2
Mekanisme pembentukan dan destruksi tulang
Osteoblas adalah sel utama yang membentuk matriks tulang, yang diikuti
dengan kalsifikasi. Awalnya, matriks yang belum terkalsifikasi, disebut osteoid,
dibentuk dan dimineralisasi karena adanya deposisi kristal hidroksiapatit.
Destruksi tulang pada penyakit periodontal terjadi karena faktor lokal dan
sistemik.
Destruksi tulang pada penyakit periodontal tidak terjadi karena nekrosis
tulang, tetapi karena adanya keterlibatan aktivitas sel pada tulang yang masih
hidup. Nekrosis jaringan dan tulang yang terjadi akan terlihat pada dinding
jaringan lunak dari poket periodontal, bukan pada batas resorbsi dari tulang di
bawahnya.
Sel yang diperlukan untuk resorpsi tulang adalah osteoblas dan osteoklas.
Stimulasi proses resorpsi tulang terdapat pada tabel 24.1
Tabel 24.1 Stimulasi dari resorpsi tulang
Sitokin
Sumber
Fungsi
Interleukin
Makrofag
Aktivasi osteoklas
(IL)-1
Fibroblas
Monosit,
epitel
IL-6
Makrofag
Fibroblas
Sel epitel
Meningkatkan
differensiasi
sel-B
dan
produksi Ig
Meningkatkan aktivasi sel-T
Parathormon
(PTH)
kelenjar
paratiroid
3
langsung
Meningkatkan
produksi
IL-6
melalui
Diaktivasi
makrofag
Meningkatkan vasodilatasi
Monosit
OMNLs
Sel
mast,
sel
epitel
Reseptor
activator
Reseptor
of berada
osteoklas
(RANK)
Reseptor
activator
Osteoblas
of Limfosit T
Monosit
ligand
Sel epitel
(RANKL)
Vitamin D
Dan
Meningkatkan
INF-
osteoklas
dan
kolagenase
Osteoprotegrin Disekresi
oleh Menghalangi/memblok
pembentukan
(BMP2)
Kalsitonin
aktivitas
Sel
parafolikular
4
dari
kelenjar
tiroid
Estrogen
Sel
dari ovarium
Androgen
Testis
pada Stimulasi
laki-laki
Ovarium
osteoblas
dan
pembentukan tulang
pada Menghambat
wanita
differensiasi
osteoklas
dan
mendukung apoptosis
Faktor lokal
Faktor lokal dapat berupa:
- Inflamasi gingiva kronis
- Trauma karena oklusi
- Kombinasi keduanya
Peran inflamasi gingiva kronik
Inflamasi gingiva kronis adalah penyebab yang umumnya terjadi pada
destruksi tulang penyakit periodontal. Inflamasi menyebar dari gingiva ke
jaringan yang lebih dalam melalui dua jalur (menandakan adanya transisi dari
gingivitis menjadi periodontitis).
Transisi dari gingivitis ke periodontitis berhubungan dengan kandungan
plak bakteri atau ketahanan dari host. Lesi terjadi karena bakteri patogen dan
infiltrasi sel inflamatori. Lesi menjadi lebih progresif dan destruktif dengan
adanya konversi dari lesi limfosit-T menjadi limfosit-B.
Perjalanan penyebaran inflamasi
Interproksimal
a. Dari gingiva tulang ligamen periodontal
b. Dari gingiva ligamen periodontal
(jarang terjadi; biasanya pada trauma karena oklusi)
Fasial dan lingual
a. Dari gingiva di luar periosteum menuju ke tulang
5
b. Dari gingiva menuju ke ligament periodontal
Saat inflamasi dari gingiva mencapai tulang, inflamasi akan menyebar ke
sumsum tulang dan kemudian diisi oleh leukosit dan cairan eksudat, pembuluh
darah baru dan fibroblast yang berproliferasi. Osteoklas multinuklear dan fagosit
mononuklear bertambah banyak dan permukaan tulang dilapisi dengan lakuna
berbentuk kerucut yang meresorpsi. Pada sumsum tulang, resorpsi berlanjut dan
menyebabkan penipisan awal dari tulang trabekula yang mengelilingi dan
pembesaran dari sumsum tulang, diikuti dengan destruksi tulang dan pengurangan
tinggi tulang. Di sekitar daerah yang resorpsi, tulang sumsum berlemak akan
diganti sebagian atau seluruhnya menjadi sumsum tulang fibrous. Singkatnya,
perubahan pada tulang ditunjukkan pada gambar 24.2.
In)lamasi gingiva
6
Berikut adalah kemungkinan perjalanan dimana destruksi tulang terjadi
karena perluasan inflamasi gingiva (Hausmann):
1. Aksi langsung dari produk plak pada sel progenitor tulang untuk
melepaskan osteoklas.
2. Produk plak yang langsung beraksi pada tulang dan menghancurkannya
melalui mekanisme non selular.
3. Produk plak menstimulasi sel gingiva untuk melepaskan mediator, yang
kemudian menyebabkan sel progenitor berdiferensiasi menjadi osteoklas
4. Stimulasi sel gingiva untuk melepaskan agen yang mendestruksi tulang
melalui proses kimia langsung tanpa osteoklas.
5. Produk plak berperan sebagai kofaktor pada resorpsi tulang
Terdapat hipotesa yang menyatakan dua jenis sel yang berperan dalam
resorpsi tulang:
1. Osteoklas: membuang bagian mineral tulang
2. Sel mononuclear: berperan dalam degradasi matriks organic.
Keduanya ditemukan dekat dengan tulang yang teresorpsi
Destruksi tulang karena trauma dari oklusi
Trauma karena oklusi tanpa adanya inflamasi dapat menyebabkan
perubahan berikut:
1. Peningkatan penekanan dan tarikan dari ligamen periodontal
2. Peningkatan osteoklas dari tulang alveolar dan nekrosis ligamen
periodontal
Perubahan yang terjadi bersifat reversible, jika gaya dihilangkan. Namun,
trauma karena oklusi yang terus-menerus akan menyebabkan cacat tulang
berbentuk
funnel.
Urutan resorpsi tulang dikategorikan menjadi tiga fase utama (gambar
24.3).
Pembentukan osteoblas
Aktivasi
osteoklas
Pengikatan
osteonlas-
osteoklas
Perlekatan
osteoklas
pada
permukaan
tulang
yang
termineralisasi
Pembentukan
lingkungan
yang
asam
melalui
aksi
proton
pump,
yang
demineralisasi
tulang
dan
matriks
organik
Degradasi
matriks
organik
Resorpsi
matriks
tulang
yang
termineralisasi
melalui
ion
mineral
dalam
osteoklas
8
a. Parathormon (PTH)
b. Vitamin D3
Fase kedua
Osteoblas yang distimulasi oleh faktor ini menyebabkan terjadinya respon
melalui serangkaian sistem pembawa pesan kedua. Sebagai respon terhadap
stimulus ini, osteoblas mensekresi faktor yang mempersiapkan tulang untuk
resorpsi osteoklas dan juga merangsang perkembangan osteoklas.
Produksi osteoklas melibatkan pembentukan sel precursor dari sel induk di
tulang sumsum (gambar 24.4). Sel prekurosor ini bermigrasi ke permukaan tulang
dan menjadi preosteoklas sampai mereka menerima stimulus tertentu. Osteoblas
merangsang pembentukan osteklas melalui sekresi sitokin dan kontak sel ke sel.
Osteoblas dan sel lain seperti limfosit dan makrofag mensekresi faktor
pertumbuhan seperti limfosit dan faktor perangsang koloni monosit (GMCSF) dan
faktor stimulasi makrofag (M-CSF) dan makrofag IL-6 (tabel 24.2). Semua ini
bersamaan dengan IL-3 akan merangsang perkembangan sel precursor di sumsum
(gambar 24.5). Perkembangan osteoklas dikendalikan oleh sel stromal melalui
raktivator
reseptor
dari
faktor
nuclear
kappa-B
(RANK)/RANKL/aksis
osteoprotegrin (OPG). RANK berada pada osteoklas dan diaktivasi oleh ikatan
nya dengan RANKL, yang merupakan sel permukaan protein pada osteoblas,
sedangkan OPG adalah reseptor umpan dan penghambat alami pada resorpsi
tulang (gambar 24.6). Sitokin ini penting pada terjadinya regulasi proses
remodeling tulang; adanya ketidakseimbangan pada ekpresi sitokin ini akan
meneybabkan terjadinya perubahan dari fisiologis menjadi resorpsi atau
pembentukan tulang. RANKL dari limfosit dan makrofag merangsang diferensiasi
dan maturasi preosteoklas menjadi osteoklas yang bekerja.
Tabel 24.2 Faktor host dan bakteri yang terlibat dalam resorpsi tulang
Fa ktor host
Faktor bakteri
Mediator inflamasi:
Lipopolisakarida (LPS)
Asam lipoteichoic
Leukotrien
Kapsul
Heparin
dan
permukaan
yang
9
Thrombin
Peptidoglikan
Bradikinin
Muramil dipeptida
Sitokin:
Lipoprotein
Interleukin 1
Interleukin 6
Faktor nekrosis tumor (TNF)
Pengubahan faktor pertumbuhan
Platelet berasal dari faktor
pertumbuhan
10
Pelarutan terjadi karena sekresi asam dari sistem transportasi ion hidrogen
elektrogen. pH intraseluler diatur anhydrase karbon, yang berjumlah banyak pada
sitoplasma osteoklas. Pada saat terjadi interaksi, ion hidrogen dilepaskan ke
kompartemen ekstraselular lisosom dan melarutkan mineral dan menyingkap
matriks organik.
Tahap II: Pemutusan/ degradasi matriks organik demineralisasi
Osteoklas juga memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS), yang berperan
pada demineralisasi patologis tulang saat terjadinyapenyakit. Ion hidrogen yang
telah dilepaskan pada kompartemen ekstraseluler bersamaan dengan ROS,
membentuk pH yang sesuai dengan aktivitas enzim sistein protease lisosom.
Protease sistein terlibat pada produksi katepsin B, L, dan K yang dapat
mendegradasi kolagen dan proteoglikan. Namun, belakangan ini ditemukan
bahwa degradasi matriks organi melibatkan produksi dari sistein dan
metalloproteinase.
Aksi sistein proteinase: berperan oada degradasi proteoglikan dari matriks tulang
dan menyerang bagian akhir heliks dan non-heliks dari molekul kolagen. Sistein
proteinase juga mengaktifkan metalloproteinase dan proenzim.
Fungsi metalloproteinase: Saat pH meningkat, metalloproteinase berfungsi dan
kemudian menyerang bagian heliks dari molekul kolagen yang tersisa
Faktor sistemik
Faktor lokal dan sistemik mengatur keseimbangan fisiologis tulang. Ketika
terdapat kecenderungan yang mengarah pada terjadinya resorpsi tulang,
kehilangan tulang diawali dengan adanya proses inflamasi lokal yang meningkat.
Pengaruh sistemik ini terhadap respon tulang alveolar merupakan konsep faktor
tulang pada penyakit periodontal. Belakangan ini, banyak studi berfokus pada
kemungkinan adanya hubungan antara kehilangan tulang periodontal dengan
osteoporosis. Osteoporosis adalah kondisi fisiologis pada wani post-menopause
yang menyebabkan kehilangan mineral tulang dan perubahan mikrostruktur
11
tulang. Kehilangan tulang periodontal juga dapat terjadi pada gangguan skeletal
yang lain (seperti: hiperparatiroitisme, leukemia, dll) melalui mekanisme yang
dapat berhubungan dengan destruksi tulang periodontal pada umumnya.
Agen farmakologi dan resorpsi tulang
Agen farmakologi termasuk prostaglandin dan prekursornya sera faktor
aktivasi osteoklas terdapat saat inflamasi gingiva. Komplemen juga dapat
menyebabkan
resorpsi
tulang
dengan
merangsang
terjadinya
sintesa
12
aktif. Destruksi ini menyebabkan hilangnya kolagen dan tulang alveolar, sehingga
poket periodontal bertambah dalam.
Penyebab terjadinya pola destruksi belum dimerngerti secara keseluruhan,
tetapi teori di bawah ini dapat menjelaskan:
1. Munculnya aktivitas berhubungan dengan ulserasi subgingival dan
reaksi inflamasi akut yang menyebabkan kehilangan tulang alveolar.
2. Munculnya aktivitas bersamaan dengan lesi limfosit-T ke lesi limfositB inflitrasi sel plasma.
3. Masa eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan floragram negatif
poket anaerobic yang tidak terikat, motile, dan masa remisi bersamaan dengan
pembentukan flora gram-positif padat, tidak terikat dan non-motile.
4. Adanya antibodi.
Faktor penentu morfologi tulang pada penyakit periodontal
Variasi Normal tulang alveolar
Variasi normal tulang alveolar dapat mempengaruhi kontur tulang yang
disebabkan penyakit periodontal. Bagian antomi yang dapat mempengaruhi pola
kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah sebagai berikut:
1. Ketebalan, lebar dan angulasi puncah septa interdental
2. Ketebalan fasial dan lingual plat alveolar.
3. Adanya fenestrasi dan dehisiensi.
4. Peningkatan ketebalan tepi tulang alveolar untuk mengakomodasi
fungsi fungsional.
5. Susunan gigi, anatomi akar.
Sebagai contoh, cacat tulang bersudut tidak dapat terjadi pada piring
tulang alveolar fasial dan lingual yang tipis dan memiliki sedikit atau tidak ada
tulang kanselousantara lapisan kortikal luar dan dalam. Dalam hal ini, seluruh
puncak tulang alveolar terdestruksi dan ketinggian tulang berkurang.
Pola kehilangan tulang pada penyakit periodontal
Kehilangan tulang horizontal
13
Kehilangan tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang yang
paling sering terjadi pada penyakit periodontal. Ketinggian tulang berkuran tetapi
tepi tulang tetap tegak lurus terhadap permukaan gigi. (gambar 24.9).
14
vertical, namun yang lebih baik adalah pembedahan untuk melihat cacat tulang
yang terjadi.
15
16
adanya
kanal
akseksori
pulpa.
Diagnosis
ditegakkan
dengan
menggunakan probe Nabers dan radiografi pada daerah ini dapat membantu,
17
tetapi dapat dihalangi oleh berbagai faktor seperti angulasi sumber sinar dan
radiopak dari struktur sekitar.
Prevalensi dan distribusi cacat tulang pada periodontitis dewasa sedang
Berbagai klasifikasi pada cacat tulang yaitu:
1. Goldman dan Cohen (1958)
Berdasarkan morfologi, cacat tulang dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Cacat tulang dinding berdinding satu
b. Cacat tulang berdinding dua\Cacat tulang berdinding tiga
c. Cacat tulang kombinasi
2. Glickman (1964) mengklasifikasikan cacat tulang menjadi:
a. Kawat tulang/interdental
b. Cacat tulang hemiseptal
c. Cacat tulang infraboni
d. Kontur tulang bergelembung (lebih sering pada maksila dan merupakan
pembesaran tulang karena eksostosis, pembentukan tulang yang menonjol).
e. Tepi tulang yang tidak konsisten dan ledges (tepi tulang berbentuk
plateau).
3. Prichard (1967) mengembangkan klasifikasi ini dan memasukkan
keterlibatan furkasi, kelainan anatomi dari prosesus alveolar, seperti ledges tepi
yang tebal, eksostosis dan torus, dehisiensi dan fenestrasi.
Terdapat prevalensi yang tinggi pada cacat tulang pada bagian posterior
(karena tulang yang lebih tebal). Tulang yang tipis menyebabkan terjadinya cacat
tulang horizontal. Pada bagian posterior, persentase cacat tulang lebih banyak
pada daerah mandibula. Kawah interdental lebih sering terjadi pada molar dan
hemisepta jarang terjadi.