IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu
pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan
wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu.
Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil
mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit
dua kali dalam setahun, yakni bulan April dan Oktober. Apa yang ada ditangan
pembaca yang budiman saat ini merupakan jurnal pendidikan Widyadari Nomor 16
Tahun X Oktober 2014.
Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi
ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan
pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal Pendidikan
Widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIP
PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP
PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik.
Semoga penerbitan Jurnal Pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang
baik untuk membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik,
dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya.
Redaksi
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi .........................................................................................
Daftar Isi
ii
.....................................................................................................
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu hal yang mempunyai peranan
penting dalam perkembangan dan kelangsungan hidup manusia. Pendidikan
bukan lagi menjadi sebuah keharusan dalam kehidupan manusia, melainkan
menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Hakikat pendidikan yang
bertujuan untuk memberikan perubahan baik secara pemikiran, sikap, mental
dan tingkah laku dirasa mampu menjadi bekal utama bagi individu untuk
memenuhi segala kebutuhan dan menghadapi permasalahan-permasalahan
yang muncul di sekitarnya.
Keberhasilan dunia pendi-dikan dapat ditandai dengan bukti bahwa
terjadinya perkembangan kebudayaan dalam masyarakat yang merambah ke
dalam peningkatan kemampuan manusia dalam menghadapi perubahan
zaman. Tujuan utama dalam pendidikan itu sendiri adalah memaksimalkan
kemampuan yang ada dalam setiap individu, tetapi secara lebih jelas hal ini
dapat dilihat melalui prestasi belajar yang diperoleh melalui proses
pendidikan.
Individu yang telah masuk ke dalam dunia pendidikan formal akan
melalui tahap evaluasi pembelajaran yang nantinya akan menghasilkan
sebuah indeks prestasi. Individu merupakan titik pusat proses pendidikan
yang mempunyai peranan sangat penting. Dalam diri manusia atau individu
tersebut terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pendidikan yang dapat dilihat dari prestasi belajar yang diperolehnya.
Prestasi belajar yang bagus tentunya didukung oleh faktor intern individu
yang bagus dan juga faktor ekstern yang memadai. Jika dipandang secara
umum, baik dari faktor intern maupun ekstern ada beberapa variabel yang
mempengaruhi prestasi belajar antara lain kompetensi siswa, kecakapan guru
dalam mengajar, kecerdasan intelektual siswa, disiplin belajar, lingkungan
belajar, minat serta kebiasaan belajar siswa dan lain-lain.
Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar itu
sendiri, karena belajar merupakan suatu proses , sedangkan prestasi belajar
adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut. Bagi seorang siswa belajar
merupakan sebuah kewajiban yang harus ia kerjakan dalam tujuannya
memperoleh ilmu.
Keberhasilan seorang siswa dapat diindikasikan melalui bagaimana
proses belajar yang ia alami dalam pendidikannya. Disadari atau tidak, setiap
individu tentu pernah melakukan aktivitas belajar, karena aktivitas belajar
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang mulai sejak lahir sampai
mencapai umur tua. Belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung
dalam interaksi antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap
dan kebiasaan yang bersifat relatif, baik melalui pengalaman, latihan maupun
praktek.
Prestasi belajar atau hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang
dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana
tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa
huruf atau kata atau simbol (Dimyati dan Mujiono, 1999 : 200).
untuk mendapatkan kebiasaan belajar yang tepat dan memberikan hasil yang
maksimal bagi dirinya. Penelitian tentang metode mengajar yang paling
sesuai ternyata semuanya menemukan hasil yang kurang memuaskan, karena
setiap metode mengajar bergantung pada cara atau kebiasaan belajar siswa,
pribadinya dan kesanggupannya. Biasanya dicari metode mengajar yang
paling sesuai dengan siswa rata- rata yang sebenarnya juga tidak
berpengaruh secara signifikan.
Sesuai dengan paparan di atas, adapun tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui: 1) pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS
siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, 2)
pengaruh kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII
SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, dan 3) pengaruh
perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa
kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini tergolong menggunakan rancangan ex post facto.
Adapun populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
seluruh siswa kelas VIII semester 1 SMP Ganesha Denpasar yang terdiri dari
8 kelas dengan jumlah populasi sebanyak 343 siswa yang terdiri dari 187
siswa laki-laki dan 156 siswa perempuan. Dari jumlah populasi sebanyak 343
orang siswa, selanjutnya diambil sampel dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel menurut Cochran. Sesuai dengan hasil penghitungan,
jumlah sampel yang diambil sebanyak 181 orang siswa.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner untuk variabel perhatian orang tua dan kebiasaan belajar.
Sedangkan, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang
prestasi belajar IPS siswa.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif,
analisis product moment, dan analisis regresi dua prediktor.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui kecen-derungan variabel perhatian orang tua,
digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase
kecenderungan perhatian orang tua dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 1
Persentase Kecenderungan Variabel Perhatian Orang Tua
Skor
>120
90-119
60-89
<59
Jumlah
Kategori
Tinggi
Cukup
Kurang
Rendah
Frekuensi Absolut
168
13
0
0
181
Frekuensi Relatif
92,818%
7,182%
0%
0%
100%
Tabel 2
Persentase Kecenderungan Variabel Kebiasaan Belajar
Skor
>80
60-79
40-59
<39
Jumlah
Kategori
Tinggi
Cukup
Kurang
Rendah
Frekuensi Absolut
52
129
0
0
181
Frekuensi Relatif
28,730%
71,270%
0%
0%
100%
Tabel 3
Persentase Kecenderungan Variabel Prestasi Belajar IPS
Skor
>84,4
79-83,4
73,6-78
<73,6
Jumlah
Kategori
Tinggi
Cukup
Kurang
Rendah
Frekuensi Absolut
28
113
29
11
181
Frekuensi Relatif
15,496%
62,431%
16,022%
6,077%
100%
Db
2
178
180
JK
RK
1500,7267501
1548,8851123
3049,6118624
Freg
750,363375 86,2328058
8,70160175
-
Ft5%
3,04
-
Berdasarkan tabel di atas, Freg lebih besar daripada dengan nilai F tabel
atau 86,232 > 3,04. Sedangkan Hipotesis Nol (Ho) yang diuji berbunyi tidak
ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi
belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran
2013/2014 ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar
terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun
ajaran 2013/2014.
10
ABSTRACT
The research objective was to determine differences in learning outcomes
that follow the teaching methods of biology humor with conventional methods.
Research conducted classified research Quasi Experiment (quasi-experimental),
using the design of the nonequivalent control group. The study population such as
students of class X semester SMAN 2 Mengwi 2013/2014 academic year
consisting of 12 classes. Samples were taken from the population randomly
(simple random) to obtain two classes, where class X2 and X3 as an experimental
group as a control group. The type of data that is required in the form of data from
study biology (quantitative data). Data collection techniques taken with the post
test, then analyzed by parametric statistical tests using t-test. From t-test
calculation results obtained t count equal to 4.246 with a significance level of 5%
and 74 hp, so the values obtained ttabel 1,980. This means that t count> t table
(4.246> 1.980), so that it can be concluded that there is a learning effect method
biology humor on learning outcomes of students of class X semester SMAN 2
Mengwi school year 2013/2014. Based on the average results of learning in the
experimental group (humor method) amounted to 73.28 while the control group
(conventional method) amounted to 64.026. It shows that there are significant
differences and the application of learning methods with humor gives better
impact compared to conventional methods.
Keywords: Methods humor, learning outcomes
PENDAHULUAN
Jika dikaji lebih mendalam permasalahan pendidikan sebenarnya bermula
dari kurang efektifnya proses pembelajaran. Oleh karena itu upaya apapun yang
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus diawali dan difokuskan
pada usaha memperbaiki kualitas pembelajaran dengan mengoptimalkan semua
komponen yang terkait di dalamnya. Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari
beberapa indikator, yaitu proses dan capaian hasil belajar. Dari segi proses
pembelajaran dapat dilihat, misalnya bagaimana peserta didik dapat menikmati
pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan, artinya jika suatu
pembelajaran tidak berhasil membangkitkan motivasi dan meningkatkan hasil
belajar peserta didik, maka pembelajaran itu tidak dikatakan efektif. Bentuk
komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan adalah menggunakan
humor. Meskipun tidak semua guru memiliki sifat humoris dan dapat
menciptakan suasana menyenangkan dalam interaksinya, namun hambatan
tersebut dapat diatasi dengan berbagai sumber yang memungkinkan terciptanya
pembelajaran menyenangkan. Sifat humoris guru dan kemampuan guru
11
12
terhadap situasi yang ada atau yang dihadapi. Penggagas Teori ini antara lain
Mainer, Schller, dan Scheerer. (7) Teori Psikoanalisis Sigmund Freud, menurut
Goldstein dan McGhee dalam Khanifatul (2013) menyatakan hal-hal yang
menyenangkan cenderung menjurus pada pelepasan energi kejiwaan. Apabila
energi terbentuk karena pikiran diarahkan ke objek tertentu, tetapi energi tersebut
tidak dapat dimanfaatkan maka energi tersebut mungkin dapat dilepaskan melalui
humor. (8) Teori Ambivalensi, lebih menekankan adanya emosi atau perasaan
yang berbeda atau bertolak belakang. Dalam Antropologi, teori humor dikaji pada
relasi humor (joking relationship) di antara siapa saja atau dalam ikatan
kekerabatan bagaimana humor itu terjadi. Teori ini dikemukakan pertama kali
oleh Apte pada 1985. Teori Humor dalam teori kebahasaan menurut Victor
Rasikin dalam artikel Jokes dinamakan script-based semantic theory (teori
sematik berdasarkan skenario). Berdasarkan teori ini tingkah laku manusia
ataupun kehidupan pribadinya telah terpapar dan terekam dalam sebuah peta
semantik. Penyimpangan yang terjadi pada peta semantik tersebut akan merusak
keseimbangan dan akan menimbulkan kelucuan. Marketerbodoh (2012),
menyatakan bahwa Teori ketidak seimbangan, putus harapan dan bisosiasi. Teori
ini dicetuskan oleh seorang Arthur Koestler. Dia mengatakan, Hal yang
mendasari semua bentuk humor ialah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi
atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus, konteks yang menimbulkan
bermacam-macam asosiasi. Contoh humor bisosiasi adalah sebagai berikut:
beberapa orang sipir penjara mengajak para tahanan bermain kartu dengan
mereka, para tahanan yang bermain curang dibuang ke luar penjara Schopen
Hauer dalam Nurjanah (2012). Menurut teori ini, humor timbul karena kita
menemukan hal-hal yang tidak diduga, atau kalimat (juga kata) yang
menimbulkan dua macam asosiasi. Yang pertama kita sebut tehnik belokan
mendadak (unexpected turns) kata yang kedua, asosiasi ganda (puns). Teori
pelepasan inhibisi, diambil dari teori Sigmund Freud dalam Resta (2011) yaitu
kita banyak menekan ke alam bawah sadar kita, pengalaman-pengalaman yang
tidak enak atau keinginan-keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Salah satu
diantara dorongan yang ditekan adalah dorongan agresif. Dorongan agresif masuk
ke alam bawah sadar dan bergabung dengan kesenangan bermain dari masa
kanak-kanak kita. Contoh pelepasan inhibisi adalah ketika sedang jatuh untuk
menetralkan suasana maka kita akan tertawa.
Manfaat Humor, menurut Darmansyah dalam Khanifatul (2013),
berdasarkan penelitiannya terungkap bahwa humor diperlukan dalam
pembelajaran, karena salah satu bentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran
yang menyenangkan adalah menggunakan humor. Humor dalam pembelajaran
dapat membuat peserta didik secara emosional memacu mereka agar tertawa, akan
tercipta suasana yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya
ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan
otak memori dan otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan humor di ruang
kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi stress, meningkatkan
motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru dan peserta didik, dan
meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses hendaknya mempunyai
13
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi experiment, karena gejala
yang diselidiki ditimbulkan terlebih dahulu dengan sengaja, dan mempunyai
kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2013).
Dalam eksperimen digunakan dua kelompok sampel, yaitu kelompok perlakuan
(kelompok eksperimen) dan kelompok kontrol, dengan Non Equivalent posttestonly Control Group Design. Populasi berupa semua peserta didik kelas X
semester genap SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 12
kelas. Dari populasi tersebut dipilih secara random 2 kelas sebagai sampel
penelitian, sebagai kelompok eksperimen (kelas X2) dan kontrol (kelas X3).
Variabel yang terlibat dalam penelitian, sebagai variabel bebas yaitu
metode humor, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar biologi peserta
didik kelas X SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014. Langkahlangkah yang ditempuh dalam pengumpulan data meliputi tahap persiapan, (a)
menyiapkan ijin penelitian, (b) menyusun dan merancang perangkat
pembelajaran, yan terdiri dari rancangan proses pembelajaran (RPP) dan LKPD
14
15
Kelas
Interval
45-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86
Nilai
Tengah
48,00
55,00
62,00
69,00
76,00
83,00
Frekuensi
5
6
11
8
5
3
38
Frekuensi
Komulatif
5
11
22
30
35
38
Persentase
13,1%
15,7%
28,9%
21,0%
13,1%
7,8%
100%
Kelas
Interval
45-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86
Nilai
Tengah
48,00
55,00
62,00
69,00
76,00
83,00
Frekuensi
5
6
11
8
5
3
38
Frekuensi
Komulatif
5
11
22
30
35
38
Persentase
13,1%
15,7%
28,9%
21,0%
13,1%
7,8%
100%
Tabel 3 menunjukkan bahwa 28,9% peserta didik memperoleh skor di sekitar ratarata, 41,9% memperoleh skor di atas rata-rata dan 28,8% di bawah rata-rata.
Uji prasyarat, sebelum dilakukan uji hipotesis dengan uji-t maka terlebih
dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas, uji homogenitas varians. (a)
16
Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk meyakinkan bahwa uji statistik
parametrik yang digunakan dalam pengujian hipotesis benar-benar dapat
dilakukan. Hal ini penting karena jika sebaran data tidak mengikuti arah normal
maka uji-t tidak dapat dilakukan. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan rumus Chi-kuadrat (X2) pada 2 kelompok, yaitu kelompok
eksperimen (x1) dan kelompok kontrol (x2). Penghitungan uji Chi-kuadrat (X2)
menunjukkan bahwa harga X2hitung < X2tabel untuk kedua kelompok data. Ini berati
H0 diterima (gagal ditolak), maka kedua kelompok data terdistribusi normal.
Ringkasan uji normalitas untuk kedua kelompok tersebut disajikan pada tabel 4.
(b) Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa perbedaan
yang diperoleh dari uji-t benar-benar berasal dari perbedaan antar kelompok,
bukan disebabkan oleh perbedaan di dalam kelompok. Pengujian homogenitas
varians menggunakan uji F pada taraf signifikansi 5% (=0,05). Ringkasan uji F
untuk data hasil belajar biologi antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol sebesar 1,41 yang lebih kecil dari F tabel pada taraf signifikansi 5%
dengan dk = (35,37) sebesar 1,79 hal ini berarti bahwa data hasil belajar biologi
peserta didik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai
varians yang homogen.
Kelompok
Sampel
X1
X2
Jumlah
Sampel
38
38
X2 hitung
X2tabel
Kesimpulan
2,8
8,08
11,07
11,07
Normal
Normal
Uji Hipotesis, hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar
4,246 sedangkan harga ttabel untuk dk = n1 + n2 2 = 38 +38 -2 =74 pada taraf
signifikansi 5% adalah ttabel = 1,980 (uji dua pihak/ two tail test). Ini berati
hipotesis nol (H0) ditolak dan Ha diterima, oleh karena itu dapat diinterpretasikan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara yang mengikuti
pembelajaran dengan metode Humor dan menggunakan metode konvensional
pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran
2013/2014. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kelompok peserta didik yang
mengikuti pembelajaran dengan humor memiliki skor hasil belajar biologi ratarata sebesar 73,28, sedangkan kelompok peserta didik yang mengikuti
pembelajaran konvensional memiliki skor hasil belajar biologi rata-rata sebesar
64,026. Jadi hasil analisis data dan uji-t menunjukkan bahwa hasil belajar biologi
peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor lebih baik
daripada hasil belajar biologi kelompok peserta didik yang mengikuti
pembelajaran model konvensional. Berikut ini disajikan rekapitulasi hasil uji t
pada Tabel 5.
17
Keterangan
Ha.
diterima
Pembahasan
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor dan
menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap
SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014, dan hasil belajar peserta didik
yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor secara rata-rata lebih baik
dibandingkan dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran model
konvensional. Sejalan dengan pendapat Darmansyah dalam Khanifatul (2013),
berdasarkan penelitiannya, bahwa humor diperlukan dalam pembelajaran, karena
dapat membentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan.
Penyertaan humor dalam pembelajaran membuat peserta didik secara emosional
memacu mereka tertawa, tercipta suasana menyenangkan yang pada gilirannya
menciptakan pembelajaran menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya
ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan
bagian otak memori dan bagian otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan
humor di ruang kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi
stress, meningkatkan motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru
dan peserta didik, dan meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses
hendaknya mempunyai persediaan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat humor (jenaka)
atau memiliki kepandaian berkelakar. Dengan demikian maka pembelajaran
metode humor berpengaruh positif dalam meningkatkan hasil belajar biologi.
Berpengaruh positifnya pembelajaran dengan metode humor terhadap hasil belajar
biologi, hal tersebut terjadi karena dalam pembelajaran metode humor tercipta
komunikasi dan interaksi pembelajaran yang dapat memberikan dampak yang
baik terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan kata-kata,
bahasa, atau gambar yang mampu menggelitik peserta didik untuk tertawa
sehingga terciptanya suatu proses pembelajaran yang menyenangkan yang pada
gilirannya mampu meningkatkan pemahaman dan memprtinggi daya ingat
sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan otak
memori dan otak berpikirnya secara optimal. Berdasarkan uraian tersebut maka
metode pembelajaran humor dapat meningkatkan hasil belajar. Sehingga metode
pembelajaran humor dapat diterapkan dikelas sebagai alternatif untuk
memperkaya ragam variasi metode pembelajaran.
18
DAFTAR RUJUKAN
Adnyani. 2009. Pengaruh Penerapan Improving Learning dengan Strategi
Pembelajaran Inkuiri terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta didik
Kelas VIII SMP Negeri 2 Denpasar Tahun Pelajaran 2012/2013".(tidak
diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Akhmad. 2013. Pentingnya rasa humor guru dikelas. http://akhmad sudrajat.
wordpress. com/2013/05/16/rasa-humor/. (diakses pada sabtu 23
Nopember 2013.
Anonim. 2012. Humor itu serius. http://marketerbodoh. blogspot.
com/2012/07/humor-itu-serius. html. rabu (diakses tanggal 5 maret 2014
jam 12.05)
Ayutri. 2007. Pengaruh penerapan strategi pembelajaran kelompok peserta didik
dengan gaya kepemimpinan heroik (student team heroic leadership) yang
dilengkapi tugas terstruktur terhadap hasil belajar matematika pada
peserta didik kelas VIII SMP Dharmasastra Sempidi tahun Ajaran
2012/201 . (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Bergambarku. 2014. Kumpulan-gambar-kartun-lucu-terbaru-7. http://www.
bergambarku.com/?attachment_id=464. (diakses pada tanggal 11 januari
2014. Pukul 12.30)
Cen35. 2013. 50 Tebak-tebakan lucu dan jawabannya. http://cen35. blogspot.
com/2013/02/50-tebak-tebakan-lucu-dan-jawabannya. html. (diakses
pada tanggal 20 januari pukul 14.200).
Chaniagorandy. 2012. Humor Psikologi. http://chaniagorandy. blogspot.
com/2012/03/humor-psikologi. html (diakses pada senin 3 maret 2014
jam 12.05)
19
Fitria. 2012. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Motivasi Peserta
didik terhadap Hasil Mata Pelajaran Akuntansi Kelas X SMK N 1 Kota
Jambi.
http://www.
scribd.
com/doc/81368530/29/PengertianPembelajaran-Konvensional-Ceramah. (diakses tanggal 1 januari 2014
pukul 13.35)
Ikatan alumni SMU N 4 Depok. 2008. Humor seputar Hewan dan Tumbuhan.
http://smun4depok. forumotion. com/t340-humor-seputar-hewan-dantumbuhan. (diakses tanggal 17 maret 2014 pukul 11.00)
Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media
----------(2013). Humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan atau
menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga
terdorong untuk tetawa.
Kodzan. 2010. Sekilas Pengetahuan tentang Humor. http://kodzan.
blogspot.com/2010/07/sekilas-pengetahuan-tentang-humor. html. rabu, 5
(diakses tanggal 5 maret 2014 jam 12.05)
Koekoehiman.
2013.
Tes,
Pengukuran,
Penilaian
dan
Evaluasi.
http://imankoekoeh. blogspot. com/2013/12/tes-pengukuran-penilaiandan-evaluasi. html (diakses pada 3 maret 2014 jam 12.30)
Koyan. 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja-Bali: Universitas Pendidikan
Ganesha Press
Maiyusrisusanti. 2013. happy with math. http://susantimaiyusri.blogspot. com/
2013/01/proposal-penelitian-pengaruh-penerapan_29. html. (diakses
tanggal 25 desember 2013).
Muhammadkholik. wordpress. com/2011/11/08. Metode Pembelajaran
Konvensional
Munawar, I. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. http:
indramunawar.
blogspot.
com/2009/06/faktor-faktor-yangmempengaruhi-hasil. html (diakses tanggal 4 Desember 2013 pukul
10.30)
Nurul. 2008. Pengaruh Pembelajaran Aktif Card Sort terhadap Prestasi Belajar
IPA (Sains) Peserta didik Kelas VIII MTs AL- MUHAJIRIN Tahun
Pelajaran 2012/2013. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Nurjanah.
2012.
Humor
sehat.
http://nurjanahpsikodista.
blogspot.
com/2012/06/humor-sehat. html. (diakses tanggal 3 maret 2014 pukul
12.05
Resta.
2011.
Sociology Community.
http://resta-ariestya.
blogspot.
com/2011/11/teori-superioritas-degradasi.html#!/2011/11/teorisuperioritas-degradasi. html. (diakses tanggal 2 Desember 2013 pukul
11.45)
Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta. Bandung
Ritmehati. 2008. Humor dalam bingkai psikologi. http://ritmehati.
wordpress.com/2008/06/26/humor-dalam-bingkai-psikologi/
(diakses
tanggal 3 maret 2014 pukul 12.00)
Sari Yuliantari. 2008. Pengaruh Penerapan Experiental Learning terhadap Prestasi
Belajar Matematika peserta didik kelas VII Semester genap SMP PGRI 3
Denpasar Tahun Pelajaran 2011/2012. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP
PGRI Bali.
20
Shanti. 2012. Kartun ayam menonton film horror. http:// www. make4fun.
com/images/Animal-photos/907-Horror-Movie (diakses tanggal 22 maret
2014 pukul 12.35).
Sociology Community. 2011. Teori Superioritas Degradasi. Sociology
Comunityhttp://resta-ariestya. blogspot. com/2011/11/teori-superioritasdegradasi. html#!/2011/11/teori-superioritas-degradasi. html (diakses
tanggal 5 maret 2014 pukul 12.10).
Susanti. 2013. Pengaruh penerapan strategi pembelajaran menyenangkan dengan
humor pada peserta didik kelas VIII di SMPN 6 bukittinggi. http://winft.
wordpress. com/category/teori-humor/. [diakses pada tanggal 28
Desember 2013]
Sugiyono. 2013. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi
Pendidikan & Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Triadnyani. 2008. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Course
Review Horay terhadap motivasi dan Hasil Belajar Matematika peserta
didik kelas vii smp Sunari Loka Kuta Tahun Pelajaran 2011/2012.
(Tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.
Winarsunu, T. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
21
Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry)
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan
kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di sekolah
menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
22
23
mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul sepanjang masih dalam
batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya suasana belajar yang
lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran Biologi pada siswa
Kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015, khususnya
terhadap penguasaan materi/Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi lingkungan
abiotikdanbiotik.
Dalam proses pembelajaran, guru telah berupaya agar semua siswa ikut
berpartisipasi aktif.Pembelajaran dengan mempergunakan beberapa macam media
yang ada di sekolah telah dilakukan, berbagai bentuk penugasan telah pula
diberikan kepada siswa, baik di dalam maupun di luar kelas. Namun dalam
berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas
dan prestasi belajar masih relatif rendah.
Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan
konsultasi dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin
menjadi penyebab timbulnya masalah. Beberapa faktor kemungkinan penyebab
rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa, di antaranya:
1) minat dan motivasi belajar siswa yang belum optimal;
2) penyampaian materi dari guru;
3) pengelolaan kelas; dan
4) kesulitan beradaptasi dan kerjasama di antara siswa.
5) pemilihan metode dan pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh
guru.
Dari berbagai faktor di atas ada sinyalemen, rendahnya aktivitas dan prestasi
belajar siswa lebih mengarah pada faktor ke-5, yaitu pemilihan metode dan
pendekatan pembelajaran yang kurang tepat diterapkan oleh guru pada siswa kelas
XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang untuk mata pelajaran Biologi, khususnya
materi/Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan
biotik. Sebagai upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul, maka dilakukan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Pendekatan
dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian
tindakan ini adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student TeamsAchievement Divisions) dan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS).
Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan
sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap perbedaan antar-individu, baik
menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi, agama, ras, gender,
budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran
kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau
24
25
26
Permasalahan
Perencanaan
Pelaskanaan
Tindakan - I
Tindakan - I
Refleksi - I
Permasalahan
Baru, Hasil
Refleksi
Pengamatan/
Pengumpulan DataI
Perencanaan
Pelaksanaan
Tindakan - II
Tindakan - II
Refleksi - II
Pengamatan/
Pengumpulan DataII
Bila Permasalahan
Belum Terselesaikan
27
memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rencana, atau untuk menemukan halhal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan self
evaluation, introspeksi, otokritik, dan sebagainya yang sudah barang tentu
diharapkan bisa bersikap objektif. Untuk menjaga objektivitas yang diharapkan
seringkali diperlukan hasil refleksi itu divalidasi atau minimal dikonsultasikan
dengan teman sejawat, ketua jurusan, kepala sekolah, atau pihak lain yang
kompeten dalam bidang itu. Jadi pada intinya, kegiatan refleksi adalah kegiatan
evaluasi tindakan, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi
tindak lanjut dalam perencanaan siklus penelitian berikutnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya
berlangsung dua kali pertemuan atau tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45
menit). Setiap siklus penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalam
setiap siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar dan prestasi
belajar siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal
ini adalah melalui format observasi dan lembar soal tes yang telah disiapkan oleh
guru.
Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus
setelah diolah diperoleh hasil aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan ratarata dari 61,67 (70,08%) pada siklus I menjadi 78,83 (89,58%) pada siklus II,
yang berarti mengalami peningkatan sebesar 17,16 (19,50%).
Demikian pula halnya dengan prestasi belajar dan atau ketuntasan belajar
siswa dari siklus I ke siklus II cenderung mengalami peningkatan yang sangat
signifikan. Dari 10 siswa (45,45%) yang tidak tuntas pada siklus I menurun
menjadi hanya 1 siswa (4,55%) yang tidak tuntas dan memerlukan remidi pada
akhir siklus II. Sementara itu jumlah siswa yang tuntas tetapi tidak perlu
pengayaan juga meningkat, dari 6 siswa (27,27%) pada siklus I menjadi 9 siswa
(40,91%) pada siklus II. Berikutnya adalah siswa yang tuntas dengan predikat
memuaskan dan sangat memuaskan, masing-masing sebanyak 2 (9,09 %) dan
4 (18,18%) pada siklus I dan meningkat pada akhir siklus II, yaitu masing-masing
menjadi 9 (40,91%) dan 3 (13,64%). Baik yang tuntas memuaskan maupun yang
tuntas sangat memuaskan, keduanya adalah termasuk kategori siswa yang perlu
mendapat program pengayaan. Jumlah siswa dalam kategori yang terakhir itu
secara kumulatif pada akhir siklus II adalah sebanyak 12 siswa (54,54%).
2.
Pembahasan
Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 3 dan 4 tersebut
dengan jelas diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek
28
pengamatan mengalami peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS,
melalui tindakan guru yang berupa pembentukan kelompok belajar secara acak
terstruktur ditambah dengan label nama pada baju siswa untuk memudahkan
observasi dan memberikan penilaian sepertinya cukup ampuh untuk menggugah
motivasi dan gairah belajar siswa. Siswa seolah menjadi sangat terkesan dengan
penciptaan suasana belajar, terlebih setelah mereka diajak secara langsung
melakukan pengamatan dan memberikan perlakuan terhadap lingkungan yang
menjadi sasaran dalam pembelajaran yakni komponen lingkungan abiotik dan
biotik di lingkungan sekolah, melalui pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS).
Antusiame mereka juga meningkat, dikarenakan dalam proses penilaian yang
sangat beda ketimbang sebelumnya yang kali ini kelihatan lebih serius dan resmi
dari guru. Kiranya itu yang membuat mereka untuk dapat tampil sebaik mungkin
dalam rangka mendapat penilaian yang terbaik dari guru selama proses
pembelajaran.
Model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran
mengidentifikasi lingkungan komponen abiotik dan biotik, diakui cukup
mendorong para siswa untuk berlomba dan terpacu meningkatkan aktivitas belajar
mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan agak sungkan urun pendapat berubah
menjadi proaktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru
maupun dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula
pemalas, pelamun dan kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan
bersemangat belajar; dari yang semula kelihatan peragu dan penakut berubah
menjadi penuh percaya diri dalam kegiatan tanya jawab; dari yang semula
kelihatan tak peduli dan egois berubah menjadi penuh antusias dan mau berbagi
dengan teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana
tersajikan pada tabel 3 di atas, di mana aktivitas belajar siswa dalam segala aspek
pengamatan dari 70,08% pada siklus I meningkat menjadi 89,58% pada akhir
siklus II, yang berarti naik sebesar 19,50%.
Berdasarkan kriteria penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan,
prosentase aktivitas belajar sebesar 89,58% itu tergolong tinggi sekali. Demikian
pula angka prosentase kenaikan sebesar 19,50% tersebut jelas jauh melampaui
kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian hipotesis yang
telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%.
Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang
dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian ini bisa diterima kebenarannya
secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi,
khususnya pada materi/Kompetensi Dasar Mengidentifikasi komponen
lingkunganabiotikdan biotik terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 PetangTahunPelajaran 2014/2015.
29
30
31
---------. 2006. UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung:
Citra Umbara.
Ridlo, S. 2005. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS). Dipresentasikan pada
Semiar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum dan Desain Inovasi
Pembelajaran Jurusan Biologi FMIPA UNNES dalam rangka
pelaksanaan PHK A2. Semarang: Biologi FMIPA UNNES.
Rusman.2011. Model-model Pembelajaran :Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudjana, Nana.1989. Penilaian Hasil Proses BelajarMengajar. Bandung: PT
Remaja.
Sulipan.Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online: Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research: http://www.ktiguru.org/)
Surakhmad, Winarno. 1980. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
Curriculum Vitae:
Nama
NIP
Pengalaman Masa Kerja
Tempat dan Tanggal Lahir
Alamat
Instansi Tempat Tugas
Alamat
: I Wayan Sucipta
: 19620617 200604 1 008
: 22 tahun 03 bulan
: Selat, 17 Juni 1962
: Br. Selat Anyar, Desa Selat, Kec.
Abiansemal, Kab. Badung.
: SMK Negeri 1 Petang
: Jln. Raya Pucak Mangu, Pelaga, Pelaga,
Petang, Badung
32
33
dan mengatur budaya. Oleh karena itu, diperlukan bakat unik dari seorang
pemimpin adalah kemampuannya untuk memahami dan bekerja dengan
budaya Hal itu akan merupakan sebuah tindakan terakhir kepemimpinan
untuk merubah budaya ketika budaya itu terlihat sebagai fungsi yang tidak
sempurna.
Kata kunci: kepengawasan pendidikan, kejuruan, budaya, organisasi,
manajemen, strategic.
A. Pendahuluan
Globalisasi mendorong Megatrend peradaban baru serta skills toward
2020, memberikan corak ragam terhadap perubahan sosial politik dan tatanan
budaya di Indonesia akhirnya menuntut perubahan, pada paradigma pendidikan
nasional yang semula sentralistik menjadi desentralistik, yaitu peran pemerintah
(governmental role) menjadi peran masyarakat (community role).
Paradigama baru dalam dunia pendidikan akan berimplikasi pula dalam
manajemen strategic pendidikan yang mengetengahkan peran masyarakatnya
(community role) yang kita kenal dengan desentralisasi pada manajemen
pendidikan yang operasionalnya di sekolah. Paradigma ini, yang disemangati oleh
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan
pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan
pendidikan, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU
Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, PP
Nomer 25 Tahun 2000 tentang pelimpahan kewenangan pemerintah dan propinsi
sebagai daerah otonomi, yang memberikan kewenangan kepada daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, PP. Nomor 17 Tahun 2007 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan, PP. Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian
urusan pemerintahan anatara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan daerah
kabupaten/kota, PP. Nomor 50 tahun 2007 tentang pengelolaan pendidikan oleh
pemerintah daerah.
Pentingnya budaya organisasi dan manajemen strategic dalam sistem
pendidikan secara umum, nasional, regional, lokal, sekolah dan kelas. Dengan
demikian kita mempunyai konsep yang luas, baik secara teoritis maupun praktis,
sekaligus dapat memperbaiki kesalahpahaman terhadap pelaksana manajemen
selama ini, dan selanjutnya kita diharapkan menjadi pelopor perbaikan citra
manajemen di sekolah. Bagian ini akan membahas tentang:
1. Apa unsur-unsur budaya tersebut?
2. Apa unsur-unsur budaya organisasi?
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling
diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6) Pewarisan (Learning process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai
pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan
tersebut.
7) Penyesuain (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma
yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi
organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan
3. Gambaran manajemen strategic dengan organisasi adalah Managemen
strategic merupakan suatu proses untuk selalu menempatkan posisi
organisasi pada titik yang strategic, sehingga di dalam perkembangan
selanjutnya organisasi akan terus memperoleh prospek strategic.
Managemen strategic mengintegrasikan antara perencanaan strategic
dengan upaya yang bersifat selalu meningkatkan kualitas organisasi,
efisiensi anggaran, optimalisasi penggunaan sumber daya orang, evaluasi
program, pemantauan dan penilaian kinerja serta pelaporan kinerja.
4. Manajemen strategic adalah proses penetapan tujuan organisasi,
pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran
tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan
dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
5. penerapan Budaya organisasi dan manajemen strategic dalam pendidikan
kejuruan, melalui Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan
aspek-aspek penting dari hal-hal tersebut di atas: Kekuatan,
kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Tujuan pengujian ini adalah
untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan,
mereduksi ancaman dan membangun peluang.
REFERENSI:
Bush, T and Marianne Coleman, (1998) Leadership and Strategic Management
in Education. Sage Publication company, EMDU, University of
Leicester
Edward Sallis (1993) Total Quality Management Education, kogan page limited,
London
http://pascasarjana-stiami.ac.id/26 Mei 2011
Kartono, Kartini, (1994), Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
43
44
METODE OUTBOUND
UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB BELAJAR SISWA
KELAS XI IPA 3 SMA NEGERI 1 BUSUNGBIU
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Kadek Suhardita (IKIP PGRI Bali)
Email: suhardita_kadek@yahoo.com
Abstract
The responsibility of the student as a learner is learning well, school projects that
have been given to him, discipline in carrying out school rules. This means that
each student is required to carry out these responsibilities and absolutely without
exception, but in fact many students who feel overwhelmed by their obligations as
learned. Based on observations made directly to class XI IPA 3 SMAN 1
Busungbiu, and after conducting interviews directly with a supervising teacher is
informed that there are some students showed a low learning responsibility. Based
on observations obtained by researchers attempted to approach by conducting
research with the title "the application of the method to increase the responsibility
of outbound students of class XI IPA 3 SMAN 1 Busungbiu 2013/2014 school
year. The goal of this research is to improve student learning responsibility with
outbound methods. Approaches used in this study is action research approach
counseling. Based on the results of evaluations, a quantitative increase occurred
on average 26.49% and an increase of 65.2% in groups with high category, but the
researchers looked still needs to be improved so that developments truly optimal.
Later in the second action cycle, increased responsibility significant student
learning which ranged from 65.2% to 83.8% with a very high category and when
viewed in groups seen an increase of 28.64%. This means that the method can
improve the responsibility outbound student learning.
Key words: Responsibility learning, Method Outbound.
45
adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan
kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya setiap siswa
wajib dan mutlak melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali, akan
tetapi kenyataannya banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban
mereka sebagai pelajari. Siswa berangkat ke sekolah tidak lagi untuk tujuan
belajar, akan tetapi dijadikan sebagai ajang untuk ketemu, kumpul dengan temanteman, ngobrol dan lain sebagainya. Sementara tugas sejatinya untuk belajar dan
menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok tapi ini realita dan potret siswa
masa kini selalu menginginkan sesuatu tanpa bersusah payah menyerah sebelum
berjuang, kalah sebelum bertanding. Oleh karena itu rasa tanggung jawab
sangatlah penting di dalam mencapai prestasi belajar. Rasa tanggung jawab juga
tidak muncul secara otomatis pada diri seseorang karena itu, penanaman dan
pembinaan tanggung jawab pada anak hendaknya dilakukan sejak dini agar sikap
dan tanggung jawab ini bisa muncul pada diri anak.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada siswa kelas
XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu, dan setelah mengadakan wawancara secara
langsung dengan salah seorang guru BK diperoleh informasi bahwa memang ada
beberapa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran
2013/2014 menunjukkan perilaku yang berbeda jika dibandingkan dengan kelas
lain di sekolah terutama dalam tanggung jawab yang ditandai dengan; 1)
kesadaran, 2) kecintaan/kesukaan, dan 3) keberanian dalam melakukan sesuatu
atau berbuat dan siap menerima resiko yang akan terjadi. Apabila kurangnya
tanggung jawab dalam belajar yang dimiliki oleh siswa dibiarkan begitu saja tanpa
adanya penanganan tertentu dari pihak sekolah maka akan berpengaruh pada hasil
belajar siswa. Selama ini usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah sebatas
pemberian informasi sehingga dikatakan tidak berhasil dengan optimal.
Mengingat akan pentingnya peranan tanggung jawab yang dimiliki oleh
siswa dalam belajar, dan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,
peneliti berupaya melakukan pendekatan dengan mengadakan penelitian dengan
judul metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa kelas
XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014.
B. Kajian Teoritik
1) Pengertian Out Bond
Kusnadi (2002:24) menjelasakan definisi outbound ditinjau dari fungsinya
sebagai sarana pelatihan/pendidikan, secara garis besar dibagi ke dalam dua
definisi, yaitu :
1) Definisi Psikososial (Psychosocial), Berhubungan dengan fungsi kegiatan
outbound sebagai sarana pembelajaran mengenai hubungan antar manusia
(relationship), pembentukan karakter dan kerja sama team (team
building). Definisi outbound ditinjau dari sudut pandang psikososial
46
47
48
49
Rappeling. (f) Kayak yaitu mendayung sendiri perahu kecil (kayak), tujuannya :
untuk melatih kemandirian, yakin kepada diri sendiri. (g) Panjat dinding yaitu
memanjat dinding ataupun jalinan tambang yang dibentangkan dengan tegak
seperti dinding, tujuannya : melatih keberanian, melatih mental, melatih kekuatan
yang ada pada diri sendiri.
4. Pelaksanaan Outbound
Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan Outbound di lapangan, antaralain;
1) Tahap Experience/Pengalaman: dimana peserta diajak untuk merasakan
pengalaman/kondisi tertentu melalui sebuah simulasi games outbound
yang dipimpin oleh Master Games Outbound.
2) Tahap Processing /Berproses: merupakan tahap untuk berinteraksi dengan
anggota kelompoknya, dalam tahap ini peserta diminta untuk membahas
dan mendiskusikan manfaat/ pemecahan masalah dari tugas-tugas yang
diberikan
3) Tahap Generalizing/ Melebur: merupakan tahap untuk menyimpulkan
hasil dari diskusi kelompok, menyepakati hal-hal yang telah disetujui dan
dimengerti oleh masing-masing anggota.
4) Tahap Implementation/ Implementasi atau penerapan; merupakan tahap
akhir, dimana para peserta Outbound diminta untuk merefleksikan dan
menerapkan pengalaman pembelajaran kelompok yang telah diperolehnya
selama program Outbound kedalam system kerja dan kehidupan mereka
sehari-hari
5. Tanggung Jawab Belajar
50
51
52
Berdasarkan hasil yang dicapai oleh siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1
Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 setelah tindakan tahap pertama, ternyata
masih belum menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi
rata-rata 26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan
kategori cukup, karena hasil yang diperoleh belum maksimal sehingg peneliti
memandang masih perlu ditingkatkan agar perkembangan yang terjadi benarbenar optimal. Selanjutnya diadakan suatu peninjauan terhadap proses tindakan
53
Grafik 4.1
Peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1
Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Setelah Siklus I dan II
54
PEMBAHASAN
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan selama dua tahap tindakan (action)
tersebut, ternyata terjadi peningkatan terhadap tanggung jawab belajar siswa
Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 baik
setelah tindakan siklus pertama maupun setelah tindakan siklus kedua.
Peningkatan ini terjadi akibat dari pelaksanaan bimbingan yang dilaksanakan tepat
sasaran dan juga akibat dari potensi yang dimiliki oleh para siswa, terutama kasus
cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pelaksanaan tindakan, di mana
baru dua siklus diberikan bimbingan sudah mampu mengatasi rendahnya
kemampuan berkomunikasi para siswa.
1. Ni Wayan M.S hasil awal diperoleh skor sebesar 45 atau 45% dengan kategori
rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar
33,77% dengan jumah skor 62, peningkatan signifikan terjadi setelah
diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 30,64 menjadi 81% dengan
kategori tinggi.
2. I Kadek Y.H hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori
rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar
16,36% dengan jumah skor 64, peningkatan signifikan terjadi setelah
diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 23,43 skor yang diperoleh
sebanyak 79 dengan 79% dengan kategori tinggi.
3. I Komang S.P hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori
rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar
21,81% dengan jumah skor 67, peningkatan signifikan terjadi setelah
diberikan tindakan pada siklus II yaitu 23,88 skor yang diperoleh sebesar 83
dengan 83% dengan kategori tinggi.
4. Ni Gusti A.T.R hasil awal diperoleh skor sebesar 50 atau 50% dengan
kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan
55
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diajukan beberapa saran tindak :
56
1. Bagi sekolah agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman
dalam menyusun program bimbingan dengan menyelipkan sedikit permainan
dalam rangka meningkatkan tanggung jawab belajar siswa
2. Bagi guru (khususnya guru BK) agar senantiasa menggunakan jenis
bimbingan yang beraneka/bervariasi, dan salah satu alternatif guru dapat
menerapkan metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar
siswa
3. Bagi siswa diharapkan untuk selalu lebih bertanggung jawab dalam segala hal,
terlebh dalam belajar sebagai bentuk kewajiban sekolah.
REFERENSI
Ancok. (2002). Outbound Manajemen Training. Yogyakarta: Uli Press
Asadi,Muhammad.2009. The Power Of Outbound Training. Jogjakarta:Power
Books (IHDINA).
Burhanuddin, Salam H. 2000. Etika Individual. Jakarta: Rineka Cipta
Dimas.
2011.
Pengertian
Outbound.
Tersedia
di
:
http://sekolahalamjogja.wordpress.com/promo, diunduh tanggal 6 maret
2012
Juntika Achmad, 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.
Kusnadi (2002:24) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang
dilakukan untuk tujuan rekreasi. Surabaya, Refika Aditama
Muhamad Surya. 2010. Psikologi Konseling. Bandung:
Maestro.
Mudjijono. 2012. Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial. Singaraja: Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidika Universitas Pendidikan
Ganesha
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (dasar dan profil),
Ghalia Indonesia.
________, 2005. Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok: Universitas
Negeri Padang.
57
58
Abstract
The research was conducted at the Student Guidance and Counseling in the
academic year 2014/2015. The purpose of this research is to increase the
independence of learning using Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling.
This study uses a model of action research guidance and counseling with a
number of subjects 5 students as research samples. Measuring instruments used
in this study is the questionnaire. Based on the results of data analysis showed
that the results of the first cycle of action has increased, but still including the
medium category, so it needs to be fixed in the next cycle to be more increased.
Results of the second cycle showed that a significant increase in self-sufficiency
seen from the observation that showed high and very high category. It can be
concluded that the counseling Rational Emotive Behavioral Therapy Can Improve
Student Learning Independence.
Keywords: Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling
I.
59
kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri yang tumbuh
dan berkembang karena disiplin dan komitmen. sehingga dapat menentukan diri
sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai.
Menurut Hendra Surya ( 2003 : 114 ), Belajar mandiri adalah proses
menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk
menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau
pengaruh asing di luar dirinya. Belajar mandiri lebih mengarah kepada
pembentukan kemandirian dalam cara-caranya belajar. kemandirian belajar pada
setiap peserta didik akan nampak jika telah menunjukkan perubahan dalam
belajar. Peserta didik belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang
dibebankan padanya secara mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.
Peserta didik sebagai individu yang melaksanakan proses pembelajaran di sekolah
dituntut untuk berperilaku yang baik walaupun terdapat banyak perbedaan dengan
individu lainnya.
Berdasarkan hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa mahasiswa yang
kemandirian belajarnya tidak maksimal. Mahasiswa merasa bebas dan lepas
ketika jam pelajaran kosong, terlambat mengumpulkan tugas dengan alasan tidak
mendapatkan informasi, ketergantungan anggota kelompok saat membuat tugas
dan enggan untuk belajar apabila tidak ada ujian semester. Melihat kenyataan
tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mahassiwa
supaya lebih mandiri dalam kegiatan belajar dan pengerjaan tugas akademik
perkuliahan. Salah satu cara yang digunakan untuk mengubah rendahnya
kemandirian belajar pada mahasiswa adalah melalui Konseling Rational Emotive
Behavioral Therapy (REBT).
Komalasari (2011 :201) mengatakan bahwa pendekatan Rational Emotive
Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan Behavioral kognitif yang
menekankan pada kerterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran.
Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki
tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya di dapat melalui belajar
sosial. Disamping itu, individu juga memiliki kapasitas belajar kembali untuk
berpikir rasional.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti melakukan suatu penelitian
mengenai Penerapan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)
untuk Meningkatkan Kemandirian belajar Mahasiswa IKIP PGRI Bali Tahun
Akademik 2014/2015.
II. Rumusan Masalah
Adapun rumusan penelitian ini adalah Apakah Penerapan Konseling Rational
Emotive Behavioral Therapy (REBT) dapat meningkatkan Kemandirian Belajar
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014 /
2015?
60
61
62
c. Langkah ketiga
Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan
gagasan-gagasan irasional. Maksudnya adalah agar klien dapat berubah
fikiran yang jelek atau negatif dan tidak masuk akal menjadi yang masuk
akal.
d. Langkah keempat
Adalah menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupanya
yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional. Maksudnya adalah
mencoba menolak fikiran-fikiran yang tidak logis untuk masuk dalam dirinya.
Teknik teknik Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy
Rational Emotive Behavioral Therapy menggunakan berbagi teknik yang
bersifat kognitif, afektif, Behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Kognitif.
Teknik Kognitif Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara
berpikir klien. Adapun tahap teknik kognitif adalah sebagai berikut.
1) Tahap Pengajaran
Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara
serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan
bagaimana ketidaklogikaan berpikir itu secara langsung menimbulkan
gangguan emosi kepada klien tersebut.
2) Tahap Persuasif
Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan
yang ia kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba
meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap
oleh klien itu adalah tidak benar.
3) Tahap Konfrontasi
Konselor mengubah ketidaklogikaan berpikir klien dan membawa
klien kearah berpikir yang lebih logika.
4) Tahap Pemberian Tugas
Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan
tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul
dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari
pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya
berpikir.
4.
B. Kemandirian Belajar
1. Pengertian Kemandirian Belajar
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah berdiri sendiri.
Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada
orang lain, peserta didik dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri
63
64
Kemandirian Belajar
Siswa Rendah
Kemandirian Belajar
siswa Meningkat
65
Tabel 5.1
Skor kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali
Tahun Akademik 2014/2015 sebelum tindakan, setelah tindakan siklus I dan
setelah tindakan siklus II
PERSENTASE
PENINGKATAN
KEMANDIRIAN BELAJAR
No
Sub
jek
Sebelu
m
Tinda
kan
Prosen
tasi
(%)
Kateg
ori
Siklus
I
Prosen
tase
(%)
Kateg
ori
Siklus
II
Prosen
tase
(%)
1
2
37
38
37
38
Rendah
Rendah
45
47
45
47
Sedang
Sedang
88
85
88
85
33
33
Rendah
50
50
Sedang
92
92
39
39
Rendah
53
53
Sedang
94
94
35
35
Rendah
45
45
Sedang
79
79
Kategori
Siklus 1
(%)
Siklus 2
(%)
Tinggi
Tinggi
Sangat
Tinggi
Sangat
Tinggi
Tinggi
21,62
23,68
95,55
80,85
51,51
84
35,89
77,35
28,57
75,55
Berdasarkan tabel di atas, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Eka Y, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar
37 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah
diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa
meningkat menjadi 45 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam
tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan
tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian
belajar sebesar 88 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar
tinggi.
2. Erna, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar
38 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah
diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa
meningkat menjadi 47 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam
tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan
tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian
belajar sebesar 85 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar
tinggi.
3. Winarti, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian
belajar 33 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah,
setelah diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah
bisa meningkat menjadi 50 % tetapi belum optimal karena masih berada
dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah
diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor
kemandirian belajar sebesar 96 %, ini berada dalam tingkat kategori
kemandirian belajar sangat tinggi.
4. Bram, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar
39 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah
66
88
37
45
94
85
79
50
47
38
53
39
33
67
45
35
VII. Simpulan
Penelitian tindakan ini dilakukan pada Mahasiswa Bimbingan dan
Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 yang dijadikan sebagai
subjek penelitian untuk mengetahui kemandirian belajar mahasiswa. Peneliti
menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kelima mahasiswa yang
mengalami kemandirian belajar rendah diberikan layanan konseling Rational
Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan teknik kognitif.
Hasil konseling yang dilakukan pada siklus I dari lima orang peserta didik
yang diberikan tindakan memang terjadi peningkatan kemandirian belajarnya,
namun kelima orang peserta didik tersebut belum bisa meningkatkan kemandirian
belajarnya secara optimal, ini bisa dilihat dari kategori peningkatan kemandirian
belajar yang didapatkan oleh kelima peserta didik tersebut masih dalam kategori
sedang. Hasil konseling yang dilakukan pada siklus II kelima peserta didik yang
diberikan tindakan menunjukkan peningkatan kemandirian belajar secara
signifikan. Jadi konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan
teknik kognitif dapat meningkatkan kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan
dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015.
DAFTAR PUSTAKA
Benard, Ellis. 1986. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Jakarta :
Refika Aditama.
Komalasari, Gantina dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT.Indeks.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil).
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ridwan. 2012. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Bandung :
Alfabeta
Subliyanto. 2011. Kemandirian Belajar. (online). Tersedia di
http://Subliyanto.blogspot.com/2011/05/kemandirian-belajar.html. Diakses
tanggal 11 Januari 2014
Sukarno Anton. 1989. Ciri-ciri Kemandirian Belajar. Jakarta : Kencana Prenada
Media.
Surya Hendra. 2003. Kemandirian Belajar. Yogyakarta : Araska
Yamin, Martinis. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan
Pendidikan. Jambi : Refrensi.
Zuhairini, dkk. 2002. Dasar Pemrograman WEB Dinamis Menggunakan PHP.
Andi, Yogyakarta.
68
ABSTRACT
69
70
telah mendapat dan berusaha untuk itu serta dapat mengukurnya dengan baik dan
obyektif.
Masalah konservatisma merupakan masalah penting bagi investor, dan
menurut Wolk (2000), Givolly dan Hayn (2002) terdapat indikasi kecenderungan
peningkatan konservatisma secara global, dan sampai saat ini masih terjadi
pertentangan mengenai manfaat konservatisma dalam laporan keuangan, yaitu:
sebagian peneliti berpendapat bahwa laba yang dihasilkan dari metoda yang
konservatif kurang berkualitas, tidak relevan, dan tidak bermanfaat, sedangkan
sebagian lainnya berpendapat sebaliknya. Peneliti yang memiliki pandangan
kedua menganggap bahwa laba konservatif, yang disusun menggunakan prinsip
akuntansi yang konservatif mencerminkan laba minimal yang dapat diperoleh oleh
perusahaan sehingga laba yang disusun dengan metoda yang konservatif tidak
merupakan laba yang dibesar-besarkan nilainya dan dapat dianggap sebagai laba
yang berkualitas (Dewi, 2003:507). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Watts (2003) dalam Sari (2004:1045), konservatisma berperan penting dalam
menyajikan laba dan aktiva yang konservatif. Pernyataan ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan Mayangsari dan Wilopo (2002) yang menyatakan
bahwa semakin konservatif metoda akuntansi yang diterapkan maka akan semakin
kecil manajemen laba. Dengan demikian, laba yang konservatif akan membatasi
pembayaran dividen yang terlalu tinggi (Rahayu, 2005:4). Pembatasan
pembayaran dividen yang terlalu tinggi kepada para investor, akan memberikan
reaksi , baik yang bersifat positif maupun negatif.
Teori sinyal dividen, menyatakan bahwa pengumuman dividen mengandung
informasi mengenai laba saat ini dan masa depan, apabila pengumuman dividen
tersebut meningkat (menurun) berarti manajer mempunyai keyakinan bahwa laba
akan mengalami peningkatan (penurunan). Selain itu pembayaran dividen
merupakan good news yang nantinya direspon positif oleh pasar (Pradnyawati,
2004:3). Penelitian ini didasari teori sinyal dividen bahwa emiten tidak akan
memberikan sinyal yang negatif yang akan merugikan dirinya sendiri. Emiten
akan memberikan sinyal yang positif dengan harapan untuk memaksimalkan
utilitasnya. Terhadap berbagai bentuk pembayaran dividen (Van Horne, 1988),
banyak orang merasa bahwa stabilitas dividen berpengaruh positif terhadap harga
pasar perusahaan. Dividen stabil mungkin cenderung memecahkan masalah
ketidakpastian yang melekat dalam pikiran investor (Ahmad, 2004:192), karena
pembayaran dividen yang diumumkan oleh perusahaan merupakan sinyal yang
baik berkaitan dengan prospek perusahaan di masa mendatang, secara otomatis
pasar akan memberikan respon yang positif, yaitu semakin banyaknya permintaan
pasar terhadap saham yang dijual perusahaan.
Dari penjelasan diatas, perlu dilakukan pengujian kembali sebagai dukungan
terhadap teori-teori dan penelitian-penelitian tentang akuntansi konservatisma
sebelumnya, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini
71
72
73
r=
X Y
..................................................(3)
X .n Y Y
n X i Yi
n X
2
i
Keterangan notasi:
n : Jumlah data
r : Koefisien korelasi
Xi: Akuntansi konservatif
Yi: Return saham
Teknik analisis ini dipergunakan untuk mengetahui ketergantungan satu variable
bebas. Adapun model regresi linear sederhana dengan menggunakan persamaan
berikut :
Yi = + Xi + i.............................................4)
Keterangan notasi :
Dari model regresi linear sederhana di atas, untuk menguji hipotesis maka
dilakukan dengan : Uji signifikan Parsial ( t-test).
D. Hasil Penelitian
74
75
76
77
78
Suharli, Michell. 2005. Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi
Return Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta. Dalam
Jurnal Akuntansi & Keuangan, 7(2):h:99-116.
Susi dan Rudi Setiawan. 2003. Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap
Harga Saham Industri Barang Konsumsi yang Tergabung dalam Indeks LQ 45
yang Go Public di Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Akuntansi, 8(1), Bandar
Lampung.
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi 1.
Yogyakarta: BPFE
Universitas Udayana, Tim Peneliti. 2005. Buku Pedoman Penulisan Usulan
Penelitian, Skripsi dan Mekanisme Pengujian. Denpasar: Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana.
79
I Made Artamayasa
Guru SMP Negeri 1Mengwi, Badung
ABSTRACT
Class Action Research (PTK) is aimed (1) to increase the activity of class
IX students of SMP Negeri 1 Mengwi A school year 2013/2014 in mathematics
through the implementation of Cooperative Learning Model Numbered Head
Together (NHT), (2) for improved its results IXA grade students learn math SMP
Negeri 1 Mengwi school year 2013/2014 through the implementation of
Cooperative Learning Model Numbered Head Together (NHT).
This study subjects IXA grade students of SMP Negeri 1 Mengwi in the
second semester of academic year 2013/2014, amounting to 32 people consisting
of 19 women and 13 men.
Data from this study were collected using a test, and to analyze the
resulting data used descriptive analysis. Data obtained from the results of the
implementation of this study show that (1) the implementation of cooperative
learning model type Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in
class IX A Mengwi SMP Negeri 1 school year 2013/2014 can improve students'
learning activities (2) Application of the model Cooperative learning Type
Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in class IX A SMP
Negeri 1 Mengwi 2013/2014 school year can improve students' mathematics
learning outcomes. The results showed an increase of preliminary data on average
only reaches 72.41 class, in the first cycle increased to 75.59 and the second cycle
increased to 84.22.
Based on the findings and discussion of the results of this study can be put
forward the following suggestions. (1) With this model may provide a model that
is easy, effective in the management of classroom learning. (2) In order to obtain a
better quality of learning in school then the manager changed the conventional
classroom setting into a dynamic class, easy to set up in accordance with the
pattern of the desired learning.
80
81
82
83
84
benar dan lebih maksimal. Peneliti giat memotivasi siswa agar giat belajar,
memberi arahan-arahan, menuntun mereka untuk mampu menguasai materi
pelajaran pada mata pelajaran matematika lebih optimal. Akhirnya dengan semua
upaya tersebut peneliti mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada siklus II
menjadi rata-rata 84,22 dengan persentase ketuntasan mencapai 93,75% Upayaupaya yang maksimal tersebut menuntun kepada penelitian bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
mampu
meningkatkan prestasi belajar anak/siswa.
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut.(1)
Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
dalam pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun
pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa .(2) Penerapan
model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam
pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran
2013/2014 dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan temuan-temuan dan pembahasan hasil penelitian ini dapat
dikemukakan saran-saran berikut.
(1) Dengan model pembelajaran ini dapat memberikan model yang mudah,
efektif dalam pengelolaan pembelajaran dikelas.
(2) Untuk memperoleh kualitas pembelajaran yang lebih baik maka pihak
pengelola di sekolah mengubah seting kelas yang konvensional menjadi
kelas yang dinamis, mudah diatur sesuai dengan pola pembelajaran yang
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli. 2009. Strategi Pembelajaran. Bandung: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Almustofa.
2005.
Pengertian
Hasil
Belajar.
Tersedia
pada
http://www.ilmupengetahuan.net/hasil-belajar-2.html (diakses tanggal 17
Februari 2012).
Arnyana, Ida Bagus Putu. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Singaraja: Fakultas
Pendidikan MIPA Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja.
Dahar , Ratna Wilis .1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta. Penebit Erlangga.
85
86
PENDAHULUAN
Salah satu kompetensi dasar pada kurikulum SMP mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas IX adalah Menulis Naskah Drama. Melalui pembelajaran
keterampilan tersebut, diharapkan siswa mampu menulis naskah drama dan
menghasilkan karya yang baik. Namun, harapan tersebut belum tercapai dan
mendapatkan banyak kendala. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi, diketahui bahwa pembelajaran
menulis naskah drama di kelas tersebut masih perlu ditingkatkan. Siswa
87
memperoleh nilai 82 (KKM) ke atas sebanyak 30% dari jumlah siswa. Sedangkan
siswa dikatakan tuntas jika minimal 85% dari jumlah siswa memperoleh nilai 82
(KKM) ke atas. Hal itu disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mencari ide
untuk menulis naskahnya.
Pembelajaran menulis naskah drama dalam proses belajar mengajar tidak
akan sukses apabila siswa dan guru tidak bisa bekerja sama. Dalam artian
siswanya sendiri harus mempunyai minat untuk menulis naskah drama, dan guru
bisa secara kreatif menggunakan strategi khusus dalam menumbuhkan minat
siswa untuk menulis naskah drama. Oleh karena itu, strategi guru dalam
pembelajaran menulis naskah drama juga sangat penting dilaksanakan, demi
menumbuhkan minat siswa dalam menulis naskah drama sehingga siswa menjadi
lebih antusias dan semangat dalam mengikuti pelajaran menulis naskah drama.
Seseorang akan dapat menulis jika pemikirannya telah diisi dengan pengetahuan.
Salah satu cara memperoleh pengetahuan adalah dengan membaca. Membaca
membantu kita mengasah kepekaan dan kreativitas. Hal ini penting untuk
membantu kita dalam keterampilan menulis. Akan tetapi, betapapun sulitnya
keterampilan menulis harus dibiasakan sejak dini karena menulis dapat dijadikan
sarana pengembangan diri. Salah satunya adalah dengan menulis karya sastra.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba menggunakan model
pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition). Model
pembelajaran CIRC memadukan kegiatan membaca dengan menulis. Dalam
pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu, setiap siswa bertanggung jawab
terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide
untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas , sehingga terbentuk
pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Proses pembelajaran ini
mendidik
siswa
berinteraksi
sosial
dengan
lingkungan.
Dengan demikian, proses belajar mengajar menulis naskah drama diharapkan
dapat mengalami kemajuan dan akan menghasilkan naskah drama yang kreatif.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Apakah
melalui model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan menulis
naskah drama, siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran
2014/2015?
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis
naskah drama melalui model pembelajaran CIRC siswa kelas IXD SMP Negeri 1
Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Secara teoritis hasil
penelitian ini dapat melengkapi kajian tentang upaya peningkatan kemampuan
menulis melalui model pembelajara CIRC dan membuka kemungkinan untuk
dilakukan penelitian tandakan lanjutan tentang penelitian sejenis. (2) Dengan
mengikuti pembelajaran menulis drama melalui model pembelajaran CIRC,siswa
dapat menulis dengan lebih mudah dan dapat menghasilkan naskah drama yang
88
89
menulis naskah drama. Sesama anggota kelompok bisa saling mengungkapkan ide
masing-masing. Dari hasil membaca dan kerja sama antar anggota kelompok akan
terwujud sebuah naskah drama yang baik. Dengan demikian kemampuan menulis
naskah drama siswa dapat ditingkatkan
METODELOGI PENELITIAN
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IXD SMP
Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2014/2015. Kelas IXD berjumlah 38 orang,
terdiri atas 24 orang perempuan dan 14 orang laki-laki. Siswa kelas IXD dipilih
sebagai subjek penelitian karena peneliti sebagai guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas IXD menemukan masalah dalam membelajarkan keterampilan
menulis naskah drama pada siswa di kelas tersebut. Kelas IXD hasil belajarnya
paling rendah dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya terutama dalam menulis
naskah drama.
Berdasarkan kondisi kelas yang demikian, penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan di kelas IXD SMP Negeri 1Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.
Objek atau sasaran yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
kemampuan menulis naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran
CIRC siswa SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.
Kondisi awal tentang kemampuan menulis siswa kelas IXD SMP Negeri 1
Mengwi tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh dari nilai rata-rata menulis
sebelumnya yaitu 75. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas IX SMP Negeri 1 Mengwi adalah 82. Memperhatikan hal
tersebut , membuktikan rendahnya minat siswa menulis naskah drama.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober tahun
pelajaran 2014/2015. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil
penelitian ini adalah tes prestasi belajar sedangkan metode analisis datanya adalah
analisis deskriptif.
Penelitian ini dikatakan berhasil jika prestasi belajar siswa meningkat dari
siklus sebelumnya. Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah ketuntasan
belajar dengan rata-rata minimal 85% siswa mendapat nilai 82 ke atas dalam
menulis naskah drama.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Agustus 2014 mengenai menulis
naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative,
Integrated, Reading, and Composition). Pada hari pertama ini, guru membagikan
cerpen yang akan diubah menjadi naskah drama. Siswa bersama anggota
kelompok membaca dan mencermati cerpen tersebut. Setelah membaca cerpen,
semua anggota kelompok mengungkapkan ide masing-masing tentang perbedaan
gaya penulisan cerpen dengan penulisan naskah drama. Setelah pengajaran materi
90
91
92
93
94
biasa. Tetapi sikap dan prilakunya tidak mencerminkan peradaban. Karena itu,
revitalisasi budaya melalui berbagaai langakah pengkajian sangat dibutuhkan
untuk membangun karakter bangsa yang kokoh. Masalah pendidikan karakter
akhir-akhir ini menjadi topik yang sangat menarik diperbincangakan oleh karena
kondisi masyarakat yang sangat memperihatinkan. Isu pendidikan karakter
dicanangkan kembali secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Substansinya adalah
pemerintah ingin memperoleh dukungan sepenuhnya dari seluruh rakyat
Indonesia. Di era globalisasi ini konsep pendidikan karakter yang berbasis
paribasa Bali yang berisi kearifan lokal diharapkan dapat memberikan kontribusi
tersendiri dalam membentuk karakter seseorang sejak dini. Salah satu unsur
budaya Bali yang dikaji dalam kesempatan ini adalah Paribasa Bali sebagi genre
sastra lisan Bali tradisional. Paribasa Bali merupakan permainan kata-kata dan
bunyi yang digunakan dalam praktik berbahasa masyarakat Bali untuk
memperindah bahasa dengan tujuan membangkitkan rasa senang, memotivasi, dan
menyadarkan bahkan menyindir lawan bicara.
Orientasi pembentukan karakter positif sejak dini dikalangan masyarakat
dan pendidikan karakter positif diberikan secara kontinyu diharapkan dapat
memberikan penyadaran, khususnys pada generasi muda tentang etika berprilaku
baik di dalam keluarga, masyarakat, dan terhadap lingkungan.
PEMBAHASAN
Konsep Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat,
dan berwatak. Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter dalam
konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang
melanda di Negara Indonesia. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya
pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan
terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalah gunaan obatobatan, pornografi, kolusi, korupsi nepotisme dan perusakan milik orang lain
sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara
tuntas. Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Banyak sarana yang bisa mempengaruhi kepribadian seseorang sejak
dalam kandungan, ketika lahir, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang
dilihat, dirasakan, dialami, dan dikerjakan akan terekam dengan baik dalam
ingatan seseorang. Rekaman tersebut merupakan bekal dalam membentuk
kepribadian. Semua masyarakat tentu menginginkan hidup aman, sehat sejahtera,
menginginkan generasi yang baik, bukan yang buruk. Tetapi kadang-kadang
harapan dan kenyataan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Akibat dari unsur
95
negatif yang tanpa disadari menjadi unsur pembentuk kepribadian, karakter, dan
akhlak manusia. Di dalam berbagai budaya di Indonesia setiap suku tentu ada
bentuk-bentuk pendidikan yang dapat dijadikan, rujukan dan refrensi untuk
membentuk manusia menjadi manusia yang terhormat. Tetapi akibat kurangnya
pengenalan terhadap budaya khususnya tentang sastra paribasa Bali, dan karena
generasi sekarang lebih banyak diperkenalkan dengan media elektronik yang
serba gampang dan instan, sehingga pembentukan karakter dalam kehidupan
sehari-hari menjadi sangat berkurang. Rasa toleransi, rasa persaudaraan,
kebersamaan, kerukunan, kejujuran, kreativitas, semangat, dan tolong menolong
sudah semakin menipis.
Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan lainnya yang berhubungan
dengan sifat, sikap moral, etika, tatakrama dan sebagainya semakin tidak
tersampaikan. Didalam undang-undang Sisdiknas tahun 2003, disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Nilai-nilai karakter yang dikembangakan disekolah, menurut Indonesia
Heritage Foundation (IHF) dalam Gunawan (2014 : 42) merumuskan sebilan
karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu ; (1) cinta pada
Allah dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab disiplin dan mandiri, (3)
jujur, (4) hormat dan antun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, (6) percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah (7) keadilan dan kepemimipinan,
(8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian
nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang
dikelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan kebangsaan, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (4) nilai-nilai perilaku manusia
dalam hubungannya dengan diri sendiri, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia
dalam hubungannya dengan lingkungan. Hal inilah yang digunakan acuan dalam
penelitian ini.
Jenis - Jenis Pendidikan Karakter dalam Ungkapan dan Paribasa Bali
Pendidikan karakter dimaksudkan sebagai pembentukan karakter, usaha
pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari
pendidikan dan penanaman moral atau nilai-nilai luhur pada siswa. Pendidikan
karakter itu sendiri merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menanamkan
96
nilai-nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat
istiadat, dan nilai-nilai keIndonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian
siswa supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang
berkarakter sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama ( Suyanto, 2011:76).
Tujuan pendidikan karakter adalah agar siswa menjadi orang yang bermartabat,
orang yang terpuji, dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya
bangsa yang religious, menanamkan jiwa kepemimipinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, mengembangkan kemampuan
peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan,
dan mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan. Sebagai suatu kearifan lokal
yang berasal dari pandangan hidup dan sudah menjadi tradisi turun temurun, maka
kearifan local dikaitkan dengan pendidikan karakter bangsa mempunyai fungsifungsi, agar fungsi tersebut dapat maksimal maka makna dalam ungkapan
tradisional seperti dalam Paribasa Bali tersebut perlu diinfrensikan agar selaras
dengan perkembangan jaman. Mengingat degradasi moral melanda Indonesia
maka Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan delapan belas pendidikan
karakter, yang dituangkan pada setiap bidang ilmu dalam pembelajaran di
sekolah-sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar yang terencana, proses pendidikan yang terencana itu
diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik dapat mengembangkan potensinya. Akhir dari proses pendidikan
adalah kemampuan peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dalam mengarungi kehidupan (Sanjaya, 2007:2). Pemaksimalan
makna akan mengembangkan fungsi kearifan local sebagai pandangan, acuan, dan
tauladan, dalam menjaga karakter bangsa.
Adapun fungsi ungkapan dalam Paribasa Bali tersebut antara lain:
1. Kepedulian terhadap Sesama
a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni sadar akan
hak dan kewajiban diri dan orang lain ini tercermin dalam
sesonggan (pepatah). Buka sepite, pedaduanan tatuekne buka anake
menyama tuah ajake dadua Seperti sepit (penjepit) selalu berduaan
atau berpasangan. Yang memiliki makna sehebat apaun kita tanpa
dibantu oleh orang lain akan tidak berarti apa-apa, janganlah kita
merasa mampu bekerja sendirian tanpa bantuan orang lain. Infrensi
dari arti tersebut adalah orang yang arogan dan sombong karena
merasa diri hebat bisa melakukan segala-galanya, orang yang
demikian cendrung mengabaikan orang lain, tidak menghormati
pemikiran dan sikap orang lain karena merasa diri serba bisa. Orang
tersebut sesungguhnya tidak tahu apa-apa yang seharusnya
97
98
Aduk sera aji keteng tatuekne, karusakang baan anak padidi sane
tiosan. Makanan yang di,campur dengan terasi berlebihan
maknanya, diibaratkan seperti pekerjaan yang sudah dilakukan oleh
masyarakat dengan baik tetapi hasil akhirnya dirusak oleh satu
orang. Artinya perbuatan apapun yang dilakukan harus selalu
berhati-hati apalagi menyangkut orang banyak persatuan dan
kesatuan harus dikedepankan. Nilai karakter sikap menghargai karya
dan prestasi orang lain yang berhubungan dengan sifat, sikap
menghargai yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri. Nilai karakter ini dapat dicermati pula dalam sloka, buka
slokane tusing ada lemete elung tak ada sesuatu yang lentur itu
patah, nilai yang terkandung dalam sloka itu menandakan adanya
bentuk kompromi dan tidak melakukan hal balas dendam dalam
menyelesaikan masalah, selalu menghargai karya orang lain
sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan Suarka (dalam jurnal
Aksara 2010 : 103).
d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni, santun,
sifat halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata
prilakunya kesemua orang, tersurat dalam sesawangan
(perumpamaan) Kemikane luir madu juruh, tatuekne, kemikane
manis nyunyur. Suaranya manis bagaikan madu gula, maknanya
suaranya sangat manis, pintar, jujur, sopan, santun. Siswa yang baik
adalah Siswa yang memegang teguh kata-kata yang diucapakan
(santun, satya wacana). Nilai tatakrama dan santun berhubungan
dengan sikap hormat kepada orang lain yang patut dihormati dengan
penuh kesadaran dan prilaku sopan dalam bertindak serta santun
dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari, nilai sopan santun tampak
tercermin pula dalam dibalik makna sesonggan kuping ngliwatin
tanduk, degag delem, makecuh mulet menek, dan dibalik
makna sesenggakan ; buka guake ngadanin iba , buka jangkrike
galak di bungut, buka naar krupuku gedenan kriak mengandung
makna durhaka, sombong, dan angkuh. Karena itu sesonggan
tersebut dipakai menasehati anak-anak agar tidak berbuat durhaka,
sombong, dan angkuh tetapi menghormati orang yang patut
dihormati.
e. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu demokratis
terdapat dalam sesenggakan (ibarat) Buka ngae bajune, sikutang
keraga, tatuekne, buka melaksana, makeneh, wiadin ngomong yan
tibakang marep teken anak len, patut imbangang malu ka deweke
padidi. seperti membuat baju ukur dulu pada diri sendiri,
maknanya seperti berbuat berpikir, maupun berbicara kalau di
99
terapkan pada orang lain harus sesuaikan dulu dengan diri sendiri,
artinya siswa dalam berbuat, berpikir, maupun berbicara harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi, memiliki rasa demokrasi
cara berpikir, bersikap, dan bertindak menilai sama hak dan
kewajiban diri sendiri dengan orang lain.
2. Nilai kebangsaan
a. Nilai karakter Nasionalis yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsanya terkandung dalam sesenggakan ( ibarat) buka
sumangahe, ngutgut kanti mati, tatuekne buka anak ane nindihin
kenehne diastun ngemasin mati. seperti semut merah menggigit
sampai mati, maknanya, seperti seseorang yang membela tanah air
sepenuh jiwa dan raga mempertaruhkan nyawanya. Hendaknya
siswa mentauladani sikap tersebut sebagai generasi muda penerus
bangsa.
b. Nilai karakter menghargai keberagaman yakni sikap memberikan
respek/kehormatan terhadap berbagai macam hal baik yang
berbentuk fisik, sifat, adat istiadat, budaya, suku, dan
agama.terkandung dalam wewangsalan (tamsil) belahan pane
belahan paso, selebingkah beten biu tatuekne ade kene ada keto,
gumi linggah ajak liu. pecahan gerabah, pecahan baskom, dibawah
pohon pisang, maknanya ada yang seperti ini ada yang seperti itu,
dunia ini milik kita bersama. Maksudnya, sebagai siswa harus
saling hormat menghormati, harga menghargai, sehingga tercipta
kerukunan walaupun ada perbedaan satu sama lain. Cara lain yang
ditawarkan pula dalam mencermati keberagaman tersebut
dituangkan dalam bentuk sesenggakan
buka besine teken
sangiane ibarat besi dengan batu asah yakni terjadi sikap saling
mengalah satu sama lain demi tujuan bersama. sebagaimana
diketahui Indonesia dicirikan oleh keberagaman dalam berbagai
aspek, seperti suku, ras, agama, bahasa daerah, ideologi, tatakrama,
karena itu pemahaman terhadap keberagaman dan perbedaan itu
perlu ditanamkan sejak dini sehingga tercipta suatu kondisi dimana
dalam perbedaan dan keberagaman masyarakat kita tetap memiliki
satu kedudukan yang sama saling menghargai dan menghormati satu
sama lainnya.
.
100
101
102
103
supaya bisa hidup tabah, kuat, berani mengambil resiko, dan berpikir
fositif dalam mengerjakan tugas-tugas pribadi maupun tugas negara.
5. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan
alam di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu
ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan. Nilai ini berhubungan dengan sikap, sifat, perhatian,
karena dewasa ini masyarakat sudah mulai melakukan illegal loging
secara besar-besaran sehingga pemanasan global terjadi. Pada era
reformasi sekarang mengelola kekayaan alam, hutan, dan hasil bumi
lainnya sudah semakin meraja lela sehingga hutan menjadi rusak,
lingkungan rusak, dan kekayaan alam semakin menipis sebenarnya
masyarakat yang baik adalah masyrakat yang eling, ingat, dan selalu
waspada sehingga tidak terjadi kerusakan dimana-mana. Nilai karakter
ini maknanya dapat dilihat dalam sindiran berikut, sesonggan, ngalih
baling ngaba alutan, buta tumben ngedat, takut ngetel payu makebios,
sau kerep dungki langah, mengandung makna tidak mampu mengelola
kekayaan alam dengan baik (berhasil guna, tepat sasaran) menyebabkan
hidup ini hancur berantakan (takut ngetel payu makebios), cendrung
boros tidak mau lagi menanam hutan hanya menebang saja sehingga
banjir dan pemanasan global terjadi (sau kerep dungki langah),
membuat hidup menjadi menderita, pas-pasan (ngalih balang ngaba
alutan), sesonggan tersebut sering digunakan menyindir sikap dan
tingkah laku orang yang angkuh, sombong, dan conkak, dengan tujuan
untuk menyadarkan orang tersebut bahwa kepentingan pribadi yang
dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merusak
lingkungan sangat merugikan orang banyak.
KESIMPULAN
Ungkapan-ungkapan tradisional yang merupakan mutiara kata dari nenek
moyang mengandung pesan moral yang dapat berlaku sepanjang jaman. Ungkapanungkapan tradisional tersebut dibuat sebagai petuah, nasehat yang disampaikan secara
tersirat dengan memperhatikan estetika bahasa yang tinggi. Seiring dengan tergerusnya
akar budaya maka perlu adanya penguatan karakter bangsa. Lebih lanjut karakter bangsa
perlu dijaga agar tetap terjaga.paribasa bali merupakan genre sastra lisan Bali tradisional
yang sangat kaya dengan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut memiliki
kontribusi strategis dalam pembentukan karakter bangsa. Manusia berkarakter adalah
manusia yang memiliki kesehimbangan dan keharmonisan dalam hal rasa. Untuk itu
revitalisasi budaya melalui pengkajian sebagai aset budaya termasuk paribasa Bali,
merupakan upaya penting dan strategis dalam rangka penguatan dan ketahanan budaya.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ginarsa, Ketut t. th. Paribasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep, dan Implementasi. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Buku Pedoman Pendidikan Karakter di Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian
Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Jakarta: Direktorat Jendral
Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Suarka, I Nyoman. 2010. Aksara Jurnal Bahasa dan Sastra. Balai Bahasa Denpasar.
Nomor 36, TH XXII, Desember 2010
Suyanto. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah Perlu Direvitalisasi Majalah Diknas
Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.
Yudhoyono, Susilo Bambang. 2011. Mari Kita Kerja Keras melalui Jalur Pendidikan
Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.
105