Anda di halaman 1dari 42

TUGASRESUME MATERI

KEPERAWATAN DEWASA
DosenPengampu: Mokh.SandiHaryanto.S.Kep.,Ners.,M.Kep

DisusunOleh:
Riko Desta R

3A Keperawatan

INSITUTKESEHATAN RAJAWALI BANDUNG


2023
Pertemuan 1
Sistem muskuloskeletal merupakan muskulo berarti otot, skeletal berrati tulang yang berrati
musculoskeletal merupakan sistem tulang dan otot.tulang belulang yang tersambung sambung
menjadi rangka ( sceletum).Rangka batang badan ( sceletum trunci), rangka anggota badan (
sceletum extremitas), tengkorak cranium). Sistem muskuloskletal meliputi:
1.tulang
2.sendi
3.otot
4. jaringan konektif ( kartilago,tendon,dan ligament)

Fungsi tulang :
1. menyongkong memberikan bentuk

2.melindungi organ vital


3memproduksi sel darahmerah pd sumsum
4.membantu pergerakan
5.penyimanan garam mineral
Tulang dibagi menjadi 2 yaitu tulang axial ( tulang kepala dan badan) dan tulang appendicular (
tulang tangan dan kaki),dan ada 2 tipe tulang kompaktum ( kuat tebal padat),kankellous ( lebih
kopang,renggang)
sistem muscular
1.40-50% BB manusia
2. pergerakan terjadi karena adanya kontraksi

3. tipe tipe otot

-otot jantungan
-otot polos
-otot lurik atau rangka
Kartilage merupakan jaringan konektif yg tebal yg dapat menahan tekanan terdapat pada tulang
embrio, tendon merupakan perpanjangan dari pembungkus otot yang berhubungan langsung
dengan periosteum, ligament menghubungkan tulang dan sendi memberikan kestabilan pada saat
pergerakan.
Pertemuan 2
1.Osteoporosis
Penurunan massa tulang total.
Tdpt perubahan pergantian tulang homeostasis normal.  resorpsi tulang lebih cepat dari
pembentukan tulang  penurunan massa tulang total. menjadi porus, rapuh, dan mudah patah
Patofisiologi
Proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan  penurunan massa tulang.
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun u/ tulang bagian korteks
dan lebih dini pd bagian trabekula.
Usia 40-45 th ( wanita / pria ) akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/
th. dan bagian trabekula pd usia lebih muda.
Pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pada wanita 40-
50 %.
Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarfal, kolum femoris,
dankorpusvertebra.Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur vertebra, paha bagian proksimal dan
radius bagian distal.

2 Osteomalasi
Penyakit metabolisme tulang  tdk memadainya mineralisasi tulang.
Osteomalasia pd dewasa bersifat kronik dan deformitas skeletalnya tdk seberat pd anak karena
pertumbuhan skeletal telah selesai.
Sejumlah besar osteoroid atau remodelling tulang baru tdk mengalami kalsifikasi, defek primernya
 kekurangan vitamin D aktif ( kalsitrol), yg memacu absorpsi kalsium dari traktus GI, dan
menfasilitasi tulang.
Pasokan kalsium dan fosfat dlm cairan ekstra sel rendah. Tanpa vitamin D yg mencukupi, kalsium
dan fosfat tdk dpt di masuk ke tempat kalsifikasi tulang
Patofisilogi
Osteomalasia  akibat gangguan umum metabolisme mineral. Faktor risiko  kekurangan dlm
diet, malabsorpsi, gastrektomi, CKD , terapi antikonvulsan berkepentingan dan kekurangan
vitamin D.
Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D)  b/d kalsium yg jelek.
Osteomalasia  kegagalan absorpsi kalsium atau kehilangan kalsium yg berlebihan dari tubuh.
Kelainan GI dimana absorpsi lemak tdk memadai sering menimbulkan osteomalasia melalui
kehilangan vitamin D dan kalsium, kalsium diekskresikan melalui feces dlm kombinasi dgn asam
lemak.
3. Osteomyelitis
Akibat kegagalan absorpsi kalsium atau kehilangan kalsium yg berlebihan dari tubuh
Etiologi
Bakteri maupun virus, jamu dan mikroorganisme lain
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen.
B/D penyebaran infeksi jaringan lunak seperti ulkus dekubitus yg terinfeksi atau ulkus vaskuler.
Atau kontaminasi lansung tulang ex: fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak dan
pembedahan tulang.
Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% - 80%menginfeksi tulang.
Awitan osteomylitis 3 bulan pertama : ( akut fulminan staduim I ) dan sering b/d hematoma atau
infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat ( stadium II) terjadi antara 4-24 bulan setelah
pembedahan.
Osteomylitis lama ( stadium III )biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi dua tahun atau
lebih setelah pembedahan.
Respon infeksi inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2-3 hari trombus pd
pembuluh darah terjadi pd tempat tersebut. iskemia dgn nekrotis tulang. Seiringan dgn
peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
4. Skoliosis
Skoliosis penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah.
Skoliosis deformitor tulang belakang yg menggambarkan deviasi vertebrata ke arah lateral.
Bentuk dan tiap-tiap ruas tulang manusia pd umumnya sama hanya ada perbedaan sedikit
tergantung pd kerja yg di tanganinya.
Etiologi
faktor heriditas
Diturunkan secara auotsomal dominan, kelainan ini dapat terjadi karena akibat adanya
abnormalitas tulang bawah yg mengenai vertebra ataupun struktur-strukturnya.
Kongenital
Didapat sejak lahir. tidak didapat sejak lahir tetapi berkembang pd masa berikutnya.
Idiopatik
Tidak di ketahui penyebabnya, tetapi jenis ini lebih umum biasanya berkembang pd masa remaja.
Struktural
Perubahan pada steruktur tulang belakang karena sebab yg bervariasi
Klasifikasi Skoliosis
1. Skoliosis non struktural ( reversible )
 Skoliosis postural
 Nyeri dan spasme otot
 Tungkai bawah yg tdk sama panjang
2. Skoliosis struktural ( ireversible )
 Skoliosis idioptik
 Skoliosis osteopatik
 Skoliosis neuropatik
 Skoliosis miopatik
Patofisiologi
• Terjadi hanya pd tulang spinalis termasuk rongga tulang spinal.
• Lengkungan dpt berbentuk S atau C. Derajat lengkungan penting u/ di ketahui karena hal
dpt menentukan jumlah costa yg mengalami pergeseran.
• Pd tk rotasi lengkungan yg cukup besar mungkin dpt menekan dan menimbulkan
keterbatasan pd organ penting yaitu paru-paru dan jantung.
• Aspek paling penting terjadinya deformitas  progresivitas pertumbuhan tulang.
 Pembengkokan tulang vertebra ke arah lateral di sertai dgn rotasi tulang belakang diikuti
dgn perkembangan sekunder pd tulang vertebra dan iga.
 karena adanya gangguan pertumbuhan yg bersifat progresif , di samping terjadi perubahan
pada vertebra, juga terdapt perubahan pd tulang iga.
 Dimana bertambahnya kurva yg menyebabkan deformitasi tulang iga semakin jelas.
 Pada kanalis spinalis terjadi pendorongan dan penyempitan kanalis spinalis oleh karena
terjadinya penebalan dan pemendekan lamina pada sisi konkaf.
 Kesimbangan lengkungan juga penting karena m’pengaruhi stabilitas dada tulang belakang
dan pergerakan panggul.
5. Osteosarcoma
pertumbuhan yg sangat cepat pd tumor maligna tulang.
Osteosarcoma merupakan tumor ganas tulang yg paling sering ditemukan.
Tumor ini merupakan tumor ganas yg menyebar secara cepat pd periosteum dan jaringan ikat
luarnya.
Etiologi
Penyebab pasti terhadap kanker belum di ketahui secara jelas
Faktor etilogi yg membantu terbetuknya kanker sudah banyak di ketahui  bahan-bahan
karsinogen, sinar ultraviolet, sinar radioaktif parasif dan virus.
Patofisiologi
Keganasan sel berawal pd sumsum tulang dari jaringan sel tulang ( sarcoma )  sel-sel tulang
akan menyebar pd nodul-nodul limfe, ginjal, dan hati  mengakibatkan adanya pengaruh
aktivitas hamateotik sum-sum tulang yg cepat pd tulang sehingga sel-sel plasma yg belum matang
akan terus membelah  penambahan jumlah sel yg tdk terkontrol lagi.
6. Fraktur
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang yg umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif,
et al, 2000).
rusaknya kontinuitas tulang yg disebabkan tekanan eksternal yg datang lebih besar dari yg dpt
diserap oleh tulang. Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
Etiologi
1. Kekerasan langsung
 menyebabkan patah tulang pd titik terjadinya kekerasan.  sering bersifat fraktur terbuka
dgn garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tdk langsung
 patah tulang ditempat yg jauh dari tempat terjadinya kekerasanbiasanya bagian yg paling
lemah dlm jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Sangat jarang terjadi. Kekuatan berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Mekanisme Trauma
Langsung :Kena pukulan.Jatuh dari ketinggian. Tidak langsung :Efek benda lain yg kena trauma
(pengemudi terbentur dasboard saat mobil tabrakan).
Melintir Mis : kasus olahragawan ,AKIBAT cedera,OPEN FRACTURES AKIBAT cedera
Cedera Pada Sendi
Patofisiologi
Tekanan eksternal lebih besar dari yg dpt diserap tulang, trauma pd tulang yg mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995).
Setelah fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dlm korteks, marrow, dan jaringan
lunak yg membungkus tulang rusak.
Perdarahan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yg patah.
Jaringan nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yg ditandai dgn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yg merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993)
Faktor-faktor yg mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar bereaksi pd tulang yg tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan
yg dpt menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yg terpenting dari tulang yg menentukan daya tahan u/ timbulnya fraktur seperti
kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
Stadium penyembuhan tulang
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
4) Stadium Empat-Konsolidasi
5) Stadium Lima-Remodelling
Komplikasi fraktur
a) Kerusakan Arteri
b) Kompartement Syndrom
c) Fat Embolism Syndrom
d) Infeksi
e) Avaskuler Nekrosis
f) Shock
AMPUTASI
Memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bag. ekstremitas.
“membuang” sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yg menonjol atau tonjolan alat (organ
tubuh).
Tindakan pilihan terakhir manakala organ yg terjadi pd ekstremitas  teknik lain tdk ada 
dibiarkan  komplikasi infeksi
Amputasi tindakan yg melibatkan beberapa sistem tubuh  sistem intigumen, sistem persyarafan,
sistem muskuloskeletal, dan sistem kardiovaskuler.
Indikasi amputasi
1. Fraktur multiple tdk mungkin diperbaiki
2. Kehancuran jaringan kulit yg tdk mungkin dpt diperbaiki
3. Gangguan vaskuler atau sirkulasi pd ekstremitas yg berat
4. Infeksi yg berat atau berisiko tinggi menyebar ke onggota tubuh lainnya
5. Adanya tumor pd organ yg tdk muangkin dpt diterapi secara konservatif
6. Deformitas organ.
Jenis-jenis amputasi
1. Amputasi selektif atau terencana.
2. Amputasi akibat trauma.
3. Amputasi darurat..
Jenis amputasi yg lebih sering kita kenal adalah
Amputasi terbuka
Amputasi tertutup
C. KELAIANAN PADA OTOT
1. STRAIN
 trauma pd suatu otot atau tendondisebabkan oleh peregangan otot yg melebihi batas
normalnya.
 Dpt pula disertai dgn robekan atau ruptur jaringan.
 Terjadi peradangan yg menyebabkan jaringan membengkok atau terasa nyeri.
 Penyembuhannya mungkin memerlukan beberapa minggu.
.2. SPRAIN
Sprain / keseleo  trauma pd suatu sendi berkaitan dgn cedera ligamentum.
Pada keseleo yg berat , ligamentum dpt putus. sprain dpt menyebabkan peradangan,
pembengkakan, dan nyeri
3.RIGOR MORTIS
kaku mayat kekakuan atau kontraksi otot-otot yg terjadi beberapa jam setelah kematian.
Rigor mortis timbul akibat berkurangnya ATP dlm sel-sel otot.
Tanpa adanya ATP yg terikat ke kepala miosin, maka jembatan-jembatan silang yg terhubung di
otot pd saat dan segera setelah kematian tdk dpt di lepaskan dan otot tetap berkontrksi.
Dlm satu hari protein-protein otot dihancurkan oleh enzim-enzim lokal yg dikeluarkan oleh sel-
sel yg berdegenerasi sehingga otot kembali melemas.
4. ATROFI
penurunan ukuran suatu sel atau jaringan. terjadi akibat tdk di gunakannya otot atau terjadi
pemutusan saraf yg menpersarafi otot tersebut.
Atrofi otot ukuran miofibril berkurang, atau walaupun tdk mengalami atrofi kepadatan tulang dpt
berkurang akibat tdk digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit desiensi metababolik.
Semoga suskses
Pertemuan 3
1) Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yg baunya mudah dikenal
seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
Bandingkan dgn hidung bagian kiri dan kanan.
2) Test nervus II ( Optikus)

Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang


-Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya.
-Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung
pemeriksa yg memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar
klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
• Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil
mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
• Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata,
gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
• Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
4) Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dgn mengusap pilihan kapas pd kelopak mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.Usap pula dgn pilihan kapas pada
maxilla dan mandibula dgn mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya
sentuhan.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pd otot
temporal dan masseter.
5) Test nervus VII (Facialis)
• Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien
tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk
lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
• Otonom, lakrimasi dan salivasi
• Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dgn cara meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan
dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya
6) Test nervus VIII (Acustikus)

Fungsi sensoris :
• Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga
lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
• Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan
atau tidak.
7). Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
• N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test
demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius
inferior.
• N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak

Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.

menelan : dgn cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien
seperti menelan.
8). Test nervus XI (Accessorius)
• Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat
terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
• Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot trapezius.
9.) Nervus XII (Hypoglosus)
• Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
• Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
• Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
⚫ TEST SENSORIK
Bahan yg dipakai u/ pemeriksaan
 Jarum yg ujungnya tajam dan tumpul
 Kapas untuk rasa raba.
 Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, u/ rasa suhu
 Garpu tala, u/ rasa getar.
 Lain-lain (u/ pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :Jangka, u/ 2 (two)
point tactile dyscrimination.
 Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), u/
pemeriksaan stereognosis
 Pen / pensil, u/ graphesthesia.
⚫ FUNGSI SENSORIK
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
⚫ geli (tingling),
⚫ mati rasa (numbless),
⚫ rasa terbakar/panas (burning),
⚫ rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yg lain.
⚫ Bahkan tdk jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp
dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik.
⚫ SISTEM MOTORIK
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan
ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan
lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dgn cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
⚫ Massa otot :
hypertropi, normal dan atropi
⚫ Tonus otot :
Dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pd berbagai persendian secara pasif. Bila
tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa
suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
⚫ Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yg diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yg
ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yg diuji biasanya dpt dilihat dan diraba.
Refleks-refleks yg diperiksa
⚫ Refleks biceps
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan
gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pd lengan
dan jari-jari atau sendi bahu.
⚫ Refleks triceps
Respon yg normal kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan
hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin
ada klonus yg sementara.
⚫ Refleks abdominal
Dilakukan dgn menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti
itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yg digores.
⚫ Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi . Tendon patella
(ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dgn refleks hammer. Respon
berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
⚫ Refleks Achilles
Posisi kaki dorsofleksi, u/ memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yg diperiksa bisa
diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.Tendon achilles dipukul dgn
refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
⚫ Refleks Babinski
Merupakan refleks yg paling penting . Ini hanya dijumpai pd penyakit traktus
kortikospinal.
U/ melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu
jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yg normal adalah
fleksi plantar semua jari kaki.

⚫ Test Fungsi meningen


U/ mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pd meningitis) dilakukan pemeriksaan :
⚫ Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada
dada —> kaku kuduk positif (+).
⚫ Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien u/
mencegah badan tdk terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pd sendi panggul dan sendi
lutut.
⚫ Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pd sendi panggul secara pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pd sendi panggul dan lutut.
⚫ Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
⚫ Test Laseque
Fleksi sendi paha dgn sendi lutut yg lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
ischiadicus.
Afasia
⚫ Tak mampu untuk bicara
⚫ Ada dua hemisfer pada otak, salah satu dominan.
⚫ Jika terjadi kerusakan pada hemisfer dominan , maka akan terjadi dua hal : Tidak mampu
dalam mengutarakan maksud. Tidak mampu menangkap maksud.
Apasia dibagi dua :
⚫ Apasia motorik Area brocca pada lobus frontal posterior – anterior Tidak bisa untuk
menyampaikan maksud.
⚫ Peran penting perawat →Awas → frustasi.
⚫ Apasia Sensorik Area wernicke,s pada hemisfer kiri → girus angular. Tidak mampu
menangkap maksud dengan cara biasa.
Peran perawat :
⚫ Apasia motorik→Pertanyaan dengan jawaban Ya dan tidak, antisipasi
kebutuhan, gunakan alat tulis.
⚫ Apasia Sensorik → Gunakan komunikasi non verbal, beri petunjuk visual, bicara pendek
dan sederhana, Hindari pembicaraan abstrak.
Agnosia
Ketidakmampuan u/ mengenal dan interpretasikan suatu rangsang indera
⚫ Agnosia visual : tdk mampu mengenal fungsi suatu benda.
⚫ Agnosia warna
⚫ Agnosia muka
⚫ Agnosia taktil
⚫ Agnosia astereognosis : tdk mampu menyebutkan bentuk dan ukuran benda yg diraba.
Apraksia
⚫ Ketidak mampuan u/ mengerti , memformulasikan suatu perbuatan yg kompleks , tangkas
dan volunteer.
⚫ Penyebab :
Lesi pd kedua hemisfer → pd premotor area lobus frontal dan sebagian parietal.
⚫ Refleks patologis
Babinsky
 Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior Respon : ekstensi
ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
Chadock
 Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior.
 Respon : seperti babinsky
Oppenheim
 Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
 Respon : seperti babinsky
Gordon
 Cara : penekanan betis secara keras
 Respon : seperti babinsky
Schaefer
 Cara : memencet tendon achilles secara keras
 Respon : seperti babinsky
Rossolimo
Cara : pengetukan pd telapak kaki
⚫ Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
Mendel-Beckhterew
⚫ Cara : pengetukan dorsum pedis pd daerah os coboideum
⚫ Respon : seperti rossolimo
Hoffman
⚫ Cara : goresan pd kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
Trommer
⚫ Cara : colekan pd ujung jari tengah pasien
⚫ Respon : seperti hoffman
Leri
⚫ Cara : fleksi maksimal tangan pd pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dgn bgian
ventral menghadap ke atas.
⚫ Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
Mayer
⚫ Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan
⚫ Respon : tdk terjadi oposisi ibu jari
⚫ Refleks primitif
Suckingrefleks
Cara:sentuhan pd bibir Respon : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah-olah menyusu
• Snoutrefleks
Cara:ketukan pada bibir atas Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung.
• Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pd telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
• Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Pertemuan 4
Meningitis
• radang pd membran yg menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yg secara
kesatuan disebut meningen.
• Radang dpt disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri, atau juga mikroorganisme lain, dan
walaupun jarang dpt disebabkan oleh obat tertentu.
• Meningitis dpt menyebabkan kematian karena radang yg terjadi di otak dan sumsum tulang
belakang; sehingga kondisi ini diklasifikasikan sebagai kedaruratan medis.
Gejala umum
• Sakit kepala dan leher kaku disertai oleh demam, kebingungan atau perubahan kesadaran,
muntah, dan kepekaan terhadap cahaya (fotofobia) atau suara keras (fonofobia).
• Anak-anak biasanya hanya menunjukkan gejala nonspesifik, seperti lekas marah dan
mengantuk.
• Adanya ruam merah dpt memberikan petunjuk penyebab dari meningitis;
contohnya, meningitis yg disebabkan oleh bakteri meningokokus dpt ditunjukkan oleh
adanya ruam merah.
• punksi lumbal dilakukan u/ mendiagnosis ada tidaknya meningitis. Jarum dimasukkan ke
dalam kanalis spinalis u/ mengambil sampel likuor serebrospinalis (LCS), yg
menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang. LCS diperiksa di laboratorium medis.
• Penanganan pertama pd meningitis akut terdiri dari pemberian secara tepat
berbagai antibiotik dan kadang-kadang obat antivirus.
• Kortikosteroid juga dpt digunakan u/ mencegah terjadinya komplikasi karena radang yg
berlebihan.
• Meningitis mengakibatkan konsekuensi jangka panjang
seperti ketulian, epilepsi, hidrosefalus dan defisit kognitif, terutama bila tdk dirawat dgn
cepat.
• Beberapa jenis meningitis (misalnya yg b/d meningokokus, Haemophilus influenzae type
B, pneumokokus atau infeksi virus mumps) dpt dicegah oleh imunisasi
Tanda-tanda dan gejala
• Gejala klinis
• Kaku leher, epidemi meningitis di Texas pd tahun 1911–12.
• Orang dewasa, gejala meningitis paling sering sakit kepala hebat, yg terjadi pd hampir
90% kasus meningitis bakterial,
• kaku kuduk (ketidakmampuan u/ menggerakkan leher ke depan karena terjadi
peningkatan tonus otot leher dan kekakuan).
• Triad klasik dari tanda-tanda meningitis kaku kuduk, demam tinggi tiba-tiba, dan
perubahan status mental;hanya muncul pd 44–46% kasus meningitis bakteri.
• Jika tdk terdapat satu pun dari ketiga gejala tersebut, dpt dikatakan bukan meningitis.
• Ciri lain yg dihubungkan dgn meningitis termasuk fotofobia (intoleransi terhadap cahaya
terang) dan fonofobia(intoleransi terhadap suara keras).
• Pd anak kecil, gejala yg telah disebutkan di atas sering kali tdk tampak, dan dpt hanya
berupa rewel dan kelihatan tdk sehat.
• Ubun-ubun (bagian lembut di bagian atas kepala bayi) dpt menonjol pd bayi berusia hingga
6 bulan.
• Ciri lain yg membedakan meningitis dari penyakit lain yg tdk berbahaya pd anak adalah
nyeri kaki, kaki-tangan yg dingin, dan warna kulit abnormal.
• Kaku kuduk terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada dewasa.
Penyebab
BAKTERI → PALING UMUM
• Neisseria meningitis
• Meningococcus
• Streptococcus pneumoniae
• Haemophilus influenzae
• E. coli
VIRUS:
• Herpes Simpleks
• Herpes Zoster
• Epstein – Barr Virus
• Cytomegalovirus
• Jamur
• Parasit
TES DIAGNOSTIK
• PUNGSI LUMBAL
• KULTUR CSF
• COUNTERIMMUNOELECTROPHORESIS (CIE): VIRUS ATAU PROTOZOA
• POLYMERASE CHAIN REACTION TECHNIQUE: DETEKSI JENIS VIRUS
DNA/RNA, SENSITIF THD HERPES SIMPLEX.
THERAPI MEDIKASI
PEMBERIAN ANTIBIOTIK SPEKTRUM LUAS SEGERA MELALUI IVFD.
 EX: CEPHALOSPHORIN
• PEMBERIAN STEROID / DEXAMETHASON: MENGURANGI PERADANGAN
Askep encephalitis
• Encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yg dpt mengenai selaput pembungkus otak
sampai dgn medula spinalis (Smeltzer, 2012).
• Encephalitis  infeksi yg mengenai CNS yg disebabkan oleh virus atau mikroorganisme
lain yang menyebabkan infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringa otak dan
leptomeningen menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan kehancuran
sel saraf difusi
ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis, misalnya bakteri protozoa,
cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab terpenting dan paling sering adalah virus. Infeksi
dapat terjadi karena virus langsung ke otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu.
Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin :
a. Infeksi virus yg bersifat epidemic
b. Infeksi virus yg bersifat sporadic
c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela.
PATOFISIOLOGI
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna,  , virus akan
menyebar keseluruh tubuh secara lokal aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir
permukaan atau organ tertentu,  penyebaran hematogen primer : virus  kedalam darah, 
menyebar keorgan dan berkembang biak diorgan  menyebar melalui saraf : virus 
berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan  menyebar melalui sistem persarafan.
• Setelah terjadi penyebaran keotak,  timbul manifestasi klinis ensefalitis, Masa
Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, sulit
mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga penurunan kesadaran, paralisis, dan
afasia.
A. KLASIFIKASI
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
1. Infeksi virus yang bersifat endemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine
encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley
encephalitis.
1. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
2. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-
vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 2013).
MANIFESTASI KLINIS
Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis adalah :
a. Panas badan meningkat.
b. Sakit kepala.
c. Muntah-muntah lethargi.
d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
PENATALAKSANAAN
Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya
berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi,
perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3
menit.
b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia
serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.
d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan
intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat
diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-
1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan
dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Biakan
b. Pemeriksaan serologis
c. Pemeriksaan darah
d. Punksi lumbal
e. EEG
f. CT scan
B. KOMPLIKASI
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM
Terbatas.
f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
Askep Neuritis

▶ Neuritis
• Neuritis  istilah medis u/ menggambarkan saraf perifer yg meradang.
• Saraf perifer  saraf yg ditemukan di luar otak dan sumsum tulang belakang.
• Saraf ini membawa sinyal dari berbagai bagian tubuh ke otak. Ketika mengalami
peradangan, saraf ini akan kehilangan fungsinya.

▶ Dampak dari neuritis cukup banyak, seperti menyebabkan rasa sakit, mati rasa, kelemahan
otot dan dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan kelumpuhan.

▶ Berbagai Gejala Neuritis


▶ Gejala neuritis akan bervariasi tergantung pada saraf mana yg terkena tetapi biasanya
meliputi:
• Kelemahan
• Mati rasa
• Nyeri
• Sensasi kesemutan
• Kehilangan refleks
• Atrofi otot
• Gangguan sensorik (misalnya penglihatan, keseimbangan, pendengaran).
• Beberapa gejala ini pun bisa bersifat sementara atau permanen.
• Tanda-tanda lain yg menjadi gejala neuritis  nyeri menusuk dan kelemahan otot.
• kasus parah, gejala bisa  hilangnya sensasi dan refleks otot. Kelumpuhan pada area yg
terkena juga mungkin terjadi. Kemerahan pd kulit dan pengecilan otot juga sangat umum
terjadi pada pengidap neuritis.
• Jika saraf optik yg terkena akan mengakibatkan penglihatan kabur atau terdistorsi dan nyeri
pada mata..
• saraf telinga bagian dalammasalah keseimbangan dan pendengaran. sampai vertigo.
Biasanya terjadi karena saraf yg terkena kehilangan kemampuannya u/ mengirimkan sinyal
ke otak.
• Neuritis juga bisa menyerang saraf wajah. Jika itu terjadi, saraf yg bertanggung jawab u/
otot-otot wajah akan terpengaruh dan menyebabkan kelemahan dan penurunan (atau tidak
adanya) gerakan.

▶ penyebab
Penyakit ini pun lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dan paling sering ditemukan
pada orang berusia 55 tahun ke atas.
Ada beberapa penyebab neuritis, yaitu:
1. Trauma atau Cedera
Cedera atau trauma pada saraf  menyebabkan kerusakan dan peradangan. Saraf juga bisa rusak
saat terkena radiasi berbahaya.
Ini biasanya terjadi pd orang yg sedang menjalani pengobatan kanker. Penyebab lain yg mungkin
adalah injeksi zat kimia beracun ke dalam tubuh.
2. Tumor
Pertumbuhan abnormal dpt menekan saraf yg menyebabkan neuritis. Tumor memengaruhi saraf
dgn tumbuh di dalamnya atau dgn menekannya.
Saraf  untaian jaringan yg mengirimkan sinyal dari otak ke seluruh tubuh. Saraf perifer
mengontrol otot yg memungkinkan kamu berjalan, berkedip, menelan, mengambil barang, dan
melakukan aktivitas lainnya.
3. Infeksi Tertentu
Ini termasuk Bell’s palsy, penyakit Lyme, dan kusta. Penyakit lyme dapat mengakibatkan
gangguan pada sistem saraf. Infeksi sistem saraf juga sangat responsif terhadap terapi antimikroba,
termasuk doksisiklin oral.
4. Penggunaan Obat-obatan dan Alkohol Tertentu dalam Jangka Panjang
Obat-obatan yg sering dikaitkan dengan gangguan neuritis ini adalah statin. Statin  obat untuk
mengatasi masalah kolesterol. Obat radang sendi dan obat yg digunakan u/ menurunkan tekanan
darah juga dapat menyebabkan kondisi neuritis.
Faktor lain yg dpt meningkatkan risiko neuritis seseorang  kekurangan vitamin B dan jenis
kanker tertentu. Mereka yg memiliki sistem kekebalan yang terlalu aktif juga memiliki risiko
kondisi yg lebih tinggi dari rata-rata.

▶ Diagnosis
U/ memastikan gejala neuritis, dokter biasanya akan melakukan diagnosis dengan sejumlah tes
kesehatan, seperti:
• Tes darah (klinis dan biokimia)
• Analisis urine umum
• Radiografi
• MRI
• Electroneuromyography (ENMG)
• CT (Computed Tomography)

▶ Penatalaksanaan
• U/ mengatasi gejala neuritis, dokter dpt merekomendasikan terapi medis. Seperti
meresepkan obat penghilang rasa sakit, obat antikejang dan antidepresan, serta perawatan
topikal u/ membantu memperbaiki gejala
Diagnosa Keperawatan
• Masalah keperawatan yg muncul tergantung system yg terkena

Pertemuan 5
Fraktur
Hilangnya kesinambungan substansi tulang dgn atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.
Fraktur  terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yg disebabkan oleh rudapaksa
(trauma atau tenaga fisik)
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yg disertai dgn luka sekitar jaringan lunak, kerusakan
otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yg lebih besar dari yg dpt
diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Prevalensi
lebih sering terjadi pd laki-laki daripada perempuan dgn umur dibawah 45 th.
Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pd wanita
Faktor-faktor yg mempengaruhi terjadinya fraktur :
Faktor ekstrinsik  meliputi kecepatan dan durasi trauma yg mengenai tulang, arah serta
kekuatan tulang.
Faktor intrinsik  meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas
serta kekuatan tulang.
ETIOLOGI FRAKTUR
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat rudapaksa (misalnya
benturan, pukulan yg mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yg tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dgn lengan dlm keadaan ekstensi dpt terjadi fraktur pd pegelangan
tangan.
3. Trauma ringan pun dpt menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada
resiko terjadinya penyakit yg mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dpt berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
TANDA KLASIK FRAKTUR
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.
PATOFISIOLOGI
Jenis fraktur dpt dibagi berdasarkan

 Lokasi
Fraktur dpt terjadi pd tulang di mana saja  pada diafisis, metafisis, epifisis, atau
intraartikuler. Jika fraktur didptkan bersamaan dgn dislokasi sendi, maka dinamakan
fraktur dislokasi.

 Luas
Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan tdk lengkap (inkomplit). Fraktur tdk
lengkap contohnya adalah retak.
Jenis-Jenis Fraktur berdasarkan Konfigurasi
Konfigurasi
Complete fraktur (fraktur komplet), patah pd seluruh garis tengah tulang,luas dan melintang
disertai dgn perpindahan posisi tulang.
Closed frakture (simple fracture), tdk menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks), fraktur dgn luka pd kulit (integritas
kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang.
Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
Oblik, fraktur membentuk sudut dgn garis tengah tulang.
Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
Komunitif, fraktur dgn tulang pecah menjadi bbrp fragmen.
Depresi, fraktur dgn frakmen patahan terdorong ke dlm (sering terjadi pada tulang tengkorak dan
wajah).
Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pd tulang belakang).
Patologik, fraktur yg terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor).
Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pd prlekatannya.
Epifisial, fraktur melalui epifisis.
Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Hubungan antara fraktur dgn jaringan sekitar
 Fraktur terbuka (jika terdapat hubungan antara tulang dgn dunia luar)
 fraktur tertutup (jika tdk terdapat hubungan antara fraktur dgn dunia luar).
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
Grade I :
luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
Grade II :
luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yg ekstensif.
Grade III :
sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
ASUHAN KEPERAWATAN PD KLIEN DGN DISLOKASI
DISLOKASI
• Keadaan dimana tulang-tulang yg membentuk sendi tDdk lagi berhubungan secara
anatomis. Secara kasar (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).
• Dislokasi traumatic kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yg terlibat. Pasukan
darah, dan saraf rusak susunannya dan mengalami stres berat.
• Subluksasi  dislokasi parsial permukaan persendian
Bila dislokasi tidak ditangani segera, maka dpt terjadi nekrosis avaskuler dan paralisis
saraf.
Dislokasi dpt di bagi :
Kongenital
( terjadi sejak lahir, akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terlihat pd pinggul )
Spontan atau Patologik
(akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitar sendi)
Traumatik
( akibat cedera dimana sendi mengalami kerusakan Akibat kekerasan )
Etiologi
1. Cedera olah raga
2. Trauma yg tdk b/d olah raga
3. Terjatuh
4. Patologis
Tanda dan Gejala
• Nyeri
• Perubahan kontur sendi
• Perubahan panjang ekstremitas
• Kehilangan mobilitas normal, dan
• Perubahan sumbu tulang yg mengalami dislokasi
Manifestasi klinis
• Pergerakan yg terbatas di daerah yg terkena
• Posisi tungkai yg asimetris
• Lipatan lemak yg asimetris
• Hilangnya tonjolan yg normal
• Kedudukan yg khas u/ dislokasi tertentu
Penatalaksanaan medis
• Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dgn menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
• Kaput tulang yg mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
• Sendi kemudian dimobilisasi dgn pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap
dalam posisi stabil.
• Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yg
berguna u/ mengembalikan kisaran sendi.
• Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan
Komplikasi
• Dini
- Cedera saraf
- Cedera pembuluh darah
- Fraktur disloksi
• Lanjut
- Kekakuan sendi bahu
- Kelemahan otot
Pemeriksaan Diagnostik
1) Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2) Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
Diagnosa
1. nyeri b/d diskontuinitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
3. Gangguan body image b/d deformitas dan perubahan bentuk tubu

Pertemuan 6
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TRAUMATIC BRAIN INJURY

▶ PENGERTIAN
• Trauma atau cedera kepala (Brain Injury)  satu bentuk trauma yg dpt mengubah
kemampuan otak dlm menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan
pekerjaan atau dpt dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yg dpt menimbulkan
perubahan – perubahan fungsi otak (Black, 2005)
• Menurut konsensus PERDOSI (2006), cedera kepala yg sinonimnya  trauma kapitis =
head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury mrpk trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tdk langsung yg menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer
maupun permanen.
ETIOLOGI
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Trauma tumpul.
2. Trauma tajam (penetrasi)
Patofisiologi
• Patofisiologi cedera otak traumatik berdasarkan kerusakan jaringan saraf yang terjadi dapat
kita kelompokkan dalam dua kategori, yaitu:
• cedera primer atau cedera yang disebabkan langsung oleh gaya mekanik pada awal cedera;
dan
• cedera sekunder atau kerusakan lanjut dari jaringan dan sel setelah cedera primer terjadi
• Cedera otak traumatik dpt memicu beberapa kondisi patologis yg hampir semuanya dapat
diidentifikasi dgn CT scan kepala.
• Fraktur tengkorak
• Hematoma epidural, hematoma subdural
• Perdarahan subaraknoid, perdarahan Intraparenkim, perdarahan intraventrikular
• Kontusio serebri
• Cedera aksonal fokal dan diffuse dgn edema serebri.[25]
• Kepala dengan bangunan intrakranial dapat mengalami jejas oleh : tenaga percepatan
(akselerasi), tenaga perlambatan (deselerasi), rotasi, Penetrasi
• Jejas : karena perbedaan gerakan pada tulang dan otak.
• Dasar lobus frontal ------- permukaan kasar fossa anterior
• Lobus temporal -------- pinggiran tulang sfenoid
• Korpus kallosum ------ pinggiran falks serebri
• Tentorium serebelli ---- permukaan superior serebellum batang otak.
Klasifikasi cedera kepala
Cedera kepala ringan (GCS : 13 – 15 )
,, ,, sedang (GCS : 9 - 12 )
,, ,, berat (GCS : =< 8 )
Jejas kepala tertutup .

▶ Komosio serebri atau gegar otak merupakan keadaan pingsan yg berlangsung kurang
dari 10 menit setelah trauma kepala

▶ kontusio serebri dpt terjadi dlm waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi
perdarahan intraserebral yg membutuhkan tindakan operasi

▶ Fraktur depresi tulang tengkorak


▶ Fraktur komplikata tulang tengkorak
▶ Pemeriksaan
• Keadaan umum.
• jejas ringan : keadaan sadar-siaga
• Jalan nafas, respirasi, tekanan darah, keadaan jantung.
• Kesadaran.
• Fungsi mental
• Saraf otak
• Sistem motorik,
• Sistem sensorik, otonom, refleks-refleks.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA


Indikasi CT san:
1. Skala Koma Glasgow (GCS) ≤ 14
2. GCS 15 dengan:
a. Adanya riwayat penurunan kesadaran
b. Traumatik Amnesia
c. Defisit neurologi fokal
d. Tanda dari fraktur basis kranii atau tulang kepala.
3. Tindakan resusitasi ABC (Kegawatan)
4. Tekanan Intra Kranial meninggi
• Terjadi akibat vasodilatasi, udem otak, hematom
• Untuk mengukurnya sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK normal adalah 0-15 mmHg.
Diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan:
1. Hiperventilasi
2. Setelah resusitasi ABC lakukan hiperventilasi terkontrol dengan pCO2 27-30 mmHg.
Dipertahankan selama 48-72 jam lalu dicoba dilepas, bila TIK naik lagi diteruskan selama
24-48 jam. Bila tidak turun periksa AGD dan CT scan untuk menyingkirkan hematom

▶ Diagnosa Keperawatan
1. Resti tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d akumulasi skret.
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d perdarahan dan edema cerebral
3. Resiko peningkatan TIK b.d proses desak ruang akibat edema cerebral
4. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake tidak adequate: penurunan kesadaran (soporokoma)
5. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak
adequate: penurunan kesadaran (soporokoma)
6. Kerusakan integritas kulit b.d adanya luka lacerasi
7. Deficit perawatan diri b.d kelemahan/keterbatasan gerak
8. Resti terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) keluarga mengenai proses penyakit,
prognosis dan penatalaksanaannya b.d terbatasnya informasi

CEDERA MEDULA SPINALIS


Anatomi tulang belakang
• 7 Ruas vertebra servical
• 12 Ruas vertebra toracal
• 5 Ruas vertebra lumbal
• 5 Ruas sakral yg telah menyatu disebut sacrum
• 4. Ruas tulang ekor yg telah menyatu
disebut xocygius

Anatomi sumsum tulang belakang


8 Pasang Syaraf cervicl
12 Pasang Syaraf toracal
5 Pasang Saraf lumbal
5 Pasang Saraf sacrum
1 Pasang Syaraf coxygius
DEFINISI
• CEDERA MEDULA SPINALIS  TRAUMA PD CORD & AKAR-AKAR SARAF DPT
BERUPA CEDERA RINGAN FLEKSI-EKTENSI (WHIPLASH) SAMPAI TRAKSEKSI
KOMPLIT,
• DAPAT TERJADI PADA BEBERAPA LEVEL. UMUMNYA TERJADI PADA
BEBERAPA CERVICAL & TORAKAL BAWAH- VERTEBRA LUMBAL ATAS.
(VERNON W. LIN, 2003)
 Terjadi akibat dari gegar otak, memar, laserasi, hemorrage transeksi, atau penurunan
suplai darah ke susum tulang belakang, terjadi iskemic.
 SCI disebabkan oleh tabrakan kendaraan, jatuh, dan tindakan kekerasan atau kejadian
olahraga terkait (47% )
 75-82%  laki-laki antara 15 - 35 tahun
 Mortalitas paling sering  karena infeksi .
Klasifikasi cedera medula spinalis
cedera lengkap / Komplit yaitu tdk adanya semua fungsinya, motor , sensorik dan
vasomotor di bawah tingkat cedera.
Cedera tdk lengkap (In komplit)
Masih didptkan vasomotor dan sensorik di bawah tingkat cedera
• Cedera pd daerah thoracal 10 keatas dan cervical Gangguan jalur saraf simpatik
Kardiovaskular tdk stabil
• Penurunan vasokonstriksi pd pembuluh darah vena, terjadi pooling di kaki. aliran darah
ke jantung penurunan menyebabkan out put jantung menurun, terjadi bradi kardi dan
hipotensi
Spinal syok
Sampai dgn 48 Jam tandanya :
• Sensorik dan motorik absen
• Flacid paralysis
• Hipotensi dan bradikardi
• Refleks menurun/hilang ,ini dpt menyebabkan retensio urine , paralisis usus dan
ileus.
• Kehilangan kontrol suhu , vasodilatasi dan ketdk mampuan u/ menggigil,sulit u/
mengubah panas dlm lingkungan dingin dan ketidak mampuan u/ berkeringat.
1. TRAUMA :
KLL, jatuh dari ketinggian, kecelakaan sport, luka tembak dan luka tusuk (hampir 70%)
2. NON TRAUMA :
a. Malformasi vaskuler : Anurisma pembuluh darah
b. Infeksi : Myelitis transversa, spondilitis, GBS.
c. Tumor : Primer (meningioma, glioma, multiple
myeloma), Sekunder (paru, prostat,mammae, tiroid)
a. Lain2 : Stenosis canal spinal

▶ Gejala klinis
1. Cedera Cervical
Lesi C1 –C4
 Otot diapragma dan otot inter costae mengalami paralisis dan tdk ada gerakan volunter.
 Kehilangan sensasi pada oksipital, telinga dan daerah wajah.
 Pasien cedera C1 – C3 ini sangat ketergantungan ventilator mekanis.
 Sangat ketergantungan ADL nya.
 Cedera C4 ketegantungan ventilator dan mungkin dpt dilepas secara imtermiten.
 Mobilisasi ;
Lesi C5
 Kerusakan fungsi diafragma
 Paralisis intestinal dan dilatasi lambung
 Depresi pernafasan
 Ekstermitas atas mengalami rotasi ke arah luar
 Setelah fase akut terjadi spastisitas.
 Sensasi ada pd derah leher dan lengan atas.
 Pasien ini mengalami ketergantungan terhadap aktifitas mandi, menyisir rambut dan
mencukur.
 Pasien ini mempunyai koordinasi tangan dan mulut, biasanya pasien ini dapat makan dan
menulis dengan bantuan alat dan mekanis.
Lesi C6
 Distres pernafasan akibat paralisis intestinal dan asenden dari medula spinalis.
 Bahu biasanya naik dgn lengan atas abduksi dan lengan bawah fleksi.
 Mandiri dalam higiene dan kadang kadang berhasil dlm memakai dan melepas pakaian ,
mandiri dlm makan dgn atau tanpa bantuan alat
 Pasien mampu mengemudikan mobil dgn kontrol tangan.
 Mobilisasi Transfer :Independent dgn sliding board, manual wheelechair
Lesi C7
 Ekstermitas atas mengalami abduksi dan lengan bawah fleksi
 Otot diafragma dan asesoris u/ mengkompensasi otot abdomen dan intercotae.
 Fleksi jari tangan berlebihan pd saat spastik
 Pasien ini mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perhatian husus.
 Dpt berpakaian dan melepas pakaian sendiri dan dpt melakukan pekerjaan rumah yg ringan
Lesi C 8
 Tangan pasien posisi mencengkerm
 Tdk terjadi malposisi pd ekstermitas atas.
 Otot latisimus dorsi dan trapesium cukup kuat menyokong posisi duduk.
 Hipotensi postural dpt terjadi pd posisi duduk karena kehilangan kontrol vasomotor.
 ADL mandiri.
2. Cedera torakal
Lesi T1- T5
 Pernafasan diafragma
 Funsi inspirasi paru meningkat
 Biasanya muncul hipotensi postural
 Paralisis otot abduktor polici , interosius, an otot lubrikan tangan
 Kehilangan sensori sentuhan nyeri dan suhu.
 T5 keatas dpt menyebabkan penurunan motilitas motorik gastro intestinal paralitik
illeus setres ulcer
2. Cedera torakal
Lesi T1- T5
 Pernafasan diafragma
 Funsi inspirasi paru meningkat
 Biasanya muncul hipotensi postural
 Paralisis otot abduktor polici , interosius, an otot lubrikan tangan
 Kehilangan sensori sentuhan nyeri dan suhu.
 T5 keatas dpt menyebabkan penurunan motilitas motorik gastro intestinal paralitik
illus setres ulcer

▶ Lesi T6 – T 10
 Kerusakan T6 dpt menyebabkan penurunan sistem saraf simpati dpt menyebabkan
vasodilatasi terjadi hipotensi dan bradikardi.
 Refleks abdomen hilang dari T 6 ke bawah
 Terdapat paralisi dan spastik pada anggota bawah
 ADL pasien mandiri.

▶ Lesi T11 - L2
• Kehilangan control bowel dan kontrol kandung kemih, tetapi pasien akan memiliki
refleks pengosongan usus.
• Pria mungkin mengalami kesulitan u/ mencapai dan mempertahankan ereksi dan
mungkin telah berkurang emisi mani.
3. Cedera lumbal
L1 – L5
4. Cedera sakral
 S1 daerah telapak kaki, jari kaki posisi lateral dan heel
 S2 daerah paha belakang dan 1/3 tibia posterior.
 S3 dan S5 terdapat paralisis dari otot kaki,
 kehilangan sensasi area sadel , sakrum, glens penis , perineum area anal

▶ Assessment

Tahap pemulihan spinal shock


1. kejang fleksor ditimbulkan oleh stimulasi kulit
2. Refleks pengosongan kandung kemih dan usus
3. Fleksor ekstensor atau kekakuan
4. Hyperreflexic
5. Ejakulasi pada pria, yg ditimbulkan oleh stimulasi kulit

Komplikasi
 Atelektasis
 Ulkus stres
 Disrefleksia otonomik
 kontraktur
Atelektasis
DEFINISI
Atelektasis  pengembangan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
Faktor resiko
 Pembiusan (anestesia)/pembedahan
 Tirah baring lama
 Pernafasan dangkal
 Penyakit paru-paru.
Pencegahan
1. Perkusi (menepuk-nepuk) dada u/ mengencerkan dahak
2. Postural drainase
3. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong u/ bernafas dalam, batuk efektif
dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
Ulkus dekubitus
Pengertian
Dekubitus  kerusakan /kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Otonomik disrefleksia
Adalah reflek yg berlebih dari saraf otonom akibat cedera vertebra pada torakal 6 keatas.
Menyebabkan ;
 Blader distensi
 Bowel distensi
 Luka tekan
 Abdominal distensi
 Infeksi sakuran kemih
 Otonomik disrefleksia
Triad Classic
1. Sakit kepala berdenyut,
2. Vasodilatasi kulit,( Kulit merah)
3. Berkeringat, di atas tingkat lesi.
Tanda lainnya
• Hipertensi (BP> 250 - 300 / 150 mmHg).
• hidung tersumbat,
• kulit memerah (di atas tingkat lesi).
• penglihatan kabur, mual,
• bradikardia, dan nyeri dada.
• di bawah tingkat lesi akan ada ereksi pilomotor (merinding), muka pucat,
menggigil, dan vasocontriction.

▶ Farmakoterapi
• Methylprednisolone
• Dosis loading (30 mg / kg) ini diberikan per bolus ( IV )selama 15 menit. 45 menit
kemudian 5,4 mg / kg / jam kemudian dilanjutkan dalam infus selama 23 jam
• Antasida: u/ mencegah ulkus lambung
• Cimetidine atau ranitidin: u/ menekan sekresi asam lambung dan mencegah mengobati
ulkus lambung
• Pelunak tinja
• Analgesik u/ mengurangi nyeri
• Antihipertensi (methyldopa), u/ mengobati hipertensi berat yang terjadi pada AD
• Anti koagulan: u/ mencegah tromboflebitis, DVT dan emboli paru

▶ Penatalaksanaan
 Mobilisasi dini / posturing tiap 2 jam
 Pasen dipuasakan u/ cedera cervikal
 Pasang NGT
 Setelah Bu positif berikan pelunak faises ringan
 Ukur I/O
 Setelah spinal syok teratasi D/C af u/ mencegah infeksi
 Lakukan ICP
 Hipotermi gunakan selimut tebal,botol botol air panas.
 Berikan stoking anti embolik untuk mencegah DVT

▶ Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektifb/d kelemahan neurologic
2. Pola nafas tidak efektif b/d kelemahan neurologik.
3. Penurunan CO b/d venous return
4. Pengaturan suhu tidak efektif b/d disfungsi autonomik
5. Resti gangguan integritas kulit b/d immobilisasi
6. Resiko konstipasi b/d atoni usus, imobilisasi.
7. Gangguan eliminasi urine / bowel b/d kelemahan neurologic

Pertemuan 7
Definisi Tumor Otak
Tumor otak adalah lesi intrakranial lokal yang menempati ruang di dalam tengkorak. Tumor otak
primer berasal dari sel dan struktur di dalam otak. Tumor otak sekunder atau metastatik, terbentuk
dari
struktur-struktur di luar otak (paru, payudara, saluran gastrointestinal bawah, pankreas, ginjal, dan
kulit
(melanoma) dan terjadi pada 10% sampai 20% dan seluruh pasien kanker. Jenis–
jenisTumor Otak
1. Glioma, yaitu neoplasma otak tidak dapat diangkat seluruhnya tanpa menyebabkan kerusakan,
karena
neoplasma ini menyebar dengan menginfiltrasi jaringan neural di sekitarnya.
2. Meningioma adalah tumor berkapsul benigna/jinak yang sering muncul pada sel- sel araknoid
di
meninges.
3. Neuroma akustik adalah tumor pada saraf kranial kedelapan (pendengaran dan keseimbangan).
4. Adenoma hipofisis dapat memunculkan sejumlah gejala akibat tekanan pada struktur di
dekatnya atau
akibat perubahan hormonal
5. Angioma adalah massa yang sebagian besar terdiri atas pembuluh darah abnormal
dan ditemukan di dalam otak atau di permukaannya

Etiologi
Menurut Ngoerah (2005) faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya suatu tumor otak adalah:
1. Genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
Meningioma, Astrocytoma dan Neurofibroma.

Patofisiologi
Menurut Price (2006) tumor otak menyebabkan gangguan neurologik yang disebabkan oleh
gangguan
neurologis. Gejalagejala terjadi berurutan.

Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada tumor otak yaitu (Devi, 2014):
1. Edema serebral
Terjadi akibat adanya peningkatan cairan otak secara berlebihan yang menumpuk di sekitar lesi
sehingga menyebabkan efek massa bertambah.
2. Hemiasi otak

Ditandai dengan meningkatnya cairan intrakranial yang terdiri dari hernias


sentral, singuli, dan unicus
3. Hidroscfalus
Ditandai dengan meningkatnya TIK yang disebabkan oleh adanya ekspansi massa yang ada di
dalam
rongga kranium yang tertutup
4. Epilepsi
Ditandai dengan kecenderungan terjadinya kejang atau bangkitan epileptik.
STROKE
Definisi Stroke
Merupakan penyakit tidak menular yang dikenal dengan sillent killer adalah kehilangan fungsi
otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Seringkali ini berlangsung selama
bertahun-tahun (Brunner & Suddarth, 2008). Stroke didefinisikan sebagai gangguan suplai darah
ke otak
yang biasanya disebabkan adanya sumbatan oleh gumpalan darah. Hal ini menyebabkan gangguan
pasokan oksigen dan nutrisi diotak sehingga terjadi kerusakan jaringan otak. (WHO,2016).
Serangan stroke sementara adalah episode sementara atau temporer dari disfungsi neurologik yang
dimanifestasikan oleh kehilangan fungsi motorik, sensorik, atau visual secara tiba-tiba. Keadaan
ini
berakhir beberapa detik atau menit tetapi tidak lebih dari 24 jam (Brunner Suddarth, 2008).

Etiologi
Stroke yang disebabkan oleh infark (dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi, patologi, atau bukti
lain
yang menunjukkan iskemi otak, medulla spinalis, atau retina) disebut stroke iskemik.
Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah jenis stroke yang paling umum, terjadi ketika gumpalan darah menghalangi
aliran darah dan oksigen ke otak. Gumpalan darah ini biasanya terbentuk di area di mana arteri
telah
menyempit atau tersumbat seiring waktu oleh timbunan lemak (plak).
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik (juga dikenal sebagai perdarahan serebral atau perdarahan intrakranial) lebih
jarang
terjadi dibandingkan stroke iskemik. Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di dalam
tengkorak kepala pecah dan berdarah ke dalam dan sekitar otak.
Manifestasi Klinis
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit neurologist,
secaara
mendadak/subakut, terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak
menurun,biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi pada kasus stroke,
makaotak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen.
(Mozaffarian
et al., 2015).

Klasifikasi
Stroke iskemik terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang, hal ini disebabkan karena
obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak. Hampir 80% pasien stroke merupakan stroke
iskemik. Penyebab stroke iskemik adalah trombosis, emboli, dan hipoperfusi global.
Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2008) komplikasi yang mungkin muncul pada pasien stroke
meliputi
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Luasnya area cedera.
4. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.

Anda mungkin juga menyukai