Anda di halaman 1dari 69

RESUME TUTORIAL D SKENARIO 2

“Kecelakaan Kerja”

Dosen Pengampu :
Dr.dr. Dina Helianti, M.Kes

Anggota :
1. Ilham Ardi W. 172010101098
2. Annisa Shalsabila Azhari 182010101020
3. Rihhadatul Aisy 182010101021
4. Dilar Bambang Sudito 182010101030
5. Achmad Ilham Tohari 182010101032
6. Nadiyya Dzawil Ma'la 182010101033
7. Ribka Soca Hapsari B. 182010101034
8. Maghfira Arviola Nona H. 182010101058
9. Yumna Rifda Haniefah 182010101087
10. Linda Ayu Kusuma W. 182010101091
11. Defian Kurniawan Nur H. 182010101096
12. Rachmania Farah Alisha S.182010101137

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021

Learning Objective
1. Fisiologi remodeling tulang
Tulang terdiri atas tiga jenis sel dasar yaitu osteoblast, osteosit dan osteoclast.
Osteoblas
- Berasal dari sel mesenkim dan Berderet secara epitelial di permukaan trabekula tulang
muda.
- Bentuk kuboid sampai piramid.
- Inti besar, nukleolus (+).
- Sitloplasma basofil.
- Memproduksi matriks organik & alkalin fosfatase yang berperan dalam kalsifikasi
Osteosit
- Merupakan osteoblast yang terpendam dalam matriks.
- Sitoplasma basofil.
- Inti gelap.
- Berada dalam lakuna
Osteoclast
- Sel raksasa, mengakibatkan demineralisasi.
- Inti banyak.
- Fusi sel-sel monosit.
- Terletak pada lekukan: lakuna Howship. (demineralisasi matriks)
- Sitoplasma asidofilik, tampak berbuih karena mengandung vakuol-vakuol.
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan
fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Penyembuhan dari fraktur
dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik.
• Faktor Lokal :
➢ Lokasi fraktur
➢ Jenis tulang yang mengalami fraktur.
➢ Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
➢ Adanya kontak antar fragmen.
➢ Ada tidaknya infeksi.
➢ Tingkatan dari fraktur.
• Faktor Sistemik
➢ Keadaan umum pasien
➢ Umur
➢ Malnutrisi
➢ Penyakit sistemik

Pada saat terjadi patah tulang, terjadi juga kerusakan pada pembuluh darah yang terletak
pada canaliculi dari sistem haversian, yang menyeberangi tempat patahan tulang. Kerusakan
pembuluh darah ini menyebabkan osteosit yang terdapat dalam lakuna kehilangan supalai
nutrisinya dan kemudian menjadi mati. Penyembuhan dimulai dengan lima tahap, yaitu sebagai
berikut:
1) Destruksi jaringan dan pembentukan hematom (1-2 hari)
Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan terbentuk hematome
di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat
persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. Hematom ini kemudian
akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematom
berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya
2) Inflamasi dan proliferasi selular(3 hari-2 minggu)
Selama fase inflamasi terbentuk hematom, terjadi nekrosis dari tulang, dan sel yang
mati melepas mediator-mediator aktif, faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin lainnya ke
lokasi patah tulang. Sitokin-sitokin ini akan mempengaruhi perpindahan sel, proliferasi,
diferensiasi dan sintesis matriks tulang. Jaringan seluler berusaha membuat jembatan yang
menghubungkan segmen patah tulang Ujung fragmen akan dikelilingi oleh jaringan sel
yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan
diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah tersebut.

3) Pembentukan Soft kalus(2-6 minggu)


Sel yang berkembang biak memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa
keadaan juga membentuk kartilago. Populasi sel juga mencakup osteoklas yang mulai
membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang
imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan
endosteal. Pembentukan kalus dimulai dalam 2-3 minggu setelah fraktur, melalui proses
penulangan endokondrial. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur
dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling
dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta
1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari
osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler.Sementara tulang fibrosa yang imatur
menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang pada empat minggu
setelah fraktur menyatu (Sjamsuhidayat & Jong, 2011).
4) Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, osifikasi (3 minggu-
6 bulan) dimulai dengan kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan secara
perlahan-lahan akan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelllar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Keadaan
tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan
tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang
cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5) Remodeling
Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa bulan
atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped dengan proses yang
kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang

Remodeling Tulang

1) Resorption
Resorpsi tulang adalah proses perombakan sel-sel tulang yang sudah tua dan
rusak oleh osteoklast. Pada tahap ini, prekusor osteoklast teraktivasi dan berdiferensiasi
menjadi osteoklast. Stress mekanik diketahui menjadi faktor yang memicu aktivasi
osteoklast mensekresikan faktor-faktor seperti Insulin-like growth tactor-1 (IGF1). Saat
resorpsi, osteoklast mendegradasi, matriks yang telah mengalami mineralisasi. Tulang
banyak mengalami kehilangan mineral seperti kalsium dan fosfor sehingga menjadi
rapuh. Ditemukan kadar kalsium yang tinggl dalam darah sebagai akibat resorpsi
tulang.
2) Reversal phase
Selama reversal phase, osteoklast menghilang dan ditemukan sel-sel yang
menyerupai makrofag pada permukaan tulang. Sel-sel tersebut diketahui dapat
melepaskan faktor – faktor yang dapat menghambat osteoklast dan menstimulasi
osteoblast.
3) Formation
Tahap ini meliputi rangkaian peristiwa yang rurnit, antara lain proliferasi sel-
sel mesenkim pnmitif, diferensiasi menjadi sel-sel prekusor osteoblast
(osteoprogenitor, preosteoblast), maturasi osteoblast, pembentukan matrik, dan
mineralisasi. Pada tahap ini, osteblast berkumpul pada dasar rongga resorpsi dan
membentuk osteoid sampali rongga terisi. Pada individu yang normal. diperlukan waktu
selama 124-168 hari agar rongga terisi penuh.
4) Resting phase
Fase istirahat ini dicapai ketika aktivitas osteoblast-osteoblast kemungkinan
karena lnhibisi umpan balik negatif atau induksi apoptosis oleh tumor necrosis factor
(TNF) yang dilepaskan oleh sel-sel sumsum di sekitarnya. Jaringan tulang mengalami
dormansi, dilapisi oleh osteoblast yang tidak aktif sampal siklus remodeling berikutnya
terjadi.
2. Fraktur
Berdasarkan etiologi :
a. Traumatik
Kebanyakan fracture diakibatkan oleh kekuatan yang besar dan tiba-tiba, dapat berupa
pukulan, gencetan, gerakan mematahkan, putaran (twisting), dan tarikan.
• Kekuatan langsung :
o Tulang patah pada titik pukulan
o Terjadi kerusakan jaringan lunak pada titik tersebut
o Bentuk patahan melintang (pada patah tulang akibat kekuatan pukulan)
o Kekuatan himpitan menyebabkab serpihan-serpihan tulang dan kerusakan hebat
jaringan lunak di sekitarnya.
• Kekuatan tidak langsung :
o Patahan tulang jauh dari tempat gaya-gaya itu bekerja.
o Sedikit terjadi kerusakan jaringan lunak.
Arah gaya kekuatan :
➢ Puntiran → spiral fracture
➢ Mematahkan → transverse fracture
➢ Mematahkan dan kompresi → fraktur dengan serpihan tulang berbentuk segitiga
(butterfly fragment)
➢ Kombinasi puntiran, mematahkan dan kompresi→ oblique racture
➢ Tarikan ( oleh tendon ) → fracture dengan bagian/pecahan tulang terpisah

b. Patologis
Fraktur yang terjadi pada tulang oleh karena adanya kelainan atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang. Dapat terjadi spontan atau dengan adanya
trauma ringan

c. Stress
Fraktur stres adalah retakan kecil di tulang, atau memar parah di tulang. Sebagian
besar fraktur stres disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan dan berulang, dan sering
terjadi pada pelari dan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga lari, seperti sepak bola
dan bola basket.
Fraktur stres biasanya terjadi ketika orang mengubah aktivitas mereka - seperti
dengan mencoba latihan baru, tiba-tiba meningkatkan intensitas latihan mereka, atau
mengubah permukaan latihan (joging di treadmill vs. jogging di luar ruangan). Selain
itu, jika osteoporosis atau penyakit lain telah melemahkan tulang, melakukan aktivitas
sehari-hari saja dapat menyebabkan patah tulang karena stres.
Tulang kaki dan tungkai bawah yang menahan beban sangat rentan terhadap fraktur
stres karena kekuatan berulang yang harus mereka serap selama aktivitas seperti
berjalan, berlari, dan melompat. Menahan diri dari aktivitas berdampak tinggi untuk
jangka waktu yang memadai adalah kunci untuk memulihkan diri dari patah tulang
akibat stres di kaki atau pergelangan kaki. Kembali ke aktivitas terlalu cepat tidak
hanya dapat menunda proses penyembuhan tetapi juga meningkatkan risiko patah
tulang total. Jika patah tulang total terjadi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk pulih
dan kembali beraktivitas.
Fraktur stres paling sering terjadi pada metatarsal kedua dan ketiga di kaki, yang
lebih tipis (dan seringkali lebih panjang) daripada metatarsal pertama yang berdekatan.
Ini adalah area yang memiliki dampak terbesar pada kaki Anda saat Anda mendorong
saat berjalan atau berlari.
Fraktur stres juga sering terjadi pada kalkaneus (tumit); fibula (tulang luar tungkai
bawah dan pergelangan kaki); talus (tulang kecil di sendi pergelangan kaki); dan
navicular (tulang di bagian atas kaki tengah).

Diagnosis
Apabila ditemukan fraktur spontan atau setelah trauma ringan maka harus dianggap
sebagai fraktur patologis hingga dapat dibuktikan yang lain. Pada penderita lanjut usia
selalu harus ditanyakan tentang riwayat penyakit atau operasi sebelumnya, adanya
penyakit tumor ganas atau setelah satu operasi gasterektomi yang akan menyebabkan
malabsorbsi.

Pemeriksaan
• Pemeriksaan lokal
Pemeriksaan adanya kelainan lokal berupa sinus yang infeksi, jaringan parut,
pembengkakan, lokalisasi fraktur sehingga dapat diduga diagnosisnya
• Umum
Pada anak di bawah umur 20 tahun, fraktur patologis biasanya disebabkan oleh kelainan
jinak. Sedangkan pada penderita di atas umur 40 tahun kemungkinan penyebabnya
adalah mielomatosis, karsinoma sekunder akibat metastasis, Paget’s disease.
• Pemeriksaan radiologis
o Pemeriksaan foto polos
o Pemeriksaan pada daerah fraktur
o Pemeriksaan pada daerah lain
o Pemeriksaan dengan pencitraan lain seperti radionukleida imaging, CT-scan, dan
MRI
• Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, seperti jumlah sel darah, LED, elektroforesis protein,
uji untuk sifilis serta penyakit tulang metabolik.

Tata Laksana
Prinsip pengobatan terdiri atas reduksi, pertahankan reduksi, dan fisioterapi.
Pemilihan metode pengobatan disesuaikan dengan kondisi tulang serta kelainan patologis
yang ditemukan.
• Kelainan tulang bersifat umum : Imobilisasi adekuat berupa fiksasi interna
• Kelainan jinak lokal tulang : Misal pada kista soliter dapat sembuh spontan, sehingga
tidak diperlukan pengobatan khusus. Kuretase diperlukan di kemudian hari setelah
fraktur sembuh.
• Tumor ganas tulang primer : Diperlukan pemakaian bidai dan dipikirkan upaya
stabilisasi tumor dengan fiksasi interna atau mungkin diperlukan penggantian sebagian
anggota gerak dengan fiksasi pengganti berupa protesis.
• Tumor-tumor metastasis : Tumor-tumor metastasis dengan fraktur, penyembuhan
sangat jelek serta penderita biasanya mengeluh nyeri. Perlu dipertimbangkan fiksasi
interna sebagai pilihan untuk stabilisasi fraktur

Berdasarkan klinis :
a. Terbuka
Definisi
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia
luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke permukaan
kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar
hingga kedalam. Fraktur terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa
berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-).
Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus, Propionibacteriumacne, Micrococus
dan dapat juga Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukan
gambaran bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi)
lingkungan pada saat terjadinya fraktur. Karena energi yang dibutuhkan untuk
menyebabkan jenis patah tulang, pasien sering memiliki luka tambahan, beberapa
berpotensi mengancam nyawa, yang memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari
trauma berada di tempat lain dalam tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka
mewakili spektrum cedera: Pertama,masalah mendasar dasar patah tulang; Kedua,
pemaparan dari patah tulang terhadap lingkungan; dan kontaminasi dari situs fraktur.

Klasifikasi
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :
• Grade I : kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio
otot minimal; fraktur simple transverse atau short oblique
• Grade II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,
kerusakan komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse atau
shortoblique dengan kominutif yang minimal
• Grade III : kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur
neurovaskular seringkali merupakan cidera oleh energy yang besar dengan
kerusakan komponen yang berat.
o III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara
adekuat;fraktur segmental, luka tembak, periosteal stripping yang minimal
o III B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping
dantulang terekspos, membutuhkan penutupan flap jaringan lunak; sering
berhubungan dengan kontaminasi yang massif
o III C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan

b. Tertutup
Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh trauma, stress, dan
kondisi patologi seperti osteoporosis, dll. Dikatakan fraktur tertutup apabila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar sehingga tidak menimbulkan
komplikasi infeksi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
• Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
• Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
• Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
• Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas,
ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4) Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.

Berdasarkan Radiologis :
a. Lokalis
jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:
➢ Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah
direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini
akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
➢ Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari
dua fragmen tulang.
➢ Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap
tulang.
➢ Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.
➢ Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang yang berada diantara vertebra.
➢ Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan
imobilisasi.
b. Regio
i. Klavikula
Fraktur klavikula cukup umum, terhitung hingga 10% dari semua fraktur. Fraktur ini
adalah patah tulang yang paling umum pada masa kanak-kanak. Trauma didaerah bahu lateral
paling sering menyebabkan fraktur klavikula. Radiografi memastikan diagnosis dan bantuan
dalam evaluasi dan pengobatan lebih lanjut. Meskipun sebagian besar patah tulang klavikula
diobati secara konservatif, patah tulang yang mengalami displace parah atau patah tulang mungkin
memerlukan fiksasi bedah.
Etiologi :
Dalam 87% kasus yang dilaporkan, fraktur klavikula terjadi karena jatuh langsung ke bahu
lateral. Lebih jarang, patah tulang dapat terjadi akibat trauma langsung pada klavikula atau karena
jatuh ke tangan yang terkilir.
Epidemiologi :
Fraktur klavikula yang paling umum selama masa kanak-kanak, dan sekitar dua pertiga
dari semua patah tulang klavikula terjadi pada laki-laki. Dengan mekanisma pada laki-laki
kelompok umur yang lebih muda dari 25 terjadi akibat cedera olahraga dan pasien yang lebih tua
dari 55 tahun terjadi karena jatuh.
Patomekanisme :
Klavikula adalah tulang berbentuk S dan merupakan satu-satunya tulang penghubung
antara ekstremitas atas dan batang tubuh. Klavikula berartikulasi secara distal dengan akromion
pada sendi akromioklavikularis dan berartikulasi secara proksimal dengan sternum pada sendi
sternoklavikularis. Karena lokasi subkutan superfisial dan banyaknya kekuatan ligamen dan otot
yang diterapkan padanya, klavikula mudah retak. Karena poros tengah klavikula adalah segmen
tertipis dan tidak mengandung perlekatan ligamen, ini adalah lokasi yang paling mudah retak.
Fraktur klavikula biasanya dijelaskan menggunakan sistem klasifikasi Allman, membagi
klavikula menjadi 3 kelompok berdasarkan lokasi. Fraktur sepertiga tengah atau fraktur midshaft
berada di Grup I (yang paling umum), fraktur sepertiga distal atau lateral berada di Grup II, dan
fraktur sepertiga proksimal atau medial berada di Grup III.
Klasifikasi Allman telah direvisi lebih lanjut oleh Neer dan mencakup yang berikut ini:
▪ Fraktur tipe 1 dengan perpindahan minimal. Fraktur ini terjadi tepat di lateral ligamentum
coracoclavicular utuh dan ditangani tanpa pembedahan.
▪ Fraktur tipe 2 terjadi ketika fragmen medial dipisahkan dari kompleks coracoclavicular.
Fragmen bergeser ke inferior karena tarikan otot sternokleidomastoid. Fragmen distal
bergeser ke tengkorak. Fraktur ini menghasilkan deformitas yang jelas dan memiliki
tingkat nonunion yang tinggi.
▪ Fraktur tipe 3 adalah di mana fraktur tidak bergeser tetapi meluas ke sendi
akromioklavikularis. Sekali lagi, patah tulang ini dirawat tanpa pembedahan. Namun,
perubahan degeneratif AC yang terlambat dapat terjadi dan mungkin memerlukan eksisi
segmen klavikula distal.
Banyak struktur penting yang berdekatan dengan klavikula dan karenanya dapat
mengalami cedera saat terjadi fraktur. Arteri subklavia melewati anterior ke tulang rusuk pertama
dan dekat dengan segmen tengah klavikula. Selain itu, pleksus brakialis juga berada di belakang
klavikula dan berisiko bila ada fraktur klavikula tengah.
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan fraktur klavikula biasanya datang dengan nyeri yang terlokalisasi dengan
baik di atas situs fraktur Pasien mungkin melaporkan suara benturan atau retakan saat cedera
terjadi. Mekanisme yang paling sering dilaporkan adalah jatuh ke bahu lateral. Pukulan langsung
ke klavikula atau jatuh dengan tangan yang terulur adalah mekanisme yang kurang umum.
Pada pemeriksaan fisik, pasien mungkin datang dengan deformitas yang terlihat atau teraba
di atas lokasi fraktur. Bahu biasanya ditarik ke bawah pada pasien dengan fraktur sepertiga tengah
klavikula, karena efek otot pektoralis mayor dan latissimus dorsi pada fragmen distal.
Sternokleidomastoid menggeser fragmen proksimal ke atas. Mungkin ada nyeri lokal, krepitasi,
ekimosis, atau edema di atas klavikula. Angulasi atau perpindahan yang parah dari fraktur dapat
menyebabkan tenting pada kulit, yang menandakan risiko tinggi untuk berkembang menjadi
fraktur terbuka.
Karena kedekatan pleksus brakialis dan pembuluh subklavia dengan klavikula, penting
untuk melakukan pemeriksaan neurovaskular lengkap. Denyut distal yang menurun, perubahan
warna, atau edema dapat terjadi pada cedera pembuluh subklavia. Cedera pleksus brakialis dapat
menyebabkan temuan neurologis distal. Pemeriksaan paru-paru lengkap juga harus dilakukan,
karena jarang terjadi cedera pada apeks paru, yang menyebabkan pneumotoraks atau hemotoraks.
Sesak napas atau suara napas yang berkurang mungkin merupakan petunjuk klinis. Palpasi tulang
rusuk dan skapula di sekitarnya harus dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan patah tulang
rusuk atau skapula yang terkait. Stres berulang pada klavikula proksimal dari aktivitas yang
berbeda dapat menyebabkan fraktur stres pada pasien tanpa riwayat trauma akut.
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi klavikula anteroposterior standar harus diperoleh pada semua pasien yang
datang dengan cedera pada klavikula. Radiografi pandangan kemiringan kepala 45 derajat kedua
meningkatkan penilaian derajat perpindahan klavikula. Tampilan tambahan ini juga
meminimalkan tumpang tindih tulang rusuk dan tulang belikat pertama. Sementara sebagian besar
fraktur klavikula terlihat dengan pandangan ini, CT scan mungkin diperlukan untuk memandu
pengobatan pada fraktur proksimal atau distal yang jarang terjadi untuk mengevaluasi keterlibatan
intra-artikular.Radiografi dada posteroanterior ekspirasi harus dilakukan jika ada kekhawatiran
klinis untuk kemungkinan pneumotoraks atau cedera tulang rusuk. Jika ada kekhawatiran cedera
neurovaskular, arteriografi, ultrasonografi, dan CT dapat digunakan untuk memandu manajemen
lebih lanjut. Evaluasi fraktur stres klavikula proksimal dimulai dengan gambaran radiografi polos
dan CT scan bila perlu. Pencitraan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan
peradangan dan neoplasia pada pasien dengan bukti radiografi dan klinis pembengkakan di sekitar
area ini.
Management :
Indikasi operasi relatif termasuk Neer Type II displaced distal-third fracture, pemendekan
fraktur di atas 1,5 cm, atau 15% dari sisi kontralateral, floating shoulder, polytrauma, kejang yang
signifikan atau gangguan neuromuskuler, dan masalah kosmetik karena perpindahan. Setelah
evaluasi lengkap dari kemungkinan cedera terkait dan mengesampingkan indikasi untuk operasi,
pengobatan andalan fraktur klavikula adalah analgesia, imobilisasi, dan tindak lanjut ortopedi yang
tepat.
Pada fraktur klavikula midshaft grup I, manajemen nonoperatif konservatif adalah
pendekatan yang paling umum. Pengobatan patah tulang ini terdiri dari tindakan suportif atau
reduktif. Perawatan suportif melibatkan penempatan sling atau sling dan swathe, sedangkan
perawatan reduktif mencakup penggunaan penjepit berbentuk angka delapan. Tingkat persatuan
serupa telah dicapai dengan menggunakan kedua metode. Pada fraktur midshaft tanpa komplikasi
yang tidak bergeser, pasien yang dirawat nonoperatif dengan tindakan konservatif ini memiliki
komplikasi yang lebih sedikit dan pemulihan yang lebih cepat daripada mereka yang dirawat
secara operatif. Namun, pada pasien dengan risiko nonunion yang lebih tinggi (karena perpindahan
fraktur, pemendekan klavikula, atau kominusi fraktur) fiksasi bedah menghasilkan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan manajemen nonoperatif. Fiksasi bedah dicapai dengan reduksi terbuka
dengan fiksasi plat atau fiksasi intramedulla.
Pada fraktur klavikula distal grup II, pasien harus diimobilisasi dengan sling atau sling dan
sapuan sederhana. Gambar-of-delapan kawat gigi harus dihindari, karena dapat meningkatkan
perpindahan fraktur. Karena nonunion terlihat di sekitar 30% kasus, rujukan ortopedi diperlukan.
Perawatan definitif masih kontroversial, dengan beberapa penelitian menunjukkan hasil yang lebih
baik dengan fiksasi bedah sementara yang lain menunjukkan hasil yang serupa pada pasien yang
ditangani tanpa operasi.
Fraktur klavikula nondisplaced, proksimal, grup III dirawat secara konservatif, dengan
sling yang digunakan untuk menopang dan kenyamanan. Analgesik dan rentang gerak awal
dianjurkan. Fraktur klavikula proksimal yang bergeser secara signifikan jarang terjadi akibat
dukungan ligamen yang kuat. Cedera terkait serius ditemukan pada sekitar 90% dari fraktur
klavikula proksimal yang tergeser. Jika ada tanda-tanda gangguan neurovaskular, fraktur
proksimal yang tergeser harus segera dikurangi. Pasien-pasien ini harus secara hati-hati dievaluasi
untuk cedera intratoraks yang parah.
Perawatan untuk anak-anak mirip dengan orang dewasa. Karena potensi regenerasi periosteal yang
besar pada anak-anak, penyembuhan terjadi lebih cepat daripada pada orang dewasa. Pembentukan
kalus dapat menonjol pada anak-anak, dan orang tua harus dididik tentang temuan normal ini.

ii. Scapula
Fraktur skapula jarang terjadi, terhitung sekitar 3-5% dari semua fraktur korset bahu dan
kurang dari 1% dari total fraktur. Hal ini diduga karena mereka biasanya membutuhkan trauma
energi tinggi yang juga mengakibatkan cedera multi-sistem. Penelitian menunjukkan bahwa 80-
95% dari patah tulang skapula berhubungan dengan cedera lain. Karena energi tinggi yang
dibutuhkan untuk mematahkan skapula dan hubungannya dengan cedera lain, laporan morbiditas
dan mortalitas relatif tinggi.
Etiologi
Sebanyak 80-90% dari semua patah tulang skapula terjadi selama trauma energi tinggi
seperti tabrakan kendaraan bermotor, jatuh, dan trauma benturan tinggi lainnya. Gaya langsung
dapat menyebabkan fraktur pada setiap daerah skapula sementara impaksi kepala humerus ke
dalam fosa glenoid sering menyebabkan fraktur leher skapula dan glenoid. Tabrakan kendaraan
bermotor menyebabkan lebih dari 70% patah tulang skapular, dengan 52% terkait dengan
pengemudi dan 18% terkait dengan pejalan kaki yang tertabrak kendaraan bermotor. Mekanisme
lain yang dilaporkan termasuk sengatan listrik dan kejang karena gaya pada skapula. Fraktur
skapular terisolasi jarang terjadi
Epidemiologi
Fraktur skapula terjadi sekitar 0,4-1% dari semua fraktur, [3] 3% dari semua fraktur bahu,
dan 5% dari semua fraktur korset bahu. [8] Fraktur skapula lebih banyak terjadi pada laki-laki
muda (L: F = 6:49) antara usia 25 dan 50 tahun dan paling sering terjadi di corpus atau glenoid.
Corpus : 45%, Proses Glenoid: 35%, Akromion: 8%, Korakoid: 7%
Patomekanisme
Skapula, lebih dikenal sebagai tulang belikat, adalah tulang yang menghubungkan
klavikula ke humerus. Ini adalah bentuk segitiga dengan empat proses utama: spina, akromion,
proses korakoid, dan proses glenoid: skapula berfungsi sebagai tempat perlekatan untuk 18 otot
yang terhubung ke dada, tulang belakang, dan ekstremitas atas. Skapula, selain klavikula dan
humerus, memberikan gerakan rotasi pada ekstremitas atas dan rotasi pada sendi glenohumeral
Karena gaya yang dibutuhkan untuk mematahkan tulang belikat, ada berbagai macam pola
patah tulang yang dilaporkan. Fraktur diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi pada skapula
dengan terjadinya fraktur. Asosiasi Trauma Ortopedi telah mengusulkan sistem klasifikasi pada
dua tingkat: tingkat 1 sebagai sistem dasar untuk semua ahli bedah trauma dan tingkat 2 untuk ahli
bedah bahu khusus. Meskipun sistem klasifikasi ini berguna untuk mengklasifikasikan patah
tulang skapula untuk mengidentifikasi tindak lanjut yang sesuai, tidak ada penelitian yang
menghubungkan sistem penilaian dengan prognosis.
Pemeriksaan Fisik
Mekanisme yang paling umum adalah trauma tumpul atau tembus langsung ke skapula.
Pemeriksaan fisik dan riwayat dapat memberikan informasi terkait kepada dokter dan membantu
menyingkirkan cedera terkait yang dapat mengancam jiwa. Dalam situasi trauma energi tinggi, hal
ini tidak selalu mungkin bergantung pada status mental pasien. Pemeriksaan fisik bahu dan
ekstremitas atas harus dilakukan dalam soal yang memungkinkan pemeriksaan forequarter
posterior. Ini bisa menjadi sulit bila pasien mengalami banyak cedera dan terlentang di tempat
tidur. Asimetri perpindahan bahu atau kepala humerus bisa terlihat jelas atau halus. Palpasi dan
pemeriksaan visual pada landmark tulang harus dilakukan diikuti dengan pemeriksaan
neurovaskular ekstremitas atas secara menyeluruh. Cedera pleksus brakialis dapat dikaitkan
dengan fraktur skapula pada 5-13 persen pasien. Fungsi motorik bisa jadi sulit untuk dinilai akibat
rasa sakit yang terkait dengan cedera ini. Penilaian lengkap pada kulit untuk mencari fraktur
terbuka adalah bijaksana karena fraktur terbuka skapula memerlukan irigasi dan debridemen
segera selain antibiotik.
Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan diagnostik harus dilakukan untuk mengevaluasi fraktur skapula dan trauma
terkait. Sementara radiografi konvensional termasuk pandangan anterior-posterior, lateral, dan
aksila cukup untuk mengevaluasi sebagian besar fraktur skapula, radiografi konvensional sering
melewatkan cedera terkait. Oleh karena itu, rekomendasinya adalah bahwa CT scan dilakukan
untuk mengevaluasi fraktur skapula. Jika ada kekhawatiran tentang keterlibatan sendi, MRI
mungkin diperlukan untuk mengevaluasi cedera ligamen. Rekonstruksi 3D dari pencitraan CT
dapat membantu dalam menentukan pendekatan manajemen dan kebutuhan intervensi bedah.
Management
Kebanyakan patah tulang skapula ditangani secara efektif dengan perawatan tertutup dan
manajemen medis. Pada fraktur yang mengalami displace minimal, yang menyebabkan lebih dari
90% fraktur skapular, penatalaksanaannya dilakukan dengan imobilisasi jangka pendek pada sling
dan petak. Pasien harus berkembang secepat mungkin untuk memulai latihan rentang gerak awal
untuk mencegah bahu beku seperti yang dapat ditoleransi.
Fraktur skapula sendiri jarang merupakan keadaan darurat bedah, kecuali untuk kasus
dengan penetrasi atau dislokasi toraks yang menyebabkan pecahnya struktur vaskular di dekatnya.
Fraktur dengan perpindahan yang signifikan dapat menyebabkan morbiditas jangka panjang dan
hasil yang buruk dari bahu yang akan menjadi kandidat kuat untuk teknik pembedahan. Oleh
karena itu, semua fraktur skapula harus menjalani evaluasi untuk perawatan operatif. Pembedahan
selalu disarankan jika ada perubahan yang relevan dengan yang berikut ini :
❖ Sistem suspensi skapula (SSSC; hubungan C4), "Bahu Mengambang"
❖ Buka Fraktur
❖ Integritas posisi glenoid
❖ Ada perpindahan kolom lateral
❖ Indikasi reduksi terbuka dan fiksasi internal didasarkan pada lokasi fraktur, perpindahan,
angulasi, dan step-off artikular.

Indikasi bedah intraarticular :


- Langkah artikular> 5mm
- Ketidakstabilan glenohumeral terkait
- Fraktur tepi anterior (> 25% permukaan artikular)
- Fraktur tepi posterior (> 33% permukaan artikular)
Indikasi pembedahan fraktur tubuh dan leher ekstraartikular :
- Deformitas sudut (angulasi> 40 derajat)
- Offset batas lateral (> 15mm plus deformitas sudut> 35 derajat)
- Offset batas lateral (> 20mm)
- Sudut glenopolar (<22 derajat) pada AP Grashay sejati

iii. Brachii
Trauma berkekuatan tinggi pada ekstremitas atas dan leher bisa menyebakan berbagai
cedera pada Pleksus Brakhialis. Cedera tersebut mengakibatkan kelemahan otot pada otot-otot
yang terinerfasi oleh C5, C6, C7, C8, dan Th1Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab trauma
pleksus brakhialis pada kebanyakan kasus (80,7%). Dari kecelakaan lalu lintas, dibagi lagi yaitu
kecelakaan sepeda motor (63,2%) diikuti oleh kecelakaan mobil (23,5%), kecelakaan sepeda
(10,7%) dan tabrakan pejalan kaki (3,1%).
Etiologi
Trauma adalah salah satu penyebab plexopati brakialis yang paling umum. Cedera ini
biasanya diakibatkan oleh kecelakaan sepeda motor atau kecelakaan kendaraan bermotor
berkecepatan tinggi, jatuh dari ketinggian yang signifikan di bawah daya tarik atau pukulan
langsung. Hal itu bisa terjadi dengan luka tembus dan luka tembak. Bisa akibat dari cedera
iatrogenik, terutama sebagai komplikasi administrasi blok saraf. Pada cedera pleksus brakialis
traksi, kepala dan leher diregangkan dengan keras dari bahu. Cedera pleksus atas biasanya terlihat
jika lengan berada di samping karena rusuk pertama bertindak sebagai tumpuan untuk
mengarahkan daya traksi secara istimewa sesuai dengan pleksus atas. Lesi pleksus bawah
mendominasi saat lengan diabduksi dan dielevasi dengan keras karena koraloid bertindak sebagai
titik tumpu dengan cara yang sama. Situs cedera praganglionik biasanya terkait dengan avulsi
radiks saraf, dengan radiks robek yang terlepas dari sumsum tulang belakang, dan dengan
demikian membawa prognosis yang buruk. Cedera supraclavicular lebih sering terjadi dan lebih
parah dan memiliki prognosis yang lebih buruk daripada cedera infraclavicular.
Pemeriksaan fisik
Secara klinis trauma pleksus brakhialis dibagi sesuai lokasi trauma yaitu pleksus brakhialis
tipe upper (Erb`s Palsy) dan pleksus brakhialis tipe lower (Klumpke`s palsy). Trauma pada tingkat
infraklavikula mungkin disebabkan oleh mekanisme trauma energi tinggi pada bahu dan
berhubungan dengan rupturnya arteri aksilaris. Nervus aksilaris diperiksa dengan abduksi bahu
secara aktif dan peregangan otot deltoid. Latisimus dorsi diinervasi oleh nervus thorakodorsal yang
merupakan cabang bagian posterior dan berlokasi di dalam dinding posterior fossa aksilaris.
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan imaging
- Tes histamin
- Elektrodiagnostik
Tatalaksana
- Konservatif
Tujuan perawatan konservatif adalah mempertahankan jangkauan gerak
ekstremitas, untuk memperkuat otot fungsional, yang tersisa, untuk melindungi denervasi
dermatom, dan untuk managemen nyeri. Edema kronis mungkin muncul sebagai akibat
dari hipokinesia, kehilangan tonus vaskular akibat denervasi simpatik, dan luka jaringan
lunak lainnya. Menjaga ekstremitas terangkat dapat menurunkan edema.
Manajemen nyeri mungkin merupakan prosedur yang sulit. Rasa sakit yang
signifikan diamati pada complete palsy of the brachial terutama pada radiks avulsi.
NSAIDs dan opioid dapat membantu selama tahap pertama tapi tidak untuk membantu
pasien dengan nyeri neuropatik, yang membutuhkan penggunaan obat antiepilepsi
(gabapentin dan karbamazepin) atau antidepresan seperti amitriptilin secara hati-hati.
Operasi Dorsal Root Entry Zone (DREZ) dilakukan pada pasien dengan nyeri terus-
menerus, operasi ini didasarkan pada usaha untuk menghambat transmisi sinyal saraf dari
pusat sensorik sekunder.
- Terapi pembedahan
o Neurolisis
o Nerve grafting
o Transfer kontralateral C7

iv. Cubita
Fraktur pada anak-anak sering terjadi pada ekstremitas atas, salah satu dari fraktur
ekstremitas atas pada anak-anak yang banyak ditemukan yaitu fraktur suprakondiler humerus.1
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu keadaan terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan di sekitarnya yang biasanya disebabkan oleh trauma.2 Fraktur suprakondiler humerus
merupakan fraktur yang terjadi pada distal humerus proksimal dari troklea dan capitulum humeri
dengan garis fraktur yang biasanya berjalan melalui fossa coronoid dan fossa olecranon.
Menurut Gartland, berdasarkan gambaran deformitas rotasi dan translasi, fraktur
suprakondiler humerus diklasifikasikan menjadi tipe ekstensi dengan perpindahan fragmen distal
fraktur ke arah posterior dan tipe fleksi dengan perpindahan fragmen distal fraktur ke arah
anterior. Selain itu, Gartland juga mengklasifikasikan tipe fraktur ekstensi ke dalam 3 tipe
berdasarkan derajat displacement yaitu tipe I (non-displaced), tipe II (moderately displaced) dan
tipe III (complete displacement). Usia 1-14 tahun mempunyai risiko tinggi terjadinya fraktur
suprakondiler humerus. Kasus terbanyak ditemukan pada usia 5-8 tahun. Hal ini dikarenakan
proses pertumbuhan dan pematangan tulang yang masih berlanjut sampai usia remaja 12-16 tahun.
Lokasi terjadinya fraktur 65% terjadi pada lengan kiri dan 35% pada lengan kanan. Jatuh dalam
kondisi tangan hiperekstensi merupakan penyebab cidera dominan, diikuti oleh trauma langsung
pada siku yang membentur benda keras.
Fraktur suprakondiler humerus merupakan fraktur ekstremitas atas pada anak-anak dengan
angka kejadian yang cukup tinggi terhadap komplikasi jangka pendek seperti trauma
neurovaskular maupun komplikasi jangka panjang seperti deformitas.1 Komplikasi deformitas
berupa malunion cubitus varus memiliki angka kejadian sebesar 10-30%. Penelitian sebelumnya
mengatakan bahwa salah satu penyebab dari munculnya komplikasi deformitas pada fraktur
suprakondiler humerus yaitu kurang adekuatnya prosedur penanganan yang dilakukan oleh
traditional bone-setter. Kebanyakan kasus fraktur suprakondiler humerus yang diobati oleh
traditional bone-setter tidak direduksi dengan adekuat.
Tatalaksana yang dilakukan secara operatif berupa ORIF (Open Reduction Internal
Fixation). Prosedur tatalaksana ORIF dilakukan dengan indikasi berupa fraktur dengan salah satu
dari kondisi berikut ; fraktur terbuka, fraktur dengan displacement, keterlibatan neurovaskular,
maupun fraktur patologis. Selain itu, ORIF memiliki manfaat berupa dapat mencegah cidera saraf
selama operasi, lebih akurat dalam mereduksi fragmen fraktur, serta mengurangi risiko kekakuan
sendi dan meningkatkan stabilitas dari fragmen fraktur.

v. Antebrachii
Definisi : Terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang di sebabkan oleh cedera pada lengan
bawah ,baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Muttaqin, 2013)
Manifestasi klinis :
▪ Nyeri sedang hingga berat
▪ Sensitivitas, bengkak, dan memar di sekitar area cedera
▪ Mengurangi kemampuan menggerakkan tangan
▪ Pembengkakan atau kelainan bentuk yang terlihat di lokasi cedera

Diagnosis
Tata Laksana
Reposisi tertup (ORIF /Open Reduction Internal Fixation) dengan menggunakan plate / pen

Komplikasi
Fraktur Monteggia → Lesi n. Radialis
Fraktur Galeazzi → Lesi n. Ulnaris

vi. Radius Distal

Karakteristik Colle’s Smith


Definisi Fraktur distal radius dengan fragmen Fraktur distal radius degan fragmen distal
distal displaced ke posterior akibat displaced ke anterior akibat jatuh dengan
jatuh dengan tangan menumpu punggung tangan menumpu (back of the
hand)
MOI Terjatuh dengan tangan ekstensi Terjatuh dengan tangan fleksi
Manifestasi ▪ Dinner fork deformity → mirip ▪ Terdapat garden spade deformity
garpu ▪ Angulasi ke ventral
▪ Angulasi ke dorsal
X -ray

Tatalaksana Gips sirkuler lengan bawah dalam ORIF → tidak stabil dibandigkan colle’s
keadaan pronasi (ORIF)

vii. Manus

❖ Fraktur Bennet → Fraktur pada metacarpal 1


❖ Fraktur Boxer → Karena bertinju → fraktur metacarpal 2-5

viii. Coxae
Definisi
Fraktur pelvis merupakan cedera yang jarang terjadi dengan angka insiden antara 0,3% -
6% dari seluruh fraktur. Pada politrauma, cedera pelvis terjadi pada 20% kasus. Fraktur pelvis
dapat terjadi di semua umur, namun, kelompok usia yang dominan adalah kelompok usia 18
hingga 44 tahun dengan rerata usia 45 tahun.
Etiologi
▪ Low Energy injuries : Terjadi pada pasien osteoporosis serangan awal yang
diakibatkan karena jatuh pada posisi terduduk. Terapi yang diberikan berupa analgetik
dan mobilisasi pasien. Fraktur karena penekanan dapat terjadi tanpa harus didahului
adanya jatuh. Scan tulang sangat dibutuhkan untuk mendiagnosis kejadian ini.
▪ .High Energy Injuries : Penyebab terjadinya high energy injuries adalah kecelakan
kendaraan bermotor, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan antara pejalan kaki dengan
pengguna sepeda motor, atau jatuh dari ketinggian. Hal ini merupakan insiden tertinggi
yang menyebabkan perdarahan dan syok hipovlemik. Penanganan yang dilakukan
adalah evaluasi dan penanganan secara darurat.
Faktor Risiko
Risiko terjadinya fraktur tulang pinggul yaitu diantaranya usia, osteoporosis, wanita
berkulit putih, riwayat kehamilan yang menyebabkan fraktur tulang pinggul, konsumsi alkohol
dan kafein yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, berat badan rendah, tinggi badan yang
melebihi rata-rata normal, fraktur tulang pinggul sebelumnya.
Klasifikasi fraktur pelvis menurut Tile dibagi menjadi 3 tipe :
- A : tipe stabil. Kompleks sacroiliaca masih intak
- B : tidak stabil dalam gerakan rotasi tetapi stabil dalam vertikal (open book type)
- C : Tidak stabil dalam gerakan rotasi maupun vertikal

Diagnosis
Diagnosis fraktur panggul sebagian besar akan dibuat dengan pencitraan medis. Tes pencitraan
dapat menentukan lokasi fraktur, berapa banyak tulang yang terkena, dan apakah cedera telah
merusak jaringan lunak di sekitarnya, seperti tendon, ligamen, pembuluh darah, atau saraf. X RAY
(antero-posterior), CT SCAN, USG

ix. Femur
Definisi
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang, tulang rawan (sendi), dan lempeng
epifisis Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas femur yang biasa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dll) maupun tidak langsung oleh karena
gerakan eksorotasi mendadak. Pada fraktur femur dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak bila merobek arteri besar oada regio femoralis yaitu A. Femoralis.
Epidemiologi
Kejadian fraktur femur lebih sering terjadi pada laki laki dibandingakn perempuan dengan
perbandingan 3:1. Fraktur femur dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu
1) Fraktur Collum Femur
Biasanya akibat jatuh dengan posisi miring dimana trokanter mayor langsung
menghantam permukaan yang keras (direct trauma) atau akibat gerakan eksorotasi
mendadak tungkai bawah(indirect trauma).Fraktur pada collum femur dapat
diklasifikasikan lagi menjadi 2 yaitu :
• Fraktur Intrakapsuler (Fraktur Collum femur). Fraktur terjadi di bagian distal kepala
femur tapi sebelah proksimal trokanter mayor dan minor. Disebut intrakapsular karena
terletak di dalam sendi femur proksimal (hip joint) Dibagi menjadi fraktur subcapital,
transservikal.
• Fraktur Extrakapsuler (Fraktur Intertrochanter femur), contohnya fraktur basiservikal.
fraktur berada diantara Trochanter mayor dan minor.

2) Fraktur Subthrocanter femur


Fraktur terjadi kurang lebih 5 cm distal trokanter minor. Insiden dari fraktur jenis
ini hanya 5- 10% dibandingkan dengan 2 jenis fraktur sebelumnya yang insidennya dapat
mencapai 90% dengan proporsi yang seimbang dari keselurahan kasus fraktur femur
proksimal. Fraktur jenis ini erat kaitannya dengan osteoporosis pada lansia. Kebanyakan
fraktur jenis ini disebabkan karena high-energy trauma seperti kecelakaan lalu lintas atau
jatuh dari ketinggian Fraktur subthrocanter femur menurut klasifikasi Fielding dapat dibagi
menjadi 3 tipe yaitu :
- Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
- Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
- Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter.

Gambaran klinisnya berupa : anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna,
memendek, dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada
pergerakan.. Garis fraktur bisa bersifat transverse, oblik atau spiral, dan sering bersifat
kominutif..
3) Fraktur corpus femur /midshaft
- Sering terjadi pada dewasa muda
- Bisa menyebabkan perdarahanyang cukup banyak sehingga menimbulkan syok. (pada
setiap patah tulang femur diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskuler
dan syok neurogenik karena nyeri hebat akibat dekompresi/ kerusakan saraf.
- Gejala : nyeri, hilang fungsi, pemendekan ekstremitas atas karena kontraksi otot,
krepitasi,pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
4) Fraktur Distal Femur
Dibagi menjadi 2 :
• Suprakondiler Femur
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus.
Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas : tidak bergeser, impaksi, bergeser,
impaksi, bergeser dan komunitif. Fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hasil ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondylar ini disebabkan oleh trauma langsung
karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
• Interkondiler Femur
Fraktur intercondylar femur, adalah fraktur dimana, garis fraktur diantara condylus
medialis dan lateralis, umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

Tata Laksana
a) Terapi konservatif, yaitu :
• Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif
untuk mengurangi spasme otot.
• Traksi tulang pada bagian distal femur maupun proksimal tibia. Indikasi traksi
terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental.
• Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara
klinis.
b) Terapi operatif yang dilakukan :
• Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur femur proksimal dan distal
• Mempergunakan K-Nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup ataupun
terbuka. Indikasi K-Nail, terutama pada fraktur diaphysis/mid shaft.
Komplikasi
• Komplikasi dini yang dapat terjadi adalah berupa : syok, emboli lemak, trauma pembuluh
darah besar,csindroma kompartemen trauma saraf, thromboemboli, penurunan kadar
hemoglobin/anemia dan infeksi.
• Komplikasi lanjut dapat berupa
➢ Delayed union : fraktur femur pada pada orang dewasa mengalami union dalam 4
bulan.
➢ Non union : apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya
non union dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.
➢ Malunion : adalah suatu keadaan tulang patah yang telah mengalami penyatuan
dengan fragmen fraktur berada dalam posisi tidak normal (posisi buruk). Malunion
terjadi karena reduksi yang tidak akurat, atau imobilisasi yang tidak efektif dalam
masa penyembuhan.
➢ Kaku sendi lutut, setelah operasi femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada
sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periarticular atau adhesi
intramuscular. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan
sistematis dilakukan lebih awal
• Tipe Fraktur berdasarkan garis frakturnya dibagi menjadi :
x. Genu
Lutut (atau genu) adalah sendi yang memiliki tiga bagian. Tulang paha (femur) bertemu
dengan tulang kering besar (tibia) membentuk sendi lutut utama. Sendi ini memiliki kompartemen
dalam (medial) dan luar (lateral). Tempurung lutut (patella) bergabung dengan tulang paha untuk
membentuk sendi ketiga, yang disebut sendi patellofemoral.
PATELLA
Definisi
Patela merupakan tulang sesamoid yang paling besar pada tubuh dan mempunyai fungsi
mekanis dalam eksistensi anggota gerak bawah. Disebelah proksimal melekatkan otot kuadriseps.
Fraktur patella adalah diskontinuitas patella akibat trauma
Mekanisme Trauma
Ada 2 mekanisme trauma pada patella, yaitu:
▪ Kontraksi yang hebat otot kuadriseps misal menekuk secara keras dan tiba-tiba
▪ Jatuh dan mengenai langsung tulang patella
Klasifikasi
1. Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan bersifat transversal (fraktur crack)
2. Tipe II : fraktur transversal dengan pergeseran
3. Tipe III: fraktur transversal pada kutub atas atau kutub bawah
4. Tipe IV: fraktur komunitif
5. Tipe V : fraktur vertikal
Fraktur transversal biasanya terjadi oleh kontraksi yang hebat, sedangkan fraktur komunitif
terjadi oleh trauma langsung pada patella

Manifestasi Klinis
- Adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan
- Nyeri
- Hemartrosis
- Mungkin dapat diraba adanya ruang fragmen patella
Diagnosis
- Anamnesis : Sesuai dengan gambaran klinis
- Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan didapatkan adanya cekungan serta penderita tidak
dapat melakukan ekstensi anggota gerak bawah
- Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi
untuk mencari fraktur dan menentukan jenis fraktur

xi. Crus
Definisi
Fraktur tibia dan fibula merupakan diskontinuitas pada tulang tibia dan fibula. Fraktur
pada tibia dan fibula dapat terjadi melalui berbagai macam mekanisme. Mekanisme ini akan
menentukan bentuk fraktur. Fraktur dengan mekanisme twistingatau pemuntiran akan
menghasilkan bentuk fraktur spiral. Sedangkan, fraktur dengan mekanisme penekukan atau
angulasi akan menimbulkan bentuk transversal. Kombinasi mekanisme penekukan dan
penekanakan akan menghasilkan fraktur transversal dengan fragmen kupu-kupu. Sedangkan
kombinasi twisting, penekukan dan penekanan akan menghasilkan fraktur oblik pendek. Pada
trauma tidak langsung, menyebabkan bentuk fraktur spiral atau oblik panjang.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur tidak berbeda dengan fraktur lain seperti nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur antara lain:
▪ Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
▪ Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
▪ Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan
sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
▪ Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
▪ Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau
cedera hati.
Tatalaksana
Pada trauma tidak langsung, fraktur ditangani secara non operatif menggunakan full-
length cast dari pertengahan femur ke metatarsal jika terjadi fraktur dengan angulasi kurang dari
7 derajat. Jika fraktur terjadi angulasi lebih dari 7 derajat full-length cast dipasang disepanjang
fraktur. Prinsip tatalaksana pada fraktur langsung adalah melakukan perusakan pada jaringan
lunak sesedikit mungkin. Sehingga sebisa mungkin operasi terbuka dihindari. Jika pada fraktur
dengan bentuk transversal, maka ditangani dengan reduksi secara tertutup. Pada fraktur tidak
langsung dengan bentuk segmental atau kominutif, jika fraktur tertutup maka menggunakan
fiksasi eksternal. Tapi jika fraktur terbuka maka menggunakan fiksasi internal.

xii. Pes Fracture/Pedis Fracture/Foot Fracture


Fraktur pedis dapat terjadi di phalanges terutama di struktur paling besar yaitu hallux.
Fraktur pedis juga dapat terjadi di os. metatarsal, os. sesamoid, os. cuneiform, os. navicular, os.
cuboid, os. talus, dan os. calcaneus.
Penyebab yang mendasari terjadinya fraktur pedis ialah jatuh, twisting dan hantaman
langsung dengan benda yang keras. Fraktur pedis akan menyebabkan nyeri dan saat kaki yang
mengalami fraktur digunakan sebagai tumpuan maka nyeri akan semakin parah. Untuk
mendiagnosis adanya fraktur pedis selain dari gejala yang timbul dapat juga ditentukan dengan X-
rays, tetapi terkadang juga membutuhkan CT-scan ataupun MRI.
Tatalaksana :
1. Splint (dapat menggunakan gips) atau menggunakan sepatu khusus
2. Pasien diminta untuk tidak menggunakan kaki yang mengalami fraktur sebagai tumpuan
3. Physical Therapy
Untuk meningkatkan fleksibilitas dan pergerakan serta kekuatan dari otot
➢ Toe Fractures/Phalanges Fractures
Gejala : nyeri, swollen, tender, subungual hematoma (terjadi jika jari kaki hancur maka akan
muncul titik ungu dibawah kuku)

(subungual hematoma)
Diagnosis : evaluasi, X-rays (jika terjadi displaced atau rotasi dilakukan x-rays dari berbagai
sisi)
Tatatlaksana :
• Buddy taping

• Jika ada displaced maka dilakukan penyusunan kembali


• Sepatu khusus
• Jika terdapat hematoma maka dilakukan trephination

(Trephination)
➢ Sesamoid Fractures
Dapat terjadi ketika lari, mendaki, olahraga yang melibatkan jatuh terlalu keras pada kaki
Gejala : saat berjalan akan terasa sakit yang dalam atau nyeri tajam dibagian belakang toe dan
memerah
Tatalaksana : NSAIDs untuk menghilangkan nyeri, tetapi jika nyeri terus berlanjut maka
dilakukan operasi

(Sesamoid fractures x-rays)


➢ Metatarsal Fractures
a) Stress fractures
Merupakan patahnya tulang metatarsal yang inkompit dikarenakan penekanan berulang
dari suatu cedera, seperti berjalan atau berlari untuk waktu yang lama atau lebih intens
secara tiba-tiba.
Untuk melakukan diagnosis dengan X-rays tidak dapat dilakukan setelah mengalami
fraktur, X-rays dapat terlihat setelah 2-3 minggu atau jika frakturnya kecil juga tidak dapat
dilihat menggunakan X-rays, maka membutuhkan CT-scan atau MRI.
Tatalaksana :
• Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan stress fractures semakin parah
• Kruk
• Sepatu khusus
• Gips
b) Lisfranc fractures

Merupakan patahnya tulang metatarsal kedua secara komplit pada bagian dasarnya dan
patahannya dapat terpisah satu sama lain (dislocated). Lisfranc fractures dapat terjadi saat
orang jatuh pada kaki yang fleksi atau kaki menghantam dengan kekuatan yang parah
seperti pada pemain sepakbola, pengendara sepeda motor, ataupun penunggang kuda.
Gejala yang timbul adalah rasa nyeri, swollen, tender, dan kaki akan terasa pendek atau
bisa juga terjadi mati rasa.
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan X-rays dengan posisi berdiri karena akan
semakin terlihat saat posisi berdiri atau bisa juga dengan CT-scan

Tatalaksana yang dilakukan dengan operasi untuk menyusun atau menggabungkan tulang
(ORIF)
c) Fractures of the 5th Metatarsal Bone

Merupakan patahnya tulang metatarsal kelima pada bagian dasar atau disebut dancer’s
fractures/pseudo-jones fractures, dapat juga terjadi pada bagian medial atau disebut jones
fractures.
Dapat terjadi karena kaki yang berputar ke dalam atau sebuah crush injury atau dari
penekanan yang berulang.
xiii. Vertebra
Definisi
Hasil dari pembebanan aksial (rangka di bagian tengah tubuh, meliputi tulang tengkorak,
tulang dada, tulang rusuk dan tulang belakang) yang tidak tepat dengan atau tanpa rotasi dan atau
distraksi/dislokasi pada trauma, osteoporosis, infeksi, metastasis atau penyakit tulang lainnya.
Etiologi
▪ Osteoporosis
▪ Trauma, seperti kecelakaan kendaraan bermotor, luka tembak
▪ Infeksi, seperti osteomielitis
▪ Hal lain yang dapat melemahkan tulang :
• Kanker • Penggunaan steroid
• Kemoterapi jangka panjang
• Radiasi • Hipertiroidisme
▪ Faktor yang dapat menurunkan kepadatan tulang :
• Merokok
• Penyalahgunaan alkohol
• Kadar estrogen rendah
• Anoreksia
• Penyakit ginjal
Faktor resiko : wanita, usia lebih dari 50 tahun dan mempunyai riwayat patah
tulang belakang
Epidemiologi
• Penderita osteoporosis di dunia adalah 200 juta
• Fraktur kompresi yang paling umum disebabkan oleh osteoporosis berada di
sambungan torakolumbar T11-L2
• Fraktur tulang belakang traumatis sebanyak 160.000/tahun, 50%
mempengaruhi torakolumbar
Patofisiologi
Pada usia 15-25 tahun proses remodelling merupakan aktivitas fisiologis yang normal
dimana osteoklas dibantu oleh faktor-faktor transkripsi menurunkan matriks tulang
dan osteoblas diberi sinyal untuk membangun tulang kembali. Namun, saat terjadi
osteoporosis dimana kepatan tulang menurun yang melemahkan arsitektur dan
strukturnya dan terjadi remodelling pada saat itu malah akan meningkatkan
kerapuhan, sehingga jika terdapat gerakan yang ringan dapat menyebabkan fraktur
kompresi.
Sedangkan pada trauma akan menyebabkan pembebanan aksial yang mengakibatkan
fraktur kompresi terjadi.
Infeksi dan penyakit tulang belakang lainnya akan menyebabkan erosi pada vertebrae,
dan akan mulai runtuh, sehingga terjadilah deformitas yang meningkatkan resiko
terjadinya fraktur.
Diagnosis
• Gejala : nyeri secara tiba-tiba setelah terjadi benturan pada daerah punggung.
Nyeri akan meningkat saat berjalan atau berdiri, dan berkurang saat berbaring.
Dan pada saat dipalpasi nyeri meningkat.
• Pemeriksaan fisik : kehilangan tinggi badan, kehilangan tonus otot, perubahan
keseimbangan sagital
• Pemeriksaan penunjang : CT-scan saat ada riwayat trauma
Tatalaksana
• Konservatif → mengurangi nyeri dan status fungsional
Dapat diberikan asetaminofen, ibuprofen, opioid, fisioterapi, rehabilitasi dan
tirah baring. Dapat juga dilakukan bracing untuk stabilitas dari tulang belakang
dan untuk perbaikan gaya berjalan dapat menggunakan ortosis torakolumbal
semirigid.
• Bedah → dilakukan jika nyeri terjadi terus menerus dan terapi konservatid gagal
Dapat dilakukan Vertebroplasti atau kyphoplasti
• Infeksi → dilakukan jika hasil biopsi mengarah pada diagnosis mikroba seperti
osteomielitis dan diskitis
• Dapat dilakukan terapi antibiotik IV selama 6-8 minggu.

3. Dislokasi
a. Bahu

Definisi
• Dislokasi bahu terjadi ketika sendi bahu bergeser atau keluar rongga yang merupakan
bagian dari tulang belikat atau scapula.
• Dislokasi bahu adalah pemisahan total pada sendi glenohumeral. Dislokasi bahu
merupakan dislokasi sendi besar yang dilaporkan paling sering ditemui di instalasi
gawat darurat. Pada 95% kasus, ujung atas humerus terdorong keluar dari soket sendi
ke arah anterior. Dislokasi bahu berbeda dengan subluksasi, yang merupakan
pemisahan sendi secara parsial.
• Dislokasi sendi bahu dapat menyebabkan kerusakan pada saraf serta dapat terjadi
berulang.
• Sendi bahu menjadi kasus dislokasi yang paling sering terjadi dengan angka 45 % dari
seluruh kasus dislokasi, menyusul sendi panggul dan siku.
• Dislokasi sendi merupakan salah satu dari cedera muskuloskeletal yang umumnya
jarang menyebabkan kematian, namun dapat menimbulkan penderitaan fisik, stress
mental, dan kehilangan banyak waktu. Oleh karena itu, pada kasus dislokasi sendi akan
meningkatkan angka morbiditas dibanding angka mortalitas.
Etiologi

Penyebab dislokasi bahu umumnya adalah trauma pada bahu yang menyebabkan stress
pada ligamen sehingga caput humerus terlepas dari glenoid sendi bahu. Dislokasi ini dapat
terjadi pada berbagai usia, tetapi lebih sering ditemukan pada kelompok usia 18-30 tahun
karena etiologi tersering adalah aktivitas olahraga.
• Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa, jarang ditemukan pada
anak-anak dimana 71,8% laki-laki yang mengalami dislokasi, 46,8% penderita berusia
antara 15-29 tahun, 48,3% terjadi akibat trauma seperti pada kegiatan olahraga.
• Tingkat dislokasi yang lebih tinggi terlihat pada perempuan yang berusia >60 tahun.
• Penyebab tersering didapatkan 58,8% akibat jatuh. Kasus fraktur penyerta komponen
sendi 16% terjadi pada kasus dislokasi sendi bahu.

Manifestasi
• Perubahan bentuk bahu. Bahu yang biasanya tampak bulat, terlihat lebih kotak.
• Adanya tonjolan di dekat bahu.
• Lengan tidak berada pada posisi yang seharusnya.
• Bengkak dan memar di sekitar bahu.
• Seseorang yang mengalami dislokasi bahu akan merasakan nyeri bahu serta sulit
menggerakkan lengan. Otot di sekitar bahu juga terasa tegang, atau terjadi mati
rasa dari leher hingga ke jari tangan.
Diagnosis
Diagnosis dislokasi bahu umumnya dapat ditegakkan secara klinis. Tetapi juga dapat
dilakukan pemeriksaan pencitraan seperti rontgen, CT scan, atau MRI dapat menunjang
diagnosis. Pencitraan penting dilakukan untuk mengevaluasi adanya fraktur dan cedera
jaringan lunak sekitarnya, seperti robekan tendon atau ligamen.
Tatalaksana
Pada dislokasi bahu yang ringan, dianjurkan untuk melakukan penanganan secara mandiri
di rumah. Tujuannya adalah untuk meredakan rasa nyeri dan mempercepat proses pemulihan
dislokasi bahu. Perawatan mandiri ini meliputi:
• Kompres bahu. Mengompres bahu dengan es yang dibungkus handuk bisa
mengurangi bengkak dan nyeri. Lakukan selama 15-20 menit, sebanyak 3-4 kali sehari.
Setelah nyeri dan bengkak reda, gunakanlah handuk yang direndam dengan air hangat
untuk mengompres. Kompres hangat berguna untuk mengendurkan otot yang tegang.
Lakukan kompres hangat selama 20 menit.
• Istirahatkan bahu. Tidak mengangkat beban berat dan mengangkat lengan, sampai
kondisi bahu membaik. Hindari juga melakukan gerakan yang sebelumnya
menyebabkan dislokasi bahu, serta gerakan yang membuat nyeri.
• Konsumsi obat pereda nyeri. Obat-obatan pereda nyeri, seperti paracetamol dapat
membantu mengurangi rasa sakit. Ikuti petunjuk penggunaan obat, dan hentikan
pemakaian obat setelah rasa sakit reda.

Pada dislokasi bahu yang cukup parah, maka akan dilakukan pengobatan lebih lanjut, meliputi:
• Pemasangan alat penyangga khusus yang bertujuan untuk imobilisasi
Lamanya pemakaian penyangga tergantung dari kondisi bahu yang cedera, bisa hanya
beberapa hari atau hingga 3 minggu. Namun, pemulihan total dapat memakan waktu 3-
4 bulan.
• Reposisi bahu (reduksi tertutup).
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan tulang lengan atas yang
bergeser atau terlepas, ke posisi semula. Sebelum tindakan, akan diberikan obat
pelemas otot, obat penenang, atau obat bius untuk mengurangi rasa nyeri saat tindakan.
Rasa sakit akan segera berkurang setelah tulang lengan atas kembali ke posisinya.
Dislokasi bahu adalah kegawatdaruratan bedah yang harus mendapat penatalaksanaan segera.
Penatalaksanaan dislokasi bahu adalah reduksi tertutup (closed reduction) segera untuk
mengurangi nyeri dan menstabilkan sendi. Karena ada kemungkinan dislokasi rekuren atau
subluksasi di kemudian hari, dapat dilakukan imobilisasi dan fisioterapi setelah reduksi.
• Dislokasi bahu membutuhkan 12-16 minggu untuk sembuh setelah bahu diletakkan
kembali ke tempatnya.
Note :
Reduksi tertutup (Close reduction) adalah tindakan non bedah atau manipulasi untuk
mengembalikan posisi tulang yang patah, tindakan tetap memerlukan lokal anestesi ataupun
umum. Reduksi terbuka (Open reduction) adalah tindakan pembedahan dengan tujuan
perbaikan bentuk tulang.
• Operasi. Operasi dilakukan oleh dokter orthopedi apabila dislokasi bahu sudah terjadi
berulang kali dan jaringan penyokong di sekitar bahu sudah lemah. Operasi bertujuan
untuk memperbaiki posisi, serta mengencangkan jaringan penyokong yang lemah atau
robek. Apabila mengalami kerusakan pada saraf atau pembuluh darah juga perlu
dioperasi. Namun, hal ini jarang terjadi.
Setelah dislokasi bahu membaik, penderita dianjurkan untuk menjalani fisioterapi Tujuan
dari fisioterapi pada dislokasi bahu adalah untuk mengembalikan jangkauan gerakan, kekuatan,
dan stabilitas sendi bahu. Dengan begitu, penderita bisa kembali beraktivitas secara normal.
Komplikasi Dislokasi Bahu
Dislokasi bahu dapat menyebabkan beberapa komplikasi, di antaranya:
• Kerusakan pada jaringan di sekitar sendi, misalnya otot, jaringan penghubung antar
tulang (ligamen), atau jaringan penghubung tulang dengan otot (tendon).
• Kerusakan saraf atau pembuluh darah.
• Bahu menjadi tidak stabil dan berisiko terjadi dislokasi secara berulang.
• Radang sendi (arthritis) jangka panjang atau kronis.
b. Elbow

Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungansecara anatomis, atau keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,
dislokasimerupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
• Dislokasi elbow adalah lepasnya hubungan sendi pada siku yang sering disebabkan
oleh suatu cidera akibat trauma tidak langsung atau trauma langsung pada siku.
• Dislokasi siku merupakan salah satu jenis cedera ekstremitas atas yang sering dialami
setelah dislokasi bahu.
• Kondisi ini terjadi ketika tulang pada lengan bawah (radius dan ulna) mengalami
perubahan posisi terhadap tulang lengan atas (humerus). Dislokasi siku menyebabkan
terjadinya gangguan pergerakan dalam menekuk dan meluruskan lengan bawah, juga
gerakan supinasi dan pronasi (memutar telapak tangan ke atas dan bawah).
Etiologi
Penyebab dislokasi siku yang paling umum adalah trauma, seperti jatuh
atau kecelakaan. Pada saat terjatuh, seringkali secara refleks seseorang akan menahan dengan
tangan sehingga beban tersalurkan ke siku dan mendorong tulang lengan bawah keluar dari
persendian.Hal ini sering dialami pada olahraga yang mudah kehilangan keseimbangan, seperti
gimnastik atau bersepeda. Dislokasi siku juga dapat terjadi pada anak-anak berusia di bawah
empat tahun akibat tarikan pada kedua tangan anak. Anak-anak lebih rentan terkena dislokasi
siku karena mereka memiliki ligamen yang kendur akibat tulang yang belum terbentuk
sempurna.
Jenis Dislokasi Siku
1. Dislokasi sederhana; tidak ada cedera tulang.
2. Dislokasi kompleks; dapat terjadi cedera tulang dan ligamen yang berat.
Manifestasi Klinis
Dislokasi siku dapat terjadi secara utuh atau parsial. Pada dislokasi siku utuh, seluruh
permukaan sendi siku menjadi terpisah, sedangkan pada dislokasi parsial hanya sebagian
permukaan sendi yang terpisah. Dislokasi parsial juga dikenal sebagai subluksasi.
Dislokasi siku utuh lebih mudah dikenali ketimbang dislokasi siku parsial. Pada
dislokasi siku utuh, akan tampak deformitas pada lengan disertai rasa nyeri yang sangat hebat.
Sebaliknya, dislokasi siku parsial terkadang sulit terdeteksi karena persendian akan tampak
normal. Siku masih dapat digerakkan, tetapi disertai rasa sakit. Selain itu, dapat ditemukan
memar pada siku bagian dalam maupun luar akibat robekan ligamen.
Penting untuk mengidentifikasi adanya cedera pada pembuluh darah dan saraf pada
siku yang mengalami dislokasi dengan mengevaluasi denyut nadi pergelangan tangan dan rasa
baal. Jika terjadi cedera pada pembuluh darah arteri, maka tangan akan terasa dingin saat
disentuh dan berwarna putih keunguan. Hal ini dikarenakan aliran darah menuju tangan yang
kurang.Pada cedera saraf, sebagian atau seluruh lengan akan menjadi baal atau tidak dapat
digerakkan. Pada kasus yang dicurigai terjadi dislokasi siku, akan dilakukan pemeriksaan
rontgen siku untuk melakukan konfirmasi cedera.
Diagnosis
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang paling penting untuk
menentukan diagnosis. Menggerakkan siku secara pasif akan sangat nyeri, terutama
ekstensi dan supinasi.
• Memeriksa setiap tanda cedera saraf atau pembuluh darah.
• Rontgen diperlukan untuk menentukan apakah terdapat cedera tulang. Rontgen juga
dapat membantu menunjukkan arah dislokasi.
• Setelah sendi direlokasi, pemeriksaan pencitraan lainnya dapat dilakukan untuk melihat
kerusakan pada kartilago sendi, tulang, ligamen, dan jaringan lunak lainnya. Bila detail
tulang sulit dilihat dengan rontgen, CT scan dapat dilakukan.
Tatalaksana
• Dislokasi siku merupakan suatu kasus gawat darurat yang harus segera ditangani.
Tujuan tatalaksana adalah untuk mengembalikan tulang pada posisinya dan
mengembalikan fungsi lengan.
• Tatalaksana dapat dilakukan tanpa operasi maupun operasi bila diperlukan.Penanganan
dislokasi siku bergantung pada berat atau ringannya dislokasi yang dialami.
• Pada dislokasi sederhana yang tidak melibatkan cedera tulang berat, dapat dilakukan
pengembalian posisi tulang pada sendi siku (reduksi) di instalasi gawat darurat dengan
pemberian obat sedasi dan penghilang nyeri untuk mengurangi rasa sakit yang
dialami.Setelah itu, akan dilakukan imobilasi sendi siku selama 1-3 minggu,
dilanjutkan dengan latihan gerak sederhana. Hal ini penting untuk mencegah
keterbatasan gerak persedian apabila dilakukan imobilisasi terlalu lama.
• Dislokasi kompleks, di mana terjadi cedera tulang berat dan ligamen; serta dislokasi
berat, di mana terjadi cedera pada pembuluh darah dan saraf.Pada keduanya, dilakukan
tindakan operasi untuk mengembalikan posisi tulang dan memperbaiki ligamen yang
rusak. Apabila terdapat kerusakan pembuluh darah dan saraf, akan dilakukan reparasi
pada bagian yang rusak.
• Dislokasi siku yang tidak diperbaiki dapat berdampak pada keterbatasan gerak sendi
siku dan meningkatkan kemungkinan terjadinya peradangan sendi dini pada sendi
tersebut. Pada dislokasi kompleks juga terdapat peningkatan risiko cedera kambuh dan
instabilitas kronis pada siku.

c. Hip
Dislokasi pinggul terjadi ketika kepala tulang paha (femur) dipaksa keluar dari soketnya
di tulang pinggul (panggul). Biasanya dibutuhkan tenaga yang besar untuk melepaskan
pinggul. Tabrakan mobil dan jatuh dari ketinggian yang signifikan adalah penyebab umum dan
akibatnya, cedera lain seperti patah tulang sering terjadi bersamaan dengan dislokasi. Ketika
terjadi dislokasi pinggul, kepala femoralis didorong ke belakang keluar dari soket, atau ke
depan.
Dislokasi posterior. Pada sekitar 90% pasien dislokasi pinggul, tulang paha didorong
keluar dari soket ke arah belakang. Ini disebut dislokasi posterior. Dislokasi posterior membuat
tungkai bawah dalam posisi tetap, dengan lutut dan kaki diputar ke arah tengah tubuh.
Dislokasi anterior. Ketika tulang paha terlepas dari soketnya ke arah depan, pinggul
hanya akan sedikit ditekuk, dan kaki akan berputar keluar dan menjauhi bagian tengah tubuh.
Ketika pinggul terkilir, ligamen, labrum, otot, dan jaringan lunak lain yang menahan tulang di
tempatnya sering kali rusak juga. Saraf di sekitar pinggul juga bisa terluka.
Tabrakan kendaraan bermotor adalah penyebab paling umum dari dislokasi pinggul
traumatis. Dislokasi sering terjadi saat lutut menyentuh dashboard dalam benturan. Gaya ini
mendorong paha ke belakang, yang mendorong kepala bola tulang paha keluar dari soket
pinggul. Mengenakan sabuk pengaman dapat sangat mengurangi risiko dislokasi pinggul saat
terjadi tabrakan. Jatuh dari ketinggian yang signifikan (seperti dari tangga) atau kecelakaan
industri juga dapat menghasilkan tenaga yang cukup untuk membuat pinggul terkilir. Dengan
dislokasi pinggul, sering kali terdapat cedera terkait lainnya, seperti patah tulang pada panggul
dan kaki, serta cedera punggung, perut, lutut, dan kepala. Mungkin patah tulang yang paling
umum terjadi ketika kepala tulang paha mengenai dan mematahkan bagian belakang soket
pinggul selama cedera. Ini disebut fraktur-dislokasi acetabular dinding posterior.

d. Knee
Definisi
Dislokasi lutut adalah cedera lutut di mana ada gangguan total pada sendi antara tibia
dan tulang paha. Gejala berupa nyeri lutut dan ketidakstabilan lutut. Komplikasi mungkin
termasuk cedera pada arteri di sekitar lutut, paling sering arteri di belakang lutut, atau sindrom
kompartemen.
Sekitar setengah dari kasus terjadi akibat trauma mayor dan sekitar setengahnya terjadi
akibat trauma minor. Dalam sekitar setengah kasus, sendi akan berkurang dengan sendirinya
sebelum seseorang tiba di rumah sakit. Biasanya terdapat kerusakan pada ligamentum
cruciatum anterior, ligamentum cruciatum posterior, dan ligamentum kolateral medial atau
ligamentum kolateral lateral. Jika indeks tekanan pergelangan kaki-brakialis kurang dari 0,9,
CT angiografi direkomendasikan untuk mendeteksi cedera pembuluh darah. Jika tidak,
pemeriksaan fisik berulang mungkin sudah cukup.
Manifestasi Klinis
Gejala berupa nyeri lutut. Sendi juga mungkin tidak pada tempatnya. Efusi sendi tidak
selalu ada.
Komplikasi
Komplikasi mungkin termasuk cedera pada arteri di belakang lutut pada sekitar 20%
kasus atau sindrom kompartemen. Kerusakan pada saraf peroneal umum atau saraf tibialis juga
dapat terjadi. Masalah saraf jika sering terjadi tidak pernah sembuh total.
Diagnosis
Diagnosis dapat dicurigai berdasarkan riwayat cedera dan pemeriksaan fisik. Ini
mungkin termasuk tes laci anterior, tes stres valgus, tes stres varus, dan tes sag posterior.
Pemeriksaan fisik yang akurat bisa sulit dilakukan karena rasa sakit.
Foto polos, CT scan, ultrasonografi, atau MRI dapat membantu diagnosis. Temuan
pada sinar-X yang mungkin berguna di antara mereka yang telah mengalami reduksi termasuk
ruang sendi variabel, subluksasi sendi, atau fraktur Segond.

e. Pergelangan tangan
Definisi
Dislokasi pergelangan tangan dapat terjadi pada sendi radiokarpal, sendi midcarpal ,
sendi radioulnar distal atau mungkin merupakan kombinasi dari cedera ini pada trauma yang
parah. Ketidak stabilan karpal dalam bentuk dislokasi lunar dan perilunar merupakan cedera
yang jarang terjadi tetapi sering terlewatkan. Dislokasi sendi radioulnar distal paling sering
dikaitkan dengan fraktur radius ketiga distal. Kompleks cedera ini disebut dislokasi-fraktur
Galeazzi .

Epidemiologi
Dislokasi radiokarpal adalah cedera jarang terjadi, terhitung 0,2% hingga 2,7% dari
cedera pergelangan tangan. Ketidak stabilan karpal sekitar 7% sampai 10% dari semua cedera
tulang karpal yang dilaporkan.
Mayoritas ketidak stabilan karpal berpusat di periulnar, mengingat lokasinya di tengah
pergelangan tangan. Cedera berkembang secara berurutan tergantung pada tingkat keparahan,
dari ketidak stabilan skafolunat hingga dislokasi lunar. Perilunar dislokasi dan lunar pada
cedera pergelangan tangan dengan energy tinggi seperti jatuh dari ketinggian, tabrakan
kendaraan bermotor, atau cedera atletik. Meskipun tidak umum, cedera ini dapat menyebabkan
banyak komplikasi. Meskipun kekuatan besar biasanya dibutuhkan, hingga 25% dari cedera
ini terlewatkan secara klinis dan radiografi. Perilunate dan dislokasi bulan sabit dengan fraktur
terkait dua kali lebih lazim seperti yang tanpa fraktur.
Etiologi
Ligamen ekstrinsik menstabilkan karpus ke jari-jari dan ulna di bagian proksimal dan
ke metakarpal di bagian distal. Ligamen intrinsik menghubungkan tulang karpal satu sama lain.
Ligamen ekstrinsik volar lebih kuat dibandingkan ekstrinsik punggung . Ligamentum
radiolunat pendek adalah ligamentum volar yang menghubungkan bulan sabit ke radius distal.
Sendi Radioulnar Distal : Sendi radioulnar distal terutama distabilkan oleh ligamen
radioulnar dorsal dalam dan volar dalam fovea kompleks fibrokartilago segitiga (TFCC).
Gangguan pada ligamen ini dalam konteks robekan TFCC dan / atau dislokasi fraktur Galeazzi
dapat menyebabkan ketidakstabilan DRUJ kronis.
Lunar adalah tulang karpal berbentuk bulan sabit yang berartikulasi dengan radius distal
di proksimal, dan kapitasi di distal. Itu terletak di antara skafoid radial dan triquetrum ulnarly
di baris proksimal tulang karpal. Ligamen scapholunate , capitolunate , dan lunotriquetral
ligamen intrinsik semua menstabilkan posisi lunates di pergelangan tangan. Tidak ada otot
tendon yang masuk ke lunat. Baris karpal proksimal relatif tidak stabil jika dibandingkan
dengan barisan karpal distal lengan bawah dan distal, mengakibatkan kecenderungan cedera
yang lebih tinggi.
Ketidak stabilan karpal seringkali merupakan akibat dari trauma. Cedera ini sering
menyebabkan tangan terjatuh, di mana gaya aksial diarahkan pada karpal dengan pergelangan
tangan dalam keadaan hiperekstensi. Cedera berkembang di sekitar lunar dalam pola setengah
lingkaran searah jarum jam tergantung pada tingkat keparahan cedera.
Klasifikasi Mayfield melibatkan 4 tahap yang menggambarkan urutan gangguan
ligamen dan karpal yang disebabkan oleh hiperekstensi pergelangan tangan, deviasi ulnaris,
dan supinasi interkarpal. Ligamen scapholunate terganggu pada tahap pertama, yang
mengakibatkan ketidakstabilan antara skafoid dan lunar. Pada tahap kedua , terjadi gangguan
artikulasi kapitolunun yang mengakibatkan kemungkinan dislokasi kapitat. Pada tahap ketiga
, terjadi gangguan pada artikulasi lunotriquetral yang mengakibatkan dislokasi lunar. Pada
tahap keempat dan terakhir, terjadi kegagalan ligamentum radiokarpal dorsal, dan ini
mengakibatkan dislokasi volar sabit ke dalam terowongan karpal.
Manifestasi Klinis
Pasien biasanya datang dengan riwayat trauma pada pergelangan tangan. Mekanisme
cedera sering jatuh pada pergelangan tangan yang hiperekstensi pada deviasi ulnaris. Cedera
ini juga dapat terjadi pada pasien polytrauma dan mungkin ada cedera lain yang mengganggu.
Nyeri dapat dilaporkan terlokalisasi di tengah pergelangan tangan, meskipun nyeri dapat
dilaporkan lebih luas tergantung pada tingkat keparahan cedera.
Cedera ini mungkin terkait dengan gangguan neurovaskular. Penting untuk mengetahui
riwayat paresthesia (kesemutan, kesemutan, dan jarum) di tangan untuk membantu
menentukan adanya sindrom carpal tunnel.
Pasien yang mengalami cedera ekstremitas atas harus selalu ditanyai tentang dominasi
tangan, pekerjaan, hobi, komorbiditas medis, dan status merokok mereka.
Pemeriksaan fisik
Pasien harus dinilai berdasarkan prinsip Advanced Trauma Life Support karena cedera
ini sering kali disebabkan oleh trauma energi tinggi. Pada pemeriksaan fisik normal, lunar dapat
diraba di distal radius dan sejajar dengan jari tengah. Dengan fleksi pergelangan tangan, bulan
sabit menjadi lebih menonjol.
Karena berbagai cedera ligamen, temuan klinis sangat bervariasi . Temuan fisik yang
terkait dengan cedera ligamen skafolunat bisa jadi tidak kentara. Ligament scapholunate adalah
ligamen yang paling umum cedera pergelangan tangan. Pasien mungkin melaporkan nyeri
lokal dan bengkak di sisi radial pergelangan tangan. Mereka mungkin juga melaporkan sensasi
benturan atau klik dengan deviasi pergelangan tangan. Ketidakstabilan sendi harus dinilai
dengan menggunakan uji shift skafoid. Pasien juga dapat melaporkan nyeri dengan
hiperekstensi.
Pada dislokasi yang berbahaya, pasien datang dengan nyeri umum dan bengkak di
pergelangan tangan. Nyeri biasanya diperburuk dengan berbagai gerakan pergelangan tangan.
Tidak seperti banyak dislokasi sendi lainnya, deformitas kasar biasanya tidak terjadi pada
dislokasi karpal. Mungkin ada kemungkinan terowongan karpal yang penuh. Cedera saraf
median sering terjadi jika bulan sabit terkilir secara volar ke dalam terowongan karpal.
Pemeriksaan Penunjang
▪ Radiografi
▪ Pemeriksaan rontgen pergelangan tangan termasuk pandangan anteroposterior (AP),
lateral, dan oblik diperlukan untuk mengidentifikasi dislokasi pergelangan tangan.
Meskipun cedera ketidakstabilan karpal sering terlewatkan, diagnosis harus dapat
dibuat dengan menggunakan film polos ini.
▪ Garis Gilula

Gilula dijelaskan tiga baris pada suatu AP dari menguraikan pergelangan tangan:
1. Aspek proksimal dari baris karpal proksimal (skafoid, lunar dan triquetrum),
2. Aspek distal dari baris karpal proksimal
3. Aspek proksimal capitate dan hamate
Gangguan pada garis Gilula pada tampilan AP harus mendorong dokter untuk memiliki
indeks kecurigaan yang tinggi untuk cedera yang berbahaya .
▪ Dalam kasus dislokasi lunar, lateral x-ray menunjukkan lunar b, distal radius, tulang
pergelangan tangan, dan metakarpal dinyatakan dalam keselarasan normal. Ini sering
disebut sebagai tanda "cangkir teh tumpah". Pada tampilan posteroanterior , dislokasi
lunar akan memiliki kenampakan segitiga yang khas karena rotasi sabit dalam arah
volar. Ini disebut sebagai "tanda sepotong kue".
Tatalaksana
Pasien dengan dugaan scapholunate disosiasi harus dilakukanTumb Spica, split radial,
atau split volar belat. Rujukan ke ahli ortopedi atau ahli bedah, karena reduksi terbuka
diperlukan untuk pengobatan. Pasien ditempatkan di gips lengan pendek pasca operasi, dan k-
wires dilepas dalam 8 sampai 10 minggu. Pasien tidak dapat melakukan angkat berat
menggunakan pergelangan tangan selama 4 hingga 6 bulan pasca cedera.

f. Pergelangan kaki
Definisi
Dislokasi pergelangan kaki sering terjadi dengan fraktur tulang pergelangan kaki
terutama fraktur malleolar dan fraktur talar . Kekuatan yang signifikan diperlukan untuk
mengosongkan pergelangan kaki tanpa patah tulang. Ada stabilitas yang melekat pada sendi
tibiotalar , oleh karena itu dislokasi sendi pergelangan kaki jarang terlihat tanpa disertai fraktur.
Epidemiologi
Dislokasi pergelangan kaki terlihat lebih sering pada pria muda.
Anatomi Sendi Pergelangan Kaki dan Patofisiologi yang Relevan
Sendi pergelangan kaki dibentuk oleh bagian distal tibia termasuk malleolus medial dan
bagian distal fibula disebut malleolus lateral yang berartikulasi dengan tulang talus.
Lengkungan tulang yang dibentuk oleh tibialis dan dua malleoli disebut sebagai ankle mortise
atau talar mortise. Ini berartikulasi dengan talus untuk membentuk sendi pergelangan kaki.
Sendi pergelangan kaki distabilkan oleh banyak ligamen. Sendi pergelangan kaki dirancang
untuk keseimbangan stabilitas dan fleksibilitas. Stabilitas sendi disediakan oleh artikulasi dekat
talus dengan tibia dan fibula.
Talus berbentuk trapesium, dengan lebar lebih besar di anterior dan lebih sempit di
posterior. Saat sendi bergerak ke fleksi plantar, talus menjadi lebih sempit, yang
mengakibatkan penurunan stabilitas. Posisi plantar fleksi terlihat bersamaan dengan supinasi
kaki. Kaki dalam posisi terlentang. Dengan demikian pergelangan kaki rentan terhadap cedera
inversi.
Fraktur terkait sering terjadi dengan dislokasi pergelangan kaki. Jenis cedera ligamen
bervariasi dengan jenis dislokasi. Cedera neurovaskular menjadi perhatian utama. Gangguan
vaskular dapat menyebabkan nekrosis avaskular talus, nekrosis jaringan, atau bahkan gangren.
Cedera saraf dapat menyebabkan defisit saraf, terutama sensorik.
Faktor risiko
Faktor risiko yang mungkin mempengaruhi pasien untuk mengalami dislokasi meliputi:
hiperlaksitas sendi , hipoplasia malleolar internal, kelemahan otot peroneal, dan riwayat
keseleo pergelangan kaki sebelumnya.
Jenis Dislokasi Pergelangan Kaki
Bergantung pada trauma dan gaya yang terlibat empat jenis dislokasi pergelangan kaki
terlihat - posterior, anterior, lateral, dan superior:
1. Posterior
Jenis dislokasi pergelangan kaki yang paling umum. Sering terjadi saat plantar
kaki tertekuk. Talus digerakkan ke posterior sehubungan dengan tibia distal dengan
gaya yang bekerja pada kaki. Hasilnya talus anterior yang lebih lebar dalam pelebaran
paksa sendi dan dapat menyebabkan gangguan pada syndesmosis tibiofibular atau patah
tulang jika malleolus lateral.
2. Anterior
Dislokasi anterior terjadi saat kaki berada di anterior. Ini biasanya terjadi
dengan gaya kaki pada bagian posterior di tibia. Bisa juga terjadi pada dorsofleksi
paksa.
3. Lateral
Dislokasi lateral diakibatkan oleh inversi paksa, eversi, atau rotasi eksternal atau
internal pergelangan kaki. Dislokasi ini sering berhubungan dengan fraktur malleoli
atau fibula distal.
4. Superior
Dislokasi superior dikaitkan dengan diastasis pergelangan kaki. Ini terjadi
ketika gaya yang mendorong talus ke atas, biasanya terlihat sebagai akibat jatuh dari
ketinggian.
Gambaran Klinis
Selalu ada riwayat trauma yang signifikan, diikuti dengan kelainan bentuk bagian dan
hilangnya fungsi [ketidakmampuan untuk menahan berat badan atau berjalan] dan nyeri
disertai pembengkakan. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan edema yang signifikan.
Deformitas biasanya terlihat kecuali pada pembengkakan yang parah. Palpasi akan
menunjukkan nyeri tekan dan landmark yang terdistorsi. Pada fraktur terkait, nyeri tekan,
deformitas, atau tonjolan di bagian proksimal sendi dapat terlihat.
Diagnosis Banding
Fraktur Pergelangan Kaki
Subluksasi Bersama Subtalar
Imaging
Pada pemeriksaan imaging anteroposterior, lateral dan mortise / oblique menunjukkan
cedera dan jika ada fraktur terkait. Computed tomography dapat dilakukan untuk mencari
fraktur okultisme, evaluasi kesejajaran [setelah reduksi].
Tatalaksana Dislokasi Pergelangan Kaki
Prosedur Reduksi
1. Tekuk lutut untuk mengurangi ketegangan pada tendon Achilles
2. Letakkan satu tangan di tumit dan tangan lainnya di punggung kaki
3. Terapkan traksi saat kontraksi diberikan di lutut oleh asisten
4. Arah gaya akan bervariasi dengan jenis dislokasi
5. Secara bertahap mengurangi pergelangan kaki sekaligus mengurangi counteraction di
lutut.
Reduksi dapat dilakukan dengan sedasi dan seperti semua dislokasi, tidak perlu menunggu
anestesi untuk mencoba reduksi.
X-Ray setelah reduksi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi keberhasilan reduksi. Dalam
kasus tertentu, CT Scan dapat diambil untuk menilai pergelangan kaki setelah Reduksi.
Pasien harus diimobilisasi dengan bidai di bawah lutut setelah pengecilan pergelangan kaki.
Obat untuk mengontrol nyeri harus diberikan dengan tepat

4. Komplikasi
a. Vaskular

Fraktur yang paling sering dikaitkan dengan kerusakan arteri utama adalah di sekitar
lutut dan siku serta di poros humerus dan femoralis. Arteri dapat terpotong, robek, tertekan
atau memar, baik karena cedera awal atau kemudian oleh fragmen tulang yang bergerigi.
Meskipun tampilan luarnya normal, intima dapat terlepas dan pembuluh darah terhalang oleh
trombus, atau segmen arteri mungkin mengalami kejang. Efeknya bervariasi dari penurunan
sementara aliran darah hingga iskemia berat, kematian jaringan, dan gangren perifer.
Manifestasi Klinis
▪ Tungkai yang cedera dingin dan pucat, atau sedikit sianosis, dan denyut nadi lemah
atau tidak ada. X-ray mungkin akan menunjukkan bahwa fraktur berada di salah satu
lokasi 'berisiko tinggi' yang disebutkan di atas. Jika dicurigai cedera vaskular,
eksplorasi segera untuk menegakkan diagnosis dan memulihkan sirkulasi harus
dilakukan. Angiogram dilakukan di atas meja operasi jika diperlukan, tetapi kerusakan
biasanya pada tingkat fraktur atau dislokasi sendi. Waktu iskemia hangat lebih dari 4-
6 jam dapat menyebabkan kehilangan anggota tubuh.

b. Nervus
Cedera saraf merupakan salah satu komplikasi yang umum terjadi pada kasus fraktur
tulang humerus, sikut, dan juga lutut. Gambaran klinis yang muncul biasanya dapat berupa
paraesthese atau mati rasa. Berikut tabel cedera nervus sesuai dengan letak fraktur
c. Compartement syndrome
Sindroma kompartemen adalah kondisi yang merusak yang terjadi ketika tekanan
dalam ruang fasia tertutup cukup tinggi untuk menyumbat aliran darah kapiler, menyebabkan
otot dan saraf yang tertutup menjadi iskemik. Ini dapat memiliki berbagai penyebab seperti
pendarahan ke dalam kompartemen dari cedera arteri, infiltrasi cairan, perban yang terlalu
ketat, pembengkakan otot karena cedera, reperfusi setelah iskemia, luka bakar, tekanan yang
berkepanjangan, peningkatan ekstremitas yang ditandai dan berkepanjangan, atau kelelahan.
Sindrom kompartemen paling sering terjadi di betis dan lengan bawah, tetapi juga dapat terjadi
di paha, pantat, kaki, tangan, atau lengan atas.
Diagnosis dini penting karena pengobatan dini memulihkan aliran darah dan mencegah
iskemia ireversibel dan mengakibatkan nekrosis otot dan saraf. Ketika pasien mampu
berkomunikasi, tanda yang paling awal, paling konsisten, dan paling dapat diandalkan adalah
dalam, tak henti-hentinya, dan agak kabur tetapi nyeri progresif yang tidak proporsional dengan
cedera dan tidak responsif terhadap dosis normal obat nyeri. Nyeri diperparah oleh gerakan
pasif peregangan otot yang terlibat. Misalnya, plantar yang meregangkan pergelangan kaki atau
jari kaki meningkatkan rasa sakit saat kompartemen anterior tungkai terlibat. Kompartemen
biasanya terasa keras atau tegang saat disentuh, terutama jika dibandingkan dengan tungkai
kontralateral; kulit kencang dan berkilau dan tidak bisa keriput. Tanda-tanda lain (misalnya
pucat, paresthesia, paralisis, dan pulselessness) adalah temuan terlambat atau tidak dapat
diandalkan.
Pengobatan sindrom kompartemen harus dimulai setelah diagnosis klinis. Dalam kasus
samar, mengukur tekanan di kompartemen dengan perangkat genggam atau manometer yang
disesuaikan dapat memberikan informasi yang berguna. Pengukuran tekanan juga berguna
pada pasien yang tidak dapat diandalkan, diintubasi, atau tidak dapat diandalkan yang memiliki
ekstremitas bengkak tetapi tidak dapat dievaluasi. Berbagai tekanan cutoff telah dianjurkan,
tetapi meskipun banyak penelitian, masih ada ketidaksepakatan tentang apakah tekanan
jaringan di luar yang mana sirkulasi kapiler berhenti dan iskemia terjadi adalah jumlah absolut
atau tergantung pada tekanan darah sistemik pasien. Rumus yang berguna adalah sindrom
kompartemen biasanya muncul ketika tekanan diastolik dikurangi tekanan kompartemen
kurang dari atau sama dengan 30 mmHg. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen, tungkai
harus ditempatkan pada ketinggian yang sama dengan jantung, dan semua gips atau balutan
harus dibelah ke kulit. Saat diagnosis ditegakkan, pasien harus segera dibawa ke ruang operasi
untuk fasiotomi dekompresif. Semua kompartemen yang rapat harus dilepaskan. Di betis,
keempat kompartemen harus dilepaskan. Fasiotomi yang dilakukan melalui sayatan kulit
terbatas dapat mengganggu hasil karena pelepasan yang tidak memadai atau kerusakan pada
saraf atau pembuluh darah.

d. Fat emboli syndrome


Definisi
Sindrom emboli lemak (FES) adalah sindrom klinis yang merupakan
manifestasisistemik dari emboli lemak di mikrosirkulasi. Lemak yang mengemboli dinding
kapiler meyebabkan kerusakan jaringan dan menginduksi respon inflamasi sistemik dan
menyebabkan gejala di paru, saraf, kulit, retina, dan ginjal. Meskipun jarang kondisi yang berat
seperti FES fulminan akut bisa sampai menyebabkan kematian jika tidak ditatalaksana dengan
baik.
Etiologi
- Fraktur terutama pada tulang panjang
- Pemasangan sekruo dan internal fiksasi yang kurang sesuai
Patofisiologi dan manifestasi klinis
Kebanyakan investigators menduga bahwa mekanisme patofisiologi mayor adalah
obtruksi dari mikrovaskular. Trombosit dan fibrin melekat pada emboli yang terbentuk di plug
obstruktif. Lipase paru mungkin dihidrolisa dari lemak netral menjadi asam lemak bebas yang
toksik dan gliserol, menyebabkan kerusakan endotelial, deaktifasi surfaktan, dan kebocoran
kapiler. Ambilan dan degradasi trombosit dihasilkan dari pelepasan serotonin dan berbagai
leukotrin. Kerusakan parenkim paru melepaskan histamin dan mediator lainnya berkombinasi
menyebabkan vasospasme pembuluh darah paru, bronkospasme,dan semakin buruknya
kerusakan endotel pembuluh darah. Kolaps alveolar, atelektasis kongesti, perburukan
compliance, dan peningkatan shunt intrapulmonal yang menyebabkan hipoksemia refrakter
dan peningkatan usaha napas. Jika vasodilatasi kompensasi gagal terjadi, hipertensi pulmonal
berkembang dan menunjukkan beratnnya pada target organ yang terembolisasi.
Masih terdapat kontroversi mengenai disfungsi cerebral. Pendapat yang mengatakan
bahwa gejala neurologis semata mata karena efek sekunder dari arterial hipoksemia dan edema
cerebri yang diffus adalah tidak cukup valid. Studi histologi pada autopsi pasien dengan gejala
klinis cerebral emboli lemak menggambarkan infark kecil multipel dengan perdarahan
perivascular di ganglia bangsal, thalamus, batang otak, dan bagian dalam substansia alba dari
hemisfer cerebral dan cerebellum, jelasnya keterlibatan injuri fokal iskemik. Meskipun masih
kurangnya bukti klinis mengenai disfungsi renal, namun tidak ada organ yang terpengaruh
lebih difus dibanding ginjal. Hal ini mungkin hasil dari filtrasi glomerular, dimana konsentrat
lemak menjadi kecil, dan kepadatan volumenya menyebabkan mikro infark. Lesi petchie di
kulit juga menjadi hasil dari mikroinfark dan berhubungan dengan distensi kapiler dan
fragilitas endotelial. Dengan demikian disfungsi organ dari embolisasi lemak adalah hasil dari
embolisasi korposkular lemak dengan agregasi komponen sel darah yang mengganggu aliran,
pelepasan mediator, dan menyebabkan kegagalan sirkulasi kapiler yang diikuti dengan iskemik
disekitar jaringan.

Diagnosis
- DL
- Analisis Gas Darah (AGD)
- Kriteria mayor dan minor

Tatalaksana : Oksigenasi
e. Neglected fracture
Meskipun tidak ada periode jeda yang ditentukan untuk fraktur seperti itu yang disebut
"diabaikan," Myers dkk memperkenalkan istilah tersebut untuk menunjukkan penundaan
selama 30 hari atau lebih dari cedera untuk mencari pertolongan medis.
Sebagian besar fraktur leher femur, intrakapsular, memiliki masalah tambahan cairan
sinovial yang mengganggu proses penyembuhan. Karena tidak ada lapisan periosteal, semua
penyembuhan adalah endosteal. Faktor penghambat angiogenesis dalam cairan sinovial juga
dapat menghambat perbaikan patah tulang. Faktor-faktor ini, bersama dengan suplai darah
yang genting ke kepala femoralis, membuat penyembuhan tidak terduga dan non-union
cukup sering terjadi. Penyebab non union adalah :
- Distraksi dan separasi patahan tulang
- Interposisi oleh jaringan lunak
- Gerakan berlebihan pada garis fraktur
- Kerusakan pembuluh darah

f. Kontraktur

Definisi
Kontraktur merupakan suatu kondisi kekakuan jaringan di dalam tubuh yang
seharusnya bersifat fleksibel dan mudah digerakkan. Kontraktur bisa terjadi di otot,
tendon (urat yang menghubungkan antara otot dan tulang), ligamen (jaringan yang
mengikat tulang-tulang pada persendian), dan kulit. Lokasi kontraktur biasanya terjadi
di persendian, seperti sendi lutut atau sendi siku.
➢ Kontraktur pada otot menyebabkan otot menjadi mengecil dan memendek.
➢ Kontraktur pada ligamen atau tendon di daerah persendian menyebabkan sendi
membeku dan tak bisa digerakkan.
➢ Kontraktur pada kulit umumnya terjadi berupa jaringan parut yang menyebabkan
kulit memendek dan kaku.
Etiologi
o Kurangnya gerakan pada daerah cidera. Misalnya pada mereka yang mengalami
kondisi gangguan sendi seperti penyakit rematik atau osteoarthritis yang berat.
o Distrofi otot. Salah satu jenis distrofi otot yang paling sering ditemui adalah penyakit
distrofi otot Duchene, yaitu kelainan genetik yang menyebabkan otot mengecil dan
sulit berkontraksi.
o Cerebral palsy. Penyakit ini merupakan kelainan saraf yang terjadi pada bayi dan
anak, yang ditandai dengan kaki yang berbentuk seperti gunting dan otot di hampir
seluruh bagian tubuh mengalami kekakuan.
Parkinson. Parkinson merupakan kelainan saraf akibat gangguan zat dopamin di
otak yang menyebabkan gejala tremor, kekakuan otot, dan gangguan keseimbangan.
Diagnosis Kontraktur
o Anamnesis
o Pemeriksaan fisik → mencoba menggerakkan bagian tubuh yang mengalami
kontraktur dan menilai derajat gerakan yang bisa dilakukan.
o Foto polos
o MRI
o CT Scan
Tatalaksana
• Fisioterapi : peregangan otot, menghangatkan otot, tendon, atau ligamen yang
mengalami kontraktur, serta memberikan gelombang sonografi atau stimulasi
menggunakan listrik.
• Terapi okupasi : Terapi ini umumnya dilakukan bersama dengan fisioterapi.
Terapi okupasi merupakan tindakan untuk melatih pasien agar mampu
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Misalnya dilatih untuk bisa
berdiri atau berjalan.
• Penggunaan splint dan cast : Splint atau cast merupakan pengobatan yang
umum digunakan untuk kasus patah tulang. Pada kondisi
kontraktur, splint atau cast juga dapat digunakan untuk mengatur ulang posisi
tulang, otot, dan tendon ke jangkauan area gerak yang seharusnya.
• Obat-obatan : Analgesik
• Operasi
g. Stiffnes
Kaku sendi didefiniskan sebagai ketidaknyamanan setelah waktu inaktif yg terlalu lama,
pengurangan gerak atau kehilanangan kemampuan gerak dari sendi. Penyebabnya bisa karena
arthritis, kanker, penggunaan sendi terlalu banyak, dan trauma sendi. Kaku sendi juga juga
dapat disebabkan karena operasi fraktur. Cedera otot dan jaringan sekitar tulang yang
diakibatkan tindakan operasi dapat mengakibatkan peradangan dan bengkak. Setelah operasi
pun biasanya pasien masih merasakan nyeri pada luka operasi selama beberapa waktu dan takut
menggerakkan anggota gerak yang terkena. Akibatnya, massa otot mengecil dan sendi mejadi
kaku. Jika massa otot mengecil dan sendi menjadi kaku, maka menggerakkan sendi tersebut
akan menjadi lebih sulit. Tata laksana yang bisa dilakukan yaitu dengan fisioterapi, stretching.

h. Osteomilitis
Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang umumnya disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus. Osteomielitis tergolong penyakit yang jarang terjadi, tetapi butuh segera
ditangani karena dapat menimbulkan sejumlah komplikasi serius.
Osteomielitis bisa dialami oleh semua orang dari segala usia. Pada anak-anak,
osteomielitis umumnya terjadi di tulang panjang, seperti tungkai atau lengan. Sedangkan pada
orang dewasa, osteomielitis biasanya terjadi di tulang pinggul, tungkai, atau tulang belakang.

Etiologi
Penyebab utama osteomielitis adalah bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut
bisa terdapat di kulit atau hidung dan umumnya tidak menimbulkan masalah kesehatan.
Namun, saat sistem kekebalan tubuh sedang lemah karena suatu penyakit, maka bakteri
tersebut dapat menyebabkan infeksi. Masuknya bakteri Staphylococcus hingga ke tulang dapat
melalui beberapa cara, yaitu:
▪ Melalui aliran darah
▪ Bakteri dari bagian tubuh lain dapat menyebar ke tulang melalui aliran darah.
▪ Melalui jaringan atau sendi yang terinfeksi
▪ Kondisi ini memungkinkan bakteri bisa menyebar ke tulang di dekat jaringan atau sendi
yang terinfeksi.
▪ Melalui luka terbuka
▪ Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh jika terdapat luka terbuka, seperti patah tulang
dengan luka terbuka atau kontaminasi langsung saat bedah ortopedi.
Manifestasi Klinis
Gejala yang biasanya menyertai adalah demam, malaise, anoreksia, serta rasa nyeri
yang konstan dan progresif pada daerah tulang yang terlibat. Gejala pada awalnya dapat
menutupi gejala lokal secara lengkap.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya kemerahan dan bengkak. Pasien
menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Diagnosis
Salah satu hal yang dapat membantu menegakkan diagnosis adalah gejala klinis yang
krusial meliputi nyeri, demam, menolak untuk menahan beban, kesakitan menggerakkan
bagian tubuh yang terlibat, serta menolak disentuh karena nyeri. Terkadang ditemukan
limfadenopati di sekitar daerah yang terlibat. Selain itu, pemeriksaan penunjang seperti darah
lengkap, kultur darah, aspirasi cairan tulang yang terkena atau biopsi tulang dapat membantu
dalam penegakan diagnosis.
Tatalaksana
Terdapat beberapa cara untuk mengatasi osteomielitis, antara lain:
▪ Mengistirahatkan bagian yang terlibat.
▪ Pemberian antibiotic broad spectrum.
▪ Berikan tatalaksana suportif dan pereda nyeri.
▪ Mengidentifikasi jenis organisme penyebab.
▪ Melakukan drainase pus .
▪ Stabilisasi jika terjadi fraktur.
▪ Debridement jaringan avascular dan nekrotik.
▪ Mempertahankan jaringan kulit yang sehat.

5. Tatalaksana
a. Fiksasi Internal
Definisi
Fiksasi (untuk menahan + proses) Mempertahankan posisi fraktur dan serpihan tulang
dengan pembedahan open reduction internal fixation (ORIF) dengan menggunakan logam,
screw, plate, circumferential wires, intermedullary nail atau gabungan protesis ini.
Tujuan
Membetulkan dan menstabilkan posisi fraktur dengan menggunakan pelat, paku,
sekrup atau pin» Membantu mempercepatkan proses penyembuhan Mempercepat mobilisasi
awal
Indikasi
▪ Fraktur tertutup
▪ Fraktur yang melibatkan permukaan artikular
▪ Fraktur patologic contoh: osteosarcoma
Jenis - Jenis
➢ Plate dan screw
➢ Plate dan nail
➢ Transfixion screw
➢ Circumferential wires or band
➢ Intermedullary nail
➢ Interlocking nailing
Komplikasi
- Non union
- Osteomielitis Deep vein trombosis
- Embolisme pulmonar

b. Fiksasi Eksternal
Konsep penangganan fraktur : rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi. Retensi
(imobilisasi) berfungsi untuk mempertahankan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips
atau fiksator eksterna.

(Gips
(Traksi)

(Bidai)
Fiksasi eksterna adalah suatu tindakan orthopedic open reduction yang digunakan
untuk fiksasi tulang, terutama fraktur yang kompleks sehingga dapat mengoreksi deformitas
organ. Eksternal fixation menggunakan pins dan wire yang dimasukkan ke dalam tulang
melalui kulit. Alat tersebut bisa berbentuk monolateral atau sirkuler yang dihubungkan ke
tulang dengan tekanan dari wire dan pins. Salah satu tipenya adalah circular tylor spatial frame
yang disesuaikan dengan organ yang sakit. External fixation, beresiko dalam meningkatkan
kesakitan terutama bila dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Infeksi timbul karena
pinsite yang terpasang kontak dengan dunia luar menembus tulang atau insisi jaringan yang
dapat menyebabkan mikroorganisme masuk. Teknik ini kebanyakan digunakan untuk fraktur
tulang tibia, femur, humerus, pelvis.
(circular tylor spatial frame)

Anda mungkin juga menyukai