Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (UU
No.44/2009)
Sementara itu Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua
warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin.
(UUD 1945). Konstitusi Negara dan UU Nomor 40 Thun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah mengamanatkan untuk memberikan
perlindungan bagi fakir miskin, anak, dan orang terlantar serta orang tidak mampu
yang pembiayaan kesehatannya dijamin oleh Pemerintah. Keberadaan UU Nomor
40 Tahun 2004 ditindaklanjuti dengan terbitnya UU Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dimana diharapkan sampai tahun
2019 seluruh masyarakat Indonesia sudah Total Coverage dengan adanya lembaga
yang ditunjuk secara resmi oleh Pemerintah sesuai amanat dari UU tersebut. (UU
No. 40/2004)
Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari enam subsistem, yaitu subsistem
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat
dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Diakui masing-masing subsistem yang ada sangat tergantung pada subsistem
pembiayaan kesehatan. Salah satu bentuk reformasi pada subsistem pembiayaan
kesehatan di Indonesia adalah dikembangkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) yang ditetapkan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Undang-Undang SJSN merupakan suatu reformasi sistem jaminan sosial yang
meletakkan fondasi penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk jaminan atau
asuransi kesehatan sosial, secara konsisten dengan prinsip-prinsip universal dan
sesuai dengan Konvensi ILO Generasi II tahun 1952. (Depkes, 2009)
1

Implementasi UU SJSN memerlukan kelengkapan peraturan pelaksanaan


yang mengatur secara rinci substansi program, kelembagaan dan mekanisme
penyelenggaraannya. Kita perlu segera menyiapkan rancangan yang memadai,
mencakup pemgembangan regulasi, perluasan kepesertaan, perluasan manfaat
program dan pengintegrasian sistem dengan berbagai elemen pembangunan.
Dengan itu reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia akan mampu
mengantarkan masyarakat mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial.(Reformasi
SJSN-IND, buku)
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan observasi dan
mengamati bagaimana pengelolaan pelayanan sistem jaminan sosial yang
berlangsung dan juga mencoba mengidentifikasi berbagai permasalahan pada
kegiatan pelayanan di Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) yang pada
akhirnya akan memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah.
1.2. Tujuan Residensi
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa Program Magister Kesehatan Masyarakat Peminatan Kajian
Administrasi Rumah Sakit Universitas Andalas memahami pengelolaan dan
memiliki bekal keterampilan dasar untuk mengelola institusi kesehatan /
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada teori yang didapat di kuliah dan
menerapkannya di lapangan.
1.2.2. Tujuan Khusus
Pada akhir residensi Mahasiswa Program Magister Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kajian Administrasi Rumah Sakit Universitas Andalas :
1. Mampu membuat potret profil institusi kesehatan / pelayanan kesehatan
secara keseluruhan.
2. Mampu menemukan permasalahan yang terjadi pada unit tertentu di institusi
kesehatan / pelayanan kesehatan.
3. Mampu merumuskan alternatif penyelesaian masalah pada unit yang
bermasalah tersebut.
1.3. Metode Residensi
Untuk mencapai tujuan tersebut, mahasiswa menjalani residensi dengan cara :
a. Observasi dan orientasi ke seluruh satuan kerja di tempat pelayanan
kesehatan.
2

b. Mengadakan Brainstorming dengan pimpinan instalasi / satuan kerja untuk


menetapkan satu permasalahan yang diminati untuk dijadikan bahan
residensi.
c. Menganalisa permasalahan pada bidang yang diminati dan mencarikan
solusinya.
d. Presentasi dan penyusunan laporan.
1.4. Manfaat Residensi
1.1. Bagi Rumah Sakit
a. Memanfaatkan tenaga terdidik untuk membantu mengkaji dan menyelesaikan
masalah yang ada di rumah sakit.
b. Mendapatkan gambaran dari hasil observasi proses di dalam rumah sakit dari
pihak luar rumah sakit yang dilakukan secara objektif.
c. Sebagai informasi dan data awal kegiatan alur proses sehingga dapat
dimanfaatkan untuk perbaikan mutu pelayanan.
d. Mendapat saran dan alternatif solusi pada masalah yang ditemukan oleh pihak
yang tidak memiliki konflik kepentingan dalam hal ini Mahasiswa Residensi.
e. Mendapat manfaat dari alternatif pemecahan masalah apabila ternyata
alternatif solusi yang diberikan oleh mahasiswa dapat di implementsikan
1.4.2. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman nyata dengan ikut terlibat dalam melaksanakan
manajemen rumah sakit.
b. Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup kegiatan manajemen dan
pelayanan di Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) Rumah Sakit Stroke
Nasional (RSSN) Bukittinggi.
c. Mampu melihat alur proses kegiatan dari setiap Instalasi / Unit yang saling
berinteraksi dalam suatu sistem rumah sakit.
d. Menambah pengetahuan dalam menyelesaikan masalah secara terstruktur.
e. Dapat menerapkan teori manajemen yang di peroleh selama menjalani
perkuliahan.
f. Mendapatkan gambaran nyata tentang proses pengelolaan alur kerja,
khususnya di Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) Rumah Sakit Stroke
Nasional (RSSN) Bukittinggi.
g. Mendapatkan pemahaman yang mendalam terhadap masalah-masalah nyata
yang terjadi di Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) Rumah Sakit Stroke
Nasional (RSSN) Bukittinggi.
1.4.3. Bagi Program Pendidikan
3

a. Menjadikan kegiatan Residensi ini sebagai masukan dalam meningkatkan


mutu pendidikan.
b. Dapat dijadikan sebagai data base Program Magister Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kajian Administrasi Rumah Sakit Universitas Andalas, karena
mempunyai data dan informasi yang lengkap tentang Rumah Sakit Stroke
Nasional (RSSN) Bukittinggi.
c. Mempunyai bahan studi kasus yang dapat disajikan kepada angkatan
berikutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
2.1.1. Definisi Rumah Sakit
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (RI) menyatakan bahwa rumah sakit
merupakan pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan
medik spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan perawatan, baik rawat
jalan, rawat inap maupun pelayanan instalasi. Rumah sakit sebagai salah satu
sarana kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, dan atau masyarakat.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK.RI)
Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang
mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit,
peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara

multidisiplin oleh berbagai kelompok professional terdidik dan terlatih, yang


menggunakan prasaran dan sarana fisik.
Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang juga
merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit

(preventif),

(rehabilitatif)

yang

penyembuhan
dilaksanakan

penyakit
secara

(kuratif),
serasi

dan

dan

pemulihan

terpadu

serta

berkesinambungan.
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.
Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai
fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
A. Jenis Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, Rumah
Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
a. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit.
b. Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
5

2. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit


publik dan rumah sakit privat.
a. Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU)
atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola
pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
b. Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan atau persero.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan.
B. Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
rumah sakit umum dan khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan rumah saki. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun
2009 tentang rumah sakit, rumah sakit umum diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Rumah Sakit Umum kelas A
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4(empat) spesialis dasar, 5(lima) spesialis
penunjang medik, 12(duabelas) spesialis lain dan 13(tiga belas) subspesialis.
b. Rumah Sakit Umum kelas B
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4(empat) spesialis dasar, 4(empat) spesialis
penunjang medik, 8(delapan) spesialis lain dan 2(dua) subspesialis dasar.
c. Rumah Sakit Umum kelas C
Adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4(empat) spesialis dasar dan 4(empat)
spesialis penunjang medik.
d. Rumah Sakit Umum kelas D
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2(dua) spesialis dasar
Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A
6

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
b.

Rumah Sakit khusus kelas B

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang terbatas.
c. Rumah Sakit khusus kelas C
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang minimal.
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari:
a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari:
1. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, disebut
juga Rumah Sakit Vertikal
2. Rumah sakit pemerintah
3. Rumah sakit militer
4. Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta)
2.2. Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Organisasi pelayanan kesehatan rumah sakit, Puskesmas dan sebagainya,
sesungguhnya tidak hanya memberikan pelayanan medis professional, namun
juga memberikan pelayanan umum pada masyarakat. Sejak masuk halaman rumah
sakit, pasien, keluarga dan sahabatnya telah berharap agar mandapat pelayanan
umum yang memuaskan. Kenyamanan dan keamanan parkir, kewibaan satpam
yang santun, petugas informasi yang ramah, petugas loket yang cekatan,
kenyamanan ruang tunggu, antrian yang tidak lama, kebersihan toilet, kemudahan
administrasi dan sebagainya. Mutu pelayanan umum (non-teknis medis) akan
memberikan kontribusi cukup besar pada kepuasan pasien atau pelanggan.
Pelayanan umum pemerintah pada dasarnya tidak berbeda dengan sektor swasta.
Pedoman tata laksana pelayanan umum, telah dikeluarkan oleh Menteri
Penertiban Aparatur Negara (Men.PAN) bagi organisasi pemerintah (termasuk
organisasi pelayanan kesehatan), yang dapat menjadi pedoman pula bagi rumah
sakit swasta dan sebagainya, dalam mewujudkan pemberian pelayanan umum
7

yang bermutu sebagaimana Kep.Men.PAN No.81 Tahun 1993, disebutkan sebagai


berikut: Sasaran pembangunan aparatur Negara terutama ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan dalam melayani, mengayomi dan menumbuhkan
peran aktif masyarakat dalam pembangunan, terutama yang berkaitan dengan
kualitas, efisiensi dan efektivitas kegiatan.
Hakikat dasar dari rumah sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan pasien
yang mengharapkan penyelesaian masalah kesehatannya pada rumah sakit karena
dianggap rumah sakit mampu memberikan pelayanan medis sebagai upaya
penyembuhan dan pemulihan rasa sakitnya dan pasien mengharapkan pelayanan
yang siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakitnya. Kepuasan
pasien dapat dipengaruhi oleh mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
rumah sakit kepada providernya, dimana mutu pelayanan kesehatan bagi pasien
berarti empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya. Oleh karena itu mutu
pelayanan kesehatan pada rumah sakit dianggap penting karena di lihat dari
timbal-balik yang akan diproleh oleh rumah sakit itu sendiri. (Azwar, 1996)
Standar layanan kesehatan merupakan bagian dari layanan kesehatan itu sendiri
dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah mutu layanan
kesehatan. Jika suatu organisasi layanan kesehatan ingin menyelenggarakan
layanan kesehatan yang bermutu secara taat-asas atau konsisten, keinginan
tersebut harus dijabarkan menjadi suatu standar layanan kesehatan atau standar
prosedur operasional.
Standar layanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan
mutu kesehatan layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga
semua orang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem,
baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun
manajemen organisasi layanan kesehatan. Standar, indikator, dan angka nilai
ambang batas menjadi unsur-unsur yang akan membuat jaminan mutu layanan
kesehatan dapat diukur, objektif, dan bersifat kualitatif.
Menurut Rowland and Rowland (1983), standar adalah spesifikasi dari fungsi atau
tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa
pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang
diselenggarakan.

Untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman
pada standar yang telah ditetapkan, disusunlah protokol. Protokol (pedoman,
petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara
sistematis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh pelaksana dalam mengambil
keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Makin dipatuhi
protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar yang telah ditetapkan,
dipergunakanlah indikator. Indikator (tolak ukur) adalah ukuran kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan
indikator, makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.
2.3. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
2.3.1. Sejarah
Beberapa fakta paradoks yang menggambarkan bagaimana kebijakan publik
sektor kesehatan telah membiarkan ribuan rakyat jatuh miskin, bahkan mati,
karena tidak memiliki cukup uang di kantong untuk berobat. Sistem kesehatan
Indonesia telah dibangun atas dasar sistem superkapitalis di mana di rumah sakit
milik pemerintah sekalipun seorang rakyat bisa jatuh miskin atau mati ketika
bencana sakit berat menimpanya. Berbeda dengan keinginan pendirian negeri
dalam pembukaan UUD45, di mana seharusnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dibangun untuk melindungi rakyat, dalam praktik sektor
kesehatan sebelum Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berfungsi penuh, rakyat
tidak terlindungi dari jatuh miskin atau mati sekalipun. Banyak kasus dilaporkan
berbagai media atau dialami oleh jutaan rakyat dalam menghadapi bencana sakit
yang dideritanya.
Betapa mahalnya hidup sehat bagi yang terkena bencana atau musibah sakit.
Sementara biaya berobat tidak masuk Sembilan bahan pokok, kontrol dan subsidi
harga berobat di fasilitas kesehatan swasta belum pernah terjadi. Rakyat
memahami betapa menderitanya mereka ketika hidup susah, gaji kecil, dan biaya
berobat sangat tinggi. Rakyat mendambakan biaya obat gratis. Kadang mereka
frustasi dan ada yang pernah bunuh diri karena tidak mampu membayar biaya
berobat. Apakah ada yang gratis di muka bumi ini? Tidak ada. Kita harus
membayar dengan uang, tenaga, atau waktu. Lalu, jika kita ingin semua rakyat
terbebas dari beban biaya berobat mahal (biaya yang harus dibayar jauh lebih
9

besar dari upah atau pendapatannya per bulan / per tahun), siapa yang harus
bayar? Yang terbaik adalah rakyat membayar ketika sehat dan tidak perlu
membayar ketika sakit. Cara bayar ketika sehat dapat berbentuk dalam membayar
pajak dan atau membayar iuran JKN. Di Indonesia hal ini belum banyak
dipahami.
Asuransi kesehatan di Indonesia merupakan hal yang ralatif baru bagi kebanyakan
penduduk Indonesia karena istilah asuransi/jaminan kesehatan belum menjadi
perbendaharaan kata umum. Pemahaman tentang asuransi kesehatan masih sangat
beragam sehingga tidak heran-misalnya di masa lampau-banyak orang yang
menyatakan bahwa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
bukanlah asuransi kesehatan-hanya karena namanya memang dipilih tidak
menggunakan kata-kata asuransi.
Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan lambat dibandingkan
dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa Negara tetangga di
ASEAN. Secara teoretis beberapa factor penting dapat dikemukakan sebagai
penyebab lambatnya pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia, diantaranya
Demand dan pendapatan penduduk yang rendah, kurangnya kemauan pemerintah,
budaya berasuransi, yang belum baik, dan buruknya kualitas pelayanan kesehatan
serta tidak adanya kepastian hukum di Indonesia.
Sesungguhnya, pemerintah Indonesia sudah mulai memperkenalkan asuransi pada
tahun 1947, dua tahun setelah merdeka. Dimulai dengan asuransi soaial dalam
bidang kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pemerintah mewajibkan semua
perusahaan untuk mengasuransikan karyawannya. Namun karena situasi
keamanan Negara saat itu, maka belum memungkinkan terlaksana.
Setelah kestabilan politik relative tercapai, di tahun 1960 pemerintah mencoba
memperkenalkan lagi konsep asuransi kesehatan melalui Undang-Undang Pokok
Kesehatan Tahun 1960 yang meminta pemerintah mengembangkan dana sakit
dengan tujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh
rakyat. Akan tetapi gagal dilaksanakan karna faktor sosial ekonomi yang belum
kondusif. Pada tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) mengeluarkan Surat
Keputusan untuk mendirikan dana mirip JKN guna mewujudkan amanat UndangUndang Kesehatan Tahun 1960. Namun tidak berfungsi juga dan tidak terwujud
juga.

10

Sampai tahun 1968, tidak ada perkembangan yang berarti dalam bidang asuransi
kesehatan di Indonesia. Upaya pengembagan asuransi kesehatan sosial yang lebih
sistematis mulai diwujudkan di tahun 1968 ketika Menteri Tenaga Kerja
(Menaker) Awaludin Djamin, mengupayakan asuransi kesehatan bagi pegawai
negeri dan keluarganya dan menjadi asuransi sosial kesehatan pertama di
Indonesia, yang kini lebih dikenal dengan nama ASKES.
Program asuransi kesehatan pegawai negeri ini awalnya dikelola oleh suatu badan
di Departemen Kesehatan yang dikenal dengan Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK). Administrasi keuangan di Departemen
umumnya lambat dan birokratis sehingga tidak mendorong manajemen yang baik
dan memuaskan pemangku kepentingan (Stake Holder). Oleh karenanya Askes
kemudian dikelola secara korporat dengan mengkonversi BPDPK menjadi
Perusahaan Umum (Perum) yang dikenal dengan Perum Husada Bakti (PHB) di
tahun 1984. Perubahan menjadi PHB membuat pengelolaan Askes, yang pada
waktu itu dikenal juga dengan istilah Kartu Kuning, lebih fleksibel. Istilah Kartu
Kuning dikenal sejak program dikelola oleh BPDPK karena kartu peserta
berwarna kuning. Kemudian status Perum dinilai pemerintah kurang leluasa untuk
pengembangan

asuransi

kesehatan

kepada

pihak

luar

pegawai

negeri.

Perkembangan selanjutnya PHB dikonversi menjadi PT.Persero dengan Pereturan


Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 dan namanya diganti menjadi PT(Persero)
Asuransi Kesehatan Indonesia yang disingkat PT Askes (Persero). Nama Askes
digunakan agar mudah peserta mengenalnya dan Kartu Kuning kemudian dikenal
dengan Kartu Askes.
Di tahun 2000, Sidang Umum MPR berhasil melakukan amandemen UUD 1945
dengan menambahkan pasal 28H ayat (1) yang berbunyi setiap penduduk
berhak atas pelayanan kesehatan Pada tahun 2001 Sidang Umum MPR juga
mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor X/2001 yang menugaskan Presiden
Megawati untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Kemudian ditahun yang sama Sekertaris Wakil Presiden, Bambang Kesowo,
menerbitkan Surat Keputusan membentuk Tim Peninjau Sistem Jaminan Sosial.
Selanjutnya Presiden Megawati menerbitkan Kepres Nomor 20/2002 yang
membentuk Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

11

Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari enam subsistem yaitu upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan. Diakui masingmasing subsistem memiliki peran vital, akan tetapi keberhasilan seluruh subsistem
yang ada sangat tergantung pada subsistem pembiayaan kesehatan. Salah satu
bentuk reformasi pada subsistem pembiayaan kessehatan di Indonesia adalah
dikembangkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan
dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Undang-Undang SJSN
merupakan suatu reformasi sistem jaminan sosial yang meletakkan fondasi
penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk jaminan atau asuransi kesehatan sosial,
secara konsisten dengan prinsip-prinsip universal dan sesuai dengan konvensi ILO
generasi II tahun 1952. (Depkes, 2009)
Konsep yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR adalah bahwa dibentuk
dua BPJS Nasional. Dalam pembagian kesepakatan, BPJS Kesehatan mengelola
satu Program yang dari sudut sifat asuransinya berjangka pendek, artinya iuran
dibayar bulan ini digunakan untuk membayar klaim yang terjadi di bulan yang
sama. Sementara BPJS Ketenagakerjaan mengelola Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun (fully funded), dan Santunan Kematian untuk
seluruh penduduk Indonesia. Program Jaminan Kesehatan berlaku untuk pekerja
dan anggota keluarganya. Dua program BPJS Ketenagakerjaan juga merupakan
program jangka pendek yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian
tetapi hanya menjamin pekerja.
Sesuai dengan UU.RI Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), maka pada tanggal 1 Januari 2014 program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dimulai dan PT.ASKES (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan. BPJS Kesehatan merupakan Badan Hukum Publik yang langsung
bertanggung jawab kepada Presiden untuk mengelola Jaminan Kesehatan seluruh
rakyat Indonesia.
2.3.2. Dasar Hukum
Jaminan Kesehatan bagi semua orang merupakan hak azasi manusia, berdasarkan
kepada :
1) Pancasila Sila Ke 5
2) Dekalrasi PBB tahun 1948 tentang HAM, pasal 25 ayat (1)
12

3) Resolusi WHA ke 58 tahun 2005 di Jenewa


4) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H, yaitu:
Ayat 1: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
Ayat 2: Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.
Ayat 3: Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
5) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34, yaitu:
Ayat 1: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
Ayat 2: Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
Ayat 3: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
a. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN
c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
e. Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2012 tentang PBI
f. Peraturan BPJS Nomor 1 Tahun 2014
g. Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
2.3.3 Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Sejak 1 Januari 2014, Bapak Presiden RI telah mencanangkan dimulainya JKN.
Cakupan JKN akan diperluas secara bertahap sehingga pada tahun 2019 akan
tercapai jaminan kesehatan semesta atau universal health care. Selain
dimaksudkan untuk menghapuskan hambatan finansial bagi masyarakat dalam
menjangkau pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, JKN juga
dimaksudkan untuk: 1) mewujudkan kendali mutu dan kendali biaya dalam
pelayanan kesehatan; 2) memperkuat layanan kesehatan primer dan sistem
rujukannya; 3) mengutamakan upaya promotif-preventif dalam pelayanan
kesehatan untuk menekan kejadian penyakit, sehingga orang yang berobat
berkurang, dan pembiayaan kesehatan menjadi lebih efisien.
Azas Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu:
1. Azas Kemanusiaan
2. Azas Manfaat
3. Azas Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
13

Program Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu:


1. Jaminan Kesehatan
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
3. Jaminan Hari Tua
4. Jaminan Pensiun
5. Jaminan Kematian
Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu:
1. Kegotong-royongan
2. Nirlaba
3. Keterbukaan
4. Kehati-hatian
5. Akuntabilitas
6. Portabilitas
7. Kepesertaan wajib
8. Dana amanat
9.
Hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Manfaat Jaminan Kesehatan, yaitu:
1. Bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis pakai sesuai
dengan indikasi medis yang diperlukan.
2. Manfaat medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan dan
manfaat non medis yang ditentukan berdasarkan skala besaran iuran yang
dibayarkan, termasuk didalamnya manfaat akomodasi.
3. Ambulans diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan
kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Ketentuan umum jaminan kesehatan nasional, yaitu:
1.

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.

2.

Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau
anggota keluarganya. Setiap peserta berhak untuk memperoleh Jaminan
Kesehatan yang bersifat komprehensif (menyeluruh) yang terdiri dari:
a. pelayanan kesehatan pertama, yaitu Rawat Jalan Tingkat Pertama
(RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
b. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu Rawat Jalan
Tingkat Lanjutan (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)
c. pelayanan persalinan
d. pelayanan gawat darurat

14

e. pelayanan ambulan bagi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar


fasilitas kesehatan
f. pemberian kompensasi khusus bagi peserta di wilayah tidak tersedia
fasilitas kesehatan memenuhi syarat
3.

Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan


kesehatan yangbersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan
medik sesuai dengan standar pelayanan medik.

4.

Fasilitas kesehatan (Faskes) adalah fasilitas kesehatan yang digunakan dalam


menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.

Tata cara mendapatkan pelayanan kesehatan, yaitu:


1.

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama


a. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
b. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama tempat Peserta terdaftar.
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.


2.

Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan


a. Peserta datang ke BPJS Center Rumah Sakit dengan menunjukkan
Kartu Peserta dan menyerahkan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama / surat perintah kontrol pasca rawat inap
b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan
pelayanan lanjutan.
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan

tingkat lanjutan sesuai dengan indikasi medis.


3. Pelayanan Kegawat Daruratan (Emergency):

a. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus


diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau
kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.

15

b. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung


memperoleh

pelayanan

di

setiap

fasilitas

kesehatan.

Kriteria

kegawatdaruratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


c. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan.
d. Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan langsung oleh
Fasiltas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin, yaitu:
1.

Pelayanan

kesehatan

yang

dilakukan

tanpa

melalui

prosedur

sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;


2.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak


bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

3.

Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan


kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja
atau hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung oleh program
jaminan kecelakaan kerja;

4.

Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan


kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung
oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;

5.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

6.

Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

7.

Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

8.

Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

9.

Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau


alkohol;

10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
11. Pengobatan

komplementer,

alternatif

dan

tradisional,

termasuk

akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif


16

berdasarkan

penilaian

teknologi

kesehatan

(health

technology

assessment);
12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen);
13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,
kejadian luar biasa/wabah; dan
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat
jaminan kesehatan yang diberikan;
17. Klaim perorangan.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
A. Fasilitas Kesehatan
Pelayanan rawat jalan dan rawat inap dapat dilakukan di:
1. Klinik utama atau yang setara;
2. Rumah sakit umum; dan
3. Rumah sakit khusus.
Baik milik pemerintah maupun swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
B. Cakupan Pelayanan
1.

Rawat Jalan Tingkat Lanjutan


a. Administrasi pelayanan; meliputi biayaadministrasi pendaftaran peserta
untuk berobat, penerbitan surat eligilibitas peserta, termasuk pembuatan
kartu pasien.
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis;
c. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. Pelayanan alat kesehatan;
f. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
g. Rehabilitasi medis;
h. Pelayanan darah;

17

i. Pelayanan kedokteran forensik klinik meliputi pembuatan visum et


repertum atau surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan
forensik orang hidup dan pemeriksaan psikiatri forensik; dan
j. Pelayanan jenazah terbatas hanya bagi peserta meninggal dunia pasca
rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
tempat pasien dirawat berupa pemulasaran jenazah dan tidak termasuk
peti mati.
2.

Rawat Inap Tingkat Lanjutan

Cakupan pelayanan rawat inap tingkat lanjutan adalah sesuai dengan seluruh
cakupan pelayanan di RJTL dengan tambahan akomodasi yaitu perawatan inap
non intensif dan perawatan inap intensif dengan hak kelas perawatan sebagaimana
berikut:
a. Ruang perawatan kelas III bagi:
1) Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
2) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b. Ruang perawatan kelas II bagi:
1) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
2) Anggota TNI dan penerima pension Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
3) Anggota Polri dan penerima pension Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
4) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu koma lima) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya; dan
5) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
c. Ruang perawatan kelas I bagi:
18

1) Pejabat Negara dan anggota keluarganya;


2) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
3) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
4) Anggota Polri dan penerima pension Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
5) Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;
6) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan;
7) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah di atas 1,5 (satu koma lima) sampai dengan 2
(dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1
(satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan
8) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.
3. Alat Kesehatan di Luar Paket INA CBGs
a. Tarif di luar paket INA CBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh
BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas alat
kesehatan yang digunakan secara tidak permanen di luar tubuh pasien
b. Alat kesehatan di luar paket INA CBGs ditagihkan langsung oleh fasilitas
kesehatan ke BPJS Kesehatan
c. Alat kesehatan di luar paket INA CBGs adalah pelayanan yang dibatasi,
yaitu:

Pelayanan diberikan atas indikasi medis,

Adanya plafon maksimal harga alat kesehatan

Adanya batasan waktu pengambilan alat kesehatan

d. Jenis alat kesehatan di luar paket INA CBGs adalah sebagai berikut:

Kacamata

Alat bantu dengar


19

e.

Protesa alat gerak

Protesa gigi

Korset tulang belakang

Collar neck

Kruk

Tarif alat kesehatan di luar paket INA CBGs sebagaimana peraturan yang
berlaku

C. Prosedur
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari
fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas
dan surat rujukan
c. Fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan
keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam
aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian
tindakan, obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)
f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan
pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh
masing-masing fasilitas kesehatan
g. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke poli lain selain yang
tercantum dalam surat rujukan dengan surat rujukan/konsul intern.
h. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke Fasilitas kesehatan lanjutan
lain dengan surat rujukan/konsul ekstern.
i. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di Faskes tingkat lanjutan
karena kondisi belum stabil sehingga belum dapat untuk dirujuk balik ke
Faskes tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis membuat
surat keterangan yang menyatakan bahwa pasien masih dalam perawatan.

20

j. Apabila pasien sudah dalam kondisi stabil sehingga dapat dirujuk balik ke
Faskes tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis akan
memberikan surat keterangan rujuk balik.
k. Apabila Dokter Spesialis/SubSpesialis tidak memberikan surat keterangan
yang dimaksud pada huruf i dan j maka untuk kunjungan berikutnya
pasien harus membawa surat rujukan yang baru dari Faskes tingkat
pertama.
2.

Rawat Inap Tingkat Lanjutan


a. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas BPJS
Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat darurat
b. Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien pulang
maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk Rumah Sakit.
c. Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat
rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas
Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian
tindakan, obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)
f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan
pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh
masing-masing fasilitas kesehatan
g. Dalam hal peserta menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi
daripada haknya, maka Peserta dapat meningkatkan haknya dengan
mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih
antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus
dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
h. Kenaikan kelas perawatan lebih tinggi daripada haknya atas keinginan
sendiri dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan
i. Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan mengakibatkan peserta tidak
memperoleh kamar perawatan sesuai haknya, maka:

Peserta dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.

BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya.


21

Apabila kelas perawatan sesuai hak peserta telah tersedia, maka


peserta ditempatkan di\ kelas perawatan yang menjadi hak peserta.

Perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3 (tiga) hari.

Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih
biaya yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang
bersangkutan atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan yang setara

j. Penjaminan peserta baru dalam kondisi sakit dan sedang dalam


perawatan
Penjaminan diberikan mulai dari pasien terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan yang dibuktikan dengan tanggal bukti bayar (bukan tanggal
yang tercantum dalam kartu peserta BPJS Kesehatan);
Peserta diminta untuk mengurus SEP dalam waktu maksimal 3 x 24 jam
hari kerja sejak pasien terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan;
Apabila peserta mengurus SEP lebih dari 3 x 24 jam hari kerja sejak
terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka penjaminan diberikan
untuk 3 hari mundur ke belakang sejak pasien mengurus SEP;
Biaya pelayanan yang terjadi sebelum peserta terdaftar dan dijamin oleh
BPJS Kesehatan menjadi tanggung jawab pasien sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Fasilitas kesehatan tersebut.
Untuk pasien baru yang sudah mendapatkan pelayanan rawat inap, maka tidak
diperlukan surat rujukandari fasilitas kesehatan tingkat satu atau

keterangan gawat darurat. Untuk penjaminan selanjutnya, peserta wajib


mengikuti prosedur pelayanan BPJS Kesehatan yang berlaku.
Perhitungan penjaminan berdasarkan proporsional hari rawat sejak
pasien dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Besar biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah sejak pasien
dijamin oleh BPJS Kesehatan sampai dengan tanggal pulang dibagi
total hari rawat kali tarif INA CBGs.
3.

Rujukan Parsial

22

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi


pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
Fasilitas kesehatan tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:

Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka pada SEP
pasien diberi keterangan Rujukan Parsial, dan rumah sakit penerima
rujukan tidak menerbitkan SEP baru untuk pasien tersebut.
d. Biaya rujukan parsial menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk
dan pasien tidak boleh dibebani urun biaya.
e. BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan sesuai dengan paket INA
CBGs ke Fasilitas Kesehatan perujuk
4. Pelayanan Alat Kesehatan di luar paket INA CBGs
a. Dokter Spesialis menuliskan resep alat kesehatan sesuai indikasi medis
b. Peserta mengurus legalisasi alat kesehatan ke petugas BPJS Center atau
Kantor BPJS Kesehatan.
c. Peserta dapat mengambil alat kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit atau di jejaring fasilitas kesehatan penyedia alat kesehatan di luar
paket INA CBGs yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, Peserta
wajib membawa :

Surat Elijibilitas Peserta (SEP) atau salinannya

Resep alat kesehatan yang telah dilegalisir petugas BPJS


Kesehatan

d. Fasilitas kesehatan melakukan verifikasi resep dan berkas lainnya


kemudian menyerahkan alat kesehatan tersebut. Peserta wajib
menandatangani bukti penerimaan alat kesehatan.
D. Alur Pelayanan

23

ALUR PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN


PESERTA

FASKES TK. LANJUTAN

Mulai

LOKET PENDAFTARAN
Pemeriksaan Eligilitas
peserta
Dan
Surat Rujukan

BPJS CENTER
Pengeceka
n Ulang
status
eligibilitas
peserta

Konfirmasi
eligibilitas
kepesertaan
dengan pihak
RS

tidak

ya
Peserta
menunjukkan
identitas peserta

Tujuan
Peserta:
Poli Spesialis
IGD
Rawat Inap

Peserta
BPJS
Elijibel

tidak

Konfirmasi
status
kepesertaan

Ya

Identitas Peserta BPJS


Surat Rujukan (tidak
untuk pasien IGD)
Peserta
BPJS
elijibel

KANTOR CABANG

Ya

Peserta
BPJS?

tidak

Tidak
dijamin
Utk Proses lebih
lanjut agar peserta
mengurus adm.
Kepesertaan dahulu

Penerbitan
Surat Eligibilitas
Peserta
(SEP)
Surat Eligibilitas
Peserta
(SEP)

Legalitas
Surat
Elijibilitas
Peserta

Pemberian pelayanan
kesehatan sesuai
indikasi medis dan
paket INA-CBGs
(IGD,RaNap,RaJal)

24

Penyelesaian
administrasi
kepesertaan
sesuai alur
kepesertaan

Pelayanan Gawat Darurat


A. Fasilitas Kesehatan
1.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

2.

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan baik yang bekerjasama


maupun tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
B. Cakupan Pelayanan

1.

Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria
gawat darurat yang berlaku.

2.

Kriteria gawat darurat terlampir.

3.

Cakupan pelayanan gawat darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan
rawat inap di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan.
C. Prosedur

1.

Dalam keadaan gawat darurat, maka:

a. Peserta dapat dilayani di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas


kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
b. Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan
c. Peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas Kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan
gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan
d. Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk
dalam criteria gawat darurat menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan
e. Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan
kepada peserta
2.

Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas kesehatan yang Bekerjasama


dengan BPJS Kesehatan

a. Pada keadaan gawat darurat (emergency), seluruh fasilitas kesehatan baik


yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
wajib memberikan pelayanan kegawatdaruratan sesuai indikasi medis

25

b. Pelayanan kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat


diberikan pada fasilitas kesehatan tempat peserta terdaftar maupun bukan
tempat peserta terdaftar
c. Pelayanan kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun
lanjutan mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku
3.

Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas kesehatan Tingkat pertama


dan Fasilitas kesehatan Rujukan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan

a. Fasilitas kesehatan memastikan eligibilitas peserta dengan mencocokkan


data peserta dengan master file kepesertaan BPJS Kesehatan pada kondisi
real time. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1) Fasilitas kesehatan mengakses master file kepesertaan melalui website BPJS
Kesehatan www.bpjs-kesehatan.go.id, sms gateway dan media elektronik
lainnya.
2) Apabila poin (a) tidak dapat dilakukan maka Fasilitas kesehatan
menghubungi petugas BPJS Kesehatan melalui telepon atau mendatangi
kantor BPJS Kesehatan
b. Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam
kondisi dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke
Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka biaya
pelayanan selanjutnya tidak dijamin oleh BPJS. Fasilitas kesehatan harus
menjelaskan hal ini kepada peserta dan peserta harus menandatangani surat
pernyataan bersedia menanggung biaya pelayanan selanjutnya
c. Penanganan kondisi kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasamaditanggung sebagai pelayanan rawat jalankecuali kondisi
tertentu yang mengharuskan pasien dirawat inap.
d. Kondisi tertentu yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada sarana transportasi untuk evakuasi pasien.
2) Sarana transportasi yang tersedia tidak memenuhi syarat untuk evakuasi
Kondisi a dan b dinyatakan oleh petugas BPJS Kesehatan setelah dihubungi
oleh Fasilitas kesehatan, dan petugas BPJS Kesehatan tersebut telah
berusaha mencari ambulan sesuai dengan kebutuhan.

26

3) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan secara medis untuk dievakuasi,


yang dibuktikan dengan surat keterangan medis dari dokter yang merawat.
D. Alur Pelayanan
Datang berobat

Pasie
n

Rujuk/Rujuk Balik

Faskes

Emergency Primer

Rumah
Sakit

Klaim

BPJS

Pelayanan Ambulans
A. Fasilitas Kesehatan
1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang mempunyai ambulan
2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang mempunyai ambulan
Dalam penyelenggaraan pelayanan ambulan, fasilitas kesehatan dapat
melakukan kerja sama dengan pihak ketiga sebagai jejaring, antara lain:
a. Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang mempunyai ambulan
b. Ambulan 118
c. Yayasan penyedia layanan ambulan
B. Cakupan Pelayanan
1. Pelayanan Ambulan diberikan pada transportasi darat dan air bagi pasien
dengan kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan, disertai dengan upaya
atau

kegiatan

menjaga

kestabilan

kondisi

pasien

dengan

tujuan

penyelamatan nyawa pasien sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.


2. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada poin 1 di atas adalah :
a. Kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan rekomendasi medis dari
dokter yang merawat
b. Kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta penuh dan pasien sudah dirawat
paling sedikit selama 3 hari di kelas satu tingkat di atas haknya
c. Pasien rujukan kasus gawat darurat dari fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien atau sebagai

27

perawatan lanjutan setelah pasien diberikan pelayanan sampai dengan


kondisi kegawatdaruratan telah teratasi dan dapat dipindahkan.
d. Pasien rujuk balik rawat inap yang masih memerlukan pelayanan rawat inap
di fasilitas kesehatan tujuan
Contoh :
pasien kanker rawat inap dengan terapi paliatif di RS tipe A dirujuk balik ke
RS tipe di bawahnya untuk mendapatkan rawat inap paliatif (bukan rawat
jalan)
3. Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk rujukan antar Fasilitas kesehatan:
a. Sesama fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b. Dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke fasilitas kesehatan rujukan;
c. Sesama fasilitas kesehatan rujukan sekunder;
d. Dari fasilitas kesehatan sekunder ke fasilitas kesehatan tersier;
e. Dan rujukan balik ke fasilitas kesehatan dengan tipe di bawahnya.
4. Fasilitas kesehatan perujuk adalah:
a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
b. Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau Fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan khusus untuk
kasus gawat darurat yang keadaan gawat daruratnya telah teratasi dan pasien
dalam kondisi dapat dipindahkan
5. Fasilitas kesehatan Penerima Rujukan adalah Fasilitas kesehatan tingkat
pertama atau fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan
6. Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak sesuai
ketentuan di atas, termasuk:
a. Jemput pasien selain dari Fasilitas kesehatan (rumah, jalan, lokasi lain)
b. Mengantar pasien ke selain Fasilitas kesehatan
c. Rujukan parsial (antar jemput pasien atau spesimen dalam rangka
mendapatkan pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang merupakan
rangkaian perawatan pasien di salah satu Fasilitas kesehatan).
d. Ambulan/mobil jenazah

28

e. Pasien rujuk balik rawat jalan


C. Prosedur
Dalam rangka evakuasi pasien, maka:
1. Fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas ambulan dapat langsung
memberikan pelayanan ambulan bagi pasien
2. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki fasilitas ambulan, maka Fasilitas
kesehatan berkoordinasi dengan penyedia ambulan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan atau petugas BPJS Kesehatan
3. Proses rujukan antar fasilitas kesehatan mengikuti ketentuan sistem rujukan
berjenjang yang berlaku
D. Alur Pelayanan

29

ALUR PENJAMINAN DAN PROSEDUR PELAYANAN AMBULANS


PESERTA

FASKES

PROVIDER AMBULAN
Menerima
informasi
kebutuhan

Mulai
Peserta berobat
ke faskes
primer atau
faskes lanjutan
Identitas Peserta BPJS
dan kelengkapan
berkas lain

Menerima
informasi
kebutuhan

Ambulan
tersedia

Peserta
membutuhkan
pelayanan

ya

tidak

Mengirimkan
Unit Ambulan
sesuai
kebutuhan

Faskes
punya
Ambulan

ya

Pemberian
Pelayanan
Ambulan

tidak
Pelayanan Ambulan
oleh Faskes Perujuk
Menghubungi Provider
pelayanan Ambulan yang
telah bekerjasama dgn
BPJS Kesehatan (daftar
provider ambulan
disediakan)

Menghubungi BPJS
Kesehatan

30

BPJS KESEHATAN

Mengkomunikasikan
dgn pihak RS dan
BPJS Kesehatan

Mencari dan
menyediakan
Fasilitas
Ambulan

Mengirimkan unit
ambulan sesuai
kebutuhan

2.3.4. Sistem Pembayaran INA-CBGs


Dalam hal pembayaran pelayanan, selama ini sistem pembayaran pelayanan
oleh pasien di rumah sakit adalah sistem Fee For Service, artinya pasien
membayar berdasarkan setiap item biaya yang dikeluarkan rumah sakit. Namun
sejak tahun 2006, di Indonesia diperkenalkan sistem pembayaran yang
mengadopsi sistem Case-Mix. Saat ini Indonesia menggunakan sistem Case-Mix
dengan nama Indonesia Case Based Groups (Ina-CBGs) dan diresmikan sebagai
metode pembayaran sejak bulan Juli 2008. Sistem ini sudah diimplementasikan di
15 Rumah Sakit Vertikal, termasuk Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Bukittinggi,

Sumatera

Barat,

pada

bulan

September

2008.

Kemudian

diimplementasikan di seluruh PPK, Jamkesmas pada bulan Januari 2009.


Sistem Case-Mix atau Ina-CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode
perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif
homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien
dengan karakeritik klinik yang sejenis. Case Based Groups (CBGs), yaitu cara
pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus
yang relatif sama. Sistem Case-Mix atau Ina-CBGs merupakan pengelompokkan
diagnosis penyakit yang dikaitkan dengan biaya perawatan dan dimasukkan ke
dalam group-group.
Sistem Case-Mix adalah suatu cara mengelola sumber daya rumah sakit
seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau kepada
masyarakat berdasarkan pengelompokkan spectrum diagnosis penyakit yang
homogeny dan prosedur tindakan yang diberikan. Secara ringkasnya terdiri dari 3
komponen utama, yaitu:
1. Kodefikasi Diagnosis, dengan nama ICD 10
2. Prosedur Tindakan, dengan nama ICD 9 CM
3. Pembiayaan (Costing)
yang dapat berupa top-down approach, activity based costing dan atau kombinasi
keduanya, dan melalui Clinical Pathwayss.
Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur
pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan
standar pelayanan kesehatan rumah sakit. Rumah sakit akan mendapatkan
pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok
diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis ke dalam
kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah

31

rumah sakit diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis
yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama. Dalam pembayaran
menggunakan CBGs, baik rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci
tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan
menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kodenya. (Basirun,2013)
Dasar pengelompokkannya dengan menggunakan:
a. ICD 10 untuk Diagnosis terdiri dari 14.500 kode
b. ICD 9-CM untuk Prosedur / Tindakan terdiri dari 8.500 kode.
Untuk penulisan dan mengkombinasikan kode diagnosis dan prosedur tidak
mungkin dilakukan secara manual, maka diperlukan yang namanya Grouper.
Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam group-group. Terdiri
dari 31 CMG (Casemix Main Group) dan 1077 kode Ina-CBGs yang terdiri dari
789 kode untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan. Kode-kode tersebut akan
dibuatkan oleh petugas kode yang disebut Coder dan kegitannya dinamakan
Coding.
Tarif Ina-CBGs 2012 mulai diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2013 melalui
Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

440/Menkes/SK/XII/2012. Berdasarkan Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang


Jaminan Kesehatan dan Perubahan Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan Nasional, maka BPJS Kesehatan melakukan pembayaran
kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan dengan cara Indonesia
Case Based Groups (Ina-CBGs).
Dasar Hukum lainnya, yaitu:
1. UUD 1945 pasal 28H ayat (1),(2),(3)
2. UUD 1945 pasal 34 ayat (1),(2)
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
4. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS)
5. PP No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI)
6. Permenkes No. 69 Tahun 2013 tentang Tarif Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
7. Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan dalam JKN
8. Permenkes No. 27 Tahun 2014 tentang Teknis Sistem INA-CBGs
9. Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN
10. Kepmenkes No. 328 Tahun 2013 tentang Formularium Nasional (Fornas)
11. Surat Edaran No. HK/Menkes/32/I/2014 tentang PPK Pasien BPJS
Keuntungan sistem Case-Mix Ina CBGs adalah:
a. Mendorong peningkatan mutu dan efisiensi pelayanan RS.
b. Mendorong layanan berorientasi pasien.

32

c. Tarif terstandarisasi dan lebih transparan.


d. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada
biaya yang sebenarnya.
e. Rumah sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja
f.

sebenarnya.
Tidak memberikan Reward terhadap Provider yang melakukan

Overtreatment, Undertreatment maupun melakukan Adverse Event.


g. Peluang moral hazard provider menjadi kurang karena tidak ada intensif
melakukan pelayanan yang tidak diperlukan.
Alur Pelayanan Pasien dengan Tarif Fee For Service dan Tarif INA-CBGs. (Ada
dihalaman lampiran)

BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
A. Sejarah Organisasi
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi secara historis berasal dari
Rumah Sakit Immanuel yang dikelola oleh Yayasan Baptis Indonesia sejak tahun
1978. Pada tahun 1982 berdasarkan Surat keputusan Menteri kesehatan RI Nomor
: 365/Menkes/SK/VIII/1982 ditetatpkan sebagai RSU Vertikal Kelas C.
Pada tahun 2002 dengan Surat keputusan menteri Kesehatan RI Nomor :
21/Menkes/SK/I/2002 RSU Bukittinggi ditetapkan sebagai Pusat Pengembangan
Pengelolaan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi.
Pada tanggal 5 April 2005 P3SN RSUP Bukittinggi berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 495/Menkes/SK/IV/2005 ditingkatkan
kelembagaannya menjadi Pusat Rujukan Penanggulangan Kasus Stroke sebagai
Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB).

33

Pada tanggal 9 Juli 2010 RSSN Bukittinggi berdasarkan SK Menteri


Kesehatan RI Nomor : 833/Menkes/SK/VII/2010 ditingkatkan layanannya
menjadi Rumah Sakit Khusus dengan klasifikasi Kelas B.
B. Visi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
Visi berisi cita-cita serta citra yang ingin diwujudkan dimasa depan. Penetapan
visi sebagai bagian dari rencana strategik merupakan suatu langkah penting dalam
perjalanan BLU. Visi Rumah sakit Stroke Nasional adalah; Menjadi Rumah
Sakit terdepan dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian stroke
berwawasan global
C. Misi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, dibutuhkan misi yang jelas. Misi
yang telah ditetapkan:
1.

Menyelenggarakan pelayanan komprehensif stroke yang berorientasi pada

2.

kepuasan pelanggan
Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penelitian stroke sesuai dengan

3.

kemajuan IPTEKDOK
Mengembangkan jejaring pelayanan stroke secara nasional, regional, dan

4.

internasional
Mengembangkan inovasi pelayanan stroke terpadu yang mendukung wisata
kesehatan

5. Menerapkan sistem manajemen rumah sakit yang modern.

D. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Maksud dan tujuan rumah sakit dapat digambarkan dengan istilah promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Promotif diartikan sebagai usaha peningkatan
kesehatan lewat promosi; preventif adalah upaya untuk melakukan pencegahan;
kuratif adalah pengobatan terhadap penyakit; dan rehabilitatif adalah upaya
pemulihan kesehatan bagi pasien.
Untuk mencapai hal tersebut di atas dilakukan hal sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan praktek bisnis yang sehat,

berorientasi pada prinsip

ekonomis dan produktifitas, melalui pengelolaan rumah sakit yang


menerapkan

kaidah

Good

Corporate

34

Governance,

dengan

tetap

melaksanakan fungsi sosial rumah sakit dan tidak semata-mata mencari


keuntungan
b. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang prima dengan kaidah Good Clinical
Governance.
c. Menunjang kegiatan pendidikan dan penelitian secara berkesinambungan
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara terpadu.
2. Tujuan
Tujuan merupakan implementasi dari pernyataan misi. Tujuan merupakan hasil
akhir yang akan dicapai dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima)
tahun yang merupakan hasil dari penyelesaian misi untuk memfokuskan arah
semua program dan aktifitas BLU dalam melaksanakan misi BLU. Dalam upaya
pencapaian visi dan misi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi, ditetapkan
tujuan sebagai berikut:
a.
b.

Terwujudnya pelayanan stroke yang komprehensif dan multidisipliner


Terwujudnya profesionalisme melalui pendidikan, pelatihan, dan penelitian

c.

stroke sesuai kemajuan IPTEKDOK


Meningkatkan sistem jejaring dalam pengelolaan stroke melalui pemasaran

d.
e.

rumah sakit
Terciptanya berbagai jenis pelayanan yang mendukung wisata kesehatan
Terciptanya Good Corporate Governance.

E. Tugas Pokok dan Fungsi


a. Tugas Pokok
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap penderita kasus stroke
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan; pelaksanaan pendidikan,
pelatihan, penelitian dan pengembangan di bidang pelayanan penyakit stroke
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
b. Fungsi Organisasi
Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit melaksanakan fungsinya sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Pelaksanaan pelayanan medis penyakit stroke


Pelaksanaan pelayanan penunjang medis penyakit stroke
Pelaksanaan asuhan dan pelayanan keperawatan
Pelaksanaan pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dan

5.

rekreatif di bidang penyakit stroke


Konsultasi dan deteksi dini faktor resiko penyakit stroke

35

6.
7.

Pelaksanaan pelayanan rujukan


Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang penanggulangan penyakit

8.
9.

stroke
Pengembangan sistem jejaring pelayanan penyakit stroke
Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang penanggulangan

penyakit stroke
10. Pelaksanaan administrasi umum dan keuangan.
F. Budaya Organisasi Rumah Sakit
Budaya adalah cerminan perilaku karyawan dalam melakukan interaksi satu sama
lain dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Hal ini bermanfaat untuk
menghindari friksi antara sesama karyawan, saling curiga mencurigai dan saling
tidak percaya atau adanya konflik kerja. Untuk itu perlu dikembangkan Trust
and Belief antara pimpinan dan karyawan, serta antar sesama karyawan,
sehingga tercipta Team Work melalui adanya Team Building.
Dalam mewujudkan pelayanan yang bermutu di rumah sakit, Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi memiliki tata nilai yang disepakati dan diamalkan oleh
setiap karyawan rumah sakit. Budaya yang dikembangkan adalah C A N T I K
yang diterjemahkan sebagai berikut:
C = Cepat dalam memberikan pelayanan
A = Akurat dalam melakukan tindakan
N = Nyaman dalam segala tindakan yang diberikan
T = Tepat dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan
I = Inovatif dalam melakukan pengembangan layanan baru
K = Kreatif dalam mencari kreasi baru dalam rangka
pengembangan
pelayanan
G. Nilai Nilai
1. Kebersamaan, dimaksudkan mengutamakan kerja sama tim
2. Profesionalisme, dimaksud adalah bekerja sesuai dengan sistem dan
prosedur yang telah ditentukan
3. Kejujuran, berani menyatakan kebenaran dan kesalahan berdasarkan data
dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
4. Keterbukaan, dimaksud keterbukaan dalam mengemukakan pendapat dan
menerima pendapat dari pihak lain
5. Disiplin, berusaha menegakkan disiplin baik untuk diri sendir maupun
terhadap lingkungan
H. Motto
Kemandirian Penderita Stroke Tujuan Pelayanan Kami
I. Susunan Organisasi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
(Ada di halaman lampiran).

36

J.

Ketenagaan Rumah Sakit Stroke Bukittingi

NO
JENIS PEKERJAAN
1.
Dokter Umum
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dokter Spesialis
Dokter gigi
Perawat
Bidan
Administrasi
Paramedis Non Perawat
Jumlah

JUMLAH
31
11
4
218
8
193
130
595

K. Instalasi yang ada di Rumah sakit Stroke Nasional Bukittinggi


a. Dibawah Direktur Medik dan Keperawatan
1. Instalasi Gawat Darurat
2. Instalasi Rawat Jalan
a) Poliklinik Syaraf
b) Poliklinik Penyakit Dalam
c) Poliklinik Anak
d) Poliklinik Kesehatan Jiwa
e) Poliklinik Jantung
f) Poliklinik Mata
g) Poliklinik Gigi
h) Poliklinik Umum
3. Instalasi Rawat Inap A
a) Ruang Penyakit Dalam
b) Ruang Penyakit Syaraf
c) Ruang Penyakit Mata/Anak
d) Ruang HCU (High Care Unit)
4. Instalasi Rawat Inap B
5. Instalasi Rawat Inap C
6. Instalasi ICU (Intensive Care Unit)
7. Instalasi Bedah Sentral
8. Instalasi Rehabilitasi Medik
9. Instalasi Elektro Medik
10. Instalasi Rekam Medis
11. Instalasi Laboratorium
12. Instalasi farmasi
13. Instalasi Gizi
14. Instalasi Radiologi
b. Dibawah Direktur Keuangan dan Administrasi Umum
1. Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP)
2. Instalasi Pemeliharaan Sarana
3. Instalasi Diklit
4. Instalasi Pemulasaran Jenazah

37

5.
6.
7.
8.

Instalasi Binatu (Laundry)


Instalasi Kesehatan Lingkungan
Instalasi SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit)
Instalasi PPK dan Humas

L. Jenis Pelayanan Rumah Sakit Stroke Nasional berdasarkan hasil


Observasi
1. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Instalasi ini merupakan pintu masuk yang menyediakan penanganan awal bagi
pasien yang menderita sakit, dan cedera yang dapat mengancam kelangsungan
hidupnya.
Tujuan dari pelayanan gawat darurat adalah memberikan pertolongan pertama
bagi pasien yang datang dan menghindari beberapa resiko, seperti kematian,
menanggulangi korban kecelakaan atau bencana lain yang membutuhkan
tindakan langsung. Respons Time pelayanan di Instalasi ini < 5 menit. Dan ini
berarti kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan terhadap pasien yang
baru masuk cukup baik.
Jenis pelayanan dokter spesialis yang ada antara lain; dokter spesialis syaraf,
dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis penyakit anak, dokter
spesialis penyakit jantung. Dalam pemberian pelayanan untuk spesialis yang
sama, terdapat perbedaan prosedur pelayanan, karena masing-masing spesialis
memiliki prosedur terapi.
Dalam penyelenggaraan pelayanan terhadap pasien BPJS, Kemenkes RI telah
menetukan

kebijakan

penerapan

konsep

INA-CBGs

sebagai

sistem

pembayaran pelayanan kesehatan. Penggunaan tarif INA-CBGs mendorong


rumah sakit untuk melalukan tertib administrasi terutama dalam kelengkapan
rekam medis serta efisien dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
tergambar dalam Clinical Pathways. Clinical Pathways mengharuskan
dokter memiliki keseragaman dalam memberikan prosedur pengobatan untuk
kasus yang sama.
Di RSSN Bukittinggi, pelaksanaan pembuatan Clinical Pathways masih
dalam proses sehingga sampai penulis melakukan observasi dan wawancara
dengan petugas, pelayanan pasien dilakukan tidak berdasarkan pada Clinical
Pathways.

38

Fasilitas pelayanan penunjang seperti radiologi, laboratorium, sistem


informasi rumah sakit terletak berdekatan dengan IGD, dan sebagian terdapat
di IGD. Fasilitas ambulance tersedia 24 jam.
Ketersediaan sarana dan prasarana IGD masih ada yang belum memadai,
seperti tidak ada ruang tunggu bagi keluarga pasien, tidak ada ruang resusitasi
khusus. Jumlah kursi roda dan brankar yang masih minim sehingga jika terjadi
kunjungan pasien dalam jumlah banyak harus mencari dari bagian lain.
2. Instalasi Rawat Jalan
RSSN Bukittinggi memiliki 8 jenis pelayanan, yang melayani pasien umum,
dan BPJS yaitu: penyakit syaraf, penyakit dalam, penyakit jantung, kesehatan
anak, mata, kesehatan jiwa, gigi, dan rehabilitasi medik.
Dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi dari bidang Keperawatan dan dibantu
oleh seorang Kepala Ruangan juga dari bidang Keperawatan untuk mengelola
pelayanan di Instalasi ini. Untuk pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan
ke pasien dan pelayanan ke dokter yang bertugas dibantu oleh 14 orang
perawat pelaksana.
Di instalasi ini juga melayani konseling terpadu, konsultasi gizi, edukasi
kesehatan, bimbingan rohani.Tenaga perawat yang bertugas di bagian ini
sebagian besar adalah perawat senior, yang tidak bisa dilakukan mutasi dan
rotasi ke ruangan lain. Hal ini disebabkan keinginan dan permintaan dokter
yang memberikan pelayanan di rawat jalan. Para dokter beranggapan bahwa
perawat senior mengerti apa yang diinginkan oleh dokter dalam hal
memberikan pelayanan ke pasien. Akibatnya tidak terjadi regenerasi tenaga
perawat di instalasi ini dan tidak ada transfer ilmu dari perawat senior yang
berpengalaman di instalasi ini ke perawat yunior yang ada.
Sarana dan prasarana, seperti ruang tunggu pasien kurang representatif,
sehingga tidak mampu menampung jumlah pasien yang berkunjung ke rawat
jalan. Demikian juga jumlah wc bagi pengunjung yang cuma 1 buah,
menyebabkan antrian panjang untuk bisa memakai fasilitas ini.
3. Instalasi Laboratorium
Pelayanan yang diberikan berupa pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia
klinik, pemeriksaan feses dan urin. Untuk pemeriksaan Mikrobiologi
(pemeriksaan BTA), pemeriksaan spesimen BMP (Bone Marrow Punction),

39

dan pemeriksaan kimia klinik yang jarang dilakukan dikirim ke laboratorium


yang ada di luar rumah sakit.
Pelayanan dilakukan 24 jam. Dan biasanya sebelum pemeriksaan darah
dilakukan, biasanya petugas akan mengkomunikasikan kepada pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan, sehingga akan didapatkan hasil yang dapat
dipercaya.
Pasien yang mendapatkan pelayanan adalah pasien yang sudah mendapatkan
pemeriksaan

dokter baik di rawat jalan ataupun rawat inap. Bahkan

laboratorium ini juga melayani pasien luar yang sudah mendapatkan surat
permintaan pemeriksaan dari dokter.
Pemeriksaan terhadap spesimen dilakukan oleh dokter spesialis patologi
klinik, sesuai dengan jadwal pemeriksaan. Untuk menjaga mutu hasil
pemeriksaan, instalasi ini juga melakukan pemeriksaan mutu internal dan
eksternal yang dilakukan setiap tahun.
Dalam prosedur pemeriksaan darah pasien rawat inap, kadang masih terjadi
pemeriksaan darah pasien yang terlewati disebabkan belum adanya sistem
prosedur operasional (SPO) serah terima permintaan pemeriksaan dari petugas
ruang rawat inap dengan petugas laboratorium.
4. Instalasi Elektromedik
Instalasi ini merupakan instalasi yang menyokong untuk tegaknya diagnosa
seorang pasien. Adapun alat yang ada antara lain:
Elektro Enchepalo Graphy (EEG)
Electro Cardio Graphy (EKG)
Ultra Sono Graphy (USG)
Trans Cranial Doppler (TCD)
5. Instalasi Laundry dan Sterilisasi
Petugas di instalasi ini ada 6 orang. Kain yang masuk pada inslasai londry
dipisahkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Kain bersih ( Non Infeksius)
Kain Setengah Kotor (Infeksius)
Kain Kotor (Infeksius)
Pada unit sterilisasi Proses sterilisasi dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu
hari.
6. Instalasi Farmasi
Instalasi farmasi terdiri dari beberapa unit, yaitu:
Unit rawat jalan
Unit rawat inap
Gudang farmasi

40

Unit produksi
Unit sterilisasi
7. Instalasi Rekam Medis
Instalasi rekam medis mempunyai satu ruang central tempat penyimpanan
status. Status di atas lima tahun yang sudah tidak aktif lagi akan dimusnahkan
dari tempat penyimpanan.
8. Instalasi TURP
Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) merupakan instalasi yang
memberikan pelayanan langsung tentang administrasi Asuransi Jaminan
Kesehatan Nasional dan Asuransi Inhealth.
9. Instalasi Radiologi
Jumlah tenaga di instalasi ini sebanyak 9 orang. Pelayanan yang dimiliki
adalah: Rontgen, CT Scan, Panoramik Dental. Proses pencetakan Film
Rontgen sudah menggunakan Komputer.
10. Instalasi Pemeliharaan Sarana
Petugas yang ada di inslasi ini sebanyak 16 orang. Instalasi ini mempunyai
tugas memperbaiki sarana rumah sakit baik medis maupun non medis, serta
melakukan kalibrasi alat secara berkala.
11. Instalasi Kesling
Tenaga yang ada di instalasi ini sebanyak 7 orang. Instalasi kesehatan
lingkungan sudah memiliki incenarotar dan IPAL. Selain itu, instalasi ini
sedah mempunyai depot air minum sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah
sakit.
12. Instalasi Gizi
Instalasi ini mengatur pengolahan dan distribusi kebutuhan makanan untuk
pasien di rumah sakit. Ada yang unik dan menjadi cirri khas dari pelayanan
yang diberikan oleh Instalasi Gizi di RSSN Bukittingi, yaitu adanya
pemberian Welcome Fruit atau pemberian buah-buahan pembuka untuk
pasien rawat yang baru datang di ruangan rawatan. Tetapi masih terbatas di
ruangan tertentu.
Dikepalai oleh seorang Kepala Instalasi dan dibantu seorang Kepala Ruangan
dalam mengelola instalasi ini. Untuk mutu makanan di bawah pengawasan
oleh ahli Gizi. Untuk pelaksanaan pengelolaan dan pendistribusian makanan
di lakukan oleh beberapa tenaga pelaksana.
Berdasarkan wawancara yang di lakukan kepada Kepala Ruangan, untuk
penilaian Mutu layanan di Instalasi Gizi adalah dengan menilai apakah menu

41

sudah cukup baik atau belum, diminati atau tidak olleh pasien, serta membuat
menu yang berbeda untuk selama 10(sepuluh) hari dalam setahun.
Program menu makanan pasien dilakukan sesuai instruksi dokter yang
merawat pasien. Kemudian dilakukan pengkajian oleh ahli nutrisi untuk
kesesuaian kebutuhan pasien
13. Instalasi ICU
Jumlah tenaga yang ada di instalasi ini sebayak 15 orang dengan jumlah bad 7
buah. Pelayanan di instalasi ini didukung dengan peralatan medis yang
lengkap seperti :
1)
Defibrilator, untuk alat pacu jantung
2)
Ventilator, untuk alat bantu pernafasan
Monitoring EKG, untuk memantau hemodinamik pasien
14. Instalasi Rawat Inap A
Instalasi rawat inap A dengan jumlah bad 72 buah dibagi menjadi beberapa
ruangan, yaitu:
1) Ruangan HCU (Hight Care Unit)
Dengan jumlah bad sebanyak 3 buah
2) Ruangan Bedah syaraf
Dengan jumlah bad sebanyak 2 buah
3) Ruangan Neurologi
Dengan jumlah bad sebanyak 35 buah
4) Ruangan Mata
Dengan jumlah bad sebanyak 2 buah
5) Ruangan Anak
Dengan jumlah bad sebanyak 9 buah
6) Ruangan Interne
Dengan jumlah bad sebanyak 21 buah
15. Instalasi Rawat Inap B
Instalasi Rawat Inap B terdiri dari 3 ( tiga ) Paviliun yaitu Paviliun Merapi,
Paviliun Singgalang dan Paviliun Sago dengan jumlah tempat tidur sebanyak
40 tempat tidur. Dimana untuk ruangan rawatan bagi pasien di bagi menjadi 2
ruangan yaitu VIP dan klas I.
16. Instalasi Rawat Inap C
Instalasi rawat inap C merupakan ruang rawatan kelas III yang mempunyai 3
lantai. Lantai 1 dan 2 merupakan ruang rawatan pasien neuro, sedangkan
lantai 3 merupakan ruang rawatan pasien interne. Untuk jumlah bad di lantai 1
sebanyak 18 bad, lantai 2 sebanyak 24 bad, dan lantai 3 sebanyak 24 bad.
Jumlah tenaga yang ada di IRNA C ini sebanyak 53 orang.

42

BAB IV
GAMBARAN UMUM INSTALASI TATA USAHA RAWAT PASIEN (TURP)
4.1. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional mengamanahkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan
jaminan sosial untuk hidup layak, termasuk di bidang kesehatan. Pemerintah
menargetkan pada tahun 2014 seluruh rakyat Indonesia sudah mendapatkan
jaminan kesehatan atau yang dikenal dengan istilah Universal Coverage.
Pencapaian Universal Coverage tentunya bukan pekerjaan mudah.
Dibutuhkan dukungan sistem, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia
yang handal agar program jaminas kesehatan tersebut dpat sejalan dengan
optimal. Salah satu instansi yang memiliki peran penting dalam hal ini adalah
rumah sakit.
Rumah sakit adalah lembaga kesehatan yang padat karya dan padat modal.
Pelayanan yang diberikan di rumah sakit sangat banyak dan beragam. Dalam hal

43

pembayaran pelayanan, selama ini sistem pembayaran pelayanan oleh pasien di


rumah sakit adalah sistem fee for service, artinya pasien membayar berdasarkan
setiap item biaya yang dikeluarkan rumah sakit. Namun sejak tahun 2006, di
Indonesia diperkenalkan sistem pembayaran yang mengadopsi sistem Case-Mix.
Sistem Case-Mix adalah suatu sistem pengelompokan penyakit berdasarkan
persamaan karakteristik dan sumber daya yang digunakan. Sistem Case-Mix
membantu mengelompokkan diagnose dan prossedur penanganan penyakit
kedalam group-group yang sama dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan
mutu dan efektifitas pelayanan di Rumah Sakit. Saat ini Indonesia menggunakan
sistem Case-Mix dengan nama Indonesia Case Base Groups ( INA-CBGs).
Sistem Case-Mix adalah suatu cara mengelola sumber daya rumah sakit
seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau kepada
masyarakat berdasarkan pengelompokkan spectrum diagnosis penyakit yang
homogen dan prosedur tindakan yang diberikan secara ringkasnya terdiri dari 3
komponen utama, yaitu: kodefikasi (coding) diagnosis (ICD 10) dan prosedur
tindakan (ICD 9 CM), pembiayaan (costing) yang dapat berupa top-down
approach, activity based costing dan atau kombinasi keduanya, dan melalui
Clinical Pathwayss.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pada pasal 45, menerangkan tentang kewajiban menyelenggarakan
kendali mutu dan kendali biaya. Pada Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun
2010 tentang Rumah Sakit pada pasal 33, menerangkan tentang organisasi rumah
sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel. Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan
Meteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman teknis dan
pengelolaan Keungan Badan Layanan Umum Daerah pada pasal 1 ayat 1 ,
menyebutkan

untuk

memberikan

pelayanan

kepada

masyarakat

berupa

penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari


keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisien
dan produktivitas.
Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien adalah instalasi administrasi pasien yang
merupakan unit non struktur yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan
kegiatan administrasi pembiayaan pasien.

44

4.2. Tugas dan Fungsi


Tugas dan fungsi dari Instalasi TURP adalah:
1. Merencanakan jumlah jenis, mutu tenaga administrasi serta tenaga lain
sesuai dengan kebutuhan.
2. Merencanakan dan mengadakan sarana, prasarana yang dibutuhkan
sebagai penunjang tercapainya pelayanan administrasi yang terpadu.
3. Mengawasi, memimpin, mengatur dan mengendalikan kegiatan pelayanan
administrasi yang terdiri dari pembuatan jaminan rawat jalan dan rawat
inap, verifikasi, rekapitulasi dan pengajuan klaim pasien asuransi baik
peserta BPJS dan Inhealth.

4.3. Peran
Peran Instalasi TURP dalam organisasi rumah sakit adalah melaksanakan
salah satu program kerja rumah sakit di bidang pelayanan administrasi pasien
agar kegiatan pelayanan dapat berjalan lancer secara efektif dan efisien.
4.4. Jumlah dan Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Sesuai dengan struktur organisasi RSSN Bukittinggi, maka jumlah dan
kualifikasi staf/petugas Instalasi TURP adalah:
No
1
2
3
4
5
6
7

NAMA
Anferi Devitra,SKM,MARS
Maita Sumeri,SE
Welly AR,SE
Fitrah Delina Putri,Amd.PK
Dewi Istiani,Amd.RM
Roberto Rizano,Amd.RM,IKA
Benny Yufrial,Amd

STATUS
PNS
PNS
PNS
HONOR
HONOR
HONOR
HONOR

GOL
III-B
III-B
III-B
-

PENDIDIKAN
S2-MARS
S1-Manajemen
S1-Manajemen
D3-Akutansi
D3-Rekam Medik
D3-Rekam Medik
D3-Komputer

4.5. Langkah Strategik


Langkah strategic yang di buat oleh Instalasi TURP adalah:
1. Dengan adanya tata kerja yang jelas dan sesuai kesepakatan protap.
2. Sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai.
3. Pengembangan tenaga SDM.
4. Memaksimalkan informasi dan sosialisasi pada setiap unit kerja.
4.6. Struktur Organisasi

45

Direktur Utama
RSSN

Direktur Keuangan
da Administrasi
Umum

Kepala Instalasi
TURP

Kepala Ruangan
(tidak ada Staf)

CODER

Verifikator

Pengesahan
SEP

Di dalam sistem Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM,


Managed Care), terdapat hubungan yang setara saling menguntungkan bagi 3
elemen seperti gambar diatas, yaitu peserta (pasien), provider dan perusahaan
asuransi (dalam hal ini adalah BPJS). Pasien (peserta) membayar iuran (premi)
kepada BPJS secara bayar di muka (prepaid) atau membayar dulu sebelum akan
sakit (prospective payment) pada saat masih sehat atau tidak sakit, atau belum
membutuhkan pelayanan kesehatan. Kemudian BPJS membayar secara kapitasi
sesuai jumlah peserta JKN yang dipercayakan dan pembayaran di muka (prepaid)
sebelum pemberian pelayanan diberikan (pra upaya) kepada provider sesuai
dengan jumlah peserta yang dipercayakan kepadanya setiap bulan (sesuai
perjanjian) tanpa melihat jumlah kunjungan orang sakit (peserta). Selanjutnya
provider diwajibkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien atau peserta

46

tanpa memungut biaya. Provider memberikan pelayanan kesehatan pada peserta


sesuai paket yang telah ditetapkan.
ADMINISTRASI KLAIM FASILITAS KESEHATAN BPJS KESEHATAN
Ketentuan Umum
1. Fasilitas Kesehatan mengajukan klaim setiap bulan secara reguler paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya, kecuali kapitasi, tidak perlu diajukan
klaim oleh Fasilitas Kesehatan.
2. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasiltas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak
dokumen klaim diterima lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional
Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan.
3. Kendali Mutu dan Biaya.
a. Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya, BPJS
Kesehatan membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri
dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis.
b. Tim kendali mutu dan kendali biaya dapat melakukan:

sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan


praktik profesi sesuai kompetensi;

Utilization review dan audit medis; dan/atau

Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.

c. Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan kendali biaya dapat meminta
informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan

dan

riwayat

pengobatan

Peserta

dalam

bentuk

salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai


kebutuhan.
4. Kadaluarsa Klaim
a.

Klaim Kolektif
Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta, baik Tingkat
Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan
diberikan.

b.

Klaim Perorangan

47

Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua) tahun


setelah pelayanan diberikan, kecuali diatur secara khusus.
5. Kelengkapan administrasi klaim umum
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)
2) Softcopy data pelayanan bagi Fasilitas Kesehatan yang telah
menggunakan aplikasi P-Care/aplikasi BPJS Kesehatan lain (untuk
PMI/UTD) atau rekapitulasi pelayanan secara manual untuk Fasilitas
Kesehatan yang belum menggunakan aplikasi P-Care.
3) Kuitansi asli bermaterai cukup
4) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota
keluarga.
5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan
klaim
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
1. Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap3 (tiga),
2. Softcopy luaran aplikasi
3. Kuitansi asli bermaterai cukup
4. Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota
keluarga.
5. Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan
klaim.
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. Biaya pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan dibayar dengan paket
INA CBGs tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta.
b. Tarif paket INA CBGs sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia dalam Permenkes No 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan.

48

c. Tarif paket INA CBGs sudah mencakup biaya seluruh pelayanan yang
diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan, baik biaya administrasi, jasa
pelayanan, sarana, alat/bahan habis pakai, obat dan lain-lain.
d. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya menggunakanaplikasi INA
CBGs Kementerian Kesehatan yang berlaku.
Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/ Kantor Operasional Kabupaten/Kota
BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Resume medis/laporan status pasien/keterangan diagnosa dari dokter yang
merawat bila diperlukan
c) Bukti pelayanan lainnya, misal:

Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian obat


khusus

Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic billing)

Berkas pendukung lain yang diperlukan

2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan


a. Biaya pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan dibayar dengan paket
INA CBGs tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta.
b. Tarif paket INA CBGs sesuai dengan ketetapanMenteri Kesehatan Republik
Indonesia dalam Permenkes No 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan.
c. Tarif paket INA CBGs sudah mencakup biaya seluruh pelayanan yang
diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan, baik biaya administrasi, jasa
pelayanan, sarana, alat/bahan habis pakai, obat, akomodasi dan lainlain.Klaim diajukan secara kolektif

49

d. oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan


berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran aplikasi INA CBGs Kementerian
Kesehatan yang berlaku) dan hardcopy (berkas pendukung klaim).
e. Tagihan klaim di fasilitas kesehatan lanjutan menjadi sah setelah mendapat
persetujuan dan ditandatangani Direktur/Kepala Fasilitas Kesehatan lanjutan
dan Petugas Verifikator BPJS Kesehatan.
f. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota
BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan
administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Surat perintah rawat inap
c) Resume medis yang ditandatangani oleh DPJP
d) Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila diperlukan),
misal:

Laporan operasi

Protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat) pemberian


obat khusus

Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic billing)

Berkas pendukung lain yang diperlukan

3. Gawat Darurat
Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas Kesehatan yang Kerja Sama dengan BPJS
Kesehatan Adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi
pengajuan klaim kolektif pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama dan di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan.
4. Ambulan
Klaim pelayanan ambulan diajukan oleh Fasilitas Kesehatan ke BPJS Kesehatan,
bukan oleh pihak ketiga penyelenggara pelayanan ambulan yang merupakan
jejaring Fasilitas Kesehatan.

50

BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Masalah
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, maka didapatkan identifikasi
masalah sebagai berikut:
Tabel 5.1
Identifikasi Masalah di Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP)
No
1

MASALAH
Penulisan Diagnosis belum sesuai

DATA PENDUKUNG
a. Sosialisasi tentang konsep dasar INA-CBGs ke

konsep dasar sistem INA-CBGs

Provider masih kurang.


b. Kepatuhan Provider dalam penulisan Diagnosis
belum sesuai konsep dasar INA-CBGs.

c. Sistem jaringan komputer Terpadu belum


2

Jumlah tenaga masih kurang

Sarana dan Prasarana yang masih

a.

optimal.
Petugas di Instalasi TURP masih kurang.

b.

Pengawasan kepada petugas pelaksana masih

a.

belum optimal.
Ruangan di Instalasi TURP belum mendukung

kurang

untuk penerapan sistem layanan terpadu.


b.

Jaringan SIMRS Terintegrasi belum dimiliki.

c.

SIMRS di Instalasi TURP belum terhubung


secara langsung ke seluruh unit yang
bersangkutan.

Alokasi dana untuk membangun

d.
a.

jaringan SIMRS Terpadu belum


optimal

Sistem jaringan komputer Terpadu belum ada.


Alokasi dana untuk membangun jaringan
SIMRS Terpadu belum optimal.

b. Sistem aplikasi jaringan terpadu belum


optomal.

5.2. Prioritas Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, kemudian untuk mengetahui kegiatan
apa yang bermasalah dan perlu segera diperbaiki, maka dilakukan penentuan
prioritas masalah dengan menggunakan metode Matriks MCUA (Multiple
Criteria Utility Assessment).

51

Untuk menyaring alternative masalah yang sesuai dengna kebutuhan, maka


dibutuhkan suatu batasan atau kriteria. Penggunaan metode Matriks MCUA dalam
penentuan prioritas masalah dilaksanakan apabila pihak perencana belum terlalu
siap dalam penyediaan sumber daya, serta pelaksana program atau kegiatan
menginginkan masalah yang diselesaikan adalah masalah yang ada di kelompok.
Tabel 5.2
Prioritas Masalah Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP)
No
1

Masalah

Bobot

Gawat
Skor BxS

Kriteria
Besar
Skor BxS

Trend
Skor BxS

Total

Prioritas

Penulisan Diagnosis belum


sesuai konsep dasar sistem

16

16

16

48

2
3

INA-CBGs
Jumlah tenaga masih kurang
Sarana dan Prasarana yang

21

16

16

12

44

masih kurang
Alokasi dana untuk

12

30

membangun jaringan SIMRS


Terpadu belum optimal

Dari table diatas diketahui yang menjadi prioritas utama masalah di


Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) adalah:
Penulisan Diagnosis belum sesuai konsep dasar sistem INA-CBGs.
5.3. Penyebab Masalah
Untuk mencari akar-akar penyebab masalah dari masalah yang sudah ditetapkan
dan lokasi masalah yang sudah diketahui, dapat digunakan teknik curah pendapat
dan diagram tulang ikan (Fish Bone) atau diagram sebab-akibat yang disebut juga
dengan diagram Ishikawa.
Masalah yang ditentukan adalah Pelayanan Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien
(TURP) yang belum optimal.
Rincian penyebab masalah dijelaskan dibawah ini:
a. Man
1) Kepatuhan Provider dalam penulisan Diagnosis belum sesuai konsep
dasar INA-CBGs

52

2) Pengawasan kepada petugas pelaksana masih belum optimal


b. Money
Belum optimalnya alokasi dana untuk membangun jaringan SIMRS
Terpadu
c. Material
1) Kualitas dan kuantitas komputer di Instalasi TURP belum memadai
2) Sistem jaringan Komputer belum teritegrasi
3) Jaringan SIMRS Terpadu belum dimiliki
d. Metode
Sosialisasi tentang konsep dasar INA-CBGs ke Provider masih kurang
e. Environment
1) SIMRS di Instalasi TURP belum terhubung secara langsung ke
seluruh unit yang bersangkutan
2) Ruangan di Instalasi TURP tidak mendukung untuk penerapan Sistem
Layanan Terpadu

53

GAMBAR 5.3
FISH BONE Penyebab Masalah di Instalasi TURP RSSN Bukittinggi

MONEY

MAN

METODE

Kepatuhan Provider
dalam penulisan Diagnosis
belum sesuai konsep dasar
INA-CBGs

Sosialisasi tentang konsep


dasar INA-CBGs ke Provider
masih kurang

Pengawasan belum optimal


Petugas Coder masih
bekerja rangkap

Belum adanya alokasi dana


untuk membangun jaringan
SIMRS terpadu

Sistem Jaringan
Komputer belum
terintegrasi
Jaringan SIMRS
Terpadu belum
dimiliki

SIMRS di Instalasi TURP


belum terhubung secara
langsung ke seluruh unit
yang bersangkutan
Ruangan di Instalasi TURP
tidak mendukung untuk
penerapan Sistem
Layanan Terpadu

MATHERIAL
ENVIRONMENT
54

Pelayanan Instalasi
TURP
Belum Optimal

5.4. Alternatif Pemecahan Masalah


Setelah penentuan prioritas masalah, maka perlu dilakukan alternative pemecahan
masalah. Solusi yang digunakan dalam pemecehan masalah ini adalah dengan
teknik non skoring Nominal Group Technique (NGT). Alternatif pemecahan
masalah adalah:
1.

Man
a. Membuat kebijakan aturan atau protap untuk provider dalam
menuliskan Diagnosis yang sesuai dengan konsep dasar sistem
pembayaran INA-CBGs.
b. Mengusulkan penambahan staf administrasi dan coder.
c. Mengadakan Simposium dan Workshop tentang program sistem INACBGs untuk Provider dan Staf di RSSN Bukittinggi.
d. Mengadakan koordinasi dengan provider dan unit terkait tentang
program sistem INA-CBGs.

2.

Money
Membuat perencanaan penganggaran pengembangan Instalasi TURP dan
SIMRS sebagai penunjang pelaksanaan Sistem Layanan Terpadu di
RSSN Bukittinggi.

3.

Material
a. Merencanakan pengadaan unit komputer yang dapat mendukung
penggunaan program sistem INA-CBGs.
b. Merencanakan pembuatan jaringan informasi SIMRS Terpadu yang
mendukung pelayanan Instalasi TURP
c. Merencanakan program jaringan SIMRS terintegrasi di seluruh
rumah sakit.

4.

Metode
a. Sosialisasi program sistem INA-CBGs di seluruh rumah sakit,
terutama Provider.
b. Melakukan pengawasan dan penilaian program sistem INA-CBGs di
rumah sakit.

55

5.

Environment
a. Mengusulkan pembangunan perluasan ruangan Instalasi TURP agar
dapat mendukung Sistem Pelayanan Terpadu di RSSN Bukittinggi.
b. Mengusulkan kerjasama dengan rumah sakit jejaring dan institusi
terkait dalam menyelenggarakan program JKN.

5.5. Planning Of Action (POA)


Tabel 5.5.1
Planning Of Action Instalasi TURP Tahun 2015

1
2
3
4
5

Sosialisasi konsep dasar sistem INA-CBGs dan Sistem


Pelayanan Terpadu
Rapat Koordinasi dengan Provider dan Unit terkait
tentang evaluasi implementasi program sistem Ina-CBGs
Advokasi kepada pihak manajemen
Penerapan konsep program sitem INA-CBGs dan Sistem
Pelayanan Terpadu
Pengawasan dan penilaian program sitem INA-CBGs dan
Sistem Pelayanan Terpadu

56

DES

NOV

OKT

SEP

AGS

JUL

JUN

MEI

APR

MAR

KEGIATAN

JAN

No

FEB

TAHUN 2015

Tabel 5.5.2
Rencana Monitoring Dan Evaluasi Pelayanan Instalasi TURP 2015
No

Kegiatan

Input

1.
2.
3.
4.
3

Proses

Output

1. Panitia
1. Pembuatan surat,
2. Peralatan, berupa
terdiri dari:
1. Undangan dicetak
computer
undangan dan
sesuai dengan
3. ATK berupa amplop,
surat permohonan
kebutuhan.
Persiapan Administrasi surat
kertas HVS, dan
kepada pihak
2. Surat dan undangan
tinta printer
manajemen.
yang dikirim samapi
4. Dana untuk
2. Pengiriman dan
ke tujuan.
mencetak surat dan
penyebaran surat,
menyebarkannnya
serta undangan.
Persiapan tempat,sound
Peminjaman tempat, Tempat, laptop, LCD,
sistem, Laptop, LCD dan
Surat peminjaman
laptop, LCD, dan
dan infokus dapat
infokus
dipinjam
Infocus

Pelaksanaan sosialisasi

Pelaporan hasil kegiatan


sosialisasi

5.

1.
2.
3.

Panitia
Pihak Manajemen
Unit terkait
Materi yang akan
disampaikan
Sarana dan
prasarana meliputi
tempat, sound
system, laptop,
LCD, dan infokus.
Panitia pelaksana
Dana
Peralatan, meliputi
komputer dan
printer

Outcome

Impact

Pihak manajemen dan


undangan haris 100%.

Persiapan administrasi
berjalan lancar
menunjang kegiatan
sosialisasi.

Tempat, laptop, LCD,


dan infokus dapat
dipakai dan menunjang
kelancaran acara.

Kegiatan sosialisasi
berjalan dengan lancar
ditujang kelengkapan
sarana dan prasarana

Pemberian materi
dan diskusi/tanya
jawab antar Kepala
instalasi, kepala
ruangan dan unit
terkait.

Unit terkait menerima


materi sosialisasi
dengan baik dan dapat
menjalankannya sesuai
dengan SOP yang
sudah di rumuskan.

Unit terkait
melaksanakan program
sesuai dengan standar
yang ada.

Pelaksanaan kegiatan
oleh petugas
sesuaidengan sosialisai
yang diberikan.

Pembuatan laporan

Laporan hasil kegiatan


sosialisasi

Laporan diserahkan
kepada direktur
keuangan dan
administrasi umum

Laporan sebagai bahan


acuan untuk pelaksanaan
kegiatan berikutnya.

57

Realisasi

BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Observasi dan Wawancara yang telah dilakukan di
Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien (TURP) Rumah Sakit Stroke Nasional
(RSSN) Bukittinggi, Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan antara lain:
1. Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi, Sumatera Barat adalah
rumah sakit tipe B vertikal dan pengelolaannya di bawah tanggung jawab
Departemen Kesehatan.
2. Pelayanan RSSN Bukittinggi melayani penderita kasus penyakit Stroke
dan Non Stroke.
3. RSSN Bukittinggi melayani pasien umum, peserta inhealth dan SJSN.
4. Instalasi TURP berada dibawah kepemimpinan Direktur Keuangan Dan
Administrasi Umum.
5. Instalasi TURP adalah instalasi administrasi pasien yang menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan administrasi pembiayaan pasien
peserta SJSN dan Inhealth.
6. Peran Instalasi TURP dalam menjalankan program pelayanan klaim
asuransi di rumah sakit sangat penting dalam menyelesaikan administrasi
dan keuangan rumah sakit.
7. Peningkatan dan penilaian indikator mutu pelayanan Instalasi TURP
dengan merencanakan jumlah, mutu tenaga/staf dan pengadaan saranaprasaran yang mendukung di Instalasi TURP.
6.2. Saran
1. Disarankan kepada Instalasi TURP agar dapat menjalankan pengelolaan
pelayanan SJSN dengan baik untuk selalu melakukan kontrol mutu setiap
bulan atau triwulan atau persemester.
2. Melakukan rapat koordinasi dengan provider dan unit terkait dalam
pelayanan SJSN agar permasalahan dapat diketahui dan diselesaikan.

58

3. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pelayanan SJSN


dan sistem INA-CBGs di RSSN Bukittinggi.
4. Perlu dilakukan pembuatan dan perbaikan rutin tentang kebijakan sampai
SOP untuk kelancaran pelayanan program SJSN dan asuransi Inhealth.
5. Melakukan kerjasama dan komunikasi dengan rumah sakit jejaring dan
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam menjalankan program
SJSN di RSSN Bukittinggi.
6. Membuat perencanaan pengembangan ruangan untuk mewujudkan
program Sistem Pelayanan Terpadu di RSSN Bukittinggi.

59

Anda mungkin juga menyukai