Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap
demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan
dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan
aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. [1]
Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak
tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh
perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini.
Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan
dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin
raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman,
negeri berbagai ide") (http://id.wikipedia.org/wiki/Aspirin)
Manfaat Senyawa Kompleks dalam kimia analisis: Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal)
Aspirin berbentuk kristal berwarna putih, bersifat asam lemah (pH 3,5) dengan titik lebur 135C. Aspirin
mudah larut dalam cairan ammonium asetat, karbonat, sitrat atau hidroksida dari logam alkali. Aspirin
stabil dalam udara kering, tetapi terhidrolisis perlahan menjadi asetat dan asam salisilat bila kontak
dengan udara lembab. Dalam campuran basa, proses hidrolisis ini terjadi secara cepat dan sempurna.
Bardasarkan latar belakang diatas, analisis uji kandungan asam salisilat dalam suatu tablet aspirin dapat
menjadi salah satu standar mutu dari suatu obat. Prinsip dari metoda ini adalah pembentukan senyawa
kompleks berwarna antara asam salisilat (aspirin) dengan ion Fe3+ dengan menggunakan
spektrofotometri. Spektrofotometri uv-vis mengukur serapan cahaya di daerah ultraviolet (200 350 nm)
dan sinar tampak (350 800 nm) oleh suatu senyawa (Herliani,2008).. Hukum yang mendasari
spektrofotometri adalah hukum Lambert Bert. Dalam hukum ini absorbansi dari suatu larutan berbanding
lurus dengan konsentrasi suatu larutan (Dachriyanus, 2004). Dengan terbentuknya kompleks berwarna,
maka
uji
kadar
asam
salisilat
dapat
dilakukan
dengan
metode
spektrofoto(www.scribd.com/doc/51271450/Manfaat-dan-Penggunaan-Senyawa-Kompleks-DalamIndustri#download)
Pembuatan Aspirin
Dalam industri, aspirin dibuat melalui proses yang dikenal sebagai granulasi. Dalam proses granulasi
terdapat berat dan pencampuran bahan baku, skrining kering, kompresi, pengujian, pengolahan dan
kemasan, dan kontrol kualitas akhirnya. Pada dasarnya, untuk menghasilkan tablet aspirin keras, pati
jagung dan air ditambahkan ke dalam bahan aktif (asam asetilsalisilat) untuk berfungsi sebagai bahan
pengikat dan filler, bersama dengan pelumas. Aspirin terbuat dari empat bahan yaitu asam asetilsalisilat
dengan pati jagung dan air ditambahkan berfungsi sebagai bahan pengikat dan filler, dan pelumas untuk
mencegah campuran menempel ke mesin. Tablet Aspirin diperoleh dalam berbagai bentuk, berat, ukuran,
ketebalan, dan kekerasan yang tergantung pada jumlah dosis. Aspirin tersebut kemudian dikemas dalam
berbagai ukuran botol plastik, dilapisi dengan kapas, disegel, dan kemasan disegel dengan pita plastik
bening untuk mencegah produk gangguan. Berbagai tindakan pengendalian mutu pada panjang
gelombang 530 nm diambil untuk menguji aspirin untuk memastikan dosis yang akurat, kekerasan, dan
tablet disintegrasi (www.ask.com/question/how-is-aspirin-made-in-industry).
yang
dapat
dikurangi
melalui
kombinasi
dengan
suatu
antasid
(MgO,aluminiumhidroksida,CaCO3)
Aspirin bersifat asam pada pH lambung, aspirin tidak dibebaskan, akibatnya mudah menembus
sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi dan terperangkap, jadi berpotensi menyebabkan
kerusakan sel secara langsung (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28835/4/Chapter II.pdf)
Penelitian Aspirin
Suatu pengembangan obat AINS telah mengembangkan efikasi terapeutik dan
mengurangi efek samping pada saluran cerna bagian atas melalui pelepasan yang dimodifikasi
seperti sediaan salut enterik. Namun hal ini memungkinkan terjadinya kenaikan pemaparan
obat pada bagian duodenum dan oleh karena itu meningkatkan toksisitas pada bagian
duodenum. Obat AINS dalam bentuk salut enterik telah diasosiasikan dengan terjadinya
perdarahan pada usus halus dan usus besar, berupa ulkus dan perforasi. Suatu studi
membandingkan perdarahan yang diakibatkan aspirin biasa dengan aspirin dalam bentuk salut
enterik menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan pada saluran cerna oleh aspirin biasa
daripada aspirin salut enteric
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28835/4/Chapter 1I.pdf)