Anda di halaman 1dari 115

Gambar Sampul

X-Ray Diffraction (XRD)


Laboratorium KPRT Eksplorasi PPPTMGB LEMIGAS
Kegunaan : Untuk identifikasi secara semi kuantitatif penentuan komposisi mineral yang
terdapat pada batuan

ISSN: 0125 - 9644

Volume 44, No. 1, April 2010


LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS (LPL) adalah media untuk mempromosikan kegiatan penelitian dan
pengembangan teknologi di bidang minyak dan gas bumi yang telah dilakukan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Pemimpin Redaksi

: Ir. Rida Mulyana, M.Sc. (Teknik Perminyakan)

Wakil Pemimpin Redaksi

: Agus Salim, S.H., M.M. (Hukum Ekonomi)

Redaktur Pelaksana

: Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geofisika)

Mitra Bestari

: 1.
2.
3.
4.
5.

Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan)


Prof. Dr. Wahjudi Wiratmoko Wisaksono (Energi dan Lingkungan)
Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi)
Ir. E. Jasjfi, M.Sc, APU. (Teknik Kimia)
Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan)

Dewan Redaksi

: 1.
2.
3.
4.

Dr. Ir. Noegroho Hadi Hs., APU. (Teknik Kimia)


Prof. (R). Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia)
Prof. (R). Dr. Suprajitno Munadi (Geofisika)
Prof. (R). Dr. E. Suhardono (Kimia Industri)

Redaksi

: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan)


Dr. Ir. Ego Syahrial, M.Sc. (Teknik Perminyakan)
Prof. (R). M. Udiharto (Biologi)
Drs. Mardono, MM. (Teknik Kimia)
Dr. Ir. Usman Pasarai, M.Eng. (Teknik Perminyakan)
Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia)
Ir. Yusep K Caryana, M.Sc. (Manajemen dan Teknik Gas)

Sekretaris

: 1. Ngadimun
2. Rasikin

Penerbit

: Bidang Afiliasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan


Gas Bumi LEMIGAS

Pencetak

: Grafika LEMIGAS

Alamat Redaksi
Sub Bidang Informasi dan Publikasi, Bidang Afiliasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos : 6022/
KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT : No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon : 7394422 - ext. 1222, 1223,
1274, Faks : 62 - 21 - 7246150, E-mail: management@lemigas.esdm.go.id
Majalah Lembaran Publikasi Lemigas (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970, 3 kali setahun. Redaksi menerima
Naskah Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi.
Lembaran Publikasi LEMIGAS diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS. Penanggung Jawab : Ir. Rida Mulyana, M.Sc., Redaktur : Agus Salim, S.H., M.H.

ISSN: 0125 - 9644

Volume 44, No. 1, April 2010


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
LEMBAR SARI DAN ABSTRACT

i
iii

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN


PARAMETER PANCUNG POROSITAS PADA KASUS RESERVOIR BATUGAMPING
Oleh: Bambang Widarsono

1 - 11

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI PENATAAN RUANG


KEGIATAN ENERGI SUMBER DAYA MINERAL
Oleh: Djoko Sunarjanto, Bambang Wicaksono dan Heru Riyanto

12 - 18

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY PSEUDO STEADY STATE


BERDASARKAN ANALISIS HASIL UJI SUMUR
Oleh: Edward ML Tobing

19 - 31

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL UNTUK PEMBUATAN


BAHAN BAKAR MINYAK ALTERNATIF
Oleh: Yanni Kussuryani, Ali Rimbasa Siregar, dan Dian Hestining Utami

32 - 38

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS UNTUK


PENGEMBANGAN KOTA GAS DI INDONESIA
Oleh: Yusep K Caryana

39 - 45

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91 YANG RAMAH


LINGKUNGAN DENGAN MEMBATASI KANDUNGAN SENYAWA AROMATIK,
BENZENA DAN OLEFIN
Oleh: Emi Yuliarita

46 - 54

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PERENCANAAN JALUR PIPA


Oleh: Tri Muji Susantoro, dan Suliantara

55 - 62

CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND REFERENCE


DALAM PENETAPAN HARGA MINYAK BUMI INDONESIA
Oleh: Adiwar, Baity Hotimah, Wage Martono, Muh Kurniawan, dan Yuflinawati Away

63 - 69

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJANYA


PADA MESIN DIESEL
Oleh: Djainuddin Semar

70 - 77

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL DARI


MINYAK JELANTAH SKALA LABORATORIUM
Oleh : Ir. Edi Gunawan

78 - 86

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS


Oleh: Yusep K Caryana

ii

87 - 93

ISSN : 0125 - 9644

Terbit : April 2010

Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya.
Bambang Widarsono (Peneliti Madya pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan
Gas Bumi LEMIGAS)
Uji Coba Teknik Baru untuk Menentukan
Parameter Pancung Porositas Pada Kasus Reservoir Batugamping
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 1 - 11
SARI
Parameter pancung porositas adalah properti yang selalu
sangat dibutuhkan dalam menentukan jumlah akumulasi
hidrokarbon di reservoir dan metode penentuan yang
dapat dianggap diandalkan selalu dibutuhkan. Sebuah
metode baru yang didasarkan pada utilisasi data injeksi
air raksa atas percontoh batuan baru-baru ini telah
diusulkan dan aplikasinya atas percontoh-percontoh
batupasir telah berlangsung dengan cukup baik.
Aplikasinya atas batugamping adalah merupakan studi
yang hasilnya disajikan pada tulisan ini. Untuk studi ini
lima set percontoh batugamping yang diambil dari lima
lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia digunakan.
Dengan menerapkan prosedur yang diusulkan penerapan
metode ini atas batugamping telah berlangsung dan
berhasil sangat baik. Beberapa hasil utama yang dapat
diperoleh adalah bukti bahwa metode ini tidak bergantung
pada jenis litologi dari batuan reservoir karena sifatnya
yang lebih didasarkan pada hubungan langsung antara
flow path pori batuan dan permeabilitas yang umumnya
bersifat konsisten. Prinsip dasar ini juga memperlihatkan
keunggulan metode ini dibanding metode-metode
konvensional yang umum digunakan. Kesimpulan
penting lainnya adalah bahwa tidak berpengaruhnya
kehadiran rekahan dan rongga gerowong (vugs) - biasa
hadir dalam reservoir batugamping - atas harga pancung
porositas yang dihasilkan sehingga meneguhkan kembali
kelaikan dari metode ini bagi batugamping secara umum.
Kata kunci: harga pancung porositas, penentuan
akumulasi hidrokarbon, metode baru, data injeksi air
raksa, reservoir batugamping.

ABSTRACT
Porosity cut-off is a rock property that is always needed
in activities related to estimation of hydrocarbon in place
in reservoirs, and therefore a reliable method for its
determination is always desired. Recently a new method
is proposed. The method is based on utilization of mercury injection on core sample data and its initial trials
on sandstone samples have shown encouraging results.
In this article the results are presented. For this study,
five sets of limestone samples are taken from five oil
and gas fields in Indonesia. Application of the method
in general has shown excellent results. An important
result that can be obtained is a proof that this method
is independent of rock lithology due to the methods
fundamental reliance on direct and consistent relationship between pore-systems flow path and permeability.
This basic principle also underlines the superiority of
this technique compared to the more conventional methods normally used in industry. Another important conclusion is the negligible influence of fracture and vugs
normally found in limestones on the estimated porosity cut-off hence emphasizing the applicability of
the new method on limestones in general.
Author
Key words: porosity cut-off, estimation of hydrocarbon
in place, new method, mercury injection data, limestone reservoirs.

iii

Djoko Sunarjanto1), Bambang Wicaksono2), dan Heru


Riyanto2) (Peneliti Muda1), Perekayasa Madya2) pada
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi LEMIGAS)
Teknologi 4 Dimensi (4d) Untuk Optimalisasi
Penataan Ruang Kegiatan Energi Sumber Daya
Mineral
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 12 - 18
SARI
Pemanfaatan sumber daya mineral dan energi di wilayah
darat, laut dan ruang di atasnya secara terencana
diarahkan untuk menciptakan keseimbangan ekosistem
dan pelestarian fungsi lokasi. Termasuk di dalamnya
memprioritaskan terlaksananya kegiatan Energi Sumber
Daya Mineral tanpa sengketa tumpang tindih lahan,
dengan tetap berupaya mempertahankan daya dukung
dan daya tampung lingkungan. Optimalisasi Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) bukan terbatas sektoral
saja tetapi lebih ke arah merencanakan bagaimana
menciptakan tata ruang yang bermanfaat bagi banyak
pihak dan lingkungan.
Kemampuan ahli dan teknologi Geologi, Geofisika dan
Reservoir (GGR) minyak dan gas bumi memeras data/
informasi seismik dan petrofisika, memberi inspirasi
pemanfaatan teknologi 4 Dimensi (4D) untuk penataan
ruang wilayah. Menggunakan teknologi 4D
mengupayakan ketelitian dalam pengembangan Tata
Ruang Wilayah sekaligus untuk perencanaan,
pencatatan/pengukuran, peragaan, pemantauan (monitoring) dan informasi dini.
Kata Kunci: Tata Ruang, 4D, Teknologi GGR.
ABSTRACT
Utilization of energy and mineral resources onshore or
offshore and its surrounding must be planned well in
order to maintain the ecosystems balancing and to preserve the function of the location. This include giving
the priority for energy and mineral resources exploitation with no dispute due to overlapping landuse but
still maintaining the capacity of support and
accomodation of the environment. Optimization of Urban Landuse Regional Plan not only depends on
sectoral aspect but also on how to create useful landuse
for all users.
The capability of Petroleum Geologist, Geophysicists
and Reservoir Engineers to extract information from
seismic data from 4 Dimension technologies may inspire the planner to use the 4D technology for Urban
Planning. In this case it can also be used for record-

iv

ing, measuring, displaying, monitoring and early information.


Author
Key word: Urban Planing, 4D, GGR Technology.
Edward ML Tobing
(Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)
Penentuan Model Reservoir Dual Porosity Pseudo
Steady State Berdasarkan Analisis Hasil Uji Sumur
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 19 - 31
SAR I
Data karakteristik reservoir minyak seperti permeabilitas
batuan, faktor skin, tekanan reservoir, batas suatu reservoir dan keheterogenan pada suatu lapisan, dapat
diperoleh dengan melakukan analisis hasil uji sumur dari
reservoir tersebut. Salah satu uji sumur yang umum
digunakan adalah uji pressure buildup (PBU), yaitu
dengan menutup sumur setelah diproduksikan selama
beberapa lama dengan laju alir konstan. Apabila respon
tekanan terhadap waktu selama penutupan dicatat, maka
dapat dilakukan analisis untuk memperoleh pola aliran
yang terjadi dan juga karakteristik reservoir tersebut
diatas.
Dalam tulisan ini akan membahas analisis hasil uji pressure buildup dengan menerapkan metode pressure derivative pada sumur minyak W-1 di Laut Jawa.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan
bahwa model reservoir yang didapat adalah dual porosity pseudo steady state dan dibatasi oleh dua bidang yang
kedap. Harga (storativity ratio) dan (koefisien
interporosity flow) yang didapat masing masing
menunjukkan storage kapasitas matrik yang cukup besar
dan permeabilitas matrik kecil, sehingga kontribusi aliran
fluida minyak dari matrik ke rekahan kurang memadai.
Selain parameter dan , karakteristik reservoir lain
yang didapat adalah tekanan initial, wellbore storage,
permeabilitas, skin faktor, flow efisiensi dan radius
investigasi. Dari hasil analisis uji pressure buildup yang
diperoleh cukup memadai untuk dapat digunakan sebagai
acuan dalam pengelolaan atau pengembangan lapangan
tersebut.

Kata Kunci: Model reservoir, dual porosity pseudo


steady state, uji sumur minyak.

ABSTRACT
Well test analysis can be used for determining reservoir
characteristics such as rock permeability, skin factor,
reservoir pressure, reservoir limit, and layer heterogeneity. Usually a pressure buildup test is programmed by
shutting the well in after being produced at a constant
rate for a while. Then, by analyzing the pressure buildup
vs. time during well shut-in period, the flow scheme in
the reservoir and reservoir characteristics can be determined.
This paper will be discussing pressure buildup analysis
of oil well W-1 at Java Sea by using pressure derivative
method. It is concluded that dual porosity pseudo steady
state with two impermeable zones as boundaries is the
best model fit the reservoir. The Value of and that
was found shows the storage matrix capacity is high but
permeability matrix is low. It means that fluid flow contribution from matrix to fracture is not significant. Beside storativity ratio () and interporosity flow coefficient (), the other characteristics such as initial reservoir pressure, wellbore storage, permeability, skin factor, flow efficiency, and radius of investigation can be
determined. The result of pressure buildup analysis is
suitable for reference in managing and developing the
oilfield.
Author
Keyword: reservoir model, dual porosity pseudo steady
state, oil well test
Yanni Kussuryani1), dan Ali Rimbasa Siregar2) (Peneliti
Muda1), Pengkaji Teknologi2)) pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Teknologi Produksi Green Diesel untuk Pembuatan
Bahan Bakar Minyak Alternatif
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 32 - 38
SARI
Ancaman krisis bahan bakar minyak dan ketergantungan
pada bahan bakar fosil masih cukup tinggi. Faktor utama
penyebab kondisi tersebut adanya ketidakseimbangan
antara pasokan dan kebutuhan. Beberapa pilihan yang
dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan usahausaha eksplorasi cadangan baru, peningkatan perolehan
minyak, penghematan penggunaan bahan bakar serta
menyiapkan energi alternatif pengganti minyak bumi.
Pemerintah tengah mencanangkan program pengalihan
energi dari energi berbasis bahan bakar fosil ke energi
baru dan terbarukan biofuel, yang terdiri atas biodiesel,
bietanol dan biooil. Metode yang saat ini lazim digunakan

untuk memproduksi biofuel adalah teknologi generasi


pertama berbasis minyak nabati. Untuk biofuel setara
solar yakni biodiesel, diproduksi melalui reaksi
transesterifikasi menggunakan bahan baku minyak
nabati dan alkohol dengan bantuan katalis basa.
Teknologi produksi bahan bakar minyak alternatif untuk
mensubstitusi minyak solar terus berkembang seiring
dengan peningkatan kebutuhannya. Teknologi produk
green diesel merupakan salah satu pilihan untuk
memproduksi bahan bakar alternatif setingkat solar
yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan. Berbeda
dengan teknologi produksi biodiesel yang dihasilkan
melalui proses transesterifikasi, green diesel diperoleh
dengan mengadopsi salah satu proses yang ada di kilang
minyak bumi yakni hydrotreating. Dengan proses
hidrogenasi menggunakan katalis hydrotreating mampu
mengubah ikatan senyawa trigliserida dalam minyak
nabati menjadi senyawa hidrokarbon rantai parafinik
lurus yang menyerupai struktur senyawa hidrokarbon
dalam minyak solar. Produk green diesel memiliki
kualitas yang lebih baik dari segi angka setana (cetane
number), kandungan sulfur serta densitas dari produk
yang dihasilkan.
Pada penelitian ini diuji beberapa jenis katalis
hydrotreating yang sesuai untuk produksi green diesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa katalis NiMo01 dapat menghasilkan produk green diesel dengan
kualitas yang memenuhi syarat untuk dipakai sebagai
pengganti minyak solar (automotive diesel oil).
Kata kunci: green diesel, hydrotreating, katalis, biofuel,
biodiesel, bietanol, biooil.
ABSTRACT
Fuel resources crisis and dependence on fossil fuel are
still high. The main factor of this situation is the unbalance of supplies and demands. There are some efforts to be conducted, such as increasing new reserve
explorations, enhanced oil recovery, efficiency in fuel
consumptions, and preparing alternative energies to
substitute petroleum.
Indonesian government is launching the energy program on replacement of the fossil fuel with new energy and renewable energy of biofuels such as biodiesel, bio-ethanol, and bio-oil. Currently, the common methodology to produce bio-fuel is the first generation technology. Transesterification reaction is a
technology to produce bio-diesel from vegetable oil
feedstock and alcohol by using a basic catalyst.
The technology of alternative fuel production to produce Solar(automotive diesel oil) is growing up. A
green diesel technology is one option to produce al-

ternative fuels that have its quality as good as Solar


and environmental friendly. The bio-diesel is produced
by a transesterification reaction, meanwhile a green
diesel is produced by a hydro-treating process. The
hydrogenation process by using the hydrotreating catalyst is possible to change a triglyceride chain in vegetable oil to be a paraffin compound as well as a hydrocarbon structure in Solar. The quality of green diesel is better than the Solar in cetane number, sulfur
content and density.
This research tested various hydrotreating catalysts to
produce a green diesel. The result of this research shows
that a NiMo01 catalyst produced green diesel with its
quality as good as Solar (automotive diesel oil).
Author
Key words: green diesel, hydro-treating, catalyst,
biofuels, bio-diesel, bio-ethanol, bio-oil.
Yusep K Caryana (Peneliti Muda pada Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Penggunaan Adsorben Penyimpanan Bahan Bakar
Gas untuk Pengembangan Kota Gas di Indonesia
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 39 - 45
SARI
Pengembangan kota gas yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi melalui program
pembangunan jaringan pipa gas bumi untuk rumah
tangga hanya dapat dilaksanakan untuk kota-kota atau
daerah yang dekat dengan sumber gas bumi. Sedangkan
pengembangan kota gas di kota-kota yang tidak
memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi
dapat dipertimbangkan dengan menggunakan tabung
adsorben penyimpanan Bahan Bakar Gas sektor rumah
tangga, dengan bahan karbon aktif yang optimal sekitar
18,5 kg (dengan massa jenis adsorben 2,5 g/cm3) akan
mampu menyimpan Bahan Bakar Gas sekitar 4,15 m3
atau setara dengan 3,0 Kg LPG (bersubsidi) pada
tekanan kerja 15 Bar .
Kata kunci: Adsorben Gas Bumi Sektor Rumah
Tangga.

vi

ABSTRACT
Gas city development which is being done by the Directorate General of Oil and Gas via residential gas distribution networks construction can only be properly
implemented in various cities having existing gas
transmision and/or distribution network. Whilst residential gas development in other cities can be considered
to use adsorbent made of 18,5 kg carbon active based
adsorbent (with 2,5 g/cm3 density) having about 4,15
m3 storage capacity or equivalent to 3,0 kg subsidized
LPG for 15 Bar working pressure.
Author
Key words: Residential Adsorbed Natural Gas.
Emi Yuliarita (Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Meramu Bahan Bakar Jenis Bensin Ron 91 Yang
Ramah Lingkungan Dengan Membatasi Kandungan
Senyawa Aromatik, Benzena Dan Olefin
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 46 - 54
SARI
Pemanfaatan bahan bakar minyak di sektor transportasi
harus memperhatikan efisiensi dan masalah lingkungan.
Spesifikasi World Wide Fuel Charter (WWFC) yang
disusun oleh asosiasi pabrik kendaraan bermotor di dunia
telah memberikan arah global harmonisasi spesifikasi
BBM di seluruh dunia, antara lain pembatasan kadar olefin, aromatik, dan benzena.
Bahan bakar jenis bensin 91 yang ramah lingkungan
dapat diramu dari bensin dasar yang berasal dari
campuran komponen-komponen bensin eks kilang
Pertamina (LOMC dan HOMC) dalam perbandingan
tertentu dengan menanbahkan senyawa pengungkit
angka oktana, Methyl Tertiary Butyl Ether sebanyak 8
% volume.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bahan bakar bensin
91 yang ramah lingkungan yang di hasilkan, mempunyai
karakteristik fisika/kimia memenuhi spesifikasi bahan
bakar bensin jenis 91 menurut Surat Keputusan Dirjen
Migas No. 3674K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006
dan spesifikasi bensin 91 Pertamina serta spesifikasi
bensin WWFC kategori 2 khususnya untuk kadar
senyawa aromatik, olefin dan benzena.
Kata kunci: Spesifikasi, angka oktana, WWFC, Aromatik,
Olefin, Benzena.

ABSTRACT
The use of petroleum fuel in transportation sector should
consider the efficiency and environmental issues. World
Wide Fuel Charter Specification which has been arranged by the world vehicle manufacturers association
has driven to wards global harmony in world fuel specification, such as trough limitation of olefin, aromatic,
and benzene contents.
Environmentally friendly Gasoline 91 fuel could be
blended from base gasoline that made from the mix of
ex-Pertamina refinery gasoline components (LOMC and
HOMC) in certain ratio with adding octane booster compound, Methyl Tertiary Butyl Ether of about 8% volume.
The research result shows that environmentally friendly
gasoline 91 that has been produced, has has physic/chemical characteristics that ful filled the gasoline 91 specification according to the Decreed of General Director
of Oil and Gas No. 3674K/24/DJM/2006 of March 17,
2006, and Pertaminas gasoline 91 specification and
WWFC gasoline specification in category 2, especially
for the aromatic, olefin, and benzene compound contents.
Author
Key words: specification, gasoline component, octant
value, WWFC, aromatic, olefin, benzene.
Tri Muji Susantoro 1) , dan Suliantara 2) (Pengkaji
Teknologi1), dan Penyelidik Bumi2) pada Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk
Perencanaan Jalur Pipa
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 55 - 62
SARI
Perencanaan jalur pipa membutuhkan informasi kondisi
permukaan bumi yang terbaru. Informasi tersebut secara
efektif dan efisien dapat diperoleh dari data penginderaan
jauh, Peta Topografi dan survei lapangan. Data
penginderaan jauh mampu dan telah terbukti bisa
merekam informasi tersebut. Pada perencanaan jalur pipa
secara umum digunakan analisis jarak terdekat. Kemudian
dilanjutkan dengan menganalisis hambatan pada jalur
tersebut sehingga dapat ditentukan alternatif jalurnya.
Selain itu diperlukan data keberadaan fasilitas umum,
fasilitas khusus, fasilitas sosial, situs/arkeologi, informasi
aksesibilitas, penggunaan lahan dan morfologi daerah
rencana jalur pipa. Data-data tersebut sangat diperlukan
untuk dikaji mengenai kemungkinan bisa atau tidak

dilewati jalur pipa. Hal lain yang tidak kalah pentingnya


adalah analisis peraturan perundangan yang terkait
dengan rencana jalur pipa. Analisis dilakukan agar
perencanaan jalur pipa tersebut comply dengan regulasi
yang ada.
Kata Kunci: Jalur Pipa, Penginderaan Jauh, analisis
jarak terpendek, Peraturan
ABSTRACT
Pipeline planning needs the newest information of the
earth surface. The information effectively and efficiently can be obtained from the remote sensing data,
topographic map and field survey. Remote sensing data
is capable and has been proved to record the information of the earth surface. Generally pipeline planning
uses nearest distance analysis. After that, the barrier
analysis is conducted in the track to take the alternative planning. Besides, existence data public facility,
special facility, social facility, archeology, accessibility information, land use and pipeline planning morphology are needed. Those data are required for review/research about probability of pipeline planning
route. Other important matter is analyzing regulations that are related with pipeline planning. The regulation analysis is conducted in order that the pipeline
planning complies with it.
Author
Key Word: Pipeline, Remote Sensing, Nearest Distance
analysis, Regulation
Adiwar 1), Baity Hotimah2), Wage Martono, Muh
Kurniawan, Yuflinawati Away2) (Peneliti Madya1),
Peneliti Pertama 2) pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Crude Oil Grading sebagai Second Reference dalam
Penetapan Harga Minyak Bumi Indonesia
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 63 - 69
SARI
Suatu grading dilakukan terhadap Indonesian Crude
Oil Basket dan minyak bumi Indonesia lainnya dengan
menggunakan suatu program Crude Oil Grading
ADBHWMMK&YA.
Program ini merupakan sebuah home-made program
yang menggunakan Excell dan Visual Basic, yang
mengurutkan kualitas minyak bumi berdasarkan API,
kandungan sulfur, dan yield distilat serta klasifikasi
minyak bumi.
Urutan grading terhadap 8 Indonesian Crude Oil Basket, memperlihatkan urutan yang agak sama dengan

vii

urutan grading ICP pada Tahun 2000, 2006 dan 2007,


dan cukup mendekati urutan grading ICP pada Tahun
2008 dan 2009 (kecuali untuk minyak bumi SLC). Urutan
grading yang dihasilkan program ini terhadap urutan
grading kedelapan Indonesian Crude Oil Basket,
konsisten baik diurutkan secara tersendiri atau bersama
dengan minyak bumi Indonesia lainnya. Dengan demikian,
program ini potensial untuk digunakan sebagai second
reference dalam penetapan ICP.
Aplikasi program ini terhadap blending dua atau lebih
minyak bumi dapat memperlihatkan kemungkinan
adanya efek positif pencampuran terhadap kualitas
minyak bumi yang dihasilkan.
Kata kunci: minyak bumi, grading, ICP, blending.
ABSTRACT
A grading is carried out on Indonesian basket crude oil
and other Indonesian crude oils by using a homemade
crude oil grading program called ADBHWMMK&YA
program. The program uses Excell and Visual Basic.
The grading is based on crude oil quality such as API,
sulfur content, distillate yields and crude oil classification.
Grading on eight Indonesian basket crude oils shows
that the grading is fairly similar with the grading of the
ICP in year 2000, 2006 and 2007, and fairly close with
the grading of the ICP in year 2008 and 2009 (except
for crude oil SLC). The grading produced by the program on grading of eight Indonesian basket crude oils
is consistent either carried out merely on the eight crude
oils or together with other Indonesian crude oils. The
program is therefore potential to be used as second reference in ICP calculation.
The application of the program in blending two or more
crude oils can show the possibility of the presence of
positive blending effect on quality of blended crude oil
produced.
Author
Key word: crude oil, grading, ICP, blending.

viii

Djainuddin Semar (Peneliti Madya pada Pusat Penelitian


dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Efek Kandungan Aromatik Dalam Minyak Solar
Terhadap Kinerjanya Pada Mesin Diesel
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 70 - 77
SARI
Spesifikasi minyak Solar 48 Indonesia menurut SK
Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17
Maret 2006 tidak menetapkan kandungan aromatik (total aromatik dan poliaromatik).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh
kandungan aromatik dalam minyak solar terhadap
kinerja mesin dan emisi gas buang dengan cara
menganalisis sifat fisika kimia dan uji kinerja pada mesin
diesel Isuzu 4JA1 di atas bangku uji multisilinder.
Pengaruh variasi kandungan aromatik dalam minyak
solar terhadap kinerja mesin diuraikan dalam makalah
ini.
Hasil pengujian ini bermanfaat untuk memberikan
masukan pada Pemerindah dalam menentukan
kebijakan spesifikasi minyak solar mendatang.
Kata Kunci: kandungan aromatik, kinerja mesin.
ABSTRACT
The standard specification of domestic diesel fuel (high
speed diesel, HSD) as established by Directorate General Migas on behalf of Indonesian goverment in their
SK No. 3675 K/24/DJM/2006 dated March 17, 2006,
did not give limit on aromatic content (aromatic total
and polyaromatic hydrocarbon, PAH) in diesel fuel
grade 48.
The aim of this research is to examine the influence of
aromatic content in diesel fuel againts engine performance and its exhaust gas emission by analizing diesel fuel characteristic tests and conducting engine performance test on multicylinders test bench Isuzu 4JA1.
Effect of several volume variaties of aromatic content in diesel fuel against engine performance will be
discuss in this paper.
Data collected from this research hopefully will be
beneficial for deasion goverment policy in reevaluation of aromatic content in future diesel fuel specification.
Author
Key word: aromatic content, engine performance.

Edi Gunawan (Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan


Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Rancang Bangun Unit Pirolisis Untuk Pembuatan
Bi-oil Dari Minyak Jelantah Skala Laboratorium
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 78 - 86
SAR I
Telah dilakukan rancang bangun unit pirolisis skala
laboratorium, yang terdiri atas tangki umpan, reaktor,
umpan N2, separator dan tangki penampung secara
operasional mampu untuk membuat bio-oil dari minyak
jelantah. Reaktor dirancang dan dibuat dengan diameter 3 cm dan dan panjang 40 cm, bagian dalamnya diisi
dengan bahan isian kuarsa, tanpa adanya oksigen (karena
N 2 sebagai blanketing) bisa menjalankan proses
perengkahan termal terhadap minyak jelantah, kondisi
terbaik yang dicapai untuk memperoleh bio-oil yaitu pada
suhu pirolisis 4000C, ketebalan bahan isian kuarsa 15
cm , dan ukuran partikel kuasa -6+8 mesh.
Bio-oil adalah bahan bakar cair yang dihasilkan melalui
teknologi pirolisis atau pirolisis cepat. Pengembangan biooil dapat menggantikan posisi bahan bakar hidrokarbon
dalam industri , seperti untuk mesin pembakaran, boiler,
mesin diesel statis, dan heavy fuel oil, light fuel oil.
Hasil percobaan ini mengahasilkan bio-oil dengan mutu
sebagai berikut :

- viskositas kinematis pada 50oC terjadi pada suhu


400oC
= 34 cSt.
- titik nyala (mangkok tertutup)
= 112oC
- kadar air % volume
= 0
o
- masa jenis pada 50 C, kg/m2
= 907
- angka asam mg KOH/g
= 0,02
- kadar belerang % berat
= 0,004
Kata kunci: Jelantah, Pyrolysis, Bio-oil.

ABSTRACT
Design and engineering was made on a unit in laboratory scale pyrolysist, unit that consists of feed tank,
reactor, N2 feed, separator, and tank for liquids that is
capable to make bio-oil from refused frying oil that
has been used for frying. The diameter of the reactor is
2 cm and the length is 40 cm. The inside of the reactor
is filled by quartz material, and there is no oxygen inside (because N2 as blanket). The reactor can run the
process of thermal cracking on the used frying. The
best condition can that be reached for producing biooil was the pyrolysis of temperature 4000C, the thickness of quartz material 15 cm, and the quartz particle
size of -6+8 mesh.
Bio-oil is the liquid fuel that is produced by pyrolysis
technology or quicky pyrolysis. The development of biooil can replace the position of the hidrocarbon fuel in
industry such as is combustion engine, boiler, static,
engine, and heavy fuel oil, light fuel oil.
The result of this research produces bio-oil with the
quality as follow :

Kinematic viscosity at 500C


= 34 cSt.
Flash point (closed bowl)
= 1220C
Water content % volume
=0
0
2
Specific mass at 50 C, kg/m
= 907
Acid content at mg KOH/g
= 0,02
Hydrocholoric acid content % weight = 0,004
Author
Key words : Oil that has been used for frying, Pyrolysis, Bio-oil.

ix

Yusep K Caryana (Peneliti Muda pada Pusat Penelitian


dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Rancangan Teknis Modul-Modul Adsorben
Penyimpanan Bahan Bakar Gas
LPL Volume 44, No. 1, April 2010 hal 87 - 93
SARI
Untuk menghindari kesulitan bagi pemakai gas, modul
adsorben BBG sektor rumah tangga hanya efektif
digunakan sebagai komplemen LPG 3 kg. Karena modul
adsorben BBG sektor transportasi lebih berat dibanding
tabung CNG, pemasangan modul adsorben BBG sektor
transportasi akan menambah beban mesin sehingga akan
cenderung meningkatkan konsumsi spesifik bahan bakar
kendaraan bermotor. Namun demikian, tekanan kerja
modul adsorben BBG sektor transportasi yang rendah,
akan menurunkan biaya kompresi gas sehingga dapat
menurunkan biaya operasional Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Gas (SPBG). Pada kapasitas penyimpanan gas
yang sama, modul adsorben BBG industri relatif lebih
berat dibanding tabung ISO 11439-2000, tetapi karena
tekanan kerja adsorben BBG industri lebih rendah dari
tekanan kerja tabung ISO 11439-2000, maka harga
modul adsorben BBG industri cenderung lebih murah
dibanding harga tabung ISO 11439-2000.
Kata Kunci: BBG, Modul Adsorben CNG, Energi.

ABSTRACT
To avoid consumers difficulties, residential adsorbed
natural gas module can only be effectively applied as
a complement to subsidized LPG 3 kg. Since vehicle
adsorbed natural gas module is more weight than the
equivalent CNG tank , the vehicle module on board
installation will increase vehicle engine load. However, the vehicle module working pressure is lower than
the equivalent CNG tank pressure. This will decrease
gas compression cost which will bring about lower CNG
station operating cost. At the same gas storage capacity, industrial adsorbent module weight is greater than
ISO 11439-2000 CNG tank, while a lower working
pressure of the industrial module bring about less cost
of the module compared to the ISO CNG tank.
Author
Key words: Adsorbed Natural Gas Modules, CNG,
Energy.

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

Uji Coba Teknik Baru untuk Menentukan


Parameter Pancung Porositas Pada Kasus
Reservoir Batugamping
Oleh: Bambang Widarsono
Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 26 Januari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 12 Maret 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Parameter pancung porositas adalah properti yang selalu sangat dibutuhkan dalam menentukan
jumlah akumulasi hidrokarbon di reservoir dan metode penentuan yang dapat dianggap diandalkan
selalu dibutuhkan. Sebuah metode baru yang didasarkan pada utilisasi data injeksi air raksa atas
percontoh batuan baru-baru ini telah diusulkan dan aplikasinya atas percontoh-percontoh batupasir
telah berlangsung dengan cukup baik. Aplikasinya atas batugamping adalah merupakan studi
yang hasilnya disajikan pada tulisan ini. Untuk studi ini lima set percontoh batugamping yang
diambil dari lima lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia digunakan. Dengan menerapkan
prosedur yang diusulkan penerapan metode ini atas batugamping telah berlangsung dan berhasil
sangat baik. Beberapa hasil utama yang dapat diperoleh adalah bukti bahwa metode ini tidak
bergantung pada jenis litologi dari batuan reservoir karena sifatnya yang lebih didasarkan pada
hubungan langsung antara flow path pori batuan dan permeabilitas yang umumnya bersifat
konsisten. Prinsip dasar ini juga memperlihatkan keunggulan metode ini dibanding metode-metode
konvensional yang umum digunakan. Kesimpulan penting lainnya adalah bahwa tidak
berpengaruhnya kehadiran rekahan dan rongga gerowong (vugs) - biasa hadir dalam reservoir
batugamping - atas harga pancung porositas yang dihasilkan sehingga meneguhkan kembali kelaikan
dari metode ini bagi batugamping secara umum.
Kata kunci: harga pancung porositas, penentuan akumulasi hidrokarbon, metode baru, data injeksi
air raksa, reservoir batugamping
ABSTRACT
Porosity cut-off is a rock property that is always needed in activities related to estimation of hydrocarbon in place in reservoirs, and therefore a reliable method for its determination is always desired. Recently a new method is proposed. The method is based on
utilization of mercury injection on core sample data and its initial trials on sandstone
samples have shown encouraging results. In this article the results are presented. For this
study, five sets of limestone samples are taken from five oil and gas fields in Indonesia.
Application of the method in general has shown excellent results. An important result that
can be obtained is a proof that this method is independent of rock lithology due to the
methods fundamental reliance on direct and consistent relationship between pore-systems
flow path and permeability. This basic principle also underlines the superiority of this
technique compared to the more conventional methods normally used in industry. Another
important conclusion is the negligible influence of fracture and vugs normally found in
limestones on the estimated porosity cut-off hence emphasizing the applicability of the
new method on limestones in general.
Key words: porosity cut-off, estimation of hydrocarbon in place, new method, mercury
injection data, limestone reservoirs
1

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

I. PENDAHULUAN
Pada Widarsono (2009) telah ditunjukkan bahwa
penggunaan data injeksi air raksa pada percontoh
batupasir dapat dengan baik membantu penentuan
besaran parameter pancung (cut-off) yang secara
meluas dikenal sebagai mengandung ketidakpastian
yang cukup berarti. Informasi yang menunjukkan
distribusi ukuran radius leher pori pada umumnya
dapat dikorelasikan dengan sangat baik dengan
permeabilitas dari percontoh sampel batuan. Korelasi
yang baik ini kemudian diintegrasikan dengan
hubungan antara porositas dan permeabilitas yang
umumnya kurang baik dengan cara regresi linear
berganda (multiple regression). Persamaan regresi
yang diperoleh terbukti dapat memprediksi
permeabilitas dengan sangat sangat baik sehingga
sebagai konsekuensinya dapat dipakai mengestimasi
besaran parameter pancung porositas dengan lebih
meyakinkan.
Para praktisi evaluasi formasi dan analisis
petrofisika secara umum sepakat untuk berpendapat
bahwa penentuan parameter pancung untuk
batugamping tidaklah sesederhana seperti halnya
untuk batupasir. Hal ini disebabkan oleh berbagai
aspek dari batugamping yang banyak berbeda dengan
batupasir terutama dalam hal genetika sehingga pada
umumnya bersifat lebih heterogen dan memiliki
struktur pori yang lebih rumit daripada batupasir.
Kesulitan dan ketidakpastian yang cukup tinggi dari
batugamping ini yang secara langsung berdampak
dalam bentuk menambah ketidakpastian dalam
menentukan harga pancung porositas. Pada gilirannya
kegagalan dalam menentukan harga pancung yang
dapat dianggap mewakili akan menghasilkan
ketidakakuratan dalam estimasi akumulasi minyak dan
gas bumi yang terkandung di dalam reservoir.
Perbedaan dalam bentuk struktur pori antara
batupasir dan batugamping ini kemudian menimbulkan
pertanyaan mengenai apakah pendekatan dalam
penentuan parameter pancung porositas yang
disajikan dalam Widarsono (2009) dapat bekerja juga
bagi batuan yang membentuk reservoir-reservoir
batugamping yang diketahui sebagai berjumlah cukup
besar di Indonesia. Untuk pengujian atas pendekatan
tersebut pada reservoir batugamping maka diambil
beberapa percontoh batuan reservoir yang diambil dari
beberapa lapangan minyak dan gas bumi yang
memiliki reservoir batugamping. Tulisan yang tersaji
dalam makalah ini merupakan suatu laporan atas hasil
2

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

pengujian yang telah dilakukan. Diharapkan bahwa


hasil dari studi ini akan memberi kontribusi dalam
usaha untuk menetapkan suatu metode yang
terpercaya dalam menentukan parameter pancung
porositas untuk reservoir batugamping.
II. HARGA PANCUNG DARI HUBUNGAN
POROSITAS - PERMEABILITAS
Seperti halnya pada reservoir-reservoir batupasir,
penentuan parameter pancung porositas pada reservoir-reservoir batugamping secara umum ditopang
oleh hubungan empiris antara porositas dan
permeabilitas dari batuan. Dari hubungan tersebut,
dengan menggunakan harga minimum permeabilitas
batuan - yang umumnya diperoleh dari data analisis
percontoh batuan - maka parameter porositas pancung
diperoleh dengan menggunakan hubungan porositas
permeabilitas yang telah dibuat. Praktek umum
menentukan bahwa harga permeabilitas 1 mD dan
0.1 mD umumnya digunakan untuk pembatas minimum, masing-masing untuk minyak dan gas, yang
dengan menggunakan harga tersebut maka harga
parameter pancung porositas diperoleh. Dengan
demikian maka harga pancung porositas menjadi
sangat tergantung dengan kualitas hubungan antara
porositas dan permeabilitas, seperti yang ditunjukkan
oleh Widarsono (2009). Hal ini berujung pada sebuah
pertanyaan mengenai bagaimana hubungan antara
kedua properti tersebut berlaku untuk batugamping.
Untuk keperluan melihat hubungan antara
porositas dan permeabilitas pada batugamping maka
data-data petrofisika percontoh yang diperoleh dari
berbagai lapangan yang memiliki reservoir
batugamping diambil untuk dipelajari. Untuk keperluan
studi ini percontoh-percontoh batugamping dari
lapangan-lapangan KJ dan SM di Sumatera Selatan
dan KR, SB, dan TB di Jawa Barat. Secara umum
percontoh batuan yang digunakan bervariasi antara
wackstone, packstone, dan grainstone dengan
selingan beberapa bounstone. Gambar 1 dan 2
masing-masing memperlihatkan contoh sayatan tipis
dari batugamping packstone dan floatstone yang
berasal dari lapangan TB. Tampak terlihat iregularitas
struktur pori yang secara umum lebih kompleks dari
struktur pori klastik pada batupasir. Tabel 1 menyajikan
rangkuman deskripsi visual atas percontoh-percontoh
batuan yang dipakai dalam studi ini.
Hubungan empiris antara porositas dan
permeabilitas diperoleh dengan memplot data dari

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

kedua properti petrofisika batuan itu. Untuk ke lima


lapangan yang dipakai dalam studi ini tidak seluruh
data digunakan, tetapi data diambil dari satu atau dua
sumur saja sehingga data yang diambil dari satu
lapangan tidak dapat dianggap mewakili lapangan
tersebut secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan
sifat studi ini yang bersifat pengujian suatu metode
dan bukan studi komprehensif atas suatu lapangan.
Gambar 3 sampai 7 memperlihatkan hasil plot bagi
ke lima lapangan. Secara umum, seperti telah diduga,
korelasi antara kedua properti tidak begitu baik dengan
korfisien korelasi (R2) berkisar antara 0,3476 dan 0,63
(lihat Tabel 2 untuk rangkuman harga R2). Meskipun
beberapa data pada percontoh batupasir yang
digunakan pada Widarsono (2009) menunjukkan hal
yang serupa tapi sebagian besar menunjukkan
koefisien korelasi yang lebih baik untuk ukuran korelasi
dalam petrofisika, bahkan beberapa mencapai di atas
0,9.
Dengan menggunakan hubungan empiris antara
kedua properti petrofisika ini harga pancung porositas
ditentukan. Dengan menggunakan harga pancung
permeabilitas 1 mD (harga ini hanya untuk uji coba
dan tidak harus selalu demikian untuk kasus-kasus
lapangan lainnya) maka harga pancung porositas
untuk masing-masing lapangan diperoleh. Tabel 3
menyajikan rangkuman dari harga pancung porositas
yang ditampilkan dalam dua bentuk yaitu satu harga
yang berasal dari garis regresi dan kisaran harga yang
mengindikasikan ketidakpastian dalam memilih harga
yang paling mewakili. Semakin buruk korelasi (R2
makin rendah) maka kisaran harga akan cenderung
semakin lebar sehingga makin sulit untuk menentukan
satu harga yang dianggap mewakili.
Dengan melihat lebarnya kisaran-kisaran harga
yang ditunjukkan oleh percontoh batugamping secara
umum maka dapat diindikasikan sulitnya menentukan
harga pancung porositas pada evaluasi petrofisika
yang sebenarnya. Iregularitas struktur pori
batugamping memang sebenarnya tidak selalu dapat
digambarkan dengan baik melalui korelasi antara
porositas dan permeabilitas.
III. HARGA PANCUNG DARI HUBUNGAN
POROSITAS - PERMEABILITAS RADIUS PORI
Metode penentuan harga pancung porositas
dengan bantuan data injeksi merkuri atas percontoh
batuan yang diusulkan dalam Widarsono (2009) pada

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

Gambar 1
Sayatan tipis dari large forams packstone
dengan sertaan lain terumbu koral, mollusk,
dan brachiopods sebagai butiran rangka
(skeletal grains). Percontoh diambil dari
lapangan TB.

Gambar 1
Sayatan tipis dari Floatstone dengan butiranbutiran intraclast yang terneomorfosis dan
memiliki matriks large forams wackestone.
Percontoh diambil dari lapangan TB.

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

Tabel 1
Rangkuman dari litologi batugamping reservoir-reservoir yang dipakai dalam studi ini.

Lapangan

Deskripsi visual umum

KJ

Packstone wackstone wth minor grainstone, wht gy, foram, algae, moldic, vugs

KR

Packstone wackstone, wht gy, foram, algae, sylolites, sli mott pp vuggy.

SB

Packstone wackstone boundstone, wht gy, coral, foram, algae, pp vuggy.

TB

Packstone wackstone, yell lt brn, coral, L-foram, algae, sli vuggy, mic. styl.

SM

Pacstone grainstone boundstone, gy =- lt brn, L-foram, coral, algae, sli intra part.

Tabel 2
Derajat korelasi (R2) bagi plot porositas permeabilitas ( K) dan permeabilitas radius leher pori
(efektif) (K R) pada berbagai saturasi air raksa. R2 yang diberi warna kuning adalah plot antara
permeabilitas vs. radius leher pori yang dianggap mewakili ditandai dengan harganya yang tertinggi

Tabel 3
Perbandingan harga pancung porositas (c) yang dihasilkan oleh relasi K dan relasi K R
Relasi K
Lapangan

Kc dinam is (dari K R )

Kc = 1 m D

Relasi K R

Kc

Kisaran

Kc

Kisaran

Rc

Kc

(m D)

(fraksi)

fc (fraksi)

(m D)

(fraksi)

fc (fraksi)

(m ikron)

(m D)

(fraksi)

KJ

<<

0 0.17

0.678

<<

0 0.16

0.5

0.678

0.092

KR

0.09

0.04 0.14

1.788

0.14

0.09 017

0.5

1.788

0.123

SB

0.12

0.05 0.17

0.05

0.08

0.03 0.13

0.5

0.05

0.091

TB

0.03

0 0.11

2.829

0.07

0.02 0.16

0.5

2.829

0.129

SM

<<

0 0.04

0.81

<<

0 0.02

0.5

0.81

0.049

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

Gambar 5
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan SB

Gambar 3
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan KJ.

Gambar 6
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan TB

Gambar 4
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan KR

Gambar 7
Plot permeabilitas vs. porositas untuk
percontoh dari lapangan SM

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

dasarnya merupakan pengembangan dari pendekatan


yang diambil oleh beberapa peneliti antara lain
Pittman (1992). Dalam makalahnya itu ia berhasil
membuktikan adanya korelasi yang sangat baik antara
permeabilitas, radius leher pori, dan porositas sehingga
dengan menggunakan hubungan tersebut maka
permeabilitas dapat diprediksi dengan baik.
Pendekatan ini kemudian dipakai oleh Jaya dkk (2005)
untuk keperluan yang sama tetapi pengkorelasiannya
menggunakan percontoh batuan dalam jumlah sangat
besar yang diperoleh dari berbagai lapangan di Indonesia. Korelasi-korelasi yang dihasilkan kemudian
dianggap sebagai berlaku untuk reservoir-reservoir
di Indonesia.
Dalam Widarsono (2009), teknik pengkorelasian
yang sama dilakukan meskipun kemudian korelasi
yang dihasilkan dipakai untuk mengestimasi harga
pancung porositas dan bukan untuk memprediksi
permeabilitas. Segala aspek fundamental yang
berkaitan dengan metode ini seperti hubungan antara
ukuran leher pori dan tekanan kapiler serta
permeabilitas, faktor-faktor yang mempengaruhi
ukuran leher pori batuan, pengkorelasian dengan
porositas, dan hubungan tingkat saturasi air raksa dan
permeabilitas juga dibahas dalam tulisan tersebut.
Secara terangkum, prosedur yang disusun dan
diaplikasikan dalam Widarsono (2009) adalah sebagai
berikut:
1. Buat hubungan Log permeabilitas (K) vs.
porositas (, fraksi). (Data tambahan seperti
kandungan lempung dan uji sumur bisa dijadikan
sebagai sumber pertimbangan tambahan).
Tentukan harga parameter pancung porositas (c)
dengan menggunakan parameter pancung
permeabilitas (Kc) = 1 mD, disamping harga c
dalam bentuk selang/kisaran sesuai tingkat scatter dari hubungan Log K vs. (hubungan
K). Hal ini perlu untuk mendapat gambaran kasar
mengenai ketidakpastian dalam penentuan harga
c.
2. Olah data plot injeksi air raksa (%PV) vs. radius
leher pori yang biasanya sudah tersedia pada
laporan special core analysis laboratory
(SCAL) (contoh diperlihatkan oleh Gambar 8).
Siapkan R15, R20, . R50 (atau selain itu sesuai
dengan kebutuhan).
3. Buat hubungan Log K vs. Log R (yaitu R15, R20,
. R50, etc). Pilih plot dengan tingkat korelasi
(R2) yang tertinggi. Plot K - R ini yang akan
6

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

Gambar 8
Contoh data hasil uji injeksi air raksa atas
percontoh batuan (diambil dari lapangan TB)

mewakili batuan reservoir yang sedang


dievaluasi.
4. Tentukan Kc dari plot Log K vs. Log R (yaitu R
yang terbaik). Harga Kc ini disebut sebagai Kc
dinamis karena merupakan ekstrapolasi dengan
menggunakan Rc = 0.5 mikron (diperoleh dari
Kolodzie, 1980) dan berbeda-beda untuk setiap
lapangan.
5. Dengan menggunakan data R terpilih, K, dan
lakukan regresi multi-variabel dengan Log K
sebagai variabel dependen dan Log R (terpilih)
serta (fraksi) sebagai variabel-variabel
independen. Pemilihan Log K, Log R, dan f dalam
bentuk fraksi dimaksudkan agar tidak terdapat
perbedaan mencolok di antara ketiga variabel dari
segi besaran. Seperti yang diinformasikan pada
literartur-literatur tentang analisis regresi (antara
lain Armitage dkk. 2002) hal ini untuk mengurangi
potensi kesalahan regresi yang disebabkan bias
karena perbedaan besaran yang terlalu
mencolok. Persamaan yang diperoleh berbentuk
LogK = a1LogR + a2 + b.
6. Dengan menggunakan persamaan yang diperoleh
dari langkah 5 tentukan c (dalam fraksi) dengan
masukan Kc dinamis dan Rc = 0.5 mikron.
Terkadang dibutuhkan modifikasi sedikit pada
konstanta b jika diperlukan. (catatan: sebelum
dipakai bagi penentuan c, persamaan dengan
konstanta b yang telah dimodifikasi (jika perlu)
dapat diuji kembali dengan perbandingan melalui
plot antara permeabilitas terhitung memakai

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

persamaan tersebut dan permeabilitas percontoh.)


7. Analisis dan bandingkan c yang diperoleh dari
langkah 6 (relasi K R ) dengan c yang
diperoleh dari relasi K. Tetapkan harga fc
yang akan dipakai untuk proses reservoir lumping atau bandingkan dengan sumber pembanding
lain seperti data uji sumur.
Seperti halnya pada penerapan teknik ini atas
sampel-sampel batupasir (di Widarsono, 2009), terlihat
bahwa tiap batugamping memiliki karakteristik respon
terhadap penginjeksian air raksa ke dalam pori
dalam kaitannya dengan permeabilitas yang
berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari berbedabedanya ukuran leher pori batuan (R) yang
menunjukkan korelasi R 2 terbaik terhadap
permeabilitas (Tabel 2, area gelap). Sebagai contoh,
bagi lapangan TB usuran leher pori yang paling
representatif dalam korelasinya dengan permeabilitas
adalah R 50 (R 2 = 0.9351) sedangkan R 15 (R 2 =
0.8504) adalah lebih tepat bagi lapangan KJ.
Secara grafis Gambar 9 sampai 13
memperlihatkan hubungan antara kedua properti bagi
setiap batuan. Setiap plot jelas memperlihatkan
hubungan yang lebih baik dibandingkan dengan
korelasi antara porositas dan permeabilitas ( K)
(lihat Gambar 3 sampai 7). Perbedaan tersebut juga
dapat dilihat dari perbandingan antara koefisien
korelasi dari kedua pendekatan. Jika dari relasi
K diperoleh harga-harga R2 dalam kisaran 0,3851

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

Gambar 10
Plot permeabilitas vs. R50 untuk percontoh
dari lapangan KR

Gambar 11
Plot permeabilitas vs. R20 untuk percontoh
dari lapangan SB

Gambar 9
Plot permeabilitas vs. R15 untuk percontoh
dari lapangan KJ

Gambar 12
Plot permeabilitas vs. R50 untuk percontoh
dari lapangan TB

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

0,6309 maka dari relasi K R diperoleh kisaran 0,8504


0,9641.
Sesuai prosedur, setelah diperoleh korelasi K R
yang terbaik maka dilakukan operasi multi-regresi
dengan menggunakan porositas sebagai salah satu
variabel independen (R hdala variabel independen
yang lain sedangkan permeabilitas sebagai variabel
dependen). Hasil dari operasi multi-regresi atas data
dari ke lima lapangan menghasilkan persamaanpersamaan:

LogK 1.979* LogR15 0.072* 0.421

(1)

untuk lapangan KJ,

LogK 1.188 * LogR50 5.759 * 1.319 (2)

Gambar 13
Plot permeabilitas vs. R20 untuk percontoh
dari lapangan SM

untuk lapangan KR,

LogK 4.059 * LogR20 1.572 * 0.222 (3)


untuk lapangan SB,

LogK 2.267 * LogR50 0.34 * 1.09

(4)

untuk lapangan TB, dan

LogK 1.479 * LogR20 2.946 * 0.208 (5)


untuk lapangan SM.
Relasi yang dihasilkan sekarang adalah relasi K
R yang mengingat tingginya tingkat koefisien
korelasi dari hubungan K R maka untuk suatu harga
porositas tertentu dapat diyakini bahwa harga prediksi
permeabilitas yang dapat diperoleh akan lebih akurat
dengan menggunakan relasi K R dibandingkan
dengan menggunakan relasi - K, seperti yang secara
tradisional selalu dilakukan. Efektifitas dari Persamaan
1 sampai 5 dibuktikan dengan tingginya konsistensi
dalam perbandingan antara permeabilitas hasil prediksi
dengan menggunakan persamaan-persamaan tersebut
dan permeabilitas hasil pengukuran (observed), seperti
yang diperlihatkan oleh Gambar 14 sampai 18.
Dengan demikian, maka harga c yang dihasilkan
dengan menggunakan relasi K R juga akan
dapat diharapkan sebagai lebih terpercaya dibanding
dengan harga yang diperoleh dengan menggunakan
relasi K.
8

Gambar 14
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan KJ

Gambar 15
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan KR

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

Penerapan prosedur di atas bagi penentuan c


telah menghasilkan harga c masing-masing bagi tiap
lapangan dengan menggunakan Persamaan 1 sampai
5. Tabel 3 (kolom kanan) menyajikan harga-harga
yang diperoleh. Dengan mengingat bahwa relasi K
R yang diperoleh bagi masing-masing lapangan
(Gambar 9 sampai 13) adalah cukup baik maka harga
c yang ditentukan hanya untuk satu harga saja (dalam
hal ini menggunakan K c dinamis dan tidak
menggunakan Kc = 1 mD atau 0,1 mD) dan tidak
dalam harga kisaran/selang. Meskipun diinginkan
untuk tetap dibuat dalam bentuk kisaran/selang maka
dapat diperkirakan bahwa lebar dari kisaran c yang
dihasilkan akan jauh lebih sempit dibandingkan dengan
kisaran yang dihasilkan oleh relasi K (Tabel 3
tengah) sehingga dirasa pembuatannya tidaklah
diperlukan.
Seperti halnya pada kasus penerapannya pada
batupasir (Widarsono 2009), hasil dari penerapan relasi
K R umumnya bersifat mengkonfirmasi dari
apa yang telah diperoleh dari relasi K. Secara
umum terlihat bahwa semua harga pancung porositas
(c) yang dihasilkan oleh relasi K R jatuh di
dalam kisaran harga c yang dihasilkan oleh relasi f
K baik dengan menggunakan harga Kc = 1 mD
maupun dengan menggunakan Kc dinamis. Dengan
demikian konfirmasi telah dapat diperoleh bahwa
teknik baru penentuan parameter pancung porositas
ini juga dapat diterapkan pada batugamping.
IV. DISKUSI LANJUT
Dari hasil penerapan teknik yang diusulkan oleh
Widarsono (2009) pada batugamping yang hasilnya
disajikan pada artikel ini, dapat dilihat bahwa teknik
atau metode ini dapat diterapkan pada reservoir-reservoir batugamping. Bahkan kemungkinan besar
sekali dapat juga diterapkan pada jenis-jenis batuan
reservoir yang tidak begitu umum seperti batugamping
dolomitik dan batupasir vulkanik, meskipun perlu dikaji
dan diuji apakah bisa juga berlaku untuk batuan reservoir yang didominasi oleh rekahan seperti pada
kasus basement reservoir. Hasil ini memperlihatkan
bahwa teknik ini memang lebih menitikberatkan pada
dimensi dan geometri flow path dan bukan pada
karakteristik dari pore chamber, suatu hal yang
menjadi dasar perbedaan antara jenis-jenis batuan
reservoir seperti antara batupasir dan batugamping
misalnya.
Fakta yang diberikan hasil studi ini juga sekali lagi

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

Gambar 16
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan SB

Gambar 17
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K
R - vs. permeabilitas (uji)
untuk lapangan TB

Gambar 18
Plot permeabilitas hasil prediksi relasi K R
- vs. permeabilitas (uji) untuk lapangan SM

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO

memperlihatkan keunggulan teknik ini (relasi K R


) dibanding dengan penggunaan relasi K bagi
penentuan c. Scatter atau acak yang dihasilkan oleh
relasi antara porositas dan permeabilitas pada
batugamping memang telah dapat diperkirakan
sebagai lebih tinggi levelnya dibandingkan pada
batupasir. Dengan kata lain dapat ditunjukkan bahwa
irregularitas hubungan antara geometri pore chamber (esensi dari porositas) dan geometri flow path
(esensi dari permeabilitas) pada batugamping adalah
lebih tinggi dibanding pada batupasir. Hal ini ternyata
tidak terjadi pada relasi antara ukuran leher pori dan
permeabilitas, yang terbukti bahwa meskipun batuan
yang dipakai dalam studi ini adalah batugamping tetapi
tingkat relasinya mirip dengan yang terjadi pada
batupasir (di Widarsono, 2009). (R2 bagi batugamping
0,8504 0,9641 dan bagi batupasir 0,7824 0.9948.)
perbandingan ini menunjukkan keunggulan
pendekatan K R .
Dari aspek praktikabilitas, adalah patut untuk
menjadi pertanyaan bahwa pendekatan dengan
menggunakan bantuan data injeksi air raksa ini lebih
menggambarkan c dari massa dasar batugamping
dan tidak menggambarkan batugamping reservoir
yang sering disertai dengan rekahan dan rongga
gerowong (vugs, molds, burrows, etc). Untuk
rekahan, memang kontribusi rekahan pada
permeabilitas (properti dinamis) sangat besar tapi
kontribusinya pada volume pori reservoir (properti
statis) sangatlah kecil (sekitas 1 unit porositas saja,
lihat Tiab dan Donaldson, 2004 atau Choquette dan
Pray, 1970). Dengan kata lain sekitar 99% dari fluida
reservoir berada di luar rekahan sehingga tidak akan
berpengaruh banyak pada c.
Untuk rongga gerowong bisa sebaliknya yang
terjadi terutama jika rongga tersebut tidak terisolasi,
atau bisa disebut sebagai touching vugs dengan
massa dasar klastik sebagaimana diklasifikasikan oleh
Lucia (1995) sebagai batugamping Class-1. Dalam
kasus ini justru besarnya volume rongga memberi
kontribusi besar terhadap volume pori secara
keseluruhan sehingga bisa mencapai 30% dari volume pori total (angka ini diperoleh dari perbedaan
antara sistem porositas kombinasi rhombohedral-cubic yang sekitar 32% dan porositas batugamping
gerowong yang bisa mencapai lebih dari 45%, sesuai
pengalaman penulis). Dengan demikian karena
porositas massa dasar dapat dipastikan lebih kecil dari
porositas gerowong maka c tidak terpengaruh dengan
10

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

ada atau tidak hadirnya rongga gerowong pada


batugamping. Pada kasus rongga terisolasi
(batugamping Class-2 menurut klasifikasi Lucia,
1995) metode yang diusulkan ini kemungkinan akan
mengalami kendala. Kombinasi dengan sumbersumber informasi lain, seperti informasi secondary
porosity dari analisis log, kemungkinan dapat
memberikan solusi.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil-hasil utama serta informasiinformasi ikutan yang diperoleh dari studi ini, beberapa
kesimpulan utama telah dapat diperoleh:
1. Teknik penentuan parameter pancung porositas
yang baru diusulkan terbukti dapat bekerja dengan
baik pada batugamping dari lima lapangan yang
dikaji.
2. Teknik dengan mendasarkan pada relasi antara
ukuran leher pori dan permeabilitas ini dapat
bekerja baik pada jenis litologi apapun karena
sifatnya yang tidak mengandalkan hubungan yang
sering sangat tidak reguler antara pore chamber
(porositas) dan flow path (leher pori/
permeabilitas).
3. Porositas yang ditempatkan sebagai variabel
independen sekunder (variabel independen primer
adalah ukuran leher pori) terbukti tidak terlalu
menggaggu korelasi antara permeabilitas (K) dan
ukuran leher pori (R). Posisinya yang sekunder
justru terbantu oleh baiknya relasi K R.
4. Kehadiran rekahan dan rongga gerowong
(terutama yang tidak terisolasi) pada batugamping
tidaklah mengganggu penentuan harga pancung
porositas. Hal ini disebabkan oleh minimnya
kontribusi rekahan pada volume pori total dan
besarnya porositas rongga gerowong yang sangat
pasti jauh di atas harga pancung porositas. Pada
kasus batugamping dengan rongga gerowong
terisolasi, metode yang diusulkan ini dapat
terkendala sehingga bantuan informasi dari
sumber lain dibutuhkan.

KEPUSTAKAAN
1. Armitage, P., Berry, G. dan Matthews, J.N.S.
(2002). Statistical methods in medical research.
4th edition, Blackwell Science.
2. Choquette, P.W. dan Pray, L.C. (1970). Geologic
Nomenclature and Classification of Porosity

UJI COBA TEKNIK BARU UNTUK MENENTUKAN PARAMETER


BAMBANG WIDARSONO

in Sedimentary Carbonates. Am. Assoc. Petrol.


Geol. (AAPG) Bull., Vol. 54, pp. 207 250.
3. Jaya, I., Sudaryanto, A. dan Widarsono, B. (2005).
Permeability prediction using pore throat and
rock fabric: A model from Indonesian reservoirs. SPE Paper #93363, presented at the 2005
SPE Asia Pacific Oil and Gas Conference and
Exhibition, Jakarta, Indonesia, 5-7 April..
4. Kolodzie, S. (1980). Analysis of pore throat size
and use of the Waxman-Smits equation to determine OOIP in Spindle field, Colorado. SPE
Paper #9382, presented at the SPE Annual Fall
Technical Conference and Exhibition, Dallas,
Texas, 21-24 September.
5. Lucia, F.J. (1995) Rock-Fabric/Petrophysical
Classification of Carbonate Pore Space for
Reservoir Characterization. AAPG Bulletin,
V. 79, No. 9, p: 1275 1300.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 1 - 11

6. Pittman, E.D. (1992). Relationship of porosity


and permeability to various parameters derived from mercury injection capillari pressure
curves for sandstones. AAPG Bulletin, 76, p.
191.
7. Tiab, D. dan Donaldson, E.C. (2004).
Petrophysics: Theory and practice of measuring reservoir rock and fluid transport properties. Gulf Professional Publishing, 200 Wheeler
Road, Burlington, MA 01803, USA, p. 889.
8. Widarsono, B. (2009). Statu Metode Alternatif
Bagi Penentuan Parameter Pancung
Porositas dengan Bantuan Data Tekanan
Kapiler Injeksi Air Raksa. (An Alternatif
Method for Determining Porosity Cut-off with
Support of Mercury Injection Capillary Pressure
Data). (in Bahasa Indonesia). Lembaran Publikasi
Lemigas, December, Vol. 43 No. 3, p: 186 - 200.

11

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Teknologi 4 Dimensi (4D) untuk Optimalisasi


Penataan Ruang Kegiatan Energi Sumber
Daya Mineral
Oleh: Djoko Sunarjanto1), Bambang Wicaksono2), dan Heru Riyanto2)
Peneliti Muda1), Perekayasa Madya2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 26 Januari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 12 Maret 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Pemanfaatan sumber daya mineral dan energi di wilayah darat, laut dan ruang di atasnya
secara terencana diarahkan untuk menciptakan keseimbangan ekosistem dan pelestarian fungsi
lokasi. Termasuk di dalamnya memprioritaskan terlaksananya kegiatan Energi Sumber Daya
Mineral tanpa sengketa tumpang tindih lahan, dengan tetap berupaya mempertahankan daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Optimalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bukan
terbatas sektoral saja tetapi lebih ke arah merencanakan bagaimana menciptakan tata ruang
yang bermanfaat bagi banyak pihak dan lingkungan.
Kemampuan ahli dan teknologi Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) minyak dan gas
bumi memeras data/informasi seismik dan petrofisika, memberi inspirasi pemanfaatan teknologi 4
Dimensi (4D) untuk penataan ruang wilayah. Menggunakan teknologi 4D mengupayakan ketelitian
dalam pengembangan Tata Ruang Wilayah sekaligus untuk perencanaan, pencatatan/pengukuran,
peragaan, pemantauan (monitoring) dan informasi dini.
Kata kunci: Tata Ruang, 4D, Teknologi GGR.
ABSTRACT:
Utilization of energy and mineral resources onshore or offshore and its surrounding
must be planned well in order to maintain the ecosystems balancing and to preserve the
function of the location. This include giving the priority for energy and mineral resources
exploitation with no dispute due to overlapping landuse but still maintaining the capacity
of support and accomodation of the environment. Optimization of Urban Landuse Regional Plan not only depends on sectoral aspect but also on how to create useful landuse
for all users.
The capability of Petroleum Geologist, Geophysicists and Reservoir Engineers to extract information from seismic data from 4 Dimension technologies may inspire the planner
to use the 4D technology for Urban Planning. In this case it can also be used for recording, measuring, displaying, monitoring and early information.
Key word: Urban Planing, 4D, GGR Technology.
I. PENDAHULUAN
Tumpang tindih lahan sudah lama menjadi kendala
investasi dan pengembangan Sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), baik antar-subsektor
maupun antar-sektor. Berbagai solusi diterapkan
melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), namun masih terjadi kendala dengan
12

timbulnya permasalahan antar-sektor hingga tumpang


tindih kewenangan antar-sektor. Sudah waktunya
semua pihak menjaga harmonisasi lingkungan dan
meningkatkan komitmen bersama tentang pelestarian
lingkungan melalui kerjasama dan integrasi tata ruang.
Keterbatasan wilayah untuk kegiatan pertambangan juga menjadi tantangan banyak pihak

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

sehingga sudah selayaknya berpindah ke wilayah lepas


pantai atau laut. Pengembangan ke arah bawah
permukaan seperti juga alternatif upaya membangun
pola compact cities hemat ruang secara lateral, dan
optimalisasi ke arah vertikal (atas dan bawah
permukaan) harus dikembangkan dalam Pola Tata
Ruang Pulau Jawa 2010-2020 (Emil Salim, 2009).
II. TINJAUAN UMUM
Identifikasi awal tata ruang dan lingkungan dipilih
sebagai satu fungsi tujuan (goal), yaitu: bumi sebagai
tempat kegiatan manusia yang nyaman dan lestari.
Adanya kegiatan antar-sektor, proses keseimbangan
dan keberlanjutan pemanfaatan potensi sumber daya
mineral serta sumber daya lingkungan sekaligus
sebagai fungsi pembatas (constraints) dalam
optimalisasi mencapai tujuan penataan ruang.
Kompilasi beberapa teori dan konsep dilakukan terkait
dalam analisis data sekunder, aplikasi seismik 3
Dimensi, dan studi kasus.
A. Perekonomian dan Tata Ruang Regional
Analisis Ekonomi Pembangunan dalam
Perencanaan Regional menyatakan pembuatan
prasarana pada titik-titik pertumbuhan mendorong
penggairahan migrasi intra-regional. Selanjutnya
adanya pertumbuhan ekonomi memahami
perkembangan dan perubahan secara terus-menerus
dapat dijadikan landasan bagi pengkajian terhadap
berbagai kemungkinan pembangunan dan upaya
mempertemukan berbagai perbedaan. Dibedakan
antara kegiatan basis (basic activities) dan bukan
basis (non-basic activities) (Michael Todaro, 1998
dalam Djoko Sunarjanto dkk., 2009), kegiatan
pengusahaan mineral dan energi pada suatu lokasi
termasuk kegiatan basis. Banyaknya kegiatan basis
di lokasi atau wilayah akan menambah arus
pendapatan ke wilayah yang bersangkutan,
menggerakkan aktivitas perekonomian lainnya,
menimbulkan investasi lain serta menaikkan kegiatan
bukan-basis, artinya kegiatan basis berperan sebagai
penggerak pertama perekonomian regional.
Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah
nasional merupakan rencana pemanfaatan dan
pengendalian ruang wilayah nasional, guna
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan
keseimbangan perkembangan antar-wilayah serta
keserasian antar-sektor (wikipedia.org). Untuk itu
Pemerintah menerbitkan UU Nomor 26 Tahun 2007

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

tentang Penataan Ruang, sedangkan keterkaitan


dengan Sektor ESDM khususnya dalam tulisan ini
adalah tata ruang dalam penetapan lokasi dan fungsi
ruang investasi.
B. Metode Seismik 3D
Sejak tahun 1976 diperkenalkan metode seismik
3 Dimensi (3D), untuk pemetaan bawah permukaan.
Dengan majunya teknologi visualisasi 3D (Bosquet
dan Dulac, 2000 dalam Suprajitno 2005) para ahli
seismik eksplorasi dapat memotong kubus data bawah
permukaan atau data seismik 3D sesuai dengan
keperluannya, bahkan memutar-mutar kubus itu
sehingga yang di bagian belakang beralih menjadi
berada di depan, yang berada di bagian kiri beralih
menjadi berada di bagian kanan dan begitupun
sebaliknya.
Kemampuan ahli memeras informasi petrofisika
mengilhami untuk memanfaatkan seismik guna
memantau pekerjaan secondary recovery. Dengan
melakukan pengukuran di lapangan migas sebelum
dan sesudah pendesakan uap/air, akan diperoleh
gambaran perubahan petrofisika batuan reservoir
akibat pendesakan tersebut (Eykenhof, 2003 dalam
Suprajitno, 2005).
C. Optimalisasi Sumberdaya Mineral
Berawal dari siklus kehidupan yang dibutuhkan
manusia hidup di bumi selalu terkait dengan mineral
dan energi sebagai penggerak sekaligus kenyamanan
hidup disamping masalah sandang pangan dan papan.
Paradigma baru yang sesuai UUD 1945 ps 33 ayat
(3) antara lain ; Pemerintah melakukan optimalisasi
pemanfaatan sumber kekayaan buminya di wilayah
darat, laut dan ruang di atasnya untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat Indonesia (R. Sukhyar, 2008).
III. ANALISIS KOMPARATIF
Melihat konsumsi energi primer dunia 2001-2005
tercatat minyak bumi masih paling besar dikonsumsi,
seperti ditunjukkan dalam Tabel 1 dan diperkirakan
persentase konsumsi tetap masih didominasi minyak
dan gas bumi pada tahun- tahun mendatang.
Bertolak dari data di atas dianalogikan dengan
persentase konsumsi energi primer untuk Indonesia
tidak jauh berbeda seperti persentase dunia, dilakukan
analisis guna lebih melihat upaya menjaga pasokan
dan menciptakan tata ruang wilayah yang
berkelanjutan bagi ESDM dan sektor lainnya.
Kompilasi berbagai data dan kasus terkait kegiatan
13

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJOKO SUNARJANTO, DKK.

ESDM sebagai pusat ataupun kutub pertumbuhan


ekonomi, mengubah tata guna lahan di permukaan,
serta kemungkinan pengembangan kegiatan ke arah
bawah permukaan ataupun secara vertikal.
Pesatnya perkembangan teknologi eksplorasi
perminyakan khususnya geologi, geofisika dan reservoir merupakan salah satu usaha untuk memberikan
gambaran yang lebih baik tentang kondisi bawah
permukaan, potensi-potensi baru, sampai identifikasi
hidrokarbon. Pengolahan khusus dan interpretasi
lanjut data seismik diyakini dapat membantu dalam
mengidentifikasi sehingga dapat digunakan untuk
delineasi potensi bawah permukaan. Data seismik 3D
pada analisis Geologi Geofisika Reservoir (GGR)
menunjukkan kondisi bawah permukaan cukup jelas
di mana posisi batuan reservoir, seal dan batuan
sumber serta dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang, seperti contoh pada Gambar 1 dan Gambar
2.
Aplikasi seismik 3D dapat sebagai alat perekam
tata ruang Wilayah ESDM yang sangat terkait dengan
dimensi volumetrik (3D) ditambah fungsi waktu
(sebelum, selama dan sesudah kegiatan) menjadi 4D.
Aplikasi tersebut diharapkan berperan mengatasi
permasalahan tumpang tindih lahan/wilayah yang
selama ini masih menjadi kendala dan tantangan
pengembangan Sektor ESDM.
IV. TUMPANG TINDIH LAHAN
Terdapat proses dalam pengembangan wilayah
kegiatan ESDM yang memerlukan kronologi dan
ketelitian rekaman data informasi. Sering terjadi proses
eksplorasi pertambangan mineral dan energi
memerlukan proses dan waktu yang lama
bersinggungan pada kawasan hutan lindung ataupun
kawasan budidaya. Demikian juga terjadi tumpang
tindih lahan antara kawasan hutan dan pertanian,
perkebunan dan sektor lainnya. Kondisi geologi Indonesia mendukung ruang wilayah bagaikan susunan
mosaik kawasan kegiatan sektor ESDM
berdampingan dengan kawasan budidaya lain berada
pada daerah pegunungan dan pebukitan yang subur,
pemukiman, perikanan di sepanjang pantai bahkan
sampai lepas pantai. Pada wilayah Sumatera dan
Kalimantan karena keberadaan sumber daya mineral
pada ruang yang sama sering terjadi tumpang tindih
antara kegiatan migas dan batubara, ataupun kegiatan
sektor pertambangan dan kehutanan. Contoh lainnya
adalah pengembangan panas bumi Wayang Windu
14

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Tabel 1
Persentase Konsumsi Energi Primer Dunia
Bahan bakar

2001 2002 2003 2004 2005

Minyak
35,00 34,90 34,40 34,30 35,00
Batubara
23,30 23,50 24,40 24,40 25,00
Gas
21,20 21,20 21,20 20,90 21,00
Energi Terbarukan 10,90 10,90 10,80 10,60 10,00
Nuklir
6,90 6,80 6,50 6,50 6,00
Tenaga Air
2,20 2,20 2,20 2,20 2,00
Lain-lain
0,50 0,50 0,50 0,40 1,00
Lain-lain termasuk panas bumi, angin, matahari dll.
(Sumber : Ali H Ibrahim 2008/diringkas)

Gambar 1
Data Seismik 3 Dimensi
(Sumber : Dina Z, 2009)

Gambar 2
Irisan-irisan 3 Dimensi menunjukkan
kondisi bagian tengah dan bawah permukaan
(Sumber : Dina Z, 2009)

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

Jawa Barat di wilayah tangkapan hujan dan relatif


dekat lokasi geowisata atau pada daerah perkebunan
yang subur, timbul tumpang tindih lahan, berdampak
positip dan negatif pada lingkungan daerah sekitarnya
bahkan sampai daerah di kaki gunung yang sudah
menjadi kawasan pemukiman.
Tumpang tindih wilayah kerja migas dengan
kegiatan-kegiatan lain di luar kegiatan usaha migas
merupakan kendala yang dihadapi di lapangan.
Benturan kepentingan pemanfaatan lahan dengan
Kuasa Pertambangan (KP) Batubara, pengelola Hutan
Tanaman Industri (HTI), perkebunan dan pihak-pihak
yang mengembangkan infrastruktur merupakan
kegiatan yang sering bersinggungan dengan kegiatan
industri hulu migas (BP MIGAS, 2009).
Dampak kegiatan ESDM pada lingkungan fisik,
kimia dan biologi akan menyebabkan perubahan suhu
udara, kecepatan angin, gangguan kualitas lingkungan
lainnya. Adanya pembukaan lahan seperti penebangan
pohon, pengupasan tanah berdampak pada penurunan
fungsi vegetasi sebagai peresapan air dan
memudahkan terjadi erosi. Pada sisi lain dengan kreasi
dan inovasi dalam penerapan teknologi seperti
pemboran migas miring pada kawasan danau dan
hutan tidak mengganggu lingkungan, artinya kegiatan
pemboran migas tetap menjaga lingkungan dengan
tetap mempertahankan Ruang Terbuka Biru
(kawasan air permukaan) dan Ruang Terbuka Hijau
(kawasan hutan dan kebun) menjadi alternatif solusi
permasalahan tumpang tindih lahan. Kompleksnya
permasalahan penataan ruang wilayah perlu
kreativitas, setidaknya teknologi 4D yang sudah
berkembang, pemboran miring pada kegiatan hulu
migas dapat diaplikasikan dalam penataan ruang
wilayah.
A. Tumpang Tindih Kegiatan Migas
Berbagai peraturan perundangan sebagai
pedoman pelaksanaan kegiatan sudah diterbitkan.
Antisipasi menghindari tumpang tindih dengan
kegiatan Subsektor Migas lepas pantai sudah diatur
dalam peraturan pemerintah yang sudah cukup lama.
Dalam PP Nomer 17 Tahun 1974 pada pasal 12
diuraikan bahwa Menteri dalam hal ini Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral dengan persetujuan
Menteri lain yang bersangkutan menetapkan batasbatas daerah terlarang dan terbatas. Pada pasal 13
diuraikan bahwa kecuali dengan izin, kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi migas tidak dapat dilakukan

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

di tempat-tempat antara lain:


1. Tempat keagamaan, atau tempat suci, peninggalan
jaman kuno yang penting, daerah suaka alam atau
daerah yang secara resmi dinyatakan sebagai
daerah pariwisata.
2. Tempat yang jaraknya kurang dari 250 (dua ratus
lima puluh) meter dari batas wilayah kuasa
pertambangan dan/atau wilayah kerja atau apabila
berbatasan dengan negara lain, dengan jarak yang
akan ditentukan dalam perjanjian antara Negara
Republik Indonesia dengan negara lain.
3. Secara umum diketahui sebagai tempat peneluran
ikan, batu karang, mutiara, dan koral.
Tempat atau lokasi penting tersebut dapat
digambarkan posisinya lengkap dengan koordinat dan
lokasi geografisnya. Menggunakan data 3 Dimensi
(3D) sudah diakui mampu merekam lokasi, geometri
dan penyebaran potensi ESDM di permukaan dan
bawah permukaan.
Selama ini pada sub-sektor migas sudah dilakukan
penentuan Wilayah Kerja yang dibatasi selain faktor
luas wilayah (panjang dan lebar) juga dibatasi
kedalaman. Dalam kontrak sudah terdapat
pembatasan jangka waktunya, atau sudah
diberlakukan batasan volumetrik dan waktu atau
batasan 4 Dimensi (4D). Aplikasi dan kompilasi teori
Seismik 3D dengan apa yang tersurat dalam kontrak
sudah waktunya didokumentasikan dalam format 4
Dimensi.
Contoh kasus adalah WKP Migas di wilayah
Pulau Bula dan sekitarnya Provinsi Maluku antara
Citic dan Kuffpec atau Kalrez (BP MIGAS, 2009).
WKP Migas tersebut secara 2 Dimensi terlihat saling
tumpang tindih), namun sebenarnya secara terpisah
dalam uraian kontrak atau pada lampiran kontrak
diuraikan batasan kedalaman masing-masing WKP
Migas. Pengusahaan hulu migas sudah menerapkan
pembagian wilayah kerja yang dibedakan berdasar
kedalaman. Pembagian wilayah berdasar kedalaman
antara Bula Block (Kalrez Energy NL) dan Seram
Non Bula PSC ( Citic Seram Energy Ltd ) di Wilayah
Seram Maluku (Gambar 3). Namun penggambarannya masih dengan 2D dan penjelasan kedalaman
tertuang dalam Exhibit.
B. Tumpang Tindih Antar-Sektor
Akhir-akhir ini lebih sering timbul permasalahan
tumpang tindih lahan kegiatan ESDM dengan
15

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

kawasan hutan yang berdampak penghentian kegiatan


ESDM yang sedang aktif berjalan. Dampak lain dapat
mengganggu perkembangan investasi dalam dan luar
negeri, sehingga diperlukan optimalisasi ruang wilayah
dengan membagi ruang dan waktu sesuai potensi yang
dimiliki ruang tersebut (Gambar 4). Penyusunan
alternatif kebijakan pengembangan pertambangan
pada wilayah yang tidak tumpang tindih, misal dengan
mengatur kedalaman sampai 200 m untuk wilayah
kerja pertambangan batubara, 200 1.500 meter
wilayah kerja Coal Bed Methane (CBM), dan
kedalaman > 1.500 meter wilayah kerja minyak dan
gas bumi.
Pembagian ruang wilayah subsektor dalam lingkup
ESDM dapat dikembangkan untuk pembagian ruang
wilayah antar sektor, sebagai ilustrasi pada wilayah
permukaan sampai kedalaman tetentu untuk Sektor
Budidaya (Kehutanan, Pertanian, Pemukiman). Pada
bagian bawah permukaan dengan kedalaman yang
sudah pasti berdasar cadangan mineral dapat
diperuntukkan ruang wilayah subsektor migas ataupun
pertambangan lainnya. Sebaliknya secara vertikal
sebagian lahan dan ruang udara di atas permukaan
sebagai kawasan penyaluran energi listrik melalui
Saluran Udara Tegangan Ekstra-Tinggi (SUTET),
jalur pipa transportasi/distribusi Bahan Bakar Minyak
(BBM) tanpa mengurangi lahan pertanian seperti
pembangunan jalan layang, sehingga tercipta integrasi
kegiatan dengan tetap menjaga pelestarian lingkungan
dan perputaran roda perekonomian regional dan lokal.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Gambar 3
Peta lokasi Wilayah Kerja Migas
daerah Seram, Maluku.
Sumber : BP MIGAS, 2009.

C. Tumpang Tindih di Wilayah Laut


Permasalahan tata ruang yang masih memerlukan
perhatian adalah belum adanya batas provinsi di laut
maupun batas Wilayah Indonesia dengan negara
tetangga pada beberapa lokasi yang mengakibatkan
potensi timbul konflik. Masih menjadi permasalahan
serius seperti daerah Ambalat yang mengandung
potensi migas, diharapkan dapat diselesaikan
secepatnya untuk menghindari konflik lebih jauh
(Rizald M. Rompas, 2009). Perubahan wilayah
daratan Singapura menjorok ke laut karena
penimbunan pantai, sementara erosi terjadi pada
beberapa pulau di Wilayah Indonesia tentu berakibat
perubahan garis pantai yang signifikan berdampak
timbul kerugian serta dapat mengganggu kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pergeseran batas wilayah di lepas pantai
mengakibatkan tumpang tindih kepentingan sektor,

16

Gambar 4
Ilustrasi 3D pembagian ruang wilayah
kegiatan Sektor ESDM

subsektor bahkan permasalahan tata ruang


pemerintah khususnya pemerintah daerah provinsi/
kabupaten/kota kepulauan. Batas wilayah antardaerah diperlukan untuk mempercepat akselerasi
pengembangan wilayah perbatasan antar-daerah,
sekaligus mengantisipasi peningkatan pemanfaatan
mineral dan energi mengarah ke laut mengingat
semakin kompleksnya permasalahan kegiatan
ekstraksi sumber daya mineral dan energi di wilayah
darat.

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJOKO SUNARJANTO, DKK.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

V. PERUBAHAN RUANG WILAYAH

VI. PENUTUP

Hasil kajian Panel Pemerintah tentang Perubahan


Iklim atau Inter Governmental Panel on Climate
Change (IPCC) tahun 2007, memperkirakan Tahun
2050 temperatur global akan naik 2 3 derajat
Celcius, sehingga berdampak pada air dan kehidupan
di bumi. Perubahan iklim dan temperatur menimbulkan
perubahan global (Harvey Blatt, 1997), berdampak
pada hal-hal seperti kenaikan volume air laut,
pergeseran garis pantai atau timbulnya banjir air laut
pasang, angin kencang, perubahan cuaca dan badai
menimpa semua belahan dunia secara bergantian atau
bersamaan waktu kejadiannya. Musim panas semakin
panas sebaliknya musim dingin bertambah dingin yang
berakibat langsung pada kerusakan dan gangguan
aktivitas manusia. Pada sisi lain berdampak terjadinya
kenaikan kebutuhan energi.

Dinamika dan kompleksitas ruang wilayah


memerlukan inovasi dan kreasi termasuk juga aplikasi
teknologi yang ada. Sebagai bahan pengambilan
keputusan khususnya penyusunan RTRW, teknologi
Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) yang sudah
berkembang untuk eksplorasi minyak dan gas bumi
dapat dimanfaatkan untuk penataan ruang wilayah.
Pemanfaatan teknologi 3 Dimensi GGR untuk
penyusunan tata ruang dalam 4 Dimensi sekaligus
upaya lebih terinci dalam perencanaan, pengukuran,
pemantauan (monitoring), mediasi, keamanan dan
informasi dini berbagai kepentingan bagi kehidupan
serta pelestarian lingkungan.

Sekitar 48 pulau ukuran kecil-sedang dari 16


propinsi di Indonesia akan terendam air laut tahun
2100. Skenario pesimis, bencana banjir yang
diperkirakan tersebut lebih cepat terjadi sebelum 2100
bahkan sebelum tahun 2050, setidaknya kota pantai
di Indonesia berpotensi terendam air akibat kombinasi
antara perubahan peruntukan ruang wilayah,
penurunan Ruang Terbuka Biru (RTB) Ruang
Terbuka Hijau (RTH), air laut pasang (rob) dan
meluapnya sungai. Dampak negatif terhadap ruang
wilayah yang memicu timbulnya dampak lainnya;
- Wilayah atau luas wilayah daratan menjadi
berkurang.
- Perubahan muka air tanah yang berpengaruh pada
kondisi bawah permukaan bumi.
- Bencana alam merusak sarana prasarana dan
budidaya manusia.
- Terjadi perubahan daya dukung alam lingkungan
akibat masuknya zat pencemar dari sumbersumber potensial (contaminant loading) dari
permukaan ke bawah permukaan bumi
mempercepat penurunan kualitas lingkungan.
Rekaman perubahan ruang wilayah secara terinci
dapat didokumentasikan dengan teknologi 4D berguna
untuk pemantauan perubahan daya dukung ruang
wilayah, sehingga sebagai informasi dini dapat
dilakukan pengendalian dan manajemen bencana alam
dan bencana geologi yang mungkin terjadi.

KEPUSTAKAAN
1. Anonim, 1974, Pengawasan Pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi
di Daerah Lepas Pantai. PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1974.
2. Blatt, Harvey, 1997, Our Geologic Environment,
Prentice Hall, Inc, New Jersey, 541 p., ISBN 013-371022-X.
3. BP MIGAS, 2009, Laporan Tahunan BP MIGAS
2008, 68 hal.
4. Christensen, John W., 1991, Global Science, energy, resources, environment, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuqe Iowa, third edition, 699
p., ISBN 0-8403-4657-3.
5. Herman Ibrahim, A., 2008, General Check-Up
Kelistrikan Nasional, MediapIus Network,
Cetakan Pertama November 2008, ISBN 978979-18898-0-3.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Desember 2009.
7. Munadi, Suprajitno, 2005, Peran Ilmu
Elastodinamika Dalam Meningkatkan
Keberhasilan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas,
Pidato Ahli Peneliti Utama, Departemen Energi
Sumber Daya Mineral, Jakarta, 11 Juli 2005.
8. Rompas, Rizald M., 2009, Mendesak, Penetapan
Batas Wilayah Laut, Majalah Maritim Indonesia, Edisi 14 Tahun IV, April-Juni 2009.
9. Salim, Emil, 2009, Menata Kembali Kawasan
Jabodetabek 2010-2020, Workshop Menata
17

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

Kembali Kawasan Metropolitan Jabodetabekjur,


Jakarta 23-24 Juli 2009.
10. Sukhyar, R, Dr., 2008.Potensi Geologi Dalam
Penataan Ruang Nasional, PIT IAGI ke 37,
Bandung 27 Agustus 2008.
11. Sunarjanto, D., Suprajitno Munadi, Isnawati dan
Heru Riyanto, 2009, Alternatif Penyusunan

18

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Kembali Kebijakan Pengelolaan Energi Ramah


Lingkungan, Proceeding Seminar Nasional Dies
Emas ITB, 4-5 Maret 2009.
12. Zaenab, Dina, 2009, Lithology and Fluid Identification Using Extended Elastic Impedance
Method Case Study Blackfoot Field, University
of Indonesia, Theses Master (Unpublished).

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Teknologi 4 Dimensi (4D) untuk Optimalisasi


Penataan Ruang Kegiatan Energi Sumber
Daya Mineral
Oleh: Djoko Sunarjanto1), Bambang Wicaksono2), dan Heru Riyanto2)
Peneliti Muda1), Perekayasa Madya2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 26 Januari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 12 Maret 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Pemanfaatan sumber daya mineral dan energi di wilayah darat, laut dan ruang di atasnya
secara terencana diarahkan untuk menciptakan keseimbangan ekosistem dan pelestarian fungsi
lokasi. Termasuk di dalamnya memprioritaskan terlaksananya kegiatan Energi Sumber Daya
Mineral tanpa sengketa tumpang tindih lahan, dengan tetap berupaya mempertahankan daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Optimalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bukan
terbatas sektoral saja tetapi lebih ke arah merencanakan bagaimana menciptakan tata ruang
yang bermanfaat bagi banyak pihak dan lingkungan.
Kemampuan ahli dan teknologi Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) minyak dan gas
bumi memeras data/informasi seismik dan petrofisika, memberi inspirasi pemanfaatan teknologi 4
Dimensi (4D) untuk penataan ruang wilayah. Menggunakan teknologi 4D mengupayakan ketelitian
dalam pengembangan Tata Ruang Wilayah sekaligus untuk perencanaan, pencatatan/pengukuran,
peragaan, pemantauan (monitoring) dan informasi dini.
Kata kunci: Tata Ruang, 4D, Teknologi GGR.
ABSTRACT:
Utilization of energy and mineral resources onshore or offshore and its surrounding
must be planned well in order to maintain the ecosystems balancing and to preserve the
function of the location. This include giving the priority for energy and mineral resources
exploitation with no dispute due to overlapping landuse but still maintaining the capacity
of support and accomodation of the environment. Optimization of Urban Landuse Regional Plan not only depends on sectoral aspect but also on how to create useful landuse
for all users.
The capability of Petroleum Geologist, Geophysicists and Reservoir Engineers to extract information from seismic data from 4 Dimension technologies may inspire the planner
to use the 4D technology for Urban Planning. In this case it can also be used for recording, measuring, displaying, monitoring and early information.
Key word: Urban Planing, 4D, GGR Technology.
I. PENDAHULUAN
Tumpang tindih lahan sudah lama menjadi kendala
investasi dan pengembangan Sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), baik antar-subsektor
maupun antar-sektor. Berbagai solusi diterapkan
melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), namun masih terjadi kendala dengan
12

timbulnya permasalahan antar-sektor hingga tumpang


tindih kewenangan antar-sektor. Sudah waktunya
semua pihak menjaga harmonisasi lingkungan dan
meningkatkan komitmen bersama tentang pelestarian
lingkungan melalui kerjasama dan integrasi tata ruang.
Keterbatasan wilayah untuk kegiatan pertambangan juga menjadi tantangan banyak pihak

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

sehingga sudah selayaknya berpindah ke wilayah lepas


pantai atau laut. Pengembangan ke arah bawah
permukaan seperti juga alternatif upaya membangun
pola compact cities hemat ruang secara lateral, dan
optimalisasi ke arah vertikal (atas dan bawah
permukaan) harus dikembangkan dalam Pola Tata
Ruang Pulau Jawa 2010-2020 (Emil Salim, 2009).
II. TINJAUAN UMUM
Identifikasi awal tata ruang dan lingkungan dipilih
sebagai satu fungsi tujuan (goal), yaitu: bumi sebagai
tempat kegiatan manusia yang nyaman dan lestari.
Adanya kegiatan antar-sektor, proses keseimbangan
dan keberlanjutan pemanfaatan potensi sumber daya
mineral serta sumber daya lingkungan sekaligus
sebagai fungsi pembatas (constraints) dalam
optimalisasi mencapai tujuan penataan ruang.
Kompilasi beberapa teori dan konsep dilakukan terkait
dalam analisis data sekunder, aplikasi seismik 3
Dimensi, dan studi kasus.
A. Perekonomian dan Tata Ruang Regional
Analisis Ekonomi Pembangunan dalam
Perencanaan Regional menyatakan pembuatan
prasarana pada titik-titik pertumbuhan mendorong
penggairahan migrasi intra-regional. Selanjutnya
adanya pertumbuhan ekonomi memahami
perkembangan dan perubahan secara terus-menerus
dapat dijadikan landasan bagi pengkajian terhadap
berbagai kemungkinan pembangunan dan upaya
mempertemukan berbagai perbedaan. Dibedakan
antara kegiatan basis (basic activities) dan bukan
basis (non-basic activities) (Michael Todaro, 1998
dalam Djoko Sunarjanto dkk., 2009), kegiatan
pengusahaan mineral dan energi pada suatu lokasi
termasuk kegiatan basis. Banyaknya kegiatan basis
di lokasi atau wilayah akan menambah arus
pendapatan ke wilayah yang bersangkutan,
menggerakkan aktivitas perekonomian lainnya,
menimbulkan investasi lain serta menaikkan kegiatan
bukan-basis, artinya kegiatan basis berperan sebagai
penggerak pertama perekonomian regional.
Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah
nasional merupakan rencana pemanfaatan dan
pengendalian ruang wilayah nasional, guna
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan
keseimbangan perkembangan antar-wilayah serta
keserasian antar-sektor (wikipedia.org). Untuk itu
Pemerintah menerbitkan UU Nomor 26 Tahun 2007

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

tentang Penataan Ruang, sedangkan keterkaitan


dengan Sektor ESDM khususnya dalam tulisan ini
adalah tata ruang dalam penetapan lokasi dan fungsi
ruang investasi.
B. Metode Seismik 3D
Sejak tahun 1976 diperkenalkan metode seismik
3 Dimensi (3D), untuk pemetaan bawah permukaan.
Dengan majunya teknologi visualisasi 3D (Bosquet
dan Dulac, 2000 dalam Suprajitno 2005) para ahli
seismik eksplorasi dapat memotong kubus data bawah
permukaan atau data seismik 3D sesuai dengan
keperluannya, bahkan memutar-mutar kubus itu
sehingga yang di bagian belakang beralih menjadi
berada di depan, yang berada di bagian kiri beralih
menjadi berada di bagian kanan dan begitupun
sebaliknya.
Kemampuan ahli memeras informasi petrofisika
mengilhami untuk memanfaatkan seismik guna
memantau pekerjaan secondary recovery. Dengan
melakukan pengukuran di lapangan migas sebelum
dan sesudah pendesakan uap/air, akan diperoleh
gambaran perubahan petrofisika batuan reservoir
akibat pendesakan tersebut (Eykenhof, 2003 dalam
Suprajitno, 2005).
C. Optimalisasi Sumberdaya Mineral
Berawal dari siklus kehidupan yang dibutuhkan
manusia hidup di bumi selalu terkait dengan mineral
dan energi sebagai penggerak sekaligus kenyamanan
hidup disamping masalah sandang pangan dan papan.
Paradigma baru yang sesuai UUD 1945 ps 33 ayat
(3) antara lain ; Pemerintah melakukan optimalisasi
pemanfaatan sumber kekayaan buminya di wilayah
darat, laut dan ruang di atasnya untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat Indonesia (R. Sukhyar, 2008).
III. ANALISIS KOMPARATIF
Melihat konsumsi energi primer dunia 2001-2005
tercatat minyak bumi masih paling besar dikonsumsi,
seperti ditunjukkan dalam Tabel 1 dan diperkirakan
persentase konsumsi tetap masih didominasi minyak
dan gas bumi pada tahun- tahun mendatang.
Bertolak dari data di atas dianalogikan dengan
persentase konsumsi energi primer untuk Indonesia
tidak jauh berbeda seperti persentase dunia, dilakukan
analisis guna lebih melihat upaya menjaga pasokan
dan menciptakan tata ruang wilayah yang
berkelanjutan bagi ESDM dan sektor lainnya.
Kompilasi berbagai data dan kasus terkait kegiatan
13

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJOKO SUNARJANTO, DKK.

ESDM sebagai pusat ataupun kutub pertumbuhan


ekonomi, mengubah tata guna lahan di permukaan,
serta kemungkinan pengembangan kegiatan ke arah
bawah permukaan ataupun secara vertikal.
Pesatnya perkembangan teknologi eksplorasi
perminyakan khususnya geologi, geofisika dan reservoir merupakan salah satu usaha untuk memberikan
gambaran yang lebih baik tentang kondisi bawah
permukaan, potensi-potensi baru, sampai identifikasi
hidrokarbon. Pengolahan khusus dan interpretasi
lanjut data seismik diyakini dapat membantu dalam
mengidentifikasi sehingga dapat digunakan untuk
delineasi potensi bawah permukaan. Data seismik 3D
pada analisis Geologi Geofisika Reservoir (GGR)
menunjukkan kondisi bawah permukaan cukup jelas
di mana posisi batuan reservoir, seal dan batuan
sumber serta dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang, seperti contoh pada Gambar 1 dan Gambar
2.
Aplikasi seismik 3D dapat sebagai alat perekam
tata ruang Wilayah ESDM yang sangat terkait dengan
dimensi volumetrik (3D) ditambah fungsi waktu
(sebelum, selama dan sesudah kegiatan) menjadi 4D.
Aplikasi tersebut diharapkan berperan mengatasi
permasalahan tumpang tindih lahan/wilayah yang
selama ini masih menjadi kendala dan tantangan
pengembangan Sektor ESDM.
IV. TUMPANG TINDIH LAHAN
Terdapat proses dalam pengembangan wilayah
kegiatan ESDM yang memerlukan kronologi dan
ketelitian rekaman data informasi. Sering terjadi proses
eksplorasi pertambangan mineral dan energi
memerlukan proses dan waktu yang lama
bersinggungan pada kawasan hutan lindung ataupun
kawasan budidaya. Demikian juga terjadi tumpang
tindih lahan antara kawasan hutan dan pertanian,
perkebunan dan sektor lainnya. Kondisi geologi Indonesia mendukung ruang wilayah bagaikan susunan
mosaik kawasan kegiatan sektor ESDM
berdampingan dengan kawasan budidaya lain berada
pada daerah pegunungan dan pebukitan yang subur,
pemukiman, perikanan di sepanjang pantai bahkan
sampai lepas pantai. Pada wilayah Sumatera dan
Kalimantan karena keberadaan sumber daya mineral
pada ruang yang sama sering terjadi tumpang tindih
antara kegiatan migas dan batubara, ataupun kegiatan
sektor pertambangan dan kehutanan. Contoh lainnya
adalah pengembangan panas bumi Wayang Windu
14

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Tabel 1
Persentase Konsumsi Energi Primer Dunia
Bahan bakar

2001 2002 2003 2004 2005

Minyak
35,00 34,90 34,40 34,30 35,00
Batubara
23,30 23,50 24,40 24,40 25,00
Gas
21,20 21,20 21,20 20,90 21,00
Energi Terbarukan 10,90 10,90 10,80 10,60 10,00
Nuklir
6,90 6,80 6,50 6,50 6,00
Tenaga Air
2,20 2,20 2,20 2,20 2,00
Lain-lain
0,50 0,50 0,50 0,40 1,00
Lain-lain termasuk panas bumi, angin, matahari dll.
(Sumber : Ali H Ibrahim 2008/diringkas)

Gambar 1
Data Seismik 3 Dimensi
(Sumber : Dina Z, 2009)

Gambar 2
Irisan-irisan 3 Dimensi menunjukkan
kondisi bagian tengah dan bawah permukaan
(Sumber : Dina Z, 2009)

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

Jawa Barat di wilayah tangkapan hujan dan relatif


dekat lokasi geowisata atau pada daerah perkebunan
yang subur, timbul tumpang tindih lahan, berdampak
positip dan negatif pada lingkungan daerah sekitarnya
bahkan sampai daerah di kaki gunung yang sudah
menjadi kawasan pemukiman.
Tumpang tindih wilayah kerja migas dengan
kegiatan-kegiatan lain di luar kegiatan usaha migas
merupakan kendala yang dihadapi di lapangan.
Benturan kepentingan pemanfaatan lahan dengan
Kuasa Pertambangan (KP) Batubara, pengelola Hutan
Tanaman Industri (HTI), perkebunan dan pihak-pihak
yang mengembangkan infrastruktur merupakan
kegiatan yang sering bersinggungan dengan kegiatan
industri hulu migas (BP MIGAS, 2009).
Dampak kegiatan ESDM pada lingkungan fisik,
kimia dan biologi akan menyebabkan perubahan suhu
udara, kecepatan angin, gangguan kualitas lingkungan
lainnya. Adanya pembukaan lahan seperti penebangan
pohon, pengupasan tanah berdampak pada penurunan
fungsi vegetasi sebagai peresapan air dan
memudahkan terjadi erosi. Pada sisi lain dengan kreasi
dan inovasi dalam penerapan teknologi seperti
pemboran migas miring pada kawasan danau dan
hutan tidak mengganggu lingkungan, artinya kegiatan
pemboran migas tetap menjaga lingkungan dengan
tetap mempertahankan Ruang Terbuka Biru
(kawasan air permukaan) dan Ruang Terbuka Hijau
(kawasan hutan dan kebun) menjadi alternatif solusi
permasalahan tumpang tindih lahan. Kompleksnya
permasalahan penataan ruang wilayah perlu
kreativitas, setidaknya teknologi 4D yang sudah
berkembang, pemboran miring pada kegiatan hulu
migas dapat diaplikasikan dalam penataan ruang
wilayah.
A. Tumpang Tindih Kegiatan Migas
Berbagai peraturan perundangan sebagai
pedoman pelaksanaan kegiatan sudah diterbitkan.
Antisipasi menghindari tumpang tindih dengan
kegiatan Subsektor Migas lepas pantai sudah diatur
dalam peraturan pemerintah yang sudah cukup lama.
Dalam PP Nomer 17 Tahun 1974 pada pasal 12
diuraikan bahwa Menteri dalam hal ini Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral dengan persetujuan
Menteri lain yang bersangkutan menetapkan batasbatas daerah terlarang dan terbatas. Pada pasal 13
diuraikan bahwa kecuali dengan izin, kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi migas tidak dapat dilakukan

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

di tempat-tempat antara lain:


1. Tempat keagamaan, atau tempat suci, peninggalan
jaman kuno yang penting, daerah suaka alam atau
daerah yang secara resmi dinyatakan sebagai
daerah pariwisata.
2. Tempat yang jaraknya kurang dari 250 (dua ratus
lima puluh) meter dari batas wilayah kuasa
pertambangan dan/atau wilayah kerja atau apabila
berbatasan dengan negara lain, dengan jarak yang
akan ditentukan dalam perjanjian antara Negara
Republik Indonesia dengan negara lain.
3. Secara umum diketahui sebagai tempat peneluran
ikan, batu karang, mutiara, dan koral.
Tempat atau lokasi penting tersebut dapat
digambarkan posisinya lengkap dengan koordinat dan
lokasi geografisnya. Menggunakan data 3 Dimensi
(3D) sudah diakui mampu merekam lokasi, geometri
dan penyebaran potensi ESDM di permukaan dan
bawah permukaan.
Selama ini pada sub-sektor migas sudah dilakukan
penentuan Wilayah Kerja yang dibatasi selain faktor
luas wilayah (panjang dan lebar) juga dibatasi
kedalaman. Dalam kontrak sudah terdapat
pembatasan jangka waktunya, atau sudah
diberlakukan batasan volumetrik dan waktu atau
batasan 4 Dimensi (4D). Aplikasi dan kompilasi teori
Seismik 3D dengan apa yang tersurat dalam kontrak
sudah waktunya didokumentasikan dalam format 4
Dimensi.
Contoh kasus adalah WKP Migas di wilayah
Pulau Bula dan sekitarnya Provinsi Maluku antara
Citic dan Kuffpec atau Kalrez (BP MIGAS, 2009).
WKP Migas tersebut secara 2 Dimensi terlihat saling
tumpang tindih), namun sebenarnya secara terpisah
dalam uraian kontrak atau pada lampiran kontrak
diuraikan batasan kedalaman masing-masing WKP
Migas. Pengusahaan hulu migas sudah menerapkan
pembagian wilayah kerja yang dibedakan berdasar
kedalaman. Pembagian wilayah berdasar kedalaman
antara Bula Block (Kalrez Energy NL) dan Seram
Non Bula PSC ( Citic Seram Energy Ltd ) di Wilayah
Seram Maluku (Gambar 3). Namun penggambarannya masih dengan 2D dan penjelasan kedalaman
tertuang dalam Exhibit.
B. Tumpang Tindih Antar-Sektor
Akhir-akhir ini lebih sering timbul permasalahan
tumpang tindih lahan kegiatan ESDM dengan
15

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

kawasan hutan yang berdampak penghentian kegiatan


ESDM yang sedang aktif berjalan. Dampak lain dapat
mengganggu perkembangan investasi dalam dan luar
negeri, sehingga diperlukan optimalisasi ruang wilayah
dengan membagi ruang dan waktu sesuai potensi yang
dimiliki ruang tersebut (Gambar 4). Penyusunan
alternatif kebijakan pengembangan pertambangan
pada wilayah yang tidak tumpang tindih, misal dengan
mengatur kedalaman sampai 200 m untuk wilayah
kerja pertambangan batubara, 200 1.500 meter
wilayah kerja Coal Bed Methane (CBM), dan
kedalaman > 1.500 meter wilayah kerja minyak dan
gas bumi.
Pembagian ruang wilayah subsektor dalam lingkup
ESDM dapat dikembangkan untuk pembagian ruang
wilayah antar sektor, sebagai ilustrasi pada wilayah
permukaan sampai kedalaman tetentu untuk Sektor
Budidaya (Kehutanan, Pertanian, Pemukiman). Pada
bagian bawah permukaan dengan kedalaman yang
sudah pasti berdasar cadangan mineral dapat
diperuntukkan ruang wilayah subsektor migas ataupun
pertambangan lainnya. Sebaliknya secara vertikal
sebagian lahan dan ruang udara di atas permukaan
sebagai kawasan penyaluran energi listrik melalui
Saluran Udara Tegangan Ekstra-Tinggi (SUTET),
jalur pipa transportasi/distribusi Bahan Bakar Minyak
(BBM) tanpa mengurangi lahan pertanian seperti
pembangunan jalan layang, sehingga tercipta integrasi
kegiatan dengan tetap menjaga pelestarian lingkungan
dan perputaran roda perekonomian regional dan lokal.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Gambar 3
Peta lokasi Wilayah Kerja Migas
daerah Seram, Maluku.
Sumber : BP MIGAS, 2009.

C. Tumpang Tindih di Wilayah Laut


Permasalahan tata ruang yang masih memerlukan
perhatian adalah belum adanya batas provinsi di laut
maupun batas Wilayah Indonesia dengan negara
tetangga pada beberapa lokasi yang mengakibatkan
potensi timbul konflik. Masih menjadi permasalahan
serius seperti daerah Ambalat yang mengandung
potensi migas, diharapkan dapat diselesaikan
secepatnya untuk menghindari konflik lebih jauh
(Rizald M. Rompas, 2009). Perubahan wilayah
daratan Singapura menjorok ke laut karena
penimbunan pantai, sementara erosi terjadi pada
beberapa pulau di Wilayah Indonesia tentu berakibat
perubahan garis pantai yang signifikan berdampak
timbul kerugian serta dapat mengganggu kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pergeseran batas wilayah di lepas pantai
mengakibatkan tumpang tindih kepentingan sektor,

16

Gambar 4
Ilustrasi 3D pembagian ruang wilayah
kegiatan Sektor ESDM

subsektor bahkan permasalahan tata ruang


pemerintah khususnya pemerintah daerah provinsi/
kabupaten/kota kepulauan. Batas wilayah antardaerah diperlukan untuk mempercepat akselerasi
pengembangan wilayah perbatasan antar-daerah,
sekaligus mengantisipasi peningkatan pemanfaatan
mineral dan energi mengarah ke laut mengingat
semakin kompleksnya permasalahan kegiatan
ekstraksi sumber daya mineral dan energi di wilayah
darat.

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJOKO SUNARJANTO, DKK.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

V. PERUBAHAN RUANG WILAYAH

VI. PENUTUP

Hasil kajian Panel Pemerintah tentang Perubahan


Iklim atau Inter Governmental Panel on Climate
Change (IPCC) tahun 2007, memperkirakan Tahun
2050 temperatur global akan naik 2 3 derajat
Celcius, sehingga berdampak pada air dan kehidupan
di bumi. Perubahan iklim dan temperatur menimbulkan
perubahan global (Harvey Blatt, 1997), berdampak
pada hal-hal seperti kenaikan volume air laut,
pergeseran garis pantai atau timbulnya banjir air laut
pasang, angin kencang, perubahan cuaca dan badai
menimpa semua belahan dunia secara bergantian atau
bersamaan waktu kejadiannya. Musim panas semakin
panas sebaliknya musim dingin bertambah dingin yang
berakibat langsung pada kerusakan dan gangguan
aktivitas manusia. Pada sisi lain berdampak terjadinya
kenaikan kebutuhan energi.

Dinamika dan kompleksitas ruang wilayah


memerlukan inovasi dan kreasi termasuk juga aplikasi
teknologi yang ada. Sebagai bahan pengambilan
keputusan khususnya penyusunan RTRW, teknologi
Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) yang sudah
berkembang untuk eksplorasi minyak dan gas bumi
dapat dimanfaatkan untuk penataan ruang wilayah.
Pemanfaatan teknologi 3 Dimensi GGR untuk
penyusunan tata ruang dalam 4 Dimensi sekaligus
upaya lebih terinci dalam perencanaan, pengukuran,
pemantauan (monitoring), mediasi, keamanan dan
informasi dini berbagai kepentingan bagi kehidupan
serta pelestarian lingkungan.

Sekitar 48 pulau ukuran kecil-sedang dari 16


propinsi di Indonesia akan terendam air laut tahun
2100. Skenario pesimis, bencana banjir yang
diperkirakan tersebut lebih cepat terjadi sebelum 2100
bahkan sebelum tahun 2050, setidaknya kota pantai
di Indonesia berpotensi terendam air akibat kombinasi
antara perubahan peruntukan ruang wilayah,
penurunan Ruang Terbuka Biru (RTB) Ruang
Terbuka Hijau (RTH), air laut pasang (rob) dan
meluapnya sungai. Dampak negatif terhadap ruang
wilayah yang memicu timbulnya dampak lainnya;
- Wilayah atau luas wilayah daratan menjadi
berkurang.
- Perubahan muka air tanah yang berpengaruh pada
kondisi bawah permukaan bumi.
- Bencana alam merusak sarana prasarana dan
budidaya manusia.
- Terjadi perubahan daya dukung alam lingkungan
akibat masuknya zat pencemar dari sumbersumber potensial (contaminant loading) dari
permukaan ke bawah permukaan bumi
mempercepat penurunan kualitas lingkungan.
Rekaman perubahan ruang wilayah secara terinci
dapat didokumentasikan dengan teknologi 4D berguna
untuk pemantauan perubahan daya dukung ruang
wilayah, sehingga sebagai informasi dini dapat
dilakukan pengendalian dan manajemen bencana alam
dan bencana geologi yang mungkin terjadi.

KEPUSTAKAAN
1. Anonim, 1974, Pengawasan Pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi
di Daerah Lepas Pantai. PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1974.
2. Blatt, Harvey, 1997, Our Geologic Environment,
Prentice Hall, Inc, New Jersey, 541 p., ISBN 013-371022-X.
3. BP MIGAS, 2009, Laporan Tahunan BP MIGAS
2008, 68 hal.
4. Christensen, John W., 1991, Global Science, energy, resources, environment, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuqe Iowa, third edition, 699
p., ISBN 0-8403-4657-3.
5. Herman Ibrahim, A., 2008, General Check-Up
Kelistrikan Nasional, MediapIus Network,
Cetakan Pertama November 2008, ISBN 978979-18898-0-3.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Desember 2009.
7. Munadi, Suprajitno, 2005, Peran Ilmu
Elastodinamika Dalam Meningkatkan
Keberhasilan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas,
Pidato Ahli Peneliti Utama, Departemen Energi
Sumber Daya Mineral, Jakarta, 11 Juli 2005.
8. Rompas, Rizald M., 2009, Mendesak, Penetapan
Batas Wilayah Laut, Majalah Maritim Indonesia, Edisi 14 Tahun IV, April-Juni 2009.
9. Salim, Emil, 2009, Menata Kembali Kawasan
Jabodetabek 2010-2020, Workshop Menata
17

TEKNOLOGI 4 DIMENSI (4D) UNTUK OPTIMALISASI


DJOKO SUNARJANTO, DKK.

Kembali Kawasan Metropolitan Jabodetabekjur,


Jakarta 23-24 Juli 2009.
10. Sukhyar, R, Dr., 2008.Potensi Geologi Dalam
Penataan Ruang Nasional, PIT IAGI ke 37,
Bandung 27 Agustus 2008.
11. Sunarjanto, D., Suprajitno Munadi, Isnawati dan
Heru Riyanto, 2009, Alternatif Penyusunan

18

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 12 - 18

Kembali Kebijakan Pengelolaan Energi Ramah


Lingkungan, Proceeding Seminar Nasional Dies
Emas ITB, 4-5 Maret 2009.
12. Zaenab, Dina, 2009, Lithology and Fluid Identification Using Extended Elastic Impedance
Method Case Study Blackfoot Field, University
of Indonesia, Theses Master (Unpublished).

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

Penentuan Model Reservoir Dual Porosity


Pseudo Steady State Berdasarkan Analisis Hasil
Uji Sumur
Oleh: Edward ML Tobing
Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 26 Januari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 25 Februari 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010.

SARI
Data karakteristik reservoir minyak seperti permeabilitas batuan, faktor skin, tekanan reservoir, batas suatu reservoir dan keheterogenan pada suatu lapisan, dapat diperoleh dengan melakukan
analisis hasil uji sumur dari reservoir tersebut. Salah satu uji sumur yang umum digunakan adalah
uji pressure buildup (PBU), yaitu dengan menutup sumur setelah diproduksikan selama beberapa
lama dengan laju alir konstan. Apabila respon tekanan terhadap waktu selama penutupan dicatat,
maka dapat dilakukan analisis untuk memperoleh pola aliran yang terjadi dan juga karakteristik
reservoir tersebut diatas.
Dalam tulisan ini akan membahas analisis hasil uji pressure buildup dengan menerapkan
metode pressure derivative pada sumur minyak W-1 di Laut Jawa. Berdasarkan hasil analisis
tersebut, dapat disimpulkan bahwa model reservoir yang didapat adalah dual porosity pseudo
steady state dan dibatasi oleh dua bidang yang kedap. Harga (storativity ratio) dan (koefisien
interporosity flow) yang didapat masing masing menunjukkan storage kapasitas matrik yang
cukup besar dan permeabilitas matrik kecil, sehingga kontribusi aliran fluida minyak dari matrik
ke rekahan kurang memadai. Selain parameter dan , karakteristik reservoir lain yang didapat
adalah tekanan initial, wellbore storage, permeabilitas, skin faktor, flow efisiensi dan radius
investigasi. Dari hasil analisis uji pressure buildup yang diperoleh cukup memadai untuk dapat
digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan atau pengembangan lapangan tersebut.
Kata Kunci : Model reservoir, dual porosity pseudo steady state, uji sumur minyak
ABSTRACT
Well test analysis can be used for determining reservoir characteristics such as rock
permeability, skin factor, reservoir pressure, reservoir limit, and layer heterogeneity. Usually a pressure buildup test is programmed by shutting the well in after being produced at
a constant rate for a while. Then, by analyzing the pressure buildup vs. time during well
shut-in period, the flow scheme in the reservoir and reservoir characteristics can be determined.
This paper will be discussing pressure buildup analysis of oil well W-1 at Java Sea by
using pressure derivative method. It is concluded that dual porosity pseudo steady state
with two impermeable zones as boundaries is the best model fit the reservoir. The Value of
and that was found shows the storage matrix capacity is high but permeability matrix
is low. It means that fluid flow contribution from matrix to fracture is not significant. Beside
storativity ratio ( ) and interporosity flow coefficient (), the other characteristics such as
initial reservoir pressure, wellbore storage, permeability, skin factor, flow efficiency, and
radius of investigation can be determined. The result of pressure buildup analysis is suitable for reference in managing and developing the oilfield.
Key words: reservoir model, dual porosity pseudo steady state, oil well test
19

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

I. PENDAHULUAN
Tujuan utama dari uji kandungan hidrokarbon,
atau yang dikenal luas dengan sebutan well testing,
selain untuk menentukan kemampuan suatu lapisan
atau formasi untuk berproduksi, juga memperoleh data
karakteristik reservoir. Apabila pengujian ini dirancang
secara baik dan memadai, kemudian hasilnya dianalisis
secara tepat, banyak sekali informasi yang sangat
berharga akan diperoleh seperti: permeabilitas efektif
fluida, kerusakan atau perbaikan formasi di sekeliling
lubang bor yang diuji, tekanan reservoir, mendeteksi
adanya bidang patahan (linear boundary),
keheterogenan reservoir dan lainnya.
Prinsip dasar pengujian ini sangat sederhana yaitu
memberikan suatu gangguan keseimbangan
tekanan terhadap sumur yang diuji. Hal ini dapat
dilakukan dengan memproduksikan sumur pada laju
aliran yang konstan (drawdown) atau penutupan
sumur (buildup). Dengan adanya gangguan ini,
impuls perubahan tekanan (pressure transient) akan
disebarkan keseluruh reservoir dan diamati setiap saat
dengan mencatat tekanan lubang bor selama pengujian
berlangsung. Apabila perubahan tekanan tadi diplot
dengan suatu fungsi waktu, maka akan dapat
dianalisis pola aliran yang terjadi dan juga
karakteristik formasi yang telah disebutkan diatas.
Uji pressure buildup merupakan teknik uji sumur
yang paling sering dilakukan dan juga lebih dikenal
dalam uji pressure transient. Pengujian diawali
dengan memproduksikan sumur pada laju alir yang
konstan, dilanjutkan dengan penutupan sumur dan
diakhiri dengan mencatat kenaikan tekanan dasar
sumur sebagai fungsi waktu penutupan. Gambar 1
memperlihatkan skematis kelakuan laju alir fluida dan
respon tekanan untuk kasus uji buildup yang ideal.
Dalam gambar tersebut, tp adalah lamanya waktu
produksi sumur sebelum ditutup, sedangkan t adalah
lamanya waktu penutupan sumur.
Analisis uji pressure buildup didasarkan pada
prinsip superposisi dan telah dikembangkan oleh
Horner (plot semilog konvensional). Adapun
anggapan yang digunakan dalam mengembangkan
metodenya, dinyatakan bahwa sistem reservoir
berbentuk tidak terbatas (infinite acting), batuan
bersifat homogen dan isotropik (konvensional),
kompresibilitas fluida berharga kecil dan konstan,
serta hanya ada satu fluida yang mengalir dalam
sistem reservoir. Di samping itu, pengaruh wellbore
storage diabaikan. Dengan sejumlah anggapan
20

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

tersebut di atas, kasus tersebut merupakan kasus ideal


uji pressure buildup (Gambar 2).
Pada kenyataanya di lapangan, data hasil
pelaksanaan Uji Tekanan Bentuk jarang menghasilkan
kurva garis lurus plot Horner yang ideal, karena
dipengaruhi oleh efek wellbore storage, efek skin
dan heterogenity reservoir pada reservoir rekah alami
yang diuji. Untuk dapat merepresentasikan kondisi
sesungguhnya di dalam reservoir, maka perlu
dilakukan modifikasi dari kondisi ideal, sehingga dapat
menjelaskan akan adanya reservoir rekah alami.
II. ANALISIS TYPE CURVE
Analisis type curve diperkenalkan pertama kali
dalam industri perminyakan oleh Agarwal, sebagai
perangkat yang digunakan bersama-sama dengan plot
semilog konvensional. Type curve merupakan
gambaran secara grafis dari solusi persamaan aliran.
Sedangkan analisis type curve adalah cara untuk
mendapatkan type curve secara teorietis yang
selaras dengan respon aktual dari pengujian sumur
dan reservoir bila parameter produksi dan tekanan
berubah. Keselarasan tersebut didapat secara grafis
dengan cara menempatkan grafik dari data uji aktual
dengan grafik yang mirip dengan type curve dan
menentukan type curve mana yang paling selaras
dengan grafik tersebut.
Karena type curve merupakan plot dari solusi
secara teorietis untuk persamaan aliran transient dan
pseudo steady state, maka sering digunakan variabel
tak berdimensi (misalnya : D, tD, rD, dan CD) yang
mengacu pada variabel yang sebenarnya (misalnya :
Dp, t, r, dan C). Parameter reservoir dan sumur antara
lain permeabilitas dan skin, dapat dihitung dari parameter tak berdimensi yang sebelumnya telah
didefinisikan pada type curve tersebut.
Variabel apa saja dapat dijadikan variabel tak
berdimensi dengan cara mengalikan variabel tersebut
dengan konstanta yang mempunyai dimensi yang
berlawanan. Sebagai contoh, untuk membuat
penurunan tekanan tak berdimensi PD, penurunan
tekanan aktual p dalam satuan psi dikalikan dengan
kelompok A dalam satuan psi-1, atau :
PD = A p
Penentuan kelompok A yaitu dengan membuat
variabel tak berdimensi yang diperoleh dari suatu
persamaan yang dapat menggambarkan aliran fluida
di dalam reservoir. Untuk memperkenalkan konsep

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

ini, digunakan kembali persamaan Darcy yang


menggambarkan aliran radial, fluida incompressible,
dan aliran steady state yang dinyatakan dengan :

kh
Q
p
141.2QB[ln(r e / r wa ) 0.5]

1)

Dimana rwa adalah jari-jari efektif lubang bor yang


dipengaruhi faktor skin (s), dan didefinisikan sebagai:

r wa r w e

Kelompok A dapat ditentukan dengan


menyusun ulang persamaan Darcy menjadi :

1
kh
ln r e
p
r wa 2 141.2QB
Karena sisi kiri dari persamaan ini adalah variabel
tak berdimensi, maka sisi kanan juga harus variabel
tak berdimensi. Dengan demikian maka bentuk [kh/
141.2B] merupakan kelompok A dengan satuan
psi-1, yang didefinisikan sebagai persamaan tak
berdimensi PD, atau :

kh
PD
p
141.2QB

Gambar 1
Kinerja Laju Produksi dan
Hasil Uji Tekanan Bentuk Ideal

2)

Harga logaritma pada kedua sisi persamaan


tersebut, adalah :

kh
log( P D) log(p) log

141.2QB

3)

Untuk laju alir konstan, persamaan 3 menunjukkan


bahwa logaritma penurunan tekanan tak berdimensi
log (PD), dibedakan dengan logaritma penurunan
tekanan aktual p dengan konstanta berikut :

kh

log
141.2QB
Sama halnya untuk persamaan waktu tak
berdimensi, tD berikut :

0.0002637k

t D
2
C t r w

Gambar 2
t)/
t
Plot Horner Ideal : Pws terhadap (tp +

Harga logaritma pada kedua sisinya persamaan


tersebut adalah :

0.0002637 k
log(t D) log(t ) log

2
C t r w

4)

Karena grafik dari log (p) vs. log (t) mempunyai


bentuk yang sama (paralel) dengan grafik log (PD)
vs. log (tD), meskipun kurva tersebut dipisahkan oleh
harga log [kh / (141.2 Q B )] kearah vertikal dalam
21

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

satuan tekanan dan harga log [0.0002637 k /( Ct


rw2)] ke arah horizontal dalam satuan waktu. Konsep
ini dapat dilihat pada Gambar 3. Tidak hanya kedua
kurva tersebut mempunyai bentuk yang sama, akan
tetapi jika kedua kurva tersebut dipindahkan maka
akan mempunyai keselarasan satu sama lain. Maka
pemindahan arah vertikal dan horizontal tersebut
diperlukan agar diperoleh hasil yang selaras, seperti
yang telah diterangkan dalam persamaan 3 dan 4.
Bila konstanta tersebut dapat ditentukan berdasarkan
pemindahan ke arah horizontal dan vertikal, maka
memungkinkan untuk memperkirakan karakteristik
reservoir seperti permeabilitas dan porositas. Proses
menentukan keselarasan antara dua kurva yang
berbeda melalui pemindahan kurva ke arah horizontal dan vertikal serta menentukan karakteristik reservoir disebut dengan type curve matching.
A. Type Curve Gringarten
Selama periode early time di mana aliran
didominasi oleh wellbore storage, tekanan lubang
sumur dinyatakan berikut ini:

pD

tD
, atau log (PD) = log (tD) log (CD)
CD

Hubungan ini menjelaskan karakteristik efek


wellbore storage pada data uji sumur yang
menunjukkan bahwa plot p D vs. tD dalam skala loglog akan membentuk garis lurus yang mempunyai
suatu kemiringan sama dengan satu. Pada bagian
akhir dari efek wellbore storage, yang merupakan
awal dari periode infinite acting, akan menghasilkan
garis lurus pada plot semilog yang ditunjukkan pada
persamaan:
1
ln t D 0 .80901 2 s
2
Hal tersebut sangat cocok dilakukan dengan
menggunakan type curve pada uji sumur dengan
memasukkan koefisien wellbore storage pada
persamaan di atas. Menambah dan mengurangi ln
(CD) di dalam persamaan di atas menghasilkan
persamaan berikut :
pD

pD

1
ln(t D) ln(C D) 0.80907 (C D) 2s
2
1

tD

atau sama dengan: p D 2 ln( C

) 0.80907 ln(C D e2 s )

5)

Persamaan 5 menjelaskan kinerja tekanan sumur


yang dipengaruhi wellbore storage dan skin dari
22

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

Gambar 3
Konsep Type Curve

suatu reservoir yang homogen selama periode aliran


transient (infinite acting). Gringarten menggambarkan persamaan di atas dalam sebuah grafik type
curve yang ditunjukkan pada Gambar 4. Dalam
gambar tersebut, tekanan tak berdimensi PD diplot
dalam skala log-log terhadap tD/CD. Kurva yang
dikembangkan dalam kelompok karakterisasi tak
berdimensi C D e2 S yang menerangkan tentang kondisi
sumur yang berbeda-beda dari sumur yang damaged
sampai dengan sumur yang terstimulasi.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada awalnya
semua kurva menyatu pada early time berupa garis
lurus yang mempunyai kemiringan sama dengan satu,
yang dipengaruhi oleh wellbore storage. Pada
periode yang didominasi wellbore storage berakhir,
kurva tersebut akan mengikuti aliran radial infinite
acting. Berakhirnya wellbore storage dan dimulainya
aliran radial infinite acting diterangkan dalam type
curve pada Gambar 4. Terdapat 3 grup tak
berdimensi yang digunakan oleh Gringarten dalam
mengembangkan type curve tersebut, yaitu:
1.Tekanan tak berdimensi PD, 2. Ratio tak berdimensi
tD/CD dan 3. Kelompok karakterisasi berdimensi
C De 2s .
B. Metode Pressure Derivative
Pengunaan metode type curve pada analisis data
hasil uji sumur dikembangkan untuk mengidentifikasi
periode aliran selama masa wellbore storage
mendominasi dan aliran radial infinite acting. Dan
dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDWARD ML TOBING

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

Gambar 4
Type Curve Gringarten

reservoir dan kondisi lubang sumur. Akan tetapi, karena


ada kesamaan bentuk kurva, maka sulit untuk
memperoleh solusi yang tepat, seperti yang terlihat
pada Gambar 4. Semua type curve mempunyai
bentuk yang hampir serupa pada berbagai harga
(CDe2s), yang mana hal tersebut menjadi masalah
dalam menentukan keselarasan yang unik dengan cara
membandingkan bentuk dan menentukan hasil yang
tepat untuk harga k, s, dan C. Bourdet menanggapi
masalah tersebut dan mengemukakan bahwa pola
aliran dapat memiliki karateristik dan bentuk yang jelas
jika pressure derivative lebih besar dari harga
tekanan bila diplot terhadap waktu dalam skala loglog. Sejak type curve derivative diperkenalkan,
analisis uji sumur terus berkembang untuk digunakan.
Penggunaan type curve pressure derivative
memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
- Pada kasus reservoir yang heterogen, berdasarkan
data uji sumur sangat sulit terlihat pada plot
konvensional, akan tetapi dapat lebih jelas terlihat
pada plot derivative.
- Pola aliran dalam sumur mempunyai bentuk
karakteristik yang jelas pada plot derivative.

- Plot derivative dalam satu grafik dapat


menampilkan berbagai karakteristik yang berbeda.
Bourdet mendefinisikan tekanan derivative
sebagai derivative dari PD dan hubungannya dengan
tD / CD sebagai berikut :
d (P D)
6)
d (t D / C D )
Hal tersebut menunjukkan bahwa selama
didominasi oleh periode wellbore storage (laju alir
dipermukaan belum sama dengan laju alir di sandface), kinerja tekanan dapat digambarkan sebagai
berikut :
\
pD

pD

tD
CD

Derivative PD terhadap tD / CD, maka akan


dihasilkan :

d ( p D)
p D 1 .0
d (t D / C D
Karena P \D 1 , maka perkalian P \D dengan tD/
CD menghasilkan tD/CD , atau :
23

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

tD tD
P

CD CD
\
D

7)

Persamaan diatas menunjukkan bahwa plot (tD / CD)


vs. tD/CD dalam skala log-log akan menghasilkan
sebuah garis lurus yang mempunyai kemiringan sama
dengan satu selama periode aliran didominasi oleh
wellbore storage.
Selama aliran radial infinite acting, kinerja tekanan
diterangkan dalam persamaan sebagai berikut :

1 t D
2S
0 .80907 ln( C D e )
ln

2 C D

Dengan melakukan diferensiasi pada persamaan


di atas, maka akan menghasilkan:
d (P

d (t D / C

1
1

2 ( t D / C

Setelah disederhanakan maka akan menjadi:

\
D

t
C

D
D

8)

Hal ini mengindikasikan bahwa plot PD (tD/CD)


vs (tD/CD) dalam skala log-log akan menghasilkan
sebuah garis horizontal pada (tD/CD) = selama
periode aliran transient (infinite acting). Seperti
terlihat pada persamaan 7 dan 8, plot derivatif dari
PD (tD/CD) vs (tD/CD) untuk semua data uji sumur akan
menghasilkan dua garis lurus yaitu :
- Garis lurus yang mempunyai kemiringan sama
dengan satu selama aliran wellbore storage
mendominasi
- Garis horizontal pada saat PD (tD/CD) = 0.5 selama
periode aliran transient.
Pendekatan tekanan derivative didasari oleh
identifikasi dua garis lurus yang dapat digunakan
sebagai garis referensi saat menentukan data uji sumur
yang sesuai dengan model interpretasi.
Bourdet memplot kembali type curve Gringarten
dalam kondisi (tD/CD) vs. (tD/CD) dalam skala log-log
seperti yang terlihat pada Gambar 5. Hal tersebut
menunjukkan saat early time selama periode
wellbore storage mendominasi, grafik tersebut
membentuk garis lurus yang memiliki kemiringan
dalam skala log-log. Saat aliran radial infinite acting telah tercapai, kurva tersebut menjadi horizontal
pada harga PD(tD/CD) = 0.5 seperti yang ditunjukkan
pada persamaan 8. Dapat dikatakan bahwa transisi
24

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

dari wellbore storage yang utuh menjadi infinite


acting memberikan suatu bentuk seperti pungguk
dengan ketinggian tertentu yang menunjukkan besar
pengaruh dari faktor skin.
Gambar 5 mengambarkan bahwa efek dari skin
hanya terlihat pada bagian yang melengkung antara
garis lurus bedasarkan aliran radial infinite acting.
Bourdet mengindikasikan bahwa data dalam daerah
yang melengkung pada kurva tidak selalu dapat
ditentukan. Karena alasan ini, Bourdet menemukan
solusi bahwa akan sangat bermanfaat jika
mengkombinasikan type curve derivative dengan
type curve Gringarten dengan cara memposisikan 2
jenis type curve tersebut dalam grafik yang sama
seperti yang terlihat pada Gambar 6. Penggunaan
type curve yang baru ini memungkinkan
penyelarasan data tekanan dan data derivative
secara bersamaan yang di plot pada skala yang sama.
Data tekanan derivative akan dihasilkan tanpa
tekanan dan waktu match, sedangkan harga (CDe2s)
ditentukan dengan cara membandingkan kurva yang
cocok untuk data tekanan derivative dan data
penurunan tekanan.
III. MODEL RESERVOIR
Reservoir rekah alami sangat berbeda dengan
reservoir konvensional yang tidak rekah. Reservoir
rekah alami dapat dilihat sebagai reservoir
konvensional yang mempunyai jaringan rekahan
didalamnya. Sehingga reservoir rekah alami dapat
terdiri dari blok matriks yang dipisahkan satu dari
lainnya oleh sistem rekahan (Gambar 7). Blok
matriks terbuat dari batuan original yang telah ada
sebelum rekahan tersebut menempati ruang.
Karakterisari batuan matriks terdiri atas permeabilitas
matriks, km dan porositas matriks fm. Sedangkan
karakterisasi sistem rekahan adalah permeabilitas
rekahan, kf dan porositas rekahan, ff. Dengan kata
lain, reservoir rekah alami adalah reservoir yang
mempunyai porositas ganda dan permeabilitas ganda.
Beberapa model uji sumur telah dikembangkan
untuk reservoir rekah alami. Model tersebut berbeda
satu dengan lainnya dalam hal interaksi matriks dan
rekahannya.
Seluruh model yang telah dikembangkan
mengacu pada anggapan berikut ini:
1. Batuan matriks bersifat homogen dan isotropik
untuk semua diskripsi parameter reservoir, dan
sumur diperforasi pada seluruh ketebalan efektif.

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDWARD ML TOBING

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

Gambar 5
Type curve Pressure Derivative (

p D (t D / C D ) )

Gambar 6
Type curve Pressure Derivative (Bourdet )

25

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDWARD ML TOBING

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

2. Pada daerah pengurasan sumur, bentuk sistem


rekahan merupakan pola reguler dan homogen
serta isotropik untuk besaran porositas,
permeabilitas dan kompresibiltas rekahan.
3. Rekahan dan matriks mempunyai saturasi fluida
yang sama untuk jenis fluida slightly compressible, dan hanya satu fasa yang mengalir.
Tujuan utama analisis uji sumur adalah untuk
menentukan km, m, kf, f, ukuran dan bentuk block
matriks, dan orientasi pola rekahan secara alami. Dan
sebagai tambahan untuk menentukan Prata-rata atau
Pinitial, serta skin faktor, s.
Pada kenyataannya, tidak semua parameter yang
tidak diketahui dapat ditentukan secara unik dengan
hanya dengan melakukan pengukuran tekanan
terhadap waktu. Selanjutnya, interpretasi data hasil
uji sumur tergantung pada apakah anggapan yang
dibuat dalam menformulasikan interpretasi model
mempunyai hubungan dengan keadaan sebenarnya
reservoir yang di uji.

Gambar 7
Sistem aliran rekahan

A. Respon Dual Porosity Pseudo Steadystate


Model dual porosity menganggap bahwa reservoir tidak homogen, tetapi terdiri dari blok batuan
matriks, dengan storativity tinggi dan permeabilitas
rendah, terhubung dengan sumur melalui rekahan
alami yang mempunyai storativity yang rendah dan
permeabilitas yang tinggi. Dari blok matriks tidak dapat
mengalir secara langsung ke dalam sumur, sekalipun
hidrokarbon tersimpan dalam blok matriks dan masuk
dalam sistem rekahan untuk dapat diproduksikan
(Gambar 8).
Model porositas ganda digambarkan oleh 2 (dua)
variabel tambahan bila dibandingkan dengan model
homogen :
1. adalah storativity ratio atau fraksi minyak yang
tersimpan pada sistem rekahan. Sebagai contoh,
= 0.01 atau sama dengan 1 %.

( h C
( h C

f m

( h C
( h C

( h C

9)
m

2. adalah koefisien interporosity flow, yaitu


karakteristik kemampuan blok matriks mengalirkan
kedalam sistem rekahan. Hal tersebut dinyatakan
dengan perbandingan permebilitas matriks
terhadap permeabilitas rekahan, km/kf.

26

Gambar 8
Kontribusi Matriks

k
k

m
f

2
w

10)

di mana:

Vx

Kinerja tekanan di dalam reservoir rekah alami


hampir serupa dengan reservoir pada lapisan tanpa
adanya crossflow. Pada kenyataannya, sistem reservoir yang mempunyai dua jenis batuan, kinerja pres-

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

sure buildup dapat dilihat pada Gambar 9. Dua garis


lurus pada plot semilog dapat atau pun tidak dapat
terbentuk. Hal tersebut tergantung dari kondisi sumur
dan durasi dari uji tersebut. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa plot semilog tidak efisien sebagai
alat dan kurang mampu untuk mengidentifikasi model
dual porosity tersebut. Dalam plot semi-log, seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 9, model dual porosity membentuk kurva berbentuk huruf S. Bagian
awal dari kurva tersebut menunjukkan keadaan
homogen pada batuan permeabel (rekahan).
Selanjutnya pada periode transisi menunjukkan aliran
interporositas. Pada bagian terakhir menunjukkan
Gambar 9
keadaan homogen untuk yang kedua setelah proses
Plot Pws terhadap (tp + t)/t
pengisian dari matrik ke batuan permeabel dan
tekanan sudah stabil. Bagaimanapun, keadaan yang
berbentuk huruf S sangat sulit ditemukan di dalam
sumur yang mempunyai damaged yang sangat besar
dan reservoir dianggap homogen.
Cara yang paling efisien untuk menentukan model
dual porosity adalah dengan menggunakan plot pressure derivative. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, analisis pressure derivative memerlukan
plot log-log dari pressure derivative terhadap elapsed
time. Gambar 10 menunjukkan kombinasi dari plot
log-log tekanan dan derivative terhadap waktu dalam
sistem dual porosity. Plot derivative menunjukkan
harga minimum atau keadaan menukik pada kurva
Gambar 10
tekanan derivative yang disebabkan oleh aliran
Plot Derivative terhadap t
interporositas selama periode transisi. Harga minimum tersebut terdapat
diantara dua garis horizontal. Yang pertama menunjukkan aliran radial dari
rekahan dan yang kedua
menunjukkan keadaan
kombinasi dari sistem dual
porosity. Gambar 10 menunjukkan bahwa pada
early-time, keadaan dari
efek wellbore storage
dengan garis lurus yang
mempunyai kemiringan 45
menunjukkan kerusakan
pada lubang bor.
Bourdet dan Gringarten
mengembangkan type curve
Gambar 11
tekanan yang khusus dan
Type
Curve
untuk
Dual
Porosity Pseudo Steady State
dapat digunakan untuk
27

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDWARD ML TOBING

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

menganalisis data uji sumur pada reservoir dengan


model dual porosity. Model dual porosity tersebut
dipengaruhi oleh beberapa
variable yaitu: PD , tD /CD ,
CD e2S, , e-2S.

tekanan p diterangkan dalam tiga komponen kurva


sebagai berikut:

Tekanan dan waktu tak


berdimensi PD dan tD yang
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

kh

p
141
.
2

QB

0 . 0002637
(

C )
t

f m

t
2
w

Bourdet
mengembangkan type curve derivative untuk model dual
porosity untuk kondisi aliran
i n t e r p o r o s i t a s
pseudosteady-state pada
Gambar 11. Respon tekanan
aktual dan perbedaan

Gambar 12
Perioda Analisis Pengujian

Gambar 13
Horner Plot

28

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDWARD ML TOBING

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

Gambar 14
Automatic Type Curve Match

Gambar 15
Simulasi Data Uji Terhadap Model

1. Pada saat early time, aliran dari retakan (batuan


permeabel) dan plot perbedaan tekanan aktual,
kurva p, akan selaras dengan salah satu kurva
homogen CD e2S yang berhubungan dengan harga

(CD e2S) f ,yang menjelaskan aliran pada rekahan.


Harga ini disebut dengan [(CD e2S) f ]M.
2. Setelah respon perbedaan tekanan mencapai
periode transisi, p menyinggung kurva CD e2S dan
29

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

mengikuti salah satu kurva transisi


Tabel 1
yang menggambarkan periode
Data
Uji
dan Sumuran
aliran dengan e-2S yang disebut
Data Sumur - W#1
dengan [ e-2S]M.
Jenis Uji
Drillstem Porositas, %
26,5
Kedalaman, ft
2669 Ukuran Lubang, inci
3,504
3. Yang terakhir, respon perbedaan
Ketebalan formasi, ft
35 Suhu, oF
185
tekanan meninggalkan kurva
15.0 jam mengalir
Laju Alir, Bbl/hari
51,07 Urutan Pengujian
o
transisi dan selaras dengan kurva
diikuti dengan
24,3
Densitas Minyak, API
2S
14.04 jam penutupan
C D e yang baru dan terletak
Data Tekanan
dibawah harga pertama dan
Shut-In
Shut-In
Shut-In
Shut-In
Tekanan
Tekanan
Tekanan
Tekanan
Time
Time
Time
Time
menghasilkan hubungan yaitu [(CD
(jam)
(psi)
(jam)
(psi)
(jam)
(psi)
(jam)
(psi)
e2S) f + m], yang menggambarkan
0,00
367,89
3,60
378,67
7,20
380,98
10,80
384,02
keadaan total dari sistem yaitu
0,10
373,62
3,70
378,69
7,30
380,99
10,90
383,96
0,20
375,20
3,80
378,74
7,40
381,03
11,00
383,94
matriks dan retakan. Harga ini
0,30
375,91
3,90
378,77
7,50
381,12
11,10
383,88
2S
disebut dengan [(CD e ) f + m]M
0,40
376,21
4,00
378,81
7,60
381,25
11,20
383,82
0,50
376,34
4,10
378,87
7,70
381,38
11,30
383,74
Pada respon pressure derivative,
0,60
376,45
4,20
378,93
7,80
381,83
11,40
383,73
perbandingan kemampuan penyim0,70
376,51
4,30
379,00
7,90
382,59
11,50
383,74
panan menunjukkan bentuk dari
0,80
376,60
4,40
379,05
8,00
383,13
11,60
383,69
0,90
376,66
4,50
379,18
8,10
383,70
11,70
388,73
kurva derivative selama masa transisi
1,00
376,74
4,60
379,25
8,20
382,21
11,80
383,70
yang digambarkan dengan sebuah
1,10
376,79
4,70
379,53
8,30
382,22
11,90
383,69
1,20
376,83
4,80
380,21
8,40
382,31
12,00
383,73
bagian yang rendah. Durasi dan
1,30
376,89
4,90
381,20
8,50
382,33
12,10
383,77
kedalaman dari bagian tersebut
1,40
376,96
5,00
381,78
8,60
382,33
12,20
384,39
terbentuk berdasarkan harga dari .
1,50
377,03
5,10
381,97
8,70
382,32
12,30
385,24
1,60
377,09
5,20
381,01
8,80
382,29
12,40
384,86
Harga yang kecil menghasilkan
1,70
377,14
5,30
380,85
8,90
382,34
12,50
384,50
bentuk transisi yang panjang dan
1,80
377,22
5,40
380,91
9,00
382,29
12,60
384,33
sebaliknya harga yang besar meng1,90
377,31
5,50
380,85
9,10
382,28
12,70
384,35
2,00
377,39
5,60
380,80
9,20
382,32
12,80
384,37
hasilkan bentuk transisi yang pendek
2,10
377,44
5,70
380,75
9,30
382,33
12,90
384,35
dan dangkal. Koefisien interporositas
2,20
377,47
5,80
380,69
9,40
382,37
13,00
384,37
2,30
377,49
5,90
380,67
9,50
382,39
13,10
384,38
merupakan parameter kedua yang
2,40
377,55
6,00
380,66
9,60
382,40
13,20
384,37
berguna untuk menentukan letak dari
2,50
377,61
6,10
380,67
9,70
382,40
13,30
384,40
sumbu periode transisi. Peningkatan
2,60
377,69
6,20
380,67
9,80
382,48
13,40
384,54
2,70
377,73
6,30
380,71
9,90
382,59
13,50
385,15
harga akan memindahkan bagian
2,80
377,81
6,40
380,71
10,00
383,03
13,60
386,80
yang rendah tersebut ke bagian kanan
2,90
377,80
6,50
380,73
10,10
383,73
13,70
387,03
dari plot.
3,00
377,62
6,60
380,77
10,20
384,83
13,80
386,92
3,10
377,89
6,70
380,78
10,30
385,62
13,90
386,64
Seperti yang ditunjukkan dalam
3,20
379,16
6,80
380,83
10,40
385,82
14,00
385,93
Gambar 11, plot pressure derivative
3,30
378,75
6,90
380,84
10,50
384,69
14,04
378,90
3,40
378,56
7,00
380,87
10,60
384,24
selaras dengan empat komponen
3,50
378,56
7,10
380,94
10,70
384,12
kurva, antara lain:
1. Kurva derivative mengikuti kurva
aliran retakan [(CD e2S) f ]M
IV. ANALISIS HASIL UJI SUMUR
2. Kurva derivative mencapai periode transisi lebih
Pengujian pada sumur minyak W-1 yang terletak
awal yang ditunjukkan dengan adanya bagian yang
di Laut Jawa melalui drillstem test (DST).Valve DST
rendah dan kurva transisi awal [l(CD)f+m/w(1dibuka selama 15.0 jam dan memproduksikan minyak
w)]M.
sebanyak 51.07 STBO/hari. Kemudian dilakukan uji
3. Selanjutnya, kurva derivative akan selaras dengan
Pressure Buildup (shut in) selama 14.04 jam. Pada
kurva transisi yang terlambat dan dapat ditulis
Gambar 12 menunjukkan perioda pengujian tersebut
sebagai berikut: [l(CD)f+m/w(1- w)]M.
yang kemudian akan dianalisis. Pada Tabel 1 terdapat
4. Kinerja total sistem didapat pada garis sama
data formasi batuan karbonat yang terdiri dari
dengan 0.5
kedalaman, ketebalan efektif, porositas dan suhu.
30

PENENTUAN MODEL RESERVOIR DUAL POROSITY


EDWARD ML TOBING

Kemudian data diameter sumur dan data fluida yaitu


densitas dan laju alir minyak. Serta data pencatatan
tekanan selama penutupan sumur berlangsung.
Gambar 13 merupakan Plot tekanan terhadap
Horner Time Ratio selama uji buildup berlangsung,
yang menggambarkan bentuk huruf S sebagai ciri
dari model reservoir dual porosity. Dari plot ini
diperoleh harga permeabilitas, skin faktor dan
perkalian permeabilitas dan ketebalan dari sistem
rekahan dan sistem total (rekahan dan matrik).
Analisis dengan metoda type curve match pressure
derivative (Gambar 14) menghasilkan pressure
match untuk model reservoir dual porositas pseudo
steady state, dan menunjukkan adanya boundary no
flow yang sejajar pada arah utara sejarak 127.2 ft
dan arah selatan sejarak 126.1 ft. Selanjutnya hasil
perhitungan memberikan harga permeabilitas efektif
sebesar 1925 md, skin faktor sebesar 4.163 dengan
Flow efisiensi sebesar 1.041. Tekanan initial diperoleh
sebesar 729.7 psi dan radius investigasi sepanjang
526.0 ft dari sumur. Dan sebesar 3.064 x 10-6
menunjukkan permeabilitas matriknya kurang lebih
106 kali lebih kecil dari permebilitas rekahannya. Dan
= 0.04773 yang berarti storage matriknya 95.23
kali storage kapasitas rekahannya. Selanjutnya
dilakukan simulasi antara hasil parameter yang
diperoleh (sebagai model) dengan data pengukuran
tekanan. Pada Gambar 15 menunjukkan simulation
match (pengukuran tekanan vs kinerja tekanan
pemodelan) yang menunjukkan hasil yang memadai.
V. KESIMPULAN
1. Dengan menerapkan metoda type curve match
pressure derivative, maka dapat ditentukan model
reservoir dual porosity pseudo steadystate
beserta karakteristiknya berdasarkan hasil uji
pressure buildup pada sumur minyak.
2. Berdasarkan harga dan yang didapat, maka
storage kapasitas matrik cukup besar akan tetapi
permeabilitasnya kecil sehingga kontribusi
mengalirnya fluida minyak dari matrik ke rekahan
kurang memadai.
DAFTAR SIMBOL
A
= luas permukaan blok matrik, ft2
B
= faktor volume formasi, res bbl/STB
Cf
= total compressibility, psi-1
C
= koefisien wellbore-storage , bbl/psi
h
= ketebalan formasi, ft

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 19 - 31

k
= permeabilitas formasi, md
= permeabilitas efektif terhadap minyak, md
ko
p
= pressure, psi
pD
= kh(pi p)/(141.2 qB)
= tekanan initial , psi
pi
p
= delta tekanan, psi
q
= laju alir, STB/hari
rw
= jari-jari lubang sumur, ft
s
= faktor skin
T
= suhu, oF
t
= waktu, jam
tD
= 0.0002637 kt(ct rw2)
= waktu produksi, jam
tp
t
= time elapsed since shut-in, hours
= t/(1+ t/tp), equivalent shut-in time, jam
te
V
= volume blok matrik
X
= panjang blok matrik, ft

= viskositas, cp

= porositas

= koefisien interporosity flow

= storativity ratio
Subscripts
D
= dimensionless
i
= initial
sf
= sandface
w
= wellbore
m
= matriks
f
= rekahan
KEPUSTAKAAN
1. Aguilera, Roberto, 1980, Naturally Fractured
Reservoir , Pennwell Publishing Company, Tulsa
Oklahoma.
2. Bourdet, D. et al., 1983, A New Set of Type
Curves Simplifies Well Test Analysis, World Oil
(May).
3. Bourdet, D. et al., 1983, Interpreting Well Tests
in Fractured Reservoir, World Oil (Oct.).
4. Ahmed, Tarek. and McKinney, P.D., 2005, Advanced Reservoir Engineering, Elsevier Inc,
Oxford.
5. Bourdet, D. et al., 1989, Use of Pressure Derivative in Well-Test Interpretation, SPE Formation Evaluation, June.
6. Tiab, D., Restrepo, D.P., Igbokoyi, A., 2006,
Fracture Porosity of Naturally Fractured Reservoirs. Papes SPE 104056. Proceedings, First
International Oil Conference and Exhibition,
Mexico, 31 August 2 September.
31

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL


YANNI KUSSURYANI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 32 - 38

Teknologi Produksi Green Diesel untuk


Pembuatan Bahan Bakar Minyak Alternatif
Oleh : Yanni Kussuryani1), dan Ali Rimbasa Siregar2)
Peneliti Muda1), Pengkaji Teknologi2), pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, P.O. Box 1089/JKT, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 17 Desember 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 14 Februari 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Ancaman krisis bahan bakar minyak dan ketergantungan pada bahan bakar fosil masih cukup
tinggi. Faktor utama penyebab kondisi tersebut adanya ketidakseimbangan antara pasokan dan
kebutuhan. Beberapa pilihan yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan usahausaha eksplorasi cadangan baru, peningkatan perolehan minyak, penghematan penggunaan bahan
bakar serta menyiapkan energi alternatif pengganti minyak bumi.
Pemerintah tengah mencanangkan program pengalihan energi dari energi berbasis bahan
bakar fosil ke energi baru dan terbarukan biofuel, yang terdiri atas biodiesel, bietanol dan biooil.
Metode yang saat ini lazim digunakan untuk memproduksi biofuel adalah teknologi generasi
pertama berbasis minyak nabati. Untuk biofuel setara solar yakni biodiesel, diproduksi melalui
reaksi transesterifikasi menggunakan bahan baku minyak nabati dan alkohol dengan bantuan
katalis basa.
Teknologi produksi bahan bakar minyak alternatif untuk mensubstitusi minyak solar terus
berkembang seiring dengan peningkatan kebutuhannya. Teknologi produk green diesel merupakan
salah satu pilihan untuk memproduksi bahan bakar alternatif setingkat solar yang lebih berkualitas
dan ramah lingkungan. Berbeda dengan teknologi produksi biodiesel yang dihasilkan melalui
proses transesterifikasi, green diesel diperoleh dengan mengadopsi salah satu proses yang ada
di kilang minyak bumi yakni hydrotreating. Dengan proses hidrogenasi menggunakan katalis
hydrotreating mampu mengubah ikatan senyawa trigliserida dalam minyak nabati menjadi
senyawa hidrokarbon rantai parafinik lurus yang menyerupai struktur senyawa hidrokarbon dalam
minyak solar. Produk green diesel memiliki kualitas yang lebih baik dari segi angka setana
(cetane number), kandungan sulfur serta densitas dari produk yang dihasilkan.
Pada penelitian ini diuji beberapa jenis katalis hydrotreating yang sesuai untuk produksi
green diesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa katalis NiMo-01 dapat menghasilkan produk
green diesel dengan kualitas yang memenuhi syarat untuk dipakai sebagai pengganti minyak
solar (automotive diesel oil).
Kata kunci: green diesel, hydrotreating, katalis, biofuel, biodiesel, bietanol, biooil.
ABSTRACT
Fuel resources crisis and dependence on fossil fuel are still high. The main factor of
this situation is the unbalance of supplies and demands. There are some efforts to be
conducted, such as increasing new reserve explorations, enhanced oil recovery, efficiency
in fuel consumptions, and preparing alternative energies to substitute petroleum.
Indonesian government is launching the energy program on replacement of the fossil
fuel with new energy and renewable energy of biofuels such as bio-diesel, bio-ethanol,

32

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL


YANNI KUSSURYANI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 32 - 38

and bio-oil. Currently, the common methodology to produce bio-fuel is the first generation technology. Transesterification reaction is a technology to produce bio-diesel from
vegetable oil feedstock and alcohol by using a basic catalyst.
The technology of alternative fuel production to produce Solar(automotive diesel
oil) is growing up. A green diesel technology is one option to produce alternative fuels
that have its quality as good as Solar and it is also environmental friendly. The bio-diesel
is produced by a transesterification reaction, meanwhile a green diesel is produced by a
hydro-treating process. The hydrogenation process by using the hydrotreating catalyst is
possible to change a triglyceride chain in vegetable oil to be a paraffin compound as well
as a hydrocarbon structure in Solar. The quality of green diesel is better than the Solar in
cetane number, sulfur content and density.
This research tested various hydrotreating catalysts to produce a green diesel. The
result of this research shows that a NiMo01 catalyst produced green diesel with its quality
as good as Solar (automotive diesel oil).
Key words: green diesel, hydro-treating, catalyst, biofuels, bio-diesel, bio-ethanol, biooil
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya kebutuhan Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan tingginya harga minyak, memaksa untuk
berupaya semaksimal mungkin mencari solusi guna
memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Beberapa
pilihan yang dapat dilakukan antara lain dengan
meningkatkan usaha-usaha eksplorasi cadangan baru,
meningkatkan perolehan minyak, melakukan
penghematan penggunaan bahan bakar serta mencari
sumber energi alternatif pengganti minyak bumi.
Pemerintah menyadari pentingnya melakukan
usaha diversifikasi energi untuk mengatasi
ketergantungan terhadap minyak bumi. Oleh karena
itu dicanangkan program pengalihan energi dari energi
berbasis bahan bakar fosil ke energi berbasis bahan
bakar nabati atau biofuel.
Beberapa peraturan yang mendukung program
ini antara lain Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor
5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
yang mentargetkan terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Dalam
bauran energi ini, peranan biofuel terhadap konsumsi
energi nasional diharapkan lebih besar dari 5%.
Perpres tersebut, kemudian diikuti dengan Instruksi
Presiden RI Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain dan beberapa kebijakan
untuk percepatan pemanfatan biofuel.

PPPTMGB LEMIGAS telah melakukan


berbagai penelitian dan pengembangan tentang energi
alternatif, dimulai dengan proses pembuatan ester
sawit (biodiesel), dilanjutkan dengan uji sifat fisika/
kimia dan uji kinerja terbatas penggunaan B 30 pada
mesin diesel. Selanjutnya uji jalan (road test)
penggunaan biodiesel dengan jarak tempuh sampai
20.000 km. Proses produksi biodiesel yang dilakukan
oleh LEMIGAS selama ini adalah proses
transesterifikasi minyak nabati dan alkohol dengan
bantuan katalis basa. Pada saat ini, dikembangkan
penggunaan teknologi baru yaitu produksi green diesel.
B . Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah
mengembangkan teknologi produksi green diesel
(berbasis hydrotreating) pada skala laboratorium.
Dalam hal ini melakukan hidrogenasi bahan baku
campuran CPO dan solar (automotive diesel oil),
serta menggunakan katalis yang divariasikan
kandungan logam aktifnya untuk mendapatkan produk
green diesel yang memenuhi syarat sebagai
pengganti solar.
II. LANDASAN TEORI
A. Teknologi Produksi Green Diesel
Proses produksi green diesel, merupakan
teknologi yang mengadopsi salah satu proses yang
terdapat pada pengolahan minyak bumi yaitu
33

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL


YANNI KUSSURYANI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 32 - 38

hydrotreating. Alur proses teknologi produksi green


diesel dengan teknologi produksi biodiesel dapat
dilihat pada Gambar 1.
Green diesel adalah fraksi hidrokarbon rantai
lurus serupa solar yang dihasilkan dari reaksi
hidrogenasi trigliserida dari minyak nabati. Injeksi
hidrogen dengan bantuan katalis bimetal untuk reaksi
hydrotreating pada senyawa trigliserida dapat
memutuskan ikatan gugus ester atau karboksilat dari
gugus gliserol. Kemudian diikuti pemecahan gugus
karboksilat dari ikatan asam lemak yang ada sekaligus
terjadi reaksi penjenuhan dari ikatan karbon rantai
rangkap menjadi senyawa hidrokarbon rantai lurus.
Berikut reaksi yang menghasilkan green diesel dari
minyak nabati :

Green diesel merupakan bahan bakar yang


ramah lingkungan. Kandungan sulfur dan aromatiknya
yang lebih rendah dari pada bahan bakar solar. Hal
ini membuat pemanfaatan green diesel menjadi lebih
ramah lingkungan, terutama dari segi dampak polusi
udara yang dihasilkan dari gas buang hasil
pembakarannya.
Teknologi green diesel sepenuhnya mengadopsi
teknologi hydrotreating yang merupakan unit
pemurnian yang ada di kilang minyak bumi. Unit
hydrotreating berfungsi untuk menghilangkan
senyawasenyawa sulfur, nitrogen dan logam. Umpan
yang digunakan pada unit ini dapat berupa nafta hingga
residu vakum. Kondisi proses hydrotreating pada
umumnya adalah sebagai berikut :
Tem peratur

270 340 oC

Tekanan

400 - 600 psi

memasuki unit hydrotreating. Flow diagram proses


green diesel di kilang minyak bumi dapat dilihat pada
Gambar 2.
B . Teknologi produksi Green Diesel di Indonesia
Sampai saat ini belum ada perusahaan yang
mengaplikasikan teknologi produksi green diesel
dalam skala besar secara kontinu. Namun demikian
PERTAMINA telah melakukan uji coba di Kilang UP
II Dumai. Uji coba dilaksanakan di unit hydrotreating

Gambar 1
Alur proses teknologi produksi green diesel
dengan teknologi produksi biodiesel

Hidrogen, ( basis Feed )


Recycle

360 m 3 / m 3

Cons um ption

36 - 142 m 3 / m 3

Space Velocity ( LHSV )

1,5 - 8,0
( Gary, 2001 )

Perkembangan teknologi terkini, menunjukkan


adanya kemungkinan mensubtitusi sebagian umpan
unit hydrotreating dengan minyak nabati. Besarnya
campuran minyak nabati dalam umpan mencapai 5
10%, dan dicampurkan ke dalam fraksi diesel sebelum
34

Gambar 2
Flow diagram proses green diesel
di kilang minyak bumi

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL


YANNI KUSSURYANI, DKK.

(HDT) dengan umpan CPO dan fraksi diesel. Uji coba


ini belum dilanjutkan karena adanya berbagai kendala
teknis yang perlu dipelajari terlebih dahulu pada skala
laboratorium. Saat ini LEMIGAS melakukan
penelitian dalam skala laboratorium untuk
mendapatkan kondisi optimum.
III. TATA KERJA
Kegiatan penelitian teknologi produksi green diesel dilakukan dengan reaktor autoclave pada skala
laboratorium. Pelaksanaan penelitian difokuskan untuk
menguji coba performance (unjuk kerja) katalis yang
telah dipreparasi dalam reaksi hidrogenasi campuran
10% CPO dalam minyak solar menjadi bahan bakar
green diesel dengan menggunakan peralatan reaktor
berkapasitas maksimum 1 liter/batch.
Katalis yang akan diuji dalam reaksi divariasikan
komposisi kandungan logam aktifnya. Dari pengujian
beberapa tipe komposisi katalis ini diharapkan
diperoleh produk dengan karakteristik yang berbeda
pula, sehingga dengan demikian dapat diketahui katalis
mana yang dapat menghasilkan produk green diesel
yang diharapkan. Tahapan pekerjaan dapat dibedakan
atas 2 bagian yakni tahap preparasi atau pembuatan
katalis serta tahap uji coba unjuk kerja katalis.
Bahan yang digunakan untuk membuat katalis
meliputi support (penyangga) -Alumina; kobalt nitrat;
nikel nitrat; ammonium heptamolibdat tetrahidrat; dan
aquabides. Sedangkan bahan untuk pengujian unjuk
kerja katalis meliputi fresh catalyst (katalis bentuk
oksida hasil kalsinasi); CPO (Crude Palm Oil);
minyak solar; DMDS (dimetil disulfida); Gas H2
(hidrogen); dan Gas N2 (nitrogen).
Preparasi katalis melalui impregnasi logam aktif
ke dalam penyangga (support). Kemudian katalis
disiapkan untuk uji unjuk kerja dalam reaksi
hydrotreating, yaitu dengan cara mengaktifkannya
menggunakan metode presulfiding untuk mengubah
dari bentuk logam oksida menjadi bentuk logam
sulfida. Katalis dalam bentuk sulfida siap dipakai
untuk uji reaksi dalam reaktor autoclave. Reaksi
dilaksanakan dengan menginjeksikan hidrogen pada
GHSV sebesar 3 min-1 sebagai pemutus ikatan gugus
karboksilat maupun rantai tak jenuh dari asam lemak
pada trigliserida. Tekanan gas inisial hidrogen
diberikan sebesar 27 bar, untuk selajutnya ditingkatkan
sampai tekanan operasi. Kegiatan dilakukan dengan
cara menaikkan temperatur reaktor sampai dicapai
kondisi operasi yang diinginkan yakni 3300C dan 42

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 32 - 38

bar. Tahapan pembuatan katalis seperti terlihat pada


Gambar 3. Sedangkan tahapan presulfiding dan
prosedur uji reaksi seperti disajikan pada Gambar 4.
IV. HASIL STUDI
Fokus utama dari penelitian ini adalah melakukan
uji coba reaksi katalitik, yaitu reaksi hidrogenasi umpan
campuran minyak nabati dengan minyak solar. Hal

Gambar 3
Tahapan pembuatan katalis hydrotreating

Gambar 4
Tahapan presulfiding dan skema
prosedur uji reaksi

35

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL


YANNI KUSSURYANI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 32 - 38

ini untuk mengetahui unjuk kerja katalis yang telah


Tabel 1
dipreparasi dan dimodifikasi kandungan logam
Hasil
analisis
kandungan
logam dalam katalis
aktifnya. Dari reaksi beberapa variasi katalis diperoleh
produk green diesel yang mempunyai pendekatan
% Berat Logam Aktif
dengan spesifikasi minyak solar.
No. Jenis Katalis
Co
Ni
Mo
Total
Katalis bentuk padat yang diuji berjumlah 5 buah,
Co-Mo 01
1,56
terdiri atas 2 buah katalis berinti aktif logam Co-Mo,
1.
-8,44
10,00
dan 2 buah katalis berinti aktif logam Ni-Mo yang
Ni-Mo
01
-2.
3,00 12,00 15,00
masing-masing berbeda dari segi kandungan logam
Co-Mo 02
2,02
3.
-10,98 13,00
aktifnya. Sedangkan satu katalis lagi merupakan
Ni-Mo
02
-4.
4,00 14,00 18,00
modifikasi dari kombinasi logam aktif Co-Ni-Mo
Co-Ni-Mo
3,00 2,00 16,00 21,00
5.
dengan komposisi tertentu.
Dengan mengubah komposisi/jumlah kandungan
logam aktif dalam katalis
maka kualitas produk
Tabel 2
green diesel yang
Hasil analisis produk Green Diesel dengan katalis Co-Mo 01dan Ni-Mo 01
dihasilkan juga menjadi
G re e n D ie se l
S p e c.
bervariasi. Dari beberapa
No.
P a ra m e te r
U n it
C
o
-M
o
N
i-M
o
S
o la r 4 8
hasil uji reaksi dengan
1
D e ns ity
8 34 .4
83 3 .5
8 15 - 87 0
k g /m 3
variasi katalis tersebut,
2
C a lc . C e ta n e In d e x 6 3. 2
61 .1
> 45
kemudian dilakukan
3
K in. V is c os ity
3 .3 50
3. 83 0
2 .0 - 5. 0
m m 2 /s
analisis terhadap bebe0
4
P o ur P oin t
0 .5 8
0. 58
M ax . 18
C
rapa parameter umum
5
S u lfu r C o nt en t
0 .0 33 7
0. 09 5
< 0. 35
% wt
yang menunjukkan sifat
6
TA N
0 .0 42 4
0. 01 2 5
< 0 .6
m g K O H /g r
0
C
7
D is tilas i 9 0 %
4 30
37 0
< 3 60
dan karakteristik produk
0
8
F
la
s
h
P
o
in
t
6
8
10
2
>
6
0
C
green diesel. Pada Tabel
1 terlihat katalis Co-Mo
01 dan Ni-Mo 01, ditingkatkan jumlah kandungan
tiap-tiap logam aktifnya
Tabel 3
sehingga total logam aktif
Hasil analisis produk Green Diesel dengan katalis Co-Mo 02
dan Ni-Mo 02 serta Co-Ni-Mo
dari kedua katalis terGreen Diesel
CPO + Spec.
sebut bertambah menNo.
Parameter
Unit
Co-Mo 02 Ni-Mo 02 Co-Ni-Mo Solar Solar 48
capai sebesar 3%.
1 Density
835.3
838.5
838.3
856.4
815 - 870
kg /m3
Selain itu, untuk
2 Calc. Cetane Index 58.9
57.8
58.1
54.4
> 45
mengetahui pengaruh
3 Kin. Viscosity
3.345
3.480
3.470
4.650
2.0 - 5.0
mm2/s
0
komposisi logam aktif
4 Pour Point
0
0
0
0
Max. 18
C
5
Sulfur
Content
0.0726
0.0490
0.0801
0.1655
<
0.35
%wt
promoter terhadap kuali6 TAN
0.0159
0.028
0.0614
18.114
< 0.6 mg KOH/gr
tas produk, maka dila0
7 Distilasi 90%
408.6
413.5
408.9
581.0
< 360
C
kukan modifikasi katalis
0
8 Flash Point
72.0
70.0
52.0
73.0
> 60
C
berupa kombinasi dari
dua promoter dalam satu
katalis menjadi katalis
Co-Ni-Mo.
Ni-Mo 02. Selain itu diuji juga dengan katalis Co-NiMo.
Hasil analisis kualitas produk green diesel dengan
menggunakan variasi jenis katalis disajikan pada Tabel
Hasil analisis menunjukkan bahwa Density, Cal2 dan Tabel 3. Pada Tabel 2 katalis yang digunakan
culation Cetane Index, Kinematic Viscosity, Pour
adalah Co-Mo 01dan Ni-Mo 01. Sedangkan pada
Point, Sulfur Content, Total Acid Number (TAN)
Tabel 3, katalis yang digunakan adalah Co-Mo 02 dan
dan Flash Point dengan menggunakan katalis Co36

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL


YANNI KUSSURYANI, DKK.

Mo 01dan Ni-Mo 01; maupun Co-Mo 02 Ni-Mo 02


serta Co-Ni-Mo masih memenuhi spesifikasi Solar48, hanya satu parameter yaitu Distilasi 90% yang
lebih tinggi dari yang dipersyaratkan.
Gambar 5 menunjukkan nilai Calculation Cetane Index untuk umpan campuran CPO dan Solar
sebesar 54,4. Penggunaan katalis Co-Mo-01
meningkatkan nilai Calculation Cetane Index paling tinggi menjadi sebesar 63,2. Begitu pula untuk
Sulfur Content yang disajikan pada Gambar 6, menunjukkan penurunan yang paling baik dibandingkan
dengan penggunaan katalis lainnya yaitu sampai
dengan 0,0337 % wt. Sedangkan untuk Density
penggunaan katalis Co-Mo-01; Ni-Mo-01 dan CoMo-02 memberikan penurunan yang relatif sama,
dengan nilai Density berkisar antara 833,5 835,3
kg/m3 (Gambar 7).

Gambar 5
Perbandingan calculated cetane index
produk green diesel terhadap umpan

Gambar 6
Perbandingan kadar sulfur produk green
diesel terhadap umpan

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 32 - 38

Gambar 7
Perbandingan density produk
green diesel terhadap umpan

V. KESIMPULAN
Hasil penelitian dapat memberikan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Secara umum unjuk kerja katalis untuk produksi
green diesel telah memberikan hasil yang
memadai namun masih perlu dilakukan
pengembangan terhadap komposisi atau struktur
logam penyusun katalis agar dapat memperbaiki
sifat titik akhir distilasi yang masih tinggi atau
melebih batas yang dipersyaratkan dalam bahan
bakar mesin diesel.
2. Unjuk kerja katalis Co-Mo-01 meningkatkan nilai
Calculation Cetane Index paling tinggi menjadi
sebesar 63,2 dan memberikan penurunan Sulfur
Content yang paling baik dibandingkan dengan
penggunaan katalis lainnya yaitu sampai dengan
0,0337 % wt.
3. Penggunaan katalis Co-Mo-01; Ni-Mo-01 dan CoMo-02 memberikan penurunan density yang
relatif sama, dengan nilai berkisar antara 833,5
835,3 kg/m3.
4. Kondisi pengujian dalam reaktor tipe batch (autoclave) telah cukup memadai untuk melakukan
screening atau pemilihan katalis namun perlu
dilakukan pula pengujian dalam reaktor tipe
kontinyu sebagai langkah scale up untuk
mendekati kondisi aktual yang ada di industri.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Saudari Dian Hestining Utami,
ST., atas bantuan analisis percontoh, dan sumbang
sarannya dalam penulisan makalah ini.
37

TEKNOLOGI PRODUKSI GREEN DIESEL


YANNI KUSSURYANI, DKK.

KEPUSTAKAAN
1. Adam Karl Khan, 17 May 2002, Research into
Biodiesel Kinetics & Catalyst Development.
2. Anderson, R.J, Bondart, M., 1983, Science and
Technology Catalyst, Vol 4 Berlin, Heidelberg,
New York.
3. Dr. Ram Prasad, Petroleum Refining Technology; Khanna Publisher, 2-B, Nath Market, Nai
Sarak, Delhi.
4. Fulton J.W, 1986, Catalyst Engineering, Chemical Engineering February 17.

38

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 32 - 38

5. J.F. Le Page, 1987, Applied Heterogenous Catalyst, Design manufacture use of solid catalyst,
Institute Francais du petrole.
6. J. Van Gerpen, B. Shanks, and R. pruszko, D.
Clements, G. Knothe, 2004, Biodiesel Production
Technology.
7. Kotera Y. et al., 1976 The preparation of MoO3CoO- Al2O3 Catalyst and its characterization;
8. Linn R.A., 1963, Hydrocarbon Process & Petroleum Refiner 42 (9), September.
9. Nasution A.S 1980, Hydrotreating, Lemigas ,
Jakarta.

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS


YUSEP K CARYANA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1 APRIL 2010 : 39 - 45

Penggunaan Adsorben Penyimpanan Bahan


Bakar Gas untuk Pengembangan Kota Gas
di Indonesia
Oleh: Yusep K Caryana
Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 28 Oktober 2009; Diterima setelah perbaikan tanggal 16 Nopember 2009
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Pengembangan kota gas yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
melalui program pembangunan jaringan pipa gas bumi untuk rumah tangga hanya dapat
dilaksanakan untuk kota-kota atau daerah yang dekat dengan sumber gas bumi. Sedangkan
pengembangan kota gas di kota-kota yang tidak memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi gas
bumi dapat dipertimbangkan dengan menggunakan tabung adsorben penyimpanan Bahan Bakar
Gas sektor rumah tangga, dengan bahan karbon aktif yang optimal sekitar 18,5 kg (dengan massa
jenis adsorben 2,5 g/cm3) akan mampu menyimpan Bahan Bakar Gas sekitar 4,15 m3 atau setara
dengan 3,0 kg LPG (bersubsidi) pada tekanan kerja 15 Bar .
Kata kunci: adsorben gas bumi sektor rumah tangga, gas city development.
ABSTRACT
Gas city development which is being done by the Directorate General of Oil and Gas
via residential gas distribution networks construction can only be properly implemented in
various cities having existing gas transmision and/or distribution network. Whilst residential gas development in other cities can be considered to use adsorbent made of 18,5 kg
carbon active based adsorbent (with 2,5 g/cm3 density) having about 4,15 m3 storage
capacity or equivalent to 3,0 kg subsidized LPG for 15 Bar working pressure.
Key words: residential adsorbed natural gas, gas city development.
I. PENDAHULUAN
Upaya Pemerintah untuk mengurangi subsidi
BBM secara bertahap merupakan langkah yang harus
diambil, sehingga beban subsidi bisa dialihkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang lain
seperti untuk pendidikan dan kesehatan. Pengurangan
subsidi dapat dilaksanakan melalui:
- Program konversi minyak tanah ke LPG yang
sedang berjalan sejak tahun 2005.
- Program konversi minyak tanah ke gas bumi
(sebagai program komplementer konversi minyak
tanah ke LPG untuk percepatan pengurangan
penggunaan minyak bumi).
Sebagaimana diketahui bahwa gas bumi, dengan
kondisi cadangan saat ini, diperkirakan cukup untuk

dipergunakan selama 60 tahun ke depan (Pidato


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi pada
Peresmian Kota Gas di Palembang). Sementara
peluang gas bumi semakin baik, dan sejalan dengan
amanat Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi
Nomor 22 tahun 2001 diupayakan untuk peningkatan
pemanfaatan gas bumi dalam negeri seoptimal
mungkin. Maka Direktorat Jenderal Minyak dan Gas
Bumi menyelenggarakan Program Pembangunan
Jaringan Gas Bumi Untuk Rumah Tangga.
Pembangunan Jaringan Gas Bumi Untuk Rumah
Tangga merupakan salah satu program prioritas
nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 18 tahun
2007 tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2008,
yang diantaranya memuat upaya percepatan
39

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS


YUSEP K CARYANA

pembangunan infrastruktur dan peningkatan


pengelolaan energi yang dalam hal ini adalah
pembangunan jaringan pipa distribusi gas bumi untuk
rumah tangga yang harus dilaksanakan oleh
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral c.q.
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
(DJMIGAS) dengan sumber pembiayaan berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Program Pembangunan Jaringan Gas Bumi
Untuk Rumah Tangga ini dapat dilaksanakan untuk
kota-kota atau daerah yang dekat dengan sumber gas
bumi terutama diprioritaskan bagi yang telah ada
jaringan pipa transmisi gas bumi, karena akan
meringankan pembiayaan yang berasal dari APBN.
Program ini bertujuan untuk :
- Diversifikasi Energi
- Pengurangan Ketergantungan Terhadap Minyak
Bumi
- Pengurangan Subsidi
- Penyediaan Bahan Bakar Yang Murah, Bersih
Dan Aman Bagi Masyarakat.
Pelaksanaan program pembangunan jaringan
distribusi gas bumi ini juga memerlukan dukungan
penuh dari Pemerintah Daerah dan instansi-instansi
lain terkait untuk tetap berkoordinasi dan memberikan
informasi sejelas-jelasnya khususnya bagi masarakat
setempat yang akan menggunakan energi gas bumi.
II. METODOLOGI PENGEMBANGAN
TABUNG ADSORBEN PENYIMPANAN
BAHAN BAKAR GAS DI PPPTMGB
LEMIGAS
Metodologi pengembangan tabung adsorben
penyimpanan Bahan Bakar Gas (BBG) di
PPPTMGB LEMIGAS tercantum pada Gambar
1. Langkah pelaksanaan pengembangan tabung
adsorben penyimpanan BBG adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi bahan baku karbon aktif di pasaran.
Identifikasi ini difokuskan pada bahan dasar
karbon aktif dari sabut kelapa karena berdasarkan
data Departemen Pertanian menunjukkan bahwa
Indonesia adalah negara penghasil karbon aktif
sabut kelapa sekitar 3,3 juta ton per tahun.
Dengan demikian, bahan dasar adsorben karbon
aktif penyimpanan BBG sangat berlimpah di Indonesia dengan harga rata-rata di pasaran sekitar
Rp. 6500 per Kg.

40

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1 APRIL 2010 : 39 - 45

2. Untuk bahan baku karbon aktif di pasaran yang


masih mentah maka perlu dilakukan pekerjaan
pemrosesan dan aktivasi.
3. Jika bahan baku karbon aktif di pasaran sudah
mengalami proses dan aktivasi maka langsung
dilakukan penyiapan percontoh karbon aktif.
4. Modifikasi gugus fungsional dan struktur melalui
treatment oksidasi fase gas, fase cair dan termal
dilakukan terhadap percontoh karbon aktif.
5. Dari berbagai percobaan modifikasi karbon aktif,
akan diketahui metode modifikasi karbon aktif
yang tepat agar karbon aktif dapat memenuhi
syarat untuk digunakan sebagai media
penyimpanan BBG.
6. Selanjutnya dilakukan modifikasi percontoh
karbon aktif secara massal.
7. Didapat percontoh kharbon aktif yang sudah
termodifikasi dengan jumlah yang cukup besar
untuk berbagai percobaan selanjutnya.
8. Penelitian karakterisasi karbon aktif melalui
pengujian FTIR, SEM dan Adsorpsi Isotermal
dengan parameter meliputi luas permukaan,
porositas dan strukur mikropori karbon aktif
termodifikasi.
9. Dilakukan briquetting, yaitu proses cetak-tekan
terhadap percontoh karbon aktif termodifikasi
berdasarkan karakter perconto karbon aktif yang
telah diketahui melalui percobaan sebelumnya.
10. Didapat prototipe tabung adsorben penyimpanan
BBG.
11. Dilakukan pengujian adsorpsi, desorpsi dan
regenerasi terhadap prototipe tabung adsorben
penyimpanan BBG.
12. Didapat prototipe tabung adsorben penyimpanan
BBG :
- Tabung adsorben penyimpanan BBG untuk
rumah tangga dengan tekanan kerja diset
maksimum 15 Bar.
- Tabung adsorben penyimpanan BBG sektor
Tansportasi dengan tekanan kerja maksimum
100 Bar. Dengan penyesuaian dimensi dan
ukurannya, untuk kendaraan roda empat, roda
tiga dan sepeda motor.
- Tabung adsorben Penyimpanan BBG Industri
dengan tekanan kerja 100 Bar sesuai ISO Standard 11439-2000.

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS


YUSEP K CARYANA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1 APRIL 2010 : 39 - 45

Gambar 1
Metodologi Pengembangan Tabung Adsorben Penyimpanan Bahan Bakar Gas Di PPPTMGB LEMIGAS

Gambar 2
Garis besar rencana penelitian dan pengembangan tabung adsorben
penyimpanan BBG Sektor rumah tangga

41

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

YUSEP K CARYANA

III. GARIS BESAR RENCANA


PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TABUNG ADSORBEN PENYIMPANAN
BAHAN BAKAR GAS DI PPPTMGB
LEMIGAS

VOL. 44. NO. 1 APRIL 2010 : 39 - 45

Tabel 2
Hasil Sementara Modifikasi Karbon Aktif
di Pasaran
Nitrogen Sorption
Kode

Total

Volume

No
volume
BET,
Tata waktu serta kegiatan penelitian dan
Karbon
Mikropori
2
pori,
/g
m
pengembangan tabung adsorben penyimpanan BBG
cm3/g
3
cm /g
Di PPPTMGB LEMIGAS tercantum pada
1
CKA -1
1014.77
0.659
0.437
Gambar 2. Pada tahun 2008, dilakukan kajian literatur
2
CKA -2
1028.19
0.615
0.441
parameter dominan dari karbon aktif kinerja tinggi
3
CKA -3
1141.24
0.681
0.452
untuk penyimpanan BBG yang meliputi luas
4
CKA -4
1087.51
0.632
0.491
permukaan, struktur mikropori, massa jenis dan com5
CKA -5
1215.08
0.741
0.478
pressive strength. Pada tahun 2009, dilakukan
modifikasi gugus fungsional dan struktur mikro karbon
aktif di pasaran guna mendapatkan karakeristik karbon aktif
untuk penyimpanan BBG.
Pada tahun ini diperoleh
percontoh karbon aktif hasil
modifikasi beserta karakteristiknya dan pengujian
adsorpsi/desorpsi serta regenerasi.
Pada tahun 2010 akan
dilakukan perbaikan terhadap
hasil penelitian di tahun 2009
yaitu memperbaiki karakteristik
karbon aktif terutama luas
permukaan supaya bisa optimal
Gambar 3
digunakan sebagai media
Hubungan kapasitas adsorpsi CH4 dengan luas permukaan karbon aktif11
penyimpanan dan distribusi
BBG sektor rumah tangga
dilengkapi dengan prototipe
tabung adosrben BBG sektor
rumah tangga sebagai keluaran
dari produksi tabung adsorben
penyimpanan BBG skala
laboratorium.
Pada tahun 2011 direncanakan untuk memproduksi dan
mengimplementasikan tabung
adsorben BBG sektor rumah
tangga skala proyek percontohan. Sejalan dengan proyek
ini, dilakukan juga penyusunan
FEED dan DEDC dari pabrik
Gambar 4
adsorben penyimpanan BBG.
Penurunan kapasitas adsorpsi CH4 akibat penambahan binder11
Jika segala sesuatunya memungkinkan, pembangunan

42

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

YUSEP K CARYANA

pabrik, produksi dan implementasi penggunaan tabung


adsorben penyimpanan BBG sektor rumah tangga
dapat dilaksanakan mulai tahun 2012.
IV. ANALISIS HASIL MODIFIKASI
KARBON AKTIF DI PASARAN
Modifikasi gugus fungsional dan struktur
mikropori terhadap beberapa percontoh karbon aktif
di pasaran telah dilakukan dengan hasil sebagaimana
tercantum pada Tabel 2. Modifikasi dilakukan dengan
metode Heat Treatment dan Oksidasi Parsial. Karbon
aktif termodifikasi selanjutnya diuji dengan metode
Nitrogen Sorption. Hasil modifikasi menunjukkan
luas permukaan BET berkisar dari 1014 m2/g sampai
dengan 1215 m2/g. Sedangkan volume mikropori berkisar dari 0,437 cm3/g sampai dengan 0, 491 cm3/g .
Kapasitas penyimpanan BBG dalam karbon aktif
terutama tergantung dari tekanan kerja, porositas
mikropori dan luas permukaan karbon aktif. Pada
tekanan kerja 15 Bar, hasil riset berbagai lembaga
penelitian di dunia untuk produk karbon aktif yang
dibuat khusus untuk tujuan penyimpanan BBG terlihat
pada Gambar 3.11 Luas permukaan karbon aktif dunia
berkisar dari 610 m2/g sampai dengan 3882 m2/g.
Sedangkan kapasitas adsorpsi BBG (terutama CH4)
pada tekanan kerja 15 Bar berkisar antara 0,06 g/g
sampai dengan 0,19 g/g. Berdasarkan Tabel 2,
modifikasi beberapa percontoh karbon aktif yang
beredar di pasaran di Indonesia, terutama DKI
Jakarta, akan menghasilkan karbon aktif termodifikasi
dengan luas permukaan sekitar 1015 m2/g sampai
1215 m2/g dengan kapasitas adsorpsi BBG berkisar
antara 0,09 g/g 0,10 g/g.
Untuk membuat tabung adsorben penyimpanan
BBG, maka diperlukan semacam zat perekat (binder)
supaya karbon aktif dapat dicetak- tekan membentuk
kemasan adsorben penyimpanan BBG. Penambahan
zat perekat ini akan menurunkan kapasitas
penyimpanan BBG dari karbon aktif. Sebagaimana
terlihat pada Gambar 4, penambahan zat perekat akan
menurunkan kapasitas penyimpanan BBG sekitar 10
%. Dengan demikian, percontoh karbon aktif hasil
modifikasi akan memiliki kapasitas penyimpanan BBG
antara 0,08 0,09 g/g.
Kapasitas penyimpanan BBG 0,08 0,09 g/g
pada tekanan kerja 15 Bar, kurang optimal untuk
digunakan sebagai media penyimpanan dan distribusi
BBG sektor rumah tangga karena akan membutuhkan
jumlah karbon aktif sekitar 11 kg/m 3 BBG.

VOL. 44. NO. 1 APRIL 2010 : 39 - 45

Tabel 3
Adsorben BBG sebagai komplemen
LPG 3 Kg @ 15 Bar
Massa
Volume
Massa
Kesetaraan
adsorben
BBG
Jenis
Karbon Tersimpan, Adsorben, LPG, Kg
Aktif, Kg
m3
g/cm3
5,75
1
0,6
0,725
18,5

4,15

2,5

Gambar 5
Contoh (Sementara) Tabung Adsorben BBG
untuk rumah tangga

Berdasarkan Gambar 3, supaya adsorben karbon aktif


optimal digunakan sebagai media penyimpanan dan
distribusi BBG sektor rumah tangga maka diperlukan
luas permukaan adsorben karbon aktif sekitar 3000
m2/g. Dengan demikian, akan diperlukan adsorben
karbon aktif sekitar 5,75 kg/m 3 BBG setelah
mempertimbangkan sisa BBG sekitar 15 % - 20%
dalam adsorben pada tekanan atmosferik saat
penggunaan di rumah tangga pemakai gas bumi3,11.
V. RANCANGAN TEKNIS TABUNG
ADSORBEN BBG SEKTOR RUMAH
TANGGA
Untuk menyimpan dan distribusi satu (1) m3
BBG (efektif setara dengan sekitar 0,725 kg LPG)
sektor rumah tangga, tabung adsorben BBG yang
optimal adalah tabung yang berisi karbon aktif sekitar
43

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS


YUSEP K CARYANA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1 APRIL 2010 : 39 - 45

5,75 kg dengan masa jenis adsorben sekitar 0,6 g/


cm3 pada tekanan kerja 15 Bar. Jika tabung adsorben
BBG akan diimplementasikan sebagai komplemen
terhadap penyediaan tabung LPG 3 kg, berdasarkan
kesetaraan energi LPG dan BBG, akan diperlukan
adsorben karbon aktif sekitar 18,5 kg dengan masa
jenis adsorben sekitar 2,5 g/cm3 pada tekanan kerja
15 Bar untuk menyimpan sekitar 4,15 m 3 BBG
sebagaimana terlihat di Tabel 3 dan contoh
(sementara) tabung adsorben BBG di Gambar 5.
Berdasarkan rancangan tabung adsorben BBG
sektor rumah tangga sebagaimana tercantum di
Gambar 5, maka dilakukan estimasi harga tabung
adsorben BBG berdasarkan rule of thumb. Harga
Patokan Sendiri (HPS) satu tabung kosong LPG 12
kg sekitar Rp 130.833 (2004). 10,11Dengan eskalasi
kenaikan harga material rata-rata 5% per tahun maka
HPS satu tabung kosong LPG 12 Kg menjadi sekitar
Rp 166.980 pada tahun 2009.
Untuk estimasi harga tabung adsorben BBG, HPS
satu tabung kosong LPG 12 kg harus ditambah harga
18,5 kg adsorben karbon aktif. Harga adsorben karbon
aktif adalah Rp 19.000/kg yang terdiri dari Rp 6.500/
Kg biaya produksi dan Rp 12.500/kg biaya modifikasi
adsorben karbon aktif. Maka, estimasi HPS satu
tabung adsorben BBG sektor rumah tangga adalah
sekitar Rp 518.500.

konsumsi gas di setiap rumah dan tidak perlu


pembebasan lahan karena tidak memerlukan
pembangunan metering dan pressure regulating station.
VII. KESIMPULAN
Beberapa hal penting yang perlu disimpulkan
meliputi :
- Penggunaan tabung adsorben BBG sektor rumah
tangga merupakan komplemen terhadap distribusi
tabung LPG 3 kg bersubsidi atau alternatif
jaringan pipa distribusi gas bumi untuk rumah
tangga dalam pengembangan kota gas.
- Penggunaan tabung adsorben BBG sektor rumah
tangga dalam pengembangan kota gas tidak
memerlukan jaringan pipa transmisi atau distribusi
gas bumi terpasang.
- Penggunaan tabung adsorben BBG tidak
memerlukan pembebasan lahan/tanah seperti pada
pembangunan jaringan pipa gas bumi untuk rumah
tangga
- Kesetaraan tabung adsorben BBG sebagai
Komplemen LPG 3 kg bersubsidi pada tekanan
kerja 15 Bar adalah sebagai berikut :

VI. PERBANDINGAN PIPA DISTIBUSI GAS


VERSUS TABUNG ADSORBEN BBG
SEKTOR RUMAH TANGGA
Perbandingan antara jaringan pipa distibusi gas dengan
tabung adsorben BBG sektor
rumah tangga tercantum di Tabel
4. Pembangunan jaringan pipa
distribusi gas memerlukan
pemasangan alat ukur konsumsi
gas di setiap rumah, hanya dapat
dilaksanakan di kota-kota dengan
jaringan pipa transmisi atau
distribusi gas bumi terpasang
serta memerlukan pembebasan
lahan untuk jalur pipa, metering
dan pressure regulating station.
Sedangkan penggunaan tabung
adsorben BBG dapat dilaksanakan di seluruh kota, tidak
perlu pemasangan alat ukur
44

Tabel 4
Perbandingan Pipa Distibusi Gas versus Tabung
Adsorben BBG sektor Rumah Tangga
Param eter
Perbandingan
Alat Ukur Kons um s i
Gas / rum ah tangga
Tem pat
Pelaks anaan

Pem bebas an
Lahan atau Tanah

Jaringan Pipa Distribusi Gas

Tabung
Adsorben
BBG

Harus dipas ang

Tidak perlu

Hanya di kota dengan jaringan Di s eluruh


kota
pipa trans m is i atau dis tribus i
gas bum i terpas ang
Untuk ROW Pipa Dan
Pem bangunan MRS/PRS

Tidak ada

PENGGUNAAN ADSORBEN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS


YUSEP K CARYANA

KEPUSTAKAAN
1. Banks, M, et al., 2007, Conversion Of Waste
Corncob To Activated Carbon For Use Of Methane Storage, ALLCRAFT, Lincoln University,
Columbia
2. Baker, F.S., U.S. Patent No. 5,710,092, Jan. 20,
1998.
3. Bandosz T J, et al. 2003, Chemistry And Physics Of Carbon, Ed. L R Radovic (New York:
Marcel Dekker)
4. Bansal R C, et al. , 1988, Active Carbon,
Marcel Dekker, New York:.
5. Burchell, Tim, 2000, Carbon Fiber Composite
Adsorbent Media for Low Pressure Natural Gas
Storage, Carbon Materials Technology Group,
Oak Ridge National Laboratory
6. Burchell, Tim & Rogers, Mike, 2000, Low Pressure Storage of Natural Gas for Vehicular Appli-

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1 APRIL 2010 : 39 - 45

cations, SAE Technical Paper Series 2000-012205


7. Chang, K. et al.,1996, Behavior And Performance Of Adsorptive Natural Gas Storage Cylinders During Discharge, Appl. Therm. Eng., 16
(1996), 359374.
8. Chen Jinfu Qu, 2004, Adsorbent of Storage
Natural Gas & its Use In ANGV, Environmental Engineering Research & Development
Center, University of Petroleum, Beijing.
9. Haiyan Liu, et al., 2005, Adsorption Behavior
Of Methane On High Surface Area Active
Carbon, Institute of Coal Chemistry, Chinese
Adademy of Siciences, Shanxi, China.
10. http://www.pertamina.com/wartapertamina/2009/
wpapril2009.pdf
11. http://www.matche.com/EquipCost/

45

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91


EMI YULIARITA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

Meramu Bahan Bakar Jenis Bensin RON 91


yang Ramah Lingkungan dengan Membatasi
Kandungan Senyawa Aromatik,
Benzena, dan Olefin
Oleh: Emi Yuliarita
Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 25 Januari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 22 Februari 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Pemanfaatan bahan bakar minyak di sektor transportasi harus memperhatikan efisiensi dan
masalah lingkungan. Spesifikasi World Wide Fuel Charter (WWFC) yang disusun oleh asosiasi
pabrik kendaraan bermotor di dunia telah memberikan arah global harmonisasi spesifikasi BBM
di seluruh dunia, antara lain pembatasan kadar olefin, aromatik, dan benzena.
Bahan bakar jenis bensin 91 yang ramah lingkungan dapat diramu dari bensin dasar yang
berasal dari campuran komponen-komponen bensin eks kilang Pertamina (LOMC dan HOMC)
dalam perbandingan tertentu dengan menanbahkan senyawa pengungkit angka oktana, Methyl
Tertiary Butyl Ether sebanyak 8 % volume.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bahan bakar bensin 91 yang ramah lingkungan yang di
hasilkan, mempunyai karakteristik fisika/kimia memenuhi spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 dan
spesifikasi bensin 91 Pertamina serta spesifikasi bensin WWFC kategori 2 khususnya untuk
kadar senyawa aromatik, olefin dan benzena.
Kata kunci: Spesifikasi, angka oktana, WWFC, Aromatik, Olefin, Benzena
ABSTRACT
The use of petroleum fuel in transportation sector should consider the efficiency and
environmental issues. World Wide Fuel Charter Specification which has been arranged by
the world vehicle manufacturers association has driven to wards global harmony in world
fuel specification, such as trough limitation of olefin, aromatic, and benzene contents.
Environmentally friendly Gasoline 91 fuel could be blended from base gasoline that
made from the mix of ex-Pertamina refinery gasoline components (LOMC and HOMC) in
certain ratio with adding octane booster compound, Methyl Tertiary Butyl Ether of about
8% volume.
The research result shows that environmentally friendly gasoline 91 that has been produced, has the physic/chemical characteristics that ful filled the gasoline 91 specification
according to the Decreed of General Director of Oil and Gas No. 3674K/24/DJM/2006 of
March 17, 2006, and Pertaminas gasoline 91 specification and WWFC gasoline specification in category 2, especially for the aromatic, olefin, and benzene compound contents.

Key words: specification, gasoline component, octant value, WWFC, aromatic, olefin,
benzene
46

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91


EMI YULIARITA

I. PENDAHULUAN
Menyadari pentingnya peran BBM di sektor
transportasi dan industri, pemanfaatannya harus
memperhatikan efisiensi dan masalah lingkungan.
Di sektor transportasi kendaraan bermotor yang
menggunakan bahan bakar bensin memberikan andil
paling besar dalam penyebaran bahan pencemar di
udara.
Spesifikasi World Wide Fuel Charter (WWFC)
yang disusun oleh asosiasi pabrik kendaraan bermotor
di dunia seperti AAMA, EMA, ACEA, EAM, JAMA
telah memberikan arah global harmonisasi spesifikasi
BBM di seluruh dunia, antara lain pembatasan kadar
olefin, aromatik, dan benzena.
Sejak dihapuskannya pemakaian senyawa timbel
dalam bahan bakar bensin, kandungan senyawa
aromatik dan olefin dalam bensin juga meningkat
karena meningkatnya penggunaan HOMC (High
Octane Mogas Component) dalam pembuatan
bahan bakar bensin.
Hal penting yang harus digarisbawahi adalah
senyawa aromat dan olefin ini dalam bensin dapat
memberikan efek negatif terhadap lingkungan.
Senyawa aromatik merupakan komponen beroktana
tinggi dalam bensin dapat menghasilkan uap benzena
yang sangat berbahaya bagi kesehatan (karsinogen)
dan dapat meningkatkan emisi gas buang CO di udara.
Sedangkan senyawa olefin dapat meningkatkan emisi
NOx di udara. Oleh karena senyawa-senyawa organik
ini merupakan bahan pencemaran udara dan bersifat
karsinogenik maka kandungannya dalam bensin harus
dibatasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat bahan
bakar bensin jenis bensin RON 91 yang sifat-sifat
fisika/kimianya memenuhi spesifikasi bensin 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674K/
24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 dan bersifat
ramah lingkungan (enviroment friendly) dengan
membatasi kandungan aromatik dan olefin menurut
spesifikasi bensin WWFC kategori 2.
Untuk pembuatan bahan bakar bensin RON 91
yang ramah lingkungan terlebih dahulu dibuat bensin
dasar dengan melakukan blending komponenkomponen bensin yang mempunyai angka oktana
tinggi (HOMC) dengan komponen bensin yang
mempunyai angka oktana rendah (LOMC) dengan
perbandingan tertentu, di mana komponen-komponen
bensin tersebut di atas merupakan produk dari salah

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

satu unit pengolahan Pertamina. Kemudian terhadap


bensin dasar modifikasi ini ditambahkan senyawa
oksigenat dengan perbandingan bervariasi sehingga
pada % volume penambahan tertentu didapatkan
bensin jenis RON 91 yang ramah lingkungan.
Evaluasi hasil uji dilakukan dengan
membandingkan hasil uji sifat-sifat fisika/kimia bensin
91 modifikasi dengan hasil spesifikasi bahan bakar
jenis bensin 91 yang ditetapkan Pemerintah.
Sedangkan evaluasi hasil uji kandungan senyawa
aromatik, benzena, dan olefin dilakukan dengan
membandingkan dengan spesifikasi WWFC kategori
2.
II. TINJAUAN UMUM
A. Spesifikasi Bensin
Bahan bakar motor yang dipasarkan harus
memenuhi persyaratan teknis tertentu sesuai dengan
kebutuhan penggunaannya yang disebut spesifikasi.
Dalam hal ini spesifikasi teknis bahan bakar sama di
setiap negara tergantung dari jenis dan tipe kendaraan.
Spesifikasi nasional di setiap negara dapat sedikit
berbeda, karena perbedaan kondisi di negara tersebut,
seperti jenis dan populasi kendaraan, ketersediaan
minyak bumi sebagai bahan baku, kemampuan kilang,
sistem distribusi, faktor ekonomis, faktor iklim dan
peraturan keselamatan kerja dan lindungan
lingkungan.
1. Spesifikasi Bensin Indonesia
Spesifikasi bahan bakar bensin yang berlaku saat
ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direktur
Jenderal Migas No. 3674K/24/DJM/2006 tanggal 17
Maret 2006 yaitu spesifikasi Jenis Bensin 88, Jenis
Bensin 91 dan Jenis Bensin 95.
a. Bensin 88
Bensin 88 yang dipasarkan di Indonesia saat ini
adalah bensin 88 (Premium) tanpa timbel, yaitu
yang mempunyai angka oktana riset minimum 88
RON dan tidak mengandung timbel (kandungan
timbal maksimum 0,3 g/lt Pb). Belum membatasi
kandungan senyawa aromatik, benzena dan olefin dalam bensin.
b. Bensin 91
Bensin 91 (Pertamax) adalah bensin dengan
grade mutu yang lebih baik dari bensin 88 karena
mempunyai angka oktana riset lebih tinggi dari
bensin 88 yaitu minimum 91 RON, dan tidak
47

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EMI YULIARITA

mengandung timbel. Sudah membatasi kandungan


senyawa aromatik yaitu maksimum 50% vol. dan
kandungan benzen 5% vol.
c) Bensin 95
Bensin 95 (Pertamax Plus) adalah bensin dengan
grade mutu yang lebih baik dari bensin 91 karena
mempunyai angka oktana riset minimum 95 RON,
dan tidak mengandung timbel Sudah membatasi
kandungan senyawa aromatik yaitu maksimum
40% vol. dan kandungan benzena 5% vol.
B . Kandungan Hidrokarbon Dalam Bensin
Beberapa Negara
Perbandingan kandungan senyawa hidrokarbon
dalam spesifikasi bensin Indonesia dengan spesifikasi
negara lain dimaksudkan untuk mengetahui status dan
posisi bensin Indonesia saat ini dibandingkan dengan
negara lain di dunia, sehingga dapat dijadikan pedoman
dalam pengembangan spesifikasi bensin yang akrab
lingkungan di Indonesia. Perbandingan dilakukan
dengan negara tetangga ASEAN (Malaysia, Thailand, dan yang mempunyai kondisi iklim dan
lingkungan sama. Perbandingan dilakukan pula
dengan negara-negara industri baru di Asia seperti
China dan Jepang untuk harmonisasi spesifikasi BBM
di Asia, dan spesifikasi negara-negara maju di Eropa
dan spessifikasi WWFC yang telah menerapkan
peraturan lingkungan yang lebih ketat. Perbandingan
kandungan hidrokarbon dalanm spesifikasi bensin di
beberapa negara disajikan pada Tabel 1.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

Tabel 16)
Perbandingan Kandungan Hidrokarbon
dalam Spesifikasi Bensin Di Beberapa Negara
Spesifikasi
Bensin dari
beberapa
sumber/Negara
WWFC

Kandungan Hidrokarbon,
Angka
Maksimum (% Vol.)
Oktana
Aromatik
Olefin
Benzen
Riset ASTM
(ASTM D- (ASTM D- (ASTM DD-2699
1319)
1319)
4815)
91/95/98

Category 1

91/95/98

50

5,0

Category 2

91/95/98

40

18

2,5

Category 3

91/95/98

35

18

1,0

30

18

1,0

Category 4
EURO

95

EURO 3

95

42

18

1,0

EURO 4

89/96

35

18

1,0

93

42

20

1,0

China

42

18

2,7

Malaysia

40

18

Thailand

35

1-2

Jepang

Indonesia
Bensin 91

91

50

5,0

Bensin 95

95

40

5,0

lingkungan, kepuasan konsumen terhadap kinerja


kendaraan, dan meminimalkan kompleksitas peralatan
kendaraan yang akan mengurangi biaya yang
dikeluarkan pemakai. Spesifikasi WWFC terdiri dari
4 kategori. Spesifikasi WWFC kategori 2 adalah untuk
pasar yang mensyaratkan kontrol emisi lebih ketat
seperti spesifikasi USA (tier 0 atau Tier 1) dan
Spesifikasi Eropa (Euro stage 1 dan 2)

C. Spesifikasi World Wide Fuel Charter


(WWFC)

III. PELAKSANAAN PENELITIAN

Asosiasi pabrik kendaraan bermotor USA (Alliance of Automobile Manufacturer/AAM, Engine


Manufacturer Association/EMA), Eropa (European Automobile Manufacturer Association/
EAMA). dan Jepang (Japan Automobile Manufacturer Association/JAMA), didukung oleh Asosiasi
Kanada, Cina, Korea, telah mengembangkan WorldWide Fuel Charter (WWFC) pada tahun 1998 yang
memberikan arah global harmonisasi spesifikasi BBM
di seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk memberikan
rekomendasi kualitas bahan bakar dengan
mempertimbangkan permintaan konsumen, emisi
kendaraan yang akan membedakan keuntungan pada
konsumen, dan masyarakat pemakai.
Penerapan rekomendasi ini diharapkan akan
dapat mengurangi pengaruh emisi kendaraan pada

Formulasi bensin 91 RON yang ramah lingkungan


dengan membatasi kandungan aromat, benzena dan
Olefin sesuai spesifikasi WWFC dilakukan dengan
membuat bensin dasar modifikasi yang diramu dari
komponen-komponen bensin LOMC dan HOMC dari
salah satu kilang Unit Pengolahan Pertamina. Untuk
membuat bahan bakar dasar modifikasi, terlebih
dahulu dianalisis sifat fisika/kimia dari masing-masing
komponen bensin, kemudian komponen-komponen
bensin dasar ini di campurkan dengan perbandingan
% volume tertentu menjadi bensin dasar modifikasi
yang diberi kode (BDM). Selanjutnya untuk
mendapatkan bahan bakar jenis bensin 91 RON,
kedalam percontoh bensin dasar modifikasi dilakukan
penambahan senyawa MTBE dengan volume
penambahan bervariasi. Terhadap campuran bahan

48

A. Metodologi

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EMI YULIARITA

bakar modifikasi ini dilakukan


analisis karakteristik fisika dan kimia
sesuai spesifikasi bahan bakar jenis
bensin 91 RON yang ditetapkan
Pemerintah dan analisis kandungan
senyawa hidrokarbon dengan
menggunakan metode uji standar
ASTM, sehingga didapatkan bahan
bakar modifikasi jenis bensin 91
RON yang ramah lingkungan dengan
membatasi kandungan aromatik,
olefin, dan benzena.
Evaluasi bahan bakar bensin
modifikasi 91 RON yang ramah
lingkungan, dilakukan dengan
membandingkan sifat-sifat fisika/
kimianya dengan spesifikasi bahan
bakar jenis bensin 91 RON menurut
Surat Keputusan Dirjen Migas No.
3674 K/24/DJM/2006 tanggal 17
Maret 2006, sedangkan untuk
kandungan senyawa hidrokarbon
mengacu pada spesifikasi WWFC
kategori 2.
B. Bahan

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

Tabel 21)
Spesifikasi Bensin World Wide Fuel Charter Kategori 2
Properties

Categori II

Methode
ASTM D-2699-86

Research Octane Number:


91 RON

min

91.0

95 RON

min

95.0

98 RON

min

98.0

91 RON

min

82.0

95 RON

min

85.0

min

88.0

ASTM D-2700-86

Motor Octane Number:

98 RON
2.1 Oxydation Stability

minute

min

480

Sulfur Content

% m/m

max

0.02

ASTM D-2622-98

Lead Content

g/l

max

ND

ASTM D-3237-97

mg/l

ND

ASTM D-3231-99
ASTM D-3831-94

Phosphorus Content
Manganese Content

mg/l

ND

Silicon

mg/kg

ND

Oxygen Content

% m/m

Olefins Content

%v/v

Aromatics Content

%v/v

Benzene Content
Sedimen

max

2.7

ASTM D-525-99a

ASTM D-4815-94a

18.0

ASTM D-1319-99

max

40.0

ASTM D-1319-99

%v/v

max

2.5

ASTM D-4420-94

mg/l

max

ASTM D-5452-97

Unwashed gums

mg/100ml

max

70

ASTM D-381-99

Washed gums

mg/100ml

max

ASTM D-381-99

kg/m 3

Min-max

715-770

ASTM D-4052-96

ASTM D-130-94

Density

Bahan yang digunakan dalam


Copper corrosion
penelitian ini adalah komponen
bensin dasar berasal dari komponen-komponen bensin dari Unit
Pengolahan VI PERTAMINA yaitu RCC Naphtha, Polygasoline, AHU naphtha, dan DTU naphtha.,
dan senyawa
Methyl Tertiary Butyl
Ether (MTBE) sebagai komponen pengungkit angka
oktana (Octane Bososter).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bensin Dasar Modifikasi (BDM)
Formulasi bahan bakar bensin jenis 91 ramah
lingkungan dilakukan berdasarkan kepada potensi
(kemampuan kilang) dan mutu setiap jenis komponen
bensin yang dihasilkan oleh kilang tersebut.
Hasil survei didapatkan bahwa potensi HOMC
dan LOMC dari kilang Unit Pengolahan VI Pertamina
masing-masing adalah 246,4 ton per jam dan 38,4 ton
per jam seperti disajikan pada Tabel 3.
Dari hasil pengujian angka oktana riset dan sifatsifat fisika/kimia serta evaluasi potensi setiap

merit

Tabel 3
Potensi dan Angka Oktana Tipikal Komponen
Bensin Dasar Produk Kilang PERTAMINA
No.

Jenis
Komponen

Potensi
(Ton/jam*)

Angka
Oktana
(RON)

A. HOMC dengan komposisi:


1.

RCC Naphtha

2.

Polygasoline

Total Potensi HOMC

241,3

91.2

5,1

98.8

246,4

B. LOMC dengan komposisi:


1.

DTU Naphtha

33,8

55

2.

AHU Naphtha

4,6

60,4

Total Potensi LOMC

38,4

C. Total Potensi Mogas

284,8

49

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EMI YULIARITA

komponen bensin yang berasal


dari UP VI Pertamina, maka
dipilih satu formula bensin
dasar yang dibuat dari
campuran ke empat komponen
bensin dengan perbandingan
tertentu. Hasil uji angka oktana
yang dilakukan terhadap bensin
dasar modifikasi ini yang
dilakukan di laboratorium Semi
Unjuk Kerja Aplikasi Produk
Lemigas dengan alat Uji mesin
CFR F-1 adalah 89 RON. Formula bensin dasar ini diberi
kode BDM.
Hasil analisis sifat-sifat
fisika/kimia dari masingmasing komponen bensin
dibandingkan dengan spesifikasi jenis Bensin 88 yang
berlaku di Indonesia disajikan
pada Tabel 4. Sedangkan hasil
analisis sifat-sifat fisika/kimia
bensin dasar BDM disajikan
pada Tabel 5.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

Tabel 4
Hasil Analisis Sifat-Sifat Fisika/Kimia Komponen Bensin Eks- Kilang
Pertamina dibandingkan dengan Spesifikasi Bensin 88
No.

Sifat-Sifat

50

Hasil
RCC Naphtha

Hasil Poly
Gasoline

Hasil
CDU
Naphtha

Hasil
AHU
Naphtha

92,5

98,8

53,0

58,0

Angka oktana riset

Density

g/m3

729

724

721

742

3
4

RVP
Distilasi:

kPa

48,5
39,0

50,0
42,0

24,0
52,0

45,0
41,0

53,0
88,0

75,0
108,0

79,0
102,0

73,0
123,0

IBP

Spesifikasi

Metode
Uji ASTM
/ Lain

bensin 1)
Min. maks.
88

D-2699

715

770

D-323

74
125

D-86

90% vol. Penguapan

169,0

139,0

135,0

165,0

180

Titik didih akhir

199,5

210,0

174,0

189,0

215

% vol.

1,0

1,0

1,0

1,0

2,0

C
C

Getah purwa

mg/100ml

0,8

1,8

0,6

0,6

Kandungan belerang

%massa

0,006

0,005

0,006

0,004

7
8

Korosi bilah Cu Pada 3 jam/50 C


Uji Doctor

Belerang merkaptan

10

Warna

11

Bau

ASTM No.
%massa

88

AAS

62

10% vol. Penguapan


50% vol. Penguapan

Residu

D-381

0,1 D-1266

Negative

Negative

Negative

Negative

N0.1

0,0003

0,0003

0,0002

0,0004

D-130

Negative

IP 30

0,002 D-3227

merah

Kuning

<0,5

<0,5

kuning

Visual

Dapat
dipasarkan

Dapat
dipasarkan

Dapat
dipasarkan

Dapat
dipasarkan

Dapat
dipasarkan

Visual

Keterangan:
1) Spesifikasi bensin 88 sesuai Surat Keputusan Dirjen Migas No. K/ 72/DJM/2001 tanggal 17 Maret 2006

Tabel 5
Hasil Analisis Sifat-Sifat Fisika/Kimia Bensin Dasar Modifikasi BDM
dibandingkan dengan Spesifikasi Bensin 88
S p e s ifik a s i
No.

B. Bensin Modifikasi 91
Ramah Lingkungan
(BM-91)
Bahan bakar bensin
modifikasi jenis RON 91 yang
ramah lingkungan dapat
diramu dari campuran 92%
volume Bensin Dasar Modifikasi (BDM) dengan 8% volume MTBE. Bensin Modifikasi ini diberi kode BM-91.
Pengujian angka oktana yang
dilakukan terhadap bensin
modifikasi BM-91 di laboratorium Semi Unjuk Kerja
Aplikasi Produk dengan alat
Uji mesin CFR F-1 adalah
92,5 RON. Nilai angka oktana
ini memenuhi spesifikasi angka
oktana bensin jenis 91 yang
ditetapkan pemerintah dan
spesifikasi yang ditetapkan
Pertamina.

Satuan

S ifa t-S ifa t

S a tu a n

H a s il U ji
BDM

A n g k a o k ta n a ris et

D e n s ity

g /m 3

724

RVP

kPa

4 6 ,0

D is tila s i:

8 9 ,0

M in .

M e to d e
U ji A S T M
/ L a in

1)

b e n sin

m aks.

88

D -26 9 9

715

770

D -3 2 3

74

D -8 6

4 1 ,0

IB P

1 0 % vo l. P e n g u a p a n

5 0 % vo l. P e n g u a p a n

6 3 ,0

1 0 0 ,0

9 0 % vo l. P e n g u a p a n

1 5 6 ,0

180

Titik d id ih a k h ir

C
% vo l.

1 8 7 ,0

215

1 ,0

2 ,0

m g /1 0 0 m l

1 ,2

% m assa

0 ,0 0 5

R e s id u
5

G e ta h p u rw a

K a n d u n g a n b e le ra n g

7
8

K o ro s i b ila h C u P a d a 3 ja m /5 0 C
U ji D o c to r

B e le ra n g m e rk a p ta n

10

W arn a

11

Bau

AAS

62

A S TM N o .

88

125

1
N e g a tive

% m assa

D -3 8 1

0 ,1 0

D -12 6 6

N 0 .1

D -1 3 0

N e g a tive

0 ,0 0 0 3

IP 3 0

0 ,0 0 2

D -32 2 7

<0 ,5

k u n in g

V is u a l

D apat
d ip a s a rk a n

Dapat
d ip a s a rk an

V is u a l

K e te ra n g a n :
S p e s ifik a si b e n s in 8 8 s e s u a i S u ra t K e p u tu s a n D irje n M ig a s N o . K / 7 2 /D J M /2 00 1

1)

tanggal 1 7 M aret 2006 .

Tabel 6
Bensin jenis RON 91 modifikasi yang ramah lingkungan
No.

Kode Bensin 91 modifikasi


yang di hasilkan

BM-91

Blending komponen
BDM
(% vol.)

MTBE
(% vol.)

92

Angka Oktana
(RON)
92,5

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EMI YULIARITA

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

Bahan bakar Bensin jenis RON 91 yang ramah


lingkungan yang dihasilkan dirangkum pada Tabel 6.
Kecendrungan penambahan MTBE ke dalam
bensin dasar modifikasi BDM untuk mendapatkan
bensin 91 modifikasi yang ramah lingkungan terhadap
perubahan angka oktana riset bensin di sajikan pada
Gambar 1.
C. Hasil Pengujiaan Sifat-sifat fisika/Kimia
Bensin BM-91
Hasil analisis sifat-sifat fisika/kimia percontoh
Bensin 91 Modifikasi (BM-91) dibandingkan dengan
spesifikasi bahan bakar jenis bensin 91 sesuai Surat
Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/72/DJM/2006
tanggal 17 Maret 2006, disajikan pada Tabel 7.
Hasil pengujian sifat-sifat fisika kimia bahan bakar
bensin 91 modifikasi (BM-91) yang terangkum pada
Tabel 7 diuraikan sebagai berikut:
Gambar 1
Kecendrungan Penambahan MTBE ke Dalam
1. Angka Oktana Riset
Bensin Dasar Modifikasi terhadap Kenaikan
Bahan bakar bensin jenis 91 RON yang dihasilkan
Angka Oktana Bensin
dalam penelitian ini (BM-91) mempunyai Angka
oktana riset 92,5 RON. Hasil
pengujian angka oktana ini
melebihi batasan minimum
Tabel 7
spesifikasi angka oktana
Hasil Analisis Karakteristik Fisika/Kimia Bensin Modifikasi
(BM-91) dibandingkan Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin 91
bensin jenis 91 RON yang di
tetapkan oleh Pemerintah yaitu
Spesifikasi
Metode Uji
1)
minimum 91 RON, dan
No.
Sifat-Sifat
Satuan
Hasil BM-91 Bensin
ASTM/Lain
batasan minimum spesifikasi
Min. Maks.
bensin 91 yang dikeluarkan
1
Angka Oktana Riset
92,5
91
D-2699
oleh Pertamina yaitu minimum
2
Density
Kg/m3
739
715
770
AAS
3
RVP
kPa
57
45
62
D-323
92 RON. Dengan demikian
4
Distilasi:
bensin 91 modifikasi ini (BMo
54,5
70
D-86
10% vol. Penguapan
91) memenuhi spesifikasi
C
o
95,5
77
110
50%
vol.
Penguapan
bahan bakar bensin jenis 91
C
o
169,5
180
90% vol. Penguapan
C
yang di tetapkan oleh Peo
199,5
215
Titik didih akhir
C
merintah menurut Surat
Residu
%
vol.
1
2,0
Keputusan Dirjen Migas No.
5
Getah
Purwa
mg/100ml
1,4
5
D-381
3674 K/72/DJM/2006 tanggal
6
Kandungan Belerang
%massa
0,005
0,10
D-1266
17 Maret 2006.
8

Korosi Bilah Cu Pada 3 jam/50oC


Uji Doctor

10
11

2. Distilasi
Pengukuran suhu distilasi
bahan bakar Bensin Modifikasi
BM-91 dilakukan pada distilasi
10% vol. penguapan, 50% vol.
penguapan, 90% vol. penguapan, titik didih akhir dan residu.
Pengukuran suhu distilasi di-

ASTM No.

1a

N0.1

D-130

Negative

Negative

IP 30

Warna

Kuning
kemerahan

Kuning

Visual

Bau

Dapat
dipasarkan

Dapat
dipasarkan

Visual

Keterangan:
1) Spesifikasi bahan bakar jenis bensin 91 menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/ 24/DJM
tanggal 17 Maret 2006.

51

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EMI YULIARITA

lakukan dengan metode uji ASTM D-86 dan di


uraikan sebagai berikut:
- Distilasi 10% Volume Penguapan
Distilasi 10% vol. penguapan bahan bakar bensin
memegang peranan penting dalam kemudahan
menyalakan mesin pada kondisi dingin (cold starting), makin rendah suhu distilasi 10% vol.
penguapan (maksimum 70oC) makin mudah mesin
dinyalakan pada kondisi dingin.
Hasil pengujian suhu distilasi 10% vol. penguapan
percontoh BM-91 adalah 54,5oC, seperti disajikan
pada Tabel 7. Dengan demikian hasil uji suhu
distilasi 10% vol. Penguapan percontoh Bensin
Modifikasi ini memenuhi suhu distilasi 10% vol.
penguapan spesifikasi bahan bakar bensin jenis
91 menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No.
3674 K/72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
- Distilasi 50% Volume Penguapan
Distilasi 50% vol. penguapan bahan bakar bensin
memegang peranan penting dalam kecenderungan
pemanasan mesin (warm up). Untuk mencapai
maksud tersebut maka bahan bakar bensin harus
mempunyai suhu distilasi 50% vol. penguapan
berada pada kisaran 77oC 110oC.
Hasil pengujian suhu distilasi 50% vol. Penguapan
percontoh bensin 91 BM-91 adalah 95,5oC seperti
disajikan pada Tabel 7. Dengan demikian hasil uji
suhu distilasi 50% vol. penguapan percontoh Bensin
91 Modifikasi ini memenuhi suhu distilasi 50% vol.
penguapan spesifikasi bahan bakar bensin jenis
91 menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No.
3674 K/72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
- Distilasi 90% Volume Penguapan
Distilasi 90% vol. penguapan bahan bakar bensin
mempengaruhi meratanya distribusi bahan bakar
pada setiap silinder mesin. Makin tinggi suhu
distilasi 90% vol. penguapan (maksimum 180oC)
makin tidak merata distribusi bahan bakar di setiap
silinder mesin.
Hasil pengujian suhu distilasi 90% vol. Penguapan
dari percontoh BM-91 adalah 169,5oC seperti
disajikan pada Tabel 7. Dengan demikian hasil uji
suhu distilasi 90% vol. penguapan percontoh Bensin
Modifikasi ini memenuhi suhu distilasi 90% vol.
penguapan spesifikasi bahan bakar bensin jenis
91 menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No.
3674 K/72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.

52

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

- Residu
Volume residu menurut spesifikasi bensin Premium
maksimum 2% vol. dimaksudkan agar pada
aplikasinya tidak terjadi pengotoran yang berlebih
di ruang bakar mesin. Hasil pengujian residu
percontoh bensin BM-91 adalah 1,0% volume
seperti disajikan pada Tabel 7. Degan demikian
bensin Modifikasi ini memenuhi spesifikasi residu
bahan bakar bensin jenis 91 yang ditetapkan
Pemerintah.
3. Tekanan Uap Reid
Spesifikasi Tekanan uap Reid (Reid Vapour pressure, RVP) bensin jenis 91 RON adalah maksimum
62 kPa dan minimum 45 kPa yang diukur dengan
metode uji ASTM D-323. Hasil pengukuran tekanan
uap Reid bahan bakar bensin diperlukan untuk
mengetahui kecenderungan terbentuknya
pembentukan sumbatan uap (vapour lock) dalam
karburator mesin yang disebabkan oleh karena bensin
sangat mudah menguap. Hal ini di tunjukan oleh
tingginya nilai RVP bensin.
Hasil pengujian RVP bensin 91 modifikasi BM91 adalah 57,0 kPa seperti disajikan pada Tabel 7.
Angka ini berada masih dalam batasan minimum dan
maksimum spesifikasi yang ditetapkan Pemerintah.
Dengan demikian bensin modifikasi BM-91 ini
memenuhi spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674
K/72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
4. Getah Purwa
Getah Purwa (existent gum) telah ditetapkan
dalam spesifikasi bensin yaitu maksimum 5,0 mg/100
ml yang diukur dengan metode uji ASTM D-381.
Pengukuran getah purwa dimaksudkan untuk
mengetahui indikasi terbentuknya deposit pada sistem
saluran bahan bakar dan di dalam ruang bakar mesin.
Makin besar nilai getah purwa suatu bensin maka
kecendrungan terbentuknya deposit pada sisitim
saluran bahan bakar pada mesin semakin besar.
Hasil pengujian getah purwa percontoh BM-91,
adalah 1,4 mg/100 ml, seperti disajikan pada Tabel 7.
Nilai ini masih jauh di bawah batasan minimum
spesifikasi bensin 91. Dengan demikian getah purwa
Bensin Modifikasi ini memenuhi spesifikasi getah
purwa spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91 menurut
Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/72/DJM/
2006 tanggal 17 Maret 2006.

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EMI YULIARITA

5. Kandungan Belerang
Kandungan belerang (sulphur content) dalam
bensin 91 ditetapkan dalam spesifikasinya yaitu
maksimum 0,20% massa yang diukur dengan metode
uji ASTM D-1266. Pengukuran kandungan belerang
dimaksudkan untuk mengetahui indikasi terbentuk
deposit yang menyebabkan keausan mesin, dan
indikasi pencemaran lingkungan oleh gas belerang
oksida (SOx) yang keluar bersama gas buang
kendaraan bermotor.
Hasil pengujian kandungan belerang percontoh
BM-91 adalah 0,005% massa, seperti disajikan pada
Tabel 7. Nilai ini masih jauh di bawah batasan
maksimum spesifikasi bensin 91. Dengan demikian
kandungan belerang bensin modifikasi BM-91 ini
memenuhi spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/
72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
6. Korosi Bilah Tembaga
Korosi Bilah Tembaga (copper strip corrosion)
bahan bakar bensin maksimum No.1 yang diukur
dengan alat uji ASTM D-130. Pengukuran korosi bilah
tembaga dimaksudkan untuk mengidentifikasi
kecenderungan terjadinya korosi pada sistem saluran
bahan bakar yang terbuat dari tembaga, kuningan,
dan perunggu.
Hasil pengujian korosi bilah tembaga percontoh
BM-91 adalah No. 1a seperti disajikan pada Tabel
7. Dengan demikian korosi bilah tembaga Bensin
Modifikasi ini memenuhi spesifikasi korosi bilah
tembaga spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91
menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/
72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
7. Uji Doctor
Uji Doctor (doctor test) bahan bakar bensin
maksimum negatif yang diukur dengan metode uji IP30 dimaksudkan untuk mengidentifikasi tingkat sifat
korosi bahan bakar yang diuji.
Hasil pengujian doctor test percontoh BM-91
adalah negatif seperti disajikan pada Tabel 7. Dengan
demikian uji doctor Bensin Modifikasi ini memenuhi
spesifikasi uji doctor spesifikasi bahan bakar bensin
jenis 91 menurut Surat Keputusan Dirjen Migas No.
3674 K/72/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
8. W a r n a
Pengukuran warna (colour) bahan bakar bensin
yang diukur dengan secara visual atau menggunakan

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

alat uji ASTM D-1500. Pengukuran ini dimaksudkan


untuk mengidentifikasi warna setiap jenis bensin sesuai
dengan spesifikasinya. Jadi warna bahan bakar bensin
tidak menentukan mutunya.
Hasil pengujian warna percontoh Bensin
Modifikasi adalah kuning bening kemerahan seperti
disajikan pada Tabel 7. Dengan demikian warna
bensin BM-91 ini memenuhi spesifikasi warna bensin
pada spesifikasi bahan bakar bensin jenis 91 menurut
Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/72/DJM/
2006 tanggal 17 Maret 2006.
9. B a u
Bau (odour) bahan bakar bensin harus memenuhi
persyaratan spesifikasinya yaitu dapat dipasarkan
(marketable). Untuk bahan bakar bensin pengujian
bau dilakukan secara alami/natural.
Hasil pengujian bau Bensin Modifikasi adalah
dapat dipasarkan (marketable) seperti disajikan pada
Tabel 7. Dengan demikian pengujian bau bensin BM91 ini memenuhi spesifikasi bau menurut spesifikasi
bensin Premium yang berlaku di Indonesia.
D. Komposisi Kimia
Kadar senyawa hidrokarbon dalam bensin di
tunjukan oleh kadar senyawa aromatik, olefin, dan
benzena. Keberadaan senyawa senyawa ini dalam
bensin dapat meningkatkan pencemaran lingkungan
udara. Spesifikasi bahan bakar jenis bensin 91 yang
ditetapkan Pemerintah sudah membatasi kandungan
senyawa aromatik dan benzena kecuali kadar olefin
dalam bensin. Oleh karena itu dalam penelitian ini
untuk pembatasan kandungan aromatik, benzena dan
olefin mengacu pada batasan maksimum spesifikasi
World Wide Fuel Charter (WWFC) kategori-2. Hal
ini dilakukan karena spesifikasi bensin WWFC
kategori 2 tersebut dipersiapkan untuk pangsa pasar

Tabel 8
Hasil analisis kandungan Hidrokarbon Bensin
Modifikasi-01 (BM-91) dibandingkan
Spesifikasi WWFC Kategori 2
No

Jenis
Hidrokarbon

Hasil Analisis
Bensin BM-91
(% vol.)
22.31

Spesifikasi
WWFC-2
(% vol.)
40

Aromatik

Olefin

17.36

18

Benzen

0,34

2,5

53

MERAMU BAHAN BAKAR JENIS BENSIN RON 91

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EMI YULIARITA

yang mensyaratkan kontrol emisi gas buang yang


lebih ketat dibandingkan kategori 1, di mana kadar
aromatik dalam bensin dibatasi maksimum 40% vol.
dan kadar benzena maksimum 2,5% volume
sedangkan kadar olefin maksimum 18% vol.
Hasil pengujian komposisi hidrokarbon percontoh
BM-91, untuk kandungan aromatik adalah 22,31%
volume dan kandungan olefin adalah 17,36% volume
serta kandungan benzena 0,36% volume seperti
disajikan pada Tabel 8. Hasil pengujian komposisi
hidrokarbon aromatik dan benzena dalam bensin
modifikasi yang didapatkan pada penelitian ini masih
di bawah batasan maksimum spesifikasi WWFC
kategori 2, di mana untuk batasan masksimum
kandungan aromatik, olefin dan benzena berturutturut adalah 40% volume, 18 % volume dan 2,5%
volume. Dengan demikian bensin jenis 91 BM-91 ini
mempunyai kandungan aromatik, benzena, dan olefin telah memenuhi spesifikasi bensin 91 RON
menurut WWFC Kategori-2 sehingga dapat dikatakan
bensin 91 modifikasi BM-91 adalah jenis bensin 91
yang ramah lingkungan.
Hasil analisis komposisi hidrokarbon bensin
modifikasi BD-01 dirangkum dalam Tabel 8.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Bahan bakar bensin jenis RON 91 yang ramah
lingkungan dapat diramu dari komponen-komponen
bensin kilang UP VI PERTAMINA dengan
penambahan MTBE sebesar 8% volume.

54

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 46 - 54

2. Bensin 91 Modifikasi (BM-91) telah memenuhi


spesifikasi bahan bakar jenis Bensin 91 yang di
tetapkan Pemerintah Menurut Keputusan
DIRJEN MIGAS NO. 3674K/24/DJM/2006,
Tanggal 17 Maret 2006 dan Spessifikasi Bensin
91 yang di Tetapkan Pertamina.
3. Bensin 91 Modifikasi (BM-91) bersifat ramah
lingkungan ditinjau dari kandungan senyawa
aromatik, olefin, dan benzena, karena telah
memenihi spesifikasi bensin WWFC Kategori 2,
yaitu masing-masing dengan kandungan aromatik,
benzena, dan olefinnya berturut-turut adalah
22,31%vol, 0,34%vol. dan 17,36% vol.
KEPUSTAKAAN
1. AAMA, ACEA, Jama, World Wide Fuel Charter, Edisi IV, September 2006.
2. Dirjen Migas, Spesifikasi Bahan Bakar
Minyak Jenis Bensin . 17 Maret, 2006.
3. Jasjfi E., Nasution A.S., The Progress Toward
Cleaner Transportation Fuels in ASEAN,
LEMIGAS Scientific Contribution 2, 1997/1998.
4. Keith Owen, Trevor Coley, Automatic Fuels
Reference Book, SAE, Inc. Warrentale, 1995.
5. Weissmann, J., Fuels for Internal Combution
Engines and Furnaces, Lembaga Minyak dan
Gas Bumi, Jakarta, 1972.
6. Yuliarita Emi,, Formulasi Bensin RON 91 Yang
membatasi Kandungan Aromatik dan Olefin
dengan Mengacu Spesifikasi WWFC Kategori 2.
PPPTMGBLEMIGAS Laporan Penelitian,
2007.

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH


TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk


Perencanaan Jalur Pipa
Oleh: Tri Muji Susantoro1), dan Suliantara2)
Pengkaji Teknologi1), dan Penyelidik Bumi Muda2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 1 Februari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 18 Februari 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Perencanaan jalur pipa membutuhkan informasi kondisi permukaan bumi yang terbaru.
Informasi tersebut secara efektif dan efisien dapat diperoleh dari data penginderaan jauh, Peta I
topografi dan survei lapangan. Data penginderaan jauh mampu dan telah terbukti bisa merekam
informasi tersebut. Pada perencanaan jalur pipa secara umum digunakan analisis jarak terdekat.
Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis hambatan pada jalur tersebut sehingga dapat ditentukan
alternatif jalurnya. Selain itu diperlukan data keberadaan fasilitas umum, fasilitas khusus, fasilitas
sosial, situs/arkeologi, informasi aksesibilitas, penggunaan lahan dan morfologi daerah rencana
jalur pipa. Data-data tersebut sangat diperlukan untuk dikaji mengenai kemungkinan bisa atau
tidak dilewati jalur pipa. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah analisis peraturan perundangan
yang terkait dengan rencana jalur pipa. Analisis dilakukan agar perencanaan jalur pipa tersebut
comply dengan regulasi yang ada.
Kata Kunci: Jalur Pipa, Penginderaan Jauh, analisis jarak terpendek, Peraturan
ABSTRACT
Pipeline planning needs the newest information of the earth surface. The information
effectively and efficiently can be obtained from the remote sensing data, topographic map
and field survey. Remote sensing data is capable and has been proved to record the information of the earth surface. Generally pipeline planning uses nearest distance analysis.
After that, the barrier analysis is conducted in the track to take the alternative planning.
Besides, existence data public facility, special facility, social facility, archeology, accessibility information, land use and pipeline planning morphology are needed. Those data are
required for review/research about probability of pipeline planning route. Other important
matter is analyzing regulations that are related with pipeline planning. The regulation
analysis is conducted in order that the pipeline planning complies with it.
Key Word: Pipeline, Remote Sensing, Nearest Distance analysis, Regulation
I. LATAR BELAKANG
Jalur pipa dan perencanaannya merupakan bagian
penting yang tidak bisa dipisahkan di bidang migas.
Pada lapangan migas yang sudah produksi, distribusi
melalui pipa merupakan alternatif yang baik,
dibandingkan dengan pengangkutan melalui truk
ataupun kereta api. Pengangkutan melalui truk
memungkinkan terjadi kendala seperti terjadinya
pengurangan volume di tengah jalan dan diganti dengan

air (Pikiran rakyat, 2005). Kendala sosial pun


terkadang sering terjadi akibat kerusakan jalan di
sepanjang jalur truk. Tempo (2005) memberitakan
bahwa aktivitas armada truk tangki pengambil minyak
mentah milik Pertamina DOH Jawa Bagian Barat
(DOH JBB) pernah berhenti total selama 2 hari akibat
blokade warga pada jalan yang dilintasi armada
menuju stasiun pengumpul Tambun A di Desa Kedung
Jaya, Babelan.
55

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

Demikian pula dengan menggunakan kereta api,


kendala utamanya adalah pengisian tangki yang
memerlukan waktu yang lama. Selain itu berdasarkan
wawancara dengan Kepala Niaga dan Pemasaran
DAOP I Jakarta (2007) penggunaan kereta sebagai
sarana pengangkutan bisa dilakukan dengan investasi
minimal 10 tahun. Di samping itu tanki didesain dan
dipesan oleh pemakai jasa. Dalam pembangunan jalur
kereta dari sumur migas ke jalur utama milik PT KAI
pihak PT KAI hanya menyediakan alat angkut
bawahnya.
Pembangunan jalur pipa migas, baik pipa transmisi
yang bersifat nasional maupun pipa dari sumur migas
ke stasiun pengumpul dan atau ke FSO (Floating
Storage Offloading) diperlukan perencanaan yang
baik, sehingga dapat meminimalkan dampak
negatifnya. Dampak negatif yang sering terjadi dapat
berupa kesulitan pada pembebasan lahan, harga lahan
yang naik secara drastis maupun dampak sosial
lainnya. Pada perencanaan jalur pipa diperlukan data
yang akurat, terkini mengenai informasi medan yang
akan dilaluinya. Data penginderaan jauh dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan perencanaan tersebut.
Penggunaan data penginderaan jauh mempunyai
beberapa keuntungan, yaitu datanya yang terbaru,
cakupannya yang luas dan biayanya relatif murah
dibandingkan dengan survei terrestrial serta multi
resolusi.
Keuntungan dari data penginderaan jauh yang
multi resolusi adalah dapat digunakan tergantung pada
tingkat kedetailan datanya. Pada perencanaan yang
bersifat regional ataupun kurang detail data yang
digunakan adalah Landsat, SPOT dan ASTER
sedangkan untuk perencanaan detail data yang
digunakan adalah Ikonos, Quickbird atau Small Format. Data penginderaan jauh yang detail mampu
mengidentifikasi obyek dengan sangat baik, pada
permukiman dapat dibedakan individu rumah,
demikian pula pada sungai dan jalan dapat diidentifikasi
dengan baik. Di samping itu pada perencanaan jalur
pipa diperlukan juga informasi mengenai hukum agar
comply dengan peraturan yang ada, baik peraturan
yang berhubungan dengan teknis, maupun non-teknis.
II. TUJUAN
Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran
tentang penggunaan data penginderaan jauh dan peta
topografi untuk perencanaan jalur pipa sehingga lebih
efisien dan efektif. Di samping itu melalui pengkajian
56

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

secara integrasi dengan peraturan perundangundangan dan kondisi sosial budaya perencanaan jalur
pipa tersebut dapat dilakukan dengan meminimalkan
masalah dengan penduduk lokal.
III. MANFAAT
Dengan penggunaan data penginderaan jauh dan
topografi yang akurat dan mutakhir serta pengelolaan
yang terpadu dengan perangkat SIG (Sistem
Informasi Geografis) dan didukung oleh kajian hukum
dan dan sosial budaya daerah setempat dapat
ditentukan perencanaan awal jalur pipa yang relatif
cepat, efisien dan meminimalkan problem di lapangan.
IV. LANDASAN TEORI
A. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji. Obyek yang diamati adalah
obyek yang di permukaan bumi. Informasi tentang
obyek, daerah dan fenomena yang diteliti didapatkan
dari analisis data yang dikumpulkan melalui sensor
jarak jauh. Sensor ini memperoleh data tentang
kenampakan muka bumi melalui energi elektromagnetik yang dipancarkan dan dipantulkan. Sistem
inderaja pada prinsipnya terdiri dari 3 bagian utama
yang tidak terpisahkan, yaitu: ruas antariksa, ruas bumi
dan pemanfaatan data produk ruas bumi. Pada
prinsipnya semua obyek yang ada di permukaan bumi
dapat terekam oleh satelit remote sensing. Hanya
saja untuk masing-masing data remote sensing sangat
tergantung pada resolusi spasialnya (Lilliesand and
Kiefer, 1990).
Data penginderaan jauh dapat digunakan untuk
pemetaan penggunaan lahan (landuse) dan tutupan
lahan (landcover). Penggunaan lahan merupakan
penggunaan lahan yang berhubungan dengan aktivitas
manusia pada lahan tertentu, contohnya permukiman.
Tutupan lahan digambarkan sebagai permukaan lahan
yang berhubungan dengan jenis kenampakannya,
contohnya tutupan vegetasi (Sutanto, 1987).
Penggunaan data penginderaan jauh untuk
pemetaan jalur pipa biasanya adalah dengan
memanfaatkan informasi dari data tersebut melalui
interpretasi. Data penginderaan jauh secara umum
dapat diekstrak informasinya yang berupa penggunaan

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

multifrekuensi dan multipolarisasi yang dilengkapi


dengan antena C-band dan X-band. Kemampuan
memetakan permukaan bumi dalam bentuk tiga
dimensi pada tingkatan detil yang pernah dilakukan
oleh satelit sebelumnya untuk area yang luas. SRTM
mengkoleksi data secara spesifik menggunakan teknik
interferometri yang merekam citra menggunakan 2
antena radar dengan jarak antara satu dengan yang
lainnya 60 meter dan diproses menghasilkan
ketinggian permukaan (Nikolakopoulos et al., 2006).

Gambar 1
Cadangan Gas dan Jalur Pipa di Indonesia (Blue Print Pengelolaan Energi Nasional, 2005)

lahan, ketinggian (bersumber dari


SRTM, Radar atau citra optik
seperti SPOT, ASTER), drainage
pattern dan kenampakan morfologinya. Penggunaan peta topografi
akan melengkapi data yang ada,
terutama batas administrasi, fasilitas
umum dan khusus dan data lainnya.
Data-data tersebut dapat digunakan
sebagai pertimbangan dalam
perencanaan jalur pipa.
Salah satu data penginderaan
jauh yang dapat diekstrak nilai
tingginya adalah SRTM. SRTM
menggunakan sistem citra radar.

Tabel 1
Jalur Pipa Gas Penjualan di Indonesia
No

Nama Jalur Pipa

Lokasi

Keterangan

Offshore - Tj.Priuk/MuaraKarang

Bagian Utara Jawa Power Plant

Cilamaya-Cilegon

Jawa Barat

Industri

Pagerungan-Gresik

Jawa Timur

Power Plant/Industri

Prabumulih-Palembang

Sumatera Selatan

Power Plant/Industri

Grissik-Duri

Sumatera

Fasilitas di Duri

Natuna-Singapore

Laut Cina Selatan

Ekspor/Power Plant

Grissik-Sakeman

Riau

Transmisi

Sakeman-Batam-Singapura

Sumatera

Ekspor/Power Pla

Sumber: www.bphmigas.go.id.2010)

57

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH


TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

B. Pembangunan Jalur Pipa Di


Indonesia
Pembangun jalur pipa sedang
dikembangkan di Indonesa terutama
Jaringan Pipa Transmisi Indonesia
Terpadu dalam rangka memenuhi
kebutuhan energi untuk industri,
komersial, rumah tangga dan untuk
memenuhi kebutuhan PLN. Pada blue
print pengelolaan energi nasional 2005 2025 dijelaskan pada sasarannya bahwa
tersedianya infrastruktur energi yang
meliputi jaringan pipanisasi BBM di
Jawa, kilang, depot, terminal transit dan
jaringan pipanisasi KalimantanJawa,
Jawa Barat Jawa Timur, Sumatra
Jawa serta Integrated Indonesian Gas
Pipeline; embrio dari Trans ASEAN Gas
Pipeline (TAGP). Di samping itu ada
perencanaan jalur pipa yang bersifat
lokal yang bertujuan untuk menyalurkan
produksi migas dari suatu sumur ke
stasiun pengumpul dan atau ke FSO
ataupun ke kapal di lepas pantai, seperti
ExxonMobil dengan rencana pembuatan jalur pipa
dari sumur utama Banyu Urip sampai ke lepas Pantai
Tuban. Gambar 1 dan Tabel 1 menujukkan jalur pipa
existing dan rencana di Indonesia.
V. METODOLOGI
Untuk mencapai tujuan dan manfaat studi,
metodologi yang digunakan meliputi tiga tahapan, yaitu
akuisisi data, pemrosesan data, dan analisis data,
kemudian product output yang mencakup
rekomendasi perencanaan jalur pipa. Data satelit yang
digunakan adalah data resolusi menengah seperti
ASTER dan atau Landsat TM dan dapat pula
menggunakan satelit resolusi tinggi (Quickbird atau
Ikonos). Data topografi digunakan untuk mendukung
data satelit, sehingga hasilnya saling
berkesinambungan.
Metodologi studi pada kegiatan ini disajikan pada
Gambar 2 berikut:
VI. DISKUSI
A. Perencanaan Menggunakan Data
Penginderaan Jauh
Perencanaan jalur pipa memerlukan data
penginderaan jauh dengan didukung peta topografi
58

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

Gambar 2
Metodologi Studi

dan informasi lainnya. Perencanaan jalur pipa dimulai


dengan analisis jarak terdekat, yaitu dengan menarik
garis lurus daerah asal ke daerah tujuan. Kemudian
dari data remote sensing dan peta topografi dilakukan
analisis terhadap lokasi-lokasi yang dilalui rencana
jalur tersebut, sehingga dapat diketahui apakah jalur
tersebut harus bergeser ataupun berubah lokasinya.
Secara detail dalam perencanaan jalur pipa diperlukan
analisis dengan tahapan sebagai berikut:
- Analisis jarak terdekat, hal ini untuk meminimalkan
biaya.
- Identifikasi fasilitas umum, fasilitas khusus,
fasilitas sosial situs/arkeologi informasi jalan dan
permukiman.
- Identifikasi penggunaan lahan dan morfologi
- Analisis hambatan jalur yang dilalui dari jarak
terdekat tersebut.
- Penentuan alternatif jalur berdasarkan data satelit
dan peta topografi.
- Peraturan perundangan yang terkait dengan
rencana jalur pipa.
- Rekomendasi rencana jalur pipa.
Jalan terutama jalan kereta api terkadang menjadi
alternatif yang baik untuk perencanaan jalur pipa.

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH


TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

Gambar 3
Kenampakan Makam pada Citra Ikonos

Gambar 4
Rencana Jalur Pipa di Sumatra Selatan

59

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

Hambatan yang terjadi biasanya adalah banyaknya


permukiman di sepanjang jalan sehingga sering terjadi
masalah dalam proses pembebasan tanah. Hal ini
terutama di daerah yang padat penduduknya.
Alternatif lain yang bisa digunakan adalah mengikuti
jalur listrik tegangan tinggi.
Kondisi sosial budaya harus diperhatikan juga
dalam perencanaan jalur pipa. Hal ini biasanya terkait
dengan adat istiadat setempat, situs arkeologi, cagar
alam atau pun tanah adat. Berdasarkan Peraturan
Dirjen Migas No PPS-4 Tahun 1971 daerah cagar
alam merupakan daerah terlarang untuk pemasangan
pipa penyalur kecuali dengan izin khusus. Pada data
penginderaan jauh resolusi tinggi seperti Ikonos atau
Quickbird makam, sumber air/mata air terkadang
dapat diidentifikasi. Makam bercirikan mempunyai
vegetasi tinggi yang berbeda dengan lingkungan
sekitarnya, lokasinya berada di pinggir permukiman.
Pada makam yang vegetasinya jarang biasanya
terlihat warna putih tidak teratur (Gambar 3). Makam
secara umum termasuk daerah yang harus dihindari
dalam pemasangan pipa. Makam secara adat istiadat
mempunyai arti penting sebagai daerah yang sangat
dihormati warga. Pada peta topografi skala 1:25.000
yang diproduksi oleh Bakosurtanal makam diberi symbol point dengan jelas. Mata air merupakan lokasi
yang penting bagi penduduk lokal dan sebaiknya
dihindari dalam perencanaan jalur pipa. Mata air/
sumber air pada Ikonos atau Quickbird mempunyai
ciri bervegetasi tinggi dan lebat serta biasanya terletak
di kaki bukit atau daerah sesar/kekar.
Pada kasus perencanaan jalur pipa di Sumatra
Selatan penggunaan data penginderaan jauh terbukti
mampu digunakan dengan baik (Gambar 4). Analisis
awal pada perencanaan jalur tersebut menggunakan
jarak terdekat, sehingga dilakukan penarikan garis dari
titik awal sampai ke titik tujuan dengan beberapa terminal. Penggunaan data penginderaan jauh dilakukan
untuk identifikasi mengenai kondisi medan yang akan
dilalui oleh rencana jalur tersebut. Informasi mengenai
penggunaan lahan, sungai, jalan dan kemungkinan situs atau fasilitas umum dan khusus sangat penting
untuk diketahui.
Pada daerah ini utilitas yang berkembang adalah
jalur transmisi listrik, jalur transmisi migas dan jalur
pipa air minum. Di samping itu terdapat jalan kereta
api dan jalan umum. Penggunaan lahan pada daerah
tersebut yang paling dominan adalah hutan karet,
perkebunan kelapa sawit, semak belukar, rawa dan

60

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

sedikit permukiman. Penggunaan lahan tersebut tidak


menjadi kendala yang krusial. Perubahan jalur dari
dari rencana awal/jarak terdekat disebabkan
banyaknya perlintasan dengan sungai dan memilih
daerah dengan kelerengan yang rendah. Di samping
itu aksesbilitas juga menjadi pertimbangan. Hal ini
sangat penting untuk pelaksanaan pembuatan jalur
pipa.
Perlintasan dengan sungai dapat menjadi
hambatan yang harus dihindari dalam perencanaan
jalur pipa apabila memungkinkan. Hal ini untuk
mengurangi biaya, karena pada lokasi tersebut
memerlukan konstruksi khusus. Daerah yang
dihindari selain itu adalah daerah dengan kelerengan
tinggi dan apalagi dengan tutupan vegetasi yang
jarang/daerah terbuka. Daerah tersebut mungkin
rentan terhadap tanah longsor (landslide).
Pada daerah yang mempunyai kondisi yang relatif
seragam, perencanaan jalur pipa sangat baik
menggunakan jarak terdekat. Hal ini dapat dilihat
pada jalur pipa di Kalimantan Timur (Muara Badak).
B. Aspek Hukum
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 tentang
Keselamatan Kerja Pipa penyalur Minyak dan Gas
Bumi. Penggelaran Pipa Penyalur baik di darat dapat
dilakukan dengan cara ditanam atau diletakkan di
permukaan tanah, sedangkan untuk Pipa Transmisi
Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan wajib
ditanam, dengan kedalaman minimum 1 (satu) meter
dari permukaan tanah (pasal 7 a;1&2). Pada jalur
pipa wajib ada ruang untuk hak lintas pipa dengan
ketentuan jarak minimum (pasal 8). Penyediaan tanah
ini dapat dilakukan dengan membeli, menyewa atau
pun izin dari instansi pemerintah, badan hukum atau
perorangan. Identifikasi penggunaan lahan dilakukan
dengan data penginderaan jauh dengan didukung
dengan peta detail nilai jual objek pajak (NJOP),
sehingga memudahkan perencanaan anggaran untuk
pembebasan lahan atau pun perkiraan penyewaan
lahan. Pipa onshore mempunyai ketentuan jarak
minimum (ruang terbuka antara Pipa Penyalur
dengan bangunan atau hunian tetap sekitarnya yang
dihitung dari sisi terluar pipa ke kiri dan kanan).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 tentang
Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas
Bumi, perpotongan pipa dengan jalan raya dan kereta

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

harus dibuatkan konstruksi khusus dan wajib


menyediakan peralatan pencegah pencemaran
lingkungan (pasal 11 a;3). Hal ini untuk menghindari
efek dari getaran dan tekanan akibat penggunaan
jalan raya atau kereta api tersebut. Keputusan
Menteri Perhubungan No. Km 53 Tahun 2000
menyebutkan bahwa perpotongan pipa harus
menjamin keselamatan konstruksi jalan rel atau
pengoperasian kereta api. Kedalaman pipa minimal
1.5 meter di bawah permukaan tanah dengan jarak
minimum penanaman 10 meter dari sisi luar bangunan
hikmat dan diberi pelindung (pasal 8 a;2). Sedangkan
untuk perijinan perpotongan dengan jalur kereta api
dijelaskan dalam Surat EdaranDirjen Perhubungan
darat Nomor: D.160/KA. 003/DPRD / 93. Dijelaskan
pula dalam pasal 9 bahwa apabila pipa bersinggungan
dan sejajar dengan jalur kereta api harus menjamin
keselamatan konstruksi dan pengoperasian kereta dan
ditanam dengan kedalaman minimal 1 meter.
Pipa penyalur yang digelar melintasi sungai atau
saluran irigasi wajib ditanam dengan kedalaman
sekurang-kurangnya 2 (dua) meter di bawah dasar
normalisasi sungai atau saluran irigasi sedangkan
melintasi daerah rawa-rawa wajib ditanam dengan
kedalaman sekurang-kurangnya1 (satu) meter di
bawah dasar rawa serta dilengkapi dengan sistem
pemberat sedemikian rupa sehingga pipa tidak akan
bergeser maupun berpindah, atau disanggah dengan
pipa pancang (Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 pasal 13 a;1&2).
Pipa penyalur di lepas pantai dilarang melewati
pelabuhan atau daerah pertahanan dan latihan ABRI
kecuali dengan izin khusus. Sedangkan menurut
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
300.K/38/M.PE/1997 pipa penyalur yang melewati
laut pada kedalaman kurang dari 13 meter maka wajib
ditanam sekurang-kurangnya 2 meter di bawah dasar
laut dan diberi pemberat agar tidak geser/pindah. Pipa
yang berada pada kedalaman 13 meter dapat
diletakkan di dasar laut dan dilengkapi dengan
pemberat agar tidak bergeser atau pindah (Peraturan
Dirjen Migas No PPS-4 Tahun 1971 pasal 13). Pipa
penyalur dapat dibuat secara terapung dengan harus
memenuhi ketentuan-ketentuan khusus tambahan dari
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (PPS 4
tahun 1971).

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

VII. KESIMPULAN
Perencanaan jalur pipa dapat dilakukan dengan
menggunakan data penginderaan jauh dan didukung
dengan peta topografi. Pada perencanaan jalur pipa
langkah pertama yang dilakukan adalah dengan
menggunakan analisis jarak terdekat. Hasilnya
kemudian dilakukan analisis mengenai hambatan yang
mungkin terjadi sehingga dapat dibuat jalur
alternatifnya. Hambatan tersebut dapat berupa
kelerengan lokasi yang kurang mendukung,
banyaknya perlintasan dengan sungai, adanya situs
atau arkeologi, fasilitas umum/khusus, permukiman
dan pemakaman. Selain itu dalam melaksanakan
perencanaan jalur pipa dilakukan pula analisis
terhadap peraturan yang ada sehingga perencanaan
jalur tersebut juga memenuhi regulasi.
KEPUSTAKAAN
-

BPH Migas, 2010. Di manakah jalur penjualan


pipa gas di Indonesia?. http://www.
bphmigas.go.id/p/bphmigaspages/modules/faq/
gas/faq_0005.html

Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 2025, 2005. Republik Indonesia. Jakarta.

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi


Nomor 300.K/38/M.PE/1997 tentang
Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan
Gas Bumi.

Keputusan Menteri Perhubungan No. Km 53


Tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau
Persinggungan antara Jalur Kereta Api dengan
Bangunan Lainnya.

Lillesand & Kiefer, 1990, Penginderaan Jauh dan


Interpretasi Citra, versi Bahasa Indonesia.
Diterjemahkan oleh Dulbahri. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nikolakopoulos, K. G., E. K. Kamaratakis and


N. Chrysoulakis, 2006. SRTM and ASTER Products. Comparison for Two Regions in Crete,
Greece. International Journal of Remote Sensing, Vol. 27 No. 21. Taylor and Francis. http://
www.tandf.co.uk/journals.

Pikiran Rakyat, 2005. Pengiriman Crude Oil


Rawan Penyelundupan Ditemukan Truk Tangki

61

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

TRI MUJI SUSANTORO, DAN SULIANTARA

62

Berisi Air di Jalur Bekasi-Indramayu. http://


www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/17/
0404.htm
Peraturan Dirjen Migas No PPS-4 Tahun 1971
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Umum Atas
Operasi perminyakan di Daerah Lepas Pantai
Mengenai Pipa Penyalur.
Surat Edaran Dirjen Perhubungan darat Nomor :

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010 : 55 - 62

D.160 / KA . 003 / DPRD / 93, 1993. Perijinan


Perpotongan dengan Jalur Kereta Api.
Sutanto, 1987. Penginderaan Jauh. Jilid 2.
Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Tempo (2005). Pengambilan Minyak Mentah di
Babelan Lumpuh. http://www.tempo.co.id/hg/
jakarta/2004/11/02/brk,20041102-60,id.html

NET CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND


ADIWAR, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 63 - 69

Crude Oil Grading sebagai Second Reference


dalam Penetapan Harga Minyak Bumi
Indonesia
Oleh: Adiwar1), Baity Hotimah2), Wage Martono, Muh Kurniawan, Yuflinawati Away2)
Peneliti Madya1), Peneliti Pertama2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 12 Desember 2009; Diterima setelah perbaikan tanggal 1 April 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Suatu grading dilakukan terhadap Indonesian Crude Oil Basket dan minyak bumi Indonesia lainnya dengan menggunakan suatu program Crude Oil Grading ADBHWMMK&YA.
Program ini merupakan sebuah home-made program yang menggunakan Excell dan Visual
Basic, yang mengurutkan kualitas minyak bumi berdasarkan API, kandungan sulfur, dan yield
distilat serta klasifikasi minyak bumi.
Urutan grading terhadap 8 Indonesian Crude Oil Basket, memperlihatkan urutan yang
agak sama dengan urutan grading ICP pada Tahun 2000, 2006 dan 2007, dan cukup mendekati
urutan grading ICP pada Tahun 2008 dan 2009 (kecuali untuk minyak bumi SLC). Urutan grading yang dihasilkan program ini terhadap urutan grading kedelapan Indonesian Crude Oil Basket, konsisten baik diurutkan secara tersendiri atau bersama dengan minyak bumi Indonesia lainnya.
Dengan demikian, program ini potensial untuk digunakan sebagai second reference dalam
penetapan ICP.
Aplikasi program ini terhadap blending dua atau lebih minyak bumi dapat memperlihatkan
kemungkinan adanya efek positif pencampuran terhadap kualitas minyak bumi yang dihasilkan.
Kata kunci: minyak bumi, grading, ICP, blending
ABSTRACT
A grading is carried out on Indonesian basket crude oil and other Indonesian crude
oils by using a homemade crude oil grading program called ADBHWMMK&YA program.
The program uses Excell and Visual Basic. The grading is based on crude oil quality such
as API, sulfur content, distillate yields and crude oil classification.
Grading on eight Indonesian basket crude oils shows that the grading is fairly similar
with the grading of the ICP in year 2000, 2006 and 2007, and fairly close with the grading
of the ICP in year 2008 and 2009 (except for crude oil SLC). The grading produced by the
program on grading of eight Indonesian basket crude oils is consistent either carried out
merely on the eight crude oils or together with other Indonesian crude oils. The program is
therefore potential to be used as second reference in ICP calculation.
The application of the program in blending two or more crude oils can show the
possibility of the presence of positive blending effect on quality of blended crude oil produced.
Key word: crude oil, grading, ICP, blending

63

NET CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

ADIWAR, DKK.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 63 - 69

untuk mengakomodasi perkembangan pasar dan


mengoptimalkan penerimaan Negara. Formula ICP
yang diberlakukan saat ini, dari Juli 2007, adalah ICP=
50% Rim + 50 % Platts,
Dilihat dari harga ICP crude oil basket tahun
2000, 2002, 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009 (Tabel
1) terlihat bahwa harga-harga crude oil basket Indonesia tidak selalu konsisten dari tahun ke tahun,
terutama urutan harga ICP tahun 2002 dan 2005.
Hal ini kemungkinan karena rumusan yang
digunakan sepenuhnya bergantung kepada hargaharga yang ditetapkan terhadap 8 crude oil basket
Indonesia yang ditetapkan oleh APPI, RIM atau
PLATTs.
Dalam makalah ini dikemukakan suatu sistem
grading terhadap 8 crude basket Indonesia serta
minyak bumi Indonesia lainnya berdasarkan
kualitasnya dengan tujuan agar dapat digunakan
sebagai second reference di samping formula ICP
yang telah digunakan dewasa ini dalam penetapan
harga minyak bumi Indonesia.

I. PENDAHULUAN
Sejak periode 1968 sampai dengan 1989, harga
minyak bumi Indonesia (Indonesian Crude Oil
Price=ICP) ditetapkan dengan mengacu pada
Patokan Harga Minyak Bumi OPEC untuk keperluan
ekspor. Sejak 1989 sampai sekarang diberlakukan
formula ICP yang ditetapkan oleh pemerintah, lewat
Menteri yang membawahi bidang perminyakan.
Formula ICP digunakan untuk menghitung 8 jenis
minyak bumi/ kondensat utama Indonesia (crude oil
basket). Sedangkan untuk jenis minyak bumi Indonesia lainnya, penetapan ICP-nya dikaitkan dengan
8 jenis minyak bumi utama tersebut yang dilakukan
berdasarkan pendekatan kualitas minyak bumi dan
berdasarkan kondisi pasar.
Formula ICP ditetapkan berdasarkan rumusan
pendekatan terhadap Asian Petroleum Price Index
(APPI) dan Rim yaitu badan independent yang
berpusat di Tokyo dan Singapura yang menyediakan
data harga minyak bumi untuk pasar Asia Pasifik dan
Timur Tengah; dan Platts yaitu penyedia jasa
informasi energi yang berpusat di Singapura. Sebagai
contoh rumusan formula ini, misalnya pada bulan
Oktober 2002 diberlakukan rumusan 20% APPI+
40% Rim + 40% Platts.
Formula ICP yang diberlakukan sejak 1989, dalam
perkembangannya terus dievaluasi untuk dilakukan
penyesuaian. Sejauh ini telah dilakukan 8 kali
penyesuaian. Penyesuaian formulasi harga dilakukan

II. METODOLOGI
Sistem grading yang dikemukakan dalam
makalah ini berupa suatu program yang secara
otomatis akan mengurut minyak bumi berdasarkan
sejumlah parameter kualitas. Parameter kualitas
tersebut adalah derajat API, kandungan sulfur, yield
IBP-180, yield 180-350, yield 350-EP dan residu>EP,

Tabel 1
Daftar harga rata-rata ICP, tahun 2000, 2005, 2006 sampai 2009
2000

2002

2005

2006

2007

2008

2009

No Minyak Bum i
ICP

rank

ICP

rank

ICP

Rank

ICP

rank

ICP

rank

ICP

rank

Attaka

24.14

26.83

57.51

67.59

75.69

101.03

62.74

Belida

24.00

26.52

51.19

67.56

75.71

101.05

62.30

Arjuna

23.79

26.08

56.67

65.52

72.38

97.62

61.18

Arun Cond.

24.04

26.67

45.59

64.85

72.94

3/4
94.27

60.33

Senipah Cond.

64

ICP rank

SLC

23.73

28.83

52.93

64.24

72.94

3/4

99.90

64.14

Cinta

23.20

27.35

53.27

61.77

70.33

94.58

59.74

Widuri

23.17

27.34

50.58

61.94

70.41

95.03

59.72

Duri

22.31

26.51

55.08

54.93

59.89

84.57

55.12

NET CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

ADIWAR, DKK.

serta klasifikasi minyak bumi berdasarkan Lane dan


Garton. Metodologi program ini adalah seperti yang
terlihat pada diagram alir Gambar 1.
III. HASIL DAN DISKUSI

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 63 - 69

bumi Kambuna mix, minyak bumi Pangkalan Susu


dan campuran minyak bumi Kambuna mix dan
Pangkalan Susu.
Tabel 5 adalah grading yang dilakukan oleh program ini terhadap minyak bumi Kambuna mix dalam
grading minyak bumi Indonesia lainnya yang belum
tercakup dalam Indonesian Crude Oil database.
Dari tabel terlihat bahwa minyak bumi Kambuna
mix berada pada urutan ke-3 dari 48 minyak bumi.
Sementara 8 crude oil basket tetap berada pada
urutannya yang konsisten. Ini berarti bahwa minyak
bumi Kambuna mix mempunyai kualitas yang lebih
baik dari minyak bumi Attaka, Anoa maupun Belida.
Atau dengan perkataan lain adalah rasional untuk

A. Konsistensi Program
Program sistem grading ini dinamakan Crude
Oil Grading ADBHWMMK&YA. Sebuah homemade program yang cukup sederhana menggunakan
Excell dan Visual Basic dengan menggunakan Indonesian crude oil data base sebagai back-up.
Tabel 2 adalah grading yang dilakukan oleh program ini terhadap 8 crude oil basket Indonesia.
Dari tabel terlihat bahwa urutan
grading dari kedelapan minyak bumi
tersebut mempunyai kemiripan yang cukup
kuat dengan urutan harga ICP pada Tahun
2000 dan 2006 dan 2007, dan agak mirip
dengan urutan harga ICP pada tahun 2008
dan 2009, kecuali terhadap urutan ICP
minyak bumi SLC. Dengan demikian program ini yang didasarkan pada kualitas
minyak bumi dalam kondisi umum
mempunyai indikasi berkorelasi dengan
urutan harga ICP.
Tabel 3 adalah grading yang
dilakukan oleh program ini terhadap 8
crude basket Indonesia dan 21 minyak
Gambar 1
bumi Indonesia lainnya.
Diagram alir program crude oil grading Adbhwmmk&Ya
Dari tabel terlihat bahwa program ini
mengurutkan kedelapan crude basket
Indonesia secara cukup konsisten sesuai
urutannya dan menempatkan ke 21 minyak bumi
Tabel 2
lainnya di antara 8 crude oil basket tersebut.
Grading terhadap 8 crude oil
Tabel 4 selanjutnya adalah grading yang
basket Indonesia
dilakukan oleh program ini terhadap 8 crude oil basRank
Minyak Bumi
Rata-raaSkor
ket Indonesia dan 39 minyak bumi Indonesia lainnya.
Dari tabel terlihat bahwa program ini juga
2,75
1
Senipah Cond
mengurutkan kedelapan crude oil basket Indonesia
2,83
2
Belida
secara cukup konsisten sesuai urutannya dan
3,5
3
Attaka
menempatkan ke 39 minyak bumi lainnya di antara 8
3,67
4
Arjuna
crude oil basket tersebut.
B . Aplikasi Program
Program ini tidak terbatas hanya pada minyak
bumi yang sudah ada di database. Sembarang minyak
bumi dapat diinputkan ke dalam program. Pada contoh
di bawah dicoba penetapan grading terhadap minyak

Sumatran Light

4,33

Cinta

4,83

Widuri

5,17

Duri

7,17

65

NET CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

ADIWAR, DKK.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 63 - 69

Tabel 3
Grading terhadap 8 crude oil basket Indonesia
dan 21 minyak bumi Indonesia lainnya

Senipah Condensate

Rank
Ratarata Rank Crude
Basket
Skor
8,50
1
1

Bontang Return Condensate


Belida
Cluster Iv Arun Condensate

9,50
9,67
10,25

2
3
4

Anoa
Handil Mix
Langsa

10,50
10,50
10,83

5
6
7

Kaji
Poleng (Madura)
Kerapu
Meslu

11,83
12,00
12,17
12,33

Nama Minyak Bumi

Bekapai
Belanak Mix
Geragai
Attaka
Arjuna
Badak Mix
Mudi
Sepinggan
Lalang Terminal
West Seno

12,50
12,50
12,50
12,67
13,67
13,67
14,83
15,17
15,33
16,17

Nama Minyak Bumi

Rata-rata
Rank
Skor

Rank
Crude
Basket
1

Senipah Condensate

2,50

Cluster Iv Arun Condensate

4,00

Pagerungan Condensate

6,25
6,25

3
4

Bontang Return Condensate

14,83
15,25

5
6

Belida

15,33

8
9
10
11

A rbei
A noa

15,67
15,83

8
9

Handil Mix

15,83

10

Langsa

12
13
14

Kaji

17,33
18,00

11
12

Kerapu

18,00

13

Poleng (Madura)

18,67
18,67

14
15

A ttaka

18,83
19,00

16
17

Belanak Mix

19,00

18

Geragai
Meslu

19,00
19,17

19
20

Bekapai

19,50

21

Tanjung

19,50
20,83

22
23

Badak Mix

21,33
21,50

24
25

Mudi

22,50

26

Sepinggan
Mangopeh

23,17
23,83

27
28

Udang

24,17

29

Lalang Terminal
West Seno

24,33
24,67

30
31

Walio Mix

24,83

32

Sanga - Sanga

25,33
25,33

33
34

Lirik

26,33
26,67

35
36

Cinta

28,67

37

Sumatran Light Crude

38
39

Camar

29,67
30,67

Widuri

30,83

40

Tiaka
Bentayan

31,33
35,33

41
42

Jatibarang

35,33

43

Bula

36,00
36,00

44
45

38,00
38,33

46
47

15
16
17

Geragai Condensate
Jambi Mix

3
4

18
19
20
21

Walio Mix
Cinta
Sumatran Light Crude

16,33
18,00
18,67

22
23
24

Widuri
Tiaka
Jatibarang

19,00
19,50
22,00

25
26
27

Oseil

22,67

28

Duri

23,17

29

5
6
7

mendapatkan harga jual yang lebih tinggi bagi minyak


bumi Kambuna mix dari minyak bumi Attaka, Anoa
maupun Belida.
Tabel 6 adalah grading yang dilakukan oleh program ini terhadap minyak bumi Pangkalan Susu dalam
grading minyak bumi Indonesia lainnya.
Dari tabel terlihat bahwa minyak bumi Pangkalan
Susu berada pada urutan ke-14 dari 48 minyak bumi.
Sementara 8 crude oil basket tetap berada pada
urutannya yang konsisten seperti pada tTabel 4. Ini
berarti bahwa minyak bumi Pangkalan Susu
mempunyai kualitas yang lebih baik dari minyak bumi
Attaka dan kurang dari Anoa dan Belida. Atau
dengan perkataan lain adalah rasional untuk
66

Tabel 4
Grading terhadap 8 crude oil basket Indonesia
dan 39 minyak bumi Indonesia lainnya

Sangatta
Jene

Ramba
A rjuna

Cepu
Bunyu

Oseil
Duri
Klamono

NET CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

ADIWAR, DKK.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 63 - 69

mendapatkan harga jual yang lebih baik bagi minyak


bumi Pangkalan Susu dari minyak bumi Attaka dan
kurang dari Anoa dan Belida.
Tabel 7 adalah grading yang dilakukan oleh program ini terhadap campuran minyak bumi Kambuna
mix dan Pangkalan Susu dalam grading minyak bumi
Indonesia lainnya.
Dari tabel terlihat bahwa minyak bumi Kambuna
mix-Pangkalan Susu berada pada urutan ke-2 dari 48
crude. Sementara 8 crude oil basket tetap berada
pada urutannya yang konsisten seperti pada Tabel 4.
Pencampuran antara minyak bumi Kambuna mix
dengan minyak bumi Pangkalan Susu, meningkatkan
urutan minyak bumi Pangkalan Susu dari peringkat
14 (Tabel 6) menjadi peringkat 2 tanpa menurunkan
urutan minyak bumi Kambuna mix. Ini berarti bahwa
campuran minyak bumi Kambuna mix dan minyak
bumi Pangkalan Susu mempunyai kualitas yang lebih
baik dari minyak bumi Attaka, Anoa maupun Belida.
Atau dengan perkataan lain adalah rasional untuk
mendapatkan harga jual yang lebih tinggi bagi minyak
bumi campuran Kambuna mix dan Pangkalan Susu
dari minyak bumi Attaka, Anoa maupun Belida.
Dilihat dari sisi urutan grading, terlihat bahwa:

Tabel 6
Grading terhadap minyak bumi
Pangkalan Susu
Nam a M in yak Bu m i
Geragai Condens ate (Fs o Federal)
Senipah Condens ate

Geragai Condens ate (Fs o Federal)

14,5

Kambuna Mix Crude Oil

14,5

Jambi Mix Crude Oil

15,33

Bontang Return Condens ate

15,17

3
4

Belida Crude Oil

15,83

A r bei Crude Oil

16,00

Handil Mix Crude Oil

16,17

A noa Crude Oil

16,33

Clus ter Iv A run Condens ate

16,75

Langs a Cr ude Oil

17,83

10

Kaji Cr ude Oil

18,50

11

Kerapu Crude Oil

18,50

12

Pagerungan Condens ate

18,50

13

Pangkalan Sus u Mix Crude Oil

18,50

14

Poleng (Madur a) Crude Oil

19,00

15

Sangatta Crude Oil

19,00

16

A ttaka Crude Oil

19,33

17

Jene Crude Oil

19,33

18

Belanak Mix Crude Oil

19,50

19

Geragai Cr ude Oil

19,50

20

ds t

Tabel 7
Grading terhadap campuran minyak bumi
Kambuna Mix dan minyak bumi
Pangkalan Susu dengan 42 minyak bumi
Indonesia lainnya
Nama Minyak Bumi
Geragai Condensate (Fso Federal)
Kambuna - Pangkalan Susu Mix Crude Oil

15,75

Senipah Condensate

16

Jambi Mix Crude Oil

A noa Crude Oil

16,17

Bontang Return Condensate

A rbei Crude Oil

16,17

Belida Crude Oil

Clus ter Iv A run Condens ate

16,5

Arbei Crude Oil

Handil Mix Crude Oil

16,5

10

Langs a Crude Oil

18

11

Pagerungan Condens ate

18

12

Langsa Crude Oil

Kaji Crude Oil

18,67

13

Pagerungan Condensate

Kerapu Crude Oil

18,83

14

Kaji Crude Oil

Poleng (Madura) Crude Oil

19,33

15

Kerapu Crude Oil

Sangatta Crude Oil

19,33

16

Poleng (Madura) Crude Oil

19,5

17

Sangatta Crude Oil

A ttaka Crude Oil

19,67

18

Belanak Mix Crude Oil

19,67

19

Geragai Crude Oil

19,67

20

ds t

1
2

15,75

Belida Crude Oil

Jene Crude Oil

6,50
14,75

Bontang Retur n Condens ate

Rata"
Rank
Skor
6,25
1

Senipah Condens ate

Ran k

Jambi Mix Crude Oil

Tabel 5
Grading terhadap minyak bumi Kambuna Mix
Nam a Minyak Bum i

Rat a"
Sk o r

Anoa Crude Oil


Handil Mix Crude Oil
Cluster Iv Arun Condensate

Jene Crude Oil


Attaka Crude Oil
Belanak Mix Crude Oil
Geragai Crude Oil

Rata"
Skor
6,25
14,17
14,75
15,50
15,75
16,00
16,17
16,33
16,50
16,75
18,00
18,00
18,67
18,83
19,33
19,33
19,5
19,67
19,67
19,67

Rank
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

dst

67

NET CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND


ADIWAR, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 63 - 69

- Minyak bumi Kambuna mix


mempunyai urutan grading yang
Tabel 8
Grading terhadap minyak bumi Kambuna Mix,
lebih baik dari minyak bumi Attaka,
Pangkalan Susu dan Campuran Minyak Bumi
Anoa maupun Belida
Kambuna Mix-Pangkalan Susu
- Minyak bumi Pangkalan Susu
Rata"
mempunyai urutan grading yang
Nama Minyak Bumi
Rank
Skor
lebih baik dari minyak bumi Attaka,
6,50
1
Geragai Condensate (Fso Federal)
tetapi tidak dari minyak bumi Anoa
Senipah Condens ate
15,00
2
dan Belida
Kam buna - Pangkalan Sus u Mix Crude Oil
15,17
3
- Campuran minyak bumi Kambuna
Kam
buna
Mix
Crude
Oil
15,33
4
mix dan Pangkalan Susu mempunyai urutan grading yang lebih baik
Bontang Return Condens ate
15,75
5
dari minyak bumi Attaka, Anoa
Jam bi Mix Crude Oil
16,33
6
maupun Belida. Pencampuran ini
Arbei Crude Oil
17,00
7
memperlihatkan efek peningkatan
Clus ter Iv Arun Condens ate
17,00
8
urutan grading yang positif bagi
Anoa Crude Oil
17,17
9
minyak bumi Pangkalan Susu.
Belida Crude Oil
17,17
10
Tabel 8 adalah grading yang
Handil Mix Crude Oil
17,50
11
dilakukan oleh program ini terhadap
Pagerungan Condens ate
18,50
12
tiga buah minyak bumi yaitu minyak
Pangkalan Sus u Mix Crude Oil
18,50
13
bumi Kambuna mix, Pangkalan Susu,
Langs a Crude Oil
19,17
14
dan campuran minyak bumi Kambuna
mix dengan Pangkalan Susu dalam
Kaji Crude Oil
19,83
15
grading minyak bumi Indonesia
Kerapu Crude Oil
20,17
16
lainnya.
Poleng (Madura) Crude Oil
20,33
17
Dari tabel terlihat bahwa minyak
Sangatta Crude Oil
20,33
18
bumi Kambuna mix berada pada urutan
Attaka Crude Oil
20,67
19
ke-4 dari 50 minyak bumi. Minyak
Jene Crude Oil
20,67
20
bumi Pangkalan Susu berada pada
Mes lu Crude Oil
20,67
21
urutan ke-13 dari 50 minyak bumi, dan
Belanak Mix Crude Oil
20,83
22
campuran minyak bumi Kambuna mix
Geragai Crude Oil
20,83
23
dan Pangkalan Susu berada pada
ds t
urutan ke-3 dari 50 minyak bumi. Hal
ini menunjukkan bahwa memasukkan
satu minyak bumi atau sekaligus 3
minyak bumi di dalam grading ini
dan KKKS tidak dirugikan oleh permainan harga
menghasilkan urutan grading yang cukup konsisten.
pasar. Program ini dapat dimanfaatkan untuk
Sementara 8 crude oil basket tetap berada pada
keperluan tersebut dalam waktu yang relatif cepat
urutannya yang konsisten seperti pada Tabel 4.
karena data laboratorium yang dibutuhkan tidak
C. Kemungkinan manfaat dan penggunaan
banyak.
program
Merujuk pada pencampuran minyak bumi
Kemungkinan munculnya minyak bumi baru dari
lapangan baru atau struktur baru bukan merupakan
hal yang jarang terjadi. Demikian juga kemungkinan
terjadinya perubahan karakteristik minyak bumi pada
lapangan existing. Hal ini berakibat pada kebutuhan
penyesuaian ICP yang tanggap supaya Pemerintah

68

Kambuna mix dan Pangkalan Susu, dibandingkan


terhadap urutan grading minyak bumi Attaka, Anoa
dan Belida, pencampuran minyak bumi Kambuna mix
terhadap minyak bumi Pangkalan Susu memberikan
efek peningkatan urutan grading yang positif.

NET CRUDE OIL GRADING SEBAGAI SECOND

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

ADIWAR, DKK.

IV. PENUTUP
1. Program ADBHWMMK&YA ini memperlihatkan
hubungan urutan grading yang cukup baik dengan
ICP dari 8 crude basket.
2. Program ini, karena berdasarkan pada kualitas dan
yield distilat serta klasifikasi minyak bumi,
potensial digunakan sebagai second reference
dalam penetapan ICP.
3. Program ini potensial untuk dapat dimanfaatkan

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 63 - 69

dalam kaitannya dengan kemunculan minyak bumi


baru dan perubahan karakteristik minyak bumi
existing serta blending dua atau lebih minyak bumi.
KEPUSTAKAAN
1. Plats, Methodology and Specifications Guide
Crude Oil, latest update: October 2008
2. http://www.esdm.go.id/publikasi/harga-energi/
harga-minyak-bumi-indonesia-icp.html.

69

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR


DJAINUDDIN SEMAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

Efek Kandungan Aromatik dalam Minyak


Solar terhadap Kinerjanya pada Mesin Diesel
Oleh: Djainuddin Semar
Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 5 Februari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 23 Februari 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Spesifikasi Minyak Solar 48 Indonesia menurut SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006
tanggal 17 Maret 2006 tidak menetapkan kandungan aromatik (total aromatik dan poliaromatik).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh kandungan aromatik dalam minyak
solar terhadap kinerja mesin dan emisi gas buang dengan cara menganalisis sifat fisika kimia dan
uji kinerja pada mesin diesel Isuzu 4JA1 di atas bangku uji multisilinder. Pengaruh variasi kandungan
aromatik dalam minyak solar terhadap kinerja mesin diuraikan dalam makalah ini.
Hasil pengujian ini bermanfaat untuk memberikan masukan pada Pemerindah dalam
menentukan kebijakan spesifikasi minyak solar mendatang.
Kata Kunci: kandungan aromatik, kinerja mesin.
ABSTRACT
The standard specification of domestic diesel fuel (high speed diesel, HSD) as established by Directorate General Migas on behalf of Indonesian goverment in their SK No.
3675 K/24/DJM/2006 dated March 17, 2006, did not give limit on aromatic content (aromatic total and polyaromatic hydrocarbon, PAH) in diesel fuel grade 48.
The aim of this research is to examine the influence of aromatic content in diesel fuel
againts engine performance and its exhaust gas emission by analizing diesel fuel characteristic tests and conducting engine performance test on multicylinders test bench Isuzu
4JA1. Effect of several volume variaties of aromatic content in diesel fuel against engine
performance will be discuss in this paper.
Data collected from this research hopefully will be beneficial for deasion goverment
policy decision in reevaluation of aromatic content in future diesel fuel specification.
Key word: aromatic content, engine performance.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kandungan aromatik dalam minyak solar dapat
dibedakan dalam dua ukuran, yaitu total aromatik dan
poliaromatik. Kandungan aromatik dalam minyak solar
dapat mempengaruhi kinerja mesin diesel seperti torsi,
daya, konsumsi bahan bakar dan lingkungan.
Organisasi Kesehatan Dunia (Wold Health Organization, (WHO) dan Badan Perlindungan Lingkungan
menyatakan bahwa poliaromatik hidrokarbon (PAH)
70

bersifat karsinogen. Efek PAH dalam minyak solar


terhadap kesehatan antara lain adalah merusak
perkembangan dari janin, dalam jangka panjang
mengakibatkan kulit gatal-gatal, kepekaan terhadap
sinar matahari, dan gangguan mata katarak, kanker
pada pangkal tenggorokan mungkin juga terkait
dengan PAH.
Spesifikasi minyak Solar 48 yang ditetapkan oleh
Dirjen Migas menurut surat keputusan No. 3675 K/
24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 seperti disajikan
pada Tabel 1 tidak menetapkan batasan kandungan

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJAINUDDIN SEMAR

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

Tabel 1
Spesifikasi Minyak Solar 481)
No.

Sifat-Sifat Fisika/Kimia

Min.
48

Angka Setana

Indeks Setana

Berat jenis pada 15 oC

kg/m 3

Vis kos itas pada 40 C

Kandungan s ulphur

Dis tilas i:

m m /s
% m /m

870

D 1298/D 4052

2,0

5,0

D 445

0,35

D 4737

2)

Titik Nyala

60

Titik Tuang

10

Kandungan Air

D 2622
D 86

370

Res idu karbon

D 613

45

Metode Uji ASTM /


Lain

815

11

Maks.
-

-T95
7

Batasan 1)

Unit

C
C
C

18

D 97

% m /m

0,1

D 4530

m g/kg

500

D 1744

*)

Biological Grouth*

D 93

Nihil

12

Kandungan FAME

% v/v

13

Kandungan Metanol dan Etanol *)

% v/v

Tak terdeteks i

D 4815

14

Koros i Bilah Tem baga

m erit

D 130

15

Kandungan Abu

% m /m

0,01

D 482

16

Kandungan Sedim en

% m /m

0,01

D 473

17

Bilangan As am Kuat

m g KOH/g

D 664

18

Bilangan As am Total

m g KOH/g

0,6

D 664

19

Partikulat

20

Penam pilan Vis ual

21

Warna

m g/l
-

10

kelas 1

D 2276

Jernih dan terang

No. ASTM

3,0

D 1500

Ke te r angan :
1) Khusus Minyak Solar yang mengandung Biodiesel, jenis dan spesif ikasi Biodieselnya mengacu ketetapan
pemerintah, Menurut SK Dirjen Migas No.3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
2) Batasan 0,35% setara dengan 3500 ppm.
Catatan um um :
1) A ditif harus kompatible dengan minyak motor (tidak menambah kotoran motor/kerak).
A ditif yang mengandung komponen pembentuk abu (ash f orming) tidak diperbolehkan.
2) Pemeliharaan secara baik utuk mengurangi kontaminasi (debu, air, bahan bakar lain, dll),
3) Pelabelan pada pompa harus memadai dan terdeteksi.

aromatik. Negera-negara yang telah menetapkan


kandungan aromatik ditetapkan dalam spesifikasi
minyak solar antara lain di negara-negara Uni Eropa
(EURO), spesifikasi ASTM D 975, dalam spesfikasi
dari produsen mesin kendaraan di seluruh dunia
(World Wide Fuel Charter, (WWFC) dan spesifikasi
minyak solar Jepang JIS K 2204.
Sejak akhir tahun 1980 pemakaian mesin diesel

untuk transportasi di Indonesia lebih banyak


menggunakan mesin diesel sistem injeksi langsung
(direct injection, DI). Oleh sebab itu pada penelitian
ini digunakan mesin diesel injeksi langsung.
Memperhatikan perkembangan teknologi mesin
pada saat ini dan di masa mendatang, kemampuan
kilang minyak dalam negeri, dan perkembangan
spesifikasi bahan bakar minyak internasional serta
71

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR


DJAINUDDIN SEMAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

persyaratan lingkungan hidup yang semakin ketat,


maka perlu dilakukan pengaturan kembali spesifikasi
minyak solar untuk sektor transportasi di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati efek
kandungan aromatik dalam minyak solar terhadap
kinerjanya pada mesin diesel (engine performance)
seperti torsi, daya, konsumsi bahan bakar spesifik dan
emisi asap hitam (opasitas).
B. Metodologi
- Penelitian diawali dengan persiapan minyak solar
referensi.
- Selanjutnya dilakukan formulasi komposisi minyak
solar modifikasi sedemikian rupa sehingga
kandungan aromatiknya bervariasi dan sifat-sifat
fisika/kimia minyak solar modifikasi tersebut tetap
memenuhi spesifikasi minyak Solar 48 menurut
Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3675 K/24/
DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 seperti disajikan
pada Tabel 1.
- Pengujian kinerja terbatas percontoh minyak solar referensi (MS-0) dan minyak solar modifikasi
(MS-1 dan MS-2) dilakukan pada motor diesel
Isuzu 4JA1 injeksi langsung di atas bangku uji
multisilinder.
- Evaluasi hasil uji sifat-sifat fisika kimia minyak solar
dan evaluasi hasil uji kinerja minyak solar pada
mesin diesel.

Gambar 1
Diagram alir uji kinerja pada
bangku uji multisilinder

II. BAHAN YANG DIGUNAKAN


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini,
sebagai berikut:
- Komponen minyak solar eks-Unit Pengolahan
(UP) VI Pertamina Balongan yaitu minyak solar
ringan (Light Gas Oil, LGO) dan minyak solar
berat (Heavy Gas Oil, HGO).
- Minyak solar tipikal dari kilang Pertamina: UP II
Dumai, UP III Plaju, UP IV Cilacap, UP V
Balikpapan, UP VI Balongan dan UP VII Sorong.
- Minyak solar tipikal yang berasal dari Depot
Pertamina dan SPBU Swasta (selain Pertamina).
III. PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Formulasi bahan bakar
Formulasi dimaksudkan untuk mendapatkan formula minyak solar di mana kandungan aromatiknya
bervariasi.
72

Panel control mesin uji

Mesin uji Izusu 4JA1

Gambar 2
Panel control mesin uji - Mesin uji Izusu 4JA1

Formulasi dilakukan dengan cara mengatur/


mencampur percontoh minyak solar dan komponennya yang berasal dari kilang, Depot/SPBU
Pertamina dan/atau Swasta lainnya. Hasil formulasi
yaitu percontoh MS-0, MS-1, MS-2, di mana sifatsifat fisika kimianya masing-masing memenuhi
spesifikasi minyak Solar 48 yang ditetapkan
Pemerintah.
B. Pengujian Kinerja
Pengujian kinerja dilakukan pada beban
maksimum mengunakan mesin diesel injeksi langsung,
di mana data teknis mesin uji disajikan pada Tabel 2
dan prosedur pengujian kinerja di atas Bangku Uji

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJAINUDDIN SEMAR

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

Multisilinder disajikan pada Gambar 1. Dinamometer


untuk mesin uji Izusu 4JA1 dikontrol pada panel
seperti disajikan pada Gambar 2.
a. Preparasi bahan bakar
Sebelum dilakukan pengujian, pertama-tama
dilakukan preparasi bahan bakar, yaitu memastikan
bahwa bahan bakar yang di dalam tangki bahan bakar
telah diinjeksikan ke ruang bahan bakar mesin uji.
Kemudian dilakukan pemanasan mesin (warming up)
dilakukan selama 15 menit untuk memantau dan
memastikan bahwa semua parameter yang diukur
yang terdeteksi pada panel bangku uji (Gambar 2)
berfungsi dengan baik. Parameter yang dimonitoring
meliputi: temperatur air pendingan masuk dan keluar,
temperatur gas buang, torsi, perbandingan udara/
bahan bakar (Air-Fuel Ratio) dan lain-lain.

2. Formulasi minyak solar


Mengacu pada hasil-hasil uji kandungan minyak
solar tipikal yang berasal dari UP II Pertamina sampai
UP VI Pertamina dan kandungan aromatik dalam
minyak solar menurut spesifikasi minyak solar Jepang
JIS K2204, ASTM D 975, EURO III dan IV, seperti
disajikan pada Tabel 3, maka dilakukan formulasi
minyak solar modifikasi tipikal dengan menetapkan
kandungan poliaromatik hidrokarbon dan konsentrasinya bervariasi seperti disajikan pada Tabel 4.
Formula minyak solar yang diuji sebagai berikut:

No.

b. Parameter yang uji


Parameter yang diuji meliputi torsi, daya,
komsumsi bahan bakar, emisi gas buang. Hubungan
antara putaran mesin, torsi, daya, konsumsi bahan
bakar dan konsumsi bahan bakar spesifik, disajikan
pada persamaan (1) dan (2) sebagai berikut:
P = n.T/(9549,3) kW
(1)
(2)
Sfc = mf /(P) g/kWh
di mana:
P
= daya (kW)
T
= torsi (Nm)
n
= putaran mesin (rpm)
Sfc
= konsumsi bahan bakar
spesifik (g/kWh)
mf
= konsumsi bahan bakar
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN

Hasil uji kandungan aromatik


hidrokarbon (total aromatik dan
poliaromatik) percontoh minyak solar tipikal dari Unit Pengolahan (UP)
Pertamina, yaitu UP II Pertamina
sampai UP VII Pertamina dan komponen solar dari UP VI Pertamina
Balongan, serta kandungan aromatik
spesifikasi di beberapa negara
disajikan pada Tabel 3.

Uraian

Isuzu 4JA1

Jumlah Silinder

Diameter silinder x langkah (mm) 93 x 92

4 buah segaris

Jenis ruang bakar

Volume langkah (cc)

Terbuka
2499

5 Perbandingan kompresi

18,4 : 1

6 Daya Maksimum (kW/rpm)

57,5/4000 (DIN
70020, ISO 1585)

Torsi Maksimum (Nm/rpm)

167/2300 (DIN
70020, ISO 1585)

Jenis nozel Injector

Bosch four-hole type

Tekanan Injeksi (Mpa)

18,5 (185 kg/cm2)

Tabel 3
Hasil uji kandungan aromatik minyak solar tipikal

No.

A. Sifat-Sifat Fisika Kimia


1. Hasil uji kandungan aromatik

Tabel 2
Data teknis mesin diesel injeksi langsung di
atas bangku uji multisilinder

Asal Percontoh Minyak Solar / Komponennya


dan spesifikasi Minyak solar

Kandungan Aromatik,%
volume
Poliaromatik Total Aromatik

Kilang UP II Dum ai

12,87

Kilang UP III Plaju

12,80

33,02
31,65

Kilang UP IV Cilacap

13,18

33,53

Kilang UP V Balikpapan

14,50

34,45

Kilang UP VI Balongan

11,39

32,85

Kilang UP VII Sorong

12,58

35,30

Light Gas Oil eks-UP VI

11,40

53,93

Heavy Gas oil eks-UP VI

16,82

36,34

Spesifikasi Jepang JIS K2204 : Winter & Northern

11

10

Spesifikasi EURO : EURO III & EURO IV

11

11

Spesifikasi ASTM D 975 : No. 1 D & No. 2 D

35

73

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJAINUDDIN SEMAR

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

Tabel 4
Hasil uji sifat fisika/kimia minyak solar percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2

Sifat-Sifat Fisika/Kimia

Unit

MS-0

Hasil Uji
MS-1

MS-2

Batasan 1)
Min.
Maks.

Kandungan aromatik
- Poliaromatik
% vol
11,39
9,81
12,16
- Total aromatik
% vol
32,85
26,40
36,23
Angka Setana
53,2
53,5
53,2
48
0
3
Berat Jenis pada 15 C
kg/cm
854
865
850
815
0
2
mm /s
Viskositas pada 40 C
4,30
4,32
3,80
2,0
Kandungan Sulfur
% m/m
0,040
0,043
0,040
Distilasi :
0
C
- T95
358,0
360,0
355,0
0
C
Titik nyala
75
74
78
60
Korosi bilah tembaga
merit
1a
1a
1a
Kandungan abu
%m
0,002
0,002
0,002
1)
Spesikasi minyak Solar Indonesia (jenis minyak Solar 48 dan minyak Solar 51)
berdasarkan SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006

870
5,0
0,35

Metode
Uji ASTM
D 5186

D 613
D 1298
D 445
D 2622
D 86

370
D 93
kelas 1 D 130
0,01
D 482

Tabel 5
Hasil uji torsi dan daya pada beban maksimum
percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2

Putaran Mesin
(rpm)

Torsi, Nm pada beban Maksimum

Daya, kW pada beban Maksimum

MS-0
MS-1
MS-2
MS-0
1000
125,3
126,6
124,8
13,12
1500
136,6
139,8
136,4
21,46
2000
142,8
144,9
141,9
29,91
2500
136,2
136,6
133,6
35,66
3000
121,3
123,2
120
38,11
3500
114,7
115,6
113,1
42,04
4000
102,5
103,2
101,5
42,94
Efek rata-tara, %
-1,17
+0,92
Keterangan :
- Tanda negatif (-) artinya torsi atau daya MS-1 > dari torsi atau daya MS-0
- Tanda positif (+) artinya torsi atau daya MS-2 < dari torsi atau daya MS-0

- MS-0 : 32,85% volume total aromatik dan 11,39%


volume poliaromatik
- MS-1 : 26,40% volume total aromatik dan 9,81%
volume poliaromatik
- MS-2 : 36,23% volume total aromatik dan 12,16%
volume poliaromatik
Hasil uji sifat-sifat fisika kimia percontoh minyak
solar MS-0, MS-1 dan MS-2 masing-masing disajikan
pada Tabel 4. Hasil-hasil uji sifat-sifat fisika/kimia

74

MS-1
13,26
21,96
30,35
35,76
38,70
42,37
43,23
-1,17

MS-2
13,07
21,43
29,72
34,98
37,70
41,45
42,52
+0,92

percontoh tersebut meliputi: angka setana, berat jenis,


viskositas, kandungan sulfur, distilasi, titik nyala, korosi
bilah tembaga dan kandungan abu secara keseluruhan
adalah memenuhi spesifikasi minyak Solar 48 menurut
SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal
17 Maret 2006.
B. Kinerja mesin
Percontoh minyak solar MS-0, MS-1, MS-2 diuji
kinerjanya memakai mesin diesel injeksi langsung di
atas bangku uji multisilinder. Pengujian dilakukan pada

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR


DJAINUDDIN SEMAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

beban maksimum. Parameter yang diukur meliputi:


torsi (Nm), daya (kW), konsumsi bahan bakar spesifik
(g/kWh) dan opasitas (%).
Secara kuantitatif perubahan kinerja bahan bakar
percontoh MS-1, MS-2 dibandingkan dengan kinerja
bahan bakar percontoh MS-0 dihitung dengan
memakai rumus (3).
f
(MS-0) f(MS-1)

Perubahan kinerja = x 100%


(3)
f

(MS-0)

Contoh perhitungan torsi pada putran n pemakaian


persamaan (3) sebagai berikut:
di mana:
f
(MS-0) = torsi percontoh MS-0 pada putaran mesin n
f
(MS-1) = torsi percontoh MS-1 pada putaran mesin n
f
(MS-2) = torsi percontoh MS-2 pada putaran mesin n
1. Torsi dan daya
Hasil-hasil uji torsi (Nm) dan daya (kW) pada
setiap putaran mesin (rpm) dan pada beban
maksimum terhadap percontoh minyak solar MS-0,
MS-1, MS-2 masing-masing disajikan pada Tabel 4,
sedangkan kecenderungan hasil-hasil uji torsi dan daya
tersebut terhadap putaran mesin masing-masing
disajikan pada Gambar 3, Gambar 4.
Perubahan torsi percontoh minyak solar percontoh
MS-1, MS-2 dibandingkan torsi MS-0 pada setiap
putaran mesin di dihitung dengan memakai persamaan
(3). Efek torsi rata-rata adalah jumlah perubahan torsi
setiap putaran mesin (Tabel 4) dibagi 7 (item putaran
mesin).
Daya percontoh minyak solar percontoh MS-0,
MS-1, MS-2 pada setiap putaran mesin dihitung
dengan menggunakan persamaan (1). Dengan cara
yang sama seperti perhitungan torsi bahwa daya ratarata adalah jumlah perubahan daya pada setiap putaran
dibagi 7 (item putaran).
Hasil-hasil uji torsi rata-rata dan daya rata-rata
disajikan pada Tabel 4, diuraikan sebagai berikut:
a. Torsi rata-rata percontoh MS-1 dibandingkan
dengan torsi MS-0 adalah lebih tinggi 1,17%;
sedangkan torsi percontoh MS-2 dibandingkan
dengan torsi MS-0 adalah lebih rendah 0,92%.
b. Daya rata-rata MS-1 dan MS-2 dibandingkan
dengan daya MS-0 masing-masing adalah lebih
tinggi 1,17% dan lebih rendah 0,92%.

Gambar 3
Torsi Percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum

Gambar 4
Daya Percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum

75

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJAINUDDIN SEMAR

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

Tabel 6
Hasil Uji SFC pada beban maksimum
percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2

Putaran
Mesin
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Efek, %

Konsumsi Bahan Bakar


Spesifik, g/kWh
MS-0
MS-1
MS-2
352,4
351,2
355,1
289,5
287,2
290,2
269,9
268,3
269,3
259,7
259,0
259,6
267,6
265,8
266,5
284,3
280,9
284,0
309,0
302,2
315,0
+2,76
-1,79

Keterangan :
- Tanda Negatif (-) artinya SFC percontoh
MS-1 > percontoh MS-0
- Tanda Positif (+) artinya SFC percontoh
MS-2 < percontoh MS-0

Gambar 5
SFC Percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum

2. Konsumsi bahan bakar spesifik


Hasil-hasil uji konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, SFC) percontoh minyak solar MS-0, MS-1, MS-2 pada beban maksimum masingmasing disajikan pada Tabel 6, sedangkan

76

Tabel 7
Hasil uji opasitas pada beban maksimum
percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2

Putaran
Mesin
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Efek, %

Opasitas, %
MS-0
6,3
13,5
18,3
23,5
25,0
27,0
35,0

MS-1
6,0
13,2
18,0
23,0
24,5
26,0
34,0
+0,87

MS-2
6,3
13,6
18,6
23,8
25,5
28
36
-0,32

Keterangan :
- Tanda Negatif (-) artinya SFC percontoh
MS-1 > percontoh MS-0
- Tanda Positif (+) artinya SFC percontoh
MS-2 < percontoh MS-0

Gambar 6
Opasitas percontoh MS-0, MS-1 dan MS-2
pada beban maksimum

kecenderungan hasil uji konsumsi bahan bakar spesifik


tersebut terhadap putaran mesin disajikan pada
Gambar 5.
Konsumsi bahan bakar spesifik rata-rata
percontoh MS-1 dibandingkan dengan konsumsi bahan

EFEK KANDUNGAN AROMATIK DALAM MINYAK SOLAR

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

DJAINUDDIN SEMAR

bakar MS-0 adalah lebih rendah 2,76%; sedangkan


konsumsi bahan bakar MS-2 dibandingkan dengan
konsumsi bahan bakar MS-0 adalah lebih tinggi 1,79%
seperti disajikan pada Tabel 6.
3. Opasitas
Hasil-hasil uji opasitas/smoke percontoh minyak
solar MS-0, MS-1, MS-2 pada beban maksimum
masing-masing disajikan pada Tabel 7, sedangkan
kecenderungan hasil uji opasitas tersebut terhadap
putaran mesin secara grafik disajikan pada Gambar 6.
Opasitas rata-rata percontoh minyak solar MS-1
dibandingkan dengan opasitas rata-rata minyak solar
MS-0 adalah lebih rendah 0,87%; sedangkan opasitas
minyak solar MS-2 dibandingkan dengan opasitas
minyak solar MS-0 adalah lebih tinggi 0,32% seperti
disajikan pada Tabel 7.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil uji sifat-sifat fisika/kimia dan hasil uji
kinerja terbatas pada motor diesel Isuzu 4JA1 di atas
dapat diambil kesimpulan dan saran seperti di bawah
ini.
A. Kesimpulan
1. Sifat-sifat fisika/kimia
Komposisi tiga percontoh minyak solar yang diuji
meliputi: MS-0 (32,85% volume total aromatik dan
11,39% volume poliaromatik), MS-1 (26,40% volume
total aromatik dan 9,81% volume poliaromatik) dan
MS-2 (36,23% volume total aromatik dan 12,16% volume poliaromatik).
Hasil-hasil uji sifat-sifat fisika/kimia percontoh
minyak solar MS-0, MS-1 dan MS-2 tersebut meliputi:
angka setana, berat jenis, viskositas, kandungan sulfur, distilasi, titik nyala, korosi bilah tembaga dan
kandungan abu secara keseluruhan adalah memenuhi
spesifikasi minyak Solar 48 menurut SK Dirjen Migas
No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
2. Kinerja mesin
a. Hasil pengujian percontoh minyak solar modifikasi
rata-rata MS-1 dibandingkan dengan minyak solar referensi (MS-0) adalah

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 70 - 77

- Torsi lebih tinggi 1,17%


- Daya lebih tinggi 1,17%
- Konsumsi bahan bakar spesifik lebih rendah 2,76%
- Opasitas lebih rendah 0,87%.
b). Hasil pengujian percontoh minyak solar modifikasi
rata-rata MS-1 dibandingkan dengan minyak solar referensi (MS-0) adalah
- Torsi lebih rendah 0,92%
- Daya lebih rendah 0,92%
- Konsumsi bahan bakar spesifik lebih tinggi 1,79%
- Opasitas lebih tinggi 0,32%.
B. Saran-Saran
Penelitian perlu dilanjutkan yaitu uji ketahanan (endurance test) pada motor untuk mengamati pengaruh
kandungan aromatik dalam minyak solar terhadap
terbentuknya deposit di ruang bakar mesin diesel.
KEPUSTAKAAN
1. ACEA, Alliance, EMA, JAMA, 2006, Worldwide Fuel Charter.
2. Barbara Elvers, 2008 Enegy Sources for Transportation Handbook of Fuel.
3. Dirjen Migas, 2006,Spesifikasi bahan baker
minyak jenis minyak Solar 48".
4. Keith Owen dan Steven Coley, 2007, Automotive Fuels Reference Book, Edisi Kedua, Society
of Automotive Engineers Inc,, Warrendale,
Amerika Serikat.
5. Petroleum Association of Japan, 1999, Petroleum Toward Harmonization with Environment,
PAJ, Tokyo.
6. Robert Bosch, 2009 G. Uniform Engine Fuel and
Automotive Lubricants Regulation Handbook.
7. Trevor Russell dan Douglas Brown, The Associated Octel Company Ltd,, April 2000, European
Low-Sulfur Diesel, the Influence of Additives on
Finished Fuel, World Refining.
8. UOP, 1998, Diesel Fuel Specifications and Demand for the 21st Century, Des Plaines Illinois.

77

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL


EDI GUNAWAN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

Rancang Bangun Unit Pirolisis untuk


Pembuatan Bio-Oil Dari Minyak Jelantah
Skala Laboratorium
Oleh: Edi Gunawan
Perekayasa Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 25 Januari 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 18 Maret 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010.

SARI
Telah dilakukan rancang bangun unit pirolisis skala laboratorium, yang terdiri atas tangki umpan,
reaktor, umpan N2, separator dan tangki penampung secara operasional mampu untuk membuat
bio-oil dari minyak jelantah. Reaktor dirancang dan dibuat dengan diameter 3 in. dan dan
panjang 40 cm, bagian dalamnya diisi dengan bahan isian kuarsa, dilengkapi dengan pemanas,
tanpa adanya oksigen (karena N2 sebagai blanketing) bisa menjalankan proses perengkahan
termal terhadap minyak jelantah. Kondisi terbaik yang dicapai untuk memperoleh bio-oil yaitu
pada suhu pirolisis 4000C, ketebalan bahan isian kuarsa 15 cm , dan ukuran partikel kuasa -6+8
mesh.
Bio-oil adalah bahan bakar cair yang dihasilkan melalui teknologi pirolisis atau pirolisis cepat.
Pengembangan bio-oil dapat menggantikan posisi bahan bakar hidrokarbon dalam industri , seperti
untuk mesin pembakaran, boiler, mesin diesel statis, dan heavy fuel oil, light fuel oil.
Hasil percobaan ini mengahasilkan bio-oil dengan mutu sebagai berikut :
- viskositas kinematis pada 50oC.
= 34 cSt.
- titik nyala (mangkok tertutup)
= 112oC
- kadar air % volume
= 0
- masa jenis pada 50oC , kg/m2
= 907
- angka asam mg KOH/g
= 0,02
- kadar belerang % berat
= 0,004
Kata kunci: Jelantah, Pyrolysis, Bio-oil
ABSTRACT
Design and engineering was made on a laboratory scale pyrolysis unit, that consists of
feed tank, reactor, N2 feed, separator, and tank for liquids that is capable to make bio-oil
from refused frying oil that has been used for frying. The diameter of the reactor is 3 in.
and the length is 40 cm. The inside of the reactor is filled by quartz material, and there is no
oxygen inside (because N2 as blanket). The reactor can run the process of thermal cracking on the used frying oil. The best condition that can be reached for producing bio-oil
was the pyrolysis of temperature 4000C, the thickness of quartz material 15 cm, and the
quartz particle size of -6+8 mesh.
Bio-oil is the liquid fuel that is produced by pyrolysis technology or quicky pyrolysis.
The development of bio-oil can replace the position of the hidrocarbon fuel in industry
such as is combustion engine, boiler, static diesel engine, and heavy fuel oil, light fuel oil.
The result of this research produces bio-oil with the quality as follow :
78

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL


EDI GUNAWAN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

- Kinematic viscosity at 500C


= 34 cSt.
- Flash point (closed bowl)
= 122 0C
- Water content % volume
=0
0
2
- Specific mass at 50 C, kg/m
= 907
- Acid content at mg KOH/g
= 0,02
- Hydrocholoric acid content % weight
= 0,004
Key words : Oil that has been used for frying, Pyrolysis, Bio-oil
1. Memasuki sel-sel tubuh dan akan merusak
I. PENDAHULUAN
membran sel dan fungsi sel.
Harga minyak mentah dunia yang tidak menentu,
2. Merusak vitamin dan nutrisi yang lain
saat ini sekitar 70 dollar AS per barrel. Hal ini membuat
3. Menurunkan kolesterol baik
negara-negara pengimpor minyak masih tetap
konsisten mencari sumber energi alternatif untuk
4. Meninggikan kolesterol jelek
menggantikan bahan bakar minyak fosil yang lambat
5. Dapat menimbulkan kanker dan gangguan jantung
laun cadangannya akan menipis. Pilihannya jatuh pada
6. Dapat menyebabkan alergi.
bahan bakar nabati yang dianggap dapat dimanfaatkan
Kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri
secara berkelanjutan karena dapat diperbaharui dalam
minyak
goreng dalam negeri sekitar 20 % dari total
jangka pendek. Bahan bakar jenis ini juga dicatat lebih
CPO atau sekitar 2,8 juta ton. Sedangkan kebutuhan
ramah lingkungan karena efek rumah kaca yang
minyak goreng dalam negeri terbesar ada di pulau
dihasilkan dari penggunaannya lebih sedikit
Jawa, yaitu 200.000 - 280.000 ton per bulan sedangkan
dibandingkan dengan bahan bakar minyak fosil.
kebutuhan di Luar Jawa masing-masing pulau besar,
Menurut road map Biooil Kementerian Energi
kebutuhannya berkisar antara 70.000 - 90.000 ton per
Dan Sumber Daya Mineral untuk tahun 2005-2025,
bulan (Kompas, 2007) . Dengan demikian dapat
penggunaan Bio Oil untuk keperluan panas mengalami
diasumsikan bahwa tingkat ketersediaan minyak
kenaikan konsumsi rata-rata sebesar 2% untuk setiap
goreng bekas di Indonesia masih cukup tinggi,
5 tahun kedepan. Dalam pemanfaatan biofuel
meskipun angkanya jelas di bawah jumlah kebutuhan
pengelompokan bio-oil terdiri atas dua bahan bakar
minyak goreng (kira-kira jumlah minyak jelantah 25%
yaitu biokerosin sebagai pengganti minyak tanah, dan
dari jumlah minyak goreng yang tersedia) . Sangatlah
minyak bakar sebagai pengganti HSD (High Solar
beralasan jika kita menggunakan minyak goreng
Diesel). Keduanya menggunakan bahan baku minyak
bekas sebagai bahan baku, dan ke depan dalam skala
nabati dengan teknologi pirolisis.
yang lebih besar.
Rancang Bangun Unit Peralatan Pirolisis,
III. BIO-OIL
bertujuan untuk memembuat satu unit peralatan
pirolisis, sehingga dengan proses dekomposisi termal
A. Standar Mutu Bio-oil
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk proses
Mengacu kepada road map Biooil DESDM 2005
pembuatan bio-oil dari minyak jelantah dalam skala
2010 pencapaian produksi bio-oil dapat diperoleh
laboratorium.
dengan teknologi pirolisis cepat, dan kebutuhan
II. BAHAN BAKU
A. Minyak Goreng Bekas (jelantah)
Jelantah adalah bahan minyak goreng bekas yang
terbuang dan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh
apabila digunakan kembali sebagai minyak goreng
karena sifatnya yang karsinogen. Senyawa Trans
Fat akan muncul jika minyak goreng dipanasi berulang
kali atau memanasi minyak dalam waktu yg sangat
lama.TransFat ini akan :

panasnya yang cukup tinggi. Dari pendekatan yang


berbeda, pirolisis terlihat sebagai sebuah metode yang
sederhana dan efisien untuk memproduksi bahan
bakar (Lima, G.Daniela, 2003). Dua faktor penting
yang perlu diperhatikan pada proses dekomposisi
termal terhadap minyak jelantah adalah terjadinya
penurunan harga viskositas dan naiknya harga titik
nyala. Pengembangan bio-oil dapat menggantikan
posisi hidrokarbon dalam industri, seperti untuk mesin
pembakaran, boiler, diesel statis dengan putaran
79

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDI GUNAWAN

sampai 1500 rpm, dan gas turbin.


Pada skala yang lebih besar, perlu
diperhitungkan faktor energi panas
yang digunakan pada proses
pembuatannya.
Pada waktu diselenggarakannya Workshop Pengembangan dan
Pemanfaatan Biodiesel sebagai
Bahan Bakar Alternatif oleh
Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi DESDM
produk bio-oil mempunyai standar
mutu bio-oil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

Tabel 1
Standar Mutu Bio Oil

No.

Parameter

Satuan

Nilai

Angka Asam

Mg KOH/g

Maks 2.0

Fosfor

(mg/kg)

Maks 10

Kadar air & sedimen

% - volume

Maks 0.075

Bahan tak tersabunkan

% - berat

Maks 2.0

Viskositas kinematik pada 50C

mm /s (cSt)

Maks 36

Angka tersulfatkan

% - massa

Maks 0.02

7
8

Angka penyabunan
Angka iodium

Mg KOH/g
g - l2 / 100 g

180 - 265
Maks 115

Titik nyala (mangkok tertutup)

Min 100

IV. PERANCANGAN UNIT


PROLISIS

10

Residu karbon

% - massa

Maks 0.4

11

Massa jenis pada 50C

kg/m

900 - 920

A. Flow Diagram Process

12

Angka setana

Min 39

Unit pirolisis ini terdiri dari


tangki umpan (T-01), Flow meter
(F-01), Valve (V-01), Reaktor (R01), gas N2, pendingin (HE-01),
separator (S-01) dan tangki
penampung hasil (bio-oil T-01).
PFD ditunjukkan seperti pada
Gambar 1 dan Reaktor pada
Gambar 2.

13

Belerang

(% - berat)

Maks 0.01

B. Reaktor
1. Umpan Reaktor
Reaktor adalah sebagai tempat
terjadinya proses perengkahan
termal. Umpan masuk reaktor
adalah minyak jelantah pada kondisi
atmosferik dan temperatur tinggi
(400 0 -500 0 C), tanpa adanya
oksigen, disebabkan adanya gas
N 2 inert, yang mengisi reaktor
terlebih dahulu. Gas N2 tersebut
juga mempermudah pelepasan zatzat yang mudah menguap dan
sangat sedikit pembentukan arang.
Reaktor dirancang dengan
kapasitas maksimum 2 L/J.
2. Perhitungan Reaktor
Pemilihan pipa
Karena reaksi melibatkan senyawa yang korosif,
maka bahan yang digunakan adalah stainlees steel
80

Gambar 1
Proses Flow Diagram Unit Pirolisis

AIAI 316 (Brownell and Young, 1959), maka,


- Tekanan bahan yang diijinkan, fall = 15000 psi
- Efisiensi sambungan untuk jenis double welded,
E = 0,8

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDI GUNAWAN

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

- Minimum Corroson allowance, c = 0,002


(Brownell & Young, 1979)
Pemilihan diameter pipa berdasarkan pada
pertimbangan agar perpindahan panas dapat berjalan
dengan baik. Colburn telah meneliti hubungan rasio
Dp/Dt ( diameter partikel/ diameter pipa) terhadap
transfer panas pipa berisi katalis/pipa kosong (hw/h).
Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Volume tube =

(ID)r 2 x Hr

= 97, 9589 cm3


Tebal Penyangga Katalis .
Penyangga bahan isian katalis (kuarsa) yang
digunakan adalah dari kawat anyam baja dengan diameter lubang 0,1 mm
V. PERCOBAAN
A. Penyiapan Bahan Baku

Diameter partikel bahan isian diambil 0,2 mm,


dameter dalam tube reaktor, IDr =13,3 mm = 0,5349
inc., maka diambil pipa dengan ukuran standar NPS,
Sch. 40 dengan :

Inside diameter (ID) r = 0,622 in. = 15,7988 mm =


1,5799 cm.
Outside diameter (OD) r = 0,840 in. = 21,3360 mm
= 2,1336 cm.
Sedang tinggi reaktor yang diinginkan Hr = 40 cm.
Luas penampang reaktor =

( ID)r 2 1,959 cm2

Volume reaktor (Vr) = A. hr = 58,7813 ml =


0,0587 cm3
Tebal Reaktor

(Rase, 1977)

P = P desain + P hidrostatik
P desain
= 1,2 x P operasi
= 1,2 x 1 atm = 1,2 atm = 17,64 psi.
P hidrostatik = c . g . h
= (0,8988 kg/m3) ( 9,8 m/s2) ( 0,3 m) =
0,00036 Psi.
P total
= (17,64+0,00036) Psi = 17,64 Psi
Tebal tube

Bahan baku minyak jelantah diperoleh dari


restoran cepat saji seperti Kentucky Fried Chicken,
MacDonald, Texas Fried Chicken, dan para pedagang
gorengan di pinggir jalan. Masing-masing sampel
tersebut secara proporsional digabung jadi satu, kirakira ada 10 liter. Kemudian diaduk kira-kira 30 menit
sambil dipanaskan pada suhu kira kira 1000 C dengan
maksud untuk menghilangkan air. Setelah itu dibiarkan
pada suhu kamar dan disaring untuk menghilangkan
kotoran-kotoran dengan menggunakan kertas saring.
Hasil analisis minyak jelantah setelah penyaringan,
ditunjukan pada Tabel 2.
B. Mekanisme Percobaan
1. Pipa reaktor diisi kuarsa dengan diameter partikel
(-3,5+6) mesh dan (-6+8) mesh, serta tebal
tumpukan katalis, 5 cm, 10 cm, dan 15 cm.
2. Gas N2 dialirkan kedalam reaktor sampai ke aliran
produk.
3. Umpan jelantah dimasukkan kedalam reaktor
maksimum 2L/J. Diujikan pada variabel suhu 50oC,
100oC, 150 oC, 200 oC, 250 oC, 300 oC, 350 oC,
400oC, dan 450oC,
4. Dihasilkannya produk bio-oil dengan rumus
molekul empiris sebagai berikut:

= 0,000456 inc

Tebal pipa NPS Sch. N. 40 =


= 0,19 inc.
Tebal pipa standar sudah memenuhi sarat.
Tinggi ruang kosong , hsp = 2 x 5 cm = 10 cm
Tinggi reaktor, Hr
= tinggi katalis + hsp
= (30 + 10) cm = 40 cm.
81

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL


EDI GUNAWAN

Produk bio-oil ditampung ditangki penampung ,


dan sebagian gas CO2 dan H2 yang tidak terkondensasi
dibuang.
Dilakukan uji parameter bio-oil sesuai dengan
standar mutu pada Tabel 1.
V. HASIL DAN ANALISIS
A. Hasil Uji Laboratorium
Adapun hasil dari uji laboratorium terhadap parameter-parameter tersebut ditunjukkan pada Grafik
I A, IB, IC, ID, IE, IF
B. Analisis
Pada Grafik IA diameter partikel kuarsa (-3,5+6)
mesh. dan ketebalan 5 cm. menunjukkan harga
viskositas semakin turun bila temperatur naik,
meskipun turunnya viskositas masih sangat kecil.
Ternyata turunnya harga viskositas diikuti juga oleh
turunnya harga parameter yang lain (titik nyala, kadar
air, massa jenis, angka asam, dan kadar belerang).
Jelas di sini telah terjadi proses dekomposisi termal.
Hanya saja pada temperatur 150oC dan 200oC sedikit
terjadi penurunan harga titik nyala, kemungkinan ini
disebabkan sedikit ada peristiwa polimerisasi. Tetapi
terjadi kenaikan kembali pada saat suhu terus naik
sampai mencapai 500oC dan ini memastikan peristiwa
dekomposisi termal terjadi.
Untuk ketebalan tumpukan partikel 10 cm, hal
yang sama menunjukkan harga viskositas semakin
turun bila temperatur naik, meskipun turunnya
viskositas masih sangat kecil. Ternyata turunnya harga
viskositas diikuti juga oleh turunnya harga parameter
yang lain (titik nyala, kadar air, massa jenis, angka
asam, dan kadar belerang). Jelas di sini telah terjadi
proses dekomposisi termal. Tetapi penurunannya
belum menunjukkan perbedaan yang besar
dibanding dengan ketebalan yang 5 cm.
Untuk ketebalan tumpukan partikel 15
cm, terjadi proses dekomposisi yang lebih
baik karena kemungkinan kontak partikel
terhadap temperatur lebih merata.
Sehingga harga viskositas terendah yang
dicapai pada suhu 500oC sebesar 37oC.
Namun demikian terutama untuk harga
viskositasnya belum memenuhi syarat
untuk bio-oil, meskipun persyaratan parameter yang lain sudah memenuhi.
Pada Grafik IA diameter partikel
bahan isian/kuarsa (-6+8) mesh. dan
82

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

ketebalan 5 cm harga viskositas kinematis semakin


turun dengan naiknya temperatur pirolisis. Angka
penurunannya lebih rendah bila dibanding dengan
yang ukuran mesh (+3,5 -6), ini disebabkan butiran
partikel lebih halus sehingga luas permukaan partikel
lebih terdekomposisi dengan suhu. Dalam operasional
penelitian terlihat lebih stabil setiap terjadi perubahan
pada suhu. Viskositas terendah yang dicapai pada
suhu 500 oC adalah 39 cSt. dan ini diikuti dengan
penurunan parameter kadar air, masa jenis, angka
asam, dan belerang. Sedangkan untuk harga titik nyala
mulai suhu 400oC menunjukkan harga yang tetap
(109oC)

Gambar 2
Reaktor Pirolisis

Tabel 2
Karakteristik Minyak Jelantah (sudah disaring)

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL


EDI GUNAWAN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

Grafik I A
Harga Viskositas dan Suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda

Grafik I B
Titik nyala dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda

83

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL


EDI GUNAWAN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

Grafik I C
Kadar air % volume dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda

Grafik I D
Massa jenis pada 500C, kg/m3 dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda

84

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL


EDI GUNAWAN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

Grafik I E
Angka asam mgKOH/gr dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda

Grafik I F
Belerang % berat dan suhu dengan ukuran butir (mesh) yang berbeda

85

RANCANG BANGUN UNIT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN BI-OIL

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

EDI GUNAWAN

Untuk ketebalan partikel bahan isian 10 cm,


memperlihatkan hasil harga viskositas lebih rendah
bila dibanding dengan harga viskositas pada ketebalan
5 cm. yaitu 36,7 cSt diikuti nilai angka asam dan kadar
belerang. Kemungkinan ini disebabkan oleh pengaruh
ketebalan bahan isian yang memberikan proses
dekomposisi yang lebih baik. Untuk masa jenis dan
kadar air nilai terendah tetap. Sedangkan untuk harga
titik nyala mengalami penurunan pada suhu 350 oC
sampai dengan 500oC menjadi 111 oC.
Untuk ketebalan partikel bahan isian 15 cm,
ukuran mesh (-6,+8), dengan naiknya suhu pirolisis
semakin menunjukkan penurunan harga viskositas
kinematis yang signifikan. Hal ini disebabkan dengan
butiran yang lebih halus dan tumpukan katalis lebih
tebal, mengalami distribusi suhu dan kontak panas
permukaan partikel lebih bagus dan merata, sehingga
proses dekomposisi termalnya lebih baik sampai batas
suhu pirolisis tertentu. Harga viskositas terendah yang
dicapai terjadi pada suhu 400oC sampai dengan
temperatur 500oC dengan angka tetap 34 cSt diikuti
dengan angka terendah untuk harga kadar air 0 % ,
masa jenis 907 kg/m2, angka asam 0,02 mg KOH/g
dan kadar belerang 0,004 % berat, sedangkan harga
titik nyala maksimum 112oC. Ternyata besarnya
harga-harga ini telah memenuhi enam persyaratan
mutu bio-oil (lihat Tabel 1.)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian perancangan pilot plant
pembuatan bio-oil dari minyak jelantah dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Rancang bangun unit pirolisis skala laboratorium
mampu melakukan proses dekomposisi termal
terhadap minyak jelantah.
2. Ukuran butiran partikel bahan isian (kuarsa)
semakin halus dan penumpukan katalis lebih tebal
akan memberi pengaruh yang lebih baik terhadap
proses dekomposisi termal. Pada penelitian ini diameter partikel terpilih (-6+8) mesh.
3. Kondisi terbaik untuk melakukan dekomposisi
termal yaitu pada suhu 400oC dan ketebalan
bahan isian 15 cm
4. Standar mutu bio-oil yang diperoleh pada suhu
4000C, (-6,+8) mesh. dan ketebalan bahan isian
(kuarsa) 15 cm, sebagai berikut:

86

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 78 - 86

- viskositas kinematis pada 50oC


= 34 cSt.
- titik nyala (mangkok tertutup)
= 112oC
- kadar air % volume
= 0
o
2
- masa jenis pada 50 C , kg/m
= 907
- angka asam mg KOH/g
= 0,02
- kadar belerang % berat
= 0,004
Harga tersebut di atas memenuhi standar mutu
persyaratan bio-oil.
Saran
1. Masih perlu dikaji dan diteliti untuk kapasitas
produksi yang lebih besar untuk itu kemungkinan
perlu dibuat reaktor yang lebih panjang lagi (> 30
cm). Teknologi pirolisis ternyata memakai energi
panas yang cukup tinggi..
2. Hasil penelitian ini belum diuji cobakan terhadap
mesin, maka perlu diuji coba pada mesin untuk
mengetahui uji emisi, torsi, dan lain-lain.
KEPUSTAKAAN
1. Adebanjo, A., 2005, "Production of Fuel and
Chemical from Biomass-Derived Oil and
Lard",University of Saskatchewan, Saskatoon,
India
2. Ayhan Demirbas and Gnen Arin, 2002," An
Overview of Biomass Pyrolysis", Energy Sources,
Volume 24, Number 5, 2002,p. 471 - 482 ,Taylor
& Francis publisher.
3. Lima, G. Daniela, "Diesel-like Fuel Obtain by Pyrolysis of Vegetable Oils, Journal of Annalytical
and Applied Pyrolysis, 2003
4. Nazzal, J.M., 2001," Gas Evolution from the Pyrolysis of Jordan Oil Shale in A Fixed-bed Reactor", Journal of Thermal Analysis and Calorimetry, Media B.V., Formerly Kluwer Academic
Publishers B.V.
5. Profil Kelapa Sawit Indonesia, 2005, Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Medan, Indonesia
6. Zhenyi, C., 2004, "Thermodynamics Calculation
of the Pyrolysis of Vegetable Oils", Energy
Sources, Part A: Recovery, Utilization, and Environmental Effects, Volume 26, Issue 9 July 2004 ,
pages 849 - 856.

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

YUSEP K CARYANA

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 87 - 93

Rancangan Teknis Modul-Modul Adsorben


Penyimpanan Bahan Bakar Gas
Oleh: Yusep K Caryana
Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 4 Desember 2009; Diterima setelah perbaikan tanggal 28 Januari 2010
Disetujui terbit tanggal: 30 April 2010

SARI
Untuk menghindari kesulitan bagi pemakai gas, modul adsorben BBG sektor rumah tangga
hanya efektif digunakan sebagai komplemen LPG 3 kg. Karena modul adsorben BBG sektor
transportasi lebih berat dibanding tabung CNG, pemasangan modul adsorben BBG sektor
transportasi akan menambah beban mesin sehingga akan cenderung meningkatkan konsumsi
spesifik bahan bakar kendaraan bermotor. Namun demikian, tekanan kerja modul adsorben BBG
sektor transportasi yang rendah, akan menurunkan biaya kompresi gas sehingga dapat menurunkan
biaya operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Pada kapasitas penyimpanan
gas yang sama, modul adsorben BBG industri relatif lebih berat dibanding tabung ISO 114392000, tetapi karena tekanan kerja adsorben BBG industri lebih rendah dari tekanan kerja tabung
ISO 11439-2000, maka harga modul adsorben BBG industri cenderung lebih murah dibanding
harga tabung ISO 11439-2000.
Kata Kunci : BBG, Modul Adsorben CNG, Energi.
ABSTRACT
To avoid consumers difficulties, residential adsorbed natural gas module can only be
effectively applied as a complement to subsidized LPG 3 kg. Since vehicle adsorbed natural gas module is more weight than the equivalent CNG tank , the vehicle module on board
installation will increase vehicle engine load. However, the vehicle module working pressure is lower than the equivalent CNG tank pressure. This will decrease gas compression
cost which will bring about lower CNG station operating cost. At the same gas storage
capacity, industrial adsorbent module weight is greater than ISO 11439-2000 CNG tank,
while a lower working pressure of the industrial module bring about less cost of the module compared to the ISO CNG tank.
Keywords: Adsorbed Natural Gas Modules, CNG, Energy.
I. PENDAHULUAN
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BPPEN) 2005 2025 merupakan salah satu acuan dalam
penelitian dan pengembangan sumber energi di Indonesia termasuk gas bumi. BP-PEN mengidentifikasi
kondisi pengelolaan sumber energi gas bumi saat ini,
diantaranya meliputi :
- Akses masyarakat terhadap energi masih terbatas
- Kemampuan/daya beli konsumen dalam negeri
terhadap gas masih rendah

Infrastruktur energi terbatas


Pemanfaatan gas dalam negeri belum optimal

Kondisi yang diharapkan sebagaimana diamanatkan di dalam BP-PEN termasuk gas bumi
diantaranya terdiri dari :
- Meningkatnya akses masyarakat terhadap energi
- Meningkatnya keamanan pasokan energi
- Menyesuaikan harga energi dengan keekonomiannya

87

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN


YUSEP K CARYANA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 87 - 93

- Tersedianya infrastruktur
energi yang memadai
- Meningkatnya efisiensi
penggunaan energi
Upaya yang dilakukan
pemerintah untuk mencapai
kodisi yang diharapkan, diantaranya kebijakan-kebijakan
menyangkut:
- BBG untuk Kendaraan
Bermotor
- Subsidi LPG 3 kg untuk
mengganti minyak tanah
- Subsidi Jaringan Distribusi
Gas Rumah Tangga
- Pemanfaatan Gas Bakaran
(No Flare Policy)
Gambar 1
Fokus Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Gas
- Proyek Percontohan CBM
Sebagaimana tercantum
II. METODOLOGI PERENCANAAN
pada Gambar 1, guna menunjang upaya-upaya
RANCANGAN MODUL ADSORBEN
pemerintah tersebut, kegiatan penelitian dan
PENYIMPANAN BAHAN BAKAR GAS
pengembangan teknologi pelayanan oleh PPPTMGB
LEMIGAS, khususnya teknologi gas, perlu
Metodologi pengembangan modul adsorben
difokuskan pada:
penyimpanan Bahan Bakar Gas (BBG) di
- Adsorben penyimpanan dan distribusi Bahan
Bakar Gas (BBG) sebagai komplemen LPG mau
pun alternatif terhadap jaringan transmisi/distribusi
gas bumi.
- Peningkatan inflow performance sumur CBM
untuk meningkatkan jumlah penyediaan energi di
dalam negeri.
Makalah ini membahas lebih lanjut rencana
penelitian dan pengembangan adsorben penyimpanan
dan distribusi BBG sebagai komplemen LPG mau pun
alternatif terhadap jaringan transmisi dan/atau
distribusi gas bumi, melalui evaluasi rancangan teknis
modul-modul adsorben penyimpanan bahan bakar gas
yang akan dikembangkan oleh PPPTMGB
LEMIGAS. Evaluasi dilakukan terhadap :
- Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG Sektor
Rumah Tangga
- Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG Sektor
Transportasi
- Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG Sektor
Industri.

88

PPPTMGB LEMIGAS tercantum pada Gambar


2. Langkah pelaksanaan pengembangan modul
adsorben penyimpanan BBG adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan kajian terhadap standar referensi
tabung penyimpanan BBG dan/atau LPG meliputi
ISO Standard 11439-2000 dan standar tabung
LPG 3 kg, 12 kg dan 50 kg, untuk mendapatkan
tekanan kerja, kandungan energi dan volume
masing-masing tabung. Untuk modul adsorben
BBG sektor rumah tangga sebagai komplemen
LPG, tekanan kerja diset 15 Bar sedangkan untuk
sektor transportasi dan industri tekanan kerja
ditentukan 100 Bar.
2. Berdasarkan kandungan energi akan didapat
kesetaraan volume BBG, sedangkan berdasarkan
tekanan kerja akan diperoleh biaya kompresi BBG.
Harga gas di pasar merupakan penjumlahan dari
harga gas awal sebagaimana ditetapkan oleh
pemerintah ditambah biaya kompresi yang
diperlukan.
3. Dengan mengetahui kesetaraan volume BBG
maka akan diperoleh berat modul adsorben BBG

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN


YUSEP K CARYANA

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS


VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 87 - 93

Gambar 2
Metodologi Perencanaan Rancangan Teknis Modul Adsorben BBG

4.

5.
-

yang diperlukan sehingga dapat diketahui harga


modul adsorben BBG yang diperlukan.
Adsorben BBG harus dilindungi oleh material
pelindung yang jumlahnya ditentukan berdasarkan
volume kesetaraan tabung berdasarkan referensi
standar. Berat dan harga material pelindung
adsorben BBG akan menentukan berat dan harga
modul adsorben BBG.
Akhirnya, diperoleh Rancangan Teknis Modul
Adsorben BBG, terdiri dari :
Modul Adsorben BBG Sektor Rumah Tangga
sebagai Komplemen LPG/Alternatif pipa
distribusi gas, dengan tekanan kerja 15 Bar.
Modul Adsorben BBG Sektor Transportasi, media penyimpanan BBG sebagai bahan bakar untuk
kendaraan bermotor dengan tekanan kerja 100 Bar.
Modul Adsorben BBG Sektor Industri media
penyimpanan BBG untuk industri dengan tekanan
kerja 100 Bar.

III. RANCANGAN TEKNIS MODUL


ADSORBEN BBG SEKTOR RUMAH
TANGGA
Kapasitas penyimpanan BBG dalam karbon aktif
terutama tergantung dari tekanan kerja, porositas

mikropori dan luas permukaan karbon aktif. Pada


tekanan kerja 15 Bar, hasil riset berbagai lembaga
penelitian di dunia untuk produk karbon aktif yang
dibuat khusus untuk tujuan penyimpanan BBG terlihat
pada Gambar 3. Luas permukaan karbon aktif dunia
berkisar dari 610 m2/g sampai dengan 3882 m2/g.
Sedangkan kapasitas adsorpsi BBG (terutama CH4)
pada tekanan kerja 15 Bar berkisar antara 0,06 g/g
sampai dengan 0,19 g/g9.
Untuk membuat tabung adsorben karbon aktif
penyimpanan BBG, maka diperlukan semacam zat
perekat (binder) supaya karbon aktif dapat dicetak
tekan membentuk kemasan adsorben penyimpanan
BBG. Penambahan zat perekat ini akan menurunkan
kapasitas penyimpanan BBG dari karbon aktif.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, penambahan
zat perekat akan menurunkan kapasitas penyimpanan
BBG sekitar 10%.
Berdasarkan Gambar 3, supaya adsorben karbon
aktif optimal digunakan sebagai media penyimpanan
dan distribusi BBG sektor rumah tangga atau sebagai
komplemen LPG, maka diperlukan luas permukaan
adsorben karbon aktif sekitar 3000 m2/g. Dengan
demikian, akan diperlukan adsorben karbon aktif
sekitar 5,75 kg untuk menyimpan dan distribusi satu
89

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

YUSEP K CARYANA

(1) m3 BBG (efektif setara dengan sekitar 0,725 kg


LPG) pada tekanan kerja 15 Bar.setelah mempertimbangkan sisa BBG sekitar 15 % - 20% dalam
adsorben pada tekanan atmosferik saat penggunaan
di rumah tangga pemakai gas bumi3,11,12.
Jika tabung adsorben BBG akan diimplementasikan sebagai komplemen terhadap penyediaan
tabung LPG 3 kg, berdasarkan perhitungan
kesetaraan energi LPG dan BBG, akan diperlukan
adsorben karbon aktif sekitar 18,5 kg untuk
menyimpan sekitar 4,16 m3 BBG pada tekanan kerja
15 Bar. Dengan cara yang sama, dapat ditentukan
kesetaraan volume BBG, perkiraan berat adsorben
dan harga BBG untuk komplemen LPG 12 kg serta
LPG 50 kg, sebagaimana terlihat di Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagai komplemen
LPG 12 kg dan komplemen LPG 50 kg akan diperlukan
berat adsorben BBG masing-masing 73,6 kg dan 306,7
kg yang dapat menimbulkan kesulitan bagi pemakai
gas. Oleh karena itu, adsorben BBG hanya dapat
digunakan sebagai komplemen LPG 3 kg.
Biaya kompresi gas diperkirakan berdasarkan
biaya kompresi rata-rata per kandungan energi BBG
pada tekanan 200 Bar. Jika biaya kompresi rata-rata
adalah Rp 8.100 /MMBTU/200 Bar, maka biaya
kompresi rata-rata untuk 15 Bar adalah sekitar Rp
735. Dengan harga awal BBG Rp 2.507/m3 maka
harga 4,16 m3 BBG yang didistribusikan melalui tabung
adsorben adalah sekitar Rp 11.140, yang relatif lebih
murah dibanding harga LPG bersubsidi 3 kg yang
mencapai Rp 13.500.
Bahan baku adsorben BBG adalah serbuk karbon
aktif yang bisa dicetak-tekan sesuai kebutuhan standar
keamanan maupun estetika bentuk atau dimensi yang
fleksibel sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Tabung
adsorben BBG yang berisi adsorben porous, dilapisi
material pelindung yang tahan terhadap tekanan kerja
15 Bar dengan dimensi yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan, misalnya seperti tabung LPG 3
kg.
IV. RANCANGAN TEKNIS MODUL
ADSORBEN BBG SEKTOR
TRANSPORTASI
Sejalan dengan perencanaan rancangan tabung
adsorben penyimpanan Bahan Bakar Gas seperti di
Gambar 2, garis besar rancangan teknis modul
adsorben BBG sektor transportasi tercantum pada
Tabel 4.
90

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 87 - 93

Tabel 3
Perhitungan Kesetaraan Adsorben BBG
sebagai Komplemen LPG

Berat LPG,
kg

Setara Volume
Berat
Adsorben, kg
BBG, m3

4,16

18,4

12

16,63

73,6

50

69,3

306,7

Gambar 3
Hubungan Kapasitas Penyimpanan CH4
Dengan Luas Permukaan Karbon Aktif. 9

Gambar 4
Penurunan Kapasitas Penyimpanan CH4
Sebagai Akibat Penambahan Binder. 9

Untuk menyimpan volume BBG yang sama


(15,675 LSP), modul adsorben BBG sektor
transportasi lebih berat dibanding tabung CNG.
Sebagai contoh, tabung CNG untuk taksi dengan vol-

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

YUSEP K CARYANA

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 87 - 93

Tabel 4
Perbandingan Modul Adsorben BBG Sektor Transportasi - Tabung CNG
Jenis Tabung

Tekanan
Tabung, Bar

Volume BBG,
LSP

Volume,
LWC

Berat Tabung,
kg

Perkiraan Biaya
Kompresi, Rp

CNG

200

15,675

57

137,2

1.378

Adsorben BBG

100

15,675

57

170,3

674

Keterangan : LWC : Liter Water Capacity ; LSP ; Liter Setara Premium

ume kapasitas air sekitar 57 liter memiliki berat sekitar


137,2 kg, sedangkan berat modul adsorben BBG
sektor transportasi mencapai 170,3 kg. Sekali pun
volume penyimpanan 15, 675 LSP (250 v/v) telah
melampaui target penyimpanan Department of Energy Amerika Serikat (150 v/v), jika modul adsorben
BBG sektor transportasi dipasang pada taksi,
penambahan berat adsorben sekitar 33,1 kg akan
mengurangi mobilitas kendaraan karena akan
menambah beban mesin sehingga akan meningkatkan
konsumsi spesifik kendaraan bermotor.
Namun demikian, tekanan kerja modul adsorben
BBG sektor transportasi relatif rendah dibanding
tekanan kerja tabung CNG. Sebagaimana terlihat pada
Tabel 4, tekanan kerja modul adsorben BBG sektor
transportasi hanya sekitar 100 Bar dibanding tekanan
kerja tabung CNG yang mencapai 200 Bar.
Rendahnya tekanan kerja modul adsorben BBG sektor
transportasi akan menurunkan biaya kompresi
sehingga akan menurunkan harga BBG di konsumen
atau dapat menurunkan biaya operasional Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG)
Sebagaimana halnya sektor rumah tangga, bentuk
modul adsorben BBG sektor transportasi akan memiliki
tingkat fleksibilitas yang tinggi sesuai tuntutan
persyaratan keamanan mau pun rencana penempatan
modul adsorben BBG sektor transportasi pada
kendaraan bermotor. Sebagai contoh pada Gambar6, modul adsorben BBG sektor transportasi bisa
dicetak-tekan berbentuk balok dengan dimensi sesuai
volumenya, sedangkan tabung CNG yang selama ini
digunakan berbentuk silinder. Penempatan tabung
silinder CNG di kendaraan bermotor sudah ditentukan
sesuai standar keamanan.Sementara itu, modul
adsorben BBG sektor transportasi bisa dicetak-tekan
dan/atau ditempatkan sesuai ketersediaan ruangan
pada kendaraan bermotor.

Gambar 5
Contoh Modul Adsorben BBG Sektor Rumah
Tangga Komplemen LPG 3 kg

Gambar 6
Fleksibilitas Tabung Adsorben BBG
Versus Tabung CNG6

91

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

YUSEP K CARYANA

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 87 - 93

V. RANCANGAN TEKNIS MODUL


TABUNG ASORBEN BBG UNTUK
INDUSTRI

Biaya kompresi gas dalam modul adsorben BBG


industri adalah sekitar Rp 1,45 Milliar, yang relatif
lebih rendah dibanding biaya kompresi gas dalam
tabung ISO 11439-2000, yang mencapai sekitar Rp
3,65 Miliar. Selain itu, karena tekanan kerja modul
adsorben BBG industri hanya 100 Bar maka material pelindung modul adsorben BBG industri akan

Industri yang beroperasi di daerah tanpa jaringan


transmisi atau distribusi gas bumi masih dapat
menggunakan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan
energi atau bahan baku melalui
penyediaan gas dengan tabung BBG
industri. Tabung BBG industri ini bisanya
dikembangkan berdasarkan ISO StanGambar 7
Perbandingan Modul Adsorben BBG Industri Dengan
dard 11439-2000. Sebagai contoh, tabung
Tabung ISO 11439-2000. 10,11
BBG komposit tipe 4 yang dikembangkan
berdasarkan ISO Standard 11439-2000
mempunyai ukuran diameter 1,08 m dan
panjang 11,6 m. tabung ISO Standard
11439-2000 ini dapat memuat sekitar
0,355 MMSCF gas bumi pada tekanan
kerja 250 Bar, dengan berat isi kurang
lebih 4.875 kg. Contoh spesifikasi tabung
ISO Standard 11439-2000 terlihat pada
Tabel 5.
Sejalan dengan perencanaan
rancangan modul adsorben BBG di
Gambar 2, garis besar rancangan teknis
modul adsorben BBG industri tercantum
pada Tabel 6 dan Gambar 7.
Jika dibandingkan, untuk menyimpan
Tabel 5
Contoh Spesifikasi Tabung BBG ISO Standard 11439-200011
jumlah gas yang sama sekitar 0,355
MMCF, tekanan kerja tabung ISO 11439Sertifikasi
ISO 11439-2000
2000 adalah 250 Bar sedangkan tekanan
Dimensi
1.08 m x 11.6 m
Volume Kapasitas Air
8400 liter
kerja modul adsorben BBG industri hanya
Tekanan Kerja
250 Bar
100 Bar. Tetapi berat modul adsorben
Tekanan Test
700 Bar
BBG industri mencapai 6.750 kg
Kapasitas Penyimpanan BBG 2516 NM3 atau 88,86 MSCF
sedangkan berat tabung ISO 11439-2000
Massa Gas / Tabung
1.845 kg
hanya sekitar 4.875 kg. Jadi, berat tabung
adsorben BBG lebih besar dibanding
Berat Tabung dan BBG
4.875 kg
tabung ISO 11439-2000 supaya memiliki
kapasitas penyimpanan gas yang sama.

Tabel 6
Perbandingan Modul Adsorben BBG Industri Dengan

Jenis Tabung

92

Tekanan
Tabung, Bar

Volume Gas,
MMCF

Berat
Perkiraan Biaya Perkiraan Harga
Tabung, kg Kompresi, Rp
Tabung, Rp

ISO 11439-2000

250

0,355

4.875

3.625.000.000

1.197.000.000

Adsorben BBG

100

0,355

6.750

1.450.000.000

467.000.000

RANCANGAN TEKNIS MODUL-MODUL ADSORBEN

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

YUSEP K CARYANA

relatif lebih murah dibanding material tabung ISO


11439-2000 yang harus mampu menahan tekanan
kerja sampai dengan 250 Bar. Akibatnya, harga modul
adsorben BBG industri akan cenderung lebih murah
dibanding harga tabung ISO 11439-2000 sebagaimana
terlihat pada Tabel 6 mau pun Gambar 7.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, beberapa hal
penting yang dapat disimpulkan meliputi :
- Untuk menyimpan satu (1) m3 BBG (efektif setara
dengan sekitar 0,725 kg LPG) pada tekanan kerja
15 Bar diperlukan adsorben BBG sekitar 5,75 kg.
- Supaya tidak menimbulkan kesulitan bagi pemakai
gas, modul adsorben BBG sektor rumah tangga
hanya efektif digunakan sebagai komplemen LPG
3 kg.
- Untuk menyimpan volume gas yang sama, modul
adsorben BBG kendaraan bermotor lebih berat
dibanding tabung CNG.
- Pemasangan modul adsorben BBG kendaraan
bermotor akan menambah beban mesin karena
berat adsorben BBG lebih besar dibandng tabung
BBG.
Karena tekanan kerja modul adsorben BBG
kendaraan bermotor relatif lebih rendah dibanding
tekanan kerja tabung CNG maka untuk
menyimpan volume yang sama, biaya kompresi
gas modul adsorben BBG kendaraan bermotor
relatif lebih rendah dibanding biaya kompresi gas
tabung CNG. Penurunan biaya kompresi gas akan
menurunkan biaya operasional Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Gas (SPBG).sehingga dapat
menurunkan harga BBG di konsumen.
- Sekali pun berat modul adsorben BBG industri
lebih tinggi dibanding berat tabung ISO 114392000, tetapi karena biaya kompresi gas modul
adsorben BBG industri lebih rendah dibanding
biaya kompresi gas tabung ISO 11439-2000, maka
pada kapasitas penyimpanan gas yang sama,
harga modul adsorben BBG industri cenderung
lebih murah dibanding harga tabung ISO 114392000.

VOL. 44. NO. 1, APRIL 2010: 87 - 93

KEPUSTAKAAN
1. Banks, M et.al., 2007, Conversion Of Waste
Corncob To Activated Carbon For Use Of Methane Storage, ALLCRAFT, Lincoln University,
Columbia
2. Baker, F.S., U.S. Patent No. 5,710,092, Jan. 20,
1998.
3. Bandosz T J, et al. 2003, Chemistry And Physics Of Carbon, Ed. L R Radovic (New York:
Marcel Dekker)
4. Bansal R C, et al. , 1988, Active Carbon, Marcel
Dekker, New York:.
5. Burchell, Tim, 2000, Carbon Fiber Composite
Adsorbent Media for Low Pressure Natural Gas
Storage, Carbon Materials Technology Group,
Oak Ridge National Laboratory
6. Burchell, Tim & Rogers, Mike, 2000, Low Pressure Storage of Natural Gas for Vehicular Applications, SAE Technical Paper Series 2000-012205
7. Chang, K. et al., 1996, Behavior And Performance Of Adsorptive Natural Gas Storage Cylinders During Discharge, Appl. Therm. Eng.,
359374.
8. Chen Jinfu Qu, 2004, Adsorbent of Storage
Natural Gas & its Use In ANGV, Environmental Engineering Research & Development Center,
University of Petroleum, Beijing
9. Haiyan Liu, et al., 2004, Adsorption Behavior
Of Methane On High Surface Area Active Carbon, Institute of Coal Chemistry, Chinese
Adademy of Siciences, Shanxi, China.
10. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=cng+
compression+cost&btnG-Telusuri&meta=&aq
=null&oq-natural+gas+compression+cost.
11. International ISO Standard, 2000, Gas cylinders
High Pressure Cylinders For The On-Board
Storage Of Natural Gas As A Fuel For Automotive Vehicles, 1st Ed. , International ISO Standard 11439, Geneva.

93

INDEKS SUBYEK

Energi 88, 89, 91

Aromatik 46,47, 48, 49,53, 54

Energy 90

Aromatic 36
Aromatic content 70

Analisis jarak terpendek 55

Fuel 32

Bahan bakar 32, 33, 35, 37

GGR Technology 12

Bemera 46, 47, 48, 53, 54

Grading 63, 64, 65, 66, 67, 68,69

Benzene 46

Green diesel 32, 33, 34, 35, 36, 37

Blending 63, 69
Bio-oil 78, 79, 80, 81, 82, 86

Biofuel 32, 33

Hidrogenasi 32, 33, 35

Biodiesel 32, 33, 34, 38

Harga pancung porositas 1, 2, 3, 9, 10

Biooil 32

Hydrotreating 32, 33, 34, 35, 38

Biofuels 32
Bio-diesel 32

Bio-ethanol 32

ICP 63, 64, 65, 68

Bio-oil 32
BBG 87, 88, 89, 90, 91, 92

J
Jelantah 78, 79, 80, 81, 86

Jalur pipa 55, 56, 57, 58, 60, 61

Calculation cetane index 36, 37


Crude oil 63, 64, 65, 67, 69

Catalyst 32, 38

Kandungan aromatik 70, 71, 72, 73, 77

CNG 88, 90, 92

Kinerja mesin 70, 74, 77


Katalis 32, 33, 34, 35, 36, 37

D
Data injeksi air raksa 1, 2, 10

Dual porosity pseudo steady state 19

Limestone reservoirs 1

Estimation of hydrocarbon in place 1

Metode baru 1

Engine performance 70, 72

Mercury injection data 1

Minyak bumi 63, 64, 65, 66, 67,68, 69

Minyak solar 32, 35, 36

Reservoir batugamping 1, 2, 9

Model reservoir 19, 24, 28, 30

Reservoir model 19

Modul adsorben CNG

Remote sensing 55, 56, 58, 61


Regulation 55

N
New Method 1

Nearest distance analysis 55

Specification 46

Octane value 46

Tata ruang 12, 13, 14, 16, 17

Olefin 46, 47, 48, 53,54

Teknologi GGR 12

Penentuan akumulasi hidrokarbon 1

Unik 209, 210

Porosity cut-off 1, 11

Unique 209

Pyrolysis 78, 86

Urban planning 12

Penginderaan jauh 55, 56, 57, 60, 61, 62

Uji sumur minyak 19

Peraturan 55, 56, 58, 61, 62


Pipeline 55, 58

W
WWFC 46, 47, 48, 53,54

ii

PEDOMAN PENULISAN MAJALAH LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS (LPL)


UMUM
1. Majalah Lembaran Publikasi Lemigas (LPL) adalah media yang khusus diperuntukan bagi karya tulis para Peneliti dan Tenaga Fungsional
PPPTMGB LEMIGAS, memuat analisis, kajian dan tinjauan ilmiah mengenai subjek-subjek yang berkaitan dengan industri minyak dan gas
bumi, terutama yang dilakukan oleh PPPTMGB LEMIGAS.
2. Redaksi LPL, secara selektif juga menerima tulisan-tulisan dari para ahli baik perseorangan ataupun kelompok, baik atas nama pribadi maupun
instansi pemerintah/swasta namun lebih berbobot. Hal ini dimaksudkan sebagai contoh guna mendorong dan meningkatkan mutu para penulis
intern LEMIGAS.
STANDAR PENULISAN
1. Bahasa
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan kaidah/istilah bahasa Indonesia yang telah dibakukan berpedoman
pada: a. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Lembaga Pembinaan Bangsa. b. Kamus Miyak dan Gas Bumi, terbitan PPPTMGB
LEMIGAS. c Kamus bahasa Inggris.
2. Naskah/Artikel
Judul artikel ditulis pada baris pertama (paling atas), rata kiri (left), memakai huruf besar kecil ukuran 24 points.
- Nama penulis ditulis pada baris kedua di bawah judul artikel.
- Abstrak/Sinopsis/Sari karangan merupakan keharusan ditulis dalam bahasa Indonesia serta bahasa Inggris dan ditetapkan pada
awal artikel/tulisan. Abstrak tidak boleh lebih dari 200 kata.
- Artikel disertai dengan kata kunci yang ditulis dibawah judul artikel.
- Teks artikel diketik dengan komputer (MS Word), di atas kertas putih ukuran A4, dengan jarak baris 1 spasi.
- Sitasi (kutipan) atas pendapat para ahli, disamping dapat dengan dikutip secara verbatim, juga harus diberi nomor urut dengan
hurup arab superscript untuk penjelasannya dalam catatan kaki.
- Catatan kaki ditulis dalam satu halaman sesuai dangan nomor catatan kaki yang bersangkutan. Catatan kaki ditulis horizontal
dengan urutan sebagai berikut: nama pengarang, tahun penerbitan, judul, halaman yang dikutip. Data Publikasi (Kota Penerbitan,
Nama Penerbitan, jumlah halaman).
- Pendahuluan secara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan, dan pentingnya penelitian. Jangan menggunakan subbab.
- Bahan dan Metode harus secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian dengan rincian secukupnya sehingga memungkinkan
peneliti lain untuk mengulangi penelitian yang terkait.
- Hasil disajikan secara jelas tanpa detil yang tidak perlu. Hasil tidak boleh disajikan sekaligus dalam tabel dan gambar.
- Tabel disajikan dalam bahasa Indonesia, dengan judul di bagian atas tabel dan keterangan. Tabel diketik menggunakan program
MS-Excel.
- Gambar, grafik, potret dan lain-lain: semuanya asli, jelas memenuhi syarat untuk peroses pencetakan: serta diberi nomor urut
dan judul.
- Kesimpulan disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud, tujuan, serta hasil penelitian.
- Di samping naskah dan lampiran penunjang seperti gambar/grafik, kirimkan juga disket/CD nya ke redaksi atau melalui e-mail:
agus salim@lemigas.esdm.go.id
3 Kepustakaan
Kepustakaan adalah daftar literaktur (buku atau non buku) yang dipakai oleh Penulis dalam meyusun naskah/artikel.
Kepustakaan ditulis pada akhir karangan dengan urutan secara alfabetis berdasarkan nama pengarang, seperti contoh sebagai berikut;
a. Buku
- Satu pengarang
Davis, Gordon B., 1976, Management Information System, Conceptual Foundation Structur and developnet, Me Graw Hill.
- Dua Pengarang
Newman W.H. dan E. Kirby Warren, 1977, The Procces of Management, Concept, Behavior, and Pratice, Pretice-Hall of India
Privat Ltd., New Delhi, hlm. 213.
- Lebih dari tiga pengarang
Bennet J.D., Bridge D. Mcc, Cancron N. R., Djunudin A, Ghazali S. A, Jeffry D.H., Kartawa W., Keats W Rock N.M.S., dan
Thompos S.J 1981, The Geology of the Langsa Quadrange, Sumatra, GRDC, Bandung.
Atau disingkat
Bannet J.D., dkk., 1981. The Geology of the Langsa Quadrangle, Sumatra, GRDC, Bandung.
b. Non buku
- Udiharto M., 1992. Pengaruh Aktivitas Bakteri Termofil terhadap Porositas Batuan, Diskusi Ilmia VII Hasil Penelitian Lemigas,
Februari, PPTMG LEMIGAS, Jakarta.
- Weissmann J., Dr.: 1972, Fuel for internal Contribution Engines and Furnace, Report, Inhouse Research, Mei, LEMIGAS,
Jakarta.
- Gianita Gandawijaya, 1994,Teknologi GPS, Alat Bantu Navigasi Pesawat Terbang, Kompas, Juli 27, Jakarta.
c. Web sites :
http://www.environmental law net.com. Sebutkan tanggal bulan dan tahun.
WEWENANG REDAKSI
a. Dewan redaksi berhak melakukan penyunpingan atas suatu artikel termasuk mengubah judul artikel.
b. Naskah yang telah diperiksa dewan redaksi dan dianggap perlu perbaikan akan dikirim kembali kepada penulis untuk diperbaiki.
c. Naskah yang tidak bisa dimuat akan dikembalikan kepada penulis.
REDAKSI
Lembaran Publikasi Lemigas menerima sumbangan naskah dari penulisan di luar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi LEMIGAS dengan ketentuan isinya memenuhi kriteria standar Majalah Lembaran Publikasi Lemigas.

Anda mungkin juga menyukai