LPL Volume 44, Nomor 1, April 2010
LPL Volume 44, Nomor 1, April 2010
Redaktur Pelaksana
Mitra Bestari
: 1.
2.
3.
4.
5.
Dewan Redaksi
: 1.
2.
3.
4.
Redaksi
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sekretaris
: 1. Ngadimun
2. Rasikin
Penerbit
Pencetak
: Grafika LEMIGAS
Alamat Redaksi
Sub Bidang Informasi dan Publikasi, Bidang Afiliasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos : 6022/
KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT : No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon : 7394422 - ext. 1222, 1223,
1274, Faks : 62 - 21 - 7246150, E-mail: management@lemigas.esdm.go.id
Majalah Lembaran Publikasi Lemigas (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970, 3 kali setahun. Redaksi menerima
Naskah Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi.
Lembaran Publikasi LEMIGAS diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS. Penanggung Jawab : Ir. Rida Mulyana, M.Sc., Redaktur : Agus Salim, S.H., M.H.
i
iii
1 - 11
12 - 18
19 - 31
32 - 38
39 - 45
46 - 54
55 - 62
63 - 69
70 - 77
78 - 86
ii
87 - 93
Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya.
Bambang Widarsono (Peneliti Madya pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan
Gas Bumi LEMIGAS)
Uji Coba Teknik Baru untuk Menentukan
Parameter Pancung Porositas Pada Kasus Reservoir Batugamping
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 1 - 11
SARI
Parameter pancung porositas adalah properti yang selalu
sangat dibutuhkan dalam menentukan jumlah akumulasi
hidrokarbon di reservoir dan metode penentuan yang
dapat dianggap diandalkan selalu dibutuhkan. Sebuah
metode baru yang didasarkan pada utilisasi data injeksi
air raksa atas percontoh batuan baru-baru ini telah
diusulkan dan aplikasinya atas percontoh-percontoh
batupasir telah berlangsung dengan cukup baik.
Aplikasinya atas batugamping adalah merupakan studi
yang hasilnya disajikan pada tulisan ini. Untuk studi ini
lima set percontoh batugamping yang diambil dari lima
lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia digunakan.
Dengan menerapkan prosedur yang diusulkan penerapan
metode ini atas batugamping telah berlangsung dan
berhasil sangat baik. Beberapa hasil utama yang dapat
diperoleh adalah bukti bahwa metode ini tidak bergantung
pada jenis litologi dari batuan reservoir karena sifatnya
yang lebih didasarkan pada hubungan langsung antara
flow path pori batuan dan permeabilitas yang umumnya
bersifat konsisten. Prinsip dasar ini juga memperlihatkan
keunggulan metode ini dibanding metode-metode
konvensional yang umum digunakan. Kesimpulan
penting lainnya adalah bahwa tidak berpengaruhnya
kehadiran rekahan dan rongga gerowong (vugs) - biasa
hadir dalam reservoir batugamping - atas harga pancung
porositas yang dihasilkan sehingga meneguhkan kembali
kelaikan dari metode ini bagi batugamping secara umum.
Kata kunci: harga pancung porositas, penentuan
akumulasi hidrokarbon, metode baru, data injeksi air
raksa, reservoir batugamping.
ABSTRACT
Porosity cut-off is a rock property that is always needed
in activities related to estimation of hydrocarbon in place
in reservoirs, and therefore a reliable method for its
determination is always desired. Recently a new method
is proposed. The method is based on utilization of mercury injection on core sample data and its initial trials
on sandstone samples have shown encouraging results.
In this article the results are presented. For this study,
five sets of limestone samples are taken from five oil
and gas fields in Indonesia. Application of the method
in general has shown excellent results. An important
result that can be obtained is a proof that this method
is independent of rock lithology due to the methods
fundamental reliance on direct and consistent relationship between pore-systems flow path and permeability.
This basic principle also underlines the superiority of
this technique compared to the more conventional methods normally used in industry. Another important conclusion is the negligible influence of fracture and vugs
normally found in limestones on the estimated porosity cut-off hence emphasizing the applicability of
the new method on limestones in general.
Author
Key words: porosity cut-off, estimation of hydrocarbon
in place, new method, mercury injection data, limestone reservoirs.
iii
iv
ABSTRACT
Well test analysis can be used for determining reservoir
characteristics such as rock permeability, skin factor,
reservoir pressure, reservoir limit, and layer heterogeneity. Usually a pressure buildup test is programmed by
shutting the well in after being produced at a constant
rate for a while. Then, by analyzing the pressure buildup
vs. time during well shut-in period, the flow scheme in
the reservoir and reservoir characteristics can be determined.
This paper will be discussing pressure buildup analysis
of oil well W-1 at Java Sea by using pressure derivative
method. It is concluded that dual porosity pseudo steady
state with two impermeable zones as boundaries is the
best model fit the reservoir. The Value of and that
was found shows the storage matrix capacity is high but
permeability matrix is low. It means that fluid flow contribution from matrix to fracture is not significant. Beside storativity ratio () and interporosity flow coefficient (), the other characteristics such as initial reservoir pressure, wellbore storage, permeability, skin factor, flow efficiency, and radius of investigation can be
determined. The result of pressure buildup analysis is
suitable for reference in managing and developing the
oilfield.
Author
Keyword: reservoir model, dual porosity pseudo steady
state, oil well test
Yanni Kussuryani1), dan Ali Rimbasa Siregar2) (Peneliti
Muda1), Pengkaji Teknologi2)) pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Teknologi Produksi Green Diesel untuk Pembuatan
Bahan Bakar Minyak Alternatif
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 32 - 38
SARI
Ancaman krisis bahan bakar minyak dan ketergantungan
pada bahan bakar fosil masih cukup tinggi. Faktor utama
penyebab kondisi tersebut adanya ketidakseimbangan
antara pasokan dan kebutuhan. Beberapa pilihan yang
dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan usahausaha eksplorasi cadangan baru, peningkatan perolehan
minyak, penghematan penggunaan bahan bakar serta
menyiapkan energi alternatif pengganti minyak bumi.
Pemerintah tengah mencanangkan program pengalihan
energi dari energi berbasis bahan bakar fosil ke energi
baru dan terbarukan biofuel, yang terdiri atas biodiesel,
bietanol dan biooil. Metode yang saat ini lazim digunakan
vi
ABSTRACT
Gas city development which is being done by the Directorate General of Oil and Gas via residential gas distribution networks construction can only be properly
implemented in various cities having existing gas
transmision and/or distribution network. Whilst residential gas development in other cities can be considered
to use adsorbent made of 18,5 kg carbon active based
adsorbent (with 2,5 g/cm3 density) having about 4,15
m3 storage capacity or equivalent to 3,0 kg subsidized
LPG for 15 Bar working pressure.
Author
Key words: Residential Adsorbed Natural Gas.
Emi Yuliarita (Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Meramu Bahan Bakar Jenis Bensin Ron 91 Yang
Ramah Lingkungan Dengan Membatasi Kandungan
Senyawa Aromatik, Benzena Dan Olefin
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 46 - 54
SARI
Pemanfaatan bahan bakar minyak di sektor transportasi
harus memperhatikan efisiensi dan masalah lingkungan.
Spesifikasi World Wide Fuel Charter (WWFC) yang
disusun oleh asosiasi pabrik kendaraan bermotor di dunia
telah memberikan arah global harmonisasi spesifikasi
BBM di seluruh dunia, antara lain pembatasan kadar olefin, aromatik, dan benzena.
Bahan bakar jenis bensin 91 yang ramah lingkungan
dapat diramu dari bensin dasar yang berasal dari
campuran komponen-komponen bensin eks kilang
Pertamina (LOMC dan HOMC) dalam perbandingan
tertentu dengan menanbahkan senyawa pengungkit
angka oktana, Methyl Tertiary Butyl Ether sebanyak 8
% volume.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bahan bakar bensin
91 yang ramah lingkungan yang di hasilkan, mempunyai
karakteristik fisika/kimia memenuhi spesifikasi bahan
bakar bensin jenis 91 menurut Surat Keputusan Dirjen
Migas No. 3674K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006
dan spesifikasi bensin 91 Pertamina serta spesifikasi
bensin WWFC kategori 2 khususnya untuk kadar
senyawa aromatik, olefin dan benzena.
Kata kunci: Spesifikasi, angka oktana, WWFC, Aromatik,
Olefin, Benzena.
ABSTRACT
The use of petroleum fuel in transportation sector should
consider the efficiency and environmental issues. World
Wide Fuel Charter Specification which has been arranged by the world vehicle manufacturers association
has driven to wards global harmony in world fuel specification, such as trough limitation of olefin, aromatic,
and benzene contents.
Environmentally friendly Gasoline 91 fuel could be
blended from base gasoline that made from the mix of
ex-Pertamina refinery gasoline components (LOMC and
HOMC) in certain ratio with adding octane booster compound, Methyl Tertiary Butyl Ether of about 8% volume.
The research result shows that environmentally friendly
gasoline 91 that has been produced, has has physic/chemical characteristics that ful filled the gasoline 91 specification according to the Decreed of General Director
of Oil and Gas No. 3674K/24/DJM/2006 of March 17,
2006, and Pertaminas gasoline 91 specification and
WWFC gasoline specification in category 2, especially
for the aromatic, olefin, and benzene compound contents.
Author
Key words: specification, gasoline component, octant
value, WWFC, aromatic, olefin, benzene.
Tri Muji Susantoro 1) , dan Suliantara 2) (Pengkaji
Teknologi1), dan Penyelidik Bumi2) pada Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk
Perencanaan Jalur Pipa
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 55 - 62
SARI
Perencanaan jalur pipa membutuhkan informasi kondisi
permukaan bumi yang terbaru. Informasi tersebut secara
efektif dan efisien dapat diperoleh dari data penginderaan
jauh, Peta Topografi dan survei lapangan. Data
penginderaan jauh mampu dan telah terbukti bisa
merekam informasi tersebut. Pada perencanaan jalur pipa
secara umum digunakan analisis jarak terdekat. Kemudian
dilanjutkan dengan menganalisis hambatan pada jalur
tersebut sehingga dapat ditentukan alternatif jalurnya.
Selain itu diperlukan data keberadaan fasilitas umum,
fasilitas khusus, fasilitas sosial, situs/arkeologi, informasi
aksesibilitas, penggunaan lahan dan morfologi daerah
rencana jalur pipa. Data-data tersebut sangat diperlukan
untuk dikaji mengenai kemungkinan bisa atau tidak
vii
viii
ABSTRACT
Design and engineering was made on a unit in laboratory scale pyrolysist, unit that consists of feed tank,
reactor, N2 feed, separator, and tank for liquids that is
capable to make bio-oil from refused frying oil that
has been used for frying. The diameter of the reactor is
2 cm and the length is 40 cm. The inside of the reactor
is filled by quartz material, and there is no oxygen inside (because N2 as blanket). The reactor can run the
process of thermal cracking on the used frying. The
best condition can that be reached for producing biooil was the pyrolysis of temperature 4000C, the thickness of quartz material 15 cm, and the quartz particle
size of -6+8 mesh.
Bio-oil is the liquid fuel that is produced by pyrolysis
technology or quicky pyrolysis. The development of biooil can replace the position of the hidrocarbon fuel in
industry such as is combustion engine, boiler, static,
engine, and heavy fuel oil, light fuel oil.
The result of this research produces bio-oil with the
quality as follow :
ix
ABSTRACT
To avoid consumers difficulties, residential adsorbed
natural gas module can only be effectively applied as
a complement to subsidized LPG 3 kg. Since vehicle
adsorbed natural gas module is more weight than the
equivalent CNG tank , the vehicle module on board
installation will increase vehicle engine load. However, the vehicle module working pressure is lower than
the equivalent CNG tank pressure. This will decrease
gas compression cost which will bring about lower CNG
station operating cost. At the same gas storage capacity, industrial adsorbent module weight is greater than
ISO 11439-2000 CNG tank, while a lower working
pressure of the industrial module bring about less cost
of the module compared to the ISO CNG tank.
Author
Key words: Adsorbed Natural Gas Modules, CNG,
Energy.
SARI
Parameter pancung porositas adalah properti yang selalu sangat dibutuhkan dalam menentukan
jumlah akumulasi hidrokarbon di reservoir dan metode penentuan yang dapat dianggap diandalkan
selalu dibutuhkan. Sebuah metode baru yang didasarkan pada utilisasi data injeksi air raksa atas
percontoh batuan baru-baru ini telah diusulkan dan aplikasinya atas percontoh-percontoh batupasir
telah berlangsung dengan cukup baik. Aplikasinya atas batugamping adalah merupakan studi
yang hasilnya disajikan pada tulisan ini. Untuk studi ini lima set percontoh batugamping yang
diambil dari lima lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia digunakan. Dengan menerapkan
prosedur yang diusulkan penerapan metode ini atas batugamping telah berlangsung dan berhasil
sangat baik. Beberapa hasil utama yang dapat diperoleh adalah bukti bahwa metode ini tidak
bergantung pada jenis litologi dari batuan reservoir karena sifatnya yang lebih didasarkan pada
hubungan langsung antara flow path pori batuan dan permeabilitas yang umumnya bersifat
konsisten. Prinsip dasar ini juga memperlihatkan keunggulan metode ini dibanding metode-metode
konvensional yang umum digunakan. Kesimpulan penting lainnya adalah bahwa tidak
berpengaruhnya kehadiran rekahan dan rongga gerowong (vugs) - biasa hadir dalam reservoir
batugamping - atas harga pancung porositas yang dihasilkan sehingga meneguhkan kembali kelaikan
dari metode ini bagi batugamping secara umum.
Kata kunci: harga pancung porositas, penentuan akumulasi hidrokarbon, metode baru, data injeksi
air raksa, reservoir batugamping
ABSTRACT
Porosity cut-off is a rock property that is always needed in activities related to estimation of hydrocarbon in place in reservoirs, and therefore a reliable method for its determination is always desired. Recently a new method is proposed. The method is based on
utilization of mercury injection on core sample data and its initial trials on sandstone
samples have shown encouraging results. In this article the results are presented. For this
study, five sets of limestone samples are taken from five oil and gas fields in Indonesia.
Application of the method in general has shown excellent results. An important result that
can be obtained is a proof that this method is independent of rock lithology due to the
methods fundamental reliance on direct and consistent relationship between pore-systems
flow path and permeability. This basic principle also underlines the superiority of this
technique compared to the more conventional methods normally used in industry. Another
important conclusion is the negligible influence of fracture and vugs normally found in
limestones on the estimated porosity cut-off hence emphasizing the applicability of the
new method on limestones in general.
Key words: porosity cut-off, estimation of hydrocarbon in place, new method, mercury
injection data, limestone reservoirs
1
I. PENDAHULUAN
Pada Widarsono (2009) telah ditunjukkan bahwa
penggunaan data injeksi air raksa pada percontoh
batupasir dapat dengan baik membantu penentuan
besaran parameter pancung (cut-off) yang secara
meluas dikenal sebagai mengandung ketidakpastian
yang cukup berarti. Informasi yang menunjukkan
distribusi ukuran radius leher pori pada umumnya
dapat dikorelasikan dengan sangat baik dengan
permeabilitas dari percontoh sampel batuan. Korelasi
yang baik ini kemudian diintegrasikan dengan
hubungan antara porositas dan permeabilitas yang
umumnya kurang baik dengan cara regresi linear
berganda (multiple regression). Persamaan regresi
yang diperoleh terbukti dapat memprediksi
permeabilitas dengan sangat sangat baik sehingga
sebagai konsekuensinya dapat dipakai mengestimasi
besaran parameter pancung porositas dengan lebih
meyakinkan.
Para praktisi evaluasi formasi dan analisis
petrofisika secara umum sepakat untuk berpendapat
bahwa penentuan parameter pancung untuk
batugamping tidaklah sesederhana seperti halnya
untuk batupasir. Hal ini disebabkan oleh berbagai
aspek dari batugamping yang banyak berbeda dengan
batupasir terutama dalam hal genetika sehingga pada
umumnya bersifat lebih heterogen dan memiliki
struktur pori yang lebih rumit daripada batupasir.
Kesulitan dan ketidakpastian yang cukup tinggi dari
batugamping ini yang secara langsung berdampak
dalam bentuk menambah ketidakpastian dalam
menentukan harga pancung porositas. Pada gilirannya
kegagalan dalam menentukan harga pancung yang
dapat dianggap mewakili akan menghasilkan
ketidakakuratan dalam estimasi akumulasi minyak dan
gas bumi yang terkandung di dalam reservoir.
Perbedaan dalam bentuk struktur pori antara
batupasir dan batugamping ini kemudian menimbulkan
pertanyaan mengenai apakah pendekatan dalam
penentuan parameter pancung porositas yang
disajikan dalam Widarsono (2009) dapat bekerja juga
bagi batuan yang membentuk reservoir-reservoir
batugamping yang diketahui sebagai berjumlah cukup
besar di Indonesia. Untuk pengujian atas pendekatan
tersebut pada reservoir batugamping maka diambil
beberapa percontoh batuan reservoir yang diambil dari
beberapa lapangan minyak dan gas bumi yang
memiliki reservoir batugamping. Tulisan yang tersaji
dalam makalah ini merupakan suatu laporan atas hasil
2
Gambar 1
Sayatan tipis dari large forams packstone
dengan sertaan lain terumbu koral, mollusk,
dan brachiopods sebagai butiran rangka
(skeletal grains). Percontoh diambil dari
lapangan TB.
Gambar 1
Sayatan tipis dari Floatstone dengan butiranbutiran intraclast yang terneomorfosis dan
memiliki matriks large forams wackestone.
Percontoh diambil dari lapangan TB.
BAMBANG WIDARSONO
Tabel 1
Rangkuman dari litologi batugamping reservoir-reservoir yang dipakai dalam studi ini.
Lapangan
KJ
Packstone wackstone wth minor grainstone, wht gy, foram, algae, moldic, vugs
KR
Packstone wackstone, wht gy, foram, algae, sylolites, sli mott pp vuggy.
SB
TB
Packstone wackstone, yell lt brn, coral, L-foram, algae, sli vuggy, mic. styl.
SM
Pacstone grainstone boundstone, gy =- lt brn, L-foram, coral, algae, sli intra part.
Tabel 2
Derajat korelasi (R2) bagi plot porositas permeabilitas ( K) dan permeabilitas radius leher pori
(efektif) (K R) pada berbagai saturasi air raksa. R2 yang diberi warna kuning adalah plot antara
permeabilitas vs. radius leher pori yang dianggap mewakili ditandai dengan harganya yang tertinggi
Tabel 3
Perbandingan harga pancung porositas (c) yang dihasilkan oleh relasi K dan relasi K R
Relasi K
Lapangan
Kc dinam is (dari K R )
Kc = 1 m D
Relasi K R
Kc
Kisaran
Kc
Kisaran
Rc
Kc
(m D)
(fraksi)
fc (fraksi)
(m D)
(fraksi)
fc (fraksi)
(m ikron)
(m D)
(fraksi)
KJ
<<
0 0.17
0.678
<<
0 0.16
0.5
0.678
0.092
KR
0.09
0.04 0.14
1.788
0.14
0.09 017
0.5
1.788
0.123
SB
0.12
0.05 0.17
0.05
0.08
0.03 0.13
0.5
0.05
0.091
TB
0.03
0 0.11
2.829
0.07
0.02 0.16
0.5
2.829
0.129
SM
<<
0 0.04
0.81
<<
0 0.02
0.5
0.81
0.049
Gambar 5
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan SB
Gambar 3
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan KJ.
Gambar 6
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan TB
Gambar 4
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan KR
Gambar 7
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan SM
Gambar 8
Contoh data hasil uji injeksi air raksa atas
percontoh batuan (diambil dari lapangan TB)
Gambar 10
Plot permeabilitas vs. R50 untuk percontoh
dari lapangan KR
Gambar 11
Plot permeabilitas vs. R20 untuk percontoh
dari lapangan SB
Gambar 9
Plot permeabilitas vs. R15 untuk percontoh
dari lapangan KJ
Gambar 12
Plot permeabilitas vs. R50 untuk percontoh
dari lapangan TB
(1)
Gambar 13
Plot permeabilitas vs. R20 untuk percontoh
dari lapangan SM
(4)
Gambar 14
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan KJ
Gambar 15
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan KR
Gambar 16
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan SB
Gambar 17
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K
R - vs. permeabilitas (uji)
untuk lapangan TB
Gambar 18
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R
- vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan SM
BAMBANG WIDARSONO
KEPUSTAKAAN
1. Armitage, P., Berry, G. dan Matthews, J.N.S.
(2002). Statistical methods in medical research.
4th edition, Blackwell Science.
2. Choquette, P.W. dan Pray, L.C. (1970). Geologic
Nomenclature and Classification of Porosity
11
SARI
Pemanfaatan sumber daya mineral dan energi di wilayah darat, laut dan ruang di atasnya
secara terencana diarahkan untuk menciptakan keseimbangan ekosistem dan pelestarian fungsi
lokasi. Termasuk di dalamnya memprioritaskan terlaksananya kegiatan Energi Sumber Daya
Mineral tanpa sengketa tumpang tindih lahan, dengan tetap berupaya mempertahankan daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Optimalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bukan
terbatas sektoral saja tetapi lebih ke arah merencanakan bagaimana menciptakan tata ruang
yang bermanfaat bagi banyak pihak dan lingkungan.
Kemampuan ahli dan teknologi Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) minyak dan gas
bumi memeras data/informasi seismik dan petrofisika, memberi inspirasi pemanfaatan teknologi 4
Dimensi (4D) untuk penataan ruang wilayah. Menggunakan teknologi 4D mengupayakan ketelitian
dalam pengembangan Tata Ruang Wilayah sekaligus untuk perencanaan, pencatatan/pengukuran,
peragaan, pemantauan (monitoring) dan informasi dini.
Kata kunci: Tata Ruang, 4D, Teknologi GGR.
ABSTRACT:
Utilization of energy and mineral resources onshore or offshore and its surrounding
must be planned well in order to maintain the ecosystems balancing and to preserve the
function of the location. This include giving the priority for energy and mineral resources
exploitation with no dispute due to overlapping landuse but still maintaining the capacity
of support and accomodation of the environment. Optimization of Urban Landuse Regional Plan not only depends on sectoral aspect but also on how to create useful landuse
for all users.
The capability of Petroleum Geologist, Geophysicists and Reservoir Engineers to extract information from seismic data from 4 Dimension technologies may inspire the planner
to use the 4D technology for Urban Planning. In this case it can also be used for recording, measuring, displaying, monitoring and early information.
Key word: Urban Planing, 4D, GGR Technology.
I. PENDAHULUAN
Tumpang tindih lahan sudah lama menjadi kendala
investasi dan pengembangan Sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), baik antar-subsektor
maupun antar-sektor. Berbagai solusi diterapkan
melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), namun masih terjadi kendala dengan
12
Tabel 1
Persentase Konsumsi Energi Primer Dunia
Bahan bakar
Minyak
35,00 34,90 34,40 34,30 35,00
Batubara
23,30 23,50 24,40 24,40 25,00
Gas
21,20 21,20 21,20 20,90 21,00
Energi Terbarukan 10,90 10,90 10,80 10,60 10,00
Nuklir
6,90 6,80 6,50 6,50 6,00
Tenaga Air
2,20 2,20 2,20 2,20 2,00
Lain-lain
0,50 0,50 0,50 0,40 1,00
Lain-lain termasuk panas bumi, angin, matahari dll.
(Sumber : Ali H Ibrahim 2008/diringkas)
Gambar 1
Data Seismik 3 Dimensi
(Sumber : Dina Z, 2009)
Gambar 2
Irisan-irisan 3 Dimensi menunjukkan
kondisi bagian tengah dan bawah permukaan
(Sumber : Dina Z, 2009)
Gambar 3
Peta lokasi Wilayah Kerja Migas
daerah Seram, Maluku.
Sumber : BP MIGAS, 2009.
16
Gambar 4
Ilustrasi 3D pembagian ruang wilayah
kegiatan Sektor ESDM
VI. PENUTUP
KEPUSTAKAAN
1. Anonim, 1974, Pengawasan Pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi
di Daerah Lepas Pantai. PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1974.
2. Blatt, Harvey, 1997, Our Geologic Environment,
Prentice Hall, Inc, New Jersey, 541 p., ISBN 013-371022-X.
3. BP MIGAS, 2009, Laporan Tahunan BP MIGAS
2008, 68 hal.
4. Christensen, John W., 1991, Global Science, energy, resources, environment, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuqe Iowa, third edition, 699
p., ISBN 0-8403-4657-3.
5. Herman Ibrahim, A., 2008, General Check-Up
Kelistrikan Nasional, MediapIus Network,
Cetakan Pertama November 2008, ISBN 978979-18898-0-3.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Desember 2009.
7. Munadi, Suprajitno, 2005, Peran Ilmu
Elastodinamika Dalam Meningkatkan
Keberhasilan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas,
Pidato Ahli Peneliti Utama, Departemen Energi
Sumber Daya Mineral, Jakarta, 11 Juli 2005.
8. Rompas, Rizald M., 2009, Mendesak, Penetapan
Batas Wilayah Laut, Majalah Maritim Indonesia, Edisi 14 Tahun IV, April-Juni 2009.
9. Salim, Emil, 2009, Menata Kembali Kawasan
Jabodetabek 2010-2020, Workshop Menata
17
18
SARI
Pemanfaatan sumber daya mineral dan energi di wilayah darat, laut dan ruang di atasnya
secara terencana diarahkan untuk menciptakan keseimbangan ekosistem dan pelestarian fungsi
lokasi. Termasuk di dalamnya memprioritaskan terlaksananya kegiatan Energi Sumber Daya
Mineral tanpa sengketa tumpang tindih lahan, dengan tetap berupaya mempertahankan daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Optimalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bukan
terbatas sektoral saja tetapi lebih ke arah merencanakan bagaimana menciptakan tata ruang
yang bermanfaat bagi banyak pihak dan lingkungan.
Kemampuan ahli dan teknologi Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) minyak dan gas
bumi memeras data/informasi seismik dan petrofisika, memberi inspirasi pemanfaatan teknologi 4
Dimensi (4D) untuk penataan ruang wilayah. Menggunakan teknologi 4D mengupayakan ketelitian
dalam pengembangan Tata Ruang Wilayah sekaligus untuk perencanaan, pencatatan/pengukuran,
peragaan, pemantauan (monitoring) dan informasi dini.
Kata kunci: Tata Ruang, 4D, Teknologi GGR.
ABSTRACT:
Utilization of energy and mineral resources onshore or offshore and its surrounding
must be planned well in order to maintain the ecosystems balancing and to preserve the
function of the location. This include giving the priority for energy and mineral resources
exploitation with no dispute due to overlapping landuse but still maintaining the capacity
of support and accomodation of the environment. Optimization of Urban Landuse Regional Plan not only depends on sectoral aspect but also on how to create useful landuse
for all users.
The capability of Petroleum Geologist, Geophysicists and Reservoir Engineers to extract information from seismic data from 4 Dimension technologies may inspire the planner
to use the 4D technology for Urban Planning. In this case it can also be used for recording, measuring, displaying, monitoring and early information.
Key word: Urban Planing, 4D, GGR Technology.
I. PENDAHULUAN
Tumpang tindih lahan sudah lama menjadi kendala
investasi dan pengembangan Sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), baik antar-subsektor
maupun antar-sektor. Berbagai solusi diterapkan
melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), namun masih terjadi kendala dengan
12
Tabel 1
Persentase Konsumsi Energi Primer Dunia
Bahan bakar
Minyak
35,00 34,90 34,40 34,30 35,00
Batubara
23,30 23,50 24,40 24,40 25,00
Gas
21,20 21,20 21,20 20,90 21,00
Energi Terbarukan 10,90 10,90 10,80 10,60 10,00
Nuklir
6,90 6,80 6,50 6,50 6,00
Tenaga Air
2,20 2,20 2,20 2,20 2,00
Lain-lain
0,50 0,50 0,50 0,40 1,00
Lain-lain termasuk panas bumi, angin, matahari dll.
(Sumber : Ali H Ibrahim 2008/diringkas)
Gambar 1
Data Seismik 3 Dimensi
(Sumber : Dina Z, 2009)
Gambar 2
Irisan-irisan 3 Dimensi menunjukkan
kondisi bagian tengah dan bawah permukaan
(Sumber : Dina Z, 2009)
Gambar 3
Peta lokasi Wilayah Kerja Migas
daerah Seram, Maluku.
Sumber : BP MIGAS, 2009.
16
Gambar 4
Ilustrasi 3D pembagian ruang wilayah
kegiatan Sektor ESDM
VI. PENUTUP
KEPUSTAKAAN
1. Anonim, 1974, Pengawasan Pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi
di Daerah Lepas Pantai. PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1974.
2. Blatt, Harvey, 1997, Our Geologic Environment,
Prentice Hall, Inc, New Jersey, 541 p., ISBN 013-371022-X.
3. BP MIGAS, 2009, Laporan Tahunan BP MIGAS
2008, 68 hal.
4. Christensen, John W., 1991, Global Science, energy, resources, environment, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuqe Iowa, third edition, 699
p., ISBN 0-8403-4657-3.
5. Herman Ibrahim, A., 2008, General Check-Up
Kelistrikan Nasional, MediapIus Network,
Cetakan Pertama November 2008, ISBN 978979-18898-0-3.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Desember 2009.
7. Munadi, Suprajitno, 2005, Peran Ilmu
Elastodinamika Dalam Meningkatkan
Keberhasilan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas,
Pidato Ahli Peneliti Utama, Departemen Energi
Sumber Daya Mineral, Jakarta, 11 Juli 2005.
8. Rompas, Rizald M., 2009, Mendesak, Penetapan
Batas Wilayah Laut, Majalah Maritim Indonesia, Edisi 14 Tahun IV, April-Juni 2009.
9. Salim, Emil, 2009, Menata Kembali Kawasan
Jabodetabek 2010-2020, Workshop Menata
17
18
SARI
Data karakteristik reservoir minyak seperti permeabilitas batuan, faktor skin, tekanan reservoir, batas suatu reservoir dan keheterogenan pada suatu lapisan, dapat diperoleh dengan melakukan
analisis hasil uji sumur dari reservoir tersebut. Salah satu uji sumur yang umum digunakan adalah
uji pressure buildup (PBU), yaitu dengan menutup sumur setelah diproduksikan selama beberapa
lama dengan laju alir konstan. Apabila respon tekanan terhadap waktu selama penutupan dicatat,
maka dapat dilakukan analisis untuk memperoleh pola aliran yang terjadi dan juga karakteristik
reservoir tersebut diatas.
Dalam tulisan ini akan membahas analisis hasil uji pressure buildup dengan menerapkan
metode pressure derivative pada sumur minyak W-1 di Laut Jawa. Berdasarkan hasil analisis
tersebut, dapat disimpulkan bahwa model reservoir yang didapat adalah dual porosity pseudo
steady state dan dibatasi oleh dua bidang yang kedap. Harga (storativity ratio) dan (koefisien
interporosity flow) yang didapat masing masing menunjukkan storage kapasitas matrik yang
cukup besar dan permeabilitas matrik kecil, sehingga kontribusi aliran fluida minyak dari matrik
ke rekahan kurang memadai. Selain parameter dan , karakteristik reservoir lain yang didapat
adalah tekanan initial, wellbore storage, permeabilitas, skin faktor, flow efisiensi dan radius
investigasi. Dari hasil analisis uji pressure buildup yang diperoleh cukup memadai untuk dapat
digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan atau pengembangan lapangan tersebut.
Kata Kunci : Model reservoir, dual porosity pseudo steady state, uji sumur minyak
ABSTRACT
Well test analysis can be used for determining reservoir characteristics such as rock
permeability, skin factor, reservoir pressure, reservoir limit, and layer heterogeneity. Usually a pressure buildup test is programmed by shutting the well in after being produced at
a constant rate for a while. Then, by analyzing the pressure buildup vs. time during well
shut-in period, the flow scheme in the reservoir and reservoir characteristics can be determined.
This paper will be discussing pressure buildup analysis of oil well W-1 at Java Sea by
using pressure derivative method. It is concluded that dual porosity pseudo steady state
with two impermeable zones as boundaries is the best model fit the reservoir. The Value of
and that was found shows the storage matrix capacity is high but permeability matrix
is low. It means that fluid flow contribution from matrix to fracture is not significant. Beside
storativity ratio ( ) and interporosity flow coefficient (), the other characteristics such as
initial reservoir pressure, wellbore storage, permeability, skin factor, flow efficiency, and
radius of investigation can be determined. The result of pressure buildup analysis is suitable for reference in managing and developing the oilfield.
Key words: reservoir model, dual porosity pseudo steady state, oil well test
19
I. PENDAHULUAN
Tujuan utama dari uji kandungan hidrokarbon,
atau yang dikenal luas dengan sebutan well testing,
selain untuk menentukan kemampuan suatu lapisan
atau formasi untuk berproduksi, juga memperoleh data
karakteristik reservoir. Apabila pengujian ini dirancang
secara baik dan memadai, kemudian hasilnya dianalisis
secara tepat, banyak sekali informasi yang sangat
berharga akan diperoleh seperti: permeabilitas efektif
fluida, kerusakan atau perbaikan formasi di sekeliling
lubang bor yang diuji, tekanan reservoir, mendeteksi
adanya bidang patahan (linear boundary),
keheterogenan reservoir dan lainnya.
Prinsip dasar pengujian ini sangat sederhana yaitu
memberikan suatu gangguan keseimbangan
tekanan terhadap sumur yang diuji. Hal ini dapat
dilakukan dengan memproduksikan sumur pada laju
aliran yang konstan (drawdown) atau penutupan
sumur (buildup). Dengan adanya gangguan ini,
impuls perubahan tekanan (pressure transient) akan
disebarkan keseluruh reservoir dan diamati setiap saat
dengan mencatat tekanan lubang bor selama pengujian
berlangsung. Apabila perubahan tekanan tadi diplot
dengan suatu fungsi waktu, maka akan dapat
dianalisis pola aliran yang terjadi dan juga
karakteristik formasi yang telah disebutkan diatas.
Uji pressure buildup merupakan teknik uji sumur
yang paling sering dilakukan dan juga lebih dikenal
dalam uji pressure transient. Pengujian diawali
dengan memproduksikan sumur pada laju alir yang
konstan, dilanjutkan dengan penutupan sumur dan
diakhiri dengan mencatat kenaikan tekanan dasar
sumur sebagai fungsi waktu penutupan. Gambar 1
memperlihatkan skematis kelakuan laju alir fluida dan
respon tekanan untuk kasus uji buildup yang ideal.
Dalam gambar tersebut, tp adalah lamanya waktu
produksi sumur sebelum ditutup, sedangkan t adalah
lamanya waktu penutupan sumur.
Analisis uji pressure buildup didasarkan pada
prinsip superposisi dan telah dikembangkan oleh
Horner (plot semilog konvensional). Adapun
anggapan yang digunakan dalam mengembangkan
metodenya, dinyatakan bahwa sistem reservoir
berbentuk tidak terbatas (infinite acting), batuan
bersifat homogen dan isotropik (konvensional),
kompresibilitas fluida berharga kecil dan konstan,
serta hanya ada satu fluida yang mengalir dalam
sistem reservoir. Di samping itu, pengaruh wellbore
storage diabaikan. Dengan sejumlah anggapan
20
kh
Q
p
141.2QB[ln(r e / r wa ) 0.5]
1)
r wa r w e
1
kh
ln r e
p
r wa 2 141.2QB
Karena sisi kiri dari persamaan ini adalah variabel
tak berdimensi, maka sisi kanan juga harus variabel
tak berdimensi. Dengan demikian maka bentuk [kh/
141.2B] merupakan kelompok A dengan satuan
psi-1, yang didefinisikan sebagai persamaan tak
berdimensi PD, atau :
kh
PD
p
141.2QB
Gambar 1
Kinerja Laju Produksi dan
Hasil Uji Tekanan Bentuk Ideal
2)
kh
log( P D) log(p) log
141.2QB
3)
kh
log
141.2QB
Sama halnya untuk persamaan waktu tak
berdimensi, tD berikut :
0.0002637k
t D
2
C t r w
Gambar 2
t)/
t
Plot Horner Ideal : Pws terhadap (tp +
0.0002637 k
log(t D) log(t ) log
2
C t r w
4)
pD
tD
, atau log (PD) = log (tD) log (CD)
CD
pD
1
ln(t D) ln(C D) 0.80907 (C D) 2s
2
1
tD
) 0.80907 ln(C D e2 s )
5)
Gambar 3
Konsep Type Curve
EDWARD ML TOBING
Gambar 4
Type Curve Gringarten
pD
tD
CD
d ( p D)
p D 1 .0
d (t D / C D
Karena P \D 1 , maka perkalian P \D dengan tD/
CD menghasilkan tD/CD , atau :
23
tD tD
P
CD CD
\
D
7)
1 t D
2S
0 .80907 ln( C D e )
ln
2 C D
d (t D / C
1
1
2 ( t D / C
\
D
t
C
D
D
8)
EDWARD ML TOBING
Gambar 5
Type curve Pressure Derivative (
p D (t D / C D ) )
Gambar 6
Type curve Pressure Derivative (Bourdet )
25
EDWARD ML TOBING
Gambar 7
Sistem aliran rekahan
( h C
( h C
f m
( h C
( h C
( h C
9)
m
26
Gambar 8
Kontribusi Matriks
k
k
m
f
2
w
10)
di mana:
Vx
EDWARD ML TOBING
kh
p
141
.
2
QB
0 . 0002637
(
C )
t
f m
t
2
w
Bourdet
mengembangkan type curve derivative untuk model dual
porosity untuk kondisi aliran
i n t e r p o r o s i t a s
pseudosteady-state pada
Gambar 11. Respon tekanan
aktual dan perbedaan
Gambar 12
Perioda Analisis Pengujian
Gambar 13
Horner Plot
28
EDWARD ML TOBING
Gambar 14
Automatic Type Curve Match
Gambar 15
Simulasi Data Uji Terhadap Model
k
= permeabilitas formasi, md
= permeabilitas efektif terhadap minyak, md
ko
p
= pressure, psi
pD
= kh(pi p)/(141.2 qB)
= tekanan initial , psi
pi
p
= delta tekanan, psi
q
= laju alir, STB/hari
rw
= jari-jari lubang sumur, ft
s
= faktor skin
T
= suhu, oF
t
= waktu, jam
tD
= 0.0002637 kt(ct rw2)
= waktu produksi, jam
tp
t
= time elapsed since shut-in, hours
= t/(1+ t/tp), equivalent shut-in time, jam
te
V
= volume blok matrik
X
= panjang blok matrik, ft
= viskositas, cp
= porositas
= storativity ratio
Subscripts
D
= dimensionless
i
= initial
sf
= sandface
w
= wellbore
m
= matriks
f
= rekahan
KEPUSTAKAAN
1. Aguilera, Roberto, 1980, Naturally Fractured
Reservoir , Pennwell Publishing Company, Tulsa
Oklahoma.
2. Bourdet, D. et al., 1983, A New Set of Type
Curves Simplifies Well Test Analysis, World Oil
(May).
3. Bourdet, D. et al., 1983, Interpreting Well Tests
in Fractured Reservoir, World Oil (Oct.).
4. Ahmed, Tarek. and McKinney, P.D., 2005, Advanced Reservoir Engineering, Elsevier Inc,
Oxford.
5. Bourdet, D. et al., 1989, Use of Pressure Derivative in Well-Test Interpretation, SPE Formation Evaluation, June.
6. Tiab, D., Restrepo, D.P., Igbokoyi, A., 2006,
Fracture Porosity of Naturally Fractured Reservoirs. Papes SPE 104056. Proceedings, First
International Oil Conference and Exhibition,
Mexico, 31 August 2 September.
31
SARI
Ancaman krisis bahan bakar minyak dan ketergantungan pada bahan bakar fosil masih cukup
tinggi. Faktor utama penyebab kondisi tersebut adanya ketidakseimbangan antara pasokan dan
kebutuhan. Beberapa pilihan yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan usahausaha eksplorasi cadangan baru, peningkatan perolehan minyak, penghematan penggunaan bahan
bakar serta menyiapkan energi alternatif pengganti minyak bumi.
Pemerintah tengah mencanangkan program pengalihan energi dari energi berbasis bahan
bakar fosil ke energi baru dan terbarukan biofuel, yang terdiri atas biodiesel, bietanol dan biooil.
Metode yang saat ini lazim digunakan untuk memproduksi biofuel adalah teknologi generasi
pertama berbasis minyak nabati. Untuk biofuel setara solar yakni biodiesel, diproduksi melalui
reaksi transesterifikasi menggunakan bahan baku minyak nabati dan alkohol dengan bantuan
katalis basa.
Teknologi produksi bahan bakar minyak alternatif untuk mensubstitusi minyak solar terus
berkembang seiring dengan peningkatan kebutuhannya. Teknologi produk green diesel merupakan
salah satu pilihan untuk memproduksi bahan bakar alternatif setingkat solar yang lebih berkualitas
dan ramah lingkungan. Berbeda dengan teknologi produksi biodiesel yang dihasilkan melalui
proses transesterifikasi, green diesel diperoleh dengan mengadopsi salah satu proses yang ada
di kilang minyak bumi yakni hydrotreating. Dengan proses hidrogenasi menggunakan katalis
hydrotreating mampu mengubah ikatan senyawa trigliserida dalam minyak nabati menjadi
senyawa hidrokarbon rantai parafinik lurus yang menyerupai struktur senyawa hidrokarbon dalam
minyak solar. Produk green diesel memiliki kualitas yang lebih baik dari segi angka setana
(cetane number), kandungan sulfur serta densitas dari produk yang dihasilkan.
Pada penelitian ini diuji beberapa jenis katalis hydrotreating yang sesuai untuk produksi
green diesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa katalis NiMo-01 dapat menghasilkan produk
green diesel dengan kualitas yang memenuhi syarat untuk dipakai sebagai pengganti minyak
solar (automotive diesel oil).
Kata kunci: green diesel, hydrotreating, katalis, biofuel, biodiesel, bietanol, biooil.
ABSTRACT
Fuel resources crisis and dependence on fossil fuel are still high. The main factor of
this situation is the unbalance of supplies and demands. There are some efforts to be
conducted, such as increasing new reserve explorations, enhanced oil recovery, efficiency
in fuel consumptions, and preparing alternative energies to substitute petroleum.
Indonesian government is launching the energy program on replacement of the fossil
fuel with new energy and renewable energy of biofuels such as bio-diesel, bio-ethanol,
32
and bio-oil. Currently, the common methodology to produce bio-fuel is the first generation technology. Transesterification reaction is a technology to produce bio-diesel from
vegetable oil feedstock and alcohol by using a basic catalyst.
The technology of alternative fuel production to produce Solar(automotive diesel
oil) is growing up. A green diesel technology is one option to produce alternative fuels
that have its quality as good as Solar and it is also environmental friendly. The bio-diesel
is produced by a transesterification reaction, meanwhile a green diesel is produced by a
hydro-treating process. The hydrogenation process by using the hydrotreating catalyst is
possible to change a triglyceride chain in vegetable oil to be a paraffin compound as well
as a hydrocarbon structure in Solar. The quality of green diesel is better than the Solar in
cetane number, sulfur content and density.
This research tested various hydrotreating catalysts to produce a green diesel. The
result of this research shows that a NiMo01 catalyst produced green diesel with its quality
as good as Solar (automotive diesel oil).
Key words: green diesel, hydro-treating, catalyst, biofuels, bio-diesel, bio-ethanol, biooil
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya kebutuhan Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan tingginya harga minyak, memaksa untuk
berupaya semaksimal mungkin mencari solusi guna
memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Beberapa
pilihan yang dapat dilakukan antara lain dengan
meningkatkan usaha-usaha eksplorasi cadangan baru,
meningkatkan perolehan minyak, melakukan
penghematan penggunaan bahan bakar serta mencari
sumber energi alternatif pengganti minyak bumi.
Pemerintah menyadari pentingnya melakukan
usaha diversifikasi energi untuk mengatasi
ketergantungan terhadap minyak bumi. Oleh karena
itu dicanangkan program pengalihan energi dari energi
berbasis bahan bakar fosil ke energi berbasis bahan
bakar nabati atau biofuel.
Beberapa peraturan yang mendukung program
ini antara lain Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor
5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
yang mentargetkan terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Dalam
bauran energi ini, peranan biofuel terhadap konsumsi
energi nasional diharapkan lebih besar dari 5%.
Perpres tersebut, kemudian diikuti dengan Instruksi
Presiden RI Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain dan beberapa kebijakan
untuk percepatan pemanfatan biofuel.
270 340 oC
Tekanan
Gambar 1
Alur proses teknologi produksi green diesel
dengan teknologi produksi biodiesel
360 m 3 / m 3
Cons um ption
36 - 142 m 3 / m 3
1,5 - 8,0
( Gary, 2001 )
Gambar 2
Flow diagram proses green diesel
di kilang minyak bumi
Gambar 3
Tahapan pembuatan katalis hydrotreating
Gambar 4
Tahapan presulfiding dan skema
prosedur uji reaksi
35
Gambar 5
Perbandingan calculated cetane index
produk green diesel terhadap umpan
Gambar 6
Perbandingan kadar sulfur produk green
diesel terhadap umpan
Gambar 7
Perbandingan density produk
green diesel terhadap umpan
V. KESIMPULAN
Hasil penelitian dapat memberikan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Secara umum unjuk kerja katalis untuk produksi
green diesel telah memberikan hasil yang
memadai namun masih perlu dilakukan
pengembangan terhadap komposisi atau struktur
logam penyusun katalis agar dapat memperbaiki
sifat titik akhir distilasi yang masih tinggi atau
melebih batas yang dipersyaratkan dalam bahan
bakar mesin diesel.
2. Unjuk kerja katalis Co-Mo-01 meningkatkan nilai
Calculation Cetane Index paling tinggi menjadi
sebesar 63,2 dan memberikan penurunan Sulfur
Content yang paling baik dibandingkan dengan
penggunaan katalis lainnya yaitu sampai dengan
0,0337 % wt.
3. Penggunaan katalis Co-Mo-01; Ni-Mo-01 dan CoMo-02 memberikan penurunan density yang
relatif sama, dengan nilai berkisar antara 833,5
835,3 kg/m3.
4. Kondisi pengujian dalam reaktor tipe batch (autoclave) telah cukup memadai untuk melakukan
screening atau pemilihan katalis namun perlu
dilakukan pula pengujian dalam reaktor tipe
kontinyu sebagai langkah scale up untuk
mendekati kondisi aktual yang ada di industri.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Saudari Dian Hestining Utami,
ST., atas bantuan analisis percontoh, dan sumbang
sarannya dalam penulisan makalah ini.
37
KEPUSTAKAAN
1. Adam Karl Khan, 17 May 2002, Research into
Biodiesel Kinetics & Catalyst Development.
2. Anderson, R.J, Bondart, M., 1983, Science and
Technology Catalyst, Vol 4 Berlin, Heidelberg,
New York.
3. Dr. Ram Prasad, Petroleum Refining Technology; Khanna Publisher, 2-B, Nath Market, Nai
Sarak, Delhi.
4. Fulton J.W, 1986, Catalyst Engineering, Chemical Engineering February 17.
38
5. J.F. Le Page, 1987, Applied Heterogenous Catalyst, Design manufacture use of solid catalyst,
Institute Francais du petrole.
6. J. Van Gerpen, B. Shanks, and R. pruszko, D.
Clements, G. Knothe, 2004, Biodiesel Production
Technology.
7. Kotera Y. et al., 1976 The preparation of MoO3CoO- Al2O3 Catalyst and its characterization;
8. Linn R.A., 1963, Hydrocarbon Process & Petroleum Refiner 42 (9), September.
9. Nasution A.S 1980, Hydrotreating, Lemigas ,
Jakarta.
SARI
Pengembangan kota gas yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
melalui program pembangunan jaringan pipa gas bumi untuk rumah tangga hanya dapat
dilaksanakan untuk kota-kota atau daerah yang dekat dengan sumber gas bumi. Sedangkan
pengembangan kota gas di kota-kota yang tidak memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi gas
bumi dapat dipertimbangkan dengan menggunakan tabung adsorben penyimpanan Bahan Bakar
Gas sektor rumah tangga, dengan bahan karbon aktif yang optimal sekitar 18,5 kg (dengan massa
jenis adsorben 2,5 g/cm3) akan mampu menyimpan Bahan Bakar Gas sekitar 4,15 m3 atau setara
dengan 3,0 kg LPG (bersubsidi) pada tekanan kerja 15 Bar .
Kata kunci: adsorben gas bumi sektor rumah tangga, gas city development.
ABSTRACT
Gas city development which is being done by the Directorate General of Oil and Gas
via residential gas distribution networks construction can only be properly implemented in
various cities having existing gas transmision and/or distribution network. Whilst residential gas development in other cities can be considered to use adsorbent made of 18,5 kg
carbon active based adsorbent (with 2,5 g/cm3 density) having about 4,15 m3 storage
capacity or equivalent to 3,0 kg subsidized LPG for 15 Bar working pressure.
Key words: residential adsorbed natural gas, gas city development.
I. PENDAHULUAN
Upaya Pemerintah untuk mengurangi subsidi
BBM secara bertahap merupakan langkah yang harus
diambil, sehingga beban subsidi bisa dialihkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang lain
seperti untuk pendidikan dan kesehatan. Pengurangan
subsidi dapat dilaksanakan melalui:
- Program konversi minyak tanah ke LPG yang
sedang berjalan sejak tahun 2005.
- Program konversi minyak tanah ke gas bumi
(sebagai program komplementer konversi minyak
tanah ke LPG untuk percepatan pengurangan
penggunaan minyak bumi).
Sebagaimana diketahui bahwa gas bumi, dengan
kondisi cadangan saat ini, diperkirakan cukup untuk
40
Gambar 1
Metodologi Pengembangan Tabung Adsorben Penyimpanan Bahan Bakar Gas Di PPPTMGB LEMIGAS
Gambar 2
Garis besar rencana penelitian dan pengembangan tabung adsorben
penyimpanan BBG Sektor rumah tangga
41
YUSEP K CARYANA
Tabel 2
Hasil Sementara Modifikasi Karbon Aktif
di Pasaran
Nitrogen Sorption
Kode
Total
Volume
No
volume
BET,
Tata waktu serta kegiatan penelitian dan
Karbon
Mikropori
2
pori,
/g
m
pengembangan tabung adsorben penyimpanan BBG
cm3/g
3
cm /g
Di PPPTMGB LEMIGAS tercantum pada
1
CKA -1
1014.77
0.659
0.437
Gambar 2. Pada tahun 2008, dilakukan kajian literatur
2
CKA -2
1028.19
0.615
0.441
parameter dominan dari karbon aktif kinerja tinggi
3
CKA -3
1141.24
0.681
0.452
untuk penyimpanan BBG yang meliputi luas
4
CKA -4
1087.51
0.632
0.491
permukaan, struktur mikropori, massa jenis dan com5
CKA -5
1215.08
0.741
0.478
pressive strength. Pada tahun 2009, dilakukan
modifikasi gugus fungsional dan struktur mikro karbon
aktif di pasaran guna mendapatkan karakeristik karbon aktif
untuk penyimpanan BBG.
Pada tahun ini diperoleh
percontoh karbon aktif hasil
modifikasi beserta karakteristiknya dan pengujian
adsorpsi/desorpsi serta regenerasi.
Pada tahun 2010 akan
dilakukan perbaikan terhadap
hasil penelitian di tahun 2009
yaitu memperbaiki karakteristik
karbon aktif terutama luas
permukaan supaya bisa optimal
Gambar 3
digunakan sebagai media
Hubungan kapasitas adsorpsi CH4 dengan luas permukaan karbon aktif11
penyimpanan dan distribusi
BBG sektor rumah tangga
dilengkapi dengan prototipe
tabung adosrben BBG sektor
rumah tangga sebagai keluaran
dari produksi tabung adsorben
penyimpanan BBG skala
laboratorium.
Pada tahun 2011 direncanakan untuk memproduksi dan
mengimplementasikan tabung
adsorben BBG sektor rumah
tangga skala proyek percontohan. Sejalan dengan proyek
ini, dilakukan juga penyusunan
FEED dan DEDC dari pabrik
Gambar 4
adsorben penyimpanan BBG.
Penurunan kapasitas adsorpsi CH4 akibat penambahan binder11
Jika segala sesuatunya memungkinkan, pembangunan
42
YUSEP K CARYANA
Tabel 3
Adsorben BBG sebagai komplemen
LPG 3 Kg @ 15 Bar
Massa
Volume
Massa
Kesetaraan
adsorben
BBG
Jenis
Karbon Tersimpan, Adsorben, LPG, Kg
Aktif, Kg
m3
g/cm3
5,75
1
0,6
0,725
18,5
4,15
2,5
Gambar 5
Contoh (Sementara) Tabung Adsorben BBG
untuk rumah tangga
Tabel 4
Perbandingan Pipa Distibusi Gas versus Tabung
Adsorben BBG sektor Rumah Tangga
Param eter
Perbandingan
Alat Ukur Kons um s i
Gas / rum ah tangga
Tem pat
Pelaks anaan
Pem bebas an
Lahan atau Tanah
Tabung
Adsorben
BBG
Tidak perlu
Tidak ada
KEPUSTAKAAN
1. Banks, M, et al., 2007, Conversion Of Waste
Corncob To Activated Carbon For Use Of Methane Storage, ALLCRAFT, Lincoln University,
Columbia
2. Baker, F.S., U.S. Patent No. 5,710,092, Jan. 20,
1998.
3. Bandosz T J, et al. 2003, Chemistry And Physics Of Carbon, Ed. L R Radovic (New York:
Marcel Dekker)
4. Bansal R C, et al. , 1988, Active Carbon,
Marcel Dekker, New York:.
5. Burchell, Tim, 2000, Carbon Fiber Composite
Adsorbent Media for Low Pressure Natural Gas
Storage, Carbon Materials Technology Group,
Oak Ridge National Laboratory
6. Burchell, Tim & Rogers, Mike, 2000, Low Pressure Storage of Natural Gas for Vehicular Appli-
45
SARI
Pemanfaatan bahan bakar minyak di sektor transportasi harus memperhatikan efisiensi dan
masalah lingkungan. Spesifikasi World Wide Fuel Charter (WWFC) yang disusun oleh asosiasi
pabrik kendaraan bermotor di dunia telah memberikan arah global harmonisasi spesifikasi BBM
di seluruh dunia, antara lain pembatasan kadar olefin, aromatik, dan benzena.
Bahan bakar jenis bensin 91 yang ramah lingkungan dapat diramu dari bensin dasar yang
berasal dari campuran komponen-komponen bensin eks kilang Pertamina (LOMC dan HOMC)
dalam perbandingan tertentu dengan menanbahkan senyawa pengungkit angka oktana, Methyl
Tertiary Butyl Ether sebanyak 8 % volume.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bahan bakar bensin 91 yang ramah lingkungan yang di
hasilkan, mempunyai karakteristik fisika/kimia memenuhi spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 dan
spesifikasi bensin 91 Pertamina serta spesifikasi bensin WWFC kategori 2 khususnya untuk
kadar senyawa aromatik, olefin dan benzena.
Kata kunci: Spesifikasi, angka oktana, WWFC, Aromatik, Olefin, Benzena
ABSTRACT
The use of petroleum fuel in transportation sector should consider the efficiency and
environmental issues. World Wide Fuel Charter Specification which has been arranged by
the world vehicle manufacturers association has driven to wards global harmony in world
fuel specification, such as trough limitation of olefin, aromatic, and benzene contents.
Environmentally friendly Gasoline 91 fuel could be blended from base gasoline that
made from the mix of ex-Pertamina refinery gasoline components (LOMC and HOMC) in
certain ratio with adding octane booster compound, Methyl Tertiary Butyl Ether of about
8% volume.
The research result shows that environmentally friendly gasoline 91 that has been produced, has the physic/chemical characteristics that ful filled the gasoline 91 specification
according to the Decreed of General Director of Oil and Gas No. 3674K/24/DJM/2006 of
March 17, 2006, and Pertaminas gasoline 91 specification and WWFC gasoline specification in category 2, especially for the aromatic, olefin, and benzene compound contents.
Key words: specification, gasoline component, octant value, WWFC, aromatic, olefin,
benzene
46
I. PENDAHULUAN
Menyadari pentingnya peran BBM di sektor
transportasi dan industri, pemanfaatannya harus
memperhatikan efisiensi dan masalah lingkungan.
Di sektor transportasi kendaraan bermotor yang
menggunakan bahan bakar bensin memberikan andil
paling besar dalam penyebaran bahan pencemar di
udara.
Spesifikasi World Wide Fuel Charter (WWFC)
yang disusun oleh asosiasi pabrik kendaraan bermotor
di dunia seperti AAMA, EMA, ACEA, EAM, JAMA
telah memberikan arah global harmonisasi spesifikasi
BBM di seluruh dunia, antara lain pembatasan kadar
olefin, aromatik, dan benzena.
Sejak dihapuskannya pemakaian senyawa timbel
dalam bahan bakar bensin, kandungan senyawa
aromatik dan olefin dalam bensin juga meningkat
karena meningkatnya penggunaan HOMC (High
Octane Mogas Component) dalam pembuatan
bahan bakar bensin.
Hal penting yang harus digarisbawahi adalah
senyawa aromat dan olefin ini dalam bensin dapat
memberikan efek negatif terhadap lingkungan.
Senyawa aromatik merupakan komponen beroktana
tinggi dalam bensin dapat menghasilkan uap benzena
yang sangat berbahaya bagi kesehatan (karsinogen)
dan dapat meningkatkan emisi gas buang CO di udara.
Sedangkan senyawa olefin dapat meningkatkan emisi
NOx di udara. Oleh karena senyawa-senyawa organik
ini merupakan bahan pencemaran udara dan bersifat
karsinogenik maka kandungannya dalam bensin harus
dibatasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat bahan
bakar bensin jenis bensin RON 91 yang sifat-sifat
fisika/kimianya memenuhi spesifikasi bensin 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674K/
24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 dan bersifat
ramah lingkungan (enviroment friendly) dengan
membatasi kandungan aromatik dan olefin menurut
spesifikasi bensin WWFC kategori 2.
Untuk pembuatan bahan bakar bensin RON 91
yang ramah lingkungan terlebih dahulu dibuat bensin
dasar dengan melakukan blending komponenkomponen bensin yang mempunyai angka oktana
tinggi (HOMC) dengan komponen bensin yang
mempunyai angka oktana rendah (LOMC) dengan
perbandingan tertentu, di mana komponen-komponen
bensin tersebut di atas merupakan produk dari salah
EMI YULIARITA
Tabel 16)
Perbandingan Kandungan Hidrokarbon
dalam Spesifikasi Bensin Di Beberapa Negara
Spesifikasi
Bensin dari
beberapa
sumber/Negara
WWFC
Kandungan Hidrokarbon,
Angka
Maksimum (% Vol.)
Oktana
Aromatik
Olefin
Benzen
Riset ASTM
(ASTM D- (ASTM D- (ASTM DD-2699
1319)
1319)
4815)
91/95/98
Category 1
91/95/98
50
5,0
Category 2
91/95/98
40
18
2,5
Category 3
91/95/98
35
18
1,0
30
18
1,0
Category 4
EURO
95
EURO 3
95
42
18
1,0
EURO 4
89/96
35
18
1,0
93
42
20
1,0
China
42
18
2,7
Malaysia
40
18
Thailand
35
1-2
Jepang
Indonesia
Bensin 91
91
50
5,0
Bensin 95
95
40
5,0
48
A. Metodologi
EMI YULIARITA
Tabel 21)
Spesifikasi Bensin World Wide Fuel Charter Kategori 2
Properties
Categori II
Methode
ASTM D-2699-86
min
91.0
95 RON
min
95.0
98 RON
min
98.0
91 RON
min
82.0
95 RON
min
85.0
min
88.0
ASTM D-2700-86
98 RON
2.1 Oxydation Stability
minute
min
480
Sulfur Content
% m/m
max
0.02
ASTM D-2622-98
Lead Content
g/l
max
ND
ASTM D-3237-97
mg/l
ND
ASTM D-3231-99
ASTM D-3831-94
Phosphorus Content
Manganese Content
mg/l
ND
Silicon
mg/kg
ND
Oxygen Content
% m/m
Olefins Content
%v/v
Aromatics Content
%v/v
Benzene Content
Sedimen
max
2.7
ASTM D-525-99a
ASTM D-4815-94a
18.0
ASTM D-1319-99
max
40.0
ASTM D-1319-99
%v/v
max
2.5
ASTM D-4420-94
mg/l
max
ASTM D-5452-97
Unwashed gums
mg/100ml
max
70
ASTM D-381-99
Washed gums
mg/100ml
max
ASTM D-381-99
kg/m 3
Min-max
715-770
ASTM D-4052-96
ASTM D-130-94
Density
merit
Tabel 3
Potensi dan Angka Oktana Tipikal Komponen
Bensin Dasar Produk Kilang PERTAMINA
No.
Jenis
Komponen
Potensi
(Ton/jam*)
Angka
Oktana
(RON)
RCC Naphtha
2.
Polygasoline
241,3
91.2
5,1
98.8
246,4
DTU Naphtha
33,8
55
2.
AHU Naphtha
4,6
60,4
38,4
284,8
49
EMI YULIARITA
Tabel 4
Hasil Analisis Sifat-Sifat Fisika/Kimia Komponen Bensin Eks- Kilang
Pertamina dibandingkan dengan Spesifikasi Bensin 88
No.
Sifat-Sifat
50
Hasil
RCC Naphtha
Hasil Poly
Gasoline
Hasil
CDU
Naphtha
Hasil
AHU
Naphtha
92,5
98,8
53,0
58,0
Density
g/m3
729
724
721
742
3
4
RVP
Distilasi:
kPa
48,5
39,0
50,0
42,0
24,0
52,0
45,0
41,0
53,0
88,0
75,0
108,0
79,0
102,0
73,0
123,0
IBP
Spesifikasi
Metode
Uji ASTM
/ Lain
bensin 1)
Min. maks.
88
D-2699
715
770
D-323
74
125
D-86
169,0
139,0
135,0
165,0
180
199,5
210,0
174,0
189,0
215
% vol.
1,0
1,0
1,0
1,0
2,0
C
C
Getah purwa
mg/100ml
0,8
1,8
0,6
0,6
Kandungan belerang
%massa
0,006
0,005
0,006
0,004
7
8
Belerang merkaptan
10
Warna
11
Bau
ASTM No.
%massa
88
AAS
62
Residu
D-381
0,1 D-1266
Negative
Negative
Negative
Negative
N0.1
0,0003
0,0003
0,0002
0,0004
D-130
Negative
IP 30
0,002 D-3227
merah
Kuning
<0,5
<0,5
kuning
Visual
Dapat
dipasarkan
Dapat
dipasarkan
Dapat
dipasarkan
Dapat
dipasarkan
Dapat
dipasarkan
Visual
Keterangan:
1) Spesifikasi bensin 88 sesuai Surat Keputusan Dirjen Migas No. K/ 72/DJM/2001 tanggal 17 Maret 2006
Tabel 5
Hasil Analisis Sifat-Sifat Fisika/Kimia Bensin Dasar Modifikasi BDM
dibandingkan dengan Spesifikasi Bensin 88
S p e s ifik a s i
No.
B. Bensin Modifikasi 91
Ramah Lingkungan
(BM-91)
Bahan bakar bensin
modifikasi jenis RON 91 yang
ramah lingkungan dapat
diramu dari campuran 92%
volume Bensin Dasar Modifikasi (BDM) dengan 8% volume MTBE. Bensin Modifikasi ini diberi kode BM-91.
Pengujian angka oktana yang
dilakukan terhadap bensin
modifikasi BM-91 di laboratorium Semi Unjuk Kerja
Aplikasi Produk dengan alat
Uji mesin CFR F-1 adalah
92,5 RON. Nilai angka oktana
ini memenuhi spesifikasi angka
oktana bensin jenis 91 yang
ditetapkan pemerintah dan
spesifikasi yang ditetapkan
Pertamina.
Satuan
S a tu a n
H a s il U ji
BDM
A n g k a o k ta n a ris et
D e n s ity
g /m 3
724
RVP
kPa
4 6 ,0
D is tila s i:
8 9 ,0
M in .
M e to d e
U ji A S T M
/ L a in
1)
b e n sin
m aks.
88
D -26 9 9
715
770
D -3 2 3
74
D -8 6
4 1 ,0
IB P
1 0 % vo l. P e n g u a p a n
5 0 % vo l. P e n g u a p a n
6 3 ,0
1 0 0 ,0
9 0 % vo l. P e n g u a p a n
1 5 6 ,0
180
Titik d id ih a k h ir
C
% vo l.
1 8 7 ,0
215
1 ,0
2 ,0
m g /1 0 0 m l
1 ,2
% m assa
0 ,0 0 5
R e s id u
5
G e ta h p u rw a
K a n d u n g a n b e le ra n g
7
8
K o ro s i b ila h C u P a d a 3 ja m /5 0 C
U ji D o c to r
B e le ra n g m e rk a p ta n
10
W arn a
11
Bau
AAS
62
A S TM N o .
88
125
1
N e g a tive
% m assa
D -3 8 1
0 ,1 0
D -12 6 6
N 0 .1
D -1 3 0
N e g a tive
0 ,0 0 0 3
IP 3 0
0 ,0 0 2
D -32 2 7
<0 ,5
k u n in g
V is u a l
D apat
d ip a s a rk a n
Dapat
d ip a s a rk an
V is u a l
K e te ra n g a n :
S p e s ifik a si b e n s in 8 8 s e s u a i S u ra t K e p u tu s a n D irje n M ig a s N o . K / 7 2 /D J M /2 00 1
1)
Tabel 6
Bensin jenis RON 91 modifikasi yang ramah lingkungan
No.
BM-91
Blending komponen
BDM
(% vol.)
MTBE
(% vol.)
92
Angka Oktana
(RON)
92,5
EMI YULIARITA
10
11
2. Distilasi
Pengukuran suhu distilasi
bahan bakar Bensin Modifikasi
BM-91 dilakukan pada distilasi
10% vol. penguapan, 50% vol.
penguapan, 90% vol. penguapan, titik didih akhir dan residu.
Pengukuran suhu distilasi di-
ASTM No.
1a
N0.1
D-130
Negative
Negative
IP 30
Warna
Kuning
kemerahan
Kuning
Visual
Bau
Dapat
dipasarkan
Dapat
dipasarkan
Visual
Keterangan:
1) Spesifikasi bahan bakar jenis bensin 91 menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/ 24/DJM
tanggal 17 Maret 2006.
51
EMI YULIARITA
52
- Residu
Volume residu menurut spesifikasi bensin Premium
maksimum 2% vol. dimaksudkan agar pada
aplikasinya tidak terjadi pengotoran yang berlebih
di ruang bakar mesin. Hasil pengujian residu
percontoh bensin BM-91 adalah 1,0% volume
seperti disajikan pada Tabel 7. Degan demikian
bensin Modifikasi ini memenuhi spesifikasi residu
bahan bakar bensin jenis 91 yang ditetapkan
Pemerintah.
3. Tekanan Uap Reid
Spesifikasi Tekanan uap Reid (Reid Vapour pressure, RVP) bensin jenis 91 RON adalah maksimum
62 kPa dan minimum 45 kPa yang diukur dengan
metode uji ASTM D-323. Hasil pengukuran tekanan
uap Reid bahan bakar bensin diperlukan untuk
mengetahui kecenderungan terbentuknya
pembentukan sumbatan uap (vapour lock) dalam
karburator mesin yang disebabkan oleh karena bensin
sangat mudah menguap. Hal ini di tunjukan oleh
tingginya nilai RVP bensin.
Hasil pengujian RVP bensin 91 modifikasi BM91 adalah 57,0 kPa seperti disajikan pada Tabel 7.
Angka ini berada masih dalam batasan minimum dan
maksimum spesifikasi yang ditetapkan Pemerintah.
Dengan demikian bensin modifikasi BM-91 ini
memenuhi spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674
K/72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
4. Getah Purwa
Getah Purwa (existent gum) telah ditetapkan
dalam spesifikasi bensin yaitu maksimum 5,0 mg/100
ml yang diukur dengan metode uji ASTM D-381.
Pengukuran getah purwa dimaksudkan untuk
mengetahui indikasi terbentuknya deposit pada sistem
saluran bahan bakar dan di dalam ruang bakar mesin.
Makin besar nilai getah purwa suatu bensin maka
kecendrungan terbentuknya deposit pada sisitim
saluran bahan bakar pada mesin semakin besar.
Hasil pengujian getah purwa percontoh BM-91,
adalah 1,4 mg/100 ml, seperti disajikan pada Tabel 7.
Nilai ini masih jauh di bawah batasan minimum
spesifikasi bensin 91. Dengan demikian getah purwa
Bensin Modifikasi ini memenuhi spesifikasi getah
purwa spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91 menurut
Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/72/DJM/
2006 tanggal 17 Maret 2006.
EMI YULIARITA
5. Kandungan Belerang
Kandungan belerang (sulphur content) dalam
bensin 91 ditetapkan dalam spesifikasinya yaitu
maksimum 0,20% massa yang diukur dengan metode
uji ASTM D-1266. Pengukuran kandungan belerang
dimaksudkan untuk mengetahui indikasi terbentuk
deposit yang menyebabkan keausan mesin, dan
indikasi pencemaran lingkungan oleh gas belerang
oksida (SOx) yang keluar bersama gas buang
kendaraan bermotor.
Hasil pengujian kandungan belerang percontoh
BM-91 adalah 0,005% massa, seperti disajikan pada
Tabel 7. Nilai ini masih jauh di bawah batasan
maksimum spesifikasi bensin 91. Dengan demikian
kandungan belerang bensin modifikasi BM-91 ini
memenuhi spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/
72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
6. Korosi Bilah Tembaga
Korosi Bilah Tembaga (copper strip corrosion)
bahan bakar bensin maksimum No.1 yang diukur
dengan alat uji ASTM D-130. Pengukuran korosi bilah
tembaga dimaksudkan untuk mengidentifikasi
kecenderungan terjadinya korosi pada sistem saluran
bahan bakar yang terbuat dari tembaga, kuningan,
dan perunggu.
Hasil pengujian korosi bilah tembaga percontoh
BM-91 adalah No. 1a seperti disajikan pada Tabel
7. Dengan demikian korosi bilah tembaga Bensin
Modifikasi ini memenuhi spesifikasi korosi bilah
tembaga spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/
72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
7. Uji Doctor
Uji Doctor (doctor test) bahan bakar bensin
maksimum negatif yang diukur dengan metode uji IP30 dimaksudkan untuk mengidentifikasi tingkat sifat
korosi bahan bakar yang diuji.
Hasil pengujian doctor test percontoh BM-91
adalah negatif seperti disajikan pada Tabel 7. Dengan
demikian uji doctor Bensin Modifikasi ini memenuhi
spesifikasi uji doctor spesifikasi bahan bakar bensin
jenis 91 menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No.
3674 K/72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
8. W a r n a
Pengukuran warna (colour) bahan bakar bensin
yang diukur dengan secara visual atau menggunakan
Tabel 8
Hasil analisis kandungan Hidrokarbon Bensin
Modifikasi-01 (BM-91) dibandingkan
Spesifikasi WWFC Kategori 2
No
Jenis
Hidrokarbon
Hasil Analisis
Bensin BM-91
(% vol.)
22.31
Spesifikasi
WWFC-2
(% vol.)
40
Aromatik
Olefin
17.36
18
Benzen
0,34
2,5
53
EMI YULIARITA
54
SARI
Perencanaan jalur pipa membutuhkan informasi kondisi permukaan bumi yang terbaru.
Informasi tersebut secara efektif dan efisien dapat diperoleh dari data penginderaan jauh, Peta I
topografi dan survei lapangan. Data penginderaan jauh mampu dan telah terbukti bisa merekam
informasi tersebut. Pada perencanaan jalur pipa secara umum digunakan analisis jarak terdekat.
Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis hambatan pada jalur tersebut sehingga dapat ditentukan
alternatif jalurnya. Selain itu diperlukan data keberadaan fasilitas umum, fasilitas khusus, fasilitas
sosial, situs/arkeologi, informasi aksesibilitas, penggunaan lahan dan morfologi daerah rencana
jalur pipa. Data-data tersebut sangat diperlukan untuk dikaji mengenai kemungkinan bisa atau
tidak dilewati jalur pipa. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah analisis peraturan perundangan
yang terkait dengan rencana jalur pipa. Analisis dilakukan agar perencanaan jalur pipa tersebut
comply dengan regulasi yang ada.
Kata Kunci: Jalur Pipa, Penginderaan Jauh, analisis jarak terpendek, Peraturan
ABSTRACT
Pipeline planning needs the newest information of the earth surface. The information
effectively and efficiently can be obtained from the remote sensing data, topographic map
and field survey. Remote sensing data is capable and has been proved to record the information of the earth surface. Generally pipeline planning uses nearest distance analysis.
After that, the barrier analysis is conducted in the track to take the alternative planning.
Besides, existence data public facility, special facility, social facility, archeology, accessibility information, land use and pipeline planning morphology are needed. Those data are
required for review/research about probability of pipeline planning route. Other important
matter is analyzing regulations that are related with pipeline planning. The regulation
analysis is conducted in order that the pipeline planning complies with it.
Key Word: Pipeline, Remote Sensing, Nearest Distance analysis, Regulation
I. LATAR BELAKANG
Jalur pipa dan perencanaannya merupakan bagian
penting yang tidak bisa dipisahkan di bidang migas.
Pada lapangan migas yang sudah produksi, distribusi
melalui pipa merupakan alternatif yang baik,
dibandingkan dengan pengangkutan melalui truk
ataupun kereta api. Pengangkutan melalui truk
memungkinkan terjadi kendala seperti terjadinya
pengurangan volume di tengah jalan dan diganti dengan
secara integrasi dengan peraturan perundangundangan dan kondisi sosial budaya perencanaan jalur
pipa tersebut dapat dilakukan dengan meminimalkan
masalah dengan penduduk lokal.
III. MANFAAT
Dengan penggunaan data penginderaan jauh dan
topografi yang akurat dan mutakhir serta pengelolaan
yang terpadu dengan perangkat SIG (Sistem
Informasi Geografis) dan didukung oleh kajian hukum
dan dan sosial budaya daerah setempat dapat
ditentukan perencanaan awal jalur pipa yang relatif
cepat, efisien dan meminimalkan problem di lapangan.
IV. LANDASAN TEORI
A. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji. Obyek yang diamati adalah
obyek yang di permukaan bumi. Informasi tentang
obyek, daerah dan fenomena yang diteliti didapatkan
dari analisis data yang dikumpulkan melalui sensor
jarak jauh. Sensor ini memperoleh data tentang
kenampakan muka bumi melalui energi elektromagnetik yang dipancarkan dan dipantulkan. Sistem
inderaja pada prinsipnya terdiri dari 3 bagian utama
yang tidak terpisahkan, yaitu: ruas antariksa, ruas bumi
dan pemanfaatan data produk ruas bumi. Pada
prinsipnya semua obyek yang ada di permukaan bumi
dapat terekam oleh satelit remote sensing. Hanya
saja untuk masing-masing data remote sensing sangat
tergantung pada resolusi spasialnya (Lilliesand and
Kiefer, 1990).
Data penginderaan jauh dapat digunakan untuk
pemetaan penggunaan lahan (landuse) dan tutupan
lahan (landcover). Penggunaan lahan merupakan
penggunaan lahan yang berhubungan dengan aktivitas
manusia pada lahan tertentu, contohnya permukiman.
Tutupan lahan digambarkan sebagai permukaan lahan
yang berhubungan dengan jenis kenampakannya,
contohnya tutupan vegetasi (Sutanto, 1987).
Penggunaan data penginderaan jauh untuk
pemetaan jalur pipa biasanya adalah dengan
memanfaatkan informasi dari data tersebut melalui
interpretasi. Data penginderaan jauh secara umum
dapat diekstrak informasinya yang berupa penggunaan
Gambar 1
Cadangan Gas dan Jalur Pipa di Indonesia (Blue Print Pengelolaan Energi Nasional, 2005)
Tabel 1
Jalur Pipa Gas Penjualan di Indonesia
No
Lokasi
Keterangan
Offshore - Tj.Priuk/MuaraKarang
Cilamaya-Cilegon
Jawa Barat
Industri
Pagerungan-Gresik
Jawa Timur
Power Plant/Industri
Prabumulih-Palembang
Sumatera Selatan
Power Plant/Industri
Grissik-Duri
Sumatera
Fasilitas di Duri
Natuna-Singapore
Ekspor/Power Plant
Grissik-Sakeman
Riau
Transmisi
Sakeman-Batam-Singapura
Sumatera
Ekspor/Power Pla
Sumber: www.bphmigas.go.id.2010)
57
Gambar 2
Metodologi Studi
Gambar 3
Kenampakan Makam pada Citra Ikonos
Gambar 4
Rencana Jalur Pipa di Sumatra Selatan
59
60
VII. KESIMPULAN
Perencanaan jalur pipa dapat dilakukan dengan
menggunakan data penginderaan jauh dan didukung
dengan peta topografi. Pada perencanaan jalur pipa
langkah pertama yang dilakukan adalah dengan
menggunakan analisis jarak terdekat. Hasilnya
kemudian dilakukan analisis mengenai hambatan yang
mungkin terjadi sehingga dapat dibuat jalur
alternatifnya. Hambatan tersebut dapat berupa
kelerengan lokasi yang kurang mendukung,
banyaknya perlintasan dengan sungai, adanya situs
atau arkeologi, fasilitas umum/khusus, permukiman
dan pemakaman. Selain itu dalam melaksanakan
perencanaan jalur pipa dilakukan pula analisis
terhadap peraturan yang ada sehingga perencanaan
jalur tersebut juga memenuhi regulasi.
KEPUSTAKAAN
-
Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 2025, 2005. Republik Indonesia. Jakarta.
61
62
SARI
Suatu grading dilakukan terhadap Indonesian Crude Oil Basket dan minyak bumi Indonesia lainnya dengan menggunakan suatu program Crude Oil Grading ADBHWMMK&YA.
Program ini merupakan sebuah home-made program yang menggunakan Excell dan Visual
Basic, yang mengurutkan kualitas minyak bumi berdasarkan API, kandungan sulfur, dan yield
distilat serta klasifikasi minyak bumi.
Urutan grading terhadap 8 Indonesian Crude Oil Basket, memperlihatkan urutan yang
agak sama dengan urutan grading ICP pada Tahun 2000, 2006 dan 2007, dan cukup mendekati
urutan grading ICP pada Tahun 2008 dan 2009 (kecuali untuk minyak bumi SLC). Urutan grading yang dihasilkan program ini terhadap urutan grading kedelapan Indonesian Crude Oil Basket, konsisten baik diurutkan secara tersendiri atau bersama dengan minyak bumi Indonesia lainnya.
Dengan demikian, program ini potensial untuk digunakan sebagai second reference dalam
penetapan ICP.
Aplikasi program ini terhadap blending dua atau lebih minyak bumi dapat memperlihatkan
kemungkinan adanya efek positif pencampuran terhadap kualitas minyak bumi yang dihasilkan.
Kata kunci: minyak bumi, grading, ICP, blending
ABSTRACT
A grading is carried out on Indonesian basket crude oil and other Indonesian crude
oils by using a homemade crude oil grading program called ADBHWMMK&YA program.
The program uses Excell and Visual Basic. The grading is based on crude oil quality such
as API, sulfur content, distillate yields and crude oil classification.
Grading on eight Indonesian basket crude oils shows that the grading is fairly similar
with the grading of the ICP in year 2000, 2006 and 2007, and fairly close with the grading
of the ICP in year 2008 and 2009 (except for crude oil SLC). The grading produced by the
program on grading of eight Indonesian basket crude oils is consistent either carried out
merely on the eight crude oils or together with other Indonesian crude oils. The program is
therefore potential to be used as second reference in ICP calculation.
The application of the program in blending two or more crude oils can show the
possibility of the presence of positive blending effect on quality of blended crude oil produced.
Key word: crude oil, grading, ICP, blending
63
ADIWAR, DKK.
I. PENDAHULUAN
Sejak periode 1968 sampai dengan 1989, harga
minyak bumi Indonesia (Indonesian Crude Oil
Price=ICP) ditetapkan dengan mengacu pada
Patokan Harga Minyak Bumi OPEC untuk keperluan
ekspor. Sejak 1989 sampai sekarang diberlakukan
formula ICP yang ditetapkan oleh pemerintah, lewat
Menteri yang membawahi bidang perminyakan.
Formula ICP digunakan untuk menghitung 8 jenis
minyak bumi/ kondensat utama Indonesia (crude oil
basket). Sedangkan untuk jenis minyak bumi Indonesia lainnya, penetapan ICP-nya dikaitkan dengan
8 jenis minyak bumi utama tersebut yang dilakukan
berdasarkan pendekatan kualitas minyak bumi dan
berdasarkan kondisi pasar.
Formula ICP ditetapkan berdasarkan rumusan
pendekatan terhadap Asian Petroleum Price Index
(APPI) dan Rim yaitu badan independent yang
berpusat di Tokyo dan Singapura yang menyediakan
data harga minyak bumi untuk pasar Asia Pasifik dan
Timur Tengah; dan Platts yaitu penyedia jasa
informasi energi yang berpusat di Singapura. Sebagai
contoh rumusan formula ini, misalnya pada bulan
Oktober 2002 diberlakukan rumusan 20% APPI+
40% Rim + 40% Platts.
Formula ICP yang diberlakukan sejak 1989, dalam
perkembangannya terus dievaluasi untuk dilakukan
penyesuaian. Sejauh ini telah dilakukan 8 kali
penyesuaian. Penyesuaian formulasi harga dilakukan
II. METODOLOGI
Sistem grading yang dikemukakan dalam
makalah ini berupa suatu program yang secara
otomatis akan mengurut minyak bumi berdasarkan
sejumlah parameter kualitas. Parameter kualitas
tersebut adalah derajat API, kandungan sulfur, yield
IBP-180, yield 180-350, yield 350-EP dan residu>EP,
Tabel 1
Daftar harga rata-rata ICP, tahun 2000, 2005, 2006 sampai 2009
2000
2002
2005
2006
2007
2008
2009
No Minyak Bum i
ICP
rank
ICP
rank
ICP
Rank
ICP
rank
ICP
rank
ICP
rank
Attaka
24.14
26.83
57.51
67.59
75.69
101.03
62.74
Belida
24.00
26.52
51.19
67.56
75.71
101.05
62.30
Arjuna
23.79
26.08
56.67
65.52
72.38
97.62
61.18
Arun Cond.
24.04
26.67
45.59
64.85
72.94
3/4
94.27
60.33
Senipah Cond.
64
ICP rank
SLC
23.73
28.83
52.93
64.24
72.94
3/4
99.90
64.14
Cinta
23.20
27.35
53.27
61.77
70.33
94.58
59.74
Widuri
23.17
27.34
50.58
61.94
70.41
95.03
59.72
Duri
22.31
26.51
55.08
54.93
59.89
84.57
55.12
ADIWAR, DKK.
A. Konsistensi Program
Program sistem grading ini dinamakan Crude
Oil Grading ADBHWMMK&YA. Sebuah homemade program yang cukup sederhana menggunakan
Excell dan Visual Basic dengan menggunakan Indonesian crude oil data base sebagai back-up.
Tabel 2 adalah grading yang dilakukan oleh program ini terhadap 8 crude oil basket Indonesia.
Dari tabel terlihat bahwa urutan
grading dari kedelapan minyak bumi
tersebut mempunyai kemiripan yang cukup
kuat dengan urutan harga ICP pada Tahun
2000 dan 2006 dan 2007, dan agak mirip
dengan urutan harga ICP pada tahun 2008
dan 2009, kecuali terhadap urutan ICP
minyak bumi SLC. Dengan demikian program ini yang didasarkan pada kualitas
minyak bumi dalam kondisi umum
mempunyai indikasi berkorelasi dengan
urutan harga ICP.
Tabel 3 adalah grading yang
dilakukan oleh program ini terhadap 8
crude basket Indonesia dan 21 minyak
Gambar 1
bumi Indonesia lainnya.
Diagram alir program crude oil grading Adbhwmmk&Ya
Dari tabel terlihat bahwa program ini
mengurutkan kedelapan crude basket
Indonesia secara cukup konsisten sesuai
urutannya dan menempatkan ke 21 minyak bumi
Tabel 2
lainnya di antara 8 crude oil basket tersebut.
Grading terhadap 8 crude oil
Tabel 4 selanjutnya adalah grading yang
basket Indonesia
dilakukan oleh program ini terhadap 8 crude oil basRank
Minyak Bumi
Rata-raaSkor
ket Indonesia dan 39 minyak bumi Indonesia lainnya.
Dari tabel terlihat bahwa program ini juga
2,75
1
Senipah Cond
mengurutkan kedelapan crude oil basket Indonesia
2,83
2
Belida
secara cukup konsisten sesuai urutannya dan
3,5
3
Attaka
menempatkan ke 39 minyak bumi lainnya di antara 8
3,67
4
Arjuna
crude oil basket tersebut.
B . Aplikasi Program
Program ini tidak terbatas hanya pada minyak
bumi yang sudah ada di database. Sembarang minyak
bumi dapat diinputkan ke dalam program. Pada contoh
di bawah dicoba penetapan grading terhadap minyak
Sumatran Light
4,33
Cinta
4,83
Widuri
5,17
Duri
7,17
65
ADIWAR, DKK.
Tabel 3
Grading terhadap 8 crude oil basket Indonesia
dan 21 minyak bumi Indonesia lainnya
Senipah Condensate
Rank
Ratarata Rank Crude
Basket
Skor
8,50
1
1
9,50
9,67
10,25
2
3
4
Anoa
Handil Mix
Langsa
10,50
10,50
10,83
5
6
7
Kaji
Poleng (Madura)
Kerapu
Meslu
11,83
12,00
12,17
12,33
Bekapai
Belanak Mix
Geragai
Attaka
Arjuna
Badak Mix
Mudi
Sepinggan
Lalang Terminal
West Seno
12,50
12,50
12,50
12,67
13,67
13,67
14,83
15,17
15,33
16,17
Rata-rata
Rank
Skor
Rank
Crude
Basket
1
Senipah Condensate
2,50
4,00
Pagerungan Condensate
6,25
6,25
3
4
14,83
15,25
5
6
Belida
15,33
8
9
10
11
A rbei
A noa
15,67
15,83
8
9
Handil Mix
15,83
10
Langsa
12
13
14
Kaji
17,33
18,00
11
12
Kerapu
18,00
13
Poleng (Madura)
18,67
18,67
14
15
A ttaka
18,83
19,00
16
17
Belanak Mix
19,00
18
Geragai
Meslu
19,00
19,17
19
20
Bekapai
19,50
21
Tanjung
19,50
20,83
22
23
Badak Mix
21,33
21,50
24
25
Mudi
22,50
26
Sepinggan
Mangopeh
23,17
23,83
27
28
Udang
24,17
29
Lalang Terminal
West Seno
24,33
24,67
30
31
Walio Mix
24,83
32
Sanga - Sanga
25,33
25,33
33
34
Lirik
26,33
26,67
35
36
Cinta
28,67
37
38
39
Camar
29,67
30,67
Widuri
30,83
40
Tiaka
Bentayan
31,33
35,33
41
42
Jatibarang
35,33
43
Bula
36,00
36,00
44
45
38,00
38,33
46
47
15
16
17
Geragai Condensate
Jambi Mix
3
4
18
19
20
21
Walio Mix
Cinta
Sumatran Light Crude
16,33
18,00
18,67
22
23
24
Widuri
Tiaka
Jatibarang
19,00
19,50
22,00
25
26
27
Oseil
22,67
28
Duri
23,17
29
5
6
7
Tabel 4
Grading terhadap 8 crude oil basket Indonesia
dan 39 minyak bumi Indonesia lainnya
Sangatta
Jene
Ramba
A rjuna
Cepu
Bunyu
Oseil
Duri
Klamono
ADIWAR, DKK.
Tabel 6
Grading terhadap minyak bumi
Pangkalan Susu
Nam a M in yak Bu m i
Geragai Condens ate (Fs o Federal)
Senipah Condens ate
14,5
14,5
15,33
15,17
3
4
15,83
16,00
16,17
16,33
16,75
17,83
10
18,50
11
18,50
12
18,50
13
18,50
14
19,00
15
19,00
16
19,33
17
19,33
18
19,50
19
19,50
20
ds t
Tabel 7
Grading terhadap campuran minyak bumi
Kambuna Mix dan minyak bumi
Pangkalan Susu dengan 42 minyak bumi
Indonesia lainnya
Nama Minyak Bumi
Geragai Condensate (Fso Federal)
Kambuna - Pangkalan Susu Mix Crude Oil
15,75
Senipah Condensate
16
16,17
16,17
16,5
16,5
10
18
11
18
12
18,67
13
Pagerungan Condensate
18,83
14
19,33
15
19,33
16
19,5
17
19,67
18
19,67
19
19,67
20
ds t
1
2
15,75
6,50
14,75
Rata"
Rank
Skor
6,25
1
Ran k
Tabel 5
Grading terhadap minyak bumi Kambuna Mix
Nam a Minyak Bum i
Rat a"
Sk o r
Rata"
Skor
6,25
14,17
14,75
15,50
15,75
16,00
16,17
16,33
16,50
16,75
18,00
18,00
18,67
18,83
19,33
19,33
19,5
19,67
19,67
19,67
Rank
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
dst
67
68
ADIWAR, DKK.
IV. PENUTUP
1. Program ADBHWMMK&YA ini memperlihatkan
hubungan urutan grading yang cukup baik dengan
ICP dari 8 crude basket.
2. Program ini, karena berdasarkan pada kualitas dan
yield distilat serta klasifikasi minyak bumi,
potensial digunakan sebagai second reference
dalam penetapan ICP.
3. Program ini potensial untuk dapat dimanfaatkan
69
SARI
Spesifikasi Minyak Solar 48 Indonesia menurut SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006
tanggal 17 Maret 2006 tidak menetapkan kandungan aromatik (total aromatik dan poliaromatik).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh kandungan aromatik dalam minyak
solar terhadap kinerja mesin dan emisi gas buang dengan cara menganalisis sifat fisika kimia dan
uji kinerja pada mesin diesel Isuzu 4JA1 di atas bangku uji multisilinder. Pengaruh variasi kandungan
aromatik dalam minyak solar terhadap kinerja mesin diuraikan dalam makalah ini.
Hasil pengujian ini bermanfaat untuk memberikan masukan pada Pemerindah dalam
menentukan kebijakan spesifikasi minyak solar mendatang.
Kata Kunci: kandungan aromatik, kinerja mesin.
ABSTRACT
The standard specification of domestic diesel fuel (high speed diesel, HSD) as established by Directorate General Migas on behalf of Indonesian goverment in their SK No.
3675 K/24/DJM/2006 dated March 17, 2006, did not give limit on aromatic content (aromatic total and polyaromatic hydrocarbon, PAH) in diesel fuel grade 48.
The aim of this research is to examine the influence of aromatic content in diesel fuel
againts engine performance and its exhaust gas emission by analizing diesel fuel characteristic tests and conducting engine performance test on multicylinders test bench Isuzu
4JA1. Effect of several volume variaties of aromatic content in diesel fuel against engine
performance will be discuss in this paper.
Data collected from this research hopefully will be beneficial for deasion goverment
policy decision in reevaluation of aromatic content in future diesel fuel specification.
Key word: aromatic content, engine performance.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kandungan aromatik dalam minyak solar dapat
dibedakan dalam dua ukuran, yaitu total aromatik dan
poliaromatik. Kandungan aromatik dalam minyak solar
dapat mempengaruhi kinerja mesin diesel seperti torsi,
daya, konsumsi bahan bakar dan lingkungan.
Organisasi Kesehatan Dunia (Wold Health Organization, (WHO) dan Badan Perlindungan Lingkungan
menyatakan bahwa poliaromatik hidrokarbon (PAH)
70
DJAINUDDIN SEMAR
Tabel 1
Spesifikasi Minyak Solar 481)
No.
Sifat-Sifat Fisika/Kimia
Min.
48
Angka Setana
Indeks Setana
kg/m 3
Kandungan s ulphur
Dis tilas i:
m m /s
% m /m
870
D 1298/D 4052
2,0
5,0
D 445
0,35
D 4737
2)
Titik Nyala
60
Titik Tuang
10
Kandungan Air
D 2622
D 86
370
D 613
45
815
11
Maks.
-
-T95
7
Batasan 1)
Unit
C
C
C
18
D 97
% m /m
0,1
D 4530
m g/kg
500
D 1744
*)
Biological Grouth*
D 93
Nihil
12
Kandungan FAME
% v/v
13
% v/v
Tak terdeteks i
D 4815
14
m erit
D 130
15
Kandungan Abu
% m /m
0,01
D 482
16
Kandungan Sedim en
% m /m
0,01
D 473
17
Bilangan As am Kuat
m g KOH/g
D 664
18
Bilangan As am Total
m g KOH/g
0,6
D 664
19
Partikulat
20
21
Warna
m g/l
-
10
kelas 1
D 2276
No. ASTM
3,0
D 1500
Ke te r angan :
1) Khusus Minyak Solar yang mengandung Biodiesel, jenis dan spesif ikasi Biodieselnya mengacu ketetapan
pemerintah, Menurut SK Dirjen Migas No.3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
2) Batasan 0,35% setara dengan 3500 ppm.
Catatan um um :
1) A ditif harus kompatible dengan minyak motor (tidak menambah kotoran motor/kerak).
A ditif yang mengandung komponen pembentuk abu (ash f orming) tidak diperbolehkan.
2) Pemeliharaan secara baik utuk mengurangi kontaminasi (debu, air, bahan bakar lain, dll),
3) Pelabelan pada pompa harus memadai dan terdeteksi.
Gambar 1
Diagram alir uji kinerja pada
bangku uji multisilinder
Gambar 2
Panel control mesin uji - Mesin uji Izusu 4JA1
DJAINUDDIN SEMAR
No.
Uraian
Isuzu 4JA1
Jumlah Silinder
4 buah segaris
Terbuka
2499
5 Perbandingan kompresi
18,4 : 1
57,5/4000 (DIN
70020, ISO 1585)
167/2300 (DIN
70020, ISO 1585)
Tabel 3
Hasil uji kandungan aromatik minyak solar tipikal
No.
Tabel 2
Data teknis mesin diesel injeksi langsung di
atas bangku uji multisilinder
Kandungan Aromatik,%
volume
Poliaromatik Total Aromatik
Kilang UP II Dum ai
12,87
12,80
33,02
31,65
Kilang UP IV Cilacap
13,18
33,53
Kilang UP V Balikpapan
14,50
34,45
Kilang UP VI Balongan
11,39
32,85
12,58
35,30
11,40
53,93
16,82
36,34
11
10
11
11
35
73
DJAINUDDIN SEMAR
Tabel 4
Hasil uji sifat fisika/kimia minyak solar percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
Sifat-Sifat Fisika/Kimia
Unit
MS-0
Hasil Uji
MS-1
MS-2
Batasan 1)
Min.
Maks.
Kandungan aromatik
- Poliaromatik
% vol
11,39
9,81
12,16
- Total aromatik
% vol
32,85
26,40
36,23
Angka Setana
53,2
53,5
53,2
48
0
3
Berat Jenis pada 15 C
kg/cm
854
865
850
815
0
2
mm /s
Viskositas pada 40 C
4,30
4,32
3,80
2,0
Kandungan Sulfur
% m/m
0,040
0,043
0,040
Distilasi :
0
C
- T95
358,0
360,0
355,0
0
C
Titik nyala
75
74
78
60
Korosi bilah tembaga
merit
1a
1a
1a
Kandungan abu
%m
0,002
0,002
0,002
1)
Spesikasi minyak Solar Indonesia (jenis minyak Solar 48 dan minyak Solar 51)
berdasarkan SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006
870
5,0
0,35
Metode
Uji ASTM
D 5186
D 613
D 1298
D 445
D 2622
D 86
370
D 93
kelas 1 D 130
0,01
D 482
Tabel 5
Hasil uji torsi dan daya pada beban maksimum
percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
Putaran Mesin
(rpm)
MS-0
MS-1
MS-2
MS-0
1000
125,3
126,6
124,8
13,12
1500
136,6
139,8
136,4
21,46
2000
142,8
144,9
141,9
29,91
2500
136,2
136,6
133,6
35,66
3000
121,3
123,2
120
38,11
3500
114,7
115,6
113,1
42,04
4000
102,5
103,2
101,5
42,94
Efek rata-tara, %
-1,17
+0,92
Keterangan :
- Tanda negatif (-) artinya torsi atau daya MS-1 > dari torsi atau daya MS-0
- Tanda positif (+) artinya torsi atau daya MS-2 < dari torsi atau daya MS-0
74
MS-1
13,26
21,96
30,35
35,76
38,70
42,37
43,23
-1,17
MS-2
13,07
21,43
29,72
34,98
37,70
41,45
42,52
+0,92
(MS-0)
Gambar 3
Torsi Percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum
Gambar 4
Daya Percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum
75
DJAINUDDIN SEMAR
Tabel 6
Hasil Uji SFC pada beban maksimum
percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
Putaran
Mesin
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Efek, %
Keterangan :
- Tanda Negatif (-) artinya SFC percontoh
MS-1 > percontoh MS-0
- Tanda Positif (+) artinya SFC percontoh
MS-2 < percontoh MS-0
Gambar 5
SFC Percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum
76
Tabel 7
Hasil uji opasitas pada beban maksimum
percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
Putaran
Mesin
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Efek, %
Opasitas, %
MS-0
6,3
13,5
18,3
23,5
25,0
27,0
35,0
MS-1
6,0
13,2
18,0
23,0
24,5
26,0
34,0
+0,87
MS-2
6,3
13,6
18,6
23,8
25,5
28
36
-0,32
Keterangan :
- Tanda Negatif (-) artinya SFC percontoh
MS-1 > percontoh MS-0
- Tanda Positif (+) artinya SFC percontoh
MS-2 < percontoh MS-0
Gambar 6
Opasitas percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum
DJAINUDDIN SEMAR
77
SARI
Telah dilakukan rancang bangun unit pirolisis skala laboratorium, yang terdiri atas tangki umpan,
reaktor, umpan N2, separator dan tangki penampung secara operasional mampu untuk membuat
bio-oil dari minyak jelantah. Reaktor dirancang dan dibuat dengan diameter 3 in. dan dan
panjang 40 cm, bagian dalamnya diisi dengan bahan isian kuarsa, dilengkapi dengan pemanas,
tanpa adanya oksigen (karena N2 sebagai blanketing) bisa menjalankan proses perengkahan
termal terhadap minyak jelantah. Kondisi terbaik yang dicapai untuk memperoleh bio-oil yaitu
pada suhu pirolisis 4000C, ketebalan bahan isian kuarsa 15 cm , dan ukuran partikel kuasa -6+8
mesh.
Bio-oil adalah bahan bakar cair yang dihasilkan melalui teknologi pirolisis atau pirolisis cepat.
Pengembangan bio-oil dapat menggantikan posisi bahan bakar hidrokarbon dalam industri , seperti
untuk mesin pembakaran, boiler, mesin diesel statis, dan heavy fuel oil, light fuel oil.
Hasil percobaan ini mengahasilkan bio-oil dengan mutu sebagai berikut :
- viskositas kinematis pada 50oC.
= 34 cSt.
- titik nyala (mangkok tertutup)
= 112oC
- kadar air % volume
= 0
- masa jenis pada 50oC , kg/m2
= 907
- angka asam mg KOH/g
= 0,02
- kadar belerang % berat
= 0,004
Kata kunci: Jelantah, Pyrolysis, Bio-oil
ABSTRACT
Design and engineering was made on a laboratory scale pyrolysis unit, that consists of
feed tank, reactor, N2 feed, separator, and tank for liquids that is capable to make bio-oil
from refused frying oil that has been used for frying. The diameter of the reactor is 3 in.
and the length is 40 cm. The inside of the reactor is filled by quartz material, and there is no
oxygen inside (because N2 as blanket). The reactor can run the process of thermal cracking on the used frying oil. The best condition that can be reached for producing bio-oil
was the pyrolysis of temperature 4000C, the thickness of quartz material 15 cm, and the
quartz particle size of -6+8 mesh.
Bio-oil is the liquid fuel that is produced by pyrolysis technology or quicky pyrolysis.
The development of bio-oil can replace the position of the hidrocarbon fuel in industry
such as is combustion engine, boiler, static diesel engine, and heavy fuel oil, light fuel oil.
The result of this research produces bio-oil with the quality as follow :
78
EDI GUNAWAN
Tabel 1
Standar Mutu Bio Oil
No.
Parameter
Satuan
Nilai
Angka Asam
Mg KOH/g
Maks 2.0
Fosfor
(mg/kg)
Maks 10
% - volume
Maks 0.075
% - berat
Maks 2.0
mm /s (cSt)
Maks 36
Angka tersulfatkan
% - massa
Maks 0.02
7
8
Angka penyabunan
Angka iodium
Mg KOH/g
g - l2 / 100 g
180 - 265
Maks 115
Min 100
10
Residu karbon
% - massa
Maks 0.4
11
kg/m
900 - 920
12
Angka setana
Min 39
13
Belerang
(% - berat)
Maks 0.01
B. Reaktor
1. Umpan Reaktor
Reaktor adalah sebagai tempat
terjadinya proses perengkahan
termal. Umpan masuk reaktor
adalah minyak jelantah pada kondisi
atmosferik dan temperatur tinggi
(400 0 -500 0 C), tanpa adanya
oksigen, disebabkan adanya gas
N 2 inert, yang mengisi reaktor
terlebih dahulu. Gas N2 tersebut
juga mempermudah pelepasan zatzat yang mudah menguap dan
sangat sedikit pembentukan arang.
Reaktor dirancang dengan
kapasitas maksimum 2 L/J.
2. Perhitungan Reaktor
Pemilihan pipa
Karena reaksi melibatkan senyawa yang korosif,
maka bahan yang digunakan adalah stainlees steel
80
Gambar 1
Proses Flow Diagram Unit Pirolisis
EDI GUNAWAN
Volume tube =
(ID)r 2 x Hr
(Rase, 1977)
P = P desain + P hidrostatik
P desain
= 1,2 x P operasi
= 1,2 x 1 atm = 1,2 atm = 17,64 psi.
P hidrostatik = c . g . h
= (0,8988 kg/m3) ( 9,8 m/s2) ( 0,3 m) =
0,00036 Psi.
P total
= (17,64+0,00036) Psi = 17,64 Psi
Tebal tube
= 0,000456 inc
Gambar 2
Reaktor Pirolisis
Tabel 2
Karakteristik Minyak Jelantah (sudah disaring)
Grafik I A
Harga Viskositas dan Suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda
Grafik I B
Titik nyala dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda
83
Grafik I C
Kadar air % volume dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda
Grafik I D
Massa jenis pada 500C, kg/m3 dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda
84
Grafik I E
Angka asam mgKOH/gr dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda
Grafik I F
Belerang % berat dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda
85
EDI GUNAWAN
86
YUSEP K CARYANA
SARI
Untuk menghindari kesulitan bagi pemakai gas, modul adsorben BBG sektor rumah tangga
hanya efektif digunakan sebagai komplemen LPG 3 kg. Karena modul adsorben BBG sektor
transportasi lebih berat dibanding tabung CNG, pemasangan modul adsorben BBG sektor
transportasi akan menambah beban mesin sehingga akan cenderung meningkatkan konsumsi
spesifik bahan bakar kendaraan bermotor. Namun demikian, tekanan kerja modul adsorben BBG
sektor transportasi yang rendah, akan menurunkan biaya kompresi gas sehingga dapat menurunkan
biaya operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Pada kapasitas penyimpanan
gas yang sama, modul adsorben BBG industri relatif lebih berat dibanding tabung ISO 114392000, tetapi karena tekanan kerja adsorben BBG industri lebih rendah dari tekanan kerja tabung
ISO 11439-2000, maka harga modul adsorben BBG industri cenderung lebih murah dibanding
harga tabung ISO 11439-2000.
Kata Kunci : BBG, Modul Adsorben CNG, Energi.
ABSTRACT
To avoid consumers difficulties, residential adsorbed natural gas module can only be
effectively applied as a complement to subsidized LPG 3 kg. Since vehicle adsorbed natural gas module is more weight than the equivalent CNG tank , the vehicle module on board
installation will increase vehicle engine load. However, the vehicle module working pressure is lower than the equivalent CNG tank pressure. This will decrease gas compression
cost which will bring about lower CNG station operating cost. At the same gas storage
capacity, industrial adsorbent module weight is greater than ISO 11439-2000 CNG tank,
while a lower working pressure of the industrial module bring about less cost of the module compared to the ISO CNG tank.
Keywords: Adsorbed Natural Gas Modules, CNG, Energy.
I. PENDAHULUAN
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BPPEN) 2005 2025 merupakan salah satu acuan dalam
penelitian dan pengembangan sumber energi di Indonesia termasuk gas bumi. BP-PEN mengidentifikasi
kondisi pengelolaan sumber energi gas bumi saat ini,
diantaranya meliputi :
- Akses masyarakat terhadap energi masih terbatas
- Kemampuan/daya beli konsumen dalam negeri
terhadap gas masih rendah
Kondisi yang diharapkan sebagaimana diamanatkan di dalam BP-PEN termasuk gas bumi
diantaranya terdiri dari :
- Meningkatnya akses masyarakat terhadap energi
- Meningkatnya keamanan pasokan energi
- Menyesuaikan harga energi dengan keekonomiannya
87
- Tersedianya infrastruktur
energi yang memadai
- Meningkatnya efisiensi
penggunaan energi
Upaya yang dilakukan
pemerintah untuk mencapai
kodisi yang diharapkan, diantaranya kebijakan-kebijakan
menyangkut:
- BBG untuk Kendaraan
Bermotor
- Subsidi LPG 3 kg untuk
mengganti minyak tanah
- Subsidi Jaringan Distribusi
Gas Rumah Tangga
- Pemanfaatan Gas Bakaran
(No Flare Policy)
Gambar 1
Fokus Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Gas
- Proyek Percontohan CBM
Sebagaimana tercantum
II. METODOLOGI PERENCANAAN
pada Gambar 1, guna menunjang upaya-upaya
RANCANGAN MODUL ADSORBEN
pemerintah tersebut, kegiatan penelitian dan
PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS
pengembangan teknologi pelayanan oleh PPPTMGB
LEMIGAS, khususnya teknologi gas, perlu
Metodologi pengembangan modul adsorben
difokuskan pada:
penyimpanan Bahan Bakar Gas (BBG) di
- Adsorben penyimpanan dan distribusi Bahan
Bakar Gas (BBG) sebagai komplemen LPG mau
pun alternatif terhadap jaringan transmisi/distribusi
gas bumi.
- Peningkatan inflow performance sumur CBM
untuk meningkatkan jumlah penyediaan energi di
dalam negeri.
Makalah ini membahas lebih lanjut rencana
penelitian dan pengembangan adsorben penyimpanan
dan distribusi BBG sebagai komplemen LPG mau pun
alternatif terhadap jaringan transmisi dan/atau
distribusi gas bumi, melalui evaluasi rancangan teknis
modul-modul adsorben penyimpanan bahan bakar gas
yang akan dikembangkan oleh PPPTMGB
LEMIGAS. Evaluasi dilakukan terhadap :
- Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG Sektor
Rumah Tangga
- Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG Sektor
Transportasi
- Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG Sektor
Industri.
88
Gambar 2
Metodologi Perencanaan Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG
4.
5.
-
YUSEP K CARYANA
Tabel 3
Perhitungan Kesetaraan Adsorben BBG
sebagai Komplemen LPG
Berat LPG,
kg
Setara Volume
Berat
Adsorben, kg
BBG, m3
4,16
18,4
12
16,63
73,6
50
69,3
306,7
Gambar 3
Hubungan Kapasitas Penyimpanan CH4
Dengan Luas Permukaan Karbon Aktif. 9
Gambar 4
Penurunan Kapasitas Penyimpanan CH4
Sebagai Akibat Penambahan Binder. 9
YUSEP K CARYANA
Tabel 4
Perbandingan Modul Adsorben BBG Sektor Transportasi - Tabung CNG
Jenis Tabung
Tekanan
Tabung, Bar
Volume BBG,
LSP
Volume,
LWC
Berat Tabung,
kg
Perkiraan Biaya
Kompresi, Rp
CNG
200
15,675
57
137,2
1.378
Adsorben BBG
100
15,675
57
170,3
674
Gambar 5
Contoh Modul Adsorben BBG Sektor Rumah
Tangga Komplemen LPG 3 kg
Gambar 6
Fleksibilitas Tabung Adsorben BBG
Versus Tabung CNG6
91
YUSEP K CARYANA
Tabel 6
Perbandingan Modul Adsorben BBG Industri Dengan
Jenis Tabung
92
Tekanan
Tabung, Bar
Volume Gas,
MMCF
Berat
Perkiraan Biaya Perkiraan Harga
Tabung, kg Kompresi, Rp
Tabung, Rp
ISO 11439-2000
250
0,355
4.875
3.625.000.000
1.197.000.000
Adsorben BBG
100
0,355
6.750
1.450.000.000
467.000.000
YUSEP K CARYANA
KEPUSTAKAAN
1. Banks, M et.al., 2007, Conversion Of Waste
Corncob To Activated Carbon For Use Of Methane Storage, ALLCRAFT, Lincoln University,
Columbia
2. Baker, F.S., U.S. Patent No. 5,710,092, Jan. 20,
1998.
3. Bandosz T J, et al. 2003, Chemistry And Physics Of Carbon, Ed. L R Radovic (New York:
Marcel Dekker)
4. Bansal R C, et al. , 1988, Active Carbon, Marcel
Dekker, New York:.
5. Burchell, Tim, 2000, Carbon Fiber Composite
Adsorbent Media for Low Pressure Natural Gas
Storage, Carbon Materials Technology Group,
Oak Ridge National Laboratory
6. Burchell, Tim & Rogers, Mike, 2000, Low Pressure Storage of Natural Gas for Vehicular Applications, SAE Technical Paper Series 2000-012205
7. Chang, K. et al., 1996, Behavior And Performance Of Adsorptive Natural Gas Storage Cylinders During Discharge, Appl. Therm. Eng.,
359374.
8. Chen Jinfu Qu, 2004, Adsorbent of Storage
Natural Gas & its Use In ANGV, Environmental Engineering Research & Development Center,
University of Petroleum, Beijing
9. Haiyan Liu, et al., 2004, Adsorption Behavior
Of Methane On High Surface Area Active Carbon, Institute of Coal Chemistry, Chinese
Adademy of Siciences, Shanxi, China.
10. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=cng+
compression+cost&btnG-Telusuri&meta=&aq
=null&oq-natural+gas+compression+cost.
11. International ISO Standard, 2000, Gas cylinders
High Pressure Cylinders For The On-Board
Storage Of Natural Gas As A Fuel For Automotive Vehicles, 1st Ed. , International ISO Standard 11439, Geneva.
93
INDEKS SUBYEK
Energy 90
Aromatic 36
Aromatic content 70
Fuel 32
GGR Technology 12
Benzene 46
Blending 63, 69
Bio-oil 78, 79, 80, 81, 82, 86
Biofuel 32, 33
Biooil 32
Biofuels 32
Bio-diesel 32
Bio-ethanol 32
Bio-oil 32
BBG 87, 88, 89, 90, 91, 92
J
Jelantah 78, 79, 80, 81, 86
Catalyst 32, 38
D
Data injeksi air raksa 1, 2, 10
Limestone reservoirs 1
Metode baru 1
Reservoir batugamping 1, 2, 9
Reservoir model 19
N
New Method 1
Specification 46
Octane value 46
Teknologi GGR 12
Porosity cut-off 1, 11
Unique 209
Pyrolysis 78, 86
Urban planning 12
W
WWFC 46, 47, 48, 53,54
ii