Pendekatan Komunikatif
Makna sangat penting
Dialog dapat digunakan; berpusat pada
komunikatif dan biasanya tidak dihafalkan.
Kontekstualisasi merupakan premis dasar.
Belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi.

fungsi

Yang dicari adalah komunikasi yang efektif.


Penubian dapat dipakai, tetapi harus bermakna, dan
hanya bersifat periferal.
Yang diupayakan adalah lafal yang dapat dipahami.
Cara apapun asal membantu pembelajar dapat diterima;
dan itu bervariasi berdasarkan usia, minat, dsb.
Upaya untuk berkomunikasi dapat didorong sejak
awal.
Penggunaan bahasa ibu secara bijaksana dapat
diperkenankan asal dibutuhkan.
Penerjemahan dapat digunakan bila bermanfaat bagi
pembelajar.
Membaca dan menulis dapat dimulai sejak hari pertama
jika diinginkan.
Sistem bahasa sasaran dipelajari melalui proses
perjuangan untuk berkomunikasi.
Kompetensi komunikatif merupakan tujuan utama.
Variasi bahasa merupakan konsep utama dalam bahan
ajar dan metodologi.
Urutan ditentukan oleh pertimbangan isi, fungsi, atau
makna yang mengikat minat.
Guru membantu pembelajar dengan cara apa pun yang
memotivasi mereka mempelajari bahasa.
Bahasa diciptakan oleh individu dengan cara coba ralat
(trial and error)
Kefasihan dan bahasa yang berterima merupakan tujuan
utama.
Pembelajar diharapkan berinteraksi dengan orang lain
baik secara langsung berpasangan dan berkelompok
maupun secara tidak langsung dalam menulis.
Guru tidak mengetahui secara pasti bahasa yang akan
digunakan pembelajar.
Motivasi intrinsik akan muncul dari minat terhadap apa
yang sedang dikomunikasikan dalam bahasa yang
bersangkutan.

88
2. Pendekatan
a. Teori bahasa
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran dimulai dari teori bahasa sebagai
komunikasi. Tujuan pembelajaran bahasa ialah mengembangkan apa yang oleh Hymes
disebut sebagai kompetensi komunikatif. Dalam pandangan Hymes, seseorang yang
memperoleh kompetensi komunikatif membutuhkan pengetahuan dan kemampuan untuk
menggunakan bahasa sesuai dengan pertanyaan berikut.
1) Apakah atau sejauh manakah secara formal sesuatu itu mungkin?
2) Apakah atau sejauh manakah sesuatu itu layak dengan penggunaan sarana yang
ada?
3) Apakah atau sejauh manakah sesuatu itu cocok (memadai, senang, berhasil)
sehubungan dengan konteks tempat bahasa itu digunakan dan dievaluasi?
4) Apakah atau sejauh manakah sesuatu itu memang benar-benar dikerjakan dan
apakah tindakan itu diperlukan?
Canale dan Swain (1980) memperkenalkan dimensi lain tentang kompetensi
komunikatif. Menurut mereka, kompetensi komunikatif itu berdimensi majemuk. Di
dalamnya terdapat banyak kompetensi, yakni kompetensi gramatikal, kompetensi
sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategik.
Kompetensi gramatikal mengacu pada apa yang oleh Chomsky disebut sebagai
kompetensi linguistik dan apa yang oleh Hymes disebut sebagai secara formal mungkin
(formally possible). Kompetensi gramatikal itu merupakan ranah kapasitas gramatikal
dan leksikal. Ia mencakup kaidah dalam tataran tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat,
kosakata, dan semantik. Seseorang dianggap memiliki kompetensi gramatikal kalau dia
menguasai kaidah lafal dan ejaan, kaidah bentuk kata, kaidah kalimat baku, kaidah
kosakata, dan kaidah makna.
Kompetensi sosiolinguistik mengacu pada pemahaman konteks sosial tempat
terjadinya komunikasi, termasuk hubungan peran, informasi yang disampaikan kepada
partisipan, dan tujuan komunikatif dari interaksi mereka. Seseorang yang menguasai
kompetensi itu berarti dapat memahami dan menggunakan bahasa dalam berbagai
konteks dan situasi. Ketika seorang guru di depan kelas bertutur, Anak-anak, kapurnya
habis, ya?, maka anak yang memiliki kompetensi komunikatif akan segera berlari ke

89
kantor untuk mengambil kapur; dan bukannya menjawab pertanyaan guru, Oh, iya Pak
Guru. Sejak kemarin memang tak ada kapur sama sekali.
Kompetensi wacana mengacu pada interpretasi atas unsur pesan individual dalam
arti hubungan antara pembicara dan bagaimana makna direpresentasikan dalam
hubungannya dengan seluruh wacana atau teks. Kemampuan ini mengisyaratkan adanya
keterampilan dalam menggunakan wacana yang kohesif dan koherensif; dalam arti
penggunaan unsur-unsur pembentuk wacana yang padu dan utuh, termasuk penggunaan
piranti kohesi dan koherensi.
Kompetensi strategik mengacu pada penguasaan strategi berkomunikasi, termasuk
bagaimana memulai, menghentikan, mempertahankan, memperbaiki, dan mengarahkan
kembali komunikasi. Seseorang yang memiliki kompetensi ini dapat memulai
pembicaraan atau penulisan dengan baik dan lancar serta dapat diterima. Ia dapat
melanjutkannya, kalau perlu menghentikan untuk sementara dan melanjutkan kembali.
Jika ada kesalahan-kesalahan, ia dapat memperbaikinya. Demikian juga jika telah terjadi
penyelewengan permasalahan pembicaraan, ia dapat mengarahkannya kembali; dan ia
dapat menutup dengan baik pembicaraannya. Di samping itu, jika seseorang telah
menguasai kompetensi ini dengan baik, pembicaraannya akan tertata dalam komposisi
yang wajar, di mana pembukaan, isi, dan penutup berbobot seimbang. Sering terjadi,
orang membuka pembicaraan berkepanjangan, atau menutup pembicaraan secara berteletele sehingga isinya tidak jelas sama sekali.
Pada tataran teori bahasa, pendekatan komunikatif memiliki dasar teori yang kaya
dan banyak pilihannya. Beberapa ciri pandangan komunikatif tentang bahasa sebagai
berikut.
1) Bahasa merupakan sistem untuk mengekspresikan makna.
2) Fungsi utama bahasa adalah untuk berinteraksi dan berkomunikasi.
3) Struktur bahasa merefleksikan fungsinya dan penggunaan komunikatif.
4) Unit utama bahasa bukan hanya ciri struktural dan gramatikal, tetapi kategori
makna komunikatif dan fungsional seperti tampak dalam wacana.
Teori Hymes itu sebenarnya lebih komprehensif daripada teori generatif transformasi
yang dikembangkan oleh Chomsky, dan kawan-kawan. Dalam teori Hymes itu bahasa
dipandang dalam dua konteks. Konteks pertama, yakni sistem konseptualisasi dan

90
persepsi manusia, serta konteks lain adalah penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam
masyarakat. Pendekatan komunikatif menawarkan penggunaan bahasa secara fungsional.
Halliday, merupakan penggagas utama tentang fungsi bahasa itu dalam komunikasi.
Menurut dia, bahasa mempunyai banyak fungsi yang perlu diperhatikan, yakni sebagai
berikut ini.
1) Fungsi instrumental: menggunakan bahasa untuk memperoleh sesuatu.
2) Fungsi regulatori: menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain.
3) Fungsi interaksional: menggunakan bahasa untuk berinteraksi dengan orang lain
4) Fungsi personal: menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan
makna.
5) Fungsi heuristik: menggunakan bahasa untuk belajar dan menemukan makna.
6) Fungsi imajinatif: menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia imajinasi.
7) Fungsi representasional: menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi.
b. Teori belajar
Sudah banyak sekali tulisan tentang dimensi komunikatif dalam bahasa. Tetapi,
masih sedikit yang menulis atau melontarkan gagasan tentang teori pembelajaran bahasa
yang dikembangkan oleh pendekatan komunikatif. Bahkan, Brumfit dan Johnson pun
(1979) maupun Littlewood (1981) juga tidak banyak menyampaikan kajian tentang teori
pembelajaran bahasa pendekatan komunikatif. Meskipun demikian, sebenarnya teori
pembelajaran bahasa yang melandasi pendekatan komunikatif dapat digali dari berbagai
jenis kegiatan pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif. Unsurunsur itu di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Prinsip komunikasi: yakni kegiatan yang melibatkan komunikasi nyata yang dapat
mendorong pembelajaran.
2) Prinsip tugas: yakni kegiatan di mana bahasa digunakan untuk melaksanakan
tugas bermakna yang dapat mendorong pembelajaran.
3) Prinsip kebermaknaan: yakni suatu prinsip yang menyatakan bahwa bahasa yang
bermakna bagi pembelajar dapat mendorong proses pembelajaran bahasa.
Angelina Scarino, dan kawan-kawan (Azies dan Alwasilah, 1996) mengajukan
delapan prinsip dalam pembelajaran komunikatif. Prinsip-prinsip itu sebagai berikut.

91
Prinsip 1
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diperlakukan sebagai individu
yang memiliki kebutuhan dan minat.
Prinsip 2
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberikan kesempatan
untuk berperan serta dalam penggunaan bahasa sasaran secara komunikatif dalam
berbagai macam aktivitas.
Prinsip 3
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia dipajankan ke dalam data
komunikatif yang dapat dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.
Prinsip 4
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia secara sengaja
memumpunkan pembelajarannya pada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk
mendukung proses pemerolehan bahasa.
Prinsip 5
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila kepadanya dibeberkan data
sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya yang menjadi bagian dari bahasa
sasaran.
Prinsip 6
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia menyadari akan peranan
dan hakikat bahasa dan budaya.
Prinsip 7
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberi umpan balik yang
tepat yang menyangkut kemajuan mereka.
Prinsip 8
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberi kesempatan untuk
mengatur pembelajaran mereka sendiri.

92
3. Desain
a. Tujuan
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa dengan
pendekatan komunikatif adalah mengembangkan kompetensi komunikatif pembelajar.
Menurut Piepho (1981) tujuan dalam pendekatan komunikatif itu sebagai berikut.
1) Tataran integratif dan tataran isi (bahasa sebagai sarana ekspresi).
2) Tataran kebahasaan dan tataran instrumental (bahasa sebagai sistem semiotik dan
objek pembelajaran).
3) Tataran afektif dari hubungan interpersonal dan perilaku (bahasa sebagai sarana
ekspresi nilai dan penilaian tentang diri sendiri dan orang lain).
4) Tataran kebutuhan pembelajaran individual (pembelajaran remedial yang berbasis
pada analisis kesalahan).
5) Tataran pendidikan umum dari tujuan ekstralinguistik (pembelajaran dalam
kurikulum sekolah).
Tujuan-tujuan itu diusulkan sebagai tujuan umum yang dapat diterapkan pada situasi
pembelajaran apa pun. Tujuan khusus untuk pendekatan komunikatif tidak dapat
digariskan di dalam spesifikasi tataran ini, selama pendekatan semacam itu
mengasumsikan bahwa pembelajaran bahasa akan merefleksikan kebutuhan khusus dari
pembelajar sasaran. Kebutuhan itu mungkin dalam ranah membaca, menulis, menyimak,
atau berbicara, di mana masing-masing dapat didekati dari perspektif komunikatif.
Kurikulum atau tujuan instruksional untuk pembelajaran tertentu akan merefleksikan
aspek khusus kompetensi komunikatif menurut tataran kemampuan pembelajar dan
kebutuhan komunikatif.
b. Silabus
Pembahasan hakikat silabus dalam pendekatan komunikatif menjadi sangat
penting. Silabus pertama yang diusulkan dalam pendekatan komunikatif adalah model
silabus yang disebut sebagai silabus nosional yang menentukan kategori semantikgramatikal (misalnya, frekuensi, lokasi, gerakan) dan kategori fungsi komunikatif yang
dibutuhkan

pembelajar

dalam

berekspresi.

Dewan

Eropa

memperkaya

dan

mengembangkan silabus itu menjadi suatu silabus yang mencakup penjabaran tujuan

93
pembelajaran bahasa asing bagi orang dewasa saat mereka menggunakan bahasa asing,
topik yang perlu mereka bicarakan, fungsi bahasa yang mereka butuhkan, nosi yang
diperlukan dalam komunikasi, serta kosakata dan tata bahasa yang dibutuhkan. Hasil
upaya itu kemudian dituangkan ke dalam Bahasa Inggris Tataran Ambang (The Treshold
Level English). Upaya itu juga dilakukan oleh dewan tersebut untuk merinci apa yang
diperlukan agar dapat meraih tingkat kemahiran berkomunikasi yang memadai dalam
bahasa asing, termasuk butir-butir bahasa yang dibutuhkan untuk mewujudkan tataran
ambang itu.
Selain bahasan mengenai bentuk silabus, bahasan lain yang secara ekstensif
dilakukan di dalam pendekatan komunikatif ini adalah teori silabus dan model silabus.
Model silabus nosional asli diajukan Wilkins banyak memperoleh kritikan dari para
linguis terapan. Mereka menganggapnya hanya sebagai sejenis daftar semata (seperti
daftar butir tata bahasa) dengan daftar lainnya (daftar nosi dan fungsi). Ia merinci produk,
bukannya proses komunikasi. Widdowson (1979) berargumentasi bahwa kategori
nosional-fungsional hanya memberikan penjabaran kaidah semantik dan pragmatik
tertentu secara parsial dan kurang tepat jika digunakan sebagai rujukan ketika orang
berinteraksi. Mereka sama sekali tidak memberikan prosedur apa pun yang biasanya
digunakan orang untuk mengaplikasikan kaidah ini pada saat mereka terlibat secara nyata
dalam kegiatan komunikatif. Bila kita harus mengadopsi pendekatan komunikatif dalam
pengajaran yang tujuannya mengembangkan kemampuan melakukan berbagai hal dengan
bahasa, wacanalah yang harus menjadi pusat perhatian kita.
Pada saat ini ada beberapa usulan dan model bagi silabus pendekatan
komunikatif. Beberapa jenis silabus komunikatif telah beredar dan digunakan oleh
berbagai pihak. Kita dapat menyimpulkan beragam silabus tersebut ke dalam klasifikasi
di bawah ini dengan sumber rujukan untuk setiap model.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jenis
Struktur plus fungsi
Fungsional mengitari inti struktur
Struktur, fungsional, instrumental
Fungsional
Nosional
Interaksional

Rujukan
Wilkins (1976)
Brumfit (1980)
Allen (1980)
Jup dan Hodlin (1975)
Wilkins (1976)
Widdowson (1979)

94
7.
8.

Berbasis tugas
Learner generated

Prabhu (1979)
Candlin
(1976),

Henner-

Stanchina dan Riley (1978)


Banyak upaya dilakukan untuk mengembangkan rancangan silabus jenis 15.
Minat para perancang dan pengembang rancangan silabus kini telah beralih kepada jenis
68,

sekalipun

spesifikasi

mengenai

pengorganisasian

prinsip-prinsip

silabus

interaksional, berbasis tugas, dan learner generated masih belum tersentuh secara
keseluruhan. Penjabaran strategi interaksional memang telah diberikan, seperti interaksi
guru pembelajar. Sekalipun tampak menarik, penjabaran ini masih membatasi diri pada
interaksi dua orang. Dalam interaksi tersebut, hubungan perannya masih kaku dan
berkesan hubungan bawahan-atasan.
Beberapa perancang silabus komunikatif juga telah mencoba melihat spesifikasi
tugas dan organisasinya sebagai kriteria bagi penyusunan silabus komunikatif.
Salah satu contoh silabus semacam itu yang telah diimplementasikan secara
nasional adalah Silabus Komunikasional Malaysia (Silabus Bahasa Inggris pada SekolahSekolah Malaysia tahun 1975), sebuah silabus untuk pengajaran Bahasa Inggris pada
tingkat menengah atas di Malaysia. Silabus itu merupakan satu upaya untuk
mengorganisasikan

pendekatan

komunikatif

di

seputar

spesifikasi

tugas-tugas

komunikasi. Dalam skema organisasional, tiga tujuan komunikatif yang luas dipecahpecah menjadi dua puluh empat tujuan yang lebih spesifik yang ditentukan berdasarkan
analisis kebutuhan. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap
pembelajaran dispesifikasikan ke dalam sejumlah tujuan atau produk akhir. Sebuah
produk di sini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, yang ditulis,
diutarakan, atau disajikan dalam bentuk nonkebahasaan. Sebuah surat adalah sebuah
produk. Demikian pula, sebuah perintah, sebuah pesan, laporan, atau peta yang dihasilkan
melalui informasi yang diberikan dalam bentuk bahasa. Dengan demikian, produkproduk itu dihasilkan melalui penyelesaian tugas-tugas yang berhasil. Sebagai contoh,
tugas menyampaikan pesan kepada orang lain, dapat dipecah-pecah ke dalam sejumlah
tugas, seperti (a) memahami pesan, (b) mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan
keraguan, (c) mengajukan pertanyaan untuk memperoleh lebih banyak informasi, (d)
membuat catatan, (e) menyusun catatan yang logis untuk disajikan, (f) menyampaikan

95
pesan secara lisan. Untuk setiap produk, sejumlah situasi yang telah dipersiapkan
sebelumnya diberikan. Situasi itu dan situasi yang dikembangkan oleh guru membentuk
sarana yang digunakan pembelajar berinteraksi dan merealisasikan keterampilan
komunikatifnya.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Cakupan jenis-jenis penelitian dan aktivitas yang sesuai dengan pendekatan
komunikatif dapat dikatakan tidak terbatas, asalkan pelatihan-pelatihan semacam itu
membantu pembelajaran meraih tujuan-tujuan komunikatif yang ada dalam kurikulum,
melibatkan pembelajaran dalam komunikasi, dan perlu menggunakan proses-proses
komunikatif, seperti berbagai informasi, negosiasi makna, dan interaksi. Aktivitas kelas
biasanya dirancang dengan fokus pada penyelesaian tugas-tugas yang dilakukan dengan
menggunakan bahasa atau melibatkan negosiasi informasi dan penyampaian informasi.
Bentuk usaha ini bermacam-macam. Wright (1976) melakukannya dengan
menunjukkan gambar-gambar slides yang kabur yang kemudian pembelajar mencoba
mengenalinya. Byrne (1978) menyuguhkan rencana dan diagram tak lengkap dan harus
dilengkapi pembelajar dengan meminta informasi. Allwright (1977) menempatkan layar
di antara pembelajar dan meminta salah seorang menempatkan objek dalam pola tertentu:
pola ini kemudian dikomunikasikan kepada pembelajar lain diseberang layar. Geddes dan
Sturtridge (1979) mengembangkan menyimak jigsaw yaitu pembelajar menyimak
bahan rekaman berbeda kemudian mengkomunikasikan isinya kepada temannya di kelas.
Sebagian besar teknik ini dilaksanakan dengan cara memberikan informasi kepada satu
pihak dan tidak memberikannya kepada pihak lain. (Johnson 1982:151).
Littlewood (1981) membuat perbedaan antara aktivitas komunikasi fungsional
dan aktivitas interaksi sosial sebagai tipe utama aktivitas dalam PBK. Aktivitas
komunikasi fungsional meliputi tugas-tugas seperti pembelajar membandingkan beberapa
perangkat gambar dan mencatat perbedaan dan persamaan; mengurutkan serangkaian
kejadian dalam bentuk gambar-gambar menekan bagian yang hilang dari suatu peta atau
gambar; seorang pembelajar berkomunikasi dari balik layar dengan temannya di seberang
layar dan memberikan perintah bagaimana membuat gambar atau bentuk, atau bagaimana
melengkapi sebuah peta; mengikuti petunjuk; dan memecahkan masalah dengan

96
petunjuk-petunjuk yang diberikan. Aktivitas interaksi sosial meliputi percakapan dan sesi
diskusi, dialog dan bermain peran, simulasi, cerita lucu, improvisasi, dan debat.
d. Peranan Guru
Dalam sebuah kelas, pembelajar berperan aktif dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran. Guru dan pembelajar bekerja sama dalam kemitraan (partnership). Strategi
yang paling penting yang akan mewujudkan kemitraan tersebut adalah negosiasi.
Negosiasi belajar antara guru dan pembelajar cenderung menghasilkan pengalaman
belajar yang akan mengakomodasi kebutuhan, minat, dan kemampuan tertentu si
pembelajar. Guru dan siswa bekerja sama dalam arah dan rasa percaya yang timbul dari
pemahaman terhadap aktivitas belajar.
Negosiasi dalam kelas-kelas bahasa bergantung kepada beberapa faktor, di
antaranya kepribadian guru, latar belakang budaya guru dan pembelajar, kematangan
pembelajar, dan pengalaman mereka dalam membuat keputusan. Breen dan Candlin
menjabarkan peranan guru dalam pendekatan komunikatif sebagai berikut.
Guru memiliki dua peranan utama. Peran pertama adalah mempermudah
komunikasi di antara semua pembelajar di kelas dan di antara pembelajar ini dengan
beragam aktivitas dan teks. Peran kedua adalah bertindak sebagai partisipan independen
di dalam kelompok belajar-mengajar. Peran kedua ini berkaitan erat dengan tujuan peran
pertama dan muncul dari peranan tersebut. Peranperan ini mengimplikasikan
seperangkat peran sekunder bagi guru; pertama, sebagai organisator sumber-sumber dan
dan sebagai sumber itu sendiri, kedua sebagai petunjuk dalam prosedur dan aktivitas
kelas. Peran ketiga bagi guru adalah sebagai peneliti dan pembelajar, dengan memberikan
banyak sumbangan yang sesuai, pengalaman nyata dan teramati dari hakikat
pembelajaran dan kapasitas organisasional.
Peran guru yang lain sering dikaitkan dengan pembelajaran bahasa komunikatif
adalah analisis kebutuhan, konselor, dan manajer proses kelompok.
Analis kebutuhan di dalam pendekatan komunikatif merujuk pada tanggung jawab
yang dimiliki guru dalam menentukan dan merespons kebutuhan bahasa pembelajar. Hal
ini dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal melalui pembicaraan langsung
dengan siswa, dalam hal ini guru membicarakan isu-isu seperti persepsi mereka tentang

97
gaya belajar, aset belajar, dan tujuan belajar mereka. Hal itu dapat dilakukan secara
formal dengan melalui perangkat penilaian. Pada umumnya, penilaian formal semacam
itu berisikan butir-butir yang berupaya menentukan motivasi individu dalam mempelajari
bahasa tersebut. Sebagai contoh, siswa dapat merespons dalam suatu skala 5 butir
penilaian (dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju) terhadap pertayaan-pertanyaan
sebagai berikut.
Saya belajar bahasa Inggris karena .
1) saya kira kelak akan bermanfaat bila saya sedang mencari pekerjaan
2) akan membantu saya memahami orang yang berbahasa Inggris dan cara hidup
mereka secara lebih baik
3) seseorang perlu memiliki pengetahuan bahasa Inggris agar dihormati orang lain
4) akan memungkinkan saya berbicara dengan orang-orang yang menyenangkan
5) saya memerlukannya untuk bekerja
6) akan memungkinkan saya dapat berpikir dan berperilaku seperti orang orang
yang berbahasa Inggris.
Dengan mendasarkan diri pada pertanyaan kebutuhan semacam itu, diharapkan guru
dapat merencanakan pengajaran kelompok dan individual yang sesuai dengan kebutuhan
pembelajar.
Konselor. Peran lain yang dimiliki guru dalam pendekatan komunikatif adalah
sebagai seorang konselor, yang serupa peran guru pada pembelajaran bahasa masyarakat
(community language learning). Dalam peran ini, guru-konselor diharapkan dapat
memberikan contoh sebagai seorang komunikator yang efektif yang selalu berupaya
mengaitkan secara maksimal niat pembicara dengan intrepretasi pendengar, melalui
penggunaan parafrase, konfirmasi, dan masukan.
Manajer proses kelompok. Prosedur pendekatan komunikatif kerapkali kurang
menuntut keterampilan manajemen kelas yang berpusat pada guru. Tanggung jawab guru
adalah mengatur kelas sebagai latar bagi komunikasi dan aktivitas komunikatif. Dalam
praktiknya di kelas, guru memonitor, mendorong, dan menekan keinginan untuk
memasok ketidaklengkapan dalam kosakata, gramatika, dan strategi, bukan hanya
mencatat kekurangan tersebut untuk diberi komentar atau bahan pelatihan komunikatif

98
pada masa mendatang. Setelah berakhirnya aktivitas, guru dapat membantu kelompokkelompok melakukan diskusi untuk koreksi diri.
e. Peranan Pembelajar
Tidak seperti pada pendekatan-pendekatan pengajaran bahasa lain yang
menekankan pada penguasaan bentuk-bentuk bahasa, pada pendekatan komunikatif, yang
penekanannya kepada komunikasi, pembelajar memiliki peranan yang relatif berbeda.
Sekali lagi Breen dan Candlin menjabarkan peranan pembelajar dalam kelas-kelas
sebagai berikut:
Peran pembelajar sebagai negosiator antara dirinya, proses belajar, dan objek
pembelajaran muncul dari dan berinteraksi dengan peran negosiator bersama di dalam
kelompok dan di dalam prosedur dan aktivitas kelas. Sedapat-dapatnya, ia harus
menyumbang sesuatu dari yang dia peroleh. Dengan demikian, dia belajar secara bebas.
Apa yang dimaksud dengan peran pembelajar sebagai negosiator di sini adalah
bahwa semua yang terlibat di dalam proses tersebut harus mengakui bahwa pembelajar
sudah memiliki preferensi tentang pembelajaran yang seharusnya. Peran ini akan
mempengaruhi dan sekaligus dipengaruhi oleh peran negosiator gabungan dengan
kelompoknya sehingga mewarnai prosedur dan aktivitas belajar secara keseluruhan.
Kerapkali terjadi dalam pembelajaran bahasa komunikatif teks tidak ada. Kaidah
gramatikal tidak disajikan. Manajemen kelas tidak baku. Siswa diminta berinteraksi
terutama dengan sesama siswa bukan dengan guru. Koreksi kesalahan sering tidak ada.
Pendekatan kooperatif (bukan individual) dalam pendekatan komunikatif juga tidak
begitu dipahami siswa. Oleh karena itu, perlu ditekankan dalam pembelajaran bahasa
komunikatif pembelajar perlu mengetahui bahwa kegagalan di dalam komunikasi
merupakan tanggung jawab bersama dan tidak hanya kesalahan pendengar atau
pembicara. Demikian pula, keberhasilan suatu komunikasi merupakan keberhasilan yang
diraih bersama.

f. Peranan Bahan Ajar

99
Beragam bahan ajar telah disediakan untuk mendukung pendekatan komunikatif
dalam pembelajaran bahasa. Tidak seperti praktisi pendekatan pembelajaran sebelumnya,
seperti pembelajaran bahasa masyarakat, praktisi pendekatan komunikatif memandang
bahan ajar sebagai cara untuk mempengaruhi kualitas interaksi kelas dan penggunaan
bahasa. Dengan demikian, bahan ajar memiliki peran utama untuk mendukung
penggunaan bahan secara komunikatif. Kita mengenal tiga jenis utama bahan ajar yang
banyak digunakan di dalam pengajaran bahasa komunikatif.
1) Bahan Ajar Tekstual
Saat ini bahan ajar yang berorientasi pada dan mendukung pendekatan komunikatif
banyak didapat di toko-toko buku. Daftar isinya kadang-kadang mencerminkan
penjenjangan dan pengurutan pelatihan-pelatihan bahasa, mirip pada bahan ajar
struktural.

Beberapa di antaranya bahkan memang ditulis pada silabus yang pada

dasarnya struktural, hanya dengan sedikit mengalami formatisasi untuk membenarkan


bantahan mereka sebagai bahan ajar pendekatan komunikatif. Bagaimanapun, yang
lainnya menunjukkan perbedaan mendasar dengan bahan-bahan ajar tradisional. Buku
Communicate (1979) karangan Morrow dan Johnnson, misalnya, tidak memiliki satupun
dialog, pengulangan, atau pola kalimat seperti biasanya. Ia menggunakan isyarat visual,
isyarat rekaman, gambar dan potongan-potongan kalimat untuk memulai percakapan.
Pair Work Watsyn-Jones terdiri atas dua teks yang berbeda untuk kepentingan kerja
pasangan, masing-masing berisikan informasi yang berbeda yang dibutuhkan untuk
melakukan bermain peran (role plays) dan melaksanakan aktivitas lain.
Demikian pula, teks-teks yang ditulis untuk mendukung English Language Syllabus
(1975) di Malaysia mewakili pemisahan diri dari bentuk-bentuk buku teks tradisional.
Sebuah pelajaran secara khas terdiri dari sebuah tema, analisis tugas untuk
pengembangan tematik, deskripsi situasi latihan, penyajian stimulus, pertanyaan
pemahaman, dan latihan parafrase.

2) Bahan Ajar Berbasis Tugas


Berbagai macam permainan bahasa, main peran (role plays), stimulasi dan aktivitas
berdasarkan tugas telah disiapkan untuk menunjang pembelajaran bahasa komunikatif.

100
Semua ini secara khas berbentuk buku pegangan latihan, kartu isyarat, kartu-kartu
aktivitas, materi latihan komunikasi-pasangan, dan buku latihan interaksi-siswa. Pada
bahan-bahan komunikasi-pasangan biasanya terdapat dua perangkat bahan untuk
sepasang siswa, setiap perangkat terdiri atas beragam informasi. Kadang-kadang
informasinya berbentuk melengkapi dan para anggota harus mencocokkan bagian tiaptiap jigsaw ke dalam kesatuan yang lengkap. Beberapa materi lain masih menyediakan
pengulangan dan pelatihan dalam formasi interaksional.
3) Realia
Para pendukung pendekatan komunikatif menyarankan penggunaan bahan-bahan
otentik, dari kehidupan dalam ruang kelas. Bahan ini termasuk realia yang
berdasarkan bahasa, seperti tanda-tanda, majalah, iklan, dan surat kabar; atau sumbersumber visual dan grafis, yang dapat dijadikan dasar untuk aktivitas komunikasi, seperti
peta, gambar, simbol, grafik, dan bagan. Berbagai objek lain masih dapat digunakan
untuk mendukung pelatihan-pelatihan komunikatif.
4. Prosedur
Pendekatan komunikatif pada dasarnya dapat diterapkan untuk pembelajaran
keterampilan berbahasa apa pun, dapat diterapkan pada berbagai tataran apa pun, dapat
diterapkan berbagai kegiatan kelas yang bervariasi. Namun, pelaksanaannya memang
tidak mudah dan perlu perencanaan yang baik dan matang. Finochiaro dan Brumfit
(1983) menawarkan garis besar pembelajaran untuk belajar fungsi membuat sebuah
saran bagi pembelajar pada tingkat awal program sekolah menengah pertama sebagai
berikut ini.
a. Penyajian dialog singkat atau beberapa dialog singkat sebelumnya didahului oleh
pemberian motivasi (yang menghubungkan situasi dialog dengan kemungkinan
pengalaman pembelajar dalam masyarakat) serta pembahasan fungsi dan situasi
(dialog). Pembahasan itu meliputi partisipan, peran, latar, topik, dan informalitas
atau formalitas bahasanya yang merupakan tuntutan fungsi dan situasi. Pada
tingkat awal, ketika semua pembelajar memahami bahasa ibu yang sama, motivasi
dapat pula diberikan dalam bahasa ibu mereka.

101
b. Pelatihan oral setiap ujaran yang diambil dari dialog untuk hari itu (pengulangan
seluruh kelas, setengah kelas, kelompok, individual) biasanya diawali dengan
pemberian model oleh guru. Bila dialog singkat digunakan, gunakan latihan oral
serupa.
c. Tanya jawab didasarkan pada topik dan situasi dialog itu sendiri.
d. Tanya jawab dihubungkan dengan pengalaman pribadi pembelajar, tetapi berkisar
pada tema dialog.
e. Kajilah salah satu ungkapan komunikatif dasar dalam dialog atau salah satu
struktur yang merupakan contoh fungsi. Anda dapat memberikan contoh-contoh
tambahan tentang kegunaan komunikatif dari ungkapan atau struktur tersebut.
Pemberian contoh itu diberikan dengan menggunakan kosakata yang dikenal baik
dalam ujaran atau dialog pendek yang tidak taksa (ambigu)dengan
menggunakan gambar, realia, atau dramatisasiguna menjelaskan makna
ungkapan atau struktur.
f. Penemuan generalisasi atau kaidah yang mendasari ungkapan fungsional atau
struktur oleh pembelajar. Langkah ini setidaknya mencakup empat butir: bentuk
tulis dan lisannya; posisinya dalam ujaran; formalitas dalam ujaran; dan dalam
sebuah struktur, fungsi, gramatika, dan makna.
g. Pengenalan lisan, aktivitas interpretatif (dua atau lima bergantung pada tahap
pembelajaran, tingkat pengetahuan bahasa pembelajar, dan faktor-faktor terkait).
h. Aktivitas produksi lisan dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai
yang lebih bebas.
i. Menyalin dialog atau dialog pendek atau modul bila tidak ada di dalam teks
pelajaran.
j. Pemberian tugas-tugas tulis untuk pekerjaan rumah, bila ada.
k. Evaluasi pembelajaran (hanya lisan).
Prosedur semacam itu masih banyak kesamaannya dengan apa yang kita lihat dalam
kelas-kelas yang diajar berdasarkan prinsip struktural-situasional dan audiolingual.
Dengan demikian, prosedur tradisional tidak ditolak di sini, tetapi mengalami penafsiran
ulang dan peluasan. Kemiripan dengan prosedur tradisional juga dijumpai dalam banyak
teks pendekatan komunikatif ortodoks seperti Mainline Beginners karya Alexander. Pada

102
buku itu sekalipun unit masing-masing memiliki fokus fungsional yang jelas, butir-butir
pembelajaran kemudian dikontekstualkan melalui pelatihan situasional. Ini berfungsi
sebagai pendahuluan bagi aktivitas pelatihan yang bebas, seperti main peran atau
improvisasi.
Teknik yang sama juga digunakan dalam buku Starting Strategies (Abbs dan
Freebairn, 1977). Dalam buku itu butir pembelajaran disajikan dalam bentuk dialog, butir
gramatikal dipisahkan untuk pelatihan terkontrol, kemudian dilakukan aktivitas yang
bebas. Pelatihan pasangan dan kelompok disarankan untuk mendorong pembelajar
menggunakan dan melatih fungsi dan bentuk. Prosedur metodologis yang mendasari teksteks itu mencerminkan serangkaian kegiatan seperti yang diajukan Littlewood (1981).
Aktivitas prakomunikatif:
a. aktivitas struktural,
b. aktivitas kuasikomunikatif.
Aktivitas komunikatif:
a. aktivitas komunikasi fungsional,
b. aktivitas interaksi sosial.
Pandangan di atas disanggah oleh Savignon. Ia tidak mengakui bahwa pembelajar
mulanya harus memiliki kontrol atas keterampilan individual seperti lafal, tata bahasa,
kosakata sebelum mereka diberikan kesempatan untuk menerapkannya dalam komunikasi
yang sesungguhnya. Dia yakin bahwa pelatihan komunikatif sudah dapat diberikan sejak
awal pembelajaran. Dengan demikian, persoalan penerapan prinsip pendekatan
komunikatif pada tataran prosedur pembelajaran di kelas masih menjadi pusat
perbincangan. Bahkan, perbedaan-perbedaan pendapat yang tajam mungkin masih akan
terjadi. Misalnya, bagaimanakah rentang aktivitas komunikatif harus diberi batasan?
Bagaimana guru dapat menentukan komposisi dan waktu untuk aktivitas yang memenuhi
kebutuhan pembelajar atau kelompok pembelajar tertentu? Pertanyaan mendasar
semacam itu tentu tidak dapat dijawab dengan mengajukan taksonomi dan klasifikasi
lebih jauh. Pertanyaan itu harus dijawab dengan penelusuran sistematis terhadap
kegunaan dari berbagai jenis aktivitas dan prosedur pembelajaran bahasa yang berbedabeda.

103
5. Simpulan
Pembelajaran bahasa komunikatif ini lebih tepat dianggap sebagai suatu
pendekatan daripada dianggap sebagai sebuah metode. Pertanyaan berikut yang menarik
dicermati pada bagian akhir ini adalah apakah pendekatan komunikatif itu masih relevan
untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dengan latar budaya
Indonesia? Apalagi, sekarang ini sudah mulai diterapkan kurikulum baru yang sering
disebut sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi? Lagi pula, dengan perkembangan
filsafat konstruktivisme di Indonesia masik laikkah pendekatan komunikatif itu
diterapkan dalam pembelajaran bahasa? Jawabnya, pendekatan komunikatif masih sangat
relevan untuk diterapkan sekarang ini dalam konteks pembelajaran bahasa apa pun di
Indonesia dalam berbagai jenjang pendidikan.
Coba Anda perhatikan ciri-ciri penting pendekatan komunikatif yang telah
dijelaskan pada bagian depan bagian ini.
a) Makna sangat penting
Pembelajaran bahasa pada era KBK juga mengutamakan pada makna dan bukan
pada bentuk. Fungsi komunikatif dalam pembelajaran bahasa diutamakan.
b) Kompetensi komunikatif merupakan tujuan utama dalam pembelajaran bahasa.
Belajar bahasa bertujuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dalam berbagai
situasi, baik formal maupun informal, lisan maupun tulis, melalui berbagai media, dan
sebagainya.
c) Kontekstualisasi merupakan pernyataan dasar
Ciri ini selaras dengan pendekatan kontekstual, di mana konteks pembelajaran
sangat penting. Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran itu haruslah membumi,
haruslah dihubungkan dengan realitas sehari-hari, dihubungkan dengan kebutuhan
masyarakat, dan sebagainya. Pendekatan komunikatif sangat selaras dengan pendekatan
kontekstual yang sekarang ini sedang dikembangkan di Indonesia. Oleh sebab itu,
pendekatan komunikatif masih tetap relevan dan aktual dan sesuai dengan perkembangan
psikologi konstruktivisme.
6. Rangkuman

104
Pendekatan komunikatif muncul sebagai reaksi atas pendekatan sebelumnya,
yakni audiolingual dan situasional yang dinilai sudah tidak layak lagi karena sudah tidak
sesuai dengan perkembangan teroi psikologi maupun perkembangan linguistik.
Pendekatan komunikatif didasarkan pada hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi.
Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa bermuara pada kompetensi komunikatif, yang
merupakan kompetensi yang bermatra majemuk, yakni meliputi kompetensi gramatikal,
kompetensi sosiolinguitik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategik. Pembelajaran
bahasa bukan sekadar menguasai kompetensi gramatikal, menguasai kaidah tata
bahasanya saja. Tetapi, kompetensi komunikatiflah yang utama.
Dengan tujuan utama adalah fungsi komunikatif, pendekatan komunikatif
mengatur model pembelajarannya selalu berpusat pada pembelajar. Guru merupakan
organisator, motivator, fasilitator. Pembelajaran kelompok maupun individual yang
memberdayakan siswa selalu diupayakan. Interaksi antarsiswa, siswa dengan guru sangat
tinggi. Bahan ajar diupayakan pada bahan ajar yang realistis, yang berakar pada realita
yang lazim disebut realia. Di samping itu, juga dikembangkan bahan ajar tekstual serta
bahan ajar tugas.
Pendekatan komunikatif masih relevan sampai kini, masih sesuai dengan
kurikulum berbasis kompetensi yang sedang dikembangkan di SMP, serta sesuai pula
dengan pembelajaran kontekstual yang digalakkan di SMP di seluruh Indonesia.
7. Pelatihan
a. Mengapa pembelajaran komunikatif dianggap masih relevan dengan kurikulum
berbasis kompetensi?
b. Tujuan pembelajaran komunikatif adalah pembelajar menguasai kompetensi
komunikatif. Bagaimana Anda merumuskan tujuan pembelajaran menyimak di
SMP?
c. Bagaimana Anda merancang kegiatan belajar mengajar pembelajaran membaca
dengan model komunikatif? Coba buatlah rancangannya dengan melihat ramburambu kompetensi dasar yang ada di kurikulum. Diskusikan dengan teman Anda,
hasil rancangan Anda!

105
d.

Dalam

pembelajaran

menulis

surat,

misalnya,

bagaimana

Anda

mengembangkan bahan ajarnya yang sesuai dengan pendekatan komunikatif?


e. Dapatkah dalam pembelajaran bahasa di kelas, guru menggunakan ragam
bahasa informal? Diskusikan hal itu dengan teman sejawat Anda, baik teman
sejawat yang mengajarkan bahasa Indonesia maupun guru mata pelajaran lain.

Anda mungkin juga menyukai