Anda di halaman 1dari 72

Apa Sejatinya Fungsi Serta Peranan Internal Auditor Sehingga Gajinya Besar?

oleh Mr. JAK


27 Komentar
Fungsi Serta Peranan Internal Auditor
Ditulis oleh Mr. JAK
Salah satu rute karir yang bisa ditempuh oleh mereka yang ingin berkarir di wila
yah akuntansi dan keuangan adalah dengan menjadi seorang internal auditor, sebua
h posisi strategis yang menurut pendapat saya pribadi harus pernah dijalani oleh sia
papun yang ingin menduduki posisi eksekutif di bagian keuangan, di masa depan. P
ertanyaan yang kemudian sering diajukan, terutama oleh mahasiswa akuntansi atau
akuntan pemula adalah: Apa sejatinya fungsi dan pernanan internal auditor sehing
ga dianggap begitu strategis dan pantas gajinya besar?
Karena saya bukan seorang professor hanya mantan pegawai di bagian accounting dan
keuangan, maka saya mengartikan ini sebagai sebuah pertanyaan yang tidak dimaksu
dkan untuk menanyakan definisi internal audit maupun internal auditor, melainkan
lebih pada keingin tahuan mengenai:
Apakah pekerjaan internal auditor itu sulit?
Apa enak (dan tidak enak)-nya dengan menjadi seorang internal auditor?
Apa saja pekerjaannya sehari-hari?
Apa tanggungjawabnya di dalam perusahaan?
Kepada siapa bertanggungjawab?
Kualifikasi seperti apa yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang internal a
uditor?
Dan jawaban saya terhadap pertanyaan apa fungsi dan pernanan internal auditor, di
dalam perusahaan, sehingga dianggap begitu strategis? biasanya selalu singkat, y
aitu: TIDAK MUDAH. Saya jawab singkat seperti itu karena pada kenyataanya tugas me
reka memang sangat kompleks.
Jika ada yang mengatakan MUDAH maka saya bisa menjamin bahwa orang tersebut tidak
tahu persis apa pekerjaan seorang internal auditor yang sesungguhnya. Jika dia s
eorang internal auditor maka saya berani menjamin dia bukanlah seorang internal
auditor sejati (yang ideal di mata manajemen perusahaan maupun pihak luar).
Sebelum ngomong enak dan tidak enaknya menjadi seorang internal auditor, saya in
gin ngobrolin tentang fungsi dan peranan internal auditor, menurut versi saya pa
stinya.
Sebagai bentuk transfaransi publik, saya pribadi (penulis), menyatakan bahwa say
a TIDAK pernah menjadi seorang internal auditor, tetapi pernah memiliki hubungan
kerja yang bisa dibilang sangat dekat dengan internal auditor (tepatnya menjadi
atasan mereka.) Setiap tahun saya melakukan review berkala terhadap kinerja mer
eka, untuk memastikan bahwa perusahaan tidak sia-sia menggaji mereka dengan angk
a yang lumayan tinggi (FYI: di beberapa tempat, gaji seorang chief internal audi
tor lebih tinggi dibandingkan chief accountant.) Sehingga, tanpa bermaksud sok te
u, sedikit-banyaknya saya tahu apa saja fungsi dan pernanan mereka di dalam perus
ahaan.
Kita langsung ke topik utama
Fungsi dan Pernanan Pokok Internal Auditor
Sebagian besar perusahaan didirikan dengan maksud
kan, semata-mata, untuk memperoleh laba (profit).
rporate social responsibility (CSR) misalnya yang
emborkan di berbagai meja panel seminar, workshop

utama, tiada lain dan


Perkara tujuan sosial
belakangan ini sering
atau podium talkshow,

tiada bu
macam co
digembar-g
itu adal

ah hal kedua (jika bukan sekedar public relation lips-service semata.)


Setuju atau tidak, pada kenyataannya perusahaan harus untung dahulu sebelum berp
ikir tentang hal-hal lain. Dalam pengertian, program-program tambahan macam CSR
hanya bisa terlaksana jika perusahaan dalam posisi laba (profit). Jika CSR porsi
nya sama (atau bahkan lebih penting) dibandingkan laba, tentu pengusaha akan mem
ilih bikin yayasan sosial ketimbang bikin perusahaan atau korporasi.
Sekalilagi, tujuan utama perusahaan adalah: LABA (profit), setidaknya dalam kont
eks topik yang saya bahas di tulisan ini.
Untuk memastikan perusahaan bisa mencapai tujuannya, maka perusahaan harus berop
erasi secara efektif. Agar bisa beroperasi secara efektif, perusahaan membuat si
stim kendali operasional yang kita di akuntansi kenal dengan istilah sistim penge
ndalian intern (SPI.)
Di atas kertas, jika SPI telah dilaksanakan dengan benar dan konsisten dari wakt
u-ke-waktu, maka perusahaan bisa beroperasi secara efektif, sehingga tujuan bisa
tercapai. Faktor eksternal (pesaing, pelanggan, pemasok, regulasi pemerintah, d
ll) juga tidak kalah penting pengaruhnya, sehingga sudah pasti ini juga menjadi
perhatian serius dari manajemen perusahaan.
Lalu, apa fungsi dan peranan internal auditor? Mengapa manajemen perusahaan perl
u internal auditor?
Beberapa kali saya membaca percakapan di blog, forum dan mailing list, yang deng
an salah kaprah menganggap bahwa:
Fungsi internal auditor sama saja dengan eksternal auditor (dari kantor akuntan p
ublik) hanya saja mereka berada di dalam perusahaan .
Ada juga yang mengatakan:
Fungsi internal auditor adalah mendeteksi dan menangkap fraud (penggelapan) di da
lam dalam perusahaan.
Saya gemar membaca (offline maupun online) tetapi jarang nimbrung dalam diskusidiskusi. Bukan apa-apa, hanya khawatir kalau ternyata ilmu saya tak cukup untuk
memperdebatkan hal itu. Apalagi jika nama forumnya seram-seram macam Ahli Keuanga
n Indonesia waduuuhhhh saya tidak berani debat dengan para senior. Takut kalau kap
asitas saya tidak sampai.. he he he
Apakah deskripsi mereka salah? Menurut saya pribadi, tidak sepenuhnya salah juga
tidak sepenuhnya benar.
Sepengtahuan saya yang pas-pasan, fungsi dan pernana pokok internal auditor di d
alam perusahaan, dari dahulu hingga kini, hanya satu, yaitu: MEMASTIKAN BAHWA SE
TIAP ELEMEN DI DALAM PERUSAHAAN TAAT KEPADA ATURAN.
Itu saja. Sederhana kan?
Tunggu dulu. Mungkin tidak sesederhana kelihatannya. Taat aturan yang saya sebutka
n tadi kan hanya konsep dasar. Selanjutnya, aturan ini ada 2 macam: (1) aturan d
i dalam perusahaan (internal); dan (2) aturan di luar perusahaan (external). Sup
aya lebih jelas, kita bahas satu-per-satu.
1. Aturan di Dalam (Internal)
Sedikit kebelakang: tujuan perusahaan adalah LABA. Untuk mencapai tujuan ini per
usahaan membuat alat kendali yang disebut dengan sistem pengendalian internal (SPI

). Nah fungsi internal auditor adalah memastikan bahwa setiap elemen di dalam pe
rusahaan taat kepada SPI.
Wujud dari SPI ini berupa: KEBIJAKAN PERUSAHAAN (company or corporate policy) ya
ng kemudian dirinci menjadi ATURAN-ATURAN atau PROSEDUR-PROSEDUR.
Sehingga, konkretnya, tugas internal auditor ke dalam, bercabang lagi menjadi 2,
yaitu:
(a) Memastikan bahwa setiap orang di dalam perusahaan bekerja sesuai dengan atur
an dan prosedur internal perusahaan; dan
(b) Setiap asset di dalam perusahaan digunakan sesuai dengan aturan dan prosedur
.
Dari sini saja, sudah jelas terlihat bahwa fungsi dan peranan internal auditor t
idak sesederhana yang dibayangkan oleh orang kebanyakan. Jauh lebih luas ketimba
ng sekedar mendeteksi dan menangkap pegawai yang melakukan penggelapan (fraudule
nce). Melainkan memastikan bahwa setiap denyut aktivitas perusahaan berjalan ses
uai dengan SPI atau aturan dan prosedur internal perusahaan.
2. Aturan di Luar (External)
Aturan di luar ini juga tak kalah banyknya, hanya saja bervariasi antara satu pe
rusahaan dengan lainnya tergantung jenis usahanya, tergantung dengan pihak ekstern
al mana perusahaan berhubungan, minimal:
(a) Investor Badan usaha yang berbentuk perseroran (baik itu CV maupun PT) sudah
pasti memiliki investor yang menanamkan uangnya di dalam perusahaan dalam bentu
k kepemilikan saham. Tugas internal auditor adalah memastikan bahwa perusahaan m
enjalankan hak dan kewajibannya terhadap pemegang saham dengan baik dan efektif.
Apa kewajiban perusahaan terhadap investor? Menjalankan usaha secara efektif da
n melaporkan hasil usaha dengan benar tanpa kecurangan dalam bentuk apapun. Konkre
tnya, perusahaan membuat laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi y
ang berlaku (PSAK untuk di Indonesia. Untuk perusahaan yang sudah berstatus go-p
ublic, juga harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh BAPPEPAM yang intinya adal
ah menjaga agar hubungan antara investor (public) dengan perusahaan (investee) b
erjalan secara fair. Tugas internal auditor di dalam perusahaan go public, juga
memastikan bahwa perusahaan telah menjalankan aturan-aturan yang ditetapkan oleh
Bappepam.
(b) Kreditur Semua perusahaan memiliki kreditur, baik itu instutsi keuangan (ban
k, provider asuransi, perusahaan leasing, modal ventura) maupun supplier/vendor.
Tugas internal auditor adalah memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan ha
k dan kewajibannya terhadap pihak kreditur, sesuai dengan term and conditions yang
dijadikan acuan di dalam kesepkatan.
(c) Ditjen Pajak (DJP) Perusahaan sudah pasti berhubungan dengan ditjend pajak.
Tugas internal auditor adalah memastikan bahwa perusahaan telah menjalankan hak
dan kewajiban perpajakannya dengan benar dan efektif sesuai dengan undang-undang
perpajakan tentunya. Bukankah perusahaan punya bagian pajak (tax man), apakah ti
dak jadi tumpang tindih (overlapping)? mungkin ada yang berpikir seperti itu. Tug
as internal auditor, konkretnya, adalah memastikan bahwa tax man sudah melakukan
pekerjaannya dengan benar.
(d) Pemerintah Daerah dan Pusat Sebagai badan usaha (lokal maupun PMA) yang bera
da di wilayah yurisdiksi Indonesia, wajib mengikuti aturan baik itu yang ditetap
kan oleh pemerintah daerah maupun pusat. Tugas internal auditor adalah memastika
n bahwa perusahaan menjalankan hak dan kewajibannya terhadap pemerintah daerah (
lokal) di mana perusahaan berada, maupun pusat

(e) Badan-badan Pemerintah Tertentu


Bentuk dan jenis badan usaha tertentu juga m
emiliki hubungan dekat dengan badan-badan pemerintah tertentu. Misalnya: perusah
aan bank memiliki hubungan erat dengan Bank Indonesia (BI), ekspor-impor dan for
warding company memiliki hubungan erat dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dan De
perindag, perusahaan penanaman modal asing (PMA) memiliki hubungan erat dengan B
adan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), perusahaan pertambangan memiliki hubunga
n erat dengan Dinas Lingkungan Hidup, perusahaan jasa perhotelan dan restoran me
miliki hubungan erat dengan PHRI dan Dispenda, institusi pendidikan swasta memil
iki hubungan erat dengan Depdiknas, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, da
n lain sebagainya. Tugas internal auditor adalah memastikan bahwa perusahaan tel
ah menjalankan hak dan kewajibannya dengan badan-badan tertentu tersebut.
Dari taat aturan di luar perusahaan ini bisa dilihat bahwa tugas internal
tidak sesempit yang dibayangkan oleh orang kebanyakan (terutama mereka yang
k pernah terlibat langsung di dalamnya). TIDAK semata-mata untuk memastikan
ran keuangan perusahaan sudah sesuai PSAK seperti fungsi auditor eksternal.
uhhh lebih luas dari itu.

auditor
tida
lapo
Jauuuu

Memastikan bahwa PERUSAHAAN TAAT PADA ATURAN di dalam perusahaan itu sendiri (inte
rnal) ditambah dengan eksternal, maka bisa disimpulkan bawa fungsi dan peranan i
nternal auditor di dalam perusahaan sangat luas dan kompleks.
Saya seorang internal auditor, perasaan tugas saya nggak sebanyak dan serumit itu
mungkin ada yang berpikir seperti itu.
Jawaban saya: sukurlah anda tidak ada di dalam perusahaan saya. Jika anda berada
di dalam perusahaan dimana saya menjadi salah satu eksekutifnya, sudah pasti sa
ya meminta standar kinerja yang mungkin jauh lebih berat dibandingkan apa yang a
nda jalankan saat ini. Sekalilagi, berskurlah jika tugas anda selama ini tidak s
eberat itu. Jika boleh saya sarankan, cobalah untuk mulai berpikir untuk menjala
nkan fungsi-fungsi yang saya sebutkan di atas, mungkin anda bisa naik gaji atau
jabatan dengan lebih cepat.
Oke. Pertanyaan selanjutnya
Kepada Siapa Internal Auditor Bertanggungjawab?
Saya pernah baca sebuah artikel, entah dimana saya lupa persisnya, yang mengatak
an bahwa:
Internal auditor bekerja dibawah kendali seorang chief accountant.
Dengan kata lain internal auditor dianggap bertanggungjawab kepada chief account
ant. Anggapan ini secara ekplisit terlihat jelas berasal dari anggapan sempit ya
ng menganggap tugas seorang internal auditor semata-mata untuk memastikan lapora
n keuangan perusahaan sudah sesuai dengan PSAK atau PABU, yang sungguh jauh dari
yang seharusnya.
Ada juga yang mengatakan:
Internal Auditor bertanggungjawab langsung kepada direktur keuangan (CFO) perusah
aan
Atau:
Internal Auditor bertanggungjawab langsung kepada direktur utama (CEO) perusahaan
Mohon maaf jika saya terdengar kasar, tapi harus saya katakan bahwa: tak satupun

anggapan itu benar.


Yang benar, seorang internal auditor bertanggungjawab kepada sebuah team, di dal
am perusahaan, yang disebut dengan Audit Comitee .
Yang duduk di dalam komite ini adalah para eksekutif (board of directors) yang b
ertindak selaku pembina dan pengawas yang terdiri dari: direktur utama (CEO), di
rektur keuangan (CFO), Financial Controller (FC), dan para internal auditor itu
sendiri selaku pelaksana.
Sekalilagi, internal auditor, menurut pengetahuan saya, bertanggungjawab kepada
sebuah team atau komite yang disebut dengan Audit Comitee , bukan kepada seseorang
atau suatu posisi tertentu. Dianatara para anggota komite ini, mereka bekerja se
cara collective collegial, setiap keputusan yang diambil selalu atas nama komite s
etelah melalui koordinasi. Tidak ada keputusan yang sifatnya otoritas personal.
Di korporasi-korporasi besar, di tengah-tengah kesibukan aktivitas para eksekuti
f sehari-hari, pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh mereka biasanya dilimpa
hkan kepada salah satu dari mereka. Di tempat saya bekerja, kebetulan dilimpahka
n kepada saya. Sehingga review terhadap kinerja para internal auditor setiap tah
unnya dipercayakan kepada saya. Tentunya, apapun keputusan yang saya ambil selal
u didahului oleh koordinasi dan konsultasi dengan mereka-mereka yang melimpahkan
tugas itu kepada saya.
Pertanyaan selanjutnya .
Bagaimana Para Internal Auditor Menjalankan Fungsinya?
Bagaimana seorang internal auditor menjalankan fungsi dan tugas-tugasnya yang be
gitu banyak dan kompleks?
Seperti eksternal auditor, internal auditor juga menggunakan metode dan teknik p
emeriksaan (audit) tersendiri yang tentunya hanya dikuasai oleh mereka-mereka ya
ng memang qualified untuk posisi tersebut. Tetapi secara umum mereka melakukan 3
tahapan proses berikut ini:
1. Verifikasi Pertama-tama mereka melakukan verifikasi yang paling mendasar yait
u: memeriksa apakah semua aktivitas telah memiliki standar operating procedure (
SOP)? Jika belum maka mereka merancang prosedur baru untuk kemudian diusulkan di
dalam rapat audit commitee. Jika disetujui oleh komite maka prosedur tersebut d
isyahkan dan diberlakukan. Jika sudah ada prosedur, maka internal auditor melaku
kan verifikasi lanjutan yaitu dengan membandingkan prosedur yang ada dengan fakt
a yang terjadi di lapangan. Misalnya: salah satu prosedur perusahaan berbunyi set
iap pembelian aktiva tetap yang melibihi angka Rp 200 juta harus memperoleh appr
oval dari Financial Controller terlebih dahulu . Internal auditor melakukan verifi
kasi dengan memeriksa semua dokumen pembelian aktiva tetap yang melebihi angka R
p 200 juta, untuk memperoleh kepastian apakah prosedur tersebut ditaati secara k
onsisten atau tidak. Hasil verifikasi bisa: sudah sesuai prosedur standar (does co
mply the standard procedure) atau belum sesuai prosedur standar (does not comply t
he standard procedure). Yang belum memenuhi standar, di masukan ke dalam list fol
low up.
2. Investigasi
Aspek atau elemen yang belum patuh terhadap aturan dan prosedur (
yang masuk dalam list follow up) ditindaklanjuti dengan tindakan investigasi unt
uk mengetahui mengapa terjadi penyimpangan, mengapa belum bisa memenuhi standar,
apakah faktor orang, lingkungan atau sistem pengendalian internal (SPI)-nya yan
g tidak terancang dengan baik sehingga perlu perubahan (revisi.) Misalnya (melan
jutkan contoh pertama di atas): dalam proses verifikasi internal auditor menemuk
an 2 dari 20 transaksi yang melebihi nilai 200 juta ternyata tidak memeperoleh a

pproval dari Financial controller terlebih dahulu. Nah ini dianggap masalah atau
kasus, di tahapan ini internal auditor melakukan investigasi guna mencari tahu:
mengapa ada pembelian aktiva tetap melebihi 200 juta tetapi tidak memperoleh ap
proval? apa sesungguhnya yang terjadi, apakah karena tidak tahu ada prosedur sep
erti itu atau karena tahu tapi lalai, atau karena sengaja untuk mekasud tertentu
?
3. Pelaporan
Apapun hasil verifikasi dan invetigasi dituangkan ke dalam laporan
hasil audit untuk dilaporkan, yang selanjutnya dibahas di dalam rapat audit comm
ittee. Di rapat audit commitee setiap penyimpangan dibahas, tentunya dilengkapi
dengan bukti dan fakta yang ditemukan dalam proses investigasi. Dalam kasus yang
rumit, kerap terjadi dimana koordinasi dilakukan di luar rapat (sembari proses
investigasi terus dilakukan.) Berdasarkan hasil invetigasi dan rekomendasi yang
diajukan oleh internal auditor, komite mengambil keputusan: apakah perlu melaku
kan revisi terhadap prosedur yang telah ada atau tidak. Jika tidak, selanjutnya
eksekutif tinggal menentkan apakah masalah tersebut perlu di bawa ke dalam rapat
dewan direksi (board of directors) guna ditindaklanjuti oleh direktur yang bert
anggungjawab di bagian dimana ketidakpatuhan terjadi, atau tidak. Di titik ini i
nternal auditor sudah tidak berperanan lagi. Nanti saat direktur bagian melakuka
n follow-up, jika memang diperlukan, internal auditor bisa memberikan masukan-ma
sukan dan saran-saran yang mungkin sifatnya lebih specifik, meskipun tidak bersi
fat wajib.
Ketiga tahapan proses ini terus bersiklus dari waktu-ke-waktu, sepanjang masih a
da yang namanya internal auditor dan audit commitee. Hanya saja, panjangnya wakt
u yang dibutuhkan untuk setiap tahapan bisa berbeda-beda (tergantung apakah ada
kasus atau tidak, apakah kasusnya mudah diselesaikan atau tidak.) Tentunya, inte
rnal auditor tidak memiliki kapasitas (wewenang dan tanggungjawab) untuk menyele
saikan atau mengatasi suatu masalah atau kasus yang mereka temukan. Tetapi merek
a diharapkan (dan memang seharusnya) bisa menjadi pembuka jalan serta bertindak se
laku navigator dalam proses policy maupun decision-making sehubungan dengan masa
lah atau kasus yang ditemukan.
Kapan dan terhadap apa saja tindakan audit dilakukan? Semua aspek terkait dengan
aturan dan prosedur diverifikasi dan diinvestigasi (bila ada ketidakpatuhan ata
u incompliance.) Audit, ada yang dilakukan secara terjadwal untuk wilayah-wilaya
h yang dianggap tidak terlalu rawan penyimpangan, ada juga yang dilakukan secara
dadakan sewaktu-waktu untuk wilayah-wilayah yang dianggap rawan terhadap ketida
kpatuhan.
Setiap masalah (ketidakpatuhan) yang ditemukan harus disertai rekomendasi prosed
ur baru yang lebih efektif berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, sehingga
hasil audit berikutnya menunjukan kemajuan yang signifikan. Mereka juga diwajibk
an untuk selalu melakukan pemantauan untuk mendeteksi dan mencegah potensi ketid
akpatuhan di semua wilayah opersional perusahaan. Termasuk memberikan petunjukan
, arahan, kalau perlu training terhadap pegawai yang dianggap tidak bisa menjala
nkan prosedur dan aturan.
Pertanyaan selanjutnya .
Apa Enak dan Tidak Enaknya Dengan Menjadi Seorang Auditor?
Setiap profesi, setiap jabatan, sudah pasti ada enak dan tidak enaknya. Saya mul
ai dari enaknya deh (supaya terlihat menarik hehehe):
Gaji Relative Besar
Gaji internal auditor relative lebih besar dibandingkan
dengan staf lain di bagian financial dan accounting, karena tanggungjawanya lebi
h besar.
Power (Wewenang/Pengaruh) Besar
Sudah bukan rahasia lagi, setiap orang di da

lam perusahaan menganggap bahwa para internal auditor adalah orang-orang yang de
kat dengan para eksekutif, bahkan ada yang mengatakan internal auditor adalah mat
a-mata atau telinga-telinga -nya eksekutif. Yang sinis mungkin mengatakan tukang ng
adu/tukang lapor . Anggapan yang sugguh keliru. Yang ngadu/lapor adalah data yang
mereka temukan, bukan pribadi internal auditornya. Pada kondisi yang paling tida
k saya sukai, para internal auditor ini sering menjadi rebutan untuk diajak masuk
ke dalam kelompok-kelompok tertentu dalam office politic yang sekali lagi, sebuah
kondisi yang paling tidak saya sukai. Internal auditor yang ketahuan terlibat da
lam office politic biasanya saya pindahkan ke wilayah lain.
Banyak Pengetahuan Di mata saya pribadi, jauh lebih menarik dibandingka gaji
dan pengaruh adalah pengetahuan dan pengalaman. Seperti telah saya sampaikan di
awal tulisan: siapapun yang ingin menduduki posisi eksekutif di bagian keuangan
, di masa depan, mulai sekarang sebaiknya ajukan diri untuk menjadi seorang inte
rnal auditor. Mengapa? Karena di posisi ini anda dituntut mengetahui hampir semu
a aspek operasional perusahaan. Meskipun tidak bisa melakukan pekerjaan marketin
g misalnya, tetapi anda jadi tahu prosedur yang harus dijalankan dan standar yan
g harus dipenuhi di wilayah marketing, aturan yang harus diikuti, dan lain sebag
ainya. Ini sudah merupakan modal awal untuk memasuki jenjang karir yang lebih ti
nggi.
Yang enak-enaknya sudah. Sekarang tinggal yang tidak enaknya, dan bisa dibilang
sangat banyak. Tetapi pada dasarnya hanya 2 ini:
Mengawasi Wilayah Yang Begitu Luas
Ini bukan pekerjaan mudah. Disamping ditu
ntut tahu semua macam prosedur, cakupan wilayah yang luas membutuhkan daya mobil
isasi yang tinggi. Dan ini semua sangat menguras tenaga dan pikiran.
Tekanan Mental dan Fisik Yang Tinggi Sudah begitu banyak dan luas pekerjaan
yang harus ditangani, masih harus mengahadapi tekanan mental bahkan ancaman fisi
k yang lumrah dilakukan oleh mereka-mereka (staf maupun manajer) yang bermasalah
(tidak taat prosedur dan aturan). Sudah ada banyak kejadian dimana seorang inte
rnal auditor diancam, bahkan dihadang dijalanan. Di sini para internal auditor d
iharapkan memiliki mental dan kecerdasan di atas rata-rata. Kalau di kepolisian
mungkin intel -nya lah ya. Masa intel mengkeret hanya karena diancam oleh polisi la
lulintas, iya kan? Bukan berarti komite tak peduli dengan risiko itu. Tentu komi
te tidak segan-segan untuk turun tangan menghadapi situasi yang dianggap membaha
yakan. Sudah beberapa kali saya harus melibatkan kepolisian untuk menangani masa
lah seperti ini.
Bicara pekerjaan, apapun itu, sudah pasti bukan hal yang mudah, lebih banyak tid
ak enaknya ketimbang enaknya. Untuk apa perusahaan merekrut pegawai, apa hanya u
ntuk enak-enakan? Tentu tidak. Tentunya untuk menangani hal-hal yang tidak enak
atau sulit.
Betul. Ada orang-orang yang lebih suka melihat kesulitan sebagai tantangan diban
dingkan beban, sehingga mereka bisa melakukannya dengan sangat baik dan tanpa be
ban yang berlebihan. Tetapi ada wilayah dimana para internal auditor sering tida
k berkutik menghadapinya. Bahkan para eksekutifpun saya yakin juga tidak mudah m
enykapinya. Masalah apa itu?
Konflik kepentingan. Konflik kepentingan antar departemen atau divisi atau indiv
idu, adalah pemandangan sehari-hari di dalam perusahaan. Saya yakin para interna
l auditor tahu bagaimana cara menempatkan diri yang baik intinya tidak boleh terli
bat konflik kepentingan apapun di dalam perusahaan selain tujuan utama perusahaa
n.
Bagaimana jika itu adalah konflik kepentingan antara perusahaan dengan pihak lua
r? Dalam banyak kasus, menejemen (termasuk eksekutif/board of director tentunya)
, dengan sengaja melakukan ketidakpatuhan dalam menjalankan kewajibannya dengan
pihak luar (mengakali pemegang saham melalui modifikasi laporan keuangan, pajak, b
ea cukai, bank, dan pihak eksternal lainnya). Mungkinkah internal auditor mampu

mengatakan jangan atau tidak ? Di satu sisi mereka tahu itu pelanggaran aspek profesion
alisme mereka menuntut supaya itu dicegah, di sisi lainnya mereka juga harus ber
pikir realistis bagimanapun juga mereka dibayar oleh manajemen perusahaan, mereka
bertanggung jawab kepada audit committee yang nota benanya adalah manajemen peru
sahaan.
Bagaimana internal auditor menghadapi konflik seperti itu? Bagaimana seharusnya
bersikap? Saya akan bahas di lanjutan seri internal auditor ini. Di tulisan beri
kutnya sebagai lanjutan dari seri ini saya akan membahas mengenai Corporate Governa
nce , menurut versi seorang mantan pegawai accounting abal-abal. Terkait dengan ha
l yang sama saya juga akan membahas mengenai: hubungan internal auditor dengan e
xternal auditor, termasuk kantor akuntan publik (KAP) yang seharusnya hanya meny
ediakan jasa independent audit tetapi belakangan menjadi makin rakus dengan meny
ediakan jasa internal audit outsourching . Untuk sementara selamat berakhir pekan.

------------Akuntansi
Home
About
Standar Profesional Audit Internal
Posted by Fuad Rahardi in Audit Internal, Auditing, Etika Akuntan Publik | 9.44
PM
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesedian menerima tang
gungjawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang dilayani. Agar da
pat mengemban tanggungjawab ini secara efektif, auditor internal perlu memelihar
a standar perilaku dan memiliki standar praktik pelaksanaan pekerjaan yang handa
l. Sehubungan dengan hal tersebut, Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Interna
l menerbitkan Standar Profesi Auditor Internal (SPAI). Standar Profesi Audit Int
ernal ini merupakan awal dari serangkaian Pedoman Praktik Audit Internal (PPAI),
yang diharapkan menjadi sumber rujukan bagii nternal auditor yang ingin menjala
nkan fungsinya secara profesional.
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) terdiri atas Standar Atribut, Standar
Kinerja dan Standar Implementasi.
1. Standar Atribut
Berkenaan dengan karakteristik organisasi, individu, dan pihak- pihak yang melak
ukan kegiatan audit internal.
2. Standar Kinerja
Menjelaskan sifat dari kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas pek
erjaan audit. Standar Kinerja memberikan praktik-praktik terbaik pelaksanaan aud
it mulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut. Standar Atribu
t dan Standar Kinerja berlaku untuk semua jenis penugasan audit internal.
3. Standar Implementasi.
Hanya berlaku untuk satu penugasan. Standar Implementasi yang akan diterbitkan d
imasa mendatang adalah
standar implementasi untuk kegiatan assurance (A)
standar implementasi untuk kegiatan consulting (C),

standar implementasi kegiatan investigasi (I)


dan standar implementasi Control Self Assessment (CSA).
Standar-standar tersebut merupakan bagian dari pedoman praktik audit internal (P
PAI),. Keseluruhan pedoman praktik audit internal terdiri atas: Definisi Audit I
nternal Kode Etik Profesi Audit Internal Standar Profesi Audit Internal dan Inte
rpretasi dari Standar Profesi Audit Internal
Pada masa yang akan datang, penerbitan standar-standar implementasi dan pedoman
lainnya akan didahului dengan penyebarluasan rancangan standar (exposure draft-E
D). Standar dan pedoman akan disahkan setelah paling sedikit dua bulan diedarkan
dalam bentuk ED dan mendapat respon yang memadai. ED akan dimuat dalam media ko
munikasi, jurnal, dan web-site yang dimiliki oleh masing-masing organisasi profe
si anggota konsorsium, serta dalam publikasi lain yang relevan.
------||-----STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL
STANDAR ATRIBUT
1000
1100
1200
1300

Tujuan, Kewenangan, dan Tanggungjawab


Independensi dan Objektivitas
Keahlian dan Kecermatan Profesional
Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Fungsi Audit Internal

STANDAR KINERJA
2000
2100
2200
2300
2400
2500
2600

Pengelolaan Fungsi Audit Internal


Lingkup Penugasan
Perencanaan Penugasan
Pelaksanaan Penugasan.
Komunikasi Hasil Penugasan
Pemantauan Tindaklanjut
Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen

--STANDAR ATRIBUT
1000 Tujuan, Kewenangan, dan Tanggungjawab
Tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab fungsi audit internal harus dinyatakan sec
ara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit
Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organ
isasi.
1100 Independensi dan Objektivitas
Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus obyektif dala
m melaksanakan pekerjaannya.
1110 Independensi Organisasi
Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi ter
sebut memenuhi tanggungjawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit i
nternal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Penga

was Organisasi.
1120 Objektivitas Auditor Internal
Auditor Internal harus memiliki sikap mental yang obyektif, tidak memihak dan me
nghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest).
1130 Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektifitas
Jika prinsip independensi dan obyektifitas tidak dapat dicapai baik secara fakta
maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Tekn
is dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prin
sip independensi dan objektivitas tersebut.
1200 Keahlian dan Kecermatan Profesional
Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profes
ional.
1210 Keahlian
Auditor Internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang d
ibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal se
cara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan komp
etensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
1210.1
Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus memperoleh saran dan asistens
i dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi dari s
taf auditor internal tidak memadai untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh penug
asannya.
1210.2 Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat meng
enali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.
1210.3 Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang
risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik
-teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia.
1220 Kecermatan Profesional
Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dila
kukan oleh seorang auditor internal yang pruden dan kompeten.
1220.1 - Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu memperti
mbangkan:
a. Ruang lingkup penugasan.
b. Komplesitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
c. Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governan
ce
d. Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalampenugasan.
e. Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis
lainnya.
1230 Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL)
Auditor Internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya
melalui Pengembangan
Profesional yang Berkelanjutan.
1300 Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Fungsi Audit Internal
Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara program
jaminan dan peningkatan kualitas yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit

internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup
penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan inte
rnal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit
internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberi
kan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Eti
k Audit Internal.
1310 Penilaian terhadap Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas
Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan me
nilai efektivitas Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas secara keseluruhan. P
roses ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal.
1310.1
Penilaian Internal
Penilaian Internal oleh fungsi audit internal harus mencakup:
a. Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit intern
al, dan
b. Reviu berkala yang dilakukan melalui Self Assessment atau oleh pihak lain
dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktik aud
it internal Penilaian Eksternal, seperti Quality Assurance Reviews harus dilakuk
an sekurang-kurangnya sekali dalam dua tahun oleh pihak luar perusahaan yang ind
ependen dan kompeten.
1310.2 Penilaian Eksternal
Penilaian Eksternal, seperti Quality Assurance Reviews harus dilakukan sekurangkurangnya sekali dalam dua tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan
kompeten.
1320 Pelaporan Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas
Penanggungjawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil reviu dari pihak ek
sternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
1330 Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI
Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bah
wa aktivitasnya ' dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal . Pern
yataan ini harus didukung dengan hasil penilaian program jaminan kualitas.
1340 Pengungkapan atas Ketidakpatuhan
Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi
ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal i
ni harus diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

STANDAR KINERJA
2000 Pengelolaan Fungsi Audit Internal
Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal seca
ra efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberika
n nilai tambah bagi Organisasi.
2010 Perencanaan
Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis r
isiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, kons
isten dengan tujuan organisasi.
2010.1 Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang
dilakukan paling sedikit

setahun sekali. Masukan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi serta perkem
bangan terkini harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan au
dit internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan pengelolaan risik
o, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi.
2020 Komunikasi dan Persetujuan
Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan rencana kegiatan a
udit, dan
kebutuhan sumber daya kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk mendap
at persetujuan.
Penanggungjawab fungsi audit internal juga harus mengkomunikasikan dampak yang m
ungkin timbul karena adanya keterbatasan sumberdaya.
2030 Pengelolaan Sumberdaya
Penanggungjawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumberdaya fungsi a
udit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai
rencana-rencana yang telah disetujui.
2040 Kebijakan dan Prosedur
Penanggungjawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur se
bagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.
2050 Koordinasi
Penanggungjawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal
dan eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa l
ingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.
2060 Laporan Kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas
Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala
kepada pimpinan dan dewan pengawas mengenai perbadingan rencana dan realisasi ya
ng mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal
. Laporan ini harus memuat permasalahan mengenai risiko, pengendalian, proses go
vernance, dan hal lainnya yang dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan p
engawas.
2100 Lingkup Penugasan
Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peni
ngkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan mengguna
kan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.
2110 Pengelolaan Risiko
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan
mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan p
engelolaan risiko dan sistem pengendalian intern
2120 Pengendalian
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian in
tern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas
pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara be
rkesinambungan.
2120.1 - Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengeva
luasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, yang mencakup govern
ance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Hal ini harus mencakup:
a.
b.
c.
d.

Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.


Keandalan dan integritas informasi.
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengamanan aset organisasi.

2120.2
Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tuj
uan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran d
an tujuan organisasi.
2120.3 Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memasti
kan sampai sejauhmana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sas
aran yang telah ditetapkan.
2120.4
madai.

Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang me

2130 Proses Governance


Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk
meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:
a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi
b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas
c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit
yang tepat di dalam organisasi.
d. Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan dari, dan mengkomunikasi inform
asi di antara, pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta ma
najemen.

2130.1 Fungsi auditor internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan ef


ektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan
etika
2200 Perencanaan Penugasan
Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap
penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu dan alokasi sumberdaya.
2200.1 Pertimbangan Perencanaan. Dalam merencanakan penugasan, auditor internal
harus mempertimbangkan
a. Sasaran dari kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan ke
giatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya.
b. Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya, dan operasi yang di
reviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak risiko ke tingkat
yang dapat diterima.
c. Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian inte
rn.
d. Peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan sistem
pengendalian intern.

2210 Sasaran Penugasan


Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.
2220 Ruang Lingkup Penugasan
Agar sasaran penugasan tercapai maka Fungsi Audit Internal harus mempunyai ruang
lingkup penugasan yang memadai.
2230 Alokasi Sumberdaya Penugasan

Auditor internal harus menentukan sumberdaya yang sesuai untuk mencapai sasaran
penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleks
itas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumberdaya.
2240 Program Kerja Penugasan
Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka
mencapai sasaran penugasan.
2240.1 - Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, mengana
lisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh
persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja
harus segera mendapat persetujuan.
2300 Pelaksanaan Penugasan
Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis,
mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujua
n penugasan.
2310 Mengidentifikasi Informasi
Auditor Internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan,
dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan.
2320 Analisis dan Evaluasi
Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis
dan evaluasi yang tepat.
2330 Dokumentasi Informasi
Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung
kesimpulan dan hasil penugasan.
2340 Supervisi Penugasan
Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sas
aran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.
2400 Komunikasi Hasil Penugasan
Auditor internal harus mengkomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu.
2410 Kriteria Komunikasi
Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi,
dan rencana tindakannya.
2410.1 - Komunikasi akhir hasil penugasan, bila memungkinkan memuat opini keselu
ruhan dan kesimpulan
auditor internal.
2410.2
Auditor internal dianjurkan untuk memberi apresiasi, dalam komunikasi has
il penugasan, terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direviu.
2410.3 Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi, mak
a pihak yang berwenang harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan pengguna
annya.
2420 Kualitas Komunikasi
Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, obyektif, j
elas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu
2420.1 Kesalahan dan Kealpaan Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kea
lpaan, penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan informasi y

ang telah dikoreksi kepad semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya.
2430 Pengungkapan atas Ketidakpatuhan terhadap Standar
Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan t
ertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan:
a. Standar yang tidak dipatuhi
b. Alasan ketidakpatuhan
c. Dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan

2440 Diseminasi Hasil-hasil Penugasan


Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan ke
pada pihak yang berhak.
2500 Pemantauan Tindaklanjut
Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk me
mantau tindak-lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen
2510 Penyusunan Prosedur Tindaklanjut
Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untu
k memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak-lanjut secar
a efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak-lanjut.
2600 Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang
sebenarnya tidak dapat diterima oleh organisasi, penanggungjawab fungsi audit in
ternal harus mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi ter
sebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka penanggungjawab fungsi a
udit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada pimpinan
dan dewan pengawas organisasi untuk mendapatkan resolusi.
--------------||------------Daftar Pustaka :
Standar Profesional Audit Internal Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Me
i 2004 Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. - http://www.scribd.com/doc
/51844841/SPAI
http://www.scribd.com/doc/90622903/Standar-Profesi-Auditor-Internal
Artikel
Terkait
----------Akuntansi
Home
About
Pengertian
Sistem
Pengendalian
Intern

(SPI)
Posted by Fuad Rahardi in Audit Internal, Auditing | 6.36 PM
Sistem Pengendalian Intern merupakan istilah yang telah umum dan banyak digunaka
n berbagai kepentingan. Istilah Pengendalian intern diambil dari terjemahan isti
lah Internal Control meskipun demikian penulis menterjemahkan sebagai pengawasan i
ntern, untuk istilah tersebut hal ini tidaklah menjadi masalah karena tidak meng
urangi pengertian Sistem Pengendalian Intern secara umum.
Sebagaimana diketahui bahwa definisi Pengendalian Intern yang dikemukakan commit
e on Auditing Procedur American Institute of Carified Public Accountant (ICPA) a
dalah sebagai beirkut :
Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan
yang telah digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kece
rmatan dan keandalan dari data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan me
ndorong ketaatan pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan pimpinan
(James 1997:155).
Kemudian D. Hartanto memberikan penjelasan tentang Pengendalian Intern dengan me
mbedakan kedalam arti yang sempit dan dalam arti luas secara lengkap disebutkan
:
Dalam arti sempit : Pengendalian Intern disamakan dengan Internal Check yang merup
akan prosedur-prosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian dari data-data admin
istrasi, seperti mencocokkan penjumlahan Horizontal dengan penjumlahan Vertikal.
Dalam arti luas: Pengendalian Intern dapat disamakan dengan Manajemen Control , yai
tu suatu sistem yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perus
ahaan untuk mengawasi/mengendalikan perusahaan. Dalam pengertian Pengendalian In
tern meliputi : Struktur Organisasi, formulir-formulir dan prosedur pembukuan da
n laporan (Administrasi), budget dan standart pemeriksaan intern dan sebagainya.
(Hartanto, 1997 : 51).
Sedangkan Zaki Baridwan juga dapat mengartikan Pengendalian Intern sebagai berik
ut :
Pengendalian Intern meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan y
ang terkoordinir dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguj
i ketepatan dan sampai berapa jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan
efisiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang tela
h digaris bawahi. (Zaki, 1998: 97)
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Pengendalian Intern di definisik
an sebagai berikut:
Sistem Pengendalian Intern meliputi organisasi serta semua metode dan ketentuan y
ang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta mili
knya, mencek kecermatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usa
ha, dan mendorong di taatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan.
Pengendalian Intern sebagai Manajemen Control (Arti Luas). Selanjutnya apabila u
nsur-unsur yang terdapat pada Sistem Pengendalian Intern yang telah sesuai denga
n definisi di kelompokkan dua sub sistem, maka kedua sub sistem tersebut terdiri
dari sub sistem Pengendalian Administrasi (Administrative Control) dan Pengendali
an Akuntansi (Accounting Control). Pembagian dalam sub sistem ini secara langsung
dan lengkap dalam buku Norma Pemeriksaan Akuntansi, jadi dalam arti yang luas,
Sistem Pengendalian Intern mencakup pengendalian yang dibedakan atas pengendalia
n Intern yang bersifat accounting dan administrasi. (Ikatan Akuntansi Indonesia,
1998 : 23).
Dari definisi yang diungkapkan di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa, Sistem
Pengendalian Intern merupakan suatu Sistem yang terdiri dari berbagai macam unsur

dengan tujuan untuk melindungi harta benda, meneliti ketetapan dan seberapa jau
h dapat dipercayai data akuntansi, mendorong efisien operasi dan menunjang dipat
uhinya kebijaksanaan Pimpinan.
Tujuan Pengendalian Intern
Pengendalian Intern yang diciptakan dalam suatu perusahaan harus mempunyai beber
apa tujuan. Sesuai dengan definisi yang dikemukakan AICPA tersebut diatas, maka
dapatlah dirumuskan tujuan dari Pengendalian Intern yaitu :
Menjaga keamanan harta milik perusahaan.
Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
Memajukan efisiensi operasi perusahaan.
Membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu
untuk dipatuhi. (Zaki, 1999:14).

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka perlu adanya syarat-syarat tertentu


untuk mencapainya, yaitu unsur-unsur yang mendukungnya, dan untuk ini pembahasan
nya akan dikemukakan sub tersendiri.
Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
Dalam buku Akuntansi Keuangan (Zaki, 1999; 15) bahwa penerapan unsur-unsur siste
m pengendalian intern dalam suatu perusahaan tertentu harus mempertimangkan biay
a dan manfaatnya. Suatu Sistem Pengendalian Intern yang baik haruslah bersifat c
epat, murah dan aman, sehingga perusahaan dapat menjalankan operasinya dengan la
ncar, terjamin keamanannya dan biaya pengawasan yang dibutuhkan relatif tidak ma
hal.
Prinsip-prinsip umum Sistem Pengendalian Intern hanya berlaku sebagai pedoman, b
ukan merupakan suatu keharusan yang ditetapkan secara baku. Meskipun demikian, A
ICPA mengemukakan bahwa suatu Sistem Pengendalian Intern yang memuaskan akan ber
gantung sekurang-kurangnya empat unsur Pengendalian Intern adalah sebagai beriku
t :
Suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara
tepat.
Suatu sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik berguna untuk melakuk
an pengawasan akuntansi yang cukup terhadap harta milik, hutang-hutang, pendapat
an-pendapatan dan biaya-biaya.
Praktek-praktek yang sehat haruslah dijalankan didalam melakukan tugas-tugas
dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi.
Suatu tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung jawab.
Unsur-unsur tersebut diatas adalah sangat penting dan harus diterapkan secara be
rsama-sama dalam suatu perusahaan, agar terdapat adanya Sistem Pengendalian Inte
rn yang baik, sebab kelemahan yang serius dalam salah satu diantaranya, pada umu
mnya akan merintangi sistem itu bekerja dengan lancar dan sukses.
--------------Akuntansi
Home
About
Kode
Etik

Auditor
Internal
Posted by Fuad Rahardi in Audit Internal, Auditing, Etika Akuntan Publik | 12.36
AM
TUJUAN
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima tan
ggungjawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban
tanggungjawab ini secara efektif, auditor internal perlu memelihara standar peri
laku yang tinggi. Oleh karenanya, Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal
dengan ini menetapkan Kode Etik bagi para auditor internal.
PENETAPAN
Kode Etik ini memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor inter
nal. Standar perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan
praktik audit internal. Para auditor internal wajib menjalankan tanggungjawab p
rofesinya dengan bijaksana, penuh martabat, dan kehormatan. Dalam menerapkan Kod
e Etik ini auditor internal harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yan
g berlaku. Pelanggaran terhadap standar perilaku yang ditetapkan dalam Kode Etik
ini dapat mengakibatkan dicabutnya keanggotaan auditor internal dari organisasi
profesinya.
STANDAR PERILAKU AUDITOR INTERNAL
Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan
dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau ter
hadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara s
adar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegia
tan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organ
isasinya.
Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimb
ulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapa
t menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tu
gas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif.
Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari karya
wan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, sehingga dap
at mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.
Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan me
nggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi
Standar Profesi Audit Internal.
Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan in
formasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh
menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) sec
ara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organis
asinya.
Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan se
mua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diu
ngkap dapat (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi ad
anya praktikpraktik yang melanggar hukum.
Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas da
n kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan pro
fesional berkelanjutan.
Pustaka :
Standar Profesional Audit Internal Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Me

i 2004 Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. - http://www.scribd.com/doc


/51844841/SPAI
----------------Akuntansi
Home
About
Pengertian
Timeliness
Posted by Fuad Rahardi in Auditing | 6.44 PM
Timeliness adalah ketepatan waktu dalam penyampaian laporan keuangan yang telah
diaudit oleh auditor independent kepada BAPEPAM
Definisi ketepatan waktu (timeliness) menurut Chairil dan Ghozali (2001)dalam Uk
ago (2005) adalah
timeliness adalah suatu pemanfaatan informasi oleh pengambil k
eputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas atas kemampuannya untuk
mengambil keputusan Ketepatan waktu bagi pemakai informasi sangat penting, infor
masi yang tepat waktu berarti jangan sampai informasi yang disampaikan sudah bas
i atau sudah menjadi rahasia umum. Definisi tepat waktu menurut Baridwan (1997)
dalam Anastasia dan Mukhlisin (2003) informasi harus disampaikan sedini mungkin a
gar dapat digunakan sebagai dasar didalam pengambilan keputusan keputusan ekonomi
dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut .
--------------Akuntansi
Home
About
Makalah
Kompetensi
Bukti
Audit
Posted by Fuad Rahardi in Auditing, Makalah Akuntansi | 6.48 PM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang

Audit yang dilakukan auditor independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit k
ompeten yang cukup untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapat
nya. Jumlah dan jenis bukti audit yang dibutuhkan oleh auditor untuk mendukung p
endapatnya memerlukan pertimbangan profesional auditor setelah mempelajari denga
n teliti keadaan yang dihadapinya. Dalam banyak hal, auditor independen lebih me
ngandalkan bukti yang bersifat pengarahan (persuasive evidence) daripada bukti y
ang bersifat menyakinkan (convincing evidence).
1.2.

Rumusan Masalah

1.
Apa Yang dimaksud dengan bukti audit ?
2.
Faktor apakah yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cuku
p atau tidaknya bukti audit ?
3.
Bagaimana bukti audit dikatakan kompeten serta apasajakah faktor-faktor ya
ng menpengaruhi kompetensi bukti audit?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian Bukti Audit

Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi la
in yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor seba
gai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.
Bukti audit adalah semua media informasi yang digunakan oleh auditoruntuk menduk
ung argumentasi, pendapat atau simpulan dan rekomendasinya dalam meyakinkan ting
kat kesesuaian antara kondisi dengan kriterianya. Tidak semua informasi bermanfa
at bagi audit, karena itu informasi harus dipilih. Pedoman pemilihan informasi y
ang akan digunakan sebagai bukti audit adalah bahwa informasi tersebut harus and
al sehingga mampu meyakinkan pihak lain.
Menurut Mulyadi, Pembahasan bukti audit ini didasarkan pada Standar pekerjaan la
pangan ketiga yang berbunyi: " Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh m
elalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. "
Karena ada empat kata penting dalam standar tersebut yang perlu dijelaskan yaitu
(1) Bukti (2) Cukup (3) Kompeten (4) Sebagai dasar yang layak.
2.2.

Cukup Atau Tidaknya Bukti Audit

Hal ini berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor. Fa
ktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya
bukti audit adalah:
a.
Materialitas Dan Resiko
Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit ya
ng lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak material. Untu
k akun yang mempunyai kemungkinantinggi untuk disajikan salah dalam laporan keua
ngan, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila
dibandingkan dengan akun yang memilliki kemungkinan kecil salah saji.
b.
Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi melihat dari segi waktu dan biaya. Jika dalam memeriksa jumlah bu
kti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang sama tingginya dengan peme
riksaan terhadap keseluruhan bukti, aditor memilih untuk memeriksa jumlah bukti
yang lebih sedikit.
c.
Ukuran Dan Karakteristik Populasi.
Ukuran populasi ditentukan banyaknya item dalam populasi. Semakin besar populasi
semakin banyak bukti yang diperlukan.Karakteristik populasi ditentukan oleh hom
ogenitas anggota populasi. Jika homogen, jumlah bukti audit yang dipilih lebih k
ecil dibandingkan dengan populasi yang heterogen.
2.3.

Kompetensi Bukti Audit

Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi
dan informasi penguat. Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung
oleh efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan
keandalan catatan akuntansi dan bukti bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi
klien.

2.3.1.

Faktor-faktor yang Menpengaruhi Kompetensi Bukti Audit

Kompetensi Informasi Penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor, berikut ini :


1)
Relevansi
Bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit. suatu bukti mungkin relevan dal
am suatu tujuan audit, tetapi tidak relevan dalam tujuan audit yang lain.
2)
Sumber Informasi Bukti
Secara garis besarnya sumber-sumber informasi yang dapat mempengaruhi kompetensi
bukti yang diperoleh adalah sebagai berikut: bukti audit berasal dari klien ata
u pun diluar organisasi klien.

bukti yang diperoleh dari pihak independen lebih dapat diandalkan

efektifitas internal control. semakin efektif internal control perusahaan, se


makin tinggi tingkat keandalan bukti yang diperoleh secara langsung oleh auditor

kualifikasi pemberi informasi


3)
Ketepatan waktu
Berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh auditor. untuk sal
do akun-akun neraca, bukti yang diperoleh dekat tanggal neraca memiliki tingkat
keandalan yang lebih tinggi. Untuk akun-akun bukti lebih meyakinkan bila diperol
eh dari sampel yang dipilih sepanjang periode laporan.
4)
Objektivitas
Bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat subje
ktif.
2.3.2.

Faktor-faktor Lain yang Berhubungan dengan Reliability Bukti Audit

Bukti-bukti audit haruslah reliable dan terpercaya. Faktor-faktor lainnya adalah


:
1.
Independensi sumber
2.
Bukti didapatkan secara langsung oleh auditor
3.
Kontrol internal lebih dari informasi internal
4.
Dokumen-dokumen yang ditulis
5.
Dokumen asli
6.
Konsistensi bukti dari sumber yang berbeda
2.3.3.

Prosedur Pengumpulan Bukti Audit

Dalam memilih prosedur audit yang akan digunakan untuk mencari bukti audit yang
kompeten, auditor dapat memilih 7 (tujuh) kategori prosedur bukti audit seperti
yang dikemukakan Arens dan Loebbecke, yaitu:
1.
Pemeriksaan fisik / Inspeksi
2.
Pengamatan
3.
Konfirmasi
4.
Dokumentasi
5.
Prosedur Analitis
6.
Wawancara dengan auditan
7.
Pelaksanaan kembali

2.4.

Sifat dan jenis Bukti Audit

1.
Bukti pendukung laporan keuangan (Data Akuntansi)
Data akuntansi berupa jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman
akuntansi, memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja ya
ng mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan.
a.
Pengendalian Intern Sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunak
an untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengeta
hui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya da

lam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi audito
r mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
b.
Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan a
kuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor
mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
2.
Bukti Penguat
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, no
tulen rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui; inf
ormasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan / mengajukan pertany
aan (inquiry), pengamatan (observasi), inspeksi (inspection), dan pemeriksaan fi
sik (physical examination); serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau ter
sedia bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan ala
san yang kuat. Jenis-jenis bukti penguat :

Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan ak
tiva berwujud.

Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan ata
u angka atau symbol-simbol dan lain
lain yang diperoleh melalui pemeriksaan doku
men dan catatan klien untuk memperkuat informasi yang disajikan dalam laporan ke
uanganMenurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Bukti yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung kepada
auditor.

Bukti yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip klien.

Bukti yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.


Bukti yang diperoleh dari luar (eksternal) umumnya lebih dapat diandalkan diband
ingkan dengan yang berasal dari dalam (interanal) perusahaan klien. Tingkat kean
dalan bukti ini akan lebih lagi apabila dikirim secara langsung kepada auditor o
leh pihak luar.

Perhitungan Sebagai Bukti (mathemathical evidence)


Penghitungan kembali yang dilakukan oleh auditor dan membandingkannya dengan has
il perhitungan yang dibuat oleh klien. Pengecekan kembali ini dimaksudkan untuk
menguji ketelitian klien dalam perhitungan.Perhitungan yang dilakukan sendiri ol
eh auditor, dapat berupa:
a.
Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjmlahan vertikal.
b.
Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
c.
Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi.
d.
Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per
saham yang beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.

Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak mengajukan pertanyaan kepada kli
en terutama para manajer

Perbandingan (analitycal evidence)


Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang
lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, u
tang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.

Confirmation evidence
Jawaban tertulis/lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasi kece
rmatan informasi tertentu yang diminta auditor, informasi bersifat faktual, memi
liki tingkat keandalan yang tinggi. Contoh : konfirmasi bank, piutang, utang.

Pernyataan tertulis (written representation)


Pernyataan tertulis (written representations) adalah pernyataan yang dibuat dan
ditanda tangani oleh orang yang bertanggung jawab dan mengetahui mengenai sesuat
u hal yang perlu ditegaskan. Selain itu bukti ini mungkin lebih bersifat subjekt
if atau pendapat pribadi seseorang mengenai sesuatu hal daripada informasi yang
sebenarnya. Contoh : surat pernyataan manajemen klien Auditor diharuskan oleh GA
AS untuk mendapatkan pernyataan tertulis dari manajemen untuk memenuhi standar p

ekerjaan lapangan.

Bukti dari Spesialis


Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan
khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang
digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan denga
n klien.
BAB III
KESIMPILAN
3.1.

Kesimpulan

Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pe
rmintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan penda
pat atas laporan keuangan yang diaudit. Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti au
dit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan atau dapat diandalkan bagi seoran
g auditot untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya

Daftar Pustaka
Eva Nurpitasari, 2012, http://eva-nurpitasari.blogspot.com/2012/06/bukti-audit.
html , diakses pada tanggal 25 juni2014.
Keuanganlsm, 2013, http://keuanganlsm.com/kompetensi-kecukupan-dan-penilaian-buk
ti-audit/ , diakses pada tanggal 25 juni2014.
Nisma Islami, 2011, http://m4niniez.blogspot.com/2011/06/bukti-audit-yang-cukupkompeten.html , diakses pada tanggal 25 juni2014.
Wigavalentina, 2013, http://cornelisious.wordpress.com/2013/04/25/kecukupan-komp
etensi-dan-penilaian-bukti-audit/ , diakses pada tanggal 25 juni2014.
Wikipedia, 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Auditing, diakses pada ta
nggal 25 juni2014.
-------------------------Akuntansi
Home
About
Pengertian
Laporan
Audit
dan
Macam-macam
Pendapat
Audit
Posted by Fuad Rahardi in Auditing | 7.02 PM
Pembuatan laporan auditor adalah langkah terakhir dan paling penting dari keselu

ruhan proses audit. Secara umum laporan auditor dapat didefinisikan sebagai lapo
ran yang menyatakan pendapat auditor yang independen mengenai kelayakan atau ket
epatan pernyataan klien bahwa laporan keuangannya disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntan yang berlaku umum, yang diterapkan secara konsist
en dengan tahun sebelumnya. Dalam menyiapkan dan menerbitkan sebuah laporan audi
t, auditor harus berpedoman pada empat standar pelaporan yang terdapat dalam Sta
ndar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Terpenting, harus dilihat standar yang terakhir karena standar ini mensyaratkan
suatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atau pernyata
an bahwa pendapat tidak dapat diberikan disertai dengan alasan-alasannya. Standa
r ini mensyaratkan adanya pernyataan auditor secara jelas mengenai sifat pemerik
saan yang telah dilakukan dan sampai dimana auditor membatasi tanggungjawabnya.
Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya be
rupa laporan audit bentuk baku.
Menyadari fungsi utama laporan audit sebagai media komunikasi antara manajemen d
engan pihak-pihak lain yang berkepentingan, maka dibutuhkan adanya keseragaman p
elaporan untuk menghindari kerancuan. Oleh karena itu standar profesional telah
merumuskan dan merinci berbagai jenis laporan audit yang harus disertakan pada l
aporan keuangan.
Terdapat beberapa jenis pendapat akuntan yang diberikannya berkenaan dengan suat
u pemeriksaan umum, yaitu :
Pendapat wajar tanpa pengecualian WTP (unqualified opinion).
Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan WTPDP (unqualifie
d opinion with explanatory language).
Pendapat wajar dengan pengecualian WDP (qualified opinion).
Pendapat tidak wajar TW (adverse opinion).
Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion).

1). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)


Istilah unqualified disini bukan berarti tidak memenuhi syarat atau tidak qualif
ied. Arti unqualified disini adalah tanpa kualifikasi (qualification) atau tanpa
reserve atau tanpa keberatan-keberatan. Pendapat wajar tanpa pengecualian diber
ikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapa
t pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntans
i yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan pri
nsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuan
gan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil
usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku um
um Prinsip akuntansi berlaku umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan
Perubahan penerapan prinsip akuntansi berlaku umum dari periode ke periode t
elah cukup dijelaskan
Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dije
laskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum

2). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualif
ied opinion with explanatory language).
Laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha p
erusahaan klien namun ditambah dengan hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan.

3). Laporan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)


Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disaj
ikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang
pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan
. Terdapat beberapa kondisi yang membuat auditor harus memberikan pendapat wajar
dengan pengecualian, yaitu :
Lingkup audit dibatasi oleh klien
Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat mem
peroleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan k
lien dan auditor
Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum
Prinsip akuntansi berlaku umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuan
gan tidak diterapakan secara konsisten

4). Laporan pendapat tidak wajar (adverse opinion)


Pendapat tidak wajar diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasa
rkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak menyajikan secar
a wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba dan arus kas perusaha
an klien. Auditor memeberikan pendapat tidak wajar jika tidak terdapat pembatasa
n bukti audit. Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar dengan pe
ngecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingk
up auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten dalam jumlah cukup un
tuk mendukung pendapatnya.
5). Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan auditor jika ia tidak berhasil me
nyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara waja
r. Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan jika antara lain, terdapat ban
yak pembatasan lingkup audit, hubungan yang tidak independen antara auditor dan
klien. Masing-masing kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk dapat men
yatakan pendapatnya atas laporan keuangan secara keseluruhan.
------------------------Akuntansi
Home
About
Pengertian
Audit
dan
Jenis-jenis
Audit
Posted by Fuad Rahardi in Auditing | 6.47 PM
Ada beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di bidang akunta
nsi, antara lain:
Menurut Alvin A.Arens dan James K.Loebbecke :
Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to dete
rmine and report on the degree of correspondence between the information and est
ablished criteria. Auditing should be done by a competent independent person .

Menurut Mulyadi :
Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif m
engenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tuju
an untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut den
gan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian haisl-hasilnya kepada pema
kai yang berkepentingan .
Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistema
tis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan d
an mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut.
Dalam melaksanakan audit faktor-faktor berikut harus diperhatikan:
Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang
dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut
Penetapan entitas ekonomi dan periode waktu yang diaudit harus jelas untuk m
enentukan lingkup tanggungjawab auditor
Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memen
uhi tujuan audit
Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen da
lam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang aka
n diambilnya.

Audit pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : audit laporan keuangan,
audit kepatuhan, dan audit operasional.
1) Audit laporan keuangan (financial statement audit). Audit laporan keuangan ad
alah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan klien
nya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepad
a pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan p
ajak.
2) Audit kepatuhan (compliance audit). Audit ini bertujuan untuk menentukan apak
ah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. K
riteria-kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumbe
r yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prose
dur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audi
t internal, karena oleh pegawai perusahaan.
3) Audit operasional (operational audit). Audit operasional merupakan penelahaan
secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan
tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang
obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertent
u.
Tujuan audit operasional adalah untuk :
Menilai kinerja, kinerja dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan, standar-standa
r, dan sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh manajemen
Mengidentifikasikan peluang dan
Memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak-pihak y
ang mungkin meminta dilakukannya audit operasional adalah manajemen dan pihak ke
tiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakann
ya audit tersebut.

Pustaka :
Alvin A. Arens and James K. Loebbecke, (1997), Auditing An Integrated Approach,
International Edition, Seventh Edition, New Jersey : Prentice-Hill Inc, hal 2
Mulyadi, (1990), Pemeriksaan Akuntan, Edisi 3, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Se
kolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
-----------------Akuntansi
Home
About
Etika
Profesional
Akuntan
Publik
Auditor
/
Audit
Posted by Fuad Rahardi in Auditing, Etika Akuntan Publik, Seminar Audit | 7.33 A
M
Etika profesi menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup pr
ofesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional
agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan eti
ka profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat
mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya
.
Etika Profesional Akuntan Publik
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode
etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tata
nan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubu
ngan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu
dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai l
aporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa ya
ng diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang d
iatur dalam kode etik profesi.
Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya
telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di da
lam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengaku
i bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah mem
aksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tan
pa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.
Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompar
temen Akuntan Publik (IAI-KAP). Lima aturan etika itu adalah:
1. Independensi, integritas, dan obyektivitas
Independensi. Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP / seorang akuntan publi
k harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa p

rofesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang dite
tapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dala
m fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance)
Integritas dan Objektivitas. Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP / seoran
g akuntan publik harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas d
ari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan fakto
r salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan
(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
2. Standar umum dan prinsip akuntansi
Standar Umum. Anggota KAP harus mematuhi standar umum beserta interpretasi yang
terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI, antara
lain ;
Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa
profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan
kompetensi profesional.
Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemb
erian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervi
si secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yan
g memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubu
ngan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
Kepatuhan terhadap Standar. Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa
auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau j
asa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan peng
atur standar yang ditetapkan oleh IAI.
Prinsip-Prinsip Akuntansi. Anggota KAP tidak diperkenankan:
Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan ata
u data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yan
g berlaku umum atau
Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang ha
rus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip aku
ntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak
material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip aku
ntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam ke
adaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut
diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam
butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan men
yesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapka
n penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepat
uhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang men

yesatkan.
3. Tanggung jawab kepada klien
A. Rahasia Informasi Klien . Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan infor
masi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimak
sudkan untuk:
Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan atur
an etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi per
aturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejaba
t pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang
berlaku.
Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai
dengan kewenangan IAI atau menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan
atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk
IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota. Anggota yang terlibat dalam pe
nyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pr
ibadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang dik
etahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota
dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan di
siplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik
profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.
B. Fee Profesional
Besaran Fee.
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan,
kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaks
anakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan prof
esional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara m
enawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
Fee Kontinjen.
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesiona
l tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu
dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee diang
gap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dal
am hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau tem
uan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinj
en apabila penetapan tersebut dapat mengurangi indepedensi.
4.

Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

Tanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profes
i, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi re

kan seprofesi.
Komunikasi antar akuntan publik. Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan
akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan pub
lik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain denga
n jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib
menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara m
emadai. Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jeni
s atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunj
uk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentu
an perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
5.

Tanggung jawab dan praktik lain

Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan. Anggota tidak diperkenankan me


lakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya. Anggota dalam menjalankan pra
ktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melaku
kan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan
citra profesi.
Komisi dan Fee Referal.
>Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang dib
erikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperolah penugasan dar
i klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima ko
misi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
>Fee Referal (Rujukan).
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama
penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkena
nkan bagi sesama profesi.

8 Etika Profesional Akuntan Publik oleh IAPI

Baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengemban
gkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas denga
n mengacu pada standar internasional, yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (I
API) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik prof
esi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia. Prin
sip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pern
yataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Ke-8 butir pernyataan tersebut merupaka
n hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. 8 Butir tersebut terdes
kripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus s
enantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan yan

g dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masya


rakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada se
mua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab
untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi,
memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam m
engatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihar
a dan meningkatkan tradisi profesi
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas prof
esionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab
kepada publik.
Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari pr
ofesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja
, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kep
ada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisn
is secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyar
akat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruh
i kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paha
m bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan p
ersyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan s
emua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas keperca
yaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunju
kkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memen
uhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. In
tegritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan pato
kan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus te
rang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan p
ublik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak m
enerima kecurangan atau peniadaan prinsip
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas
yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas me
ngharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah peng
aruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsult
asi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang baw
ahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan man
ajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan mela
tih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya,
anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompe


tensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan
dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yan
g paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban unt
uk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuanny
a, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi ke
pada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak
menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka milik
i. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jas
a dengan kemudahan dan kecerdikan.
Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, ang
gota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang le
bih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masin
g masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperluka
n memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama mel
akukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi ter
sebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hu
kum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan den
gan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan lu
as kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggot
a mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewaji
ban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau p
emberi jasa berakhir
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang bai
k dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menj
auhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggot
a yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar tekn
is dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan be
rhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari peneri
ma jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektiv
itas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation
of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik


Setiap orang yang melakukan tindakan yang tidak etis maka perlu adanya penangana
n terhadap tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak d

ilakukan oleh anggota masyarakat atau anggota profesi maka hal tersebut perlu di
pertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu tetap dipertahankan at
au dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perke
mbangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara keselurahan kalau mel
ihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akunta
n publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akunta
n manajemen disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang m
enyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak)
.
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan p
ublik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode et
ik, padahal seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar a
udit atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode
etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan s
alah satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :
Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yan
g ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akun
tan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhira
n kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di Bandun
g dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat ini.
Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan
profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan p
emberhentian sebagai anggota IAI).
Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan p
engaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipu
n tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat l
uas.
Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang ber
Di Indonesia, melalui PPAJP
tujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhad
ap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakuk
an oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjad
i perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada
di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi
AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Aku
ntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengatura
n akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serik
at yang membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merup
akan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002.
Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulas
i yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron da
n Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Bi
g-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan aso
siasi profesi sangat besar, antara lain:
(i) pembuatan standar akuntansi dan standar audit;
(ii) pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan
(iii) pemberian sanksi.
Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profe
si dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya.
Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan

Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewena
ngan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap melimp
ahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi.
Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai deng
an usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, te
rutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
. Di samping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (ata
u orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang mela
nggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan k
ualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kep
entingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan kualitas audit.
---------||-------Note :
Atestasi : Atestasi merupakan salah satu jenis jasa yang diberikan oleh Kant
or Akuntan Publik. Jasa atestasi diberikan untuk memberikan pernyataan atau pert
imbangan sebagai pihak yang independen dan kompeten tentang sesuatu pernyataan (
asersi) suatu satuan usaha telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yakni a
udit keuangan historis, pemeriksaan/examination, review dengan cara wawancara, d
an prosedur yang disepakati bersama.
Kompilasi : arti kata dasar* kumpulan / himpunan /pusparagram.
Daftar Referensi :
http://etikaprofesinarotama.blogspot.com/2011/12/pengertian-dalam-etika-prof
esi.html
http://xsaelicia.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-kantor-akuntan-publik.html
http://dharmotinambunan.wordpress.com/2012/12/04/8-prinsip-kode-etik-akuntan
si
------------------

Bagaimana Cara Auditor Memeriksa Aspek Going Concern Perusahaan?


oleh Mr. JAK
5 Komentar
Cara Audit Going Concern
Ditulis oleh Mr. JAK
Auditor TIDAK WAJIB untuk memprediksi kondisi masa depan perusahaan terperiksa (
auditee.) Namun belakangan, dalam proses audit, auditor diharapkan untuk mempert
imbangkan kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan hidupnya (continue to
going concern), minimal untuk satu tahun buku ke depan. Bagaimana cara auditor m
emeriksa aspek going concern perusahaan?
Itulah yang akan JAK bahas melalui artikel sederhana ini. Namun sebelum masuk ke
topik utama, mari kita lihat bagaimana peranan going concern di dalam perusahaa
n terlebih dahulu.
([textmarker color= FF0D05?]Precaution[/textmarker]: Artikel ini tergolong panjang
dan rinci, thus mungkin mengkonsumsi waktu yang banyak untuk membaca dan memaha
mi isinya. Untuk itu JAK bagi menjadi beberapa sub-judul agar lebih mudah dibaca
. [textmarker color= 0A8F06?]Anjuran[/textmarker]: sebaiknya dibaca di rumah saat

ada waktu luang).


Pentingnya Asumsi Going Concern Dalam Akuntansi
Going Concern, dalam akuntansi, adalah sebuah ASUMSI (sekalilagi sebuah asumsi) ya
ng menganggap bahwa perusahaan akan beroperasi dalam jangka panjang. Dan sebagia
n besar perlakuan akuntansi mulai dari pengukuran hingga pengungkapannya menggunakan
asumsi ini.
Aset Tetap misalnya, awalnya diakui sebesar harga perolehan (cost) untuk kemudian
di alokasikan sebagai beban/biaya melalui penyusutan atau amortisasi secara bertah
ap selama umur manfaatnya (=umur ekonomisnya). Hal ini karena adanya matching conc
ept dimana perusahaan diasumsikan akan beroperasi dalam jangka panjang Going Conce
rn minimal selama usia manfaat aset.
Pengeluaran-pengeluaran besar sehubungan dengan aset, sebagai contoh berikutnya,
dikapitalisasi ke aset terkait. Hal ini, juga dengan asumsi bahwa perusahaan ak
an beroperasi dalam jangka panjang (Going Concern). Andai tidak menggunakan asum
si Going Cocern, mestinya, berapa besarpun pengeluaran yang timbul langsung dibe
bankan (expensed) pada saat terjadi.
Asumsi yang sama juga digunakan ketika perusahaan mengakui
au Pendapatan Diterima Dimuka.

Biaya Dibayar Dimuka

at

Andai tidak menggunakan asumsi Going Concern maka tidak akan pernah ada pengalokas
ian beban secara bertahap (penyusutan/amortisasi). Pengakuan pendapatan secara b
ertahap juga takkan pernah terjadi.
Pengelompokan Aset Lancar Tak lancar dan Utang Jangka Pendek
Jangka Panjang
oran Posisi Keuangan (=Neraca) juga tak pernah ada jika asumsi Going Concern tak
digunakan. Bahkan, periodesasi pelaporan keuangan juga menjadi tak diperlukan l
agi, dan yang namanya matching-concept otomatis menjadi tak ada.
Persoalannya, yang namanya ASUMSI tetap saja asumsi yang pada titik tertentu bisa ja
di tidak mewakili kondisi sebenarnya. Termasuk asumsi going concern yang digunak
an dalam akuntansi. Ada kalanya, pada titik tertentu, perusahaan tidak mampu lag
i menjaga kelangsungan hidupanya.
Sekarang bayangkan; apa yang terjadi ketika Laporan Keuangan yang disajikan meng
gunakan asumsi going concern padahal pada kenyataannya perusahaan tidak mampu la
gi meneruskan operasionalnya dalam jangka panjang alias tidak sungguh-sungguh go
ing concern?
Itu artinya, asumsi going concern yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan
sudah tidak valid lagi; tidak mewakili kondisi perusahaan yang sebenarnya, mesk
ipun angka-angkanya akurat dan perlakuannya telah sesuai dengan Pernyataan Stand
ar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sehingga, semua isi laporan keuangan yang disajika
n menjadi TIDAK MASUK AKAL lagi! Tidak valid!
Itu sebabnya, perlu ditekankan bahwa Laporan Keuangan disajikan dengan asumsi pe
rusahaan mampu beroperasi dlm jangka panjang (going concern).
Selanjutnya, kita lihat peranan penting asumsi going concern bagi pengguna Lapor
an Keuangan.
Pentingnya Status Going Concern Bagi Pengguna Laporan Keuangan
Bagi pengguna eksternal, utamanya investor dan kreditur, Laporan Keuangan (yang

pada Lap

disusun menggunakan asumsi Going Concern oleh manajemen perusahaan) merupakan su


mber informasi utama untuk mengambil keputusan-keputusan penting:
Investor menginvestasikan uangnya dengan cara membeli saham perusahaan dan b
ersedia dikembalikan dalam bentuk dividend yang nilai Rupiahnya jauh lebih kecil
dibandingkan total Rupiah yang diinvestasikan, karena berharap akan memperoleh
dividend dalam jangka panjang.
Lembaga keuangan seperti bank mengucurkan kredit bagi perusahaan dan bersedi
a dikembalikan secara bertahap, juga dengan asumsi bahwa perusahaan mampu berope
rasi dalam jangka panjang.
Bayangkan nasib investor dan kreditur bila ternyata perusahaan tidak mampu untuk
going concern? Mereka akan merugi!
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi, investor butuh informasi apakah investee
mampu going concern ke depannya atau tidak. Lembaga keuangan juga butuh informas
i yang sama sebelum memberikan kredit.
Lalu, darimana investor dan kreditur memperoleh informasi mengenai kepastian sta
tus going concern perusahaan?
Sedikit Mengenai Teori Keagenan dan Audit
Pihak eksternal bisa mmperoleh informasi mengenai kemampuan going concern perusa
haan dari laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Dengan bantuan para an
alyst, investor dan kreditur bisa melakukan penilaian terhadap prospek investasi
dari berbagai aspek, termasuk aspek kemampuan going concern.
[textmarker color= FF1D0D ]Pertanyaannya[/textmarker]: Apakah laporan keuangan yg di
sajikan oleh manajemen akurat, tidak mengandung material misstatement dan tidak
manipulatif?
Teori keagenan (agency theory), singkatnya, menyarankan: jangan percaya begitu s
aja terhadap asersi (laporan keuangan yang disajikan) manajemen!
Lebih rinci dalam teori keagenan disebutkan bahwa, prinsipal (=pemegang saham) seb
agai pemilik perusahaan memberikan mandat kepada agen (=jajaran manajemen) untuk m
enajalankan operasional perusahaan sehari-hari. Dengan harapan akan terjadi kont
rak yang efisien diantara mereka.
Jensen dan Meckling, 1976 silam, mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
suatu kontrak dimana satu orang atau lebih [principal] meminta pihak lainnya [
agen] untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan
pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen.
Ada dua asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam hubungan keagenan agar menghasilk
an suatu kontrak yang efisien diantara principal dan agen, yaitu:
Simetri informasi; dan
Imbalan pasti bagi agen.
Namun, pada kenyataannya agen sebagai pengelola perusahaan selalu memiliki akses
informasi yang lebih luas thus memiliki lebih banyak informasi mengenai kondisi p
erusahaan jika dibandingkan dengan prinsipal. Kondisi seperti ini yang disebut asimet
ri informasi adalah kondisi yang tidak ideal dilihat dari kepentingan prinsipal.
Oleh karena itu, sebagai pengelola perusahaan para manajer berkewajiban untuk me
mberikan informasi mengenai kondisi perusahaan melalui penyajian Laporan Keuanga

n beserta Catatan dan Penjelasannya.


Penyampaian informasi melalui laporan keuangan tersebut perlu dilakukan untuk me
menuhi kebutuhan informasi pihak-pihak internal dan eksternal perusahaan yang ti
dak memiliki akses langsung ke dalam data keuangan.
Namun, Eisenhardt (1989) telah mengingatkan tentang adanya tiga asumsi sifat man
usia terkait teori keagenan, yaitu:
Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest);
Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa depan (bounded r
ationality); dan
Manusia selalu menghindari risiko (risk averse).
Mempertimbangkan 3 asumsi sifat dasar manusia tersebut, Eisenhardt mewanti-wanti
bahwa manajer akan cenderung bertindak oportunis, yaitu mengutamakan kepentinga
n pribadinya dibandingkan menjaga komitmennya kepada prinsipal yang memberinya k
epercayaan. Perilaku ini bisa memicu terjadinya konflik keagenan.
Teori yang sama juga menyebutkan bahwa, pihak manajemen umumnya memiliki kepenti
ngan yang berbeda dengan prinsipal sehingga akan cenderung menyusun laporan keua
ngan yang sesuai dengan tujuannya, bukan demi kepentingan prinsipal.
Nah, sebagai penengah (intermediary), hadirlan AUDITOR INDEPENDEN (biasanya bera
da dibawah naungan Kantor Akuntan Publik tertentu) yang bisa mengurangi potensi
konflik keagenen tersebut. Melalui proses audit, auditor melakukan pemeriksaan d
an memberikan opini (atestasi) atas kewajaran isi Laporan Keuangan yang disajika
n oleh manajemen perusahaan.
Dalam SAS (AU 110) Paragraf 01 dijelaskan:
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menya
takan pendapat [opini] tentang kewajaran, dalam semua hal yang material terkait
posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prin
sip akuntansi yang berlaku umum.
Ada 5 jenis opini yang dapat diberikan oleh auditor terhadap laporan keuangan au
ditee, yaitu:
1. Wajar tanpa pengecualian (unqualified)
la:

Opini ini diberikan oleh auditor apabi

Audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing;


Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
;
Tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas
an.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan Opini ini
diberikan oleh auditor apabila: (1) audit telah dilaksanakan atau diselesaikan
sesuai dengan standar auditing; (2) penyajian laporan keuangan sesuai dengan pri
nsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi (3) terdapat keadaan atau kondisi terte
ntu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan baha
sa penjelasan tambahan bisa disebabkan oleh salahsatau atau lebih kondisi beriku
t ini:
Sebagian opini auditor didasarkan atas laporan auditor independen lain;
Adanya penyimpangan dari pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) yang b
erlaku;
Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip d

an metode akuntansi;
Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material; atau
Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan h
idupnya (going concern)
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified)
lahsatu atau lebih kondisi berikut ini terjadi:

Opini ini diberikan apabila sa

Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit
yang material tapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan;
Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akunta
nsi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak memengaruhi laporan k
euangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang
tidak memadai maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelask
an alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat.
4. Pendapat tidak wajar (adverse) Opini ini diberikan apabila auditor berpendapa
t bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil us
aha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Opini ini h
arus disertai penjelasan mengenai alasan pemberian opini tidak wajar.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer)
ndapat apabila:

Auditor tidak memberikan pe

Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun kar
ena kondisi tertentu; dan/atau
Auditor tidak independen terhadap klien.
Setelah diperiksa oleh auditor independen, laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen diharapkan tidak mengandung salahsaji yang bersifat material (material
misstatement) dan benar-benar mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya,
sehingga pengguna laporan keuangan dapat membuat keputusan-keputusan penting den
gan lebih tepat berdasarkan Laporan Keuangan Auditan (audited financial statemen
ets.)
Hanya saja, belakangan (setidaknya sejak skandal Enron), publik mengharapkan aga
r disamping menilai kewajaran isi Laporan Keuangan, melalui proses auditing, aud
itor juga bisa memberi semacam peringatan dini (early warning) kepada pengguna ter
kait kondisi dan peristiwa tak pasti (uncertainty) yang berpotensi risiko kerugi
an bagi stakeholders eksternal, yakni: investor/pemegang saham, kreditur, pemeri
ntah/regulator.
Salahsatu kondisi dan peristiwa tak pasti itu adalah hal-hal yang bisa membuat p
erusahaan tidak mampu lagi menjaga kelangsungan hidupnya di masa depan, yakni as
pek kemampuan untuk going concern.
Pindah ke paragraf berikutnya
Peranan Auditor Dalam Memeriksa Aspek Going Concern Auditee
Di masa silam, proses audit tidak secara khusus memeriksa aspek going concern au
ditee. Tugas dan tanggungjawab auditor terbatas pada penilaian terhadap kewajara
n penyajian Laporan Keuangan yang tentu saja disusun dengan menggunakan basis da
ta historis (transaksi-transaksi yang telah terjadi), samasekali TIDAK menilai a
tau memprediksi kondisi perusahaan di masa yang akan datang, termasuk kemampuann
ya untuk terus going concern.
Namun publik mengharapkan agar tugas dan tanggungjawab auditor diperluas, sehing
ga mampu memininalkan risiko terkait kondisi dan peristiwa yang sifatnya tak pas

ti. Salahsatu tugas dan tanggungjawab yang diperluas itu adalah pemeriksaan terh
adap kemampuan perusahaan untuk melanjutkan operasionalnya dalam jangka panjang
(aspek going concern).
Atas harapan itu, untuk pertamakalinya di tahun 1978, the Commission on Auditors
Responsibilities (CAR) sebuah komisi khusus membahas mengenai tugas dan tanggungja
wab auditor di Amerika Serikat yang anggotanya terdiri dari board of director Am
erican Institute of Certified Public Accountant (AICPA), fokus untuk merespon pe
rmintaan publik tersebut.
Hasil pembahasan itu menyimpulkan bahwa, diikutsertakannya aspek going concern d
alam laporan audit justru membingungkan pengguna, menggeser tugas auditor, dan k
erap menimbulkan harapan palsu di kalangan pengguna laporan keuangan. Oleh karen
a itu CAR merekomendasikan agar aspek going concern disertakan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan yang dirilis oleh pihak manajemen auditee bersamaan dengan Lapo
ran Keuangan saja, tidak pada laporan audit yang dirilis oleh auditor.
Dan, the Auditing Standard Board (ASB)-pun mengamini rekomendasi tersebut. Namun
, keputusan itu memperoleh tekanan balik yang keras dari publik. Mereka tetap me
minta agar tugas dan tanggungjawab auditor diperluas, termasuk memeriksa aspek g
oing concern.
Seiring dengan semakin banyaknya skandal laporan keuangan yang timbul pada masamasa setelah itu, maka ASB akhirnya merilis Statement of Auditing Standard (SAS)
nomor 59.
SAS 59 (AU 341.01), secara eksplisit menyatakan:
Kelangsungan hidup entitas dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan se
panjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan.
Dengan kata lain, kecuali ditemukan adanya informasi sebaliknya, maka secara oto
matis asumsi going concern harus digunakan dalam menilai kewajaran Laporan Keuan
gan.
Lalu, seperti apa implementasinya di lapangan? Apa yang dilakukan oleh auditor u
ntuk memastikan tidak ada kesangsian substansial terhadap aspek kemampuan going co
ncern perusahaan?
Cara Auditor Pemeriksaan Aspek Going Concern
Pada umumnya, keberlanjutan operasional perusahaan terancam oleh satu keadaan sa
ja, yaitu: adanya kondisi dan peristiwa tak pasti yang bisa membuat perusahaan m
enjadi tidak mampu membayar liabilitasnya baik yang tergolong jangka pendek maupun
jangka panjang.
Oleh sebab itu, SAS 59 (AU 341) memberikan petunjuk mengenai kondisi-kondisi dan
peristiwa-peristiwa yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menemuk
an adanya kesangsian substansial (=keraguan besar) terhadap kemampuan going concer
n entitas auditee di masa yang akan datang, setidanya hingga satu tahun buku ke
depan.
Ada 4 kondisi dan peristiwa yang dapat diidentifikasi dan dijadikan sebagai baha
n pertimbangan oleh auditor, yaitu:
1. Kecenderungan-Kecenderungan Negatif (Negative Trends)
Misalnya: kerugian oper
asional yang terjadi secara berulang dari periode-ke-periode, kekurangan modal k
erja yang terus terjadi, arus kas aktivitas operasional yang negatif, rasio-rasi
o kinerja kunci (key performance indicator) yang berskor buruk.

2. Indikasi Kesulitan Keuangan (Financial Distress)


Contoh, kegagalan dalam meme
nuhi kewajiban membayar utang, nunggak pembayaran dividen, penolakan dari pemaso
k terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, timbulnya kebutuhan akan
restrukturisasi utang, tilmbulnya kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pe
ndanaan baru, adanya inisiasi untuk menjual cepat sebagian aset yang dimiliki.
3. Persoalan Internal (Internal Issues) Misalnya, pemogokan kerja atau konflik p
erburuhan yang lain, adanya ketergantungan yang tinggi terhadap keberhasilan sua
tu proyek tertentu, adanya komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis,
adanya kebutuhan untuk merombak operasional perusahaan secara signifikan.
4. Persoalan Eksternal (External Issues) Contoh: adanya tuntutan hukum atau gugat
an pengadilan yang berpotensi mengganggu kelangsungan hidup perusahaan, keluarny
a undang-undang atau masalah-masalah lain yang berpotensi membatasi atau menghen
tikan operasional perusahaan baik sebagian maupun keseluruhan, kehilangan hak ke
lola-lisensi-copyright-dan-paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utam
a, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi-banjir-kekeringan-dan force
majeur lainnya yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertangg
ungan yang tidak memadai.
Nah, prosedur atau langkah-langkah seperti apa yang bisa diambil oleh auditor un
tuk mempertimbangkan empat kondisi dan peristiwa di atas sehingga sampai pada ke
simpulan apakah MENYANGSIKAN atau TIDAK MENYANGSIKAN kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern)?
Tentu saja, auditor perlu melakukan pekerjaan ekstra di sepanjang proses audit y
ang dijalankan. Misalnya, pada saat:
1. Menjalankan Prosedur Analitis (analytical procedures) Entah pada fase perenca
naan atau pengujian substantif atau review setelahnya, auditor biasanya hanya me
nilai akurasi dan kewajaran penyajian. Nah, dalam upaya menemukan trend negatif
seperti petunjuk SAS 59 di atas, mungkin auditor perlu melakukan trend analysis
terhadap akun-akun tertentu, misalnya:
Apakah penjualan atau revenue perusahaan mengalami kemerosotan yang signifik
an secara terus menerus
Apakah cost dan expense yang timbul trendnya meningkat signifikan secara ter
us-menerus
Apakah ada penumpukan nilai persediaan yang tak kunjung berubah menjadi tagi
han atau kas
Apakah nilai bad debt terus meningkat
Apakah total nilai utang dagang/usaha yang mengalami overdue terus meningkat
2. Menjalankan Review Terhadap Peristiwa Setelah Tanggal Laporan (Subsquent Even
ts Review) Pada saat melakukan subsequent event review, auditor biasanya hanya m
emastikan bahwa semua transaksi bersifat material telah diikut sertakan ke dalam
Laporan Keuangan Auditan (audited financial statements). Upaya ekstra yang perl
u dilakukan oleh auditor untuk melihat kemungkinan adanya masalah going concern
antara lain:
Melihat dan mencari tahu, apakah ada pelanggan besar perusahaan yang mengala
mi kebangkrutan, sehingga piutang overdue kemungkinan akan segera berubah menjad
i kerugian piutang tak tertagih, dan yang terpenting mungkin trend penjualan aka
n terus menurun di masa-masa berikutnya.
Melihat dan mencari tahu, apakah harga jual produk/jasa perusahaan mengalami
penurunan di pasaran
Melihat dan mencari tahu, apakah ada pemasok yang menurunkan jumlah pasokan
(atau menghentikannya samasekali) menyusul penghentikan fasilitas kredit.
Apakah ada lembaga keuangan yang menurunkan plafond kredit atau menghentikan

nya samasekali.
Apakah ada pengambilalihan aset perusahaan oleh pihak lain.
3. Menjalankan Review Kepatuhan (Compliance Review)
Upaya ekstra lainnya adalah
dengan melakukan review terhadap kepatuhan perusahaan dalam menjalankan komitmen
t dengan kreditur, utamanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit jangka panj
ang seperti bank. Auditor perlu melihat apakah perusahaan masih mampu memenuhi k
omitmennya sebagaimana tertuang di dalam perjanjian semula (dalam akad kredit mi
salnya).
4. Membaca Notulen Rapat (Minutes Reading) Biasanya, auditor membaca minutes mee
ting yang diselenggarakan dalam RUPS, Dewan Direksi dan Dewan Komite, hanya untu
k mencari tambahan informasi untuk memastikan akurasi dan kewajaran penyajian la
poran keuangan. Upaya ekstra yang bisa dilakukan untuk menemukan adanya indikasi
persoalan going concern di sini diantaranya dengan mencari informasi yang mengi
ndikasikan:
Adanya rencana alokasi biaya litigasi (=penanganan sengketa) yang meningkat
drastis
Adanya wacana untuk mencari sumber pendanaan alternative selain yang biasany
a
Adanya wacana untuk melakukan perombakan sistim kerja operasional perusahaan
secara signifikan
Adanya program pemangkasan cost dan expense seperti rencana PHK, penghentian
operasional segment atau unit bisnis tertentu, atau pengurangan jam kerja opera
sional, secara besar-besaran.
Adanya penghentian kontrak kerja mendadak dengan tenaga expert yang selama i
ni digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Adanya penghentian anggota manajemen puncak dan menengah.
5. Review Terhadap Permintaan Konsultasi Legal (Inquiry of Legal Counsel Review)
Upaya berikutnya yang bisa dilakukan oleh auditor dalam upaya menemukan adanya
kesangsian terhadap aspek going concern adalah dengan melihat catatan koresponde
n dengan institusi-institusi legal seperti kantor pengacara, penasehat hokum dan
notaris. Dari proses review itu, mungkin auditor bisa menemukan adanya komunika
si yang intens terkait masalah litigasi seperti adanya tuntutan hukum (pidana da
n perdata) dari pihal ketiga entah itu perseorangan atau badan.
Itulah langkah-langkah yang bisa diambil oleh auditor guna menemukan adanya pers
itiwa dan kondisi tak pasti yang berpotensi membuat auditee tak mampu lagi mempe
rtahankan kelangsungan hidupanya di masa depan.
[textmarker color= FF1008?]Pertanyaan[/textmarker]: Apakah upaya-upaya ekstra itu
saja sudah cukup?
[textmarker color= 0B8203?]Jawabannya[/textmarker]: Tergantung. Setelah melalui pr
oses pemeriksaan, termasuk upaya-upaya ekstra yang dilakukan, auditor mungkin ME
NEMUKAN atau TIDAK MENEMUKAN adanya indikasi kesangsian substansial (substantial d
oubt) terhadap kemampuan going concern perusahaan:
Apabila TIDAK MENEMUKAN kesangsian substansial, maka auditor sudah bisa memb
erikan opini yang sesuai (lihat Opini Auditor Terkait Aspek Going Concern di bawah
).
Apabila MENEMUKAN kesangsian substansial, maka auditor perlu menanyakan apak
ah perusahaan memiliki Rencana Manajemen untuk memitigasi peristiwa dan kondisi ta
k pasti tersebut. Jika TIDAK PUNYA, maka auditor sudah bisa memberikan opini ((l
ihat Opini Auditor Terkait Aspek Going Concern di bawah). Apabila sebaliknya, dima
na perusahaan memiliki rencana manajemen, maka auditor perlu mengevaluasi rencan
a tersebut. Pindah ke paragraph berikutnya

Mengevaluasi Rencana Manajemen Perusahaan


Dari prosedur pemeriksaan normal dan upaya ekstra yang telah dilaksanakan, apabi
la auditor menemukan adanya kesangsian substansial terhadap kemampuan perusahaan
untuk terus going concern, setidaknya sampai 1 tahun buku berikutnya (IAI, 2001),
maka ia belum bisa secara serta-merta memberikan opini dan masih perlu melakuka
n evaluasi terhadap rencana manajemen untuk memitigasi persoalan.
SAS 59 (AU 341) paragraf 03, menyatakan:
Jika auditor yakin terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus: (a) m
emperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi d
an peristiwa tersebut; dan (b) mengevaluasi apakah rencana tersebut efektif dila
ksanakan.
Konkretnya, auditor perlu meminta penjelasan dari perusahaan mengenai langkah ap
a saja rencananya yang akan diambil.
Rencana Manajemen mungkin variatif antara satu auditee dengan lainnya, tergantung
persitiwa dan kondisi tak pasti seperti apa persisnya yang dihadapi. Namun renca
na-rencana itu, umumnya, bisa diklasifikasikan menjadi 4 jenis.
Terhadap masing-masing jenis rencana manajemen yang disampaikan, auditor perlu m
elakukan evaluasi-evaluasi tertentu yang bisa mengarahkan pada kesimpulan apakah
rencana tersebut akan mampu mengatasi persoalan secara efektif.
Berikut ini adalah 4 klasifikasi rencana manajemen yang lumrah disampaikan oleh
perusahaan, dan langkah evaluasi yang bisa diambil oleh auditor:
1. Rencana Menarik (Menjual) Aset
Jika manajemen perusahaan auditee merencanakan
untuk menjual sebagian asetnya, maka auditor perlu mengevaluasi hal-hal berikut
ini:
a. Seberapa laku aset yang rencananya akan dijual? Untuk menjawab pertanyaan ini
auditor perlu melakukan review terhadap aset yang akan dijual dan prospek pasar
nya. Jika aset yang dijual berupa surat berharga yang tidak terdaftar, maka audi
tor perlu melakukan review terhadap dokumen-dokumen terkait dan koresponden yang
sudah berlangsung terkait penjualan tersebut. Apabila aset yang dijual berupa a
set tak berwujud (intangibles) seperti patent, franchise, copyrights, dan sejeni
snya, maka auditor perlu melihat berapa kas yang dihasilkan oleh aset yang sama
di masa lalu, berapa penawarannya saat ini dan siapa saja calon pembelinya. Jika
yang akan dijual berupa aset tetap, maka auditor perlu melihat harga pasar waja
rnya. Jika manajemen berencana untuk menjual piutangnya kepada pihak ketiga, mak
a auditor perlu melihat cadangan piutang ragu-ragu dan cadangan retur penjualan.
Jika yang akan dijual berupa bagian perusahaan (segement atau unit bisnis) tert
entu, maka auditor perlu melihat kinerja moneter (laporan kinerja) segment/unit
bisnis tersebut.
b. Adakah pembatasan atas penjualan aset? Bisa jadi pemegang saham membatasi pen
jualan aset, atau bisa jadi aset tersebut telah dijadikan agunan kredit. Untuk i
tu auditor perlu melihat: perjanjian-perjanjian terkait kredit, perjanjian utang
-piutang tertulis, dan hal-hal lain terkait dengan aset tersebut.
c. Apa dampak dari penjualan aset tersebut? Utamanya aset-aset di luar surat ber
harga (piutang, persediaan, aset tetap dan aset tak berwujud) seharusnya merupak
an sumberdaya yang menopang operasional perusahaan. Apa dampaknya bila dijual? D
alam hal ini auditor perlu penjelasan dari perusahaan mengenai dampak apa yang m
ungkin timbul dan apa rencana manajemen untuk mengatasi dampak tersebut. Untuk l

ebih konkretnya, auditor mungkin perlu membuat PROFORMA LAPORAN KEUANGAN setelah
mengeluarkan aset yang terjual dari operasional perusahaan, sehingga bisa melih
at dampaknya dalam satuan moneter (rupiah).
2. Rencana Meminjam Uang atau Restrukturisasi Utang
Jika perusahaan berencana me
minjam uang atau melakukan restrukturiasai utang, maka auditor perlu mengevaluas
i hal-hal berikut ini:
a. Adakah sumber pembiayaan dengan utang tersedia? Aditor perlu melihat apakah s
udah ada institusi keuangan yang siap memberi pinjaman, perhitungkan dampak biay
a dan bunga yang akan timbul. Mungkinkah perusahaan bisa melakukan skema leaseba
ck.
b. Apakah perusahaan memiliki agunan yang cukup? Perusahaan yang sedang mengalam
i kesulitan likuiditas besar kemungkinannya takkan dapat pinjaman tanpa agunan.
Untuk itu auditor perlu menghitung berapa besarnya aset yang dimiliki oleh perus
ahaan dan bisa dijadikan agunan. Aset yang sudah dijasikan agunan otomatis tak b
isa diikutsertakan. Perhitungan harus sampai pada kesimpulan dari agunan yang dim
iliki, berapa nilai rupiah pinjaman yang akan bisa diperoleh?
c. Adakah batasan pinjaman tambahan? Pinjaman yang telah ada biasanya membuat pe
rusahaan tidak bebas lagi mencari pinjaman tambahan. Karena ini, auditor perlu m
ereview perjanjian yang telah ada.
d. Adakah pengaturan yang telah ada atau telah memperoleh komitmen pasti untuk r
estrukturisasi utang atau perjanjian yang memungkinkan perusahaan untuk mendapat
dana tambahan? Jika ada, maka auditor perlu mengevaluasi kepastian pengaturan a
tau komitmen tersebut. Mungkin auditor bisa meminta konfirmasi terterulis dari p
ihak yang menyediakan atau memberikan komitmen, seperti bank atau lembaga keuang
an lainnya.
3. Rencana Mengurangi atau Menunda Pengeluaran
Sudah lumrah bahwa perusahaan yan
g sedang mengalami kesulitan likuiditas bisanya melakukan pengurangan atau penun
daan pengeluaran-pengeluaran. Jika ada, maka auditor perlu mengetahui, pengeluar
an apa saja yang rencananya akan dikurangi atau ditunda; apakah terkait reparasi
dan pemeliharaan, iklan, rekayasa dan pengembangan, perluasan, upgrade atau pen
ambahan fasilitas (bangunan/mesin/perlatan)? Yang tak kalah pentingnya, apa damp
aknya bagi operasional perusahaan ke depannya. Auditor perlu meminta proyeksi at
as dampak yang akan ditimbulkan dalam satuan moneter (Rupiah).
4. Rencana Menaikan Kepemilikan Ekuitas
Ketika kelangsungan operasional sedang d
ibawah tekanan, adalah lumrah bila perusahaan berupaya untuk menawarkan penyerta
an ekuitas (modal) kepada investor. Dan fenomena yang jamak pula jika banyak inv
estor mencari-cari perusahaan yang sedang membutuhkan tambahan modal. Dalam dist
ress yang tinggi, perusahaan berada pada posisi tawar yang lemah, sehingga biasa
nya, mereka menawarkan sahamnya dengan harga berdiskon. Dalam banyak kasus, inve
stor yang menyediakan tambahan modal mungkin berencana membawa usaha lain mereka
yang kondisi keuangannya sehat untuk digabungkan (merged) dengan perusahaan aud
itee yang dalam kesulitan likuiditas, sehingga mereka bisa menjadikan kerugian b
ersih (net operating loss) yang ada sebagai kompensasi kerugian di periode berik
utnya (carryforeward). Jika demikian kondisinya, auditor perlu:
Melakukan review terhadap rencana tersebut;
Mengevaluasi konsekwensi perpajakan yang akan timbul akibat dari rencana ter
sebut;
Mendiskusiakan tata cara investasi yang patut dengan pihak manajemen;
Mengevaluasi apakah rencana menaikkan kepemilikan ekuitas tersebut mampu men
datangkan kas yang cukup untuk mengatasi persoalan likuiditas dan modal kerja ya
ng dibutuhkan minimal untuk satu tahu buku ke depan;

Disamping melakukan evaluasi, yang manapun diantara empat klasifikasi rencana ma


najemen diatas yang disampaikan oleh perusahaan, auditor WAJIB menilai kewajaran
pengungkapan rencana tersebut!
Kewajaran pengungkapan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bagaiman recana terse
but dapat diterjemahkan (atau dikonversikan) ke dalam SATUAN MONETER (baca: dala
m angka Rupiah). Untuk itu auditor perlu meminta forecast dan budget perusahaan,
minimal untuk satu tahun buku ke depan, untuk dinilai apakah rencana manajemen
telah tercermin di dalamnya.
Nah, bagaimana caranya auditor mengevaluasi forecast dan budget yang disampaikan
oleh perusahaan?
Mengevaluasi Forecast dan Budget Perusahaan
Seperti telah ditegaskan dalam SAS 59 (AU 341) paragraf 04:
Auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang
akan dialami oleh perusahaan auditee di masa yang akan datang.
Sehingga, auditor TIDAK WAJIB untuk melakukan eksaminasi atau evaluasi terhadap
forecast dan budget perusahaan. Pun demikian, untuk sampai pada simpulan mengena
i adanya kesangsian substansial terhadap kemampuan going concern perusahaan ke d
epannya, auditor perlu setidak-tidaknya membaca isi forecast dan budget dari man
ajemen terkait tercananya untuk mengatasi persoalan.
Agar tidak masuk terlalu jauh kedalam urusan prediski-memprediksi, auditor hanya
perlu mengarahkan perhatian khusus terhadap cash forecast dan cash budget perus
ahaan. Auditor hanya perlu tahu apakah perusahaan akan mampu beroperasi sekurang
-kurangnya untuk satu tahun buku ke depan.
Konkretnya, auditor perlu melakukan minimal 2 hal berikut ini:
1. Menanyakan Asumi-asumsi yang Digunakan
Minimal, auditor perlu mempertanyakan
asumsi yang digunakan dalam cash forecast dan cash budget perusahaan, yang menya
ngkut hal-hal pokok berikut ini:
Kondisi umum perekonomian makro yang akan terjadi satu tahun ke depan
Kondisi umum perekonomiian di bidang usaha yang dijalani oleh perusahaan
Kondisi pemasaran dan penjualan perusahaan
Biaya penjualan dan distribusi
Ongkos/upah buruh
Pengeluaran untuk bangunan, mesin dan peralatan
Beban umum/operasional yang akan menunjang kelancaran operasional
Beban bunga dan pengaturan yang mungkin timbul dari pinjaman
Beban/manfaat pajak
Selanjutnya, auditor bisa menilai kelogisan asumsi-asumsi yang digunakan oleh ma
najemen perusahaan untuk menghasilkan data-data prospektif yang tercantum di dal
am forecast dan budget; Apakah masuk akal? Apakah sejalan dengan trend yang dial
ami oleh perusahaan di masa lalu? Apakah sejalan dengan trend yang terjadi pada
tingkat ekonomi makro dan bidang usaha yang dijalankan?
2. Menilai Konsistensi Asumsi Antar Item Forecast dan budget yang logis, mestiny
a menunjukkan hubungan yang konsisten antar item yang tercantum di dalam cash fo
recast dan cash budget. Misalnya:
Harus ada hubungan yang logis dan konsisten antara CASH FLOW dengan item (a)
Penjualan; (b) Harga Pokok Penjualan; (b) Beban Operasional; (c) Piutang; dan (

d) Utang.
Harus ada hubungan yang logis dan konsisten antara PENJUALAN dengan item (a)
Biaya Penjualan dan Distribusi; (b) Komisi; (c) HPP; (d) Sewa; dan (e) Advertis
ing/Iklan
Harus ada hubungan yang logis dan konsisten antara item-item yang ada pada L
aporan Laba Rugi dengan item-item yang ada pada Laporan Posisi Keuangan, misalny
a: (a) antara Penjualan dengan Piutang; (b) antara Harga Pokok Penjualan dengan
Persediaan; (c) antara Harga Pokok Penjualan dengan Utang.
Dan seterusnya.
Sampai di sini, mestinya, auditor telah sampai pada kesimpulan apakah ada kesang
sian substansial terhadap kemampuan going concern perusahaan untuk minimal satu
tahun buku ke depan. Dan, mestinya juga, auditor sudah bisa menyampaikan opininy
a terkait aspek going concern.
Nah, dari 5 jenis opini yang sudah dipaparkan di bagian sebelumnya (lihat Teori K
eagenan dan Audit sebelumnya), yang mana yang seharusnya disampaikan oleh auditor
terkait aspek going concern?
Opini Auditor Terkait Aspek Going Concern
SAS 59 (AU 341) paragraph 10 hingga 14 telah memberi panduan yang jelas mengenai
opini yang bisa diberikan oleh auditor terkait aspek going concern, sebagai ber
ikut:
1. Apabila setelah melakukan prosedur pemeriksaan normal ditambah dengan pertimb
angan terhadap berbagai kondisi atau peristiwa yang dapat dijadikan sebagai indi
kasi untuk menilai kemampuan going concern perusahaan ternyata TIDAK MENYANGSIKA
N kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka w
aktu minimal satu tahun buku setelah tanggal laporan keuangan, maka auditor memb
erikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified).
2. Apabila sebaliknya, dimana auditor MENYANGSIKAN kemampuan going concern perus
ahaan setelah melakukan prosedur pemeriksaan normal ditambah dengan pertimbangan
terhadap berbagai kondisi atau peristiwa yang ada, maka auditor WAJIB MENGEVALU
ASI RENCANA MANAJEMEN untuk mengatasi kesangsian tersebut. Selanjutnya:
a. Jika perusahaan TIDAK MEMILIKI RENCANA MANAJEMEN atau auditor berkesimpulan b
ahwa rencana manajemen perusahaan TIDAK DAPAT SECARA EFEKTIF MENGATASI DAMPAK ko
ndisi dan peristiwa yang bisa membuat perusahaan mengalami kesulitan going conce
rn, maka auditor menyatakan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
b. Apabila auditor berkesimpulan bahwa RENACANA MANAJEMEN DAPAT rencana manajeme
n dapat secara efektif dilaksanakan maka auditor harus mempertimbangkan kecukupa
n pengungkapan rencana manajemen dan faktor-faktor mitigasi persoalan going conc
ern yang timbul. Selanjutnya, lihat point c di bawah ini.
c. Apabila auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan seperti pada point b di atas
TELAH MEMADAI, maka ia memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf P
enjelasan mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupny
a. Berikut adalah contoh paragraf tambahan yang dimaksud (dikutip dari SAS 59 (A
U 341) Paragraf 13):
The accompanying financial statements have been prepared assuming that the Co
mpany will continue as a going concern. As discussed in Note X to the financial
statements, the Company has suffered recurring losses from operations and has a
net capital deficiency that raise substantial doubt about its ability to continu
e as a going concern. Management s plans in regard to these matters are also descr
ibed in Note X. The financial statements do not include any adjustments that mig

ht result from the outcome of this uncertainty.


(Terjemahan bebas: Laporan keuangan terlampir disusun dengan anggapan bahwa
Perusahaan akan mampu melanjutkan kelangsungan hidupnya. Sebagaimana dijelaskan
dalam Catatan X atas Laporan Keuangan, Perusahaan telah menderita kerugian opera
sional secara berulang dan mengalami defisiensi modal bersih yang menimbulkan ke
tidakpastian signifikan tentang kemampuannya untuk menjaga kelangsungan hidupnya
. Rencana manajemen sehubungan dengan hal ini juga dijelaskan dalam Catatan X. L
aporan keuangan tidak mencakup penyesuaian yang mungkin timbul akibat dari ketid
akpastian ini.)
d. Jika auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan seperti pada point b di atas TI
DAK MEMADAI maka ia akan memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified) at
au Tidak Wajar (adverse.)
[textmarker color= FF1808?]Pertanyaan selanjutnya[/textmarker]: Apakah cukup hanya
sampai pada pemberian opini terkait going concern?
Seiring dengan semakin maraknya skandal korporasi terkait Laporan Keuangan, maka
Auditing Standard Board (ASB) telah menerbitkan SAS 96 (sebagai pelengkap SAS 5
9).
SAS 96 dengan tegas mengamanatkan agar, disamping memberikan opini terkait aspek
going concern, auditor juga WAJIB mendokumentasikan pekerjaannya mulai dari pengu
mpulan data, pengujian, evaluasi rencana manajemen, hingga tiba pada kesimpulan
dan opini terkait aspek going concern perusahaan auditee.
Untuk memperkaya, JAK ingin menyertakan hasil penelusuran terhadap berbagai pene
litian terkait pemberian opini going concern oleh auditor.
Variabel-Variabel Penting Yang Berpengaruh Terhadap Opini Going Concern
Setelah melakukan penelusuran, JAK menemukan begitu banyak penelitian baik di masa
lampau maupun masa kini yang dilakukan oleh akademisi dan expert di wilayah audit
ing.
Diantara banyaknya penelitian yang sempat JAK ikuti, yang paling relevan dan ole
h karenanya layak dijadikan referensi pembelajaran adalah penelitian-penelitian
yang mencoba menggali hubungan berbagai variable penting dengan pemberian opini
going concern oleh auditor. Diantaranya:
1. Variabel Profitabilitas Rasio-rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusah
aan dalam menghasilkan laba dengan cara membandingkan antara elemen Laba dalam L
aporan Laba Rugi dengan elemen-elemen laporan keuangan. Semakin tinggi skor rasi
o profitabilitas, semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. H
ASIL PENELITIAN: Variabel profitabilitas berpengatuh negatif terhadap opini goin
g concern yang diberikan oleh auditor. Artinya: semakin tinggi rasio profitabili
tas semakin rendah kesangsian substansial auditor terhadap kemampuan going conce
rn perusahaan, sehingga semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini tak wa
jar (adverse) atau tidak berpendapat (disclaimer), and vice-versa.
2. Variabel Likuiditas Rasio likuiditas (baik current maupun quick/acid test) me
ngukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi tanggungjawab liabilitas jangka pende
knya dengan cara membandingkan nilai aset lancar dengan liabilitas jangka pendek
. Semakin tingga skor rasio likuiditas, semakin bagus. HASIL PENELITIAN: Variabe
l likuiditas berpengaruh negatif terhadap opini going concern yang diberikan ole
h auditor. Sama seperti variabel profitabilitas.
3. Veriabel Leverage (debt to asset ratio)

Rasio leverage mengukur seberapa bany

ak porsi aset tetap perusahaan yang diperoleh melalui pinjaman jangka panjang. R
asio diukur dengan cara membandingkan liabilitas jangka panjang dengan aset teta
p. Semakin tinggi skor ini, semakin buruk. HASIL PENELITIAN: Variabel leverage b
erpengaruh positif terhadap opini going concern yang diberikan oleh auditor. Art
inya: semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi kesangsian substansial auditor te
rhadap kemampuan going concern perusahaan, sehingga semakin besar pula kemungkin
an auditor memberikan opini tak wajar (adverse) atau tidak berpendapat (disclaimer),
and vice-versa.
4. Variabel Arus Kas terhadap Liabilitas Arus kas (cash flow) termasuk faktor ut
ama yang dipertimbangkan oleh auditor dalam menilai kemampuan perusahaan untuk g
oing concern. Rasio yang paling penting untuk digunakan adalah rasio Cash Flow to
Total Debt rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menutup liabilitasnya dengan m
enggunakan kas yang berasal dari aktivitas operasional. Rasio ini dihitung denga
n cara membandingkan Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasional dengan Total Liabil
itas. Semakin tinggi skor rasio ini, semakin bagus. HASIL PENELITIAN: Variabel ar
us kas terhadap liabilitas berpengaruh negatif terhadap pemberian opini going co
ncern oleh auditor. Artinya: semakin tinggi rasio ini, semakin rendah kesangsian
substansial auditor terhadap kemampuan going concern perusahaan, sehingga semak
in kecil pula kemungkinan auditor memberikan opini tak wajar (adverse) atau tidak b
erpendapat (disclaimer), and vice-versa.
5. Variabel Altman z-score/Bankruptcy Model
Altman Z-score atau bankruptcy model dip
ergunakan sebagai alat kontrol terukur terhadap status keuangan suatu perusahaan
yang sedang mengalami kesulitan keuangan (=financial distress) dan berada diamban
g kebangkrutan. Altman Z-score dinyatakan dalam bentuk persamaan linear yang ter
diri dari 4 hingga 5 koefision T yang mewakili rasio-rasio keuangan tertentu, yakn
i Z = 1.2T1 + 1.4T2 + 3.3T3 + 0.6T4 + 0.99T5 dimana T1 = Modal Kerja /Total Aset;
T2 = Laba Ditahan/Total Aset; T3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)/Total Ase
t; T4 = Nilai Pasar Ekuitas/Total Nilai Buku Libilitas; dan T5 = Penjualan/Total
Aset. Scoring pada model ini disebut Zone Diskriminan (dinyatakan dengan symbol Z )
yang berbeda antara bidang usaha manufaktur dengan non-manufaktur. Rentang skor
berkisar antara 2.9 ( Zone Aman ) hingga 1.22 (zone Distress ). Sehingga, semakin ting
gi skor (diantara rentang ini), semakin bagus atau semakin aman dari potensi keb
angkritan. HASIL PENELITIAN: Variabel Altman s Z-Score berpengaruh negatif terhada
p pemberian opini going concern oleh auditor. Artinya: Semakin tinggi score (dia
ntara rentang score) ini semakin kecil kesangsian substansial auditor terhadap k
emampuan perusahaan untuk going concern, sehingga semakin kecil pula kemungkinan
auditor memberikan opini tak wajar (adverse) atau tidak berpendapat (disclaimer), a
nd vice-versa.
6. Variabel Ukuran/Skala Perusahaan
Ukuran perusahaan dikelompokan menjadi 3 uku
ran skala, yakni perusahaan berskala besar, menengah dan kecil yang diukur berdasa
rkan total nilai aset atau total rata-rata omzet (penjualan bruto). Logika umumn
ya, semakin besar skala perusahaan semakin banyak peluang bisnis yang bisa digar
ap, thus mestinya, (a) semakin besar peluangnya menghasilkan laba; (b) semakin t
inggi arus kas dari aktivitas operasionalnya; dan (c) semakin tinggi tingkat lik
uiditasnya. Pun demikian dari hasil penelusuran JAK, penelitian dengan variabel
ini menunjukkan keragaman anatara yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang
listing di AS dan di Indonesia (baik JSX maupun IDX). HASIL PENELITIAN: (a) di
AS cenderung konsisten menununjukkan pengaruh positif antara skala perusahaan de
ngan opini going concern; (b) di Indonesia cenderung tak konsisten (ada yang ber
pengaruh positif, tak berpengaruh, bahkan ada yang negatif). Rupanya, banyak per
usahaan berskala besar di Indonesia yang didanai dengan pinjaman jangka panjang,
sehingga menimbulkan biaya bunga yang tinggi pula, thus arus kas dari aktivitas
operasionalnya tak cukup untuk mengembalikan utang-utangnya.
7. Variabel Opini audit Sebelumnya Sudah merupakan sesuatu yang lumrah bahwa kec
il kemungkinan auditee yang memperoleh opini WTP sebelumnya akan memperoleh opin
i adverse atau disclaimer di periode berikutnya. Premise ini, tentunya juga berl

aku pada aspek going concern. HASIL PENELITIAN: Variabel opini audit sebelumnya
berpengaruh positif terhadap opini going concern yang diberikan oleh auditor. Ar
tinya: Jika pada sesi audit periode sebelumnya perusahaan memperoleh WTP, termas
uk untuk aspek going concern, maka kemungkinan besar auditor akan memberikan opi
ni yang tak jauh berbeda di periode berjalan. Kecuali, mungkin, telah terjadi pe
rubahan yang sangat signifikan atau perusahaan memang sudah memasuki fase titikbalik yang menurun (down turn).
Dan, masih banyak variabel lainnya, termasuk Kualitas Audit dan Reputasi KAP, Au
dit Report Delay/Lag, dan Auditor-Client Tenure.
Sampai di sini, JAK pikir, pembahasan topik audit terkait aspek going concern su
dah lebih dari cukup. JAK sengaja sampaikan dengan panjang lebar dan serinci mun
gkin, dengan harapan bisa dijadikan panduan sederhana yang sifatnya praktikal. S
emoga sukses selalu!
==================
Risiko Audit (Audit Risk) dan Contoh Terapannya
oleh Mr. JAK
Tambahkan Komentar
Risiko Adit (Audit Risk)
Ditulis oleh Mr. JAK
Salah satu pertanyaan yang sering muncul di seputaran auditing adalah: apa sih i
tu risiko audit atau audit risk (AR)? Bagaimana caranya menghitung dan bagaimana
contoh terapannya?
Pertanyaan yang sangat bagus. Saya katakan bagus sebab, bagaimanapun juga, risik
o audit sifatnya fundamental di wilayah auditing. Dalam artian, auditor yang tid
ak menghitung risiko sebelum menajalankan proses audit namanya bunuh diri.
Reputasi KAP, tempat kerja auditor, bisa rusak bila belakangan ternyata ada skan
dal hebat yang sedang berlangsung di dalam perusahaan klien yang baru saja diber
ikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Bahkan, salah-salah, bisa ikut terseret
kasus pidana jika kasusnya bergulir ke ranah hukum.
Kerja audit itu berisiko, apalagi audit terhadap klien kakap, thus harus benar-b
enar diperhitungkan sebelum merancang prosedur audit, sehingga nantinya benar-be
nar aman. Dalam artian, opini yang disampaikan bisa dipertanggungjawabkan secara
profesi maupun legal.
Masalah yang paling mendasar dari audit:
Adalah tidak mungkin bagi auditor untuk memeriksa transaksi per transaksi, klas
transaksi per klas transaksi, akun per akun, satu per satu. Tidak cukup waktu.
Oleh sebab itu maka auditor wajib mengukur dan memetakan risiko audit terlebih d
ahulu sebelum mulai menjalankan proses pemeriksaan.
So, apa itu risiko audit atau audit risk?
Apa itu Risiko Audit (Audit Risk)?
Risiko Audit atau Audit Risk (AR) adalah kemungkinan risiko salahsaji bersifat m
aterial dan/atau penggelapan (fraud) yang bisa lolos dari proses audit jika audi
tor tidak melakukan tugasnya secara cermat.

Mengingat risiko itu maka, auditor harus melakuka pemeriksaan risiko (risk asses
sment) sebelum menjalankan proses audit, tepatnya pada fase perencanaan audit (a
udit planning).
Tujuannya: Untuk mengukur dan memetakan risiko audit yang mungkin timbul thus bi
sa menentukan dimana proses pemeriksaan dilaksanakan secara ketat dan dimana aga
k longgar, dimana audit penuh (full audit) dan dimana secara acak (random audit)
.
Jenis-Jenis Risiko Audit
Ada 3 jenis risiko audit yang wajib diuji dan dipertimbangkan oleh seorang audit
or sebelum menjalankan proses audit, yaitu: (1) risiko inherent (inherent risk),
(2) risiko pengendalian (control risk) dan (c) risiko deteksi (detection risk).
Untuk lebih jelasnya kita lihat satu per satu:
1. Risiko Inherent
Atau Inherent Risk (IR) adalah risiko yang mungkin timbul akiba
t karakter bawaan dari suatu transaksi, entah karena: (a) kompleksitas transaksi
dan klas transaksi; atau (b) kompleksitas perhitungan; atau (c) aset yg mudah t
ercuri/digelapkan; atau (d) ketiadaan informasi yang sifatnya obyektif. Sudah me
njadi pemahaman publik bahwa inherent risk adalah diluar jangkauan auditor dalam
melakukan pencegahan. Bahkan, juga diluar kendali pihak auditee sendiri. Dengan
kata lain, auditor hanya bisa menemukan tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Be
berapa ciri IR yg tinggi, antara lain:
Terjadi profitabilitas (dan indikator kinerja kunci lainnya) yang terus menu
run;
Terjadi kekurangan modal kerja; dan
Tingginya asset menganggur (tidak menghasilkan)
Contoh Pemeriksaan IR: Saat memeriksa Pendapatan, sebagai seorang auditor anda mel
ihat 4 faktor penting berikut ini dalam mengukur Risiko Inherent (Inherent Risk)
:
Usaha Sejenis Pertimbangkan persaingan di lingkungan usaha sejenis yang mung
kin mempengaruhi pendapatan dan aliran kas auditee. Misalnya: faktor persaingan
(mungkinkah auditee kalah dalam persaingan sehingga revenue nya menurun?)
Kompleksitas Pengakuan Pendapatan
Periksa metode pengakuan pendapatannya, ap
akah mengandung kompleksitas yang berpotensi menjadi risiko? Contoh pengakuan pe
ndapatan dengan perhitungan kompleks dan berpotensi mengandung risiko bawaan ada
lah metode persentase penyelesaian yang biasa digunakan oleh jenis usaha real esta
te atau developer ATAU metode pengakuan pendapatan atas kontrak lainnya yang lam
anya melewati satu tahun buku.
Kesulitan dalam Menakar Akurasi Perhitungan Revenue
Periksa besarnya nilai r
evenue dipengaruhi oleh perhitungan yang akurasinya sulit diukur? Misal: menggun
akan Cadangan Bad Debt dan yang angka persentasenya menggunakan estimasi (termasuk
write off nya).
Salah Saji Pada Audit Sebelumnya
Anda juga dapat menggunakan laporan hasil a
udit priode sebelumnya sebagai tambahan bahan pertimbangan; akun-akun yang kerap
mengandung salah saji pada periode-periode sebelumnya besar kemungkinannya meng
andung risiko inherent.
Catatan Penting: 2 (dua) faktor berikut ikut menentukan tingginya tingkat IR
Penugasan audit pertama kalinya untuk klien yang sama oleh auditor dihitung
sebagai faktor IR yang penting. Misalnya PT JAK baru IPO tanggal 1 Juni 2015, ma
ka audit yang diselenggarakan pertama kali (untuk Laporan Keuang Per 31 Desember
2015) diasumsikan mengandung IR yang tinggi, sebab auditor tidak memiliki infor

masi valid mengenai kondisi keuangan PT JAK yang bisa dipercaya.


Perusahaan yang memiliki anak/cabang dalam jumlah banyak dan melibatkan bany
ak mata uang asing, diasumsikan mengandung IR yang tinggi. Sebab model perusahaa
n seperti ini cenderung menghasilkan laporan keuangan yang kompleks dan besar ke
mungkinan terjadi banyak kesalahan dalam proses konsolidasi laporan yang disebab
kan oleh kompleksitas data transaksi yang terlibat di dalamnya.
2. Risiko Pengendalian
Atau Control Risk (CR) adalah risiko yang bisa timbul akiba
t kelemahan sistim pengendalian intern (SPI) auditee, entah karena desainnya yan
g lemah atau pelaksanaanya yang tidak sesuai desain thus tidak mampu mencegah pote
nsi salahsaji bersifat material dan/atau penggelapan (fraud). CR tidak bisa dike
ndalikan oleh auditor akan tetapi bisa dikendalikan oleh auditee jika mereka mau
. Karakter perusahaan ber CR tinggi, antara lain:
Struktur Organisasi (SO), tidak jelas dengan pembagian tugas yang juga tidak
jelas. Jika ini terjadi maka bisa dipastikan CR nya tinggi;
Lemahnya pengawasan manajemen (para manager) terhadap operasional perusahaan
(ciri ini bisa dilihat dari beberapa hal, misal: tidak ada level otorisasi tran
saksi yang jelas, semua orang bisa mengakses semua data/informasi, tidak ada akt
ivitas supervisi, tidak pernah ada audit fisik, tidak ada performance review, ti
dak ada budgeted financial statement). Kalau ini yang terjadi maka angka persent
ase CR sudah pasti tinggi.
Tidak memiliki auditor internal dan komite audit. Jika ini yang tejadi maka
bisa dipastikan angka CR juga tinggi.
Sistim Pengendalian Internal lemah atau tidak efektif (semua aspek SPI perlu
diperiksa terlebih dahulu untuk menentukan faktor ini, perhatikan contoh dibawa
h.
Contoh Pemeriksaan SPI: Yang paling klasik, anda memeriksa faktor Pemisahan Tugas
pada departemen-departemen yang berpotensi terjadi Asset Fraud. Dua jenis asset di
mana kerap terjadi fraud adalah wilayah Persediaan dan Kas. Katakanlah anda sedang m
emeriksa Persediaan. Di sini anda memeriksa apakah ada 2 pekerjaan terkait atau
lebih dirangkap oleh satu orang petugas? Misal:
Pegawai Purchasing merangkap sebagai petugas yang penerima barang atau peker
jaan gudang persediaan lainnya (ini buruk); atau Pegawai Shipping merangkap seba
gai petugas gudang yang mengurus persediaan barang jadi (ini juga buruk).
Foreman di bagian produksi (yang biasa request persediaan untuk keperluan pr
oduksi) diijinkan bebas keluar-masuk gudang persediaan bahan baku atau bahan pen
olong (ini buruk).
Pegawai admin yang input Receipt of Goods (ROG) memiliki kemampuan akses ke
dalam data-data accounting terkait seperti Accounts Payable (Utang)
Pegawai admin yang input picking sheet di Shipping memiliki kemampuan akses
ke dalam data-data accounting terkait seperti Accounts Receivable (Piutang).
Selain aspek pemisahan tugas anda juga memeriksa akurasi saldo Persediaan yang d
isajikan pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca.) Ada 2 hal yang bisa anda lakukan d
i sini, yaitu:
Menelusuri dokumen penerimaan barang masuk-dan-keluar gudang untuk tanggal-tan
ggal yang mendekati tanggal tutup buku (jika tutup buku dilakukan tanggal 31 Des
ember misalnya, maka periksa dokumen barang masuk-dan-keluar tanggal 30 hingga 3
1). Dari hasil pemeriksaan ini mungkin anda menemukan barang persediaan yang har
usnya tidak diperhitungkan sebagai penambah saldo (atau pengurang saldo) akan te
tapi diikutkan oleh aduitee, atau sebaliknya.
Melakukan perhitungan fisik secara acak (random physical counts). Hasil peng
hitungan ini kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan yang dilakukan oleh
auditee, apakah sama? Jika beda, maka uji dengan physical count terus dilakukan.
Jika auditee menggunakan peralatan teknologi dalam mengelola persediaan misa
lnya Self-alarming antitheft tags atau Electronic Cash Register (ECR), maka anda per

lu memeriksa apakah peralatan tersebut berfungsi dengan baik atau rusak atau tid
ak konsisten?
Catatan:
Baik IR dan CR bisa diuji secara bersamaan atau terpisah.
3. Risiko Deteksi
Atau Detection Risk (DR), adalah risiko yang bisa timbul akibat
kegagalan auditor dalam menedeteksi adanya salahsaji bersifat material dan/atau
penggelapan (fraud). DR ada dalam kendali auditor. Karena DR sepenuhnya ada pada
kendali auditor, maka sudah pasti mereka harus berupaya untuk menekan risiko in
i hingga ke tingkatakan yang paling minimal (tidak mungkin menghilangkan risiko
ini sepenuhnya). Ada 4 faktor yang berpotensi menghasilkan DR yang tinggi, yaitu
:
Salah Mengaplikasikan Prosedur Audit Contoh kesalahan fatal, misalnya: anda
menggunakan rasio untuk mengukur tingkat akurasi angka saldo, dan ternyata anda
menggunakan rasio yang salah.
Salah Menginterpretasikan Hasil Audit
Contoh (lanjutan yang tadi): mungkin s
udah menggunakan rasio yang benar, namun anda salah dalam menginterpretasikan ha
sil perhitungan (misal: anda menyatakan inventory sudah disajikan dengan semesti
nya padahal sebenarnya mengandung salahsaji bersifat material).
Salah Memilih Metod Uji Setiap saldo akun yang disajikan pada Laporan Keuang
an seharusnya diuji dengan menggunakan metode yang paling sesuai dengan nature n
ya masing-masing. Anda ingin memastikan apakah suatu penjualan memang seharusnya
diakui (atau tidak diakui), maka anda mengujinya dengan melihat tanggal transak
si yang kemudian disandingkan dengan periodisasi pelaporan (bukan dengan menguji
hitungan matematisnya)
Pengujian CR Yang Kurang Intensive DR juga meningkat bila pengujian terhadap
DR kurang intensif (beberapa wilayah pengendalian lemah namun lolos dari penguj
ian karena anda tidak tahu wilayah tersebut ternyata lemah), sehingga ada salahs
aji atau fraud yang tidak terdeteksi selama proses pengujian anda jalankan.
Agar hal itu tidak terjadi, maka auditor pada fase perencanaan audit (audit planni
ng) memperkirakan besaran angka DR yang akan dihadapi untuk kemudian diantisipasi
dengan prosedur, teknik dan mote audit yang akan diterapkan. Untuk lebih jelasny
a, lanjut ke paragraf berikut ini
Model Perhitungan Risiko Audit
Model Risiko Audit (audit risk) yang paling lumrah digunakan (dan diajarkan) ada
lah:
AR = IR x CR x DR
Dimana:
AR
IR
CR
DR

=
=
=
=

Audit Risk
Inherent Risk
Control Risk
Detection Risk

Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:
Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persen
tase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan f
aktor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Sedangkan

CR diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal y


ang dimiliki oleh auditee seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga menjadi:
DR = AR/(IR x CR)
Nah, besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan d
alam merancang prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keselur
uhan.
Contoh kasus terapan (sederhana):
Kantor Akuntan Publik JAK dan Rekan menerima penugasan untuk mengaudit PT. ABC Tbk
, untuk pertama kalinya sejak IPO. Engagement Manager, pada fase persiapan audit
, menyampaikan informasi berikut terkait PT ABC Tbk:
Ini adalah sesi audit eksternal pertama kalinya untuk PT ABC Tbk
PT. ABC adalah perusahaan kontraktor yang memiliki banyak cabang di Singapur
a, Malaysia, India, Dubai, Jepang dan Australia.
Tim internal Audit PT ABC baru dibentuk 2 bulan lalu;
Komite Audit PT ABC terdiri dari Board of Director member yang tidak satupun
memiliki latar belakang bidang akuntansi dan keuangan.
Sementara itu KAP JAK dan Rekan mematok angka 10% sebagai
el.

accepted audit risk lev

Dari informasi tersebut, tim audit KAP JAK & Rekan menghitung besaran angka DR yan
g harus diantisipasi dengan prosedur dan metode audit yang paling efektif:
Inherent Risk (IR) diperkirakan mencapai 60%, mengingat: (a) klien adalah usaha
kontraktor yang besar kemungkinannya menerapkan metode pengakuan pendapatan bert
ahap melalui beberapa periode akuntansi (kompleksitas pengakuan transaksi); (b)
ini adalah audit eksternal pertamakalinya (minim informasi obyektif); dan (c) kl
ien memiliki tingkat kompleksitas pelporan yang tergolong tinggi dengan adanya b
anyak perusahaan cabang di luar negeri dengan mata uang asing yang berbeda-beda
pula.
Control Risk (CR) juga diperkirakan mencapai 60%, mengingat: (a) tim internal au
ditnya PT ABC Tbk tergolong baru; (b) anggota audit komite nya terdiri dari oran
g-orang yang tidak berlatarbelakang akuntansi dan keuangan thus besar kemungkinany
a tidak melakukan tugas pengawasan yang prudent terhadap proses pencatatan dan p
elaporan transkasi keuangan PT ABC Tbk.
Dari simpulan itu, maka sudah bisa ditentukan berapa besarnya angka DR yang haru
s diantisipasi oleh auditor, dengan menggunakan persamaan di atas:
AR = IR x CR x DR
10% = 60% x 60% x DR
0.10 = 0.60 x 0.60 x DR
0.10 = 0.36 x DR
DR = 0.10/0.36
DR = 0.278 (dibulatkan)
DR = 0.28 (pembulatan ke atas)
DR = 28%

DR = 28% inilah yang harus diantisipasi dengan prosedur pemeriksaan yang diranca
ng sedemikian rupa oleh auditor, sehingga bisa ditekan ke tingkatan yang paling
minimal.
Sampai di sini pengenalan tentang risiko audit (audit risk) saya rasa sudah cuku
p. Di topik audit berikutnya mungkin kita akan bahas mengenai substantif testing
. Sampai ketemu.
==================
5 Perbedaan Mendasar Auditor Eksternal Vs Internal (Plus Quiz)
oleh Mr. JAK
2 Komentar
Auditor Eksternal Vs Internal
Ditulis oleh Mr. JAK
Sama-sama auditor, namun keduanya memiliki perbedaan mendasar. Embel-embel ekster
nal dan internal hanya salahsatunya. Lalu apa 4 perbedaan mendasar lainnya?
Sebenarnya sudah sangat sering dibahas. Sayang, setidaknya dari yang pernah saya
baca, kurang rinci sehingga tidak memberi apa-apa selain bahan untuk menjawab s
oal ujian. Sedangkan untuk bahan pertimbangan rencana karir antara memilih jadi au
ditor eksternal dan internal misalnya jelas tidak cukup.
Saya ingin melengkapi kekurangan itu. Dan, mudah-mudahan bisa memberi gambaran y
ang lebih jelas baik secara teoritis maupun praktikal.
Namun sebelum masuk ke perbedaan-perbedaan, saya ingin mengajak anda, terutama r
ekan calon akuntan (pelajar dan mahasiswa), untuk memahami apa itu auditor? Apa
sih peranannya dalam proses akuntansi?
Auditor dan Peranannya Dalam Dunia Akuntansi
Untuk gampangnya, kita mulai dengan bagaimana pekerjaan akuntansi (baca: perlakua
n akuntansi ) dijalankan di dalam perusahaan. Masih ingat apa itu perlakuan akunta
nsi?
Barangkali lupa (atau kurang jelas), saya ingatkan kembali. Berikut adalah tahap
an-tahapannya:
1. Menganalisa (analyzing)
Bukti transaksi (nota, invoice, akte kredit dan yang
sejenisnya) pertama-tama ditelaah terlebih dahulu untuk menentukan apakah transa
ksi tersebut akan dicatat (baca: diakui) sebagai beban, biaya, pendapatan, aset,
liabilitas atau ekuitas pemilik. Dengan kata lain, akun apa yang akan dijurnal?
Di sisi Debit atau Kredit? Misalnya: Anda terima nota pembayar listrik. Setelah
menganalisa anda tahu bahwa transaksi ini akan anda catat dengan jurnal:
[Debit] Biaya Listrik
[Kredit] Utang PLN
2. Mengukur/Menilai (measuring/valuing)
Setelah tahu akun apa di sisi debit dan
akun apa di sisi kredit, langkah berikutnya adalah menentukan berapa besarnya no
minal (Rupiah) yang akan diakui. Aktivitas menentukan nilai pengakuan inilah sec
ara teknis disebut mengukur. Misalnya: Nilai nota pembayaran listrik menunjukkan a
ngka Rp 5,000,000 untuk penggunaan listrik, Rp 500,000 untuk PPN; dan Rp 6,000 u
ntuk bea meterai. Dari angka itu berapa yang diakui sebagai Biaya Listrik? Karen
a perusahaan belum berstatus PKP dan tidak punya akun Bea Metrai (misalnya), mak
a kesemuanya diakui sebagai Biaya Listrik. Sehingga jurnal yang akan dimasukkan

sbb:
[Debit] Biaya Listrik = Rp 5,506,000
[Kredit] Utang PLN = Rp 5,506,000
Note: Jika menggunakan sistim voucher jurnal dituangkan ke dalam selembar voucher
terlebih dahulu sebelum dicatat ke dalam buku (jika manual) atau system (jika te
rkomputersisasi).
(Untuk teknik penjurnalan debit-kredit silahkan baca: Cara Mudah Menjurnal)
3. Mengakui/Mencatat (recognizing/recording) Aktivitas selanjutnya adalah mencat
at atau menjurnal di dalam buku yang sesuai berdasarkan hasil analisa dan pengku
ran (langkah 1 dan 2). Aktivitas ini, di dalam pembukuan (bookkeeping) juga dise
but membukukan yang artinya memasukkan data transaksi ke dalam buku. Misalnya: Dar
i hasil analisa dan pengukuran di atas, maka transaksi dijurnal ke dalam Buku Uta
ng . Begitu suatu transaksi dicatat atau dijurnal artinya transaksi tersebut resmi
diakui.
4. Mengelompokkan/Mengklasifikasikan (groupping/recognizing)
Setelah transaksi d
icatat di dalam buku, langkah selanjutnya adalah memindahkan transaksi yang diak
ui ke dalam Buku Besar (ledger) yang dalam akuntansi manual biasanya berbentuk T-a
ccount. Masing-masing transaksi dipindahkan ke Buku Besar akun yang sesuai. Misa
lnya: dari pengakuan di atas:
Biaya Listrik dipindahkan (baca: dikelompokkan/diklasifikasikan) ke Buku Bes
ar akun Biaya Listrik pada sisi Debit sehingg saldo Buku Besar ini bertambah seb
esar Rp 5.506,000.
Utang PLN dikelompokkan ke Buku Besar akun Utang PLN pada sisi Kredit sehing
ga saldo Buku Besar ini bertambah sebesar Rp 5,506,000.
Catatan: Pada lingkungan yang menggunakan system akuntansi terkomputerisasi (sof
tware), proses pengelompokan berjalan secara otomatis begitu jurnal dinput ke da
lam system.
(Mengenai apa itu akun dan buku besar, silahkan baca: Akun, Jenis dan Nama Akun,
Menurut Akuntansi)
5. Melaporkan (Reporting)
Aktivitas terakhir dalam pekerjaan akuntansi adalah me
nyusun laporan, dimana semua transaksi pada satu periode akuntansi (entah itu se
cara Bulanan, Kwartalan, Semesteran atau Tahunan) disajikan dalam format Laporan
Keuangan. Sekedar mengingat kembali, proses menyusun laporan keungan, secara ma
nual, terdiri dari beberapa tahapan sbb:
a. Membuat Neraca Percobaan (Trial Balance)
Proses ini dilakukan menjelang akhir
periode, biasanya sehari sebelum tanggal tutup buku, saat mana semua transaksi
untuk periode tersebut telah dicatat dan dipindahkan ke Buku Besar (masuk ke sys
tem). Tujuan dari proses ini tiada lain untuk menguji apakah pencatatan sudah se
suai dengan mekanisme double-entry yang benar thus sudah menghasilkan Neraca yang se
imbang (balance)? Itu sebabnya disebut Neraca Percobaan (Trial Balance). Pengamata
n saya pribadi menunjukkan, jarang (atau hampir pasti) hasilnya sudah seimbang.
Disamping karena hampir selalu ada kesalahan jurnal saking banyaknya transaksi,
juga ada tipikal akun yang memang butuh penyesuaian-penyesuain, misal akun: Pend
apatan Diterima Dimuka (deposit dari pelanggan atau sewa diterima dimuka), Biaya
Dibayar Dimuka (deposit kepada supplier atau sewa dibayar dimuka), Biaya Penyus
utan, Amortisasi, serta transaksi-transaksi yang disegerakan (accrued) atau dita
ngguhkan (deferred) pengakuannya.
b. Membuat Jurnal Pembetulan (Correction) dan Penyesuaian (Adjustment) Proses in
i dilakukan jika pada proses pembuatan Neraca Percobaan (langkah a) ditemukan ke

salahan jurnal. Khusus penyesuaian (adjustment), bisa dilakukan pada langkah ini
atau sebelum membuat neraca percobaan (saya pribadi lebih suka sebelum membuat
neraca percobaan). Setelah jurnal pembetulan dimasukkan (ke dalam kolom pembetul
an atau system), idealnya, buku sudah dalam kondisi balance. Namun untuk alasan
kehati-hatian, asumsi ini tidak dibenarkan. Oleh sebab itu perlu langkah c di ba
wah.
c. Membuat Neraca Percobaan Setelah Penyesuaian (Trial Balance After Correctin &
Adjustment)
Tujuan dari proses ini untuk menguji kembali apakah buku sudah dala
m kondisi balance setelah jurnal pembetulan (dan penyesuaian dimasukkan). Langka
h #b dan #c ini terus dilakukan sampai balance.
d. Tutup Buku (Closing the Book)
Setelah balance, maka buku sudah bisa ditutup.
Penutupan terhadap akun-akun Laba/Rugi dilakukan pada tanggal penutupan sesuai per
iodisasi yg digunakan dengan cara melawankan semua jenis akun pendapatan-dan-beban/
biaya dengan akun Laba/Rugi (Profit/Loss). Terakhir akun Laba/Rugi ditutup dengan law
an Laba Ditahan (Retained Earning).
Sampai di sini maka Laporan Keuangan yang terdiri dari Laporan Laba/Rugi (Income S
tatement) dan Laporan Posisi Keuangan yang dahulu disebut Neraca (Balance Sheet) sudah
tersusun. Tearkhir menyusun Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement).
Note: Jika menggunakan software akuntansi, proses penyusunan laporan keuangan (#
a s/d #d) diatas tidak diperlukan, semuanya berjalan secara otomatis. Satu-satun
ya yang perlu dilakukan hanya memasukkan jurnal-jurnal penyesuaian yang diperluk
an, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan benar-benar mewakili posisi keuanga
n yang sebenarnya (bukan untuk membuat buku menjadi balance).
Di periode buku perikutnya, kembali ke langkah pertama, kedua, ketiga dan seteru
snya. Terus berulang dari periode-ke-periode selama perusahaan masih beroperasi.
Karena terus berulang, maka langkah-langkah pekerjaan ini sering disebut siklus
akuntansi.
Sampai pada titik ini, pertanyaan: Dimana peranan Auditor dalam siklus ini? Pers
isnya berperan sebagai apa?
Peran auditor (eksternal dan internal), dalam siklus akuntansi, adalah memastika
n apakah semua proses dari analisa bukti transaksi hingga pelaporan telah berjalan d
engan baik dan benar atau belum. Baik dan benar dalam hal ini maksudnya, berkualit
as. Dan laporan keuangan disebut berkualitas bila:
Pertama, tidak mengandung kesalahan (angka maupun akun);
Kedua, sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU);
Ketiga, patuh pada konsep dan kerangka kerja akuntansi (nasional dan interna
sional);
Keempat, sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK dan IFRS)
;
Kelima, tidak melanggar Undang-Undang Pajak dan ketentuan/peraturan Badan Pe
ngawa Pasar Modal (jika perusahaan berstatus Publik); dan
Keenam, disampaikan tepat waktu sehingga relevan untuk dijadikan sebagai bah
an pengambilan keputusan bisnis oleh pengguna.
Keenam ukuran kualitas laporan keuangan tersebut bisa diringkas menjadi satu kal
imat singkat, yaitu TIDAK MENGANDUNG RISIKO SALAH-SAJI YANG BERSIFAT MATERIAL (fre
e of material misstatement risk), yang artinya: tidak mengandung kesalahan yang
bisa mebuat pengguna laporan keuangan (stakeholders khususnya dan publik pada um
umnya) menjadi rugi akibat salah mengambil keputusan.
Disamping memastikan laporan keuangan tidak mengandung risiko salahsaji bersifat
material, khusus auditor internal, juga memastikan proses akuntansi telah dijal

ankan sesuai dengan Standar Operating procedures (SOP) dan Kebijakan Perusahaan
(Company Policy), sekaligus mendeteksi praktek penggelapan (fraud) jika ada.
Pertanyaan berikutnya: Dengan cara bagaimana auditor bisa mengetahui suatu lapor
an keuangan mengandung salahsaji bersifat material atau tidak?
Jawabannya: dengan melakukan pemeriksaan!
Nah, pemeriksaan terhadap laporan keuangan untuk maksud mengetahui apakah suatu
laporan keuangan mengandung salahsaji bersifat material atau tidak inilah yang d
isebut dengan auditing. Sedangkan orang yang melakukan pemeriksaan disebut auditor
.
Dalam menjalankan proses pemeriksaan, auditor (eksternal dan internal) tentunya
menggunakan prosedur dan teknik-teknik auditing. Apa artinya (jika dihubungkan d
engan karir)? Anda, saya, dan siapapun, tidak bisa menjadi seorang auditor jika
tidak menguasai prosedur dan teknik auditing, meskipun sudah sangat menguasai ak
untansi secara teknis.
(Sebagai pengantar Auditing silahkan baca: Prosedur Dasar Audit)
Secara keseluruhan bisa dibilang, persamaan antara auditor eksternal dan interna
l adalah sama-sama memeriksa laporan keuangan dengan cara menjalankan prosedur a
udit. Tetapi jangan salah. Meskipun sama-sama menjalankan proses audit, auditor
eksternal dan internal memiliki sasaran kerja yang sangat berbeda. Ini penting a
nda ketahui untuk bisa membedakan auditor eksternal dengan internal.
Perbedaan Auditor Ekternal vs Auditor Internal
Disamping sasaran kerja, auditor eksternal dan internal memiliki banyak perbedaa
n dari berbagai aspek. Namun dalam hal ini saya intisarikan menjadi 4 (empat) ya
ng paling mendasar saja, yaitu:
1. Untuk Siapa Bekerja
Untuk siapa bekerja, hal paling fundamental yang membuat keduanya memiliki sebut
an berbeda. Persisnya, sbb:
AUDITOR EKSTERNAL:
Auditor eksternal bekerja untuk sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) thus menerima
tugas dan gaji juga dari KAP. Sementara, KAP nya sendiri ditunjuk (tepatnya dik
ontrak) oleh Komite Audit, yakni sebuah badan perwakilan pemegang saham perusaha
an yang khusus mengawasi Laporan Keuangan perusahaan terperiksa (auditee).
Ya, KAP adalah sebuah kantor (baca: perusahaan) yang menjual jasa pemeriksaan la
poran keuangan lumrah disebut jasa audit (audit services) atau jasa atestasi (attestat
ion services) atau assurance services kepada pihak yang menggunakan. Perusahaan-peru
sahaan yang menggunakan jasa audit inilah yang lumrah disebut klien oleh KAP.
Bagi manajemen perusahaan terperiksa (auditee), KAP dan auditornya adalah PIHAK
LUAR (eksternal). Oleh sebab itu maka pegawai pemeriksa dari suatu KAP disebut au
ditor eksternal (external auditor).
Misalnya:
Anda bekerja di Kantor Akuntan Publik Budhi Hermawan&Rekan. Salahsatu klien KAP Bu
dhi Hermawan&Rekan adalah PT. JAK Tbk. Ketika atasan di KAP menugaskan anda untu

k memeriksa laporan keuangan PT.JAK Tbk (auditee), maka bagi manajemen PT. JAK T
bk anda adalah pihak luar, thus disebut auditor eksternal.
AUDITOR INTERNAL:
Auditor internal bekerja untuk perusahaan thus menerima tugas dan gaji dari mana
jemen perusahaan.
Yang disebut Manajemen Perusahaan dalam hal ini adalah beberapa orang pengelola (m
anajer) yang aktif menjalankan operasional perusahaan di berbagai level (dari pemu
la hingga eksekutif) dan bertanggungjawab atas untung/rugi-nya perusahaan.
Para pengelola itulah yang mempekerjakan dan menggaji semua pegawai di dalam per
usaahan, termasuk pegawai di bagian audit. Thus bagi manajemen perusahaan, pegaw
ai bagian audit adalah ORANG DALAM (internal), itu sebabnya disebut auditor inter
nal (internal auditor).
Misalnya:
Anda bekerja di bagian audit sebuah perusahaan swasta, PT. JAK Tbk (melanjutkan
contoh di atas). Salah satu pekerjaan anda di bagian audit adalah memeriksa kual
itas laporan keuangan PT. JAK Tbk (note: memeriksa laporan keuangan hanya salahs
atu saja, tugas selengkapnya akan kita bahas di sepanjang tulisan ini). Thus and
a adalah orang dalam perusahaan, orang yang ikut menerima reward (bila perusahaan
untung) atau punhsiment (bila perusahaan merugi). Oleh sebab itu maka anda disebut
Auditor Internal.
2. Sifat Keterikatan
Sifat keterikatan adalah hal fundamental kedua yang menyebabkan keduanya memilik
i sebutan berbeda berikunya, sbb:
AUDITOR EKSTERNAL:
Pekerja (apapun profesinya) bertanggungjawab kepada pemberi kerja, tak terkecual
i auditor eksternal. Karena bekerja untuk KAP maka auditor eksternal bertanggung
jawab kepada KAP yang mempekerjakan (kecuali punya KAP sendiri). Sementara KAP-n
ya bertanggung jawab kepada klien (pemberi kontrak) yakni para pemegang saham au
ditee yang diwakili oleh Komite Audit -nya. Sehingga, secara tak langsung, auditor
eksternal juga bertanggungjawab kepada pemegang saham, bukan manajemen perusahaa
n.
Teori Keagenan (agency theory) mengasumsikan: antara pemegang saham (disebut princi
pal ) dan manajemen perusahaan (disebut agen ) memiliki kepentingan berbeda. Teori ya
ng sama juga mengasumsikan bahwa agen cenderung tidak terbuka kepada principal.
Asumsi ini kemudian menyarankan kepada principal agar tidak percaya begitu saja
terhadap laporan keuangan yang disampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban (aser
si) oleh agen.
Untuk memastikan laporan keuangan bisa dipercaya, maka principal (pemegang saham
) meminta pihak eksternal yakni KAP untuk melakukan audit, dengan satu asusmi: KAP b
ersifat independen (=tidak punya konflik kepentingan terhadap isi laporan keuang
an) thus opini yang disampaikan juga bersifat independent (apa adanya dan tidak
memihak). Dalam persepsktif ini auditor eksternal sebagai bagian dari KAP juga d
iasumsikan independent thus sering disebut auditor independent.
Sebagai tambahan, perlu diketahui bahwa yang menggunakan Laporan Keuangan Auditan
(=laporan keuangan yang telah melalui proses audit) bukan hanya pemegang saham s
aja, melainkan juga stakeholders lainnya (calon investor, kreditur, Ditjen Pajak

, OJK) baca: publik. Karena opini atas laporan keuangan bisa mempengaruhi kepentin
gan publik maka hanya boleh disampaikan oleh seorang auditor yang sudah menyanda
ng predikat Akuntan Publik Bersertifikat (Certified Public Accountant.)
Misalnya:
Anda bekerja sebagai auditor di KAP Budhi Hermawan&Rekan dan sedang ditugaskan u
ntuk mengaudit PT. JAK Tbk. Dalam menjalankan tugas tersebut anda diasumsikan ti
dak memiliki kepentingan apapun, selain menjalankan tugas memeriksa.
Semua prosedur audit yang dijalankan, kapan audit dimulai-dan-berakhiri, teknik
audit dan model analisa apa yang digunakan, seberapa besar volume dan kualitas d
ata serta bukti transaksi yang dibutuhkan, anda (dan tim) sepenuhnya yang tentuk
an.
Dan tak kalah pentingnya, opini yang disampaikan juga murni berdasarkan penilaia
n anda sendiri sebagai seorang akuntan publik yang profesional (professional jud
gement), tanpa dipengaruhi oleh kepentingan lain. Dalam kondisi seperti ini anda s
ebagai seorang auditor eksternal dikatakan bersifat independent.
AUDITOR INTERNAL:
Mengenai independensi auditor internal masih sering menjadi pro-dan-kontra. Ada
yang mengatakan internal auditor tidak independen dan tak sedikit juga yang mengat
akan seharusnya independen. Lalu, mana yang benar?
Keduanya benar sekaligus salah.
Persisnya begini: Jika dilihat dari faktor untuk siapa bekerja dan siapa yang mengg
aji sudah jelas seorang internal auditor bekerja untuk manajemen perusahaan, thus
otomatis dia juga terikat dan wajib tunduk pada aturan perusahaan yang dibuat o
leh manajemen.
Namun, idealnya, manajemen tidak boleh mencampuri proses audit yang dijalankan o
leh auditor internal sehingga dapat menghasilkan Laporan Hasil Audit (LHA) yang ap
a adanya juga. Pada titik ini seorang auditor internal dituntut untuk independen
, meskipun ada pihak yang berupaya mempengaruhi dia harus bisa mempertahankan in
dependensinya. Sebab, meskipun toh nantinya diaudit oleh auditor eksternal, baga
imanapun juga laporan murni bisa menjadi input perbaikan yang lebih tepat (thus
lebih ampuh) dibandingkan yang tidak murni.
Secara singkat bisa dikatakan: status kepegawaian seorang auditor internal meman
g bersifat dependent (tergantung terhadap manajemen perusahaan). Namun output pe
kerjaannya diharapkan bersifat independent, dalam artian murni sesuai kondisi ya
ng sebenarnya.
Misalnya:
Anda bekerja untuk PT. JAK Tbk di bagian audit. Sebagai pegawai PT. JAK Tbk anda
wajib tunduk kepada aturan perusahaan; mulai dari urusan jam kerja, pakaian ser
agam, remunerasi, ketentuan lembur, hak cuti, job description, dlsb. Segala tind
akan dan perilaku anda tidak boleh melanggar aturan perusahaan. Dan sebagai pega
wai. kinerja anda diukur dari kontribusi yang anda berikan kepada perusaahaan.
Bahwa anda bertanggungjawa kepada executive (bukan manajer), betul, tetapi bukan
kah eksekutif juga bagian dari lingkaran manajemen? Kenyataan inilah yang membua
t publik tak mungkin bisa percaya anda benar-benar tidak memiliki kepentingan te
rhadap isi laporan keuangan. Sehingga sampai pada titik ini anda terikat dan tid
ak bebas-kepentingan, thus bisa dikatakan bersifat dependent terhadap isi laporan
keungan.

Namun, SOP-dan-Kebijakan Perusahaan harus memberi ruang seluas-luasnya bagi anda seb
agai auditor untuk bisa menjalankan fungsi secara efektif, sesuai dengan tujuan pe
rusahaan membentuk bagian audit (sebentar lagi kita bahas lebih detail). Dalam m
enjalankan proses pemeriksaan mulai dari pengumpulan data, pengamatan, analisa, ke
simpulan dan rekomendasi tidak boleh dicampurtangani oleh pihak lain selain diri a
nda sendiri dan tim. Sehingga LHA yang anda hasilkan mencerminkan kondisi yang s
ebenarnya, dan rekomendasi yang anda usulkan bisa menjadi solusi yang tepat dan
efektif.
3. Sasaran/Target Utama Pekerjaan
Ini bersifat fundamental, thus sangat penting untuk diketahui.
AUDITOR EKSTERNAL:
Sasaran utama pekerjaan auditor eksternal adalah menguji keandalan laporan keung
an auditee (perusahaan terperiksa), sehingga kehandalannya bisa dipercaya oleh p
ara pengguna sebagai input pengambilan keputusan. Suatu laporan keuangan dikatak
an andal apabila: akurat dan tidak mengandung salahsaji bersifat material.
Sehingga, sasaran kerja auditor eksternal bisa diringkas menjadi: memastikan lap
oran keuangan auditee telah bebas dari risiko ketidakakuratan dan salahsaji bers
ifat material. Ini sebabnya mengapa jasa audit juga sering disebut assurance servic
es yang artinya memberi keyakinan (terbatas) bahwa laporan keuangan yang telah mela
lui proses audit sudah akurat dan bebas dari risiko salahsaji bersifat material.
Misalnya:
Sebagai auditor pada KAP Budhi Hermawan& Rekan anda ditugaskan untuk mengaudit l
aporan keuangan PT. JAK Tbk untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2014. Nah, sas
aran utama dari proses audit yang anda jalankan adalah menguji apakah laporan ke
uangan PT. JAK Tbk sudah akurat dan bebas dari risiko salahsaji bersifat materia
l atau belum. Jika sudah berarti tinggal memberi opini yang sesuai. Jika belum m
aka anda perlu memberi usul jurnal penyesuaian dan jurnal koreksi terhadap akun terten
tu yang anda nilai masih mengandung ketidakakuratan atau salahsaji sehingga laporan
keuangan aduitan nantinya bisa dijamin kenadalannya, sebelum memberikan opini.
AUDITOR INTERNAL:
Makud bagian audit dibentuk di dalam perusahaan, terutama, untuk memastikan Sisti
m Pengendalian Intern (SPI) berfungsi secara efektif, sehingga perusahaan benar-b
enar terbebas dari segala macam risiko. SPI biasanya dijabarkan dalam bentuk Stan
dar Operating Procedures (SOP) dan Kebijakan Perusahaan (Company Policy).
Adapun sasaran kerja auditor internal tiada lain memastikan SOP dan company poli
cy telah dipatuhi oleh semua pihak, sehingga bisa dipastikan perusahaan bebas da
ri segala risiko. Untuk wilayah aktivitas pencatatan dan pelaporan transaksi keu
angan misalnya, sasaran kerja auditor internal adalah memastikan proses accounti
ng dan penyajian laporan keuangannya sudah mematuhi SOP dan company policy yang
tentunya dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan PSAK dan peraturan pemerin
tah terkait (UU Pajak dan perturan OJK). Khusus di wilayah ini, melalui proses a
udit, auditor internal juga memastikan Laporan Keuangan perusahaan nantinya akan
lolos dari proses audit oleh auditor eksternal/independent/publik.
Misalnya:
Anda bekerja untuk PT. JAK Tbk sebagai auditor internal. Sasaran tugas dan fungs
i anda tiada lain memastikan SPI perusahaan berjalan dengan efektif. Konkretnya

seperti ini:
(1) Anda harus pastikan apakah perusahaan sudah punya SPI yang dijabarkan dalam
bentuk SOP dan Company Policy yang jelas atau belum?
(2) Jika belum (karena perusahaan baru berdiri atau tak terurus misalnya), maka
tugas anda pertama adalah memberi asistensi kepada bagian Manajemen Risiko dalam m
enyusun SOP dan Company Policy yang mampu melindungi perusahaan dari segala maca
m risiko.
(3) Jika tidak ada bagian Manajemen Risiko maka tugas andalah membuat SOP & Comp
any Policy tentunya dengan minta otorisasi dari eksekutif puncak.
(4) Jika sudah ada SOP dan Company Policy, maka tugas utama anda MELALUI PROSES AU
DIT INTERNAL adalah memastikan apakah SOP dan Company Policy telah dipatuhi dalam
semua aktivitas operasional perusahaan di semua departemen . Tugas audit ini ter
us anda lakukan secara terjadwal sesuai dengan aturan audit (auditing rules) yan
g ditentukan oleh Komite Audit untuk aktivitas transaksi keuangan dan oleh Direktu
r Utama untuk temuan yang menyangkut aktivitas non-keuangan.
4. Ruang Lingkup Pekerjaan
Perbedaan mendasar berikutnya dalam hal ruang lingkup pekerjaan.
AUDITOR EKSTERNAL:
Ruang lingkup pekerjaan auditor eksternal terbatas pada laporan keungan auditee
saja. Begitu laporan keuangan telah diyakini keandalannya (=akurat dan tidak men
gandung risiko salahsaji bersifat material), selanjutnya tinggal beri opini, mak
a habis perkara.
Masalahnya, untuk sampai pada titik keyakinan itu butuh waktu dan proses yang terk
adang sangat panjang. Bayangkan, setiap angka yang tercantum di dalam laporan ke
uangan harus diuji akurasi dan validitasnya. Sementara, setiap satu angka yang t
ercantum dalam laporan keuangan berasal dari ribuan (jika tidak puluhan ribu) tr
ansaksi dalam waktu satu periode buku (satu tahun).
Nah, untuk uji akurasi dan validitas itulah auditor eksternal mau tidak mau harus me
ngorek-ngorek sampai ke bukti transaksi, perhitungan hingga proses input data (p
encatatan). Bahkan untuk memahami logika suatu alur transaksi, khususnya di wila
yah yang berkadar risiko tinggi, tak jarang auditor eksternal sampai ndusel-nduse
l ke wilayah operasional perusahaan. Untuk memeriksa aspek going concern misalnya,
terkadang auditor perlu menelusuri sampai ke Budget dan Forecast perusahaan (auditee
)
(Mengenai pemeriksaab aspek going concern silahkan baca: Cara Auditor Memeriksa
Apek Going Concern)
Hambatan utama pekerjaan eksternal auditor eksternal, setidaknya menurut pengala
man saya pribadi, seringkali so little time too much thing to do waktu yang tersedia
untuk melakukan proses auditing yang ideal, jauh dari kata cukup. Lebih sering
mepet. Di sini auditor eksternal seringkali dihadapkan pada pilihan sulit antara
kualitas versus kecepatan.
Misalnya:
Saat memeriksa laporan keuangan PT. JAK Tbk (lanjutan contoh sebelumnya), maka r
uang lingkup pekerjaan anda sebagai auditor eksternal hanya sebatas Laporan Keua
ngan PT JAK Tbk (=Laporan Laba Rugi + Laporan Posisi Keuangan+ Laporan Arus Kas

+ Penjelasan) saja.
Tugas anda dalam pekerjaan audit ini hanya menguji (akurasi dan validitas) setia
p angka yang tercantum, sehingga memperoleh keyakinan (terbatas) bahwa laporan PT
JAK Tbk sudah akurat dan bebas dari risiko salahsaji bersifat material.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, idealnya, anda harus menelusuri setiap angk
a yang tercantum hingga ke Ledger, jurnal hingga bukti transaksi. Namun, perlu d
isadari bahwa waktu sesi audit terbatas.
Bisa jadi anda baru menerima surat tugas dari Partner di KAP Budhi Hermawan dan
Rekan, sementara deadline penyampaian Laporan Keuangan Auditan PT JAK Tbk ke OJK t
inggal 3 minggu lagi! Di sisi lainnya anda juga sadar betul, sebagai auditor eks
ternal anda akan ikut terseret jika kelak dikemudian hari terungkap skandal Finan
cial Statement Fraud menghebohkan dalam perusahaan klien, seperti kasus Enron di
masa silam.
AUDITOR INTERNAL:
Ruang lingkup kerja auditor internal tidak hanya memastikan laporan keuangan beb
as dari risiko salahsaji bersifat material saja, melainkan memastikan semua akti
vitas operasional perusahaan, di SELURUH DEPARTEMEN, bebas dari SEGALA MACAM RIS
IKO.
Memastikan SOP-dan-Company Policy di departemen Accounting dan Finance berjalan ef
ektif, melalui proses audit internal, thus menghasilkan laporan keuangan yang ak
urat dan bebas dari risiko salahsaji bersifat material, hanya salahsatu wilayah
saja. Auditor internal harus mengaudit semua aktivitas di seluruh departemen (re
venue center, cost center, investing center dan finance center) dari pusat sampai
semua cabang dan dari induk sampai semua anak (bila group) untuk memastikan perusa
haan benar-benar bebas dari berbagai macam risiko.
Mencegah-mendeteksi-dan-mengungkap penyelewengan (asset and financial statements
fraud) mungkin yang paling sering disebut-sebut sebagai tugas auditor internal.
Sebenarnya, itu baru fungsi dasar. Sebab fraud (penyelewengan) oleh orang dalam h
anya sebagian kecil dari risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Masih banyak risi
ko lainnya: mulai dari Business (strategy) Risk (=risiko salah kelola strategi bis
nis), Fund and Financing Risk (=risiko salah kelola sumber modal/pembiayaan), Credi
t Risk (=risiko salah kelola kredit/piutang), Investment Risk (=risiko salah kelola
investasi internal dan eksternal), Operational Risk (=risiko salah kelola operasi
onal), Physical Fource Major Risk (=risiko kerugian fisik akibat huru-hara atau be
ncana alam), hingga Legal/Litigation Risk (=risiko kerugian akibat kasus pelanggar
an hukum).
Misalnya:
Anda adalah auditor internal untuk PT. JAK Tbk. Maka ruang lingkup pekerjaan and
a bukan hanya laporan keuangan PT JAK Tbk saja, bukan sebatas memastikan laporan
keuangan bebas dari salahsaji bersifat material saja. Melainkan memastikan semu
a aktivitas perusahaan di semua department dan divisi, mulai dari pusat hingga cab
ang (jika punya) dan dari induk sampai semua anak (jika punya) telah patuh terhada
p SOP-dan-Company Policy PT. JAK Tbk. Sehingga PT JAK benar-benar bebas dari segal
a macam risiko (seperti sudah saya sebutkan di atas).
Bahwa kondisi tersebut tercermin di dalam laporan keuangan thus bisa anda awali
dengan cara menganalisa angka-angka yang tersaji di dalamnya, IYA. Akan tetapi,
anda perlu tahu dimana persisnya keefektifan/ketidakefektifan terjadi dan apa se
babnya? Jawaban untuk pertanyaan inilah yang memerlukan penelusuran-observasi-da
n-investigasi lebih lanjut bahkan mungkin sampai ke lubang-lubang semut (jika pe
rlu).

Terkadang mungkin anda perlu menjadi detektif dan nongkrong 24 jam di depan rumah
vendor yang anda curigai terlibat kong-kalikong dengan pegawai dalam. Anda harus
ngeh ketika mendengar rumor ada salahsatu manager/staff tiba-tiba beli rumah atau
mobil mewah. Anda harus peduli ketika mendengar/menonton berita hura-hara atau be
ncana alam. Anda harus kepo ketika staff kunci yang berisiko membocorkan rahasia pen
ting perusahaan rajin nongkrong dengan salahsatu manajer perusahaan pesaing. Dan l
ain sebagainya.
(Mengenai contoh fraud dan modus-modusnya silahkan baca: Apa itu Fraud dan Bagai
mana Modusnya).
5. Tanggungjawab Perbaikan
Perbedaan mendasar terakhir terkait tanggung jawab perbaikan.
AUDITOR EKSTERNAL:
Tidak memeliki kewajiban (professional dan moral) terhadap upaya perbaikan ke de
pan, jika menemukan ketidakakuratan dan salahsaji. Kalaupun ada, sebatas menyamp
aikan usulan jurnal koreksi dan penyesuaian terhadap laporan keuangan untuk peri
ode yang diperiksa saja, sebagai syarat untuk memberi opini tertentu. Tidak lebi
h dari itu.
Misalnya:
Setelah merampungkan audit terhadap Laporan Keuangan PT. JAK Tbk yang berakhir 3
1 Desember 2015, anda menemukan beberapa ketidakakuratan dan salahsaji. Temuan i
ni kemudian anda tuangkan dalam sebuah daftar yang anda sampaikan kepada manajem
en PT JAK Tbk. Beserta daftar temuan anda sertakan juga daftar jurnal koreksi da
n penyesuaian yang diperlukan.
Jika PT. JAK Tbk setuju untuk memasukkan jurnal-jurnal tersebut maka anda telah
mendapat keyakinan (terbatas) bahwa Laporan Keuangan Auditan PT JAK Tbk, nantinya,
sudah andal (=akurat dan bebas dari risiko salahsaji bersifat material) thus an
da berani memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian, misalnya.
Akan tetapi, jika sebagian jurnal tidak disetujui karena alasan tertentu yang di
anggap prinsipiil oleh pihak manajemen PT JAK (biasnya ini sangat jarang terjadi
), maka anda hanya yakin untuk memberi opini Wajar Dengan Catatan , misalnya. Dan l
ain sebagainya. Hanya sebatas itu.
AUDITOR INTERNAL:
Tidak hanya memriksa dan menemukan kesalahan (risiko yang sudah menjelma menjadi
masalah bagi perusahaan). Auditor internal juga berkewajiban untuk turut serta
memperbaiki kesalahan tersebut sekaligus mencegahnya agar tidak terjadi lagi di
periode-periode berikutnya. Ingat, di bagian 1-2-3 di atas, auditor internal ada
lah bagian dari perusahaan, orang dalam, sehingga disebut auditor internal.
Namun, bukan berarti mengambil-alih tugas dan fungsi Departemen Manajemen Risiko
dan departemen-departemen lainnya (termasuk Accounting dan Finance), tanggung j
awab perbaikan tersebut disampaikan dalam bentuk: saran, masukan, usulan, rekome
ndasi, bahan pertimbangan, konsultasi, training, dan coaching, tentunya untuk ma
ksud perbaikan.
Disamping itu, penting untuk diketahui bahwa auditor internal bukan Polisi (apalag
i hakim)- perusahaan. Jikapun ada respond system yang bisa membuat pelaku kesalaha
n menerima sanksi, kewajiban auditor internal hanya memeriksa dan menemukan indi

kasi ketidakberesan, dimana persinya terjadi dan mengapa bisa terjadi. Follow up
atas temuan itu ditentukan oleh top eksekutif yang kemudian diteruskan kepada d
irektur dan manajernya masing-masing.
Misalnya:
Anda adalah auditor internal PT JAK Tbk. Setelah menjalankan sesi audit anda men
emukan beberapa ketidakberesan. Salahsatunya berupa ketidak beresan pada akun Ut
ang dimana beberapa vendor menerima payment lebih cepat dari yang seharusnya tan
pa disertai potongan, padahal termin pembelian pada vendor-vendor tersebut jelas
menyebutkan PT JAK akan menerima potongan (diskon) jika membayar lebih awal. Da
ri temuan ini anda memperhitungkan perusahaan terdampak risiko kehilangan peluan
g untuk menekan cost (artinya juga kehilangan peluang menaikan profit) hingga Rp
2 Milyar misalnya, dan jika terus terjadi perusahaan akan menanggung risiko yan
g sama (Rp 2 Milyar) setiap tahun.
Atas temuan tersebut: Pertama, anda harus tahu dimana persisnya terjadi dan meng
apa terjadi untuk ini mungkin anda perlu melakukan observasi dan investigasi. Kedu
a, anda berkewajiban untuk menyampaikan rekomendasi berupa perbaikan SOP dan Com
pany Policy terkait akun Utang mulai dari Purchasing hingga receiving.
Di bagian Marketing anda menemukan ketidakberesan pada aktivitas Promosi. Di bag
ian Research and Development anda menemukan ketidakberesan pada penghitungan Bil
l of Material. Di bagian gudang anda menemukan banyaknya persediaan barang rusak
/kedaluarsa plus ketidaksesuaian antara Kartu Stok dengan Jumlah Fisik. Di bagia
n produksi anda menemukan bottle neck di sana-sini sehingga selalu ada barang pers
ediaan work-in-process (WIP) yang menumpuk dari waktu-ke-waktu. Setelah anda sel
idiki penyebabnya anda menemukan adanya banyak mesin yang bolak-balik masuk beng
kel reparasi. Dan lain sebagainya.
Atas semua temuan itu anda berkewajiban untuk menyampaikan rekomendasi berbaikan
sekaligus pencegahan agar tidak terjadi di peride berikutnya, untuk masing-masi
ng kasus. Sangat mungkin anda juga diminta untuk memberi konsultasi, training, d
an coaching yang dianggap perlu oleh top executive.
Itulah 5 perbedaan paling mendasar antara auditor eksternal dan internal, dalam
teori dan prakteknya.
Sampai di sini, mungkin ada yang berfikir
uk dibandingkan eksternal?

oh.. berarti auditor internal lebih sib

Jawabannya: Not really. Fungsi dan ruang lingkup auditor eksternal memang hanya
sebatas memeriksa laporan keuangan saja. Akan tetapi, ingat juga mereka bekerja
untuk KAP yang kliennya bisa jadi puluhan atau ratusan, thus pekerjaan para audi
tor eksternal berpindah dari satu klien ke klien lainnya. Yang menentukan sebera
pa padat pekerjaannya adalah seberapa besar (dan seberapa banyak jumlah klien) K
AP tempatnya bekerja. Sama seperti auditor internal, tingkat kepadatan pekerjaan
nya juga ditentukan oleh seberapa besar sekala perusahaan tempatnya bekerja (bay
angkan korporasi yang memiliki cabang di 36 provinsi di seluruh Indonesia plus p
erusahaan anak di semua negara di 5 benua).
What is next? Fun Quiz!
Mulai saat ini JAK akan menampilkan Fun Quiz di akhir artikel (kecuali berita/news
), khususnya untuk pemula (pelajar dan mahasiswa), sebagai alat pengukur pemaham
an atas materi yang habis dibaca. Mirip seperti latihan soal di sekolah atau kam
pus. Dan jangan khawatir, setiap soal disertai petunjuk yang benar. Sehingga qui
z ini juga bisa berfungsi sebagai summary atau pengingat kembali.
Quiz Audit: Auditor Eksternal Vs Internal

Petunjuk:
Pertama, klik tombol Start Quiz untuk memulai quiz
Soal pertama muncul; anda baca soalnya baik-baik, lalu jawab (bentuk soal bi
sa jadi: pilihan ganda, memasangkan/mencocokan atau melengkapi kata yang diperlu
kan).
Setelah menjawab, klik tombol Check untuk mengetahui apakah jawaban anda benar
atau salah (disertai penjelasan ringkas)
Untuk memunculkan soal selanjutnya klik tombol Next
Pada soal terakhir anda klik Finish the Quiz untuk melihat skor (anda akan dis
uguhi Score dan Statistic atas capaian anda dalam mengerjakan quiz).
Selanjutnya anda bisa mengulang quiz dari soal pertama dengan cara mengklik R
estart Quiz atau mengkaji ulang soal dan jawaban yang sudah anda berikan untuk se
si sebelumnya dengan cara mengklik tombol Review Questions .
Selamat mencoba!
============
Akuntansi Persediaan: Sistim Periodik Vs Perpetual
oleh Mr. JAK
34 Komentar
Akuntansi Persediaan - Sistim Perpetual Vs Peiodik
Ditulis oleh Mr. JAK
Dalam akuntansi persediaan, ada dua sistim yang lumrah digunakan, yaitu: sistim
periodik dan sistim perpetual. Bagi pegawai accounting, sistim persediaan period
ik atau perpetual yang diterapkan di dalam perusahaan menentukan bagaimana pencatata
n transaksi persediaan dilakukan. Sedangkan bagi pengelola keuangan dan pengelol
a usaha, sistim persediaan yang diterapkan menentukan seberapa efektif persediaa
n bisa dikelola terutama aspek pengawasannya.
Melalui tulisan ini, saya ingin membahas mengenai sisim persediaan periodik dan
perpetual, mulai dari pebedaaan yang paling fundamental, perbadingan jurna-per-j
urnal, hingga implikasinya terhadap laporan keuangan dan pengelolaan persediaan.
Dengan kehadiran pembahasan ini, saya berharap pembaca memperoleh gambaran yang
jelas mengenai sistim persediaan periodik dan perpetual, dalam tataran inplement
asi di perusahaan. Namun sebelum itu, mari kita lihat sekilas; apa itu persediaa
n.
Persediaan dan Impilkasinya Terhadap Laporan Keuangan
Sebelum berpikir yang rumit-rumit termasuk implikasi (pengaruh) persediaan terhada
p laporan keuangan dan pengelolaan keuangan, APA ITU PERSEDIAAN?
Sederhananya, yang disebut persediaan adalah apa yang oleh masyarakat umum kenal
dengan istilah stok . Di Eropa, sampai sekarang masih menggunakan istilah stock . Tet
api secara internasional persediaan disebut dengan istilah inventory , yang disebut
stock justru saham.
Mau disebut inventory, mau disebut stock, silahkan. Yang lebih penting di sini:
wujud dari persediaan itu berupa apa?
Wujud fisik persediaan suatu perusahaan tergantung pada jenis usahanya. Meskipun
pada kenyataannya ada banyak jenis atau model usaha, dalam akuntansi untuk tujuan
penyederhanaan jenis usaha biasanya hanya dibagi menjadi 3 kelompok saja.
Berikut adalah 3 jenis perusahaan beserta persediaannya:

Perusahaan Jasa (misal: konsultan, agen, broker, dll)

Tidak memiliki persedi

aan
Perusahaan Dagang (misal: toko, mini market, dll) Persediaannya berupa baran
g jadi
Perusahaan Manufaktur (misal: pabrik gula, pabrik pakaian jadi, dll) Persedi
aannya berupa: (a) bahan baku; (b) bahan penolong; (c) barang dalam proses; dan
(d) barang jadi.
Persediaan berimplikasi luas terhadap pelaporan keuangan dan pengelolaan keuanga
n perusahaan.
Apa implikasinya terhadap laporan keuangan? Persediaan berimplikasi langsung ter
hadap Neraca dan Laporan Laba-Rugi:
Di Neraca, persediaan disajikan dalam kelompok Aktiva Lancar (current assets) se
telah akun Piutang (silahkan lihat contoh format Neraca), sehingga besar-kecilnya
nilai saldo persediaan yang disajikan berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai
aktiva (aset) secara keseluruhan.
Di Laporan Laba Rugi, besar kecilnya PENGGUNAAN persediaan (bahan baku, baha
n penolong dan barang jadi) menentukan besar kecilnya Harga Pokok Penjualan (HPP),
yang pada akhirnya juga akan menentukan besar kecilnya Laba atau Rugi yang disajika
n di dalam laporan laba-rugi. Pada akhirnya, besar-kecilnya laba/rugi yang dibuk
ukan pada suatu periode akuntansi berimplikasi terhadap besar-kecilnya Laba Ditah
an (Retained Earning) yang disajikan di Neraca persisnya di kelompok akun Ekuitas.

Oke. Implikasi persediaan terhadap laporan keuangan sudah jelas terlihat. Pertan
yaannya: Apakah penerapan sistim persediaan periodik/perpetual berpengaruh terha
dap laporan keuangan? Maksud saya, apakah dengan menggunakan sistim perpetual me
mbuat laporan keuangan menjadi berbeda jika dibandingkan dengan menggunakan sist
im periodik?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat perbandingan antara sistim persed
iaan periodik dengan perpetual. Yuk pindah ke paragraf berikutnya
Perbedaan Paling Fundamental Antara Sistim Periodik dan Perpetual
Perbedaan paling mencolok antara sistim periodik dengan sistim perpetual ada pad
a 2 hal:
1. Penentuan Nilai Saldo Akhir Persediaan di Neraca:
(a) Sistim Periodik
Jika perusahaan menerapkan sistim periodik, nilai saldo akhi
r persediaan di Neraca ditentukan dengan cara melakukan penghitungan fisik perse
diaan yang lumrah dikenal dengan istilah stok opname
sederhananya; di akhir periode
, fisik barang bersediaan (bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses dan b
arang jadi) dihitung jumlahnya. Jumlah fisik barang lalu dikalikan dengan Harga
Pokok Penjualan (HPP) satuan barang.
(b) Sistim Perpetual Jika yang diterapkan adalah sistim perpetual, perusahan tid
ak perlu melakukan penghitungan fisik untuk menentukan nilai saldo akhir persedi
aan., karena setiap transaksi terkait dengan persediaan baik kenaikan maupun penur
unan telah dicatat melalui penjurnalan. Meskipun demikian, penghitungan fisik teta
p dilakukan untuk kemudian dibandigkan dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh b
uku persediaan. Jika terjadi perbedaan antara saldo akhir hasil penghitungan fis
ik dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku persediaan, maka dibuatkan rekon
siliasi persediaan dengan memasukan jurnal penyesuaian persediaan (inventory adj
ustment entry).

2. Penentuan Persediaan Digunakan (atau Terjual) dalam Harga Pokok Penjualan:


(a) Sistim Periodik
Jika perusahaan menggunakan sistim periodik, maka nilai pers
ediaan yang digunakan (dan terjual) untuk dibebankan sebagai Harga Pokok Penjualan ,
dihitung dengan cara menjumlahkan saldo awal persediaan dengan total pembeliaan
(atau persediaan masuk) lalu dikurangi dengan saldo akhir persediaan yang dipero
leh melalui penghitungan fisik. Misalnya: Data persediaan JAK Mart (perusahaan d
agang) untuk tahun 2012 adalah sbb:
Saldo awal = Rp 20,000,000
Pembelian Bersih Jan s/d Des 2012 = Rp 150,000,000
Saldo akhir 31 Desember 2012 (diketahui setelah penghitungan fisik) = Rp 22,
000,000
Harga Pokok Penjualan = 20,000,000 + 150,000,000 22,000,000 = 148,000,000. Selan
jutnya harga pokok ini dimasukan dengan journal penyesuaian (sebentar lagi kita
bahas di perbandingan jurnal.)
(b) Sistim Perpetual Dengan sistim perpetual, perusahaan tidak perlu lagi membua
t perhitungan seperti pada sistim periodik karena penggunaan persediaan langsung
diakui setiap kali ada penjualan dengan mendebit akun Harga Pokok Penjualan dan m
engkredit Persediaan di sisi lainnya, seperti jurnal di bawah ini:
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = xxx
[Kredit]. Persediaan = xxx
Oke. Dengan sistim perpetual setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau pe
nurunan volume persediaan selalu dicatat dengan memasukan jurnal begitu transaks
i terjadi. Apakah dengan sistim periodik transaksi-transaksi yang terjadi tidak
dicatat samasekali? Mungkin ada yang berpikir seperti itu.
Tentu saja dicatat. Hanya saja, biasanya, menggunakan nama akun berbeda dibandin
gkan jika menggunakan sistim perpetual. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat tr
ansaksi-per-transaksi. Lanjut
Perbandingan Sistim Periodik Vs Perpetual Transaksi-Per-Transaksi
Ada banyak transaksi yang mengakibatkan volume persediaan menjadi meningkat atau
menurun selama satu periode. Di sini kita lihat perbandingan sistim periodik da
n perpetual transaksi-per-transaksi, jurnal-per-jurnal.
1. Pembelian dan Penjualan Barang
Dalam sistim perpetual, pembelian dan penjualan barang persediaan dicatat langsu
ng ke akun Persediaan, dengan kata lain: perubahan nilai nominal dan volume persed
iaan langsung terlihat dalam buku besar (ledger) persediaan setiap kali ada tran
saksi pembelian dan penjualan. Sedangkan dalam sistim periodik yang dicatat hany
a kenaikan nilai dan volume persediaan melalui akun yang disebut dengan Pembelian ,
sementara tidak mencatat adanya penurunan pada setiap transaksi penjualan yang
terjadi (penurunan persediaan diakui sekaligus di akhir periode dengan melakukan
pemeriksaan fisik). Untuk lebih jelasnyanya, kita lihat contoh berikut ini:
JAK Mart, Perusahaan Grossir, menunjukan data sbb:
(a)
(b)
(c)
(d)

Saldo Awal Persediaan =


Pembelian = 900 units @
Penjualan = 600 units @
Saldo Akhir = 400 units

100 units @ Rp 60,000 = Rp 6,000,000


Rp 60,000 = Rp 54,000,000
Rp 120,000 = Rp 72,000,000
@Rp 60,000 = Rp 24,000,000

(Note: Untuk menghindari penggunaan cost flow yang bisa membingungkan, kita as
umsikan cost per unit persediaan konstan dari awal hingga akhir periode)
Jika JAK Mart menggunakan sistim perpetual, maka alur transaksi dan jurnalnya ak
an nampak sbb:
(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000
(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Persediaan = Rp 54,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000
(c) Penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000 per unit dicatat dengan sepasang
jurnal:
[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000
[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)
Dan;
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000
[Kredit]. Persediaan = Rp 36,000,000
(Untuk mengakui harga pokok penjualan sekaligus penurunan nilai inventory, 60,00
0 x 600 = Rp 36,000,000.)
(d) Kecuali ada perbedaan antara hasil penghitungan fisik dengan buku, maka tida
k ada jurnal penyesuaian yang perlu dimasukan. Saldo akhir persediaan otomatis m
enunjukan nilai Rp 24,000,000.
Bagaimana jika JAK Mart menggunakan sistim periodik? Jurnalnya akan nampak sebag
ai berikut:
(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000
(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Pembelian = Rp 54,000,000 (menggunakan akun pembelian)
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000
(c) Pada sistim periodik, penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000/unit dicat
at hanya dengan satu jurnal saja untuk mengakui penjualan dan piutang dagang (Note
: penurunan persediaan dan pengakuan harga pokok penjualan dilakukan sekaligus d
i akhir periode):
[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000
[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)
(d) Di akhir periode, setalah dilakukan penghitungan fisik, JAK memasukan jurnal
penyesuaian untuk mengakui persediaan, harga pokok penjualan, sekaligus menghapus
aldo akun Pembelian sebagai berikut:
[Debit]. Persediaan = Rp 18,000,000
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000
[Kredit]. Pembelian = Rp 54,000,000
Note: Dengan jurnal penyesuaian yang dimasukan di akhir periode ini, maka saldo

akun Pembelian menjadi nol, saldo akhir persediaan di Neraca menjadi Rp 24,000,000
(=saldo awal 6,000,000 + adjustment kenaikan 18,000,000), dan muncul Harga Poko
k Penjualan di Laporan Laba-Rugi sebesar Rp 54,000,000 (=6,000,000 + 54,000,000
24,000,000).
2. Retur Pembelian, Diskon Pembelian dan Cadangan
Apa yang terjadi jika ada retur pembelian atau diskon? Perusahaan yang menerapka
n sistim periodik, disamping menggunakan akun Pembelian yang bersaldo debit mereka j
uga menggunakan 2 kontra-akun pembelian (bersaldo kredit) yang diberi nama Retur
Pembelian dan Diskon Pembelian. Jika ada pembelian yang dikembalikan (retur pembeli
an) atau memeperoleh potongan, maka kontra akun ini menjadi pengurang nilai Pembe
lian . Hasil silang saldo Pembelian dan kedua kontra-akun ini menghasilkan apa yang
disebut dengan Pembelian Bersih . Bagaimanapun juga, semua slado akun ini (Pembelia
n, Diskon Pembelian dan Retur Pembelian) bersifat sementara saja, nantinya akan
dihapus degan jurnal penyesuaian di akhir periode (seperti terlihat pada contoh
jurnal penyesuaian sebelumnya). Untuk lebih konkoretnya, kita buat satu contoh t
ransaksi:
Karena adanya kerusakan, JAK Mart mengembalikan pembelian barang sebesar Rp
7,000,000.
Jika JAK Mart menerapkan sistim perpetual, maka JAK akan mengakui penurunan nila
i utang sekaligus langsung mengakui penurunan nilai persediaan, dengan jurnal:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000
[Kredit]. Persediaan = Rp 7,000,000
(Note: Pengembalian barang mengurangi nilai persediaan sebesar Rp 7,000,000)
Jika JAK Mart menerapkan sistim periodik, maka jurnalnya adalah sbb:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000
[Kredit]. Retur Pembelian = Rp 7,000,000
(Note: pembelian megurangi nilai pembelian)
Lanjut dengan diskon
Di lain kesempatan JAK Mart membeli barang sebesar Rp 10,000,000 dengan term
in kredit 2/10, n/30. Karena JAK Mart bisa melakukan pelunasan seminggu setelah
pembelian, maka JAK Mart memperoleh diskon 2%. Bagimana jurnalnya?
Jika menerapkan sistim perpetual, maka saat pembelian JAK Mart memasukan jurnal:
[Debit]. Persediaan = Rp 10,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
Saat pelunasan, diskon Rp 200,000 tersebut sekaligus diakui sebagai pengurang ni
lai persediaan, dengan jurnal:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
[Credit]. Persediaan = Rp 200,000
[Credit]. Kas = Rp 9,800,000
Jika menggunakan sistim periodik, maka saat pembelian jurnal yang dimasukan adal
ah:
[Debit]. Pembelian = Rp 10,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
Diskon yang diperoleh tidak diakui sebagai pengurang nilai persediaan (ingat: si

stim periodik tidak mencatat persediaan tetapi pembelian ), melainkan dicatat sebag
ai Diskon Pembelian. Sehingga jurnal yang dimasukan ketika melakukan pelunasan ada
lah sbb:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
[Credit]. Diskon Pembelian = Rp 200,000
[Kredit]. Kas = Rp 9,800,000
3. Retur Penjualan dan Diskon Penjualan
Transkasi lainnya yang terkait dengan persediaan adalah retur penjualan dan disk
on penjualan. Pada transaksi ini, baik sistim perpetual maupun sistim periodik s
ama-sama meggunakan akun yang diberi nama Retur Penjualan dan Diskon Penjualan yang ke
dua-duanya merupakan kontra-akun penjualan (bersaldo debit), bedanya hanya di pe
ngakuan Harga Pokok Penjualan . Pada sistim perpetual return penjualan, disamping m
engakui penurunan piutang dagang dan penurunan penjualan (dengan akun retur penju
alan ) juga mengakui penurunan harga pokok penjualan dan persediaan. Sedangkan pad
a sistim periodik, tidak. Misalnya:
JAK Mart menerima barang kembali dari pelanggan (karena cacat) senilai Rp 6,
000,000. Harga Pokok Penjualan barang yang diretur tersebut adalah Rp 3,000,000.
(Kita asumsikan pengakuan penjualan menggunakan metode bruto/gross method)
Jika menggunakan perpetual, maka JAK Mart akan mencatat retur tersebut dengan se
pasang jurnal:
[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit)
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)
Dan;
[Debit]. Persediaan = Rp 3,000,000
[Kredit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 3,000,000
(Untuk mengakui barang persediaan yang telah dikembalikan sekaligus menguragi ha
rga pokok penjualan).
Sedangkan jika menggunakan sistim periodik, JAK Mart hanya akan memasukan satu j
urnal saja, yaitu:
[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)
Catatan: Sistim periodik baru akan menghitung saldo persediaan dan mengakui harg
a pokok penjualan di akhir periode setelah penghitungan fisik dilakukan.
Selanjutnya, diskon penjualan. Bagaimana pencatatanya?
Oke. Anggap JAK Mart memberikan diskon Rp 200,000 atas pelunasan pembelian s
ebesar Rp 10,000,000 dari pelanggan (masih menggunakan metode pengakuan penjuala
n bruto/gross method)
Sistim perpetual dan sistim periodik memasukan jurnal yang sama persis untuk pel
unasan yang mengandung diskon penjualan. Dalam contoh ini:
[Debit]. Kas = Rp 9,800,000
[Debit]. Diskon Penjualan = Rp 200,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit).
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 10,000,000

Secara keseluruhan, dari pebandingan jurnal antara sistim periodik dan perpetual,
jelas terlihat bahwa:
Terhadap laporan keuangan yang disajikan di setiap akhir periode, menggunakan si
stim perpetual atau periodik tidak berpengaruh apa-apa, dalam pengertian: nilai
saldo akhir persediaan (yang disajikan di neraca) dan harga pokok penjualan (yan
g disajikan di laporan laba-rugi), akan menunjukan hasil yang sama.
Bedanya, hanya terjadi pada teknis pengakuan dan nama akun yang digunakan pada s
etiap pengakuan transaksi. Sistim perpetual selalu mendebit/mengkredit akun Perse
diaan untuk setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan persediaa
n. Sedangkan sistim periodik untuk sementara menggunakan akun Pembelian untuk setiap p
enambahan persediaan dan baru memperhitungkan penurunan persediaan di akhir peri
ode sertelah penghitungan fisik dilakukan.
Bagaimana jika perusahaan yang menerapkan sistim periodic terpaksa harus menyajika
n laporan padahal periode belum berakhir misalnya: untuk pengajuan kredit? Perusah
aan bisa (a) menggunakan laporan periode sebelumnya, atau (b) melakukan penghitu
ngan fisik saat itu juga lalu menjalankan prosedur seperti yang dilakukan di akh
ir periode.
Oke. Penerapan sistim periodik atau perpetual tidak ada pengaruhnya terhadap lap
oran keuangan. Bagaimana dengan pengelolaan persediaan dan keuangan secara kesel
uruhan? Mari kita lihat implikasinya Lanjut
Implikasi Penerapan Sistim Periodik dan Perpetual Terhadap Pengelolaan Persediaa
n
Dari perbenadingan di atas, jelas terlihat bahwa: untuk tujuan pengawasan persed
iaan, sistim perpetual jauh lebih baik dibandingkan sistim periodik. Dengan sist
im perpetual, management dapat mengetahui nilai persediaan sewaktu-waktu tanpa per
lu menunggu hingga akhir periode.
Khususnya di perusahaan-perusahaan manufaktur, pengawasan terhadap barang persed
iaan sangat kompleks dengan adanya potensi barang scrap dan cacat yang lebih tingg
i dibandingkan dengan perusahaan jenis lain. Dalam kondisi seperti ini, jika sis
tim persediaan yang diterapkan adalah sistim periodik dimana penurunan (volume dan
nilai persediaan) baru diperhitungkan di akhir periode, maka kesempatan untuk m
engetahui adanya pemborosan bahan baku, bahan penolong dan kemungkinan adanya ba
rang cacat saat dalam proses produksi menjadi lebih sulit ditelusuri kemungkinan b
aru diketahui setelah di akhir periode, dengan kata lain: sudah terjadi.
Efektifitas pengawasan terhadap barang persediaan berimplikasi besar terhadap pe
ngelolaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Terutama di perusahaan dagang
dan manufaktur, sebagian besar kekayaan (asset) perusahaan ada di persediaan entah
itu berupa bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang jadi.
Diantara banyaknya beban yang ditanggung oleh operasional perusahaan, penggunaan
persediaan cenderung mendominasi. Jika scope-nya dipersempit, persediaan bahkan
mengkonsumsi modal kerja (working capital) paling besar.
Itu sebabnya, bagi managemen perusahaan, pemilihan sistim persediaan yang akan d
iterapkan (apakah menggunakan sistim perpetual atau periodik) menjadi sangat kru
sial.
Lalu, apakah sebaiknya saya menerapkan sistim persediaan perpetual atau periodik?
Mungkin ada yang berpikir demikian. Kita pindah ke paragraph selanjutnya
Apakah Sebaiknya Menggunakan Sisitim Persediaan Periodik atau Perpetual?

Jawaban atas pertanyaan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi opersiona
l perusahaan anda sehari-hari.
Dari aspek pelaporan keuangan, menurut saya, tak ada yang perlu dikhawatirkan. M
enggunakan sistim perpetualpun, toh di akhir periode anda masih harus melakukan
stock opname (inventory physical count) untuk memverifikasi keakuratan data pers
ediaan yang diperoleh dari sistim perpetual. Dan, jika terjadi perbedaan antara
hasil penghitungan fisik dengan saldo akhir buku, toh anda masih harus membuat r
ekonsiliasi dan inventory adjustment, iya kan?
Tetapi dari aspek pengawasan persediaan, sistim perpetual jelas lebih baik diban
dingkan sistim periodik. Tetapi perlu di sadari bahwa: menerapkan sistim perpetu
al artinya anda harus siap melakukan pencatatan setiap kali ada transaksi sehubu
ngan dengan persediaan.
Untuk perusahaan-perusahaan berskala besar, jelaslah bahwa sistim perpetual sela
lu lebih baik lagipula tenaga untuk melakukan input data setiap saat selalu ada. T
etapi untuk perusahaan berskala sedang dan kecil, menerapkan sistim perpetual bi
sa menjadi tantangan tersediri. Masih perlu melihat kondisi operasional perusaha
an sehari-hari.
Untuk mempermudah, saya buatkan 2 macam perusahaan dengan karakter opersional yang
sangat berbeda, sebagai ilustrasi:
1. Perusahaan Pertama, Computer Wholesaler Anda mengelola perusahaan yang menjua
l komputer dalam jumlah besar, pangsa pasar perusahaan anda bisa jadi pengguna a
khir maupun pedagang computer eceran. Sebelum memilih apakah menggunakan sistim
persediaan periodik atau perpetual, anda perlu mempertimbangkan kondisi operasio
nal perusahaan anda. Bagaimana kondisinya?
Barang dagangan anda adalah tergolong bernilai tinggi
Iklan produk/perushaan anda muncul di TV atau suratkabar lokal setiap hari
Volume penjualan harian anda sangat tinggi
Anda mempekerjakan lebih dari 40 orang pegawai sales
Anda membayangkan bahwa pelanggan akan sangat kecewa jika mereka datang berb
elanja tetapi barang persediaan yang anda iklankan ternyata sudah habis terjual
Dengan kondisi operasional perusahaan seperti ini, apakah menggunakan sistim per
petual cukup masuk akal? Jelas iya. Anda perlu mengetahui saldo persediaan baran
g setiap hari bahkan mungkin setiap jam atau menit, yang tidak mungkin bisa anda d
apatkan jika menggunakan sistim periodik. Dengan sistim perpetual, setiap transk
asi penjualan selalu diikuti dengan pencatatan barang keluar, sementara dalam si
stim periodik tidak.
2. Perusahaan Kedua, Toko Serba Ada Di Stasiun Kereta Api
Di sini anda mengelola
toko yang menjual berbagai macam barang, untuk orang-orang sibuk yang bepergian
kesana-kemari dengan kondisi yang selalu terburu-buru. Anda perlu mempertimbang
kan kondisi opersional toko anda sebelum memutuskan untuk menerapkan sistim pers
ediaan perpetual atau periodik. Bagaimana situasinya?
Penjualan paling banyak terjadi di waktu pagi saat sebagian besar orang buru-b
uru ke tempat kerja atau ke kampus, dan petang hari saat sebagian besar orang buru
-buru pulang ke rumah setelah seharian bekerja.
Anda menjual berbagai macam barang mulai dari kertas tisu, permen, koran/maj
alan, gantungan kunci, stationary, minuman dingin, kue kotak, dll
Anda hanya memiliki 2 orang pegawai yang untuk melayani pembeli di waktu-wak
tu padat sudah terlihat kewalahan, sehingga sering anda sendiri yang ikut memban
tu.
Di jam-jam padat, banyak pelanggan yang sampai harus mengantri untuk membaya

r sementara mereka hanya membeli barang-barang kecil yang sesungguhnya bisa dibeli
di toko mana saja.
Dalam kondisi operasional seperti ini, apakah menerapkan sistim persediaan perpe
tual masuk akal? Jelas tidak. Pegawai dan anda tidak akan sempat melakukan aktiv
itas administrative (termasuk accounting) yang dperlukan untuk menerapkan sistim
perpetual. Salah-salah, pelanggan tidak jadi belanja karena malas menunggu proses
.
Betul, kehadiran teknologi barcode dan infrared yang banyak digunakan di bisnis
retail sangat membantu proses input data penjualan. Alat yang sama juga bisa dig
unakan dalam proses input data pembelian barang persediaan. Jika memungkinkan un
tuk menggunakan teknologi ini, tentu, perusahaan atau toko sekecil apapun bisa m
enerapkan sistim perpetual tanpa hambatan, dan anda bisa melakukan pengawas
============================

Anda mungkin juga menyukai