Anda di halaman 1dari 26

PATOLOGI ANATOMI

Hai…… kita bertemu lagi di tentir patologi anatomi. Kali ini bakal ngebahas banyak tentang “penyakit” yang
dialami oleh sistem muskuloskeletal.

Pertama kita bahas sedikit tentang tulang dulu. Tulang merupakan jaringan ikat yang termineralisasi. Tulang
itu sendiri terdiri dari matriks organis da anorganik.
 Organik (35%)
 Sel tulang: osteoblas, osteosit, osteoklas, prekursor osteoklas
 Osteoid (protein)
 Anorganik (65%)
 Kalsium hidroksi apatit Ca10(PO4)6(OH)2

Tulang merupakan organ yang “dinamis” dimana setiap saat terjadi proses remodeling, yaitu proses
pembentukan dan perombakan. Proses ini diatur oleh faktor-faktor yang berupa

Faktor remodeling
 Interaksi antara Osteoblas dan Osteoklas
 Sirkulasi: Vit. D, Hormon Paratiroid

Faktor Lokal
 RANK (Receptor Activator for Nuclear Factor-kB)
 RANK-L (ligan)
 OPG (Osteoprotegrin)
Proses Remodeling

Osteoklas berasal dari stem cell yang sama dengan stem cell yang
memproduksi makrofag. Reseptor RANK yang terdapat pada prekursor
osteoklas akan berikatan dengan RANK-L yang diekspresikan oleh
osteoblas & sel storma. Bersama dengan macrophage colony-
stimulating factor (M-CSF), interaksi antara RANK-RANKL
menyebabkan diferensiasi prekursor osteoklas menjadi osteoklas. Sel
stroma juga memproduksi Osteoprotegrin (OPG), yang berperan
sebagai “decoy receptor” untuk RANK-L, mencegah terjadinya
interaksi antara RANK-RANKL. Sehingga OPG mencegah resorpsi
tulang dengan menghambat diferensiasi osteoklas.

PENYAKIT KONGINETAL

1. Osteogenesis Imperfecta
 OI, yang dikenal dengan “brittle bone disease”, merupakan penyakit genetic dimana terjadi gangguan
sintesis kolagen tipe I (Mutasi rantai α1/α2). Penyakit ini akan bermanifestasi di kulit, sendi, gigi dan
mata.
 Tulang akan tumbuh kecil dan mudah patah
 Tipe
 Tipe 1  Risiko fraktur masa anak, Blue sclerae, Gangguan pendengaran, Gigi kecil

 Tipe 2  Kematian in-utero / post partum


 Tipe 3  Progressive deforming
 Tipe 4  Post natal fracture, Normal sclerae

2. Achondroplasia
 Merupakan penyakit yang disebabkan oleh mutasi titik pada fibroblast growth factor receptor 3
(FGFR3), sehingga terjadi hiperaktivasi pada gen tersebut.
 FGFR3  berfungsi untuk menghambat (inhibisi) proliferasi & fungsi kondrosit di growth / epiphyseal
plate.
 Pengaktifan FGFR3 secara terus-menerus akan menghambat proliferasi normal tulang rawan pada
lempeng pertumbuhan (epiphyseal plate).
 Autosomal dominan/spontan
 Gangguan ini teradi di tulang ossifikasi enchondral, dimana terjadi hipoplasia kartilago growth plate
 Manifestasi Klinis
 Perawakan pendek  Penonjolan os frontalis,
 Ekstremitas proksimal pendek,  Hipoplasia wajah tengah,
 Kaki bengkok,  Thoraks kecil

3. Osteopetrosis
 "Bone-that-is-like-stone“ (Gangguan resorpsi tulang/osteoklas)
 Gangguan pembentukan/diferensiasi osteoklas
 Tulang padat, keras seperti batu, rapuh (risiko fraktur)
 Autosom dominan (ringan)/autosom resesif (letal)
 Palsy nervus kranialis, rentan infeksi

DEGENERATIF

Osteoporosis
• Massa tulang berkurang
• Lokal/generalisata
• Penyebabnya ada Primer/sekunder
• Fraktur Patologis = Risiko fraktur pada bagian anggota tubuh (Vertebra thorax & lumbal& femur =
daerah yang mengandung banyak tulang cancellous [trabekula-trabekula] )
Jadi, pada wanita yang menopause kekurangan hormon estrogen menyebabkan peningakatn produksi
Interleukin 1 (IL-1), IL-6, dan faktor nekrosis tumor (TNF) oleh monosit dan sumsung tulang lainnya.
Sitokin – sitokin ini meningkatkan penyerapan tulang terutama dengan meningkatnya jumlah prekursor
osteoklas disumsum tulang. Estrogen mempengaruhi diffrensiasi osteoklas melalui jalur reseptor RANK.
Estrogen merangsang pembentukan OPG(osteoprotegrin) sehingga menghambat pembentukan
osteoklas; estrogen juga menumpulkan responsivitas prekursor osteoklas terhadap ligan RANK ;
peningkatan kadar IL-1 dan TNF (ditemukan pada defisiensi estrogen) merangsang pembentukan ligan
RANK dan macrophage colony-stimulating factor, keduanya meningkatkan pembentukan osteoklas.
Defisiensi estrogen juga menyebabkan penurunan aktivitas osteoblastik sehingga pembentukan tulang
baru juga menurun.
Jadi, berkurangnya tulangpada defisiensi estrogen dapat disebabkan oleh kombinasi peningkatan
resorpsi tulang dan penurunan pembentukan tulang.
Tulang
• Penipisan Korteks
• Pelebaran kanal Havers
• Trabekula menipis, keterkaitan berkurang

Paget Disease (Osteitis Deformans)


• ↑ Aktivitas & resorpsi osteoklas (osteolytic stage)
• ↑ Pembentukan tulang (mixed osteoclastic-osteoblastic stage)
• ↓ Aktivitas seluler (osteosclerotic stage)
 ↑ massa tulang, tumbuh tidak beraturan, lemah

• Pasien usia dewasa, tulang membesar, gangguan bentuk


• Lesi lokal/monostotic (tibia, ilium, femur, tengkorak, vertebrae, humerus)
• Lesi multipel /polyostotic (axial, femur proksimal)
Ricketsia & Osteomalasia
• Defisiensi Vit. D (gangguan mineralisasi tulang) disertai meningkatnya osteoid yang tidak mengalami
mineralisasi.
• Ricketsia (anak), gangguan di growth plates (gangguan mineralisasinya pada tulang yang sedang
tumbuh)
• Osteomalasia (dewasa), penurunan remodeling
• Biasanya karena kurangnya paparan sinar matahari (sinar mataharikan membantu dalam pembentukan
vit.D)

Hiperparatiroidisme
• ↑ Aktivasi osteoklas (resorpsi, mobiliasi Ca)
• ↑ Resorpsi Ca tubulus ginjal
• ↑ Ekskresi fosfat urin
• ↑ Sintesis Vit D ginjal
• Perubahan rangka, risiko fraktur, deformitas, gangguan sendi
• Penurunan korteks dan trabekula, resorpsi subperiosteum
• Peningkatan osteoklas, pelebaran kanal Havers
PTH itu sangat penting untuk metabolisme kalsium. Efek PTH (Paratiroid Hormon) sbb :
 Mengaktifkan osteoklas, disertai peningkatan resorpsi tulang dan mobilisasi kalsium. Efek ini
diperantarai secara tidak langsung oleh peningkatan pembentuka ligan RANK oleh osteoblas.
 Meningkatkan resorpsi kalsium ditubulus ginjal
 Meningkatkan sintesis vit.D aktif, 1,24=(oH)2-D, oleh ginjal yg pada gilirannya meningkatkan
penyerapan kalsium dari usus dan juga memobilisasi dari tulang dgn menginduksi ligan RANK

FRAKTUR

1. Complete (tulangnya terputus) , incomplete (hanya retak)


2. Tertutup, terbuka (tulangnya nongol keluar)
3. Fraktur patologis (proses patologis di dalam tulang), fraktur stress (stress yang berkepanjangan pada
/tulang)

Proses Remodelling
1. Dimulai dari proses pembekuan darah. Bekuan darah digantikan oleh jaringan ikat yang diawali dengan
proliferasi sel mesenkim dan adanya sel-sel radang yang bertugas mebersihkan.
2. Terbentuklah jaringan fibrosa dan kartilago.
3. Mulai lah dihasilkan matriks tulang rawan dan terbentuk benjolan yaitu callus. Disini tulang masih
rapuh.
4. Mulai terbentuk matriks tulang dan penulangan baru. Seiring berjalannya waktu tulang akan lurus
ke/mbali tergantung supresor dari lingkungan.

Osteonecrosis
Adalah bagian tulang yang tidak sempat mendapat aliran pembuluh darah sehingga berubah menjadi jaringan
mati. Bisa juga disebabkan oleh adanya sumbatan pembuluh darah. Ciri-cirinya adalah adanya lakuna kosong
(tidak ada sel-sel osteosit), nekrosis lemak dan kalsium. Biasanya penderita akan merasa nyeri berkepanjangan
saat aktivitas.
Penyebabnya adalah:
• Pasca fraktur (gangguan vaskuler)
• Obat steroid
• Penyakit tromboemboli
• Penyakit vaskuler primer
• Sickle cell

INFEKSI PADA TULANG

1. Osteomyelitis kronik (Radang tulang dan sum-sum tulang)


Pyogenik (bakteri)
• Jalur infeksi: Hematogen, sendi/jaringan lunak, trauma (fraktur/tindakan).
• Etiologi: 50% sulit diisolasi, S. aureus (tersering), E. coli, Streptococcus grup B, Salmonella.
Gejala: Penyakit sistemik akut, malaise, demam, lekositosis tinggi, nyeri lokal (berdenyut).
Radiologi: fokus litik (ada daerah kehitaman yang kosong) dikelilingi edema & tepi
sklerotik.

Proses Terjadinya:
1. Bakteri masuk melalui arteri nutricia ke foramen nutricium di tulang
2. Kemudian menyebar dari medulla ke korteks dan menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga
terbentuk pus
3. Dan pada akhirnya kuman-kuman menembus keluar hingga ke kulit. Sehingga tulangnya jadi
tampak bolong.

2. Osteomielitis Tuberkulosa (M. tuberculosis)


• Jalur infeksi umumnya hematogen, tulang panjang & vertebrae
• Tersering diawali di sinovium (karena mencari tempat yang banyak oksigen)
• Soliter/multifokal
• Gambaran patologi anatominya: radang granulomatosa, nekrosis kaseosa, kerusakan tulang
• Vertebra: kolaps, deformitas (Pott disease), gangguan neurologis
• Penyebaran infeksi ke jaringan lunak (abses psoas)
TUMOR TULANG

Tipe Tumor (tulang Lokasi Umur Morfologi


sejati)

Jinak
Osteoma Tulang wajah, tengkorak 40-50 Pertumbuhan eksofitik melekat
ke permukaan tulang. Secara
histologis mirip dengan tulang
normal.
Osteoid osteoma Metafisis pada femur dan 10-20 Tumor korteks, ditandai
tibia dengan nyeri. Secara
histologis, trbakula tulang
anyaman yang salung jalin.
osteoblastoma Column vertebral 10-20 Muncul dalam vertebral
transversus, dan proc.
Spinosus. Secara histogis,
mirip dengan osteoid osteoma.
Ganas
Primary Metafisis pada distal femur, 10-20 Tumbuh keluar, mengangkat
osteosarkoma proximal tibia, dan humerus periosteum dan tumbuh ke
dalam menuju rongga
medularis. Secara mikroskpis,
sel ganas membentuk osteoid,
juga ditemukan tulang rawan
Secondary Femur, humerus, pelvis >40 Komplikasi dari penyakit
osteosarkoma polystotic paget. Secara
histologis mirip dengan
primary osteosarcoma
Tumor Tulang Rawan (Kartilago)
Osteokondroma Metafisis pada tulang 10-30 Pertumbuhan tulang lengan
tubular panjang lapisan tulang rawan, mungkin
soliter, atau multipel dan
diturunkan.
enchondroma Tulang keci, pada tangan 30-50 Tumor tunggal berbatas tegas
dan kaki mirip dengan tulang rawan
normal; timbul didalam rongga
medularis tulang; jarang
multipel dan herediter.
Ganas
kondrosarkoma Tulang bahu, pelvis, femur 40-60 Muncul didalam rongga
proximal, tulang rusuk medularis. Secara
mikroskopik, anaplastic atau
mirip tulang rawan yang
berdiferensiasi baik.
Lain-lain
Tumor giant cell Epifisis pada tulang panjang 20-40 Lesi lititk yang mengerosi
(biasanya jinak) korteks. Secara mikroskopik
mengandung sel raksasa mirip-
osteoklas dan sel mononukleus
bulat hingga lonjong. Umunya
jinak.
Ewing sarkoma Diafisis dan metafisis 10-20 Timbul di rongga medullaris.
Secara mikroskopik, lembaran-
lembaran sel bulat kecil yang
mengandung glikogen;
Neoplasma agresif.
*dilihat lagi ya di ppt nya. Semangaat  semua isi ditabel ini aku ambil di ppt kuliah dan buku patologi
robbins.1

Pembahasan
1. Ostoid Osteoma (jinak)

Biasanya ada benjolan pada tulang (femur). Kadar oseoblas dan osteoklas banyak. Osteoklas (di
lacuna howship, fungsi : resorpsi matriks tulang), osteoblast (ditepi tepi). Secara histologis tumor ini
sulit dibedakan dengan osteoblastoma. Osteoid osteoma muncul paling sering di femur proksimal dan
tibia selama decade dua-tiga kehidupan. Tumor ini lebih sering muncul pada laki-laki dengan rasio 2:1.
Berdasarkan definisi, tumor berukuran <2cm. nyeri lokal merupakan keluhan yang hampir
universal dan biasanya dapat diatasi dengan aspirin. Morfologisnya : secara radiologi, neoplasma
bermanifestasi sebagai lesi berbatas tegas, yang biasanya mengenai korteks, jarang hingga ke medularis
tulang. Stroma di antara tuberkula terdiri atas jaringan ikat vaskular longgar dan bukan elemen sum-sum
tulang. Serta mengandung sel raksasa (giant cell) dalam jumlah yang bervariasi.
hayoo masih inget gak dengan histonya. Jadi pokoknya osteoblast itu letaknya ditepi tepi. Kalau dari
penampakkan ini, bentuk bulat, warna ungu tua. Osteoklas, dia terletak di lacuna howship, ya jadi liat
aja bentuknya bulat terus dia kayak berkumpul pada 1 kantung. Terlihat satu kantung yang punya inti
banyak. Silahkan diamati ya 

2. Osteosarcoma
Osteosarcoma adala neoplasma mesenkim ganas yang sel neoplastiknya menghasilkan oseoid.
Tumor yang menyumbang 20% dari tumor primer tulang. Disebabkan oleh mutasi gen RB (60-70%),
mutasi TP53. Cycling, CDK, inhibitor kinase. Umunya metafisis pada tulang panjang. Tumor ini dapat
merusak korteks membentuk jaringan lunak. Tumor menyebar ke sum-sum tulang, lempeng epifisis,
rongga sendi, pembuluh darah (nekrosis). Serta memiliki penampakkan, nucleus sel tumor
hiperkromatik, giant cell, mitosis, tulang ermineralisasi/ idak termineralisasi (osteoid).
Masnifestasi klinik, massa yang terus membesar, sering nyeri, mungkin menimbulkan perhatian,
karena fraktur pada tulang yang terkena

Gambar 1 . osteosarcoma yang berasal dari region metafisis. Tumor telah tumbuh menembus korteks
dan mengangkat periosteum. Gambar 2. Fotomikrograf oseosarkoma. Sel mesenkim pleomorfik dan
bermitosis aktif tampak menghasilkan osteoid yang berwarna gelap (meghasilkan kalsifikasi) adalah
suatu gambaran esensial unuk tumor ini.1
3. Osteokondroma
Proliferasi jinak yang terdiri atas tulang matur dan lapisan penutup tulang rawan. Tumor ini
cukup sering ditemukan, membentuk sekitar sepertiga dari semua umor jinak ditulang. Tumor ini lebih
mencerminkan malformasi daripada neoplasma sejati. Tumor cenderung berhenti, ketika pertumbuhan
tulang selesai (makanya biasa terkena pada orang yang muda 10-30 tahun). Mutasi inactive gen
EXT1/EX2. EXT berupa glikositransferase (polimerasi heparin sulfat kartilago. Autosom dominan. Di
metafisis dekat growth plae tulang endokondral. Tumor biasanya timbul dari metafisis dekat lempeng
pertumbuhan tulang tubular panjang, dan bermanifestasi sebagai tonjolan tulang beralas lebar yang
melekat erat dikorteks tulang didekatnya.

4. Kondrosarkoma
Kondrosarkoma adalah neoplasma ganas yang berisi sel mesenkim yang menghasilkan suatu
mastriks kartilaginosa. Usia pasien biasanya >40 tahun. Ditandai dengan massa membesar , nyeri.
Biasanya terkena di pelvis, bahu dan iga. Kartilago. Massa di sum-sum tulang, erosi korteks. Pada
kartilago hialin dan miksoid.

5. Ewing sarcoma and primititif neuroectodermal tumor (PNET)


PNET diferensiasi neular, tumbuh di sum-sum tulang, invasi koreks dan periosteum. Tulang
panjang (femur), pelvis, kecil (ukuran limfosit), mitosis. Sitoplasma banyak glikogen, roset homer-
wright. Ewing berasal dari saraf dan adanya translokasi kromosom yang menyebabkan pengaktifan
transkripsional. Protein gabungan yang terbentuk pengaktifan transkripsional beberapa gen sasaran yang
menyebabkan gangguan pengendalian proliferasi dan diferensial sel. Sarcoma ewings menunjukkan
translokasi t(11;22), ( q24:12) atau t(21-22) (q22;21). Sarcoma ewings terutama timbul pada anak dan
remaja, dengan indikasi puncak pada decade dua kehidupan. Ini merupakan neoplasma yang sangat
agresif dan harus dibedakan dengan tumor anak lain. Ewings terdiri atas “sel biru kecil”. Yang
membantu dalam pemeriksaan ini adalah kariotipe dan gambaran imunohistokimia.

Fotomikrograf sarcoma ewings, yang memperlihatkan lembaran-lembaran khas sel neoplastikdengan


nucleus kecil primitive dan sedikit sitoplasma.

*teman teman jangan lupa baca buku robbins ya, itu udah lengkap, dan dr in’am juga ngambil dari buku
itu semua mengenai patologinya. Semoga tentir ini bermanfaa. Semua pembahasan tentir bagian ini,
adalah murni dari ppt, rekaman suara, dan buku patologi robbins 

ARTRITIS
Osteoarthritis

 Osteoartritis, disebut juga penyakit sendi degenerative


 Orang berusia diatas 65 tahun.
 Gambaran mendasar pada osteoarthritis adalah degenerasi tulang rawan sendi; perubahan structural
selanjutnya yang terjadi di tulang bersifat sekunder.
 Sendi yang sering terkena adalah panggul, lutut dan vertebra lumbal bawah dan servikalis, sendi
antarfalang distal jari tangan, sendi karpometakarpal pertama, dan sendi tarsometatarsal pertama
Patogenesis
 Komponen utama tulang rawan : suatu tipe khusus kolagen (tipe II) dan proteoglikan, dikeluarkan oleh
kondrosit.
 Oleh karena itu, kesehatan kondrosit dan kemampuan sel ini memelihara sifat esensial matriks tulang rawan
menentukan integritas sendi. Pada osteoarthritis, proses ini terganggu oleh beragam sebab.
 Mungkin pengaruh yang terpenting adalah efek penuaan dan efek mekanis.
 Faktor genetic juga berperan dalam kerentanan terhadap osteoarthritis, terutama pada kasus yang mengenai
tangan dan panggul.
 Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan yang megalami degenerasi, perlemahan jaringan kolagen,
peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada.
 Apoptosis juga meningkat, yang mungkin menyebabkan penurunan jumlah kondrosit fungsional.
Fotomikrograf osteoarthritis yang memperlihatkan pembentukan fibril khas di tulang rawan sendi

Morfologi
 Pembesaran dan disorganisasi kondrosit di bagian superficial tulang rawan sendi.
 Fibrilasi (pemisahan) di permukaan sendi.
 Sebagian tulang rawan sendi akhirnya mengalami erosi total, dan permukaan tulang subkondral yang
terpajan menjadi tebal dan berkilap seperti gading (eburnation).
 Potongan tulang rawan dan tulang sering terlepas dan membentuk “joint mice” yang mengapung bebas di
rongga sendi.
 Cairan sinovium mungkin bocor melalui defek di tulang rawan dan tulang dibawahnya untuk membentuk
kista di dalam tulang.
 Tulang trabekular di bawahnya mengalami sklerosis sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan di
permukaan.
 Proliferasi tulang tambahan terjadi di tepi sendi sehingga membentuk tonjolan tulang yang disebut osteofit.

Gambaran Klinis
 Kaku sendi dan nyeri tumpul yang dalam, terutama pada pagi hari.
 Krepitus, suara berderak akibat permukaan yang terpajan yang saling bergesekan, sering terdengar pada
kasus yang berat.
 Biasanya sendi agak membengkak, dan mungkin terbentuk efusi ringan.
 Dapat terjadi deformitas sendi yang signifikan
Rheumatoid Artritis

 Penyakit autoimun sistemik dan peradangan kronik yang mempengaruhi jaringan tetapi pada prinsipnya
menyerang sendi.
 Menyebabkan terjadinya proliferasi sinovitis yang non supuratif yang sering merusak tulang rawan
artikular dan tulang dibawahnya.

Patogenesis (Cukup tau jak, ndak tau pun kayaknya ndk ap-ap)
RA adalah penyakit autoimun yang melibatkan kompleks, dan masih kurang dimengerti, interaksi faktor
resiko genetic, lingkungan dan system imun. Perubahan patologis disebabkan oleh mediator inflamasi sitokin,
dengan CD4+ sel T sebagai sumber utama sitokin. Banyak pasien juga memproduksi antibody melawan cyclic
citrullinated peptides (CCPs), yang dapat berkontribusi pada lesi sendi. CCPs merupakan turunan protein
dimana sisa/residu arginin diubah menjadi sisa/residu citrulline secara post translasi. Pada RA, antibody sampai
citrullinated fibrinogen, kolagen tipe II, α-enolase, dan vimentin merupakan faktor terpenting dan dapat
membentuk kompleks imun yang menumpuk di sendi. Antibodi ini merupakan petunjuk diagnostic untuk
penyakit ini dan dapat berkaitan dengan jejas jaringan.
Sama seperti penyakit autoimun lainnya, RA merupakan kelainan dimana faktor genetic dan faktor
lingkungan memberikan kontribusi terhadap kerusakan toleransi antigen diri (self-antigens).
 Faktor genetic : diperkirakan 50% dari resiko RA berhubungan dengan faktor genetic. Kerentanan
terhadap RA dihubungkan dengan lokus HLA-DRB1.Ada hubungan kuat dengan polimorfisme di gen
PTPN22, yang mengkode tirosin fosfat yang mengendalikan aktivasi sel T inhibitor.
 Faktor lingkungan: Banyak agen infeksius yang antigennya dapat mengaktifkan sel B/sel T, tetapi tidak
ada satu pun yang diyakini terlibat. Setidaknya pada 70% pasien, darahnya mengandung antibody anti-
CCP, yang mungkin dihasilkan pada saat inflamasi. Inflamasi dan gangguan lingkungan seperti merokok
dan infeksi dapat memicu citrullination dari beberapa protein, yang menghasilkan serangkaian gejala
baru yang memicu reaksi autoimun.
Diyakini bahwa penyakit yang dipicu oleh faktor predisposisi genetic pada seseorang dengan aktivasi sel
T pembantu CD4+ berespon ke beberapa agen arthritogenic, kemungkinan microbial ,atau antigen diri seperti
CCP. CD4+, TH1 dan TH17, mengaktifkan limfosit B, sel plasma, dan makrofag, dan sel inflamasi lainnya
ditemukan pada synovial yang mengalami inflamasi,dan pada kasus yang berat, dapat terlihat folikel limfoid
yang terbentuk dengan bagus dengan inti germinal di cairan synovial. Sitokin yang dihasilkan oleh aktivasi sel
T merekrut leukosit seperti makrofag, yang produknya dapat merusak jaringan, dan juga mengaktifkan sel
synovial residen untuk meghasilkan enzim proteolitik seperti kolagenase, yang memediasi destruksi kartilago,
ligament, dan tendon pada sendi. Peningkatan aktivitas osteoklas di sendi berkontribusi pada destruksi tulang
pada RA; ini dapat disebabkan oleh produksi sitokin keluarga TNF ligan RANK yang diaktivasi oleh sel T.
TNF memainkan peran penting yang ditandai dengan efektivitas TNF antagonis pada pasien RA.
Dicurigai dari berbagai penelitian dan observasi klinis bahwa antibody juga memainkan peran yang
penting dalam penyakit ini. Sekitar 80% pasien memiliki serum IgM autoantibody yang berikatan dengan
bagian Fc dari tubuh sendiri (own self). Autoantibody ini yang disebut faktor rheumatoid. Mereka mungkin
membentuk kompleks imun dengan IgG yang bertumpuk di sendi dan jaringan lain, yang berujung pada
inflamasi dan kerusakan jaringan.
Terdapat 2 variasi dalam RA, (1) adanya anti-CCP dan faktor rheumatoid dan (2) kurangnya
autoantibody.
Morfologi
 RA umumnya bermanifestasi sebagai arthritis simetris, umumnya mengenai sendi kecil pada tangan dan
kaki, pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, siku dan bahu
 Yang paling sering terkena adalah interphalang proksimal dan metacarpophalangeal , tetapi sendi
interphalang distal tidak terkena.
 Sendi yang terkena menunjukkan sinovitis kapiler kronis (Chronic papillary synovitis), dengan
karakteristik :
 hyperplasia sel synovial dan proliferasi;
 infiltrasi sel inflamasi perivaskular (dense perivascular inflammatory cell infiltrates)-> sering
membentuk folikel limfoid di sinoviumyang terdiri dari sel T CD4+, sel plasma, dan makrofag ;
 peningkatan vaskuler karena angiogenesis
 neutrofil dan agregat dari fibrin pada permukaan synovial dan rongga sendi
 peningkatan akitivitas osteoklas dibawah jaringan tulang, yang berakhir pada penetrasi synovial dan
erosi tulang periartikular.
 Penampakan klasik yaitu pannus, terbentuk dari proliferasi barisan sel synovial yang bercampur dengan sel
inflamasi, jaringan granulasi, dan jaringan ikat fibrosa; pertumbuhan berlebihan dari jaringan ini sangat
banyak sampai membrane synovial yang awalnya tipis dan halus menjadi lebat, edema, berbentuk seperti
daun pakis.
Perbedaan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis
Gout
 Gangguan yang disebabkan oleh penimbunan asam urat, suatu produk akhir metabolism purin, dalam
jumlah berlebihan di jaringan
 Penyakit ini ditandai dengan serangan rekuren arthritis akut, kadang-kadang disertai pembentukan agregat-
agregat Kristal besar yang disebut tofi, dan deformitas sendi kronis
 Semua ini terjadi akibat pengendapan Kristal monoatrium urat dari cairan tubuh superjenuh dalam jaringan
Tabel klasifikasi Gout

Patogenesis (Sama, cukup tau jak)


Peningkatan kadar asam urat serum dapat terjadi karena pembentukan berlebihan atau penurunan eksresi
asam urat, atau keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Peningkatan sintesis asam urat,
suatu gambaran yang sering terjadi pada gout primer, terjadi karena adanya abnormalitas pada pembentukan
nukleotida purin. Sintesis nukleotida purin terjadi melalui dua jalur, yang disebut jalur de novo dan jalur
penghematan.
 Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat dari precursor nonpurin. Substrat awal
untuk jalur ini adalah ribosa-5-fosfat , yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida
purin (asam inosinat, asam guanilat, dan asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian
mekanisme regulasi yang kompleks. Yang penting dalam pembahasan ini adalah (1) pengendalian
umpan-balik negative enzim amidofosforibosiltransferase (amido-PRT) dan 5-fosforibosil-1-pirofosfat
(PRPP) sintetase oleh nukleotida purin dan (2) pengaktifan amido-PRT oleh substratnya, PRPP.
 Jalur penghematan mencerminkan suatu mekanisme yang basa purin bebasnya, yang berasal dari
katabolisme nukleotida purin, pemecahan asam nukleat, dan asupan makanan, digunakan untuk
membentuk nukleotida purin. Hal ini terjadi dalam reaksi satu-tahap; basa purin bebas (hipoxantin,
guanine, dan adenine) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk precursor nukelotida purin dari
asam urat (setiap asam inosinat, asam guanilat, dan asam adenilat). Reaksi ini dikatalisis oleh dua
trasferase: hipoxantin guanine fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat dalam darah difiltrasi secara bebas oleh glomerolus dan hampir seluruhnya diresorpsi dalam
tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian disekresikan di nefron distal dan
dieksresikan melalui urine.
Seperti yang telah dinyatakan, hiperurisemia dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau
eksresi yang kurang dari asam urat atau oleh kombinasi kedua proses ini. Sebagian besar kasus gout ditandai
dengan pembentukan berlebih asam urat, dengan atau tanpa peningkatan eksresi asam urat; pada kebanyakan
kasus ini, penyebab pembentukan berlebihan tersebut tidak diketahui. Meskipun jarang, dapat terjadi
hiperurisemia walaupun laju pembentukan asam urat normal, karena eksresi urat oleh ginjal berkurang.
Penyebab biosintesis berlebihan asam urat tidak diketahui pada kebanyakan kasus, tetapi beberapa pasien
dengan defek enzim tertentu member petunjuk mengenai regulasi biosintesis asam urat. Hal ini digambarkan
oleh pasien dengan defisiensi herediter enzim HGPRT.
Ketiadaan total HGPRT menimbulkan sindrom Lesch-Nyhan. Gangguan genetic terkait-X ini, yang
ditemukan hanya pada laki-laki ditandai dengan eksresi berlebihan asam urat, kelainan neurologis berat disertai
retardasi mental, dan mulitasi-diri. Karena HGPRT hampir sama sekali tidak ada, sintesis nukleotida purin
melalui jalur penghematan terhambat. Hal ini menimbulkan dua efek : penimbunan PRPP, suatu substrat kunci
untuk jalur de novo, dan peningkatan aktivitas enzim amido-PRT, yaitu hasil efek ganda pengaktifan alosterik
yang di timbulkan oleh PRPP dan penurunan inhibisi umpan-balik karena berkurangnya nukleotida purin.
Keduanya menimbulkan efek memperkuat biosintesis purin melalui jalur de novo sehingga akhirnya terjadi
penumpukan produk akhir, asam urat.
Defisiensi enzim ini yang lebih ringan (yang dikenal sebagai defisiensi HGPRT parsial) dapat terjadi,
dan para pasien ini secara klinis mempunyai gejala arthritis gout yang parah, yang dimulai pada masa remaja
dan kelainan neurologis ringan pada beberapa kasus.
Pada gout sekunder, hiperurisemia dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi urat (misalnya, lisis
sel yang cepat selama pengobatan limfoma atau leukemia) atau menurunnya eksresi (insufisiensi ginjal kronis),
atau kombinasi keduanya. Penurunan eksresi ginjal juga dapat disebabkan oleh obat, misalnya diuretic tiazid,
mungkin melalui efek pada transport asam urat di tubulus ginjal.
Apa pun penyebabnya, peningkatan kadar asam urat dalam darah dan cairan tubuh lain (misal,
sinovium) menyebabkan pengendapan Kristal mononatrium urat. Pengendapan Kristal pada gilirannya
memicu serangkaian kejadian yang berpuncak pada cedera sendi. Kristal yang dibebaskan bersifat kemotatik
dan juga mengaktifkan komplemen, dengan pembentukan C3a dan C5a yang menyebabkan penimbunan
neutrofil dan makrofag di sendi dan membrane sinovium. Fagositosis terhadap Kristal memicu pengeluaran
radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B4. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim
lisozim yang destruktif. Makrofag juga ikut serta dalam cedera sendi ini. Setelah menelan Kristal urat, sel ini
mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi, seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator ini disatu pihak
memperkuat respon peradangan dan dipihak lain mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk
mengeluarkan protease (misal, kolagenase) yang menyebabkan cedera jaringan. Oleh karena itu, terjadi arthritis
akut yang biasanya mereda dalam beberapa hari hingga minggu) meskipun tidak diobati.
Morfologi
 Manifestasi morfologik utama pada gout adalah arthritis akut, arthritis tofus kronik dan tofus jaringan lunak,
serta nefropati gout
 Perubahan morfologik primer pada arthritis akut adalah pengendapan Kristal mononatrium urat di
jaringan sinovium; Endapan ini tampak sebagai struktur pucat memanjang seperti jarum di aspirat cairan
sinovium dan potongan jaringan. Kristal ini disertai infiltrate peradangan yang terutama terdiri atas
neutrofil, kongesti local dan edema.
 Arthritis tofus kronis terjadi setelah serangan berulang pengendapan urat dan arthritis akut. Endapan besar
ireguler natrium urat yang seperti kapur putih (tofus) ditemukan dalam tulang rawan sendi dan kapsul sendi
didekatnya. Ditempat ini, endapan memicu reaksi peradangan granulomatosa kronis. Oleh karena itu, tofus
tampak dijaringan sebagai suatu masa urat amorf atau kristalina yang dikelilingi oleh makrofag, limfosit,
dan fibroblast.
 Nefropati gout mencakup beberapa lesi berbeda. Pada pasien dengan hiperurisemia berat dan
hyperuricaciduria, dapat terjadi pengendapan Kristal asam urat di dalam tubulus ginjal dan menyebabkan
penyumbatan.
Fotomikrograf tofus gout. Agregat Kristal urat dikelilingi oleh fibroblast reaktif, sel radang
mononukelus dan sel raksasa.

Gambaran Klinis
 Gout lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dan biasanya tidak menimbulkan gejala
sebelum usia 30 tahun. Dalam evolusi gout, terdapat empat stadium :
 Hiperurisemia asimtomatik
 Arthritis gout akut
 Gout “intercritical”
 Gout tofus kronis.
PATOLOGI ANATOMI
GANGGUAN PADA OTOT
Gangguan Otot

1. Gangguan neuromuscular junction


a. Myasthenia gravis
Gangguan ini bisa timbul karena adanya kelainan imun yaitu autoantinodi, dimana
reseptor asetilkolin yang berada di otot akan dihancurkan oleh sistem imun, sehingga
reseptor asetilkolin akan berkurang jumlahnya dan asetilkolin yang akan terikat ke
reseptornya untuk menghasilkan kontraksi otot menjadi sedikit. Selain reseptornya
langsung dihancurkan, bisa juga dia jadi masuk ke dalam otot, sehingga di dalam otot
dia dihancurkannya. Myasthenia gravis bisa menyerang semua usia, prevalensi
terbanyak terjadi pada wanita.
Pada kebanyakan kasus sekitar 60% penderitanya ditemukan hiperplasia sel B timus
dimana timus ini berfungsi sebagai pusat pengenalan protein di seluruh tubuh, 20%-nya
terjadi timoma, dan tumor epitel.
Manifestasi klinisnya, gangguan ini lebih menyerang otot yang sering digerakkan
yaitu otot yang menggerakan bola mata dan otot kelopak mata karena setiap saat mata
kita berkedip (kecuali saat tidur). Sehingga kelopak mata mengalami penurunan (ptosis)
seperti orang mengantuk, dan pandangan menjadi ganda (diplopia) sampai pada tubuh
mengalami kelemahan. Tanda klinisnya ini biasa terjadi di sore hari, karena hampir
seharian tubuh beraktivitas dari pagi. Setelah dia istirahat, biasanya keadaan akan
kembali membaik.
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan diantaranya dengan pemberian inhibitor
(penghambat) kolin-esterase jadi asetilkolin yang sudah keluar ke sinaps tidak
dihancurkan oleh enzim kolinesterase. Kedua yaitu dengan pemberian imunosupresan
untuk menurunkan sistem imunnya, agar reseptor asetilkolin tidak banyak yang
dihancurkan. Apabila pada penderita myasthenia gravis ditemukan adanya timoma
maka bisa dilakukan timektomi, berikutnya yaitu dengan plasmaparesis.

Perbandingan neuromuscular junction yang normal dan


neuromuscular junction pada penderita myasthenia gravis
Perbandingan mikroskopik otot yang normal (atas) dan penderita myasthenia gravis
(bawah). Terlihat jelas perbedaan ukuran neuromuskular (yang cokelat, lebih gelap). Pada
sel otot normal ukurannya lebih besar sedangkan yang myasthenia gravis lebih kecil karena
dia diserang sel imun.

b. Lambert-eaton syndrome
Gangguan ini disebabkan oleh
autoantibodi juga, bedanya sama myasthenia
gravis kalo gangguan ini antibodinya memblok
kanal Ca yang ada di presinaps, karena kanal
Ca nya diblok, otomatis Ca terhambat masuk
ke presinaps sehingga asetilkolin yang
dikeluarkan menjadi minimal, kontraksi sedikit,
sehingga mengakibatkan kelemahan otot.
Bedanya lagi sama myasthenia gravis, kalo
sindrom lambert-eaton ini makin si penderita
bergerak maka ototnya akan semakin kuat,
karena kanal Ca hanya diblok bukan
dihancurkan. Sindroma lambert-eaton
berhubungan dengan adanya paraneoplastik.
Terapinya yaitu dengan plasmaperesis dan
imunosupresan.

2. Penyakit bawaan
a. Duchene muscular dystrophy (DMD)
Gangguan ini disebabkan karena kegagalan pembentukan distrofin, dimana distrofin
ini berfungsi sebagai penyambung antara rangka otot dan protein otot. Kegagalan
distrofin ini karena adanya mutasi gen distrofin di kromosom X lengan pendek. Muncul
pada usia 5 tahun sehingga pada saat remaja mengalami kelumpuhan bahkan bisa
menyebabkan kematian, karena kelemahan di otot pernapasannya sehingga sulit
bernapas. Selain itu juga kematian bisa disebabkan gagal jantung karena kerusakan
otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat akibat adanya respon inflamasi yang
mengaktifkan kerja fibroblas

Pewarnaan Serat-serat otot yang sudah


immunohistokimia, pada digantikan dengan jaringan
penderita DMD tidak ikat dan jaringan lemak.
ditemukan membran yang
Otot atrofi warnanya kecoklatan.

Normal

b. Becker muscular dystrophy (BMD)


Kelainan ini disebabkan karena mutasi gen distrofin, distrofinnya ada tetapi
bentuknya tidak normal sehingga fungsinya pun tidak maksimal, onset anak/dewasa,
klinis lebih ringan dari DMD, progresifitas lebih lambat, kematian: gagal jantung.

Anda mungkin juga menyukai