Anda di halaman 1dari 8

KRONOLOGI KURIKULUM 2013

Januari 2013
Pembentukan tim penyusun Kurikulum 2013 berdasar Surat Keputusan Mendikbud No. 015/P/2013
April 2013
Inspektur Jenderal Kemdikbud berkirim surat kepada Mendikbud memperingatkan bahwa apabila
persiapan belum diyakini maka pelaksanaan kurikulum baru perlu ditunda mengingat waktu yang
semakin sempit.
Juli 2013
Penerapan Kurikulum 2013 di 6.221 sekolah sasaran.
Persiapan guru inti dan sasaran dengan menerapkan pelatihan berjenjang selama lima hari dan
bersamaan dengan waktu dimulainya Tahun Pelajaran 2013/2014.
Buku Kurikulum 2013 belum siap, kecuali tiga buku yang sudah selesai ditulis untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Matematika dan Sejarah.
September 2013
Survei persepsi terhadap kepala sekolah, guru, orangtua dan siswa di sekolah sasaran, dua bulan
sesudah Kurikulum 2013 diterapkan.
Tidak ada lagi survei/evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013 sampai akhir Tahun
Pelajaran 2013/2014 selesai.
Juli 2014
Penerapan Kurikulum 2013 di seluruh sekolah.
Agustus 2014
Buku semester 1 belum terdistribusi di lebih dari 60.000 sekolah.
Oktober 2014
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 159 Tahun 2014 untuk mengevaluasi Kurikulum
2013 secara menyeluruh baru dikeluarkan pada tanggal 14 Oktober 2014, sesudah penerapan
Kurikulum 2013 di seluruh sekolah dilakukan.
November 2014
Per tanggal 25 November 2014, buku semester 1 Kurikulum 2013 belum diterima di 19%
kabupaten/kota untuk tingkat SD, 32% kabupaten/kota untuk tingkat SMP, dan 22% kabupaten/kota
untuk tingkat SMA dan SMK.
INDIKASI PERMASALAHAN KURIKULUM 2013
Tidak ada kajian terhadap penerapan Kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan urgensi
perpindahan kepada Kurikulum 2013.
Tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan Kurikulum 2013 setelah setahun
penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk.
Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014, sementara instruksi untuk
melakukan evaluasi baru dibuat bulan Oktober 2014. (Peraturan Menteri no 159)
Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa Evaluasi
Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai:
1.Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum;

2.Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;


3.Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan
4.Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.
Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebelum dievaluasi kesesuaian antara ide, desian,
dokumen hingga dampak kurikulum.
Penyeragaman tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buku yang bersifat wajib
sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas.
Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga
menyebabkan ketidakselarasan.
Kompetensi Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga menganggu substansi keilmuan dan
menimbulkan kebingungan dan beban administratif berlebihan bagi para guru.
Metode penilaian sangat kompleks dan menyita waktu sehingga membingungkan guru dan
mengalihkan fokus dari memberi perhatian sepenuhnya pada siswa.
Ketidaksiapan guru menerapkan metode pembelajaran pada Kurikulum 2013 yang
menyebabkan beban juga tertumpuk pada siswa sehingga menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di
luar sekolah.
Ketergesa-gesaan penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan dan peredaran buku
sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah akibat keterlambatan atau ketiadaan
buku.
Berganti-gantinya regulasi kementerian akibat revisi yang berulang.
KAJIAN YURIDIS KURIKULUM 2013
Kajian UU Sisdiknas No .20 Tahun 2003 Pasal 38
Ayat 1
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap
kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi
dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi
untuk pendidikan menengah.
UU Sisdiknas dan PP SNP hanya memberi kewenangan kepada Pemerintah hanya untuk mengatur
kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Faktanya pengaturan sampai
detail, termasuk silabus dan buku teks terpusat dan seragam.
UU Sisdiknas dan PP SNP memberi ruang bagi Sekolah/Komite Sekolah atau madrasah/Komite
Madrasah untuk mengembangkan kurikulum yang relevan. Faktanya, terjadi penyeragaman kurikulum.
Kajian Permendikbud No 81A Tahun 2013 Pasal 1
Implementasi Kurikulum 2013 pada sekolah dasar/ madrasah ibtidayiyah (SD/MI), sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan
(SMK/MAK) secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014.

Faktanya, sejak 2 Juli 2014 pemberlakukan dan pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan secara
serentak, pada tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK di seluruh Indonesia, setelah
penerapan hanya di 6.221 sekolah tak lagi bertahap.
PERMASALAHAN KONSEPTUAL KURIKULUM 2013
Catatan oleh Majelis Guru Besar ITB pada Sidang Pleno MGB ITB, April 2013:
Beberapa persoalan mendasar pada rancangan kurikulum ini antara lain sebagai berikut:
Rancangan Kurikulum 2013 tidak disertai naskah akademik, yang berisi pemikiran, konsep, tujuan,
serta grand design (rancangan besar) pendidikan nasional, sebagai landasan.Rancangan Kurikulum
2013 memang telah mencantumkan sikap dan nilai-nilai luhur kemanusiaan, tetapi dalam beberapa hal
kurang memperhatikan hakikat STEAM (Science-Technology-Engineering-Art-Mathematics), yaitu,
ciri budaya ilmiah di balik kemajuan ilmu pengetahuan yang diserasikan dengan pembangunan
karakter bangsa guna menghadapi tantangan ke depan. Trend (kecenderungan) dewasa ini
menunjukkan bahwa posisi peradaban bangsa-bangsa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh
kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi (teknologi informasi, teknologi bio, teknologi nano,
teknologi neuro) yang terus berkembang, yang telah terbukti berpengaruh pada kemajuan budaya,
perkembangan cara berfikir, serta daya kreativitas manusia dewasa ini dan ke depan dalam
menghadapai tantangannya.
?Rancangan Kurikulum 2013 belum menunjukkan keterkaitan yang jelas antara basis filosofi yang
digunakan dengan perwujudannya pada tataran teknis yang dirancang untuk diimplementasikan.
Misalnya, pendekatan interdisiplin dan metode eklektik yang dipilih tidak terwujud dalam model
pembelajaran tematik-integratif yang direpresentasikan melalui Kompetensi Inti dan/atau Kompetensi
Dasar. Dalam model ini, yang tampak bukanlah interdisiplin, melainkan multidisiplin: beberapa
disiplin dimasukkan, bahkan cenderung dipaksakan, dalam sebuah mata pelajaran tanpa basis ontologi
dan epistemologi yang mengikatnya.
?Rancangan Kurikulum 2013 mengambil konsep integratif-tematik yang menunjukkan terdapatnya
perubahan mendasar pada struktur kurikulum hingga pola penugasan guru, setidaknya, sejumlah mata
pelajaran akan diintegrasikan menjadi satu mata pelajaran. Konsep ini membutuhan guru yang
menguasai sejumlah mata pelajaran (yang digabungkan) serta mumpuni dalam mengajar berbasiskan
pada tematik (yang telah ditentukan), yang merujuk pada lingkungan sekolah.Untuk terlaksananya
konsep ini, pengetahuan dan kapasitas guru yang ada pada saat ini cukup jauh dari memenuhi
kebutuhannya. Sementara itu, akan terdapat permasalahan pada tidak sedikit jumlah guru dengan
kompetensi mata pelajaran yang dikeluarkan dari dalam struktur Kurikulum 2013.

Berdasarkan hal tersebut, sebelum Rancangan Kurikulum 2013 diberlakukan, MGB ITB
menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
Amat perlu dilakukan perbaikan atas Rancangan Kurikulum 2013 semaksimal mungkin melalui kajian
yang mendalam dan cermat. Untuk ini diperlukan naskah akademik yang mengemukakan sosok bangsa
Indonesia untuk memasuki peluang Emas, yang memuat kajian filosofis mengenai tujuan pendidikan
nasional. Kajian tersebut seyogianya mengemukakan pemikiran serta konsep dasar, termasuk di
dalamnya perhatian pada pendidikan STEAM, yang kelak menjadi rujukan dalam menyusun
Rancangan Kurikulum 2013 beserta implementasinya.
Dokumen Kurikulum 2013 adalah Dokumen Negara dan Dokumen Budaya bangsa yang akan menjadi

panduan dalam meletakkan dasar-dasar proses pendidkan ke depan. Untuk itu amat perlu dilakukan
pembenahan atas struktur dan tatabahasa di dalam draf dokumen Kurikulum 2013 yang ada sehingga
mudah dipahami, terutama oleh kalangan pelaku pendidikan di lapangan, dalam dimensi ruang maupun
waktu.
Sebelum diimplementasikan, rancangan sebuah kurikulum perlu diuji dan disosialisasikan secara
terbuka di forum akademik, yang juga melibatkan pihak-pihak lain yang memiliki kompetensi serta
kapasitas menilai, termasuk di dalamnya adalah kelompok masyarakat pelaku pendidikan. Forum
terbuka adalah amat penting, yang mempunyai tujuan selain guna menampung pemikiran yang
komprehensif juga untuk membangun pemahaman bersama hingga mengundang komitmen semua
komponen masyarakat, khususnya yang akan terlibat langsung di dalam implementasi.
Kurikulum adalah bagian amat penting dari kebijakan nasional yang menyangkut hajat hidup mendasar
bagi orang banyak, yang meletakkan dasar-dasar upaya pembangunan budaya serta martabat bangsa.
Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya kelak, proses serta prosedurnya harus memperhatikan
kepentingan orang banyak itu sendiri sebagai masyarakat madani (civil society). Dalam hal ini
Pemerintah perlu mengawalinya dengan membangun komunikasi cerdas dengan masyarakat yang amat
luas, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Langkah perlu yang harus dilakukan untuk melaksanakan sebuah kurikulum adalah menyiapkan guru,
sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan yang tepat. Menyiapkan guru dalam hal ini bukan
sekedar menyiapkan ketrampilan dalam pengetahuan, namun lebih penting adalah menyiapkan sosok
guru yang mumpuni, mempunyai sikap (attitude), mempunyai pengetahuan (knowledge), serta
mempunyai ketrampilan (skill), yang layaknya dimiliki seorang panutan. Ketiga hal tersebut
diperlukan guna membangun karakter peserta didik yang berujung pada tumbuhnya nilai-nilai generasi
yang dapat menjadi pelaku budaya serta peradaban bangsa Indonesia 2045. Untuk ini Pemerintah
mutlak perlu bekerjasama dengan perguruan tinggi serta unsur-unsur masyarakat pelaku pendidikan
yang lainnya yang mumpuni dalam merancang hingga merealisasikan Kurikulum Pendidikan Nasional.
Penundaan pemberlakukan Kurikulum 2013 menjadi keniscayaan jika hal-hal di atas belum bisa
dilaksanakan. Menunda guna melakukan dengan segera persiapan yang lebih baik adalah jauh lebih
berarti ketimbang kehilangan kesempatan merebut peluang Emassebagai akibat menerapkan langkahlangkah pendidikan yang belum dipersiapkan dengan amat baik.
Catatan oleh Prof. Dr. H. Soedijarto, MA, April 2013:
Prof. Soedijarto adalah guru besar UNJ, ketua dewan direktur CINAPS, ketua dewan pakar PPA
GMNI, ketua dewan pembina ISPI, anggota dewan pembina PGRI dan wakil ketua Yayasan IndonesiaJerman.
1.Tidak jelas dasar hukum dan hasil evaluasi yang dijadikan landasan untuk merancang Kurikulum
2013. Kurkulum 2006 strukturnya didasarkan atas UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Perubahan
struktur kurikulum yang mengubah jam pelajaran per minggu, atau ditiadakannya mata pelajaran IPA
dan IPS pada kelas 1 s/d 3 SD, perlu jelas latar belakang teorinya dan tujuan yang hendak dicapai.
2.Mendikbud Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro pada tahun 1972 menyadarkan kepada jajaran P&K
agar berhati-hati menerapkan sesuatu gagasan baru dalam pendidikan karena dampaknya akan
berjangka panjang pada kehidupan bermasyarakat. Berangkat dari cara berpikir ini bila akan
menerapkan kurikulum yang baru perlu terlebih dahulu diujicobakan dan dinilai secara komprehensif
sebelum ditetapkan sebagai suatu sistem yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian
seyogyanya sebelum diterapkan Kurikulum 2013 perlu terlebih dahulu diujicobakan.

3.Kurikulum adalah suatu sistem yang meliputi tujuan yang secara operasional harus dicapai, materi
pendidian yang telah dipilih sebagai objek belajar, model pembelajaran yang relevan, sistem evaluasi
yang akan diterapkan, serta sarana dan prasarana yang harus disiapkan. Bila kurikulum 2013 akan
diterapkan, pertanyaannya: sudahkah kelima elemen dari sistem kurikulum benar-benar telah dirancang
dan dikembangkan? Selama ini setiap perubahan kurikulum tidak berdampak pada peningkatan mutu
pendidikan karena perubahan yang dilakukan hanya sampai pada penetapan struktur program dan
materi pelajaran, selanjutnya model pembelajaran, sistem evaluasi dan sarana prasarana tidak
diperhatikan. Yang paling memprihatinkan adalah bahwa yang diutamakan adalah Ujian Nasional
sebagai alat yang menentukan kelulusan peserta didik dan berdampak pada sulit tercapainya tujuan
Pendidikan Nasional seperti yang tertulis dalam Pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
4.Pembaharuan pendidikan tidak berdampak pada pebaikan pendidikan apabila guru tidak terpengaruh
oleh pembaharuan yang dilakukan. Atas dasar itu suatu perubahan kurikulum tidak akan bermakna
bagi peningkatan mutu pendidikan bila tenaga pendidiknya secara profesional tidak siap dan mampu
berkomitmen menerapkan kurikulum yang baru. Karena itu untuk menrapkan kurikulum baru perlu
dipastikan komitmen dan kesiapan guru secara profesional.
5.Ketersediaan sarana dan prasarana akan menentukan mutu pendidikan. Bila selama ini berbagai
pembaharuan kurikulum tidak berdampak pada peningkatan mutu pendidikan, tidak lain adalah karena
sarana-prasarana diabaikan, khususnya buku. Untuk melaksanakan kurikulum yang menerapkan empat
pilar (learning to know, learning to do, learning to live together dan learning to be), diperlukan
berbagai buku sebagai sumber belajar. Tidak hanya buku teks, tetapi juga buku bacaan, buku rujukan
dan buku sumber. Karena itu pelaksanaan kurikulum baru tidak dapat hanya diandalkan kepada buku
teks. Yang cukup mengagetkan adalah bahwa buku teks akan disiapkan bersamaan dengan penyiapan
kurikulum.
Kajian oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia:
Latar belakang dan temuan:
1.AIPI menghargai niat baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun Kurikulum 2013
sebagai respon terhadap berbagai tantangan bangsa, dan juga menghargai beberapa gagasan baru di
Kurikulum 2013, antara lain melalui mata pelajaran peminatan yang memungkinkan siswa memperluas
wawasannya.
2.AIPI memperhatikan banyaknya keluhan dan kritik mengenai kesulitan dalam penerapan kurikulum
2013, keluhan datang dari para guru, murid, orang tua; sedangkan kritik datang dari kalangan pendidik
dan ahli pendidikan.
3.AIPI menyimak Permendikbud Nomor 67 sampai dengan Nomor 71 tahun 2013 tentang Kurikulum
2013 dan Buku Ajar.
4.AIPI sesuai dengan Undang-Undang No.8 1990 mempunyai tugas untuk memberikan
masukan/pemikiran/rekomendasi terhadap hal-hal yang sangat penting dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
5.Ditemukan ketidakjelasan konsep yang digunakan dalam kurikulum, tergambar dalam kerancuan
bahasa, rumusan tidak operasional/logis, serta tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar dalam naskah kurikulum tingkat SD, SMP maupun SMA.

Kesimpulan terhadap temuan-temuan:

1. Kurikulum 2013 tidak mendorong terwujudnya tujuan bernegara yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa yang berdasarkan Pancasila.
2.

Kurikulum 2013 tidak mendorong terbentuknya budaya ilmiah.

3. Kurikulum 2013 tidak dibangun atas prinsip ilmu pengetahuan yang mengedepankan nalar kritis,
melalui penggunaan kata mengagumi yang mendominasi isi kurikulum.
4. Kurikulum 2013 tidak mencerminkan terbentuknya kompetensi berdasarkan asas spesifik, terukur,
dapat dicapai, realistis, dan mempunyai batasan waktu (specific, measurable, attainable, relevant, timebound).
5. Wacana Kurikulum 2013 tidak menggunakan prinsip kesetaraan gender, prinsip keberagaman dan
kebhinnekaan Indonesia.
Rekomendasi tindak lanjut:
1. Menyusun kajian filosofis dan pedagogis yang mendalam terhadap arah penyusunan kurikulum
dengan memperhatikan kesimpulan dalam temuan-temuan.
2. Mengubah Kurikulum 2013 sesuai dengan hasil kajian filosofis dan pedagogis tersebut.
3. Mendorong Pemerintah untuk secara terus menerus melakukan perbaikan Kurikulum dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
CATATAN KRITIS OLEH PIHAK KETIGA
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
3 April 2013 ORI merekomendasikan kepada Kemdikbud untuk mengevaluasi dan
mempertimbangkan kembali rencana penerapan Kurikulum 2013, dengan dasar pertimbangan sebagai
berikut:
Banyak guru yang berada di lapangan mengindikasikan ketidaksiapan dan kebingungan mereka
dalam menerapkan kurikulum anyar tersebut.
Sosialisasi pelaksanaan Kurikulum 2013 yang terbatas pada struktur kurikulum mengenai jumlah
pelajaran dan jam pelajaran tentu masih jauh dari komprehensif untuk sebuah penerapan kurikulum
yang baru. Penjabarannya belum detail sampai pada tahap implementasi teknisnya.
Perlu diingat guru yang harus dilatih sangat besar jumlahnya sementara waktu yang tersedia sangat
terbatas, maka efektifitas pelatihan yang sangat mepet dengan penerapan Kurikulum 2013 tersebut
sangat diragukan akan berhasil dengan optimal.
29 November 2014 ORI kembali merekomendasikan kepada Kemdikbud untuk menghentikan
penerapan Kurikulum 2013, dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:
ORI menerima laporan dari banyak daerah mengenai buruknya pelaksanaan kurikulum 2013.
Laporan dari semua daerah rata-rata seragam yakni mengenai buku yang tidak tersedia, guru sulit
menerapkan penilaian dan susah memenuhi target mengajar 24 jam sepekan untuk syarat sertifikasi
dan banyak pengaduan lain.
Semestinya pelaksanaan kurikulum 2013 tidak dilaksanakan secara serentak pada tahun 2014
karena belum dilakukan evaluasi dan pengecekan terhadap hasil.

INDONESIA CORRUPTION WATCH

15 Februari 2013 ICW menyatakan terdapat delapan kejanggalan dalam proses penyusunan
Kurikulum 2013, yaitu:
Pemerintah menggunakan logika terbalik dalam perubahan kurikulum pendidikan, yaitu perubahan
standar isi dan standar kompetensi lulusan yang dilakukan sesudah perubahan kurikulum nasional.
Pemerintah tidak konsisten dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN),
Perpres Nomor 5 Tahun 2010.
Anggaran perubahan Kurikulum 2013 tidak terencana dengan baik.
Tidak ada evaluasi komprehensif terhadap Kurikulum 2006 (KTSP).
Panduan Kurikulum 2013 mengukung kreativitas dan inovasi guru serta penyeragaman konteks lokal.
Target pelatihan instruktur nasional, guru inti dan guru sasaran terlalu ambisius.
Bahan perubahan kurikulum yang disampaikan pemerintah berbeda-beda.
Buku-buku yang disiapkan untuk siswa dan guru kurang dari 50% yang sudah selesai.
30 Agustus 2014 ICW kembali mendesak pemerintah untuk menghentikan penerapan Kurikulum
2013 dengan berdasar pertimbangan sebagai berikut:
Kurikulum 2013 dinilai tidak berdasarkan konsep yang jelas dan matang.
Terjadi kekacauan penerapan Kurikulum 2013 di mana sampai tahun ajaran baru dimulai buku
belum dibagikan sehingga membuat orangtua dan siswa harus mengeluarkan biaya sendiri untuk
fotokopi, membeli di toko buku atau mengunduh dari Internet.
Banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan, pelatihan guru terlalu singkat dan guru terbebani
oleh metode penilaian siswa yang mewijabkan guru membuat penilaian otentik bagi setiap siswa
berupa narasi.

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA


17 Januari 2013 PGRI menilai persiapan Kurikulum 2013 belum matang dan meminta pelaksanaan
ditunda. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebelum kurikulum diterapkan,
antara lain rancangan pendekatan tematik terpadu yang harus jelas antar tingkatan, pengkajian ulang
penggantian penjurusan menjadi peminatan pada tingkat SMA, penerbitan landasan hukum Kurikulum
2013, serta persiapan yang lebih matang dengan mempertimbangkan heterogenitas wilayah Indonesia,
kesiapan guru dan sinkronisasi yang baik antar pemegang kepentingan.
11 September 2014 PGRI menyangkan distribusi buku Kurikulum 2013 semester 1 yang belum
tuntas menjangkau semua kabupaten/kota, serta pelatihan implementasi Kurikulum 2013 yang belum
menjangkau semua guru.
KEPUTUSAN MENDIKBUD TENTANG KEBERLANJUTAN KURIKULUM 2013
Berdasarkan segala masukan dari tim evaluasi dan para pemegang kepentingan, Mendikbud
memutuskan untuk:
1.Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu
semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini akan kembali menggunakan
Kurikulum 2006, maka bagi para kepala sekolah dan guru di sekolah-sekolah tersebut diminta
mempersiapkan diri untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun
Pelajaran 2014/2015.
2.Tetap melanjutkan penerapan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester
menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014, serta menjadikan sekolah-sekolah tersebut
sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum
2013 telah diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang

ditetapkan oleh Pemerintah) maka dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah
lain di sekitarnya. Bagi sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan
Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri
kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.
3.Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pengembangan Kurikulum tidak lagi ditangani oleh tim
ad hoc yang bekerja jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap
Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh gur di dalam kelas, serta mampu menjadikan
proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa.

Anda mungkin juga menyukai