KONJUNGTIVITIS ADENOVIRUS
Disusun oleh :
BAB 1
PENDAHULUAN
Konjungtivitis merupakan inflamasi konjungtiva yang dapat disebabkan
infeksi, alergen, lensa kontak, bahan kimia, dan penyakit tertentu. 1 Konjungtivitis
infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan fungi. 2 Konjungtivitis virus dan bakteri
merupakan konjungtivitis yang mudah ditularkan dari orang ke orang melalui kontak
dengan objek yang terkontaminasi. Virus merupakan penyebab konjungtivitis yang
paling sering terjadi. Konjungtivitis virus dapat disebabkan berbagai jenis virus dan
yang paling sering adalah adenovirus. Pada umumnya infeksi virus bersifat selflimiting, namun proses penyembuhannya dapat lebih lama dibandingkan
bakteri.3 Gejala yang sering dikeluhkan pasien serupa mata merah, gatal, dan sekret
yang membuat fisura palpebra lengket atau sulit dibuka saat bangun tidur.
Konjungtivitis virus merupakan penyakit yang biasa dan sering terjadi di
masyarakat seluruh dunia. Tidak ada prevalensi akurat mengenai konjungtivitis yang
disebabkan virus karena pada umumnya orang jarang datang ke rumah sakit untuk
berobat. Konjungtivitis virus dapat mengenai segala usia baik orang dewasa dan
anak-anak. Adenovirus biasanya mengenai pasien usia 20-40 tahun, sedangkan
herpes simpleks virus dan varisela zoster virus lebih sering mengenai anak kecil dan
bayi. Herpes zoster merupakan reaktivasi varisela laten dan bisa mengenai orang
segala usia. Konjungtivitis virus biasanya bersifat akut dan bersifat self-limiting
yang dapat sembuh sekitar 2-4 minggu secara spontan.3,4
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Etiologi
Adenovirus merupakan virus paling sering menyebabkan konjungtivitis.
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan adenovirus tipe 3, 4, dan 7.
Sedangkan keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus tipe 8, 19, 29, dan
37.3,5 Adenovirus mudah menular. Transmisi biasanya melalui sekret yang dihasilkan
mata yang terinfeksi. Keratokonjungtivitis epidemi memiliki gejala klinis berupa
konjungtivitis folikular, sekret cair, hiperemis, kemosis, pembesaran kelenjar getah
bening preaurikel, dan terkadang terbentuk membran atau pseudomembran. Infeksi
virus biasanya akut dan bersifat self-limiting. Infeksi adenovirus biasanya membaik
sekitar 14 hari setelah muncul gejala klinis. 3,5 Keterlibatan kornea kadang terjadi
sehingga penurunan visus dapat ditemukan pada penderita. Konjungtivitis demam
faringokonjungtiva lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Gejala berupa konjungtiva hiperemis, demam, faringitis, pembesaran kelenjar getah
bening preaurikular, sekret cair, fotofobia, pseudomembran, kelopak mata bengkak.
Masa inkubasi sekitar 2 minggu.
Infeksi oleh herpes simpleks lebih jarang terjadi dibanding adenovirus,
namun gejala yang ditimbulkan terasa lebih berat karena sering melibatkan kornea
yang menyebabkan kebutaan.3 Konjungtiva herpetik umumnya disebabkan HSV tipe
I. Herpes tipe 2 lebih sering mengenai genital, namun juga dapat menyebabkan
konjungtivitis okular bila mata terkena cairan genital misalnya neonatus yang
terinfeksi lewat jalan lahir. Herpes sering menyerang anak-anak dengan gejala iritasi,
sekret mukosa, dan nyeri. Infeksi primer dapat berupa konjungtivitis bulbi yang
sifatnya unilateral. Kadang disertai erupsi vesikular eritematosa pada tepi palpebra.
Vesikel kadang muncul di tepi palpebra. Gambaran konjungtivitis folikular sering
ditemui dengan pembesaran kelenjar getah bening preaurikular.5
Infeksi primer varisela zoster virus berupa cacar air dan infeksi sekunder
berupa zoster. Infeksi dapat terjadi akibat kontak langsung dengan lesi kulit atau
dengan inhalasi sekret dari traktus respiratorius yang terinfeksi varisela zoster
virus.3 Gejala pada mata teradi bila VZV menyerang saraf trigeminus cabang
oftalmika. Gejala klinis berupa konjungtiva hiperemis, vesikel, pseudomembran,
papil, dan pembesaran kelenjar preaurikel. Penemua sel raksasa pada pewarnaan
Schiotz. Sebagai deteksi awal tekanan okular, bila tidak tersedia tonometer Schiotz,
dapat menggunakan metode palpasi bola mata. Meskipun lebih sederhana, hasil
pemeriksaan metode palpasi sangat subjektif (tergantung pengalaman dan intepretasi
pemeriksa) dan data yang didapatkan bersifat kualitatif.
Tanda dan gejala pada konjungtivitis bervariasi pada masing-masing
individu. Oleh karena itu untuk dapat menentukan diagnosa dan diagnosa banding
yang tepat, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Pada
pemeriksaan mata dasar yang dilakukan, beberapa tanda atau hasil pemeriksaan yang
membantu untuk melakukan diagnosa adalah sebagai berikut:8,9
Hiperemis
Pada umumnya mata merah pada konjungtivitis terletak pada terutama pada
bagian forniks dari konjungtiva. Visibilitas, lokasi, dan ukuran dari pembuluh darah
yang mengalami dilatasi (injeksi) dapat menjadi kriteria yang penting dalam
menentukan diagnosa banding. Berikut adalah beberapa macam tipe injeksi:
injeksi konjungtiva : merah terang, pembuluh darah yang dilatasi terlihat jelas dan
mengikuti pergerakan konjungtiva, hiperemis menurun di dekat limbus
injeksi perikorneal : mengenai pembuluh darah superfisial, berbentuk sirkular pada
area di sekitar limbus (melingkari limbus)
injeksi siliar : tidak dapat dilihat dengan jelas, pembuluh darah nonmobil pada
episklera dekat dengan limbus
injeksi gabungan
Eksudasi (Discharge)
Jumlah dan jenis eksudat yang keluar dari mata tergantung pada etiologi:
Bakterial: eksudat yang purulen atau mukopurulen
Viral: eksudat yang cair, lebih jernih
Alergi: eksudat putih kental
Toksik: tanpa eksudat
Kemosis
Kemosis merupakan pembengkakan pada sel konjungtiva (edema), terlihat berkacakaca. Kemosis yang berat mengarah kepada bakterial atau alergi.
Epifora
Epifora merupakan air mata yang berlebihan. Sekresi air mata diakibatkan oleh
adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau tergores, atau oleh rasa gatal.
Jumlah air mata semakin bertambah banyak dengan timbulnya transudasi ringan dari
pembuluh- pembuluh yang hiperemik.
Folikel
Folikel merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal dalam lapisan limfoid
konjungtiva. Folikel
dikenali
sebagai
struktur
bulat
kelabu
atau
putih
avaskulae. Tanda ini muncul tipikal pada viral dan infeksi klamidia
Hipertrofi papilar
Hipertrofi papilar merupakan reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut halus.
Konjungtiva dengan papila merah ditemukan pada penyakit bakteri atau klamidia.
Pada konjungtivitis alergi, tampilan papila rapat berwarna putih hingga kemerahan
dan berukuran raksasa, sehingga sering disebut papilla cobblestone.
Pembengkakan limfonodus
Limfe dari daerah mata akan menuju ke limfonodus di area preaurikular. Tanda ini
mengarahkan pada diagnosiskonjungtivitis viral.
Apabila diagnosis kurang meyakinkan atau dugaan konjungtivitis terhadap suatu
organisme namun tidak sembuh dengan terapi yang sudah diberikan, maka dapat
dilakukan conjunctival smear. Epithelial smear dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya patogen klamidia secara khusus atau mengidentifikasi patogen lainnya
dengan lebih jelas secara umum. Hasil penemuannya adalah sebagai berikut:8,9
Konjungtivitis bakterial : PMN, bakteri
2.4 Tatalaksana
Konjungtivitas
virus
umumnya
dapat
sembuh
dengan
sendirinya.
menggunakan handuk secara bersama-sama, apalagi ada anggota keluarga lain yang
terkena konjungtivitis. Orang yang terkena konjungtivitis harus menggunakan
handuk khusus untuk mereka sendiri. Jangan pernah menggunakan tetes mata secara
bersama-sama. Buang bekas tisu untuk membersihkan mata di tempat yang aman
dan obat tetes mata harus dibuang ketika pengobatan telah selesai. Pada pasien yang
rentan dengan superinfeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik.
Terapi khusus pada agen virus3
Adenovirus; sebuah penelitian in vitro pada adenovirus tipe 8 dan kultur sel epitel
manusia, menunjukkan bahwa povidon iodin 0,8% efektif untuk mengatasi
adenovirus bebas dan tidak sitotoksik pada sel yang sehat, namun kurang efektif
dalam membasmi partikel adenovirus intraseluler. Povidon iodin berpotensi
mengurangi infeksi adenovirus.
HSV; pasien dengan konjungtivitis akibat HSV diobati dengan agen antiviral topikal,
seperti larutan dan salep idoxuridin, salep vidarabin, dan larutan trifluridin. Jika
terjadi pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri
dan mungkin tidak memerlukan terapi. Namun antivirus topikal atau sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari:
trifluridin setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vidarabin 5 kali sehari atau
idoxuridin 0,1% 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu
malam. Dapat juga digunakan asiklovir oral 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.
Pemberian steroid merupakan kontraindikasi mutlak.
Moluskum kontangiosum; mengobati lesi kulit dengan menghancurkan lesi dan
mengeluarkan inti lesinya dengan eksisi, krioterapi, atau kauterisasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
1920.
Diunduh
dariwww.ncbi.nlm.nih.gov pada
13
November 2012
3.
4.
5.
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2011. Hal 128-129
6.
7.
8.
Vaughan DG, Asbury T, Eva PR; alih bahasa Tambajong J, Pendit BU.
Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. 2000.
9.