Anda di halaman 1dari 4

Independensi dan Objektivitas: Konsep Suci Auditor Internal

Sumber: https://www.klikharso.com/2016/10/independensi-dan-objektivitas-audit-internal.html

About Contact Disclaimer Sitemap klikharso.com Audit Akuntansi GRC Governmental


Aneka Memahami Konsep Dasar Control Self-Assessment (CSA) Memahami Hubungan RBIA
dengan Manajemen Risiko Paradigma Penting Risk-Based Internal Auditing Memahami Tugas
Asurans dan Konsultansi Audit Intern Penilaian Maturitas Sistem Pengendalian Intern
Komprehensif Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan Pengendalian Intern Ala COSO
Terbaru Lika-Liku Standar Reviu Laporan Keuangan Pemerintah Manajemen Risiko Ala COSO
- Dulu dan Nanti Pilihan Standar Manajemen Risiko di Indonesia Memahami Penghapusan
Barang Milik Negara Mengupas Konsep Internal Audit Capability Model Perlakuan Tanah dan
Bangunan Milik Negara Idle Pemerintah Kembali Ubah Aturan Terkait Dana Desa dari APBN
Kemenkeu Melakukan Update Peraturan Manajemen Risiko Sinergi untuk Efektivitas
Pengendalian Intern Pelaporan Keuangan Pemerintah Reviu APIP Daerah untuk Penyaluran
DAK Fisik yang Lebih Baik Peran Auditor Internal dalam Menangani Masalah Korupsi dan
Fraud Benarkah Opini Auditor Internal itu Penting? Critical Thinking dan Komunikasi: Kunci
Sukses Auditor Intern IIA Menerbitkan Standar Audit Internal Baru Independensi dan
Objektivitas: Konsep Suci Auditor Internal Menelusuri Sejarah Three Lines of Defense Luas
Mana: Manajemen Risiko atau Pengendalian Intern? Pentingnya Piagam Audit Intern (Internal
Audit Charter) Monday, 30 March Home Audit Independensi dan Objektivitas: Konsep Suci
Auditor Internal Independensi dan Objektivitas: Konsep Suci Auditor Internal Suharso
10/01/2016 Independensi objektivitas Apakah ada yang meragukan judul di atas? Jika Anda
adalah auditor tapi masih meragukannya, sepertinya Anda perlu menimbang kembali, masih
yakin ingin terus sebagai auditor atau tidak. Jika Anda bukan auditor dan tidak sepakat pula
dengan judul di atas, sepertinya Anda termasuk orang yang tidak berhak menuntut banyak
terhadap hasil kerja profesi auditor. Saya termasuk yang masih yakin, konsep independensi
(independence) dan objektivitas (objectivity) adalah pegangan penting auditor, tak terkecuali
auditor internal. Kenapa saya menekankan pada auditor internal? Karena pada merekalah,
konsep yang mesti dijunjung tinggi ini menjadi tantangan yang amat berat. Sebagai bagian dari
manajemen, sudah pasti lebih berat bagi auditor internal untuk menilai manajemen itu sendiri.
Subjek yang akan mereka hadapi adalah kawan, mitra terdekat atau bahkan pihak yang memiliki
jabatan yang levelnya lebih tinggi. Auditor internal juga menjalankan dua peran sekaligus yang
sebenarnya sifat pekerjaannya berpotensi bisa menimbulkan konflik batin, yaitu peran asurans
(menilai) dan konsultansi (membantu).
Situasi ini jelas berbeda dengan yang terjadi pada auditor eksternal. Bagaimana
independensi dan objektivitas ini dimaknai dalam konteks audit internal? Apakah dengan
karakteristik yang beda lantas konsep independensi dan objektivitas dalam audit internal juga
berbeda dengan audit eksternal? Bagaimana pula cara mengelolanya? Kita akan coba gali lebih
lanjut. Versi Audit Internal Dalam ranah audit internal, independensi dan objektivitas tetap
menjadi konsep yang amat penting. Buktinya apa? Keduanya diatur dalam berbagai unsur
kerangka kerja praktik profesional (International Professional Practices Framework) IIA mulai
dari definisi audit internal, standar sampai dengan kode etiknya. Berikut ini kutipan sebagian
definisi audit internal IIA (2009): Internal auditing is an independent, objective assurance and
consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. Dari definisi
ini jelas sekali terlihat bahwa independensi dan objektivitas menjadi pegangan dalam seluruh
aktivitas audit internal, baik yang bersifat asurans maupun konsultansi. Jadi, tidak tepat bila ada
yang mengatakan bahwa saat memberi asurans, level independensi dan objektivitas harus tinggi
tapi saat memberi konsultansi, level tersebut boleh dikurangi. Standar tidak membedakan
keduanya. Meski penting tapi kadang kita masih dibuat bingung dengan konsep independensi
dan objektivitas. Bahkan tidak jarang keduanya dipertukarkan seolah punya makna yang sama.
Bagaimana Standar IIA (2012) mengatur keduanya? Kita bisa lihat pada Standar IIA 1100
tentang independensi dan objektivitas. Berikut bunyi pernyataan standarnya: The internal audit
activity must be independent, and internal auditors must be objective in performing their work.
Aktivitas audit internal harus independen dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan
tugasnya. Apa yang bisa kita tangkap dari pernyataan ini? IIA ingin memberi garis pembeda
yang jelas antara independensi dan objektivitas. Standar 1100 menyiratkan bahwa independensi
erat kaitannya dengan aktivitas audit yang selanjutnya pada Standar 1110 disebut sebagai
"independensi organisasi". Apakah ini berarti independensi secara individu tidak penting?
Ternyata tetap penting menurut IIA. Ini terlihat dalam interpretasi Standar 1100 yang juga
menekankan perlunya pengelolaan ancaman terhadap independensi di tingkat individu,
penugasan, dan fungsional di samping independensi organisasi. Lalu bagaimana dengan
objektivitas? Dari Standar 1100 di atas tersirat bahwa objektivitas terkait erat dengan sisi auditor
atau individu pelakunya. Hal ini diperkuat dengan Standar 1120 yang mengatur "objektivitas
individu". Kesimpulannya, independensi lebih menekankan pada tata organisasi audit internal
sedangkan objektivitas lebih menekankan pada sikap individunya. Subramaniam (2010)
memandang independensi sebagai state of affairs dan objektivitas sebagai state of mind. Ada lagi
yang menarik dari cara IIA membedakan independensi dan objektivitas ini. Independensi tidak
masuk dalam prinsip-prinsip kode etik IIA, sementara objektivitas masuk menjadi salah satu
prinsip di samping tiga prinsip lainnya (integritas, kerahasiaan, kompetensi). Apakah dengan ini,
IIA ingin memperkuat pendiriannya bahwa independensi adalah terkait organisasi (bukan
individu manusia) sehingga tak perlu diatur perilaku etiknya? Wallahu a’lam.
Sejauh ini kita sudah paham bahwa independensi dan objektivitas itu amat penting dalam
audit internal. Kita juga paham bahwa makna keduanya berbeda. Tapi rasanya belum lengkap
jika kita tak mengenal definisi formalnya. Dalam interpretasi Standar 1100, independensi
didefinisikan sebagai kondisi bebas dari situasi yang dapat mengancam kemampuan aktivitas
auditor internal untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara tidak memihak. Dijelaskan
pula bahwa independensi itu bisa diwujudkan dengan pengaturan terkait hak akses data dan
pelaporan fungsi audit internal. Sementara itu, objektivitas didefinisikan sebagai suatu sikap
mental tidak memihak yang memungkinkan auditor internal melaksanakan tugas sedemikian
rupa sehingga mereka memiliki keyakinan terhadap hasil kerja mereka dan tanpa kompromi
dalam mutu. Silakan direnungkan secara mendalam definisi tersebut! Jika sudah betul-betul
paham, kita akan bandingkan konsepnya dengan konsep dalam audit eksternal. Versi Audit
Eksternal Apakah ada perbedaan konsep independensi dan objektivitas audit internal dengan
audit eksternal atau profesi akuntan publik? Iya, sepertinya memang ada beda, paling tidak
terlihat dari konsep independensi. Auditor eksternal atau akuntan publik tidak bermasalah
dengan posisinya di dalam organisasi, sebab mereka jelas sebagai pihak luar. Karena itu, jika kita
lihat Kode Etik Profesi Akuntan Publik Seksi 290: Independensi dalam Perikatan Assurance
yang diterbitkan IAPI (adopsi dari International Ethics Standards Broad for Accountants, 2008),
tidak nampak pengaturan mengenai independensi organisasi seperti IIA. Kode etik tersebut
menjelaskan konsep independensi yang berbeda. Menurut kode etik tersebut, ada dua bentuk
independensi yang mesti dijaga oleh akuntan publik, yaitu: Independensi dalam pemikiran:
merupakan sikap mental yang memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh
hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan profesional, yang memungkinkan seorang
individu untuk memiliki integritas dan bertindak secara objektif, serta menerapkan skeptisisme
profesional. Independensi dalam penampilan: merupakan sikap yang menghindari tindakan atau
situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan
mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan
integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional dari anggota tim assurance, KAP, atau
Jaringan KAP.
Dari letak pengaturannya juga nampak beda. Ingat, IIA tidak memasukkan independensi
dalam kode etik tapi IAPI memasukkannya. Dan entah kenapa, saya merasa seperti ada
kemiripan makna antara “independensi dalam pemikiran” versi IAPI dengan “objektivitas” versi
IIA. Coba Anda bandingkan! Meski begitu, IAPI sebenarnya juga mengatur sendiri konsep
objektivitas dalam prinsip dasar etika profesi Seksi 120. Tapi sudahlah, tak usah dipikir terlalu
dalam! Sebenarnya saya hanya ingin mengingatkan, jangan mencampur aduk antara konsep yang
berlaku bagi auditor internal dengan profesi akuntan publik. Kadang ada bedanya! Mengelola
Tantangan Kita kembali saja ke konteks independensi dan objektivitas dalam audit internal.
Saking pentingnya dua hal tersebut, IIA (2011) menerbitkan satu pedoman praktik (practice
guide) yang khusus membahas independensi dan objektivitas. Di awal, saya sudah sebut bahwa
konsep independensi dan objektivitas bagi audit internal adalah tantangan berat. Hal itu
dibuktikan di dalam pedoman praktik IIA ini. Ada banyak tantangan dalam menjaga
independensi dan objektivitas yang diungkap oleh pedoman tersebut. Kelayakan status dan
otonomi organisasi audit internal adalah bentuk tantangan nyata bagi independensi audit internal.
Jika laporannya dapat diintervensi atau penganggarannya tidak leluasa maka amat mungkin audit
internal mengalami masalah independensi. Untuk itu pedoman praktik IIA (2011) memberikan
contoh hal-hal yang dapat memperkuat independensi, seperti: Kebijakan dan posisi organisasi
audit internal. Lingkungan organisasi yang mendukung audit intern agar dapat bekerja tanpa ada
pembatasan dan risiko retaliasi.
Piagam audit. Praktik rekrutmen dan pemberian kompensasi yang baik. Outsourcing.
Terkait dengan objektivitas, pedoman praktik IIA (2011) juga mengidentifikasi tantangan yang
lebih banyak lagi, seperti: Tekanan sosial, misalnya ada tuntutan jumlah temuan tertentu baik
dari auditor eksternal, regulator, atau manajemen sendiri. Kepentingan ekonomi, terutama
menyangkut keberlanjutan posisi auditor sebagai pegawai. Hubungan pribadi, terutama jika
auditor memiliki hubungan dekat atau pertemanan dengan pihak-pihak yang diaudit. Keakraban
akibat telah terjalin hubungan yang baik antara auditor dan auditi dalam jangka panjang. Bias
akibat budaya, ras, atau gender. Bias kognitif dalam interpretasi informasi. Self-review, atau
auditor mereviu pekerjaannya sendiri di masa lalu. Intimidasi dari pihak yang diaudit atau pihak
lain yang berkepentingan. Untuk tantangan objektivitas, pedoman praktik IIA (2011)
menawarkan beberapa alternatif pengelolaannya seperti: Insentif bagi fungsi audit internal dan
keseluruhan organisasi. Penugasan anggota tim yang berbeda. Rotasi penugasan. Pelatihan
terkait metode penjagaan objektivitas. Supervisi dan reviu pekerjaan auditor. Quality assessment,
melalui reviu proses, prosedur atau kegiatan audit secara internal ataupun eksternal. Praktik
rekrutmen yang baik. Outsourcing. Menariknya, bagian akhir pedoman praktik IIA (2011) juga
menawarkan kerangka kerja untuk mengelola independensi dan objektivitas.
Bagaimana jika pada akhirnya masalah independensi dan objektivitas ini tak mampu
diselesaikan? Standar 1130 IIA (2012) menyatakan bahwa kendalanya harus diungkapkan
kepada pihak yang tepat tergantung kasusnya. Bagaimana jika pengungkapan ini tak juga
dilakukan? Hehe... mungkin kiamat sudah dekat, karena auditor internal telah melalaikan konsep
sucinya! (hrs) Referensi: IAPI. (2011). Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Institut Akuntan
Publik Indonesia. IIA. (1999). Definition of Internal Auditing. The Institute of Internal Auditors.
IIA. (2009). Code of Ethics. The Institute of Internal Auditors. IIA. (2011). Practice
Guide:Independence and Objectivity. The Institute of Internal Auditors. IIA. (2012).
International standards for the professional practice of internal auditing (Standards). The Institute
of Internal Auditors. Subramaniam, J.S.N. (2010). Internal audit independence and objectivity:
emerging research opportunities. Managerial Auditing Journal, Vol. 25 Iss 4 pp. 328 - 360
facebook sharing button 2 twitter sharing button pinterest sharing button whatsapp sharing button
sharethis sharing button Newer Post Older Post Related Posts Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia Kekhasan Definisi Audit Internal Critical Thinking dan Komunikasi: Kunci Sukses
Auditor Intern Kode Etik Profesi Auditor Internal IIA Menerbitkan Standar Audit Internal Baru
Penjaminan Kualitas Audit Intern Pemerintah Load comments Populer Basis Akuntansi
Pemerintahan di Indonesia Kode Etik Profesi Auditor Internal Manajemen Risiko Ala COSO -
Dulu dan Nanti Pengendalian Intern Ala COSO Terbaru Memahami Keterbatasan Pengendalian
Intern Gambaran tentang APIP Memahami Tugas Asurans dan Konsultansi Audit Intern
Memahami Konsep Dasar Control Self-Assessment (CSA) Kategori Akuntansi 4 Aneka 6 Audit
20 Control 10 Risk 7 Pengunjung Get notify via email Copyright 2020 © klikharso.com

Sumber: https://www.klikharso.com/2016/10/independensi-dan-objektivitas-audit-internal.html

Anda mungkin juga menyukai