Anda di halaman 1dari 11

1

SISTEM EKSTRAKSI BIOFUEL ALGA BERBASIS CUP (COMPUTER


ULTRASONIC PROGRAM)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan globalisasi tidak hanya membawa perubahan pada gaya
hidup manusia, tetapi juga gaya hidup alam yang kini serba kekurangan. Negara
Indonesia yang memiliki banyak sumber daya minyak, kini seperti kehilangan jati
dirinya. Krisis energi terjadi sejak tahun 90-an, baik itu minyak dan gas. Berjutajuta barel minyak didatangkan dari luar negeri guna memenuhi kebutuhan
penduduk Indonesia. Dari tahun ke tahun, Indonesia dikenal sebagai negara yang
selalu mengalami penurunan produksi minyak. Pada tahun 1977 produksi minyak
Indonesia adalah 1,68 Juta barel per hari, lalu pada tahun 2009 menurun menjadi
960 ribu barel per hari. Pada tahun lalu 2010 produksi minyak Indonesia hanya
950 ribu barel per hari.
Sumber energi minyak begitu diandalkan di Indonesia. Padahal menurut
perhitungan, jika Indonesia tetap mempertahankan sistem produksi minyak seperti
saat ini, Indonesia hanya memiliki cadangan minyak untuk 12 tahun lagi.
Indonesia harus segera memikirkan langkah strategis yang akan dilakukan
sebelum 12 tahun itu terjadi. Sumber energi alternatif menjadi pilihan mutlak
yang harus dilakoni.
Banyak sumber energi alternatif yang sebenarnya saat ini telah ditemukan.
Namun, bentuk implementasinya yang masih kurang. Salah satunya adalah
dengan memanfaatkan alga. Alga adalah tumbuhan yang memiliki kandungan
minyak sama seperti minyak bumi. Potensi alga ini telah banyak diteliti dan sudah
menjadi kesepakatan bersama bahwa alga adalah sumber energi alternatif yang
sangat ramah lingkungan karena memiliki kemampuan untuk membakar secara
sempurna. Meskipun hal tersebut sudah diketahui banyak negara, termasuk
Indonesia, namun Indonesia masih belum mengaplikasikan alga sebagai biofuel.
Alasannya adalah terbatasnya teknologi dan biaya operasional dalam sistem
ekstrak minyak alga untuk biofuel yang masih mahal. Padahal jika kita melihat
struktur minyak dalam alga yang bersifat lipid, kita dapat menentukan metode lain
dalam sistem ekstraksi. Metode tersebut adalah dengan menggunakan ekstraksi
secara fisika dimana sel mikrolaga dapat pecah jika diberi ambang bunyi minimal
sebesar 180 dB dan frekuensi sekitar 28 kHz atau dalam kata lain diberi
gelombang bunyi ultrasonik. Ultrasonik yang paling mudah dan murah saat ini
adalah menggunakan media komputer atau CUP (Computer Ultrasonic Program).
Hal tersebut yang melandasi penulis membuat PKMGT ini dengan judul, Sistem
Ekstraksi Biofuel Alga Berbasis CUP (Computer Ultrasonic Program) dengan
harapan dapat menjadikan biofuel alga terimplementasikan dengan baik di
Indonesia dengan harga operasional yang murah.

Tujuan dan Manfaat


1)
2)
3)
4)

Tujuan dari gagasan tertulis ini adalah:


Memaparkan solusi sumber energi alternatif terbarukan yang ramah
lingkungan.
Memaparkan sistem kerja biofuel dari alga.
Memaparkan cara mengekstrak alga untuk dijadikan biofuel.
Mengetahui sistem ekstraksi alga biofuel menggunakan CUP (Computer
Ultrasonic Program).

Sementara itu, manfaat dari gagasan tertulis ini adalah:


1) Memberikan solusi inovatif perihal biofuel alga yang murah dan efisien
kepada pemerintah untuk dapat diimplementasikan di Indonesia.
2) Memacu para ilmuwan untuk dapat meneliti dan melakukan uji coba terhadap
sistem ekstraksi alga berbasis CUP (Computer Ultrasonic Program) lebih
lanjut.
3) Memberikan dorongan kepada masyarakat untuk bisa membuat biofuel alga
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari guna memenuhi
keberlanjutan energi.
GAGASAN
Kondisi Kekinian
Harga bahan bakar minyak yang melambung tinggi akan terus terjadi
setiap tahunnya, mengingat energi tak terbarukan akan habis seiring dengan
zaman. Pemikiran Indonesia masih terbatas pada minyak bumi seperti solar dan
premium. Padahal menurut Pertamina pada tahun 2012, kandungan gas di
Indonesia lebih banyak dibandingkan minyak. Bahan Bakar Gas (BBG)
sebetulnya dapat menjadi solusi pengganti BBM. Namun BBG ini tidak akan
berlangsung lama karena masih termasuk energi tak terbarukan yang hanya
mengandalkan kekayaan alam.
Banyak energi alternatif yang telah ditemukan, seperti biogas, biomasa,
biofuel, dan lain-lain. Energi alternatif itu berbasis organik yang ramah
lingkungan. Sumber energi yang ditemukan bervariasi, mulai dari tumbuhan
seperti tanaman jarak, rumput, sampah organik, atau hewan seperti bakteri dan
kotoran ternak. Permasalahan yang terjadi saat ini bukan lagi berbicara tentang
sumber energi yang dapat digunakan, karena informasi seperti itu sebetulnya
sudah banyak tersedia di media. Permasalahan intinya adalah implementasi yang
sering kali tidak dilakukan karena masalah operasional yang terlalu mahal atau
kurang efektif.
Kebutuhan minyak bumi per hari di Indonesia akan semakin meningkat,
karena jumlah penduduk yang terus bertambah. Kita tidak bisa mengandalkan
cadangan minyak dalam bumi saja. Langkah konkret untuk mensubtitusi premium
atau solar menjadi biofuel harus segera dilakukan. Banyak inovasi yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat seperti biofuel dari limbah organik. Namun
perkembangan inovasi itu tidak dibarengi dengan aplikasi yang nyata. Indonesia

masih kurang dalam hal teknologi pengolahan. Untuk membuat biofuel dari
limbah organik, setidaknya Indonesia harus memiliki peralatan canggih seperti
mesin pembakaran diesel, ruang fermentasi, dan alat ekstraksi. Ekstraksi
merupakan sistem pemisahan zat yang terkenal sangat mahal dibandingkan alat
adsorbsi, distilasi, maupun azeotrops. Sistem ekstraksi untuk menghasilkan
biofuel tidak dapat ditawar lagi, karena hanya melalui sistem inilah pemisahan
lipid pada limbah organik dapat dilakukan.
Solusi yang ditawarkan
Sumber biofuel lainnya yang sudah ditemukan adalah dengan
menggunakan alga. Alga, terutama mikroalga uniseluler sebetulnya telah lama
diketahui memiliki potensi bagi produksi bahan bakar nabati. Mikroalga memiliki
potensi untuk menghasilkan biomasa dan minyak dalam jumlah signifikan yang
dapat dikonversi menjadi biofuel. Produktivitas biomasanya lebih tinggi daripada
tanaman lain. Untuk berkembangbiak, alga membutuhkan asupan CO 2, sehingga
alga dapat mereduksi karbon dioksida yang ada di dunia, selain itu dia memiliki
kemampuan dalam pembakaran sempurna.
Alga termasuk makhluk hidup yang mudah berkembang biak, sekalipun
dalam kondisi di bawah normal, sebab jenis alga yang begitu variatif memiliki
banyak karakteristik di berbagai kondisi. Sebenarnya, mikroalga dapat digunakan
langsung atau diproses menjadi bahan bakar cair dan gas dengan menggunakan
proses konversi biokimia dan termokimia. Metode konversi yang saat ini
digunakan di Amerika, Australia, Jepang, dan Jerman meliputi gasifikasi, pirolisis,
hidrogenasi, dan liquefaksi. Tentu saja, dalam metode tersebut terdapat sistem
kerja ekstraksi yang memisahkan padatan dan minyak. Tahapan pembuatan
biofuel alga yang begitu rumit dan mahal inilah yang memutuskan berbagai
negara berkembang, termasuk Indonesia untuk tidak menerapkannya. Padahal
secara geografis, Indonesia yang 75% adalah lautan memiliki potensi besar dalam
perkembangbiakan alga.
Penggunaan biofuel bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia. Caranya
adalah dengan menekan biaya operasional dan mencari alternatif teknologi
pengolahannya, namun tetap mempertahankan keefektifan biofuel tersebut. Untuk
bisa menemukan sistem dan teknologi terbaik dalam pengolahan biofuel, kita
harus mengetahui prinsip dasarnya dan mengaitkannya ke teori-teori yang telah
ada. Harus dimaklumi bahwa Indonesia belum sanggup membeli peralatan yang
mahal. Bukan sekadar itu, peralatan yang mahal dengan teknologi tinggi biasanya
berbanding lurus dengan kerja operasionalnya yang membutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Tidak mungkin jika Indonesia harus terus menerus
mengandalkan tenaga luar negeri.
Biofuel dari alga merupakan potensi terbesar yang sangat berpeluang di
Indonesia. Selain alga hidup secara alami di perairan baik itu laut maupun tawar,
alga dapat hidup secara buatan. Benih alga dapat tumbuh dan berkembang biak di
sebuah kolam buatan asalkan terdapat karbon dioksida (CO2), air, dan cahaya
matahari yang cukup. Kolam buatan dapat terbuka atau tertutup, namun lebih
disarankan untuk membuat kolam tertutup agar tidak ada mikroba atau zat-zat lain
yang masuk ke dalam kolam. 100 hektar alga dapat menghasilkan 10 juta barel
atau sekitar 1192,4 juta liter biofuel secara bersih setiap tahunnya. Hal ini setara

dengan 119.240 liter biofuel per satu meter persegi alga setiap tahunnya. Betapa
kayanya Indonesia jika sungguh-sungguh menerapkan alga sebagai biofuel. Hasil
ekstraksi alga dapat dijadikan biofuel, dan ampasnya dapat dijadikan bahan baku
kosmetik. Sungguh sangat menguntungkan jika mengembangkan alga dalam
jangka waktu yang lama.
Pengambilan minyak dari alga masih merupakan proses yang mahal
sehingga masih harus dipertimbangkan untuk menggunakan alga sebagai sumber
biodiesel. Terdapat beberapa metode terkenal untuk mengambil minyak dari alga,
antara lain:
1. Pengepresan (Expeller/Press)
Pada metode ini alga yang sudah siap panen dipanaskan dulu untuk
menghilangkan air yang masih terkandung di dalamnya. Kemudian alga
dipres dengan alat pengepres untuk mengekstraksi minyak yang
terkandung dalam alga. Dengan menggunakan alat pengepres ini, dapat
diekstrasi sekitar 70 75% minyak yang terkandung dalam alga.
2. Hexane solvent oil extraction
Minyak dari alga dapat diambil dengan menggunakan larutan kimia,
misalnya dengan menggunakan benzena dan eter. Namum begitu,
penggunaan larutan kimia heksana lebih banyak digunakan sebab
harganya yang tidak terlalu mahal.
3. Larutan heksana
Larutan ini dapat digunakan langsung untuk mengekstaksi minyak dari
alga atau dikombinasikan dengan alat pengepres. Cara kerjanya sebagai
berikut:
Setelah minyak berhasil dikeluarkan dari alga dengan
menggunakan alat
Pengepres, kemudian ampas (pulp) alga dicampur dengan
larutan cyclo-hexane untuk mengambil sisa minyak alga. Proses
selanjutnya, ampas alga disaring dari larutan yang berisi
minyak dan cyclo-hexane. Untuk memisahkan minyak dan
cyclo-hexane dapat dilakukan proses distilasi. Kombinasi
metode pengepresan dan larutan kimia dapat mengekstraksi
lebih dari 95% minyak yang terkandung dalam alga.
Sebagai catatan, penggunaan larutan kimia untuk
mengekstraksi minyak dari tumbuhan sangat beresiko.
Misalnya larutan benzena dapat menyebabkan penyakit kanker,
dan beberapa larutan kimia juga mudah meledak.
4. Supercritical Fluid Extraction
Pada metode ini, CO2 dicairkan dibawah tekanan normal kemudian
dipanaskan sampai mencapai titik kesetimbangan antara fase cair dan
gas. Pencairan fluida inilah yang bertindak sebagai larutan yang akan
mengekstraksi minyak dari alga.
Metode ini dapat mengekstraksi hampir 100% minyak yang terkandung
dalam alga. Namun begitu, metode ini memerlukan peralatan khusus
untuk penahanan tekanan.
5. Osmotic Shock

Dengan menggunakan osmotic shock maka tekanan osmotik dalam sel


akan berkurang sehingga akan membuat sel pecah dan komponen di
dalam sel akan keluar. Metode osmotic shock memang banyak
digunakan untuk mengeluarkan komponen-komponen dalam sel, seperti
minyak alga ini.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, permasalahan alga sebagai
biofuel adalah sistem ekstraksinya yang masih sangat mahal, sehingga pemerintah
memutuskan lebih baik mengimpor minyak daripada harus mengolah alga sebagai
biofuel. Ekstraksi yang begitu mahal itu dilakukan secara kimiawi. Biasanya alga
akan ditekan terlebih dahulu, kemudian diolah di mesin ekstraksi.

Gambar 1 Alur pengolahan biofuel alga

Kondisi Kekinian yang Dapat diperbaiki


Ekstraksi sebenarnya tidak hanya dapat dilakukan secara kimiawi, tetapi
juga secara fisika. Secara sifat, minyak yang terkandung dalam alga dapat
dipisahkan dengan pemberian gelombang-gelombang tertentu. Gelombang
infrasonik tentu tidak akan mempengaruhi minyak dalam alga karena lipid di
dalamnya memiliki ikatan yang sangat kuat sehingga diperlukan gelombang
ultrasonik untuk dapat memecahnya. Gelombang ultrasonik yang dimaksud harus
lebih dari 180 dB dan frekuensi 28 kHz karena itu adalah ambang batas bunyi
bagi alga untuk mempertahankan minyak di dalamnya. Pada reaktor ultrasonik,
gelombang ultrasonik digunakan untuk membuat gelembung kavitasi (cavitation
bubbles) pada material larutan. Ketika gelembung pecah dekat dengan dinding sel
maka akan terbentuk gelombang kejut dan pancaran cairan (liquid jets), yang akan
menghasilkan temperatur dan tekanan lokal (mikro) yang ekstrim hingga 5000 K
dan 1000 atm, dengan waktu amat singkat. Tekanan tinggi ini yang akan merusak
sel mikroalga, sehingga kandungan minyak di dalamnya akan keluar.
Balai Besar Teknologi Energi (BBTE) pernah menguji coba ekstraksi alga
menggunakan rekator ultrasonik. BBTE mengembangbiakkan alga jenis
Scenedesmus sp (chlorophyta) dan Spirulina sp (cyanobacteria) dalam sebuah
akuarium yang masing-masing berkapasitas 20 liter secara outdoor.

Gambar 2 Pengembangbiakkan alga oleh BBTE

Gambar 3 Sistem kultur fotobioreaktor alga

BBTE kemudian menggunakan ultrasonic cleaner berkapasitas 10 liter


dengan intensitas gelombang ultrasonik sebesar 0,26 W/cm 2. Alat ini dapat
digunakan untuk memecah sel mikroalga jika setidaknya ada 11 perangkat
ultrasonik untuk menghasilkan 180 dB, karena berdasarkan perhitungan fisika:
26 102 W
1 cm 2
6
2
4 2 =26 10 W /m
2
cm
10 m
TI =10 log

I
I0

TI =10 log

26 10
1012

TI =10 log 26 106=74,149 dB 74 dB


TI n=TI +10 logn
180=74 +10 log n
10 log n=106

n=10,6 11 unit

Gambar 4 Mikroalga yang pecah akibat gelombang ultrasonik

Setelah mikroalga pecah, maka tahapan selanjutnya adalah memisahkan


antara minyak dan air melalui sistem destilasi. Seluruh tahapan ini menghasilkan
75% dari total minyak yang terkandung di dalam alga. 25% lainnya memang
terbuang karena sulit dipisahkan dengan air. Sitem destilasi seperti ini memang
murah dan mudah, namun sistem ultrasonik yang diterapkan BBTE masih mahal.
Satu buah ultrasonic cleaner berkapasitas 10 liter harganya sebesar Rp.
4.050.000. 10 liter alga hanya dapat diekstrak jika ada 11 perangkat yang dipasang
secara seri atau paralel, artinya untuk mengolah 10 liter alga modal awalnya
sebesar Rp. 44.550.000. Sungguh sangat mahal jika kita memiliki berhektarhektar atau berbarel-barel alga. Kondisi seperti ini dapat menjawab mengapa
negera-negara berkembang enggan mengaplikasikan biofuel alga.
Dari semua fakta yang telah dijabarkan di atas, sesungguhnya ada solusi
lain yang dapat menjadi acuan agar proses ekstraksi lebih murah. Keterbatasan
BBTE adalah penggunaan perangkat ultrasonik yang terlalu mahal, padahal yang
dibutuhkan mikroalga untuk memecah lipidnya hanyalah gelombang ultrasonik.
Gagasan yang dapat menjawab permasalahan ini adalah menggunakan speaker
berbasis komputer yang dapat memancarkan ultrasonik.
Dewasa ini, perkembangan aplikasi komputer begitu marak terjadi. Untuk
membuat gelombang ultrasonik, sebuah vendor Eropa seperti MathLab telah
mempublikasikan software yang dapat menghasilkan gelombang ultrasonik.
Perangkat lunak ini sebetulnya berfungsi untuk mengusir tikus, nyamuk, kecoa,
atau membersihkan alat-alat dengan gelombang ultrasonik. Prinsip kerjanya
sangat mirip dengan ultrasonic cleaner, hanya saja ultrasonic cleaner bekerja
secara mekanis melalui perangkat khusus, sementara software ini bekerja di
bawah kendali. Maka dari itu penulis menyebutnya sebagai CUP (Computer
Ultrasonic Program).
Pihak-pihak Terkait
Pihak-pihak
yang
dipertimbangkan
dapat
membantu
mengimplementasikan gagasan ini adalah:
1. Balai Besar Teknologi Energi (BBTE)
Secara garis besar, gagasan ini merupakan inovasi dan pengembangan
dari penelitian BBTE mengenai ekstraksti lipid alga menggunakan
ultrasonic program. BBTE dapat meneliti gagasan ini untuk
mengekstraski biofuel alga, namun dengan teknik yang lebih sederhana
agar masyarakat biasa dapat melakukannya.
2. Kementerian Informasi dan Komunikasi

Kominfo
dapat
bekerja
sama
dengan
BBTE
dalam
mengimplementasikan gagasan ini. CUP dapat dibuat oleh Kominfo
sehingga menjadi perangkat lunak yang sesuai kriteria dalam ekstraksi
biofuel alga.
3. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
LIPI memiliki banyak staf di dalamnya, termasuk staf teknologi, energi
terbarukan, serta teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga staf itu
bisa saling bekerjasama untuk meneliti hasil keefektifan dari sistem
ekstraksi biofuel alga berbasis CUP ini. Jika berdasarkan penelitian
masih kurang efektif, maka BBTE beserta Keminfo dapat mengkaji
ulang sistem yang dibuat. Namun jika sudah efektif, maka LIPI dapat
membantu mensosialisasikannya kepada masyarakat.
4. Peneliti
Sistem ekstraksi ini tidak hanya dapat dilakukan oleh suatu badan atau
organisasi. Peneliti secara perorangan atau kelompok dapat membantu
membuat sistem ekstraksi ini menjadi lebih efektif dengan hasil
maksimum sehingga tidak akan bermasalah jika diterapkan ke
masyarakat.
5. Pemerintah
Semua penelitian yang dilakukan dengan dasar menyangkut hajat hidup
orang banyak tentu sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam
membiayainya. Pemerintah harus membantu peneliti yang tidak
bernaung di bawah suatu badan atau organisasi dengan memberikan
bantuan alat-alat kebutuhan penelitian.
Langkah-langkah Strategis Implementasi Gagasan
Rincian mekanisme kerja sistem ekstraksi biofuel alga berbasis CUP ini
adalah:
1. Mengembangbiakkan alga dalam kolam atau akuarium terbuka agar
asupan CO2 dan cahaya matahari dapat dengan mudah masuk. Namun
lingkungan sekitar harus bersih agar perkembangbiakkan alga tidak
terganggu akibat adanya zat atau makhluk hidup lain yang masuk.
2. Installasi perangkat lunak ultrasonik ke komputer dan menyiapkan
speaker aktif untuk memancarkan gelombang ultrasonik. Atur CUP
tersebut pada frekuensi 28 kHz.
3. Penyimpanan speaker di kolam atau akuarium alga harus sesuai
perhitungan fisika. Ingat bahwa mikroalga dapat pecah jika terkena
taraf intensitas 180 dB. Kita dapat menghitung batas jarak yang harus
dilakukan agar efektif. Speaker yang tersedia di pasaran rata-rata
memiliki daya 100 Watt. Maka:
I
TI =10 log
I0
180=10 log

I
12
10

I =10
I=

W
m2

P
4 r2

102
10 =
4 r2
6

r=2,821 103 m

4.
5.
6.
7.

8.

Artinya, pengeras suara harus diletakkan 0,28 cm dari permukaan alga


untuk menghasilkan 180 dB. Untuk mengantisipasi, kita dapat
menggunakan speaker anti air atau pelapis busanya yang waterproof.
Modal untuk membuat sistem ini sangat murah. Jika kita
mengkalkulasi bahwa 1 set komputer seharga Rp. 3.500.000 dan
sebuah speaker berdaya 100 W Rp. 250.000, maka totalnya adalah Rp.
3.750.000, sangat murah dibandingkan harga modal ultrasonic cleaner
sebesar Rp. 44.550.000.
Setelah melakukan ekstraksi dengan CUP, pisahkan minyak dan air
dengan cara destilasi.
Minyak yang telah mengalami pemisahan dengan air dapat langsung
digunakan sebagai bahan bakar tanpa penambahan zat kimia lagi.
Melakukan pengujian biofuel ke kendaraan. Jika berdasarkan
penelitian kurang efektif, maka harus ada perubahan-perubahan
tertentu pada sistem agar menjadi efektif.
Setelah penelti dan pemerintah yakin bahwa dengan sistem ekstraksi
ini mampu menjadi bahan bakar yang berkualitas serta ramah
lingkungan, maka secara perlahan disosialisasikan kepada masyarakat
dan mensubtitusi bahan bakar bumi yang biasa dipakai.
Biofuel alga yang sudah diniai efektif harus didistribusikan ke
Pertamina atau perusahaan minyak lainnya agar dapat diperoleh
masyarakat dengan mudah.

KESIMPULAN
Gagasan yang diajukan
Penelitian mengenai potensi alga menjadi biofuel memang sudah lama
dilakukan. Permasalahannya adalah mahalnya biaya operasional dalam ekstraksi
alga. Hal tersebut melandasi penulis untuk mengajukan suatu solusi ekstraksi alga
yang lebih murah dan mudah, yaitu dengan menggunakan Computer Ultrasonic
Program (CUP). Secara teori, lipid dalam alga dapat pecah jika ada gelombang
utrasonik. BBTE pernah melakukan uji coba dengan gelombang ultrasonik,
namun masih menggunakan perangkat yang mahal, yaitu ultrasonic cleaner.
Padahal gelombang ultrasonik dapat dibuat dengan program komputer yang bisa
menghasilkan gelombang sesuai kriteria pemecahan lipid, yaitu 28 kHz dan 180

10

dB dengan bantuan speaker sebagai output-nya. Bahkan keuntungan


menggunakan CUP ini adalah frekuensi bunyi yang dapat diatur ke angka berapa
pun. Program yang digunakan adalah MathLab atau perangkat lunak lainnya.
Teknik Implementasi
Sistem ekstraksi biofuel alga berbasis CUP ini dapat diimplementasikan
dengan melakukan pengujian dalam skala laboratorium terlebih dahulu. Jika
ditemukan hal-hal yang kurang efektif, pihak-pihak terkait harus memberikan
suatu perlukan pada sistem agar menjadi efektif.
Mengimplementasikan biofuel memang tidak mudah, namun dapat
dilakukan secara bertahap dengan mensosialisasikannya kepada masyarakat. Saat
masyarakat sudah mulai paham akan keuntungan dan kepentingan biofuel alga ini,
pemerintah harus menjalin kerjasama dengan Pertamina atau perusahaan minyak
lainnya agar dapat mensubtitusi minyak bumi yang biasa dipakai saat ini.
Kerjasama itu dapat membantu masyarakat untuk memperoleh biofuel alga
dengan mudah.
Prediksi Hasil
Prediksi hasil jika gagasan ini diimplementasikan adalah:
1. Keberlanjutan energi karena tidak lagi mengandalkan minyak bumi.
2. Ramah lingkungan karena biofuel alga melakukan pembakaran
sempurna.
3. Kadar CO2 di dunia dapat turun karena alga membutuhkan
karbondioksida untuk pertumbuhannya.
4. Masyarakat tidak perlu resah dengan biaya bahan bakar yang mahal,
karena biofuel alga lebih murah jika menggunakan sistem ekstraksi CUP
yang hanya membutuhkan biaya operasional yang kecil.
5. Lahan tidak akan terus dikeruk untuk dicari kandungan minyak buminya
karena dapat menyebabkan kematian atau penurunan produktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Algae

Technology.
2010.
Algae
to
Biofuels-The
Process.
http://algatec.com.au/commersialisation-of-algae/. 28 Oktober 2013.

Ceko, Necektwo. 2013. Software Ultrasonik Pengusir Tikus, Nyamuk dan Kawan
Kawan. http://dasar-elektro.bblogspot.com/2013-03-software-ultrasonikpengusir-nyamuk-dan-kawan-kawan. 04 November 2013.
Demirbas, Ayhan, et al. 2012. Algae Energy: Algae as a New Source of Biodiesel.
Springer. New York.

11

Fachrizal, Noor. 2012. Pengembangan Sistem Ekstraksi Minyak Nabati dari


Mikroalga
menggunakan
Ultrasonik.
http://b2te.bppt.go.id/index.php/hasil-riset/98-hasil-riset-b2te/171pengembangan-sistem-ekstraksi-minyak-nabati-dari-mikroalgamenggunakan-ultrasonik.html. 04 November 2013.
Newman,
Stefani.
2010.
How
Algae
Biodiesel
Works.
http://science.howstuffworks.com/environmental/green-science/algaebiodiesel.htm. 21 Oktober 2013.
Phys Community. 2013. Algae Biofuel Cuts CO2 Emissions More Than 50 Percent
Compared to Petroleum Fuels. http://phys.org/news/2013-09-algaebiofuel-co2-emissions-percent.html. 28 Oktober 2013.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
NPM
Jurusan/Fakultas/Angkatan
Tempat, tanggal lahir
Universitas
Handphone
Alamat
Asal SMA
Email

: Yolla Miranda
: 1306414841
: Teknik Kimia/Teknik/2013
: Kuningan, 22 Oktober 1995
: Universitas Indonesia
: 085797234031
: Jalan Anggrek 4 No.62 Perumnas Kuningan
Jawa Barat 45514
: SMA Negeri 2 Kuningan
: yollamiranda@gmail.com

Karya Ilmiah yang Pernah ditulis


:
1. The Friendly Environment Burner Based on Activated Carbon from
Coconut Shell
2. Metode Pengeringan Hasil Pertanian dengan Biconvex House
3. Memorize Interactive Media with Plus to Remember Method Using
Wondershare Quizcreator and Android SMS Gateway with Microsoft
Excel as Database
Penghargaan Ilmiah yang Pernah diraih:
1. Medali Emas Bidang Lingkungan Indonesian Science Project Olympiad
2011
2. Karya Inovasi Terfavorit BPPT Pertanian 2011
3. Medali Perunggu Bidang Komputer Indonesian Science Project Olympiad
2012

Anda mungkin juga menyukai