Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

KONJUNGTIVITIS ADENOVIRUS

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Veryne Ayu Permata


220 101 142 10 097

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
Konjungtivitis merupakan inflamasi konjungtiva yang dapat disebabkan
infeksi, alergen, lensa kontak, bahan kimia, dan penyakit tertentu. 1 Konjungtivitis
infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan fungi. 2 Konjungtivitis virus dan bakteri
merupakan konjungtivitis yang mudah ditularkan dari orang ke orang melalui kontak
dengan objek yang terkontaminasi. Virus merupakan penyebab konjungtivitis yang
paling sering terjadi. Konjungtivitis virus dapat disebabkan berbagai jenis virus dan
yang paling sering adalah adenovirus. Pada umumnya infeksi virus bersifat selflimiting, namun proses penyembuhannya dapat lebih lama dibandingkan
bakteri.3 Gejala yang sering dikeluhkan pasien serupa mata merah, gatal, dan sekret
yang membuat fisura palpebra lengket atau sulit dibuka saat bangun tidur.
Konjungtivitis virus merupakan penyakit yang biasa dan sering terjadi di
masyarakat seluruh dunia. Tidak ada prevalensi akurat mengenai konjungtivitis yang
disebabkan virus karena pada umumnya orang jarang datang ke rumah sakit untuk
berobat. Konjungtivitis virus dapat mengenai segala usia baik orang dewasa dan
anak-anak. Adenovirus biasanya mengenai pasien usia 20-40 tahun, sedangkan
herpes simpleks virus dan varisela zoster virus lebih sering mengenai anak kecil dan
bayi. Herpes zoster merupakan reaktivasi varisela laten dan bisa mengenai orang
segala usia. Konjungtivitis virus biasanya bersifat akut dan bersifat self-limiting
yang dapat sembuh sekitar 2-4 minggu secara spontan.3,4

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Etiologi
Adenovirus merupakan virus paling sering menyebabkan konjungtivitis.
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan adenovirus tipe 3, 4, dan 7.
Sedangkan keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus tipe 8, 19, 29, dan
37.3,5 Adenovirus mudah menular. Transmisi biasanya melalui sekret yang dihasilkan
mata yang terinfeksi. Keratokonjungtivitis epidemi memiliki gejala klinis berupa
konjungtivitis folikular, sekret cair, hiperemis, kemosis, pembesaran kelenjar getah
bening preaurikel, dan terkadang terbentuk membran atau pseudomembran. Infeksi
virus biasanya akut dan bersifat self-limiting. Infeksi adenovirus biasanya membaik
sekitar 14 hari setelah muncul gejala klinis. 3,5 Keterlibatan kornea kadang terjadi
sehingga penurunan visus dapat ditemukan pada penderita. Konjungtivitis demam
faringokonjungtiva lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Gejala berupa konjungtiva hiperemis, demam, faringitis, pembesaran kelenjar getah
bening preaurikular, sekret cair, fotofobia, pseudomembran, kelopak mata bengkak.
Masa inkubasi sekitar 2 minggu.
Infeksi oleh herpes simpleks lebih jarang terjadi dibanding adenovirus,
namun gejala yang ditimbulkan terasa lebih berat karena sering melibatkan kornea
yang menyebabkan kebutaan.3 Konjungtiva herpetik umumnya disebabkan HSV tipe
I. Herpes tipe 2 lebih sering mengenai genital, namun juga dapat menyebabkan
konjungtivitis okular bila mata terkena cairan genital misalnya neonatus yang
terinfeksi lewat jalan lahir. Herpes sering menyerang anak-anak dengan gejala iritasi,
sekret mukosa, dan nyeri. Infeksi primer dapat berupa konjungtivitis bulbi yang
sifatnya unilateral. Kadang disertai erupsi vesikular eritematosa pada tepi palpebra.
Vesikel kadang muncul di tepi palpebra. Gambaran konjungtivitis folikular sering
ditemui dengan pembesaran kelenjar getah bening preaurikular.5
Infeksi primer varisela zoster virus berupa cacar air dan infeksi sekunder
berupa zoster. Infeksi dapat terjadi akibat kontak langsung dengan lesi kulit atau
dengan inhalasi sekret dari traktus respiratorius yang terinfeksi varisela zoster
virus.3 Gejala pada mata teradi bila VZV menyerang saraf trigeminus cabang
oftalmika. Gejala klinis berupa konjungtiva hiperemis, vesikel, pseudomembran,
papil, dan pembesaran kelenjar preaurikel. Penemua sel raksasa pada pewarnaan

giemsa, kultur virus, dan inklusi intranuklear dapat menegakkan diagnosis


konjungtivitis varisela zoster.5
Moluskum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis folikular yang
terjadi akibat adanya partikel virus pada sakus konjungtiva dari lesi kelopak mata
yang iritatif.3
Virus pikorna tipe CA24 dan EV70 menyebabkan konjungtivitis hemoragik
akut yang memiliki gambaran klinis mirip konjungtivitis adenovirus, namun lebih
parah karena diserta perdarahan konjungtiva. Infeksi sangat mudah menular dan
terjadi endemik. Konjungtivitis hemoragik akut ditandai dengan kongesti
konjungtiva, dilatasi pembuluh darah, dan edema. Infeksi virus biasanya
menimbulkan respon sel mononuklear.3
2.2 Patogenesis
Epitelium yang melapisi konjungtiva dan sklera bagian luar terpapar dengan
dunia luar. Hal ini merupakan kesempatan bagus bagi virus untuk menginvasi. Tiap
beberapa detik palpebra menutup memberi perlindungan bagi sklera da konjungtiva
berupa sekret dan pembersihan dari benda asing. Namun tetap saja ada kesempatan
kecil virus dapat masuk ke dalam sel. Apalagi ketika terjadi jejas misalnya abrasi
inokulasi langsung mungkin dapat terjadi saat pemeriksaan oftalmologi atau dari
kontaminasi lingkungan. Pada sebagian besar kasus, replikasi biasanya terlokalisasi
dan menyebabkan inflamasi misalnya konjungtivitis.
Virus memiliki genom asam nukleat single atau double stranded yang
dilingkupikapsid dengan atau tanpa amplop diluarnya. Asam nukleat dapat berupa
RNA atau DNA yang dibutuhkan untuk melakukan transkripsi menghasilkan enzim
atau protein yang dibutuhkan unuk bereplikasi. Pada permukaan kapsid terdapat
ligan yang berfungsi untuk menempel pada sel host sehingga menjadi jalan masuk
virus ke dalam sel. Pada virus yang memiliki amplop yang melingkupi kapsid,
sejenis glikoprotein terekspresikan di permukaan yang berfungsi melindungi virus
dari antibodi. Namun virus yang memiliki amplop lebih rentan terhadap pajanan
dunia luar seperti sinar UV. Sebaliknya pada virus yang hanya memiliki kapsid
seperti adenovirus dapat bertahan lebih lama di luar tubuh.6

2.3 Pemeriksaan dan penegakkan diagnosis


Pemeriksaan yang perlu dilakukan berupa pemeriksaan dasar mata untuk
membuat diagnosis dan mengevaluasi pasien dengan mata merah. Pemeriksaan dasar
mata tersebut meliputi:7
Penilaian tajam penglihatan; bertujuan untuk menilai tajam penglihatan
masih normal atau mengalami penurunan akibat permasalahan pada mata. Penilaian
tajam penglihatan menggunakan kartu Snellen, dan bahkan jari, gerakan tangan, dan
senter (penlight) bila diperlukan.
Penilaian penyebab mata merah; menggunakan bantuan loupe dan senter.
Pemeriksaan dimulai dari inspeksi dan palpasi kulit regio periorbita, kemudian
bagian kelopak mata dan konjungtiva tarsal. Dari pemeriksaan tersebut, dapat
dideteksi keberadaan proptosis, malfungsi kelopak mata, atau suatu keterbatasan
gerakan bola mata. Setelah menilai keadaan pada regio tersebut, pemeriksaan beralih
ke konjungtiva bulbi untuk mulai membedakan injeksi konjungtiva dan injeksi silier.
Pada mata merah tanpa visus menurun umumnya ditemukan injeksi konjungtiva dan/
atau perdarahan subkonjungtiva, serta gambaran khas konjungtivitis berdasarkan
etiologinya. Bila mata merah dan visus menurun selalu disertai dengan injeksi
episklera dan injeksi konjungtiva.
Penilaian karakteristik air mata; karakteristik air mata yang perlu diketahui
adalah bentuk dan sifat sekresi, serta membaginya menjadi kategori sesuai
jumlahnya (banyak atau sedikit), dan karakter (purulen, mukopurulen, atau mukous).
Penilaian kornea; bertujuan untuk menilai kejernihan dan regularitas
permukaan kornea. Bila didapatkan kekeruhan pada kornea, perlu ditentukan jenis
kekeruhan pada kornea pasien. Pemeriksaan menggunakan bantuan senter atau tes
plasido. Pemeriksaan lanjutan dapat menggunakan tes fluorescein sebagai
pemeriksaan keutuhan epitel kornea dengan metode pewarnaan.
Penilaian kedalaman bilik mata depan; menilai bilik mata depan termasuk
dalam kategori dangkal atau dalam. Selain itu, pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi
keberadaan lapisan darah atau pus di bilik mata depan.
Penilaian pupil; bertujuan menilai besar pupil, adanya mid-dilatasi, miosis,
dan refleks pupil langsung dan tidak langsung.
Penilaian tekanan intraokular; bertujuan menentukan tekanan dalam bola
mata dalam kategori normal, tinggi, atau rendah dengan menggunakan tonometer

Schiotz. Sebagai deteksi awal tekanan okular, bila tidak tersedia tonometer Schiotz,
dapat menggunakan metode palpasi bola mata. Meskipun lebih sederhana, hasil
pemeriksaan metode palpasi sangat subjektif (tergantung pengalaman dan intepretasi
pemeriksa) dan data yang didapatkan bersifat kualitatif.
Tanda dan gejala pada konjungtivitis bervariasi pada masing-masing
individu. Oleh karena itu untuk dapat menentukan diagnosa dan diagnosa banding
yang tepat, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Pada
pemeriksaan mata dasar yang dilakukan, beberapa tanda atau hasil pemeriksaan yang
membantu untuk melakukan diagnosa adalah sebagai berikut:8,9
Hiperemis
Pada umumnya mata merah pada konjungtivitis terletak pada terutama pada
bagian forniks dari konjungtiva. Visibilitas, lokasi, dan ukuran dari pembuluh darah
yang mengalami dilatasi (injeksi) dapat menjadi kriteria yang penting dalam
menentukan diagnosa banding. Berikut adalah beberapa macam tipe injeksi:
injeksi konjungtiva : merah terang, pembuluh darah yang dilatasi terlihat jelas dan
mengikuti pergerakan konjungtiva, hiperemis menurun di dekat limbus
injeksi perikorneal : mengenai pembuluh darah superfisial, berbentuk sirkular pada
area di sekitar limbus (melingkari limbus)
injeksi siliar : tidak dapat dilihat dengan jelas, pembuluh darah nonmobil pada
episklera dekat dengan limbus
injeksi gabungan

Eksudasi (Discharge)
Jumlah dan jenis eksudat yang keluar dari mata tergantung pada etiologi:
Bakterial: eksudat yang purulen atau mukopurulen
Viral: eksudat yang cair, lebih jernih
Alergi: eksudat putih kental
Toksik: tanpa eksudat
Kemosis
Kemosis merupakan pembengkakan pada sel konjungtiva (edema), terlihat berkacakaca. Kemosis yang berat mengarah kepada bakterial atau alergi.
Epifora
Epifora merupakan air mata yang berlebihan. Sekresi air mata diakibatkan oleh
adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau tergores, atau oleh rasa gatal.
Jumlah air mata semakin bertambah banyak dengan timbulnya transudasi ringan dari
pembuluh- pembuluh yang hiperemik.
Folikel
Folikel merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal dalam lapisan limfoid
konjungtiva. Folikel

dikenali

sebagai

struktur

bulat

kelabu

atau

putih

avaskulae. Tanda ini muncul tipikal pada viral dan infeksi klamidia
Hipertrofi papilar
Hipertrofi papilar merupakan reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut halus.
Konjungtiva dengan papila merah ditemukan pada penyakit bakteri atau klamidia.
Pada konjungtivitis alergi, tampilan papila rapat berwarna putih hingga kemerahan
dan berukuran raksasa, sehingga sering disebut papilla cobblestone.
Pembengkakan limfonodus
Limfe dari daerah mata akan menuju ke limfonodus di area preaurikular. Tanda ini
mengarahkan pada diagnosiskonjungtivitis viral.
Apabila diagnosis kurang meyakinkan atau dugaan konjungtivitis terhadap suatu
organisme namun tidak sembuh dengan terapi yang sudah diberikan, maka dapat
dilakukan conjunctival smear. Epithelial smear dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya patogen klamidia secara khusus atau mengidentifikasi patogen lainnya
dengan lebih jelas secara umum. Hasil penemuannya adalah sebagai berikut:8,9
Konjungtivitis bakterial : PMN, bakteri

Konjungtivitis viral: limfosit, monosit


Konjungtivitis chlamydia: badan inklusi, limfosit, sel plasma
Konjungtivitis alergi: eosinofil, limfosit
Konjungtivitis jamur: pewarnaan dengan giemsa akan menunjukkan adanya hifa
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis secara
umum sama dengan pemeriksaan pada keluhan mata merah. Beberapa hasil
pemeriksaan yang umum ditemukan pada konjungtivitis akibat virus, antara lain:7
Tidak ditemukan injeksi siliaris
Hiperemia konjungtiva
Dapat ditemukan kekeruhan dan defek kornea
Tidak ditemukan abnormalitas pupil
Bilik mata depan dalam (normal)
Tekanan intraokular normal
Tidak ditemukan proptosis
Ditemukan discharge berupa eksudat
Ditemukan pembesaran KGB preaulikular
Lebih spesifik lagi hasil pemeriksaan yang sering ditemukan pada masing- masing
virus agen penyebab konjungtivitis adalah sebagai berikut:8
Keratokonjungtivitis adenovirus
Demam faringokonjungtiva
Diakibatkan oleh adenovirus tipe 3, 4, 7 dan 5 (jarang). Transmisi melalui droplet
dan mengenai anak-anak yang juga mengalami infeksi saluran pernapasan atas.
Keratitis terjadi pada 30% kasus yang berat.
Keratokonjungtivitis epidemika
Diakibatkan oleh adenovirus tipe 8 dan 19. Transmisi melalui tangan, kontak mata,
peralatan, dan cairan. Tidak menimbulkan gejala sistemik. Keratitis terjadi pada 80%
kasus yang berat.
Tanda dan Gejala : Onset akut, mata berair, merah, rasa tidak nyaman, fotofobia,
mengenai kedua bola mata. Disertai dengan tanda-tanda berupa edema palpebra,
sekret berair, kemosis, folikel, perdarahan subkonjungtiva, pseudomembran (pada
kasus berat), limfadenopati yang nyeri.

Konjungtivitis herpes simpleks


Biasa ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun dan disebabkan oleh virus herpes
simpleks tipe 1. Manifestasi klinis yang ditimbulkan berupa:
Vesikel-vesikel herpes unilateral pada kelopak mata dan kulit sekitar mata
Hipertropi papil
Respon folikular ipsilateral atau pseudomembranosa pada konjungtiva
Limfadenopati preaurikuler dengan nyeri tekan.
Keratitis (dendritik)
Konjungtivitis moluskum kontagiosum
Merupakan suatu virus yang menimbulkan lesi yang khas pada kulit dan terkadang
pada membrane mukosa. Penyebarannya melalui kontak erat. Penyakit ini
menyerang anak-anak dan remaja. Sering terjadi pada penderita AIDS. Manifestasi
klinis yang ditimbulkan:
Nodul umbilikata pada margin palpebra
Sekret ringan dan mukoid
Respon folikel ipsilateral lesi palpebra
Pada penderita imunokompromis akan timbul nodus moluscum pada konjungtiva
bulbar.
Keratitis epitelial (pada kasus lama)

2.4 Tatalaksana
Konjungtivitas

virus

umumnya

dapat

sembuh

dengan

sendirinya.

Penatalaksanaan konjungtivitis viral pada dasarnya hanya berupa terapi simptomatik,


seperti kompres dingin atau analgetik oral dan pelumas, seperti air mata artifisial,
untuk kenyamanan pasien. Vasokonstriktor topikal dan antihistamin dapat digunakan
untuk mengatasi gatal yang tidak dapat ditahan oleh pasien, walaupun secara umum
hanya sedikit membantu dan dapat menyebabkan gejala muncul kembali setelah
pengobatan dihentikan, toksisitas lokal, dan hipersensitivitas. Pemberian vitamin C
untuk meningkatkan imunitas pasien. Pasien juga dianjurkan untuk banyak
beristirahat, mengurangi aktivitas berlebihan. Edukasi lainnya yaitu dengan menjaga
higienitas, seperti cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah memakai tetes mata,
tidak mengucek mata agar tidak terjadi penularan pada orang lain. Jangan pernah

menggunakan handuk secara bersama-sama, apalagi ada anggota keluarga lain yang
terkena konjungtivitis. Orang yang terkena konjungtivitis harus menggunakan
handuk khusus untuk mereka sendiri. Jangan pernah menggunakan tetes mata secara
bersama-sama. Buang bekas tisu untuk membersihkan mata di tempat yang aman
dan obat tetes mata harus dibuang ketika pengobatan telah selesai. Pada pasien yang
rentan dengan superinfeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik.
Terapi khusus pada agen virus3
Adenovirus; sebuah penelitian in vitro pada adenovirus tipe 8 dan kultur sel epitel
manusia, menunjukkan bahwa povidon iodin 0,8% efektif untuk mengatasi
adenovirus bebas dan tidak sitotoksik pada sel yang sehat, namun kurang efektif
dalam membasmi partikel adenovirus intraseluler. Povidon iodin berpotensi
mengurangi infeksi adenovirus.
HSV; pasien dengan konjungtivitis akibat HSV diobati dengan agen antiviral topikal,
seperti larutan dan salep idoxuridin, salep vidarabin, dan larutan trifluridin. Jika
terjadi pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri
dan mungkin tidak memerlukan terapi. Namun antivirus topikal atau sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari:
trifluridin setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vidarabin 5 kali sehari atau
idoxuridin 0,1% 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu
malam. Dapat juga digunakan asiklovir oral 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.
Pemberian steroid merupakan kontraindikasi mutlak.
Moluskum kontangiosum; mengobati lesi kulit dengan menghancurkan lesi dan
mengeluarkan inti lesinya dengan eksisi, krioterapi, atau kauterisasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Centers for Disease Control and Prevention. Conjunctivitis. Diunduh


dari www.cdc.gov Pada 13 November 2012

2.

Mark Wood. Conjunctivitis: Diagnosis and Management. Community Eye


Health. 1999; 12(30):

1920.

Diunduh

dariwww.ncbi.nlm.nih.gov pada

13

November 2012
3.

Scott IU. Viral Conjunctivitis. 2011. Diunduh dari medscape.com pada 13


November 2012

4.

Konjungtivitis. Diunduh dari repository.usu.ac.id pada 13 November 2012

5.

Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2011. Hal 128-129

6.

American Academi of Ophthalmology. External Disease and Cornea. 2012. P


104

7.

Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata.Jakarta: Badan


Penerbit FKUI. 2011. Hal 42-55

8.

Vaughan DG, Asbury T, Eva PR; alih bahasa Tambajong J, Pendit BU.
Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. 2000.

9.

Lang GK. Opthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme


Stuttgart;2000. P.535-41.67-113.

Anda mungkin juga menyukai