Anda di halaman 1dari 13

Tugas 1.

Komponen Bioaktif Pangan

KOMPONEN BIOAKTIF PADA BIJIAN-BIJIAN DAN KACANG-KACANGAN

Oleh:
HERMAN HATTA (P3800214002)
MASRIANI (P3800214007)

PENDAHULUAN
Pangan fungsional adalah bahan pangan yang mengandung komponen bioaktif yang
memberikan efek fisiologis multifungsi bagi tubuh, antara lain memperkuat daya tahan tubuh,
mengatur ritme kondisi fisik, memperlambat penuaan, dan membantu mencegah penyakit.
Komponen bioaktif tersebut adalah senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar
zat gizi dasar. Serat termasuk zat nongizi yang ampuh untuk memerangi kanker serta menjaga
kolesterol dan gula darah tetap normal. Substitusi serat banyak digunakan dalam produk sereal
yang menjadi menu favorit di negara Barat. Selain oligosakarida, pangan serealia sering
ditambah bahan-bahan kaya serat lainnya (Wijaya 2002).
Pangan fungsional adalah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan
seseorang, penampilan jasmani dan rohani, selain kandungan gizi dan cita rasa yang dimiliki.
Dengan demikian, faktor nilai tambah bagi kesehatan yang diperoleh karena adanya komponen
aktif pada bahan pangan tersebut merupakan keharusan. Fungsi bahan pangan tidak lagi dua,
tetapi menjadi tiga, yaitu segi nutrisi, cita rasa, dan kemampuan fisiologis aktifnya (Losso
2002;Wijaya 2002).
Produk pangan fungsional juga dapat berupa produk yang diperkaya dengan komponenkomponen fitokimiawi nirgizi, komponen aktif yang dapat bersifat sebagai antioksidan karena
kemampuannya sebagai antikanker, antipenuaan, antihiperlipidemia, antitrombotik, antivirus,
dan antiangiogenik terkait penyakit jantung koroner dan stroke. Produk pangan ini umumnya
kaya akan komponen bahan aktif seperti karotenoid, likopen, terpenoid, flavonoid, dan fenolik
lain yang termasuk kelompok katekin dari teh hijau yang berkhasiat mencegah penuaan dan
risiko kanker (Irawan dan Wijaya 2002; Sloan 2002).
Komponen senyawa tersebut terdapat dalam ragam warna misalnya jagung dan sorgum
(Suarni dan Widowati 2007; Suarni dan Yasin 2011). Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Jepang mengelompokkan senyawa dalam makanan fungsional (nutrisi dan nonnutrisi) menjadi
12 komponen, yaitu serat pangan, oligosakarida (prebiotik), gula alkohol, glikosida, protein
tertentu, vitamin, kolin, lesitin, bakteri asam laktat (probiotik), asam lemak tak jenuh rantai
panjang, mineral, fitokimia, dan antioksidan. Komponen tersebut memberikan fungsi fisiologis
bagi tubuh sehingga berpengaruh positif bagi kesehatan. Fungsi fisiologis yang dimaksud antara

lain mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, mengatur kondisi ritme fisik
tubuh, memperlambat proses penuaan, dan menyehatkan kembali (Sloan 2002).
PADI
Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa)
Ketan hitam memiliki potensi sebagai pembawa antosianin yang merupakan salah satu
senyawa fenolik. Misnawi et al (2003) menyatakan bahwa kedua senyawa ini diketahui
mempunyai manfaat bagi kesehatan karena bersifat sebagai antioksidan yang dapat melindungi
kolesterol darah dari serangan oxidasi oleh radikal bebas dan senyawa radikal lainnya yang dapat
memicu aterosklerosis. Struktur antosianin pada ketan hitam dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar. Struktur antosianin ketan hitam (Ryu et al, 1998)


Menurut Hu et al (2003), pigmen antosianin yang terdapat pada ketan hitam dapat menekan
resiko kerusakan oksidatif dari low density lipoprotein (LDL) pada manusia. Selain itu Hu et al
(2003) juga melaporkan bahwa pigmen antosianin pada ketan hitam dapat mereduksi
pembentukan nitrit oksida dengan menekan aktivitas nitric oxide synthetase pada sel-sel
makrofag dan secara signifikan mencegah kerusakan DNA yang disebabkan oleh ROS (Reactive
Oxygen Species).
Hasil analisis fenolik total menunjukkan bahwa ketan hitam non sosoh memiliki kandungan
fenolik total sebesar 20.46 mg TAE/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan
kisaran fenolik total menjadi 14.63 hingga 16.12 mg TAE/g biji (Gambar 4). Berbeda dari

sorgum dan jewawut, untuk ketan hitam komponen fenolik yang dominan terdeteksi adalah
senyawa antosianin. Adanya senyawa antosianin pada ketan hitam dibuktikan oleh penelitian dari
Aligitha (2007) yang melakukan isolasi antosianin dari ketan hitam dengan cara ekstraksi secara
maserasi menggunakan pelarut metanol yang mengandung 1% asam hidroklorida pekat dan
mendapatkan bahwa isolat yang diperoleh dari hasil ekstraksi pada ketan hitam merupakan
antosianin terasilasi jenis sianidin 3 glikosida.
Data tersebut menunjukkan bahwa komponen fenolik golongan antosianin yang dominan
terdeteksi pada ekstrak ketan hitam berada pada bagian kulit luar dari ketan hitam yaitu pada
lapisan aleuronnya yang terkikis pada proses penyosohan. Adanya antosianin pada lapisan
aleuron ketan hitam dibuktikan oleh penelitian dari Hanum (2000) yang melakukan isolasi
senyawa antosianin dari bekatul ketan hitam menggunakan metode High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) dengan pelarut metanol dan mendapatkan dua komponen antosianin
pada ketan hitam yang teridentifikasi sebagai apigenidin dan apigenin.
Sorgum (Sorghum bicolor L.),

Mengkonsumsi sorgum terbukti mampu meningkatkan status antioksidan tubuh dan dapat
digunakan untuk menurunkan resiko terjangkitnya berbagai penyakit degeneratif yang
disebabkan karena kenaikan beban ROS. Sorgum memiliki komponen bioaktif seperti asam
fenolik, flavonoid dan kondensat tanin yang memiliki fungsi sebagai penangkal atau
memperlambat reaksi radikal bebas atau bersifat antioksidan.
Sorghum mengandung senyawa bioaktif diantaranya adalah fenolik yang membantu dalam
pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit. Senyawa fenolik pada sorghum

memiliki aktivitas antioksidan, sifat menurunkan kolestrol dan kegunaan lain untuk kesehatan
(Awika & Rooney, 2004).

Antosianin merupakan salah satu kelas utama dari flavonoid yang paling banyak dipelajari
dari sorghum (Awika & Rooney, 2004). Awika et al (2004) melaporkan bahwa antosianin pada
sorghum dinilai unik karena strukturnya tidak memiliki gugus hidroksil pada cincin karbon (C)
nomor 3 sehingga dinamakan 6 3-deoksiantosianin. Antosianin pada sorghum yang telah
diidentifikasi adalah apigenidin dan luteolinidin (Wu & Prior, 2005). Struktur apigenidin dan
luteolinidin dapat dilihat pada Gambar 1.

R1 = H1R2 = H1R3 = H :apigenidin


R1 = OH1R2 = H1R3 = H : luteolinidin
Gambar 1. Struktur antosianin pada sorghum, yaitu apigenidin dan luteolinidin (Awika &
Rooney, 2004)
Antosianin merupakan salah satu flavonoid yang paling penting dipelajari pada biji sorgum.
Struktur senyawa tersebut dalam biji sorgum tidak seperti antosianin pada umumnya, agak unik
karena tidak memiliki gugus hidroksil pada cincin karbon (C) nomor 3 sehingga dinamakan 3deoksiantosianin (Awika et al. 2004). Keunikan tersebut menyebabkan antosianin pada sorgum
lebih stabil pada pH tinggi dibanding pada buah-buahan atau sayuran yang berpotensi untuk zat
pewarna alami makanan (Awika dan Rooney 2004).
Antosianin pada sorgum yang telah diidentifikasi adalah apigeninidin dan luteolininidin
(Awika et al. 2004; Wu dan Prior 2005). Sorgum hitam mengandung apigeninidin dan
luteolininidin paling tinggi (3650%) dari total antosianin (Awika et al. 2004). Antosianin
termasuk flavonoid, yaitu turunan polifenol yang memiliki fungsi bagi kesehatan, di antaranya
sebagai antioksidan (Wang et al. 1997), pencegah jantung koroner dengan mencegah
penyempitan pembuluh arteri (Manach et al. 2005), dan pencegah kanker (Karainova et al.
1990). Konsentrasi flavonoid biji sorgum relatif tinggi, sehingga antosianin dan turunannya
berpotensi sebagai sumber antioksidan. Komponen fenolik sorgum disajikan pada Tabel 7.

Komponen flavonoid yang lain dari sorghum selain antosianin adalah senyawa tanin. Tanin
adalah senyawa fenolik yang larut dalam air. Senyawa tanin pada sorghum berperan melindungi
biji dari predator burung, serangga, kapang serta dari cuaca (Waniska et al, 1989). Tanin dari
sorghum menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi secara in vitro (Riedl &
Hagerman, 2001). Sorghum memiliki berbagai efek positif bagi kesehatan yang berkaitan erat
dengan berbagai komponen bioaktif terutama senyawa fenolik yang dimilikinya (Dicko et al,
2005; Awika & Rooney, 2004).
Hasil analisis fenolik total menunjukkan bahwa sorghum non sosoh memiliki kandungan
fenolik total sebesar 6.31 mg TAE/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan kisaran
fenolik total menjadi 2.13 hingga 3.38 mg TAE/g biji (Gambar 4). Senyawa fenolik yang
dominan terdeteksi pada sorghum adalah senyawa golongan tanin yang biasa terdapat pada
tanaman jenis serealia. Awika (2003) menyatakan bahwa sorgum mengandung berbagai
komponen bioaktif yang salah satunya adalah senyawa fenolik yang biasanya berperan dalam
pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit.
Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa komponen fenolik seperti tanin yang dominan
terdeteksi pada ekstrak sorghum berada pada bagian kulit luar dari serealia yaitu pada lapisan
testa yang terkikis pada proses penyosohan. Adanya senyawa tanin pada biji sorgum juga
dilaporkan oleh Awika et al (2003) yang menyatakan bahwa senyawa polifenol yang terdapat
pada bagian testa dari biji sorghum terdiri dari antosianidin, leukoantosianidin dan tanin.

Kemampuan lain komponen fenolik sorgum seperti asam ferulat, p-caumarin dan flavonoid
dapat berikatan dengan reseptor pada permukaan sel limfosit yang tersusun atas protein. Menurut
Deykes dan Rooney (2006; 2007) komponen fenolik sorgum seperti asam felurat, p-caumarin
dan flavonoid sangat mudah berikatan dengan protein.
Pada biji sorgum terdapat dua jenis pigmen yaitu karoten dan polifenol. Senyawa polifenol
terdiri dari empat senyawa yaitu flavonoid, antosianin, leukoantosianin, dan tanin. Senyawa
polifenol tersebut terdapat pada lapisan epikarp, endokarp, dan testa dimana semua senyawa
tersebut memiliki aktivitas antioksidan(25). Sorgum varietas kawali yang disosoh 20 detik
memiliki aktivitas antioksidan 6,68 mg AEAC/g,
Aplikasi pada Makanan
Untuk sorgum, produk olahannya masih sangat terbatas sehingga perlu mendapat perhatian
dengan mengkaji kekayaan komponen pangan fungsionalnya. Sorgum dapat diolah menjadi
berbagai produk pangan fungsional, atau disubstitusikan pada pengolahan pangan tanpa
menghilangkan nilai fungsionalnya.
Sorgum dapat diolah menjadi berbagi makanan yang menarik dan mengandung nilai
funsional yang tinggi, terutama sebagai sumber pembentukan antioksidan intraseluler didalam
tubuh dan mencegah berbagai penyakit degeneratif. Menurut Puspawati et al., (2009)(22)
sorgum dan jewawut dapat diolah menjadi bubur instan, baik dengan penambahan BTP maupun
tidak dengan menggunakan drum dryer.
Menurut Amrinola et al., (2010) sorgum dapat diolah menjadi nasi instan dengan
perendaman pada Na-sitrat 1% selama 2 jam pada suhu 50 OC. Tahapan pembuatan nasi sorgum
instan adalah; pencucian, pemasakan, pembekuan, thawing, pengeringan dan proses rehidrasi.
Wafel sorgum merupakan salah satu produk baru yang memiliki nilai fungsional, wafel
merupakan produk rerotian yang terbuat dari tepung, telur, pengembang, susu, dan waffle iron
(5).
JAGUNG
Kelebihan jagung sebagai pangan fungsional adalah mengandung lemak esensial omega 3
dan 6 serta asam amino lisin dan triptofan yang tinggi pada jagung Quality Protein Maize
(QPM). Jagung yang dipanen muda dapat diolah menjadi berbagai produk makanan. Jagung

pipilan kering dapat langsung diolah menjadi berbagai produk pangan, sedangkan biji sorgum
harus melalui proses penyosohan terlebih dahulu.
Produk olahan jagung secara tradisional telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan
dengan sentuhan teknologi pengolahan dapat dihasilkan produk semitradisional hingga modern.
Warna jagung yang beragam, yakni putih, kuning, merah, jingga, ungu, dan hitam untuk jagung
serta krem, putih-krem, cokelat, hitam, dan merah pada sorgum, menunjukkan kandungan
senyawa pigmen antosianin (antosianidin, aglikon, glukosida), karotenoid, dan lainnya. Unsur
mineral terutama Fe, serat makanan, oligosakarida, -glukan yang termasuk komponen
karbohidrat non-starch polysaccharides (NSP) terdapat dalam biji jagung dan sorgum sehingga
prospektif sebagai sumber pangan fungsional.(Suarni dan Herman Subagio)

Jagung mengandung serat pangan yang tinggi. Kandungan karbohidrat kompleks pada biji
jagung terutama terdapat pada perikarp dan tipkarp, dan pada dinding sel endosperma, dan dalam
jumlah kecil pada dinding sel lembaga (Bressani 1990). Kulit ari (bran) jagung terdiri atas 75%
hemiselulosa, 25% selulosa, dan 0,1% lignin (bk) (Burge dan Duensing 1989). Kadar serat
pangan pada jagung tanpa kulit ari (dehulled) sangat rendah disbanding biji utuh (Suarni dan

Widowati 2007). Pengolahan tepung jagung menghasilkan bekatul yang bernutrisi tinggi,
termasuk serat pangannya. Oleh karena itu, pada pembuatan kue kering dan sejenisnya, bekatul
dapat dibuat tepung dan ditambahkan pada adonan (Suarni 2006). Kandungan serat pangan pada
jagung disajikan pada Tabel 2.

Jagung mengandung vitamin A atau karotenoid dan vitamin E, terutama jagung kuningmerah. Badan Litbang Pertanian telah melepas varietas jagung berprotein tinggi yaitu Provit A1
dengan kadar -karoten 0,081 ppm. Selain fungsinya sebagai zat gizi mikro, vitamin berperan
sebagai antioksidan alami yang dapat meningkatkan imunitas tubuh dan menghambat kerusakan
degeneratif sel.
Senyawa -karoten selain memiliki aktivitas vitamin A juga dapat memperlambat
penuaan, mencegah penurunan kekebalan, kanker, penyakit jantung, stroke, katarak, sengatan
matahari, serta gangguan otot (Mayne 1996). Hongmin et al. (1996) mengemukakan -karoten
dapat menangkap serangan radikal bebas, yang dianggap sebagai pemicu tumor dan kanker.
Pengaruh pengeringan
Suhu pengeringan dan faktor genetik dan lingkungan memengaruhi komposisi kimia dan
sifat fungsional jagung (Suarni et al. 2008). Vitamin A atau karotenoid dan vitamin E terdapat
dalam jagung, terutama jagung kuning. Hasil penelitian menunjukkan suhu pengering
berpengaruh terhadap komposisi pangan fungsional jagung QPM (Tabel 4).

Jagung ungu dan merah mengandung senyawa antosianin. Antosianin termasuk komponen
flavonoid, karotenoid, antoxantin, -sianin. Sebagai komponen pangan fungsional, antosianin
mempunyai fungsi kesehatan yang sangat baik. Beberapa ahli menyatakan fungsi komponen
antosianin bagi kesehatan antara lain sebagai antioksidan (Wang et al. 1997), antikanker
(Karainova et al. 1990), dan mencegah penyakit jantung koroner (Manach et al. 2005). Hal ini
sangat menarik untuk meneliti dampak positif senyawa tersebut, terutama pada masyarakat yang
mengonsumsi jagung kuning local seperti di daerah Gorontalo.
Aplikasi produk
Jagung manis umumnya dikonsumsi langsung sebagai jagung rebus, berbagai macam
camilan, serta produk kalengan. Sebagai makanan pokok, jagung dimanfaatkan sebagai
pengganti nasi atau dicampur bersama nasi. Dengan adanya teknologi pengolahan pangan nabati
maka jagung terutama jagung manis dapat dimanfaatkan menjadi minuman susu jagung dan
yogurt susu jagung manis (Suarni, tanpa tahun).
Yogurt zae mays atau yogurt jagung manis merupakan salah satu kreasi yogurt berbahan
dasar sari jagung yang diolah dengan cara yang sama seperti pembuatan yogurt pada umumnya.
(Izzul, 2010).
Jejawut (Pennisetum glaucum)
Senyawa antioksidan yang ada pada jewawut, antara lain senyawa flavonoid. Flavonoid
terbukti memiliki kemampuan dalam menangkal radikal bebas dengan baik (Dykes & Rooney

(2006). Salah satu jenis senyawa flavonoid pada jewawut adalah tanin yang terdapat pada bagian
testa dari biji jewawut. Selain tanin, adanya yang telah teridentifikasi diantaranya adalah orientin
dan vitexin (Hilu et al, 1978), luteolin dan tricin (Watanabe, 1999) serta apigenin (Sartelet et al,
1996). Struktur flavonoid pada jewawut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur flavonoid jewawut (Dykes & Rooney, 2006)


Selain digunakan sebagai sumber antioksidan potensial, jewawut juga telah dibuktikan oleh
penelitian Viswanath et al (2009) yang melaporkan bahwa senyawa polifenol yang diekstrak dari
lapisan kulit ari jewawut menggunakan metanol dan Hcl 1% selain dapat digunakan sebagai
sumber antioksidan potensial, juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap Bacillus cereus pada
minimum inhibitory concentration (MIC) sebesar 30% dengan luas zona penghambatan sebesar
15 mm.
Jewawut mengandung komponen fitokimia seperti halnya pada sorgum, yaitu komponen
fenolik yang terdiri atas fenol, dan golongan flavonoid (termasuk tannin, tetapi kandungan
taninnya lebih rendah dari sorgum). Tanin bermanfaat bagi tubuh karena bersifat antioksidan.
(Elefatio et al. 2005).
Glukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam sorgum dan jewawut, dimana
senyawa ini berfungsi sebagai imunomodulator, antiateroskerosis, antiradiasi dan antioksidan.
Kandungan beta glukan pada sorgum sebesar 1,03 gram/100 g berat kering(28). Pengaruh beta
glukan yang difortifikasi pada tepung sorgum dilaporkan secara signifikan dapat menurunkan
kadar kolesterol serum dibandingkan dengan yang tidak difortifikasi (7).
Jewawut mengandung komponen fitokimia seperti halnya sorgum yaitu komponen fenolik,
yang terdiri atas asam fenolik dan golongan flavonoid (termasuk tanin). Komponen asam fenolik

yang tinggi adalah jenis asam ferulat, kaumarat, sianamat, dan gensitin. Warna jewawut
disebabkan karena kandungan glikosilviterin, glikosiloritin alkali-labil dan asam firulat.
Komponen fenolik ini memiliki sifat antioksidan yang dapat menekan reaksi oksidasi yang
merugikan bagi tubuh. jewawut yang disosoh 100 detik memiliki aktivitas antioksidan 4,76 mg
AEAC/g biji.(36)
Menurut Singh et al., (2002) kadar MDA yang tinggi pada penderita kerusakan hati, dapat
diturunkan setelah mengkonsumsi komponen fenolik quercetin. Kandungan senyawa fenolik
pada sorgum dan jewawut dapat menurunkan kerusakan oksidatif pada sel hati, dengan
menurunkan MDA sampai 25%.
Berdasarkan hasil penelitian Singh et al., (2002)(30) komponen asam ferulat, cafeat, caumarin, sinapat dan flavonoid pada sorgum dan jewawut, memiliki reaktivitas yang tinggi
untuk memicu terekspresinya enzim SOD, sehingga dengan pemberian konsumsi 25 g/Kg BB
sudah meningkatkan kadar SOD hati secara signifikan. Menurut penelitian Sirappa (2003)31
bahwa asam ferulat mampunyai kemampuan antioksidan secara invitro, dengan menangkal
radikal superoksida, sehingga mampu menurunkan beban oksidasi pada saluran darah, selama
proses pengangkutan.
Aplikasi produk
Biji jewawut biasa digunakan sebagai makanan manusia di berbagai negara Asia, Eropa
bagian Tenggara dan Afrika Utara, biasanya diolah dengan cara dimasak seperti beras. Di Cina,
jewawut sebagai makanan bergizi bagi wanita yang hamil dan orang tua. Di Rusia dan Myanmar,
jewawut sebagai bahan pembuatan cuka, bir dan alkohol (Dykes & Rooney, 2006).
Menurut Herawati (2005)(11), jewawut dapat disubstitusikan pada pembuatan cake, sampai
batas 40%. Pada substitusi 40% dihasilkan cake yang masih disukai konsumen dan memiliki
nilai fungsional yang siknifikan (20), menyatakan bahwa jewawut dapat diolah menjadi
minuman instan dengen rasa coklat dan rasa pisang.

Anda mungkin juga menyukai