Anda di halaman 1dari 108

Pengantar Redaksi

IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu
pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan
wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu.
Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil
mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit
dua kali dalam setahun, yakni bulan April dan Oktober. Apa yang ada ditangan
pembaca yang budiman saat ini merupakan jurnal pendidikan Widyadari Nomor 16
Tahun X Oktober 2014.
Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi
ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan
pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal Pendidikan
Widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIP
PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP
PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik.
Semoga penerbitan Jurnal Pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang
baik untuk membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik,
dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya.

Redaksi

DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi .........................................................................................

Daftar Isi

ii

.....................................................................................................

Pengaruh Perhatian Orang Tua Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi


Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran
2013/2014.
I Ketut Westra, S.Pd.,M.Pd... 1
Pengaruh Metode Humor Terhadap Hasil Belajar Biologi
I Nengah Suka Widana dan Ni Kadek Mita Pratiwi 11
Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe Stad Dengan Pendekatan Jas Pada Mata Pelajaran Biologi
I Wayan Sucipta... 22
Kepengawasan Pendidikan Kejuruan dalam Perspektif Budaya Organisasi
dan Manajemen Strategic.
I Nyoman Rana... 33
Metode Outbound Untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas
XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu Tahun Pelajaran 2013/2014.
Kadek Suhardita.. 45
Efektivitas
Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy Untuk
Meningkatkan Kemandirian Belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling
IKIP Pgri Bali Tahun Akademik 2014/2015
I Gede Tresna,S.Pd.,M.Pd 59
Pengaruh Akuntansi Konservatisma Terhadap Return Saham
Putu Diah Asrida.. 69
Implementing Cooperative Learning Model Type Numbered Head Together
(NHT) to Improve Activities and Learning Outcomes of Math of Ninth Year
(IX A) Student Semester 2 at SMP Negeri 1 Mengwi in academic year
2013/2014.
I Made Artamayasa, S.Pd. .. 80
Meningkatkan Kemampuan Menulis Naskah Drama
Melalui Model
Pembelajaran CIRC Siswa Kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi Tahun
Pelajaran 2014/2015 Oleh
Ni Gusti Ayu Made Supradnyani, S.Pd. . 87

Orientasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Bali: Penguatan Peran


Sastra (Paribasa Bali) Bagi Siswa Sekolah Menegah Atas
I Nyoman Sadwika .. 93

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN KEBIASAAN BELAJAR


TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VIII
SMP GANESHA DENPASAR
TAHUN AJARAN 2013/2014
Oleh:
I Ketut Westra, S.Pd, M.Pd
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa
kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014 baik secara
parsial maupun secara bersama-sama. Populasi dalam penelitian ini sejumlah
343 siswa. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan tehnik Cochran
sejumlah 181 siswa. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan
dengan menggunakan metode kuisioner dan pencatatan dokumen, selanjutnya
dilakukan analisis dengan menggunakan analisis product moment dan analisis
regresi dua prediktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada pengaruh
perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP
Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014, 2) ada pengaruh kebiasaan
belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar
tahun ajaran 2013/2014, dan 3) ada pengaruh perhatian orang tua dan
kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP
Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014.
Kata kunci: perhatian orang tua, kebiasaan belajar, dan prestasi belajar IPS
ABSTRACT
This research aims to investigate the effect of the attention of parents
and study habit toward IPS learning achievement of eight grade students of
SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014 both partially and
simultaneously. Population in this research were 343 students. Sample was
taken using Cochran technique which were 181 students. Data that used in
this research collected by questionairre method and documentation, thus were
analyzed using product moment and two predictor regression. The results of
this research show that: 1) there is an effect of the attention of parents toward
IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar
in academic year 2013/2014, 2) there is an effect of the study habit toward
IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar
in academic year 2013/2014, and there is an effect of the attention of parents
and study habit toward IPS learning achievement of eight grade students of
SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014.
Keywords: the attention of parents, study habit, and IPS learning achievement

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu hal yang mempunyai peranan
penting dalam perkembangan dan kelangsungan hidup manusia. Pendidikan
bukan lagi menjadi sebuah keharusan dalam kehidupan manusia, melainkan
menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Hakikat pendidikan yang
bertujuan untuk memberikan perubahan baik secara pemikiran, sikap, mental
dan tingkah laku dirasa mampu menjadi bekal utama bagi individu untuk
memenuhi segala kebutuhan dan menghadapi permasalahan-permasalahan
yang muncul di sekitarnya.
Keberhasilan dunia pendi-dikan dapat ditandai dengan bukti bahwa
terjadinya perkembangan kebudayaan dalam masyarakat yang merambah ke
dalam peningkatan kemampuan manusia dalam menghadapi perubahan
zaman. Tujuan utama dalam pendidikan itu sendiri adalah memaksimalkan
kemampuan yang ada dalam setiap individu, tetapi secara lebih jelas hal ini
dapat dilihat melalui prestasi belajar yang diperoleh melalui proses
pendidikan.
Individu yang telah masuk ke dalam dunia pendidikan formal akan
melalui tahap evaluasi pembelajaran yang nantinya akan menghasilkan
sebuah indeks prestasi. Individu merupakan titik pusat proses pendidikan
yang mempunyai peranan sangat penting. Dalam diri manusia atau individu
tersebut terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pendidikan yang dapat dilihat dari prestasi belajar yang diperolehnya.
Prestasi belajar yang bagus tentunya didukung oleh faktor intern individu
yang bagus dan juga faktor ekstern yang memadai. Jika dipandang secara
umum, baik dari faktor intern maupun ekstern ada beberapa variabel yang
mempengaruhi prestasi belajar antara lain kompetensi siswa, kecakapan guru
dalam mengajar, kecerdasan intelektual siswa, disiplin belajar, lingkungan
belajar, minat serta kebiasaan belajar siswa dan lain-lain.
Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar itu
sendiri, karena belajar merupakan suatu proses , sedangkan prestasi belajar
adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut. Bagi seorang siswa belajar
merupakan sebuah kewajiban yang harus ia kerjakan dalam tujuannya
memperoleh ilmu.
Keberhasilan seorang siswa dapat diindikasikan melalui bagaimana
proses belajar yang ia alami dalam pendidikannya. Disadari atau tidak, setiap
individu tentu pernah melakukan aktivitas belajar, karena aktivitas belajar
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang mulai sejak lahir sampai
mencapai umur tua. Belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung
dalam interaksi antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap
dan kebiasaan yang bersifat relatif, baik melalui pengalaman, latihan maupun
praktek.
Prestasi belajar atau hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang
dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana
tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa
huruf atau kata atau simbol (Dimyati dan Mujiono, 1999 : 200).

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Berhasil tidaknya kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan yang


diinginkan akan tergantung pada faktor dan kondisi yang mempengaruhinya.
Secara umum disebutkan Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor
intern dan faktor ekstern.Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu
yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu yang sedang belajar (Slameto, 2013 : 56).
Prestasi belajar merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
perubahan proses belajar. Siswa sebagai pelajar merupakan salah satu unsur
yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Berhasil tidaknya bagi
diri siswa akan tampak pada perubahan yang terjadi pada diri siswa.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam proses
pembelajaran yang berpusat pada individu, tentunya dapat kita telaah dari
dua faktor, salah satunya faktor intern individu tersebut atau dalam hal ini
adalah siswa. Faktor intern berupa kecerdasan yang ada dalam siswa dapat
menjadi tolak ukur awal bagi prestasi belajar yang akan dicapai. Kecerdasan
siswa tidak begitu saja muncul secara alamiah melainkan juga berkembang
atas faktor-faktor yang mempengaruhinya. Individu yang lahir dalam sebuah
lingkungan keluarga, secara otomatis perkembangannya akan dipengaruhi
oleh kondisi atau situasi dari keluarga tersebut. Terlebih lagi, keluarga
merupakan tempat sosialisasi primer dan pertama bagi seorang manusia.
Berbicara tentang keluarga maka akan identik dengan orang tua.
Orang tua yang memiliki peranan sentral dalam mendampingi tumbuh
kembang anak. Ketika proses pembelajaran atau pendidikan dilalui oleh
individu maka faktor orang tua menjadi sangat penting, selain harus
memberikan sarana dan prasarana bagi pendidikannya, perhatian dan
motivasi orang tua juga merupakan faktor yang dibutuhkan individu dalam
mencapai hasil belajar yang maksimal. Perhatian orang tua dapat diwujudkan
dalam suatu proses pemberian bantuan kepada individu agar dapat memilih,
menyiapkan, menyesuaikan dan menetapkan dirinya dalam kegiatan belajar
sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Perhatian orang tua dapat
memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan
tekun mengingat anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik
untuk belajar.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena
dengan merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan
keluarga (Supriyadi, 2013: 140). Orang tua harus dapat memposisikan diri
sebagai tempat paling nyaman untuk anak bertanya dan mengadu tentang
kesulitan-kesulitan yang dialaminya dalam belajar. Menjalin komunikasi
yang baik dan secara intens menanyakan kepada anak tentang keadaannya di
sekolah atau seputaran belajarnya, maka anak akan merasa diperhatikan dan
semakin giat belajar.
Orang tua dalam memberikan perhatian kepada anak tidak bersifat
terus menerus, namun dapat memilih sekiranya anak sedang sangat
membutuhkan perhatian. Hal ini dapat terjadi pada anak saat sedang

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

menghadapi ulangan misalnya. Maka orang tua memandang bahwa situasi


pada saat itu sangat membutuhkan perhatian agar anak dapat belajar dengan
sungguh-sungguh. Sumitro (1999: 25) menjelaskan perbeda-an kualitas
dapat dipengaruhi oleh keadaan yang akan, sedang maupun yang telah terjadi
sebelumnya sehingga akan memberikan efek terhadap rangsangan yang
dibentuk. Situasi sedang menghadapi ulangan adalah salah satu contoh
kualitas rangsangan yang membuat orang tua memberikan perhatian.
Selain perhatian orang tua, hal lain yang juga menjadi salah satu
faktor penentu prestasi belajar adalah kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar ini
dikaitkan dengan bagaimana siswa melakukan proses belajar dalam upayanya
memahami materi-materi yang telah disampaikan di sekolah.
Kebiasaan belajar dikaitkan erat dengan kebiasaan belajar siswa, baik
di sekolah maupun di luar sekolah. Seperti contoh, kebiasaan belajar siswa
yang lebih dapat berkonsentrasi dengan membuat rangkuman sendiri dari
buku pelajaran yang ada, kebiasaan belajar dengan mendengarkan dan lain
sebagainya. Kebiasaan belajar siswa bergantung pada bagaimana seorang
siswa menemukan kenyamanan dan dapat memperoleh hasil yang optimal
dalam melakukan kegiatan belajar. Banyak sekali disajikan teori yang
membahas bagaimana kebiasaan belajar yang baik dan efektif agar
mendapatkan prestasi belajar yang memuaskan.
Kebiasaan belajar adalah serangkaian kegiatan yang berhubungan
dengan suatu peristiwa yang sifatnya otomatis yang dilakukan dengan sadar
dan mengakibatkan tingkah laku yang baru berupa penambahan pengetahuan,
keterampilan dan kebiasaan dalam belajar (Tirtonegoro, 1994: 67).
Menurut Burghardt (1973) yang dikutip Syah (2000 : 118) kebiasaan
belajar timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan
menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar,
pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang diperlukan. Karena
proses penyusutan atau pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah
laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran
sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang
sangat lambat. Oleh karena itu, mereka seringkali harus menempuh cara
berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Bagaimanapun keadaan dan kemampuan siswa, mereka berhak mendapatkan
pembelajaran yang sama. Siswa harus dapat memahami dan mengerti setiap
materi yang disampaikan dalam proses belajar. Banyak metode yang telah
disediakan bagi kalangan pendidik untuk diterapkan kepada siswa agar siswa
dapat menyerap materi. Ada metode ceramah, dimana pendidik berperan aktif
menerangkan materi sedangkan siswa menjadi pendengar, adapula metode
yang menerapkan peran siswa yang aktif dalam pembelajaran.
Apapun cara yang dipilih, perbedaan kebiasaan belajar tersebut
menunjukkan cara terbaik dan ternyaman bagi setiap individu untuk bisa
menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Jika kita bisa memahami
bagaimana perbedaan kebiasaan belajar setiap orang, mungkin akan lebih
mudah bagi kita jika suatu ketika, misalnya kita harus memandu seseorang

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

untuk mendapatkan kebiasaan belajar yang tepat dan memberikan hasil yang
maksimal bagi dirinya. Penelitian tentang metode mengajar yang paling
sesuai ternyata semuanya menemukan hasil yang kurang memuaskan, karena
setiap metode mengajar bergantung pada cara atau kebiasaan belajar siswa,
pribadinya dan kesanggupannya. Biasanya dicari metode mengajar yang
paling sesuai dengan siswa rata- rata yang sebenarnya juga tidak
berpengaruh secara signifikan.
Sesuai dengan paparan di atas, adapun tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui: 1) pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS
siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, 2)
pengaruh kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII
SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, dan 3) pengaruh
perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa
kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini tergolong menggunakan rancangan ex post facto.
Adapun populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
seluruh siswa kelas VIII semester 1 SMP Ganesha Denpasar yang terdiri dari
8 kelas dengan jumlah populasi sebanyak 343 siswa yang terdiri dari 187
siswa laki-laki dan 156 siswa perempuan. Dari jumlah populasi sebanyak 343
orang siswa, selanjutnya diambil sampel dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel menurut Cochran. Sesuai dengan hasil penghitungan,
jumlah sampel yang diambil sebanyak 181 orang siswa.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner untuk variabel perhatian orang tua dan kebiasaan belajar.
Sedangkan, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang
prestasi belajar IPS siswa.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif,
analisis product moment, dan analisis regresi dua prediktor.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui kecen-derungan variabel perhatian orang tua,
digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase
kecenderungan perhatian orang tua dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 1
Persentase Kecenderungan Variabel Perhatian Orang Tua
Skor
>120
90-119
60-89
<59
Jumlah

Kategori
Tinggi
Cukup
Kurang
Rendah

Frekuensi Absolut
168
13
0
0
181

Frekuensi Relatif
92,818%
7,182%
0%
0%
100%

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Untuk mengetahui kecen-derungan variabel kebiasaan belajar,


digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase
kecenderungan kebiasaan belajar dapat dilihat dari tabel berikut .

Tabel 2
Persentase Kecenderungan Variabel Kebiasaan Belajar
Skor
>80
60-79
40-59
<39
Jumlah

Kategori
Tinggi
Cukup
Kurang
Rendah

Frekuensi Absolut
52
129
0
0
181

Frekuensi Relatif
28,730%
71,270%
0%
0%
100%

Untuk mengetahui kecen-derungan variabel prestasi belajar IPS


digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase
kecenderungan prestasi belajar IPS dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 3
Persentase Kecenderungan Variabel Prestasi Belajar IPS
Skor
>84,4
79-83,4
73,6-78
<73,6
Jumlah

Kategori
Tinggi
Cukup
Kurang
Rendah

Frekuensi Absolut
28
113
29
11
181

Frekuensi Relatif
15,496%
62,431%
16,022%
6,077%
100%

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini.


Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien r xy = 0,540, selanjutnya
koefisien r xy = 0,540 dikonsultasikan dengan tabel nilai-nilai r Product
Moment, dengan N = 181 dan taraf signifikasi 5% diperoleh Nilai r yang
mendekati adalah 0,138. Mengingat koefisien r xy = 0,540 lebih besar dari r
Product Moment = 0,138, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis
Nol (Ho) yang diuji, yang menyatakan bahwa, Tidak Ada Pengaruh
Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP
Ganesha Denpasar Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014 ditolak dan
Hipotesis Alternatif (Ha) diterima, Ada Pengaruh Perhatian Orang Tua
terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar
Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien r xy = 0,640, selanjutnya
koefisien r xy = 0,640 dikonsultasikan dengan tabel nilai-nilai r Product
Moment, dengan N = 181 dan taraf signifikasi 5% diperoleh Nilai r yang
mendekati adalah 0,138. Mengingat koefisien r xy = 0,640 lebih besar dari r
Product Moment = 0,138, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis
Nol (Ho) yang diuji, yang menyatakan bahwa, Tidak Ada Pengaruh
Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP
Ganesha Denpasar Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014 ditolak dan
Hipotesis Alternatif (Ha) diterima, Ada Pengaruh Kebiasaan Belajar
terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar
Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014.
Selanjutnya analisis regresi dilakukan untuk menguji hipotesis ketiga
seperti ringkasan analisis regresi pada tabel berikut.
Tabel 4
Ringkasan Analisis Regresi
Sumber
Variasi
Regresi (reg)
Residu (res)
Total

Db
2
178
180

JK

RK

1500,7267501
1548,8851123
3049,6118624

Freg

750,363375 86,2328058
8,70160175
-

Ft5%
3,04
-

Berdasarkan tabel di atas, Freg lebih besar daripada dengan nilai F tabel
atau 86,232 > 3,04. Sedangkan Hipotesis Nol (Ho) yang diuji berbunyi tidak
ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi
belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran
2013/2014 ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar
terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun
ajaran 2013/2014.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Prestasi belajar yang tinggi yang dicapai di sekolah merupakan


harapan semua pihak, baik pihak siswa sendiri, guru, orang tua bahkan
pemerintah. Menurunnya prestasi belajar peserta didik pada seluruh jenjang
di Indonesia saat ini termasuk SMP, menyebabkan perlu diselidikinya faktor faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut. Pada dasarnya prestasi
belajar yang diraih siswa merupakan hasil suatu proses dalam suatu sistem
yang saling berhubungan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar pun dapat terjadi saling berhubungan antara satu faktor dengan faktor
yang lain.
Untuk mendapatkan prestasi belajar tidaklah semudah yang
dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan
berbagai tantangan yang harus dihadapi. Penilaian terhadap hasil belajar
siswa diperlukan dalam tujuannya mengetahui sejauh mana keberhasilan
sasaran belajar yang dilakukan selama ini. Prestasi merupakan hasil kegiatan
belajar yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik
menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya
perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti
prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah ada penilaian terhadap prestasi
belajar siswa. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau
dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan
sebagai prestasi yang dicapai oleh seseorang siswa pada jangka waktu
tertentu dan dicatat dalam buku hasil belajar siswa.
Perhatian orang tua dapat menjadi indikasi faktor perkembangan
psikologis yang akan membawa dampak pada kemampuan anak menghadapi
problematika dalam tujuannya meningkatkan prestasi belajar di sekolah.
Orang tua selaku motivator terdekat bagi individu atau siswa menjadi salah
satu pendukung terbesar dalam usaha siswa untuk mendapatkan hasil yang
baik dalam belajarnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Jalaluddin (2000 : 15)
yang menyatakan bahwa perhatian yang cukup dari orang tua seperti,
memonitoring hasil belajar anak, menyediakan media pembelajaran, dan
memberi motivasi dapat menjadi faktor penunjang keberhasilan belajar anak.
Mengecek hasil belajar anak, merupakan salah satu bagian dari kegiatan
memonitoring kegiatan belajar anak dan hasil yang nak telah peroleh selama
kegiatan belajarnya.
Orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya (Patmonodewo,
2008 : 123). Disinilah peran orang tua untuk memberikan arahan agar anak
dapat belajar secara berkelanjutan dan sistematis. Orang tua dapat
memberikan cara belajar yang tepat bagi anak dan sesuai dengan mobilitas
belajar anak atau tipe-tipe belajar anak itu sendiri.
Pengertian perhatian orang tua yang dimaksud disini adalah
tanggapan siswa atas perhatian orang tuanya terhadap pendidikan anaknya
yaitu tanggapan tentang bagaimana cara orang tuanya memberikan bimbingan
dirumah, memperhatikan dan memenuhi kebutuhan alat-alat yang menunjang
pelajaran, memberikan dorongan untuk belajar, memberikan pengawasan,
mem-berikan pengarahan pentingnya belajar (Suryabarata, 2000 : 233).

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Perhatian orang tua adalah konsentrasi dan pemusatan pemikiran


yang dilakukan orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak anaknya termasuk di dalamnya perkembangan pendi-dikannya. Peran ini
tidak dapat digantikan oleh siapapun bahkan guru di sekolah, karena orang
tua adalah pendidik utama dan pertama bagi individu.
Selain itu bagaimana kebiasaan belajar intern pribadi siswa juga
menjadi faktor pendorong yang kuat bagi keberhasilan belajar.
Kebiasaan belajar atau learning style adalah suatu karakteristik
kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak
yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi
terhadap lingkungan belajar.
Kebiasaan belajar dimulai dari cara mengikuti pelajaran, belajar
mandiri di rumah, belajar kelompok, cara mempelajari buku dan sikap dalam
menghadapi ujian/ ulangan/tes. Cara atau kebiasaan belajar diatas harus
dimulai oleh diri sendiri dengan membiasakan diri dan mendisiplinkan diri
dalam belajar. Hindari belajar dalam tempo dan kadar belajar yang berat saat
akan ujian sebab kurang membantu dalam keberhasilan belajar. Kebiasaan
belajar harus dimulai sejak dini kepada seorang siswa. Hal ini dimaksudkan
agar siswa merasa terbiasa melakukan kegiatan belajar dalam kese -hariannya.
Kebiasaan belajar menjadi faktor yang cukup vital dalam membentuk
aktivitas belajar siswa. Kebiasaan belajar yang dapat dibentuk secara sengaja
maupun tidak sengaja merupakan bentuk dari usaha individu dalam mencapai
tujuan pendidikan yang baik. Jika kebiasaan belajar semakin membaik maka
tingkat perkembangan individu maupun siswa dalam segi prestasi dapat
diperhitungkan.
Kebiasaan belajar tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan bagi tiap
individu atau siswa, melainkan harus dilihat juga tipe-tipe siswa dan
kebiasaan belajar seperti apa yang nyaman bagi siswa. Faktor -faktor
pendukung kebiasaan belajar yang baik pun patut diperhatikan secara
seksama agar tujuan belajar yang diharapkan dapat tercapai.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bila perhatian dari
orang tua bagus maka akan diperoleh hasil dan prestasi belajar yang tinggi.
Begitu juga apabila kebiasaan belajar yang dipilih siswa tepat maka hasilnya
akan baik pula.
IV. PENUTUP
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan hasil penelitian dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) ada pengaruh perhatian orang
tua terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar
tahun pelajaran 2013/2014, 2) ada pengaruh kebiasaan belajar terhadap
prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran
2013/2014, dan 3) ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar
terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun
pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan atas simpulan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut: 1) Meskipun dari hasil penelitian

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

menunjukkan bahwa ada pengaruh Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi


Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran
2013/2014 baru mencapai 13,86%. Sehubungan dengan hal tersebut perlu
adanya upaya konkret yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anak
dalam belajar yaitu dengan memberikan motivasi kepada anak, menyediakan
fasilitas belajar yang memadai, memberitahu cara mengatur jadwal belajar,
memberikan makanan bergizi, menegur anak bila lalai tugas dan tanggung
jawab, menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak, memberikan
contoh teladan dan memberitahukan hal-hal apa yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan anak di sekolah maupun di rumah dalam belajar.
Melalui peningkatan perhatian orang tua maka akan diiringi dengan
peningkatan prestasi belajar IPS siswa, 2) Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa Ada Pengaruh Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa
Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014. Bila ditinjau
dari sumbangan efektif Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar mencapai
35,35%, kenyataan ini menunjukkan bahwa kebiasaan belajar yang baik harus
diperhatikan oleh kalangan pendidik maupun orang tua dalam memberikan
upaya yang maksimal agar prestasi belajar siswa dapat menjadi semakin
baik.Mengingat kebiasaan belajar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka
harus menjadi tugas siswa untuk membenahi baik secar ainternal maupun
eksternal kebiasaan belajarnya, dan 3) Walaupun secara keseluruhan prestasi
belajar IPS siswa sudah memadai dan memenuhi kriteria minimum, tetapi
masih perlu adanay upaya-upaya dalam rangka mencapai prestasi belajar IPS
siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014 yang
optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut siswa diharapkan belajar tidak
tergantung karena kebutuhan untuk belajar, melainkan sebagai suatu
kewajiban. Bagi guru IPS diharapkan mampu meningkatkan kompetensinya
dalam mengajar dan juga dapat memberikan pemahaman tentang arti penting
dan makna IPS untuk digunakan sebagai kajian masalah sosial di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Jalaludin, H. 2000. Psikologi Anak. Yogyakarta: Sumber Baru
Patmonodewo, S. 2008. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Supriyadi. 2013. Strategi Belajar dan Mengajar. Yogyakarta: Jaya Ilmu.
Suryabarata, S. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Syah, M. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press.
Tirtonegoro. 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

10

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

PENGARUH METODE HUMOR TERHADAP HASIL BELAJAR


BIOLOGI
I Nengah Suka Widana dan Ni Kadek Mita Pratiwi
Prodi. Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali.

ABSTRACT
The research objective was to determine differences in learning outcomes
that follow the teaching methods of biology humor with conventional methods.
Research conducted classified research Quasi Experiment (quasi-experimental),
using the design of the nonequivalent control group. The study population such as
students of class X semester SMAN 2 Mengwi 2013/2014 academic year
consisting of 12 classes. Samples were taken from the population randomly
(simple random) to obtain two classes, where class X2 and X3 as an experimental
group as a control group. The type of data that is required in the form of data from
study biology (quantitative data). Data collection techniques taken with the post
test, then analyzed by parametric statistical tests using t-test. From t-test
calculation results obtained t count equal to 4.246 with a significance level of 5%
and 74 hp, so the values obtained ttabel 1,980. This means that t count> t table
(4.246> 1.980), so that it can be concluded that there is a learning effect method
biology humor on learning outcomes of students of class X semester SMAN 2
Mengwi school year 2013/2014. Based on the average results of learning in the
experimental group (humor method) amounted to 73.28 while the control group
(conventional method) amounted to 64.026. It shows that there are significant
differences and the application of learning methods with humor gives better
impact compared to conventional methods.
Keywords: Methods humor, learning outcomes
PENDAHULUAN
Jika dikaji lebih mendalam permasalahan pendidikan sebenarnya bermula
dari kurang efektifnya proses pembelajaran. Oleh karena itu upaya apapun yang
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus diawali dan difokuskan
pada usaha memperbaiki kualitas pembelajaran dengan mengoptimalkan semua
komponen yang terkait di dalamnya. Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari
beberapa indikator, yaitu proses dan capaian hasil belajar. Dari segi proses
pembelajaran dapat dilihat, misalnya bagaimana peserta didik dapat menikmati
pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan, artinya jika suatu
pembelajaran tidak berhasil membangkitkan motivasi dan meningkatkan hasil
belajar peserta didik, maka pembelajaran itu tidak dikatakan efektif. Bentuk
komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan adalah menggunakan
humor. Meskipun tidak semua guru memiliki sifat humoris dan dapat
menciptakan suasana menyenangkan dalam interaksinya, namun hambatan
tersebut dapat diatasi dengan berbagai sumber yang memungkinkan terciptanya
pembelajaran menyenangkan. Sifat humoris guru dan kemampuan guru

11

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

menggunakan berbagai sumber untuk menciptakan suasana yang humoris akan


membuat peserta didik lebih kreatif dan penuh tawa. Humor dapat juga dipelajari
dan dikaji seperti layaknya ilmu pengetahuan yang lain (Marketerbodoh, 2012).
Apa yang terjadi pada humor merupakan suatu paradox dan merupakan sarana
untuk menimbulkan kelucuan. Lucu dalam bahasa Jawa identik dengan guyonan
atau bercanda, artinya berdimensi ketidakseriusan. Namun ternyata dibalik hasil
akhir berupa kata lucu tersebut, ada sebuah proses yang sangat serius dalam
penciptaannya. Metode humor adalah salah satu bentuk komunikasi dan interaksi
pembelajaran yang dapat memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan
kualitas pembelajaran dengan menggunakan kata-kata, bahasa atau gambar yang
mampu menggelitik peserta didik untuk tertawa, sehingga menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu meningkatkan
pemahaman dan mempertinggi daya ingat sehingga akan memberi peluang kepada
peserta didik untuk memfungsikan otak memori dan otak berpikirnya secara
optimal. Khanifatul (2013), bahwa tidak semua orang memiliki sense of humor.
Biasanya seseorang yang cerdas cenderung bersifat linier atau saklek, tertutup,
dan tidak humoris. Dananjaya dalam Khanifatul (2013), humor adalah sesuatu
yang dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik
perasaan lucunya sehingga terdorong untuk tertawa. Berdasarkan paparan
tersebut, masalah yang dikaji dalam penelitian ini apakah ada perbedaan hasil
belajar biologi antara peserta didik dengan metode humor dengan metode
konvensional pada peserta didik kelas X semester genap SMAN 2 Mengwi Tahun
Pelajaran 2013/2014? Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar Biologi antara yang dibelajarkan dengan metode humor
dan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2
Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014.
Teori psikologi menjelaskan teori humor pada delapan kelompok yaitu (1)
teori keunggulan (Superiority Theory) dimana seseorang akan tertawa mendadak
jika memperoleh perasaan unggul karena dihadapkan pada pihak lain yang
melakukan kekeliruan atau mengalami hal yang tidak menguntungkan. Kodzan
(2010) bahwa teori ini dapat menerangkan mengapa penonton tertawa jika
melihat badut sirkus yang membentur tiang, jatuh tersandung dan lainnya. (2)
Teori Instink menurut McDougall dan McGhee dalam Ritmehati (2008) bahwa
humor dianggap telah muncul sejak awal kehidupan manusia, sebelum proses
kognitif yang kompleks terbentuk. (3) Teori Inkongruitas menurut Goldstein dan
McGhee dalam Ritmehati (2008) bahwa humor terjadi apabila ada pertemuan
antara ide-ide atau situasi yang bertentangan atau bertolak belakang sehingga
terjadi penyimpangan dari ketentuan yang lazim. (4) Teori Kejutan, Goldstein
dan McGhee dalam Akhmad (2013), bahwa kejutan, dadakan, atau tiba-tiba
merupakan kondisi yang dapat menimbulkan humor. (5) Teori kelepasan dan
keringanan, menurut Goldstein dan McGhee dalam Khanifatul (2013),
menyatakan perasaan humor terjadi disebabkan tensi yang menyertai pikiran
kadang-kadang melampaui batas kontrol sehingga menimbulkan gelombang
emosi yang besar. (6) Teori Konfigurasi, menjelaskan bahwa humor dirasakan
bilamana elemen yang semula dipandang tidak ada kaitannya satu sama lain, tibatiba tampak berkaitan atau membentuk sebuah kesatuan. Menurut teori ini,
apresiasi secara tiba-tiba dimunculkan oleh adanya peningkatan pemahaman

12

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

terhadap situasi yang ada atau yang dihadapi. Penggagas Teori ini antara lain
Mainer, Schller, dan Scheerer. (7) Teori Psikoanalisis Sigmund Freud, menurut
Goldstein dan McGhee dalam Khanifatul (2013) menyatakan hal-hal yang
menyenangkan cenderung menjurus pada pelepasan energi kejiwaan. Apabila
energi terbentuk karena pikiran diarahkan ke objek tertentu, tetapi energi tersebut
tidak dapat dimanfaatkan maka energi tersebut mungkin dapat dilepaskan melalui
humor. (8) Teori Ambivalensi, lebih menekankan adanya emosi atau perasaan
yang berbeda atau bertolak belakang. Dalam Antropologi, teori humor dikaji pada
relasi humor (joking relationship) di antara siapa saja atau dalam ikatan
kekerabatan bagaimana humor itu terjadi. Teori ini dikemukakan pertama kali
oleh Apte pada 1985. Teori Humor dalam teori kebahasaan menurut Victor
Rasikin dalam artikel Jokes dinamakan script-based semantic theory (teori
sematik berdasarkan skenario). Berdasarkan teori ini tingkah laku manusia
ataupun kehidupan pribadinya telah terpapar dan terekam dalam sebuah peta
semantik. Penyimpangan yang terjadi pada peta semantik tersebut akan merusak
keseimbangan dan akan menimbulkan kelucuan. Marketerbodoh (2012),
menyatakan bahwa Teori ketidak seimbangan, putus harapan dan bisosiasi. Teori
ini dicetuskan oleh seorang Arthur Koestler. Dia mengatakan, Hal yang
mendasari semua bentuk humor ialah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi
atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus, konteks yang menimbulkan
bermacam-macam asosiasi. Contoh humor bisosiasi adalah sebagai berikut:
beberapa orang sipir penjara mengajak para tahanan bermain kartu dengan
mereka, para tahanan yang bermain curang dibuang ke luar penjara Schopen
Hauer dalam Nurjanah (2012). Menurut teori ini, humor timbul karena kita
menemukan hal-hal yang tidak diduga, atau kalimat (juga kata) yang
menimbulkan dua macam asosiasi. Yang pertama kita sebut tehnik belokan
mendadak (unexpected turns) kata yang kedua, asosiasi ganda (puns). Teori
pelepasan inhibisi, diambil dari teori Sigmund Freud dalam Resta (2011) yaitu
kita banyak menekan ke alam bawah sadar kita, pengalaman-pengalaman yang
tidak enak atau keinginan-keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Salah satu
diantara dorongan yang ditekan adalah dorongan agresif. Dorongan agresif masuk
ke alam bawah sadar dan bergabung dengan kesenangan bermain dari masa
kanak-kanak kita. Contoh pelepasan inhibisi adalah ketika sedang jatuh untuk
menetralkan suasana maka kita akan tertawa.
Manfaat Humor, menurut Darmansyah dalam Khanifatul (2013),
berdasarkan penelitiannya terungkap bahwa humor diperlukan dalam
pembelajaran, karena salah satu bentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran
yang menyenangkan adalah menggunakan humor. Humor dalam pembelajaran
dapat membuat peserta didik secara emosional memacu mereka agar tertawa, akan
tercipta suasana yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya
ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan
otak memori dan otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan humor di ruang
kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi stress, meningkatkan
motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru dan peserta didik, dan
meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses hendaknya mempunyai

13

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

persediaan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat humor (jenaka) atau memiliki


kepandaian berkelakar. Manfaat humor dalam pembelajaran, (a) membangun
hubungan dan meningkatkan komunikasi; (b) sarana menghilangkan stres; (c)
menjadikan pembelajaran lebih menarik; (d) memperkuat daya ingat.
Penerapan humor selama proses pembelajaran meliputi merencankan, dan
memunculkan selingan humor. Merencanakan humor tidak mengharuskan seorang
guru menjadi pencipta atau perancang humor, bahkan tidak harus memiliki syarat
sense of humor yang tinggi. Namun, diperlukan sedikit kemampuan untuk
memilih dan meramu humor. Guru bisa memperolehnya dari berbagai sumber
yang dianggap bermanfat dan memberikan kesenangan dalam pembelajaran, dapat
melalui (a) Gambar atau film kartun; (b) Cerita singkat Lucu atau Anekdot
Humor; Cerita singkat lucu bisa didapat dari beberapa sumber, seperti pengalaman
hidup, cerita dalam kehidupan sehari-hari, atau jika kesulitan mendapatkan cerita
lucu guru bisa mencari buku-buku humor atau dari internet (Cen35, 2013). (c)
Karikatur; (d) Pertanyaan atau Soal Humor dalam Tes. Contoh Soal yang bersifat
humor, Hewan apa yang matanya, mulutnya, hidungnya dikaki? Jawabannya:
kodok keinjek. Kenapa kentut bau? Jawabannya: Biar yang nggak bisa dengar,
bisa merasakan baunya (Akhmad, 2013). (e) Plesetan kata, berikut adalah
beberapa contoh plesetan kata, Sebuas-buasnya ibu macan, tak mungkin makan
semur jengkol (Nurjanah 2012). Agar sisipan humor dalam pembelajaran lebih
efektif maka penting untuk menentukan waktu yang tepat untuk
menyampaikannya. Waktu yang tepat untuk menggunakan humor dalam
pembelajaran menurut Darmansyah dalam Khanifatul (2013) adalah pada
pertemuan awal, saat jeda strategis dan pada akhir sesi pembelajaran. Berdasarkan
teori-teori tersebut, maka terhadap masalah dihipotesiskan bahwa ada perbedaan
hasil belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor
dan menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester
Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi experiment, karena gejala
yang diselidiki ditimbulkan terlebih dahulu dengan sengaja, dan mempunyai
kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2013).
Dalam eksperimen digunakan dua kelompok sampel, yaitu kelompok perlakuan
(kelompok eksperimen) dan kelompok kontrol, dengan Non Equivalent posttestonly Control Group Design. Populasi berupa semua peserta didik kelas X
semester genap SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 12
kelas. Dari populasi tersebut dipilih secara random 2 kelas sebagai sampel
penelitian, sebagai kelompok eksperimen (kelas X2) dan kontrol (kelas X3).
Variabel yang terlibat dalam penelitian, sebagai variabel bebas yaitu
metode humor, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar biologi peserta
didik kelas X SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014. Langkahlangkah yang ditempuh dalam pengumpulan data meliputi tahap persiapan, (a)
menyiapkan ijin penelitian, (b) menyusun dan merancang perangkat
pembelajaran, yan terdiri dari rancangan proses pembelajaran (RPP) dan LKPD

14

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

yang mendukung pembelajaran. (c) Kelompok kontrol dengan metode


konvensional sedangkan kelompok eksperimen diberikan pembelajaran dengan
metode humor. (d) Menyusun tes (instrumen) untuk mengumpulkan data hasil
belajar.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data hasil belajar biologi
peserta didik, merupakan data primer dan kuantitatif. Adapun teknik yang
digunakan yaitu (a) observasi, terhadap profil sekolah SMAN 2 Mengwi dan
peserta didiknya secara umum. (b) Metode Tes, Metode ini digunakan untuk
memperoleh data tentang hasil belajar peserta didik baik pada kelompok kontrol
dan eksperimen dikumpulkan dengan pemberian post tes. Instrumen pengumpul
data berupa tes pada Kompetisi Dasar (KD) Keanekaragaman hayati. Tes hasil
belajar biologi peserta didik yang digunakan dalam penelitian ini disusun
berdasarkan kisi-kisi instrumen yang telah disusun sebelumnya. Skor yang
diperoleh merupakan skor mentah yang diperoleh dari menunjukkan setiap nilai
yang diperoleh dari tiap-tiap soal. Skor berkisar 0 sampai 100. Melalui uji
validitas instrumen penelitian, diperoleh bahwa instrument yang digunakan telah
valid, dan uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach diketahui
instrumen telah memenuhi syarat sebagai instrument yang reliabel. Instrument
tersebut disiapkan dengan membuat soal, dimana soal tersebut sebelumnya telah
diujicobakan kepada kelas X.1 yang bukan merupakan sampel penelitian. Hal ini
dilakukan untuk uji validitas dan reliabelitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Dalam penelitian data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar
biologi peserta didik dari kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Pebruari sampai dengan Maret 2014 di
SMA Negeri 2 Mengwi. Perhitungan ukuran sentral (mean, modus, median) dan
ukuran sebaran data (standar deviasi) disajikan pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar Biologi


Data
Statistik
Mean
Modus
Median
Standar Deviasi
Varians
Skor Minimum
Skor Maksimum
Rentangan

Hasil Belajar Biologi


Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
73,78
64,02
69,00
59,00
73,50
63,00
8,76466
1,02759
76,81
105,59
55,00
45,00
90,00
86,00
35
41

Deskripsi Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen. Data hasil belajar


biologi peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor

15

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

(kelompok eksperimen) dengan rentangan skor sebesar 35, n= 38; skor


maksimum= 90; banyak kelas interval=6; panjang kelas interval=6; ratarata=73,78; simpangan baku (SD) =8,76, modus =69,00, dan median =73,5. Tabel
2 berikut memuat ringkasan distribusi frekuensi hasil belajar biologi yang
mengikuti pembelajaran dengan metode humor (kelompok eksperimen).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol.
Kelas
1
2
3
4
5
6
Jumlah

Kelas
Interval
45-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86

Nilai
Tengah
48,00
55,00
62,00
69,00
76,00
83,00

Frekuensi
5
6
11
8
5
3
38

Frekuensi
Komulatif
5
11
22
30
35
38

Persentase
13,1%
15,7%
28,9%
21,0%
13,1%
7,8%
100%

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 23,6% peserta didik memperoleh skor di


sekitar rata-rata, sebanyak 28,9% peserta memperoleh skor di atas rata-rata dan
sebanyak 47,29% memperoleh skor di bawah rata-rata.
Deskripsi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol. Data tentang hasil
belajar biologi peserta didik yang dibelajarkan dengan model konvensional
(kelompok kontrol), rentangan skor sebesar 41; n=38; skor maksimum=86;
banyak kelas interval=7; panjang kelas interval=7; rata-rata=64,02; simpangan
baku (SD)=1,0275; modus=59,00; dan median=63,00. Berikut ringkasan distribusi
frekuensi data hasil belajar biologi peserta didik yang mengikuti pembelajaran
model konvensional (Kelompok kontrol).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol.
Kelas
1
2
3
4
5
6
Jumlah

Kelas
Interval
45-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86

Nilai
Tengah
48,00
55,00
62,00
69,00
76,00
83,00

Frekuensi
5
6
11
8
5
3
38

Frekuensi
Komulatif
5
11
22
30
35
38

Persentase
13,1%
15,7%
28,9%
21,0%
13,1%
7,8%
100%

Tabel 3 menunjukkan bahwa 28,9% peserta didik memperoleh skor di sekitar ratarata, 41,9% memperoleh skor di atas rata-rata dan 28,8% di bawah rata-rata.
Uji prasyarat, sebelum dilakukan uji hipotesis dengan uji-t maka terlebih
dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas, uji homogenitas varians. (a)

16

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk meyakinkan bahwa uji statistik
parametrik yang digunakan dalam pengujian hipotesis benar-benar dapat
dilakukan. Hal ini penting karena jika sebaran data tidak mengikuti arah normal
maka uji-t tidak dapat dilakukan. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan rumus Chi-kuadrat (X2) pada 2 kelompok, yaitu kelompok
eksperimen (x1) dan kelompok kontrol (x2). Penghitungan uji Chi-kuadrat (X2)
menunjukkan bahwa harga X2hitung < X2tabel untuk kedua kelompok data. Ini berati
H0 diterima (gagal ditolak), maka kedua kelompok data terdistribusi normal.
Ringkasan uji normalitas untuk kedua kelompok tersebut disajikan pada tabel 4.
(b) Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa perbedaan
yang diperoleh dari uji-t benar-benar berasal dari perbedaan antar kelompok,
bukan disebabkan oleh perbedaan di dalam kelompok. Pengujian homogenitas
varians menggunakan uji F pada taraf signifikansi 5% (=0,05). Ringkasan uji F
untuk data hasil belajar biologi antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol sebesar 1,41 yang lebih kecil dari F tabel pada taraf signifikansi 5%
dengan dk = (35,37) sebesar 1,79 hal ini berarti bahwa data hasil belajar biologi
peserta didik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai
varians yang homogen.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Sampel


No
1
2

Kelompok
Sampel
X1
X2

Jumlah
Sampel
38
38

X2 hitung

X2tabel

Kesimpulan

2,8
8,08

11,07
11,07

Normal
Normal

Uji Hipotesis, hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar
4,246 sedangkan harga ttabel untuk dk = n1 + n2 2 = 38 +38 -2 =74 pada taraf
signifikansi 5% adalah ttabel = 1,980 (uji dua pihak/ two tail test). Ini berati
hipotesis nol (H0) ditolak dan Ha diterima, oleh karena itu dapat diinterpretasikan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara yang mengikuti
pembelajaran dengan metode Humor dan menggunakan metode konvensional
pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran
2013/2014. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kelompok peserta didik yang
mengikuti pembelajaran dengan humor memiliki skor hasil belajar biologi ratarata sebesar 73,28, sedangkan kelompok peserta didik yang mengikuti
pembelajaran konvensional memiliki skor hasil belajar biologi rata-rata sebesar
64,026. Jadi hasil analisis data dan uji-t menunjukkan bahwa hasil belajar biologi
peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor lebih baik
daripada hasil belajar biologi kelompok peserta didik yang mengikuti
pembelajaran model konvensional. Berikut ini disajikan rekapitulasi hasil uji t
pada Tabel 5.

17

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil uji-t TS (5%) dan dk =74


No
Kelompok
N
Dk
Ratathitung
ttabel
rata
1
Eksperimen
38
74
73,28
4,246
1,980
2
Kontrol
38
74
64,026

Keterangan
Ha.
diterima

Pembahasan
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor dan
menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap
SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014, dan hasil belajar peserta didik
yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor secara rata-rata lebih baik
dibandingkan dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran model
konvensional. Sejalan dengan pendapat Darmansyah dalam Khanifatul (2013),
berdasarkan penelitiannya, bahwa humor diperlukan dalam pembelajaran, karena
dapat membentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan.
Penyertaan humor dalam pembelajaran membuat peserta didik secara emosional
memacu mereka tertawa, tercipta suasana menyenangkan yang pada gilirannya
menciptakan pembelajaran menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya
ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan
bagian otak memori dan bagian otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan
humor di ruang kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi
stress, meningkatkan motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru
dan peserta didik, dan meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses
hendaknya mempunyai persediaan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat humor (jenaka)
atau memiliki kepandaian berkelakar. Dengan demikian maka pembelajaran
metode humor berpengaruh positif dalam meningkatkan hasil belajar biologi.
Berpengaruh positifnya pembelajaran dengan metode humor terhadap hasil belajar
biologi, hal tersebut terjadi karena dalam pembelajaran metode humor tercipta
komunikasi dan interaksi pembelajaran yang dapat memberikan dampak yang
baik terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan kata-kata,
bahasa, atau gambar yang mampu menggelitik peserta didik untuk tertawa
sehingga terciptanya suatu proses pembelajaran yang menyenangkan yang pada
gilirannya mampu meningkatkan pemahaman dan memprtinggi daya ingat
sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan otak
memori dan otak berpikirnya secara optimal. Berdasarkan uraian tersebut maka
metode pembelajaran humor dapat meningkatkan hasil belajar. Sehingga metode
pembelajaran humor dapat diterapkan dikelas sebagai alternatif untuk
memperkaya ragam variasi metode pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

18

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan


bahwa ada pengaruh penerapan metode humor terhadap hasil belajar biologi
peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Mengwi. Dimana hasil belajar biologi peserta
didik yang dibelajarkan dengan metode humor lebih baik daripada peserta didik
yang dibelaajarkan dengan model konvensional.
Saran
Berdasarkan simpulan tersebut, dapat diajukankan beberapa saran sebagai
berikut, (1) kepada praktisi pendidikan khususnya guru biologi disarankan untuk
menerapkan metode humor sebagai pembelajaran yang inovatif dan dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik. (2) Bagi sekolah, dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk mengadakan perbaikan dalam pembelajaran serta dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dikembangkan
dalam mata pelajaran lain. (3) Bagi peneliti lain, oleh karena penelitian ini
dilaksanakan terbatas pada peserta didik kelas X semester genap SMA Negeri 2
Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, maka disarankan pada peneliti yang menaruh
perhatian terhadap pendidikan, untuk mengembangkan penelitian dalam ruang
lingkup yang lebih baik dan lebih luas.

DAFTAR RUJUKAN
Adnyani. 2009. Pengaruh Penerapan Improving Learning dengan Strategi
Pembelajaran Inkuiri terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta didik
Kelas VIII SMP Negeri 2 Denpasar Tahun Pelajaran 2012/2013".(tidak
diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Akhmad. 2013. Pentingnya rasa humor guru dikelas. http://akhmad sudrajat.
wordpress. com/2013/05/16/rasa-humor/. (diakses pada sabtu 23
Nopember 2013.
Anonim. 2012. Humor itu serius. http://marketerbodoh. blogspot.
com/2012/07/humor-itu-serius. html. rabu (diakses tanggal 5 maret 2014
jam 12.05)
Ayutri. 2007. Pengaruh penerapan strategi pembelajaran kelompok peserta didik
dengan gaya kepemimpinan heroik (student team heroic leadership) yang
dilengkapi tugas terstruktur terhadap hasil belajar matematika pada
peserta didik kelas VIII SMP Dharmasastra Sempidi tahun Ajaran
2012/201 . (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Bergambarku. 2014. Kumpulan-gambar-kartun-lucu-terbaru-7. http://www.
bergambarku.com/?attachment_id=464. (diakses pada tanggal 11 januari
2014. Pukul 12.30)
Cen35. 2013. 50 Tebak-tebakan lucu dan jawabannya. http://cen35. blogspot.
com/2013/02/50-tebak-tebakan-lucu-dan-jawabannya. html. (diakses
pada tanggal 20 januari pukul 14.200).
Chaniagorandy. 2012. Humor Psikologi. http://chaniagorandy. blogspot.
com/2012/03/humor-psikologi. html (diakses pada senin 3 maret 2014
jam 12.05)

19

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Fitria. 2012. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Motivasi Peserta
didik terhadap Hasil Mata Pelajaran Akuntansi Kelas X SMK N 1 Kota
Jambi.
http://www.
scribd.
com/doc/81368530/29/PengertianPembelajaran-Konvensional-Ceramah. (diakses tanggal 1 januari 2014
pukul 13.35)
Ikatan alumni SMU N 4 Depok. 2008. Humor seputar Hewan dan Tumbuhan.
http://smun4depok. forumotion. com/t340-humor-seputar-hewan-dantumbuhan. (diakses tanggal 17 maret 2014 pukul 11.00)
Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media
----------(2013). Humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan atau
menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga
terdorong untuk tetawa.
Kodzan. 2010. Sekilas Pengetahuan tentang Humor. http://kodzan.
blogspot.com/2010/07/sekilas-pengetahuan-tentang-humor. html. rabu, 5
(diakses tanggal 5 maret 2014 jam 12.05)
Koekoehiman.
2013.
Tes,
Pengukuran,
Penilaian
dan
Evaluasi.
http://imankoekoeh. blogspot. com/2013/12/tes-pengukuran-penilaiandan-evaluasi. html (diakses pada 3 maret 2014 jam 12.30)
Koyan. 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja-Bali: Universitas Pendidikan
Ganesha Press
Maiyusrisusanti. 2013. happy with math. http://susantimaiyusri.blogspot. com/
2013/01/proposal-penelitian-pengaruh-penerapan_29. html. (diakses
tanggal 25 desember 2013).
Muhammadkholik. wordpress. com/2011/11/08. Metode Pembelajaran
Konvensional
Munawar, I. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. http:
indramunawar.
blogspot.
com/2009/06/faktor-faktor-yangmempengaruhi-hasil. html (diakses tanggal 4 Desember 2013 pukul
10.30)
Nurul. 2008. Pengaruh Pembelajaran Aktif Card Sort terhadap Prestasi Belajar
IPA (Sains) Peserta didik Kelas VIII MTs AL- MUHAJIRIN Tahun
Pelajaran 2012/2013. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Nurjanah.
2012.
Humor
sehat.
http://nurjanahpsikodista.
blogspot.
com/2012/06/humor-sehat. html. (diakses tanggal 3 maret 2014 pukul
12.05
Resta.
2011.
Sociology Community.
http://resta-ariestya.
blogspot.
com/2011/11/teori-superioritas-degradasi.html#!/2011/11/teorisuperioritas-degradasi. html. (diakses tanggal 2 Desember 2013 pukul
11.45)
Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta. Bandung
Ritmehati. 2008. Humor dalam bingkai psikologi. http://ritmehati.
wordpress.com/2008/06/26/humor-dalam-bingkai-psikologi/
(diakses
tanggal 3 maret 2014 pukul 12.00)
Sari Yuliantari. 2008. Pengaruh Penerapan Experiental Learning terhadap Prestasi
Belajar Matematika peserta didik kelas VII Semester genap SMP PGRI 3
Denpasar Tahun Pelajaran 2011/2012. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP
PGRI Bali.

20

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Shanti. 2012. Kartun ayam menonton film horror. http:// www. make4fun.
com/images/Animal-photos/907-Horror-Movie (diakses tanggal 22 maret
2014 pukul 12.35).
Sociology Community. 2011. Teori Superioritas Degradasi. Sociology
Comunityhttp://resta-ariestya. blogspot. com/2011/11/teori-superioritasdegradasi. html#!/2011/11/teori-superioritas-degradasi. html (diakses
tanggal 5 maret 2014 pukul 12.10).
Susanti. 2013. Pengaruh penerapan strategi pembelajaran menyenangkan dengan
humor pada peserta didik kelas VIII di SMPN 6 bukittinggi. http://winft.
wordpress. com/category/teori-humor/. [diakses pada tanggal 28
Desember 2013]
Sugiyono. 2013. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi
Pendidikan & Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Triadnyani. 2008. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Course
Review Horay terhadap motivasi dan Hasil Belajar Matematika peserta
didik kelas vii smp Sunari Loka Kuta Tahun Pelajaran 2011/2012.
(Tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Winarsunu, T. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.

21

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA


MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN
PENDEKATAN JAS PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI
Oleh: I Wayan Sucipta
Guru SMK NegeriI 1 Petang Pemkab.Badung
Abstract
The purpose of this research is to know the application of coorporative study,
STAD type with JAS approach in biology lesson. This research is a class action
research (PTK) with a circle planning.The target of ths reseach are the activities
and achivement of student in biology lesson.The result of data analysis shows the
increasing of student study activities everage in biology lesson from 61,67
(70,80%) in circle I to 78,83 (89,58%) in cilcle II, increase 17,16 (19,50%).The
increasing about 19,50% has reached far away over the target of criteria either the
scoring processas well as the examination of hypotesa which has been determined
of 10%.The achievement and the completeness of students study in this research,
has been successful in increasing the achievement or the completeness students
study from circle I to circle II.Based on the result from the research of action,
which is recorded from 10 students (45,45%) which are incompleteness in circle I,
decrease to 1 student (4,55%) who are incompleteness at the end of circle II.If we
see from the students study achievement, at the begining it is only 12 students
54,54%, are completeness and at the circle II are increasing to 21 students
(95,45%).For the categories of incompleteness student scoring, in circle I are
recorded 10 studens (45,45%)drastically becomes 1 student (4,55%) at the end of
circle II, decreased 40,91%.If it is related to criteria of the success determined
previously for hypotesa that is increasing 10%.From the result of the research can
be concluded that the application of coorporative study STAD type with JAS
approach has reached the goal sucessfully.
Key words: activity, study achievement, STAD, dan JAS.

Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry)
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan
kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di sekolah
menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

22

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA menekankan


pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
siswa menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA
diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam
sekitar.
Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman
belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini
meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan
bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan
keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data
serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan
memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau
memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui
kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar
Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang
lahir dan berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian,
belajar Biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang
sudah jadi, tetapi dituntut pula menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep
tersebut melalui observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran Biologi siswa
dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah
dapat dikembangkan keterampilan sains (keterampilan proses Ilmiah),sehingga
pengalaman belajar yang benar-benar bermakna tentang sains dapat diperoleh
subjek didik.
Keterampilan sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk
menguasai pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan
hidup (life skill), karena dengan keterampilan sains yang dimiliki, siswa secara
mental siap untuk menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.
Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekadar transfer ilmu
dari guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan
materi (objek), dan guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator, dan
supervisor. Itulah perubahan mendasar dalam pola pembelajaran Biologi yang
harus diakomodir dan disikapi secara positif oleh guru Biologi seiring dengan
penerapan KTSP.
Meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir oleh guru,
bukan berarti guru serta merta terbebas dari masalah-masalah yang berhubungan
dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas sepertinya akan
selalu memunculkan permasalahan seiring dengan perkembangan pribadi siswa
dan seiring pula dengan perkembangan sekolah dan tuntutan masyarakat yang
semakin dinamis. Terkait dengan hal tersebut, tugas guru adalah merespon dan

23

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul sepanjang masih dalam
batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya suasana belajar yang
lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran Biologi pada siswa
Kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015, khususnya
terhadap penguasaan materi/Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi lingkungan
abiotikdanbiotik.
Dalam proses pembelajaran, guru telah berupaya agar semua siswa ikut
berpartisipasi aktif.Pembelajaran dengan mempergunakan beberapa macam media
yang ada di sekolah telah dilakukan, berbagai bentuk penugasan telah pula
diberikan kepada siswa, baik di dalam maupun di luar kelas. Namun dalam
berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas
dan prestasi belajar masih relatif rendah.
Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan
konsultasi dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin
menjadi penyebab timbulnya masalah. Beberapa faktor kemungkinan penyebab
rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa, di antaranya:
1) minat dan motivasi belajar siswa yang belum optimal;
2) penyampaian materi dari guru;
3) pengelolaan kelas; dan
4) kesulitan beradaptasi dan kerjasama di antara siswa.
5) pemilihan metode dan pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh
guru.
Dari berbagai faktor di atas ada sinyalemen, rendahnya aktivitas dan prestasi
belajar siswa lebih mengarah pada faktor ke-5, yaitu pemilihan metode dan
pendekatan pembelajaran yang kurang tepat diterapkan oleh guru pada siswa kelas
XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang untuk mata pelajaran Biologi, khususnya
materi/Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan
biotik. Sebagai upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul, maka dilakukan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Pendekatan
dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian
tindakan ini adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student TeamsAchievement Divisions) dan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS).
Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan
sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap perbedaan antar-individu, baik
menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi, agama, ras, gender,
budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran
kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau

24

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

teamwork. Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan


interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran demi tercapainya prestasi belajar yang optimal.
Demikian pula halnya dengan pendekatan pembelajaran JAS. Pendekatan
pembelajaran ini telah dikaji dari berbagai aspek yang pada akhirnya dapat
digunakan sebagai pendekatan pembelajaran Biologi yang handal. Pendekatan ini
menekankan pada gaya dalam menyampaikan materi yang eksploratif
memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik. Pendekatan pembelajaran
JAS secara komprehensif memadukan berbagai pendekatan antara lain; eksplorasi
dan investigasi, konstruktivisme, keterampilan proses dengan cooperative
learning. Pendekatan pembelajaran JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran
yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga selain dapat membuka
wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik, pendekatan ini
memungkinkan peserta didik dapat mempelajari berbagai konsep dan cara
mengaitkannya dengan dunia nyata sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna.
Pendekatan pembelajaran JAS adalah salah satu inovasi pendekatan
pembelajaran Biologi maupun untuk kajian ilmu lain yang bercirikan
memanfaatkan lingkungan sekitar dan simulasinya sebagai sumber belajar melalui
kerja ilmiah, serta diikuti pelaksanaan belajar yang berpusat pada siswa. Belajar
adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun pemahaman atau makna. Hal ini
menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran JAS memberi keleluasaan kepada
siswa untuk membangun gagasan yang muncul dan berkembang setelah
pembelajaran berakhir. Di sisi lain dengan pendekatan pembelajaran JAS tampak
secara eksplisit bahwa tanggung jawab belajar berada pada siswa dan guru
mempunyai tanggungjawab menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,
motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Pendekatan
pembelajaran JAS dalam implementasinya menekankan pada pembelajaran yang
menyenangkan. Ini merupakan salah satu komponen dari PAKEM yang
mempunyai kepanjangan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Namun dalam pendekatan pembelajaran JAS, karakter menyenangkan, terekspresi
secara eksklusif dalam istilah bioedutainment (asal kata bio = biology; edu =
education, dan tainment = intertainment), yakni merupakan strategi pembelajaran
Biologi yang menghibur dan menyenangkan melibatkan unsur ilmu atau sain,
proses penemuan ilmu (inqury), keterampilan berkarya, kerjasama, permainan
yang mendidik, kompetisi, tantangan dan sportivitas.Berdasarkan latar pemikiran
yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini diformulasikan dengan judul
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi
Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Jelajah Alam
Sekitar (JAS) di Kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang Tahun Peljaran
2014/2015.

25

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Pada akhirnya diharapkan, melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD


dengan pendekatan JAS tersebut nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya
semangat kebersamaan, saling membantu dan saling memotivasi di antara siswa,
yang pada gilirannya juga dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar
mereka pada mata pelajaran Biologi, khususnya materi/Kompetensi Dasar:
Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK.
Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action
Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk
mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subjek penelitian di kelas
tersebut.
Menurut Sulipan, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan
Karya Tulis Ilmiah Online (http://www.ktiguru.org) berjudul Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research), pertama kali penelitian tindakan
kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya
dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave
Ebbutt, dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model
penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti
melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun
pengelolaan sumber daya manusia. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu
tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi,
mengembangkan, dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
Arikunto (2002:82) menjelaskan, penelitian tindakan adalah penelitian
tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya
langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Sesuai dengan
jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Targart
(dalam Arikunto, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus
berikutnya. Setiap siklus meliputi; planning (rencana), action (tindakan),
observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi).Langkah pada siklus berikutnya
adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa
identifikasi permasalahan.
Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

26

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Permasalahan

Perencanaan

Pelaskanaan

Tindakan - I

Tindakan - I

Refleksi - I
Permasalahan
Baru, Hasil
Refleksi

Pengamatan/
Pengumpulan DataI

Perencanaan

Pelaksanaan

Tindakan - II

Tindakan - II

Refleksi - II

Pengamatan/
Pengumpulan DataII

Bila Permasalahan
Belum Terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya


Siklus Berikutnya

Rancangan Penelitian Model Kemmis dan Targat


(Sumber: Nana Sudjana, 2009:21)

Penjelasan alur diatas adalah:


1. Rancangan/rencana awal. Sebelum mengadakan penelitian, terlebih dahulu
menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di
dalamnya instrument penelitian dan Perangkat pembelajaran atau rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini guru menerapkan tindakan yang telah
disusun dan direncanakan sebelumnya, yang tidak lain adalah langkah-langkah
kegiatan pembelajaran terkait dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif
tipe STAD yang telah dipilih dan ditetapkan.
3. Pengamatan atau observasi. Tahap ini pelaksanaannya bersamaan dengan
tahap sebelumnya, yakni pelaksanaan tindakan. Jika pelaksana tindakan (guru)
sekaligus bertindak sebagai pengamat (dalam penelitian tindakan individual, di
mana guru bertindak sekaligus sebagai peneliti tanpa kolaborasi dengan pihak
lain), maka instrumen pengamatan sebaiknya telah disiapkan secara terstruktur
dan sistematis.
4. Refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan dan memikirkan
kembali tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum dilakukan,
keberhasilan dan kekurangannya, hambatan-hambatan yang dihadapi selama
melakukan tindakan, dan lain sebagainya. Apabila guru pelaksana tindakan juga
berstatus sebagai pengamat (peneliti), maka refleksi dilakukan terhadap diri
sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan
dialog dengan dirinya sendiri untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan

27

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rencana, atau untuk menemukan halhal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan self
evaluation, introspeksi, otokritik, dan sebagainya yang sudah barang tentu
diharapkan bisa bersikap objektif. Untuk menjaga objektivitas yang diharapkan
seringkali diperlukan hasil refleksi itu divalidasi atau minimal dikonsultasikan
dengan teman sejawat, ketua jurusan, kepala sekolah, atau pihak lain yang
kompeten dalam bidang itu. Jadi pada intinya, kegiatan refleksi adalah kegiatan
evaluasi tindakan, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi
tindak lanjut dalam perencanaan siklus penelitian berikutnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya
berlangsung dua kali pertemuan atau tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45
menit). Setiap siklus penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalam
setiap siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar dan prestasi
belajar siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal
ini adalah melalui format observasi dan lembar soal tes yang telah disiapkan oleh
guru.
Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus
setelah diolah diperoleh hasil aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan ratarata dari 61,67 (70,08%) pada siklus I menjadi 78,83 (89,58%) pada siklus II,
yang berarti mengalami peningkatan sebesar 17,16 (19,50%).
Demikian pula halnya dengan prestasi belajar dan atau ketuntasan belajar
siswa dari siklus I ke siklus II cenderung mengalami peningkatan yang sangat
signifikan. Dari 10 siswa (45,45%) yang tidak tuntas pada siklus I menurun
menjadi hanya 1 siswa (4,55%) yang tidak tuntas dan memerlukan remidi pada
akhir siklus II. Sementara itu jumlah siswa yang tuntas tetapi tidak perlu
pengayaan juga meningkat, dari 6 siswa (27,27%) pada siklus I menjadi 9 siswa
(40,91%) pada siklus II. Berikutnya adalah siswa yang tuntas dengan predikat
memuaskan dan sangat memuaskan, masing-masing sebanyak 2 (9,09 %) dan
4 (18,18%) pada siklus I dan meningkat pada akhir siklus II, yaitu masing-masing
menjadi 9 (40,91%) dan 3 (13,64%). Baik yang tuntas memuaskan maupun yang
tuntas sangat memuaskan, keduanya adalah termasuk kategori siswa yang perlu
mendapat program pengayaan. Jumlah siswa dalam kategori yang terakhir itu
secara kumulatif pada akhir siklus II adalah sebanyak 12 siswa (54,54%).
2.

Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 3 dan 4 tersebut
dengan jelas diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek

28

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

pengamatan mengalami peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS,
melalui tindakan guru yang berupa pembentukan kelompok belajar secara acak
terstruktur ditambah dengan label nama pada baju siswa untuk memudahkan
observasi dan memberikan penilaian sepertinya cukup ampuh untuk menggugah
motivasi dan gairah belajar siswa. Siswa seolah menjadi sangat terkesan dengan
penciptaan suasana belajar, terlebih setelah mereka diajak secara langsung
melakukan pengamatan dan memberikan perlakuan terhadap lingkungan yang
menjadi sasaran dalam pembelajaran yakni komponen lingkungan abiotik dan
biotik di lingkungan sekolah, melalui pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS).
Antusiame mereka juga meningkat, dikarenakan dalam proses penilaian yang
sangat beda ketimbang sebelumnya yang kali ini kelihatan lebih serius dan resmi
dari guru. Kiranya itu yang membuat mereka untuk dapat tampil sebaik mungkin
dalam rangka mendapat penilaian yang terbaik dari guru selama proses
pembelajaran.
Model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran
mengidentifikasi lingkungan komponen abiotik dan biotik, diakui cukup
mendorong para siswa untuk berlomba dan terpacu meningkatkan aktivitas belajar
mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan agak sungkan urun pendapat berubah
menjadi proaktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru
maupun dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula
pemalas, pelamun dan kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan
bersemangat belajar; dari yang semula kelihatan peragu dan penakut berubah
menjadi penuh percaya diri dalam kegiatan tanya jawab; dari yang semula
kelihatan tak peduli dan egois berubah menjadi penuh antusias dan mau berbagi
dengan teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana
tersajikan pada tabel 3 di atas, di mana aktivitas belajar siswa dalam segala aspek
pengamatan dari 70,08% pada siklus I meningkat menjadi 89,58% pada akhir
siklus II, yang berarti naik sebesar 19,50%.
Berdasarkan kriteria penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan,
prosentase aktivitas belajar sebesar 89,58% itu tergolong tinggi sekali. Demikian
pula angka prosentase kenaikan sebesar 19,50% tersebut jelas jauh melampaui
kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian hipotesis yang
telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%.
Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang
dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian ini bisa diterima kebenarannya
secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi,
khususnya pada materi/Kompetensi Dasar Mengidentifikasi komponen
lingkunganabiotikdan biotik terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 PetangTahunPelajaran 2014/2015.

29

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Memang harus diakui, bahwa dengan model pembelajaran kooperatif seperti


yang diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi
kesannya agak ramai dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara
tepukan meriah dan gelak tawa riang dari para siswa untuk memberikan
applause dan support atau karena munculnya spontanitas perilaku jenaka dari
teman sekelas ketika berdiskusi ataupun saat mengerjakan tugas-tugas kelompok
dan tanya jawab.. Meskipun begitu suasana kelas tetap kondusif bagi proses
pembelajaran, dan bahkan siswa sepertinya merasakan adanya suasana belajar
yang menyenangkan (joyful learning atau learning is fun).
Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data prestasi belajar siswa
mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Semula pada siklus I hanya 12
siswa (6 + 2 + 4) atau sebesar 54,54% yang tuntas belajar, pada siklus II
meningkat cukup tajam menjadi 21 siswa (9 + 9 + 3) atau sebesar 95,45. Jadi
untuk kategori ini terjadi peningkatan sebesar 40,91%. Sementara itu untuk
kategori penilaian hasil yang lain, yakni kategori siswa yang tidak tuntas, dari
semula pada siklus I sebanyak 10 siswa (45,45%) yang tidak tuntas pada siklus II
berkurang drastis menjadi hanya 1 siswa (4,55%) yang tidak, yang berarti
berkurang sebesar 40,91%.
Angka prosentase kenaikan, baik bagi yang tuntas maupun prosentase
pengurangan bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II masing-masing
40,91%. Jika dihubungkan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan
sebelumnya untuk pengujian hipotesis, yakni kenaikan 10%, maka hal itu tentu
cukup membanggakan. Terlebih lagi bila dilihat dari segi kriteria keberhasilan
secara klasikal yang telah ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh siswa dalam
kelas harus mencapai ketuntasan belajar. Sementara dari penilaian hasil di akhir
siklus II ini hanya menyisakan 4,55% yang tidak tuntas, itu sama artinya 95,45%
siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil analisis tersebut dapat
dipahami lebih jauh bahwa tindakan guru menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan pendekatan JAS telah berhasil mencapai tujuannya.
Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) yang dirumuskan
dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan
meyakinkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
pendekatan JAS pada pembelajaran Biologi, khususnya pada materi atau
Kompetensi Dasar Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik
terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas XII
AHP2SMK Negeri 1 PetangTahunPelajaran 2014/2015.
Simpulan
Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini
merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan, sebagai
berikut:

30

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS


padamata pelajaran Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik terbukti telah
berhasil meningkatkan sebesar19,50% (dari semula70,08% pada siklus I
menjadi 89,58% pada akhir siklus II) aktivitas belajar siswa Kelas XII
AHP2SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015.
2. 2.Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan
JAS pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi
Dasar Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik terbukti
juga telah berhasil menurunkan sebesar 40,90% (dari semula 45,45% yang
tidak tuntas pada siklus I menjadi 4,55% yang tidak tuntas pada akhir siklus II)
atau berhasil meningkatkan sebesar 40,92% (dari semula; 27,27 + 9,09 + 18,18
= 54,54%) menjadi (40,91 + 40,91 + 13,64 = 95,46 %) prestasi belajar atau
ketuntasan belajar siswa Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 Petang Tahun
Pelajaran 2014/2015.

Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran


kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi telah
berhasil mencapai tujuan yang diinginkan yakni dapat meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka.
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad
21, Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Madya., Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action
Research). Bandung: Alfabeta
Marianti, A.,Kartijono, N.E. 2005. JelajahAlamSekitar (JAS). Dipresentasikan
pada Semiar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum dan Desain
Inovasi Pembelajaran Jurusan Biologi FMIPA UNNES dalam rangka
pelaksanaan PHK A2. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA UNNES.
Marianti, A. 2006.Jelajah Alam Sekitar (JAS) Suatu Pendekatan dalam
Pembelajaran Biologi dan Implementasinya. Bunga Rampai Pendekatan
Pembelajaran Jelajah Alam Sekitar (JAS) Upaya membelajarkan Biologi
Sebagaimana Seharusnya Belajar Biologi.Semarang: Jurusan Biolgi
FMIPA UNNES.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Pemerintah RI. 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Cemerlang.

31

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

---------. 2006. UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung:
Citra Umbara.
Ridlo, S. 2005. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS). Dipresentasikan pada
Semiar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum dan Desain Inovasi
Pembelajaran Jurusan Biologi FMIPA UNNES dalam rangka
pelaksanaan PHK A2. Semarang: Biologi FMIPA UNNES.
Rusman.2011. Model-model Pembelajaran :Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudjana, Nana.1989. Penilaian Hasil Proses BelajarMengajar. Bandung: PT
Remaja.
Sulipan.Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online: Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research: http://www.ktiguru.org/)
Surakhmad, Winarno. 1980. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
Curriculum Vitae:
Nama
NIP
Pengalaman Masa Kerja
Tempat dan Tanggal Lahir
Alamat
Instansi Tempat Tugas
Alamat

: I Wayan Sucipta
: 19620617 200604 1 008
: 22 tahun 03 bulan
: Selat, 17 Juni 1962
: Br. Selat Anyar, Desa Selat, Kec.
Abiansemal, Kab. Badung.
: SMK Negeri 1 Petang
: Jln. Raya Pucak Mangu, Pelaga, Pelaga,
Petang, Badung

32

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

KEPENGAWASAN PENDIDIKAN KEJURUAN


DALAM PERSPEKTIF BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN
STRATEGIC
Oleh
I Nyoman Rana
Korwas Pendidikan Pemkab. Badung
Abstract
There is an emerging new paradigm. It is a vocational education decentralization
in the organization cultural perspective and strategic management in an
educational system of national, regional, local, school and class. Therefore, there
is a broad concept, from theoretical to practical, which can be used for fixing the
misunderstanding of the management implementation. With it, we are expected to
be the pioneer for doing an improvement in school management image.
Afterwards, a dynamic process of creating a culture and management is highly
demanded. This is the primary core of a leadership which can make one realize
that a leadership and a culture is 2 side of the same coin. On one side, cultural
norms explain how an organization select the leader to be promoted and who
would be followed by the others. On the other side, it can be explained that the
most important thing for a leader is create and manage a culture. Therefore, it is
required a unique talent from a leader for understanding and working with culture.
It can be a final action from a leader to change the culture when it appears to not
perfectly functioning.
Keywords: educational supervision, vocational, culture, organization, strategic
management.
Abstrak
Paradigma baru desentralisasi pendidikan kejuruan dalam perspektif budaya
organisasi dan manajemen strategic pada sistem pendidikan nasional, regional,
lokal, sekolah dan kelas. Dengan demikian kita mempunyai konsep yang luas,
baik secara teoritis maupun praktis, sekaligus dapat memperbaiki kesalahpahaman
terhadap pelaksanaan manajemen selama ini, dan selanjutnya kita diharapkan
menjadi pelopor perbaikan citra manajemen di sekolah. Kemudian, sangat
diperlukan proses dinamis dalam pembentukan kebudayaan dan manajemen.
Hal ini akan merupakan inti sari dari kepemimpinan dalam membuat
seseorang menyadari bahwa kepemimpinan/kepengawasan dan budaya
(kebudayaan) merupakan dua sisi yang berada pada koin yang sama. Di satu
sisi, norma-norma budaya menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan
menjelaskan kepemimpinan siapa yang akan dipromosikan, siapa yang akan
mendapat perhatian dari pengikutnya. Di sisi lain, dapat dijelaskan bahwa
satu-satunya hal yang terpenting dilakukan oleh pimpinan adalah membuat

33

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

dan mengatur budaya. Oleh karena itu, diperlukan bakat unik dari seorang
pemimpin adalah kemampuannya untuk memahami dan bekerja dengan
budaya Hal itu akan merupakan sebuah tindakan terakhir kepemimpinan
untuk merubah budaya ketika budaya itu terlihat sebagai fungsi yang tidak
sempurna.
Kata kunci: kepengawasan pendidikan, kejuruan, budaya, organisasi,
manajemen, strategic.

A. Pendahuluan
Globalisasi mendorong Megatrend peradaban baru serta skills toward
2020, memberikan corak ragam terhadap perubahan sosial politik dan tatanan
budaya di Indonesia akhirnya menuntut perubahan, pada paradigma pendidikan
nasional yang semula sentralistik menjadi desentralistik, yaitu peran pemerintah
(governmental role) menjadi peran masyarakat (community role).
Paradigama baru dalam dunia pendidikan akan berimplikasi pula dalam
manajemen strategic pendidikan yang mengetengahkan peran masyarakatnya
(community role) yang kita kenal dengan desentralisasi pada manajemen
pendidikan yang operasionalnya di sekolah. Paradigma ini, yang disemangati oleh
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan
pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan
pendidikan, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU
Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, PP
Nomer 25 Tahun 2000 tentang pelimpahan kewenangan pemerintah dan propinsi
sebagai daerah otonomi, yang memberikan kewenangan kepada daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, PP. Nomor 17 Tahun 2007 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan, PP. Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian
urusan pemerintahan anatara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan daerah
kabupaten/kota, PP. Nomor 50 tahun 2007 tentang pengelolaan pendidikan oleh
pemerintah daerah.
Pentingnya budaya organisasi dan manajemen strategic dalam sistem
pendidikan secara umum, nasional, regional, lokal, sekolah dan kelas. Dengan
demikian kita mempunyai konsep yang luas, baik secara teoritis maupun praktis,
sekaligus dapat memperbaiki kesalahpahaman terhadap pelaksana manajemen
selama ini, dan selanjutnya kita diharapkan menjadi pelopor perbaikan citra
manajemen di sekolah. Bagian ini akan membahas tentang:
1. Apa unsur-unsur budaya tersebut?
2. Apa unsur-unsur budaya organisasi?

34

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

3. Bagaimanakah gambaran dari sebuah budaya organisasi?


4. Apa yang dimaksud dengan manajemen strategic?
5. Apa yang dipergunakan menganalisis penerapan Budaya organisasi
dan manajemen strategic dalam pendidikan kejuruan?
B. PEMBAHASAN
Pengertian Budaya
Kroeber dan Kluchon tahun 1952 menemukan 164 definisi Budaya.
Para ahli antropologi dan sosial dan banyak ahli lainnya telah banyak
mempersoalkan apa sebenarnya arti dari budaya dunia (global cultur). Karena
ini adalah suatu istilah yang cukup abstrak, sehingga sangat sulit untuk
didefinisikan, dan mungkin akan berbeda bagi orang yang berbeda pula.
Sesuai dengan tujuan kita, maka budaya disini didefinisikan sebagai suatu
keyakinan-keyakinan yang dipelajari (the learned beliefs), nilai-nilai, normanorma, simbol-simbol, dan tradisi yang secara umum dijumpai pada
sekelompok orang. Hal ini merupakan suatu kualitas yang tersebar pada suatu
kelompok orang yang membuat mereka unik/khas.
Budaya itu selalu bersifat dinamis dan disebarkan kepada orang lain.
Singkatnya, budaya adalah merupakan cara hidup orang (way of life),
kebiasaan-kebiasaan (customs), dan script dari suatu kelompok orang
(Gudykunst & Ting-Toomey, 1988).
Kuntjaraningrat (dalam Husaini Usman, 2010:183) menyatakan
bahwa budaya berasal dari bahasa Sansekerta, budayah, sebagai bentuk jamak
budhi, yang artinya budi atau akal. Dalam bahasa Inggrisnya, budaya sama
dengan culture. Culture berasal dari bahasa Latin, colere yang artinya segala
daya dan upaya manusia untuk mengubah alam.
Kemudian, Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi
mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut :
Edward. Burnett Culture or civilization, take in its wide technografhic
sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals,
law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a
member of society. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas
meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adat
istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat
sebagai anggota masyarakat. Vijay Sathe, Culture is the set of important
assumption (opten unstated) that members of a community share in
common.
Budaya merupakan seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama
anggota masyarakat. Edgar H. Schein menyatakan bahwa budaya adalah
suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh

35

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi


eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan
oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai
cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan
masalah-masalah tersebut.
Berdasarkan pandangan dari para pakar maka budaya dapat kita
pahami yang terkait dengan kandungan yang harus ada pada budaya itu
sendiri, diantaranya; (1) ilmu pengetahuan (2) kepercayaan, (3) seni, (4)
moral, (5) hukum, (6) adat istiadat, (7) perilaku/kebiasaan (norma)
masyarakat, (8) asumsi dasar, (9) sistem nilai, (10) pembelajaran/pewarisan,
dan (11) Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
Kemudian Organisasi menurut J.R.Schermerhon (dalam Pabundu Tika
2006:3) mendefinisikan Organization is a collection of people working
together in a division of labor to achieve a common purpose, yang dapat
dimaknai organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Di lain, pihak C.J. Bernard mengatakan bahwa
organisasi adalah kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem aktivitasaktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara
sadar.
Dalam Philip Selznick mengatakan organisasi adalah pengaturan
personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan
melalui alokasi fungsi dan tanggungjawab. Oleh karena itu, berdasarkan
definisi di atas hal yang tercakup dalam organisasi adalah sebagai berikut; (1)
kumpulan dua orang atau lebih, (2) kerjasama, (3) tujuan bersama, (4) sistem
organisasi kegiatan, (5) pembagian tugas dan tanggungjawab personil.
Setelah kita mengetahui pengertian budaya dan organisasi di atas,
selanjutnya kita dapat mendalami unsur-unsur pertalian yang ada dalam
budaya organisasi, berdasarkan pendapat para ahli Peter F.Ducker, Phithi
Amunuai, Edgar Schein dalam Pabundu Tika 2006:5 mensintesiskan sebagai
berikut:
3. Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai
pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk
berperilaku.
4. Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan
dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung
nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar,
tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip
menjelaskan usaha.

36

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

5. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya


organisasi
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin
organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau
perusahaan tersebut.
6. Pedoman mengatasi masalah
Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering
muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi
internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar
dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
7. Berbagi nilai (sharing of value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling
diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
8. Pewarisan (Learning process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai
pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan
tersebut.
9. Penyesuain (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma
yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi
organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan.
Keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi, apakah perusahaan,
lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun organisasi sosial lainnya, akan
selalu dikaitkan dengan managemen strategic yang dilakukan oleh
pemimpin dari organisasi itu. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan
unsur kunci dalam menentukan efektivitas maupun tingkat produktivitas
suatu organisasi.
Konsep budaya memperlihatkan keterkaitan dengan kepemimpinan.
Budaya/Kebudayaan merupakan sebuah fenomena dinamis yang berada di
sekitar kita dari waktu ke waktu, yang berperan secara terus menerus dan
membentuk interaksi dengan yang lainnya sehingga terbentuk sikap
kepemimpinan dan susunan yang membimbing dan membatasi tingkah laku.
Ketika seseorang membawa budaya pada tingkatan organisasi dan
mungkin juga membawanya ke dalam kelompok-kelompok di dalam
organisasi tersebut, seseorang akan dapat melihat dengan jelas bagaimana
kebudayaan itu terbentuk, melekat, berkembang, dan pada akhirnya
menggerakkan. Pada saat yang sama, bagaimana kebudayaan
juga
membatasi, menstabilkan, dan memberikan susunan dan arti kepada anggota
kelompok. Proses dinamis pembentukan kebudayaan dan manajemen ini

37

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

adalah inti sari kepemimpinan dan membuat seseorang menyadari bahwa


kepemimpinan dan budaya (kebudayaan) merupakan dua sisi yang berada
pada koin yang sama.
Di satu sisi, norma-norma budaya menjelaskan bagaimana sebuah
organisasi akan menjelaskan kepemimpinan siapa yang akan dipromosikan,
siapa yang akan mendapat perhatian dari pengikutnya. Di sisi lain, dapat
dijelaskan bahwa satu-satunya hal yang terpenting dilakukan oleh pimpinan
adalah membuat dan mengatur budaya. Oleh karena itu, diperlukan bakat unik
dari seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memahami dan bekerja
dengan budaya, dan itu merupakan sebuah tindakan terakhir kepemimpinan
untuk merubah budaya ketika budaya itu terlihat sebagai fungsi yang tidak
sempurna.
Menurut Robbins (1996 : 294) bahwa manfaat/fungsi Budaya Organisasi
budaya organisasi sebagai berikut:
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan
yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota
organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Sehubungan dengan manfaat/fungsi tersebut di atas, Robbins
(1996:289) memaparkan bahwa ada 7 ciri-ciri budaya organisasi sebagai
berikut:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung
untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan
menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
tim-tim, ketimbang individu-individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.

38

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya


organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini,
akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran
ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para
anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di
dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
Sistem pendidikan Indonesia selama ini cenderung terlihat lebih
berorientasi dan terfokus pada input pendidikan dan prosesnya. Input
pendidikan seperti sarana dan prasarana dan kurikulum beserta prosesnya
memang sangat penting bagi keberhasilan seseorang dalam belajar, tetapi
hal ini saja tidak cukup. Karena itu untuk memperbaiki keadaan di atas,
sistem pendidikan di Indonesia sudah harus mulai lebih difokuskan pada
pengendalian kualitas/mutu lulusannya berbasis manajemen strategic.
Mutu terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen ini
saling terkait dan bekerja secara bersama-sama dalam sebuah sistem, yang
dikenal dengan sistem pendidikan. Komponen-komponen itu terdiri dari
input, proses dan output, serta outcome yang bermutu.
Penjaminan mutu adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai
bagian atau unsur dari sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau
layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan yang
direncanakan/dijanjikan. Dalam penjaminan mutu terkandung proses
penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh
kepuasan.
Agar sasaran mutu dapat tercapai maka perlu dikelola dengan
menggunakan manajemen strategic. Manajemen strategic dapat dilakukan
melalui pelaksanaan fungsi manajemen melalui model PDCRA (Plan-DoCheck-Review-Action) secara maju berkelanjutan.
Di lain pihak, dapat memanfaatkan manajemen Strategic.
Manajemen strategic merupakan seni dan ilmu dalam penyusunan,
penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional
yang dapat memungkinkan suatu lembaga mencapai sasarannya.
Manajemen strategic adalah proses penetapan tujuan organisasi,
pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran
tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan
dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya, ruang lingkup dan model manajemen strategic sebagai
bidang ilmu yang menggabungkan kebijakan bisnis dengan lingkungan
dan tekanan strategic, yang meliputi, yaitu: pengamatan lingkungan,

39

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi, serta


pengendalian, yang seterusnya menjadikan karakteristik keputusan
strategi; (1) rare, (2) consequential, (3) directive.
Kemudian manajemen strategic mengkombinasikan aktivitasaktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai
tujuan organisasi. Demikian hal nya bahwa Managemen strategic adalah
suatu proses untuk selalu menempatkan posisi organisasi pada titik yang
strategic, sehingga di dalam perkembangan selanjutnya organisasi akan
terus
memperoleh
prospek
strategic.
Managemen
strategic
mengintegrasikan antara perencanaan strategic dengan upaya yang bersifat
selalu meningkatkan kualitas organisasi, efisiensi anggaran, optimalisasi
penggunaan sumber daya orang, evaluasi program, pemantauan dan
penilaian kinerja serta pelaporan kinerja. Membicarakan hubungan antara
organisasi dan lingkungannya dan memberi petunjuk bagaimana
menghadapi serta menanggulangi perubahan sehingga organisasi tetap
mampu mengendalikan arah perjalanan menuju sasaran yang dikehendaki.
Dalam menuju sasaran seyogyanya memandang aspek manajemen
strategic menjadi hal yang sangat penting, yaitu:
1. Perumusan Strategi (Strategy Formulation): mencerminkan adanya
tujuan dan sasaran organisasi untuk menjabarkan misi organisasi.
2. Implementasi Strategi (Strategy Implementation): menggambarkan
operasionalisasi cara mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
3. Evaluasi Strategi (Strategy Evaluation): merupakan aktivitas untuk
mengukur , mengevaluasi dan memberikan umpan balik kinarja
organisasi.
4. Pengintegrasian fungsi-fungsi organisas: manajemen strategic
memberikan arahan menyeluruh untuk lembaga dan terkait erat
dengan bidang perilaku organisasi.
Oleh karena itu, pendekatan strategic terhadap manajemen
memerlukan arahan dan tujuan yang eksplisit. Hal ini, dapat dimaknai
bahwa manajemen pendidikan kejuruan menjadikan sangat penting
mengenai visi dan misi seperti yang digambarkan oleh Foreman dalam
Tony Bush (2010:35) bahwa:
Kondisi kontemporer menuntut pemimpin untuk memproses visi
masa depan yang lebih jelas bagi dirinya sendiri dan organisasinya,
dan mampu mengkomunikasikan atau mendemonstrasikan dirinya
sebagai figur yang persuasif dan berpendirian..., Tanpa visi, maka
organisasi dan orang-orang didalamnya tidak mempunyai arahan
yang jelas, tidak mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke

40

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

masa depan dan tidak memiliki komitmen. Visi merupakan ciri


khas peran kepemimpinan
Dalam upaya membentuk visi dalam pendidikan kejuruan,
pemimpin harus menghindari top down tang akan memaksa staft
pengambil keputusan untuk menerima gagasannya. Manakala visi telah
terwujud, selanjutnya misi sering digunakan mengekspresikan tujuan
organisasi, bahkan misi harus dapat menjelaskan seluruh tujuan dan
filosofi serta sering dinyatakan lebih spesifik/kalimat pendek. Statemen
misi bagi milton keynes college di Inggris menggabungkan beberapa ciri
utama:
Poin penting dari perencanaan dan manajemen Strategic adalah
lembaga pendidikan. Misi menegaskan tujuan dan mewujudkan
filosofi serta nilai-nilai pendidikan. Ia merupakan referensi
penting bagi kita dalam membuat keputusan, menentukan
strategi dan kebijakan implementasi, menilai sikap dan
mengevaluasi perilaku. Ia memberi informasi dan bimbingan
menuju arah yang kita tuju (Limb, 1992:168).
Kesuksesan yang paripurna manajemen strategic
berangkat dari visi, misi dan aksi yang jelas. Hal ini, dalam
menuju arah yang tepat sasaran kita dapat memanfaatkan
analisis SWOT.
SWOT adalah singkatan
dari strengths,
weaknesses, opportnities and threats (kekuatan, kelemahan,
peluang, ancaman). Analisis SWOT sudah menjadi ala t yang
umum digunakan dalam perencanaan strategic pendidikan,
demikian pula pada pendidikan kejuruan yang kental dengan i suisu kontemporernya. Ia tetap merupakan alat yang efektif dalam
menempatkan posisi institusi.
Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan aspekaspek penting dari hal-hal tersebut di atas: Kekuatan, kelemahan,
Peluang, dan Ancaman. Tujuan pengujian ini adalah untuk
memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi
ancaman dan membangun peluang.
Aktivitas SWOT dapat diperkuat denga n menjamin
analisa tersebut berfokus pada kebutuhan pelayanan pada
pelanggan dan konteks kompetitif tempat institusi beroperasi. Ini
adalah dua variabel kunci dalam membangun
atau
mengembangkan strategi jangka panjang institusi. Strategi ini
harus dikembangkan dengan berbagai metode yang dapat
memungkinkan institusi mampu mempertahankan diri dalam

41

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

menghadapi serta mampu memaksimalkan daya tariknya bagi


para pelanggan. Jika pengujian tersebut dipadukan dengan
pengujian misi dan nilai, maka akan ditemukan s ebuah identitas
institusi yang berbeda dari para pesaingnya. Begitu sebuah
identitas yang memiliki merupakan icon spesial akan mampu
dikembangkan dalam sebuah institusi. Oleh karenanya
karakteristik mutu dalam institusi pendidikan kejuruan akan
diperoleh dengan nyata melalui SWOT. Hal ini, akan lebih
mudah diidentifikasi, dianalisis, terprogram, tersistem sehingga
menjadi sesuatu yang didambakan dari peletakan manajemen
strategic, selanjutnya budaya organisasi akan memunculkan
keunikan-keunikan yang menjadi kunci keunggulan.
C. Penutup
1. Budaya itu terdiri dari unsur-unsur, yaitu: (1) ilmu pengetahuan, (2)
kepercayaan, (3) seni, (4) moral, (5) hukum, (6) adat istiadat, (7)
perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, (8) asumsi dasar, (9) sistem nilai,
(10) pembelajaran/pewarisan, dan (11) Masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal
2. Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasi, sebagai berikut:
1) Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai
pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk
berperilaku.
2) Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan
dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung
nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar,
tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip
menjelaskan usaha.
3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya
organisasi
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin
organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau
perusahaan tersebut.
4) Pedoman mengatasi masalah
Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering
muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi
internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar
dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
5) Berbagi nilai (sharing of value)

42

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling
diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6) Pewarisan (Learning process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai
pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan
tersebut.
7) Penyesuain (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma
yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi
organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan
3. Gambaran manajemen strategic dengan organisasi adalah Managemen
strategic merupakan suatu proses untuk selalu menempatkan posisi
organisasi pada titik yang strategic, sehingga di dalam perkembangan
selanjutnya organisasi akan terus memperoleh prospek strategic.
Managemen strategic mengintegrasikan antara perencanaan strategic
dengan upaya yang bersifat selalu meningkatkan kualitas organisasi,
efisiensi anggaran, optimalisasi penggunaan sumber daya orang, evaluasi
program, pemantauan dan penilaian kinerja serta pelaporan kinerja.
4. Manajemen strategic adalah proses penetapan tujuan organisasi,
pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran
tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan
dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
5. penerapan Budaya organisasi dan manajemen strategic dalam pendidikan
kejuruan, melalui Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan
aspek-aspek penting dari hal-hal tersebut di atas: Kekuatan,
kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Tujuan pengujian ini adalah
untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan,
mereduksi ancaman dan membangun peluang.

REFERENSI:
Bush, T and Marianne Coleman, (1998) Leadership and Strategic Management
in Education. Sage Publication company, EMDU, University of
Leicester
Edward Sallis (1993) Total Quality Management Education, kogan page limited,
London
http://pascasarjana-stiami.ac.id/26 Mei 2011
Kartono, Kartini, (1994), Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

43

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Nawawi, Hadari, (1995), Kepemimpinan yang Efektif, Gajah Mada University


Press, Yogyakarta.
Northouse (2010), Leadership, Teory and Practice, SAGE Publications,
London, New Deli.
Soetopo, H., (2010). Perilaku Organisasi, Teori dan Praktik di Bidang
PendidikanI. PT. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung.
Thoha, Miftah, (1996), Perilaku Organisasi, PT. Raja Erfindo Persada, Jakarta.

44

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

METODE OUTBOUND
UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB BELAJAR SISWA
KELAS XI IPA 3 SMA NEGERI 1 BUSUNGBIU
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Kadek Suhardita (IKIP PGRI Bali)
Email: suhardita_kadek@yahoo.com
Abstract
The responsibility of the student as a learner is learning well, school projects that
have been given to him, discipline in carrying out school rules. This means that
each student is required to carry out these responsibilities and absolutely without
exception, but in fact many students who feel overwhelmed by their obligations as
learned. Based on observations made directly to class XI IPA 3 SMAN 1
Busungbiu, and after conducting interviews directly with a supervising teacher is
informed that there are some students showed a low learning responsibility. Based
on observations obtained by researchers attempted to approach by conducting
research with the title "the application of the method to increase the responsibility
of outbound students of class XI IPA 3 SMAN 1 Busungbiu 2013/2014 school
year. The goal of this research is to improve student learning responsibility with
outbound methods. Approaches used in this study is action research approach
counseling. Based on the results of evaluations, a quantitative increase occurred
on average 26.49% and an increase of 65.2% in groups with high category, but the
researchers looked still needs to be improved so that developments truly optimal.
Later in the second action cycle, increased responsibility significant student
learning which ranged from 65.2% to 83.8% with a very high category and when
viewed in groups seen an increase of 28.64%. This means that the method can
improve the responsibility outbound student learning.
Key words: Responsibility learning, Method Outbound.

A. Latar belakang masalah


Manusia adalah mahluk yang memiliki akal, perasaan dan kehedak tidak ada
manusia yang sehat akalnya yang bisa melepaskan diri dari rasa tanggung jawab.
Tanggung jawab bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia,
bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Tanggung jawab setiap
orang berbeda-beda sesuai dengan kedudukannya, seperti didalam masyarakat semakin
tinggi kedudukan seseorang semakin tinggi pula tanggung jawabnya. Dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) di sekolah setiap siswa harus menanamkan rasa

tanggungjawab pada diri masing-masing. Tanggungjawab siswa sebagai pelajar

45

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan
kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya setiap siswa
wajib dan mutlak melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali, akan
tetapi kenyataannya banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban
mereka sebagai pelajari. Siswa berangkat ke sekolah tidak lagi untuk tujuan
belajar, akan tetapi dijadikan sebagai ajang untuk ketemu, kumpul dengan temanteman, ngobrol dan lain sebagainya. Sementara tugas sejatinya untuk belajar dan
menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok tapi ini realita dan potret siswa
masa kini selalu menginginkan sesuatu tanpa bersusah payah menyerah sebelum
berjuang, kalah sebelum bertanding. Oleh karena itu rasa tanggung jawab
sangatlah penting di dalam mencapai prestasi belajar. Rasa tanggung jawab juga
tidak muncul secara otomatis pada diri seseorang karena itu, penanaman dan
pembinaan tanggung jawab pada anak hendaknya dilakukan sejak dini agar sikap
dan tanggung jawab ini bisa muncul pada diri anak.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada siswa kelas
XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu, dan setelah mengadakan wawancara secara
langsung dengan salah seorang guru BK diperoleh informasi bahwa memang ada
beberapa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran
2013/2014 menunjukkan perilaku yang berbeda jika dibandingkan dengan kelas
lain di sekolah terutama dalam tanggung jawab yang ditandai dengan; 1)
kesadaran, 2) kecintaan/kesukaan, dan 3) keberanian dalam melakukan sesuatu
atau berbuat dan siap menerima resiko yang akan terjadi. Apabila kurangnya
tanggung jawab dalam belajar yang dimiliki oleh siswa dibiarkan begitu saja tanpa
adanya penanganan tertentu dari pihak sekolah maka akan berpengaruh pada hasil
belajar siswa. Selama ini usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah sebatas
pemberian informasi sehingga dikatakan tidak berhasil dengan optimal.
Mengingat akan pentingnya peranan tanggung jawab yang dimiliki oleh
siswa dalam belajar, dan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,
peneliti berupaya melakukan pendekatan dengan mengadakan penelitian dengan
judul metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa kelas
XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014.
B. Kajian Teoritik
1) Pengertian Out Bond
Kusnadi (2002:24) menjelasakan definisi outbound ditinjau dari fungsinya
sebagai sarana pelatihan/pendidikan, secara garis besar dibagi ke dalam dua
definisi, yaitu :
1) Definisi Psikososial (Psychosocial), Berhubungan dengan fungsi kegiatan
outbound sebagai sarana pembelajaran mengenai hubungan antar manusia
(relationship), pembentukan karakter dan kerja sama team (team
building). Definisi outbound ditinjau dari sudut pandang psikososial

46

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

adalah : Suatau proses pembelajaran yang berlangsung di alam terbuka,


dengan cakupan materi meliputi pendidikan lingkugan hidup seperti
konservasi, pelatihan mengenai petualangan, terapi dan rekreasi di alam
terbuka. Seringkali melibatkan kelompok kecil yang secara aktif berperan
serta dalam kegiatan petualangan untuk mengembangkan kepribadian
mereka di bawah arahan instruktur atau pemimpin group
tersebut.Kelompok-kelompok
kecil
dalam
kegiatan
outbound
berpartisipasi dalam aktivitas petualangan di alam terbuka yang
terorganisir dan secara mendasar menjadikan diri mereka sendiri sebagai
sumber daya untuk mengatasi masalah. Tema yang biasa diusung adalah
penekanan terhadap pengalaman yang langsung dirasakan pada saat
melakukan kegiatan outdoor, baik untuk tujuan individu, sosial,
pendidikan, terapi dan lingkungan hidup.
2) Definisi Lingkungan Hidup (Environmental), Erat kaitanya dengan
proses pembelajaran hubungan manusia dan alam sekitar. Metode yang
mengharuskan seseorang dengan segala indera yang dimilikinya,
mengalami proses pembelajaran dengan melakukan (learning by doing)
dan semua itu dilakukan di alam terbuka. Dalam pendidikan outdoor,
penekanan proses belajar adalah hubungan antara manusia dan alam
Kegiatan outbound sendiri bertujuan menumbuhkan dan menciptakan
suasana saling mendorong, mendukung serta memotivasi dalam sebuah
kelompok. Selain mengembangkan kemampuan apresiasi atau kreativitas dan
penghargaan terhadap perbedaan dalam sebuah kelompok juga memberikan
kontribusi memupuk jiwa kepemimpinan, kemandirian, keberanian, percaya
diri, tanggung jawab dan empati yang merupakan nilai dasar yang harus
dimiliki setiap orang. Yang diterjemahkan melalui experiential learning yang
akan memberikan pengalaman langsung kepada peserta pelatihan dengan
simulasi permainan. Peserta langsung merasakan sukses dan gagal dalam
pelaksanaan tugas. Sisi menarik dari metode pembelajaran outbound adalah
permainan sebagai bentuk penyampaiannya. Dalam permainan skill, individu
tidak hanya ditantang berpikir cerdas namun juga memiliki kepekaan sosial.
Dalam outbound peserta akan lebih banyak dituntut mengembangkan
kemampuan ESQ (emotional and spiritual quotient) nya, disamping IQ
(intellegent quotient). Metode outbound training memungkinkan peserta
dalam aktivitasnya melakukan sentuhan-sentuhan fisik dengan latar alam yang
terbuka sehingga diharapkan melahirkan kemampuan dan watak serta visi
kepemimpinan yang mengandung nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, toleransi,
kepekaan yang mendalam, kecerdasan serta rasa kebersamaan dalam
membangun hubungan antar manusia yang serasi dan dinamis. Menurut
Badiatul (2009) dalam Asadi (2009:26) mendefinisikan outbound sebagai

47

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

kegiatan yang menyenangkan dan penuh tantangan. Bentuk kegiatannya


berupa permainan simulasi kehidupan melalui permainan-permainan (games)
yang kreatif, rekreatif, dan edukatif, baik secara individual maupun kelompok
dengan tujuan untuk pengembangan diri maupun kelompok.
2) Tujuan dan Manfaat Outbound
Pengalaman dalam kegiatan outbound memberikan masukan yang positif
dalam perkembangan kedewasaan seseorang. Pengalaman itu mulai dari
pembentukan kelompok. Kemudian setiap kelompok akan menghadapi bagaimana
cara bekerja sama. Bersama - sama mengambil keputusan dan keberanian untuk
mengambil risiko. Setiap kelompok akan menghadapi tantangan dalam memikul
tanggung jawab yang harus dilalui. Tujuan utama kegiatan pelaksanaan outbound
adalah melatih para peserta untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
yang ada dengan membentuk sikap professionalisme para peserta yang didasarkan
pada perubahan dan perkembangan karakter, komitmen serta kinerja yang
diharapkan akan semakin lebih baik. Sikap dan perilaku profesionalisme seperti
ini meliputi :
1) Terbentuknya suatu komitmen yang utuh dari setiap
peserta melalui
4C, yaitu : (a). peningkatan kompetensi (competency), (b). pembentukan
kosepsi (conception) pemikiran yang komprehensif, (c). terjadinya
hubungan (connection) yang semakin erat diantara para bawahan dan
atasan, serta (d). munculnya keyakinan akan kepercayaan (confidence)
diri akan kemampuan masing-masing pesera yang akan berpengaruh
dalam membangun rasa memiliki dan bukan sekedar menjadi karyawan.
Perubahan ini akan terlihat dari bertumbuh kembangnya rasa tanggungjawab dalam melakukan tugas di unit kerjanya masing-masing.
2) Pola perilaku yang berkarakter dalam melakukan tugas-tugas kehidupan,
berdisiplin, bertanggung jawab, berorientasi ke masa depan,
mengutamakan tugas pengabdian, memiliki sikap, etika dan etos kerja
yang tinggi.
3) Meningkatkan semangat kerja dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawab masing-masing, serta meningkatkan keberanian peserta dalam
mengambil setiap resiko (risk taking) dari setiap tantangan yang dihadapi.
4) Team building yang solid yang didasarkan pada saling pengertian, kerja
sama, koordinasi, menghargai perbedaan, sikap mengutamakan tugas
daripada Kepentingan pribadi. Dan meyakini bahwa keberhasilan
merupakan buah dari kerjasama dan kebersamaan.
5) Peningkatan kematangan Emotional Question (EQ) melalui program Olah
Rasa yang menjadi porsi perhatian outbound bahkan perhatiannya kepada
pengembangan Spiritual Quotion (SQ) akan sangat membantu peserta
dalam meningkatkan kematangan kemampuan menghadapi berbagai

48

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

tantangan dan hambatan dalam setiap penyelesaian tugas-tugas yang


dihadapi.
Adapun manfaat dari kegiatan pelatihan outbound secara umum adalah :
1) Manfaat psikologis, yaitu (a) menumbuhkan rasa percaya diri, (b)
meningkatkan pemahaman tentang konsep diri, (c) meningkatkan harga
diri, (d) meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru,
(e) meningkatkan keberanian untuk menguji kemampuan diri, (f)
memberikan sensasi positif saat mencoba hal baru.
2) Manfaat sosiologis yaitu : (a) mengembangkan sikap peduli pada orang
lain, (b) mengembangkan kemampuan komunikasi, (c) mengembangkan
rasa memiliki, (d) mengembangkan kemapuan untuk memberi umpan
balik positif, (e) mengembangkan kemampuan untuk membangun
persahabatan, (f) mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan
diri.
3) Manfaat edukasional yaitu : (a) mengembangkan pengetahuan tentang
pendidikan outdoor, (b) meningkatkan pengetahuan tentang konservasi
alam, (c) meningkatkan kesadaran pentingnya daya dukung lingkungan
dalam kehidupan, (d) meningkatkan tanggungjawab dalam melestarikan
lingkungan, (e) mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah, (f) mengembangkan penguasaan akademis, (g) meningkatkan
kesadaran dan klarifikasi nilai kehidupan.
4) Manfaat phisikal yaitu : (a) meningkatkan kesegaran jasmani, (b)
mengembangkan ketrampilan organ tubuh, (c) mengembangkan kekuatan
tubuh, (d) melatih kemampuan koordinasi gerak tubuh, (e) memberikan
porsi latihan tambahan, (f) mengembangkan keseimbangan tubuh.
5) Manfaat spiritual yaitu : (a) meningkatkan keinginan selalu berbuat sebaik
mungkin pada diri sendiri maupun orang lain, (b) meningkatakn sikap
berani, tangguh dan pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah
yang ada, (c) selalu mempunyai kesadaran bahwa apapun kesuksesan
yang didapatnya selalu karena atas keterlibatan dan kemurahan Tuhan.
3) Klasifikasi Materi Outbound
Materi yang digunakan dalam teknik outbound ini adalah : Low Impact,
bentuk permainan: (a) Spider Net (Jaring Laba - laba), tujuan: kerjasama team dan
partisipasi terpadu, membuat perencanaan yang matang, efesiensi waktu dan
memacu produktifitas, menumbuhkan tanggung jawab. (b) Instalasi jembatan tali
(High Roof), berjalan di atas jembatan yang terbuat dari tambang ataupun bilahan
bambu, tujuan: melatih keberanian mengambil resik, meningkatkan rasa percaya
diri, melatih kegigihan dalam mencapai tujuan, kemandirian. (c) Truss fall, tujuan:
membangun rasa percaya terhadap rekan kerja dan diri sendiri . (d) Flying Fox,
tujuan: melatih keberanian mengambil resiko, meningkatkan rasa percaya diri. (e)

49

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Rappeling. (f) Kayak yaitu mendayung sendiri perahu kecil (kayak), tujuannya :
untuk melatih kemandirian, yakin kepada diri sendiri. (g) Panjat dinding yaitu
memanjat dinding ataupun jalinan tambang yang dibentangkan dengan tegak
seperti dinding, tujuannya : melatih keberanian, melatih mental, melatih kekuatan
yang ada pada diri sendiri.
4. Pelaksanaan Outbound
Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan Outbound di lapangan, antaralain;
1) Tahap Experience/Pengalaman: dimana peserta diajak untuk merasakan
pengalaman/kondisi tertentu melalui sebuah simulasi games outbound
yang dipimpin oleh Master Games Outbound.
2) Tahap Processing /Berproses: merupakan tahap untuk berinteraksi dengan
anggota kelompoknya, dalam tahap ini peserta diminta untuk membahas
dan mendiskusikan manfaat/ pemecahan masalah dari tugas-tugas yang
diberikan
3) Tahap Generalizing/ Melebur: merupakan tahap untuk menyimpulkan
hasil dari diskusi kelompok, menyepakati hal-hal yang telah disetujui dan
dimengerti oleh masing-masing anggota.
4) Tahap Implementation/ Implementasi atau penerapan; merupakan tahap
akhir, dimana para peserta Outbound diminta untuk merefleksikan dan
menerapkan pengalaman pembelajaran kelompok yang telah diperolehnya
selama program Outbound kedalam system kerja dan kehidupan mereka
sehari-hari
5. Tanggung Jawab Belajar

Zuriah, (2011:69) menyatakan bahwa "tanggung jawab belajar adalah


sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus di
lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat (kehidupan sosial), dan Negara".
Burhanudin (2000 : 43) berpendapat tentang, pengertian tanggung jawab adalah
"kesanggupan yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk dapat menetapkan
sikap dan berani memikul resiko terhadap suatu perbuatan yang dilakukan".
Sedangkan menurut Mudjijono (2012: 40) menyatakan bahwa, tanggung jawab
belajar adalah sikap yang berkaitan dengan janji atau tuntutan terhadap hak, tugas,
kewajiban sesuai dengan aturan, nilai, norma, adat-istiadat yang dianut warga
masyarakat. Berdasarkan beberapa pengertian tentang tanggung jawab belajar
tersebut di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan tanggung jawab
adalah perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam hidup sehari-hri, karena
tanpa tanggung jawab, maka semuanya akan menjadi kacau, dengan
menumbuhkan perilaku tanggung jawab, seseorang akan dipercaya orang lain,
selalu tepat dalam melaksanakan sesuatu, dan mendapatkan hak dengan
sewajarnya.

50

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

6. Wujud Tanggung Jawab Belajar Siswa

Seorang pelajar harusnya memiliki rasa tanggung jawab. Adapun tanggung


jawab pelajar sebagai berikut:
1. Menyelesaikan tugas yang diberikan guru tepat pada waktunya.
2. Berani menanggung resiko dari setiap perkataan, sikap dan perbuatanya.
3. Menghindari sikap buruk, salah sangka, dan lalai.
4. Tidak suka melempar kesalahan kepada orang lain.
5. Mengerjakan tugas berdasarkan hasil karya sendiri.
Apabila siswa telah mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut di atas,
maka siswa akan menjadi siswa yang baik, cerdas, banyak teman, dan
berkepribadian luhur, siswa yang demikian sudah barang tentu akan menjadi
siswa yang berhasil.
7. Aspek-Aspek Tanggung Jawab Belajar
Menurut Burhannudin (2000: 47) menjelaskan tiga aspek tanggung jawab,
antara lain:
1) Kesadaran
Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana mengatahui/mengerti
dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sadar berarti tahu, kenal,
mengerti dapat memperhitungkan inti, guna sampai kepada soal akibat dari
sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang di lakukan. Kesadaran ini
merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan
Tuhan yang lain. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia merupakan bentuk
unik dimana manusia dapat menempatkan diri sebagai manusia sesuai
dengan yang diyakininya sehingga manusia itu dikatakan sebagai mahluk
ciptaan tuhan yang paling sempurna. Dengan kesadaran yang dimiliki,
manusia tersebut akan mampu berfikir sebelum melakukan sesuatu untuk
menghindari terjadinya masalah. Kesadaran ini sangat penting ditumbuh
kembangkan dalam diri manusia, karena manusia tidak akan dapat hidup
dengan baik tanpa memiliki kesadaran. Segala sesuatu yang dilakukan
harus di dahului dengan kesadaran. Manusia yang selalu memanfatkan
kesdarannya akan selalu berucap dengan lembut, bermanfaat, benar apa
adanya, tenang, menenangkan, menyenangkan, berharga, tepat waktu dan
bertujuan. Seseorang baru dapat dimintai tanggung jawab bila sadar
tentang apa yang di perbuatnya.
2) Kecintaan/ Kesukaan
Kecintaan/kesukaan merupakan kegemaran dan kesenangan yang
akan dilakukan oleh seseorang. Kecintaan/kesukaan ini akan menimbulkan
rasa kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban. Apabila dalam diri
seseorang sudah tertanam rasa kecintaan/kesukaannya terhadap suatu

51

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

pekerjaan, maka seseorang tersebut akan rela mengorbankan segalanya


untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kecintaan/kesukaan ini tumbuh
dalam diri seseorang dikarenakan manusia itu memiliki keinginan atau
motivasi untuk mampu mencapai suatu tujuan di dalam hidupnya. Dengan
rasa kecintaan/kesukaan tersebut seseorang akan selalu bertanggung jawab
atas apa yang di perbuat.
3) Keberanian
Berani berbuat berarti bertanggung jawab. Keberanian adalah suatu
sikap untuk berbuat sesuatu dengan tidak terlalu merisaukan
kemungkinan-kemungkinan buruk. Berani disini didorong oleh rasa
keiklasan karena tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap segala
macam rintangan yang timbul kemudian sebagian konsekuensi dari tindak
perbuatan. Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang menuntut
keberanian dari dalam dirinya. Dengan keberanian yang dimiliki seseorang
akan merasa senang dan iklas menjalani sesuatu. Seseorang yang berani
memiliki ciri-ciri patang menyerah, memiliki tekat yang pasti, percaya
diri, konsistensi, optimisme, dan berani menangung segala resiko dari
setiap perbuatan yang dilakukan.
METODOLOGI PENELITIAN
Teknik pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
penelitian tindakan bimbingan konseling (PTBK) karena langkah yang ditempuh
dalam upaya meningkatkan tanggung jawab belajar siswa melalui proses
pembelajaran di dalam kelas. Pelaksanaan penelitian tindakan bimbingan
konseling (PTBK) ini dirancang dalam bentuk siklus dan pada masing-masing
tahapan (siklus) terdiri dari empat kegiatan yaitu : (1) perencanaan kegiatan, (2)
pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi.
HASIL PENELITIAN
Dalam pembahasan sub hasil penelitian ini akan dijelaskan hal-hal sebagai
berikut : (1) hasil tindakan tahap pertama, (2) hasil tindakan tahap kedua.
1. Hasil Tindakan Tahap Pertama
Pada pembahasan hasil tindakan tahap pertama ini akan diuraikan langkahlangkah sebagai berikut : (1) implementasi tindakan, dan (2) refleksi.
a. Perencanaan
1. Peneliti membuka dengan salam dan doa
2. Peneliti menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilakukan
3. Menjelaskan waktu dalam kegiatan yang dilakukan
4. Memberikan rambu-rambu tentang permainan yang akan dilakukan dalam
outbound.
5. Perkenalan dan pengakraban masing-masing kelompok.

52

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

6. Memilih ketua kelompok.


7. Memberi kesempatan peserta ountbound untuk bertukar cerita dengan
peserta lainnya.
b. Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap pelaksanaan tindakan ini, tindakan yang akan dilakukan
adalah:
1. Permainan mulai dilaksanakan.
2. Pada saat permainan dilakukan peneliti mengobservasi, apakah ada peserta
yang tidak kompok/bertindak sesuai kehendaknya.
3. Peneliti mencari penyebab hal diatas dengan melakukan diskusi
kelompok.
4. Setelah diskusi, peneliti melakukan refleksi.
5. Peneliti menyampaikan kapan dilaksanakan bimbingan selanjutnya.
Kegiatan ini diulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan yaitu dua
minggu dengan dua kali kegiatan dalam satu minggu, sehingga di dalam satu
siklus ini terjadi tindakan selama empat kali termasuk dengan evaluasi. Hasil
tindakan siklus I (pertama) didapatkan sutau hasil sebagai berikut.
Tabel 4.1
Peningkatan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1
Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Setelah Siklus Tindakan I
Skor
Skor
Pening Keberh
No Subjek
Sebelum
Setelah
katan
asilan Kategori
Tindakan Tindakan I
(%)
(%)
1 Ni Wayan MS
45
62
37,77
62%
Cukup
2 I KadekY.H
55
64
16,36
64%
Cukup
3 I Komang S.P
55
67
21,81
67%
Cukup
4 Ni Gusti A.T R
50
69
38
69%
Cukup
5 Ni Wayan D
54
64
18,51
64%
Cukup
Jumlah
259
326
326
c. Refleksi
Cukup
Rata-rata
51,58
26,49
65,2%
65,2

Berdasarkan hasil yang dicapai oleh siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1
Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 setelah tindakan tahap pertama, ternyata
masih belum menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi
rata-rata 26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan
kategori cukup, karena hasil yang diperoleh belum maksimal sehingg peneliti
memandang masih perlu ditingkatkan agar perkembangan yang terjadi benarbenar optimal. Selanjutnya diadakan suatu peninjauan terhadap proses tindakan

53

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

yang telah dilakukan dengan mencari kelemahan-kelemahan pada tindakan siklus


pertama.
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut di atas, maka maka peneliti
merancang kembali bentuk outbond baru yang merupakan perbaikan dari siklus I,
yaitu dengan melakukan kembali pada siklus II. Setelah semua dirancang dengan
baik, termasuk pembuatan satuan layanan yang baru dan lengkap selanjutnya
diulangi mengadakan suatu action (tindakan) siklus II.
2. Hasil Tindakan Tahap Kedua
Kemajuan seperti apa yang disebutkan di atas, secara kuantitatif dapat dilihat
pada hasil evaluasi tindakan (action) tahap kedua dan data yang didapatkan dapat
dilihat dalam tabel 4.2 di bawah.
Tabel 4.2
Peningkatan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1
Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Sebelum Tindakan, Setelah Siklus I dan II
Skor
Skor
Kebe
Pening
N
Setelah
Setelah
rhasil
Subjek
katan
Kategori
o
Tindakan Tindakan
an
(%)
I
II
(%)
1 Ni Wayan MS
62
81
30,64
81% Tinggi
2 I KadekY.H
64
79
23,43
79% Tinggi
3 I Komang S.P
67
83
23,88
83% Tinggi
4 Ni Gusti A.T R
69
86
24,63
86% Sangat Tinggi
5 Ni Wayan D
64
90
40,62
90% Sangat Tinggi
Jumlah
326
419
143,2
419
83,8
83,8 Tinggi
Rata-rata
28,64
65,2

Berdasarkan hasil tindakan siklus II yang terlihat dalam tabel di atas


tampak jelas peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA
Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 yang berkisar antara 65,2 %
sampai dengan 83,8% dengan kategori tinggi dan jika dilihat secara berkelompok
terlihat mengalami peningkatan sebesar 28,64%.
Peningkatan tanggung jawab belajar siswa yang terjadi pada siklus II
dapat dilihat pada grafik 4.1 di bawah.

Grafik 4.1
Peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1
Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Setelah Siklus I dan II
54

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

PEMBAHASAN
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan selama dua tahap tindakan (action)
tersebut, ternyata terjadi peningkatan terhadap tanggung jawab belajar siswa
Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 baik
setelah tindakan siklus pertama maupun setelah tindakan siklus kedua.
Peningkatan ini terjadi akibat dari pelaksanaan bimbingan yang dilaksanakan tepat
sasaran dan juga akibat dari potensi yang dimiliki oleh para siswa, terutama kasus
cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pelaksanaan tindakan, di mana
baru dua siklus diberikan bimbingan sudah mampu mengatasi rendahnya
kemampuan berkomunikasi para siswa.
1. Ni Wayan M.S hasil awal diperoleh skor sebesar 45 atau 45% dengan kategori
rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar
33,77% dengan jumah skor 62, peningkatan signifikan terjadi setelah
diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 30,64 menjadi 81% dengan
kategori tinggi.
2. I Kadek Y.H hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori
rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar
16,36% dengan jumah skor 64, peningkatan signifikan terjadi setelah
diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 23,43 skor yang diperoleh
sebanyak 79 dengan 79% dengan kategori tinggi.
3. I Komang S.P hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori
rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar
21,81% dengan jumah skor 67, peningkatan signifikan terjadi setelah
diberikan tindakan pada siklus II yaitu 23,88 skor yang diperoleh sebesar 83
dengan 83% dengan kategori tinggi.
4. Ni Gusti A.T.R hasil awal diperoleh skor sebesar 50 atau 50% dengan
kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan

55

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

sebesar 38 % dengan jumah skor 69, peningkatan signifikan terjadi setelah


diberikan tindakan pada siklus II yaitu 24,63 skor yang diperoleh sebesar 86
dengan 86% dengan kategori sangat tinggi.
5. Ni Wayan D hasil awal diperoleh skor sebesar 54 atau 54% dengan kategori
rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar
18,51 % dengan jumah skor 64, peningkatan signifikan terjadi setelah
diberikan tindakan pada siklus II yaitu 40,62skor yang diperoleh sebesar 90
dengan 90% dengan kategori sangat tinggi.
Berdasarkan penjelasan di atas jika dilihat secara berkelompok dapat
diuraikan sebagai berikut :
1). Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus pertama ternyata masih belum
menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi rata-rata
26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan
kategori tinggi, namun peneliti memandang masih perlu ditingkatkan agar
perkembangan yang terjadi benar-benar optimal.
2).
Pada siklus tindakan kedua, tanggung jawab belajar siswa mengalami
peningkatan yang cukup signifikan berkisar antara 65,2 % sampai dengan
83,8% dengan kategori tinggi dan jika dilihat secara berkelompok terlihat
mengalami peningkatan sebesar 28,64%.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil-hasil penelitian
dapat ditarik suatu simpulan :
1) Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilaksanakan, secara
kuantitatif
terjadi peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri
1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 baik secara individual maupun secara
berkelompok.
2) Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus pertama ternyata masih belum
menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi rata-rata
26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan
kategori tinggi, namun peneliti memandang masih perlu ditingkatkan agar
perkembangan yang terjadi benar-benar optimal. Selanjutnya pada siklus
tindakan kedua, peningkatan tanggung jawab belajar siswa cukup signifikan
yang berkisar antara 65,2 % sampai dengan 83,8% dengan kategori sangat
tinggi dan jika dilihat secara berkelompok terlihat mengalami peningkatan
sebesar 28,64%.

REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diajukan beberapa saran tindak :

56

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

1. Bagi sekolah agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman
dalam menyusun program bimbingan dengan menyelipkan sedikit permainan
dalam rangka meningkatkan tanggung jawab belajar siswa
2. Bagi guru (khususnya guru BK) agar senantiasa menggunakan jenis
bimbingan yang beraneka/bervariasi, dan salah satu alternatif guru dapat
menerapkan metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar
siswa
3. Bagi siswa diharapkan untuk selalu lebih bertanggung jawab dalam segala hal,
terlebh dalam belajar sebagai bentuk kewajiban sekolah.
REFERENSI
Ancok. (2002). Outbound Manajemen Training. Yogyakarta: Uli Press
Asadi,Muhammad.2009. The Power Of Outbound Training. Jogjakarta:Power
Books (IHDINA).
Burhanuddin, Salam H. 2000. Etika Individual. Jakarta: Rineka Cipta

Dimas.
2011.
Pengertian
Outbound.
Tersedia
di
:
http://sekolahalamjogja.wordpress.com/promo, diunduh tanggal 6 maret
2012
Juntika Achmad, 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.
Kusnadi (2002:24) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang
dilakukan untuk tujuan rekreasi. Surabaya, Refika Aditama
Muhamad Surya. 2010. Psikologi Konseling. Bandung:
Maestro.
Mudjijono. 2012. Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial. Singaraja: Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidika Universitas Pendidikan
Ganesha

Natawidjaja Rochman, 1987. Pendekatan-pendekatan dalam Penyluhan


Kelompok I. Bandung: Diponegoro
Natawidjaja Rochman. (1997). Penelitian Tindakan. Himpunan tulisan. Bandung:
IKIP
Nurul, Zuriah. 2011. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Persefektif Perubahan.
Jakarta: Bumi Aksara

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (dasar dan profil),
Ghalia Indonesia.
________, 2005. Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok: Universitas
Negeri Padang.

Rusmana Nandang, 2009, Bimbingan Dan Konseling Kelompok di Sekolah


(Metode, Teknik dan Aplikasi), Rizqi. Bandung
Romlah, Tatiek. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas
Negeri Malang.

57

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Sudiasa. 1997. Laporan Penelitian Peningkatan Konsep Diri Akademik. Singaraja


: STKIP Singaraja
Suharsimi Arikunto. 1992. Penelitian TindakanKelas. Jakarta
: Bumi Aksara.
Suherman. 2008. Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan PPB
UPI
Tohirin. 2010. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja.
Grafindo Persada.
----------. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Wardani. dkk. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :


Universitas Terbuka
Winkel W.S. dan M.M. Sri Hastuti. (2004). Bimbingan dan Konseling di Instritusi
Pendidikan. Media Abadi : Yogyakarta.

58

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

EFEKTIVITAS KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIORAL


THERAPY UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR
MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING IKIP PGRI BALI
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
Oleh
I Gede Tresna
PRODI BK FIP IKIP PGRI BALI

Abstract
The research was conducted at the Student Guidance and Counseling in the
academic year 2014/2015. The purpose of this research is to increase the
independence of learning using Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling.
This study uses a model of action research guidance and counseling with a
number of subjects 5 students as research samples. Measuring instruments used
in this study is the questionnaire. Based on the results of data analysis showed
that the results of the first cycle of action has increased, but still including the
medium category, so it needs to be fixed in the next cycle to be more increased.
Results of the second cycle showed that a significant increase in self-sufficiency
seen from the observation that showed high and very high category. It can be
concluded that the counseling Rational Emotive Behavioral Therapy Can Improve
Student Learning Independence.
Keywords: Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling

I.

Latar Belakang Masalah


Kemandirian berarti hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung pada orang lain. Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua
faktor yang menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen
terhadap kelompok. Oleh sebab itu, individu yang mandiri adalah yang berani
mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari
tindakannya. Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang
diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan proses
menuju kesempurnaan. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat
yang menyelaraskan dan mengoordinasikan seluruh aspek kepribadian.
Menurut Yasin Setiyawan (dalam Martinis Yamin. 2012 : 114)
kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri
dimana dapat dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang dan dapat
dinilai. Berangkat dari definisi tersebut di atas, maka dapatlah diambil pengertian

59

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri yang tumbuh
dan berkembang karena disiplin dan komitmen. sehingga dapat menentukan diri
sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai.
Menurut Hendra Surya ( 2003 : 114 ), Belajar mandiri adalah proses
menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk
menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau
pengaruh asing di luar dirinya. Belajar mandiri lebih mengarah kepada
pembentukan kemandirian dalam cara-caranya belajar. kemandirian belajar pada
setiap peserta didik akan nampak jika telah menunjukkan perubahan dalam
belajar. Peserta didik belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang
dibebankan padanya secara mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.
Peserta didik sebagai individu yang melaksanakan proses pembelajaran di sekolah
dituntut untuk berperilaku yang baik walaupun terdapat banyak perbedaan dengan
individu lainnya.
Berdasarkan hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa mahasiswa yang
kemandirian belajarnya tidak maksimal. Mahasiswa merasa bebas dan lepas
ketika jam pelajaran kosong, terlambat mengumpulkan tugas dengan alasan tidak
mendapatkan informasi, ketergantungan anggota kelompok saat membuat tugas
dan enggan untuk belajar apabila tidak ada ujian semester. Melihat kenyataan
tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mahassiwa
supaya lebih mandiri dalam kegiatan belajar dan pengerjaan tugas akademik
perkuliahan. Salah satu cara yang digunakan untuk mengubah rendahnya
kemandirian belajar pada mahasiswa adalah melalui Konseling Rational Emotive
Behavioral Therapy (REBT).
Komalasari (2011 :201) mengatakan bahwa pendekatan Rational Emotive
Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan Behavioral kognitif yang
menekankan pada kerterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran.
Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki
tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya di dapat melalui belajar
sosial. Disamping itu, individu juga memiliki kapasitas belajar kembali untuk
berpikir rasional.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti melakukan suatu penelitian
mengenai Penerapan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)
untuk Meningkatkan Kemandirian belajar Mahasiswa IKIP PGRI Bali Tahun
Akademik 2014/2015.
II. Rumusan Masalah
Adapun rumusan penelitian ini adalah Apakah Penerapan Konseling Rational
Emotive Behavioral Therapy (REBT) dapat meningkatkan Kemandirian Belajar
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014 /
2015?

60

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

III. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan ini adalah
Untuk meningkatkan Kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling
IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014 / 2015 melalui penerapan Konseling
Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT).
IV. Landasan Teori
A. Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)
1. Pengertian Konseling REBT
Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan
Behavioral kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah
laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavioral Therapy (REBT) di
kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk
berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping
itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir
rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiranpikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional. (Komalasari. 2011 : 201)
Menurut Albert Ellis (dalam Komalasari. 2011 : 207) manusia pada
dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu
menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan
psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak
logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir
penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Perkembangan
kepribadian dimulai dari bahwasanya manusia tercipta dengan (a) dorongan yang
kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri. (b) Kemampuan untuk selfdestruktive, hedonis buta dan menolak aktualisasi diri.
Menurut Gerald Corey (2007) dalam bukunya Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan
masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa
lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang dengan
dimensi-dimensi perasaan.
Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya Bimbingan dan Konseling
di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling yang menekankan
kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan dan
berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam dalam cara
berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan perilaku.

61

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa terapi


rasional emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir
klien yang tidak logis, tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang logis
dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan keyakinan-keyakinan
irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas
keyakina-keyakinan yang irasional.
2.

Tujuan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)


Tujuan utama konseling dengan pendekatan Rational Emotive Behavioral
Therapy (REBT) adalah membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup
dengan lebih rasional dan lebih produktif. Ellis dan Benard (1986:213)
mendeskripsikan beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendeketan
Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT). Sub tujuan ini dapat membantu
individu mencapai nilai untuk hidup (to survive) dan untuk menikmati hidup (to
enjoy). Tujuan tersebut adalah : memiliki minat diri (self interest),memiliki minat
sosial (social interest),Memiliki pengarahan diri (self direction), toleransi
(tolerance), fleksibel (flexibility), memiliki penerimaan (acceptance), dapat
menerima ketidakpastian (acceptance of uncertainty), dapat menerima diri sendiri
(self acceptance), dapat mengambil resiko ( risk taking), memiliki harapan yang
realistis (realistic expectation), memiliki tolerance terhadap frustasi yang tinggi
(high frustration tolerance), dan memiliki tanggung jawab pribadi (self
responsibility)
3. Langkah Konseling Rational Emotif Behavioral Therapy
Adapun langkah-langkah konseling Behavioral dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Langkah pertama
Menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan
dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien
mengembangkan nilai-nilai sikapnya yang menunjukkan secara kognitif
bahwa klien telah memasukkan banyak keharusan, sebaiknya dan semestinya
klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dan
keyakinan irasional, agar klien mencapai kesadaran.
b. Langkah kedua
Membawa klien ketahapan kesadaran dengan menunjukan bahwa dia
sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosionalnya untuk tetap
aktif dengan terus menerus berfikir secara tidak logis dan dengan mengulangulang dengan kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan mengabadikan
masa kanak-kanak, terapi tidak cukup hanya menunjukkan pada klien bahwa
klien memiliki proses-proses yang tidak logis.

62

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

c. Langkah ketiga
Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan
gagasan-gagasan irasional. Maksudnya adalah agar klien dapat berubah
fikiran yang jelek atau negatif dan tidak masuk akal menjadi yang masuk
akal.
d. Langkah keempat
Adalah menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupanya
yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional. Maksudnya adalah
mencoba menolak fikiran-fikiran yang tidak logis untuk masuk dalam dirinya.
Teknik teknik Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy
Rational Emotive Behavioral Therapy menggunakan berbagi teknik yang
bersifat kognitif, afektif, Behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Kognitif.
Teknik Kognitif Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara
berpikir klien. Adapun tahap teknik kognitif adalah sebagai berikut.
1) Tahap Pengajaran
Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara
serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan
bagaimana ketidaklogikaan berpikir itu secara langsung menimbulkan
gangguan emosi kepada klien tersebut.
2) Tahap Persuasif
Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan
yang ia kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba
meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap
oleh klien itu adalah tidak benar.
3) Tahap Konfrontasi
Konselor mengubah ketidaklogikaan berpikir klien dan membawa
klien kearah berpikir yang lebih logika.
4) Tahap Pemberian Tugas
Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan
tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul
dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari
pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya
berpikir.
4.

B. Kemandirian Belajar
1. Pengertian Kemandirian Belajar
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah berdiri sendiri.
Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada
orang lain, peserta didik dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri

63

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun bernegara. Menurut Stephen


Brookfield (dalam Martinis Yamin. 2012:115) mengemukakan bahwa
kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh diri sendiri,
kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya. Prayitno (1995:54)
mengungkapkan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang terdapat pada
seseorang yang timbul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri, bukan karena
pengaruh orang lain. Kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk
mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain.
Desi Susilawati, (Dalam Subliyanto, 2011) mendiskripsikan kemandirian
belajar sebagai berikut: a) Peserta didik berusaha untuk meningkatkan tanggung
jawab dalam mengambil keputusan, b) Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat
yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran, c) Kemandirian bukan
berarti memisahkan diri dari orang lain, d) Pembelajaran mandiri dapat
mentransfer hasil belajarnya yang berupapengetahuan dan keterampilan dalam
berbagai situasi, e) Peserta didik yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai
sumber daya dan aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan dan
kegiatan korespondensi, f) Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih
dimungkinkan seperti berdialog dengan peserta didik, mencari sumber,
mengevaluasi hasil dan mengembangkan berpikir kritis, g) Beberapa institusi
pendidikan menemukan cara untuk mengembangkan belajar mandiri melalui
program pembelajaran terbuka.
Berdasarkan pengertian diaras dapat disimpulkan bahwa kemandirian
belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang
lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan
masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila peserta didik aktif
mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya
merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan peserta
didik juga mau aktif dalam proses pembelajaran.
2.

Aspek-aspek Kemandirian Belajar


Anton Sukarno (1989:64) menyebutkan bahwa anak yang mempunyai
kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya yang mandiri dimana
kegiatan belajarnya dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Adapun ciri-ciri mandiri
tersebut adalah sebagai berikut : (a) percaya diri adalah Suatu keadaan yang
yakin pada kemampuan diri sendiri sehingga dalam beraktifitas tidak tergantung
pada orang lain. (b) disiplin, artinya seseorang dapat menggunakan waktu yang
dimilikinya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. (c) inisiatif, yaitu
kemampuan mengembangkan ide-ide atau cara-cara baru dalam memecahkan
masalah dan menemukan idea tau cara baru dalam menemukan peluang dan (d)
tanggung jawab, Suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan

64

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

itu merupakan hak maupun kewajiban ataupun pelaksanaan dan sebagai


kewajiban untuk melakukan sesuuatu atau perilaku menurut cara tertentu.
V. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan dan konseling
(PTBK), yaitu suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan,
yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, tanggung jawab, dan pencapaian
makna dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugasnya,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu,
serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut
dilakukan (Ridwan, 2012:29).
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang menggunakan jenis penelitian tindakan Bimbingan
Konseling (PTBK). Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik dalam
mengatasi masalah belajar yang dihadapinya, dan secara tidak langsung hal
tersebut akan berdampak terhadap prestasi belajar peserta didik. Adapun ilustrasi
rancangan penelitian, akan disajikan dalam bentuk gambar seperti berikut.
Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy
(REBT)

Kemandirian Belajar
Siswa Rendah

Kemandirian Belajar
siswa Meningkat

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Tindakan (Wardani, 2007).


VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan siklus I sampai dengan siklus II,
maka dapat dikemukakan bahwa setiap tindakan dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan rencana. Kekurangan yang terdapat pada siklus I telah diperbaiki pada
pelaksanaan tindakan siklus II dengan peningkatan hasil yang signifikan. Ini bisa
dilihat dalam tabel berikut.

65

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Tabel 5.1
Skor kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali
Tahun Akademik 2014/2015 sebelum tindakan, setelah tindakan siklus I dan
setelah tindakan siklus II
PERSENTASE
PENINGKATAN

KEMANDIRIAN BELAJAR

No
Sub
jek

Sebelu
m
Tinda
kan

Prosen
tasi
(%)

Kateg
ori

Siklus
I

Prosen
tase
(%)

Kateg
ori

Siklus
II

Prosen
tase
(%)

1
2

37
38

37
38

Rendah
Rendah

45
47

45
47

Sedang
Sedang

88
85

88
85

33

33

Rendah

50

50

Sedang

92

92

39

39

Rendah

53

53

Sedang

94

94

35

35

Rendah

45

45

Sedang

79

79

Kategori

Siklus 1
(%)

Siklus 2
(%)

Tinggi
Tinggi
Sangat
Tinggi
Sangat
Tinggi
Tinggi

21,62
23,68

95,55
80,85

51,51

84

35,89

77,35

28,57

75,55

Berdasarkan tabel di atas, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Eka Y, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar
37 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah
diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa
meningkat menjadi 45 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam
tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan
tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian
belajar sebesar 88 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar
tinggi.
2. Erna, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar
38 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah
diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa
meningkat menjadi 47 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam
tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan
tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian
belajar sebesar 85 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar
tinggi.
3. Winarti, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian
belajar 33 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah,
setelah diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah
bisa meningkat menjadi 50 % tetapi belum optimal karena masih berada
dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah
diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor
kemandirian belajar sebesar 96 %, ini berada dalam tingkat kategori
kemandirian belajar sangat tinggi.
4. Bram, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar
39 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah

66

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa


meningkat menjadi 53 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam
tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan
tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian
belajar sebesar 94 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar
sangat tinggi.
5. Juli, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar
35 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah
diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa
meningkat menjadi 45 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam
tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan
tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian
belajar sebesar 79 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar
tinggi.
Kemandirian belajar kelima Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP
PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 dari kondisi awal, setelah tindakan siklus
I dan setelah tindakan siklus II dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut.
Grafik 5.1
Peningkatan kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP
PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 sebelum tindakan, setelah tindakan siklus
I
dan setelah tindakan siklus II
92

88

37

45

94

85

79

50

47
38

53
39

33

67

45
35

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

VII. Simpulan
Penelitian tindakan ini dilakukan pada Mahasiswa Bimbingan dan
Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 yang dijadikan sebagai
subjek penelitian untuk mengetahui kemandirian belajar mahasiswa. Peneliti
menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kelima mahasiswa yang
mengalami kemandirian belajar rendah diberikan layanan konseling Rational
Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan teknik kognitif.
Hasil konseling yang dilakukan pada siklus I dari lima orang peserta didik
yang diberikan tindakan memang terjadi peningkatan kemandirian belajarnya,
namun kelima orang peserta didik tersebut belum bisa meningkatkan kemandirian
belajarnya secara optimal, ini bisa dilihat dari kategori peningkatan kemandirian
belajar yang didapatkan oleh kelima peserta didik tersebut masih dalam kategori
sedang. Hasil konseling yang dilakukan pada siklus II kelima peserta didik yang
diberikan tindakan menunjukkan peningkatan kemandirian belajar secara
signifikan. Jadi konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan
teknik kognitif dapat meningkatkan kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan
dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015.
DAFTAR PUSTAKA
Benard, Ellis. 1986. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Jakarta :
Refika Aditama.
Komalasari, Gantina dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT.Indeks.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil).
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ridwan. 2012. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Bandung :
Alfabeta
Subliyanto. 2011. Kemandirian Belajar. (online). Tersedia di
http://Subliyanto.blogspot.com/2011/05/kemandirian-belajar.html. Diakses
tanggal 11 Januari 2014
Sukarno Anton. 1989. Ciri-ciri Kemandirian Belajar. Jakarta : Kencana Prenada
Media.
Surya Hendra. 2003. Kemandirian Belajar. Yogyakarta : Araska
Yamin, Martinis. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan
Pendidikan. Jambi : Refrensi.
Zuhairini, dkk. 2002. Dasar Pemrograman WEB Dinamis Menggunakan PHP.
Andi, Yogyakarta.

68

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

PENGARUH AKUNTANSI KONSERVATISMA TERHADAP RETURN


SAHAM
Oleh:
Putu Diah Asrida
Dosen Pendidikan Ekonomi FPIPS IKIP PGRI Bali

ABSTRACT

Company stock as an invetsment commodity classified as high risk with high


profit level as well, because the nature of the commodity is very sensitive to
change that occur. Investors in investing goal is to maximize return, without
forgetting the investment risk factor that must be faced. Return is one of the
factors that motivates investors to invest and also a reward for the courage of
investors to bear risks on its investments. The risks that wants to be reduced or
suppressed by investors, suggest that investors are adapting principles of
conservatism. This study is intended to determine how are the influences of
accounting conservatism to return stock companies listed on the Jakarta Stock
Excange. Based analysis shows that there is no significant relationship between
accounting conservatism and stock returns in companies listed on the Jakarta
Stock Excange.
Keywords: companys return and accounting konservatism
A. Latar Belakang Masalah
Pasar Modal merupakan suatu wadah yang dapat digunakan untuk
menghimpun pengerahan dana jangka panjang, khususnya obligasi dan saham
dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Mekanismenya
adalah menyediakan dana-dana jangka menengah dan jangka panjang bagi
investor dunia usaha, pemerintah dan perorangan (Anoraga, 2003:8). Pasar modal
juga memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return)
bagi pemilik dana sesuai karakteristik investasi yang dipilih, yaitu investor dapat
menginvestasikan dananya baik dalam bentuk obligasi, saham, atau instrumen
pasar modal lainnya.
Nilai dari saham dapat merupakan indikator yang tepat untuk mengukur
tingkat prestasi dan efektivitas perusahaan. Pertimbangan yang digunakan oleh
investor adalah berdasarkan informasi keuangan berupa kondisi keuangan
perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan seperti neraca, laporan labarugi, arus kas dan catatan atas laporan keuangan serta informasi non keuangan

69

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

seperti inflasi, deflasi, kebijakan pemerintah maupun keadaan politik. Tingginya


harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek menunjukkan adanya
permintaan yang bertambah terhadap saham tersebut. Bertambahnya permintaan
akan saham suatu perusahaan menggambarkan bahwa posisi perusahaan cukup
kuat dengan prospek jangka panjang yang baik, namun sebaliknya harga saham
akan semakin menurun bila permintaan akan saham tersebut turun.
Saham perusahaan sebagai komoditi investasi tergolong berisiko tinggi
dengan tingkat keuntungan yang tinggi pula, karena sifat komoditinya sangat peka
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik perubahan di luar negeri maupun
di dalam negeri. Perubahan tersebut dapat berdampak positif dan dapat pula
berdampak negatif, sehingga risiko dari suatu investasi juga perlu
dipertimbangkan oleh investor disamping return yang diperoleh. Tujuan investor
dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor risiko
investasi yang harus dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang
memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian
investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Sumber-sumber
return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dalam bentuk saham
ditunjukkan oleh besarnya dividen yang diperoleh dan capital gain (loss)
merupakan kenaikan (penurunan) harga surat berharga.
Perbedaan antara return aktual dengan return yang diharapkan dapat diartikan
sebagai risiko investasi. Risiko maupun return, bagaikan dua sisi mata uang yang
selalu berdampingan. Artinya, dalam berinvestasi, disamping return yang
diharapkan investor juga harus memikirkan atau memperhatikan risiko yang
harus ditanggung. Oleh karena itu, investor harus pandai-pandai mencari alternatif
investasi yang menawarkan tingkat return diharapkan yang paling tinggi dengan
tingkat risiko tertentu, atau investasi yang menawarkan return tertentu pada
tingkat risiko rendah (Tandelilin, 2001:47)
Risiko yang ingin diperkecil atau ditekan oleh investor, mengisyratkan bahwa
investor tersebut mengadaptasi prinsip konservatisma. Prinsip Konservatisma
merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi dalam artian bahwa prinsip
tersebut bertindak sebagai batasan untuk penyajian data akuntansi yang relevan
dan andal, yang menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik
akuntansi yang dapat diterima, maka alternatifnya adalah memilih yang paling
kecil dampaknya terhadap modal pemegang saham (Belkaoui, 2006:288). Prinsip
ini menyiratkan bahwa para akuntan harus melaporkan nilai yang terendah dari
beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan serta nilai yang
tertinggi dari beberapa nilai yang mungkin untuk utang dan beban. Oleh karena
itu, beban yang belum terjadi akan diakui sedini mungkin dan mengakui
pendapatan selambat mungkin. Pengakuan pendapatan baru akan dicatat pada saat
pendapatan tersebut terbukti nyata bahwa perusahaan memang berhak karena

70

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

telah mendapat dan berusaha untuk itu serta dapat mengukurnya dengan baik dan
obyektif.
Masalah konservatisma merupakan masalah penting bagi investor, dan
menurut Wolk (2000), Givolly dan Hayn (2002) terdapat indikasi kecenderungan
peningkatan konservatisma secara global, dan sampai saat ini masih terjadi
pertentangan mengenai manfaat konservatisma dalam laporan keuangan, yaitu:
sebagian peneliti berpendapat bahwa laba yang dihasilkan dari metoda yang
konservatif kurang berkualitas, tidak relevan, dan tidak bermanfaat, sedangkan
sebagian lainnya berpendapat sebaliknya. Peneliti yang memiliki pandangan
kedua menganggap bahwa laba konservatif, yang disusun menggunakan prinsip
akuntansi yang konservatif mencerminkan laba minimal yang dapat diperoleh oleh
perusahaan sehingga laba yang disusun dengan metoda yang konservatif tidak
merupakan laba yang dibesar-besarkan nilainya dan dapat dianggap sebagai laba
yang berkualitas (Dewi, 2003:507). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Watts (2003) dalam Sari (2004:1045), konservatisma berperan penting dalam
menyajikan laba dan aktiva yang konservatif. Pernyataan ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan Mayangsari dan Wilopo (2002) yang menyatakan
bahwa semakin konservatif metoda akuntansi yang diterapkan maka akan semakin
kecil manajemen laba. Dengan demikian, laba yang konservatif akan membatasi
pembayaran dividen yang terlalu tinggi (Rahayu, 2005:4). Pembatasan
pembayaran dividen yang terlalu tinggi kepada para investor, akan memberikan
reaksi , baik yang bersifat positif maupun negatif.
Teori sinyal dividen, menyatakan bahwa pengumuman dividen mengandung
informasi mengenai laba saat ini dan masa depan, apabila pengumuman dividen
tersebut meningkat (menurun) berarti manajer mempunyai keyakinan bahwa laba
akan mengalami peningkatan (penurunan). Selain itu pembayaran dividen
merupakan good news yang nantinya direspon positif oleh pasar (Pradnyawati,
2004:3). Penelitian ini didasari teori sinyal dividen bahwa emiten tidak akan
memberikan sinyal yang negatif yang akan merugikan dirinya sendiri. Emiten
akan memberikan sinyal yang positif dengan harapan untuk memaksimalkan
utilitasnya. Terhadap berbagai bentuk pembayaran dividen (Van Horne, 1988),
banyak orang merasa bahwa stabilitas dividen berpengaruh positif terhadap harga
pasar perusahaan. Dividen stabil mungkin cenderung memecahkan masalah
ketidakpastian yang melekat dalam pikiran investor (Ahmad, 2004:192), karena
pembayaran dividen yang diumumkan oleh perusahaan merupakan sinyal yang
baik berkaitan dengan prospek perusahaan di masa mendatang, secara otomatis
pasar akan memberikan respon yang positif, yaitu semakin banyaknya permintaan
pasar terhadap saham yang dijual perusahaan.
Dari penjelasan diatas, perlu dilakukan pengujian kembali sebagai dukungan
terhadap teori-teori dan penelitian-penelitian tentang akuntansi konservatisma
sebelumnya, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini

71

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

adalah Bagaimanakah pengaruh akuntansi konservatisma terhadap return saham


perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta?
B. Tinjauan Teoritis
Penelitian yang dilakukan oleh Watts (2003) dalam Sari (2004 : 1045),
konservatisma berperan penting dalam menyajikan laba dan aktiva yang
konservatif. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
Mayangsari dan Wilopo (2002) yang menyatakan bahwa semakin konservatif
metoda akuntansi yang diterapkan maka akan semakin kecil manajemen laba.
Dengan demikian, laba yang konservatif akan membatasi pembayaran dividen
yang terlalu tinggi (Rahayu, 2005:4). Pembatasan pembayaran dividen yang
terlalu tinggi kepada para investor, akan memberikan reaksi, baik yang bersifat
positif maupun negatif. Teori sinyal dividen, dikembangkan pertama kali oleh
Bhattacharya (1979), kemudian dilanjutkan oleh John dan Willian (1985), serta
Miller dan Rock (1985) yang menyatakan bahwa pengumuman dividen
mengandung informasi mengenai laba saat ini dan masa depan. Apabila
pengumuman dividen tersebut meningkat (menurun) berarti manajer mempunyai
keyakinan bahwa laba akan mengalami peningkatan (penurunan).
Penelitian ini didasari oleh teori sinyal dividen bahwa emiten tidak akan
memberikan sinyal yang negatif yang akan merugikan dirinya sendiri. Emiten
akan memberikan sinyal yang positif dengan harapan untuk memaksimalkan
utilitasnya. Terhadap berbagai bentuk pembayaran dividen (Van Horne;1988),
banyak orang merasa bahwa stabilitas dividen berpengaruh positif terhadap harga
pasar perusahaan. Dividen stabil mungkin cenderung memecahkan masalah
ketidakpastian yang melekat dalam pikiran investor (Ahmad, 2004:192), karena
pembayaran dividen yang diumumkan oleh perusahaan merupakan sinyal yang
baik atau good news berkaitan dengan prospek perusahaan di masa mendatang,
secara otomatis pasar akan memberikan respon yang positif, yaitu semakin
banyaknya permintaan pasar terhadap saham yang dijual perusahaan, walaupun
nantinya dividen yang dibagikan tersebut mempunyai nilai nominal yang kecil
akibat dari prinsip konservatif yang diadopsi oleh perusahaan, karena yang akan
menarik minat investor untuk menanamkan sahamnya adalah prinsip perusahaan
dalam menghadapi dan menyingkapi faktor risiko, yaitu perusahaan akan
meminimalkan risiko yang akan terjadi, selain itu investor juga melihat dampak
keuntungan yang dapat diberikan oleh perusahaan yang konservatif tersebut,
dengan menghasilkan laba yang berkualitas, bukan laba yang dibesar-besarkan
oleh manajemen perusahaan, dimana memberikan efek yang maksimal bagi
pengguna laporan keuangan, karena laba yang dicantumkan adalah laba minimal
yang dapat diperoleh perusahaan (laba yang nilainya lebih kecil dibandingkan
dengan akuntansi yang optimis/liberal) dan sebagian besar keuntungan perusahaan
akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Dalam jangka waktu panjang,

72

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

investor diharapkan akan mendapatkan keuntungan atau pendapatan dalam bentuk


kenaikan harga saham.
C. Metoda Penelitian
Obyek dalam penelitan ini adalah perusahaan manufaktur yang go public di
Bursa Efek Jakarta yang yang membagikan dividen minimal dua tahun. Variabel
dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu variabel independen
(akuntansi konservatisma) dan dependen (return saham). Variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut:
1) Akuntansi konservatif
Dalam Dewi (2003 : 507) Konservatisma adalah reaksi yang hati-hati
(prudent reaction) menghadapi ketidakpastian yang melekat dalam
perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan resiko
yang terdapat dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan.
Perhitungan akuntansi konservatisma dengan rumus:
CONACCit = Niit - CFOit........................................................................(1)
Keterangan notasi :
CONACCit = Tingkat konservatisma
Niit
= Net Income sebelum extraordinary item ditambah
depresiasi dan akumulasi
CFOit
= Cash flow dari kegiatan operasional
Hasil perhitungan CONACCit di atas dikalikan dengan -1 kemudian
dibagi dengan total asset (sebagai deflator) sehingga semakin besar
konservatisma ditunjukkan dengan semakin besarnya CONACCit.
Perhitungan ini diadopsi dari Givoly dan Hyan (2000) dalam Sari (2004).
2) Return saham
Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk
berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor untuk
menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.
perhitungan return saham individual dapat dirumuskan sebagai berikut:
P Pt 1 Dt
Ri t
...........................(2)
Pt 1
Keterangan notasi :
Ri
= Return saham individual
Pt
= Harga saham pada periode t
Pt-1
= Harga saham pada periode t-1
Dt
= Besarnya dividen per lembar saham periode t

73

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Metoda penentuan sampel yang digunakan adalah non probability sampling.


Menurut Sugiyono (2004 : 73) non probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Bagian teknik
non probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sebelum model regresi linier
sederhana digunakan untuk menguji hipotesis, maka terlebih dahulu akan
dilakukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi yaitu asumsi klasik yang
meliputi :Uji autokolerasi, Uji Heteroskedastisitas, Uji Normalitas.
Analisis Korelasi adalah ukuran keeratan hubungan antara kedua peubah tersebut.
Karena itu ukuran ini harus mencangkup terhadap kedua peubah itu. Sugiyono
(2004 : 183).Rumus korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

r=

X Y
..................................................(3)
X .n Y Y

n X i Yi

n X

2
i

Keterangan notasi:
n : Jumlah data
r : Koefisien korelasi
Xi: Akuntansi konservatif
Yi: Return saham
Teknik analisis ini dipergunakan untuk mengetahui ketergantungan satu variable
bebas. Adapun model regresi linear sederhana dengan menggunakan persamaan
berikut :
Yi = + Xi + i.............................................4)
Keterangan notasi :

= Konstanta atau titik perpotongan dengan sumbu Y, bila X=0

= Slope atau garis arah regresi yang menyatakan perubahan nilai Y


Yi
Xi
i

akibat perubahan 1 Unit X


= Return saham Akuntansi
= Akuntansi Konservatisma
= Variabel/nilai pengganggu

Dari model regresi linear sederhana di atas, untuk menguji hipotesis maka
dilakukan dengan : Uji signifikan Parsial ( t-test).
D. Hasil Penelitian

74

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberi informasi


tentang karakteristik variabel penelitian, antara lain nilai mean untuk akuntansi
konservatif (CONACC) adalah 0,112592593 dan mean untuk return saham adalah
0,076666667. Deviasi standar untuk variabel bebas lebih dari 50 persen dari
mean, hal ini menunjukkan bahwa adanya variasi yang besar atau adanya
kesenjangan yang besar antara nilai terbesar dan terkecil. Sebelum model regresi
linear sederhana digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis, maka terlebih
dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik yang meliputi autokorelasi yaitu nilai
DW lebih besar dari batas atas (du) 1,32 dan kurang dari 4 1,32 (4-du), maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokrelasi positif maupun negatif atau
dengan kata lain tidak ada autokorelasi pada model regresi. Heteroskedastisitas,
dimana nilai signifikan variabel CONNAC diatas 0,05 hal ini berarti data bebas
dari heteroskedastisitas. Dan normalitas, dilihat nilai Kolmogorov-Smirnov
sebesar 0,844676733 dan tidak signifikan pada 0,05 (karena p=0,473442197 >
dari 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Hasil
analisis korelasi yaitu terdapat korelasi antar variabel-variabel yang diteliti.
Ditunjukkan bahwa nilai r-nya berkisar antara 0,20-0,399 yaitu sebesar 0,2859
dimana hal ini menyatakan bahwa terdapat tingkat hubungan yang rendah. Hasil
analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh akuntansi
konservatif terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta. Model regresi linear sederhana digunakan menguji hipotesis dengan
indikasi R Square 8,2 persen yang berarti model dengan 1 variabel bebas dengan
sig 0,148 menunjukkan akuntansi konservatif belum mampu menjelaskan
pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu return saham perusahaan sebesar 8,2
persen dan sisanya 91,8 persen dijelaskan oleh variabel lain. Dapat dibuat suatu
persamaan model regresi sederhana sebagai berikut:
Yi= 0,06073 + 0,142Xi + i ..(4.1)
Keterangan notasi:
Y
= Return Saham Perusahaan
Xi
= Akuntansi Konservatif
i
= Variabel/nilai pengganggu
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa akuntansi konservatif
berpengaruh signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta, maka dilakukan uji terhadap koefisien regresi
(uji t). Dari hasil uji t menunjukkan besarnya t hitung = 1,492 < t tabel = 2,06 dan
tingkat signifikansi sebesar 0,148 yang lebih besar dari = 0,05, maka H0 gagal
untuk ditolak, ini berarti bahwa akuntansi konservatif tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta.

75

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Gagalnya menolak Ho disebabkan oleh return saham perusahaan tidak


dipengaruhi penerapan akuntansi konservatif oleh suatu perusahaan, namun
banyak hal lain yang lebih berpengaruh yaitu:
1.
Dipengaruhi oleh kondisi sistem perekonomian makro, seperti yang kita
ketahui ada dua faktor yang mempengaruhi investor menginvestasikan
sahamnya yaitu faktor eksternal dan internal, dimana faktor eksternal
terbagi menjadi tiga yaitu keamanan, stabilitas ekonomi, dan kondisi
masyarakat. Ketiga faktor tersebut pada tahun pengamatan belum
terpenuhi, seperti yang kita ketahui bahwa inflasi yang terjadi pada tahun
1997-1998 menyebabkan krisis moneter yang berkepanjangan, dimana
ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan pada tahun 2001-2005,
sudah kembali dihantam dengan gencarnya serangan terorisme dan
bencana alam (tsunami, banjir, gempa bumi dll) hal ini menyebabkan
terjadinya krisis kepercayaan yang membuat banyak investor, baik
individu maupun institusi menunda waktunya untuk mengalokasikan
atau menginvestasikan dananya di bursa saham.
2.
Keberanian seorang pialang dalam mengambil dan memperhitungkan
kondisi suatu saham baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
dan kemampuan pialang saham dalam memperoleh informasi yang
terkait dengan suatu perusahaan yang telah go public, diasumsikan
bahwa investor lebih percaya terhadap nalurinya dan informasi (rumor)
yang beredar dilingkungan tersebut, ini dikuatkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh O Connor (Canbas et al 1997) yang menggunakan
variabel fundamental internal perusahaan pada 127 perusahaan selama
periode Januari 1950-Maret 1996. O Connor menggunakan 33 rasio
keuangan dan menemukan bahwa data-data keuangan perusahaan tidak
terlalu menarik bagi investor. Investor kurang memperhatikan rasio-rasio
keuangan ini dalam melakukan penilaian saham. Hal ini juga dikuatkan
oleh penelitian yang dilakukan oleh Susi dan Setiawan (2003) yang
menemukan bahwa masing-masing rasio profitabilitas yakni Return On
Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan
Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perubahan harga saham. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Suharli (2005 : 99) yang menemukan bahwa rasio hutang dan tingkat
risiko tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap return saham.
Hal ini menyebabkan akuntansi konservatif secara parsial tidak memiliki
pengaruh terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta.
E. Kesimpulan dan Saran

76

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Berdasarkan pembahasan atas hasil pengujian hipotesis dengan regresi linear


sederhana pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa variabel akuntansi
konservatif (CONNAC) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat
keyakinan 95 persen, dengan nilai t hitung sebesar 1,492 lebih kecil dari t tabel
sebesar 2,06 dan tingkat signifikansi sebear 0,148 lebih besar dari 0,05. Hal ini
juga diperkuat oleh korelasi antar variabel-variabel yang diteliti, dimana
ditunjukkan bahwa nilai r-nya berkisar antara 0,20-0,399 yaitu sebesar 0,2859
yang menyatakan bahwa terdapat tingkat hubungan yang rendah, sedangkan
variasi return saham 8,2 persen dijelaskan oleh variasi akuntansi konservatisma,
dan sisanya 91,8 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke
dalam penelitian ini. Ini berarti bahwa hipotesis yang dikemukakan yang
menyatakan bahwa akuntansi konservatif berpengaruh terhadap return saham
tidak terbukti dan sebaiknya untuk lebih menyempurnakan skripsi ini diberikan
tambahan variabel lain dan data diperluas.
Saran yang dapat diberikan adalah pihak manajemen perusahaan sebaiknya
memperhatikan segala informasi, rumor maupun berita yang terkait dengan saham
yang dipegang, sehingga dapat menentukan waktu yang tepat dalam menentukan
saat membeli dan menjual saham yang dimiliki dan akhirnya mendapatkan return
saham yang positif.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Kamaruddin. 2004. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio.
Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Anonim. 2004. Analisis Pengaruh Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan dan
Kepermanenan Arus Kas dalam Penentuan Pembayaran Dividen Meningkat.
Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 7:h:1-24.
Anonim. 2005. Pengaruh Variabel-variabel Fundamental dan Teknikal Terhadap
Harga Saham. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi-Universitas
Malang.
Anwer, Bruce, Richard, dan Mary Stanford-Harris. 2001. The Role of Accounting
Conservatism in Mitigating Bondholder-Shareholder Conflicts over Dividend
Policy and in Reducing Debt Costs. The Accounting Review, 8(4):h:867-890.
Belkaouli A.R. 2006. Teori Akuntansi. Edisi ke 5. Jakarta: Salemba Empat.

77

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Dahlia Sari. 2004. Hubungan antara Akuntansi Konservatif dengan Konflik


Bondholders-Shareholders Seputar Kebijakan Dividen dan Peringkat Obligasi
Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 6:h:1-23, Denpasar.
Eka Pradnyawati. 2004. Pengaruh Komponen Arus Kas dan Laba Akuntansi
terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ.
Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Edisi ke 1. Semarang: Universitas Diponogoro.
Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ke 2.
Yogyakarta: BPFE.
Martalia. 2005. Hubungan Akuntansi Konservatif dengan Kebijakan Dividen dan
Pertumbuhan Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana
Marzuki. 2000. Metodelogi Riset. Cetakan Ke 7. Yogyakarta: BPFE
Nata Wirawan. 2002. Statistik 2. Edisi Ke 2. Denpasar: Keraras Emas
Pandji Anoraga dan Piji Pakarti. 2003. Pengantar Pasar Modal. Edisi Revisi.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Putri Rahayu. 2005. Hubungan Akuntansi Konservatisma dengan Kebijakan
Dividen, Leverage, dan Pertumbuhan Perusahaan pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Ratna Dewi. 2003. Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan Terhadap
Earnings Respon Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 6:h: 507525.
Sekar Mayangsari dan Wilopo. 2002. Konservatisma Akuntansi, Value Relevance
dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Ohlson (1996).
Jurnal Riset Akuntansi, 5:h:291-309.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke 6. Bandung: Alfabeta.

78

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Suharli, Michell. 2005. Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi
Return Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta. Dalam
Jurnal Akuntansi & Keuangan, 7(2):h:99-116.
Susi dan Rudi Setiawan. 2003. Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap
Harga Saham Industri Barang Konsumsi yang Tergabung dalam Indeks LQ 45
yang Go Public di Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Akuntansi, 8(1), Bandar
Lampung.
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi 1.
Yogyakarta: BPFE
Universitas Udayana, Tim Peneliti. 2005. Buku Pedoman Penulisan Usulan
Penelitian, Skripsi dan Mekanisme Pengujian. Denpasar: Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana.

79

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Implementing Cooperative Learning


Model Type Numbered Head Together (NHT)
to Improve Activities and Learning Outcomes of Math
of Ninth Year (IX A) Student Semester 2
at SMP Negeri 1 Mengwi in academic year 2013/2014

I Made Artamayasa
Guru SMP Negeri 1Mengwi, Badung
ABSTRACT
Class Action Research (PTK) is aimed (1) to increase the activity of class
IX students of SMP Negeri 1 Mengwi A school year 2013/2014 in mathematics
through the implementation of Cooperative Learning Model Numbered Head
Together (NHT), (2) for improved its results IXA grade students learn math SMP
Negeri 1 Mengwi school year 2013/2014 through the implementation of
Cooperative Learning Model Numbered Head Together (NHT).
This study subjects IXA grade students of SMP Negeri 1 Mengwi in the
second semester of academic year 2013/2014, amounting to 32 people consisting
of 19 women and 13 men.
Data from this study were collected using a test, and to analyze the
resulting data used descriptive analysis. Data obtained from the results of the
implementation of this study show that (1) the implementation of cooperative
learning model type Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in
class IX A Mengwi SMP Negeri 1 school year 2013/2014 can improve students'
learning activities (2) Application of the model Cooperative learning Type
Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in class IX A SMP
Negeri 1 Mengwi 2013/2014 school year can improve students' mathematics
learning outcomes. The results showed an increase of preliminary data on average
only reaches 72.41 class, in the first cycle increased to 75.59 and the second cycle
increased to 84.22.
Based on the findings and discussion of the results of this study can be put
forward the following suggestions. (1) With this model may provide a model that
is easy, effective in the management of classroom learning. (2) In order to obtain a
better quality of learning in school then the manager changed the conventional
classroom setting into a dynamic class, easy to set up in accordance with the
pattern of the desired learning.

80

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Keywords: Cooperative Learning Model Type NHT, mathematics learning


outcomes
PENDAHULUAN
Menurut Hudoyo (dalam Kusuma Yudha, 2008:16), belajar matematika,
siswa perlu memahami konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam
bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep
dan struktur-struktur tersebut. Oleh karena itu, siswa harus memahami konsepkonsep sebelum memiliki keterampilan dalam memecahkan soal. Ini berarti
bahwa pemahaman konsep yang kuat akan sangat membantu siswa dalam
memahami suatu pokok bahasan matematika.
Metode ceramah yang digunakan guru berdampak tidak baik pada hasil
belajar siswa. Hal ini tercermin dari masih banyaknya siswa yang harus
menempuh program remedial untuk mencapai ketuntasan hasil belajarnya.
Rendahnya hasil belajar siswa dapat dilihat dari rata-rata nilai ulangan tengah
semester 2 siswa di SMP Negeri 1 Mengwi tahun Pelajaran 2013/2014.
Nilai ulangan tersebut menunjukkan bahwa dari 32 siswa, 14 siswa atau
43,75 % siswa memiliki rata-rata nilai ulangan UAS belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yaitu 77. Sehingga ketuntasan klasikalnya sebesar
56,25%. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya tangkap siswa terhadap
penjelasan guru dan bahkan terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam
belajar matematika. Melihat fenomena tersebut, pemilihan upaya pembelajaran
yang akan memberi peluang tercapainya tujuan yang optimal, baik dari segi hasil
belajar, hasil kerja (produk), maupun proses belajar perlu dilakukan (Abimanyu,
2009:36). Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang
melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar guna
meningkatkan hasil belajar matematika di setiap jenjang pendidikan. Salah satu
model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model
pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada
pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup
hanya mengetahui dan menghafal konsep-konsep matematika, tetapi juga
dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan persoalan
matematika dengan baik dan benar. Melalui model pembelajaran ini, siswa dapat
mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika
ada teman dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan. Salah satu model
pembelajaran kooperatif yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar peserta
didik dalam mata pelajaran matematika adalah pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT).

81

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Dari uraian di atas, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian


dengan judul Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas IX A Semester 2 di SMP Negeri 1 Mengwi Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan latar belakang tersebut ,rumusan masalah dalam penelitian
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Apakah Implementasi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dapat
meningkatkan aktivitas siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran
2013/2014 pada mata pelajaran matematika? (2) Apakah Implementasi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi
tahun pelajaran 2013/2014?
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas siswa Kelas IX A
SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran
matematika melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Head Together (NHT) dan untuk meningkakan hasil belajar
matematika siswa Kelas IXA SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014
melaui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT). Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1)Memberikan informasi kepada guru matematika mengenai model pembelajaran
kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), sehingga dapat diterapkan
sesuai dengan situasi dan kondisi di sekolahnya (2) Memberikan
sumbangan
pemikiran tentang implementasi model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered
Head Together (NHT), sehingga dapat diimplementasikan atau dikembangkan
dalam KBM dalam rangka meningkatkan kualitias proses dan hasil belajar (3)
Memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan kreativitas
pembelajaran Matematika dan dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan penelitianpenelitian yang relevan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok
kecil yang bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan penguasaan tentang
materi yang dipelajari siswa serta terjadi proses saling membantu di antara
anggota-anggota kelompok. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif,
guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok
harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan
mereka. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk

82

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

meningkatkan penguasaan akademik. Kerangka berpikir yang digunakan adalah


dengan karakteristik yang dimiliki oleh model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT), siswa akan lebih tertarik dalam mengikuti
pembelajaran di kelas karena siswa tidak hanya terpaku mendengarkan penjelasan
yang diberikan guru, tetapi siswa dapat berdiskusi dan bersama-sama
memecahkan persoalan matematika dengan siswa lain. Melalui proses inilah,
siswa akan menjadi lebih aktif.. Selain itu, siswa juga dapat bertukar pikiran
dengan siswa lain dalam mendiskusikan permasalahan yang diberikan sehingga
siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dapat belajar menyatukan berbagai
pendapat yang berbeda dalam sebuah kelompok.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (classroom action
research) yang secara umum bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran
Matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014,
sehingga dapat meningkatkan kompetensi dasar matematika siswa. Subjek
penelitian tindakan kelas ini adalah semua siswa kelas IX A SMP Negeri 1
Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 32 orang yang terdiri dari 13
orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Objek dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1) aktivitas belajar matematika, 2) hasil belajar Matematika.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri
dari tahapan-tahapan perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Data
aktivitas siswa dianalisis secara diskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi
dan refleksi . Untuk data hasil belajar siswa dianalisis secara diskriptif yaitu
dengan menentukan skor rata-rata hasil tes ( M ) yang selanjutnya dikonversikan
ke dalam skala 100.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Keadaan awal hasil dan aktivitas belajar siswa didapat dari tes hasil belajar
dan observasi diawal tahun pelajaran serta hasil belajar siswa klas IX A pada
semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 yang menunjukkan nilai matematika
siswa rata-rata 72,41. Untuk menyiapkan pelaksanaan tindakan pada siklus I maka
dilakukan langkah-langkah atau persiapan yang terdiri dari atas : (a)Menetapkan
topik : 5.1 Bilangan berpangkat positif. (b)Menyiapkan administrasi guru yang
terdiri dari : silabus, program tahunan, program semester, agenda dan jurnal ,
buku nilai , analisis ulangan dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
disusun untuk 2 kali pertemuan dengan materi pembelajaran pangkat tak
sebenarnya. (c)Menyusun tes hasil belajar dan instrumen penilaian yang berupa
observasi. (d)Menyiapkan rancangan pembelajaran yang menyangkut strategi
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) .

83

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Berdasarkan hasil observasi dan hasil belajar siswa selama pelaksanaan


pembelajaran pada siklus I, didapat bahwa pada awal pelaksanaan model
pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ditemukan beberapa hambatan diantaranya
a). ada kelompok yang belum maksimal dalam kerjasam kelompok untuk
meemecahkan masalah yang diberikan akibat dari pembagian kelompok yang
kurang merata tingkat kemampuan sehingga dalam melaksanakan aktivitas
kelompok ada yang diam dan ada yang aktif, b). belum terbiasanya siswa
menyampaikan ide akibat dari adanya rasa malu dalam mengemukakan pendapat
sehingga apa yang dipikirkan dengan apa yang sampaikan tidak sesuai dan
c).Pengelolaan kelas yang kurang optimal karena belum terbiasa . Hambatanhambatan tersebut dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kegiatan
pembelajaran pada siklus kedua.
Untuk perencanaan siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I hanya
memperbaiki dalam pembentukan kelompok berdasarkan dari hasil belajar siklus I
dan dalam pelaksaan tindakan berbeda pada permasalahan yang diberikan pada
siswa. Hasil observasi tentang aktivitas siswa belajar siklus II dilakukan pada
pembelajaran materi pokok bilangan berpangkat bulat dan bentuk akar, untuk tiga
kali tatap muka.
Rata-rata hasil belajar yang dicapai besarnya 84,22 dengan ketuntasan
klasikal 93,75% ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar yang
sebelumnya rata-rata 75,59 dan ketuntasan klasikal hanya 75% . Hasil belajar
siklus II ini tergolong sudah mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan.
Yaitu, penelitian ini dikatakan berhasil jika rata-rata hasil belajar siswa berada
pada kategori tuntas dan ketuntasan klasikal lebih dari 85%.
Pembahasan
Data awal yang diperoleh dengan rata-rata 72,41 menunjukkan bahwa
kemampuan anak/siswa dalam mata pelajaran matematika masih sangat rendah
mengingat kriteria ketuntasan belajar siswa untuk mata pelajaran ini di SMP
Negeri 1 Mengwi adalah 77. Dengan nilai yang sangat rendah seperti itu maka
peneliti mengupayakan untuk dapat meningkatkan prestasi belajar anak/siswa
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT). Akhirnya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT),sesuai teori yang ada, peningkatan rata-rata
prestasi belajar anak/siswa pada siklus I dapat diupayakan dan mencapai rata-rata
75,59. Namun rata-rata tersebut belum maksimal karena hanya 25 siswa
memperoleh nilai di atas KKM sedangkan yang lainnya belum mencapai KKM.
Sedangkan prosentase ketuntasan belajar mereka baru mencapai 57 %.
Pada siklus II perbaikan prestasi belajar siswa diupayakan lebih maksimal
dan peneliti membuat perencanaan yang lebih baik, menggunakan alur dan teori
dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan

84

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

benar dan lebih maksimal. Peneliti giat memotivasi siswa agar giat belajar,
memberi arahan-arahan, menuntun mereka untuk mampu menguasai materi
pelajaran pada mata pelajaran matematika lebih optimal. Akhirnya dengan semua
upaya tersebut peneliti mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada siklus II
menjadi rata-rata 84,22 dengan persentase ketuntasan mencapai 93,75% Upayaupaya yang maksimal tersebut menuntun kepada penelitian bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
mampu
meningkatkan prestasi belajar anak/siswa.
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut.(1)
Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
dalam pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun
pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa .(2) Penerapan
model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam
pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran
2013/2014 dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan temuan-temuan dan pembahasan hasil penelitian ini dapat
dikemukakan saran-saran berikut.
(1) Dengan model pembelajaran ini dapat memberikan model yang mudah,
efektif dalam pengelolaan pembelajaran dikelas.
(2) Untuk memperoleh kualitas pembelajaran yang lebih baik maka pihak
pengelola di sekolah mengubah seting kelas yang konvensional menjadi
kelas yang dinamis, mudah diatur sesuai dengan pola pembelajaran yang
diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli. 2009. Strategi Pembelajaran. Bandung: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Almustofa.
2005.
Pengertian
Hasil
Belajar.
Tersedia
pada
http://www.ilmupengetahuan.net/hasil-belajar-2.html (diakses tanggal 17
Februari 2012).
Arnyana, Ida Bagus Putu. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Singaraja: Fakultas
Pendidikan MIPA Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja.
Dahar , Ratna Wilis .1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta. Penebit Erlangga.

85

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Dimyati dan Mudjiono . 2006. Belajar dan Pembelajaran. Cetakan Ketiga


.Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.
Jhony. 2012. Model Pembelajaran Cooperative Numbered Head Together
(NHT).
Tersedia
pada
http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2258709-model-pembelajaran-cooperative-numberedhead/ (diakses tanggal 17 Februari 2012).
Nurkancana, W dan Sunartana .1992. Evaluasi hasil belajar .Surabaya : Usaha
Nasional.
Putrawan, Agus. 2011. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas
VI SD.
Tersedia
pada
http://agusjengkol.wordpress.com/2011/06/21/penerapan-pendekatanpembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw-untuk-meningkatkan-keaktifan-danhasil-belajar-ips-siswa-kelas-vi-sd/ (diakses tanggal 17 Februari 2012).
Santyasa Wayan, dkk. 2005. Pedoman Guru pembelajaran Teks Matematika
Bermuatan model Perubahan Konseptual dan Komunitas Belajar. Produk
RUKK Menristek Tahun 2005 IKIP Negeri Singaraja.
Sudjana, 1992. Metode Statistik Bandung : Tarsito Bandung.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung.Remaja
Rosdakarya.

86

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Meningkatkan Kemampuan Menulis Naskah Drama


Melalui Model Pembelajaran CIRC
Siswa Kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi
Tahun Pelajaran 2014/2015
Oleh
Ni Gusti Ayu Made Supradnyani, S.Pd.
Guru SMP Negeri 1 Mengwi, Badung
`
ABSTRACT
This research is a classroom action research (PTK), which aims to determine
whether there is an increase in the ability to write plays through learning model CIRC
IXD grade students of SMP Negeri 1 Mengwi school year 2014/2015. PTK is conducted
in two cycles. Subjects in this study were IXD grade students of SMP Negeri 1 Mengwi
school year 2014/2015, amounting to 38 people consisting of 14 men and 24 women.
The method used in this study is the observation method, a method of
assignment, and interview methods. Data obtained from observation and wawncara
analyzed by descriptive qualitative data were obtained from the assignment playwriting
quantitatively analyzed descriptively.
The result shows once concluded that the CIRC learning model can improve the
ability of playwriting class students of SMP Negeri IXD 1Mengwi school year
2014/2015. This is indicated by the value of playwriting students, namely, completeness
rata79,26 with 63% in the first cycle and an average of 85.32 with 89% of cycle
completeness II.Terjadi increase in value of 6.06.
Based on the results of the study suggested as follows. (1) Teacher Indonesian to
implement in the CIRC learning model for teaching playwriting. (2) Teachers in general
and Indonesian teachers in particular in order to continue to innovate model of learning so
as to improve student achievement.
Keywords: CIRC learning model, writes, Script Writing

PENDAHULUAN

Salah satu kompetensi dasar pada kurikulum SMP mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas IX adalah Menulis Naskah Drama. Melalui pembelajaran
keterampilan tersebut, diharapkan siswa mampu menulis naskah drama dan
menghasilkan karya yang baik. Namun, harapan tersebut belum tercapai dan
mendapatkan banyak kendala. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi, diketahui bahwa pembelajaran
menulis naskah drama di kelas tersebut masih perlu ditingkatkan. Siswa

87

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

memperoleh nilai 82 (KKM) ke atas sebanyak 30% dari jumlah siswa. Sedangkan
siswa dikatakan tuntas jika minimal 85% dari jumlah siswa memperoleh nilai 82
(KKM) ke atas. Hal itu disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mencari ide
untuk menulis naskahnya.
Pembelajaran menulis naskah drama dalam proses belajar mengajar tidak
akan sukses apabila siswa dan guru tidak bisa bekerja sama. Dalam artian
siswanya sendiri harus mempunyai minat untuk menulis naskah drama, dan guru
bisa secara kreatif menggunakan strategi khusus dalam menumbuhkan minat
siswa untuk menulis naskah drama. Oleh karena itu, strategi guru dalam
pembelajaran menulis naskah drama juga sangat penting dilaksanakan, demi
menumbuhkan minat siswa dalam menulis naskah drama sehingga siswa menjadi
lebih antusias dan semangat dalam mengikuti pelajaran menulis naskah drama.
Seseorang akan dapat menulis jika pemikirannya telah diisi dengan pengetahuan.
Salah satu cara memperoleh pengetahuan adalah dengan membaca. Membaca
membantu kita mengasah kepekaan dan kreativitas. Hal ini penting untuk
membantu kita dalam keterampilan menulis. Akan tetapi, betapapun sulitnya
keterampilan menulis harus dibiasakan sejak dini karena menulis dapat dijadikan
sarana pengembangan diri. Salah satunya adalah dengan menulis karya sastra.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba menggunakan model
pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition). Model
pembelajaran CIRC memadukan kegiatan membaca dengan menulis. Dalam
pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu, setiap siswa bertanggung jawab
terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide
untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas , sehingga terbentuk
pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Proses pembelajaran ini
mendidik
siswa
berinteraksi
sosial
dengan
lingkungan.
Dengan demikian, proses belajar mengajar menulis naskah drama diharapkan
dapat mengalami kemajuan dan akan menghasilkan naskah drama yang kreatif.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Apakah
melalui model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan menulis
naskah drama, siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran
2014/2015?
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis
naskah drama melalui model pembelajaran CIRC siswa kelas IXD SMP Negeri 1
Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Secara teoritis hasil
penelitian ini dapat melengkapi kajian tentang upaya peningkatan kemampuan
menulis melalui model pembelajara CIRC dan membuka kemungkinan untuk
dilakukan penelitian tandakan lanjutan tentang penelitian sejenis. (2) Dengan
mengikuti pembelajaran menulis drama melalui model pembelajaran CIRC,siswa
dapat menulis dengan lebih mudah dan dapat menghasilkan naskah drama yang

88

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

kreatif. (3) Penelitian ini dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan


pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran menulis. Hasil
penemuan dalam penelitian ini memotivasi guru untuk melaksanakan
pembelajaran menulis dengan model pembelajaran CIRC. (4) Hasil penelitian ini
memberikan sumbangsih bagi sekolah dalam meningkatkan kemampuan siswa
menulis sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Keterampilan menulis adalah keterampilan yang paling kompleks.
Keterampilan ini melibatkan cara berpikir yang teratur dan kemampuan
mengungkapkannya dalam bentuk bahasa tulis. Keterampilan menulis merupakan
salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat langsung, produktif, dan
ekspresif.
CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition,
termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya
merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan
Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan
lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah
dasar.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut .
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Keterampilan menulis naskah drama merupakan salah satu keterampilan
bidang apresiasi sastra yang mulai diajarkan di SMP. Melalui pembelajaran
keterampilan tersebut, diharapkan siswa mampu menulis naskah drama dan
menghasilkan karya yang baik. Namun, siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi
belum bisa memenuhi harapan tersebut. Siswa belum bisa menulis naskah drama
dengan baik. Siswa yang bisa mendapat nilai tuntas dalam menulis naskah drama
hanya sebanyak 30%. Siswa kesulitan dalam mencari ide untuk menulis
naskahnya. Siswa juga belum memahami cara penulisan dialog dalam drama.
Dengan menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition) dapat diduga bahwa proses pembelajaran akan lebih
efektif. Kegiatan pembelajaran ini memadukan kegiatan membaca dengan
menulis. Siswa menulis naskah drama bersama anggota kelompoknya. Sebelum
siswa menulis, guru membagikan naskah cerpen yang bisa diubah menjadi naskah
drama. Siswa membaca dan memperhatikan naskah tersebut bersama-sama. Dari
naskah yang dibagikan oleh guru tersebut, siswa menjadi lebih berminat untuk

89

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

menulis naskah drama. Sesama anggota kelompok bisa saling mengungkapkan ide
masing-masing. Dari hasil membaca dan kerja sama antar anggota kelompok akan
terwujud sebuah naskah drama yang baik. Dengan demikian kemampuan menulis
naskah drama siswa dapat ditingkatkan
METODELOGI PENELITIAN
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IXD SMP
Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2014/2015. Kelas IXD berjumlah 38 orang,
terdiri atas 24 orang perempuan dan 14 orang laki-laki. Siswa kelas IXD dipilih
sebagai subjek penelitian karena peneliti sebagai guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas IXD menemukan masalah dalam membelajarkan keterampilan
menulis naskah drama pada siswa di kelas tersebut. Kelas IXD hasil belajarnya
paling rendah dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya terutama dalam menulis
naskah drama.
Berdasarkan kondisi kelas yang demikian, penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan di kelas IXD SMP Negeri 1Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.
Objek atau sasaran yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
kemampuan menulis naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran
CIRC siswa SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.
Kondisi awal tentang kemampuan menulis siswa kelas IXD SMP Negeri 1
Mengwi tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh dari nilai rata-rata menulis
sebelumnya yaitu 75. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas IX SMP Negeri 1 Mengwi adalah 82. Memperhatikan hal
tersebut , membuktikan rendahnya minat siswa menulis naskah drama.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober tahun
pelajaran 2014/2015. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil
penelitian ini adalah tes prestasi belajar sedangkan metode analisis datanya adalah
analisis deskriptif.

Penelitian ini dikatakan berhasil jika prestasi belajar siswa meningkat dari
siklus sebelumnya. Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah ketuntasan
belajar dengan rata-rata minimal 85% siswa mendapat nilai 82 ke atas dalam
menulis naskah drama.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Agustus 2014 mengenai menulis
naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative,
Integrated, Reading, and Composition). Pada hari pertama ini, guru membagikan
cerpen yang akan diubah menjadi naskah drama. Siswa bersama anggota
kelompok membaca dan mencermati cerpen tersebut. Setelah membaca cerpen,
semua anggota kelompok mengungkapkan ide masing-masing tentang perbedaan
gaya penulisan cerpen dengan penulisan naskah drama. Setelah pengajaran materi

90

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

mengenai perbedaan gaya penulisan cerpen dengan penulisan naskah drama,


dilanjutkan dengan penugasan menulis naskah drama yang dilaksanakan pada hari
Sabtu, 9 Agustus 2014 selama 2x 40 menit
Berdasarkan hasil tes prestasi siklus I dapat digambarkan bahwa dari 38
orang siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi yang mengikuti pembelajaran
menulis naskah drama dengan model pembelajaran CIRC pada siklus I ini,
ditemukan enam orang siswa atau 15,78% mendapat nilai 83. Delapan belas orang
siswa atau 47,37% mendapat nilai 82. Satu orang siswa atau 2,63 % mendapat
nilai 79. Satu orang siswa atau 2,63 % mendapat nilai 78. Satu orang siswa atau
2,63% mendapat nilai 77. Dua orang siswa atau 5,26% mendapat nilai 76. Lima
orang siswa atau 13,16% mendapat nilai 75. Satu orang siswa atau 2,63%
mendapat nilai 72. Dua orang siswa atau 5,26% mendapat nilai 70. Satu orang
siswa atau 2,63% mendapat nilai 65.
Model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan menulis
naskah drama belum dapat dikatakan berhasil karena siswa yang mendapatkan
nilai 82 ke atas hanya 24 orang siswa atau 63,16%. Sedangkan siswa yang
memperoleh skor kurang dari 82 sebanyak 14 orang siswa atau 36,84%.
Pembelajaran menulis naskah drama ini berhasil apabila 85% dari jumlah siswa
mendapatkan nilai 82 ke atas.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I berdasarkan
observasi, penugasan, dan wawancara, maka perlu diadakan refleksi karena hasil
yang diharapkan dari penelitian ini belum mencapai target yang diharapkan yaitu
ketuntasan mencapai 85%. Hasil refleksi tersebut adalah (1) siswa mengalami
kesulitan dalam struktur yakni pada pengungkapan latar cerita. (2) siswa belum
bisa memilih diksi yang tepat. (3) siswa juga masih belum memahami penggunaan
ejaan yang benar seperti penggunaan tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan
penggunaan singkatan yang tidak tepat.
Siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Agustus 2014 kemudian
dilanjutkan pada hari Sabtu, 16 Agustus 2014 mengenai menulis naskah drama
dengan model pembelajaran CIRC. Pada siklus II, ada beberapa perbaikan
tindakan yang dilakukan berdasarkan refleksi tindakan pada siklus I sesuai dengan
langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan pada siklus II
Secara klasikal, penulisan naskah drama dengan model
pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa pada siklus
II dikatakan berhasil. Siswa yang mendapatkan nilai 82 ke atas sebanyak tiga
puluh empat orang atau 89,47%. Dengan demikian target yang sudah ditetapkan
yaitu minimal 85% siswa harus mendapat skor lebih dari atau sama dengan 82
sudah dapat dicapai.

91

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian ini maka
dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut.
Model pembelajaran CIRC ( Cooperative Integrated Reading and
Compotition) dapat meningkatkan kemampuan menulis naskah drama pada siswa
kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini tampak dari
hasil yang diperoleh pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I, ketuntasan kelas
mencapai 63% dengan rata-rata 79,26 sedangkan pada siklus II, ketuntasan kelas
mencapai 89% dengan rata-rata nilai 85,32. Pembelajaran menulis naskah drama
dengan model pembelajaran CIRC ini dikatakan berhasil karena siswa mendapat
skor 82 (KKM) ke atas sebanyak 34 orang atau 89%. Dengan demikian target
yang sudah ditetapkan yaitu 85% siswa harus mendapat skor 82 ke atas sudah
dapat dicapai.
Saran-saran yang perlu disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Model Pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan menulis
naskah drama siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran
2014/2015. Oleh karena itu, disarankan kepada guru untuk menerapkan
model pembelajaran tersebut pada saat mengajarkan materi menulis
naskah drama.
2. Disarankan kepada guru-guru pada umumnya dan guru Bahasa Indonesia
khususnya, agar terus melakukan inovasi model pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Anindyarini, Atikah.dkk. 2008. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Pusat
Perbukuan Depdiknas.
Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Bahri, Syaiful & Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumu Angkasa.
Karmini, Ni Nyoman. 2000. Teori dan Apresiasi Drama. Tabanan: IKIP Saraswati
Tabanan.
Keraf Gorys. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.
Marahim, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Ngalimun. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta : Asswaja Pressindo.
Poerwadarminta, W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka.
Rianto, Yatim. 2001. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: SIC.

92

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Tarigan, Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:


Angkasa.
Yahya, I Nyoman. 2013.Panduan Penulisan Penelitian Tindakan Kelas. Denpasar: CV.
Dwi Cipta Mediatama.

93

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

ORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL


BALI: PENGUATAN PERAN SASTRA (PARIBASA BALI) BAGI SISWA
SEKOLAH MENEGAH ATAS
oleh
I Nyoman Sadwika
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI BALI
Abstract
Bali literary works (Paribasa Bali) has a huge potential in establishing the
character of the students, so that students have a strong character rooted in cultural
values. Literary works (Paribasa Bali) is one of the literary works that can be used
as a reference in character education. Paribasa Bali containing local knowledge
are expected to contribute in shaping the character of the students. The problems
discussed in this experiment are (1) the concept of local knowledge Bali (Paribasa
Bali) teaches character education to students. (2) the types of education any
character found in Paribasa Bali. The method used is descriptive qualitative
method. Used survey strategy aims to collect large variable gauges through
interviews. The aim of this study is to identify the concepts and types of education
of characters that can be taught to students through literature, especially Paribasa
Bali.
Keywords: Orientation, Paribasa Bali, character Value
PENDAHULUAN
Pergeseran etika dan moral masyarakat telah dirasakan sangat drastis pada
era globalisasi belakangan ini. Beberapa peristiwa yang dialami dan dilakukan
kalangan anak-anak, remaja, dan orang dewasa telah menunjukkan terjadinya
degradasi moral, distorsi, disintegrasi, dan disharmoni seperti yang diindikasikan
oleh aneka konflik, eksploitasi sumberdaya, kesenjangan sosial ekonomi, konversi
lahan, dan berbagai sisi gelap lainnya. Kekerasan sepertinya menunujukkan
bahwa kata-kata atau bahasa telah kehilangan kekuatannya sebagai sarana
berkomunikasi. Fenomena memburukknya hubungan antara sesama manusia
dalam kondisi tertentu (saling menghina, menghujat dan menuding), semakin
ramainya pejabat dan dan para petinggi pemerintah yang korupsi, dekadensi moral
dikalangan remaja berbentuk tawuran, penggunaan
narkoba, sex
bebas,demonstrasi yang berakhir ricuh, penyerangan sekelompok warga berdalih
agama, mutilasi dan lain-lain.
Memang ironis bahwa bangsa dan negara Indonesia yang sejatinya adalah
bangsa dan negara yang berbudaya yang memiliki kekayaan budaya yang luar

94

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

biasa. Tetapi sikap dan prilakunya tidak mencerminkan peradaban. Karena itu,
revitalisasi budaya melalui berbagaai langakah pengkajian sangat dibutuhkan
untuk membangun karakter bangsa yang kokoh. Masalah pendidikan karakter
akhir-akhir ini menjadi topik yang sangat menarik diperbincangakan oleh karena
kondisi masyarakat yang sangat memperihatinkan. Isu pendidikan karakter
dicanangkan kembali secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Substansinya adalah
pemerintah ingin memperoleh dukungan sepenuhnya dari seluruh rakyat
Indonesia. Di era globalisasi ini konsep pendidikan karakter yang berbasis
paribasa Bali yang berisi kearifan lokal diharapkan dapat memberikan kontribusi
tersendiri dalam membentuk karakter seseorang sejak dini. Salah satu unsur
budaya Bali yang dikaji dalam kesempatan ini adalah Paribasa Bali sebagi genre
sastra lisan Bali tradisional. Paribasa Bali merupakan permainan kata-kata dan
bunyi yang digunakan dalam praktik berbahasa masyarakat Bali untuk
memperindah bahasa dengan tujuan membangkitkan rasa senang, memotivasi, dan
menyadarkan bahkan menyindir lawan bicara.
Orientasi pembentukan karakter positif sejak dini dikalangan masyarakat
dan pendidikan karakter positif diberikan secara kontinyu diharapkan dapat
memberikan penyadaran, khususnys pada generasi muda tentang etika berprilaku
baik di dalam keluarga, masyarakat, dan terhadap lingkungan.
PEMBAHASAN
Konsep Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat,
dan berwatak. Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter dalam
konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang
melanda di Negara Indonesia. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya
pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan
terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalah gunaan obatobatan, pornografi, kolusi, korupsi nepotisme dan perusakan milik orang lain
sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara
tuntas. Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Banyak sarana yang bisa mempengaruhi kepribadian seseorang sejak
dalam kandungan, ketika lahir, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang
dilihat, dirasakan, dialami, dan dikerjakan akan terekam dengan baik dalam
ingatan seseorang. Rekaman tersebut merupakan bekal dalam membentuk
kepribadian. Semua masyarakat tentu menginginkan hidup aman, sehat sejahtera,
menginginkan generasi yang baik, bukan yang buruk. Tetapi kadang-kadang
harapan dan kenyataan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Akibat dari unsur

95

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

negatif yang tanpa disadari menjadi unsur pembentuk kepribadian, karakter, dan
akhlak manusia. Di dalam berbagai budaya di Indonesia setiap suku tentu ada
bentuk-bentuk pendidikan yang dapat dijadikan, rujukan dan refrensi untuk
membentuk manusia menjadi manusia yang terhormat. Tetapi akibat kurangnya
pengenalan terhadap budaya khususnya tentang sastra paribasa Bali, dan karena
generasi sekarang lebih banyak diperkenalkan dengan media elektronik yang
serba gampang dan instan, sehingga pembentukan karakter dalam kehidupan
sehari-hari menjadi sangat berkurang. Rasa toleransi, rasa persaudaraan,
kebersamaan, kerukunan, kejujuran, kreativitas, semangat, dan tolong menolong
sudah semakin menipis.
Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan lainnya yang berhubungan
dengan sifat, sikap moral, etika, tatakrama dan sebagainya semakin tidak
tersampaikan. Didalam undang-undang Sisdiknas tahun 2003, disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Nilai-nilai karakter yang dikembangakan disekolah, menurut Indonesia
Heritage Foundation (IHF) dalam Gunawan (2014 : 42) merumuskan sebilan
karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu ; (1) cinta pada
Allah dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab disiplin dan mandiri, (3)
jujur, (4) hormat dan antun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, (6) percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah (7) keadilan dan kepemimipinan,
(8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian
nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang
dikelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan kebangsaan, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (4) nilai-nilai perilaku manusia
dalam hubungannya dengan diri sendiri, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia
dalam hubungannya dengan lingkungan. Hal inilah yang digunakan acuan dalam
penelitian ini.
Jenis - Jenis Pendidikan Karakter dalam Ungkapan dan Paribasa Bali
Pendidikan karakter dimaksudkan sebagai pembentukan karakter, usaha
pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari
pendidikan dan penanaman moral atau nilai-nilai luhur pada siswa. Pendidikan
karakter itu sendiri merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menanamkan

96

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

nilai-nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat
istiadat, dan nilai-nilai keIndonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian
siswa supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang
berkarakter sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama ( Suyanto, 2011:76).
Tujuan pendidikan karakter adalah agar siswa menjadi orang yang bermartabat,
orang yang terpuji, dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya
bangsa yang religious, menanamkan jiwa kepemimipinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, mengembangkan kemampuan
peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan,
dan mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan. Sebagai suatu kearifan lokal
yang berasal dari pandangan hidup dan sudah menjadi tradisi turun temurun, maka
kearifan local dikaitkan dengan pendidikan karakter bangsa mempunyai fungsifungsi, agar fungsi tersebut dapat maksimal maka makna dalam ungkapan
tradisional seperti dalam Paribasa Bali tersebut perlu diinfrensikan agar selaras
dengan perkembangan jaman. Mengingat degradasi moral melanda Indonesia
maka Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan delapan belas pendidikan
karakter, yang dituangkan pada setiap bidang ilmu dalam pembelajaran di
sekolah-sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar yang terencana, proses pendidikan yang terencana itu
diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik dapat mengembangkan potensinya. Akhir dari proses pendidikan
adalah kemampuan peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dalam mengarungi kehidupan (Sanjaya, 2007:2). Pemaksimalan
makna akan mengembangkan fungsi kearifan local sebagai pandangan, acuan, dan
tauladan, dalam menjaga karakter bangsa.
Adapun fungsi ungkapan dalam Paribasa Bali tersebut antara lain:
1. Kepedulian terhadap Sesama
a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni sadar akan
hak dan kewajiban diri dan orang lain ini tercermin dalam
sesonggan (pepatah). Buka sepite, pedaduanan tatuekne buka anake
menyama tuah ajake dadua Seperti sepit (penjepit) selalu berduaan
atau berpasangan. Yang memiliki makna sehebat apaun kita tanpa
dibantu oleh orang lain akan tidak berarti apa-apa, janganlah kita
merasa mampu bekerja sendirian tanpa bantuan orang lain. Infrensi
dari arti tersebut adalah orang yang arogan dan sombong karena
merasa diri hebat bisa melakukan segala-galanya, orang yang
demikian cendrung mengabaikan orang lain, tidak menghormati
pemikiran dan sikap orang lain karena merasa diri serba bisa. Orang
tersebut sesungguhnya tidak tahu apa-apa yang seharusnya

97

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

dikerjakan. Memahami hak dan kewajiban sangat dibutuhkan dalam


kehidupan siswa. Nilai karakter ini tampaknya sejak dulu sudah
mendapat perhatian dari leluhur kita, sebagaimana dapat dicermati
misalnya, dalam sesonggan, geng yasa geng goda, besar jasa
besar pula godaannya, gede kayune gede papahne, besar pohonnya
besar pula rantingnya, serta dalam sesenggakan, buka benange
suba kadung maceleban seperti benang terlanjur basah, sesonggan
geng yasa geng goda mendidik kita untuk tabah, bertanggung
jawab akan hak dan kewajiban semakin besar hasil yang didapat
(hak) semakin besar pula kewajiban kita membayar pajak pada
negara. Disamping itu siswa juga harus diajarkan bertanggung
jawab, ulet, tekun, tabah, dan selalu berpikir positf mana hak dan
mana kewajiban yang harus dikerjakan seperti, sesenggakan buka
benange suba kadung maceleban sebagai siswa harus bekerja
sampai tuntas tidak boleh setengah-setengah meskipun hak yang di
terima kurang sesuai dengan harapan.
b. Nilai karakter patuh kepada aturan-aturan sosial, sikap menurut dan
taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan
kepentingan umum, terdapat dalam Sesonggan (Pepatah) Caruk
gong, muah aud kelor, semua perangkat gamelan atau menarik daun
kelor dari batangnya yang memiliki makna di ibaratkan seperti
siswa yang sudah terjun ke masyarakat apabila ada kegiatan apapun
semuanya ikut bekerja tanpa terkecuali. Dalam kehidupan seharihari dilingkungan manapun berada diharapkan dapat hidup saling
tolong menolong berat dan ringan harus ditopang bersama-sama
demi kemajuan bersama. Nilai karakter patuh pada aturan aturanaturan sosial dengan cara bersikap dan bertindak dalam menghadapi
masalah dengan menghindari sikap lupa diri, terburu-buru, ceroboh,
dan bertindak berdasarkan pertimbangan yang matang. Niali
karakter ini tercermin pula dalam beberapa sesonggan, antara lain,
gangsaran tinda kuangan daya, bertindak tanpa berpikir terlebih
dahulu dija kadena langite endep,jangan mengira ada langit yang
rendah, sangat baik dipakai untuk menasehati dan mendidik anakanak yang kurang bisa mengendalikan diri atau cendrung bersifat
ceroboh serta terburu-buru sehngga tidak mentaati aturan-aturan
yang berlaku. Sikap ceroboh, dan terburu-buru tersebut dalam
mengambil suatu keputusan sangat merugikan dalam kehidupan.
c. Nilai karakter menghargai karya dan prestasi orang lain, sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati
keberhasilan orang lain terkandung dalam sesonggan (pepatah)

98

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Aduk sera aji keteng tatuekne, karusakang baan anak padidi sane
tiosan. Makanan yang di,campur dengan terasi berlebihan
maknanya, diibaratkan seperti pekerjaan yang sudah dilakukan oleh
masyarakat dengan baik tetapi hasil akhirnya dirusak oleh satu
orang. Artinya perbuatan apapun yang dilakukan harus selalu
berhati-hati apalagi menyangkut orang banyak persatuan dan
kesatuan harus dikedepankan. Nilai karakter sikap menghargai karya
dan prestasi orang lain yang berhubungan dengan sifat, sikap
menghargai yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri. Nilai karakter ini dapat dicermati pula dalam sloka, buka
slokane tusing ada lemete elung tak ada sesuatu yang lentur itu
patah, nilai yang terkandung dalam sloka itu menandakan adanya
bentuk kompromi dan tidak melakukan hal balas dendam dalam
menyelesaikan masalah, selalu menghargai karya orang lain
sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan Suarka (dalam jurnal
Aksara 2010 : 103).
d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni, santun,
sifat halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata
prilakunya kesemua orang, tersurat dalam sesawangan
(perumpamaan) Kemikane luir madu juruh, tatuekne, kemikane
manis nyunyur. Suaranya manis bagaikan madu gula, maknanya
suaranya sangat manis, pintar, jujur, sopan, santun. Siswa yang baik
adalah Siswa yang memegang teguh kata-kata yang diucapakan
(santun, satya wacana). Nilai tatakrama dan santun berhubungan
dengan sikap hormat kepada orang lain yang patut dihormati dengan
penuh kesadaran dan prilaku sopan dalam bertindak serta santun
dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari, nilai sopan santun tampak
tercermin pula dalam dibalik makna sesonggan kuping ngliwatin
tanduk, degag delem, makecuh mulet menek, dan dibalik
makna sesenggakan ; buka guake ngadanin iba , buka jangkrike
galak di bungut, buka naar krupuku gedenan kriak mengandung
makna durhaka, sombong, dan angkuh. Karena itu sesonggan
tersebut dipakai menasehati anak-anak agar tidak berbuat durhaka,
sombong, dan angkuh tetapi menghormati orang yang patut
dihormati.
e. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu demokratis
terdapat dalam sesenggakan (ibarat) Buka ngae bajune, sikutang
keraga, tatuekne, buka melaksana, makeneh, wiadin ngomong yan
tibakang marep teken anak len, patut imbangang malu ka deweke
padidi. seperti membuat baju ukur dulu pada diri sendiri,
maknanya seperti berbuat berpikir, maupun berbicara kalau di

99

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

terapkan pada orang lain harus sesuaikan dulu dengan diri sendiri,
artinya siswa dalam berbuat, berpikir, maupun berbicara harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi, memiliki rasa demokrasi
cara berpikir, bersikap, dan bertindak menilai sama hak dan
kewajiban diri sendiri dengan orang lain.
2. Nilai kebangsaan
a. Nilai karakter Nasionalis yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsanya terkandung dalam sesenggakan ( ibarat) buka
sumangahe, ngutgut kanti mati, tatuekne buka anak ane nindihin
kenehne diastun ngemasin mati. seperti semut merah menggigit
sampai mati, maknanya, seperti seseorang yang membela tanah air
sepenuh jiwa dan raga mempertaruhkan nyawanya. Hendaknya
siswa mentauladani sikap tersebut sebagai generasi muda penerus
bangsa.
b. Nilai karakter menghargai keberagaman yakni sikap memberikan
respek/kehormatan terhadap berbagai macam hal baik yang
berbentuk fisik, sifat, adat istiadat, budaya, suku, dan
agama.terkandung dalam wewangsalan (tamsil) belahan pane
belahan paso, selebingkah beten biu tatuekne ade kene ada keto,
gumi linggah ajak liu. pecahan gerabah, pecahan baskom, dibawah
pohon pisang, maknanya ada yang seperti ini ada yang seperti itu,
dunia ini milik kita bersama. Maksudnya, sebagai siswa harus
saling hormat menghormati, harga menghargai, sehingga tercipta
kerukunan walaupun ada perbedaan satu sama lain. Cara lain yang
ditawarkan pula dalam mencermati keberagaman tersebut
dituangkan dalam bentuk sesenggakan
buka besine teken
sangiane ibarat besi dengan batu asah yakni terjadi sikap saling
mengalah satu sama lain demi tujuan bersama. sebagaimana
diketahui Indonesia dicirikan oleh keberagaman dalam berbagai
aspek, seperti suku, ras, agama, bahasa daerah, ideologi, tatakrama,
karena itu pemahaman terhadap keberagaman dan perbedaan itu
perlu ditanamkan sejak dini sehingga tercipta suatu kondisi dimana
dalam perbedaan dan keberagaman masyarakat kita tetap memiliki
satu kedudukan yang sama saling menghargai dan menghormati satu
sama lainnya.
.

100

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa


(Religius)
Berkaitan dengan nilai karakter yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, pikiran, perkataan, dan tidakan seseorang yang
diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau
ajaran agamanya terdapat dalam bebladbadan (metafora), I Made
Molog mula kereng mawang putihin timpalne, tatuekne mamisunayang,
I Made Molog memang suka membawang putihkan temannya
maknaya memfitnah. Dalam agama siswa diajarkan tidak boleh
memfitnah teman, dan menjatuhkan teman untuk kepentingan sendiri
sehingga merugikan orang lain perbuatan tersebut sangat melanggar
ajaran agama. Selain itu nilai karakter dalam wujud keyakinan pada
Tuhan Yang Maha Esa dituangkan dalam bentuk sesapaan, misalnya
ketika orang-orang melakukan pembicaraan dan ada suara cecak
terdenganr, maka mereka mengucapkan sesapaan turun Saraswati
maksudnya apa yang diucapkan diberkati Tuhan (dalam manifestasinya
sebagai dewi Saraswati). Begitu pula, ketika masyarakat Bali kencing
disuatu tempat atau bukan di WC umpamanya atau mungkin ditegalan
yang tak dikenal mereka mengucapkan, jero-jero megingsir jebos tiang
manyuh maksudnya minta ijin supaya yang tinggal didaerah tempat
kencing itu yang tidak dapat dilihat secara kasat mata pergi sejenak
sehingga apa yang kita lakukan terberkati.
4. Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri meliputi;
a. Jujur
Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. Terdapat
dalam sesawangan (perumpamaan), munyine jangih kadi sunarine
tempuh angin, tatuekne, jangih, ngulangunin, tur lengut pisan.
tutur bahasanya nyaring bagai sunari yang di hembus angin,
maknanya halus, merdu, dan indah sekali. Siswa yang jujur adalah
siswa yang memilki tutur kata, tindakan,pekerjaan yang baik, halus,
dapat dipercaya, dan dipertanggung jawabkan.
b. Bertanggung jawab
Merupakan sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya siswa lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, (alam, sosial, dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat dalam
sesonggan (pepatah), sekah gelah nyen man tunden maktinin,
tatuekne, gumi Indonesia ene mula iraga ngelah, iraga patut

101

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

ngutamayang, tempat dewa-dewi (dalam agama hindu) siapa yang


disuruh menyembahnya, sama halnya dengan bumi Indonesia yang
tercinta ini memang kita yang memiliki harus kita yang menjaganya.
Sebagai siswa yang bertanggung jawab harus melaksanakan tugas
dan kewajiban terhadap Tuhan, nusa dan bangsa.
c. Kerja keras
Merupakan suatu prilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan
tugas (belajar/bekerja) dengan sebaik-baiknya. Terdapat dalam
sesonggan (pepatah), sapuntul-puntulan besine yening sangih dadi
mangan, tatuekne,lamun apa je belogne yening malajah pasti lakar
dueg, setumpul-tumpulnya besi apabila diasah pasti akan
tajam,maknanya sebodoh bodohnya siswa apabila mau sungguhsungguh dalam mengatasi permasalahan, pekerjaan maupun belajar
pasti akan berhasil dan pintar,dalam menanamkan nilai kerja keras
dalam paribasa dapat dilakukan juga melalui pujian atau cara sopan
dalam sindiran. Nilai prilaku upaya sungguh-sungguh dalam bekerja
dalam paribasa Bali disampaikan secara sopan dalam paribasa Bali
dapat tercermin dalam sesonggan, seperti, cenik-cenikan punyan
sotong, keci-kecilan pohon jambu biji, yeh ngetel bisa molongin
batu setetes air dapat melobangi batu, sesenggakan, seperti, buka
petapan ambengane, ibarat alang-alang, sesonggan dan
sesenggakan tersebut dipakai untuk menasehati, mendidik anakanak agar memiliki sikap kerja keras, prilaku yang sungguhsungguh, belajar yang kuat seperti pohon jambu kecil tapi kuat,
begitu juga dengan setetes air lama-lama bisa melobangi batu .
Semua manusia memiliki potensi yang baik. Manusia harus belajar
dari kecil karena pada usia muda, pikiran, konsentrasi dan
kecerdaasan anak-anak sangat tajam serta sudah tua akan dijadikan
sebagai pengayom inilah yang diumpamakan seperti alang-alang.
Siswa sangat perlu diberikan nasehat paribasa Bali ini supaya
mampu mengerjakan dan menyelesaikan tugas dan kewajiban
dengan baik.
d. Percaya diri
Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Terdapat
dalam bladbadan (metafora), prakpak balok kaden sundih, awak
belog ngaku ririh, bara balok dikira api lampu templek, dirinya
bodoh mengaku pintar maknanya sebagai siswa harus memiliki
sikap percaya diri, keyakinan dan kemampuan diri sendiri sehingga

102

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

dapat bersaing dalam kehidupan sehari-hari, meskipun ilmu yang


dimiliki kurang memadai tetapi kalau sudah memiliki keyakinan,
percaya diri niscaya semuanya dapat teratasi. Adakalanya dalam
masyarakat Bali, pengakuan sikap, prilaku bijaksana dan percaya
diri seseorang terindikasi melalui sikap rendah hati seseorang.
Karena itu, sikap rendah hati dan percaya diri menjadi indikator bagi
tingkah laku manusia Bali, sebagai mana tercermin dalam ungkapan
eda ngaden awak bisa depang anake ngadanin, sikap percaya
diri berkaitan dengan sikap tidak menyombongkan diri meskipun
dipuji, suka menerima saran atau kritikan untuk meningkatkan
prestasi.
e. Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunujukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
Terdapat dalam sesonggan (pepatah) song beduda buin titinin,
tatuekne, buka anake ane plapan melaksana, ngidepang ilmu
pengetahuan di sahananing laksana. Lobang beduda (semacam
serangga yang sering buat lubang ditanah) dibuatkan jembatan, hal
ini sangat baik diajarkan pada siswa dalam berbuat, berbicara, harus
selalu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sehingga apa yang
dicita-citakan dapat diraih dan berhasil.
f. Berpkir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu cara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang
telah dimiliki. Tersurat dalam sesenggakan (ibarat), buka padine ane
misi nguntul, ane puyung sunggar, tatuekne buka anake pradnyan
alep tur mendep, sakewala anake ane belog punggung, sombong
ngucicak. seperti padi yang penuh berisi menunduk, sedangakan
yang kosong berdiri, makna seperti siswa yang sangat pandai diam,
tidak banyak bicara, tetapi siswa yang bodoh terlalu banyak bicara
dan sombong. Artinya sebagai siswa harus rajin belajar, berpikir
logis, kritis, dan inovatif demi bangsa dan negara.
g. Mandiri
Sesuatu sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Seperti terdapat dalam
sesenggakan (ibarat), buka ulungan durene, nyaputin iba, tatuekne,
buka anake ane tanggar teken awakne apang tuara kasengkalen
tipal. seperti jatuhnya buah duren, berselimut sendiri, maknanya
sebagai siswa harus bersikap dan berprilaku mandiri tidak
tergantung orang lain. Ini sangat baik dipakai mendidik anak-anak

103

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

supaya bisa hidup tabah, kuat, berani mengambil resiko, dan berpikir
fositif dalam mengerjakan tugas-tugas pribadi maupun tugas negara.
5. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan
alam di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu
ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan. Nilai ini berhubungan dengan sikap, sifat, perhatian,
karena dewasa ini masyarakat sudah mulai melakukan illegal loging
secara besar-besaran sehingga pemanasan global terjadi. Pada era
reformasi sekarang mengelola kekayaan alam, hutan, dan hasil bumi
lainnya sudah semakin meraja lela sehingga hutan menjadi rusak,
lingkungan rusak, dan kekayaan alam semakin menipis sebenarnya
masyarakat yang baik adalah masyrakat yang eling, ingat, dan selalu
waspada sehingga tidak terjadi kerusakan dimana-mana. Nilai karakter
ini maknanya dapat dilihat dalam sindiran berikut, sesonggan, ngalih
baling ngaba alutan, buta tumben ngedat, takut ngetel payu makebios,
sau kerep dungki langah, mengandung makna tidak mampu mengelola
kekayaan alam dengan baik (berhasil guna, tepat sasaran) menyebabkan
hidup ini hancur berantakan (takut ngetel payu makebios), cendrung
boros tidak mau lagi menanam hutan hanya menebang saja sehingga
banjir dan pemanasan global terjadi (sau kerep dungki langah),
membuat hidup menjadi menderita, pas-pasan (ngalih balang ngaba
alutan), sesonggan tersebut sering digunakan menyindir sikap dan
tingkah laku orang yang angkuh, sombong, dan conkak, dengan tujuan
untuk menyadarkan orang tersebut bahwa kepentingan pribadi yang
dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merusak
lingkungan sangat merugikan orang banyak.
KESIMPULAN
Ungkapan-ungkapan tradisional yang merupakan mutiara kata dari nenek
moyang mengandung pesan moral yang dapat berlaku sepanjang jaman. Ungkapanungkapan tradisional tersebut dibuat sebagai petuah, nasehat yang disampaikan secara
tersirat dengan memperhatikan estetika bahasa yang tinggi. Seiring dengan tergerusnya
akar budaya maka perlu adanya penguatan karakter bangsa. Lebih lanjut karakter bangsa
perlu dijaga agar tetap terjaga.paribasa bali merupakan genre sastra lisan Bali tradisional
yang sangat kaya dengan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut memiliki
kontribusi strategis dalam pembentukan karakter bangsa. Manusia berkarakter adalah
manusia yang memiliki kesehimbangan dan keharmonisan dalam hal rasa. Untuk itu
revitalisasi budaya melalui pengkajian sebagai aset budaya termasuk paribasa Bali,
merupakan upaya penting dan strategis dalam rangka penguatan dan ketahanan budaya.

104

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014


ISSN : 1907-3232

Karakter-karakter yang tampak kental pada ungkapan-ungkapan paribasa Bali


adalah pembentukan karakter, hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan
dengan diri sendiri, hubungan dengan sesama, hubungan dengan lingkungan, dan nilai
kebangsaan. Untuk memahami ungkapan dalam paribasa Bali tersebut perlu adanya
orientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal upaya pengembangan makna sesuai
dengan konteks dapat maksimal, lebih lanjut siswa dapat menerima dan mengaplikasikan
dalam tutur dan tindakan untuk pembelajaran karakter baik bagi diri sendiri, orang lain,
maupun bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA
Ginarsa, Ketut t. th. Paribasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep, dan Implementasi. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Buku Pedoman Pendidikan Karakter di Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian
Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Jakarta: Direktorat Jendral
Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Suarka, I Nyoman. 2010. Aksara Jurnal Bahasa dan Sastra. Balai Bahasa Denpasar.
Nomor 36, TH XXII, Desember 2010
Suyanto. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah Perlu Direvitalisasi Majalah Diknas
Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.
Yudhoyono, Susilo Bambang. 2011. Mari Kita Kerja Keras melalui Jalur Pendidikan
Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.

105

Anda mungkin juga menyukai