PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (UU
No.44/2009)
Sementara itu Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua
warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin.
(UUD 1945). Konstitusi Negara dan UU Nomor 40 Thun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah mengamanatkan untuk memberikan
perlindungan bagi fakir miskin, anak, dan orang terlantar serta orang tidak mampu
yang pembiayaan kesehatannya dijamin oleh Pemerintah. Keberadaan UU Nomor
40 Tahun 2004 ditindaklanjuti dengan terbitnya UU Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dimana diharapkan sampai tahun
2019 seluruh masyarakat Indonesia sudah Total Coverage dengan adanya lembaga
yang ditunjuk secara resmi oleh Pemerintah sesuai amanat dari UU tersebut. (UU
No. 40/2004)
Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari enam subsistem, yaitu subsistem
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat
dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Diakui masing-masing subsistem yang ada sangat tergantung pada subsistem
pembiayaan kesehatan. Salah satu bentuk reformasi pada subsistem pembiayaan
kesehatan di Indonesia adalah dikembangkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) yang ditetapkan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Undang-Undang SJSN merupakan suatu reformasi sistem jaminan sosial yang
meletakkan fondasi penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk jaminan atau
asuransi kesehatan sosial, secara konsisten dengan prinsip-prinsip universal dan
sesuai dengan Konvensi ILO Generasi II tahun 1952. (Depkes, 2009)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
2.1.1. Definisi Rumah Sakit
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (RI) menyatakan bahwa rumah sakit
merupakan pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan
medik spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan perawatan, baik rawat
jalan, rawat inap maupun pelayanan instalasi. Rumah sakit sebagai salah satu
sarana kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, dan atau masyarakat.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK.RI)
Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang
mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit,
peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara
(preventif),
(rehabilitatif)
yang
penyembuhan
dilaksanakan
penyakit
secara
(kuratif),
serasi
dan
dan
pemulihan
terpadu
serta
berkesinambungan.
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.
Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai
fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
A. Jenis Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, Rumah
Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
a. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit.
b. Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
5
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
b.
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang terbatas.
c. Rumah Sakit khusus kelas C
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang minimal.
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari:
a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari:
1. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, disebut
juga Rumah Sakit Vertikal
2. Rumah sakit pemerintah
3. Rumah sakit militer
4. Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta)
2.2. Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Organisasi pelayanan kesehatan rumah sakit, Puskesmas dan sebagainya,
sesungguhnya tidak hanya memberikan pelayanan medis professional, namun
juga memberikan pelayanan umum pada masyarakat. Sejak masuk halaman rumah
sakit, pasien, keluarga dan sahabatnya telah berharap agar mandapat pelayanan
umum yang memuaskan. Kenyamanan dan keamanan parkir, kewibaan satpam
yang santun, petugas informasi yang ramah, petugas loket yang cekatan,
kenyamanan ruang tunggu, antrian yang tidak lama, kebersihan toilet, kemudahan
administrasi dan sebagainya. Mutu pelayanan umum (non-teknis medis) akan
memberikan kontribusi cukup besar pada kepuasan pasien atau pelanggan.
Pelayanan umum pemerintah pada dasarnya tidak berbeda dengan sektor swasta.
Pedoman tata laksana pelayanan umum, telah dikeluarkan oleh Menteri
Penertiban Aparatur Negara (Men.PAN) bagi organisasi pemerintah (termasuk
organisasi pelayanan kesehatan), yang dapat menjadi pedoman pula bagi rumah
sakit swasta dan sebagainya, dalam mewujudkan pemberian pelayanan umum
7
Untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman
pada standar yang telah ditetapkan, disusunlah protokol. Protokol (pedoman,
petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara
sistematis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh pelaksana dalam mengambil
keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Makin dipatuhi
protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar yang telah ditetapkan,
dipergunakanlah indikator. Indikator (tolak ukur) adalah ukuran kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan
indikator, makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.
2.3. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
2.3.1. Sejarah
Beberapa fakta paradoks yang menggambarkan bagaimana kebijakan publik
sektor kesehatan telah membiarkan ribuan rakyat jatuh miskin, bahkan mati,
karena tidak memiliki cukup uang di kantong untuk berobat. Sistem kesehatan
Indonesia telah dibangun atas dasar sistem superkapitalis di mana di rumah sakit
milik pemerintah sekalipun seorang rakyat bisa jatuh miskin atau mati ketika
bencana sakit berat menimpanya. Berbeda dengan keinginan pendirian negeri
dalam pembukaan UUD45, di mana seharusnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dibangun untuk melindungi rakyat, dalam praktik sektor
kesehatan sebelum Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berfungsi penuh, rakyat
tidak terlindungi dari jatuh miskin atau mati sekalipun. Banyak kasus dilaporkan
berbagai media atau dialami oleh jutaan rakyat dalam menghadapi bencana sakit
yang dideritanya.
Betapa mahalnya hidup sehat bagi yang terkena bencana atau musibah sakit.
Sementara biaya berobat tidak masuk Sembilan bahan pokok, kontrol dan subsidi
harga berobat di fasilitas kesehatan swasta belum pernah terjadi. Rakyat
memahami betapa menderitanya mereka ketika hidup susah, gaji kecil, dan biaya
berobat sangat tinggi. Rakyat mendambakan biaya obat gratis. Kadang mereka
frustasi dan ada yang pernah bunuh diri karena tidak mampu membayar biaya
berobat. Apakah ada yang gratis di muka bumi ini? Tidak ada. Kita harus
membayar dengan uang, tenaga, atau waktu. Lalu, jika kita ingin semua rakyat
terbebas dari beban biaya berobat mahal (biaya yang harus dibayar jauh lebih
9
besar dari upah atau pendapatannya per bulan / per tahun), siapa yang harus
bayar? Yang terbaik adalah rakyat membayar ketika sehat dan tidak perlu
membayar ketika sakit. Cara bayar ketika sehat dapat berbentuk dalam membayar
pajak dan atau membayar iuran JKN. Di Indonesia hal ini belum banyak
dipahami.
Asuransi kesehatan di Indonesia merupakan hal yang ralatif baru bagi kebanyakan
penduduk Indonesia karena istilah asuransi/jaminan kesehatan belum menjadi
perbendaharaan kata umum. Pemahaman tentang asuransi kesehatan masih sangat
beragam sehingga tidak heran-misalnya di masa lampau-banyak orang yang
menyatakan bahwa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
bukanlah asuransi kesehatan-hanya karena namanya memang dipilih tidak
menggunakan kata-kata asuransi.
Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan lambat dibandingkan
dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa Negara tetangga di
ASEAN. Secara teoretis beberapa factor penting dapat dikemukakan sebagai
penyebab lambatnya pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia, diantaranya
Demand dan pendapatan penduduk yang rendah, kurangnya kemauan pemerintah,
budaya berasuransi, yang belum baik, dan buruknya kualitas pelayanan kesehatan
serta tidak adanya kepastian hukum di Indonesia.
Sesungguhnya, pemerintah Indonesia sudah mulai memperkenalkan asuransi pada
tahun 1947, dua tahun setelah merdeka. Dimulai dengan asuransi soaial dalam
bidang kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pemerintah mewajibkan semua
perusahaan untuk mengasuransikan karyawannya. Namun karena situasi
keamanan Negara saat itu, maka belum memungkinkan terlaksana.
Setelah kestabilan politik relative tercapai, di tahun 1960 pemerintah mencoba
memperkenalkan lagi konsep asuransi kesehatan melalui Undang-Undang Pokok
Kesehatan Tahun 1960 yang meminta pemerintah mengembangkan dana sakit
dengan tujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh
rakyat. Akan tetapi gagal dilaksanakan karna faktor sosial ekonomi yang belum
kondusif. Pada tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) mengeluarkan Surat
Keputusan untuk mendirikan dana mirip JKN guna mewujudkan amanat UndangUndang Kesehatan Tahun 1960. Namun tidak berfungsi juga dan tidak terwujud
juga.
10
Sampai tahun 1968, tidak ada perkembangan yang berarti dalam bidang asuransi
kesehatan di Indonesia. Upaya pengembagan asuransi kesehatan sosial yang lebih
sistematis mulai diwujudkan di tahun 1968 ketika Menteri Tenaga Kerja
(Menaker) Awaludin Djamin, mengupayakan asuransi kesehatan bagi pegawai
negeri dan keluarganya dan menjadi asuransi sosial kesehatan pertama di
Indonesia, yang kini lebih dikenal dengan nama ASKES.
Program asuransi kesehatan pegawai negeri ini awalnya dikelola oleh suatu badan
di Departemen Kesehatan yang dikenal dengan Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK). Administrasi keuangan di Departemen
umumnya lambat dan birokratis sehingga tidak mendorong manajemen yang baik
dan memuaskan pemangku kepentingan (Stake Holder). Oleh karenanya Askes
kemudian dikelola secara korporat dengan mengkonversi BPDPK menjadi
Perusahaan Umum (Perum) yang dikenal dengan Perum Husada Bakti (PHB) di
tahun 1984. Perubahan menjadi PHB membuat pengelolaan Askes, yang pada
waktu itu dikenal juga dengan istilah Kartu Kuning, lebih fleksibel. Istilah Kartu
Kuning dikenal sejak program dikelola oleh BPDPK karena kartu peserta
berwarna kuning. Kemudian status Perum dinilai pemerintah kurang leluasa untuk
pengembangan
asuransi
kesehatan
kepada
pihak
luar
pegawai
negeri.
11
Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari enam subsistem yaitu upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan. Diakui masingmasing subsistem memiliki peran vital, akan tetapi keberhasilan seluruh subsistem
yang ada sangat tergantung pada subsistem pembiayaan kesehatan. Salah satu
bentuk reformasi pada subsistem pembiayaan kessehatan di Indonesia adalah
dikembangkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan
dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Undang-Undang SJSN
merupakan suatu reformasi sistem jaminan sosial yang meletakkan fondasi
penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk jaminan atau asuransi kesehatan sosial,
secara konsisten dengan prinsip-prinsip universal dan sesuai dengan konvensi ILO
generasi II tahun 1952. (Depkes, 2009)
Konsep yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR adalah bahwa dibentuk
dua BPJS Nasional. Dalam pembagian kesepakatan, BPJS Kesehatan mengelola
satu Program yang dari sudut sifat asuransinya berjangka pendek, artinya iuran
dibayar bulan ini digunakan untuk membayar klaim yang terjadi di bulan yang
sama. Sementara BPJS Ketenagakerjaan mengelola Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun (fully funded), dan Santunan Kematian untuk
seluruh penduduk Indonesia. Program Jaminan Kesehatan berlaku untuk pekerja
dan anggota keluarganya. Dua program BPJS Ketenagakerjaan juga merupakan
program jangka pendek yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian
tetapi hanya menjamin pekerja.
Sesuai dengan UU.RI Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), maka pada tanggal 1 Januari 2014 program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dimulai dan PT.ASKES (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan. BPJS Kesehatan merupakan Badan Hukum Publik yang langsung
bertanggung jawab kepada Presiden untuk mengelola Jaminan Kesehatan seluruh
rakyat Indonesia.
2.3.2. Dasar Hukum
Jaminan Kesehatan bagi semua orang merupakan hak azasi manusia, berdasarkan
kepada :
1) Pancasila Sila Ke 5
2) Dekalrasi PBB tahun 1948 tentang HAM, pasal 25 ayat (1)
12
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
2.
Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau
anggota keluarganya. Setiap peserta berhak untuk memperoleh Jaminan
Kesehatan yang bersifat komprehensif (menyeluruh) yang terdiri dari:
a. pelayanan kesehatan pertama, yaitu Rawat Jalan Tingkat Pertama
(RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
b. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu Rawat Jalan
Tingkat Lanjutan (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)
c. pelayanan persalinan
d. pelayanan gawat darurat
14
4.
15
pelayanan
di
setiap
fasilitas
kesehatan.
Kriteria
Pelayanan
kesehatan
yang
dilakukan
tanpa
melalui
prosedur
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
11. Pengobatan
komplementer,
alternatif
dan
tradisional,
termasuk
berdasarkan
penilaian
teknologi
kesehatan
(health
technology
assessment);
12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen);
13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,
kejadian luar biasa/wabah; dan
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat
jaminan kesehatan yang diberikan;
17. Klaim perorangan.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
A. Fasilitas Kesehatan
Pelayanan rawat jalan dan rawat inap dapat dilakukan di:
1. Klinik utama atau yang setara;
2. Rumah sakit umum; dan
3. Rumah sakit khusus.
Baik milik pemerintah maupun swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
B. Cakupan Pelayanan
1.
17
Cakupan pelayanan rawat inap tingkat lanjutan adalah sesuai dengan seluruh
cakupan pelayanan di RJTL dengan tambahan akomodasi yaitu perawatan inap
non intensif dan perawatan inap intensif dengan hak kelas perawatan sebagaimana
berikut:
a. Ruang perawatan kelas III bagi:
1) Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
2) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b. Ruang perawatan kelas II bagi:
1) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
2) Anggota TNI dan penerima pension Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
3) Anggota Polri dan penerima pension Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
4) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu koma lima) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya; dan
5) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
c. Ruang perawatan kelas I bagi:
18
d. Jenis alat kesehatan di luar paket INA CBGs adalah sebagai berikut:
Kacamata
e.
Protesa gigi
Collar neck
Kruk
Tarif alat kesehatan di luar paket INA CBGs sebagaimana peraturan yang
berlaku
C. Prosedur
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari
fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas
dan surat rujukan
c. Fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan
keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam
aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian
tindakan, obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)
f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan
pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh
masing-masing fasilitas kesehatan
g. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke poli lain selain yang
tercantum dalam surat rujukan dengan surat rujukan/konsul intern.
h. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke Fasilitas kesehatan lanjutan
lain dengan surat rujukan/konsul ekstern.
i. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di Faskes tingkat lanjutan
karena kondisi belum stabil sehingga belum dapat untuk dirujuk balik ke
Faskes tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis membuat
surat keterangan yang menyatakan bahwa pasien masih dalam perawatan.
20
j. Apabila pasien sudah dalam kondisi stabil sehingga dapat dirujuk balik ke
Faskes tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis akan
memberikan surat keterangan rujuk balik.
k. Apabila Dokter Spesialis/SubSpesialis tidak memberikan surat keterangan
yang dimaksud pada huruf i dan j maka untuk kunjungan berikutnya
pasien harus membawa surat rujukan yang baru dari Faskes tingkat
pertama.
2.
Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih
biaya yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang
bersangkutan atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan yang setara
Rujukan Parsial
22
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka pada SEP
pasien diberi keterangan Rujukan Parsial, dan rumah sakit penerima
rujukan tidak menerbitkan SEP baru untuk pasien tersebut.
d. Biaya rujukan parsial menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk
dan pasien tidak boleh dibebani urun biaya.
e. BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan sesuai dengan paket INA
CBGs ke Fasilitas Kesehatan perujuk
4. Pelayanan Alat Kesehatan di luar paket INA CBGs
a. Dokter Spesialis menuliskan resep alat kesehatan sesuai indikasi medis
b. Peserta mengurus legalisasi alat kesehatan ke petugas BPJS Center atau
Kantor BPJS Kesehatan.
c. Peserta dapat mengambil alat kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit atau di jejaring fasilitas kesehatan penyedia alat kesehatan di luar
paket INA CBGs yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, Peserta
wajib membawa :
23
Mulai
LOKET PENDAFTARAN
Pemeriksaan Eligilitas
peserta
Dan
Surat Rujukan
BPJS CENTER
Pengeceka
n Ulang
status
eligibilitas
peserta
Konfirmasi
eligibilitas
kepesertaan
dengan pihak
RS
tidak
ya
Peserta
menunjukkan
identitas peserta
Tujuan
Peserta:
Poli Spesialis
IGD
Rawat Inap
Peserta
BPJS
Elijibel
tidak
Konfirmasi
status
kepesertaan
Ya
KANTOR CABANG
Ya
Peserta
BPJS?
tidak
Tidak
dijamin
Utk Proses lebih
lanjut agar peserta
mengurus adm.
Kepesertaan dahulu
Penerbitan
Surat Eligibilitas
Peserta
(SEP)
Surat Eligibilitas
Peserta
(SEP)
Legalitas
Surat
Elijibilitas
Peserta
Pemberian pelayanan
kesehatan sesuai
indikasi medis dan
paket INA-CBGs
(IGD,RaNap,RaJal)
24
Penyelesaian
administrasi
kepesertaan
sesuai alur
kepesertaan
2.
1.
Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria
gawat darurat yang berlaku.
2.
3.
Cakupan pelayanan gawat darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan
rawat inap di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan.
C. Prosedur
1.
25
26
Pasie
n
Rujuk/Rujuk Balik
Faskes
Emergency Primer
Rumah
Sakit
Klaim
BPJS
Pelayanan Ambulans
A. Fasilitas Kesehatan
1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang mempunyai ambulan
2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang mempunyai ambulan
Dalam penyelenggaraan pelayanan ambulan, fasilitas kesehatan dapat
melakukan kerja sama dengan pihak ketiga sebagai jejaring, antara lain:
a. Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang mempunyai ambulan
b. Ambulan 118
c. Yayasan penyedia layanan ambulan
B. Cakupan Pelayanan
1. Pelayanan Ambulan diberikan pada transportasi darat dan air bagi pasien
dengan kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan, disertai dengan upaya
atau
kegiatan
menjaga
kestabilan
kondisi
pasien
dengan
tujuan
27
28
29
FASKES
PROVIDER AMBULAN
Menerima
informasi
kebutuhan
Mulai
Peserta berobat
ke faskes
primer atau
faskes lanjutan
Identitas Peserta BPJS
dan kelengkapan
berkas lain
Menerima
informasi
kebutuhan
Ambulan
tersedia
Peserta
membutuhkan
pelayanan
ya
tidak
Mengirimkan
Unit Ambulan
sesuai
kebutuhan
Faskes
punya
Ambulan
ya
Pemberian
Pelayanan
Ambulan
tidak
Pelayanan Ambulan
oleh Faskes Perujuk
Menghubungi Provider
pelayanan Ambulan yang
telah bekerjasama dgn
BPJS Kesehatan (daftar
provider ambulan
disediakan)
Menghubungi BPJS
Kesehatan
30
BPJS KESEHATAN
Mengkomunikasikan
dgn pihak RS dan
BPJS Kesehatan
Mencari dan
menyediakan
Fasilitas
Ambulan
Mengirimkan unit
ambulan sesuai
kebutuhan
Sumatera
Barat,
pada
bulan
September
2008.
Kemudian
31
rumah sakit diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis
yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama. Dalam pembayaran
menggunakan CBGs, baik rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci
tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan
menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kodenya. (Basirun,2013)
Dasar pengelompokkannya dengan menggunakan:
a. ICD 10 untuk Diagnosis terdiri dari 14.500 kode
b. ICD 9-CM untuk Prosedur / Tindakan terdiri dari 8.500 kode.
Untuk penulisan dan mengkombinasikan kode diagnosis dan prosedur tidak
mungkin dilakukan secara manual, maka diperlukan yang namanya Grouper.
Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam group-group. Terdiri
dari 31 CMG (Casemix Main Group) dan 1077 kode Ina-CBGs yang terdiri dari
789 kode untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan. Kode-kode tersebut akan
dibuatkan oleh petugas kode yang disebut Coder dan kegitannya dinamakan
Coding.
Tarif Ina-CBGs 2012 mulai diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2013 melalui
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
32
sebenarnya.
Tidak memberikan Reward terhadap Provider yang melakukan
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
A. Sejarah Organisasi
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi secara historis berasal dari
Rumah Sakit Immanuel yang dikelola oleh Yayasan Baptis Indonesia sejak tahun
1978. Pada tahun 1982 berdasarkan Surat keputusan Menteri kesehatan RI Nomor
: 365/Menkes/SK/VIII/1982 ditetatpkan sebagai RSU Vertikal Kelas C.
Pada tahun 2002 dengan Surat keputusan menteri Kesehatan RI Nomor :
21/Menkes/SK/I/2002 RSU Bukittinggi ditetapkan sebagai Pusat Pengembangan
Pengelolaan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi.
Pada tanggal 5 April 2005 P3SN RSUP Bukittinggi berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 495/Menkes/SK/IV/2005 ditingkatkan
kelembagaannya menjadi Pusat Rujukan Penanggulangan Kasus Stroke sebagai
Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB).
33
2.
kepuasan pelanggan
Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penelitian stroke sesuai dengan
3.
kemajuan IPTEKDOK
Mengembangkan jejaring pelayanan stroke secara nasional, regional, dan
4.
internasional
Mengembangkan inovasi pelayanan stroke terpadu yang mendukung wisata
kesehatan
kaidah
Good
Corporate
34
Governance,
dengan
tetap
c.
d.
e.
rumah sakit
Terciptanya berbagai jenis pelayanan yang mendukung wisata kesehatan
Terciptanya Good Corporate Governance.
5.
35
6.
7.
8.
9.
stroke
Pengembangan sistem jejaring pelayanan penyakit stroke
Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang penanggulangan
penyakit stroke
10. Pelaksanaan administrasi umum dan keuangan.
F. Budaya Organisasi Rumah Sakit
Budaya adalah cerminan perilaku karyawan dalam melakukan interaksi satu sama
lain dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Hal ini bermanfaat untuk
menghindari friksi antara sesama karyawan, saling curiga mencurigai dan saling
tidak percaya atau adanya konflik kerja. Untuk itu perlu dikembangkan Trust
and Belief antara pimpinan dan karyawan, serta antar sesama karyawan,
sehingga tercipta Team Work melalui adanya Team Building.
Dalam mewujudkan pelayanan yang bermutu di rumah sakit, Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi memiliki tata nilai yang disepakati dan diamalkan oleh
setiap karyawan rumah sakit. Budaya yang dikembangkan adalah C A N T I K
yang diterjemahkan sebagai berikut:
C = Cepat dalam memberikan pelayanan
A = Akurat dalam melakukan tindakan
N = Nyaman dalam segala tindakan yang diberikan
T = Tepat dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan
I = Inovatif dalam melakukan pengembangan layanan baru
K = Kreatif dalam mencari kreasi baru dalam rangka
pengembangan
pelayanan
G. Nilai Nilai
1. Kebersamaan, dimaksudkan mengutamakan kerja sama tim
2. Profesionalisme, dimaksud adalah bekerja sesuai dengan sistem dan
prosedur yang telah ditentukan
3. Kejujuran, berani menyatakan kebenaran dan kesalahan berdasarkan data
dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
4. Keterbukaan, dimaksud keterbukaan dalam mengemukakan pendapat dan
menerima pendapat dari pihak lain
5. Disiplin, berusaha menegakkan disiplin baik untuk diri sendir maupun
terhadap lingkungan
H. Motto
Kemandirian Penderita Stroke Tujuan Pelayanan Kami
I. Susunan Organisasi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
(Ada di halaman lampiran).
36
J.
NO
JENIS PEKERJAAN
1.
Dokter Umum
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dokter Spesialis
Dokter gigi
Perawat
Bidan
Administrasi
Paramedis Non Perawat
Jumlah
JUMLAH
31
11
4
218
8
193
130
595
37
5.
6.
7.
8.
kebijakan
penerapan
konsep
INA-CBGs
sebagai
sistem
38
39
laboratorium ini juga melayani pasien luar yang sudah mendapatkan surat
permintaan pemeriksaan dari dokter.
Pemeriksaan terhadap spesimen dilakukan oleh dokter spesialis patologi
klinik, sesuai dengan jadwal pemeriksaan. Untuk menjaga mutu hasil
pemeriksaan, instalasi ini juga melakukan pemeriksaan mutu internal dan
eksternal yang dilakukan setiap tahun.
Dalam prosedur pemeriksaan darah pasien rawat inap, kadang masih terjadi
pemeriksaan darah pasien yang terlewati disebabkan belum adanya sistem
prosedur operasional (SPO) serah terima permintaan pemeriksaan dari petugas
ruang rawat inap dengan petugas laboratorium.
4. Instalasi Elektromedik
Instalasi ini merupakan instalasi yang menyokong untuk tegaknya diagnosa
seorang pasien. Adapun alat yang ada antara lain:
Elektro Enchepalo Graphy (EEG)
Electro Cardio Graphy (EKG)
Ultra Sono Graphy (USG)
Trans Cranial Doppler (TCD)
5. Instalasi Laundry dan Sterilisasi
Petugas di instalasi ini ada 6 orang. Kain yang masuk pada inslasai londry
dipisahkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Kain bersih ( Non Infeksius)
Kain Setengah Kotor (Infeksius)
Kain Kotor (Infeksius)
Pada unit sterilisasi Proses sterilisasi dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu
hari.
6. Instalasi Farmasi
Instalasi farmasi terdiri dari beberapa unit, yaitu:
Unit rawat jalan
Unit rawat inap
Gudang farmasi
40
Unit produksi
Unit sterilisasi
7. Instalasi Rekam Medis
Instalasi rekam medis mempunyai satu ruang central tempat penyimpanan
status. Status di atas lima tahun yang sudah tidak aktif lagi akan dimusnahkan
dari tempat penyimpanan.
8. Instalasi TURP
Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) merupakan instalasi yang
memberikan pelayanan langsung tentang administrasi Asuransi Jaminan
Kesehatan Nasional dan Asuransi Inhealth.
9. Instalasi Radiologi
Jumlah tenaga di instalasi ini sebanyak 9 orang. Pelayanan yang dimiliki
adalah: Rontgen, CT Scan, Panoramik Dental. Proses pencetakan Film
Rontgen sudah menggunakan Komputer.
10. Instalasi Pemeliharaan Sarana
Petugas yang ada di inslasi ini sebanyak 16 orang. Instalasi ini mempunyai
tugas memperbaiki sarana rumah sakit baik medis maupun non medis, serta
melakukan kalibrasi alat secara berkala.
11. Instalasi Kesling
Tenaga yang ada di instalasi ini sebanyak 7 orang. Instalasi kesehatan
lingkungan sudah memiliki incenarotar dan IPAL. Selain itu, instalasi ini
sedah mempunyai depot air minum sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah
sakit.
12. Instalasi Gizi
Instalasi ini mengatur pengolahan dan distribusi kebutuhan makanan untuk
pasien di rumah sakit. Ada yang unik dan menjadi cirri khas dari pelayanan
yang diberikan oleh Instalasi Gizi di RSSN Bukittingi, yaitu adanya
pemberian Welcome Fruit atau pemberian buah-buahan pembuka untuk
pasien rawat yang baru datang di ruangan rawatan. Tetapi masih terbatas di
ruangan tertentu.
Dikepalai oleh seorang Kepala Instalasi dan dibantu seorang Kepala Ruangan
dalam mengelola instalasi ini. Untuk mutu makanan di bawah pengawasan
oleh ahli Gizi. Untuk pelaksanaan pengelolaan dan pendistribusian makanan
di lakukan oleh beberapa tenaga pelaksana.
Berdasarkan wawancara yang di lakukan kepada Kepala Ruangan, untuk
penilaian Mutu layanan di Instalasi Gizi adalah dengan menilai apakah menu
41
sudah cukup baik atau belum, diminati atau tidak olleh pasien, serta membuat
menu yang berbeda untuk selama 10(sepuluh) hari dalam setahun.
Program menu makanan pasien dilakukan sesuai instruksi dokter yang
merawat pasien. Kemudian dilakukan pengkajian oleh ahli nutrisi untuk
kesesuaian kebutuhan pasien
13. Instalasi ICU
Jumlah tenaga yang ada di instalasi ini sebayak 15 orang dengan jumlah bad 7
buah. Pelayanan di instalasi ini didukung dengan peralatan medis yang
lengkap seperti :
1)
Defibrilator, untuk alat pacu jantung
2)
Ventilator, untuk alat bantu pernafasan
Monitoring EKG, untuk memantau hemodinamik pasien
14. Instalasi Rawat Inap A
Instalasi rawat inap A dengan jumlah bad 72 buah dibagi menjadi beberapa
ruangan, yaitu:
1) Ruangan HCU (Hight Care Unit)
Dengan jumlah bad sebanyak 3 buah
2) Ruangan Bedah syaraf
Dengan jumlah bad sebanyak 2 buah
3) Ruangan Neurologi
Dengan jumlah bad sebanyak 35 buah
4) Ruangan Mata
Dengan jumlah bad sebanyak 2 buah
5) Ruangan Anak
Dengan jumlah bad sebanyak 9 buah
6) Ruangan Interne
Dengan jumlah bad sebanyak 21 buah
15. Instalasi Rawat Inap B
Instalasi Rawat Inap B terdiri dari 3 ( tiga ) Paviliun yaitu Paviliun Merapi,
Paviliun Singgalang dan Paviliun Sago dengan jumlah tempat tidur sebanyak
40 tempat tidur. Dimana untuk ruangan rawatan bagi pasien di bagi menjadi 2
ruangan yaitu VIP dan klas I.
16. Instalasi Rawat Inap C
Instalasi rawat inap C merupakan ruang rawatan kelas III yang mempunyai 3
lantai. Lantai 1 dan 2 merupakan ruang rawatan pasien neuro, sedangkan
lantai 3 merupakan ruang rawatan pasien interne. Untuk jumlah bad di lantai 1
sebanyak 18 bad, lantai 2 sebanyak 24 bad, dan lantai 3 sebanyak 24 bad.
Jumlah tenaga yang ada di IRNA C ini sebanyak 53 orang.
42
BAB IV
GAMBARAN UMUM INSTALASI TATA USAHA RAWAT PASIEN (TURP)
4.1. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional mengamanahkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan
jaminan sosial untuk hidup layak, termasuk di bidang kesehatan. Pemerintah
menargetkan pada tahun 2014 seluruh rakyat Indonesia sudah mendapatkan
jaminan kesehatan atau yang dikenal dengan istilah Universal Coverage.
Pencapaian Universal Coverage tentunya bukan pekerjaan mudah.
Dibutuhkan dukungan sistem, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia
yang handal agar program jaminas kesehatan tersebut dpat sejalan dengan
optimal. Salah satu instansi yang memiliki peran penting dalam hal ini adalah
rumah sakit.
Rumah sakit adalah lembaga kesehatan yang padat karya dan padat modal.
Pelayanan yang diberikan di rumah sakit sangat banyak dan beragam. Dalam hal
43
untuk
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
berupa
44
4.3. Peran
Peran Instalasi TURP dalam organisasi rumah sakit adalah melaksanakan
salah satu program kerja rumah sakit di bidang pelayanan administrasi pasien
agar kegiatan pelayanan dapat berjalan lancer secara efektif dan efisien.
4.4. Jumlah dan Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Sesuai dengan struktur organisasi RSSN Bukittinggi, maka jumlah dan
kualifikasi staf/petugas Instalasi TURP adalah:
No
1
2
3
4
5
6
7
NAMA
Anferi Devitra,SKM,MARS
Maita Sumeri,SE
Welly AR,SE
Fitrah Delina Putri,Amd.PK
Dewi Istiani,Amd.RM
Roberto Rizano,Amd.RM,IKA
Benny Yufrial,Amd
STATUS
PNS
PNS
PNS
HONOR
HONOR
HONOR
HONOR
GOL
III-B
III-B
III-B
-
PENDIDIKAN
S2-MARS
S1-Manajemen
S1-Manajemen
D3-Akutansi
D3-Rekam Medik
D3-Rekam Medik
D3-Komputer
45
Direktur Utama
RSSN
Direktur Keuangan
da Administrasi
Umum
Kepala Instalasi
TURP
Kepala Ruangan
(tidak ada Staf)
CODER
Verifikator
Pengesahan
SEP
46
c. Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan kendali biaya dapat meminta
informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan
dan
riwayat
pengobatan
Peserta
dalam
bentuk
Klaim Kolektif
Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta, baik Tingkat
Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan
diberikan.
b.
Klaim Perorangan
47
48
c. Tarif paket INA CBGs sudah mencakup biaya seluruh pelayanan yang
diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan, baik biaya administrasi, jasa
pelayanan, sarana, alat/bahan habis pakai, obat dan lain-lain.
d. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya menggunakanaplikasi INA
CBGs Kementerian Kesehatan yang berlaku.
Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/ Kantor Operasional Kabupaten/Kota
BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Resume medis/laporan status pasien/keterangan diagnosa dari dokter yang
merawat bila diperlukan
c) Bukti pelayanan lainnya, misal:
49
Laporan operasi
3. Gawat Darurat
Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas Kesehatan yang Kerja Sama dengan BPJS
Kesehatan Adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi
pengajuan klaim kolektif pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama dan di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan.
4. Ambulan
Klaim pelayanan ambulan diajukan oleh Fasilitas Kesehatan ke BPJS Kesehatan,
bukan oleh pihak ketiga penyelenggara pelayanan ambulan yang merupakan
jejaring Fasilitas Kesehatan.
50
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Masalah
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, maka didapatkan identifikasi
masalah sebagai berikut:
Tabel 5.1
Identifikasi Masalah di Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP)
No
1
MASALAH
Penulisan Diagnosis belum sesuai
DATA PENDUKUNG
a. Sosialisasi tentang konsep dasar INA-CBGs ke
a.
optimal.
Petugas di Instalasi TURP masih kurang.
b.
a.
belum optimal.
Ruangan di Instalasi TURP belum mendukung
kurang
c.
d.
a.
51
Masalah
Bobot
Gawat
Skor BxS
Kriteria
Besar
Skor BxS
Trend
Skor BxS
Total
Prioritas
16
16
16
48
2
3
INA-CBGs
Jumlah tenaga masih kurang
Sarana dan Prasarana yang
21
16
16
12
44
masih kurang
Alokasi dana untuk
12
30
52
53
GAMBAR 5.3
FISH BONE Penyebab Masalah di Instalasi TURP RSSN Bukittinggi
MONEY
MAN
METODE
Kepatuhan Provider
dalam penulisan Diagnosis
belum sesuai konsep dasar
INA-CBGs
Sistem Jaringan
Komputer belum
terintegrasi
Jaringan SIMRS
Terpadu belum
dimiliki
MATHERIAL
ENVIRONMENT
54
Pelayanan Instalasi
TURP
Belum Optimal
Man
a. Membuat kebijakan aturan atau protap untuk provider dalam
menuliskan Diagnosis yang sesuai dengan konsep dasar sistem
pembayaran INA-CBGs.
b. Mengusulkan penambahan staf administrasi dan coder.
c. Mengadakan Simposium dan Workshop tentang program sistem INACBGs untuk Provider dan Staf di RSSN Bukittinggi.
d. Mengadakan koordinasi dengan provider dan unit terkait tentang
program sistem INA-CBGs.
2.
Money
Membuat perencanaan penganggaran pengembangan Instalasi TURP dan
SIMRS sebagai penunjang pelaksanaan Sistem Layanan Terpadu di
RSSN Bukittinggi.
3.
Material
a. Merencanakan pengadaan unit komputer yang dapat mendukung
penggunaan program sistem INA-CBGs.
b. Merencanakan pembuatan jaringan informasi SIMRS Terpadu yang
mendukung pelayanan Instalasi TURP
c. Merencanakan program jaringan SIMRS terintegrasi di seluruh
rumah sakit.
4.
Metode
a. Sosialisasi program sistem INA-CBGs di seluruh rumah sakit,
terutama Provider.
b. Melakukan pengawasan dan penilaian program sistem INA-CBGs di
rumah sakit.
55
5.
Environment
a. Mengusulkan pembangunan perluasan ruangan Instalasi TURP agar
dapat mendukung Sistem Pelayanan Terpadu di RSSN Bukittinggi.
b. Mengusulkan kerjasama dengan rumah sakit jejaring dan institusi
terkait dalam menyelenggarakan program JKN.
1
2
3
4
5
56
DES
NOV
OKT
SEP
AGS
JUL
JUN
MEI
APR
MAR
KEGIATAN
JAN
No
FEB
TAHUN 2015
Tabel 5.5.2
Rencana Monitoring Dan Evaluasi Pelayanan Instalasi TURP 2015
No
Kegiatan
Input
1.
2.
3.
4.
3
Proses
Output
1. Panitia
1. Pembuatan surat,
2. Peralatan, berupa
terdiri dari:
1. Undangan dicetak
computer
undangan dan
sesuai dengan
3. ATK berupa amplop,
surat permohonan
kebutuhan.
Persiapan Administrasi surat
kertas HVS, dan
kepada pihak
2. Surat dan undangan
tinta printer
manajemen.
yang dikirim samapi
4. Dana untuk
2. Pengiriman dan
ke tujuan.
mencetak surat dan
penyebaran surat,
menyebarkannnya
serta undangan.
Persiapan tempat,sound
Peminjaman tempat, Tempat, laptop, LCD,
sistem, Laptop, LCD dan
Surat peminjaman
laptop, LCD, dan
dan infokus dapat
infokus
dipinjam
Infocus
Pelaksanaan sosialisasi
5.
1.
2.
3.
Panitia
Pihak Manajemen
Unit terkait
Materi yang akan
disampaikan
Sarana dan
prasarana meliputi
tempat, sound
system, laptop,
LCD, dan infokus.
Panitia pelaksana
Dana
Peralatan, meliputi
komputer dan
printer
Outcome
Impact
Persiapan administrasi
berjalan lancar
menunjang kegiatan
sosialisasi.
Kegiatan sosialisasi
berjalan dengan lancar
ditujang kelengkapan
sarana dan prasarana
Pemberian materi
dan diskusi/tanya
jawab antar Kepala
instalasi, kepala
ruangan dan unit
terkait.
Unit terkait
melaksanakan program
sesuai dengan standar
yang ada.
Pelaksanaan kegiatan
oleh petugas
sesuaidengan sosialisai
yang diberikan.
Pembuatan laporan
Laporan diserahkan
kepada direktur
keuangan dan
administrasi umum
57
Realisasi
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Observasi dan Wawancara yang telah dilakukan di
Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) Rumah Sakit Stroke Nasional
(RSSN) Bukittinggi, Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan antara lain:
1. Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi, Sumatera Barat adalah
rumah sakit tipe B vertikal dan pengelolaannya di bawah tanggung jawab
Departemen Kesehatan.
2. Pelayanan RSSN Bukittinggi melayani penderita kasus penyakit Stroke
dan Non Stroke.
3. RSSN Bukittinggi melayani pasien umum, peserta inhealth dan SJSN.
4. Instalasi TURP berada dibawah kepemimpinan Direktur Keuangan Dan
Administrasi Umum.
5. Instalasi TURP adalah instalasi administrasi pasien yang menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan administrasi pembiayaan pasien
peserta SJSN dan Inhealth.
6. Peran Instalasi TURP dalam menjalankan program pelayanan klaim
asuransi di rumah sakit sangat penting dalam menyelesaikan administrasi
dan keuangan rumah sakit.
7. Peningkatan dan penilaian indikator mutu pelayanan Instalasi TURP
dengan merencanakan jumlah, mutu tenaga/staf dan pengadaan saranaprasaran yang mendukung di Instalasi TURP.
6.2. Saran
1. Disarankan kepada Instalasi TURP agar dapat menjalankan pengelolaan
pelayanan SJSN dengan baik untuk selalu melakukan kontrol mutu setiap
bulan atau triwulan atau persemester.
2. Melakukan rapat koordinasi dengan provider dan unit terkait dalam
pelayanan SJSN agar permasalahan dapat diketahui dan diselesaikan.
58
59