8. Menurut Peta Kepentingan. Peta kepentingan lebih berbicara pada persoalan klasifikasi tipe
tujuan (seperti pada poin A), misalnya terdiri dari kepentingan ekonomi (promosi/ profit & nonprofit), edukasi, politik, sosial-budaya.
9. Menurut Peta Sejarah (Retrospeksi & Koleksi)
10. Menurut Peta Geografis
11. Menurut Hasil Penelitian.
Tempo Pameran
Pameran-pameran di bawah ini dikategorikan berdasar dari waktu yang dipakai. Kategori waktu tidak
dibatasi dengan pengertian jam, hari atau kala yang terbatas secara jelas, namun lebih berdasar pada
seberapa lama penggunaan waktunya. Berikut kategori tersebut:
1. Pameran Tetap/ Permanen
2. Pameran Temporer/ Insidental
3. Pameran Keliling
4. Pameran Berkala
Struktur Lokasi
Sedangkan praktik pameran berdasar struktur lokasi1 pameran sebagai bagian dari representasi
alternatif, bahkan dapat dianggap pula sebagai bagian dari kesadaran seni rupa kontemporer yang
menerobos berbagai hal, dapat dibagi sebagai berikut:
1. Pameran dengan struktur baru (new structure), yaitu struktur yang dibuat untuk sebuah proyek
yang spesifik. Contohnya pembuatan model pameran yang lain daripada yang lain dengan
mengambil analogi seperti pameran dengan aktivitas jalan-jalan (sightseeing), seperti yang terlihat
pada proyek Traveling Exhibition by Nano Museum yang dikelola oleh Nano Museum atau yang
dibuat oleh Robert Wagner Museum atau contoh khusus yang ada di Indonesia oleh Eddie Hara
dan Ellen Ursellmann yang berjalan-jalan di kota Jogja selama 24 jam.
2. Pameran dalam konteks kehidupan nyata/sehari-hari yang dipertahankan selama durasi waktu
tertentu masa pameran. Ini merupakan pengelolaan pameran di ruang-ruang antara yang dipilih
dari tempat-tempat aktivitas kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah pameran di ruang dapur
(kitchen exhibition), kamar hotel, dan sebagainya yang diubah menjadi tempat pameran untuk
jangka waktu tertentu. Sedang di Indonesia pernah dilakukan oleh Krisna Murti yang menggelar
seni multimedianya di WC umum atau Edo Pilu pada karya Dewa Swasembada Anarkhi (1997) di
pameran Slot in the Box yang berada di kamar mandi Galeri Cemeti (kini Cemeti Art House)
Jogja.
3. Pameran yang menginfiltrasi ke dalam struktur atau lembaga yang tidak didesain untuk
merepresentasikan seni rupa. Model ini ialah proyek yang dikelola misalnya pameran seni rupa
kontemporer dalam suatu ruang diorama museum tertentu atau pada supermal seperti pameran di
instalasi di Plaza Senayan.
4. Pameran yang diadakan dalam konteks yang sama dengan kecenderungan ruang pamerannya. Ini
adalah pameran yang dibuat dalam suatu institusi dengan skala yang sama dengan membuat
pergantian susunan atau struktur yang biasanya dipakai. Misalnya Asia Pacific Triennalle yang
diadakan di Queensland Art Gallery, biasanya galeri hanya berpameran dengan skala kecil, kini
dibuat untuk memberi rangsangan dengan menggelar pameran dengan skala yang sangat besar.
5. Pameran yang memiliki mobilitas yang besar, yang tidak terikat dengan salah satu tempat sebagai
base-nya. Contohnya proyek seni Do it suatu proyek kumpulan beberapa instruksi dari seniman
yang dibawa pada suatu lokasi yang responsif, dimana para penonton menjadi partisipan atau
pemain dalam karya seni tersebut. Proyek ini diadakan di Ritter Kunsthalle di Klagenfurt (Austria),
di CCA Glasgow dan FRAC des Pays de Loire (Nantes, Prancis), sedang di Indonesia pernah ada
1
Pendapat Hans Ulrich Obrist, In the Midst of Things, At the Centre of Nothing, dalam Art & Design
Magazine, dengan isu: Curating The Contemporary Art Museum and Beyond, 1997.
(walaupun dengan skala kecil tetapi sejenis) seperti Aksi Seni Rupa Publik (1999) di seantero kota
Yogyakarta atau pameran seni rupa jerami, ranting, dan angin di Warung Sawah (Warsawa)
Nitiprayan Yogyakarta (2002), dan lainnya yang sejenis.
Dari ulasan dan pengkategorian sistem dan karakter pameran semacam ini, dapat diambil
manfaatnya sebagai upaya untuk mempermudah pengomunikasian pikiran, selain antara perencana dan
pelaksana, juga pada penyelenggara pada publik yang akan menontonnya. Pembacaan jenis pameran
semacam ini jelas akan semakin mempermudah penyajian dan teknis pengerjaannya. Tentu pada setiap
jenis pameran perlu dicari konsentrasi mana yang harus dikerjakan lebih utama dan didahulukan,
karena memakan waktu yang lama dan cenderung memiliki hambatan paling besar.
Perlu diingat bahwa pengelompokan dengan berbagai jenis pameran tidak dimaksudkan untuk
semakin mempersempit pilihan, namun dimaksudkan sebagai kajian detail yang bersifat memilah yang
bersifat komprehensif.
Oleh karena itu, tidak berarti bahwa dalam pengelompokan pameran seperti dalam buku ini,
penyelenggara hanya dapat melakukan satu sistem, kategori, atau konsep saja, namun sangat terbuka
kemungkinan penyelenggara untuk melakukan terobosan-terobosan, misalnya dengan menggabunggabungkan tipe, karakter, tempo, struktur lokasi pameran dengan cara yang kreatif, misalnya pameran
retrospektif kelompok seni rupa XXX, Trienial Seni Potret, Bienial Cat Air & Akrilik, Gold and
Civilisation Exhibition, Journalist Caricature-Traveling Exhibition, Pameran Cinta dan Kematian:
Seni Era Renaissance, Tecno-Craft: The Works of Susan Cohn Solo Exhibition, Pameran Instalasi
dan Patung Jerami di Sawah, pameran seni rupa Kamar Mandi dan Sikat Gigi, atau pameran yang
pernah terjadi di Autralia berupa pameran DIKURASI yang dilakukan oleh 6 kurator dalam satu
ruang pamer, dan lain-lain.
Perencanaan dalam menentukan jenis pameran akan menjadi semakin berpengaruh dan menarik
bagi publiknya (sebut saja masyarakat umum yang ditempati pameran) bila pameran itu memang
mencoba menggali dan memanfaatkan kejadian-kejadian, mengelaborasikan wacana dengan penelitianpenelitian, perangkat sumber daya yang ada, atau mencoba menggali penemuan yang sama sekali
baru dan terkini yang belum ada pada ruang/tempat pameran yang disinggahinya.
Semua terbuka untuk dibongkar, dianulir atau pun dimaknai ulang. Agar seni rupa kita juga
berkembang, baik praktik maupun wacana di baliknya.