Anda di halaman 1dari 93

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam setiap praktik kedokteran gigi, seorang dokter gigi pasti dan perlu menggunakan
sebuah material. Tidak semua material dapat digunakan dalam praktik kedokteran gigi.
Secara umum, material yang biasa digunakan adalah logam, polimer, keramik, dan komposit.
Material-material tersebut dapat diaplikasikan secara beragam. Ada yang diaplikasikan
sebagai material preventif, restoratif, rehabilitatif, atau laboratoris.

Untuk menggunakan suatu material dalam praktik kedokteran gigi, seorang dokter gigi perlu
mengetahui karakteristik atau sifat-sifat dari material yang akan digunakannya. Sifat-sifat
yang harus diperhatikan dari suatu material adalah sifat mekanik, sifat fisik, sifat kimia, dan
sifat biologi. Apabila sifat-sifat tersebut tidak memenuhi kriteria sifat-sifat yang diperlukan
dalam kedokteran gigi, maka material tersebut tidak dapat digunakan sebagai dental material.
Sifat-sifat tersebut pada dasarnya ditentukan oleh struktur atom-atom pembentuk material itu.
Dengan mengetahui sifat-sifat suatu material seorang dokter gigi dapat mengetahui kelebihan
dan kekurangan dari suatu material. Selain itu sifat-sifat tersebut juga berguna untuk
menentukan cara pengaplikasian dan manipulasi yang sesuai dengan material yang
digunakan.

1.2 Pokok Bahasan

Struktur umum dental material

Sifat mekanik dental material

Sifat fisik dental material

Sifat kimia dental material

Sifat biologi dental material

Aplikasi preventif dental material

Aplikasi restoratif dental material

Aplikasi rehabilitatif dental material

Aplikasi laboratoris dental material

2. PEMBAHASAN

1. Struktur Umum Dental Material

Kinerja dari semua material dipengaruhi oleh stuktur atomnya. Reaksi keseluruhan dari atom
menentukan sifat material tersebut. Terdapat dua jenis ikatan atom, yaitu ikatan primer dan
sekunder

1. Ikatan antar atom


a. Primer (berbagi elektron)

Ionik
Terjadi pertukaran elektron dan terdapat daya tarik menarik antar muatan positif dan
negative, antara logam dengan non logam. Dalam dental material, ikatan ini
ditemukan dalam kristalin bahan tertentu, seperti gypsum dan semen fosfat.

Kovalen
Terjadi pemakaian bersama elektron antara nonlogam dengan nonlogam Ikatan ini
terjadi dalam banyak senyawa organik dengan contohnya adalah resin kedokteran
gigi.

Metalik/ logam
Terjadi pada atom yang dengan mudah melepaskan elektron pada kulit terluarnya
karena elektron tesebar bebas. Contoh ikatan ini terjadi pada emas. Dalam ikatan ini
terbentuk awan-awan elektron. Ikatan ini bertanggung jawab terhadap pembentukan
sifat konduksi elektrik dan termal yang baik dari suatu logam. Elektron yang
tersebar bebas dan bisa berpindah-pindah menyebabkan materi dengan struktur
ikatan ini mudah menghantarkan listrik (konduktor).

b. Sekunder

Ikatan hydrogen

Ikatan van der walls

2. Komponen dalam suatu ikatan

a. Jarak ikat : Jarak anatra pusat suatu atom dengan pusat atom tetangganya. Tujuannya
mencegah molekul saling berdekatan terlalu rapat.
b. Energi ikat : Berhubungan dengan posisi keseimbangan atom (dimana gaya tolak dan
tarik seimbang). Pada resultan gaya yang mendekati nol, energi menurun.

3. Struktur kristalin dan amorf


a. Kristalin
Material yang memiliki struktur kristalin adalah logam dan keramik. Ikatan yang
dimiliki adalah ikatan primer dan ikatannya cenderung lebih kuat daripada amorf.
Ikatan

pada

kristalin

membentuk

konfigurasi

berjarak

teratur

(pola

ruang

geometris/kristal). Ada 6 macam bentuk kristal yang bisa dispesifikkan menjadi 14


macam bentuk, yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi adalah material
dengan atom kristal kubik.

Gambar 1. Klasifikasi Kristalin Gambar 2. A. BCC; B. FCC; C. HCP

BCC (body centred cubic) : Semua sudutnya siku-siku, jarak semua atom sama baik
secara vertical maupun horizontal, terdapat satu atom yang berada di tengah unit sel.
(struktur dari besi dan baja)

FCC (Face centred cubic) : Sama seperti BCC tapi hanya ada atom yang terletak di
tengah permukaan dan tidak ada atom yang berada di tengah unit sel. (struktur dari logam
murni dan paduan emas, palladium, cobalt, nickel)

HCP (Hexagon clode-pack) : Setiap atom berjarak sama secara horizontal namun tidak
secara vertical. (pada titanium)

b. Amorf
Biasanya terdapat pada polimer. Terdiri dari ikatan sekunder dan ikatannya lemah. Pada
struktur amorf, molekul terdistribusi secara acak. Biasanya dimiliki oleh benda cair.
Benda padat yang seperti ini dinamai supercolled liquids (cairan yang didinginkan),
contohnya adalah kaca. Material berstruktur amorf memiliki Glass Temperature (Tg),
jika suhu material dibawah Tg, material tersebut akan kehilangan karakteristik
cairannya dan memiliki ketahanan yang besar terhadap perubahan regangan. Contoh
dalam kedokteran gigi, resin sintetik (memiliki struktur kaca).

Gambar 3. Bentuk-bentuk ikatan polimer

Secara umum terdapat tiga jenis bentuk :

Linear

Homopolimer : Berbentuk lurus terdiri dari satu jenis monomer.

Copolimer random : Berbentuk lurus terdiri dari beberapa jenis monomer yang tersebar
acak.

Block : Berbentuk lurus terdiri dari beberapa jenis monomer yang berkelompokkelompok.

Branched

Homopolimer : Bercabang-cabang terdiri dari satu jenis monomer.

Copolimer random : Bercabang-cabang terdiri dari beberapa jenis monomer yang tersebar
acak.

Graft : Bercabang-cabang terdiri dari beberapa jenis monomer dimana satu monomer
menjadi cabang utama dan monomer jenis lain berada di cabangnya

Cross-linked
Berbentuk

cabang-cabang

yang

ujungnya

dapat

menyatu

sehingga

bisa

berekembang menjadi polimer yang sangat besar.

4. Adhesi dan Ikatan


Adhesi adalah gaya tarik menarik antar suatu molekul yang berbeda jenis. Berikut ini
adalah penjabaran mengenai adhesi dan ikatan :

a. Ikatan mekanis
Digunakan dalam kedokteran gigi bila tidak ada semen adhesif atau bahan restorasi
murni. Contohnya dalam mengatasi permasalahan pemaikaian resin yang tidak
mempunyai

kemampuan

untuk

berikatan

langsung

dengan

struktur

gigi

(menggunakan teknik etsa-asam). Sebelum memakaikan resin, permukaan diolesi


dengan asam. Asam tersebut akan membentuk pori. Sehingga saat resin ditempatkan,
resin akan mengalir ke dalam pori kavitas dan terbentuk ikatan
b. Energi permukaan
Pada adhesi, atom permukaan suatu benda padat cenderung ingin berikatan dengan
atom yang berada di dekat permukaan benda padat tersebut sehingga mengurangi
energi permukaannya
c. Wetting/pembasahan
Permukaan suatu benda bila dilihat secara mikro pasti kasar sehingga jika permukaan
kontak yang dapat mengalami adhesi hanya sebagian. Solusinya, di alirkan suatu
cairan sehingga permukaan kontak meluas. Cairan harus yang mudah mengalir dan
membasahi seluruh permukaan serta bisa merekat ke permukaan benda padat.
d. Sudut kontak pembasahan
Semakint kecil sudut kontak anatra bahan perekat dengan adheren semakin baik
kemampuan bahan perekat untuk mengisi ketidakteraturan pada permukaan adheren

5. Adhesi pada struktur gigi


Hal yang mempersulit adhesi pada struktur gigi adalah adanya kontaminasi air/saliva.
Lapisan air akan mengurangi energi permukaan sehingga mengurangi pembasahan pada
adhesi. Maka dari itu bahan adhesif untuk kedokteran gigi harus dipilih yang dapat

menyingkirkan air dan bisa bertahan dalam jangka panjang dalam lingkungan yang
basah. Solusinya adalah menggunakan lebih banyak resin hidofilik. Contoh interaksi
adhesi dalam rongga mulut adalah email yang dilapisi flour akan menahan lebih sedikit
plak karena terjadi penurunan energi permukaan. Selain itu akan mengurangi kelarutan
email pada kondisi asam.

2. Sifat Mekanik Dental Material

Sifat mekanik adalah kemampuan material untuk menerima gaya mekanik. Gaya mekanik
berupa gaya tarik, gaya tekan, gaya putar dan sebagainya.

1. Kurva Stresses & Strains


Ketika gaya yang bekerja pada suatu bidang, suatu reaksi pertahanan terbentuk untuk
mengimbangi aplikasi gaya ekternal. Reaksi internal ini memiliki intensitas yang sama dan
arah yang berkebalikan dari aplikasi gaya eksternal. Reaksi internal inilah yang disebut
dengan stress. Stress merupakan gaya per satuan luas.
= FA
Karena reaksi pertahanan internal dari suatu material sulit untuk diukur, maka untuk
menghitung tegangan digunakan besar gaya eksternal (F) yang dilakukan pada suatu area
cross-sectional (A). Saat suatu material diberikan gaya, badan dari material tersebut
mengalami deformasi. Macam-macam deformasi terjadi bergantung kepada tipe-tipe
tegangan.

Gambar 4. Tipe-tipe tegangan

Tipe-tipe tegangan atau types of stress dipengaruhi oleh arah gaya yang diberikan kepada
material. Tension dihasilkan ketika badan dari suatu material diberikan dua buah gaya yang
arahnya berlawanan satu sama lain pada satu garis lurus. Compression dihasilkan ketika
badan dari suatu material diberikan dua buah gaya yang arahnya mengarah pada satu sama
lain pada satu garis lurus. Torsion dihasilkan dari badan material yang diputar.
Strain adalah perubahan panjang (L = L-Lo) per satuan panjang (Lo) dari badan materian
yang mengalami stress. Strain tidak mempunyai satuan tetapi direpresentasi sebagai angka
murni berdasarkan persamaan berikut :
strain = deformasipanjang awal=LLo
Pentingnya strain dalam bidang kedokteran gigi contohnya sebuah kawat orthodonti yang
dapat menahan sejumlah besar strain sehingga dapat dibengkokkan dan disesuaikan dengan
kemungkinan kawat tersebut patah lebih kecil. Hubungan antara stress dan strain berupa
kurva geometri seperi dibawah ini :

Grafik 1. Hubungan stress dan strain

Kurva tersebut menambahkan bahwa ketika stress meningkat maka strain juga meningkat.
Ketika nilai stress sudah melebihi nilai yang ada pada area yang diberi gaya (A), maka
perubahan strain tidak lagi proporsional linear terhadap perubahan stress. Oleh karena itu,
nilai stress yang ada pada A disebut dengan proportional limit. Proportional limit
didefinisikan sebagai stress yang nilainya paling besar yang dimiliki suatu material tanpa
ada deviasi dari proporsinalitas linear

2. Elastic & plastic deformation


Selama stress masih ada di bawah proportional limit, tidak ada deformasi permanen yang
terjadi. Ketika stress dihilangkan, maka struktur material akan kembali kepada dimensi
awalnya. Pada jangkauan aplikasi stress ini, strain reversible atau elastic lah yang terjadi.
Regio dari kurva stress strain sebelum mencapai proportional limit disebut regio elastis dan
deformasi yang terjadi disebut deformasi elastis. Sedangkan aplikasi stress yang lebih besar
dari proportional limit menghasilkan strain yang permanen. Regionya disebut region plastis
dan deformasi yang terjadi adalah deformasi plastis.

Grafik 2. Kurva stress-strain

B merupakan kurva stress-strain setelah deformasi elastis terjadi. Setelah terjadi deformasi
elastis terjadi, terjadilah deformasi plastis. B-C merupakan daerah deformasi plastis. Jika
deformasi plastis sedang berlangsung, kurva stress-strain tidak lagi berbanding lurus.
Kurva setelah C merupkan fase setelah deformasi plastis, yaitu terjadinya fraktur. Dalam
kenyataannya pada pengamatan laboratoris, sulit untuk menentukan nilai proportional
limit, oleh karena itu digunakan yield strength sebagai batas sebelum deformasi plastis
terjaid.

3. Modulus of elasticity
Modulus of elasticity yang sama juga dengan elastic modulus dan modulus Young,
merupakan representasi dari kekakuan relatif dari suatu material dalam region elastis.
Modulus Young ini merupakan rasio dari stress terhadap strain.
E= stressstrain
Karena stress berbanding lurus dengan strain, maka rasio antara keduanya adalah konstan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil strain pada suatu stress, maka
kekakuannya semakin besar. Aplikasi modulus Young dalam bidang kedokteran gigi ini

adalah bahwa bingkai metal untuk metal-ceramic bridge harus memiliki tingkat kekakuan
yang tinggi. Jika kekauan bingkai metal rendah dan berbengkok, maka porcelain veneer di
dalamnya dapat retak.

4. Resilience
Resilience adalah ketahanan material terhadap deformasi permanen. Resilience
mengindikasi jumlah energi yang diperlukan untuk mendeformasi material mencapai
proportional limit.resilience diukur dari area dibawah porsi elatis dari kurva stress-strain.

5. Toughness
Adalah energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan fracture pada suatu material. Pada
kurva stress strain toughness merupakan area diabawah garis elastic dan plastic.

Grafik 3. A. Resilience; B. Toughness Gambar 5. Perbedaan material ductile, brittle, resillient

Gambar 6. Bagian-bagian kurva stress-strain

6. Brittleness
Adalah sifat suatu material dimana hampir tidak memiliki deformasi plastik dan ultimate
strength sehingga ketika telah melewati yield strength benda akan langsung mengalami
fracture

7. Ductility
Kemampuan material untuk mengalami deform plastis akibat dari tension stress

8. Malleability
Kemampuan material untuk mengalami deform plastis akibat dari compression atau torsion
stress. Juga merupakan ciri khas dari logam dan alloy

9. Strength
a. Ultimate strength

Kekuatan maksimum yang dimiliki oleh suatu material sebelum akhirnya mengalami
failure

atau

fracture

setelah

mengalami

shear/gesekan

(shear

strength),

tekanan/compression (compressive strength), penarikan/tension (tensile strength)


b. Shear strength
Kekuatan maksimum pada material dimana mulai terjadi rupture pada material tersebut
ketika material. Sangat penting ketika kita akan menggabungkan beberapa 2 material
seperti saat kita melakukan implant gigi tiruan
c. Tensile strength
Kekuatan maksimum pada material dimana dimulai terjadi pengecilan penampang
spesimen, atau terbentuknya necking
d. Compressive strength
Kekuatan maksimum pada material sebelum akhirnya mengalami fracture. Sangat
penting karena sebagian besar aktivitas dalam rongga mulut kita bersifat compressive
e. Bending/flexural strength
Kekuatan suatu material ketika dilakukan uji tekuk sebelum akhirnya mangalami patah,
biasanya digunakan pada benda yang berdifat tidak homogeneus.

10. Hardness
Kemampuan ketahanan dari suatu material dari scratching (goresan) dan indentatiom
(bengkok) yang besifat permanen. Ada beberapa macam uji kekerasan:
a. Rockwell hardness test

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu


material, pengujiannya menggunakan indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
b. Brinell hardness test
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan
suatu material, pengujiannya menggunakan bola baja (identor) yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Biasanya material berupa metal atau baja.
b. Knoop hardness test
Pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop
biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik. Dibuat untuk
memenuhi kebutuhan akan microindentation test. Bentuk indentor seperti yang
digunakan vickers test namun lebih tumpul
b. Vickers hardness test
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu
material, pengujiannya dengan menggunakan indentor intan yang cukup kecil dan
mempunyai bentuk geometri berbentuk pyramid yang ujungnya bersudut 136o
b. Barcol hardness test
Pengujian biasanya untuk menguji komposit, pangujiannya menggunakan indentor
berbentuk jarum
b. Shore A hardness test
Biasanya digunakan untuk menguji bahan yang bersifat viscoelastic seperti karet.
Pengujiannya menggunakan jarum blunt pointed

3. Sifat Fisik Dental Material

Sifat fisik bahan kedokteran gigi adalah sifat yang didasarkan pada optik, termodinamika,
kelistrikan, magnet, radiasi, dan struktur atom. Sifat fisik itu sendiri terbagi menjadi beberapa
bagian. Diantaranya untuk sifat fisik berdasarkan dalil optik, yaitu ilmu yang berkaitan dengan
fenomena cahaya, visi dan penglihatan. Sifat fisik berdasarkan dalil termal berkaitan dengan
termodinamika, dan sifat fisik berdasarkan dalil elektrik dan teori rheology yang dikaitkan ke
beberapa bidang ilmu lainnya.

A. Abrasi dan ketahanan abrasi bahan material


Kekerasan atau ketahanan digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu
bahan menahan suatu pengikisan atau abrasi. Faktor yang mempengaruhi keausan
permukaan enamel yang berkontak antara lain tekanan gigitan, frekuensi pengunyahan,
sifat abrasif makanan, komposisi cairan, perubahan temperatur, ketidakteraturan anatomis
groove, pit ataupun ridge. Pengikisan email gigi oleh mahkota keramik cenderung terjadi
pada pasien dengan tekanan gigit yang kuat dan permukaan keramik yang kasar yang
seharusnya dipoles untuk mengurangi tingkat keausan yang destruktif.

B. Rheology
Ilmu yang mempelajari tentang karakteristik aliran suatu bahan material disebut ilmu
rheology. Dalam ilmu rheology ini, berkaitan dengan viskosistas bahan material tersebut.

a. Kekentalan

o Kekentalan adalah ukuran seberapa besar konsistensi suatu cairan dan


kemampuannya untuk tidak mengalir, hal ini dikendalikan oleh gaya friksi
internal di dalam cairan itu sendiri.
o Kekentalan merupakan hambatan suatu cairan untuk mengalir. Kekentalan
meliputi sifat bahan padat yang terpapar berbagai jenis tekanan pada suhu
ruangan atau mulut. Keberhasilan atau kegagalan suatu bahan tertentu bergantung
pada kemampuan mempertahankan sifatnya.
o Kekentalan dari sebagaian besar cairan akan menurun dengan cepat seiring
dengan penurunan suhu.

Tentunya bahan kedokteran gigi memiliki kekentalan yang berbeda saat diterapkan
secara klinis. Misalnya sifat aliran GIC yang lebih kental daripada semen seng-fosfat,
produk gypsum yang dapat bertransformasi ke wujud solid, struktur amorf seperti wax
dan resin yang terlihat solid tetapi sebenarnya berupa cairan yang didinginkan yang
dapat mengalir sebagai plastik atau irreversible. Material-material tersebut berubah
bentuk saat diberikan suatu tekanan. Kekentalan suatu bahan kedokteran gigi
menentukan ketepatannya untuk aplikasi tertentu.

a. Perilaku rheology dalam 4 tipe cairan;

Newtonian, cairan ideal yang menunjukan tekanan geser sebanding dengan besar
tegangan, gambarnya berupa garis lurus, yang menunjukan kekentalan konstan.
(*kekentalan= tekanan geser/tegangan). Contohnya yaitu terdapat pada semen gigi

Pseudoplastic, kekentalan berkurang dengan tekanan geser (shear stress) yang meningkat
hingga mencapai nilai yang hampir konstan. Contohnya adalah elastomer pada syringe
dan elastomer monophase

Dilatant, cairan ini menjadi semakin kaku (kental) bersamaan dengan meningkatnya
tegangan geser (strain rate). Contohnya yaitu fluid denture base resins

Plastic, bahan yang sifatnya seperti benda padat yang mencapai nilai tekanan geser
minimal

Tiksotropik, jenis cairan yang menjadi kurang kental dan cenderung lebih encer karena
suatu penggosokan atau benturan, seperti pada pasta profilaksis gigi, plaster, semen resin
dan beberapa bahan cetak. Sifat tiksotrpik ini menguntungkan karena dapat membuat
suatu bahan material tersebut tidak mengalir dari sendok cetak sampai dapat diletakan
pada jaringan mulut.

Gambar 7. Besarnya tekanan geser versus tegangan geser untuk cairan- cairan yang menunjukan perbedaan
jenis berdasarkan sifat reologinya

Kurva stress-strain juga dapat menjadi hal penting dalam menentukan cara terbaik untuk
memanipulasi suatu bahan.

a. Struktur dan relaksasi tekanan (stress relaxion)

Adanya tekanan internal yang terjebak setelah suatu senyawa mengalami deformasi
plastik (berubah bentuk secara permanen) yang menyebabkan kondisi tidak stabil dan
atom-atom penyusunnya berpindah sehingga tidak seimbang. Dengan adanya energi
termal, proses difusi wujud padat ini akan terjadi sehingga menyebabkan atom-atom
tersebut perlahan-lahan bergerak kembali ke posisi seimbangnya. Akibatnya, terjadi
perubahan bentuk dan kontur dari suatu bahan material tersebut, yaitu melengkung atau
disebut distorsi. Dilepaskannya tekanan ini disebut relaksasi.

Kecepatan relaksasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Misalnya pada
beberapa bahan kedokteran gigi seperti malam, resin dan gel, ketika dimanipulasi akan
mengalami distorsi pada keadaan suhu yang semakin meningkat.

a. Creep dan aliran

Sebuah bahan material yang berkaitan dengan strain rate umumnya memiliki
karakteristik lebih baik dengan mengaitkan stress atau strain dalam fungsi waktu. Stress
relaxion seperti yang telah disebutkan diatas adalah pengurangan stress dari suatu
material dalam strain yang konstan, sedangkan creep adalah peningkatan strain suatu
material dalam keadaan stress yang konstan.

Creep merupakan tegangan plastik dari suatu bahan yang sifatnya berada pada tekanan
konstan yang bergantung pada waktu dan juga merupakan regangan/ deformasi akibat
adanya beban yang statis atau konstan.

Contohnya pada suatu waktu yang diberikan, amalgam dengan low-copper memiliki
strain yang lebih besar. Penerapannya dalam klinik adalah, tingginya creep dalam
amalgam dengan low-copper membuatnya menjadi lebih rentan terhadap fraktur.

Gambar 8. Perbandingan kurva creep

Flow, secara umum digunakan dalam kedokteran gigi untuk menjelaskan reologi dari
material amorf seperti wax. Aliran dari suatu bahan material seperti malam adalah ukuran
dari kemampuannya untuk berubah bentuk pada muatan statis.

B. Optical properties
a. Warna dan persepsi warna
Untuk dapat merestorasi fungsi dari jaringan asli yang rusak atau hilang diperlukan
pembahasan sifat-sifat warna yang diperlukan. Seperti misalnya, dalam perawatan gigi,
bertujuan untuk merestorasi warna dan penampilan gigi asli.

Visual method; dengan menggunakan Munsell color system.

Persepsi dari warna itu sendiri merupakan hasil dari respon fisiologis ke rangsangan fisik.
Berdasarkan salah satu hukum Grassman, mata dapat membedakan suatu warna dalam 3
parameter warna.

a. Dominant wavelength, Warna dengan panjang gelombang pendek yaitu 400 nm adalah
ungu dan gelombang dengan panjang 700nm adalah warna merah, diantaranya adalah
biru, hijau, kuning dan orange. Sementara daerah yang dapat diterima mata dengan energi
spektrum yang sama pada siang hari yaitu antara 540-570nm. Atribut warna ini disebut
hue.
b. Luminous reflectance, yaitu klasifikasi suatu objek kedalam warna akromaik, seperti
hitam yang memiliki luminous reflectance 0 hingga putih, 100. Persepsi warna ini disebut
value.
c. Excitation purity, yaitu memiliki nomor saturation antara 0-1. Atribut ini disebut chroma.
Ketebalan dari suatu restorasi dapat mempengaruhi penampilannya. Misalnya, restorasi
komposit yang tebal yang semakin tinggi dapat menyebabkan pencahayaan dan
excitation purity semakin menurun.

Gambar 9. Skala value, chroma, dan hue

Penggambaran warrna secara tertulis tidak akan membuat seseorang mengerti dengan
jelas. Untuk itu, penggambaran secara akurat terhadap suatu cahaya yang dipantulkan
dari permukaan gigi dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel.

a. Corak, merupakan warna dominan dari suatu objek, seperti merah, hijau atau biru dan
mengacu pada panjang gelombang dominan yang terdapat pada distribusi spektrum.
b. Nilai, merupakan terang atau gelap suatu warna yang dapat diukur dari luar corak. Nilai
yang meningkat semakin keatas akan bewarna lebih putih dan semakin kebawah akan
bewarna hitam. Pengukuran ino digunakan untuk mahkota gigi tiruan yang dapat
memantulkan cahaya.
c. Kroma, mewakili derajat saturation dari suatu corak tertentu. Kroma ini bervariasi dalam
arah berputar. Warna dipusat lebih pudar yaitu warna abu-abu, atau, semakin tinggi
kroma maka warna akan semakin tajam.

Penyesuaian warna untuk gigi tiruan dikerjakan dengan menggunakan petunjuk warna/
shade guide. Yang pada bagian leher giginya telah dihilangkan karna warnanya lebih
gelap dan mempersulit penyocokan warna. Bagian ini ditentukan oleh separuh kontur
gingival contoh warna. Penyocokan warna gigi akan lebih mudah dengan pengaturan
warna berdasarkan nilai.

Gambar 10. Acuan petunjuk warna gigi dari jenis Vita Lumin

a. Metamerism
Dalam menyocokan warna saat restorasi gigi, kualitas dan intensitas cahaya
merupakan faktor yang harus dikontrol. Hal tersebut penting karena spektrum
cahaya pada lampu pijar dan cahaya matahari berbeda. Objek yang tampak
dibawah sumber cahaya tertentu akan berbeda di sumber cahaya lain dengan
spektrum yang berbeda. Peristiwa ini disebut metamerisme. Jadi, penyocokan
warna yang dilakukan oleh dokter gigi dan teknisi labolatorium seharusnya
dilakukan dibawah 2 jenis sumber cahaya. Penyocokan warna juga seharusnya
dilakukan berdasarkan kondisi dimana pasien itu lebih banyak melakukan suatu
aktivitas.

b. Fluorescence
Fluorensi adalah emisi cahaya oleh suatu bahan material saat seberkas cahaya
bersinar kearahnya. Strukrur gigi alami menyerap cahaya dengan panjang
gelombang yang pendek yaitu 300-400 nm, disebut sebagai radiasi mendekati
ultra violet. Gigi manusia akan memberikan warna seperti lampu neon saat
dipaparkan oleh radiasi UV. Energi yang diserap gigi diubah menjadi cahaya
dengan panjang gelombang yang lebih panjang, sehingga gigi sudah menjadi
sumber cahaya. Hal ini disebut fluorensi. Untuk restorasi pada gigi anterior dan
dengan

porselain

umumnya

menggunakan

memberikan penampilan warna gigi yang natural.

c. Opacity

fluorencing

agents

untuk

Opacity adalah material yang mencegah penyerapan cahaya. Jika spektrum


warna dari sumber lampu putih seperti cahaya matahari dipantulkan dari objek,
maka objek bahan tersebut akan memberikan warna putih. Contohnya yaitu
pada gigi dan tulang.

d. Translucency
Adalah kemampuan suatu material yang menyerap cahaya tetapi kemudian
membubarkannya, sehingga objek di belakang suatu material tidak dapat
terlihat. Contohnya yaitu, kermaik gigi, resin komposit dan akrilik.

e. Transparent
Material yang transparan menyerap cahaya dan suatu objek dapat terlihat
dengan jelas melalui suatu material tersebut.

f. Opalescence
Material dengan opalescent seperti enamel gigi dapat menyebarkan cahaya
dengan panjang gelombang pendek. Dibawah cahaya yang diserap, suatu gigi
akan timbul warna coklat atau kuning, sedangkan warna kebiruan akan tampak
jelas pada cahaya yang dipantulkan. untuk menciptakan restorasi yang
warnanya seperti gigi, harus menggunakan material dengan opalescent seperti
pada porcelain veneering dan komposit.

Gambar 11. Contoh efek metamerism

Gambar 12. Opalescene pada restorasi keramik

B. Thermal properties

a. Konduktivitas termal

Konduktivitas termal adalah pengukuran termofisika mengenai seberapa baik panas yang
disalurkan melalui suatu bahan dengan aliran konduksi.

Koefisien konduksi termal adalah besarnya aluran panas dalam kalori per detik yang
melewati suatu benda berketebalan 1cm, memiliki luas daerah 1cm 2 dengan perbedaan
temperatur antara permukaan tegak lurus benda dengan aliran panas adalah 1 derajat C.

Aplikasinya yaitu pada saat penambalan dengan amalgam dalam ukuran besar atau
pembentukan gold crown dengan jarak yang dekat dengan pulpa dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien saat terjadi perubahan suhu saat makan makanan panas
atau dingin

Material seperti semen memiliki konduktivitas yang hampir sama dengan dentin dan
enamel. Konduktivitas termal suatu basis restorasi penting untuk mengurangi
perpindahan suhu ke bagian pulpa.

b. Difusi thermal

Difusi termal, berkaitan dengan penghantaran suatu panas, nilai difusi termal ini dapat
mengendalikan besarnya waktu perubahan temperatur saat panas melewati suatu bahan.

Struktur gigi harus berada dalam ketebalan tertentu untuk menyekat semen gigi dengan
efektif. Bila lapisan dentin antara dasar dinding kavitas dan pulpa terlalu tipis, dokter gii
harus meletakan lapisan tambahan sebagai basis isolator, yaitu bahan dengan
konduktivitas termalnya rendah.

c. Ekspansi termal

Koefisien ekspansi termal, yaitu perubahan panjang per unit panjang asal dari suatu
benda bila temperatur dinaikan 1 derajar C. Hal ini berpengaruh dengan restorasi gigi
yang mungkin mengalami ekspansi atau kontraksi yang lebih besar dari gigi asli jika
terjadi perubahan temperatur sehingga dapat menyebabkan restorasi bocor atu terlepas
dari ikatan gigi. Contohnya antara lain; koefisien ekspansi dari malam inlai rentan
terhadap perubahan temperatur

B. Electrical properties

a. Konduktivitas elektrik dan daya hambat listrik


Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan listrik. Hambatan
dari konduktor homogen beragam dan berpengaruh terhadap panjang dan berbanding
terbalik dengan luas dari spesimen bahan itu sendiri. Sesuai dengan rumus R=pl/A

Daya hambat merupakan hal yang penting dalam meneliti tentang persepsi sakit yang
dihasilkan dari stimulus elektrik dan perpindahan cairan yang diterapkan dalam gigi,
yang disebabkan oleh adanya pergerakan struktur ion.

Konduktivitas dari suatu bahan semen menjadi pertimbangan untuk restorasi gigi.
Email merupakan konduktor yang lemah sementara dentin merupakan konduktor yang
lebih baik. Zinc oxide-eugenol cements memiliki daya hambat paling tinggi, dan glass
ionomer cements merupakan semen yang paling konduktif dan memiliki nilai yang
sama dengan dentin.

Tabel 1. Daya hambat struktur gigi dan semen gigi

b. Dielectric constant
Dielektrik adalah bahan yang dapat mengisolasi listrik. Nilai dielectric constant dari
semen gigi secara umum akan semakin mengecil, saat suatu bahan itu mengeras. Semen
gigi diindikasi tidak dapat mengisolasi pulpa dari listrik pada restorasi logam di mulut.

Tabel 2. Nilai dielectric constant pada dentin dan semen gigi

c. Electomotive force
Electromotive force series merupakan data potensial elektroda dari logam berdasarkan
pada urutan dari kecenderungan untuk mengoksidasi. Pemahamn tentang posisi dari
electromotive force dari bahan itu sendiri diperlukan dalam bekerja dengan logam dan
alloy untuk restorasi gigi atau dengan instrumen yang peka terhadap korosi. Logam
dengan potensial elektroda negatif yang besar lebih resistan untuk memudar (tarnish)
daripada logam dengan potensial elektroda positif.

d. Galvanism
Restorasi logam pada mulut dapat menyebabkan peristiwa yang disebut galvanic ation,
atau galvanism. Hal ini dihasilkan dari perbedaan potensial antara tambalan yang
berbeda pada gigi yang berdekatan. Tambalan-tambalan ini berhubungan dengan saliva
atau cairan tulang seperti elektrolit, dan membuat sel elektrik. Saat dua tambalan yang
berlawanan berkontak, sel ini terhubung dan mengalir melalui pulpa, dan pasien akan
mengalami rasa sakit. Dari ion tersebut dapat menimbulkan arus listrik dan dapat
berpindah melewati dentin dan disekitar margin dari restorasi itu sendiri. Galvanic ini
berkembang dari kontak antara dua restorasi logam, bergantung pada komposisinya dan
area permukaannya.

Gambar 13. Semen kalcium hidroksida pada pulpa manusia.

e. Electrochemical corrosion
Suatu studi mengindikasi bahwa suatu alloy amalgam menunjukan penurunan potensial
elektrokimia, yang menghasilkan nilai yang signifikan saat tersimpan dalam keadaan
netral. Penambahan tembaga pada alloy amalgam pada proses pengerasannya akan
meningkatkan resistansi amalgam dari cloride corrosion dan galvanic corrosion. AgSn
+ AgCu akan tetap bersifat lebih pasif dibanding AgSn.

Grafik 4. Kurva perbandingan polarisasi anoda dari dua tipe amalgam pada saliva.

f. Zeta-potential
Sebuah muatan partikel menarik ion muatan yang berlawanan dengan yang
dipermukaannya. Lapisan yang dibentuk dari ion-ion ini disebut Stern layer. Untuk
menjaga keseimbangan dari cairan ini, muatan ion yang berlawanan ditarik ke Stern
layer. Potensial pada permukaan bagian dua lapisan ion yang menyebar tersebut disebut
electrokinetic atau zeta-potential. Zeta-potential ini dapat mempengaruhi permukaan
sekitar properti mekanis dari bahan material.

4. Sifat Kimia Dental Material

1. Tarnish
Tarnish (noda) adalah perubahan warna pada permukaan logam karena melakukan kontak
dengan sulfida dan klorida. Tarnish tidak menyebabkan efek samping terhadap material,

hanya saja menimbulkan kesan tidak enak dipandang mata. Tarnish bersifat reversible, itu
berarti tarnish bisa dihilangkan dari permukaan logam dengan cara memoles logam
tersebut.

2. Korosi
Korosi adalah reaksi kimia antara material dengan lingkungannya dan berpotensi
menimbulkan masalah yang serius. Proses korosi didorong oleh adanya penurunan
pembebasan energi karena adanya reaksi antara logam dengan cairan atau gas. Proses
korosi yang terjadi pada logam merupakan proses elektrokima. Pada proses tersebut, terjadi
pelepasan electron sehingga proses ini disebut oksidasi.

Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat, suatu zat padat yang
berwarna coklat-merah. Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian
tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi:

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak
sebagai katode, di mana oksigen tereduksi
.

Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III)
yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi,yaitu karat besi. Menurut jenis

reaksinya, korosi dapat dibagi menjadi korosi kering (dry corrosion) dan korosi basah
(wet corrosion).

a. Korosi kering (Dry corrosion)


Korosi kering atau korosi kimia adalah proses korosi yang terjadi melalui reaksi
kimia secara murni tanpa adanya elektrolit dengan kata lain tidak melibatkan air.
Korosi kering biasanya terjadi pada temperatur yang tinggi atau dalam kedaan kering
yang melibatkan logam (M) dengan oksigen. Berikut ini adalah proses oksidasinya:

Proses terjadinya oksida dimulai dari pembentukan oksida. Pada awal proses ini,
terjadi penarikan oksigen ke permukaan logam. Lalu dilanjutkan dengan reaksi antara
oksigen dan logam. Terbentuklah oksidasi di permukaan logam. Proses berikutnya
adalah pertumbuhan dari oksida yang telah terbentuk.

Gambar 14. Korosi kering

b. Korosi basah (Wet corrosion)


Korosi basah atau korosi elektrokimia terjadi jika reaksinya berlangsung dalam suatu
elektrolit dan terjadi perpindahan elektron antara bahan-bahan yang bersangkutan.
Reaksi ini banyak terjadi pada proses korosi. Proses kathodik adalah suatu proses
ketika sebuah oksidator, biasanya oksigen yang larut dalam air, menarik elektron dari
logam. Ekstrasi elektron kemudian menghasilkan arus yang disebut arus kathodik.
Kehilangan elektron dari logam menyebabkan logam menjadi positif. Kemudian ion
positif dilepaskan ke dalam air sehingga menghasilkan arus anoda.

Gambar 15. Korosi basah

Korosi basah dapat kita bagi lagi menjadi:

Korosi Merata (Uniform corrosion)


Korosi merata adalah korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau
campuran yang bersentuhan dengan elektolit pada intensitas yang sama.

Korosi Galvanic (Galvanic corrosion)


Korosi Galvanic adalah korosi yang terjadi bila dua logam yang berbeda berada dalam
satu elektrolit, dalam keadaan ini logam yang kurang mulia (anodic) atau logam yang
memiliki potensial yang lebih rendah akan terkorosi, bahkan lebih hebat bila campuran
tersebut tidak bersenyawa dengan logam lain. Contohnya adalah korosi yang terjadi pada
zinc beraksi dengan platinum dalam larutan asam.

Gambar 16. Korosi galvanic

Korosi Celah (Crevice corrosion)


Korosi celah adalah korosi lokal yang umumnya terjadi pada celah-celah sambungan
logam yang sejenis atau pada retakan di permukaan logam. Korosi celah terjadi
karena perbedaan konsentrasi ion logam atau konsentrasi oksigen antara celah dan
lingkungannya. Agar lebih mudah dalam memahami prinsip dasar korosi celah,
diumpamakan dua buah logam yang direndam dalam air laut. Pada awalnya, reaksi
terjadi di seluruh permukaan yaitu pada permukaan dalam dan luar celah. Karena
oksigen didalam larutan hanya terdapat dalam jumlah sedikit maka akibatnya oksigen
ini akan habis. Sementara itu reduksi oksigen terus terjadi, akibatnya didalam celah
logam akan terdapat ion logam M+ yang diseimbangkan muatannya dengan adanya
migrasi ion Cl-. Kemudian MCl akan mengalami hidrolisis. Hasil dari hidrolisi ini
adalah ion H+ dan Cl- yang dapat mempercepat laju korosi pada hampir semua jenis
logam.

Gambar 17. Korosi celah

Korosi Sumuran (Pitting corrosion)


Korosi sumuran terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam, dimana pada daerah
tersebut terdapat konsentrasi ion Cl- yang tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya
karena pada bagian luar hanya berupa lubang kecil, sedangkan pada bagian dalam
telah membentuk suatu lubang besar seperti sumur yang tidak tampak dari luar.
Mekanisme terjadinya korosi sumuran diawali dengan adanya suatu pengaruh fisik
maupun metalurgis yang membuat suatu daerah yang mengalami korosi lebih cepat
dibandingkan bagian lain di permukaan logam.

Akibat dari kondisi ini adalah terbentuknya suatu lubang kecil, dan ketika terjadi
reduksi oksigen pada permukaan yang rata maka terjadilah pelarutan logam secara
cepat di dalam lubang ini. Pelarutan logam ini kemudian memicu ion Cl - untuk
berpindah. Kemudian di dalam lubang (pit) terjadi proses hidrolisis seperti pada
korosi celah dan menghasilkan ion H+ dan Cl-. Kedua ion ini secara bersama-sama
mempercepat terjadinya pelarutan logam sehingga mempercepat proses korosi.

Gambar 18. Korosi sumuran

3. Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut untuk
larut dalam suatu pelarut. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang
larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah
etanol didalam air. Sifat ini dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.

Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran.
Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu
larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah
"tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated ).

Dalam kedokteran gigi, banyak polimer digunakan seperti resin komposit karena mudah
untuk mengabsorpsi pelarut, terutama air, dan kehilangan komponen terlarut. Molekul
pelarut dapat memutuskan rantai polimer yang menyebabkan kekuatan ikatan menurun
sehingga polimer menjadi lebih lembut, suhu transisi menurun, dan kekuatan berkurang.
Nilon sangat rentan terhadap penyerapan air. Dalam kasus resin komposit, penyerapan air
dipercaya menjadi faktor yang berperan terhadap perubahan warna pada restorasi.

5. Sifat Biologi Material Logam, Polimer, Keramik, dan Komposit


Biokompatibilitas adalah kemampuan material untuk menampilkan sebuah respons biologis
yang sesuai ketika diaplikasikan di tubuh. Hal ini dipengaruhi fungsi yang kita butuhkan serta
respons yang kita butuhkan dari materi tersebut. Biokompatibilitas DM bergantung pada
lokasi, komposisi, dan interaksinya pada rongga mulut. Respons biologis dapat berupa
mutagenik, toksik, atau imunogenik.

1. Sifat Gigi terhadap Material


a. Enamel
Karena kandungan materialnya yang tinggi, enamel lebih rapuh dibanding dentin,
kelarutannya akan lebih besar jika terpapar larutan asam. Sifat ini dimanfaatkan dimana
asam digunakan untuk mengetsa enamel untuk mendapatkan retensi mikromekanik
pada komposit resin. Proses ini berbeda bergantung pada orientasi enamelnya.
Permeabilitas enamel rendah oleh karena itu memiliki kegunaan sebagai pembatas, hal
ini tidak berarti enamel sama sekali tak bisa ditembus. Peroksida pada proses
pemutihan terbukti dapat menembus enamel selama beberapa saat.

b. Smear layer

Digunakan untuk mengurangi tekanan osmotik dan hidrostatik cairang yang berada
pada tubula dentin. Akan tetapi lapisan ini terbukti kurang efektif mengatasi osmosis.
Lapisan ini hilang ketika mengalami proses etsa sekaligus nantinya akan mengalami
demineralisasi. Smear layer, tubula dental, dan dental matriks penting sebagai agen
bonding untuk mencapai dan memengaruhi jaringan pulpa. Preparasi kavitas yang
cukup dalam akan merusak odontoblas, sedangkan preparasi kavitas dalam akan
merusak sebagian besar dentin dan odontoblas primer. Tanpa adanya smear layer
kemungkinan berdifusinya produk bakteri akan semakin dan jika hal ini terjadi maka
akan terjadi focal necrosis. Hingga akhirnya semakin menyebar dan menjadi pulpitis.
Jika tak ditangani akan terjadi liquefaction necrosis.

c. Permeabilitas dentin
Pada umumnya molekul kecil sajalah yang dapat menembus dentin seperti fenol, urea,
dan glukosa. Jika toksik masuk melalui dentin kemungkinan pembuluh kapiler dalam
pulpa-lah yang akan mendetoksifikasi toksik tersebut, tetapi bila pulpa sudah rusak,
edema dan aliran darah yang lambat akan mengganggu proses detoksifikasi ini.

d. Tulang
Memiliki kemampuan self-repair yang luar biasa. Pada defek tulang yang diakibatkan
ekstraksi atau fraktura, lokasinya akan terisi darah. Cascade fibrin kemudian terjadi dan
terjadilah bekuan darah. Sebagai gantinya sel endotel dan mesenkim tumbuh pada
bekuan darah pada lokasi tsb. Dalam beberapa minggu osteoblas baru berkembang dan
ECM akhirnya mengalami mineralisasi. Melalui pengaruh osteoblas dan osteoklas
tulang akhirnya kembali ke bentuk semula. Akan tetapi, massa tulang alveolar akan
hilang perlahan sebagai akibat tidaj adanya gaya dari gigi dan ligamen periodontal.

e. Osseointegration and biointegration


Osseointegration merupakan pendekatan perkiraan terhadap material implan. Untuk
mencapai hal tersebut, jarak tulang-implan harus kurang dari 10 A, tidak ada jaringan
fibrosa, dan harus mampu untuk survive loading dari dental prosthesis. Hal ini penting
bagi keberhasilan implan. Tulang harus dipersiapkan agar tak terjadi inflamasi. Teknik
biointegration menggunakan keramik sebagai pelapis titanium sehingga tak terdapat
celah antara implan-tulang.

f. Periodontum
Ketika sel yang menopang periodontal ligament (PDL) rusak akibat trauma dan tak
terdapat progenitor dapat terjadi ankylosis antara tulang-gigi. Dalam usaha
memperbaiki hal tersebut maka gingival epithelium menggantikan crevicular
epithelium. Gingival epithelium kemudian berproliferasi lebih cepat dibanding PDL.
Akan tetapi orientasi asli dari serat ligamen sdengan gigi yang lama sulit diperoleh,
sehingga menghasilkan ruang antara tulang alveolar-gigi.

g. Gingiva dan mucosa


Ketika terjadi trauma pada mukosa maka akan terjadi self-healing, akan tetapi jika
terjadi reaksi hipersensitivitas atau terdapat mikroorganismemaka reaksi ini akan
terhambat. Sementara trauma pada gingiva dapat diperburuk dengan adanya kalkulus.
Maloklusi, deposisi kalkulus, dsb dapat menyebabkan penumpukan endotoksin dan
terjadinya reaksi inflamasi. Hal ini dapat terjadi hingga menembus tulang alveolar dan
disebut chronic periodontal disease. Kemudiana ada juga masalah yang disebabkan
perlekatan implan pada epitelial, sehingga implan harus dilekatkan sedikit mungkin dan
hanya memberikan sedikit kesempatan bagi sel untuk tumbuh dan bermigrasi di celah

tersebut sehingga menghindari kemungkinan bakteri masuk. Inflammatory disease


dalam kasusu ini disebut peri-implantitis. DM yang antigenik juga dapat menyebabkan
hipersensitivitas.

2. Tes biokompatibilitas
a. Tes in vitro
Dilakukan pada tabung reaksi, cell-culture dish, atau diluar tubuh organisme. Prosesnya
membutuhkan kontak antara sel dan DM. Kontak dapat berupa langsung/tak langsung.
Tes ini dapat dilakukan dengan cepat tetapi biayanya lebih kecil dibanding animal test.
Kekurangaannya adalah relevansi yang kurang jika dibanding in vitro serta tak adanya
respons mekanisme perlindungan tubuh.

Tabel 3. Keuntungan dan kerugian tes in vitro, tes in vivo, dan usage test

b. Tes sitotoksisitas
Digunakan untuk mengetahui sitotoksisitas materi dengan cara melihat pertumbuhan sel
setelah terjadi paparan dengan DM. Jika DM sitotoksi maka sel akan berhenti
berproliferasi dan menunjukkan gejala sitopatik. Gejala seperti rusaknya membran
plasma juga diamati sebagai penanda sitotoksik. Pewarnaan yang diberikan ada 2 jenis:
vital (ditranspor aktif) dan nonvital (tidak ditranspor aktif, diserap oleh membran plasma
yang sudah rusak akibat sitotoksisitas).

Gambar 19. Tes toksisitas

c. Tes metabolisme dan fungsi sel

Mengukur sintesis DNA dengan menggunakan prekursor radioisotop. Salah satunya


adalah MTT test, digunakan untuk mengetahui aktivitas dehidrogenase yang mengubah
MTT menjadi senyawa formazan (biru), jika ada toksisitas maka dehidrogenase tak aktif.

d. Tes yang menggunakan indirect barriers (indirek)


Sel dilapisi dengan agar 1% dan pewarna vitalin (merah) pada sel segar. Material
diterapkan diatasnya, jika ada toksisitas maka warna merah akan memudar, sel akan
mengalami trauma. Selain itu terdapat millepore test (succinyl dehydrogenase assay).
Selain itu dentin barrier test juga tengah dikembangkan.

Gambar 20. Tes indirect barriers

e. Other Assays for Cell Function

Melihat terganggunya proses siklus sel dan pengaktifan komplemen pada sel yang
terpapar agen sitotoksik.

f. Mutagenesis assay
Mengetahui efek genotoksik DM. Tes Ames digunakan untuk melihat efek jangka pendek
mutagenesis pada DM. Tes ini membutuhkan pewarnaan khusus pada Salmonella. Tes
lainnya adalah tes styles, digunakan untuk mengetahui karsinogen poten dengan cara
melakukan paparan sel pada DM kemudian dikultur pada media soft agar. Sel yang tak
bermutasi tak akan tumbuh dan sebaliknya.

Tabel 4. Parameter tes biokompatibilitas

g. Animal test

Menggunakan tikus, hamster, dan mamalia lain sebagai tester. The mucous membrane
irritation test mengetahui apakah DM mengakibatkan iritasi oral. Skin sensitization test
pada guinea pigs untuk mengetahui ada tidaknya reaksi hipersensitivitas pada kulit.
Implantation tests digunaka untuk mengetahui kecocokan DM dengan jaringan subkutan
atau kulit dibawahnya.

h. Usage test
Digunakan pada hewan percobaan atau voluntir manusia. Perbedaannya dengan animal
test adalah bahan yang digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi klinis yang
akan diterapkan.
i. Dental pulp irritation test
Dilakukan pada hewan percobaan mamalia. DM diaplikasikan pada gigi (maxilla dan
mandibula) setelah dilakukan anastesi, didiamkan selama 8 minggu, kemudian amati
pulpa gigi apakan ada iritasi atau tidak.

j. Dental implants into bone


Dikatakan sukses apabila tak ada morbiditas, tak ada radiographic evidence, atau ulcer.

k. Mucosa and gingival usage


DM diaplikasikan pada kavitas dan juga sublingual. Response diamati dengan munculnya
mononuclear inflammatory cell.

Penggunaan tes in vitro, in vivo, dan animat test bersamaan

Gambar 21. Penggunaan tes in vivo, tes in votro, dan tes pada binatang secara bersamaan

3. Standar dalam pengukuran Biokompatibilitas

a. ANSI/ADA Document 41, 3 kategori yang dideskripsikan dalam 1982 ANSI/ADA


document: initial, secondary, and usage tests. Initial test termasuk: in vitro assays for
cytotoxicity, red blood cell membrane lysis (hemolysis), mutagenesis and carcinogenesis
at the cellular level, and in vivo acute physiological distress and death at the level of the
whole organism.. Secondary test (in vivo) termasuk: inflammatory or immunogenic
potential (e.g., dermal irritation, subcutaneous and bony implantation, and
hypersensitivity tests). Tes terakhir termasuk: placement of the materials in their intended
contexts, first in larger animals, often primates, an finally, with Food and Drug
Administration approval, in humans. Dokumen ANSI/ADA Doc. 41, 1982 Addendum
memiliki 2 assay untuk mutagenesis yaitu: the Ames test and the Styles cell
transformation test.

b. IS0 10993. Dokumennya dipublikasikan pada 1992 mengandung 12 bagian yang setiap
bagiannya berkaitan dengan aspek biologi.

4. Biokompatibilitas DM
a. Reaksi pulpa
b. Microlekage, menyebabkan iritasi pulpa dengan adanya difusi bakteri atau produk
bakteri.
c. Dentin bonding, penghapusan smear layer dapat memperkuat dental bonding tetapi dapat
mengganggu pulpa karena: menghapus material resin juxtaposes dimana dentin tak
memiliki smear layer sehingga material dapat berdifusi dan menyebabkan pulpitis; kedua
icroleakage menyebabkan difusi produk bakteri ; dan ketiga sama yang digunakan untuk
mnegetsa smear layer juga berpotensi mengakibatkan iritasi .
d. Dentin bonding agents yang beberapa diantaranya juga bersifat sitotoksik.

e. Material berbasis resin juga memiliki efek toksik, pengaplikasian protective liner atau
bonding agen dapat meminimalisasi toksisitasnya.
f. Amalgam dan alloy,memiliki titik berat pada produk hasil korosinya yang dapat bersifat
toksik.
g. Glass ionomers, bersifat toksik pascapengaplikasian tetapi toksisitas akan berkurang
seiring berjalannya waktu.
h. Liners, Varnishes, and Nonresin Cements, beberapa diantaranya juga memiliki sifat
sitotoksik.
i. Bleaching agents, toksisitasnya bergantung pada banyaknya peroksida.
j. Reaksi jaringan lunak oral lainnya terhadap materi restorasi, release product dari agen
restorasi dapat menyebabkan inflamasi. Semen memiliki toksisitas ketika pertama
diaplikasikan. Komposit sangat toksik ketika bereaksi dengan fibroblas akibat adanya
senyawa yang tak berpolimerisasi. Amalgam jika terbawa hingga gingival crevice dapat
menyebabkan inflamasi. Casting alloy dapat menyebabkan reaksi alergi contoknya nikel.
Denture baded material, khususnya methacrylates menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
Soft denture liners and adhesives, menunjukkan material ini sitotoksik in vitro dan in
vivo, efek ditandai dengan inflamasi (disebabkan plastizer).
1. Reaksi tulang dan jaringan lunak terhadap materi implan

Ceramic, toksisitas rendah, nonimunologik, nonmutagenik

Reaksi pada logam murni dan alloy, logam murni seperti titanium dapat teroksidasi
kemudian mengalami korosi, alloy dinilai lebih aman karena laju korosi lebih rendah.

6. Aplikasi Preventif Dental Material

Sejak fluoride ditemukan dapat mencegah enamel gigi dari demineralisasi in vivo dan
perkembangan berbagai macam lesi, penggunaan fluoride lalu dikembangkan sebagai material
preventif atau pencegahan kerusakan gigi. Penggunaan fluoride juga dipicu oleh rendahnya
kandungan fluoride pada suplai iar ketika masa awal pembentukan gigi. Fluoride juga dapat
digunakan sebagai suplemen untuk mencegah karies. Untuk orang yang memiliki resiko karies
yang tinggi, fluoride dapat digunakan untuk meningkatkan proteksi karies, misalnya sebagai
pasta gigi, obat kumur, gel dsb. untuk mengefektifkan pemberian fluoride dan penerimaannya
pada permukaan enamel, dibutuhkan material penunjang untuk membawa bahan fluoride yang
aktif pada konsentrasi yang tepat dan menempatkannya di posisi yang benar. Material
penunjang itu harus bersifat non toksik dan mudah dikeluarkan dari rongga mulut setelah
selesai digunakan. Kombinasi dari sistemik (fluoride yang ada dalam tubuh) dan pemberian
fluoride dapat menurunkan resiko karies.

1. Agen Kemoterapi
a. Pasta Gigi
Fungsi utama pasta gigi adalah untuk meningkatkan pembersihan permukaan gigi yang
terlihat dan mengangkat plak, debris yang tertinggal dari sisa saliva, dan sisa kunyahan
makanan. Fungsi keduanya, pasta gigi dapat digunakan sebagai pembawa fluoride,
agen pemutih untuk meningkatkan kualitas dan estetika gigi. Lama kelamaan fungsi
dari pasta gigi itu sendiri bertambah sesuai dengan keentingan industry. Seorang dokter
gigi harus mengetahui bahan-bahan yang terkandung dalam pasta gigi sehingga dapat
merekomendasikannya kepada pasien baik untuk kebutuhan yang umum maupun
kebutuhan tertentu.
Komposisi umum dari pasta gigi diantaranya :

Colloidal binding agent : sebagai carrier/ pembawa bahan-bahan aktif, ex : sodium


alginate atau metilselulosa

Humectant : sebagai stabilizer komposisi dan mengurangi kehilangan air dari evaorasi

Preservation : sebagai pencegah pertumbuhan bakteri di material

Flavoring agents : sebagai daya tarik bagi konsumen dan membantu menghilangkan bau
mulut, ex : peppermint, cinnamon, wintergreen

Abrasives : untuk membantu mengangkat plak, kotoran yang menempel dan calculus
yang tersimpan, ex : Calcium pyrophosphate, dicalcium phosphate, calcium carbonate,
hydrated silica, dan sodium bicarbonate

Detergent :digunakan untuk mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan


pengangkatan debris dari permukaan gigi, ex : sodium lauryl

Therapeutic agent : untuk mengefektifkan pemberian ion fluoride dan meningkatkan


resistensi fluorapatite dari demineralisasi asam dan perkembangan bermacam lesi

Bahan kimia lain

Dari berbagai macam komposisi pasta gigi tersebut. abrasives adalah salah satu
komponen yang terpenting dari pasta gigi karena abrasives membantu membersihkan
plak-plak dan kotoran yang menempel pada gigi. Selain itu sikat gigi juga sangat
berperan penting dalam mengangkat plak dan kotoran tersebut. pemilihan sikat gigi
didasarkan pada bulu sikatnya sendiri. Bulu sikatnya harus lembut agar tidak melukai
gigi dan harus dapat membersihkan ke sela-sela gigi.

Beberapa bahan kimia juga dimasukan ke dalam berbagai macam pasta gigi untuk
mengontrol pembentukan tartar, mengurangi resiko karies dan memutihkan permukaan
gigi. Beberapa pasta juga ada yang menggabungkan tetrasodium atau tetrapotassium
pirofosfat yang bertindak sebagai inhibitor untuk pertumbuhan kristal hidroksiapatit.
Konsentrasi fluoride dalam pasta gigi berkisar antara 0.025% sampai 0.15% tergantung
mereknya. Keefektifan pasta gigi yang mengandung fluoride tergantung pada
konsentrasi fluoride yang dikandungnya.

b. Pencuci mulut (mouthwash)


Pencuci mulut adalah larutan cair yang digunakan sebagai pembilas untuk
meningkatkan kesehatan mulut, estetika dan kesegaran nafas. Pencuci mulut paling
efektif ketika digunakan pada pagi hari atau di malam hari mengikuti pembersihan gigi
rutin dengan sikat gigi dan pasta gigi.

Pencuci mulut mengandung tiga bahan utama. Agen aktif untuk perlindungan kesehatan
spesifik, seperti aktivitas antikaries, efek antimikroba, pemberian fluoride atau reduksi
plak yang menempel. Agen aktif biasanya diberikan dalam bentuk larutan air dan/atau
alcohol. Alcohol digunakan untuk melarutkan beberapa bahan aktif, meningkatkan rasa,
dan bertindak sebagai pengawet bahan. Surfaktan juga ditambahkan ke dalam beberapa
pencuci mulut untuk membantu mengangkat debris dari gigi dan melarutkan bahan lain.
contoh surfaktan diantaranya sodium lauryl sulfate, atau cetyl pyridinium chloride.
Agen

perasa

juga

ditambahkan

untuk

menyegarkan

nafas,

termasuk

eucalyptol,menthol, thymol, and methyl salicylate.

Dua factor yang harus dipertimbangkan dalam menilai suatu produk pencuci mulut
adalah keasaman dan kandungan ethanolnya. Meskipun larutan pencuci mulut ini tidak

diminum seperti minuman beralkohol, tetap ada efek topikalnya sehingga kadar
ethanolnya tidak boleh terlalu tinggi.Dua bahan utama yang menyebabkan efek
penyembuhan positif pada pencuci mulut adalah chlorhexidine dan fluoride.
Chlorexidine adalah agen antibakteri yang kuat yang digunakan secara primer pada
pasien dengan jaringan lunak atau infeksi gusi. Konsentrasi yang dapat diterima
diantara 0,1%-0,2%. Chlorexidine jga efektif dalam mengurangi inflamasi jaringan
lunak yang berasosiasi dengan penyakit periodontal.

Resiko karsinogenik dapat terjadi dengan frekuaensi penggunaan yang meningkat.


resiko yang akan terjadi mirip dengan resiko ketika meminum minuman beralkohol.
Resiko ini biasanya akan muncul jika kandungan ethanol dalam pencuci mulut tinggi
dan jika penggunaannya berlebihan.

Gambar 22. Pencuci mulut

c. Fluoride Varnish
Yaitu pemberian fluoride secara topical ke permukaan gigi pasien yang beresiko tinggi
terkena karies. Mekanisme kerja dari fluoride varnish ini mirip dengan pencuci mulut
fluoride, fluoride kalsium diberikan ke permukaan gigi dan dikonversikan lewat reaksi
remineralisasi menjadi fluorapatite

Gambar 23. Fluoride varnish

2. Pit and Fissure Sealant


Teknik ini pertama kali diperkenalkan pada 1965 dengan nama occlusal sealing
dilatarbelakangi dari banyaknya pit dan fissure pada permukaan oklusal gigi yang rentan
terjadi karies karena ukurannya yang kecil dan morfologinya yang tidak beraturan sehingga
dapat memberikan tempat perlindungan bagi organisme seperti bakteri dan dapat

menghalangi kebersihan mulut. Prosedur ini melibatkan pemakaian methyl-2-cyanoacrylate


yang dicampur dengan poly(methyl methacrylate) dan bubuk inorganic lalu ditempatkan di
pit dan fissure.

Tujuan utama diberikannya sealant adalah agar terjadinya penetrasi bahanke dalam pit dan
fisura serta berpolimerisai dan menutup daerah tersebut dari bakteri dan debris. Bahan
sealant ideal mempunyai kemampuan retensi yang tahan lama, kelarutan terhadap cairan
mulutrendah, biokompatibel dengan jaringan rongga mulut, dsn mudah diaplikasikan.

Dua bahan sealant yang sering digunakan adalah resin sealant dan glass ionomer sealant.
Resin sealant dapat melakukan polimerisasi secara autopolimerisasi dan fotopolimerisasi.
Sedangkan glass ionomer sealant yang sering digunakan bersifat autopolimerisasi. Kedua
jenis sealant itu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Resin sealant lebih
tahan lama dan lebih memiliki kemampuan penetrasi yang baik karena adanya proses etsa
pada enamel gigi yang menghasilkan kontak yang lebih baik antara bahan resin dengan
permukaan enamel Sedangkan glass ionomer sealant digunakan karena manipulasinya yang
mudah dilakukan.

a. Resin Sealant
Sealant yang paling banyak adalah Bis-GMA resin dan light cured. Nama lengkap dari
Bis-GMA adalah ,2-bis[4(2-hydroxy-3-methacryloyloxy-propy1oxy)-phenyll propane.
Perbedaan yang paling utama adalah Bis-GMA sealant harus lebih cair untuk dapat
penetrasi ke pit dan fissure dan area sekitarnya pada gigi

b. Light-cured sealant

Kebanyakan sealant sekarang adalah light-cured yang diaktivasi oleh diketon dan amin
alifatik. Sealant ini diterapkan pada area pit dan fissure dengan aplikator yang tepat
dan, ketika tercapai polimerisasi yang diinginkan, diberikan cahaya 1 sampai 2 mm dari
permukaan selama 20 detik. Keuntungan memakai sealant ini adalah kerja sealant ini
dapat dikontrol oleh operator.

Gambar 24. Aplikasi Pit and Fissure Sealant

c. Self-cured sealant
Terdiri dari 2 komponen sistem : satu komponen mengandung Bis-GMA resin dan
benzoyl peroxide inisiator dan yang lainnya mengandung Bis-GMA resin dengan 5%
amin organic akselerator. Kedua komponen dicampur lalu langsung diaplikasikan ke
permukaan gigi. Campuran ini sangat sensitive terhadap temperature. Untuk
mengoptimalkan penetrasi, langsung apliasikan self-pured sealant setelah tercampur.
Karena manipulasi yang terlambat dapat merusak polimerisasi dan menginduksi
kegagalan ikatan.

d. Glass Ionomer Sealant


Glass ionomer digunakan sebagai sealant karena kemampuannya untuk melepaskan
fluoride dan menyediakan perlindungan karies pada permukaan gigi. Glass ionomer
lebih kental sehingga sulit berpenetrasi ke fissure yang dalam. Kuragnya kemampuan
penetrasi juga membuatnya sulit mendapatkan tingkat retensi mekanis ke permukaan
enamel yang sama dengan Bis-GMA resin. Mereka juga lebih rapuh dan kurang
resisten terhadap keausan oklusal.
Kini light cured material lebih banyak digunakan daripada self-cured karena mudah dan
pengapliaksiannya yang cepat. Sealant juga ada yang mengandung resin komposit yaitu
filled sealant ada juga yang mengandung resin murni yaitu unfilled sealant.
Hampir di semua penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara penggunaan
sealant dan proteksi karies. Untuk itu penting mengembangkan material yang retensi

terhadap enamel juga mudah diaplikasikan dengan minimal resiko menyebabkan


kontaminasi. Penelitian terkini mengindikasikan bahwa penggunaan sealant adalah cara
yang paling efektif untuk diaplikasikan ke permukaan oklusal untuk mencegah sisa-sisa
makanan yang menempel dan mengurangi resiko karies.

Manipulasi Sealant

Persiapan permukaan enamel


Meningkatkan kebasahan enamel dengan teknik etsa. Mengontrol viskositas sealant
yang penting untuk menentukan penetrasi resin ke area enamel. Etsa dilakukan kirakira 15-30 detik dengan 35% gel sampai 40% asam fosfor. Setelah itu dilakukan
pembilasan. Jika pembilasan kurang maka aka nada garam fosfat yang tersisa di
permukaan gigi dan dapat mengkontaminasi gigi.

Aplikasi sealant
Aplikasi sealant bergantung pada viskositas dan waktu guna sealant itu sendiri. Sealant
baik diaplikasikan dengan sikat tipis, aplikator bola atau syring. Hindari penggunaan
material yang berlebihan karena akan mengganggu oklusi gigi. Setelah selant
terpasang, periksa dan sesuaikan oklusi.

3. Flowable Composit
Dinamakan flowable composit karena sifatnya yang mudah mengalir dan viskositasnya
yang rendah. Dikarenakan sifatnya yang mudah mengalir, flowable composit ini dapat
menjangkau pit dan fissure pada permukaan oklusal gigi. Digunakan sebagai restorasi
preventif resin, pembatas

kavitas, repair restorasi dan restorasi servikal. Flowable composit biasanya tersedia dalam
bentuk semprotan. Dapat digunakan langsung ke dalam kavitas atau ke permukaan gigi.

Gambar 25. Flowable komposit Gambar 26.


Aplikasi flowable komposit

4. Athletic Mouth Protectors

Gambar 27. Athletic mouth orotector

Athletic mouth protectors biasanya digunakan oleh atlet, seperti atlet sepakbola, hockey es,
bola basket, gulat, hockey lapangan, softball dan olahraga lain. penggunaannya makin
meningkat setelah ada penelitian tentang olahragawan yang mengalami injury orofasial,
dari 38% yang mengalami injury, hanya 15% diantaranya yang memakai athletic mouth
protector. Injury pada gigi akibat kegiatan olahraga dapat mengakibatkan pulpitis, nekrosis
pulpa, resorpsi, pendarhan internal, kerusakan saluran pulpa dsb.

Setelah itu setiap atlet diharuskan untuk memakai internal mouth protector oleh Asosiasi
Athletic Nasional. Karenanya, diperkirakan 50.000 injury orofasial dapat dicegah tiap
tahunnya.
Stock, mouth-formed (boil-and-bite) dan custom mouth protector adalah contoh dari mouth
protector. Custom-made Mouth protector pada umumnya dibentuk dari lembaran
thermoplastic polymer yang fleksibel. Kebanyakan lembaran mouth protector itu adalah

vinyl acetate-ethylene copolymer (PVAc-PE). Keuntungan dari memakai custom-made


mouth protector adalah pas, nyaman, mudah untuk digunakan berbicara dan memiliki daya
tahan yang baik. Kekurangannya yaitu biaya pembuatannya lebih mahal dari mouth
protector pada umumnya. Pembuatan custom-made mouth protector melibatkan tahapan
umum seperti

Membuat cetakan gigi dari lengkung maksilar

Menuangkan model dental stone ke dalam cetakan

Pembentukan vakum, yaitu dengan pemanasan lembaran PVAc-PE di atas model

Pembuangan kelebihan PVAc-PE di sekitar model

Penghalusan sisi-sisi mouth protector

Manufaktur biasanya telah menyertakan instruksi untuk penggunaan boil-and-bite mouth


protector. Secara umum, prosedurnya seperti ini

Tempatkan protector di panci yang telah berisi rebusan air

Angkat setelah dipanaskan selama 10-35 detik ( sesuai direksi dari manufaktur)

celupkan dalam panci yang berisi air dingin selama 1 detik

Tempatkan ke dalam mulut, pusatkan pada gigi maksilar

Gigit ke bawah perlahan, hisap udara dan air dengan menekan lidah melawan bagian
belakang dari gigi maksilar

Tinggalkan protector selama 30 detik, jika belum terasa pas, prosedur dapat diulang, jika
protector terlalu lebar, potong ujung protector untuk menyesuaikan panjangnya sebelum
ditempatkan di air panas

7. Aplikasi Restoratif Dental Material


1. Amalgam
Amalgam merupakan material tumpat langsung yang terbuat dari alloy mercury (Hg).
Pada umumnya mercury dicampur dengan silver (Ag), tin (Sn) dan copper (Cu). Amalgam
digunakan untuk merestorasi gigi-gigi posterior dengan area yang cukup luas dan secara
permanen. Keuntungan dari penggunaan amalgam sebagi bahan restorasi yaitu
pemasangannya mudah, cost effective, tidak mudah retak, dapat digunakan pada stressbearing areas, serta tahan lama. Kerugian dalam penggunaan amalgam antara lain
warnanya yang tidak sesuai dengan warna gigi, tidak dapat berikatan dengan baik dengan
sturuktur gigi, dan dapat terkorosi setelah berada dalam rongga mulut setelah waktu yang
lama.

3. Dental Casting Alloys (Noble Metals dan Base Metals)


Dental Casting Alloys merupakan material cor untuk menumpat kavitas yang terlalu besar
atau terlal dalam. Noble Metals (Logam Mulia) merupakan jenis logam yang tahan
terhadap oksidasi dan korosi. Contoh logam mulia yang digunakan sebagai material
restoratif adalah emas (Au), platinum (Pt), palladium (Pd), iridium (Ir), ruthenium (Ru),
dan Rhodium (Rh)
Base Metals biasanya digunakan sebagai campuran untuk membentuk alloy sebagai
material restorasi. Base metals yang sering digunakan yaitu silver (Ag), copper (Cu), zinc
(Zn), indium (In), tin (Sn), gallium (Ga), dan nikel (Ni)

4. Resin Composite
Resin Composite (Polimer Matrix Composite) merupakan bentuk polimer yang digunakan
untuk merestorasi jaringan keras seperti enamel dan dentin. Resin composite digunakan
untuk mengganti struktur gigi yang hilang dan memodifikasi kontur serta warna gigi karena
memiliki warna yang sesuai dengan warna gigi. Sebagai polimer, resin composite bersifat
menyerap air sehingga tidak beitu kuat. Pada umumnya, resin composite digunakan pada
lesi yang kecil pada permukaan yang mengutamakan estetika, namun saat ini telah
berkembang teknologi nano komposit sebagai bahan retorasi pada area yang memiliki
stress-bearing lebih tinggi.

5. Glass Ionomer (Conventional Glass Ionomer dan Resin-modified Glass Ionomer)


Glass Ionomer merupakan campuran glass dan asam organik, bersifat self-adhesive,
digunakan sebagai material restorasi penunjang estetika. Glass Ionomer memiliki
keunggulan dibandingkan resin composite yaitu glass ionomer dapat melepaskan flouride
di dalam rongga mulut dan dapat mengikat flouride kembali saat penggunaan pasta gigi
berflouride. Perbedaan antara conventional glass ionomer dan resin-modified glass
ionomer yaitu pada conventional glass ionomer, komponen yang esensial yaitu
polycarboxylic acid, fluoroaminosilicate (FAS) glass, air, dan tartaric acid; sedangkan pada
resin-modified glass ionomer terdapat tambahan methacrylate yang juga terdapat dalam
resin composite untuk memperpanjang working time dan mempersingkat setting time.

6. Keramik
Yang dimaksud dengan keramik pada material kedokteran gigi adalah segala material yang
bersifat nonmetalik dan inorganik dan diproses menggunakan api bertemperatur tinggi
unutk mendapatkan sifat tertentu. Berdasarkan aplikasinya, keramik dalam kedokteran gigi

dibagi menjadi keramik dalam metal-ceramic crowns dan all-ceramic crowns, inlay, onlay,
dan pelapisan.

7. Luting Agents
Luting agents merupakan pelekat material restorasi pada permukaan gigi. Luting agents
dikategorikan menjadi: provisonal (temporary) cements dan devinitive cements.
Provisional cements bersifat sementara karena digunakan untuk menempelkan tumpatan
sementara yang memerlukan perawatan lanjutan sedangkan devinitive cements digunakan
secara permanen. Provisional cements harus memiliki strength yang tidak begitu tinggi dan
mudah dilepas, contohnya zinc oxide-eugenol dan non eugenol cement, dan pasta kalsium
hidroksida.
Luting agents dapat dibedakan pula melalui cara pengerasannya: reaksi asam-basa dan
polimerisasi. Luting agents yang mengeras melalui reaksi asam-basa antara lain glassionomer, resin-modified glass ionomer, zinc oxide-eugenol, zinc polycarboxylate, dan zinc
phosphate sedangkan yang mengersa melalui polimerisasi yaitu resin cements, copomers,
dan self-adhisive resin cements.

1. Aplikasi Rehabilitatif Dental Material

Material rehabilitatif merupakan material yang digunakan untuk bisa menciptakan suatu
keadaan baru sebagai tindakan untuk memperbaiki keadaan sebelumnya sehingga fungsinya

kembali semula. Yang termasuk sebagai materi rehabilitasi yaitu logam,keramik dan akrilik
resin.

1. Akrillik resin
Digunakan sebagai basis pada gigi tiruan. Akrilik resin ialah rantai polimer yang terdiri dari
unit-unit metil metakrilat yang berulang. Selain untuk basis gigi tiruan, akrilik resin
biasanya juga digunakan untuk pelat orthodonsi serta restorasi crown dan bridge. Nilai
umum Tg dari akrilik resin yaitu 105 0 . Resin akrilik dapat digolongkan sebagai isolator
yang baik. Bahan dasar untuk basis ini memiliki ketahanan yang rendah apabila dijatuhkan
pada permukaan kasar, sehingga bisa menyebabkan fraktur.
2. Dental ceramic
Aplikasi untuk ceramic sangat banyak dalam kedokteran gigi: ceramic untuk metal
crown ;all ceramic crowns, inlays, onlays, dan veneers; ceramic denture teeth (gigi tiruan).
Kualitas dari ceramic bergantung pada bahan-bahan dasarnya. Hanya bahan-bahan tertentu
saja yang bisa menjadi bahan pembentuk ceramic/ dental porcelain. Hal ini dikarenakan
terdapat banyaknya syarat dan ketentuan yang sangat ketat dalam menyusun ceramic,
seperti warna, kekuatan , insolubility, kejernihan. Bahan dasar porcelain yaitu crystalline.
Namun pada kenyataannya, ceramic bersifat sedikit rapuh, mudah hancur, dan hasil akhir
sangat ditentukan oleh teknik pembuatannya. Dental porcelain lebih keras tapi mudah
rapuh dibandingkan mengunakan plastic teeth. Plastic teeth memiliki daya pegas atau
lentur sifatnya. Selain itu, dental porcelain memiliki sifat yang lebih resistan terhadap
abrasi dibandingkan gigi asli/natural tooth. Sifat kimia dental ceramic yaitu tahan asam.
Sifat optic dari dental ceramic yaitu translusen dan dapat diwarnai menyerupai warna gigi.
Dental ceramic merupakan isolator. Keramik memiliki ketahanan terhadap tekanan tibatiba yang rendah sehingga bisa menyebabkan fraktur .

3. Alat Orthodonti
Alat orthodonti terbuat dari campuran logam atau alloys, misalnya antara nikel-titanium
atau beta-titanium. Masing-masing jenis campuran ini memiliki perbedaan dan keuntungan
kerugiannya masing-masing. Pada nikel-titanium alloy, komposisinya ialah 55% nikel dan
45% titanium dan memiliki TTR (temperature transititon range). Nikel-titanium
dibandingkan stainless steel dan beta-titanium alloy, memiliki modulus elastic dan yield
strength paling rendah namun memiliki springback tertinggi ( elastic deflaction yang
maksimum).

Beta-titanium alloy juga digunakan dalam orthodontic. Beta-titanium dapat dibentuk


dengan mudah dan dapat disolder dan dilas. Beta-titanium dibandingkan stainless steel dan
Elgiloy wires, memiliki (force magnitude) gaya yang lebih rendah, elastic modulus lebih
rendah, dan springback lebih tinggi, lower yield strength, kelenturan yang baik,
kemampuan untuk di las dan daya tahan terhadap korosi.

Tiga jenis dari alat orthodonti yaitu stainless steel, nikel-titanium dan beta-titanium. Dari
ketiganya, stainless steel memiliki yield strength, modulus elastic dan spring rate paling
tinggi, dan springback paling rendah. Elgiloy paling mudah untuk dibentuk. Nikel titanium
alloy paling rendah dalam modulus elastic dan yield strength, sedangkan springback paling
besar. Nikel titanium memiliki spring rate paling rendah, tapi daya pegasnya paling tinggi.

2. Aplikasi Laboratoris Dental Material

Material Cetak

Material cetak kedokteran gigi digunakan untuk mereplika jaraingan keras dan lunak kavitas
oral pasien dengan akurat. Area lingkup cetakan sangat beragam, mulai dari cetakan satu gigi,
panoramic, maupun edentulous. Material cetak akan ditempatkan pada tray, kemudian
diletakkan pada permukaan oklusal gigi pasien, kemudian dilepas. Hasil yang diperoleh
merupakan reproduksi negative/negative cast dari jaringan oral pasien. Cast adalah kontruksi
yang meliputi denture, crown, prostesa tetap gigi, dan bentuk restorasi lainnya. Untuk
mendapatkan hasil positive cast, diisikan dengan dental stone atau dental material lainnya.

Model atau positive cast yang akurat ini digunakan dalam berbagai macam kasus kedokteran
gigi, yaitu dalam bidang orthodonsia mengevaluasi kondisi gigi, keadaan oklusi; dalam bidang
prostodonsia untuk membuat prostesa, merestorasi gigi, dan sebagainya. Selain itu, material
cetak juga digunakan untuk menduplikasi gigi pasien dari hasil cetakan sebelumnya.
Material cetak ini biasanya dibuat dalam kondisi plasts, tidak mengalami deformasi sehingga
keakuratannya tepat. Aspek terpenting yang harus dimiliki oleh material cetak kedokteran gigi
adalah akurasi, detail, dan kualitas replica. Sedangkan untuk pengaplikasiannya ke dalam
kavitas oral, material ini diletakkan di atas sendok cetak: stock tray, bite registration tray,
custom tray, atau triple tray.

Tidak semua bahan dapat digunakan sebagai material cetak kedokteran gigi. Sayar wajib yang
harus dipenuhi untuk menjaga kualitasnya antara lain:

Memiliki aroma, rasa, dan warna yang baik

Tidak mengandung racun/bahan iritan

Tidak berubah bentuk dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat disimpan dan
didistribusikan

Modal yang digunakan sesuai dengan hasil yang akan didapat

Mudah digunakan dengan peralatan minimum

Karakter material sesuai dengan kebutuhan klinis

Tekstur dan konsistensi baik

Mudah membasahi jaringan oral

Memiliki sifat elastic yang sesuai sehingga mudah dilepaskan dari oral

Memiliki kekuatan yang baik sehingga tidak mudah rusak ataupun sobek

Kestabilan terhadap temperature baik

Kompatibilitas baik dengan cast dan die materials

Akurat dalam penggunaan klinis

Mudah diberikan disinfektan tanpa mengubah keakuratan

Tidak mengeluarkan gas atau hasil sampingan selama masa pencetakkan

Terdapat beragam bahan-bahan material kedoktekteran gigi, namun yang paling sering
digunakan pada saat ini adalah alginate hydrocolloid dan elastomeric impression materials.
Elastomeric impression materials telah menggantikan material kedokteran gigi yang kaku
seperti plaster, impression compound, dan zinc oxide-eugenol untuk mencetak jaringan lunak
oral dan keadaan oklusi.

Tabel 5. Klasifikasi Material Cetak Kedokteran Gigi

1. Material Cetak Non-Elastis


a. Plaster of Paris
o Komponen: kalsium sulfat hemihidrat dan inorganic salts yang bereaksi dengan
H2O menjadi kalsium sulfat dihidrat
o Sifat:
i.
ii.

Fisik: Perubahan dimensi kecil karena ada zat anti-ekspansi

Mekanik:

Jika ada undercuts, cetakan plaster akan patah ketika


dikeluarkan dari mulut

Perubahan dimensi dalam hal penyimpanan cetakan plaster


kecil, meskipun terjadi sedikit shrinkage

Bertahan lama dalam penyimpanan dengan kontainer


tertutup

iii.

Kimia: Setting time dapat dikontrol dengan menambahkan jumlah aditif


yang pas

iv.

Biologi:

Merekam detail halus karena materialnya sangat cair ketika


masuk ke dalam kavitas oral

Bahan cetak plaster tidak toksik hanya menimbulkan


sensasi kering pada kavitas oral

o Manipulasi: Plaster of Paris dicampur H2O dengan ratio 100 gram : 50-60 ml.
Pengadukan bebas dari gelembung yang dapat menimbulkan hasil tidak akurat
o Sudah jarang digunakan semenjak ada bahan elastic

b. Impression Compound/Modelling Plastic


o Komponen: Campuran resin (Colophony, shellac), waxes, filler (talc), organic
acids (asam stearat/stearin), dan coloring agents
o Indikasi utama: mencetak edentulous, preparasi gigi tunggal, membuat stabil pita
matriks atau alat operatif lainnya
o Macam:
i.

Tipe I: Bahan Lower Fusing digunakan untuk cetakan prostetik


preliminary pada full denture berupa lembaran dengan tebal 4-5 cm dan
peripheral seal

ii.

Tipe II: Bahan Higher Fusing digunakan sebagai bahan sendok cetak yang
cukup kaku untuk menahan beban cetak lain

o Sifat:
i.

Fisik:

Thermoplastic (melunak jika dipanaskan dan mengerasi


jika didinginkan, bukan reaksi kimia)

Jika koefisien thermal expasion naik, maka hasil dimensi


cetakan tidak akan sama dengan dimensi dalam mulut.
Pendinginan menyebabkan shrinkage

ii.

Mekanik:

Dapat terjadi perubahan dimensi selama penyimpanan di


lab

iii.

Bahan ini cocok untuk bahan model atau die

Non-toxic dan non-iritan

Mengeras untuk waktu yang cukup dalam mulut

Shelf life cukup lama, dan dapat terjadi perubahan pada

Biologi

komposisi shellac yang menyebabkan kerusakan bahan


o Manipulasi:
i.

Cetakan prostetik: Dipanaskan dalam water bath 55-60oC untuk waktu


yang cukup agar didapatkan pelunakan yang merata

ii.

Cetakan dengan Cu Band: Stick compound dipanaskan di atas api, bila


terlalu panas sebagian bahan menguap dan akan mempengaruhi sifat
bahan.

Jika terlalu lama dicelupkan ke dalam water bath makan


beberapa bahan akan lepas dalam air.

Jika terlalu dingin, pada saat pendinginan, maka tidak


mendapat flow yang tepat dalam mulut.

Kalau terlalu panas, dental compund akan terasa lengket


dan mulut seperti terbakar

iii.

Gunakan water spray 16-18C untuk pendinginan

iv.

Setelah dingin, stick compund dilepas dari kavitas preparasi

c. Zinc Oxide Eugenol Paste


o Komponen: terdapat dalam dua bentuk pasta/tube:
i.

Pasta I: Zinc oxide pasta + oil (misalkan minyak olive, yang berfungsi
sebagai plasticisor)

ii.

Pasta II: eugenol 12-15%, resin hydrogenated ditambahkan untuk


mempercepat setting dan untuk pemakaian pasta lebih kohesif, talc dan
kaolin, zinc asetat sebagai akselerator, asam karboksilat sebagai pengganti
eugenol

o Sifat:
i.

Fisik:

Flow cukup baik sehingga mencetal detil halus dalam


kavitas oral

Material cetak ini tidak kuat sehingga harus menggunakan


sendok cetak (impression tray)

ii.

Stabil dalam penyimpanan di lab

Perubahan dimensi kecil atau tidak ada selama proses

Mekanik:

setting yaitu 0.1%

iii.

Bahan yang sudah setting menjadi tidak elastic

Setting time 3-5 menit dan final setting time 10 menit

Bahan ini sesuai dengan dental stone untuk pengisian pasta

Kimia:

dapat diangkat dari stone dengan melunakkannya dalam air


60C selama 5-10 menit
iv.

Biologi:

Non-toxic tetapi iritan karena eugenol

Pasta dapat melekat pada jaringan pada rongga mulut dan


bibir, sehigga dilapisi dengan vaselin

Penambahan air akan meningkatkan temperatur dan


memperpendek setting time

o Manipulasi:
i.

Kedua pasta memiliki warna yang kontras, sehingga dapat dibedakan

ii.

Penggunaan dengan panjang yang sama, kedua pasta di aduk di glass slab
dengan spatula flexible sampai homogeny

d. Malam
o Komponen: campuran wax dan resin
o Sifat:
i.

Kimia: titik lebur rendah, pada temperature mulut dapat mengalir (flow
tinggi)

o Sudah tidak digunakan sebagai bahan cetak

2. Material Cetak Elastis


a. Hydrocolloid Impression Materials
Sol dapat diubah menjadi dua bentuk gel melalui dua cara, yaitu:
o Reduksi temperature, bersifat reversible. Bila bahan dipanaskan akan membentuk
sol kembali. Contoh: agar hydrocolloid
o Reaksi kimia, bersifat irreversible. Contoh: alginate hydrocolloid
Gel dapat kehilangan dan menyerap air. Kehilangan air terjadi karena penguapan,
syneresis, atau jika molekul gel saling berdekatan. Sedangkan gel menyerap cairan
melalui imbibisi.

b. Agar Hydrocolloid

o Komponen:
Komponen

Persentase

Fungsi

Agar

14%

Koloid

Borax

0,2%

Memperkuat
memperpanjang
setting DM

K2SO4

2%

Akselerator setting stone

H2O

83.8%

Media dispersi

gel,
waktu

Tabel 6. Komonen agar hydrocolloid

o Sifat:
i.

Fisika:

Flow baik, mencetak detail halus

Bahan yang terkena sendok cetak mengeras terlebih dahulu


karena lebih dingin dari temperature jaringan oral

Bahan yang sudah setting dapat melewati undercut.


Perlekatan agar ke logam buruk sehingga perlu sendok
cetak yang berlubang

Model harus segera diisi untuk mencegah kemungkinan


penguapan ataupun imbibisi. Bila tidak memungkinkan
dapat disimpan dalam larutan C2SO4- 2% atau dalam
humidor

Setting time agar lambat kecuali bila didinginkan secara


efisien

ii.

Daya tahan penyimpanan cukup baik

Kesesuaian dengan bahan tuang tergantung sifat-sifat kimia

Mekanik:

dari bahan cetak. Tanpa akselerator untuk setting dari stone


(misalnya K2SO4), permukaan lunak yang didapatkan

iii.

Resistensi terhadap robekan buruk

Non-toxic dan non-iritant

Bahan dapat dipakai lagi dan disterilkan dengan direndam

Biologi:

dalam cairan sodium hypocloride/glutaraldehyde selama 10


menit
o Manipulasi:

Pemanasan tabung dalam air mendidih unit proses 10-45 menit

Setelah mendidih, bahan dapat disimpan pada temperature 650 C sampai/selama 8 jam
agar bagian dalam tabung lunak

Bahan dikeluarkan ke dalam sendok cetak metal dengan interloking mekanik

Sendok cetak yang sudah diisi bahan cetak diletakkan dalam tempering bath pada
temperature 450 C selama 2 menit sebelum diletakkan pada mulut pasien

Dengan pendinginan sendok cetak maka bahan agar akan cepatsekali setting

Temperatur lebih tinggi diperlukan untuk mengubah bentuk gel menjadi sol kembali
o Aplikasi: Pencetakkan protesa, mahkota, atau bridge.

c. Alginate Hydrocolloid
o Komponen:

Tabel 7. Komponen alginate hydrocolloid

o Sifat:
i.

Fisika:

Flow baik mencetak detail halus

Selama setting, cetakan tidak boleh digerakkan

Alginate tidak stabil pada penyimpanan karena penguapan

Kesesuaian dengan stone dan plaster baik, beberapa


alginate memberikan permukaan seperti bubuk pada model
dari beberapa dental stone

ii.

Kimia:

Reaksi lebih cepat pada temperature yang lebih tinggi,


bahan cetak yang berkontak dengan jaringan akan setting
terlebih dahulu

Setting time tergantung pada komposisi dan temperature


pengaduka

Tidak

dapat

ditaruh

dalam

keadaan

temperature lebih panas dari suhu ruang


iii.

Biologi:

o Manipulasi:

Non-toxic, non-iritan

Rasa dan bau dapat diterima

lembab,

dan

Kaleng/kantong bubuk dikocok agar distribusi unsure merata

Bubuk dan air ditakar sesuai ratio

Gunakan air dengan suhu ruang (terlalu panas setting time cepat, terlalu dingin setting
time lambat)

Retensi dengan sendok cetak: sendok cetak lubang-lubang dan perekat (sticky wax yang
dilebur atau methyl cellulose)

Dicampur secara aktif deisebar di pinggir bowl selama 1 menit

Cetakan diangkat dari dalam mulut setelah bentuk elastis pertama sekali terlihat

Waktu pengeluaran dari mulut cetakan harus:


1. Dicuci dengan air dingin untuk membuang saliva
2. Ditutup dengan serbet basah untuk mencegah syneresis
3. Isi secepat mungkin, sebaiknya tidak lebih dari 15 menit setelah
pengambilan cetakan
o Aplikasi: prostesa dan keperluan orthodonsia

d. Elastomer
o Komponen dan Sifat:

Tabel 8. Komponen dan sifat elastomer

i.

Polysulfid: dua bentuk pasta: pasta base dan accelerator. Polimernya


memiliki berat molekul antara 2000-4000 dam memiliki gugus terminal (SH) yang akan dioksidasi oleh aselerator dan menghasilkan perpanjangan
rantai dan ikatan silang antar rantai

ii.

Silikon Kondensasi: dua bentuk pasta: pasta base mengandung linear


silicone/polydimethilsiloxane yang memiliki gugus terminal OH reaktif;
filler calcium carbonate/calcium silica. Pasta akselerator merupakan cairan
yang mengandung suspensi octoate dan alkyl silikat.

iii.

Silikon adisi: Pasta base: polimer dengna berat molekul rendah


(polumethylhydrosiloxane) dengan 3-10 gugus terminal per molekul, juga
mengandung filler. Pasta acceletrator dan pasta base mengandung polimer
dimethylsiloxane dengan ujung terminal vinyl.

iv.

Polyeter: Pasta base: kopolimer rantai panjang dengan atom oksigen dan
gugus metilen, gugus terminal reaktif, filler silica, plasticizer tipe non-

ftalat, trigliserida. Pasta accelerator: 2,5 dichlorobenzene sulfonate yang


nantinya akan digantikan oleh sebuah kation alifatik sebagai agen pemulai
ikatan silang
o Manipulasi:
i.

Teknik monofase atau viskositas tunggal

untuk DM viskositas sedang

cocok digunakan pada silikon adisi dan polyeter karena


keduanya memiliki sifat pseudoplastisitas

penurunan viskositas pada saat diaduk cepat atau dengan


menekankan material tersebut pada bowl saat pengadukan
kemudian diinjeksikan ke dalam mulut

material yang tidak dimanipulasi (memiliki viskositas


tetap) diletakkan dalam sendok cetak

material yang ada dalam sendok cetak ini ditumpuk diatas


material yang tadi diinjeksikan dan tunggu sampai setting

ii.

Teknik putty-wash

Cocok digunakan untuk silikon kondensasi

Pengerutan/perubahan dimensi karena hilangnya produk


samping polimerisasi

Metode ini seperti teknik monofase, hanya saja material


yang ada di sendok cetak merupakan material dengan
konsistensi sangat tinggi/putty

Material Cor / Model / Die Materials


Bahan Pengisi/Filler/Cor
o digunakan untuk observasi struktur oral pasien
o cetakan adalah model kerja, digunakan untuk membuat retainer orthodontic dan
gigi tiruan prostodontic
o sangat akurat mereplikasi gigi satuan dan sering digunakkan untuk membuat
crown atau inlay
o material yang digunakkan untuk mengecor:
o Gypsum (sering)
o Epoxy (jarang)
o Logam Electroplat (sangat jarang)
o kesesuaian bahan cor dengan bahan cetak:
o Gypsum cocok dengan agar, alginat, silikon, polisulfida, polieter
o Epoxy cocok dengan silikon (membutuhkan materi separator untuk mencegah
reaksi epoxy dengan bahan cetak), polieter, polisulfida (membutuhkan separator)
o Perbandingan Gypsum dan Epoxy
Sifat

Gipsum

Epoxy

Resistansi terhadap abrasi

Buruk

Baik

Kemudahan penggunaan

Mudah

Cukup sulit

Waktu yang dibutuhkan

Minimal

Beberapa jam

Peralatan yang digunakan

Minimal

Minimal

Zat kimia yang berbahaya

Tidak ada

Beberapa(allergy)

Perubahan dimensi

Sedikit expansi

Sedikit kontraksi

Akurasi

Baik

baik

Tabel 9. Perbandingan gypsum dan epoxy

1. Gypsum
a. Aplikasi:

Replikasi jaringan keras dan lunak kavitas oral untuk pembuatan alat
orthodonti, prostodonti (mahkota, jembatan, protesa)

Bahan dasar material tanam tuang tipe Gypsum-bounded investment

Tipe I: Impression plaster (untuk mencetak, sudah tidak digunakan)

Tipe II: Model plaster/dental plaster untuk studi model

Tipe III: Deental stone untuk working model

Tipe IV: Dental stone high strength untuk working model dengan carving

Tipe V: Dental stone high strength high expansion sebagai material tanam

b. Tipe:

tuang/investment
c. Komponen utama: semua tipe berbahan dasar kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4.H2O)
d. Manipulasi:

Masukkan air ke dalam bowl, tuang bubuk stone gips sesuai rasio

Aduk dengan spatula dengan kecepatan 120 rpm selama 1 menit hingga
homogeny

Tuang adonan ke dalam cetakkan di atas vibrator

Rapikan hasil pengecoran dan tunggu hingga mengeras

Lepaskan model kerja setelah mengeras di bawah air mengalir

Amati model rahang dan gigi: porositas dan detail hasil pengecoran

Bentuk kristal:

e. Sifat:

Impression plaster dan dental plester: iregular dan porus

Dental Stone: regular dan relatif tidak porus

Dental stone high strength dan high expansion: regular dan


tidak porus

Setting Time:

o Impression plaster: 4 1
o Dental Plaster: 12 4
o Dental stone: 12 4
o Dental stone high strength: 12 4
o Dental stone high strength high expansion: 12 4
Waktu setting diperngaruhi: accelerator (garam anorganik NaCL, CaSO4, K2SO4,
partikel terra alba), retarder (bahan organik: glue, gelatin, borax, partikel koloid:
darah, saliva, agar, alginate yang tidak setting), suhu dan kelembaban, spatulasi,
bentuk dan kehalusan partikel, kemurnian bahan.

Compressive strength setelah 1 jam:

Impression plaster: 4 2 MPa

Dental Plaster: 9 MPa

Dental Stone: 21 MPa

Dental stone high strength: 34 MPa

Dental stone high strength high expansion: 48 MPa

f. Hasil Cetakan yang baik:

Detail halus jelas

Tidak berporus atau bernodul

Keras dan tidak mudah rusak

1. Epoxy
a. Berbentuk pasta, mengeras dengan bantuan activator bergugus amin. Aktivator ini
bersifat toxic dan tidak boleh tersentuh kulit
b. Tidak dapat digunakan bersama agar yang mengandung air karena air menghambat
polimerisasi resin sehingga memperlambat pengerasan
c. Digunakan bersama elastomer

Investment
Aplikasi: restorasi dengan emas atau logam. Terdapat dua tipe:

Tipe I: komposisi terdiri dari ikatan fosfat yang tahan panas, digunakan
dengan cast glass technique

Tipe II: Membuat semua restorasi keramik, baik veneer (lapisan), inlay,
maupun crown,

Gambar 28. Investment

Daftar Pustaka

Craig RG and Powers JM. 2002. Craigs Restorative Dental Material 11th edition. Missouri:
Mosby
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-7202-2702100027-bab2.pdf Diakses pada hari
Selasa, 19 Februari 2013 pukul 21.00
Manapalil J. 2003. Basic Dental Material 2nd edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher.
Phillips. 2003. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Sakaguchi, Ronald R. and John M. Powers. 2012. Craigs Restorative Dental Materials 13th ed.
Philadelphia: Elsevier Mosby

Van, Richard Noort. 2002. Introduction to Dental Materials 2ndEdition.

Anda mungkin juga menyukai